pengaruh pendidikan, penanaman modal asing

advertisement
PENGARUH PENDIDIKAN, PENANAMAN MODAL
ASING (PMA), PENANAMAN MODAL DALAM
NEGERI (PMDN), DAN TINGKAT PENDAPATAN
TERHADAP KESENJANGAN EKONOMI ANTAR
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2003-2013
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh :
Vina Refriana Nurwulansari
NIM : 1111084000024
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H / 2015 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Rabu, 29 Juli 2015 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1.
2.
3.
4.
Nama
: Vina Refriana Nurwulansari
NIM
: 1111-084-0000-24
Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Judul Skripsi : Pengaruh Pendidikan, Penanaman Modal Asing
(PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Tingkat
Pendapatan terhadap Kesenjangan Ekonomi antar Kabupaten/Kota
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan
yang bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa
mahasiswa diatas dinyatakan LULUS dan Skripsi ini diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Juli 2015
1. K Dr. Desmadi Saharuddin. MA
NIP : 197207112005011007
( _____________________ )
Ketua
2. Fitri Amalia, S.Pd., M.Si
NIP : 198207102009122002
( _____________________ )
Sekretaris
3. Zaenal Muttaqin, MPP
NIP : 197905032011011006
( _____________________ )
Penguji Ahli
4. Pheni Chalid, Ph.D
NIP : 195605052000121001
( _____________________ )
Pembimbing I
5. Arief Fitrijanto, M.Si
NIP : 197111182005011003
( _____________________ )
Pembimbing II
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
DATA PRIBADI
1.
Nama Lengkap
: Vina Refriana Nurwulansari
2.
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 08 September 1993
3.
Alamat
: Jl. Cibubur VI No. 25 RT 004/RW004
Jakarta Timur 13720
II.
III.
4.
Telepon
: 081318789826
5.
Email
: [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
1. TK Islam Amarylliss
Tahun 1998 - 1999
2. SDI Amarylliss
Tahun 1999 - 2005
3. SMPN 147 Jakarta
Tahun 2005 - 2008
4. SMA Bina Dharma Jakarta
Tahun 2008 - 2011
5. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2011 - 2015
PENDIDIKAN NON FORMAL
1. LPK Bina Prestasi, Pendidikan Komputer Paket Dasar dan Lanjutan Tahun
2011
2. Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional LIA 2012 – 2013
i
IV.
SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Peringatan Hari Kartini “Membentuk Karakter Kartini Masa Kini
yang Maju, Cerdas, Mandiri dan Beretika” diselenggarakan oleh BEM FEB
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 Mei 2012
2. Seminar “The Spirit of Islamic Entrepreneur for Better Indonesia”
diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 31 Mei 2012
3. Peserta dalam Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Mewujudkan Regenerasi
Mahasiswa
Ekonomi
yang
Berprestasi
dalam
Bidang
Akademik”
diselenggarakan oleh HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 26 Maret
2014
4. Narasumber dalam acara “Seminar Redenominasi Mata Uang Rupiah” di
SMK Bumi Putera Pamijahan, diselenggarakan oleh KKN AKASIA 2014
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 20 Agustus 2014
5. Dialog jurusan dan seminar konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat Dengan
Jurusan Sendiri”, diselenggarakan oleh HMJ IESP Fakultas Ekonomi dan
Bisnis” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Oktober 2014.
6. Peserta dalam acara FST Entrepreneurship Week “Kreasikan Idemu,
Wujudkan Prestasi Usahamu” diselenggarakan oleh FST UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 18-20 Maret 2014.
7. Peserta dalam acara Seminar Nasional “Korupsi Mengkorupsi Indonesia”
diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 3 Desember 2014
ii
8. Reporteur dalam acara “Forum Pemerintah dan Swasta dalam Menejemen
Gratifikasi” diselenggarakan oleh Transparancy Internasional Indonesia (TII)
dan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), 26 November 2014
V.
KEPANITIAAN
1. Koordinator Lomba dalam “Explore Your Spirit Through The Talent,
Charity, And Creativity”Milad ke 10 FEB UIN Jakarta, 21 Mei – 2 Juni
2012
2. Divisi Atribut OPAK FEB UIN Jakarta Tahun 2012
VI.
LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah
: Cipto Nurhadi
2. Tempat, Tanggal Lahir
: Madiun, 07 Januari 1963
3. Ibu
: Pipih Sutinah
4. Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 12 September 1969
5. Alamat
: Jl. Cibubur VI No. 25 RT 004/RW004
Jakarta Timur 13720
6. Anak ke
: 1 dari 1 bersaudara
iii
ABSTRACT
The aims of this study to look at the influence of Education, Foreign Direct
Investment (FDI), Domestic Investment (DCI), and the level of revenue for Economic
Disparities between Regency/City in Yogyakarta Province Period 2003 - 2013. Gini
ratio is used to analyze economis disparities while panel data are analyzed using
Fixed Effect Model (FEM.
The results show that the Education and Foreign Direct Investment (FDI) have
negative influence and significant related to economic disparities. However,
Domestic Investment (DCI) and the Income Level of GDP Per Capita seem have
negative influence and not significant corelation.
Keywords:
Gini Ratio, Education, Foreign Direct Invesment (FDI), Domestic
Invesment (DCI), GDP Per Capita
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari Pendidikan, Penanaman
Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Tingkat
Pendapatan terhadap Kesenjangan Ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013. Kesenjangan ekonomi dalam penelitian ini
menggunakan rasio gini dan penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan
model Fixed Effect Model (FEM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendidikan dan Penanaman Modal Asing
(PMA) berhubungan negatif dan signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi. Namun,
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Tingkat Pendapatan yang dilihat dari
PDRB Per Kapita memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan.
Kata Kunci : Rasio Gini, Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN), PDRB Per Kapita, Fixed Effect
Model (FEM)
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Bismillahirrohmannirrohiim
Alhamdulillahi
robbil’alamiin
washsholaatu
wassalaamu’alaa asyrofilanbiyaai walmursaliin wa’alaa alihiwashshohbihi ajma’iin
ammaaba’du.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap orang. Dimana dengan ilmu kita
dapat mengerti akan kehidupan ini. Dalam menuntut ilmu pastilah ada rasa terpuruk
atau lelah. Allah pun berfirman bahwa setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan.
Tugas kita adalah berusaha maksimal, bersabar, berdoa, dan bertawakal. Biarpun
lelah, asalkan lillah.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentu banyak cerita dibalik penyelesaiannya.
Berkat para dosen, teman-teman, internet, buku-buku dan penelitian sebelumnya
maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun penulis menyadari bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh
Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN), dan Tingkat Pendidikan terhadap Kesenjangan Ekonomi antar
Kabupaten Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2003-2013”
masih sangat banyak kekurangannya. Dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan
kritik dan saran agar menjadi pembelajaran untuk kedepannya.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
kepada:
vi
1. Allah SWT, tidak lupa saya mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamiin atas
segala yang telah Engkau sisipkan di skenario kehidupan penulis hingga di
penghujung Sarjana Ekonomi ini. Penulis menyadari bahwa ini bukanlah tujuan
akhir, justru ini awal dari tantangan kehidupan yang sebenarnya, maka dari itu ya
muqollibalquluub tsabbit qolbii ‘alaadiinik. Semoga Engkau selalu menunjukkan
jalan yang lurus sehingga penulis mampu menentukan mana yang haq dan bathil.
2. Orang Tua, terima kasih untuk Ibu Pipih Sutinah yang selalu mencurahkan kasih
sayang yang tiada henti, yang selalu menenangkan hati di kala merasa takut akan
kehidupan, dan juga yang selalu mengingatkan agar selalu berbuat baik terhadap
orang lain. Ayah Cipto Nurhadi, yang tak kenal lelah bekerja untuk keluarganya,
yang selalu mengajari penulis untuk menjadi mandiri, serta selalu memotivasi
agar kelak penulis harus berwiraswasta.
3. Om Deden, yang penulis anggap seperti kakak sendiri. Terima kasih banyak atas
segala kebaikan om, semoga Om selalu dalam lindungan Allah SWT. Tante Titi,
yang penulis anggap seperti kakak sendiri. Terima kasih sudah selalu mau
mendengar keluh kesah penulis selama ini. Miraty Armitha Daud, yang kini
kehadirannya menjadi penghibur kami.
4. Dr. Arief Mufraini selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang baru semoga dapat memajukan dan mengembangkan
FEB lebih baik lagi.
5. Prof. Dr. Abdul Hamid selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sebelumnya, yang telah berusaha keras memajukan FEB.
vii
6. Bapak Arief Fitrijanto M.Si selaku Ketua Jurusan IESP 2015 sekaligus
pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu,
bimbingan, dan pengarahan kepada penulis. Sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan cepat dan baik, semoga Allah SWT mencatat sebagai
amalan jariyah.
7. Ibu Fitri Amalia M.Si selaku Sekertaris Jurusan IESP 2015. Terimakasih atas
segala ilmu yang telah ibu berikan selama ini, semoga Allah SWT mencatat
segala amal kebaikan sebagai ibadah.
8. Bapak Zuhairan Y. Yunan, S.E, M.Sc dan Bapak Zainal Muttaqin M.Pp selaku
Ketua Jurusan dan Sekertaris IESP sebelumnya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jakarta yang telah meluangkan waktu dan arahan-arahan yang baik selama saya
berkonsultasi.
9. Bapak Pheni Chalid, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang dengan
kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan,
ilmu yang berharga serta bimbingan yang berarti selama penyelesaian skripsi.
Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT
membalas segala kebaikan atas ilmu-ilmu yang telah Bapak berikan.
10. Terimakasih kepada Dosen-dosen IESP yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Bantuan kalian dalam menyampaikan materi yang sangat membantu saya dalam
memahami materi perkuliahan. Semoga ini dapat menjadi nilai ibadah dan
semoga Allah SWT membalas semua jasa.
viii
11. Sahabat-sahabat terbaik yang sering menyela, menertawakan, tetapi mereka juga
yang selalu ada, membantu, dan mengisi kehidupan ini sehingga menjadi penuh
warna. Dwika Julia Mutiara, Dwi Nuni, Annisa Rahmadani, Amalia Nur Azizah,
Hidayati Tamimi, dan Najwa Najib. Terimakasih atas segala warna yang telah
kalian berikan. Semoga persahabatan kita tidak sampai di dunia saja. Tetap saling
mengingatkan untuk berhijrah ya, keep and stay istiqomah.
12. Teman-teman seperjuangan yaitu Dilla, Yusuf, Yuli, Dimas, Rudy, Indri, Isti dan
yang lainnya. Terimakasih atas saran-saran dan pertolongan kalian selama proses
mengerjakan skripsi ini. Semoga kita sukses untuk kedepannya nanti.
13. Teman-teman IESP angkatan 2011, yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.
Terima kasih atas waktu, tawa, senyum, pengalaman baru selama ini. Setiap
langkah adalah cerita maka lakukanlah yang terbaik untuk setiap langkahmu.
Semoga kita semua dapat menjadi bagian dari impian-impian kita.
14. KKN Akasia, yaitu Julia, Nuni, Ridwan, Raras, Rendy, Come, Riri, Yayah,
Antok, Betty, Fardah, Caca, Nando, Haryo, Ayu, Ojin dan juga warga Desa
Ciasmara terutama Kampung Jogjogan Girang, serta Keluarga Bapak H. Mirnan.
Terimakasih atas suka duka yang sudah kita lewati bersama.
15. Sahabat terbaik dari kecil, Adam Dwi Purnama. Terima kasih juga untuk Sahabat
terbaik di SMA yang sudah menemani saya berjuang ke gerbang dunia
perkuliahan yaitu Ridwan, Ody, Roni, Nisa, Sintya, Dewi, Nicky dan masih
banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
ix
16. Terimakasih kepada SEIS DANCE, yaitu Farah, Ella, Rosi, Tia, Mona, Nia, kak
Evi, dll. Terimakasih atas ilmu, pengalaman, dan perjuangan kita selama
mengikuti saman.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 10 Juni 2015
Vina Refriana .N
x
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... i
Abstract ............................................................................................................. iv
Abstrak .............................................................................................................. v
Kata Pengantar ................................................................................................. vi
Daftar Isi ............................................................................................................ xi
Daftar Tabel .......................................................................................................xv
Daftar Grafik ....................................................................................................xvi
Daftar Gambar…………………..……………………………………………xvii
Daftar Lampiran ............................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 16
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 18
D. Manfaat Peneltian ............................................................................. 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 17
A. Pembangunan Ekonomi ......................................................................20
B. Pertumbuhan Ekonomi …………...................................................... 24
C. Kesenjangan Ekonomi.........................................................................28
xi
D. Pendidikan…..................................................................................... 37
E. Hubungan Pendidikan dengan Kesenjangan Ekonomi..................... 38
F. Investasi…………………………………………………................. 40
G. Hubungan Investasi dengan Kesenjangan Ekonomi.......................... 48
H. Pendapatan…………………….……………………………………49
I. Hubungan Pendapatan terhadap Kesenjangan Ekonomi………….. 50
J. Penelitian Terdahulu………………………………………………. 51
K. Kerangka Berfikir .............................................................................59
L. Hipotesis Penelitian .......................................................................... 61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .....................................................65
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 65
B. Metode Penentuan Sampel……........................................................65
C. Metode Pengumpulan Data………...................................................66
D. Metode Analisis…............................................................................ 67
1. Metode Data Panel…………………………………………….67
2. Pemodelan Data Panel…………………………..…………… 69
a. Pendekatan Pooled Least Square…………………………70
b. Pendekatan Fixed Effect Model………………………….70
c. Pendekatan Random Effect Model………………………70
3. Pemilihan Model Data Panel………………………………… 71
a. PLS vs FEM………………………………………………71
b. FEM vs REM……………………………………………..73
4. Model Empiris………………………………………………...74
5. Uji Asumsi Klasik…………………………………………….75
a. Uji Normalitas…………………………………………….76
xii
b. Uji Multikolinieritas……………………………………... 76
c. Uji Heterokedastisitas…………………………………… 77
d. Uji Autokolerasi…………………………………………. 78
6. Uji Hipotesis…………………………………………………. 79
a. Uji t………………………………………………………. 80
b. Uji F……………………………………………………… 81
c. Koefisien Determinasi R2…………………………………82
E. Operasional Variabel Penelitian……… ..........................................82
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. 84
A. Gambaran Umum Objek Penelitian……….......................................85
a. Kabupaten Bantul……............................................................. 88
b. Kabupaten Gunung Kidul….………………………………... ..88
c. Kabupaten Kulon Progo…………………………………..........89
d. Kabupaten Sleman……………………………………………..90
e. Kota Yogyakarta……………..…………….………………… 91
B. Analisis dan Pembahasan… ............................................................. 92
1. Analisa Deskriptif…………...................................................... 92
a. Kesenjangan Ekonomi……………………………………. 92
b. Pendidikan…………………………………….…...……. 95
c. Investasi…………………………………………………. 98
d. PDRB Per Kapita……………….………………………. 102
2. Estimasi Model Data Panel...................................................... 105
a. PLS vs FEM (Uji Chow)………………………………… 105
b. FEM vs REM (Uji Hausman).………………………….... 106
3. Uji Asumsu Klasik…............................................................... 107
xiii
a. Uji Normalitas………………………………………….... 107
b. Uji Multikolinieritas……………………………………... 109
c. Uji Heterokedastisitas………………………………….....110
d. Uji Autokolerasi………………………………………..... 112
4. Model Fixed Effect Model.......................................................112
5. Pengujian Hipotesis…………………………….……………. 113
a. Uji t dan Interpretasi Hasil Analisis……….…………….. 113
b. Uji F dan Interpretasi Hasil Anaisis……….…………...... 116
c. Koefisien Determinasi….………..……………………….. 117
C. Analisis Ekonomi .............................................................................117
a. Pendidikan………………………………….………………... 120
b. Penanaman Modal Asing (PMA)…………….…….………… 121
c. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)………..………… 123
d. PDRB Per Kapita…….…….……………………………....... 125
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................127
A. Kesimpulan ..................................................................................... 127
B. Saran ............................................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 130
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
1.1
Keterangan
Halaman
3
2.1
Tabel Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di DIY 2011-2013,
Rata-rata Pertumbuhan Per Tahun 2009-2013 dan Andil Pertumbuhan
2013 (Persen)
Indeks Gini Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2003 – 2012
Rasio Gini Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi D.I.Yogyakarta
Jumlah Pencari Kerja dan Permintaan Tenaga Kerja menurut Tingkat
Pendidikan di D.I. Yogyakarta
Realisasi Penanaman Modal Asing di Kabupaten Kota Provinsi D.I.
Yogyakarta
Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Kabupaten Kota
Provinsi D.I. Yogyakarta
Nilai PDRB Per Kapita menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta
Atas Dasar Harga Berlaku, 2009 - 2012 (rupiah)
Penelitian Terdahulu
3.1
3.2
Uji Durbin – Watson
Operasional Variabel penelitian
77
82
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
Hasil Uji Chow
Hasil Uji Hausman
Correlation Matrix
Hasil Estimasi Uji Park
Hasil Estimasi Uji Glejser
Uji t-Statistik
Uji F-Statistik
Uji R-Square
Interpretasi Fixed Effect Model
104
105
107
108
109
112
114
115
116
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
xv
4
5
7
11
12
15
55
DAFTAR GRAFIK
Nomor
Keterangan
Halaman
1.1
Rasio Gini Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi D.I.Yogyakarta
5
1.2
Rasio Murid Terhadap Guru SMA Negeri+Swasta, SMK
Negeri+Swasta, dan MA Negeri+Swasta antar Kabupaten/Kota di
Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta Tahun 2011 - 2013
Nilai PDRB menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Atas
Dasar Harga Berlaku, 2009 – 2013 (triliun rupiah)
60
Rasio Gini antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa
94
1.3
4.1
93
Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Persen)
4.2
Rasio Murid Terhadap Guru antar Kabupaten/Kota di Provinsi
96
Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Persen)
4.3
Penanaman Modal Asing (PMA) antar Kabupaten/Kota di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam
Ribuan Milyar $)
98
4.4
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) antar Kabupaten/Kota
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013
(Dalam Milyar Rp)
99
4.5
PDRB Per Kapita antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah
102
Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Juta Rupiah)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Pemikiran
59
4.1
Uji Normalitas
106
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1
Data Dari Variabel-Variabel Yang Digunakan
133
2
Hasil Uji Chow
136
3
Hasil Uji Hausman
137
4
Hasil Uji Normalitas
138
5
Hasil Uji Multikolinieritas
138
6
Hasil Uji Park
139
7
Hasil Uji Glejser
140
8
Hasil Fixed Effect Model
141
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Permasalahan di berbagai Negara yang sangat kompleks salah satunya
adalah masalah kesenjangan ekonomi. Dengan adanya masalah tersebut maka
suatu Negara pun akan jauh dari kata sejahtera. Kesejahteraan ditandai dengan
kemakmuran yaitu meningkatnya konsumsi disebabkan meningkatnya
pendapatan.
Kesenjangan
ekonomi
merupakan
ketimpangan
dalam
distribusi
pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah. Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi
merupakan masalah besar di Negara–Negara berkembang (Dumairy,1996:26).
Dalam mencapai Negara yang sejahtera kita harus memperhatikan
pertumbuhan dan pembangunan disertai pemerataannya. Secara tradisional
pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross
Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu Negara. Untuk daerah,
makna pembangunan tradisional difokuskan pada peningkatan Produk
Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota. Kemudian
muncul alternatif yang mendefinisikan pembangunan ekonomi yang lebih
menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan perkapita).
1
Paradigma
pembangunan
modern
mengedepankan
pengentasan
garis
kemiskinan, dan pengurangan distribusi pendapatan yang semakin timpang.
Ekonom membawa perubahan bahwa pembangunan harus dilihat sebagai
suatu proses yang multi dimensional (Kuncoro, 2003: 136).
Para pendukung strategi pertumbuhan dengan distribusi atau redistribusi
dari pertumbuhan, pada hakikatnya menganjurkan Negara yang sedang
berkembang agar tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan
ekonomi (memperbesar kue pembangunan), namun juga mempertimbangkan
bagaimana distribusi kue pembangunan tersebut. Ini bisa diwujudkan dengan
kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, dan investasi modal
manusia. (Kuncoro, 2010: 136).
Untuk
mewujudkan
pembangunan.
kesejahteraan
Pembangunan
adalah
masyarakat,
proses
perlu
dilakukan
multidimensional
yang
melibatkan perubahan - perubahan mendasar dalam struktur sosial, perilaku
sosial, dan institusi nasional, disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi,
pengurangan
ketidakmerataan,
dan
pemberantasan
kemiskinan
(Todaro,1994:15). Indikator keberhasilan pembangunan ialah pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi di suatu Negara tentu saja
meliputi pertumbuhan ekonomi di setiap Provinsi beserta kabupaten/kotanya.
Semenjak Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan,
2
Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah diberlakukan maka setiap daerah diberi kesempatan
untuk mengolah dan memajukan pertumbuhan dan pembangunannya masing
– masing. Pembangunan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum dapat meratakan
pendapatan.
Tabel 1.1
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di DIY 2011-2013,
Rata-rata Pertumbuhan Per Tahun 2009-2013 dan Andil Pertumbuhan
2013 (Persen)
Kabupaten/Kota
/Provinsi
2011
2012*
2013**
Rata-rata 20092013
Andil
Pertumbuhan
2013
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1.Kulon Progo
4,95
5,01
5,05
4,51
0,42
2.Bantul
5,27
5,34
5,57
5,29
1,03
3.Gunung Kidul
4,33
4,84
5,16
4,62
0,79
4.Sleman
5,19
5,45
5,70
5,20
1,70
5.Yogyakarta
5,64
5,76
5,64
5,51
1,46
S
DIY
5,17
5,32
5,40
S
S
Sumber: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta
Ket: *angka sementara; **angka sangat sementara
5,19
5,40
3
Provinsi DI. Yogyakarta terdiri dari empat kabupaten dan satu kota.
Pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi telah dicapai oleh Kota Yogyakarta,
sebesar 5,64 persen pada tahun 2013, walaupun pertumbuhan Kota
Yogyakarta lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2012. Telah terjadi
selisih peningkatan poin terbesar dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul, yaitu
bertambah 0,32 poin sehingga pertumbuhan tahun 2013 dicapai sebesar 5,16
persen. Rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun dalam periode 2009-2013
yang paling tinggi masih diperoleh Kota Yogyakarta, sebesar 5,51 persen.
Namun dilihat dari andil yang diberikan Kota Yogyakarta sebesar 1,46 persen
terhadap pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2013, ternyata lebih rendah
dibandingkan andil yang diberikan oleh pertumbuhan di Kabupaten Sleman
yang mencapai 1,70 persen. Posisi andil yang diberikan Kota Yogyakarta dan
Kabupaten Sleman sudah mencapai 3,16 persen terhadap pertumbuhan
ekonomi DIY yang sebesar 5,40 persen.
Tabel 1.2.
Indeks Gini Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2003 - 2012
PROVINSI
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
DKI Jakarta
0,31
0,36
0,30
0,36
0,34
0,33
0,36
0,36
0,44
0,42
Jawa Barat
-
-
0,34
-
0,34
0,35
0,36
0,36
0,41
0,41
Banten
-
-
0,36
-
0,37
0,34
0,37
0,42
0,40
0,39
0,25
0,25
0,31
0,27
0,33
0,31
0,32
0,34
0,38
0,38
0,34
0,37
0,41
0,37
0,37
0,36
0,38
0,41
0,40
0,43
Jawa Timur
0,36
0,34
0,33
0,33
0,34
0,37
Sumber : BPS, Ringkasan Eksekutif pengeluaran dan konsumsi penduduk Indonesia 2012
0,36
Jawa Tengah
DI.
Yogyakarta
4
Pertumbuhan ekonomi di Provinsi D.I. Yogyakarta meningkat, tetapi
serta merta tidak diikuti dengan pemeratan pendapatan. Untuk itu kita dapat
melihat kesenjangan pendapatan penduduk dari salah satu indikator yang
sering digunakan adalah Rasio Gini. Apabila kita melihat rasio gini menurut
Provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2012, Provinsi DI. Yogyakakarta terlihat
memiliki masalah kesenjangan tertinggi sebesar 0,43. Dari tahun sebelumnya
terlihat kesenjangan di DI. Yogyakarta cukup fluktuatif.
Tabel 1.3
Rasio Gini Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi D.I.Yogyakarta
Kulonprogo
Bantul
Gunungkidul
Sleman
Yogyakarta
2011
0.34
0.3
0.3
0.27
0.19
2012
0.34
0.24
0.31
0.27
0.19
2013
0.29
0.24
0.24
0.21
0.18
