Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial

advertisement
B A B 25
KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
B A B 25
KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
A. KESEHATAN
I. PENDAHULUAN
Sebagaimana ditetapkan di dalam Garis-garis Besar Haluan
Negara, maka pembangunan kesehatan yang ditujukan untuk
mengusahakan kesempatan yang lebih luas bagi setiap warga
negara guna mendapatkan derajat kesehatan yang sebaikbaiknya, adalah merupakan salah satu perwujudan daripada
usaha mencapai keadilan sosial. Dalam rangka ini, serasi dengan pertumbuhan kemampuan nasional pada setiap tahap
pembangunan, dilakukan usaha-usaha penyediaan pelayanan
kesehatan yang lebih meluas dan lebih merata bagi seluruh
rakyat. Bersamaan dengan itu arah usaha ditujukan pula agar
penyediaan pelayanan yang lebih meluas dan lebih merata tersebut dapat terjangkau oleh kemampuan rakyat.
Kecuali itu pemeliharaan kesehatan rakyat juga dilaksanakan dalam rangka peningkatan dan pemupukan kemampuan
tenaga kerja bagi keperluan pembangunan. Dengan demikian
maka pembangunan kesehatan merupakan salah satu kegiatan
utama yang mendukung keseluruhan usaha pembangunan.
Bersamaan dengan itu setiap tingkat kemajuan pembangunan
akan memberikan kemungkinan yang lebih besar guna mendorong perbaikan kesehatan rakyat pada umumnya. Dalam hubungan ini, seperti telah dinyatakan di dalarn Garis-garis Besar
Haluan Negara, maka masalah-masalah yang sejak semula
disadari belum akan terpecahkan dalam Repelita pertama, termasuk pula masalah-masalah kesehatan, Akan digarap secara
lebih dalam pada masa Repelita kedua.
237
II.
PERKEMBANGAN
KESEHATAN
1.
PEMBANGUNAN
DI
BIDANG
Gambaran umum situasi kesehatan
Dalam masa Repelita I ternyata bahwa dari 1.000 orang
penduduk, rata-rata 45 orang di antaranya menderita sakit.
Anak-anak berumur di bawah 1 bulan merupakan kelompok
umur yang paling banyak menderita sakit, kemudian disusul
oleh kelompok umur 1 bulan hingga 4 tahun. Penyebab-penyebab utama adalah infeksi saluran pernapasan, termasuk TBC,
infeksi kulit, diarrhea, malaria, dan penyakit mata.
Dalam pada itu ternyata pula bahwa terdapat rata-rata kematian 20 orang dari setiap 1.000 penduduk untuk setiap tahunnya. Lima puluh prosen dari jumlah kematian tersebut
terdiri dari anak-anak di bawah umur 5 tahun. Penyakit-penyakit yang merupakan penyebab utama kematian adalah
diarrhea pada anak-anak, infeksi saluran pernapasan, TBC,
typhus, penyakit jantung, kanker, dan kekurangan gizi.
Kemudian ternyata pula bahwa dari setiap 1.000 bayi yang
lahir hidup setiap tahun, 125 sampai 150 dari padanya meninggal sebelum berumur 1 tahun. Sedangkan untuk negaranegara yang telah mencapai tingkat kesehatan yang baik,
jumlah kematian bayi paling banyak 20 kematian dari setiap
1.000 bayi yang lahir.
2.
Perkembangan sarana-sarana kesehatan
Peningkatan sarana-sarana kesehatan diutamakan kepada
pengembangan Pusat-pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dengan bagian-bagiannya yang terdiri dari Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak ( B K I A ) dan Balai Pengobatan.
Rumah- rumah sakit yang berfungsi sebagai sistem penghubung dalam pelayanan kesehatan dan laboratorium kesehatan
sebagai sarana
penunjangnya, beberapa di antaranya juga
telah direhabilitir.
238
a.
