Sub Sektor Kesehatan

advertisement
BAB 20
KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL
DAN PERANAN WANITA
BAB 20
KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL
DAN PERANAN WANITA
A. KESEHATAN
I PENDAHULUAN
Sebagaimana ditetapkan di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara
arah dan kebijaksanaan pembangunan dalam bidang kesehatan mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam rangka mempertinggi taraf kesehatan dan kecerdasan
rakyat, ditingkatkan pelayanan kesehatan dan perbaikan mutu
gizi.
Peningkatan pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi diutamakan
kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, baik
di desa maupun di kota.
2. Perbaikan kesehatan rakyat dilakukan secara preventif dan
kuratif dengan mendekatkan pelayanan kesehatan pada rakyat.
Usaha perbaikan terutama ditujukan kepada peningkatan pemberantasan penyakit menular dan penyakit rakyat, peningkatan
keadaan gizi rakyat, peningkatan pengadaan air minum, peningkatan sanitasi lingkungan, perlindungan rakyat terhadap bahaya
narkotika dan penggunaan obat yang tidak memenuhi syarat,
penyediaan obat-obatan yang makin merata dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat luas, penyediaan tenaga medis dan
para medis secara merata pula, peningkatan penyuluhan kesehatan
rakyat, dan perluasan pelayanan kesehatan melalui pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit serta melalui berbagai cara lain
guna meningkatkan kesehatan masyarakat desa.
Usaha-usaha kesehatan pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka
peningkatan dan pemupukan kemampuan tenaga kerja bagi keper85
luan pembangunan dan juga dalam rangka pemupukan kesehatan
fisik dan mental dari generasi yang akan datang. Dengan demikian
maka pembangunan kesehatan merupakan salah satu kegiatan utama
yang mendukung keseluruhan usaha pembangunan. Bersamaan
dengan itu setiap tingkat kemajuan pembangunan akan memberikan
kemungkinan yang lebih besar guna mendorong perbaikan kesehatan
rakyat pada umumnya.
II. KEADAAN DAN MASALAH
Selama Repelita II berkat adanya Inpres Bantuan Pembangunan
Sarana Kesehatan, jumlah Puskesmas meningkat menjadi 4.353 buah,
sehingga setiap kecamatan telah dapat dilayani oleh sekurangkurangnya sebuah Puskesmas. Sedangkan pada akhir Repelita I baru
terdapat 2.343 buah Puskesmas. Bila dibandingkan dengan keadaan
pada Repelita I di mana rata-rata penempatan dokter ke daerahdaerah di pelosok-pelosok hanya 10 — 15 dokter tiap tahun, dalam
Repelita II setiap tahun telah ditempatkan .sekitar 500 tenaga dokter
ke Puskesmas di Daerah-daerah. Apabila dalam Repelita II direncanakan 50% Puskesmas di Jawa/Bali dan 40% di luar Jawa/Bali
dipimpin oleh dokter, maka pada tahun 1978 sudah 87% dari seluruh
Puskesmas telah dipimpin oleh dokter. Namun demikian jangkauan
Puskesmas masih belum memadai maka pada waktu akhir-akhir ini
Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) sudah mulai dikembangkan. Meskipun telah terdapat peningkatan jangkauan pelayanan KIA, sasaran terhadap bayi baru tercapai sekitar 17 - 21%,
terhadap ibu hamil sekitar 19 21% dan terhadap anak prasekolah baru mencapai sekitar 5 — 6%. Jumlah kunjungan rata-rata
per hari ke Puskesmas telah mencapai lebih dari 50 orang. Dalam
kegiatan usaha kesehatan sekolah semua SD dapat dicakup, sekitar
75% guru dapat dilatih, dan setiap SD dapat dilengkapi dengan
perlengkapan kesehatan sekolah.
Dalam rangka pengembangan Rumah-rumah Sakit, hasil yang dicapai di antaranya ialah penyempurnaan organisasi/pengelolaan
Rumah Sakit, penempatan penggolongan Rumah Sakit, pengembangan
statistik kedokteran rumah sakit (catatan medik), pelaksanaan sistim
86
rujukan disebagian besar Propinsi untuk melayani RSU Kabupaten/
Kotamadya dan pembentukan Unit Rehabilitasi Medis. Dalam usaha
pelayanan kesehatan jiwa, kunjungan berobat jalan penderita gangguan jiwa naik dengan 29% terhadap keadaan pada Repelita I,
kegiatan usaha kesehatan gigi sekolah telah dapat diperluas dari 96
Dati II pada Repelita I hingga meliputi 115 Dati II, pemeriksaan
sediaan laboratorium meningkat dengan lebih dari 100% pada tahun
1976 terhadap keadaan pada Repelita I. Dalam rangka pemberantasan penyakit malaria di Jawa dan Bali, telah dilaksanakan
kegiatan-kegiatan penyemprotan rumah, pembasmian larva, sehingga
angka kesakitan malaria diperhitungkan akan menurun dari 400
per 100.000 penduduk pada tahun 1973, menjadi 100 per 100.000
penduduk pada tahun 1979. Pada tahun 1975 di luar Jawa dan Bali
angka kesakitan sekitar 100 per 1.000 penduduk.
Indonesia telah dinyatakan "bebas cacar" oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pada tanggal 25 April 1974. Penyakit patek
tidak terdapat meluas lagi kecuali di beberapa tempat di luar Jawa
dan Bali.
Dalam usaha pemberantasan penyakit TBC paru-paru dilakukan
kegiatan pengobatan penderita, di samping pencegahan dengan penyuntikan BCG terhadap anak umur 0 — 1 dan 12 13 tahun.
Dalam periode Repelita II sampai akhir tahun 1977 telah diobati
sejumlah 57.000 penderita dan dilakukan kurang lebih 18 juta penyuntikan BCG.
Untuk pemberantasan penyakit saluran pencernakan berat/
muntah berak atau kolera telah ditingkatkan jumlah pusat-pusat
pengobatan dengan cairan di luar Rumah Sakit; demikian pula penggunaan larutan gula garam sebagai pencegah kehilangan cairan badan
sebagai akibat muntah berak telah semakin meluas. Karena itu angka
kematian penderita kolera dapat diturunkan dari 16% dalam tahun
1972 menjadi 3,5% pada akhir Repelita II.
Dalam rangka pemberantasan penyakit demam berdarah jenis
Dengue karena virus, angka kematian juga dapat diturunkan dari
9,3% pada tahun 1972 menjadi 2,5% pada akhir Repelita II,
87
karena kebanyakan dokter-dokter anak telah diberi pengertian mengenai diagnosa dan pengobatannya, dan juga karena wabah penyakit
ini dilaporkan lebih dini. Untuk melengkapi usaha pemberantasan
penyakit menular, kegiatan penyuntikan kekebalan (immunisasi) mulai
diperluas dengan vaksinasi TFT (Tetanus Formol Toxoid) pada ibu
hamil dan SPT (Diphteria-Pertusis Tetanus) pada bayi.
Dalam rangka pengembangan sarana air minum pedesaan dan
jamban keluarga, sejak tahun 1973/1974 dan berkat adanya Inpres
Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan, sampai dewasa ini telah
dicapai berbagai hasil dengan dibangunnya antara lain sumur pompa
tangan sekitar 80.000 buah, jamban keluarga sekitar 1.000.000 buah,
3.779 perpipaan dan berbagai sarana air bersih lainnya.
Dalam Repelita II mulai dilakukan pengawasan terhadap pencemaran air dan badan air, termasuk pula pengawasan dan pemeriksaan kwalitas air minum. Dibandingkan dengan sasaran Repelita II
hasil yang dicapai sudah cukup tinggi namun bila dibandingkan dengan kebutuhan hasil tersebut masih harus ditingkatkan lagi.
Dalam usaha peningkatan status gizi masyarakat, telah dilaksanakan pencegahan kekurangan vitamin A terhadap 7 juta anak umur
1 — 4 tahun dengan berbagai cara, di antaranya mencakup lebih dari
2 juta anak umur 1 — 4 tahun dengan pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi (200.000 I.U.); pencegahan gondok akibat kekurangan
yodium (gondok endemik) yang mencakup 1 juta penduduk di daerah
gondok endemik tinggi, terutama yang tinggal di pegunungan; usaha
perbaikan gizi keluarga (UPGK) telah dilaksanakan di 25 propinsi
yang meliputi sekitar 176 Kabupaten dan 688 Kecamatan dengan kegiatan yang antara lain berupa penyuluhan gizi dan latihan kader gizi;
di samping itu juga telah dilaksanakan penyuluhan gizi intensif dengan pemberian makanan tambahan kepada 22.400 anak balita penderita kekurangan kalori dan protein (KKP) ringan/sedang di 631
desa.
Dalam usaha memperkuat aparatur penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM), telah dididik sejumlah tenaga-tenaga spesialis PKM,
demikian pula telah diproduksi sejumlah media pendidikan.
88
Dalam rangka mengembangkan peran-serta masyarakat, telah diselenggarakan daerah-daerah kerja intensif di berbagai Puskesmas, dengan menggunakan pendekatan edukatif dalam mengembangkan peran-serta masyarakat dalam kegiatan-kegiatan kesehatan.
Dalam bidang pengawasan obat dan makanan telah dilaksanakan
pengembangan prasarana yang cukup memadai, yaitu berupa berbagai
peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan obat,
makanan dan minuman, kosmetika dan alat kesehatan, obat tradisional, narkotika dan bahan obat berbahaya, demikian pula ketentuanketentuan di bidang persyaratan produksi dan distribusi, pembakuan
mutu dan lain-lain. Demikian pula telah didirikan laboratorium-laboratorium pengujian di Pusat dan di 17 Ibukota Propinsi. Dalam bidang pengawasan telah dilaksanakan peningkatan pengawasan, bim bingan, penyuluhan, pembinaan dan pengembangan badan-badan produksi dan distribusi serta pendaftaran.
Dalam bidang penelitian dan pengembangan kesehatan telah didapat berbagai hasil penelitian yang meliputi bidang-bidang pelayanan
kesehatan, penyakit, gizi, kefarmasian, lingkungan fisik, pengelolaan
kesehatan dan pengembangan teknologi kesehatan termasuk pemeriksaan laboratoris. Kemampuan penelitian baik tenaga maupun sarana
penunjangnya telah pula ditingkatkan.
Dalam rangka pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan,
telah ditempatkan berbagai tenaga kesehatan, pengembangan pendidikan perawat kesehatan, pengembangan pendidikan tenaga sanitasi,
dan pengembangan pendidikan dan latihan tenaga gizi serta penataran pengelolaan tenaga kesehatan.
Dalam bidang penyempurnaan efisiensi aparatur pemerintahan, telah ditingkatkan kegiatan pengawasan, penyempurnaan organisasi dan
ketata-laksanaan, peningkatan kemampuan perencanaan dan penilaian
serta peningkatan prasarana fisik lainnya tersebar di pusat maupun di
daerah.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam Repelita II jelas terdapat penyebaran berbagai fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan ke daerah-daerah, peningkatan tersedianya sarana
89
sanitasi di pelosok-pelosok serta peningkatan berbagai kegiatan kesehatan lainnya. Disadari bahwa apa yang telah dicapai tersebut masih
perlu ditingkatkan dan diperluas dalam rangka melayani kebutuhan
masyarakat yang makin meningkat.
Masalah-masalah pokok di bidang kesehatan dalam Repelita III,
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Masalah lingkungan fisik dan biologis.
Masalah-masalah lingkungan yang „mati” (fisik) dan lingkungan
yang „hidup” (biologis) yang erat hubungannya dengan masih tingginya angka kesakitan penyakit-penyakit menular di Indonesia, antara
lain adalah : adanya iklim tropis yang memungkinkan berkembang
biaknya dengan mudah penyebab-penyebab penyakit (antara lain
bakteri, virus, parasit), adanya tempat-tempat pembiakan alamiah
yang terpencar-pencar di daerah yang luas mengelilingi tempat pemukiman, adanya sumber penularan penyakit serta adanya kondisi,
kebiasaan dan tindakan-tindakan penduduk yang memungkinkan terjadinya tempat-tempat biakan lainnya. Masalah-masalah fisik lainnya
yang dapat mempengaruhi timbulnya beberapa penyakit menular adalah masalah air bersih, pembuangan kotoran dan sanitasi perumahan
yang jelek. Pencemaran lingkungan oleh bahan buangan industri telah
mulai dirasakan di kota-kota di mana terdapat pusat-pusat industri.
2.
Masalah lingkungan sosial dan budaya, pengembangan kesadaran pengertian darn peran-serta masyarakat.
Masalah kemiskinan yang dinyatakan oleh rendahnya tingkat
pendidikan, penghasilan per kapita, produksi per kapita, konsumsi
per kapita (dalam bidang sanitasi, gizi, pelayanan kesehatan dan
sebagainya), dan adanya faktor-faktor tradisi yang ketat, sistim nilainilai sosial yang berlaku di tiap-tiap kelompok suku bangsa, serta
kepercayaan akan takhayul merupakan faktor-faktor yang menghambat usaha-usaha menggerakkan potensi masyarakat untuk ikut berperan-serta dalam pembangunan kesehatan. Masalah lingkungan sosial lainnya yang dirasakan sebagai hambatan kearah tercapainya
tujuan program kesehatan, adalah kekurangan-kekurangan dalam sis-
90
tem pelayanan melalui Puskesmas dan Rumah Sakit, dan belum dijalinnya kerjasama yang mantap antara Pemerintah dan sektor swasta
dalam segi teknis maupun administratip.
3.
Masalah peranan wanita dalam pembangunan.
Terbatasnya pendidikan dan kurangnya ketrampilan dasar yang dimiliki kaum wanita pada umumnya menyebabkan kurangnya ketrampilan dan kesadaran akan manfaat pemeliharaan kesehatan. Kekurangan pengetahuan tersebut menyebabkan tidak dapat terselenggaranya pemeliharaan kesehatan anak dan keluarga sebagaimana mestinya termasuk pula tidak terpenuhinya kebutuhan gizi terutama untuk
anak-anak BALITA. Keadaan tersebut mempengaruhi taraf kesehatan
keluarga, juga mempengaruhi pertumbuhan jasmani maupun kemampuan rokhani anak di masa depan. Kecuali itu kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan, kesehatan lingkungan dan gizi menyebabkan
pula tingkat kematian bayi yang tinggi bahkan menimbulkan kemungkinan lahirnya bayi yang lemah jasmani dan rokhaninya.
4.
Masalah gangguan terhadap status kesehatan masyarakat.
Mengingat keadaan lingkungan seperti yang telah dikemukakan,
terutama di daerah pedesaan terdapat berbagai penyakit menular yang
angka kesakitannya tinggi, seperti penyakit kulit, penyakit kolera,
tipus, penyakit cacing dan penyakit saluran pencernaan lainnya serta
penyakit mata. Terdapat pula berbagai penyakit yang ditularkan
melalui nyamuk, seperti malaria, demam berdarah dan kaki gajah
(filariasis); juga terdapat penyakit-penyakit yang sumber penularan
masih banyak terdapat di Indonesia, seperti TBC paru-paru, penyakit
saluran pernafasan lainnya yang akut. Penyakit kejang-kejang
(tetanus), batuk rejan (pertusis) dan dipteria angka kesakitannya
masih cukup tinggi. Kecelakaan lalu-lintas juga mengambil korban
jiwa yang besar.
Untuk
kelahiran
kematian
kematian
tahun pertama Repelita III (1979) diperhitungkan angka
kasar adalah kurang lebih 36 per 1.000 penduduk, angka
kasar adalah sebesar 16 per 1.000 penduduk dan angka
bayi adalah 100 per 1.000 kelahiran bayi hidup; sedangkan
angka kesakitan per 1.000 penduduk pada suatu waktu adalah sekitar 50, diperkirakan dalam waktu-waktu mendatang angka ini akan
lebih menurun.
Kurang lebih sepertiga anak-anak BALITA diduga menderita
Kurang Kalori Protein (KKP) dalam berbagai tingkat, kekurangan
Vitamin A dan anemia gizi besi. Sebagian dari anak-anak BALITA
berada pada tingkat kebutaan akibat kekurangan vitamin A. Di
kalangan wanita hamil dan menyusui umumnya dijumpai kekurangan zat besi dalam bentuk anemia gizi besi; di samping itu ada pula
yang menderita KKP. Penyakit gondok endemik akibat kekurangan
yodium diderita oleh anak-anak dan dewasa, terutama yang tinggal
di daerah pegunungan. Akibat dari kekurangan yodium ini ada di antaranya telah menderita cacat fisik, mental, dan tunarungu-bicara.
5. Masalah Pelayanan Kesehatan.
Dewasa ini tiap kecamatan paling sedikit sudah mempunyai sebuah Puskesmas. Dirasakan bahwa penyebaran pelayanan kesehatan
belum merata sampai ke pelosok-pelosok, dan Puskesmas itu sendiri
di berbagai tempat digunakan di bawah kemampuannya. Di samping
itu sistem pelayanan kesehatan yang terpadu dan bermutu belum dapat dilaksanakan seperti yang diharapkan. Pada tahun 1978 sekitar
13% dari keseluruhan Puskesmas yang ada belum mempunyai dokter.
Umumnya pencakupan Puskesmas meliputi luas daerah dengan garis
tengah 5 km, yang meliputi kurang dari 25% penduduk. Pada umumnya sekitar 50% penduduk yang sakit mencari pengobatan dan dari
yang mencari pengobatan hanya sekitar 20% yang dilayani oleh fasilitas-fasilitas dan sistem pelayanan umum melalui Puskesmas. Masalah
rendahnya penggunaan Puskesmas berhubungan erat antara lain dengan tersedianya tenaga Puskesmas, obat-obatan yang diperlukan, letak
geografis Puskesmas terhadap tempat konsentrasi penduduk, masalah
tarif dan pembayaran-pembayaran lainnya dan pelayanan-pelayanan
oleh dukun di lain fihak.
Sebagian besar Rumah Sakit Kabupaten belum mempunyai tenaga
ahli, sarana tempat kerja, sarana penunjang lainnya dan cara pengelolaan yang belum memadai dengan tingkat Rumah Sakit kelas C.
92
Pada umumnya dirasakan bahwa sistem pelayanan kesehatan Puskesmas rumah sakit dan rujukannya, belum dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat yang ada.
6. Masalah Tenaga Kesehatan.
Masalah-masalah dalam pengembangan tenaga kesehatan pada
umumnya adalah sebagai berikut :
a. Kebijaksanaan pengembangan tenaga kesehatan dirasakan masih
belum mantap. Masih sering terdapat kurangnya kordinasi di antara komponen-komponen dalam proses pengembangan tenaga kesehatan, yaitu perencanaan, pendidikan dan latihan, serta penggunaan tenaga kesehatan.
b. Fasilitas-fasilitas pendidikan tenaga kesehatan dirasakan masih
kurang memadai sesuai dengan kebutuhan yang makin meningkat.
c. Sistem pengelolaan kesehatan yang baru dirintis belum sepenuhnya memungkinkan pembinaan tenaga kesehatan yang berdasarkan
sistem karier dan prestasi kerja.
Dalam Repelita III diperkirakan akan tersedia tenaga kesehatan
untuk program pembangunan di bidang kesehatan sejumlah sekitar
3.000 dokter, 300 dokter gigi, 200 apoteker, 1.000 sanitarian, serta
18.000 perawat kesehatan.
7.Masalah Efisiensi, Ketatalaksanaan dan Sarana Penunjang
lainnya.
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dirasakan bahwa program-program penunjang perlu ditingkatkan, seperti usaha-usaha peningkatan efisiensi dan ketatalaksanaan bidang kesehatan, terutama
sistem informasi kesehatan, perencanaan dan penilaian, pengawasan
pelaksanaan, administrasi dan ketatalaksanaan materiil, sarana hukum,
penelitian dan pengembangan serta peningkatan pembinaan saranasarana penunjang lainnya yang diperlukan.
Salah satu sarana penunjang lainnya yang panting ialah penyediaan
obat yang makin merata dalam jumlah yang memadai dan dengan
harga yang terjangkau oleh masyarakat luas.
93
Selama Repelita II nampak telah adanya peningkatan produksi
obat-obatan baik yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik dalam rangka
PMA maupun PMDN. Produksi obat-obatan tradisional masih perlu
ditingkatkan dan dikembangkan berhubung dengan masih besarnya
kebutuhan tersebut dewasa ini dan dalam Repelita III nanti. Di
samping itu dapat ditambahkan bahwa harga obat-obat dewasa ini
masih dirasakan belum dapat terjangkau oleh masyarakat luas.
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
1. Sesuai 1dengan arah pembangunan Nasional seperti yang dikemukakan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, maka tujuan umum
pembangunan kesehatan ialah untuk mengusahakan kesempatan yang
lebih luas bagi setiap penduduk untuk memperoleh derajat kesehatan
yang sebaik-baiknya dengan mengusahakan pelayanan kesehatan yang
lebih luas, lebih merata dan terjangkau terutama masyarakat berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota, serta dengan peran-serta
aktif dari masyarakat.