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 1.3 menggambarkan kesenjangan ekonomi Kabupaten/Kota di
Provinsi DIY pada tahun 2011-2013. Dapat kita lihat bahwa pada tahun
tersebut rasio gini setiap tahunnya menempati posisi tetap atau menurun dan
rasio gini tertinggi dapat kita lihat berada di Kabupaten Kulon Progo. Para
ekonom pun berpendapat bahwa rasio gini tergantung pada komposisi
pertumbuhan ekonomi sektoral dan struktur demografis. Diduga tingginya
angka rasio gini dipengaruhi oleh tingginya pertumbuhan ekonomi di sektor
jasa dan komposisi penduduk usia tidak produktif yang relatif besar. Pada
5
tahun 2013 terlihat bahwa ada upaya dalam penurunan kesenjangan dari
masing-masing daerah yang terlihat pada grafik rasio gini yang disajikan di
atas.
Bila kita cermati bahwa Provinsi DI. Yogyakarta ini merupakan tempat
tujuan destinasi kedua setelah Provinsi Bali. Begitu banyak masyarakat dari
dalam dan luar negeri yang berkunjung untuk melihat dan menikmati pesona
alam, bangunan bersejarah, kuliner khas, dan tempat berbelanja. Sungguh
terlihat ironis tatkala pesona alam yang begitu memukau dan berhasil
memikat hati setiap wisatawan tetapi terselip masalah kesenjangan yang kini
kian melebar yang terjadi di Provinsi DI.Yogyakarta ini.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesenjangan ekonomi adalah
pendidikan. Dimana pendidikan di Indonesia masih belum merata. Pendidikan
menjadi hal yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas maka
masyarakat tersebut dapat mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dan
juga akan menambah pendapatan mereka dan pengangguran pun akan
berkurang sehingga tingkat kesenjangan ekonomipun akan menurun.
6
Tabel 1.4
Jumlah Pencari Kerja dan Permintaan Tenaga Kerja menurut Tingkat
Pendidikan di D.I. Yogyakarta
Tingkat pendidikan
(1)
Belum Ditempatkan Tahun
Lalu
Terdaftar
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
(2)
(3)
(4)
(5)
1. SD
67
48
1029
241
9
10
1
1
58
38
1028
240
502
544
1723
761
494
541
1544
680
8
3
179
81
12736
3661
6382
4754
a. SMU
4411
1581
2239
1732
b. SMK
7667
1358
3327
2263
658
722
816
759
4. Diploma I-III
2002
5533
1774
3416
5. DIV/Sarjana
12089
16773
5477
8449
531
645
86
195
27927
27204
16471
17816
a. Tidak tamat SD
b. Tamat SD
2. SLTP
a. SMP
b. Yang Setingkat
3. SLTA
c. Yang Setingkat
6. S2/S3
Jumlah/Total
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi D.I. Yogyakarta
Dari tabel diatas kita dapat melihat jumlah pencari kerja dan permintaan
tenaga kerja menurut tingkat pendidikan. Terlihat jelas bahwa pada tingkat
SLTA sederajat lah yang paling banyak. Pada tingkat SD dan SLTP memang
sudah sangat jarang bahkan hampir tidak ada penempatan kerja berdasarkan
lulusan tersebut, biasanya lulusan tingkat SD dan SLTP sederajat kebanyakan
hanya mengandalkan tenaga.
7
Provinsi DI. Yogyakarta dinobatkan sebagai kota pelajar. Berbicara
tentang pendidikan tidak terlepas dari peran seorang guru. Bukan hanya
kuantitas murid yang kita butuhkan, tetapi kualitas dan kuantitas guru perlu
kita perhatikan, karena dengan begitu akan melahirkan murid – murid yang
berkualitas. Untuk melihat pemerataan guru di DIY kita dapat melihat dari
indikator rasio murid terhadap guru. Rasio murid per guru dididefinisikan
sebagai perbandingan antara jumlah murid dengan jumlah guru pada jenjang
pendidikan tertentu. Berikut grafik yang menggambarkan keadaan rasio murid
terhadap guru.
Grafik 1.1
Rasio Murid Terhadap Guru SMA Negeri+Swasta, SMK Negeri+Swasta,
dan MA Negeri+Swasta antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah
istimewa Yogyakarta Tahun 2011 - 2013
Sumber : BPS Dalam Angka Propinsi D.I. Yogyakarta (diolah)
Dari gambar diatas kita dapat melihat bahwa rasio tertinggi ada pada
Kota Yogyakarta, berarti jika rasio tinggi, satu orang tenaga pengajar harus
8
melayani banyak murid. Banyaknya murid yang diajarkan akan mengurangi
daya tangkap murid pada pelajaran yang diberikan atau mengurangi
efektivitas pengajaran.
Secara yuridis mengenai Penanaman Modal di Indonesia diatur
dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal menyatakan bahwa: “Penanaman Modal Asing adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal
dalam negeri.”
Pertumbuhan ekonomi dalam dekade terakhir menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti dengan penurunan tingkat
kemiskinan. Hal itu menyebabkan pertumbuhan ekonomi belum mampu
mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dalam
membangun perekonomian yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi
suatu Negara atau wilayah diperlukan penanaman modal untuk mendukung
lajunya pertumbuhan agar berkembang menjadi lebih baik. Penanaman modal
yang dapat disebut dengan investasi ini dapat memacu pertumbuhan ekonomi
dengan perluasan lapangan pekerjaan, dengan begitu pengangguran akan
terserap dan kesejahteraan dapat meningkat. Terdapat dua investasi yaitu
9
Penanaman Modal Asing (PMA) yang dilakukan oleh swasta dan juga
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang dilakukan oleh pemerintah.
Pencatatan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Pasar
Modal yaitu bahwa 52 persen realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) dan 61 persen dari total PMA didistribusikan di pulau Jawa pada
tahun 2013. Pulau jawa menjadi sasaran untuk berinvestasi. Hal itu
dikarenakan infrastrukturnya jauh lebih baik, sehingga dapat lebih
menguntungkan para investor. Tentu saja, ini membuat investasi menjadi
terkonsentrasi dan menyebabkan kesenjangan.
Penanaman Modal Asing (PMA) juga hanya ditujukan untuk industriindustri padat modal dengan menerapkan teknologi canggih sehingga hanya
memerlukan pekerja dengan tingkat pendidikan dan keahlian dan tentunya
dengan gaji yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lokal.
Yang tidak mampu bersaing akan tetap bertahan dengan tingkat pendapatan
yang naik secara proporsional dengan kenaikan inflasi atau bahkan cenderung
tetap.
10
Tabel 1.5
Realisasi Penanaman Modal Asing di Kabupaten Kota Provinsi
D.I. Yogyakarta
Kabupaten/Kota
2011
Kulon Progo
324.000
Bantul
21.002.943,22
Gunung Kidul
10.371.064,44
Sleman
244.034.558,29
Yogyakarta
180.982.581,19
2012
2013
342.050
279.859,09
24.911.708 20.568.670,24
10.704.397
8.758.143
252.905.137 247.282.123,58
183.372.433 196.121.716,44
Sumber: Badan Pengembangan Perekonomian & Investasi Daerah Propinsi D.I.
Yogyakarta
Berdasarkan data yang telah disajikan diatas, dapat kita lihat bahwa PMA
terkonsentrasi pada Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Sedangkan
Kabupaten Kulon Progo sangat tertinggal. Terkonsentrasi seperti inilah yang
mengakibatkan kesenjangan ekonomi daerah semakin melebar. para investor
sangat selektif dalam menanamkan modalnya. Investor melihat potensi dari
daerah – daerah tersebut. Seperti kita ketahui akses dan fasilitas di Yogyakarta
dan Sleman sangatlah memadai di banding daerah lainnya. Walau begitu,
sebenarnya sektor pariwisata di daerah Kulon Progo, Bantul, dan Gunung
Kidul sangat berpotensi, indah dan menawan. Namun karena fasilitas yang
tidak memadai investor lebih memilih daerah – daerah yang terjangkau oleh
transportasi.
11
Tabel 1.6
Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Kabupaten Kota
Provinsi D.I. Yogyakarta
Kabupaten/Kota
2011
2012
2013
Kulon Progo
34,017,508,942
34,017,508,942
34,017,508,942
Bantul
18,925,574,906.50 19,125,708,671.10 24,102,319,371.10
Gunung Kidul
35,502,559,948
35,502,559,948
35,502,559,948
Sleman
12,189,583,509.18 12,420,332,894.18 12,422,433,894.18
Yogyakarta
83,540,952,691
130,313,416,091 131,186,783,073.50
Sumber: Badan Pengembangan Perekonomian & Investasi Daerah Propinsi D.I. Yogyakarta
Berdasarkan tabel realisasi PMDN diatas bahwa sama halnya dengan
PMA, investasi terkonsentrasi pada Kota Yogyakarta. Namun, dalam PMDN
ini Gunung Kidul dalam tiga tahun terakhir menempati tertinggi kedua.
Sedangkan Kabupaten Sleman yang PMA tertinggi kedua, dalam PMDN
Sleman malah mendapatkan modal yang sangat kecil.
Gambar diatas memperlihatkan realisasi penanaman modal asing dan
penaman modal dalam negeri antar kabupaten/kota di tiga tahun terakhir. Di
Kabupaten Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul mengalami penurunan di
tahun 2011 dan mengalami kenaikan pada tahun 2012, sedangkan di
Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta investasi penanaman modal asing
selalu mengalami kenaikan.
Dengan melihat DI. Yogyakarta selalu menjadi tujuan destinasi
wisatawan dalam dan luar negeri, maka investasi menjadi hal penting untuk
meningkatkan pertumbuhan di Provinsi DI. Yogyakarta. Namun, PMA yang
12
terkonsentrasi hanya pada Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman membuat
kesenjangan pendapatan antar wilayah di Provinsi DI. Yogyakarta semakin
melebar.
Pada pertengahan 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi. Hal itu
membuat perekonomian menjadi sangat lemah, begitupun Provinsi DI.
Yogyakarta. Bila kita lihat pada lima tahun terakhir bahwa perekonomian DI.
Yogyakarta mengalami perkembangan. Kegiatan ekonomi Provinsi ini
bertumpu pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, jasa, pertanian serta
industri pengolahan yang cukup mendominasi PDRB. PDRB menggambarkan
kemampuan suatu wilayah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya.
PDRB pun merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat
kemakmuran suatu wilayah dengan melihat angka PDRB perkapita. PDRB
per kapita diperoleh dari hasil bagi antara nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh sektor ekonomi di suatu daerah (PDRB) dengan jumlah penduduk
pada pertengahan tahun. Oleh karena itu, nilai PDRB yang dihasilkan oleh
masing-masing wilayah sangat tergantung pada potensi sumber daya alam,
sumberdaya manusia dan teknologi.
13
Grafik 1.2.
Nilai PDRB menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Atas
Dasar Harga Berlaku, 2009 – 2013 (triliun rupiah)
Sumber: BPS, Laporan
Melihat data PDRB Kabupaten/Kota di DI.Yogyakarta ini tentunya tidak
dapat kita pisahkan dari analisis spasial, karena kelima wilayah tersebut
memiliki keterkaitan demografis. Namun kita dapat melihat dari nilai PDRB
untuk mengamati perkembangan wilayah tersebut. Tabel diatas menunjukkan
perbedaan nilai PDRB dari tahun ke tahun dan juga antar Kabupaten/Kota.
Dapat kita lihat bahwa Kabupaten Sleman memiliki nilai PDRB yang paling
besar dibanding empat wilayah lainnya. Sedangkan nilai PDRB terkecil
terdapat pada Kabupaten Kulonprogo. Kabupaten Sleman dan Kota
Yogyakarta menjadi penopang perekonomian di DI. Yogyakarta karena nilai
PDRB dari kedua wilayah tersebut berada diatas rata – rata DI. Yogyakarta.
Perekonomian Kabupaten Bantul relatif sama dengan rata-rata
DIY,
14
sedangkan
perekonomian
Kabupaten
Gunungkidul
dan
Kabupaten
Kulonprogo masih di bawah rata-rata. Posisi ini dalam kurun waktu tidak
terjadi pergeseran, bahwa artinya tidak ada kabupaten/kota yang dapat
melampaui wilayah lainnya.
Tabel 1.7.
Nilai PDRB Per Kapita menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta
Atas Dasar Harga Berlaku, 2009 - 2012 (rupiah)
KABUPATEN/KOTA
Kulonprogo
2011
2012
2013
4.790.630
4.992.301
Bantul
4.534.212
4.741.941
Gunungkidul
5.124.333
5.319.628
5.463.295
Sleman
6.054.435
6.341.065
6.544.348
14.893.159
15.612.923
16.139.158
Yogyakarta
5.229.120
5.463.295
Sumber : BPS Provinsi D.I. Yogyakarta
Berdasarkan tabel yang disajikan diatas bahwa nilai PDRB Per kapita
Kota Yogyakarta mengalami peningkatan pada tiga tahun terakhir dan yang
paling tinggi. Sama halnya dengan Kabupaten Kulon Progo, Gunung Kidul,
dan Sleman mengalami peningkatan pada tiga tahun terakhir. berbeda dengan
Kabupaten Bantul yang pada tahun 2011 ke 2012 mengalami kenaikan dan
pada tahun 2012 ke 2013 mengalami penurunan.
Pencapaian PDRB yang tinggi yang tanpa diikuti dengan pemerataan
pendapatan akan berdampak pada kesenjangan ekonomi. Salah satu indikator
yang mendukung untuk melihat seberapa besar kesejahteraan yang sudah
dirasakan oleh masyarakat yaitu dengan melihat nilai PDRB per kapita. Nilai
15
tersebut diperoleh dengan membagi nilai PDRB yang dihasilkan oleh suatu
wilayah dengan jumlah penduduknya. Namun untuk mengetahui seberapa
besar disparitas pendapatan dalam suatu wilayah, maka perlu dibandingkan
dengan wilayah lain sehingga kesenjangan dapat terlihat jelas. Berdasarkan
latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang
membahas tentang “Pengaruh Pendidikan, PMA, PMDN, Dan Tingkat
Pendapatan Terhadap Kesenjangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di
Provinsi D.I. Yogyakarta Periode 2003-2013”.
B. Rumusan Masalah
Pertumbuhan
ekonomi
yang
tinggi
tidak
mencerminkan
bahwa
pendistribusian pendapatan itu merata di suatu daerah. Begitu juga dengan
pendidikan yang ada di kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta. Pendidikan
menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan sumber daya manusia
yang berkualitas sehingga pendapatan masyarakat pun meningkat begitu juga
dengan pendistribusian pendapatan yang merata.
Dalam membangun perekonomian yang berdampak pada pertumbuhan
ekonomi suatu Negara atau wilayah diperlukan penanaman modal untuk
mendukung lajunya pertumbuhan agar berkembang menjadi lebih baik. Maka
dari itu peran investasi dalam penanaman modal asing sangatlah diperlukan.
Penanaman modal asing di Kabupaten/Kota Provinsi D.I. Yogyakarta
16
terkonsentrasi pada daerah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Hal itu
dikarenakan fasilitas Kabupaten Kota tersebut lebih memadai daripada
Kabupaten lainnya.
Pada pertengahan 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi. Hal itu
membuat perekonomian menjadi sangat lemah, begitupun Provinsi DI.
Yogyakarta. Bila kita lihat pada lima tahun terakhir bahwa perekonomian DI.
Yogyakarta mengalami perkembangan. Kegiatan ekonomi Provinsi ini
bertumpu pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, jasa, pertanian serta
industri pengolahan yang cukup mendominasi PDRB. PDRB menggambarkan
kemampuan suatu wilayah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya.
PDRB pun merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat
kemakmuran suatu wilayah dengan melihat angka PDRB perkapita. PDRB
perkapita terendah di daerah Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Sejauh mana pengaruh pendidikan terhadap kesenjangan ekonomi antar
Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta?
2. Sejauh mana pengaruh investasi terhadap kesenjangan ekonomi antar
Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta?
3. Sejauh mana pengaruh tingkat pendapatan terhadap kesenjangan ekonomi
antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta?
17
4. Sejauh mana hubungan antara pendidikan, investasi, dan tingkat
pendapatan
terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di
Provinsi D.I. Yogyakarta secara bersama-sama?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan melakukan penelitian ini penulis mempunyai tujuan dan
manfaat yang hendak dicapai, diantaranya sebagai berikut
a. Mengetahui pengaruh pendidikan terhadap kesenjangan ekonomi
antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta.
b. Mengetahui pengaruh investasi terhadap kesenjangan ekonomi
antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta.
c. Mengetahui tingkat pendapatan terhadap kesenjangan ekonomi
antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta.
d. Mengetahui pengaruh hubungan antara pendidikan, investasi, dan
tingkat pendapatan
terhadap kesenjangan ekonomi antar
Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta.
2. Manfaat Penelitian
a. Teoritis
Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi dan
kontribusi bagi para kalangan investor, praktisi, akademisi, institusi
18
dan masyarakat pada umumnya yang ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai pengaruh pendidikan, investasi, dan tingkat pendapatan
terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I.
Yogyakarta.
b. Praktis
Penulisan ini diharapkan sebagai kontribusi sederhana terhadap
pemerintah dan kalangan ekonom di Indonesia mengenai besarnya
pendidikan, investasi, dan tingkat pendapatan terhadap kesenjangan
ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta.
c. Kebijakan
Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi para kalangan yang
terkait untuk memutuskan secara tepat dan menindak lanjuti hal-hal
yang harus dilakukan. Sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat
Indonesia.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan sebagai suatu proses, artinya bahwa pembangunan
merupakan suatu tahap yang harus dijalani oleh setiap masyarakat atau
bangsa. Sebagai contoh, manusia mulai lahir, tidak langsung menjadi dewasa,
tetapi untuk menjadi dewasa harus melalui tahapan-tahapan pertumbuhan.
Demikian pula, setiap bangsa harus menjalani tahap-tahap perkembangan
untuk menuju kondisi yang adil, makmur, dan sejahtera.
Menurut Todaro (1997:17) pembangunan merupakan suatu proses
multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar
pada struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial, disamping
akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan ketimpangan pendapatan, serta
pemberantasan kemiskinan.
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total
dan
pendapatan
perkapita
dengan
memperhitungkan
adanya
pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam
struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk
suatu negara.
20
Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang dapat
menyebabkan perubahan-perubahan, terutama terjadi perubahan menurunnya
tingkat pertumbuhan penduduk dan perubahan dari struktur ekonomi, baik
peranannya dalam penyediaan lapangan kerja. (S. Kuznets, H.B. Chenery
dalam Ahmad Mahyudi, 2004:)
Menurut Adam Smith (dalam Suryana, 2000:55) pembangunan ekonomi
merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan
teknologi.
Menurut Sadono Sukirno (2006:33), pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi adalah
proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan.
Maka dari itu, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi biasanya semakin
tinggi kesejahteraan masyarakat. Namun, terdapat indikator lain yaitu
distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi adalah usaha
meningkatkan pendapatan perkapita dengan mengolah potensi ekonomi
melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, pengetahuan, dan
peningkatan keterampilan lainnya.
Menurut Malthus (dalam M.L. Jhingan : 97), ia tidak menganggap proses
pembangunan ekonomi terjadi dengan sendirinya. Proses pembangunan
21
ekonomi memerlukan berbagai usaha yang konsisten di pihak rakyat. Dia
tidak memberikan gambaran adanya gerakan menuju keadaan stasioner tetapi
menekankan bahwa perekonomian mengalami kemerosotan beberapa kali
sebelum mencapai tingkat tertinggi dari pembangunan. Jadi menurut Malthus
proses pembangunan adalah suatu proses naik turunnya aktivitas ekonomi
lebih dari pada sekedar lancar tidaknya aktivitas ekonomi.
Malthus mengungkapkan bahwa problem pembangunan ekonomi sebagai
sesuatu yang menjelaskan perbedaan antara Gross National Product potensial
(kemampuan menghasilkan kekayaan) dan Gross National Product actual
(kekayaan aktual). Tetapi masalah pokoknya adalah bagaimana mencapai
tingkat Gross National Product potensial yang tinggi.
Menurut Myrdar (dalam Ahmad Mahyudi, 2004 : 221-222), Teori ini
menjelaskan keadaan yang semakin memburuk bagi daerah yang tidak maju
atau miskin jika dilakukan pembangunan ekonomi di suatu Negara. Teori ini
dapat pula menjelaskan penyebab terjadinya jurang atau ketimpangan antara
pembangunan Negara miskin dan Negara maju. Menurut Myrdal dalam
teorinya, jika dilakukan pembangunan ekonomi di suatu Negara akan muncul
dua faktor, yaitu memperburuk keadaan-keadaan ekonomi bagi daerah miskin
atau Negara miskin yang disebut dengan backwash effects (efek mencucui
daerah belakang) dan yang dapat mendorong daerah miskin atau Negara
miskin menjadi lebih maju yang disebut dengan spread effects/trickle-
22
downeffects (efek menyebar / menetes ke bawah). Berikut merupakan faktorfaktor backwash effects yang terdiri atas:
1. Terjadinya pemusatan atau penarikan tenaga kerja, terutama yang
memiliki keahlian dan produktif dari daerah yang tidak maju ke
daerah yang sangat maju (growth pole).
2. Terjadinya penarikan pemusatan atau faktor produksi modal dari
yang tidak maju ke daerah yang sangat maju.
3. Terjadinya pemusatan pola perdagangan yang lebih lengkap di
daerah yang maju dibandingkan daerah yang tidak maju.
4. Keadaan jaringan pengangkutan atau sarana dan prasarana
transportasi lebih lengkap dan cepat di daerah yang sangat maju
dibandingkan daerah tidak maju.
Faktor – faktor spread effects terdiri atas adanya:
1. Permintaan barang-barang pertanian dari daerah maju ke
daerah tidak maju.
2. Permintaan hasil industi rumah tangga dan barang konsumsi
dari daerah maju ke daerah tidak maju.
23
B. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi
suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila
terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan
ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Menurut Ahmad Mahyudi (2004:34) Pertumbuhan ekonomi adalah
terjadinya
pertambahan
/
perubahan
pendapatan
nasional
(produksi
nasional/GDP/GNP) dalam satu tahun tertentu, tanpa memperhatikan
pertumbuhan penduduk dan aspek lainnya.
Perbedaan
antara
keduanya
adalah
pertumbuhan
ekonomi
keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam
standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan
pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan
produksi, tetapi juga terdapat perubahan - perubahan dalam struktur produksi
dan
alokasi
input
pada
berbagai
sektor
perekonomian
seperti
dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.
Menurut Smith (dalam M.L. Jhingan :84) proses pertumbuhan bersifat
menggumpal (kumulatif). Apabila timbul kemakmuran sebagai akibat
kemajuan di bidang pertanian, industri manufaktur, dan perniagaan,
kemakmuran itu akan menarik ke pemupukan modal, kemajuan teknik,
24
meningkatnya penduduk, perluasan pasar, pembagian kerja, dan kenaikan
keuntungan secara terus menerus.
Salah satu ciri penting pertumbuhan ekonomi adalah besar kecilnya
permintaan. Permintaan rendah karena pendapatan rendah, permintaan rendah
menyebabkan investasi rendah, yang berarti akumulasi modal rendah,
mengakibatkan produktivitas rendah.
Menurut Sukirno (2006:10) pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan
kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang
diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat
meningkat. Dengan begitu, untuk melihat pencapaian pertumbuhan ekonomi
perlu dihitung pendapatan nasioanal riil. Jadi pertumbuhan ekonomi
mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian.
Adapun faktor-faktor pertumbuhan ekonomi adalah Proses pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor-faktor ekonomi dan faktorfaktor non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu Negara tergantung pada
sumber daya alamnya (SDA), sumber daya manusia (SDM), modal usaha,
teknologi, dan lainnya. Disamping faktor ekonomi tersebut, pertumbuhan
ekonomi tidak mungkin terlaksana tanpa ditunjang oleh lembaga-lembaga
sosial, sikap masyarakat, kelembagaan politik, dan lainnya.
Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama
yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi meningkat
25
atau menurun merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam
faktor produksi tersebut. Beberapa faktor ekonomi meliputi:
1. Sumber Daya Alam
Faktor
utama
yang
mempengaruhi
perkembangan
suatu
perekonomian adalah sumber daya alam (utamanya tanah). Sumber
daya tanah meliputi berbagai aspek, misalnya kesuburan tanah,
letaknya, iklim sumber air, kekayaan hutan, mineral, dan lainnya.
Tersedianya kekayaan sumber daya alam yang potensial akan
menjamin berlangsungnya pertumbuhan secara lancar, sumber daya
alam yang tersedia harus dimanfaatkan dan diolah untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat dan selebihnya dipasarkan keluar
wilayah.
2. Akumulasi modal
Faktor ekonomi penting yang kedua dalam pertumbuhan wilayah
adalah akumulasi modal. Akumulasi modal atau pembentukan modal
adalah peningkatan stok modal dalam jangka waktu tertentu.
Pembentukan modal memiliki makna yang penting, yaitu masyarakat
tidak melakukan kegiatannya pada saat ini hanya sekedar untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumsi yang mendesak, tetapi
juga untuk membuat barang modal, alat-alat perlengkapan, mesin,
pabrik, sarana angkutan, dan lainnya.
26
3. Organisasi
Organisasi merupakan bagian penting dalam proses pertumbuhan.
Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam
kegiatan ekonomi. Organisasi bersifat melengkapi (komplemen)
modal, buruh, dan membantu meningkatkan produktivitasnya.
4. Kemajuan Teknologi
Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor paling penting
dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan pada teknologi telah
meningkatkan produktivitas tenaga kerja, modal dan faktor produksi
lain.
5. Pembagian Kerja dan Skala Produksi
Spesialisasi dan pembagian kerja menciptakan peningkatan
produktivitas. Keduanya membawa kearah ekonomi produksi skala
besar, yang selanjutnya membantu perkembangan industri.
Berikut adalah Faktor Non Ekonomi
1. Faktor Sosial dan Budaya
Faktor ini juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, pendidikan,
dan kebudayaan mendorong perubahan pandangan, harapan, dan nilainilai sosial.
27
2. Sumber Daya Manusia
Merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi, bukan
semata-mata pada jumlah penduduk tetapi lebih penting pada kapasitas
penduduk untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja.
3. Faktor Politik dan Administrasi
Faktor ini membantu pertumbuhan ekonomi modern.
Menurut Rostow (dalam M.L. Jhingan) pendekatan sejarah digunakan
dalam menjelaskan proses perkembangan ekonomi. Ia membedakan adanya
lima tahap pertumbuhan ekonomi yaitu :