Puskesmas
Sampai dengan akhir Repelita I telah terbentuk lebih dari
2.000 buah Puskesmas yang berarti bahwa belum semua kecamatan di Indonesia telah mempunyai Puskesmas. Di daerahdaerah Jawa dan Bali setiap Puskesmas rata-rata melayani sekitar 50.000 penduduk. Sedangkan di daerah-daerah lainnya
di luar Jawa dan Bali terdapat Puskesmas yang harus melayani sekitar 95.000 penduduk. Oleh karena keadaan alam
serta luas daerah masing-masing kecamatan di luar Jawa dan
Bali relatif lebih besar, maka pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas di daerah-daerah tersebut lebih terbatas.
b.
Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak
Pada permulaan Repelita I terdapat 5.300 buah BKIA dan
kemudian berkembang menjadi 6.719 buah pada akhir Repelita I. Walaupun jumlahnya dua kali jumlah kecamatan, tetapi
karena penyebarannya yang tidak merata, beberapa buah kecamatan ternyata masih belum mempunyai BKIA. Sekitar
4.602 orang bidan bekerja secara penuh pada BKIA. Jadi
masih banyak BKIA-BKIA yang belum mempunyai tenaga
bidan yang bekerja secara penuh. BKIA-BKIA tersebut memberikan pelayanan pemeriksaan wanita hamil, pemeriksaan
bayi, pemeriksaan anak, dan pertolongan persalinan, serta peIayanan keluarga berencana.
c.
Balai-balai Pengobatan
Pada akhir Repelita I telah terdapat 2.760 buah Balai Pengobatan, 1.500 buah di antaranya telah diintegrasikan ke dalam
Puskesmas. Setiap Balai Pengobatan rata-rata melayani 25.600
orang penduduk. Kunjungan penduduk kepada Balai Pengobatan rata-rata 2.500 orang setiap tahun.
d.
Rumah-rumah sakit
Dalam masa Repelita I tercatat 588 buah rumah sakit yang
berada dalam tanggung jawab lembaga-lembaga pemerintah
239
dan 92 buah rumah sakit lainnya yang diasuh oleh lembaga
masyarakat. Setiap rumah sakit dalam masa Repelita I ratarata melayani 217.000 penduduk. Penderita yang datang ke
rumah sakit pada umumnya adalah mereka yang berasal dari
daerah lingkungan sekitar 5 km dari masing-masing rumah
sakit yang bersangkutan. Kecuali itu ternyata pula bahwa
paling banyak 85% dari tempat tidur rumah sakit propinsi,
55% tempat tidur rumah sakit kabupaten, dan 70% tempat
tidur rumah-rumah sakit khusus yang dipergunakan oleh
penduduk. Hal ini terutama disebabkan oleh karena :
(1) kurangnya persediaan obat-obatan yang dibutuhkan;
(2) sarana rumah sakit yang belum memadai, khususnya perlengkapan kedokteran, air, listrik, dan lain-lain;
(3) jarak tempat tinggal penduduk yang cukup jauh dengan
rumah sakit, serta sarana hubungan masih belum berjalan
baik;
(4) pelayanan terhadap masyarakaat oleh rumah sakit yang
masih sangat memerlukan perbaikan;
(5) tingkat kehidupan sosial ekonomi yang relatip masih belum
memadai.
e. Laboratorium kesehatan
Sampai akhir Repelita I telah selesai diperbaiki 13 laboratorium kesehatan propinsi, 70 laboratorium kesehatan kabupaten, dan pembangunan 375 laboratorium kesehatan Puskesmas. Di samping itu telah dibangun pula pusat laboratorium
kesehatan masyarakat.
3. Pemberantasan penyakit menular
Pemberantasan penyakit menular terutama ditujukan untuk
mematahkan rantai penghubung penularan. Hal ini dilakukan
dengan menghilangkan sumber atau pembawa penyakit, mencegah hubungan dengan penyebab penyakit atau memberi kekebalan kepada penduduk. Usaha pemberantasan terutama ditujukan terhadap penyakit cacar, patek, malaria, kolera, TBC,
penyakit kelamin, pes, kusta, dan penelitian untuk pemberantasan beberapa penyakit lainnya.