2. Selanjutnya pembangunan kesehatan dalam Repelita III terutama diarahkan untuk tercapainya tujuan-tujuan pokok, yaitu
a. Adanya pengurangan kesakitan dan akibat-akibatnya;
b. Adanya peningkatan status gizi masyarakat;
c. Tersedianya dan digunakannya tenaga serta sarana kesehatan lainnya secara merata, yang sejauh mungkin memenuhi kebutuhan
kesehatan masyarakat;
d. Adanya peningkatan usaha serta sarana kesehatan lingkungan yang
digunakan, dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat;
e. Adanya pengembangan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat
dan adanya peran-serta dan swadaya masyarakat untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat; dan
f. Adanya perkembangan keluarga sejahtera, yaitu meningkatnya
jumlah keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
3. Untuk tercapainya tujuan-tujuan pokok di atas, yaitu dalam
rangka peningkatan taraf kesehatan rakyat, maka kegiatan dalam peningkatan pelayanan kesehatan dilakukan atas landasan kebijaksanaan
umum sebagai berikut:
94
a.
Pelayanan kesehatan ditujukan terutama kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota.
b. Pelayanan kesehatan diutamakan pada usaha kesehatan pencegahan dan pembinaan.
c. Kegiatan-kegiatan dalam pelayanan orang sakit diutamakan pengobatan jalan.
d. Sistem pelayanan kesehatan ditujukan untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara merata dengan peran-serta aktif dari
masyarakat, termasuk pengobatan tradisional yang telah terbukti
efektif.
4. Keseluruhan pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan dilakukan
atas landasan kebijaksanaan operasional sebagai berikut :
a.
Pelayanan kesehatan dilakukan melalui sistem pelayanan kesehatan Puskesmas dan rujukannya.
Pada akhir Repelita III diharapkan sejauh mungkin sistem
tersebut telah dapat memberikan dan menyediakan pelayanan kesehatan dalam arti luas kepada masyarakat secara merata, berhasilguna dan berdaya-guna, dengan peran-serta masyarakat dan dapat
diterima oleh masyarakat, yaitu agar supaya setiap orang yang
membutuhkannya dapat memperolehnya dengan mudah dan agar
dapat mengurangi masalah kesehatan yang ada.
b. Untuk menunjang sistem pelayanan tersebut berbagai kegiatan yang
diperlukan adalah sebagai berikut :
Peningkatan pelayanan kesehatan, masyarakat, Peningkatan pelayanan rumah sakit, Pemberantasan penyakit yang meliputi penyakit menular dan tidak menular, Perbaikan Gizi, Peningkatan
Kesehatan Lingkungan, Pengembangan Tenaga Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Pengawasan obat, makanan dan
sebagainya, Peningkatan manajemen kesehatan serta Penelitian
dan Pengembangan.
c. Pengembangan tenaga kesehatan yang terarah dan menyeluruh diutamakan dalam periode Repelita III mencakup tiga komponen
95
kegiatan yaitu perencanaan, pendidikan dan latihan serta penggunaan tenaga kesehatan; kegiatan ini akan lebih ditingkatkan
dengan serasi.
d. Pengembangan kebijaksanaan pengadaan obat-obatan yang efektif
dan terarah sehingga dapat diwujudkan tersedianya obat-obatan
pokok yang cukup dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat
luas.
Hal ini merupakan salah satu syarat mutlak bagi terselenggaranya pemerataan pelayanan kesehatan. Dalam hubungan ini
akan dilakukan antara lain pembinaan dan pengarahan yang makin mantap di bidang industri obat-obatan serta penyebarannya.
Dalam pada itu pengembangan dunia usaha di bidang pembuatan
bahan baku obat-obatan akan digairahkan melalui berbagai macam
langkah kebijaksanaan.
e. Dalam rangka menggairahkan dunia usaha di bidang obat-obatan
ini akan ditinjau kembali perizinan-perizinan, baik mengenai
materi dan prosedur memperoleh perizinan. Materi perizinan yang
sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan kebijaksanaan akan dicabut
sedangkan prosedur perizinan disederhanakan untuk mempercepat
pelayanan dan memberikan kepastian bagi dunia usaha. Akan
ditinjau pula pungutan-pungutan yang terkait dengan perizinan
tersebut. Pungutan-pungutan yang memberatkan dunia usaha akan
dihapuskan. Dengan demikian basil peninjauan perizinan-perizinan
tersebut harus dapat memperlancar dan meningkatkan efisiensi
pengembangan dunia usaha di bidang obat-obatan.
Sementara itu makin ditingkatkan pembinaan perusahaanperusahaan milik negara di bidang obat-obatan agar perusahaan
ini dikelola secara mantap sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi
perusahaan yang sehat, efisien dan hemat sehingga dapat membantu meningkatkan keuangan negara serta meningkatkan mutu
pelayanannya kepada masyarakat. Selanjutnya perusahaan negara
sebagai unsur aparatur negara, ia harus pula secara aktif ikut
mengamankan program kebijaksanaan Pemerintah di bidang stabilitas ekonomi dan di bidang pengembangan dunia usaha golong-
96
an ekonomi lemah serta di bidang-bidang kebijaksanaan ekonomi
lainnya.
f. Sistem pelayanan kesehatan tersebut perlu ditunjang oleh aparatur
pelaksanaan yang mampu, bersih, berwibawa dan penuh pengabdian kepada tugasnya, di samping adanya struktur organisasi dan
tatalaksana yang memadai sesuai dengan keperluan yang ada.
Dalam hubungan ini akan dilanjutkan penertiban aparatur pelaksana sistem pelayanan kesehatan dan akan makin ditingkatkan
dan dimantapkan pelaksanaan pengawasan baik pengawasan
fungsional maupun pengawasan pimpinan terhadap bawahan dalam
pelaksanaan tugasnya. Mengingat perkembangan dan kemampuan
daerah, disentralisasi usaha kesehatan akan dilaksanakan secara
bertahap. Sesuai keadaan, yang ada perlu dilakukan kegiatankegiatan yang berdasarkan azas dekonsentrasi atau azas perbantuan. Keserasian antara kegiatan Pembangunan Pusat dan Daerah,
antara program kesehatan dengan sektor pembangunan lainnya
akan lebih ditingkatkan. Demikian pula sistem informasi pengelolaan kesehatan akan lebih ditingkatkan.
PROGRAM-PROGRAM DAN SASARAN
Program-program pembangunan kesehatan dalam Repelita III adalah merupakan usaha yang menyeluruh dan terpadu untuk memanfaatkan sarana-sarana yang terbatas dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah dikemukakan di atas dimaksudkan sebagai pedoman umum untuk melaksanakan
program-program pembangunan di bidang kesehatan.
1. Program Pelayanan Kesehatan.
Agar supaya usaha peningkatan pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka seluruh kegiatan dan sarana
pelayanan kesehatan diusahakan untuk berada dalam suatu sistem
pelayanan kesehatan yang efektif dan serasi. Pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan tersebut, akan dilakukan terutama melalui sistem
rujukan yang timbal balik antara masyarakat, Puskesmas, Rumah
Sakit di semua tingkat.
97
Pelayanan kesehatan masyarakat akan ditingkatkan melalui pendekatan dan usaha-usaha sebagai berikut :
a Pemerataan pelayanan kesehatan ditujukan sampai ke desa-desa.
Untuk ini secara bertahap diperlukan pembangunan Puskesmas
baru dan Puskesmas Pembantu.
b, Peningkatan fungsi Puskesmas dengan meningkatkan usaha-usaha
kesehatan. Untuk ini kemampuan tenaga yang bekerja di Puskesmas perlu ditingkatkan, dengan mengingat jenis dan jumlah
pelayanan yang perlu dilakukan, serta luas dan keadaan wilayah
kerjanya.
c. Pengadaan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan kebutuhan,
serta pendaya-gunaannya akan terus ditingkatkan.
d. Sistem rujukan lebih diperkuat dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan disetiap tingkat sampai ke tingkat desa dan
meningkatkan fasilitas komunikasi yang diperlukan.
e. Meningkatkan pengelolaan unit-unit pelaksana pelayanan kesehatan baik dalam bidang teknis maupun administratif.
f. Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan masyarakat desa
(PKMD) peran-serta masyarakat ditingkatkan, sehingga memperluas jangkauan pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan
mutu hidup serta kesejahteraan keluarga. Dalam mengembangkan
PKMD tersebut, kerja-sama dengan sektor lain termasuk swasta,
perlu terus-menerus ditingkatkan. Usaha swadaya masyarakat
dalam bidang kesehatan meliputi antara lain pengadaan promotor
kesehatan desa atau tenaga sejenis, dan nasehat serta lain-lain kegiatan pembangunan yang menunjang peningkatan taraf kesehatan
dan kecerdasan rakyat.
Program pelayanan kesehatan masyarakat terutama meliputi kegiatan-kegiatan pengembangan Puskesmas, pembangunan kesehatan
masyarakat desa, kesehatan gigi, pelayanan laboratorium dan pelayanan kesehatan Rumah Sakit. Kegiatan-kegiatan lainnya yang juga
menunjang sistem pelayanan kesehatan masyarakat dimasukkan dalam
berbagai program kesehatan lainnya.
98
(1) Puskesmas.
Dalam Repelita III direncanakan adanya peningkatan fungsi
Puskesmas melalui peningkatan fasilitas medis dan tenaga, dalam
rangka meluaskan jangkauan pelayanan Puskesmas. Hal ini mengingat bahwa fungsi pokok Puskesmas pada dasarnya ialah :
Pertama, melaksanakan usaha kesehatan d a l a m
rangka meningkatkan status kesehatan masyarakat dan mengurangi angka kesakitan.
Kedua, membina masyarakat di wilayah kerjanya untuk berperanserta secara aktif dalam usaha kesehatan, serta memberi pengayoman
terhadap usaha-usaha kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat.
Direncanakan bahwa pada akhir Repelita III, Puskesmas-Puskesmas telah dapat meningkatkan fungsinya yang mengarah kepada
dua belas jenis usaha kesehatan. Ke dua belas usaha tersebut adalah:
pengobatan, kesejahteraan ibu dan anak & keluarga berencana,
pemberantasan penyakit menular, hygiene sanitasi, penyuluhan kesehatan masyarakat, perawatan kesehatan masyarakat, pencatatan dan
pelaporan, peningkatan gizi, kesehatan sekolah, kesehatan gigi, kesehatan jiwa serta laboratorium sederhana.
Dalam Repelita III kecamatan dengan penduduk lebih dari 30.000
orang atau kecamatan yang wilayahnya cukup luas, direncanakan
akan ditambah dengan Puskesmas baru. Dalam Repelita III setiap
Balai Pengobatan atau Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak secara administratif telah menjadi bagian integral dari Puskesmas dan disebut
Puskesmas Pembantu. Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan di desa dan penduduk berpenghasilan rendah, dengan mempertimbangkan adanya usaha pelayanan kesehatan swasta, maka setiap
Puskesmas ditunjang dengan dua sampai lima Puskesmas Pembantu
yang bersifat serba guna dan sederhana, dengan tenaga seorang perawat kesehatan dan seorang tenaga pembantu. Di samping itu akan
dikembangkan pula Pos-pos Kesehatan dengan swadaya masyarakat.
Sesuai dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut di atas direncanakan dalam Repelita III akan dibangun sekitar 800 Puskesmas baru
dan Puskesmas Pembantu menurut keperluan.
Untuk melaksanakan fungsi-fungsi Puskesmas dengan sebaik-baiknya, diperlukan berbagai jenis tenaga kesehatan. Direncanakan bah-
99
wa pada akhir Repelita III, setiap Puskesmas telah mempunyai sejumlah tenaga kesehatan yang dapat melaksanakan fungsi Puskesmas
tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan. Tenaga perawat dan bidan
yang ada akan dilatih kembali sehingga menjadi tenaga perawat
kesehatan yang bersifat serba guna, sehingga khususnya pada setiap
Puskesmas Pembantu, tenaga tersebut akan dapat melaksanakan sebagian dari usaha kesehatan pokok secara menyeluruh, baik pengobatan, pencegahan maupun pemulihan kesehatan. Untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan tenaga Puskesmas, secara
berkala diusahakan pengiriman bahan-bahan informasi ilmiah dan
umum, terutama yang berkaitan dengan program. Juga pelaksanaan
peraturan penempatan tenaga Puskesmas dilakukan secara lebih tertib.
Di samping itu pengobatan jalan dan perawatan penderita sebagai kegiatan dari Puskesmas akan makin dikembangkan. Pengobatan
jalan dan perawatan bertujuan untuk menentukan diagnosa dini,
memberikan pengobatan dan perawatan kepada orang sakit untuk
mengurangi penderitaan dan mencegah terjadinya cacat atau kematian. Dengan demikian dapat dilakukan pengobatan dan perawatan
terhadap penyakit-penyakit yang tidak memerlukan keahlian, oleh
tenaga-tenaga bukan dokter ahli.
Pada akhir Repelita III pelayanan pengobatan diharapkan dapat
ditingkatkan dari 20% menjadi 40% penderita yang membutuhkan
pengobatan. Mutu pelayanan pengobatan baik yang meliputi cara,
tenaga maupun sarananya akan terus ditingkatkan. Selanjutnya pelayanan kesehatan mata akan ditingkatkan melalui penataran perawat
Puskesmas dan dengan memperluas sistem rujukan dengan memanfaatkan dokter ahli mata untuk memberikan pelayanan keliling di
Puskesmas den rumah sakit tertentu. Selain itu akan terus diusahakan
untuk melengkapi sarana/peralatan Puskesmas yang telah ada.
(2) Kesejahteraan Ibu dan Anak.
Dalam Repelita III pelayanan kesehatan terhadap Ibu dan Anak
serta pelayanan medis keluarga berencana ditingkatkan dengan meningkatkan peran-serta masyarakat, khususnya para ibu dalam melakukan antara lain, penimbangan berkala bayi dan anak di desa-desa
100
serta perawatan kesehatan keluarga di rumah-rumah. Akan dikembangkan cars perawatan dan pemberian makanan tambahan anakanak yang menderita kekurangan gizi tingkat gizi-buruk dalam kaitannya dengan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga.
Penyuluhan gizi dan bi1a perlu dengan pemberian makanan tambahan khususnya kepada para ibu, akan ditingkatkan. Tenaga kesehatan tradisional dimanfaatkan dengan memberi kursus-kursus dan
bimbingan teknis antara lain kepada dukun bayi. Pembinaan keluarga
diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga tersebut, yang
meliputi segi fisik maupun mental.
Tujuan pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah :
(i) menurunkan angka kesakitan dan kematian dui ibu, bayi dan
anak.
(ii) meningkatkan jangkauan pelayanan/pemeriksaan ibu hamil, ibu
nifas dan ibu meneteki, bayi dari 23% menjadi 50% dan anak
pra sekolah dari 5% menjadi 30% pada akhir Repelita III.
(iii) mencapai 13,5 juta pasangan usia subur peserta Baru keluarga
berencana dan 9,5 juta pasangan usia subur peserta lestari.
(iv) meningkatkan pencakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
terlatih, termasuk dukun bayi terlatih dari 21% menjadi 50%
pada akhir Repelita III.
(3) Usaha Kesehatan Sekolah.
Melalui Usaha Kesehatan Sekolah diharapkan angka kesakitan anak
sekolah dapat dikurangi, dan pencakupan pelayanan kesehatan terhadap anak sekolah dapat ditingkatkan sehingga dicapai anak didik
yang sehat.
Pada akhir Repelita III diharapkan usaha ini dapat mencakup sekitar 30.000 sekolah dasar, sehingga kumulatif akan dicakup sekitar
90.000 sekolah dasar, 10.000 sekolah lanjutan pertama dan 5.000
sekolah lanjutan atas.
Dalam rangka mencapai tujuan usaha tersebut, kegiatan pelayanan
yang dilakukan adalah :
(i) menemukan kelainan secara dini dan pengobatan sementara yang
dilakukan oleh guru sekolah, yang telah mendapatkan pendidikan dan latihan untuk itu,
101
(ii) menemukan anak luar biasa di antara anak sekolah yang dicakup,
dan
(iii) kunjungan secara berkala ke sekolah oleh perawat kesehatan
dari Puskesmas untuk memberikan immunisasi, penyuluhan kesehatan dan pengawasan lingkungan sekolah:
Untuk menunjang kegiatan usaha kesehatan sekolah tersebut, kegiatan kesehatan olah raga bagi anak sekolah ditingkatkan dengan menyediakan fasilitas latihan dan laboratorium-laboratorium pusat kesehatan olah raga.
(4) Perawatan Kesehatan Masyarakat.
Dalam kegiatan perawatan kesehatan masyarakat diharapkan
keluarga sebagai kesatuan yang terkecil dalam masyarakat akan mendapatkan perawatan, pelayanan dan bimbingan dalam bidang kesehatan. Sasaran dari kegiatan tersebut meliputi keluarga dan golongangolongan khusus dan pada akhir Repelita III diharapkan setiap
Puskesmas telah dapat melaksanakan kegiatan perawatan kesehatan
masyarakat tersebut dengan mengadakan pembinaan terhadap keluarga-keluarga dan golongan-golongan khusus yang sangat memerlukan.
Kegiatan perawatan kesehatan masyarakat tersebut meliputi : pemberian bimbingan kesehatan secara intensif kepada individu/keluarga,
pemberian pelayanan perawatan dan tindak lanjutnya kepada individu/keluarga di rumah, dalam rangka pelayanan kesehatan paripurna di dalam menunjang kegiatan pelayanan kesehatan Ibu dan
Anak, keluarga berencana dan kegiatan pengobatan; mengadakan
kunjungan berkala kepada kelompok-kelompok sosial khusus dalam
rangka pengawasan dan bimbingan kesehatan.
Untuk memungkinkan turut sertanya wanita dalam pembangunan
kesehatan akan dimanfaatkan sarana-sarana pelayanan kesehatan seperti KIA, PUSKESMAS dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini
kaum wanita akan diikutsertakan dalam mengembangkan berbagai kegiatan pembangunan kesehatan terutama dalam lapangan pembinaan
kesehatan masyarakat desa, peningkatan keadaan gizi terutama untuk
anak-anak di bawah umur lima tahun, dan lain sebagainya.
102
(5) Kesehatan Gigi.
Usaha kesehatan gigi ditujukan untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, terutama melalui pemerataan dan peningkatan
pelayanan kesehatan gigi.
Langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut ditempuh melalui
berbagai kegiatan :
(i) Meningkatkan pelayanan di Puskesmas, yang meliputi usaha
penyebaran dokter gigi di Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II
guna mengkordinir dan pengawasan usaha kesehatan gigi di Puskesmas, menyediakan fasilitas dan tenaga perawat gigi di 1.250
Puskesmas yang saat ini belum mempunyai fasilitas tersebut,
meningkatkan usaha kesehatan gigi sekolah selektip, di samping
usaha penyuluhan/pencegahan penyakit gigi melalui integrasi
dengan UKS, dan mengadakan peningkatan kesehatan gigi dan
mulut dengan mengembangkan kebiasaan yang positif pada keluarga termasuk anak-anak.
(ii) Peningkatan pelayanan di Rumah Sakit yang meliputi usaha menyediakan fasilitas kerja dan tenaga dokter gigi di 104 RSU kelas
D yang belum mempunyai fasilitas tersebut, menyediakan peralatan serta meningkatkan kemampuan dokter gigi di bidang
bedah mulut sederhana pada RSU kelas C, menyediakan pelayanan bedah mulut di RSU kelas B dengan memperhitungkan penyediaan dokter ahli bedah mulut untuk pelayanan tersebut,
menyediakan fasilitas untuk menghasilkan gigi buatan di RSU
kelas B dan C, termasuk penempatan tenaga pengatur teknik gigi.
(iii) Kegiatan tersebut di atas perlu ditunjang antara lain dengan
menyediakan dan meningkatkan berbagai tenaga yang diperlukan, dan pengumpulan serta pengolahan data riwayat penyebaran penyakit gigi dan mulut.
(6) Kesehatan Jiwa.
Dalam rangka peningkatan dan pemerataan, pelayanan kesehatan
jiwa akan dilaksanakan usaha-usaha penyediaan sarana pelayanan
termasuk penunjangnya di tempat-tempat yang belum ada, penam-
103
bahan dan penyebaran tenaga kesehatan jiwa, integrasi pelayanan
kesehatan jiwa di Puskesmas dan RSU.
Langkah-langkah tersebut baik yang bersifat pemerataan ataupun
peningkatan pelayanan antara lain mencakup kegiatan-kegiatan :
(i) menyediakan unit pelayanan kesehatan jiwa di RSU Propinsi/
Kabupaten/Kotamadya, secara bertahap berdasarkan kemampuan pembinaan oleh dokter ahli jiwa dan adanya dokter umum
yang berminat untuk diberi pendidikan tambahan dan melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa;
(ii) pembangunan barn RS Jiwa di Propinsi yang belum mempunyai RS Jiwa sesuai dengan kebutuhan;
(iii) meningkatkan serta mengembangkan kemampuan pelayanan kesehatan jiwa (pengobatan, pemulihan, pembinaan dan pencegahan) di RS Jiwa dan RSU;
(iv) menyelenggarakan integrasi pelayanan kesehatan jiwa ke dalam
Puskesmas;
(v) menambah unit pelayanan khusus dibeberapa RS Jiwa antara
lain untuk penanggulangan korban penyalahgunaan/ketergantungan obat serta kenakalan remaja di daerah perkotaan di mana
terdapat banyak kasus tersebut, dan lain-lain.
Kegiatan tersebut ,di atas masih perlu ditunjang dengan kerja sama
inter-departemental, inter-sektoral dan peran serta masyarakat untuk
menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatan. Di samping itu diperlukan
peningkatan pengetahuan serta penambahan tenaga medis, para-medis
dan non-medis sesuai keperluan, di samping perlunya peningkatan/
pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan, data pengobatan percobaan dan data riwayat penyebaran penyakit kejiwaan yang memadai,
untuk menunjang kemantapan pelayanan.