Masyarakat tradisional

Prasyarat untuk tinggal landas

Tinggal landas

Dewasa (maturity)

Masa konsumsi missal
C. Kesenjangan Ekonomi
Kesenjangan merupakan suatu fenomena yang terjadi hampir di lapisan
Negara di dunia, baik itu Negara miskin, Negara sedang berkembang, maupun
Negara maju, hanya yang membedakan dari semuanya itu yaitu besaran
tingkat kesenjangan tersebut, karenanya kesenjangan itu tidak mungkin
dihilangkan namun hanya dapat ditekan hingga batas yang dapat ditoleransi.
28
Menurut Mubyarto (1995) kesenjangan itu, dapat kita bedakan menjadi 3,
yaitu:
1. Kesenjangan antar sektor, yaitu sektor industri dan sektor pertanian.
2. Kesenjangan antar daerah. Dalam sejarah kesenjangan dapat terjadi di
Jawa dengan Luar Jawa Bali.
3. Kesenjangan antar golongan ekonomi. Perekonomian yang tumbuh begitu
cepat malah menimbulkan kesenjangan.
Menurut Kuznet (dalam Ahmad Mahyudi, 2004:119-120), tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan suatu Negara naik pada tahap awal
pembangunan, mendatar pada tahap pertengahan dan menurun pada tahap
berikutnya. Hipotesa ini, yang dikenal sebagai hipotesis
“U terbalik”,
didasarkan pada analisis data time series untuk Amerika Serikat, Inggris,
Jerman, dan data cross section mencakup tiga Negara tersebut ditambahkan
India, Srilanka dan Puerto Rico. Kajian yang memakai data cross section
nampaknya lebih mendukung hipotesis Kuznet ini dari pada data time series.
Menurut Malthus (dalam M.L Jhingan, 2012:98) mengungkapkan bahwa
produksi dan distribusi sebagai dua unsur utama kesejahteraan. Jika keduanya
dikombinasikan pada proporsi yang benar, ia akan dapat meningkatkan
kesejahteraan suatu Negara dalam waktu singkat. Tetapi jika keduanya
dijalankan secara terpisah atau dikombinasikan pada proporsi yang tidak
benar, maka akan diperlukan beberapa ribu tahun untuk meningkatkan
kesejahteraan. Oleh karena itu Malthus lebih menekankan pada produksi
29
maksimum dan alokasi optimum sumber-sumber guna meningkatkan
kesejahteraan suatu Negara dalam jangka pendek.
Menurut Kuncoro (2004), terdapat beberapa indikator yang digunakan
untuk menganalisis development gap antar wilayah. Indikator tersebut adalah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Human Development Index
(HDI), konsumsi rumah tangga perkapita, kontribusi sektoral terhadap PDRB,
tingkat kemiskinan dan struktur fiskal. Ada pun beberapa faktor- faktor
penyebab ketimpangan ekonomi daerah adalah konsentrasi kegiatan ekonomi
wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar
daerah, perbedaan sumber daya alam antar wilayah, perbedaan kondisi
demografi antar wilayah dan kurang lancarnya perdagangan antar wilayah.
Menurut M.S. Ahluwalia (dalam Rahardjo Adisasmita, 2013:112)
untuk mengetahui dan menganalisis tingkat kesenjangan dalam suatu wilayah,
dilakukan dengan cara menghitung distribusi pendapatan penduduknya yaitu
distribusi pendapatan relatif dan distribusi pendapatan mutlak (absolut). Bila
40 persen penduduk berpendapatan terendah hanya menerima kurang dari 2,5
persen dari keseluruhan pendapatan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa
wilayah
tersebut
mengalami
tingkat
kesenjangan
serius.
Dengan
membandingkan tingkat kesenjangan pendapatan pada masing-masing
wilayah (A,B,C,D dan E), maka dapat diketahui tingkat kesenjangan
pendapatan diberbagai wilayah.
30
Kesenjangan (disparitas) antar daerah (wilayah) terjadi dimana-mana,
sudah merupakan fenomena umum, yang cenderung di banyak Negara
menunjukkan masih memprihatinkan. Mengingat sangat pentingnya masalah
kesenjangan tersebut yang berpengaruh dan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi, maka diperlukan analisis terutama dari beberapa aspek, yaitu:
1. Tingkat distribusi pendapatan relatif dan mutlak, serta index
Williamson.
2. Ciri vicious circle dalam pertumbuhan pembangunan, serta luas pasar
dan perilaku kewirausahaan.
3. Dari aspek migrasi dan mobilitas tenaga kerja.
Masing-masing wilayah memiliki ciri-ciri (karakteristik) yang
berbeda-beda (bervariasi) satu sama lainnya. Perbedaan karakteristik wilayah
dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya karena:
1. Faktor teknis dari aspek geografis (wilayah yang terletak di pesisir pantai
dan wilayah daratan), dari aspek topografis (wilayah dataran rendah dan
wilayah perbukitan).
2. Faktor kualitas dan kapasitas sumber daya alamnya, dari aspek tingkat
kesuburan lahannnya (wilayah yang subur lahannya dan wilayah yang
tidak subur atau gersang), dari aspek kandungan kekayaan sumber daya
31
alamnya (wilayah yang kaya mengandung bahan tambang atau wilayah
yang terdiri dari bebatuan).
3. Faktor sumber daya manusia (wilayah padat penduduknya dan wilayah
jarang penduduknya, atau wilayah yang penduduknya memiliki tingkat
keterampilan yang tinggi dan wilayah yang penduduknya tidak
berketerampilan).
4. Faktor akumulasi modal (wilayah yang memiliki modal yang cukup besar
dan wilayah yang modalnya rendah).
5. Faktor kemajuan teknologi (wilayah yang telah menerapkan teknologi
maju dan wilayah yang berteknologi sederhana).
Untuk melihat gambaran tingkat distribusi pendapatan ada berbagai
macam ukuran. Para ekonom pada umumnya membedakan antara dua ukuran
pokok distribusi pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan
kuantitatif dan analisis, yaitu: distribusi pendapatan perorangan atau ukuran
(size/personal distributions) dan distribusi pendapatan fungsional atau
distribusi pendapatan berdasarkan peranan masing-masing faktor-faktor yang
bisa didistribusikan (distribution factor share). Dalam mengukur distribusi
pendapatan di setiap wilayah, kita dapat menggunakan alat ukur:
32
1) Indeks Williamson
Indeks
digunakan
Ketimpangan
sebagai
Williamson
indeks
adalah
ketimpangan
analisis
regional
yang
(regional
inequality) dengan rumus sebagai berikut:
CVw = Indeks Williamson
fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa)
n = Jumlah penduduk (jiwa)
Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rupiah)
͞y = PDRB per kapita rata-rata (Rupiah)
2) Koefisien Gini
Koefisien Gini adalah pengukuran tingkat ketidakmerataan
pendapatan relatif dan juga merupakan salah satu pengukuran yang
sering banyak dipakai untuk mengukur distribusi pendapatan.
Koefisien Gini ini merupakan variabel yang dinamis, dalam arti
besarnya berubah-ubah baik antar waktu, daerah maupun antar
sektor dalam suatu Negara.
33
Besarnya angka koefisien Gini berkisar 0 dan 1, yang
menunjukkan keadaan distribusi pendapatan. Semakin besar
koefisien Gini (yaitu mendekati 1) semakin timpang distribusi
pendapatannya,
demikian
pula
sebaliknya.
Perkembangan
koefisien Gini sesuai dengan jalannya proses pembangunan dan
kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah. Semakin cepat laju
pertumbuhan ekonomi koefisien ini cenderung semakin membesar
baik antar waktu, daerah, maupun antar sektor. Hal ini
menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan antara si kaya dan si
miskin akan menjadi semakin besar.
Dalam kenyataannya, koefisien Gini Negara – Negara yang
distribusi pendapatannya sangat tidak merata berkisar antara 0,5
dan 0,7, sedangkan untuk Negara – Negara yang distribusi
pendapatannya relatif merata koefien Gininya akar berkisar antara
0,2 dan 0,35.
Rumus statistik koefisien Gini Rasio :
GR : 1 - ∑ fi(Y*i + Y*i-1)
Keterangan :
GR
= koefisien gini rasio
i
= jumlah kelas/golongan/kelompok pendapatan
34
Y*i
= jumlah relatif kumulatif pendapatan pada kelas /
golongan ke-i
Y*i-1
= Y*i kelas/golongan sebelum ke-i
Fi
= jumlah frekuensi relatif pendapatan yang digolongkan
Koefisien gini mempunyai beberapa kelebihan, misalnya saja
teknik perhitungannya relatif mudah dan tidak terikat pada
distribusi pendapatan yang sedang diamati. Disamping itu
koefisien ini dapat digunakan sebagai alat pembanding dalam
mengamati kecenderungan sifat dari distribusi pendapatan
masyarakat. Namun demikian, koefisien ini tidak peka terhadap
perubahan-perubahan kecil pendapatan yang diamati karena
tekanannya hanya pada penyebarannya. Selain itu, nilai koefisien
ini sangat dipengaruhi oleh nilai rata-rata yang dipilih untuk
kelompok pendapatan tertinggi.
Menurut Sigit (dalam Siti Parhah) masalah perhitungan
koefisien Gini berkaitan dengan data yang dipergunakan. Dimana
data
yang digunakan adalah data pengeluaran konsumsi.
Penggunaan angka pengeluaran konsumsi akan menghasilkan
koefisien Gini yang under estimate.
Masalah lain adalah berkaitan dengan perhitungan distribusi
pendapatan menyangkut unit kalkulasi, apakah rumah tangga atau
perorangan. Semua perhitungan koefisien Gini yang ada di
35
Indonesia menggunakan rumah tangga sebagai unit kalkulasi.
Pengeluaran konsumsi, terutama untuk golongan bawah sangat
dipengaruhi oleh banyaknya anggota rumah tangga, maka jumlah
pengeluaran
mungkin
berkurang,
karena
besarnya
barang
konsumsi yang dibeli tidak langsung merupakan kebutuhan
perorangan anggota rumah tangga. Data pendapatan juga
mempunyai
pola
hubungan
demikian,
karena
tergantung
banyaknya anggota rumah tangga. Untuk golongan bawah ada
hubungan positif antara jumlah pendapatan keluarga dengan
banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja, sedang untuk
golongan atas diperkirakan hubungannya tidak begitu kuat.
Dengan adanya pola hubungan demikian, maka koefisien Gini juga
dipengaruhi oleh besarnya atau banyaknya anggota rumah tangga.
Koefisien Gini yang dihitung berdasarkan pendapatan per
individu sebenarnya lebih bisa menunjukkan distribusi pendapatan
yang sesungguhnya. Efek besarnya rumahtangga bisa diisolir.
Hasil perhitungan cara ini bisa lebih tinggi ataupun lebih rendah
dari perhitungan Gini dengan dasar rumah tangga.
36
D. Pendidikan
Menurut Ghazali (2010:1) Pendidikan adalah proses yang dengannya
masyarakat mentransmisikan atau memindahkan akumulasi pengetahuan,
keahlian, dan nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Menurut The Human Capital Theory (dalam Ghazali, 2010:5) telah
dinyatakan bahwa pendidikan, pelatihan, atau bentuk investasi manusia yang
lain menanamkan ilmu pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan yang berguna
pada manusia sehingga manusia dapat meningkatkan kapasitas belajar dan
produktifnya, yang memungkinkannya untuk mengejar tingkat pendidikan
atau pelatihan yang lebih tinggi dan untuk meningkatkan pendapatan masa
mendatang mereka dengan meningkatkan penghasilan seumur hidup mereka.
Pembangunan ekonomi tidak mungkin dilakukan tanpa dukungan
pembangunan sektor pendidikan. Melalui pendidikan umum pemerintah dapat
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan kapasitas
produktif bangsa. Program pendidikan harus bersifat luas dan beraneka ragam.
Pendidikan dasar perlu disediakan agar setiap anak usia sekolah dapat
menjalani wajib belajar. Lembaga pelatihan diperkukan untuk memberikan
pendidikan dan pelatihan kepada ahli mesin, ahli listrik, perawat, guru,
penyuluh pertanian, dan sebagainya. Pendidikan tinggi dan lembaga-lembaga
penelitian didirikan untuk mencetak tenaga-tenaga ahli professional (dokter,
insinyur, ahli ekonomi, ahli administrasi, dan sebagainya).
37
Investasi pada modal manusia sangat bersifat produktif dan kreatif.
Negara – Negara dan wilayah-wilayah berkembang membutuhkan sumber
daya
manusia
(SDM)
yang
berkemampuan,
berketerampilan
dan
berpengalaman dalam jumlah banyak untuk melaksanakan pembangunan
meliputi sector primer (pertanian), sektor sekunder (industri/manufaktur), dan
sektor tersier (jasa).
Beberapa ekonom membantah bahwa pentingnya sumber daya manusia
dalam pertumbuhan ekonomi karena sumber daya manusia tidak berhubungan
secara langsung. Sebuah pengesampingan adalah akibat dari pandangan orang
berada yang memandang sebelah mata. Orang yang terpelajar, sebagai contoh
akan mengemukakan gagasan baru tentang cara terbaik untuk memproduksi
barang dan jasa. Apabila gagasan ini diterima oleh kalangan umum sehingga
semua menyetujuinya maka gagasan tersebut adalah sebuah keuntungan
tambahan pendidikan. Pada kasus ini, keuntungan sekolah bagi masyarakat,
bahkan lebih besar daripada perorangan. Argumen ini membenarkan subsidi
besar pada investasi modal sumber daya manusia yang kita pelajari dalam
bentuk pendidikan umum.
E. Hubungan Pendidikan dengan Kesenjangan Ekonomi
Menurut Todaro (1998), ia menyatakan bahwa adanya efek buruk
pendidikan formal terhadap distribusi pendapatan di banyak Negara
berkembang adalah karena pendapatan pekerja yang menyelesaikan
38
pendidikan pada tingkat lanjutan dan universitas akan mempunyai perbedaan
pendapatan sampai 300-800 persen dengan tenaga kerja yang hanya
menyelesaikan sebagian ataupun seluruh pendidikan tingkat sekolah dasar.
Pendeknya,
apabila
golongan
miskin
tidak
mempunyai
kesempatan
memperoleh pendidikan lanjutan dan tinggi karena alasan – alasan keuangan
lainnya, maka sistem pendidikan justru akan mempertahankan atau bahkan
memperburuk ketidakmerataan di Negara – Negara Dunia ketiga.
Pendidikan merupakan salah satu awal dari suatu pembangunan. Untuk
mewujudkan suatu pembangunan yang baik, kita perlu meningkatkan
produksi nasional dan memeratakan pendapatan. Dalam meningkatkan
produksi nasional kita harus memiliki sumber daya alam yang cukup,
modal/kapital besar, peningkatan teknologi produksi sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dan juga peran yang besar dari sumber daya
manusianya. Sumber daya manusia tidak saja menyangkut jumlah tetapi juga
kualitasnya. Sumber daya manusia yang berkemampuan diperlukan agar
pelaksanaan pembangunan dapat berkesinambungan. Untuk memeratakan
pendapatan juga diperlukan manusia yang berpendidikan dan berkemampuan.
Secara empiris terbukti bahwa terdapat ketimpangan pendapatan yang cukup
berarti, baik antar masyarakat, antar Negara, maupun intermasyarakat dalam
satu Negara.
39
F. Investasi
Menurut Mankiw (2013:12), Investasi (investment) adalah pembelian
barang yang akan digunakan pada masa depan untuk menghasilkan barang
dan jasa yang lebih banyak. Investasi adalah jumlah pembelian peralatan
modal, persediaan, dan bangunan atau struktur. Investasi pada bangunan
meliputi pengeluaran untuk rumah baru.
Menurut smith (Adisasmita : 47), investasi dilakukan karena para pemilik
modal mengharapkan untung, dan harapan masa depan keuntungan
bergantung pada iklim investasi pada hari ini dan pada keuntungan nyata.
Menurut teori Schumpeter (Adisasmita : 114), dikatakan bahwa
penanaman modal dalam perekonomian dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu:
a. Penanaman modal otonom (outonomous investment), ditentukan oleh
perkembangan dalam waktu jangka panjang, terutama oleh penemuan
kekayaan sumber daya alam yang baru dan kemajuan teknologi,
berarti penanaman modal otonom adalah penanaman modal untuk
menciptakan pembaharuan-pembaharuan (inovasi).
b. Penanaman
modal
terpengaruh
(induced
investment),
adalah
penanaman modal yang dilakukan sebagai akibat dari adanya kenaikan
dalam produksi, pendapatan, penjualan, atau keuntungan perusahaan.
40
Penanaman modal terpengaruh jumlahnya lebih banyak dibandingkan
penanaman modal otonom.
Suatu wilayah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
dibandingkan wilayah-wilayah lain, memiliki perbedaan dalam laju
pertumbuhan ekonominya, terdapat ketimpangan dalam laju pertumbuhan
ekonomi, yang akan menimbulkan disparitas dalam pendapatan antar wilayah.
Hampir semua
ahli
ekonomi
sepakat
menekankan
arti
pentingnya
pembentukan modal (capital formation) sebagai penentu utama pertumbuhan
ekonomi.
Menurut Nurkse, lingkaran setan kemiskinan (vicious circle) di Negara
berkembang dapat digunting (dipatahkan) melalui pembentukan modal.
Sebagai akibat rendahnya pendapatan, maka permintaan, produksi, dan
investasi menjadi rendah atau berkurang, yang dapat diatasi melalui
pembentukan modal, melalui pembangunan overhead ekonomi (seperti jalan,
jembatan, dan lainnya) dan overhead social (seperti sekolah dan rumah sakit)
akan menghasilkan kenaikan output nasional, pendapatan dan kesempatan
kerja.
Masalah pokok dalam teori pembangunan ekonomi menurut W.A.Lewis
adalah proses peningkatan tabungan dan investasi nasional. Investasi dalam
peralatan modal akan meningkatkan produksi dan lapangan kerja.
Pembentukan modal menghasilkan kemajuan teknik yang menunjang
tercapainya ekonomi produksi skala luas dan meningkatkan spesialisasi.
41
Pembentukan modal akan menciptakan perluasan pasar. Jadi, penciptaan
modal melalui pembangunan overhead ekonomi dan social akan memotong
lingkaran setan kemiskinan baik dari sisi penawaran (tabungan rendah)
maupun dari sisi permintaan (pasar sempit).
Diantara sekian banyak penyebab rendahnya laju pembentukan modal
(capital formation), seperti pendapatan rendah, produktivitas rendah, alasan
kependudukan, kekurangan kewirausahawan, kekurangan overhead ekonomi,
kekurangan peralatan modal, pasar sempit, kekurangan lembaga keuangan,
dan keterbelakangan teknologi, terdapat penyebab lain yang cukup penting,
yaitu kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Terdapat ketimpangan yang
tajam dalam distribusi pendapatan yang membuat laju pertumbuhan modal
tetap rendah.
Keberadaan investasi di Indonesia dijamin sejak dikeluarkannya UU No
1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang kemudian
dilengkapi dan disempurnakan dengan UU No 11 Tahun 1970 dan UU No 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang
dilengkapi dan disempurnakan dengan UU No 12 Tahun 1970.
Pencatatan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Pasar
Modal yaitu bahwa 52 persen realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) dan 61 persen dari total PMA didistribusikan di pulau Jawa pada
tahun 2013. Pulau jawa menjadi sasaran untuk berinvestasi. Hal itu
42
dikarenakan infrastrukturnya jauh lebih baik, sehingga dapat lebih
menguntungkan para investor.
Menurut Todaro dan Smith (2006:259), Arus internasional sumbersumber daya keuangan terwujud dalam dua bentuk:
1. Penanaman modal asing langsung yang dilakukan pihak swasta (private
foreign direct investment) dan investasi portofolio , terdiri dari penanaman
modal asing “langsung” (PMA) yang biasanya dilakukan oleh perusahaan
– perusahaan raksasa multinasional (atau juga biasa disebut perusahaan
transnasional, yakni perusahaan besar dengan kantor pusat yang berada di
Negara-negara maju asalnya, sedangkan cabang operasi atau anak-anak
perusahaannya tersebar di berbagai penjuru dunia) dan investasi asing
“portofolio” (foreign portfolio investment), yang dana investasinya tidak
diwujudkan langsung sebagai alat-alat produksi, melainkan ditanamkan
pada pasar-pasar modal dan kredit milik lembaga swasta (bank, reksadana,
perusahaan) atau individu di Negara – Negara berkembang dalam aneka
bentuk instrument keuangan seperti saham, obligasi, sertifikat deposito,
surat promes investasi, dsb.
2. Bantuan pembangunan resmi pemerintah dan swasta (bantuan luar
negeri/foreign aid) yang berasal dari pemerintah suatu Negara secara
individual atau dari beberapa pihak secara bersama (multilateral) melalui
perantaraan lembaga keuangan pemberi bantuan (donor) multinasional,
43
dan bisa pula dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat (NGO,
nongovernmental organizations)yang kebanyakan bekerja secara langsung
di lingkup daerah pada Negara – Negara berkembang.
Ada berbagai jenis penanaman modal, diantaranya:
1. Penanaman modal asing swasta
Penanaman modal ini mengalir dalam bentuk investasi tidak langsung.
Yang berbentuk investasi langsung hanya tertuju ke bidang produksi
ekspor, sedangkan untuk bidang manufaktur tidak begitu banyak. Tetapi
sejak perang dunia kedua, lebih dari separuh investasi swasta merupakan
investasi langsung. Investasi swasta langsung biasanya terpusat pada
eksploitasi bahan mentah. Ketika perekonomian lepas landas, investasi
langsung menyerbu perusahaan manufaktur. Itulah sebabnya investasi
langsung mengalir ke Negara yang belum begitu maju dan mempunyai
pasar domestik yang luas. Berikut adalah kelebihan dari investasi
langsung, yaitu:

