Analisis dan Perancangan Pengekspor Data - e

advertisement
59
KARAKTERISASI GENETIK Trichoderma spp INDIGENUS RIZOSFIR PISANG
YANG BERPOTENSI PENGENDALIAN Fusarium oxysporum f. Sp. cubense
PENYEBAB PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA PISANG
(Nurbailis dan Martinius)*)
ABSTRACT
The objective of the research was to characterize the genetic variation of
Trichoderma spp. Study of genetic characters used Random Amplified Polymorphic
DNA-Polymerase Chain-reaction (RAPD-PCR) that amplicated with four primers
(OPA 2, OPA 17, OPB- 05 and Primer 2). Analysis result of genetic variation of
Trichoderma spp make as dendrogram. The result of the research indicated that : 1)
Trichoderma spp. had the great genetic variation, 2)Trichoderma isolate from the
same region did not always have the same genetic profile, 3) S6 and T1 isolates were
effective to inhibit the growth of Fusarium oxysporum f. Sp. cubense than the others
but had a different genetic profile.
Keywords : Trichoderma spp, Fusarium oxysporum f.sp.cubense, karakterisasi genetik
*)
Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, email:
[email protected]
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit penting yang menyebabkan kerugian yang paling besar pada tanaman pisang adalah penyakit layu Fusarium yang
disebabkan oleh jamur tular tanah Fusarium
oxysporum Schlect f. sp.cubense (Foc) (Pegg
and Langdon, 1987). Penyakit ini tergolong
sulit dikendalikan karena: 1. Foc dapat membentuk klamidospora yang merupakan struktur
bertahan jika tidak ada tanaman inangnya, 2.
Foc dapat menyerang semua stadia pertumbuhan tanaman, 3. Foc mempunyai 4 ras fisiolgis
yaitu ras 1, 2, 3 dan 4 dengan tingkat virulensi
yang berbeda (Pegg et al, 1996; Bently et al
1998).
Salah satu alternatif pengendalian yang
mempunyai harapan untuk dikembangkan
adalah penggunaan agensia hayati seperti
Trichoderma spp. Keberhasilan Trichoderma
untuk pengendalian patogen tular tanah telah
banyak dilaporkan. Papavizas dan Lewis (1989)
menyatakan bahwa beberapa isolat T.harzianum
mampu menekan serangan penyakit rebah
kecambah 30 – 50% pada tanaman buncis yang
disebabkan oleh Sclerotium rolfsii.
Mekanisme Trichoderma spp dalam mengendalikan berbagai jenis patogen tanaman
dapat dibedakan secara langsung dan tidak
langsung terhadap patogen. Mekanisme secara
langsung berupa: kompetisi, mikoparasit, antibiosis dan lisis (Howell, 2003). Mekanisme
tidak langsung terhadap patogen adalah: memperkuat sistem perakaran, meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan ketersediaan
hara, menonaktifkan enzim patogen dan merangsang perkecambahan benih (Harman,2000).
Trichoderma mempunyai habitat yang tersebar luas pada berbagai jenis tanah, lahan pertanian dan substrat organik. Jamur ini terdiri
dari berbagai spesies dan strain dengan karakter
yang berbeda-beda (Watanabe, 2002; Rifai,
1969). Beberapa hasil penelitian terdahulu
membuktikan bahwa isolat-isolat Trichoderma
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda
dalam menekan pertumbuhan jamur patogen
(Nagamani dan Mew, 1987; Nurbailis et al,
2005).
Nagamani dan Mew (1987) melaporkan
bahwa hasil isolasi Trichoderma dari 23
Propinsi di Filipina ternyata memiliki tingkat
mikoparasitisme yang berbeda-beda terhadap R.
solani penyebab hawar pelepah pada padi. Hasil
penelitian Nurbailis et al (2005) juga menunjukkan bahwa isolat-isolat Trichoderma
yang diisolasi dari beberapa sentra produksi
pisang di Sumatera Barat memperlihatkan kemampuan yang berbeda dalam menekan pertumbuhan Foc secara in vitro dan in planta.
Perbedaan kemampuan isolat Trichoderma
60
Nurbailis
dalam menekan pertumbuhan Foc disebabkan
adanya perbedaan keragaman karakter genetik
masing-masing isolat. Keragaman genetik yang
tinggi dari suatu populasi dapat terjadi karena
adanya mutasi, rekombinasi gen, reproduksi
seksual dan paraseksual, faktor seleksi, dan
migrasi gen dari suatu tempat ketempat lain
(Donald 1997). Hasil penelitian Goes et al
(2002) menunjukkan bahwa kemampuan isolat
Trichoderma dalam menekan pertumbuhan R.
solani berbeda dan hasil analisis keragaman
genetik antar isolat dengan menggunakan
penanda RAPD menunjukkan bahwa isolat
Trichoderma yang memiliki kemampuan antagonisme yang baik terdapat dalam kelompok
genetik yang sama dengan tingkat kesamaan
genetik 40%.