(7) Pelayanan Laboratorium.
Tujuan dari pelayanan laboratorium adalah untuk meningkatkan
kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan di tingkat Propinsi,
Kabupaten dan Puskesmas dalam rangka menunjang pelayanan kesehatan. Langkah-langkah untuk mencapai tujuan usaha pelayanan laboratorium kesehatan tersebut meliputi :
104
(i)
mengembangkan sarana fisik, peralatan medis, dan bahan-bahan kimia sesuai perkembangan kebutuhan dan permintaan di
bidang laboratorium,
(ii) peningkatan kwantitas dan kwalitas tenaga teknis di 26 laboratorium kesehatan untuk meningkatkan kemampuan pemeriksaan mikrobiologis terutama bakteriologi air dan air buangan,
pemeriksaan kimia terutama kimia air dan air buangan, pemeriksaan penyakit terutama pemeriksaan patologi klinik;
(iii) peningkatan kemampuan pemeriksaan di 6 laboratorium kesehatan kelas A di bidang pemeriksaan virus, racun, immunologi
terutama untuk demam berdarah (DHF) dan penyakit hati (hepatitis), dan
(iv) pemerataan pemeriksaan pelayanan laboratorium melalui pembinaan laboratorium di tingkat Kabupaten dan Kotamadya dan
Puskesmas serta pembangunan unit barn laboratorium Kabupaten/Kotamadya di 62 RSU kelas C.
Kegiatan di atas perlu ditunjang dengan mengusahakan pembakuan metode-metode pemeriksaan dan pengawasan mutu laboratorium,
penyebaran pengetahuan dan metodologi laboratorium kepada semua
tingkat laboratorium, pemantapan pelaksanaan fungsionalisasi laboratorium, pelayanan rujukan sediaan laboratorium untuk saling uji dan
konsultasi.
Jenis-jenis tenaga laboratorium yang dibutuhkan adalah sebagai
berikut : pada laboratorium kesehatan kelas A, sarjana kedokteran,
kimia, farmasi, biologi dan lulusan akademi analis; pada laboratorium Kabupaten/Kotamadya, tenaga analis; pada laboratorium Puskesmas tenaga yang dibutuhkan adalah tenaga perawat kesehatan yang
telah mendapatkan latihan khusus.
(8) Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).
Tujuan dari PKMD ialah untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dengan usaha-usaha swadaya masyarakat yang merupakan bagian integral dari pembangunan desa secara keseluruhan dalam
meningkatkan mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat. Dengan
105
peran-serta masyarakat melalui PKMD diharapkan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah disediakan oleh Pemerintah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pusat rujukan.
Jangkauan pelayanan kesehatan akan lebih luas dengan kegiatan
peran-serta masyarakat melalui PKMD dalam bentuk kegiatan promotor kesehatan desa sukarelawan atau tenaga sejenis, dana sehat,
dan lain-lain.
Kegiatan swadaya masyarakat dalam PKMD dibimbing, dibantu dan
diawasi oleh tenaga perawat kesehatan yang berkedudukan di Puskesmas, maupun di Puskesmas Pembantu, dan staf tingkat kecamatan dari sektor-sektor yang bersangkutan dalam pembangunan desa.
Mengingat keadaan dan kemampuan daerah, direncanakan seorang
perawat kesehatan bertanggung jawab untuk 2.500 sampai 10.000 penduduk, serta membimbing dan mengawasi 20 sampai 60 prokesa
dalam bidang teknis pelayanan kesehatan.
Pada akhir Repelita III diharapkan bahwa tiap Propinsi telah dimulai mengembangkan kegiatan PKMD di daerahnya.
(9) Peningkatan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit.
Dalam Repelita II telah banyak usaha-usaha peningkatan pelayanan
kesehatan melalui rumah sakit, namun masih banyak pula hal-hal yang
masih perlu ditingkatkan dan disempurnakan sehingga sasaran untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan dapat tercapai. Di dalam Repelita
III tujuan pokok peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan
melalui Rumah Sakit akan dicapai melalui usaha-usaha peningkatan
mutu tenaga, pemantapan pengelolaan dan penggunaan tenaga, peningkatan RS Pendidikan, penyebaran dokter ahli, pemantapan sistem
rujukan, peningkatan jumlah dan penggunaan tempat tidur, pemantapan pengelolaan dan struktur organisasi serta peningkatan sarana
penunjang seperti penyediaan obat-obatan, gedung dan peralatan baik
medis maupun non medis serta peningkatan pembinaan dan bantuan
kepada RS Swasta.
Usaha-usaha untuk pemerataan pelayanan rumah sakit meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut:
106
Pertama, pembangunan baru dan rehabilitasi RSU di Kabupaten/
Kotamadya dengan memperhatikan faktor kepadatan penduduk, keadaan geografis, pola angka kesakitan dan kebutuhan dari masyarakat
setempat.
Kedua, penempatan dokter ahli bedah, dokter ahli kandungan, dokter anak-anak dan dokter ahli penyakit dalam di 129 RSU, di antaranya dalam rangka peningkatan 62 RSU klas D menjadi klas C.
Langkah-langkah untuk pemerataan dokter ahli ini akan ditangani
secara inter-departemental mengingat tanggung jawab pendidikan
calon dokter ahli adalah pada Departemen P & K, serta penggunaan
dokter ahli selain untuk pelayanan di rumah sakit, juga sebagai tenaga
pendidik dari Departemen P & K. Langkah-langkah ini mengikut sertakan pula ikatan-ikatan profesi yang ada dan fihak swasta.
Di samping itu jumlah rumah sakit yang dimanfaatkan untuk pendidikan calon dokter ahli pada saat ini masih belum mencukupi, sehingga dipandang perlu untuk meningkatkan/mengembangkan beberapa RS Klas B agar dapat pula dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan tersebut secara memadai.
Ketiga, penataan sistem rujukan yang akan lebih dimantapkan,
yang meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut : pemantapan regionalisasi pelayanan RS Klas A dan Klas B; dan penetapan pusat-pusat
pelayanan sub-keahlian. Seperti diketahui pelayanan sub-keahlian
selain memerlukan sarana peralatan yang mahal juga perlu disertai
dengan penyediaan tenaga yang memadai, yang pada saat ini masih
terbatas jumlahnya, di samping pengalaman menunjukkan bahwa pelayanan sub-keahlian memerlukan biaya operasional yang tinggi.
Dengan adanya sentralisasi pelayanan keahlian hanya di beberapa
unit pelayanan saja, maka diharapkan penggunaan biaya secara berlebihan dapat diatasi, dan kebutuhan masyarakat yang memerlukan
pelayanan keahlian dapat pula dipenuhi. Selain itu peranan rumah
sakit swasta akan ditingkatkan dan dibina sehingga kegiatan rumahrumah sakit swasta ini dapat saling mengisi dan melengkapi dengan
kegiatan-kegiatan rumah-rumah sakit pemerintah.
Dalam rangka peningkatan pelayanan rumah sakit, akan dilakukan
berbagai kegiatan antara lain sebagai berikut :
107
(i) Meningkatkan penggunaan tempat tidur di rumah sakit terutama
dengan mengusahakan bantuan biaya obat-obatan dan lauk pauk
untuk rumah sakit milik Pemerintah Daerah, di samping mengusahakan bantuan untuk rehabilitasi dan renovasi sarana.
(ii) Meningkatkan kwalitas pelayanan rumah sakit kelas B yang sekarang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Otonom yang dimanfaatkan juga untuk pendidikan calon dokter. Untuk ini dipandang
perlu untuk memantapkan status pengelolaan rumah-rumah sakit
semacam itu.
(iii) Mengembangkan kegiatan pelayanan rehabilitasi medik melalui
pembentukan unit rehabilitasi preventif di setiap RSU klas A.
klas B dan klas C.
(iv) Mengembangkan pelayanan medis keluarga berencana dan pelayanan gizi di rumah sakit.
(v) Memanfaatkan rumah sakit pendidikan dan menambah unit pelayanan khusus antara lain untuk penanggulangan korban penyalah-gunaan/ketergantungan obat serta kenakalan remaja.
Kegiatan pemerataan dan peningkatan pelayanan rumah sakit tersebut perlu disertai dengan kegiatan penunjang di berbagai segi antara
lain dengan :
(a) Meningkatkan sistem pelayanan rumah sakit dan pengembangan
pencatatan medik di rumah sakit, serta penyempurnaan pelaporan
rumah sakit.
(b) Menyusun standarisasi organisasi, ketenagaan serta sarana peralatan serta menyusun standardisasi pelayanan medis, umum, pelayanan medis keahlian, pelayanan medis sub-keahlian, dan satuan-satuan biaya yang diperlukan.
(c) Menyusun pedoman perawatan umum dan keahlian serta pedoman tentang pelaksanaan rujukan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan yang ada.
(d) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tenaga medis, paramedis, non medis dengan mengadakan penataran dalam bidang
manajemen/administrasi, ICCU, PRU, pencatatan medik, radiologi, pengujian kesehatan.
108
(e) Menyusun ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan kedokteran
sosial misalnya tentang pengujian kesehatan pegawai, asuransi kesehatan, jasa raharja/kecelakaan, pelayanan terhadap orang tidak
mampu, pelayanan untuk cacad veteran, pelayanan rehabilitasi
veteran, pelayanan kecelakaan kerja.
Juga akan diusahakan penataan pelayanan pengobatan tradisional di RS.
(f) Meningkatkan fasilitas pemeliharaan dan peralatan medik dan
alat-alat elektronik kedokteran (elektro-medik) berdasarkan wilayah, serta kesehatan lainnya.
(g) Meningkatkan penyediaan obat-obatan dalam jumlah yang memadai dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas.
2. Program Pemberantasan Penyakit Menular
Usaha Pemberantasan Penyakit Menular, pada dasarnya merupakan
kelanjutan dari usaha-usaha yang telah dilakukan dalam Repelita II.
Tujuan pemberantasan penyakit menular dalam Repelita III adalah
menurunkan angka kesakitan, angka kematian atau jumlah penderita
sakit dan akibat-akibatnya yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat.
Dalam menentukan penyakit mana yang akan diberantas, dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut : angka kesakitan atau
angka kematian yang tinggi (termasuk yang bisa timbul sebagai wabah), menyerang terutama golongan anak-anak dan golongan usia
produktif, menyerang terutama penduduk di daerah pedesaan atau
penduduk yang berpenghasilan rendah di daerah perkotaan, menyerang terutama daerah-daerah pembangunan ekonomi, adanya metodologi yang berdaya-guna dan berhasil-guna untuk memberantas penyakit tersebut, serta adanya ikatan perjanjian dengan luar negeri
(International Health Regulation), Undang-undang Wabah dan Karantina.
Kegiatan pemberantasan penyakit menular sejauh mungkin diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan (pemberian kekebalan,
pengamatan penyakit, pengobatan di Puskesmas dan lapangan, dan
109
pencarian penderita). Beberapa hal yang masih memerlukan tindakan
khusus (antara lain penyemprotan, pengobatan massal dan penanggulangan kejadian luar biasa/wabah) akan dilaksanakan oleh tim
dari Kabupaten dengan mengikut sertakan Puskesmas yang bersangkutan sejak dari tahap perencanaan. Melalui program PKMD dimanfaatkan peran-serta masyarakat untuk menunjang kegiatan tersebut.
Cara pelaksanaan pemberantasan penyakit menular dilakukan antara lain dengan menghilangkan sumber/pembawa penyakit, memperbaiki lingkungan, mencegah hubungan dengan penyebab penyakit
atau memberikan kekebalan (immunisasi) kepada penduduk.
a. Pemberantasan penyakit malaria.
Kegiatan pemberantasan akan diperluas secara terbatas ke luar
Jawa-Bali. Hal ini sehubungan dengan perkembangan pembangunan
ekonomi yang akan meluas ke daerah luar Jawa, serta adanya peningkatan transmigrasi dan pemukiman kembali serta juga untuk melindungi hasil pemberantasan malaria selama Repelita II di JawaBali dari re-infeksi. Selama Repelita III, direncanakan kegiatan penyemprotan dilakukan terhadap sekitar 16,5 juta rumah-rumah dengan
DDT serta 2,5 juta rumah dengan Fenitrothion, dan pengobatan 54
juta penderita/tersangka malaria.
Pada akhir Repelita III diharapkan angka kesakitan di Jawa dan
Bali pada daerah dengan jumlah penderita malaria yang tinggi menjadi 7,5%o, sedang pada daerah dengan jumlah penderita yang rendah
menjadi 0,1 %. Di luar Jawa dan Bali, pada daerah di mana dilakukan penyemprotan DDT dan pengobatan, diharapkan jumlah penderita (dinyatakan dengan angka parasit) menjadi 2%, sedangkan pada
daerah di mana hanya dilakukan pengobatan raja, diharapkan jumlah
penderita menjadi antara 5% dan 10% dari seluruh penduduk daerah tersebut. Untuk mengurangi akibat sampingan yang merugikan,
penggunaan DDT akan diawasi dan dikendalikan dengan seksama. Di
samping itu, diusahakan secara berangsur-angsur penggunaan DDT
atau obat-obat sejenis yang tahan blank akan diganti dengan obatobatan lain yang dapat lapuk dengan cepat.
110
b.
Immunisasi.
Kegiatan immunisasi meliputi pencegahan terhadap penyakit tbc
paru-paru dengan vaksinasi BCG, penyakit dipteria, kejang-kejang
(tetanus), batuk rejan (pertusis) dengan vaksinasi DPT dan penyakit
kejang-kejang bayi baru lahir (tetanus-neonatorum) dengan vaksinasi
TFT. Direncanakan dalam Repelita III pencakupan immunisasi terhadap bayi berumur 3 — 14 bulan, anak Sekolah Dasar dan ibu
hamil akan berkisar antara 40---70%. Diharapkan pada akhir
Repelita III angka kesakitan/kematian akibat penyakit dipteria dan
tetanus akan turun sekitar 70%. Angka kesakitan dan kematian pertusis akan turun masing-masing sekitar 40% dan 70%. Terhadap
penyakit lumpuh (poliomyelitis) akan dilakukan percobaan untuk
mendapatkan dan menetapkan pola pelaksanaan vaksinasi bagi penyakit-penyakit tersebut, sedangkan terhadap penyakit campak dilakukan survai untuk mengetahui besarnya permasalahannya. Untuk
menjamin keberhasilan pelaksanaan kegiatan immunisasi diperlukan
pelaksanaannya secara teratur, menyeluruh diseluruh wilayah tanah air
sesuai dengan keperluan, dan untuk itu akan ditingkatkan penyediaan
sarana serta tersedianya vaksin yang memadai.
c.
Pemberantasan penyakit tbc paru-paru.
Di samping vaksinasi BCG untuk pemberantasan penyakit tbc
paru-paru akan ditingkatkan pengobatan terhadap penderita. Selama
Repelita III akan diobati sekitar 100.000 penderita, dan pada akhir
Repelita III dengan adanya berbagai usaha yang dilakukan, diharapkan angka kesakitan tbc paru turun sekitar 10% di daerah operasi.
d.
Pemberantasan penyakit kolera/muntah berak.
Usaha pemberantasan penyakit kolera dalam jangka pendek masih
tetap ditujukan untuk mencegah sejauh mungkin kematian penderita
kolera/muntah berak. Untuk itu akan ditingkatkan penemuan dan
pengobatan penderita sedini mungkin melalui peningkatan kewaspadaan akan timbulnya wabah (surveillance) dan penanggulangan wabah. Dalam jangka panjang pemberantasan penyakit kolera akan
lebih berhasil melalui perbaikan lingkungan hidup sehat, penyediaan
111
air minum yang bersih serta pembuangan kotoran (jamban keluarga) yang memenuhi syarat kesehatan. Diharapkan dalam Repelita
III jumlah kesakitan dan kematian karena kolera dan penyakit perut
lainnya akan menurun dengan jumlah yang memadai.
e. Pemberantasan penyakit patek (frambusia), kelamin dan kusta.
Usaha pencegahan timbulnya kembali patek di Jawa — Bali terus
dilaksanakan dengan cara penyelidikan setempat dan pengobatan di
daerah penularan. Peningkatan usaha pemberantasan di daerah-daerah lain, secara bertahap akan dilaksanakan sehingga diharapkan
pada akhir Repelita III, patek di Indonesia tidak akan menjadi masalah masyarakat lagi, seperti halnya telah tercapai di Jawa — Bali,
yaitu dengan angka penderita menular 0,001%.
Pemberantasan penyakit kelamin dalam Repelita III ditujukan
untuk sedapatnya mempertahankan keadaan saat ini, mengingat adanya kecenderungan meningkat terus apabila dibiarkan. Usaha pemberantasan ditekankan terutama di kota-kota besar, daerah-daerah
pelabuhan, pariwisata dan perdagangan, khususnya bagi kalangan
penduduk yang merupakan sumber penularan penyakit. Dalam Repelita III akan dilakukan berbagai kegiatan, seperti pemeriksaan
darah, pemeriksaan dengan usapan dan pengobatan pencegahan penyakit kelamin pada watunas.
Pemberantasan penyakit kusta di daerah yang angka kesakitannya
tinggi (Sulawesi, Maluku, Irian Jaya) akan dilakukan dengan kegiatan-kegiatan khusus. Sedangkan di daerah lainnya yang angka kesakitannya rendah dilakukan melalui pelayanan Puskesmas. Dalam Repelita III akan diadakan pengobatan penderita secara teratur terhadap
sekitar 75.000 orang.
f. Pemberantasan penyakit yang ditularkan melalui binatang.
Di samping penyakit malaria seperti telah disebutkan di atas, maka
usaha pemberantasan ditujukan pula terhadap penyakit demam berdarah (DHF), kaki gajah (filariasis), schistosomiasis dan zoonosis.
Schistosomiasis adalah penyakit yang antara lain menyerang hati disebabkan oleh sejenis casing yang ditularkan oleh keong tertentu yang
banyak terdapat di danau dan bendungan tertentu. Zoonosis adalah
penyakit hewan yang dapat ditularkan kepada manusia.
112
Terhadap penyakit demam berdarah yang selama Repelita II telah
menimbulkan wabah di beberapa Propinsi dengan angka kematian
yang cukup tinggi, maka dalam Repelita III penemuan dan pengobatan penderita sedini mungkin serta pencegahan terjadinya wabah akan
ditingkatkan sehingga angka kematian akan turun menjadi 3%. Kegiatan-kegiatan pemberantasan yang dilakukan untuk maksud tersebut
adalah pembersihan sarang nyamuk, pembasmian jentik-jentik nyamuk (larva) dan penyemprotan. Pada Repelita III diharapkan angka
kematian DHF akan terus menurun.
Terhadap penyakit kaki gajah akan dilaksanakan kegiatan pemberantasan meliputi sekitar satu juta penduduk, dengan jalan mengadakan survai pendahuluan, pengobatan penderita dan pengamatan penyakit.
Terhadap penyakit anjing gila (rabies) akan dilaksanakan kegiatan
pemberantasan dengan jalan pemeriksaan darah, immunisasi/pengobatan serta pemeriksaan sediaan dari hewan yang menggigit.
Pengawasan penyakit pes dilaksanakan dengan jalan melakukan
survai binatang pengerat, pengobatan penderita/tersangka dan pengamatan penyakit pada manusia.
Dalam pemberantasan penyakit cacing akan diutamakan pada pemberantasan penyakit cacing tambang dan cacing gelang dengan jalan
melakukan pemeriksaan tinja, pengobatan massal dan pemeriksaan
contoh tanah.
Diharapkan pada Repelita III angka kesakitan penyakit cacing
perut akan terus menurun, di daerah-daerah di mana diadakan kegiatan pemberantasan.
g. Karantina Umum, Haji dan pengamanan kesehatan perpindahan
penduduk.
Dalam Repelita III di samping peningkatan kegiatan dalam bidang
sanitasi pelabuhan, cara pendekatan kewaspadaan terhadap tandatanda akan timbulnya wabah penyakit akan dimantapkan pada karantina umum dan haji, untuk pencegahan ke luar masuknya penyakit
menular dari dan ke wilayah Indonesia. Untuk pengamanan kesehatan perpindahan penduduk akan ditingkatkan usaha-usaha pencegah-
113
an berpindah/berjangkitnya penyakit-penyakit menular, dengan cara
survai penyakit di daerah asal dan calon daerah transmigrasi serta pelaksanaan pemberantasan penyakit yang ditemukan.
h. Penanggulangan wabah dan kejadian luar biasa.
Untuk mengatasi dan mencegah timbulnya wabah dan kejadian luar
biasa penemuan dini dan pelaporan kejadian luar biasa dengan cara
meningkatkan pengamatan pada tingkat Puskesmas, serta pembentukan regu-regu gerak cepat penanggulangan wabah di tingkat
Kabupaten.
3. Program Perbaikan Gizi
Kekurangan gizi, dapat menyebabkan merosotnya mutu kehidupan
antara lain menyebabkan angka kematian yang tinggi pada bayi dan
anak-anak, terganggunya pertumbuhan badan, menurunnya daya kerja, gangguan pada perkembangan mental dan kecerdasan serta terdapatnya berbagai jenis penyakit tertentu. Keadaan ini dapat menghambat gerak pembangunan yang ada.