Investasi ini memperkenalkan manfaat ilmu, teknologi, dan
organisasi yang mutakhir ke Negara terbelakang.

Pada gilirannya ia akan mendorong perusahaan local untuk
menginvestasikan sendiri lebih banyak pada industry pendukung
atau bekerja sama dengan perusahaan asing.

Keuntungan yang didapat melebihi investasi portofolio.
44

Disalurkan pada penggunaan yang logis dan produktif.

Kemungkinan pelarian modal dari Negara peminjam kurang dan
karena itu dimungkinkan beban neraca pembayaran menjadi kecil
selama depresi karena investasi langsung.

Pada tahap awal pembangunan, meringankan beban neraca
pembayaran Negara terbelakang.

Karena investasi langsung mengalir ke sector pertanian dan
industri pengolahan yang memproduksi barang primer untuk
ekspor,
selanjutnya
membantu
meringankan
posisi
neraca
pembayaran Negara terbelakang.

Investasi langsung yang mengalir ke Negara sedang berkembang
terkadang mendorong pengusahanya untuk menanam modal di
Negara terbelakang lain.
Faktor – faktor yang menghambar investasi asing swasta adalah:

Kecilnya pasar domestik yang menyebabkan Rate of Return pada modal
rendah.

Kekurangan fasilitas dasar.

Pembatasan
pada
pembayaran
laba
dan
repatriasi
modal,
atau
kekhawatiran akan penolakan sekaligus kesemua itu.

Ancaman pengambil alihan, nasionalisasi atau pemilikan oleh Negara dan
reservasi jenis industri tertentu bagi perusahaan domestik.
45

Pengaturan perusahaan asing secara ketat.

Pengendalian devisa yang ketat dan khususnya keruwetan dan kelambatan
administrative yang berkaitan dengan pengendalian alat tukar.

Kekhawatiran diskriminasi pada pengadilan lokal karena perbedaan
konsepsi hukum.