240
Pada akhir Repelita I penyakit cacar telah dapat dikendalikan, sedangkan pemberantasan penyakit patek telah meliputi
94% dari seluruh penduduk Indonesia.
Penyakit-penyakit menular utama lainnya yang dalam masa
Repelita I belum dapat dikendalikan adalah penyakit-penyakit
malaria, kolera, dan TBC paru-paru. Kecuali itu pengendalian
penyakit malaria masih sangat memerlukan perhatian.
Dalam pada itu, sampai akhir Repelita I, sejumlah lebih 24
juta anak telah diberikan vakainasi BCG. Pengobatan terhadap sumber penularan masih dilakukan secara terbatas,
sedangkan penderita sering pula tidak melangsungkan pengobatan lagi sesudah gejala batuknya hilang.
Penyakit-penyakit kelamin, kusta, dan beberapa penyakit
binatang yang dapat menjangkiti manusia (penyakit zoonosis)
masih terdapat secara endemis di daerah-daerah tertentu,
sedangkan terhadap penyakit yang dalam perkembangannya
menyebabkan penyakit kaki gajah (penyakit filaria), schistosomiasis (yang biasa dikenal dengan nama penyakit demam
keong), dan penyakit cacing tambang, sedang dilakukan percobaan-percobaan pemberantasannya.
4. Pemulihan dan peningkatan kesehatan
Usaha-usaha pemulihan dan peningkatan kesehatan dalam
Repelita I meliputi perbaikan gizi, kesehatan jiwa, kesehatan
gigi, dan kesehatan mata.
Usaha perbaikan gizi telah dikembangkan pada 8 propinsi
yang meliputi 39 kabupaten, mencakup 226 kecamatan, dan
1.528 desa. Dalam rangka usaha perbaikan gizi telah dilatih
19.000 lebih petugas perbaikan gizi.
Peningkatan kesehatan jiwa, gigi, dan mata meliputi usahausaha yang bersifat preventif, kuratif, peningkatan, dan rehabilitasi. Usaha kesehatan jiwa terutama ditujukan kepada
gangguan mental yang gawat (1- 2% dari penduduk), penyakit
ayan (sekitar 1% dari penduduk), dan perkembangan kemampuan kecerdasan yang terbatas (1 - 3% dari penduduk).
241
5.
Peningkatan penyediaan air minum
Kegiatan terutama ditujukan untuk menambah jumlah penyediaan air minum di pedesaan yang memenuhi syaratsyarat kesehatan. Prioritas diberikan kepada daerah-daerah
kritis yakni daerah-daerah yang menghadapi situasi sebagai
berikut: terdapat wabah serta penularan penyakit melalui air,
sulit mendapat air, airnya belum memenuhi syarat kesehatan
untuk dijadikan air minum, sedang dilain pihak telah tersedia
tenaga-tenaga kesehatan lingkungan serta telah terdapat partisipasi dari masyarakat.
Hingga akhir Repelita I usaha penyediaan air minum pedesaan masih bersifat terbatas.
6.
Pendidikan kesehatan masyarakat
Pendidikan kesehatan masyarakat terutama meliputi pendidikan kesehatan dalam lapangan keluarga berencana, kesejahteraan ibu dan anak, usaha kesehatan sekolah. perbaikan
gizi, sanitasi, dan kesehatan gigi. Organisasi pendidikan kesehatan masyarakat telah dikembangkan di propinsi-propinsi
dan telah dididik sejumlah tenaga ahli pendidikan kesehatan
masyarakat sebagai tenaga inti.