Seperti telah dikemukakan terdahulu, berbagai tingkat keadaan gizisalah diperkirakan terdapat luas di Indonesia, terutama yang disebabkan karena : (a) kurang kalori dan protein (KKP), (b) kekurangan vitamin A, (c) anaemia gizi besi, dan (d). gondok endemik. Usaha untuk
meningkatkan status gizi masyarakat .dalam jangka panjang, merupakan bagian yang menyeluruh dari usaha meningkatkan mutu kehidupan rakyat Indonesia sebagai tujuan utama pembangunan Nasional.
Usaha perbaikan gizi diarahkan untuk melanjutkan dan meningkatkan usaha-usaha peningkatan status gizi masyarakat dan usaha-usaha
pencegahan serta penanggulangan masalah gizi khususnya kurang kalori protein (KKP), kekurangan vitamin A, anemia gizi besi dan
gondok endemik dengan peran-serta aktif masyarakat.
Sasaran kelompok penduduk dari program perbaikan gizi ini adalah
golongan anak-anak 0 — 6 tahun, wanita hamil, menyusui dan golongan pekerja terutama yang berpenghasilan rendah serta penduduk di
daerah rawan pangan. Pencapaian sasaran ini direncanakan dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan pembangunan. Langkah-langkah
atau kegiatan pokok yang, akan dilakukan dalam rangka pelaksanaan
program adalah sebagai berikut :
114
a. Meningkatkan mutu gizi bahan pangan yang banyak dikonsumsi
rakyat antara lain dengan fortifikasi. Untuk ini peranan sektor di
luar kesehatan sangat panting.
b. Meningkatkan usaha pencegahan dan penanggulangan KKP. Terutama pada anak pra sekolah (0 — 6 tahun), wanita hamil, wanita
menyusui dan penduduk di daerah rawan pangan dan bencana
alam.
Sasaran utama kegiatan ini adalah untuk menyelamatkan anak
yang menderita gizi buruk dari kematian atau cacat, dan merehabilitir anak-anak yang menderita KKP tingkat ringan dan sedang. Dalam hubungan ini akan dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut:
(1) Memperluas kegiatan penimbangan anak-anak 0 — 6 tahun
dalam rangka Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK);
(2) Meningkatkan dan memperluas UPGK yang dikaitkan dengan sektor-sektor pembangunan lain, dengan memperluas
dan menyempurnakan cara-cara pemberian makanan tambahan disertai penyuluhan gizi dan sebagainya.
UPGK ini dikembangkan atas dasar adanya masalah gizi,
situasi, kondisi setempat dengan peran serta aktif masyarakat;
(3) Memantapkan kaitan UPGK dengan program pelayanan kesehatan melalui PUSKESMAS, terutama dalam rangka usaha
menyelamatkan anak-anak yang menderita gizi-buruk; dan
(4) Memantapkan kebijaksanaan bantuan pangan darurat dengan
mengembangkan sistem kewaspadaan (surveillance) pangan
dan gizi di daerah-daerah rawan pangan.
c. Meningkatkan usaha pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A pada anak-anak 0 — 6 tahun.
Kegiatan ini diutamakan untuk menyelamatkan anak pra sekolah
yang terancam buta, melindungi sedapat mungkin lebih dari
setengah anak pra sekolah yang menderita kelainan mata dan
kekurangan vitamin A dalam darah dengan pemberian vitamin A.
115
Usaha pencegahan dan penanggulangan dilakukan melalui beberapa kemungkinan antara lain :
(1) paket gizi;
(2) fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A; atau
(3) kombinasi (1) dan (2).
d. Meningkatkan usaha pencegahan dan penanggulangan anaemia
gizi besi, terutama pada wanita hamil dan golongan pekerja berpenghasilan rendah serta anak-anak 0 — 6 tahun.
Sekitar 40% anak pra sekolah, 31% anak sekolah, 70% wanita
hamil. dan pekerja berpenghasilan rendah menderita anaemia gizi
besi yang perlu ditanggulangi.
Usaha pencegahan dan penanggulangan dilakukan melalui:
(1) paket gizi;
(2) fortifikasi bahan pangan dengan zat besi; atau
(3) kombinasi (1) dan (2).
e. Meningkatkan usaha pencegahan dan penanggulangan gondok
endemik pada penduduk di daerah-daerah rawan gondok.
Prioritas kegiatan in} adalah untuk menyembuhkan separoh penderita gondok endemik (yaitu sekitar 6 juta penderita) dengan
pemberian suntikan larutan zat yodium dalam minyak; sisa penderita dan penduduk lainnya di daerah gondok endemik dilindungi dengan pemberian garam yodium.
Usaha pencegahan dan penanggulangan dilakukan melalui :
(1) penyuntikan dengan larutan zat yodium;
(2) yodisasi garam; atau
(3) gabungan (1) dan (2).
f. Meningkatkan usaha penyuluhan gizi agar dapat mencapai seluruh
lapisan masyarakat seluas-luasnya guna menunjang perbaikan
pangan serta usaha pencegahan dan penanggulangan masalah gizi.
Usaha perbaikan gizi memerlukan pendekatan edukatif serta
diutamakan penyampaian pesan-pesan yang menunjang kebijak-
116
sanaan pangan dan gizi dalam usaha perbaikan dan penanggulangan masalah gizi. Saran komunikasi massa yang telah ada akan digunakan seluas-luasnya.
g. Mengembangkan dan meningkatkan pembinaan pelayanan gizi
di institusi dan pemberian makanan yang memenuhi syarat gizi
bagi orang banyak.
Prioritas pembinaan ini diberikan kepada pengembangan unit gizi
di rumah-rumah sakit Propinsi dan Kabupaten. Keperluan penyelenggaraan makanan massal (antara lain di pabrik-pabrik/perusahaan karena tumbuhnya industri, panti asuhan, dan asrama
jemaah haji) dirasakan akan meningkat, oleh karena itu kegiatan
ini akan dibina dengan seksama.
h. Meningkatkan pengadaan tenaga gizi sesuai keperluan yang ada
serta meningkatkan dan mengembangkan penelitian pangan dan
gizi. Penelitian untuk mencari faktor-faktor penyebab masalah gizi
dan cara pemecahan masalah akan diutamakan.
i.
Meningkatkan dan menyempurnakan kelembagaan koordinasi
usaha perbaikan pangan dan gizi sehingga dimungkinkan adanya
kaitan saling isi dan saling tunjang dengan usaha-usaha pembangunan lainnya.
4. Program Peningkatan Penyediaan Air Bersih
Peningkatan sarana penyediaan air bersih di pedesaan diprioritaskan pada daerah-daerah yang sulit memperoleh air bersih, di mana
angka kesakitan penyakit wabah kolera dan penyakit-penyakit perut
lainnya tinggi.
Dalam Repelita III akan dibangun sekitar 260.000 sumur pompa
tangan, 1.200 perpipaan, 300 sumur artesis, 2.160 perlindungan mata
air dan 3.500 penampungan air hujan. Pada akhir Repelita III diharapkan adanya kenaikan jumlah penduduk pedesaan yang menggunakan sarana penyediaan air bersih yang memenuhi syarat-syarat kesehatan sebesar 20% sampai 30%.
117
Kegiatan ini disertai dengan pembinaan organisasi masyarakat dan
penyuluhan kesehatan masyarakat untuk mengelola sarana penyediaan air bersih tersebut.
5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Keadaan lingkungan yang kurang sehat menyebabkan timbulnya
wabah-wabah penyakit dan tingginya angka kesakitan penyakit saluran pencernaan khususnya muntah berak, saluran pernafasan, penyakit yang ditularkan melalui binatang/serangga, penyakit kulit dan
mata. Di samping itu tampak mulai meningkatnya kejadian keracunan
dan kecelakaan.
Program penyehatan lingkungan pemukiman bertujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat melalui :
a. Peningkatan sarana kesehatan lingkungan yang kemudian digunakan, dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat.
b. Peningkatan pengawasan kwalitas lingkungan yang berhubungan
dengan kesehatan manusia.
Kegiatan pembangunan untuk peningkatan kesehatan lingkungan
terutama dilakukan dengan peningkatan sarana penyediaan air bersih,
peningkatan kesehatan perumahan dan lingkungannya, peningkatan
pengawasan pencemaran lingkungan yang mengganggu kesehatan,
serta peningkatan usaha sanitasi lingkungan lainnya.
Titik berat usaha peningkatan kesehatan lingkungan ialah meningkatkan pengadaan sarana air bersih dan cara-cara pembuangan buangan
rumah tangga secara bertahap, hingga benar-benar memenuhi
syarat-syarat kesehatan, di samping meningkatkan usaha di bidang
kesehatan lingkungan lainnya. Usaha-usaha tersebut lebih banyak
akan ditujukan pada masyarakat desa maupun kota khususnya yang
berpenghasilan rendah. Di samping itu mulai diambil langkah-langkah penanggulangan pencemaran lingkungan yang ada hubungannya
dengan kesehatan yang timbul karena urbanisasi dan pengembangan
industri yang pesat.
a. Kesehatan perumahan dan lingkungannya.
Dalam Repelita III untuk mendorong masyarakat desa dan kota
yang berpenghasilan rendah untuk mewujudkan pengadaan dan cara-
118
cara pembuangan rumah tangga yang lebih baik, terutama buangan
yang berupa kotoran manusia, akan dilanjutkan pembangunan jamban keluarga sekitar 1.750.000 buah di samping usaha perbaikan
pembuangan dan pemanfaatan bahan buangan lain, usaha penyehatan
perumahan dan penertiban fungsi rumah sesuai dengan syarat kesehatan.
Kegiatan ini disertai dengan penyuluhan kepada masyarakat agar
mau dan mampu rnengelola sarana pembuangan buangan rumah tangga dan jamban keluarga di daerahnya.
b. Pengawasan Hygiene dan Sanitasi.
Usaha pemeliharaan kesehatan di tempat-tempat umum dan lingkungan akan ditingkatkan kegiatan dan jangkauannya. Dalam
hubungan ini akan ditingkatkan pengawasan dan pemeriksaan mutu
air minum dan air kolam renang. Demikian pula pengawasan dan
pemeriksaan tempat-tempat pembuatan, penyimpanan, penjualan dan
penyajian makanan dan minuman akan mendapatkan perhatian pula.
Pengawasan Pencemaran Lingkungan dan Proteksi Radiasi, meliputi pencegahan pencemaran air, tanah, udara, kebisingan dan penggunaan obat pembasmi serangga/hama, termasuk pencegahan
keracunan seperti proteksi bahaya radiasi.
Dalam Repelita III pengawasan pencemaran air, tanah, udara dan
kebisingan meliputi daerah wilayah pengembangan industri dan
pemukiman. Program ini ditunjang dengan peningkatan ketrampilan
tenaga pengambil contoh, pemeriksaan lapangan, pemeriksaan laboratorium dan pengelola pemeriksaan khusus untuk pencemaran lingkungan.
Untuk menunjang program peningkatan kesehatan lingkungan akan
ditingkatkan dan dikembangkan sarana yang berupa Balai Teknik
Kesehatan Lingkungan dan Pos-pos Pengamat Kwalitas Air dan
Udara. Sarana-sarana tersebut ditempatkan pada pusat-pusat pengembangan wilayah utama (Jakarta, Surabaya, Medan, Ujung Pandang,
di samping Yogyakarta yang telah ada), serta daerah-daerah rawan
dari segi potensi pencemaran.
119
6. Program Penyuluhan Kesehatan
Masalah atau hambatan yang dialami dalam usaha-usaha pembinaan dan bimbingan masyarakat, tidak hanya terdapat pada masyarakat
itu sendiri sebagai konsumen pelayanan, tetapi juga terdapat dalam
unsur pelayanan kesehatan. Oleh karena itu penanganan kegiatan
penyuluhan kesehatan dalam Repelita III akan lebih memperhitungkan dinamika unsur-unsur masyarakat, unsur-unsur usaha kesehatan,
dan situasi di mana kedua unsur tersebut berinteraksi.
Dalam Repelita III Penyuluhan Kesehatan Masyarakat bertujuan
untuk :
a. Menjadikan cara-cara hidup sehat sebagai kebiasaan hidup masyarakat sehari-hari.
b. Menggerakkan individu, kelompok dan masyarakat agar: Pertama
memanfaatkan fasilitas serta pelayanan kesehatan yang telah tersedia dan mengembangkannya. Kedua, berperan-serta dalam usaha-usaha kesehatan, terutama dalam program-program kesehatan
yang telah ditentukan sebagai program prioritas.
Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut : Penyuluhan kesehatan dilaksanakan melalui
Puskesmas untuk menunjang usaha-usaha/kegiatan-kegiatan pelayanan
kesehatan. Kegiatan-kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan dengan mempergunakan pendekatan edukatif dan dilaksanakan oleh semua petugas kesehatan dalam menjalankan tugasnya masing-masing,
sedangkan penyediaan dan pembinaan metode, teknik dan sarana penyuluhan kesehatan dilaksanakan oleh aparatur penyuluhan kesehatan
di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya.
Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan ialah :
Masyarakat umum, dengan orientasi pada masyarakat pedesaan sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan. Selain itu masyarakat sekolah, sebagai masyarakat yang mudah dicapai meliputi sekolahsekolah umum dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan pendidikan tinggi, sekolah-sekolah kejuruan terutama yang menghasilkan
tenaga-tenaga yang kelak bertugas dalam pembinaan masyarakat,
120
termasuk petugas-petugas kesehatan, madrasah, pondok pesantren,
dan masyarakat dalam institusi-institusi pendidikan lainnya. Demikian
pula golongan-golongan masyarakat tertentu (organisasi-organisasi masyarakat, pramuka dan lain-lain) sebagai unsur-unsur yang juga membantu menggerakkan proses komunikasi.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut di atas, dalam Repelita III
akan dilakukan kegiatan Penyuluhan Masyarakat antara lain sebagai
berikut :
(1) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan melalui Puskesmas dan
Rumah Sakit. Pembinaan pendekatan edukatif akan dilaksanakan
secara intensif di sekitar 2.000 Puskesmas, sedangkan pembinaan
penyuluhan kesehatan di Rumah Sakit akan dilaksanakan secara
bertahap dimulai dengan 4 Rumah Sakit dari berbagai tipe yang
kemudian akan diperluas ke 11 Rumah Sakit Umum dan
Rumah Sakit Khusus.
(2) Peningkatan fasilitas/alat media penyuluhan secara bertahap bagi
Puskesmas. Dalam Repelita III, 2.000 Puskesmas akan diperlengkapi dengan alat-alat tersebut.
(3) Peningkatan pembinaan teknis di lapangan, tenaga penyuluhan
kesehatan dan memasukkan penyuluhan kesehatan masyarakat dalam kurikulum pendidikan dan latihan tenaga kesehatan baik sebagai pengetahuan maupun sebagai proses yang terintegrasi dalam
sistem pendidikan.
(4) Menggalakkan pemanfaatan media massa baik yang modern maupun tradisional dalam rangka penyebar luasan pesan-pesan/informasi tentang materi teknis program-program kesehatan terutama
program-program yang telah ditentukan sebagai prioritas.
7. Program Pengawasan Obat, Makanan dan sebagainya
Secara garis besar, masalah-masalah pokok yang dihadapi di dalam
usaha peningkatan pengawasan obat, makanan, minuman, kosmetika,
alat kesehatan, obat tradisional, narkotika dan bahan obat berbahaya
dalam Repelita III, adalah masalah-masalah yang menyangkut bidang
prasarana pengawasan dan sarana pengawasan, serta bidang ketenagaan; di samping itu juga ada masalah penyediaan obat-obatan esensial, masalah penyediaan bahan baku obat nasional serta masalah harga.
121
Kebijaksanaan dalam Repelita III adalah melanjutkan, meningkatkan dan lebih memantapkan uaaha-usaha pengawasan produksi, peredaran dan penggunaan obat, makanan dan minuman, kosmetika dan
alat kesehatan, obat tradisional, serta narkotika dan bahan obat berbahaya lainnya, dengan jalan :
a. Mengusahakan cukupnya persediaan obat dengan penyebarannya
yang makin merata dan dengan harga yang terjangkau oleh daya
beli masyarakat.
b. Meningkatkan mutu obat, makanan dan minuman, kosmetika dan
alat kesehatan serta obat tradisional, termasuk khasiat atau nilai
atau kegunaan, serta keamanannya.
c. Mencegah diproduksi, diedarkan dan digunakannya obat, makanan
dan minuman, kosmetika dan alat kesehatan serta obat tradisional
yang tidak memenuhi syarat bagi kesehatan manusia.
d. Mencegah penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya lainnya.
Langkah-langkah pokok di bidang pengawasan obat, makanan dan
sebagainya dalam Repelita III' meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
(1) Mengusahakan tersedianya obat-obatan yang cukup aman, efektif
dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat luas, serta
penyebarannya yang makin merata, baik melalui jalur pemerintah maupun melalui jalur swasta dan swasembada masyarakat.
(2) Menyelenggarakan tersedianya sebahagian obat-obat esensial oleh
pemerintah sendiri untuk keperluan Puskesmas dan Rumahrumah Sakit. Harga dan macam obat-obatan esensial ditentukan
oleh pemerintah.
(3) Mengusahakan penyempurnaan sistem distribusi obat.
(4) Mengusahakan adanya suatu sistem penyediaan bahan baku obat
nasional.
(5) Meningkatkan usaha-usaha di bidang prasarana dan sarana pengawasan obat, makanan dan sebagainya, baik yang berupa peraturan perundang-undangan maupun pedoman pelaksanaan, yang
meliputi persyaratan produksi dan distribusi, persyaratan badan
produksi dan badan distribusi obat, makanan dart sebagainya,
122
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
pembakuan mutu dan lain-lain termasuk penyederhanaan tata
cara perizinan. Selain itu juga meningkatkan usaha-usaha sarananya berupa pembangunan laboratorium pengujian di Pusat dan
di Propinsi-propinsi, termasuk sarana penunjang.
Meningkatkan pemeriksaan setempat dan pembinaan terhadap
badan usaha produksi dan badan usaha distribusi obat, makanan
dan sebagainya, dan pemeriksaan secara pengambilan contoh terhadap obat, makanan dan sebagainya baik yang akan diedarkan
maupun yang telah ada dalam peredaran.
Meningkatkan kegiatan pendaftaran obat, makanan dan sebagainya. Untuk mendapatkan kepastian mengenai keamanan, khasiat
atau nilai gizi atau kegunaan, serta pembakuan mutu dan/atau
persyaratan lain yang ditetapkan.
Meningkatkan usaha pencegahan penyalahgunaan narkotika, obat
berbahaya lainnya dan minuman keras.
Meningkatkan jumlah, jenis dan ketrampilan tenaga di bidang
pengawasan obat, makanan dan sebagainya.
Mengembangkan sistem pengendalian tentang akibat sampingan,
keracunan dan hal-hal lain yang disebabkan oleh obat, makanan
dan minuman, kosmetika dan alat-alat kesehatan, obat tradisional,
serta narkotika dan bahan obat berbahaya lainnya.
Meningkatkan kerja sama dengan organisasi-organisasi profesi,
pengusaha, konsumen dan sebagainya dalam rangka mengembangkan kesadaran masyarakat sehingga ada peran-serta dalam usaha
pengawasan obat, makanan dan sebagainya.
8. Program Pendidikan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan
Janis dan jumlah tenaga kesehatan yang ada dewasa ini sebetulnya
masih kurang sesuai dengan kebutuhan sistem pelayanan kesehatan
yang terus berkembang. Oleh karena itu pengembangan tenaga kesehatan adalah penting sekali untuk dapat menunjang pembangunan di
bidang kesehatan.
Tujuan pokok pengembangan dan pembinaan tenaga kesehatan
adalah :
123
a Meningkatkan penyediaan jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang
dapat melakukan fungsi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan
masyarakat secara keseluruhan.
b. Meningkatkan pengembangan dan pelaksanaan proses pendidikan
dan latihan yang sesuai dengan keperluan.
Dalam pengembangan tenaga kesehatan mencakup tiga komponen
panting, yaitu : perencanaan, pendidikan dan latihan, serta penggunaan tenaga kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut akan dilakukan berbagai kebijaksanaan dan kegiatan pokok sebagai berikut :
(1) Meningkatkan mekanisme kerjasama yang mantap antara bidang
pelayanan dan pengembangan pendidikan, sehingga berbagai badan pemerintah atau masyarakat dapat merencanakan dan melaksanakan pengembangan, tenaga kesehatan dengan sebaik-baiknya;
(2) Menyusun rencana tenaga kesehatan secara keseluruhan baik
jangka pendek maupun jangka panjang, yang meliputi jenis dan
jumlah tenaga yang diperlukan;
(3) Meningkatkan perencanaan dan pengawasan usaha pendidikan
dan latihan tenaga kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang diperlukan. Pendidikan dokter umum maupun
ahli, sarjana kesehatan, sarjana lainnya serta tenaga para medis
akan lebih ditingkatkan dan diperluas serta diarahkan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat terbanyak. Untuk itu kurikulum
pendidikan dokter dan para-medis akan diarahkan kepada pelayanan masyarakat luas;
(4) Meningkatkan pembinaan dan pengelolaan tenaga kesehatan agar
supaya tenaga yang telah dihasilkan dapat dipergunakan dengan
sebaik-baiknya, dalam rangka meningkatkan hasil-guna dan dayaguna dari pelayanan kesehatan. Dalam hubungan ini pembinaan
tenaga kesehatan yang berdasarkan sistem karier dan prestasi
kerja akan lebih ditingkatkan melalui pentahapan yang terarah.
Pengembangan tenaga dokter Puskesmas akan dilanjutkan secara
bertahap dengan pendidikan dokter ahli baik klinis maupun kesehatan masyarakat, sesuai dengan keperluan yang ada.