Ketidakstabilan politik dan ekonomi dan kecenderungan sosialis yang
menyebabkan ketidakmenentuan pihak investor asing Negara kapitalis.
2. Penanaman Modal Asing Negara
Investasi asing Negara untuk mempercepat pembangunan ekonomi
adalah lebih penting ketimbang modal asing swasta. Adapun faktor-faktor
yang menentukan jumlah bantuan luar negeri bagi pembangunan ekonomi
adalah tersedianya dana, daya serap Negara penerima, tersedianya
sumber-sumber, kemampuan Negara penerima untuk membayar kembali,
dan kemauan usaha si Negara penerima untuk membangun.
Menurut Adam Smith (82) dalam teorinya ia mengemukakan bahwa
pemupukan modal harus dilakukan lebih dahulu daripada pembagian
kerja, dengan begitu permasalahan pembangunan ekonomi secara luas
adalah kemampuan manusia untuk lebih banyak menabung dan menanam
modal. Modal suatu bangsa meningkat dengan cara yang sama seperti
meningkatnya modal perorangan yaitu dengan jalan memupuk dan
menambah secara terus-menerus tabungan yang mereka sisihkan dari
46
pendapatan. Maka dari itu, cara yang paling cepat ialah dengan
menanamkan modal sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
penghasilan yang paling besar kepada seluruh penduduk agar mereka
sanggup menabung sebanyak-banyaknya. Dengan demikian tingkat
investasi akan ditentukan oleh tingkat tabungan dan tabungan akan
diinvestasikan.
Menurut Ricardo, pemupukan modal merupakan keuntungan, sebab
keuntungan merupakan kekayaan yang disisihkan untuk pembentukan
modal. Pemupukan modal tergantung pada kemampuan untuk menabung
dan kemauan untuk menabung. Kemampuan menabung lebih penting
dalam pemupukan modal. Ini tertgantung pada penghasilan bersih
masyarakat, yaitu sisa lebih dari keseluruhan output setelah dikurangi
biaya hidup minimal buruh (subsistens).
Menurut Malthus (dalam M.L. Jhingan 2012 : 98), akumulasi modal
merupakan faktor paling penting bagi pembangunan ekonomi. Malthus
mengatakan
“peningkatan
kesejahteraan
yang
mantap
dan
berkesinambungan tidak mungkin tercapai tanpa penambahan modal
secara terus-menerus. Sumber akumulasi modal adalah laba. Laba berasal
dari tabungan para pemilik modal. Para pekerja terlalu miskin untuk
menabung. Jika para pemilik modal lebih banyak menabung dan tidak
banyak membeli barang konsumsi lantaran ingin memperoleh sisa laba
lebih besar, pertumbuhan ekonomi akan menjadi lamban.
47
Menurut Mill (dalam M.L. Jhingan, 2012 : 106), laju akumulasi modal
tergantung pada jumlah dana yang dapat menghasilkan tabungan atau
besarnya sisa hasil usaha dan kuatnya kecenderungan untuk menabung.
Modal adalah hasil dari tabungan dan tabungan berasal dari penghematan
konsumsi saat ini demi kepentingan konsumsi di masa datang. Walaupun
modal adalah hasil dari tabungan, namun modal tersebut dipergunakan. Ini
berarti tabungan adalah pengeluaran. Hal tersebut menggambarkan
kepercayaan Mill pada hukum pasarnya Say.
G. Hubungan Investasi dengan Kesenjangan Ekonomi
Menurut Rahardjo Adisasmita (2013 : 114-115), suatu wilayah mengalami
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan wilayah-wilayah lain,
memiliki
perbedaan
dalam
laju
pertumbuhan
ekonominya,
terdapat
ketimpangan dalam laju pertumbuhan ekonomi, yang akan menimbulkan
disparitas dalam pendapatan antar wilayah.
Alokasi investasi yang terkonsentrasi membuat investasi menjadi tidak
merata dalam antar daerah. Hal itu dikarenakan investor lebih memilih
menanamkan modalnya di daerah yang berfasilitas baik, struktur jalannya
baik, dan juga yang pendidikannya berdominan jauh lebih baik dari daerah
yang masih terbelakang. Hal yang demikian membuat daerah yang hanya
menerima investasi dan bahkan ada daerah yang tidak mendapat penanaman
modal asing akan mengalami kesenjangan antar daerah.
48
Dengan adanya Investasi yang meliputi Investasi PMA dan PMDN maka
suatu wilayah atau Negara dapat memiliki modal untuk memperbaiki atau
memfasilitasi suatu wilayah atau Negara untuk menjadi wilayah atau Negara
yang lebih maju.
H. Pendapatan
Pendapatan wilayah dapat digambarkan dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang memiliki istilah total nilai tambah bruto yang
dihasilkan seluruh sektor ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu
(biasanya satu tahun) tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksi
(BPS,2000).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah suatu
indikator pengukur tingkat keberhasilan pembangunan di suatu wilayah.
Selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam pengembangan ekonomi
wilayah, kita juga harus meningkatkan kesejahteraan agar mampu
menciptakan pemerataan pendapatan. PDRB ini disajikan atas dasar harga
konstan
yang
dapat
dihitung
dari
pertumbuhan
ekonomi
yang
menggambarkan pertambahan riil kemampuan ekonomi suatu wilayah dan
atas dasar harga berlaku yang dapat dilihat dari struktur ekonomi yang
menggambarkan andil masing-masing sektor ekonomi. PDRB Per Kapita
ditujukan sebagai tingkat kesejahteraan penduduk, walaupun angka ini tidak
menjelaskan distribusi pendapatan penduduk.
49
PDRB perkapita dapat dipakai sebagai indikator produktivitas rata-rata
penduduk suatu daerah. PDRB per kapita dihitung dari hasil bagi antara nilai
PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Indikator ini
menjadi salah satu ukuran kesejahteraan penduduk secara kasar dalam suatau
wilayah. Semakin tinggi nilai PDRB per kapita maka mencerminkan tingkat
kesejahteraan penduduk di wilayah yang bersangkutan secara rata-rata yang
semakin tinggi pula.
I. Hubungan Pendapatan dengan Kesenjangan Ekonomi
Menurut Todaro (2006) laju pertumbuhan yang tinggi tidak selalu
memperburuk distribusi pendapatan. Todaro juga mengemukakan bahwa
karakter pertumbuhan ekonomi yaitu bagaimana cara mencapainya, siapa
yang berperan serta sektor-sektor mana yang mendapat prioritas dan lembaga
apa yang mengatur.
Keberhasilan dari pembangunan suatu wilayah dapat dilihat dari
pertumbuhan ekonominya. Bila laju pertumbuhan ekonomi mengalami
peningkatan maka berarti pembangunan ekonomi telah berjalan dengan baik.
Dari waktu ke waktu, jumlah penduduk di suatu wilayah selalu bertambah
dengan laju pertumbuhan relatif tinggi, maka kebutuhan akan barang dan jasa
meningkat, produksi ditingkatkan, output total meningkat, PDRB meningkat
pula. Kondisinya pada masing-masing wilayah berbeda-beda, karena
perbedaan faktor-faktor produksi yang dimilikinya. Ada wilayah yang
50
berkembang cepat dan sebaliknya banyak wilayah yang berkembang lamban.
Terdapat perbedaan dalam laju pertumbuhan ekonomi antar wilayah.
Perbedaan dalam laju pertumbuhan ekonomi antar wilayah tersebut
mencerminkan perbedaan dalam tingkat kemajuan dari berbagai wilayah yang
berbeda-beda, dengan kata lain timbulnya ketimpangan (kesenjangan) atau
disparitas antar wilayah.
J. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan Pendidikan, Investasi, dan tingkat
pendapatan terhadap kesenjangan ekonomi telah banyak dilakukan oleh
peneliti – peneliti sebelumnya. Diantaranya sebagai berikut:
1. Skripsi
yang
berjudul
“Analisis
faktor
–
faktor
yang
mempengaruhi kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah”
yang ditulis oleh Annisa Ganis Darmajati. Variabelnya meliputi
Kesenjangan pendapatan, tingkat pengangguran, angka partisipasi
kasar, dan aglomerasi. Metode yang digunakan adalah data panel
yang merupakan gabungan dari data cross section yaitu data dari
35 kabupaten/ kota di provinsi Jawa Tengah dan data time series
dari tahun 2004-2008 (5 tahun). hasil dari penelitian tersebut
seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap
kesenjangan pendapatan di Jawa Tengah.
51
2. Tesis yang berjudul “Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia” yang ditulis
oleh Siti Parhah. Variabelnya meliputi inflasi, pengangguran,
pajak, pengeluaran pembangunan, dan PDRB Perkapita
3. Skripsi yang berjudul “Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomidan
Tingkat Ketimpangan Pendapatan antar kabupaten/kota di provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2003-2012” yang ditulis oleh
Devi Nurita Noviana. Variabelnya meliputi ketimpangan ekonomi
yang mengaitkannya dengan indeks gini, pertumbuhan. Metode
yang digunakan adalah analisis Indeks Williamson dan Indeks
Enthropi Theil untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar
daerah, analisis Location Quotient (LQ), analisis Shift Share, dan
typology
klassen.).
hasil
dari
penelitian
tersebut
adalah
ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta tergolong tinggi (>o,5) yaitu dengan analisi
indeks Williamson sebesar 0,71 dan analisis Indeks enthropi theil
sebesar 4,35.
4. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penanaman Modal asing (PMA),
tingkat pendidikan, dan Pendapatan Asli daerah (PAD) terhadap
Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Banten Periode
2005-2011” yang ditulis oleh Indah Sukma Ramdhini. Variabel
yang digunakan meliputi Indeks Williamson, Penanaman Modal
52
Asing (PMA), Tingkat Pendidikan, dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Metode yang digunakan adalah analisis data panel dengan
model Fixed Effect Model (FEM) dengan periode waktu penelitian
tahun 2005-2011. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
ketimpangan
pembangunan
di
Provinsi
Banten
cenderung
meningkat. Berdasarkan tipologi klassen, Kota Tanggerang
termasuk dalam kategori maju dan cepat berkembang. Hasil
analisis data panel dengan model FEM, Penanaman Modal Asing
(PMA), tingkat pendidikan, dan Pendapatan Asli Daerah(PAD)
berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pembangunan di
Provinsi Banten.
5. Jurnal yang berjudul “The Effect of Income Inequality on
Economic Growth in China” yang ditulis oleh Ye Tian. Variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Koefisien Gini, Laju
Pertumbuhan Ekonomi, PDB Perkapita, Pertumbuhan Penduduk,
Investasi, dan tingkat tabungan. Metode penelitian yang digunakan
adalah model regresi. Hasil penelitiannya adalah ketimpangan
pendapatan memiliki dampak negatif kepada pertumbuhan
ekonomi di Cina.
6. Tesis yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kontribusi
Output Sektor Industri, Upah Minimum, dan Tingkat Pendidikan
terhadap Kesenjangan Pendapatan di Indonesia”, yang ditulis oleh
53
Adrian Coto. Variabel yang digunakan adalah Pertumbuhan
Ekonomi, Kontribusi Output Sektor Industri, Upah Minimum
Regional, dan Tingkat Pendidikan Pekerja. Hasil dari penelitian ini
adalah bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesenjangan pendapatan, persentase output
sector industry, upah minimum regional, dan tingkat pendidikan
pekerja berpengaruh negative dan signifikan terhadap kesenjangan
pendapatan.
7. Jurnal yang berjudul “Hubungan antara Tingkat Kesenjangan
Pendapatan dengan Pertumbuhan Ekonomi : Suatu Studi Lintas
Negara” yang ditulis oleh Joko Waluyo. Variabel yang digunakan
adalah Kesenjangan Pendapatan, Investasi, PDB per Kapita, dan
Pertumbuhan Ekonomi. Hasil dari penelitian tersebut adalah
kesenjangan
pendapatan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh negative dan signifikan dan investasi pun tidak dapat
memperbaiki redistribusi pendapatan tetapi dapat memperbaiki
kepemilikan tanah dan meningkatkan efisiensi sumber daya
ekonomi.
8. Jurnal yang berjudul “Income Inequality and Economic Growth:
Enhancing or Retarding Impact?” Yang ditulis oleh Kamila
Mekenbayeva dan Semih Baris Karakus. Variable yang digunakan
adalah koefisien gini dan pertumbuhan ekonomi 9 negara dengan
54
tahun 1980-2009. Metode yang digunakan adalah analisis data
panel unit root tests dan panel cointegration test serta
menggunakan alat analisis random effect model. Hasil penelitian
tersebut adalah dalam panel cointegration test hubungan jangka
panjang
antara
pertumbuhan
ekonomi
dan
gini.
Dengan
menggunakan analisis random effect model dapat kita lihat
interpretasi hasil keseluruhan serta individual efek pada Negara.
Hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan dapat meningkatkan
kinerja ekonomi di Negara-negara maju, sementara situasi
sebaliknya ada di Negara berkembang.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Judul dan
Nama
Peneliti
Annisa Ganis
Darmajati
Variabel
Penelitian
Variabel Y:
Kesenjangan
Pendapatan
Alat Analisis
Hasil
Penelitian
Data Panel
Seluruh
variable
independen
berpengaruh
signifikan
terhadap
kesenjangan
pendapatan
Koefisien
Gini, Data
Panel
Inflasi dan
pajak berefek
progresif,
Pengangguran
Variabel X:
Tingkat
Pengangguran,
Angka Partisipasi
Kasar,
Aglomerasi
Siti Parhah
Variabel Y:
Kesenjangan
Pendapatan
55
Variabel
X:
inflasi,
pengangguran,
pajak,
pengeluaran
pembangunan,
dan
PDRB
Perkapita
Devi Nurita
Noviana
Variabel Y:
Ketimpangan
Pendapatan
Variabel X:
Pertumbuhan
Indah Sukma
Ramdhini
Variabel
Y:Ketimpangan
Pembangunan
Variabel X:
Penanaman Modal
Asing (PMA),
tingkat pendidikan,
dan pendapatan
asli daerah (PAD)
dan
pengeluaran
pembangunan
berefek
regresif, dan
PDRB Per
Kapita
mempunyai
hubungan
positif
terhadap
ketimpangan
pendapatan
Williamson
dan Indeks
Enthropi
Theil,
Location
Quotient
(LQ), Shift
Share
Ketimpangan
pendapatan
antar
kabupaten/kota
di
Provinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
tergolong
tinggi (>o,5)
yaitu dengan
analisi indeks
Williamson
sebesar 0,71
dan
analisis
Indeks
enthropi theil
sebesar 4,35.
Indeks
Williamson,
Tipologi
Klasen, Data
Panel
Penanaman
Modal
Asing
(PMA), tingkat
pendidikan, dan
pendapatan asli
daerah (PAD)
berpengaruh
signifikan
terhadap
ketimpangan
56
pembangunan
Ye Tian
Variabel Y:
Ketimpangan
Pendapatan
Variabel X: Laju
Pertumbuhan
Ekonomi, PDB
Perkapita
Adrian Coto
Variabel Y:
Kesenjangan
Pendapatan
Variabel X:
Pertumbuhan
Ekonomi,
Kontribusi
Output Sektor
Industri, Upah
Minimum
Regional, dan
Tingkat
Pendidikan
Pekerja
Joko Waluyo
Variabel Y:
Kesenjangan
Pendapatan
Variabel X:
Investasi, PDB
per Kapita, dan
Pertumbuhan
Ekonomi
Koefisien
Gini, Regresi
Ketimpangan
pendapatan
memiliki
dampak
negatif kepada
pertumbuhan
ekonomi
di
Cina.
Pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
kesenjangan
pendapatan,
persentase
output sector
industri, upah
minimum
regional, dan
tingkat
pendidikan
pekerja
berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap
kesenjangan
pendapatan.
Kesenjangan
pendapatan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
berpengaruh
negatif
dan
signifikan dan
investasi pun
57
tidak
dapat
memperbaiki
redistribusi
pendapatan
tetapi
dapat
memperbaiki
kepemilikan
tanah
dan
meningkatkan
efisiensi
sumber daya
ekonomi.
Kamila
Variabel Y:
Mekenbayeva Kesenjangan
dan Semih
Baris Karakus Variabel X:
Pertumbuhan
Ekonomi
Koefisien
Gini, data
panel unit
root tests dan
panel
cointegration
test
Panel
cointegration
test hubungan
jangka panjang
antara
pertumbuhan
ekonomi dan
gini. Dengan
menggunakan
analisis
random effect
model dapat
kita
lihat
interpretasi
hasil
keseluruhan
serta
individual efek
pada Negara.
Hasilnya
menunjukkan
bahwa
ketimpangan
dapat
meningkatkan
kinerja
ekonomi
di
Negara-negara
maju,
sementara
58
situasi
sebaliknya ada
di
Negara
berkembang.
K. Kerangka Berpikir
Kesenjangan ekonomi adalah masalah yang kompleks dan harus
diselesaikan. Kini masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama untuk
menanggulanginya. Penelitian ini menggunakan rasio gini sebagai tolak
ukur kesenjangan.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel independen yaitu (X1)
pendidikan dengan akumulasi dari jumlah murid SMA sederajat yang
dapat menggambarkan kualitas sumber daya manusia yang lebih siap
kerja, (X2) investasi yang di dalamnya terbagi dua menjadi penanaman
modal asing (PMA), (X3) penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang
dapat mempengaruhi alokasi modal dan kemajuan suatu daerah, (X3)
tingkat pendapatan yang dapat dilihat dari Produk Domestik regional Britu
(PDRB) yang menggambarkan pendapatan di suatu wilayah dan dengan
pendapatan tersebut dapat diukur sejauh mana tingkat kesenjangan terjadi,
dan
variabel
dependen
(Y)
yaitu
kesenjangan
ekonomi
yang
mengambarkan kesenjangan pendapatan. Berikut adalah kerangka
pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
59
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Uraian:
1. Pendidikan
berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap
kesenjangan ekonomi, dikarenakan semakin banyak masyarakat
yang berpendidikan tinggi akan meningkatkan pendapatan mereka,
sehingga kesenjangan ekonomi akan semakin kecil.
2. PMA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan
ekonomi, dikarenakan semakin banyak investor asing yang
60
melalukan investasi maka akan membuka peluang bagi daerah
tersebut untuk semakin berkembang dan maju.
3.
PMDN berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan
ekonomi, dikarenakan semakin banyak investor asing yang
melalukan investasi maka akan membuka peluang bagi daerah
tersebut untuk semakin berkembang dan maju.
4. PDRB Per Kapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pendapatan masyarakat
yang diukur melalui PDRB Per Kapita, maka kesenjangan akan
semakin berkurang karena terjadi pemerataan pendapatan.
L. Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menganalisis kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di
Provinsi D.I. Yogyakarta. Dengan menggunakan variabel Pendidikan,
Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN),
tingkat pendapatan yang digambarkan dengan PDRB per Kapita, dan juga
Kesenjangan Ekonomi yang digambarkan dengan rasio gini.
Dalam Tesis yang berjudul “Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia” yang ditulis oleh Siti
Parhah. Variabelnya meliputi inflasi, pengangguran, pajak, pengeluaran
pembangunan, dan PDRB Per kapita. Hasil dari penelitian ini adalah inflasi
dan pajak bersifat progresif, pengangguran dan pengeluaran pembangunan
61
bersifat regresif dan PDRB Per Kapita mempunyai hubungan positif terhadap
ketimpangan pendapatan.
Dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA),
tingkat
pendidikan,
dan
pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
terhadap
Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Banten Periode 2005-2011”
yang ditulis oleh Indah Sukma Ramdhini. Variable yang digunakan meliputi
Ketimpangan Pembangunan yang digambarkan dengan Indeks Williamson,
Penanaman Modal Asing (PMA), Tingkat Pendidikan, dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Metode yang digunakan adalah analisis data panel dengan
model Fixed Effect Model (FEM) dengan periode waktu penelitian tahun
2005-2011. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketimpangan
pembangunan di Provinsi Banten cenderung meningkat. Berdasarkan tipologi
klassen, kota Tanggerang termasuk dalam kategori maju dan cepat
berkembang. Hasil analisis data panel dengan model FEM, Penanaman Modal
Asing (PMA), Tingkat Pendidikan, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pembangunan di Provinsi
Banten.
Berdasarkan penjelasan dalam penelitian terdahulu diatas dan perumusan
masalah pada bab sebelumnya, maka peneliti akan menjelaskan hubungan
antara variabel-variabel terkait untuk dilakukan pengujian ada atau tidaknya
pengaruh variable independen terhadap variable dependen. Hasil dari
hipotesis sementara dalam penelitian ini meliputi:
62
1. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh secara bersama-sama antara
variabel independen Pendidikan (X1), PMA (X2), PMDN(X3),
PDRB Per Kapita (X4), terhadap variabel dependen Kesenjangan
Ekonomi (Y).
H1 : Diduga terdapat pengaruh secara bersama-sama antara
variabel independen Pendidikan (X1), PMA (X2), PMDN(X3),
PDRB Per Kapita (X4), terhadap variabel dependen Kesenjangan
Ekonomi (Y).
2. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen
Pendidikan (X1), terhadap variabel dependen Kesenjangan
Ekonomi (Y).
H1 : Diduga terdapat pengaruh antara variabel independen
Pendidikan (X1), terhadap variabel dependen Kesenjangan
Ekonomi (Y).
3. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen
PMA (X2), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi
(Y).
H1 : Diduga terdapat pengaruh antara variabel independen PMA
(X2), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y).
4. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen
PMDN (X3), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi
(Y).
63
H1 : Diduga terdapat pengaruh antara variabel independen PMDN
(X3), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y).
5. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen
PDRB Per Kapita (X4), terhadap variabel dependen Kesenjangan
Ekonomi (Y).
H1 : Diduga terdapat pengaruh antara variabel independen PDRB
Per Kapita (X4), terhadap variabel dependen Kesenjangan
Ekonomi (Y).
64
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan model regresi untuk analisis regresi untuk
keperluan estimasi. Penelitian ini menggunakan 1 (satu) variabel dependent yaitu
kesenjangan ekonomi dan 4 (empat) variabel independent (bebas) yaitu
pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN), dan tingkat pendapatan. Data yang digunakan adalah data sekunder.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Data Panel, yaitu
analisis yang menggabungkan data time series dan cross section. Adapun data
time series yang telah ditentukan adalah tahun 2003-2013, selain itu telah
ditentukan juga data cross section yang akan diteliti meliputi 4 (empat)
kabupaten, yaitu Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, dan Sleman serta 1 (satu)
kotamadya yaitu Yogyakarta.
B. Metode Penentuan Sampel
Analisa data dalam penelitian tidak terlepas dari penentuan sampel, karena
sampel merupakan bagian terpenting dalam suatu penelitian dan jika diabaikan
maka hasil interpretasi yang diperoleh nantinya akan keliru terhadap variabel
yang akan diungkap. Menurut Priadana & Muis (2009), “Sampel merupakan
sebagian dari elemen-elemen populasi. Sebuah sampel yang ditemukan tidak
65
selalu memenuhi persyaratan dalam variabel penelitian sehingga diperlukan pula
besaran peluang representatifnya sebuah kelompok sampel dalam sebuah populasi
penelitian”. Dengan nilai representatif yang lebih besar maka semakin besar pula
ketepatan sampel yang digunakan, sehingga variabel yang akan diungkap tidak
mengalami kekeliruan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5
Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. Metode pengambilan sampel yang
akan digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang
dilakukan karena tujuan penelitian hanya dimaksudkan untuk mengungkap
variabel sebatas dalam sampel itu saja.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi D.I. Yogyakarta dan juga BPS Pusat di Jakarta,
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dan telah
dipublikasikan. Data yang telah diperoleh meliputi : Rasio Gini, Jumlah Rasio
Murid terhadap Guru SMA sederajat (Negeri dan Swasta), Penanaman Modal
Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN), dan PDRB Per Kapita
ADHK. Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2003-2013. Secara keseluruhan data
diperoleh dari BPS.
66
D. Metode Analisis
Sesuai dengan data yang telah diperoleh maka pendekatan yang sesuai dalam
penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menekankan
pada angka-angka dalam penelitiannya. Dari data angka yang telah diperoleh
maka diharap dapat memberikan kesimpulan yang tepat.
1. Metode Data Panel
Menurut Wing Wahyu Winarno (2011), “Data panel atau pooled data
merupakan data yang terdiri atas data seksi silang (beberapa variabel) dan data
runtut waktu (berdasar waktu)”. Analisis regresi data panel adalah analisis
regresi yang didasarkan pada data panel untuk mengamati hubungan antara
variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Hal ini sesuai
dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai masalah Pertumbuhan
Ekonomi Regional di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan
studi kasus 5 Kabupaten/Kota dengan tahun yang akan diteliti dari 2003
sampai dengan 2013.
Model dengan data cross section :
Yi = α + β Xi + Ɛi ; i = 1,2,…,N
N = Banyaknya data cross section
Model dengan data time seris :
Yt = α + β Xt + Ɛi ; t = 1,2,…,T
T = Banyaknya data time series
67
Melihat data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data
time series maka model yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut :
Yit = α + β Xit + Ɛit ; I = 1,2,…,N; t = 1,2,…,T
Dimana :
N = Banyaknya data cross section
T = Banyaknya data time series
N X T = Banyaknya data panel
Menurut Hsiao (2003) dan Baltagi (2005) dalam (Adit Agus Prastyo,
2010), Keunggulan penggunaan metode data panel dibandingkan metode time
series atau cross section adalah :
a. Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam tiap
individu.
b. Dengan data panel, data lebih informasif, lebih bervariasi, mengurangi
kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan (degree of
freedom), dan lebih efisien.
c. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis
dibandingkan dengan studi berulang dari cross section.
d. Data panel lebih mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana
tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section.
e. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih
kompleks.
68
f. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi
individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.
2. Pemodelan data panel
Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam mengestimasi data
panel, yaitu : 1) pendekatan OLS biasa (Pooled Least Square), 2) pendekatan
efek tetap (Fixed Effect Model), dan 3) pendekatan efek acak (Random Effect
Model).
a. Pendekatan Pooled Least Square
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling sederhana karena
menggabungkan data cross section dan data time series sebagai
analisisnya. Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi antar
individu maupun rentang waktu, sehingga model ini dapat pula dapat pula
disebut sebagai model OLS biasa karena menggunakan kuadrat terkecil.
b. Pendekatan Fixed Effect Model
Metode efek tetap ini dapat menunjukan perbedaan antar objek
meskipun dengan regresor yang sama. Model ini dikenal dengan model
regresi Fixed Effect (efek tetap). Efek tetap ini dimaksudkan adalah bahwa
sutu objek, memiliki konstan yang tetap besarannya untuk berbagai