7. Tenaga kesehatan
Hingga akhir Repelita I terdapat sekitar 6.221 orang dokter,
baik yang bekerja pada pemerintah maupun swasta. Hal ini
berarti tersedianya rata-rata 5 orang dokter untuk setiap
100.000 penduduk. Untuk daerah-daerah di pulau Jawa ratarata terdapat 4,6 orang dokter dan untuk daerah-daerah luar
Jawa terdapat 5,6 orang dokter untuk setiap 100.000
penduduk. Walaupun ternyata bahwa perbandingan antara jumlah dokter dan jumlah penduduk secara rata-rata
untuk daerah-daerah di Jawa dan di luar Jawa tidak berbeda
secara menyolok, namun karena keadaan wilayah yang berbeda,
tenaga-tenaga dokter di luar Jawa pada umumnya harus melayani ruang lingkup daerah yang lebih luas dengan penyebaran
penduduk yang lebih terpencar-pencar.
242
Tenaga bidan berjumlah 8.323 orang, sedangkan tenaga
pengatur rawat berjumlah 7.736 orang. Sebagaimana juga penyebaran dokter maka penyebaran tenaga-tenaga para medis
di antara berbagai daerah di Indonesia tidaklah merata.
8. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kesehatan
Untuk mengembangkan kegiatan pembangunan kesehatan
berbagai penelitian di bidang kesehatan telah dilakukan.
Demikian pula untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan telah dilatih 12.490 orang tenaga-tenaga kesehatan.
Di bidang penyediaan obat-obatan terdapat beberapa perkembangan. Pada awal pelaksanaan Repelita I kebanyakan
obat-obatan masih harus dibeli dari luar negeri dalam bentuk
obat jadi. Secara berangsur-angsur selama Repelita I pembelian obat-obatan dari luar negeri diberikan penekanan pada
pembelian bahan-bahan obat-obatan untuk bahan pembuatan
obat jadi di Indonesia. Kernudian pada akhir Repelita I usaha
produksi obat-obatan dalam negeri terus berkembang. Dalam
rangka unit telah tercatat 700 pengusaha/pedagang farmasi,
1.200 buah apotik, dan 4.000 pedagang obat eceran. Di samping
itu telah dilakukan pula kegiatan-kegiatan guna mengamankan
pemakaian obat-obatan (termasuk penanggulangan masalah
narkotika), makanan, minuman, dan kosmetika.
III. MASALAH-MASALAH POKOK KESEHATAN
1. Masalah gangguan terhadap kesehatan masyarakat
Masalah gangguan kesehatan masyarakat terutama meliputi
penyakit menular, kelainan-kelainan yang disebabkan oleh kekurangan gizi, pencemaran lingkungan hidup, serta masalah
obat-obatan, makanan, dan kosmetika yang tidak memenuhi
persyaratan kesehatan.
2. Masalah pengembangan kesadaran, pangertian, dan partisipasi masyarakat terhadap usaha-usaha pembangunan kesehatan
Usaha pemberantasan penyakit dan usaha-usaha pembangunan kesehatan lainnya memerlukan penyuluhan untuk mem-
243
bangkitkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat terhadap anti kesehatan serta cara-cara peneegahan penyakit.
Hal ini menyangkut masalah keserasian serta usaha yang
saling menunjang antara kegiatan-kegiatan pembangunan kesehatan dan kegiatan pembangunan lainnya seperti penerangan, pendidikan, agama, pemerintahan daerah, dan lain sebagainya.
3.
Masalah pelayanan kesehatan
Masalah pertama di lapangan pelayanan kesehatan adalah
penyediaan pelayanan kesehatan yang belum sepenuhnya dapat
mencapai masyarakat luas. Oleh karena pada dasarnya Puskesmas berada di ibu kota kecamatan, maka anggota-anggota
masyarakat khususnya di daerah pedesaan yang jauh, belum
dapat menikmati pelayanan kesehatan melalui Puskesmas.
Masalah kedua adalah integrasi fungsionil antara usahausaha kuratif dan usaha-usaha preventif yang masih perlu
bekerja sebagai suatu kesatuan kelompok.
Masalah ketiga menyangkut peningkatan pengelolaan, khususnya rumah-rumah sakit. Hal ini sangat membutuhkan penyempurnaan.
Masalah keempat menyangkut persoalan pengembangan disiplin kerja, tanggung jawab, dan ketekunan dalam melaksanakan tugas di antara para petugas kesehatan.