Dalam hal ini informasi dasar tentang
karakter genetik isolat Trichoderma spp yang
telah diuji yang berpotensi menekan pertumbuhan Foc belum diketahui. Berdasarkan permasalahan tersebut telah dilakukan penelitian
lanjut tentang kajian karakter genetik dari isolat
Trichoderma spp. dalam kaitannya terhadap kemampuan isolat dalam menekan perkembangan
patogen.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkarakterisasi secara genetik isolat Trichoderma
spp indigenus rizosfir pisang yang berpotensi
menekan pertumbuhan Foc penyebab penyakit
layu Fusarium pada pisang.
METODA PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di laboratorium
Fitopatologi jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian UNAND dan di
laboratorium Biotek Perkebunan Bogor. Kajian
karakter genetik isolat Trichoderma spp.
dengan menggunakan penanda RAPD.
Kajian keragaman genetik berbagai isolat
Trichoderma
Untuk mengetahui keragaman genetik antar
isolat Trichoderma dilakukan dengan teknik
Random
Amplified
Polymorphic
DNAPolymerase Chain reaction (RAPD-PCR).
Perbanyakan Isolat
Isolat Trichoderma spp ditumbuhkan pada
media Potato Dexrosa Agar (PDA) dan
diinkubasikan selama 7 hari pada suhu ruang.
Perbanyakan miselium untuk ekstraksi DNA
Konidia dipanen dari biakan jamur yang
telah berumur 7 hari dan dimasukkan ke dalam
labu Erlenmeyer yang berisi 100 ml media cair
2% Malt extract Broth (MEB) dan diinkubasikan selama 4 hari pada rotary shaker dengan
kecepatan 180 rpm pada suhu ruang. Miselia
dipanen dengan cara disaring menggunakan
kertas Whatman No.1 dan dicuci dua kali
dengan air suling steril.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dari miselia Trichoderma
spp menggunakan metode yang dikemukakan
oleh Castle et al. (1998) cit Trizelia (2005)
Miselia jamur sebanyak 50 g digerus dalam
nitrogen cair dengan menggunakan mortar.
Serbuk miselium dipindahkan ke dalam tabung
ependorf dan diberi 500 l bufer ekstraksi
(10mM EDTA, 10 mM Tris-HCl (pH 8.0),
SDS-protease (0.5 mg/ml)). Campuran dikocok
sampai homogen dan diinkubasi pada suhu
37C selama 30-40 menit sambil sesekali
digoyang. Kemudian ditambahkan 1 volume
campuran fenol : khloroform : isoamil alkohol
(25:24:1) dan divorteks. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 11.000 rpm selama 15
menit. Fase cair yang terpisah diambil dan
dipindahkan ke tabung ependorf baru,
kemudian ditambahkan 0.25 volume 7.5M
amonium asetat dan disentrifugasi pada
kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit.
Supernatan dipindahkan ke tabung ependorf
yang baru dan ditambahkan ke dalamnya 1
volume isopropanol dingin dan dikocok perlahan. Larutan disentrifugasi pada 11.000 rpm
selama 10 menit. Supernatan yang ada dibuang
dan pelet yang didapatkan dicuci dengan etanol
70% dan etanol dibuang dan pelet DNA dikeringkan dengan vakum. Pelet DNA dilarutkan dalam 100 l TE lalu disimpan pada suhu
-20C.
Amplifikasi DNA dengan Teknik RAPDPCR
Hasil ekstraksi DNA diamplifikasi dengan
teknik RAPD-PCR menggunakan 4 macam
primer dengan urutan basa (Tabel 1).
Tabel 1. Urutan Basa Primer untuk Amplikasi
DNA Trichoderma spp
Primer
Urutan basa (5’---3’)
OPA-02
TGCCGAGCTG
OPA-17
GACCGCTTGT
OPB- 05
TGCGCCCTTC
Primer 2
GTTTCGCTCC
Volume final campuran reaksi PCR adalah
SAINSTEK Vol. XI, Nomor 1 September 2008
25l. Komposisi reaksi PCR sebagai berikut : 1
kali PCR buffer (10 mM KCl, 10 mM
(NH4)2SO4, 20 mM Tris-HCl, 2mM MgSO4,
0.1% Triton X-100, pH 8.8), 0.1 mM tiap d
NTP, 3 mM MgCl2, 0.4 M primer, 1 unit
Taq DNA polimerase (New England BioLabs
Inc.), 20-25 ng DNA sampel dan ditambahkan
air sehingga volume mencapai 25 l. Amplifikasi DNA dengan menggunakan mesin PCR
berlangsung dengan urutan sebagai berikut:
Tahap 1: pra-amplifikasi PCR selama 5 menit
pada suhu 92C; Tahap II: amplifikasi PCR
dilakukan sebanyak 40 siklus reaksi, dengan
pemisahan utas DNA genom (denaturasi) pada
suhu 92C selama 1 menit. Penempelan primer
(annealing) pada suhu 39C selama 30 detik;
sintesis pada suhu 72C selama 2 menit; dan
tahap III: Pasca amplifikasi pada suhu 72C
selama 5 menit.