periode waktu. Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap
besaranya dari waktu ke waktu (time invariant).
69
Keuntungan metode efek tetap ini adalah dapat membedakan efek
individual dan efek waktu dan tidak perlu mengasumsikan bahwa
komponen eror tidak berkolerasi dengan variabel bebas yang mungkin
sulit
dipenuhi.
Dan
kelemahan
metode
efek
tetap
ini
adalah
ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi tiap
objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat
berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu yang lain.
c. Pendekatan Random Effect Model
Keputusan untuk memasukan variabel boneka dalam model efek tetap
(fixed effect) tidak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi
(trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi
banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya
akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Model panel
data yang didalamnya melibatkan kolerasi antar error term karena
berubahnya waktu karena berbedanya observasi dapat diatasi dengan
pendekatan model komponen eror (eror component model) atau disebut
juga model efek acak (random effect)
Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek tetap yang
menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami ketidakpastian.
Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek menggunakan residual,
yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar objek. Syarat untuk
70
menganalisis efek random yaitu objek data silang harus lebih besar dari
pada banyaknya koefisien (Winarno, 2007).
3. Pemilihan Model Data Panel
Ada dua tahap dalam memilih metode dalam data panel. Pertama kita
harus membandingkan PLS dengan FEM terlebih dahulu. Kemudian
dilakukan uji F-test. Jika hasil menunjukkan model PLS yang diterima, maka
model PLS lah yang akan dianalisa. Tapi jika model FEM yang diterima,
maka tahap kedua dijalankan, yakni melakukan perbandingan lagi dengan
model REM. Setelah itu dilakukan pengujian dengan Hausman test untyk
menentukan metode mana yang akan dipakai, apakah FEM atau REM.
a. PLS vs FEM ( Uji Chow)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui model Pooled Least Square (PLS)
atau FEM yang akan digunakan dalam estimasi. Relatif terhadap Fixed
Effect Model, Pooled Least Square adalah restricted model dimana ia
menerapkan
intercept
yang
sama untuk seluruh individu. Padahal
asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama
cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit
tersebut memiliki perilaku yang berbeda. Untuk mengujinya dapat
digunakan restricted F-test, dengan hipotesis sebagai berikut.
71
H0: Model PLS (Restricted)
H1: Model Fixed Effect (Unrestricted)
Di mana restricted F-test dirumuskan sebagai berikut:
F = (R2 UR – R2 R) / m
(1 – R2 UR) / df
Di mana:
R2 UR
: Unrestricted R
R2 R
: Restructed R
2
2
m
: df for numerator (N-1)
df
: df for denominator (NT-N-K)
N
: Jumlah Unit cross section
T
: Jumlah Unit time series
K
: Jumlah koefisien variabel
Jika nilai F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, artinya model panel
yang baik untuk digunakan adalah Fixed Effect Model, dan sebaliknya
jika H0 diterima, maka model FEM harus diuji kembali untuk memilih
apakah akan memakai model FEM atau REM baru dianalisis.
b. FEM vs REM (Uji Hausman)
Ada beberapa pertimbangan teknis empiris yang dapat digunakan
sebagai panduan untuk memilih antara Fixed Effect Model atau Random
Effect Model yaitu:
72
1) Bila T (jumlah unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit
cross section) kecil, maka hasil FEM dan REM tidak jauh berbeda.
Dalam
hal
ini
pilihan
umumnya
akan
didasarkan pada
kenyamanan perhitungan, yaitu FEM.
2) Bila
N
besar
dan
T
kecil,
maka
hasil
estimasi
kedua
pendekatan dapat berbeda signifikan. Jadi, apabila kita meyakini
bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian diambil
secara acak (random) maka REM harus digunakan. Sebaliknya,
apabila kita meyakini
bahwa unit cross section yang kita pilih
dalam penelitian tidak diambil secara acak maka kita menggunakan
FEM.
3) Apabila cross section error component (€i) berkorelasi dengan
variabel bebas X maka parameter yang diperoleh dengan REM
akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan FEM tidak
habis.
4) Apabila N dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari REM
dapat terpenuhi, maka REM lebih efisien dibandingkan tidak bias.
Keputusan penggunaan FEM dan REM dapat pula ditentukan dengan
menggunakan
spesifikasi
yang dikembangkan dengan
Hausman.
Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan Chisquare statistik sehinggan keputusan pemilihan model akan dapat
73
ditentukan secara statistik.
Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Setelah
dilakukan
pengujian
ini,
hasil
dari
Hausman
test
dibandingkan dengan Chi-square statistik dengan df = k, di mana k
adalah jumlah koefesien variabel yang diestimasi. Jika hasil dari
Hausman test signifikan, maka H0 ditolak , yang FEM digunakan.
4. Model Empiris
Model persamaan dasar data panel yaitu:
Yit = β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + µit……………….
Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
RGit = β0 +β1 PDKit + β2 PMAit + β3 PMDNit + β4 PDRBPKit +
µit………..
Dimana:
RGit
: Kesenjangan Pendapatan di daerah i pada periode t
PDKit
: Pendidikan di daerah i pada periode t
PMAit
: Penanaman Modal Asing di daerah i pada periode t
74
PMDNit : Penanaman Modal Dalam Negeri di daerah i pada periode
t
PDRBPKit: Pendapatan Per Kapita di daerah i pada periode t
β0…, βn : koefisien regresi (konstanta)
µit
: error term
Setelah model penelitian di estimasi maka akan diperoleh nilai dan
besaran dari masing – masing parameter dalam model persamaan diatas.
Nilai dari parameter positif atau negatif selanjutnya akan digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian.
5. Uji Asumsi Klasik
Terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik sebelum di lakukannya
regresi, hal tersebut dilakukan untuk melihat apakah data terbebas dari
masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji
asumsi klasik ini penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang
linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased
Estimator – BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung
masalah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut apakah model regresi
yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut. Asumsi – asumsi
tersebut antara lain:
75
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel terikat, dan variabel bebas, keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak normal. Untuk menguji apakah distribusi
data normal dilakukan dengan uji Jarque-Bera atau JB test. Hipotesis
sebagai berikut:
H0 : Data berdistribusi normal
Ha : Data tidak berdistribusi normal
Jika nilai JB hitung > Chi square tabel , maka hipotesis yang
menyatakan bahwa residual uji t terdistribusi normal ditolak yang
artinya terdapat distribusi data tidak normal, dan begitu pula
sebaliknya.
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linier antar
variabel
independen.
Karena
melibatkan
beberapa
variabel
independen, maka multikolinearitas tidak akan terjadi pada persamaan
regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu
variabel independen). (Wing Wahyu, 2011 : 5.1)
Menurut Singgih Santoso (2010 : 206), Multikolinearitas
mengandung arti bahwa antar variabel independen yang terdapat
dalam model memiliki hubungan yang sempurna atau mendekati
sempurna (koefisien korelasinya tinggi atau bahkan 1).
76
Indikasi multikolinearitas ditunjukkan dengan beberapa informasi
antara lain:
1. Nilai R2 tinggi, tetapi variable independen banyak yang tidak
signifikan.
2. Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen,
apabila koefisien rendah maka tidak terdapat multikolinearitas.
3. Dengan melakukan regresi auxiliary, yaitu regresi yang dapat
digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua (atau lebih)
variabel independen yang secara bersama-sama mempengaruhi
satu variabel independen lainnya.
Sedangkan alternatif menghilangkan multikolinearitas antara lain
bisa dengan menambahkan data penelitian bila memungkinkan, karena
masalah multikolinearitas biasanya muncul karena jumlah observasi
yang sedikit. Selain itu dapat dengan menghilangkan salah satu
variabel independen terutama yang memiliki hubungan linier yang
kuat dengan variabel lain. Namun jika tidak mungkin dihilangkan
maka
tetap
harus
dipakai.
Selanjutnya
bisa
dengan
mentransformasikan salah satu (atau beberapa) variabel dengan
melakukan diferensiasi. (Wing Wahyu, 2011 : 5.7 – 5.8)
c. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi dalam model regresi adalah dengan memenuhi (i) residual
yang memiliki nilai rata-rata nol, (ii) residual yang memiliki varian
77
yang konstan, (iii) dan juga residual yang suatu observasinya tidak
saling berhubungan dengan residual observasi lainnya sehingga
menghasilkan estimator yang BLUE. Apabila asumsi (i) tidak
terpenuhi yang terpengaruh hanyalah slope estimator dan ini tidak
membawa konsekuensi serius dalam analisis ekonometrik. Sedangkan
jika asumsi (ii) dan (iii) tidak terpenuhi, maka akan berdampak pada
prediksi dengan model yang dibangun. Dalam kenyataannya, nilai
residual sulit memiliki varian yang konstan. Hal ini sering terjadi pada
data yang bersifat cross section disbanding time series. (Wing Wahyu,
2011 : 5.8)
Ada
beberapa
metode
yang
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi ada tidaknya masalah heterokedastisitas. Diantaranya
dapat menggunakan Uji White.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-i (sebelumnya). Tentu saja
model regresi yang baik adalah regresi bebas dari autokorelasi.
(Gujarati 2007:112). Autokorelasi menurut Wing Wahyu Winarno
(2011 : 5.26) dapat berbentuk autokorelasi positif dan autokorelasi
negatif.
78
Mengidentifikasi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan
melakukan Uji Durbin – Watson.
Tabel 3.1
Uji Durbin – Watson
Ada
autokorelas
i positif
0
Tidak
dapat
diputuska
n
dl
Tidak ada Tidak
Ada
autokorelas dapat
autokorelas
i
diputuska i negatif
n
du
4-du
4dl
1,10
1,54
2
2,46
2,90
Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model
tersebut tidak terdapat autokorelasi. Sebaliknya, jika DW tidak berada
diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut terdapat autokorelasi.
(Wing Wahyu, 2009: 5.27)
6. Uji Hipotesis
Uji hipotesis ini digunakan untuk memeriksa atau menguji apakah
koefisien regresi yang didapat signifikan (berbeda nyata). Maksudnya
dari signifikan ini adalah suatu nilai koefisien regresi yang secara statistik
tidak sama dengan nol. Jika koefisien slope sama dengan nol, berarti
dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan variabel
bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Ada dua jenis uji
hipotesis terhadap koefisien regresi yang dapat dilakukan antara lain:
79
a. Uji Signifikansi Individual (uji t)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing – masing
variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji t
dilakukan dengan membandingkan t hitung terhadap t table dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh positif dari masing -masing
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).
2. Ho : β > 0, berarti ada pengaruh positif dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).
3. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf
signifikan 5% (α = 0,05) dengan criteria penilaian sebagai berikut:
a. Jika t hitung > t table maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti
ada pengaruh yang signifikan dari masing – masing variable
independen
terhadap
variable
dependen
secara
parsial
(individu).
b. Jika t hitung < t table maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti
tidak ada pengaruh yang signifikan dari masing – masing
variabel independen terhadap variable dependen secara parsial
(individu).
80
b.
Uji Signifikansi simultan (uji F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua
variabel independen secara bersama-sama (simultan) dapat
berpengaruh terhadap variable dependen. Cara yang digunakan
adalah dengan membandingkan nilai F hitung dengan F table
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Ho : β = 0 berarti tidak ada pengaruh signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan
(bersama-sama).
2. Ho : β > 0, berarti ada hubungan yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan
(bersama-sama).
3. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf
signifikan 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai
berikut:
a) Jika F hitung > F table maka Ha diterima dan Ho ditolak
berarti ada variable independen secara bersama-sama
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable
dependen.
b) Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak
berarti ada variable independen secara bersama-sama tidak
81
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable
dependen.
c. Koefisien Determinasi R2
Untuk mengetahui penaksiran parameter dan standard error
bahwa model regresi estimasi cukup baik atau tidak perlu dilakukan
cara untuk mengukur seberapa dekat garis regresi yang terestimasi
dengan data. Ukuran yang biasa yang digunakan untuk keperluan
ini adalah Goodness of Fit (R2) . ukuran ini mencerminkan seberapa
besar variasi dari (regressand) (Y) dapat diterangkan oleh regressor
(X). Bila R2 =0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh
X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y, 100%
dapat diterangkan oleh X. dengan kata lain bila R2 = 1, maka semua
titik pengamatan berada pada garis regresi. Dengan demikian,
ukuran goodness of fit dari suatu model ditentukan oleh R 2 yang
nilainya antara nol dan satu. (Nachrowi dan Usman).
E. Operasional Variabel Penelitian
1.
Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel terikat yang mendasari
penelitian variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen.
Variable dependen dapat di tulis dalam Y. Variabel dependen adalah
variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari variabel terikat.
82
Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan
pendapatan antar wilayah, maka penelitian ini menspesifikasikan
variabel dependen dan definisi operasional sebagai “Y” (CG). Data yang
digunakan
adalah
data
perhitungan
koefisien
gini
menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.
Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi
variable lain (Umar, 2003:45). Variabel dapat di tulis dalam X.
Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesenjangan
pendapatan
antar
wilayah,
maka
penelitian
ini
menspesifikasikan variable independen dan definisi operasional
sebagai berikut:
a.
Pendidikan adalah proses
yang dengannya
masyarakat
mentransmisikan atau memindahkan akumulasi pengetahuan,
keahlian, dan nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi
berikutnya. Dalam variable ini penulis menggunakan data
pendidikan yang berasal dari jumlah seluruh siswa SMA
sederajat.
b.
Penanaman Modal Asing adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh pihak asing dalam rangka menanamkan modalnya di suatu
83
Negara dengan tujuan untuk mendapatkan laba melalui
penciptaan suatu produksi barang atau jasa.
c.
Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kondisi dimana
seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi
hak-hak
dasarnya
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
d.
PDRB Per Kapita adalah total PDRB dibagi dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun. PDRB perkapita dapat dipakai
sebagai indicator produktivitas rata-rata penduduk suatu
daerah.
Tabel 3.2
Operasional Variabel penelitian
Jenis
Variabel
Dependen
Independen
Independen
Independen
Independen
Variabel
Kesenjangan
Pendapatan
Definisi Variabel
Rasio
Gini
menurut
Kabupaten/Kota
Provinsi DIY
Pendidikan
Jumlah Penduduk
yang bersekolah
di SMA sederajat
Penanaman
Modal Realisasi
PMA
Asing (PMA)
menurut
Kabupaten/Kota
Provinsi DIY
Penanaman
Modal Realisasi PMDN
Dalam Negeri
menurut
Kabupaten/Kota
Provinsi DIY
PDRB Per Kapita
Jumlah Total dari
PDRB ADHK
Ukuran
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
84
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum objek penelitian
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi terkecil kedua
setelah DKI Jakarta. Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional, dan
internasional, terutama sebagai tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi
Bali. Pada pertengahan tahun 1997, telah terjadi krisis ekonomi yang
berakibat dengan melemahnya kegiatan perekonomian di Indonesia, termasuk
DIY
dan
juga
DIY
mengalami
beberapa
bencana
alam
besar
termasuk bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006, dan erupsi Gunung
Merapi pada bulan Oktober-November 2010. Di sebelah selatan Provinsi
terdapat garis pantai sepanjang 10 km yang berbatasan dengan Samudera
Indonesia, di sebelah utara menjulang tinggi gunung yang paling aktif di
dunia yaitu Merapi (2.968 m).
Provinsi DIY terletak di bagian selatan tengah Pulau Jawa yang
dibatasi oleh Samudera Hindia di bagian selatan dan Provinsi Jawa Tengah di
bagian lainnya. Batas dengan Provinsi Jawa Tengah meliputi Kabupaten
Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,
85
Kabupaten Magelang di bagian barat laut, dan Kabupaten Purworejo di bagian
barat.
Provinsi DIY mempunyai luas 3.185,80 km2. Berdasarkan bentang
alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi,
yaitu satuan fisiografi Gunung Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Selatan
atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan
satuan fisiografi Dataran Rendah. Kondisi fisiografi tersebut membawa
pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana, dan sarana
wilayah,
dan
kegiatan
sosial
ekonomi
penduduk,
serta
kemajuan
pembangunan antarwilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar,
seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota
Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi
Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi,
dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga
merupakan wilayah yang lebih maju, dan berkembang.
Pemerintahan DIY
Negara
Kesultanan
merupakan metamorfosis
Yogyakarta dan
Pemerintahan
dari Pemerintahan
Negara
Kadipaten
Pakualaman, khususnya bagian Parentah Jawi yang semula dipimpin
oleh Pepatih Dalem untuk Negara Kesultanan Yogyakarta, dan Pepatih
Pakualaman untuk
Pemerintahan
DIY
Negara
Kadipaten
memiliki
Pakualaman.
hubungan
yang
Oleh
kuat
karena
itu
dengan Keraton
Yogyakarta maupun Puro Paku Alaman. Sehingga tidak mengherankan
86
banyak pegawai negeri sipil daerah yang juga menjadi Abdidalem
Keprajan Keraton maupun Puro. Walau demikian mekanisme perekrutan
calon pegawai negeri sipil daerah tetap dilakukan sesuai mekanisme peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Perekonomian DIY tahun 2013 tumbuh mengesankan karena semua
sektor tumbuh positif dan berdasarkan perhitungan PDRB tumbuh sebesar
5,40 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh
sebesar 5,32 persen. Nilai PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2013
tercatat sebesar Rp 63.690.318 juta, dengan PDRB per kapita sebesar
Rp17.717.081 atau naik 10,36 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar
Rp16.053.977. Pada tahun 2013, kontribusi terbesar berasal dari sektor
perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20,65 persen. Kemudian diikuti
sektor jasa-jasa, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan masingmasing memiliki andil 20,16 persen; 13,91 persen dan 13,77 persen. Sektor
bangunan, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan, serta sektor
pengangkutan dan komunikasi masing-masing berperan sebesar 10,85 persen,
10,27 persen dan 8,48 persen. Sementara sektor listrik, gas dan air bersih serta
sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor dengan kontribusi
terkecil yakni masing-masing sebesar 1,25 persen dan 0,65 persen dari total
PDRB harga berlaku.
Secara administratif, wilayah Provinsi DIY terdiri dari 4 kabupaten
dan 1 kota, yaitu :
87
a. Kabupaten Bantul
Kabupaten ini beribukota Bantul, yang berbatasan dengan kota
Yogyakarta dan Kabupaten Sleman di utara, Kabupaten Gunung Kidul di
timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Kulon Progo di barat.
Pada 27 Mei 2006, gempa bumi besar berkekuatan 5,9 skala Richter
mengakibatkan kerusakan yang besar terhadap daerah ini dan kematian
sedikitnya 3.000 penduduk Bantul. Daerah terparah akibat gempa adalah
Pundong dan Imogiri.
Luas wilayah Kabupaten Bantul 506,85 km2 dan jumlah penduduk
955.015 dengan kepadatan penduduk 1.884/km 2. Kabupaten Bantul terdiri
atas 17 kecamatan dan 75 desa. Pusat pemerintahan di Kecamatan Bantul,
sekitar 11 km sebelah selatan Kota Yogyakarta. Sektor unggulan dari
daerah Bantul ini meliputi sektor pertanian, sektor pertambangan dan
penggalian sektor bangunan, sektor pengangkutan, dan komunikasi serta
sektor jasa-jasa.
b. Kabupaten Gunung Kidul
Kabupaten ini pusat pemerintahannya berada di Kecamatan Wonosari.
Kabupaten ini relatif rendah kepadatan penduduknya daripada kabupaten
lainnya. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan
Kabupaten Sukoharjo di utara, Kabupaten Wonogiri di timur, Samudera
Hindia di selatan, serta Kabupaten Bantul dan Kabupaten dan Kabupaten
Sleman di barat. Kabupaten Gunung Kidul memiliki 18 kecamatan dan
88
144 desa. Luas wilayah Kabupaten ini 1.485,36 km2 dan jumlah
penduduknya 693.524 dengan kepadatan penduduk 467/km 2.
Kabupaten ini beragam potensi perekonomiannya mulai dari pertanian,
perikanan, dan peternakan, hutan, flora dan fauna, industri, tambang, serta
potensi pariwisata. Potensi hasil laut dan wisata sangat besar dan terbuka
untuk dikembangkan. Potensi lainnya adalah industri kerajinan, makanan,
pengolahan hasil pertanian yang semuanya sangat potensial untuk
dikembangkan. Sektor unggulan dari daerah Gunung Kidul ini meliputi
sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan,
serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
c. Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten ini beribukota Wates. Luas wilayah Kabupaten ini 586,27
dan jumlah penduduknya 401.450 dengan kepadatan penduduk 685/km 2.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Bantul di timur, Samudera Hindia di selatan, Kabupaten Purworejo di
barat, serta Kabupaten Magelang di utara. Kabupaten Kulon Progo terdiri
atas 12 kecamatan dan 88 desa. Kulon Progo berbatasan langsung dengan
dengan Provinsi Jawa Tengah yang merupakan pintu gerbang dengan
menghubungkan
Provinsi
ini
dengan
pusat-pusat
ekonomi
dan
pemerintahan. Kabupaten ini juga langsung berbatasan dengan Samudera
Indonesia yang juga menghubungkan dengan Negara tetangga di bagian
89
selatan Indonesia yaitu Australia. Posisi geostrategic tersebut dapat
memberikan keuntungan perkembangan wilayah tersebut.
Perkembangan
penduduk
dan
peningkatan
kebutuhan
akan
mempengaruhi nilai PDRB per kapita untuk terus meningkat. Kenaikan ini
akan mempengaruhi pola konsumsi masyarakat yang juga mempengaruhi
struktur pasar domestik di Kabupaten ini. Hal itu juga harus diimbangi
dengan pemenuhan kebutuhan dalam pasar local sehingga Kabupaten ini
dapat menangkap peluang untuk penguatan ekonomi lokal. Sektor
unggulan dari daerah Kulon Progo ini meliputi sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan
komunikasi serta sektor jasa-jasa.
d. Kabupaten Sleman
Kabupaten ini beribukota Sleman. Sleman juga dikenal sebagai asal
buah salak pondoh. Berbagai perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta
sebenarnya secara administratif terletak di kabupaten ini seperti
Universitas Gajah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta. Kabupaten
Sleman ini memiliki luas sebesar 574,82 km2 dan jumlah penduduknya
1.147.037 dengan kepadatan penduduk 1.995/km 2. Kabupaten ini pun
terdiri dari 17 kecamatan dan 86 desa. Kabupaten ini berbatasan dengan
Provinsi Jawa Tengah di utara dan timur, Kabupaten Gunung Kidul,
Kabupaten Bantul, dan Kota Yogyakarta di selatan, serta Kabupaten
Kulon Progo di barat. Pusat pemerintahan di Kecamatan Sleman, yang
90
berada di jalur utama antara Yogyakarta – Semarang. Bagian utara
kabupaten ini merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Merapi
yang merupakan gunung berapi aktif yang paling berbahaya di Pulau
Jawa.
Sektor unggulan dari daerah Sleman ini meliputi sektor industri
pengolahan, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi serta
sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan.
e. Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa yang
merupakan ibukota dan pusat pemerintahan DIY dan sekaligus tempat
pendudukan bagi Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualam. Kota
Yogyakarta memiliki luas sebesar 32,50 km2 dan jumlah penduduknya
397.828 dengan kepadatan penduduknya 12.241/km2. Kota ini pun terdiri
atas 14 kecamatan dan 45 desa.
Sektor unggulan dari daerah ini meliputi sektor listrik, gas dan air
minum, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, sewa dan
jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.
91
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisa Deskriptif
a. Kesenjangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
Kesenjangan merupakan suatu fenomena yang terjadi hampir
di lapisan Negara di dunia, baik itu Negara miskin, Negara sedang
berkembang, maupun Negara maju, hanya yang membedakan dari
semuanya
itu
yaitu
besaran
tingkat
kesenjangan,
karenanya
kesenjangan itu tidak mungkin dihilangkan namun hanya dapat
ditekan hingga batas yang dapat ditoleransi.
Dalam
memperhatikan
mencapai
Negara
pertumbuhan
yang
dan
sejahtera
kita
pembangunan
harus
disertai
pemerataannya. Secara tradisional pembangunan memiliki arti
peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau
Produk Domestik Bruto suatu Negara. Untuk daerah, makna
pembangunan tradisional difokuskan pada peningkatan Produk
Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Kemudian muncul alternatif yang mendefinisikan pembangunan
ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan income per capita