Masalah kelima adalah fasilitas kesehatan yang belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat.
Masalah keenam menyangkut persoalan pengamanan terhadap bahan-bahan makanan, alat-alat kesehatan, dan kosmetika.
Dan akhirnya masalah ketujuh adalah persoalan cara pengembangan suatu sistem jaminan kesehatan dalam rangka
pembinaan pelayanan kesehatan yang baik.
4. Masalah tenaga dokter dan tenaga para medis
Dalam hal tenaga dokter dan tenaga para medis terdapat
masalah penyebaran yang tidak merata antara berbagai da-
244
erah di Indonesia sehingga membutuhkan berbagai kebijaksanaan dan langkah-langkah khusus untuk lebih mendorong
penyebaran tenaga yang lebih merata.
5. Masalah keserasian tanggung jawab dalam pembangunan
kesehatan
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan terdapat masalah ketidakserasian pelaksanaan pembangunan kesehatan khususnya antara pusat dan daerah serta antara berbagai bidang
pembangunan lainnya. Oleh karena kurang lancarnya keserasian dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan tersebut, maka
kegiatan-kegiatan yang saling menunjang antar berbagai sektor pembangunan maupun antara pusat dan daerah tidak dapat
terwujud.
IV. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Pembangunan kesehatan dalam Repelita II terutama diarahkan untuk tercapainya tujuan-tujuan pokok, yaitu :
1. tersedianya sarana dan tenaga pelayanan kesehatan yang
sejauh mungkin memenuhi kebutuhan masyarakat;
2. pengurangan jumlah penderita penyakit dan menekan timbulnya wabah sampai serendah mungkin;
3. peningkatan perbaikan gizi;
4. tersedianya sarana sanitasi dan perkembangan kesadaran
masyarakat untuk hidup sehat;
5. perkembangan keluarga sejahtera.
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, maka pembangunan kesehatan dalam Repelita II dilakukan atas landasan
kebijaksanaan umum sebagai berikut:
1. pengutamaan pelayanan kesehatan kepada penduduk pedesaan dan daerah-daerah pusat kegiatan pembangunan;
2. pelayanan kesehatan terutama diarahkan bagi golongan
tenaga muda dan tenaga produktif ;
245
3. pelayanan kesehatan yang diutamakan adalah pengobatan
jalan;
4. dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan diutamakan usaha
kesehatan preventif.
Atas dasar landasan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum
tersebut di atas maka kegiatan-kegiatan pelaksanaan pembangunan kesehatan dalam Repelita II diarahkan untuk :
1. meningkatkan pengintegrasian pelayanan kesehatan ;
2. menyerasikan pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta
serta mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan
kesehatan ;
3. meningkatkan koordinasi dan penyerasian kegiatan-kegiatan pembangunan pusat dan daerah ;
4. desentralisasi usaha kesehatan ;
5. mengadakan perubahan-perubahan cara kerja untuk meningkatkan efisiensi dan penggunaan fasilitas kesehatan
oleh masyarakat ;
6. mengadakan perubahan pendidikan tenaga dokter dan
tenaga para media dari berorientasi ke rumah sakit menjadi
berorientasi ke masyarakat ;
7. meningkatkan pengelolaan usaha-usaha kesehatan ;
8. mengembangkan koordinasi pembangunan kesehatan dengan
sektor-sektor pembangunan lainnya.
Dalam rangka kebijaksanaan-kebijaksanaan umum dan pengarahan kebijaksanaan-kebijaksanaan operasionil tersebut di
atas, maka dalam Repelita II akan dilakukan kegiatan-kegiatan
dalam lapangan :
1. pelayanan kesehatan ;
2. pemberantasan penyakit menular ;
3. peningkatan nilai gizi makanan rakyat ;
4. penyuluhan kesehatan ;
5. pengamanan obat-obatan, makanan, dan kosmetika ;
dan. berbagai kegiatan pembangunan kesehatan lainnya.