Analisis DNA pada Agarose gel
electrophoresis
Fragmen DNA hasil amplifikasi untuk
setiap primer diambil sebanyak 8 l dan
ditambah dengan 2 l larutan penanda (0,25%
Bromophenol Blue dan 40% (w/v) Sukrosa)
kemudian dipisahkan dengan elektroforesis
pada gel agarosa 1.5% dengan menggunakan
buffer TBE 1X dan dilanjutkan dengan
pewarnaan melalui perendaman gel agarosa
dalam larutan etidium bromida 0.5 g/ml
selama 30 menit dan dibilas dengan H2O
selama 30 menit. Pita DNA hasil amplifikasi
diamati di atas transiluminator UV dan
dilanjutkan dengan pemotretan menggunakan
alat Gel UV dokumentasi.
Analisis Data Hasil RAPD
Pita polimorfik masing-masing sampel
DNA diamati untuk menentukan adanya perbedaan isolat. Setiap posisi pita DNA diubah ke
dalam bentuk data biner dengan memberi nilai
1 jika ada pita dan 0 jika tidak ada pita. Data
biner ini selanjutnya diolah dengan menggunakan program komputer Numerical Taxonomy
and Multivariate Analysis System (NTSys) versi
2.02. Berdasarkan nilai kesamaan genetik
tersebut dilakukan analisis pengelompokan
(cluster analysis) menggunakan metode
unweight pair group method avarage
(UPGMA). Hasil analisis pengelompokan
tersebut berupa dendogram kesamaan genetik
yang menunjukkan hubungan kesamaan antar
isolat.
61
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Amplikasi DNA Trichoderma spp dengan
OPA-02 dan OPA-05
Hasil amplifikasi DNA Trichoderma spp
dengan primer OPA-02 dan OPA-05 dapat
dilihat pada Gambar 1.
Dari Gambar 1 Profil pita DNA 15 isolat
Trichoderma spp. amplifikasi dengan PCR
menggunakan primer OPA-02 (A) dan OPA-05
(B), M: Marker 1 kb DNA ladder. P1, P4, P6,
P7: isolat yang berasal dari kabupaten Padang
Pariaman, T1, T3, T4, T9, T11, T12: isolat
yang berasal dari kabupaten Tanah Datar, S2,
S6, S9, S10, S11: isolat yang berasal dari
kabupaten Solo, dapat dilihat perbedaan jumlah
pita yang dihasilkan oleh kedua primer, primer
OPA-02 menghasilkan pita lebih banyak dibanding dengan primer OPA-05.
Analisis Data Hasil RAPD
Hasil analisis keragaman genetik dari 15
isolat Trichoderma spp berdasarkan Amplifikasi PCR menggunakan primer OPA-02 dapat
dilihat pada dendogram (Ganbar 2).
PEMBAHASAN
Hasil analisis keragaman genetik dari 15
isolat Trichoderma spp berdasarkan Amplifikasi PCR menggunakan primer OPA-02 dapat
dilihat pada dendogram (Gambar 2), Bila
dendrogram ini dipotong pada koefisien 1,45%,
maka lima belas isolat ini terpisah menjadi 4
kelompok yang terdiri dari 14 genotip. Hal ini
menunjukkan bahwa ada keragaman genetik
yang tinggi dari isolat Trichoderma spp.
Tingginya
keragaman
genetik
isolat
Trichoderma spp disebabkan perbedaan daerah
dan hamparan pengambilan sampel. Menurut
Donald (1997), keragaman genetik yang tinggi
dari suatu populasi dapat terjadi karena adanya
mutasi, rekombinasi gen, reproduksi seksual
dan paraseksual, faktor seleksi, dan migrasi gen
dari suatu tempat ketempat lain.
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada
tingkat kesamaan genetik 1,45%, 15 isolat
Trichoderma spp membentuk 4 kelompok.