(pendapatan
perkapita).
Paradigma
pembangunan
modern
mengedepankan pengentasan garis kemiskinan, dan pengurangan
distribusi pendapatan yang semakin timpang. Ekonom membawa
92
perubahan bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses
yang multi dimensional (Kuncoro, 2003: 136).
Pendistribusian yang tidak merata di suatu daerah akan
membuat kesenjangan ekonomi kian melebar. Untuk mengetahui
seberapa besar tingkat kesenjangan, maka dalam penelitian ini
menggunakan pengukuran yang sering banyak dipakai yaitu rasio gini.
Koefisien
gini
atau
rasio
gini
adalah
pengukuran
tingkat
ketidakmerataan pendapatan relatif dan juga merupakan salah satu
pengukuran yang sering banyak dipakai untuk mengukur distribusi
pendapatan. Besarnya angka rasio gini berkisar 0 dan 1, yang
menunjukkan keadaan distribusi pendapatan. Semakin besar rasio gini
(yaitu mendekati 1) semakin timpang distribusi pendapatannya,
demikian pula sebaliknya. Berikut data kesenjangan ekonomi antar
Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003
– 2013:
93
Grafik 4.1
Rasio Gini antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Persen)
Sumber: BPS (data diolah). Lampiran 1
Grafik
4.1
menggambarkan
kesenjangan
ekonomi
Kabupaten/Kota di Provinsi DIY pada tahun 2003-2013. Dapat kita
lihat
bahwa
pada
tahun
2003-2005
seluruh
Kabupaten/Kota
mengalami kenaikan, hal itu disebabkan karena pada bulan Oktober
2005 telah terjadi kenaikan BBM, terkecuali Kota Yogyakarta
mengalami penurunan pada tahun 2005. Pasca kenaikan bbm pada
tahun 2006, rasio gini seluruh Kabupaten/Kota mengalami perbaikan
kecuali Kabupaten Bantul dikarenakan telah terjadi bencana alam
gempa bumi berskala 5,9 Richter. Pasca gempa bumi, di tahun 2007
telah terjadi pemulihan dan rekonstruksi dan hal itu dapat kita lihat
dari rasio gini yang menurun di tahun tersebut dari tahun sebelumnya.
Meski pada tahun 2008 harga BBM kembali dinaikkan dengan besaran
94
sekitar 26%, namun tidak terlalu mempengaruhi rasio gini dikarenakan
masyarakat ekonomi kelas bawah sementara ditopang oleh programprogram pemerintah yaitu subsidi bantuan langsung tunai. Kemudian
pada tahun 2011-2012 rasio gini kembali mengalami kenaikan, dan
kenaikan yang semakin terlihat atau yang paling tinggi terjadi di
Kabupaten kulon Progo. Para ekonom pun berpendapat bahwa rasio
gini juga tergantung pada komposisi pertumbuhan ekonomi sektoral
dan struktur demografis. Diduga tingginya angka rasio gini
dipengaruhi oleh tingginya pertumbuhan ekonomi di sektor jasa dan
komposisi penduduk usia tidak produktif yang relatif besar. Pada
tahun 2013 terlihat bahwa ada upaya dalam penurunan kesenjangan
dari masing-masing daerah yang terlihat pada grafik rasio gini yang
disajikan di atas.
b. Analisis Deskriptif Pendidikan
Menurut The Human Capital Theory (Ghazali, 2010:5) telah
dinyatakan bahwa pendidikan, pelatihan, atau bentuk investasi
manusia yang lain menanamkan ilmu pengetahuan, nilai-nilai,
keterampilan yang berguna pada manusia sehingga manusia dapat
meningkatkan
kapasitas
belajar
dan
produktifnya,
yang
memungkinkannya untuk mengejar tingkat pendidikan atau pelatihan
yang lebih tinggi dan untuk meningkatkan pendapatan masa
95
mendatang mereka dengan meningkatkan penghasilan seumur hidup
mereka.
Dengan pemaparan diatas, telah kita sadari bahwa pendidikan
sangatlah penting dalam membentuk dan menghasilkan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan adanya SDM yang
berkualitas maka masyarakat tersebut dapat mendapatkan pekerjaan
yang jauh lebih baik dan juga akan menambah pendapatan mereka dan
pengangguran pun akan berkurang sehingga tingkat kesenjangan
ekonomipun akan menurun.
Rata-rata jumlah murid dan guru per sekolah semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Rasio murid
terhadap guru memiliki pola yang menurun seiring dengan
meningkatnya jenjang sekolah, Selain jumlah manusia
yang
berkualitas, jumlah guru pun juga penting. Rasio murid terhadap guru
harus kita perhatikan. Rasio murid terhadap guru adalah angka yang
merupakan hasil pembagian antara banyaknya murid dengan
banyaknya guru.
96
Grafik 4.2
Kumulatif Rasio Murid terhadap Guru antar Kabupaten/Kota di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam
Persen)
Sumber: BPS (data diolah). Lampiran 2
Dari grafik diatas kita dapat melihat pada tahun 2010 seluruh
Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa mengalami peningkatan.
Hal itu dikarenakan telah terjadi peningkatan kesejahteraan dengan
penurunan penduduk miskin. Pemerintah melaksanakan penyaluran
subsidi untuk masyarakat kelas bawah. Namun bila kita melihat dari
rasio murid terhadap guru, guru di tahun 2010 belum cukup memadai,
meski jumlah murid sudah menunjukkan angka yang besar. Angka
yang didapati oleh Kota Yogyakarta tahun 2010 sebesar 59, yang
berarti bahwa 1 guru mengajar 59 murid. Hal ini mengindikasikan
bahwa daya tangkap dari murtid akan berkurang dikarenakan terlalu
banyak jumlah murid. Pada tahun 2011 angka rasio murid terhadap
97
guru menunjukkan penurunan yang berarti baik karena berarti
ketersediaan guru mencukupi. Meskipun rasio murid terhadap guru
menurun dan berarti baik, namun jumlah murid pada jenjang
pendidikan SMA sederajat ini pun berkurang yang diakibatkan erupsi
gunung Merapi pada Oktober-November 2010. Sebagian masyarakat
kehilangan harta bendanya sehingga banyak yang tidak meneruskan
pendidikannya.
c. Analisis Deskriptif Investasi
Menurut Mankiw (2013:12), Investasi (investment) adalah
pembelian barang yang akan digunakan pada masa depan untuk
menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak. Investasi
dikelompokkan menjadi 3, yaitu pemerintah, perusahaan (terdiri dari
perusahaan yang difasilitasi dan tidak difasilitasi), serta rumah tangga.
Data investasi perusahaan yang tersedia dan dapat digunakan sebagai
bahan perencanaan adalah rencana dan realisasi penanaman modal
dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) yang
merupakan kelompok investasi yang difasilitasi yang dilaporkan oleh
Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah. Berikut grafik
perkembangan dari realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) di DIY
tahun 2003 – 2013.
98
Grafik 4.3
Penanaman Modal Asing (PMA) antar Kabupaten/Kota di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam
Ribuan Milyar $)
Sumber: BPS (data diolah). Lampiran 2
Berdasarkan grafik diatas realisasi terbesar dicapai Kabupaten
Sleman (52 %) dan Kota Yogyakarta (41%), diikuti oleh Kabupaten
Bantul dengan porsi mencapai 4 persen. Hal ini dikarenakan berkaitan
dengan ketersediaan infrastruktur publik yang relatif lebih lengkap dan
memiliki kualitas lebih baik. Di samping, itu, resiko pengembalian,
resiko keamanan, stabilitas sosial, serta kemudahan dalam perizinan
juga turut berpengaruh terhadap volume penanaman modal. Pada
tahun 2010 PMA Kota Yogyakarta mengalami penurunan drastis.
Kekurangan modal ini disebabkan rendahnya tingkat tabungan yang
disebabkan karena rendahnya tingkat pendapatan , sedangkan
99
rendahnya tingkat pendapatan ini dikarenakan tingkat produktivitas
yang rendah dari tenaga kerja, sumber daya, dan modal.
Sektor yang porsinya terbesar secara berturut-turut adalah sektor
perdagangan dan reparasi, sektor hotel dan restoran, dan sektor
industri makanan. Kinerja pariwisata yang terus menunjukkan
peningkatan dari sisi jumlah kunjungan menjadi daya tarik investasi di
sektor-sektor tersebut. Fakta ini menjadi sebuah persoalan, karena
pada umumnya investasi sektor pariwisata terpusat di daerah
perkotaan sehingga membutuhkan intervensi pemerintah untuk
mengalihkan investasi di daerah perdesaan. Berikut perkembangan
Penanaman Modal Dalam Negeri di DIY tahun 2003 – 2013.
Grafik 4.4
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) antar Kabupaten/Kota
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013
(Dalam Milyar Rp)
Sumber: BPS (data diolah). Lampiran 2
100
Berdasarkan lokasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) tahun
2013, realisasi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman memiliki
nilai yang terbesar dengan porsi mencapai 46 persen dan 43 persen.
Sementara, realisasi di Kabupaten Bantul memiliki porsi sebesar 8
persen. Bahkan, realisasi di Kulonprogo dan Gunungkidul memiliki
porsi kurang dari dua persen.
Pada tahun 2010 PMDN di Gunung Kidul dan tahun 2012 di Kota
Yogyakarta mengalami kenaikan yang sangat terlihat pada grafik
diatas, hal itu dikarenakan pelaku usaha di Indonesia menjadi kekuatan
yang semakin diperhitungkan. Investasi PMDN tersebut menandakan
semakin bergesernya sector pertambangan ke sector manufaktur dan
jasa.
Menurut kelompok sektor, realisasi PMDN terbesar di DIY
dilakukan pada kelompok sektor tersier dengan porsi sebesar 58,36
persen dari total realisasi PMDN. Kelompok sektor tersier terdiri dari
kegiatan bangunan, hotel dan restoran, perdagangan, perumahan,
pengangkutan, jasa lainnya, listrik, gas dan air minum. Sementara
realisasi pada kelompok primer (pertanian dan pertambangan)
porsinya hanya sebesar 0,96 persen. Dalam skala nasional DIY
termasuk salah satu daerah tujuan destinasi pariwisata, sehingga cukup
potensial untuk pengembangan hotel dan restoran. Hal ini mendorong
minat para investor domestik untuk berinvestasi pada sektor yang
101
berkaitan dengan pariwisata. Sementara, industri tekstil menjadi
mendukung tumbuh pesatnya industri batik yang merupakan produk
andalan DIY.
Dapat kita lihat bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penaman Modal Dalam Negeri (PMDN) antar Kabupaten/Kota di DIY
terkonsentrasi dan itu dapat kita lihat dari sajian grafik 4.3 dan 4.4. hal
ini sesuai dengan pendapat dari Smith (Adisasmita : 47), yang
mengatakan bahwa investasi dilakukan karena para pemilik modal
mengharapkan untung, dan harapan masa depan keuntungan
bergantung pada iklim investasi pada hari ini dan pada keuntungan
nyata. Para pemilik modal pastilah mengharapkan untung dari apa
yang mereka investasikan. Jadi, para investor selektif dalam memilih
daerah mana yang ingin ditanamkan modal. Para investor melihat
potensi – potensi yang ada di daerah tersebut dan juga melihat
bagaimana kelengkapan fasilitas daerah – daerah tersebut.
d. Analisis Deskriptif PDRB Perkapita
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah suatu
indikator pengukur tingkat keberhasilan pembangunan di suatu
wilayah.
Selain
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
dalam
pengembangan ekonomi wilayah, kita juga harus meningkatkan
kesejahteraan agar mampu menciptakan pemerataan pendapatan.
102
PDRB ini disajikan atas dasar harga konstan yang dapat dihitung dari
pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan pertambahan riil
kemampuan ekonomi suatu wilayah dan atas dasar harga berlaku yang
dapat dilihat dari struktur ekonomi yang menggambarkan andil
masing-masing sektor ekonomi. PDRB Per Kapita ditujukan sebagai
tingkat
kesejahteraan
penduduk,
walaupun
angka
ini
tidak
menjelaskan distribusi pendapatan penduduk.
PDRB per kapita dihitung dari hasil bagi antara nilai PDRB
dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Indikator ini
menjadi salah satu ukuran kesejahteraan penduduk secara kasar dalam
suatau wilayah. Semakin tinggi nilai PDRB per kapita maka
mencerminkan tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah yang
bersangkutan secara rata-rata yang semakin tinggi pula. Meskipun
demikian,
indikator
ini
memiliki
kelemahan
karena
masih
mengabaikan transfer faktor produksi antar wilayah atau asal
kepemilikan faktor produksi dan mengandung komponen pajak tak
langsung serta penyusutan.
103
Grafik 4.5
PDRB Per Kapita antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Juta Rupiah)
Sumber: BPS (data diolah). Lampiran 3
Berdasarkan grafik diatas bahwa dapat kita lihat bahwa PDRB
Per Kapita selalu naik dari setiap tahunnya. Hal ini karena jumlah
penduduk semakin bertambah, maka berarti kebutuhan ekonomi juga
semakin bertambah, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap
tahunnya. Namun, PDRB Perkapita Kota Yogyakarta lah yang paling
tinggi. Hal ini disebabkan karena Kota Yogyakarta sebagai pusat kota
dari Provinsi DIY ini, dan juga di Kota ini pun kemajuan akan sektor
perdagangan, hotel, dan restaurant sangatlah baik. Hal ini dapat
menunjukkan terjadinya perbaikan kesejahteraan penduduk DIY
secara rata-rata dengan asumsi semuan penduduk menerima manfaat
yang sama dari haril pertumbuhan. Pertumbuhan pendapatan perkapita
104
riil secara umum memiliki pola yang searah dengan pertumbuhan
ekonomi. Pada tahun 2005-2006 mengalami pertumbuhan yang lambat
dikarenakan kenaikan harga BBM dan bencana gempa bumi serta
melambat kembali di tahun 2009 akibat krisis finansial yang terjadi di
negara-negara Amerika dan Eropa yang menjadi tujuan ekspor
komoditas asal DIY.
2. Estimasi Model Data Panel
a. PLS vs FEM (Uji Chow)
Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka
digunakan uji F-Restricted dengan cara melihat nilai probabilitas (PVelue) F-Statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%. Sebelum
melihat nilai probabilitas (P-Value) F-Statistik lebih kecil dari tingkat
signifikansi α = 5%, terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0
: Model PLS
H1
: Model Fixed Effect
Dari hasil berdasarkan metode Fixed Effect Model (FEM) dan
Pool Least Square (PLS) diperoleh nilai probabilitas F-statistik yakni
sebagai berikut:
105
Tabel 4.1
Hasil Uji Chow
Effects Test
Cross-section F
Cross-section Chi-square
Statistic
6.381957
24.279485
d.f.
Prob.
(4,46)
4
0.0004
0.0001
Sumber: data diolah. Lampiran 2
Dari tabel 4.1 diatas diperoleh F-statistik adalah 6.381957 dengan
d.f (4.46) dan nilai probabilitas F-Statistik sebesar 0.0004, yang berarti
bahwa nilai probabilitas F-Statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi
α 5% (0.0004 < 0.05). Maka H0 ditolak, sehingga model panel yang
digunakan adalah Fixed Effect Model.
b. FEM vs REM (Uji Hausman)
Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka
digunakan uji Hausman, pengujian ini untuk menentukan model paling
tepat digunakan diantara FEM dan REM. Uji Hausman memberikan
penilaian dengan menggunakan Chi-Square Statistic sehingga
keputusan pemilihan model dapat ditentukan dengan tepat. Sebelum
membandingkan Chi-square statistic dan Chi-square table terlebih
dahulu dibuat hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0
: Model Random Effect
H1
: Model Fixed Effect
Hasil pengolahan dengan uji Hausman dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut:
106
Tabel 4.2
Hasil Uji Hausman
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq.
Statistic
25.527828
Chi-Sq. d.f.
4
Prob.
0.0000
Sumber: data diolah. Lampiran 3
Berdasarkan hasil uji Hausman pada tabel 4.2 diatas, didapatkan
Chi-Square statistic sebesar 25.527828 dengan probabilitas 0.0000
dan d.f. 4 (9.49). Dikarenakan Chi-hitung lebih besar dari pada Chitabel dan nilai probabilitas Chi-Square statistic lebih kecil dari nilai α
5% (0.0000 < 0.05) maka H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa model
terbaik yang dapat digunakan untuk model penelitian adalah Fixed
Effect Model. Jadi, berdasarkan uji Chow dan uji Housman model
yang digunakan adalah Fixed Effect Model.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu
atau residual memiliki distribusi normal atau tidak dapat diketahui
dengan membandingkan nilai Jarque-Bera dengan nilai Chi-tabel,
maka
data
dalam
penelitian
berdistribusi
normal
(Winarno,
2011:5.37).
107
Sebenarnya normalitas data dapat dilihat dari gambar histogram,
namun seringkali polanya tidak mengikuti bentuk kurva normal,
sehingga sulit disimpulkan. Lebih mudah bila melihat koefisien
Jarque-Bera dan probabilitasnya. Kedua angka ini bersifat saling
mendukung. Apabila nilai probabilitas lebih besar dari 5%, maka data
berdistribusi
normal
(Winarno,
2011:5.39).
Berikut
adalah
Hipotesisnya :
H0
: Residual berdistribusi normal
H1
: Residual berdistribusi tidak normal
Hasil pengolahan dengan uji Normalitas dapat dilihat pada grafik
4.6 berikut:
Gambar 4.1
Uji Normalitas
9
Series: Standardized Residuals
Sample 2003 2013
Observations 55
8
7
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
6
5
4
3
2
7.19e-17
0.013153
0.085844
-0.111671
0.046798
-0.197807
2.058607
Jarque-Bera 2.389594
Probability 0.302765
1
0
-0.10
-0.05
0.00
Sumber: data diolah. Lampiran 4
0.05
108
Pada gambar 4.1 diperoleh nilai Jarque-Bera hitung sebesar
2.389594 dan nilai Probabilitasnya sebesar 0.302765, karena nilai
probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0.302765>
0.05) maka H0 dapat diterima yang berarti data residual berdistribusi
normal.
b. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar
variabel independen. Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinieritas
nilai correlation matrix dari semua variabel independen harus kurang
dari 0,8. Berikut ini uji multikolinearitas dengan menggunakan
correlation matrix:
Tabel 4.3
Correlation Matrix
PDK
PMA
PMDN
PDRBPK
PDK
1.000000
0.340781
0.137089
0.556417
PMA
0.340781
1.000000
0.068100
0.614928
PMDN
0.137089
0.068100
1.000000
0.271954
0.614928
0.271954
1.000000
PDRBPK
0.556417
Sumber: data diolah. Lampiran 5
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa tidak ada masalah multikolinieritas.
Hal ini dikarenakan nilai korelasi matriks (correlation matrix) dari
semua variabel independen adalah kurang dari 0.8.
109
Multikolinieritas
biasanya
terjadi
pada
estimasi
yang
menggunakan data runtut waktu. Dengan mengkombinasikan data
time series dengan data cross section mengakibatkan masalah
multikolinieritas secara teknis dapat dikurangi. Penelitian ini
menggunakan data panel, yang mana secara teknis sudah dikatakan
masalah multikolinieritas sudah tidak ada.
c. Uji Heterokedastisitas
Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dalam penelitian
salah satunya adalah menggunakan cara dalam prosedur statistik
dengan Uji Park. Berikut ini uji heterokedastisitas dengan uji Park:
Tabel 4.4
Hasil Estimasi Uji Park
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
-5.579522
1.363350
-4.092508
0.0002
PDK
-0.059061
0.044534
-1.326188
0.1908
PMA
-1.93E-09
4.56E-09
-0.423798
0.6735
PMDN
-1.22E-11
7.52E-12
-1.623917
0.1107
PDRBPK
2.15E-07
Sumber: data diolah. Lampiran 6
1.01E-07
2.125514
0.0385
C
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, dari hasil tersebut diketahui bahwa
koefisien parameter untuk masing-masing variabel independen tidak
signifikan kecuali PDRB Per Kapita. Hal ini dilihat dari uji t-statistik
dan nilai probabilitas t-statistik. Dimana PDRB Per Kapita nilai t
110
statistic -2.125514 dengan nilai probabilitas 0.0385 sehingga dapat
disimpulkan terdapat masalah heterkodastisitas. Pada variabel
pendidikan, PMA, dan PMDN nilai probabilitas lebih besar dari
α=5%, maka dapat disimpulkan ketiga variabel independen tersebut
terbebas dari heterokedastisitas.
Untuk mengatasi masalah heterokedastisitas yang masih terdapat
pada uji Park, dapat dilakukan Uji Glejser. Uji Glejser mirip dengan
uji Park, namun perbedaannya hanya pada variabel dependennya. Uji
Park menggunakan Ln(residu2) sebagai varaibel dependen, pada uji
Glejser variabel ini diganti dengan nilai absolut residual. Jika setelah
uji ini nilai probabilitas pada t-statistik lebih besar dari α=5% dan uji
maka data sudah terbebas dari heterokedastisitas (Gujarati, 2007:94).
Tabel 4.5
Hasil Estimasi Uji Glejser
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
1.686813
0.933044
1.807861
0.0766
PDK
-0.007501
0.030478
-0.246103
0.8066
PMA
-8.43E-10
3.12E-09
-0.269997
0.7883
PMDN
5.74E-12
5.15E-12
1.115974
0.2698
PDRBPK
-7.22E-08
Sumber: data diolah. Lampiran 7
6.93E-08
-1.041408
0.3027
111
Dari tabel 4.5 diatas dapat dilihat nilai probabilitas dari masingmasing variabel independen lebih besar dari α=5%. Hal ini mengindikasi
bahwa data tidak mengandung heterokedastisitas. Maka dapat disimpulkan
bahwa data penelitian ini sudah terbebas dari masalah heterokedastisitas.
d. Uji Autokolerasi
Autokolerasi adalah adanya kolerasi antara variabel itu sendiri,
pada pengamatan yang berbeda waktu atau individu. Pada umumnya
autokolerasi lebih sering terjadi pada data time series (Nachrowi dan
Usman, 2008: 135).
Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan data panel maka
sudah tidak perlu diuji autokolerasi. Dikarenakan sifat data panel yang
lebih kepada cross section. Sedangkan autokolerasi lebih sering terjadi
pada data time series.
4. Model FEM
Model data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model dapat di
jelaskan melalui persamaan sebagai berikut:
RG = 0.400444 - 0.002253 PDK - 3.42E-10 PMA - 2.18E-13 PMDN 3.74E-09 PDRBPK + e
112
Dimana:
RG
: Rasio Gini
PDK
: Pendidikan
PMA
: Penanaman Modal Asing (PMA)
PMDN
: Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
PDRBPK : Pendapatan Domestik Regional Bruto Per Kapita
e
: error term
5. Pengujian Hipotesis
a. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis
Pengujian
ini
dilakukan
untuk
menguji
apakah
variabel
independen (pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita)
berpengaruh
secara
parsial
terhadap
variabel
dependennya
kesenjangan ekonomi (Rasio Gini), yaitu dengan membandingkan
masing-masing nilai t-statistik dari regresi dengan t-tabel dalam
menolak atau menerima hipotesis. Pada tingkat keyakinan α = 5%,
maka diperoleh t-tabel (2.00).
113
Tabel 4.6
Uji t-Statistik
Variabel
t-Statistik
Probabilitas
-2.176380
0.0347
-2.944038
0.0051
-1.150404
0.2559
-1.028010
0.3093
Pendidikan
PMA
PMDN
PDRB PER
KAPITA
Sumber: data diolah eviews 7.0. Lampiran 8
Tabel 4.6 merupakan hasil pengujian variabel independen yaitu
pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita terhadap
Kesenjangan Ekonomi secara parsial. Adapun hipotesisinya adalah
sebagai berikut:
1) Terdapat pengaruh pendidikan secara parsial terhadap kesenjangan
ekonomi di kabupaten/kota periode 2003-2013
2) Terdapat pengaruh PMA secara parsial terhadap terhadap kesenjangan
ekonomi di kabupaten/kota periode 2003-2013
3) Terdapat
pengaruh
PMDN
secara
parsial
terhadap
terhadap
kesenjangan ekonomi di kabupaten/kota periode 2003-2013
4) Terdapat pengaruh PDRB Per Kapita secara parsial terhadap terhadap
kesenjangan ekonomi di kabupaten/kota periode 2003-2013
Berdasarkan hasil regresi yang diperoleh pada tabel 4.6 maka
pembuktian dari hipotesis yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut:
114
1) Variabel Pendidikan memiliki t-statistik > t-tabel (-2.176380 > 2.00)
atau nilai probabilitas Pendidikan lebih kecil dari tingkat keyakinan α
= 5% (0.0347 < 0.05) yang berarti bahwa Pendidikan berpengaruh
signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi (Rasio Gini).
2) Variabel PMA memiliki t-statistik > t-tabel (-2.944038 > 2.00) atau
nilai probabilitas PMA lebih kecil dari tingkat keyakinan α = 5%
(0.0051 < 0.05) yang berarti bahwa PMA berpengaruh signifikan
terhadap Kesenjangan H0 ditolak, yang Ekonomi (Rasio Gini).
3) Variabel PMDN memiliki t-statistik < t-tabel (-1.150404 < 2.00) atau
nilai probabilitas PMDN lebih besar dari tingkat keyakinan α = 5%
(0.2559 > 0.05) yang berarti bahwa PMDN tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi (Rasio Gini).
4) Variabel PDRB Per Kapita memiliki t-statistik < t-tabel (-1.028010 <
2.00) atau nilai probabilitas PDRB Per Kapita lebih kecil dari tingkat
keyakinan α = 5% (0.3093 > 0.05) yang berarti bahwa PDRB Per
Kapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kesenjangan
Ekonomi (Rasio Gini).
115
b. Uji-F dan Interpretasi Hasil Analisis
Untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependennya, maka digunaan uji F
dengan cara membandingkan F-statistik dengan F-tabel.
Tabel 4.7
Uji F-Statistik
F-statistic
Prob(F-statistic)
4.483658
0.000449
Sumber: data diolah eviews 7.0. Lampiran 8
Berdasarkan tabel 4.7 diatas, hasil regresi data panel menggunakan
Fixed Effect Model diperoleh nilai F-statistik sebesar 4.483658 dengan
probabilitas sebesar 0.000449, pada tingkat keyakinan α = 5%, k = 4, n =
55, sehingga diperoleh F-tabel dengan nilai df yaitu (2.55). Maka terlihat
bahwa F-statistik > F-tabel (4.483658 > 2.55) atau nilai probabilitas Fstatistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α 5% (0.000449 < 0.05), maka
Ho ditolak, artinya bahwa variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomi.
116
c. Koefisien Determinasi
Tabel 4.8
Uji R-Square
R-Square
0.438129
Sumber: data diolah. Lampiran 8
Berdasarkan tabel 4.8 didapatkan koefisien determinasi sebesar
0.438129 atau 43,81%. Hal ini terlihat bahwa hanya 43,81% kesenjangan
ekonomi di 5 kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat
dijelaskan oleh pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita.
Sedangkan sisanya (100% - 43.81% = 56.19%) dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
C. Analisis Ekonomi
Berdasarkan hasil dari estimasi yang menggunakan Fixed Effect Model
dapat disimpulkan bahwa hasil regresi yang dihasilkan cukup baik untuk
menjelaskan perkembangan kesenjangan ekonomi yang dilihat dari rasio
gini di 5 kabupaten/kota provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta periode
2003-2013. Namun dari seluruh variabel yang diteliti terdapat dua variabel
yang tidak berpengaruh signifikan dan semua variabel yang memiliki
kolerasi yang negatif terhadap kesenjangan ekonomi (rasio gini). Variabel
pendidikan dan PMA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
117
kesenjangan ekonomi. Variable PMDN dan PDRB Per Kapita tidak
berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomi.
Tabel 4.9
Interpretasi Fixed Effect Model
Variable
C
PDK
PMA
PMDN
PDRBPK
Coefficient
Indv. Effect
Prob
0.400444
-0.002253
-3.42E-10
-2.18E-13
-3.74E-09
0.0000
0.0347
0.0051
0.2559
0.3093
Fixed Effect (Cross)
BANTUL – C
GUNUNGKIDUL – C
KULONPROGO – C
SLEMAN – C
YOGYAKARTA – C
0.003986
-0.051911
-0.039583
0.032433
0.055074
0.40443
0.348533
0.360861
0.432877
0.455518
Sumber: diolah dengan Eviews 7.0. Lampiran 8
Dapat kita lihat pada tabel 4.9 bahwa 5 Kabupaten/Kota di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki pengaruh individu yang berbedabeda untuk setiap perubahan pada pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB
Per Kapita.