124
Agar tenaga-tenaga kesehatan yang telah dihasilkan dapat didayagunakan dengan sebaik-baiknya, maka pengelolaan tenaga kesehatan perlu dilaksanakan dengan mantap. Dalam hubungan ini pengadaan, seleksi serta penempatan secara berangsur-angsur dilaksanakan
berdasarkan pada sistem karier dan prestasi kerja. Di samping itu
akan lebih ditingkatkan pembinaan tenaga-tenaga kesehatan melalui
penataran-penataran, latihan kerja dan lain-lain untuk meningkatkan
kemampuan pelayanan kesehatan. Untuk itu Pemerintah mengikut
sertakan organisasi Profesi/Fungsional . yang bersangkutan.
TABEL 20 — 1
KEADAAN BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN UNTUK PELAYANAN
PUSKESMAS PADA AKHIR REPELITA II DAN AKHIR REPELITA III
Keadaan pada
Akhir Repelita II
Jenis Tenaga
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Dokter
Perawat Kesehatan (termasuk bidan)
Sanitarian
Perawat Gigi
Dokter Gigi
Pembantu Pengatur ()bat
Tata Usaha dan Tenaga Penunjang
Lainnya
Keadaan pada
Akhir Repelita III
3.147
9.318
2.397
920
184
5.697
25.282
6.479
2.277
472
5.650
3.464
24.978
TABEL 20 — 2
KEADAAN BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN UNTUK PELAYANAN
RUMAH SAKIT UMUM PADA AKHIR REPELITA II DAN
AKHIR REPELITA III
Jenis Tenaga
1. Medis: dokter umum, dokter ahli,
dokter gigi
2. Paramedis perawatan: perawat kesehatan
termasuk bidan, penjenang
kesehatan dan lain-lain
3. Paramedis non-perawatan :pengatur obat, ahli gizi dan lain-lain
4. Non-medis :
tenaga administrasi,
dan tenaga penunjang lainnya
Keadaan pada
Akhir Repelita 11
Keadaan pada
Akhir Repelita III
1.565
3.205
16.387
27.379
1.032
20.773
14.975
6.105
125
9. Program Generasi Muda
Program Generasi Muda bertujuan untuk : (a) meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan anak-anak dan remaja sejak dalam kandungan sampai kurang lebih umur 21 tahun; (b) melindungi dan mencegah
anak-anak remaja dari bahaya narkotika dan obat-obat berbahaya
lainnya; (c) mengikut sertakan golongan remaja dalam kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, akan dilakukan langkah-langkah
kegiatan sebagai berikut :
(1) Meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap ibu dan anak
BALITA melalui kegiatan-kegiatan PUSKESMAS, Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, dan Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Desa (PKMD).
(2) Meningkatkan pelayanan, pendidikan dan penyuluhan kesehatan
kepada anak-anak remaja melalui Usaha Kesehatan Sekolah, Pramuka, PMI-Remaja, dan organisasi-organisasi remaja dan pemuda
lainnya.
(3) Mengembangkan usaha kesehatan masyarakat "dari anak untuk
anak" melalui pendidikan formal dan non formal.
(4) Mengikut sertakan pramuka, anak-anak sekolah, organisasi remaja lain dalam gerakan kebersihan lingkungan, penyuluhan kesehatan, pertolongan pertama pada kecelakaan dan sebagainya.
(5) Meningkatkan pengawasan penggunaan dan pengedaran narkotika, obat-obat bahaya lainnya dan minuman keras sehingga tidak
membahayakan anak-anak dan remaja.
10. Program Peranan Wanita
Program Peranan Wanita, ditujukan untuk : (a) meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan wanita khususnya wanita hamil dan menyusui, wanita pekerja terutama yang berpenghasilan rendah di desa
maupun di kota; (b) meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan wa126
nita dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan keadaan
gizi keluarga, khususnya perawatan dan pemeliharaan bayi dan anakanak; (c) mengikut sertakan organisasi-organisasi wanita dalam usahausaha peningkatan keadaan gizi dan kesehatan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, akan dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
(1) Meningkatkan usaha pelayanan kesehatan kepada wanita-wanita
hamil dan menyusui melalui PUSKESMAS, dan PKMD.
(2) Meningkatkan penyuluhan gizi dan bila perlu pemberian makanan tambahan dan pil vitamin kepada wanita hamil dan menyusui yang kurang gizi melalui taman-taman gizi/UPGK dan
PUSKESMAS. Penyuluhan gizi akan diutamakan mengenai pentingnya penimbangan bayi dan anak secara teratur, pentingnya
air susu ibu untuk bayi, pentingnya makanan tambahan bayi dan
anak-anak BALITA serta cara-cara menyiapkannya dengan bahan-bahan makanan setempat, penggunaan air bersih, penggunaan larutan garam gula untuk anak-anak yang mencret, pemanfaatan tanaman pekarangan dan sebagainya.
(3) Mengikut sertakan organisasi-organisasi wanita dalam pendidikan
dan latihan kader-kader gizi dan promotor kesehatan desa; dan
mendorong organisasi-organisasi tersebut untuk mendirikan taman-taman gizi dengan swadaya masyarakat serta berperan secara aktif dalam PKMD.
11. Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah dan
Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan
Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah bertujuan untuk : (a) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi aparatur di
bidang kesehatan dalam melaksanakan tugas pokok Pemerintahan di
bidang kesehatan, baik tugas-tugas rutin maupun tugas pembangunan
dan (b) Meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan agar pelaksanaan program kegiatan rutin maupun pembangunan di bidang kesehatan
dapat berhasil dengan efisien dan efektif serta sesuai dengan rencana
dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan.
127
Dalam rangka penyempurnaan efisiensi aparatur akan dilakukan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (a) Meningkatkan kemampuan
fungsi perencanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan kesehatan;
(b) Meningkatkan kemampuan dan pembinaan aparatur kepegawaian
berdasarkan sistem karir dan prestasi kerja, meningkatkan disiplin
kerja dan sebagainya; (c) Meningkatkan dan melanjutkan usaha penertiban operasional pelaksanaan tugas dalam rangka memberantas
penyimpangan/penyelewengan pelaksanaan tugas yang dapat mengakibatkan pemborosan-pemborosan; (d) Menyempurnakan administrasi
yang mencakup administrasi keuangan, administrasi perlengkapan,
administrasi perkantoran, ketata-usahaan serta pengumpulan data dan
penyusunan laporan pelaksanaan anggaran realisasi keuangan; (e)
Menyempurnakan organisasi dan tatalaksana sistem pelayanan secara
terus menerus yang meliputi kelembagaan, mekanisme prosedur dan
tatakerja termasuk pembakuan dan sistem pelaporan, dan sebagainya;
(f) Menyempurnakan sistem informasi tentang kebijaksanaan di bidang
kesehatan; (g) Mengembangkan hukum di bidang kesehatan dan kedokteran dalam rangka memberikan landasan hukum bagi kelancaran
pelaksanaan program.
Agar pelaksanaan kebijaksanaan serta kegiatan berjalan menurut
rencana dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan, maka fungsi
pengawasan ditingkatkan yang mencakup pengendalian, penilaian pelaksanakan pembangunan dan pengambilan tindakan penertiban yang
sifatnya penindakan dan pencegahan. Peningkatan fungsi pengawasan
ini dimaksudkan agar pelaksanaan semua kebijaksanaan dan program
di bidang kesehatan dapat diikuti, dan dapat diambil tindakan perbaikan yang diperlukan bila terjadi hambatan, penyimpangan dan
penyelewengan lainnya.
Fungsi pengawasan tidak semata-mata diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal dan lain-lain aparatur pengawasan, tetapi juga merupakan kegiatan dan, tanggung jawab yang melekat pada fungsi Pimpinan setiap satuan organisasi Departemen/Instansi. Usaha pengawasan yang bertujuan meningkatkan ketertiban demi terwujudnya aparatur
pemerintah yang bersih dan bertanggung jawab akan ditingkatkan berdasarkan program yang berencana, terarah dan terpadu.
128
Pengawasan tidak hanya terbatas pada program-program fisik, tetapi
harus pula dikembangkan mencakup pengawasan terhadap mutu pelayanan dan mutu jasa yang diberikan aparatur negara kepada masyarakat. Untuk itu ditempuh langkah-langkah antara lain sebagai berikut (a) Menyusun pedoman pengawasan dan pemeriksaan untuk
lebih memantapkan pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan; (b)
Mengumpulkan dan mengolah data yang dapat dipercayai kebenarannya sebagai bahan pengawasan dan pemeriksaan; (c) Meningkatkan
mutu aparat pengawasan fungsional baik mengenai ketrampilan dan
pengetahuan teknis maupun ketrampilan dan pengetahuan administratif; (d) Meningkatkan pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan
terhadap program rutin maupun proyek Repelita; (e) Meningkatkan
kegiatan analisa dan evaluasi hasil pemeriksaan untuk menentukan
apakah sesuatu kegiatan itu mencapai atau sekurang-kurangnya mengarah kepada sasaran yang telah ditentukan; (f) Meningkatkan kegiatan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan program oleh unsur
aparatur dalam lingkungan instansi/lembaga kesehatan; (g) Meningkatkan pengawasan operasional dari unsur pimpinan dari setiap satuan organisasi terhadap pelaksanaan tugas oleh pejabat bawahannya.
12. Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Pemerintah
Program ini diarahkan untuk meningkatkan berbagai sarana dan
fasilitas kerja aparat pelayanan kesehatan, baik di pusat maupun di
daerah .untuk menunjang kelancaran pelaksanaan program-program
di bidang kesehatan.
13. Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Program penelitian dan pengembangan kesehatan diarahkan untuk
memberikan sarana cipta ilmiah dan teknologi bagi pelaksanaan program kesehatan dan bahan pengambilan keputusan untuk pengelolaan
kesehatan. Oleh karena itu program penelitian dan pengembangan kesehatan disusun berdasarkan masalah-masalah dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program.
Langkah-langkah yang diambil adalah : 1) menyusun program penelitian dan pengembangan yang terarah kepada penunjangan pe129
laksanaan program; 2) meningkatkan kemampuan penelitian Badan
Penelitian dan pengembangan Kesehatan dan Pusat-pusat Penelitian
dan Pengembangan yang bernaung di bawahnya dan 3) meningkatkan kerjasama ilmiah di dalam dan diluar negeri.
Bidang permasalahan yang akan mendapatkan perhatian utama
dalam program penelitian dan pengembangan kesehatan adalah
a Penelitian clan pengembangan di bidang pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk menunjang terlaksananya kebijaksanaan pemerataan pelayanan kesehatan yang dicapai melalui usaha-usaha terpadu antara pemerintah dan masyarakat, termasuk penelitian
untuk menunjang pembinaan dan pengembangan tenaga kesehatan, serta penelitian biomedis dan pelayanan keluarga berencana.
b. Penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan lingkungan
untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan peningkatan air
minum, pembuangan kotoran, pencegahan pencemaran lingkungan
yang mengganggu kesehatan dan peningkatan usaha sanitasi.
Khusus untuk menanggulangi akibat sampingan yang merugikan
daripada penggunaan DDT dan obat-obat sejenis yang tahan
lapuk di dalam program pemberantasan penyakit menular, maka
penelitian ekologi kesehatan akan ditingkatkan.
c. Penelitian masalah penyakit menular yang ditujukan untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan pengurangan angka kesakitan
dan akibat-akibatnya.
d, Penelitian di bidang gizi yang diarahkan untuk menunjang program perbaikan gizi. Penelitian-penelitian diutamakan untuk mengembangkan pelaksanaan program perbaikan gizi terpadu, teknologi tepat guna dalam pencegahan dan penanggulangan masalah
gizi, dan mencari bahan pangan bergizi yang potensial untuk masyarakat pedesaan dan cara-cara pemanfaatannya.
e. Penelitian di bidang farmasi dan obat-obatan yang diarahkan
untuk menunjang kebijaksanaan penyediaan obat-obatan yang
makin merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, kebijaksanaan perlindungan rakyat terhadap bahaya narkotika dan
130
bahan obat berbahaya lainnya, dan pengembangan kebijaksanaan
di bidang obat. Kegiatan penelitian mengenai obat-obatan tradisional dengan tujuan untuk mengetahui khasiatnya diintensipkan
dan diperluas, mengingat bahwa penggunaan obat-obatan tradisional telah memasyarakat dan harganya dapat dijangkau oleh
rakyat banyak. Penelitian ditujukan pula untuk mengembangkan
tersedianya bahan baku di dalam negeri bagi pabrik-pabrik obat
modern yang berproduksi di Indonesia, dengan tujuan mengurangi
ketergantungan pada bahan baku obat dari luar negeri.
Di samping kegiatan-kegiatan penelitian akan dilakukan pula kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
di bidang penelitian dan pengembangan yang meliputi antara lain
pemantapan pengelolaan tata-laksana penelitian, penambahan tenaga
penelitian serta peningkatan keahlian dan ketrampilan para peneliti,
pengembangan jaringan informasi dan dokumentasi ilmiah di bidang
kesehatan, peningkatan organisasi dan tata-laksana serta peningkatan
kerjasama ilmiah dengan badan dan lembaga-lembaga ilmiah di
dalam dan luar negeri.
B. KESEJAHTERAAN SOSIAL
I. PENDAHULUAN
Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara perbaikan pelayanan sosial dilaksanakan dalam rangka
peningkatan kesadaran serta kemampuan setiap warga negara untuk
ikut serta dalam pembangunan. Di samping itu sebagai salah satu
perwujudan usaha untuk menuju terciptanya keadilan sosial, maka
diusahakan kesempatan yang lebih luas bagi setiap warga negara
untuk mendapatkan tingkat kesejahteraan sosial yang makin baik.
Pemeliharaan orang-orang lanjut usia, fakir miskin, anak-anak terlantar, yatim piatu, dilaksanakan dengan bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga-lembaga sosial. Di samping itu akan lebih ditingkatkan lagi usaha-usaha agar orang-orang cacat dapat memperoleh
kesempatan kerja yang sesuai dengan kemampuannya, termasuk peningkatan pembinaan terhadap para cacat veteran sesuai dengan
darma baktinya kepada Bangsa dan Negara.
131
Di dalam usaha menanggulangi korban bencana alam, bantuan sosial diselenggarakan sesuai dengan kemampuan yang tersedia dan
dengan mengikut sertakan masyarakat luas.
Selanjutnya sesuai dengan kemampuan yang ada jumlah panti-panti
sosial ditingkatkan sehingga dapat memberikan penampungan dan
pelayanan yang memadai bagi yang membutuhkannya. Di samping
itu dipelajari dan diusahakan kemungkinan penyelenggaraan suatu
jaminan sosial yang berdasarkan asas gotong-royong sesuai dengan
kemampuan keuangan negara dan masyarakat.
Di dalam rangka memupuk dan meningkatkan kesadaran serta
tanggung jawab sosial, maka perlu ditumbuhkan kegairahan dan
kesediaan masyarakat untuk menjadi pekerja-pekerja sosial.
Ruang lingkup permasalahan yang akan ditanggulangi dan atau
ditangani dalam rangka pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial ialah :
1. Manusia yang tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya karena
faktor-faktor patologis dan non-patologis. Tercakup dalam ruang
lingkup permasalahan ini adalah perorangan, keluarga-keluarga,
kelompok-kelompok sosial tertentu serta golongan-golongan masyarakat tertentu yang kondisinya rawan sosial, ekonomi, politik,
budaya, keamanan dan ketertiban masyarakat.
Permasalahan kesejahteraan sosial ini ada yang secara nyata
telah ada, yang berpangkal pada kondisi kemiskinan dengan segala indikasi keterlantarannya. Ada pula yang timbul dan berkembang sebagai pengaruh dari perubahan dan atau kemajuan
ekonomi dan teknologi serta perubahan-perubahan sosial dan ada
pula permasalahan kesejahteraan sosial yang timbul dan terjadinya relatif sukar diperkirakan sebelumnya, dalam hal ini antara
lain masalah bencana alam dan bencana-bencana lainnya.
2. Semua faktor dan kondisi dinamika sosial yang dapat digali, dilola, dan dimanfaatkan sebagai daya dan dana kesejahteraan sosial untuk meningkatkan usaha-usaha kesejahteraan sosial di masyarakat secara melembaga dalam rangka mendorong terjadinya
perubahan-perubahan dan pengembangan sosial di lingkungan
masyarakat luas. Tercakup dalam ruang lingkup dinamika sosial
132
ini antara lain : sistem nilai, sikap sosial dan kesetiakawanan
sosial, organisasi-organisasi masyarakat, komunikasi sosial antara
kelompok dan atau golongan masyarakat, partisipasi masyarakat,
dan teknologi tepat-guna dalam bidang kesejahteraan sosial.
Di dalam usaha menghadapi permasalahan-permasalahan kesejahteraan sosial, khususnya dengan memperhatikan anggota masyarakat yang terhalang karena keadaan sosial ekonomi, sosial
budaya, fisik dan mental, dalam Repelita III akan dilanjutkan
dan ditingkatkan usaha-usaha yang bersifat pembinaan kesejahteraan sosial maupun usaha-usaha yang bersifat bantuan dan penyantunan sosial. Dengan pendekatan sedemikian ini, akan dikembangkan mekanisme dan sistem kegiatan yang mampu menjangkau jumlah penduduk yang lebih banyak terutama menjangkau golongan masyarakat pada lapisan terbawah. Dengan demikian diharapkan akan dapat diatasi atau sekurang-kurangnya dibatasi perkembangan dan meluasnya masalah kesejahteraan sosial
yang dilakukan secara serentak dengan usaha pencegahan disatu
pihak dan melalui usaha represif rehabilitatif di pihak lain. Di
samping itu dilakukan pula upaya untuk meningkatkan kegiatan
masyarakat dalam kesejahteraan sosial, secara luas dan intensif
sehingga usaha-usaha kesejahteraan sosial semakin melembaga
sebagai perwujudan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan khususnya dalam bidang kesejahteraan sosial.
Pembangunan bidang kesejahteraan sosial dalam kesatuan yang
serasi dengan pembangunan bidang-bidang lainnya harus mampu
berperan sebagai salah satu unsur pelengkap dan penunjang pembangunan bidang-bidang lainnya. Pembangunan bidang kesejahteraan sosial harus dapat membangun serta membina dan meningkatkan kadar serta mutu kesejahteraan sosial sehingga dapat dirasakan peningkatan kesejahteraan yang makin merata bagi seluruh rakyat.
II. KEADAAN DAN MASALAH
Berbagai permasalahan-permasalahan sosial dalam bentuk kemiskinan, keterlantaran, keterbelakangan, kecacatan, ketunaan sosial, dan
133
penderitaan-penderitaan lain akibat berbagai bencana alam dan bencana lainnya, yang diderita oleh perorangan, keluarga, kelompok-kelompok sosial tertentu dan atau golongan-golongan masyarakat yang
cukup besar jumlahnya, telah diusahakan untuk dapat ditanggulangi
melalui berbagai kegiatan pembangunan di bidang kesejahteraan
sosial.
Kegiatan-kegiatan pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang
telah dilaksanakan dalam periode Repelita II adalah sebagai berikut:
1. Usaha kesejahteraan anak; permasalahan yang ditangani mencakup masalah-masalah anak terlantar, anak-anak putus sekolah dan
permasalahan perkembangan sosial anak-anak remaja, khususnya
anak-anak yang berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah,
di mana mereka memerlukan suatu kesempatan pembinaan untuk
pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik. Pada azasnya
usaha pembinaan kesejahteraan anak tersebut dilakukan melalui
sistem pelayanan kesejahteraan sosial secara panti dan secara non
panti, baik oleh pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat
atau organisasi-organisasi sosial.
Dalam masa Repelita II telah dapat diberikan pelayanan kepada
sejumlah anak terlantar dan guna menunjang usaha tersebut telah
dibangun dan direhabilitir sejumlah panti.
2. Usaha kesejahteraan keluarga; permasalahan yang ditangani mencakup masalah-masalah kerawanan keluarga yang diakibatkan
oleh berbagai faktor sosial serta ekonomis. Pembinaannya dilakukan antara lain dengan bimbingan dan bantuan sosial baik
yang diberikan oleh para pekerja sosial maupun melalui lembaga
konsultasi.
3. Usaha rehabilitasi sosial para cacat; permasalahan yang ditangani
mencakup masalah-masalah kecacatan jasmani, mental, netra
rungu dan wicara serta kecacatan akibat penyakit kronis. Kegiatan-kegiatan rehabilitasi sosial bagi para cacat dilaksanakan melalui sistem panti maupun non panti. Dalam Repelita II telah
dapat diberikan pelayanan kepada sejumlah penderita cacat dan
guna menunjang usaha tersebut telah dibangun dan direhabilitir
sejumlah lembaga rehabilitasi para penca serta loka bina karya.
134
4. Usaha rehabilitasi tuna sosial; permasalahan yang ditanggulangi
dalam usaha ini adalah masalah-masalah ketunaan sosial yang terdiri dari: gelandangan, pengemis, tuna susila, kenakalan remaja
dan penyalahgunaan obat-obat narkotika. Kegiatan rehabilitasi
untuk para tuna sosial ini juga dilakukan melalui sistem panti
maupun non panti. Dalam masa Repelita II telah dapat diberikan
pelayanan kepada sejumlah keluarga gelandangan, serta telah disempurnakan dan dibangun 14 panti rehabilitasi.