Kelompok A terdiri dari isolat P1, P6, P7, T4,
T3, S2, S6, S9, P4, S11, dan T11. Kelompok B
terdiri dari isolat T1 dan T9. Kelompok C
terdiri dari isolat T12 dan kelompok D terdiri
dari isolat S10.
62
Nurbailis
M P1 P4
S11 M
P6 P7 T1 T3 T4 T9 T11 T12 S2 S6 S9 S10
OPA 02
A
M P1 P4 P6 P7 T1 T3 T4 T9 T11 T12 S2 S6 S9 S10
S11 M
OPB 05
B
Gambar 1. Profil Pita DNA 15 isolat Trichoderma spp. Amplifikasi dengan PCR
Menggunakan Primer OPA-02 (A) dan OPA-05 (B)
P1
P6
P7
T4
T3
S2
A
S6
T 11MW
S9
P4
S11
T 11
T1
T9
T 12
S10
1.61
1.36
1.11
0.86
B
C
D
0.62
Coefficient
Gambar 2. Dendogram Kesamaan Genetik 15 Isolat Trichoderma spp dengan
Menggunakan Primer OPA-02.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
- Isolat Trichoderma spp yang diamplifikasi
menggunakan PCR dengan primer OPA-02
dan OPA-05 memiliki keragaman genetik
yang tinggi.
- Isolat yang berasal dari daerah yang sama
tidak selalu memiliki profil genetik yang
-
sama.
Isolat T1, S6 dan S10 merupakan isolat
yang efektif menekan Fusarium oxysforum
f.sp. cubence namun tidak memiliki profil
genetik yang sama.
Saran
Perlu dilakukan identifikasi sampai tingkat
spesies terhadap semua isolat yang diuji
SAINSTEK Vol. XI, Nomor 1 September 2008
DAFTAR RUJUKAN
Bently, S., Pegg, K. G., Moore, N. Y., Davis, R.
D. and Buddenhagen, H, (1998),
Genetic variation among vegetative
compatibility groups of Fusarium
oxysporum f. sp. cubense analyzed by
DNA fingerprinting, Phytopathology.
Vol. 88 : 1283-1292
Goes L.B, da Costa ABL, Freire LLC, de
Oliveira NT, (2002), Randomly
amplified polymorphic DNA of
Trichoderma isolates and antagonism
against Rhizoctonia solani, Brazilian
Archives of Biology and Technology
45(2):151-160.
Harman, G.E, (2000), Changes in Perceptions
Derived from Research on Trichoderma
harzianum T-22, Plant disease/April
2000, Publication No. D-2000-020801F.
Howell C. R., (2003), Mechanism employed
by Trichoderma spesies in the
Biological control of plant disease :
The history and evolution of current
concepts. USDA/ARS Southern Plains
Agricultural Research Center.
McDonald B.A., (1997), The population
genetics of fungi: tools and techniques.
Phytopathology 87:448-453.
Nagamani A & Mew T. W, (1987),
Trichodema a potential biological
control in the rice-based croping
System. IRRI Seminar. 1987.
Nurbailis, Mardinus, Natsir N, Dharma A dan
Habazar T, (2006), Penapisan Isolat
Trichoderma yang bersal dari Rizosfir
Tanaman pisang di Sumatera Barat
63
untuk Pengendalian Penyakit Layu
Fusarium, Jurnal Akta Agrosia Vol. 9
(1) : 49 – 55.
Papavizas, G.C. and Lewis JA, (1989), Effect
of Gliocladium and Trichoderma on
damping off and blight of Snapbean
caused by Sclerotium rolfsii in the
green house, Plant Pathology 38 : 277286.
Pegg, K.G. & Langdon PW, (1987), Fusarium
Wilt (Panama disease). A review In
Banana and Plantain breeding
Strategies (Eds.) Persley GJ and
d.Langhe
EA.
Proceeding
and
Internasional Workshop Held at
Cairns, Australia, ACIAR proceeding,
21 ; 23 – 119
Pegg, K. G., Moore, N. Y. and Bently, S.,
(1996), Fusarium wilt of banana in
Australia: a review, Australian
Journal of Agricultural Research 47
:637-650
Rifai MA, (1969), A revision of the genus
Trichoderma, Mycol. Pap. 116 : 56
Trizelia, (2005), Cendawan Entomopatogen
Beauveria bassiana (Bals.) Vuill.
(Deuteromycotina: Hyphomycetes):
Keragaman Genetik, Karakterisasi
Fisiologi, dan Virulensinya terhadap
Crocidolomia
pavonana
(F.)
(Lepidoptera: Pyralidae), [Disertasi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor
Watanabe, T, (2002), Pictorial Atlas of soil
and seed fungi. Morphologies of
culture fungi and key to spesies,
Second edition, CRC Press, Boca raton
London New York Washington D.C.
Download