Kabupaten Bantul
Apabila terjadi perubahan sebesar 1% pada pendidikan, PMA,
PMDN, dan PDRB Per Kapita baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kabupaten Bantul akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap kesenjangan ekonomi sebesar 0.40443 persen.
118

Kabupaten Gunung Kidul
Apabila terjadi perubahan sebesar 1% pada pendidikan, PMA,
PMDN, dan PDRB Per Kapita baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kabupaten Gunung Kidul akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap kesenjangan ekonomi sebesar 0.348533 persen.

Kabupaten Kulon Progo
Apabila terjadi perubahan sebesar 1% pada pendidikan, PMA,
PMDN, dan PDRB Per Kapita baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kabupaten Kulon Progo akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap kesenjangan ekonomi sebesar 0.360861 persen.

Kabupaten Sleman
Apabila terjadi perubahan sebesar 1% pada pendidikan, PMA,
PMDN, dan PDRB Per Kapita baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kabupaten Sleman akan mendapatkan pengaruh individu
terhadap kesenjangan ekonomi sebesar 0.432877 persen.

Kota Yogyakarta
Apabila terjadi perubahan sebesar 1% pada pendidikan, PMA,
PMDN, dan PDRB Per Kapita baik antar daerah maupun antar waktu,
maka Kota Yogyakarta akan mendapatkan pengaruh individu terhadap
kesenjangan ekonomi sebesar 0.455518 persen.
119
a. Pendidikan
Rasio murid terhadap guru merupakan perbandingan antara jumlah
murid dengan jumlah guru pada jenjang pendidikan tertentu.
Perbandingan jumlah siswa dengan guru menentukan tingkat
keberhasilan dari suatu proses pembelajaran di kelas, yang tentunya
menggambarkan seberapa besar tingkat pendidikan di suatu daerah.
Pada hasil penelitian ini, diperoleh bahwa pendidikan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi yang dilihat dari
rasio gini dengan tingkat signifikansi 5%. Nilai koefisien yang
diperoleh sebesar -0.002253 yang berarti bahwa apabila pendidikan
meningkat sebesar 1%, maka akan mengurangi kesenjangan ekonomi
sebesar -0.002253% sehingga kesenjangan ekonomi akan semakin
merata. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa pendidikan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi.
Dengan adanya variabel pendidikan yang diukur dengan melihat
rasio murid terhadap guru, hal ini berguna untuk mengetahui rata-rata
jumlah guru yang dapat mengajar di suatu sekolah atau daerah
tertentu. Bukan hanya jumlah murid yang bertambah setiap tahunnya
yang kita harapkan, tetapi jumlah pengajar juga sangat penting dalam
melakukan pembelajaran di sekolah – sekolah. Apabila jumlah guru
semakin berkurang, maka hal itu membuat satu orang tenaga pengajar
120
harus melayani banyak murid. Banyaknya murid yang diajarkan akan
membuat daya tangkap murid akan berkurang dalam menerima
pelajaran.
Penelitian ini sejalan dengan The Human Capital Theory telah
dinyatakan bahwa pendidikan, pelatihan, atau bentuk investasi
manusia yang lain menanamkan ilmu pengetahuan, nilai-nilai,
keterampilan yang berguna pada manusia sehingga manusia dapat
meningkatkan
kapasitas
belajar
dan
produktifnya,
yang
memungkinkannya untuk mengejar tingkat pendidikan atau pelatihan
yang lebih tinggi dan untuk meningkatkan pendapatan masa
mendatang mereka dengan meningkatkan penghasilan seumur hidup
mereka.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Indah
Sukma Ramdhini (2013) dan Adrian Coto bahwa pendidikan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan
yang berarti, pendidikan dapat mengurangi kesenjangan.
b. Penanaman Modal Asing (PMA)
Penanaman modal memiliki peran yang penting bagi suatu daerah.
Dengan adanya para investor, suatu daerah dapat memperbaiki fasilitas
atau membuat lapangan pekerjaan baru sehingga dengan adanya
121
lapangan pekerjaan akan menyerap tenaga kerja di daerah tersebut.
Dengan begitu, masyarakat akan mendapatkan pendapatan. Setidaknya
perlahan dapat
mengurangi
kesenjangan ekonomi
dalam
hal
pendapatan.
Dalam penelitian ini, PMA berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kesenjangan ekonomi yang dilihat dari rasio gini dengan
tingkat signifikansi 5%. Nilai koefisien retribusi daerah sebesar 3.42E-10 yang berarti bahwa apabila PMA meningkat 1%, maka akan
mengurangi kesenjangan ekonomi sebesar -3.42E-10% sehingga
kesenjangan ekonomi akan semakin merata. sebesar -3.42E-10%. Hal
ini sesuai dengan hipotesis bahwa PMA berpengaruh signifikan
terhadap kesenjangan ekonomi.
Penelitian ini sejalan dengan teori Menurut Malthus (dalam M.L.
Jhingan 2012 : 98), akumulasi modal merupakan faktor paling penting
bagi pembangunan ekonomi. Malthus mengatakan “peningkatan
kesejahteraan yang mantap dan berkesinambungan tidak mungkin
tercapai tanpa penambahan modal secara terus-menerus. Sumber
akumulasi modal adalah laba. Laba berasal dari tabungan para pemilik
modal. Para pekerja terlalu miskin untuk menabung. Jika para pemilik
modal lebih banyak menabung dan tidak banyak membeli barang
122
konsumsi lantaran ingin memperoleh sisa laba lebih besar,
pertumbuhan ekonomi akan menjadi lamban.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Indah Sukma Ramdhini (2013) dan tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Joko Waluyo bahwa investasi tidak dapat
memperbaiki kenjangan.
c. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Peran PMDN pun juga sama pentingnya dengan PMA di suatu
daerah. Dengan banyaknya modal yang disetor oleh investor akan
memajukan daerah. Tentunya pembagian investasi ini harus merata.
Tidak hanya berfokus pada daerah yang maju saja.
Dalam penelitian ini, PMDN berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap kesenjangan ekonomi yang dilihat dari rasio gini
dengan tingkat signifikansi 5%. Nilai koefisien PMDN sebesar -2.18E13. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa PMDN berpengaruh
negative dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi.
PMDN tidak berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan
ekonomi mungkin dikarenakan oleh pendistribusian investasi yang
tidak merata. Dapat dilihat pada grafik 4.3 bahwa sangat terlihat data
123
investasi yang timpang antar daerah. Terdapat investasi yang sangat
tinggi yang diberikan kepada kota yang sudah maju, sedangkan untuk
daerah tertinggal hanya sebagian saja. Hal ini dapat terjadi karena
investor hanya memikirkan keuntungan dan keuntungan itu dapat
investor dapat dari daerah yang sudah maju saja seperti Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Fasilitas dan akses juga menjadi
bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya. Atau
mungkin dana dari investor yang seharusnya untuk mengembangkan
daerah tersebut malah digunakan untuk menanggulangi bencana yang
terjadi di daerah tersebut terlebih dahulu, seperti pada bencana alam
besar termasuk bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006, dan erupsi
Gunung Merapi pada bulan Oktober-November 2010.
Pengaruh PMDN yang tidak signifikan terhadap Kesenjangan
Ekonomi ini dapat juga disebabkan oleh jumlah dari realisasi investasi
yang dapat kita lihat di grafik 4.4 yang sangat timpang antar
Kabupaten/Kota di DIY. Menurut Smith (Adisasmita : 47), yang
mengatakan bahwa investasi dilakukan karena para pemilik modal
mengharapkan untung, dan harapan masa depan keuntungan
bergantung pada iklim investasi pada hari ini dan pada keuntungan
nyata. Para pemilik modal pastilah mengharapkan untung dari apa
yang mereka investasikan. Jadi, para investor selektif dalam memilih
124
daerah mana yang ingin ditanamkan modal. Para investor melihat
potensi – potensi yang ada di daerah tersebut dan juga melihat
bagaimana kelengkapan fasilitas daerah – daerah tersebut. Penelitian
ini pun tidak sejalan dengan penelitian Joko Waluyo dimana investasi
berpengaruh positif dan signifikan.
d. PDRB Per Kapita
Tingkat pendapatan yang dilihat dari PDRB Per Kapita memiliki
pengaruh yang negatif namun tidak signifikan terhadap kesenjangan
ekonomi yang dilihat dari rasio gini dengan tingkat signifikansi 5%
Koefisien PDRB Per Kapita sebesar -3.74E-09. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa PDRB Per Kapita
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi.
PDRB Per Kapita tidak berpengaruh signifikan terhadap
Kesenjangan Ekonomi mungkin dikarenakan dalam PDRB Per
Kapitanya sendiri terdapat ketimpangan antar Kabupaten/Kota. Seperti
kita ketahui kemampuan dan sektor keunggulan dari masing – masing
daerah itu berbeda. PDRB Per Kapita ini pun PDRB Per Populasi yang
berarti tidak menyangkut pendistribusiannya atau besarnya PDRB Per
Kapita ini tidak mencerminkan pendapatan penduduk di suatu daerah
yang sebenarnya. Bisa saja PDRB Per Kapita yang besar ini hanya
125
sumbangan dari Masyarakat yang berpenghasilan tinggi sehingga
dalam kenyataannya pendapatan yang diperoleh masyarakat belum
terdistribusi dengan baik. Bisa juga telah terjadi kesalahan dalam
perhitungan PDRB hal ini dapat diindikasikan terjadi karena melihat
perbedaan data yang dikeluarkan oleh para pihak tentang variabel
tertentu. Bila kesalahan itu terjadi maka bisa jadi daerah tersebut tidak
sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang berpengaruh
negatif dan signifikan dan juga tidak sesuai dengan penelitian Siti
Parhah bahwa PDRB Per Kapita berpengaruh positif dan signifikan
terhadap ketimpangan.
126
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian mengenai Pengaruh Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA),
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Tingkat Pendapatan terhadap
Kesenjangan Ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta periode 2003 – 2013 adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kesenjangan
Ekonomi.
2. Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Kesenjangan Ekonomi.
3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi.
4. PDRB Per Kapita berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
Kesenjangan Ekonomi.
5. Berdasarkan Fixed Effect Model terdapat hasil bahwa secara simultan
Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam
127
Negeri (PMDN), dan Tingkat Pendapatan berpengaruh signifikan terhadap
Kesenjangan Ekonomi.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan penelitian, maka saran yang dapat diberikan
penulis adalah sebagai berikut:
1. Dalam mengurangi kesenjangan bisa focus pada system perpajakan dan
subsidi. Memang pemerintah sudah menjalankan beberapa program antara
lain penetapan pajak penghasilan yang bersifat progresif dan juga
beberapa program subsidi. Namun, pemerintah juga harus lebih teliti lagi
dalam memberikan subsidi agar tepat sasaran pengalokasiannya.
2. Mengingat pendidikan menjadi suatu kebutuhan, dimana dengan
masyarakat berpendidikan tinggi akan menghasilkan masyarakat yang
berkualitas tinggi dan tentunya akan menghasilkan pendapatan yang tinggi
juga maka setiap masyarakat wajib sekolah. Pemerintah harus mampu
menjangkau
penyelenggaraan
pendidikan
bagi
semua
kalangan
masyarakat dan juga harus adanya transparan dalam penyaluran dana
pendidikan. Tidak hanya meningkatkan jumlah sekolah/kelas tetapi
pemerintah juga harus menambah jumlah guru dan tentunya guru – guru
yang sangat berkompeten agar menghasilkan anak bangsa yang cerdas dan
bermartabat. Guru – guru ini pun harus didistribusikan secara merata
sampai ke desa – desa pelosok. Untuk penelitian selanjutnya, penggunaan
128
variabel pendidikan yang diukur oleh rasio murid terhadap guru ini kurang
tepat
dikarenakan
variabel
tersebut
tidak
selamanya
dapat
menggambarkan keberhasilan pendidikan. Mungkin dengan menggunakan
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (TPT) dapat menggambarkan
keberhasilan pendidikan.
3. Untuk mengurangi investasi PMA dan PMDN yang terkonsentrasi,
pemerintah harus melakukan suatu tindakan untuk memperbaiki fasilitas
maupun akses pada daerah – daerah yang masih tertinggal. Selain itu
pemerintah dapat memberikan insetif pembebasan pajak bagi investor
yang bersedia berinvestasi di daerah yang tertinggal, mempermudah izin
investasi di daerah tertinggal agar investor tertarik menanamkan modalnya
di sana.
4. Dalam meningkatkan PDRB Per Kapita setiap tahunnya, produksi dalam
negeri harus semakin ditingkatkan dan perlu kesadaran masyarakat untuk
menggunakan barang produksi dalam negeri. Sehingga, semakin jumlah
penduduk bertambah maka konsumsi masyarakat pun bertambah yang
akan meningkatkan PDRB Per Kapita.
129
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo, “Teori-Teori Pembangunan Ekonomi: Pertumbuhan Ekonomi
dan Pertumbuhan Wilayah, Graha Ilmu: Makassar, 2013
Badan Pusat Statistik, ”Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam angka 2003-2014., BPS:
2014
____, “Rasio Gini Kabupaten Kulon Progo 2012-2013”, BPS: Wates, 2014
Coto, Adrian. “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kontribusi Output Sektor Industri,
Upah Minimum, dan Tingkat Pendidikan terhadap Kesenjangan Pendapatan
di Indonesia”, FE: Universitas Indonesia, 2006
Darmajati, Annisa Ganis. “Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi kesenjangan
pendapatan di Propinsi Jawa Tengah”, FE: Universitas Diponegoro, 2010
Dumairy. “Perekonomian Indonesia”, Erlangga: Jakarta, 1996
Gujarati, Damodar N. “Dasar-dasar ekonometrika”, Edisi Ketiga, Jilid Dua,
Erlangga: Jakarta, 2007
Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi FEB”. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2009
Jhingan, M.L. “Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan”, Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 2012
130
Kuncoro, Mudrajad. “Masalah, Kebijakan dan Politik Ekonomika Pembangunan”.
Erlangga: Jakarta, 2010
Mahyudi, Ahmad. “Ekonomi Pembangunan dan Analisis Data Empiris”, Ghalia
Indonesia: Bogor, 2004
Mankiw, Gregory. “Pengantar Ekonomi Makro”, Edisi kedua, Salemba Empat:
Jakarta, 2013
Nachrowi, Djalal & Hardius Usman. “Penggunaan Teknik Ekonometrik”, edisi
revisi, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2008
Parhah, Siti. “Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi
Pendapatan di Indonesia” FE: Universitas Indonesia, 2006
Prayitno Hadi, dan Santosa Budi. “Ekonomi Pembangunan”, Ghalia Indonesia :
Jakarta, 1996
Ramdhini, Indah Sukma. “Pengaruh Penanaman Modal asing (PMA), tingkat
pendidikan, dan Pendapatan Asli daerah (PAD) terhadap Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi di Provinsi Banten Periode 2005-2011” FEB: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013
Rosadi, Dedi. “ekonometrika dan analisis runtun waktu terapan dengan eviews”,
ANDY Jojakarta: Jogjakarta, 2012
131
Sukirno, Sadono. “ Pengantar Teori Makroekonomi”, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi UI: Depok,
Suparmoko, M dan Suparmoko
Maria R. “Pokok – Pokok Ekonomika”, BPFE
Yogyakarta : Yogyakarta 2000
Tian, Ye. “The Effect of Income Inequality on Economic Growth in China”,
Economic & Business Journal Vol.4 Number 1. University of Nebraska at
Kearney: 2012
Todaro, Michael P. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Erlangga. Jakarta.
1994
Todaro, Michael P. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Edisi keenam.
Erlangga: Jakarta, 1997
Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. “Pembangunan Ekonomi”, Jilid dua,
Erlangga: Jakarta, 2006
UU No 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Asing (PMA).
UU No 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Winaryo, Wing Wahyu. “Analisis ekonometrika dan statistika dengan Eviews”,
Sekolah Tinggi Ilmu Menejemen YKPN :Yogyakarta, 2007
132
Lampiran
Lampiran 1
TAHUN
KABKOT
RG
PDK
PMA
PMDN
PDRBPK
2003 Kulonprogo
0.23
37
75,000.00
28,366,001,000.00
1,031,442.00
2004 Kulonprogo
0.24
33
75,000.00
28,559,361,000.00
3,747,449.00
2005 Kulonprogo
0.3
32
75,000.00
28,559,361,000.00
3,920,799.00
2006 Kulonprogo
0.23
31
75,000.00
28,559,361,000.00
3,984,854.00
2007 Kulonprogo
0.18
28
75,000.00
28,559,361,000.00
4,130,945.00
2008 Kulonprogo
0.29
28
140,000.00
28,559,361,000.00
4,307,361.00
2009 Kulonprogo
0.25
27
389,000.00
28,559,361,000.00
4,460,215.00
2010 Kulonprogo
0.24
41
3,456,977.67
75,617,628,591.00
4,580,532.00
2011 Kulonprogo
0.34
30
324,000.00
34,017,508,942.00
4,790,630.00
2012 Kulonprogo
0.34
31
342,050.00
34,017,508,942.00
4,992,301.00
2013 Kulonprogo
0.29
31
279,859.09
34,017,508,942.00
5,229,120.00
2003 Bantul
0.29
37
7,958,150.00
85,715,920,000.00
1,167,405.00
2004 Bantul
0.33
34
6,447,341.00
85,460,390,324.00
3,640,936.00
2005 Bantul
0.34
32
6,447,341.00
85,463,090,320.00
3,819,928.00
2006 Bantul
0.34
33
7,877,341.00
86,951,568,071.00
3,838,007.00
2007 Bantul
0.3
32
8,197,059.00
86,951,568,071.00
3,951,293.00
2008 Bantul
0.32
32
10,303,299.00
86,951,568,071.00
4,083,309.00
2009 Bantul
0.25
31
12,753,299.00
96,951,568,071.00
4,203,156.00
133
2010 Bantul
0.25
46
36,718,819.00
96,234,032,372.50
4,353,170.00
2011 Bantul
0.3
34
21,002,943.22
18,925,574,906.50
4,534,212.00
2012 Bantul
0.24
36
24,911,708.00
19,125,708,671.10
4,741,941.00
2013 Bantul
0.24
35
20,568,670.24
24,102,319,371.10
5,463,295.00
2003 Gunungkidul
0.22
31
3,473,870.00
40,154,890,000.00
1,462,837.00
2004 Gunungkidul
0.24
32
3,473,870.00
19,586,290,000.00
3,846,283.00
2005 Gunungkidul
0.28
31
3,473,870.00
19,586,290,000.00
4,000,253.00
2006 Gunungkidul
0.23
32
1,708,120.00
19,586,290,000.00
4,192,587.00
2007 Gunungkidul
0.21
31
1,708,120.00
19,586,290,000.00
4,355,147.00
2008 Gunungkidul
0.25
30
1,708,120.00
19,586,290,000.00
4,545,417.00
2009 Gunungkidul
0.24
29
1,708,120.00
29,074,371,000.00
4,733,514.00
2010 Gunungkidul
0.25
42
16,355,419.00
96,951,568,071.00
4,930,660.00
2011 Gunungkidul
0.3
30
10,371,064.44
35,502,559,948.00
5,124,333.00
2012 Gunungkidul
0.31
30
10,704,397.00
35,502,559,948.00
5,319,628.00
2013 Gunungkidul
0.24
29
8,758,143.00
35,502,559,948.00
5,463,295.00
2003 Sleman
0.35
25
14,281,799.00
10,839,098,460.00
1,756,132.00
2004 Sleman
0.36
21
15,615,706.00
11,004,010,064.60
4,977,241.00
2005 Sleman
0.38
20
31,665,706.00
94,949,794,646.30
5,082,668.00
2006 Sleman
0.33
20
33,579,206.00
92,197,034,672.60
5,065,935.00
2007 Sleman
0.28
31
34,649,206.00
92,197,034,672.60
5,246,993.00
2008 Sleman
0.31
31
38,706,056.00
92,686,295,086.40
5,462,344.00
2009 Sleman
0.29
33
38,706,056.00
98,346,295,086.30
5,651,752.00
2010 Sleman
0.28
49
324,000.00
34,017,508,942.00
5,830,337.00
134
2011 Sleman
0.27
36
244,034,558.29
12,189,583,509.18
6,054,435.00
2012 Sleman
0.27
37
252,905,137.00
12,420,332,894.18
6,341,065.00
2013 Sleman
0.21
37
247,282,123.58
12,422,433,894.18
6,544,348.00
2003 Yogyakarta
0.31
35
111,032,406.00
11,671,282,395.00
4,082,081.00
2004 Yogyakarta
0.34
41
110,423,602.00
11,679,598,199.07
9,815,114.00
2005 Yogyakarta
0.32
40
110,423,602.00
11,679,598,199.10 10,104,516.00
2006 Yogyakarta
0.32
39
110,593,602.00
10,878,115,199.10 12,288,341.00
2007 Yogyakarta
0.29
39
110,772,260.00
74,446,628,591.00 12,709,718.00
2008 Yogyakarta
0.18
39
110,719,020.00
74,446,628,591.00 13,231,134.00
2009 Yogyakarta
0.28
40
111,069,020.00
74,446,629,591.00 13,687,232.00
2010 Yogyakarta
0.27
59
1,708,120.00
35,440,183,148.00 14,167,677.00
2011 Yogyakarta
0.19
40
180,982,581.19
83,540,952,691.00 14,893,159.00
2012 Yogyakarta
0.19
43
183,372,433.00
130,313,416,091.00 15,612,923.00
2013 Yogyakarta
0.18
42
196,121,716.44
131,186,783,073.50 16,139,158.00
135
Lampiran 2
Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: KABKOT
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Statistic
Cross-section F
Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
6.381957
24.279485
(4,46)
4
0.0004
0.0001
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: RG?
Method: Panel Least Squares
Date: 05/29/15 Time: 12:40
Sample: 1 11
Included observations: 11
Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 55
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
PDK?
PMA?
PMDN?
PDRBPK?
0.348489
-0.001961
-9.18E-11
-1.30E-14
-3.72E-10
0.035739
0.001167
1.20E-10
1.97E-13
2.66E-09
9.750839
-1.679534
-0.767388
-0.066023
-0.140214
0.0000
0.0993
0.4465
0.9476
0.8891
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.126316
0.056422
0.048634
0.118265
90.86780
1.807239
0.142144
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.274545
0.050067
-3.122465
-2.939981
-3.051897
0.971644
136
Lampiran 3
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: KABKOT
Test cross-section random effects
Chi-Sq.
Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
25.527828
4
0.0000
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.001961
-0.000000
-0.000000
-0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.3969
0.0000
0.0272
0.2427
Test Summary
Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons:
Variable
PDK?
PMA?
PMDN?
PDRBPK?
Fixed
-0.002253
-0.000000
-0.000000
-0.000000
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: RG?
Method: Panel Least Squares
Date: 05/29/15 Time: 12:41
Sample: 1 11
Included observations: 11
Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 55
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
PDK?
PMA?
PMDN?
PDRBPK?
0.400444
-0.002253
-3.42E-10
-2.18E-13
-3.74E-09
0.036532
0.001035
1.16E-10
1.89E-13
3.64E-09
10.96138
-2.176380
-2.944038
-1.150404
-1.028010
0.0000
0.0347
0.0051
0.2559
0.3093
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.438129
0.340412
0.040662
0.076057
103.0075
4.483658
0.000449
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.274545
0.050067
-3.418456
-3.089983
-3.291433
1.482524
137
Lampiran 4
Uji Normalitas
9
Series: Standardized Residuals
Sample 2003 2013
Observations 55
8
7
6
5
4
3
2
1
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis
7.19e-17
0.013153
0.085844
-0.111671
0.046798
-0.197807
2.058607
Jarque-Bera
Probability
2.389594
0.302765
0
-0.10
-0.05
0.00
0.05
Lampiran 5
Uji Multikolinearitas
PDK
PMA
PMDN
PDRPK
PDK
1.000000
0.340781
0.137089
0.556417
PMA
0.340781
1.000000
0.068100
0.614928
PMDN
0.137089
0.068100
1.000000
0.271954
PDRBPK
0.556417
0.614928
0.271954
1.000000
138
Lampiran 6
Uji Park
Dependent Variable: LOG(RES2)
Method: Panel Least Squares
Date: 05/29/15 Time: 12:45
Sample: 2003 2013
Periods included: 11
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 55
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
PDK
PMA
PMDN
PDRBPK
-5.579522
-0.059061
-1.93E-09
-1.22E-11
2.15E-07
1.363350
0.044534
4.56E-09
7.52E-12
1.01E-07
-4.092508
-1.326188
-0.423798
-1.623917
2.125514
0.0002
0.1908
0.6735
0.1107
0.0385
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.115954
0.045230
1.855254
172.0984
-109.4118
1.639534
0.178982
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
-6.989888
1.898690
4.160428
4.342913
4.230997
2.120772
139
Lampiran 7
Uji Glejser
Dependent Variable: RESABS
Method: Panel Least Squares
Date: 05/30/15 Time: 19:38
Sample: 2003 2013
Periods included: 11
Cross-sections included: 5
Total panel (balanced) observations: 55
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
PDK
PMA
PMDN
PDRBPK
1.686813
-0.007501
-8.43E-10
5.74E-12
-7.22E-08
0.933044
0.030478
3.12E-09
5.15E-12
6.93E-08
1.807861
-0.246103
-0.269997
1.115974
-1.041408
0.0766
0.8066
0.7883
0.2698
0.3027
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.075527
0.001569
1.269690
80.60568
-88.55311
1.021211
0.405492
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
1.242486
1.270687
3.401931
3.584416
3.472500
2.327507
140
Lampiran 8
Fixed Effect Model
Dependent Variable: RG?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/29/15 Time: 12:39
Sample: 1 11
Included observations: 11
Cross-sections included: 5
Total pool (balanced) observations: 55
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C
PDK?
PMA?
PMDN?
PDRBPK?
Fixed Effects (Cross)
_BANTUL--C
_GUNUNGKIDUL--C
_KULONPROGO--C
_SLEMAN--C
_YOGYAKARTA--C
0.400444
-0.002253
-3.42E-10
-2.18E-13
-3.74E-09
0.036532
0.001035
1.16E-10
1.89E-13
3.64E-09
10.96138
-2.176380
-2.944038
-1.150404
-1.028010
0.0000
0.0347
0.0051
0.2559
0.3093
0.003986
-0.051911
-0.039583
0.032433
0.055074
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.438129
0.340412
0.040662
0.076057
103.0075
4.483658
0.000449
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.274545
0.050067
-3.418456
-3.089983
-3.291433
1.482524
141
Download