5. Pembinaan kesejahteraan bagi para lanjut usia dan atau jompo;
permasalahan yang ditangani melalui usaha ini adalah keterlantaran para lanjut usia atau jompo, baik karena kemiskinan maupun karena ketiadaan pemeliharaan atau pengasuhan. Pembinaan
kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia dilakukan melalui sistem panti dan non panti. Dalam Repelita II telah dapat diberikan
pelayanan kepada para lanjut usia dan guna menunjang usaha
tersebut telah dibangun panti-panti wherda.
6. Pembinaan dan peningkatan kesejahteraan sosial bagi keluarga
pahlawan dan perintis/pejuang kemerdekaan; permasalahan yang
dihadapi adalah masalah pemeliharaan tingkat kesejahteraan para
keluarga pahlawan dan perintis /pejuang kemerdekaan. Usaha ini
merupakan suatu upaya untuk menghindarkan mereka dari keterlantaran serta untuk memelihara tingkat kesejahteraan para keluarga pahlawan dan perintis/pejuang kemerdekaan dalam batasbatas kelayakan. Dalam rangka ini, dengan maksud melestarikan
semangat dan jiwa kepahlawanan, dilakukan pula pemugaran
terhadap taman-taman makam pahlawan agar generasi penerus
dapat menghargai, menghayati dan melanjutkan cita-cita serta
pengorbanan para pahlawannya.
7. Rehabilitasi sosial bagi para korban bencana alam dan bencana
lainnya; dalam ruang lingkup usaha ini permasalahan pokok yang
dihadapi adalah :
a. terjadinya peristiwa bencana alam baik khronis maupun bencana alam yang tidak terduga yang membawa korban harta
benda, korban jiwa serta penderitaan-penderitaan pada masyarakat;
135
b.
terjadinya
lainnya.
peristiwa
bencana/malapetaka
akibat
bencana
Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam usaha ini antara
lain meliputi: pemberian bantuan darurat, rehabilitasi sosial para
korban yang sangat memerlukan serta membangun/menata kembali wilayah bencana supaya dalam jangka panjang terhindar
dari bencana khronis. Dalam Repelita II telah dilakukan usaha
penyantunan kepada para korban bencana alam, baik berupa
pemindahan pemukiman secara lokal maupun dalam rangka program transmigrasi.
8. Pembinaan kesejahteraan masyarakat terasing; permasalahan yang
dicakup dalam usaha ini adalah kesatuan-kesatuan masyarakat
yang hidup terasing dan berpindah-pindah sehingga perkembangan dan kemajuan sosial budaya dan ekonominya secara relatif
ketinggalan dibandingkan dengan masyarakat Indonesia pada
umumnya. Untuk itu diperlukan usaha pembinaan dan peningkatan kesejahteraan kesatuan-kesatuan masyarakat terasing sehingga mereka dapat mencapai tingkat kehidupan dan penghidupan yang layak sesuai dengan martabat manusia dan kemanusiaan.
Dalam Repelita II telah dilakukan pelayanan kepada sejumlah
anggota masyarakat terasing, baik berupa bimbingan maupun
penempatan pada pemukiman yang lebih baik.
9. Bimbingan dan pengembangan kesejahteraan masyarakat; permasalahan yang dicakup dalam usaha ini pada pokoknya adalah masalah kerawanan sosial ekonomis masyarakat yang berpenghasilan
sangat rendah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam usaha
ini adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat mengatasi masalah-masalah kerawanan yang dihadapinya.
Dalam masa Repelita II telah dilakukan pelayanan berupa bimbingan dan bantuan sosial kepada keluarga miskin.
Bertolak dari pengalaman pelaksanaan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial serta memperhatikan ruang lingkup permasalahan
dengan kemungkinan-kemungkinan perkembangannya pada masa
mendatang, dalam Repelita III akan ditempuh pendekatan penang-
136
gulangan secara terpadu dan mempunyai pengaruh berganda melalui
kegiatan-kegiatan pembangunan kesejahteraan sosial yang berfungsi
pencegahan dan pengembangan serta perbaikan. Masalah-masalah
pokok kesejahteraan sosial dalam Repelita III dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1). Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah nasional yang paling pokok
yang memerlukan penanganan secara terus menerus, menyeluruh, terarah dan terpadu, bertahap dan berencana.
Sasaran utama bidang kesejahteraan sosial pada Repelita III adalah golongan masyarakat yang paling miskin (keserakat) yaitu mereka
yang mengalami keadaan hidup yang sedemikian parahnya sehingga
diperkirakan akan tidak mampu memperbaiki nasibnya sendiri tanpa
penanganan dan pembinaan khusus. Di dalam golongan penduduk
paling miskin ini terdapat pula kelompok-kelompok masyarakat :
a. Golongan lanjut usia (60 tahun ke atas) terlantar dan atau jompo;
b. Golongan penderita cacat, meliputi cacat netra, tubuh, mental, tuli
bisu dan sebagainya;
c. Anak-anak terlantar usia 0 — 14 tahun, termasuk anak-anak usia
sekolah yang tidak bersekolah;
d. Pengemis, gelandangan dan orang terlantar;
e. Wanita tuna susila;
f. Anak nakal, korban narkotika, dan para bekas nara pidana.
2). Korban-korban Bencana Alam dan bencana lain
Masalah kesejahteraan sosial yang sukar dicegah terjadinya adalah
masalah bencana alam yang sifatnya khronis seperti: banjir, tanah
longsor dan lahar dingin; di samping jenis-jenis bencana alam lainnya seperti gempa bumi, angin topan dan gelombang pasang laut di
daerah-daerah pemukiman pantai, serta bencana kekeringan. Dari
data yang ada dapat disimpulkan bahwa rata-rata setiap tahun terjadi 3.000 bencana alam dengan korban manusia yang meninggal dunia
rata-rata 1.000 jiwa, yang kehilangan tempat tinggal rata-rata
137
200.000 keluarga. Salah satu faktor penyebab terjadinya bencana
alam adalah karena perbuatan manusia sendiri, antara lain berupa
penggundulan hutan secara liar dan pencemaran (polusi).
Di samping bencana alam juga dikenal adanya pergolakan-pergolakan sosial yang bersifat politis yang mengganggu keamanan dan
ketertiban masyarakat sehingga mengakibatkan pertentangan fisik
antar kekuatan-kekuatan sosial, dengan akibat timbulnya masalah
pengungsian dengan segala akibatnya.
3).
Keterbelakangan
Salah satu masalah besar yang termasuk permasalahan keterbelakangan dalam kaitannya dengan kesejahteraan sosial adalah masalah
kelompok-kelompok/golongan-golongan masyarakat yang hidupnya
terasing dan hidup secara berpindah-pindah serta terpencar-pencar.
Mata pencaharian mereka yang pokok adalah berladang dengan menebang dan membakar hutan secara berpindah-pindah, di samping
berburu.
Akibat langsung dari cara penghidupan yang demikian itu antara
lain adalah terjadinya penggundulan hutan yang sifatnya liar sehingga terjadi tanah longsor yang dapat mengakibatkan banjir. Kelompok-kelompok/golongan-golongan masyarakat tersebut dikenal sebagai masyarakat terasing.
4).
Kerawanan Daerah dan Masyarakat
Di samping masalah-masalah kesejahteraan sosial tersebut di alas
terdapat pula masalah-masalah kesejahteraan sosial di daerah-daerah
yang dinilai rawan, baik rawan sosial budaya, sosial ekonomis, politis
maupun rawan keamanan dan ketertiban. Permasalahan kerawanan
daerah dan masyarakat ini tidak semata-mata karena faktor penyebabnya saja, melainkan akibat-akibat yang ditimbulkannya yang mempunyai implikasi-implikasi yang kompleks. Untuk itu diperlukan adanya pemetaan daerah-daerah rawan dan kondisi masyarakatnya, dilengkapi dengan usaha-usaha kesejahteraan sosial secara tepat dan menyeluruh.
138
Termasuk di dalam kategori daerah-daerah rawan tersebut adalah :
daerah-daerah miskin terutama di kota-kota besar, daerah-daerah kritis bencana alam, daerah-daerah minus, daerah-daerah yang terdapat
gejala-gejala keresahan sosial pada masyarakatnya, daerah-daerah yang
terpencil.
5).
Sistem Nilai dan
haruan/pembangunan
Sikap
Sosial
yang
tidak
mendukung
pemba-
Sistem nilai dan sikap sosial yang merupakan salah satu perwujudan dari budaya masyarakat yang bersifat tradisional tidak selalu membuka diri terhadap nilai-nilai pembaharuan yang diperkenalkan dalam upaya pembangunan. Untuk itu diperlukan usaha-usaha perubahan sosial yang direncanakan secara tepat arah dan tepat guna, sehingga
dapat menumbuhkan dan memperkuat kesadaran dan tanggung jawab
sosial yang tercermin dalam perwujudan sikap dan tingkah laku sosial yang positif antara lain : kesetiakawanan sosial, disiplin sosial,
rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kegotong-royongan yang hasil
akhirnya adalah terciptanya tertib sosial yang sehat dan dinamis, yang
akan
dapat
memperlancar
usaha-usaha
penanggulangan
masalahmasalah kesejahteraan sosial.
6).
Prasarana dan Sarana Kesejahteraan Sosial
Untuk
menghadapi
dan
menanggulangi
masalah-masalah
pokok
kesejahteraan sosial dengan sifat dan ruang lingkup tersebut di atas,
perlu dikembangkan terus menerus kemampuan prasarana dan sarana
kesejahteraan sosial baik yang dimiliki Pemerintah maupun masyarakat.
Khususnya somber-sumber dan atau potensi-potensi kesejahteraan
sosial yang terdapat di lingkungan masyarakat, antara lain perkumpulan-perkumpulan
sosial,
organisasi-organisasi
sosial
masyarakat/
swasta, serta keseluruhan potensi dana dan Jaya kesejahteraan sosial
masyarakat,
perlu
digali,
dikembangkan
dan
dimanfaatkan
dalam
rangka pengembangan swadaya sosial masyarakat di bidang kesejahteraan sosial dan partisipasi sosial masyarakat dalam pembangunan.
139
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Kebijaksanaan pokok dalam bidang kesejahteraan sosial pertamatama diarahkan untuk membina kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan sosial bagi warganya di antara
golongan-golongan masyarakat yang menghadapi masalah kemiskinan,
keterlantaran, keterbelakangan serta ketunaan sosial. Termasuk dalam
golongan ini keluarga-keluarga yang dalam keadaan paling miskin atau
keserakat, anak-anak terlantar, para lanjut usia atau jompo terlantar,
para cacat dan para tuna sosial, golongan masyarakat yang masih
hidup secara terbelakang serta golongan masyarakat yang menderita
sebagai akibat bencana alam atau bencana-bencana lainnya.
Demikian pula golongan-golongan masyarakat yang tidak mampu
melaksanakan fungsi sosialnya oleh karena kondisi patologis dan atau
karena kerawanan sosial ekonomis, diusahakan agar dapat kembali
melaksanakan fungsi sosialnya serta berperan secara aktif dan berswadaya dalam kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial serta mampu
pula berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Selanjutnya diusahakan makin mengembangnya tingkat kesadaran
dan tanggung jawab sosial serta. disiplin sosial masyarakat sehingga
tercipta suatu suasana kehidupan kekeluargaan dan kegotong-royongan
dalam masyarakat yang memungkinkan penggalian dan pemanfaatan
sumber-somber daya dan Jana sosial masyarakat bagi kepentingan
usaha-usaha di bidang kesejahteraan sosial bersama-sama dengan
pemerintah. Usaha untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan berswadaya dan berpartisipasi dalam pembangunan bidang kesejahteraan
sosial di kalangan masyarakat secara melembaga, pada azasnya merupakan suatu upaya untuk lebih memantapkan prasarana dan sarana
pembangunan bidang kesejahteraan sosial di kalangan masyarakat.
Segala kegiatan kesejahteraan sosial diharapkan menunjang dan
melengkapi upaya-upaya pembangunan di bidang lainnya secara serasi
dalam rangka meningkatkan stabilitas dan ketahanan sosial/masyarakat yang mantap dan tangguh.
140
PROGRAM-PROGRAM DAN SASARAN
1. Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial
Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berswadaya kesejahteraan sosial daripada golongangolongan miskin di daerah pedesaan maupun di daerah kota, agar
mereka dapat memperbaiki kehidupan dan penghidupannya serta
mampu pula untuk meningkatkan kadar dan mute kesejahteraan
mereka lebih lanjut. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan keikut-sertaan seluruh lapisan masyarakat baik dalam rangka
mendukung usaha-usaha/kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilaksanakan maupun dalam mengusahakan sumber-sumber dana yang
diperlukan guna mendukung usaha-usaha/kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial.
Tokoh-tokoh masyarakat formal dan informal, pria, wanita, dan
remaja, serta sumber-sumber kesejahteraan sosial setempat akan dimanfaatkan sebagai pendorong dinamika kesejahteraan sosial guna membantu :
(1) Keluarga-keluarga dan golongan masyarakat terasing;
(2) Keluarga-keluarga dan golongan masyarakat berpenghasilan rendah;
(3) Keluarga-keluarga dan golongan masyarakat yang mengalami
kesukaran perumahan. Demikian pula akan dilibatkan golongangolongan dalam masyarakat, organisasi-organisasi sosial masyarakat, lembaga-lembaga ekonomi, keuangan, industri dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang berkecimpung
dalam usaha kesejahteraan sosial. Kecuali itu, dalam rangka
kegiatan ini termasuk pula usaha-usaha untuk mengembangkan
dan memperluas minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Pada lembaga-lembaga
di dalam kalangan ekonomi, industri dan keuangan, ditingkatkan
minatnya untuk selalu menyertakan kepentingan usaha kesejahteraan sosial dalam setiap perluasan usahanya yang bersifat
ekonomis.
141
Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam lingkup program ini ialah :
a. Bimbingan dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Masyarakat.
Dalam usaha kesejahteraan sosial ini akan diperkembangkan antara
lain : penggalian dan pemanfaatan daya dan dana kesejahteraan sosial
di lingkungan masyarakat daerah setempat, baik di pedesaan maupun
di kota; peningkatan kesejahteraan sosial keluarga-keluarga paling
miskin melalui usaha ekonomis produktif, pada keluarga-keluarga
tersebut, khususnya juga kaum wanitanya. Pada akhir Repelita III
diharapkan jumlah keluarga yang paling miskin di daerah-daerah
rawan di pedesaan maupun di kota semakin banyak yang berhasil
meningkatkan mutu kesejahteraannya, begitu pula semakin banyak
golongan-golongan masyarakat yang berkemampuan secara berswadaya
mengatasi masalah-masalah kesejahteraan sosial dalam lingkungan
masyarakatnya.
b. Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial
kesatuan-kesatuan masyarakat tensing melalui kegiatan memukimkan mereka secara menetap agar dapat melaksanakan kehidupan yang
layak, serta berkemampuan pula untuk meningkatkan kesejahteraannya.
c. Bimbingan dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Perumahan,
Dalam usaha kesejahteraan sosial ini akan diperkembangkan
kemampuan berswadaya kesejahteraan sosial daripada golongangolongan masyarakat miskin di daerah pedesaan maupun di kota terutama di daerah-daerah rawan sosial-ekonomis di kota untuk dapat
mengatasi masalah-masalah/kesukaran-kesuk.aran perumahannya sendiri secara bergotong-royong, antara lain dengan membangun
perumahan rakyat untuk warga masyarakatnya yang miskin, dan
dengan pemanfaatan lingkungan perumahannya untuk menciptakan
suasana sejahtera.
d. Pengembangan Partisipasi Sosial Masyarakat.
Pengembangan partisipasi sosial masyarakat dimaksudkan untuk
dapat meningkatkan, mengembangkan, menyebar-luaskan, dan me-
142
lembagakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan bidang
kesejahteraan sosial khususnya, umumnya dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan bidang lainnya. Dengan semakin meluas dan semakin
bermutunya kegiatan-kegiatan partisipasi sosial masyarakat dalam
pembangunan secara melembaga dan berkelangsungan, maka di kalangan masyarakat sendiri akan terwujud adanya prasarana dan sarana serta mekanisme pembangunan kesejahteraan sosial yang searah
dan dalam kesatu-paduan dengan prasarana, sarana, dan mekanisme
kesejahteraan sosial dari Pemerintah.
Sasaran kegiatan ini antara lain dan yang utama adalah :
(1) perkumpulan-perkumpulan sosial, organisasi-organisasi sosial masyarakat/swasta yang bergerak di bidang usaha kesejahteraan
sosial, serta lembaga-lembaga lainnya ekonomi, industri, keuangan;
(2) potensi-potensi tenaga kesejahteraan sosial masyarakat;
(3) potensi-potensi dana kesejahteraan :sosial masyarakat;
(4) potensi-potensi kepemimpinan sosial masyarakat : pria, wanita
dan remaja; dan
(5) kesadaran, disiplin, kesetia-kawanan, dan rasa tanggung jawab
sosial masyarakat.
Kegiatan ,pokok dalam usaha ini antara lain ialah :
(1) penyuluhan sosial;
(2) bimbingan sosial dan motivasi partisipasi sosial masyarakat;
(3) pembinaan dan pengembangan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat pembimbing sosial masyarakat/PSM dan tenaga kesejahteraan sosial sukarela;
(4) bimbingan teknis usaha kesejahteraan sosial;
(5) bimbingan ke-organisasian usaha kesejahteraan sosial masyarakat;
(6) bimbingan penertiban dan pengendalian lembaga dan usaha
kesejahteraan sosial masyarakat;
(7) pengembangan kepemimpinan sosial masyarakat;
143
(8)
pengembangan dana kesejahteraan sosial masyarakat;
(9) pemantapan kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat;
(10) bantuan stimulan prasarana dan sarana kesejahteraan sosial,
dan bantuan stimulan untuk kegiatan operasional usaha kesejahteraan sosial;
(11) bimbingan pengembangan usaha kesejahteraan sosial masyarakat dan bimbingan partisipasi sosial masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan.
2. Program Bantuan dan Penyantunan Sosial
Program ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan bantuan
dan penyantunan/rehabilitasi, memelihara serta meningkatkan kesejahteraan sosial golongan-golongan masyarakat, keluarga dan atau
kelompok sosial tertentu yang tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya karena berbagai faktor pathologis dan atau faktor non pathologis.
Dengan pelayanan ini diharapkan mereka dapat dipelihara tingkat
kesejahteraan sosialnya serta ditingkatkan kadar dan mutu kesejahteraan mereka, sehingga akan mampu menjaga kehidupan dan penghidupannya sendiri sesuai dengan kelayakan martabat manusia, tanpa
ketergantungan pada pihak lain. Dengan demikian maka golongan
masyarakat ini akan dapat pula diharapkan untuk ikut serta berfungsi dalam kegiatan pembangunan.
Kegiatan pokok usaha ini antara lain terdiri dari :
(1) bimbingan sosial dan motivasi;
(2) pemberian bantuan perlindungan tempat tinggal/pernaungan,
bantuan penghidupan, dan bantuan perangsang untuk usahausaha ekonomis produktif;
(3) pemberian pelayanan rehabilitasi -sosial dan rehabilitasi usaha/
kerja;
(4) bimbingan persiapan darn pelaksanaan penyaluran pada lapangan usaha/lapangan kerja; dan
(5) bimbingan pembinaan dan peningkatan kesejahteraan sosial.
144
Pelayanan tersebut dilakukan melalui sistem pelayanan kesejahteraan sosial secara panti maupun secara non-panti dan dalam hal-hal
tertentu dilakukan pula secara pemukiman setempat/baru.
Kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam lingkup program ini adalah
(1) Bantuan dan Penyantunan Anak Terlantar.
Dalam usaha kesejahteraan sosial ini yang akan dibina dan diperkembangkan adalah : kesejahteraan anak terlantar dan atau anak
tidak/kurang terurus, melalui sistem panti (antara lain Panti Asuhan,
Panti Petirahan Anak, Panti Penitipan Anak) dan melalui pelayanan
kesejahteraan anak secara non-panti; pembinaan kesejahteraan keluarga dalam kesatuan dengan kesejahteraan anak, melalui kegiatankegiatan konsultasi masalah-masalah sosial-psikologis keluarga dan
masalah anak; serta kegiatan-kegiatan perlindungan atas kesejahteraan anak. Dalam Repelita III diharapkan dapat dilakukan kegiatankegiatan pembinaan dan pengembangan kesejahteraan anak yang semakin mampu menjangkau sasaran yang lebih luas.
(2) Bantuan dan Penyantunan Lanjut Usia/Jompo.
Dalam usaha kesejahteraan sosial .ini, yang akan dibina adalah kesejahteraan sosial para lanjut usia dan atau jompo, terutama yang terlantar dan atau yang kurang/tidak terurus, melalui sistem pelayanan
kesejahteraan sosial secara panti (Panti Werdha) maupun secara nonpanti. Termasuk pula kegiatan-kegiatan pembinaan kerja/usaha bagi
para lanjut usia yang masih potensial, serta kegiatan-kegiatan rekreasi,
kemasyarakatan, dan pembinaan mental spiritual. Dalam Repelita III
diharapkan kegiatan ini akan semakin diperluas.
(3) Bantuan dan Penyantunan Tuna Sosial.
Dalam usaha kesejahteraan sosial ini rehabilitasi kesejahteraan
sosial mencakup rehabilitasi sosial bagi para pengemis, gelandangan,
dan orang terlantar, melalui sistem panti, non-panti, dan secara pemukiman setempat/baru; rehabilitasi sosial bagi para tuna susila antara lain melalui sistem panti, non-panti, dan dimungkinkan pula
secara rehabilitasi/pemukiman setempat; rehabilitasi sosial bagi para
145
remaja korban narkotika, dan bagi anak-anak/remaja nakal; rehabilitasi sosial bagi para bekas narapidana. Tercakup pula dalam kegiatan
ini usaha pengembangan kesejahteraan sosial para tuna sosial yang
sudah direhabilitasi dalam kehidupan masyarakat umum, antara lain
melalui peningkatan usaha ekonomis produktif dan peningkatan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan mereka.
Kegiatan rehabilitasi sosial para remaja korban narkotika dilakukan
terutama setelah mereka mendapatkan pelayanan medis untuk kemudian dilanjutkan dengan pelayanan rehabilitasi sosial tersebut, baik
melalui sistem panti, non-panti maupun secara kemasyarakatan. Kegiatan secara kemasyarakatan ini, terutama di dalam rangka usaha
pencegahan terhadap meluasnya penyalah-gunaan abat-obatan narkotika di kalangan para remaja. Kegiatan rehabilitasi bagi para anak
nakal dan para bekas narapidana dilaksanakan pula secara panti
maupun non-panti. Dalam periode Repelita III diharapkan jangkauan pelayanan rehabilitasi sosial ini akan semakin luas.
(4) Bantuan dan Penyantunan cacat dan cacat veteran.
Dalam usaha kesejahteraan sosial ini akan dilaksanakan rehabilitasi
sosial bagi para cacat tubuh, rehabilitasi sosial bagi para cacat netra;
rehabilitasi sosial bagi para cacat mental, rehabilitasi sosial bagi para
cacat tuli-bisu, dan penyantunan para cacat akibat penyakit khronis.
Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan melalui sistem panti dan nonpanti. Tercakup pula kegiatan pengembangan kesejahteraan sosial
bagi para cacat dan cacat veteran yang telah direhabilitasi, dengan
melalui kegiatan peningkatan usaha ekonomis produktif dan kegiatankegiatan pengembangan kehidupan kemasyarakatan mereka. Dalam
masa Repelita III diharapkan akan dapat dilaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial bagi para cacat dan cacat veteran yang 1ebih luas.
(5) Bantuan Sosial bagi Keluarga Pahlawan dan Perintis,/Pejuang
Kemerdekaan.
Dalam usaha kesejahteraan sosial ini akan dilaksanakan pembinaan
kesejahteraan sosial bagi para keluarga pahlawan, pembinaan kesejahteraan sosial bagi para perintis/pejuang kemerdekaan dan keluarganya,
pemeliharaan dan pembinaan Makam Pahlawan dan Taman Makam
Pahlawan.
146
Dalam masa Repelita III diharapkan para keluarga pahlawan dan
perintis/pejuang kemerdekaan di Indonesia terjangkau oleh usaha
ini. Selain itu, dalam periode Repelita III diharapkan Makam Pahlawan dan Taman Makam Pahlawan akan mendapat perhatian untuk
ditingkatkan kondisinya sehingga menjadi semakin baik.
(6)
Perintisan sistem jaminan Kesejahteraan Sosial Gotong
Royong.
Kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi : penelitian dan perintisan sistem jaminan kesejahteraan sosial berdasarkan azas gotong
royong kearah perlindungan dan pemberian bantuan kesejahteraan
sosial, khususnya untuk golongan-golongan masyarakat/keluargakeluarga yang termasuk dalam kategori paling miskin/keserakat; penelitian dan perintisan kearah pengembangan dana jaminan kesejahteraan sosial dari masyarakat; penelitian dan perintisan ke arah usaha
asuransi kesejahteraan sosial, khususnya untuk golongan-golongan masyarakat bukan pegawai maupun angkatan bersenjata. Dalam Repelita
III sebagai usaha penelitian dan perintisan secara terbatas akan diusahakan penyelenggaraan jaminan kesejahteraan sosial gotong royong
untuk memperoleh data yang lebih lengkap serta cara-cara penyelenggaraan yang tepat guna pengembangannya di masa yang akan datang.
(7)
Bantuan dan Rehabilitasi Sosial bagi para Korban Bencana
alam dan bencana lainnya.
a. Dalam usaha kesejahteraan sosial ini akan dilaksanakan pembinaan
kelancaran dan ketertiban pelaksanaan bantuan kesejahteraan sosial darurat atau sementara; pelaksanaan perlindungan dan pengamanan para- korban dan harta benda masyarakat dan negara/pemerintah; pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi para korban bencana alam;
peningkatan kesejahteraan sosial para korban bencana alam.
b. Usaha kesejahteraan sosial ini dimaksudkan untuk memberikan
"bantuan tingkat pertama dan darurat" secara cepat dan tepat
bagi para korban yang sedang mengalami musibah bencana alam
dan atau bencana lainnya. Bagi para korban yang masih memerlukan pertolongan lebih lanjut, program ini juga melaksanakan
kegiatan rehabilitasi sosial bagi para korban bencana alam dan
147
atau bencana lainnya. Hal ini dilakukan antara lain melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi sosial di tempat kejadian, pemukiman
setempat, pemukiman baru di daerah setempat dan pemukiman
baru di daerah kepulauan lain (transmigrasi). Selain itu, usaha
tersebut juga dimaksudkan untuk mengembangkan daerah dan
masyarakat di daerah-daerah rawan bencana alam dan atau bencana lainnya, di dalam rangka mencegah terjadinya korban-korban
serta mendayagunakan daerah-daerah tersebut bagi peningkatan
kesejahteraan sosial masyarakat setempat. Kegiatan ini dilaksanakan antara lain dengan meningkatkan kemampuan masyarakat di
daerah-daerah tersebut agar dapat memiliki kemampuan berswadaya untuk mendayagunakan sumber-sumber kesejahteraan sosial
di lingkungannya, serta berswadaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pencegahan terjadinya musibah bencana alam dan atau bencana lainnya.
c.
Kegiatan-kegiatan pokok dalam usaha ini antara lain, ialah :
(1) bimbingan sosial dan motivasi (keluarga, kelompok sosial atau
kesatuan masyarakat);
(2) pembinaan kelancaran dan ketertiban pelaksanaan bantuan
kesejahteraan sosial darurat dan sementara;
(3) pemberian bantuan penghidupan, perlindungan tempat tinggal/pemondokan sementara, stimulan prasarana dan sarana
pemukiman serta stimulan usaha ekonomis produktif;
(4) pelaksanaan rehabilitasi sosial di tempat, secara pemukiman
setempat, pemukiman baru di daerah lain dan atau pemukiman baru di daerah kepulauan lain/transmigrasi;
(5) bimbingan penyaluran pada lapangan usaha atau lapangan
kerja;
(6) bimbingan sosial pencegahan dan penanggulangan bencana
alam dan bencana lainnya;
(7) bimbingan pengembangan kesejahteraan sosial;
(8) rehabilitasi daerah-daerah bencana alam dikaitkan dengan
rencana pengembangan wilayah, bersama-sama dengan berbagai instansi yang bersangkutan.
148
Dalam periode Repelita III melalui usaha kesejahteraan sosial ini
diharapkan pelaksanaan bantuan kesejahteraan sosial darurat/sementara bagi para korban bencana alam dapat diselenggarakan secara
lebih tertib, terarah, dan efisien. Diharapkan pula, usaha ini akan lebih
mampu menjangkau lebih banyak penderita korban bencana alam di
Indonesia, sehingga para korban bencana alam ini terbebas dari,
kemiskinan dan dapat memiliki kemampuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosialnya. Demikian pula diharapkan daerah-daerah yang
semula rawan bencana alam atau bencana lainnya akan dapat didayagunakan dan dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan sosial masyarakat setempat dan bagi kepentingan pembangunan pada umumnya.
Selain itu, dengan berkembangnya kemampuan swadaya sosial masyarakat di daerah-daerah rawan tersebut, mereka akan lebih mampu
pula meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya sendiri.
Program-program tersebut di atas, di samping menangani masalah
kesejahteraan sosial juga sekaligus secara terpadu menunjang dan
memantapkan pembinaan generasi muda, bimbingan motivasi keluarga
berencana, perbaikan dan peningkatan gizi serta perbaikan perumahan
rakyat dan lingkungan hidup.
3.
Program Peranan Wanita
Program ini dimaksudkan untuk mengembangkan kesejahteraan
para wanita khususnya guna memantapkan ketrampilan dan kemampuan para wanita pedesaan di kalangan keluarga di bawah garis ke,
miskinan agar dapat berperan memperbaiki tingkat hidupnya serta
semakin berintegrasi secara lebih besar dalam pembangunan masyarakatnya terutama dalam bidang kesejahteraan sosial. Selama Repelita III akan dibina dan dikembangkan kemampuan kelompok-kelompok organisasi sosial swasta ke arah peningkatan ketrampilan yang
bersifat ekonomis produktif, kepemimpinan serta teknis pekerjaan
sosial khususnya mengenai kesejahteraan anak dan keluarga.
4. Program Generasi Muda
Program ini dimaksudkan untuk mengembangkan kesejahteraan
para remaja khususnya guna mengisi kegiatan-kegiatan kelompok re149
maja yang kurang mampu dalam rangka mencegah masalah kenakalan/kelainan sosial di kalangan remaja. Selama Repelita III akan
dibina dan dikembangkan kemampuan Karang Taruna bagi kelompokkelompok remaja tersebut ke arah peningkatan ketrampilan yang
bersifat sosial, ekonomis serta produktif.
5. Program Penelitian Kesejahteraan Sosial
Program penelitian kesejahteraan sosial akan dilakukan dalam
rangka lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha-usaha kesejahteraan sosial yang langsung dapat menunjang peningkatan mutu
kesejahteraan sosial secara luas. Kegiatan yang dilaksanakan mencakup :
a. Penelitian yang menyangkut identifikasi permasalahan kesejahteraan sosial di dalam masyarakat, baik mengenai ciri-ciri kekhususannya, pengaruh-pengaruh dan keterbatasan-keterbatasan serta
luas permasalahannya.
b. Penelitian dan pengembangan teknologi usaha-usaha kesejahteraan sosial termasuk pula administrasi kesejahteraan sosial, yang
langsung diarahkan untuk menunjang peningkatan dan pengembangan usaha-usaha kesejahteraan sosial baik yang dilakukan oleh
Pemerintah maupun yang dilakukan oleh masyarakat.
Penataan dan penyajian data/informasi di bidang kesejahteraan
sosial yang akan langsung bermanfaat bagi pengembangan kebijaksanaan, strategi dan program-program pembangunan bidang
kesejahteraan sosial.
Dalam Repelita III penelitian kesejahteraan sosial diharapkan
dapat dilaksanakan secara lebih intensif, dan diarahkan untuk langsung menunjang peningkatan kegiatan operasional. Kecuali itu akan
dimanfaatkan pula untuk memberikan dasar bagi pengembangan kebijaksanaan, strategi dan program-program pembangunan bidang kesejahteraan sosial.
6. Program Pendidikan dan Latihan Tenaga Sosial
Melalui program ini diharapkan pelaksanaan usaha kesejahteraan
sosial selalu dapat ditangani oleh tenaga-tenaga yang trampil serta
selalu bertolak pada perkembangan permasalahan kesejahteraan sosial
yang ada di dalam masyarakat.
150
Dalam usaha memenuhi kebutuhan pelayanan, usaha peningkatan
mutu .tenaga-tenaga pelaksana terutama akan ditujukan pada tenagatenaga pelaksana lapangan, baik yang langsung menggarap permasalahan/kasus-kasus masalah sosial maupun mereka yang bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mengendalikan pelayanan
kesejahteraan sosial pada tingkat lapangan.
Dalam Repelita III usaha peningkatan kemampuan/ketrampilan
tenaga pelaksana akan selalu dikembangkan sesuai dengan tuntutan
kebutuhan pelayanan operasional, dengan demikian kemampuan sebagian besar aparat pelaksana, baik pada tingkat tenaga-tenaga administrasi maupun tenaga-tenaga pelaksana di lapangan akan selalu
dapat memenuhi kebutuhan usaha-usaha peningkatan pelayanan kesejahteraan sosial masyarakat.
Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan kegiatan-kegiatan
pendidikan/latihan tenaga kesejahteraan sosial yang makin meningkat, fasilitas-fasilitas pendidikan/latihan akan dikembangkan sehingga akan lebih memenuhi kebutuhan.
7. Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintah dan
Pengawasan Pelaksanaan Pembangunan
Dalam usaha menunjang berhasilnya pelaksanaan operasional sebagaimana yang telah direncanakan, maka diperlukan adanya pengaturan-pengaturan yang dapat menjamin bahwa pencapaian hasil-hasil
pelaksanaan kegiatan dapat dicapai dengan cara-cara yang efisien
dan tertib administrasi. Oleh karena itu akan dilakukan usaha-usaha
agar pengendalian pelaksanaan kegiatan-kegiatan dapat dimantapkan
mulai dari kegiatan perencanaan sampai pada kegiatan pengendalian
administratif pelaksanaan serta pengawasannya. Di samping itu akan
diusahakan pula agar semua penanggulangan masalah-masalah kesejahteraan sosial dapat dilandasi dengan peraturan-peraturan perundangundangan menurut keperluan.
Untuk lebih meningkatkan hasil-guna dan daya-guna pelaksanaan
pembangunan akan ditingkatkan kemampuan menejemen kesejahteraan sosial yang ada. Peningkatan kemampuan ini meliputi berbagai
bidang kegiatan, terutama meliputi peningkatan kemampuan fungsi
151
perencanaan serta penilaian, pengorganisasian, serta ketata-laksanaan
dan pengawasan, juga peningkatan berbagai sarana termasuk usaha
pengembangan hukum di bidang kesejahteraan sosial.
Agar pelaksanaan kebijaksanaan serta kegiatan berjalan menurut
rencana dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan, fungsi pengawasan akan makin ditingkatkan yang mencakup pengendalian dan
penilaian pelaksanaan pembangunan, tatalaksana, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan.
Tujuan pengawasan ini dimaksudkan agar pelaksanaan semua kebijaksanaan dan program di bidang kesejahteraan sosial dapat diikuti,
dan dapat diambil tindakan perbaikan yang diperlukan bila terjadi
hambatan,, penyimpangan dan penyelewengan lainnya. Fungsi pengawasan tidak semata-mata diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal
dan lain-lain aparatur pengawasan, tetapi juga merupakan kegiatan
dan tanggung jawab yang melekat pada fungsi Pimpinan setiap satuan organisasi Departemen/ Instansi. Oleh karena itu baik pengawasan
fungsional maupun pengawasan operasional oleh unsur pimpinan terhadap pelaksanaan tugas oleh pejabat bawahannya akan makin ditingkatkan. Usaha pengawasan yang bertujuan meningkatkan ketertiban
demi terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih dan bertanggung
jawab perlu dilaksanakan berdasarkan program yang berencana, terarah dan terpadu. Di samping itu akan dilanjutkan dan ditingkatkan
pula usaha-usaha untuk terwujudnya aparatur pemerintah yang bersih
berwibawa dan bertanggung jawab.
Unsur-unsur penunjang lain, seperti peningkatan penataan administrasi kepegawaian, sistem informasi keuangan dan perlengkapan
serta kehumasan dalam Repelita III akan diselenggarakan sejalan
dengan peningkatan dan pengembangan program-program operasional. Dengan demikian diharapkan bahwa secara keseluruhan, baik
administratif maupun teknis, pelaksanaan program-program akan
dapat ditingkatkan secara nyata.
8. Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Pemerintah
Dalam rangka usaha meningkatkan pelayanan kesejahteraan sosial,
baik mutu maupun jangkauan pelayanan, fasilitas pelayanan kese-
152
jahteraan sosial akan ditingkatkan. Termasuk dalam usaha peningkatan inl perlengkapan para petugas sosial lapangan, terutama yang
bekerja di daerah terpencil.
B. PERANAN WANITA
I. PENDAHULUAN
Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa
Pembangunan yang menyeluruh mensaratkan ikut sertanya pria maupun wanita secara maksimal disegala bidang. Oleh karena itu wanita
mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria
untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiatan pembangunan.
Peranan wanita dalam pembangunan tidak mengurangi peranannya dalam pembinaan keluarga sejahtera umumnya dan pembinaan
generasi muda khususnya, dalam rangka pembinaan manusia Indonesia seutuhnya.
Untuk lebih memberikan peranan dan tanggung jawab kepada
kaum wanita dalam pembangunan, maka pengetahuan dan ketrampilan wanita perlu ditingkatkan diberbagai bidang yang sesuai dengan kebutuhannya.
Sesuai dengan apa yang dikemukakan di dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara tersebut di atas, dalam Repelita III akan diusahakan
untuk lebih meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan. Secara langsung wanita membina perkembangan mental dan fisik generasi-generasi penerus dalam keluarga masing-masing, yang merupakan kelompok-kelompok yang akan terjun dalam masyarakat, yaitu
kelompok generasi muda, penerus cita-cita bangsa yang akan mewarisi dan melanjutkan perjuangan bangsa generasi demi generasi.
II. KEADAAN DAN MASALAH
Buta huruf dan kurangnya pendidikan dan latihan dalam ketrampilan-ketrampilan dasar serta hambatan sosial kebudayaan merupakan beberapa di antara penyebab "lingkaran setan" keterbelakangan,
produktivitas yang rendah dan kondisi-kondisi kesehatan serta kesejahteraan yang buruk. Wanita yang kurang pendidikannya kurang
153
dapat memenuhi fungsinya dalam pembinaan keluarga apalagi mengingat tuntutan dewasa ini.
Kurangnya Pengetahuan mengenai kesehatan mengakibatkan ketidak mampuan ibu rumah tangga menerapkan pemeliharaan kesehatan
yang tepat, penyajian makanan yang bergizi cukup, terutama kepada
anak di bawah umur lima tahun (BALITA). Dengan tingkat pendidikan yang baik dapat ditingkatkan mutu hidup manusia dan akan
lebih mampu untuk mengelola dan memanfaatkan lingkungan alam
untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya sendiri, keluarga dan seluruh masyarakat.
Kurangnya kemampuan wanita seperti disebutkan di atas dan
belum meratanya kesempatan bagi kaum wanita tercermin pula dari
peranannya di berbagai bidang kegiatan pembangunan antara lain
di bidang ketenagakerjaan. Sebagian terbesar tenaga kerja wanita
adalah pekerja tidak terdidik.
Wanita pedesaan sepanjang sejarah telah membuktikan bahwa mereka dapat berperan di dalam kehidupan masyarakatnya. Secara
tradisional wanita pedesaan antara lain turut serta di dalam kegiatankegiatan ekonomi, khususnya dalam proses produksi. Dengan adanya kemajuan dan peningkatan cara-cara berproduksi dan kelembagaan-kelembagaan di dalam sektor pertanian mulai timbul masalah
mengenai berkurangnya peranan dan kedudukan wanita dalam proses produksi. Masalah yang sama juga timbul dalam sektor industri
dan jasa walaupun dalam tingkatan keadaan yang berlainan. Kurang
memadainya peranan wanita dalam pembangunan merupakan pemborosan sumber daya manusia dan merugikan pembangunan itu sendiri.
Masalah dan hambatan yang menyebabkan kaum wanita pada
umumnya masih rendah tingkat partisipasinya dalam pembangunan,
adalah antara lain sebagai berikut :
1. Besarnya jumlah wanita yang buta huruf dan pendidikan rendah,
merupakan hambatan bagi pembangunan karenanya mereka tidak
atau belum dapat mengambil bagian sepenuhnya dalam proses
pembangunan:
154
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan, gizi, dan sanitasi
mengakibatkan rendahnya tingkat kesehatan ibu-ibu dan anakanak, sehingga tingkat kematian bayi dan anak-anak menjadi
tinggi.
3. Tingkat penghasilan keluarga yang rendah mengharuskan kaum
wanita mencari nafkah tambahan bagi keluarga, di samping kesibukannya sebagai ibu rumah tangga.
4. Keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap kaum wanita
sendiri dalam hidup bermasyarakat dihadapkan kepada penempatan kedudukan mereka dalam masyarakat yang belum sepenuhnya
dapat diterima setingkat dengan kaum pria, merupakan dua hal
yang saling berpengaruh dan merupakan hambatan bagi peningkatan partisipasi wanita dalam pembangunan terutama untuk mendapatkan kedudukan dan kesempatan kerja yang layak.
5. Keadaan sosio budaya yang tidak menguntungkan bagi wanita. Di
dalam masyarakat yang masih berpandangan tradisional terdapat
norma dan adat istiadat yang kuat yang masih membatasi peranan
wanita dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat formal.
Namun demikian dapat dikemukakan pula adanya faktor-faktor
yang mendukung peningkatan peranan wanita dalam pembangunan.
Hal-hal ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Adanya kehendak politik seperti dituangkan dalam Garis-garis.
Besar Haluan Negara tentang "Peranan Wanita dalam pembangunan dan pembinaan bangsa".
2. Telah meluasnya pergerakan wanita yang sejak kebangkitan bangsa
Indonesia menunjukkan partisipasinya dan selalu berusaha meningkatkannya melalui perjuangan persamaan hak, kewajiban dan
kesempatan.
3. Semangat dan kegairahan para pemimpin wanita baik di tingkat
pusat maupun daerah untuk membantu keberhasilan kebijaksanaan ini.
4. Telah tersusunnya Rencana Kegiatan Nasional Wanita Indonesia.
155
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Kebijaksanaan dan langkah-langkah untuk meningkatkan peranan
wanita dalam Repelita III berjalan secara terpadu dengan kebijaksanaan dan langkah-langkah di pelbagai bidang pembangunan. Hal ini
ditujukan untuk meningkatkan keadaan yang memungkinkan wanita
ikut serta dan berintegrasi secara lebih baik dalam pembangunan
material dan spiritual.
Di bidang pertanian, wanita memainkan peranannya secara langsung baik di dalam kegiatan produksi maupun penggunaan hasilhasil pertanian. Tenaga kerja, wanita di daerah pedesaan adalah
merupakan pemegang peranan utama yang melaksanakan pelbagai
kegiatan pembangunan di bidang pertanian.
Dalam rangka meningkatkan pembangunan di bidang pertanian
dipergunakan cara-cara dan teknologi baru yang dapat meningkatkan
produksi dan mutu hasil-hasil pertanian, termasuk penggunaan jenis
tanaman baru. Agar kaum wanita dapat menggunakan cara-cara dan
teknologi baru tersebut dengan sebaik-baiknya, perlu diberikan
pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan. Dalam rangka ini akan
diadakan dan ditingkatkan latihan-latihan serta kursus-kursus bagi
kaum wanita agar mereka dapat mengenal dan memanfaatkan caracara serta teknologi baru di bidang pertanian.
Kecuali itu kaum wanita terutama di daerah pedesaan memegang
peranan penting dalam cara-cara penyimpanan dan pemanfaatan hasilhasil pertanian. Untuk itu akan diadakan kursus-kursus dan latihanlatihan tentang memperbaiki cara penyimpanan hasil-hasil pertanian
untuk menghindarkan pemborosan karena pembusukan dan lain sebagainya. Begitu pula akan diberikan pengetahuan tentang pelbagai
usaha yang dapat dilakukan oleh kaum wanita sendiri guna meningkatkan pemanfaatan hasil-hasil pertanian untuk perbaikan gizi
keluarga, termasuk pemanfaatan tanaman pekarangan, peternakan,
perikanan dan lain sebagainya.
Di samping pengetahuan dan ketrampilan di bidang pertanian akan
diberikan pula latihan-latihan dan ketrampilan di bidang-bidang lainnya agar kaum wanita terutama di daerah pedesaan memperoleh
156
kemampuan yang lebih beset untuk memperbaiki tingkat hidupnya.
Berbagai kegiatan tersebut akan diserasikan dengan kegiatan lembagalembaga yang telah ada sehingga peranan wanita dalam pembangunan
masyarakat terutama di daerah pedesaan dapat ditingkatkan. Dalam
rangka ini diusahakan meningkatkan ikut sertanya kaum wanita di
sektor perkoperasian. Langkah-langkah dan usaha-usaha akan dilakukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan serta latihan
ketrampilan yang meliputi masalah keanggotaan, organisasi, pengelolaan dan keuangan koperasi kepada kaum wanita. Perkoperasian
tidak hanya dikembangkan di daerah pedesaan saja tetapi juga di
daerah perkotaan sehingga dapat diciptakan iklim yang baik untuk
penciptaan lapangan kerja bagi kaum wanita. Hal ini diserasikan
dengan kebijaksanaan dan usaha-usaha di bidang pembangunan ekonomi dan ketenagakerjaan serta pembangunan daerah yang bersangkutan.
Masalah pangan dan perbaikan gizi serta usaha-usaha penanggulangannya, secara langsung menyangkut masalah kaum wanita. Sebagian besar penduduk yang mengalami kekurangan gizi adalah wanita
hamil dan wanita yang sedang menyusui serta anak-anak di bawah
umur 5 tahun yang menderita kekurangan kalori dan protein maupun
kekurangan vitamin A yang diancam kebutaan.
Oleh karena itu akan diusahakan lebih meningkatkan keikutsertaan
kaum wanita dalam menanggulangi masalah gizi terutama di daerah
pedesaan. Penanggulangan masalah gizi memerlukan pula penggunaan
pelbagai bahan makanan yang dapat berbeda dengan kebiasaan seharihari, misalnya penggunaan garam yodium, makanan yang telah ditambahkan vitamin-vitamin, dan lain sebagainya. Dalam hubungan ini
bagi para ibu akan diberikan penyuluhan dan pengertian tentang
pemanfaatan berbagai bahan makanan tersebut yang diperlukan oleh
mereka sendiri maupun oleh anak-anak guna perbaikan keadaan gizi
keluarga. Kecuali itu akan lebih ditanamkan lagi pengertian manfaat
air susu ibu bagi kesehatan dan pertumbuhan bayi.
Usaha perbaikan gizi keluarga menyangkut pula segi-segi kesehatan
dan lingkungan hidup. Dalam hubungan ini bagi ibu-ibu rumah
tangga akan diusahakan untuk memberikan penyuluhan dan ketram157
pilan tentang cara-cara sederhana untuk memelihara kesehatan dirinya
serta anak-anak dan keluarganya agar sekaligus dapat mengatasi
masalah gizi. Begitu pula akan dikembangkan usaha-usaha yang dapat
dilakukan oleh para ibu untuk kesehatan lingkungan. Pelbagai usaha
tersebut diserasikan dengan kegiatan pembangunan di bidang pertainan, kesehatan, pendidikan, penerangan dan lain sebagainya.
Pelbagai kebijaksanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan
industri berhubungan erat dengan masalah peranan wanita dalam
pembangunan. Hal ini pertama-tama menyangkut masalah tenaga
wanita yang bekerja di bidang industri. Sebagian besar tenaga kerja
wanita yang bekerja di bidang industri adalah tenaga-tenaga tidak
terdidik dan hanya sebagian kecil yang memegang jabatan pimpinan.
Untuk meningkatkan sumbangan wanita terhadap pembangunan di
bidang industri dan sekaligus meningkatkan mutu barang-barang
industri, akan diusahakan untuk meningkatkan pelbagai bentuk
latahan ketrampilan bagi tenaga-tenaga wanita yang bekerja di bidang
industri termasuk latihan-latihan untuk memperoleh kemampuan
kepemimpinan.
Salah satu segi lain adalah batas umur terendah yang dapat diizinkan untuk bekerja di bidang industri. Dalam hubungan ini akan
lebih ditingkatkan pelaksanaan dan pengawasan terhadap ketentuanketentuan batas umur khususnya untuk kaum wanita yang bekerja
di bidang industri. Begitu pula akan ditingkatkan langkah-langkah
dalam pelaksanaan kesejahteraan pekerja wanita, seperti cuti hamil,
penitipan bayi, pengawasan keselamatan kerja, pengupahan, asuransi
kecelakaan dan lain sebagainya.
Di samping itu akan dikembangkan pula penyuluhan dan pendidikan yang diperlukan agar kaum wanita dapat mengambil bagian
dan menjadi pembina atau wirausaha di bidang industri. Langkahlangkah tersebut akan diserasikan dengan kegiatan pembangunan di
bidang pendidikan, ketenagakerjaan, perdagangan dan lain sebagainya.
Selanjutnya peranan wanita sangat erat hubungannya dengan pemasaran hasil-hasil industri. Kemampuan kaum wanita untuk memilih
hasil-hasil barang industri yang bermutu akan turut menentukan perkembangan hasil-hasil industri itu sendiri. Dalam hubungan ini akan
158
diusahakan penyuluhan dan pendidikan mengenai cara-cara untuk
memilih barang konsumsi yang bermutu baik. Penyuluhan ini terutama
ditujukan kepada kaum wanita yang tidak mendapat kesempatan memperoleh pendidikan sekolah termasuk mereka yang putus Sekolah Dasar. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut diusahakan tidak hanya kehidupan kaum wanita beserta keluarganya akan bertambah baik tetapi
sekaligus juga untuk mendorong makin meningkatnya mutu barangbarang industri yang dihasilkan.
Masih rendahnya taraf pendidikan dan terbatasnya ketrampilan yang
dimiliki oleh kaum wanita pada umumnya merupakan masalah pokok
yang perlu diatasi dalam usaha meningkatkan peranan wanita dalam
pembangunan. Oleh karena itu kegiatan-kegiatan pendidikan, baik
pendidikan formal maupun pendidikan non formal serta latihan ketrampilan merupakan kegiatan-kegiatan utama dalam usaha meningkatkan keikutsertaan wanita di dalam pembangunan. Dalam hubungan
ini perhatian khusus perlu diberikan oleh karena terdapat tanda-tanda
kecenderungan para keluarga untuk mendahulukan anak pria dalam
hal memperoleh pendidikan daripada anak wanita.
Dalam hubungan ini, di bidang pendidikan formal akan diambil
langkah-langkah untuk mengurangi jumlah murid wanita yang putus
sekolah. Hal ini dilakukan baik dengan mempergunakan berbagai kemungkinan yang telah ada maupun dengan memperkembangkan kemungkinan-kemungkinan baru seperti Sistem Pamong, Sekolah Terbuka dan lain sebagainya. Di samping itu pendidikan formal diusahakan pula untuk mempersiapkan kaum wanita guna menghadapi
lapangan kerja baru yang terbuka bersamaan dengan meningkatnya
kegiatan pembangunan. Melalui kegiatan pendidikan tersebut diusahakan pula untuk mengembangkan rasa harga diri dan kepercayaan
terhadap diri sendiri di kalangan wanita, serta menanamkan moral
Pancasila, pendidikan Agama, dan semangat untuk membangun.
Sementara itu melalui pendidikan luar sekolah diusahakan untuk
menanamkan sikap makarya dan memberikan ketrampilan bagi kaum
wanita agar dapat meningkatkan kemampuannya sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan-kemajuan teknologi dalam lapangan
pertanian, industri, jasa-jasa perhubungan dan lain sebagainya. Dalam
159
pelaksanaannya akan lebih dimanfaatkan sarana-sarana pendidikan dan
latihan yang ada seperti Pusat Latihan Kerja, kursus-kursus Pendidikan
Masyarakat, penyuluhan pertanian dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan
tersebut ditujukan terutama untuk memberikan bekal kemampuan
yang lebih besar dan menanamkan sikap percaya kepada kemampuan
sendiri bagi kaum wanita guna meningkatkan taraf hidup dan ikut
serta dalam usaha-usaha pembangunan pada umumnya.
Usaha meningkatkan harga diri pada kaum wanita tidak hanya
dilakukan di sekolah-sekolah atau melalui pendidikan luar sekolah
saja, melainkan lebih luas lagi ialah melalui pendidikan kewarganegaraan dan keikutsertaan kaum wanita dalam organisasi-organisasi,
khususnya organisasi wanita. Untuk itu usaha-usaha akan dilakukan
untuk memberikan pendidikan kepemimpinan bagi kaum wanita dan
menciptakan iklim yang serasi agar organisasi-organisasi wanita dapat
bekerjasama dengan organisasi-organisasi lain, balk di dalam maupun
di luar negeri.
Betapapun peranan wanita dalam pembangunan tidak mengurangi
peranan dan tanggung jawab mereka dalam membina keluarga sejahtera pada umumnya dan pembinaan generasi muda khususnya. Untuk
meningkatkan peranan ini kegiatan-kegiatan pendidikan kesejahteraan
keluarga, pelayanan kesehatan dan keluarga berencana akan makin
digiatkan secara terpadu dengan lembaga-lembaga yang mempunyai
kewajiban menanganinya. Di tingkat desa penyelenggaraan pendidikan
kesejahteraan keluarga dihimpun dalam gerakan-gerakan Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga, Lembaga Sosial Desa, penyuluhan gizi dan
kesehatan, bimbingan sosial dan lain sebagainya. Usaha ini merupakan
lanjutan dari langkah-langkah yang sudah dimulai dalam Repelita II.
Selanjutnya keikutsertaan wanita dalam pelaksanaan program keluarga berencana akan lebih ditingkatkan melalui usaha untuk mendapatkan peserta keluarga berencana, memelihara kelestarian peserta,
dan penyuluhan serta penerangan terutama bagi daerah-daerah yang
belum terjangkau oleh pelaksanaan keluarga berencana. Kegiatankegiatan wanita di lapangan ini diintegrasikan dengan pelbagai kegiatan lainnya dalam rangka pelaksanaan program keluarga berencana.
160
Usaha untuk lebih mengembangkan peranan tenaga kerja wanita
dalam pembangunan pertama-tama menyangkut masalah usaha meningkatkan pendidikan dan latihan tenaga kerja wanita. Hal ini
disebabkan oleh karena tenaga kerja wanita, baik yang bekerja di
bidang pertanian, industri maupun di bidang pembangunan lainnya
untuk sebagian besar adalah tenaga kerja tidak terdidik ataupun tenaga kerja yang putus sekolah. Dalam hubungan ini maka dalam Repelita III dilaksanakan kegiatan meningkatkan lapangan kerja bagi
wanita terutama di desa-desa. Langkah-langkah ini antara lain ialah
menciptakan proyek-proyek produktif yang dilaksanakan khusus oleh
wanita seperti koperasi jahit menjahit, latihan dan pendidikan di
bidang sekretariat dan tata usaha, dan lain-lain.
Sementara itu perkembangan pembangunan daerah membuka pula
lapangan kerja baru di luar bidang pertanian. Untuk itu perhatian
khusus diberikan terhadap pendidikan dan latihan bagi kaum wanita
yang memungkinkan mereka untuk turut serta dalam lapangan-lapangan kerja yang baru. Pusat-pusat Latihan Kerja akan dimanfaatkan untuk memberikan kemungkinan tenaga kerja wanita memperoleh ketrampilan yang diperlukan. Hal ini diserasikan dengan
ketenagakerjaan serta pembangunan daerah yang bersangkutan.
Pendidikan dan latihan tenaga kerja wanita untuk bidang-bidang
pembangunan lainnya ditingkatkan pula. Hal ini diserasikan dengan
berbagai kebijaksanaan dan langkah pembangunan di bidang pendidikan.
Selanjutnya dalam rangka pengembangan hukum akan dikembangkan perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang dapat mendorong turut sertanya tenaga wanita di dalam kegiatan pembangunan
dan sekaligus untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja
wanita.
Terbatasnya kemampuan yang dimiliki oleh kaum wanita terutama
di daerah pedesaan dan di daerah miskin di kota-kota merupakan
masalah yang perlu diatasi untuk meningkatkan keikutsertaan kaum
wanita dalam pembangunan daerah. Selain itu berbagai adat istiadat
dan keadaan sosial lainnya masih merupakan hambatan untuk turut
161
sertanya kaum wanita sebagai sumber daya manusia untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam di sekitarnya.
Oleh karena itu setiap usaha untuk meningkatkan peranan wanita
dalam pembangunan daerah akan dilaksanakan secara terpadu dengan usaha-usaha pembangunan daerah pada umumnya yang bersifat
lintas sektoral. Dalam rangka ini akan lebih dimanfaatkan kesempatan-kesempatan yang telah tersedia seperti pendidikan luar sekolah.
penyuluhan pertanian, pelayanan kesehatan melalui KIA dan PUSKESMAS, program bimbingan sosial dan lain sebagainya. Begitu
pula akan lebih dimanfaatkan lembaga-lembaga Pembinaan Kesejahteraan Keluarga, Lembaga Sosial Desa, Kelompok-kelompok belajar,
lembaga-lembaga agama, pemuda, wanita dan lain sebagainya.
Di samping itu di dalam rangka meningkatkan keikutsertaan wanita dalam pembangunan, akan dikembangkan pusat informasi yang
menangani soal-soal yang menyangkut peranan wanita. Pusat informasi tersebut akan didukung oleh penelitian-penelitian tentang pelbagai masalah serta kemungkinan-kemungkinan untuk meningkatkan
peranan wanita dalam pembangunan yang akan dimanfaatkan untuk
penyusunan kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah selanjutnya. Penelitian akan meliputi antara lain tentang sumbangan pendidikan
terhadap peningkatan peranan wanita, tentang cara-cara dan teknologi yang menghemat tenaga dan waktu bagi wanita dalam pekerjaan
rumah tangga, tentang pekerjaan sambilan bagi wanita, dan peranan
wanita dalam kehidupan ekonomi khususnya koperasi. Kecuali itu
diperlukan pula penelitian tentang peranan PKK dalam peningkatan
pelayanan sosial kepada kaum wanita, masalah pelaksanaan undangundang perkawinan, masalah kesempatan kerja bagi wanita dan lain
sebagainya.
LANGKAH USAHA
Penduduk wanita Indonesia yang merupakan lebih dari 50% jumlah penduduk, merupakan suatu potensi nyata dan sasaran yang strategis. Sebagai subyek pembangunan, potensi ini akan nampak peranannya apabila dilaksanakan langkah-langkah usaha sebagai berikut:
162
1. Langkah usaha wanita dalam peranan budaya.
2. Langkah usaha peningkatan tenaga kerja wanita.
3. Langkah usaha peningkatan ketrampilan wanita.
1. Langkah Usaha Wanita Dalam Peranan Budaya.
a. Wanita dalam posisinya sebagai ibu rumah tangga, isteri, pendidik, (dan anggota masyarakat perlu digalang dalam kelompokkelompok sosial yang sesuai melalui pendekatan-pendekatan
yang bijaksana dan edukatif. Wadah-wadah kelompok-kelompok ini adalah untuk menggalang solidaritas sosial sebagai
tahap pertama menuju pembaharuan dan perubahan sikap
mental.
b. Sikap mental dalam lingkungan keluarga adalah dasar dari
pertumbuhan budaya yang diawali dari lingkaran keluarga,
masyarakat sekitar sampai kepada lingkaran yang lebih luas
yaitu bangsa. Oleh karena itu secara terencana diterapkan
langkah usaha yang dapat mengurangi sikap mental yang negatif seperti sifat-sifat feadolistis, sifat boros, sifat konsumtif,
sifat hipokrit dll. Sebaliknya dikembangkan sikap wanita yang
harus mandiri sebagai subyek pembangunan yang positif seperti: sifat-sifat yang produktif, sifat-sifat yang progressip,
berorientasi jauh dll.
c. Meningkatkan lembaga-lembaga budaya dengan kegiatan-kegiatan yang melibatkan lebih banyak wanita sebagai langkah
agar peranan dan kemampuan wanita dapat meningkat. Langkah-langkah ini adalah langkah-langkah fundamental menuju
kepada peranan wanita dalam budaya yang terintegrasi dalam
pembinaan bangsa.
d. Wanita-wanita pedesaan, terlebih yang bertempat tinggal jauh
di pelosok-pelosok akan dikelompokkan dan diarahkan kepada
usaha-usaha dalam sektor-sektor pertanian, perindustrian, koperasi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Dengan demikian inovasi modernisasi yang membawa perubahan-perubahan dan budaya baru secara efektif bisa berjalan
dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya.
163
2. Langkah Usaha Peningkatan Tenaga Kerja Wanita.
a. Untuk dapat diketahui secara konsepsional peranan wanita
dalam keikut-sertaan pembangunan diperlukan perencanaan
tenaga kerja wanita secara khusus, di samping perencanaan
tenaga kerja yang umum secara nasional.
b. Meningkatkan pendataan tenaga kerja wanita yang seimbang
dengan laju pembangunan. Data-data informasi kebutuhan tenaga kerja wanita, kesempatan kerja yang tersedia, serta jumlah yang membutuhkan lapangan pekerjaan akan dibina secara
khusus.
3. Langkah Usaha Peningkatan Ketrampilan Wanita.
a. Usaha pendidikan ketrampilan wanita akan dikembangkan baik
secara horisontal maupun secara vertikal. Dalam hubungan
ini akan ditingkatkan peranan wanita dalam usaha pengadaan
pangan, kegiatan lepas panen yang sangat memerlukan tenaga
wanita, usaha kesejahteraan keluarga, usaha rantai pemasaran
yang banyak menyerap tenaga wanita, serta usaha lain yang
khusus merupakan porsi peranan wanita.
Untuk ini akan diadakan kursus-kursus yang praktis, mudah
bergerak, sederhana dan populer untuk segala lapisan wanita.
Kursus-kursus praktis ini akan dikaitkan secara terpadu dengan usaha penyuluhan lapangan dalam berbagai aspek kehidupan.
b. Latihan Kerja Khusus bagi tenaga-tenaga kerja wanita yang
memerlukan ketrampilan tersendiri akan lebih ditingkatkan.
164
TABEL 20 — 3
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KETIGA
1979/80 — 1983/84
(dalam jutaan rupiah)
KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PERANAN WANITA
No. Kode
10
SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM
SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL, PERANAN WANITA, KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA
165
10.1
Sub Sektor Kesehatan
10.1.01
10.1.02
10.1.03
Program Penyuluhan Kesehatan
Program Pelayanan Kesehatan
Program Pemberantasan Penyakit Menu -
10.1.04
10.1.05
lar dan Penyakit Rakyat
Program Perbaikan. Gizi
Program Pengawasan Obat, Makanan
dan sebagainya
10.2
Sub Sektor Kesejahteraan Sosial dan
Peranan Wanita
Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial
Program Bantuan dan Penyantunan Sosial
Program Peranan Wanita
10.2.01
10.2.02
10.2.03
1979/80
(Anggaran
Pembangunan)
1979/80 -1983/84
(Anggaran
Pembangunan)
132.925,6
829.080,0
90.144,4
556.180,0
750,0
65.494,4
6.000,0
431.480,0
17.650,0
5.000,0
78.000,0
31.200,0
1.250,0
9.500,0
17.176,8
70.900,0
4.451,8
20.000,0
10.525,0
2.200,0
40.900,0
10.000,0
Download