246
1. Peningkatan pelayanan kesehatan
Usaha peningkatan pelayanan kesehatan ditujukan untuk
menyediakan dan memberikan pemeliharaan kesehatan dalam
arti yang luas kepada setiap anggota masyarakat yang membutuhkannya secara efisien dan efektif. Agar usaha peningkatan pelayanan kesehatan tersebut dapat terlaksana dengan
sebaik-baiknya, maka seluruh sarana pelayanan kesehatan
diusahakan untuk berada dalam suatu sistem jaringan hubungan yang serasi. Dalam rangka pelaksanaan sistem jaringan
hubungan sarana-sarana kesehatan ini, maka sarana pelayanan
kesehatan yang paling dasar yakni Puskesmas dengan satuansatuan penunjangnya berupa
Balai Pengabatan dan BKIA
sejauh mungkin akan memberikan pelayanan dan mengatasi
persoalan kesehatan yang dialami oleh
penderita. Hanyalah
untuk masalah- masalah kesehatan yang tidak dapat diatasi
pada Puskesmas akan diteruskan kepada sarana pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi yakni rumah sakit kabupaten.
Kemudian untuk masalah-masalah kesehatan yang ternyata
memerlukan pemecahan lebih jauh akan diteruskan ke rumah
sakit propinsi dan apabila masih diperlukan akan diteruskan
ke rumah sakit pada tingkat nasional. Sebaliknya apabila penderita telah selesai mendapatkan pelayanan pada sarana
kesehatan yang lebih tinggi, maka kemudian akan dikembalikan
kepada sarana kesehatan yang lebih rendah untuk mendapatkan pemeliharaan kesehatan seterusnya, apabila diperlukan.
Di lain pihak sarana pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
tingkatnya harus selalu memberikan bimbingan kepada saranasarana pelayanan kesehatan yang berada di tingkat yang lebih
rendah. Bersamaan dengan itu sarana kesehatan pada tingkat
yang lebih tinggi secara teratur memperoleh informasi kesehatan dari tingkat yang lebih rendah untuk diolah. Demikian
pula pendidikan dan latihan tenaga-tenaga kesehatan dilakukan
oleh sarana-sarana pelayanan kesehatan yang lebih tinggi untuk
tenaga-tenaga pelayanan kesehatan yang berada pada tingkat
yang lebih rendah.
247
Melalui pelaksanaan sistem jaringan hubungan sarana-sarana
pelayanan kesehatan tersebut, maka akan tendapat suatu hubungan timbal-balik yang serasi antara sarana-sarana pelayanan kesehatan pada berbagai tingkatannya.
Sekaligus dalam rangka pembinaan sistem jaringan pelayanan
kesehatan tersebut maka sasaran peningkatan pelayanan kesehatan dalam Repelita II terutama meliputi:
a.
pengembangan Puskesmas sehingga setiap kecamatan
paling sedikit mempunyai satu Puskesmas dengan beberapa
bagian penunjangnya berupa Balai-balai Pengobatan dan BKIA ;
b.
sistem jaringan hubungan pelayanan kesehatan antara
Puskesmas dengan bagian-bagiannya dan rumah-rumah sakit
diharapkan sudah berjalan lancar sehingga dapat menjamin
penampungan berbagai masalah kesehatan dengan baik;
c.
mutu pelayanan dan pengelolaan sistem pelayanan kesehatan akan ditingkatkan sehingga sebagian besar rakyat Indonesia dapat mempergunakan sarana-sarana kesehatan, baik yang
dimiliki oleh pemerintah maupun yang berada dalam asuhan
lembaga-lembaga masyarakat dengan sebaik-baiknya;
d.
sarana-sarana penunjang pelayanan kesehatan akan dikembangkan sehingga pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan
dengan lebih baik;
e.
peningkatan usaha pengamanan obat-obatan, makanan ,
dan sebagainya.
Usaha peningkatan pelayanan kesehatan terutama meliputi
kegiatan-kegiatan
pengembangan
Puskesmas,
BKIA,
Balai
Pengobatan, usaha kesehatan sekolah, rumah-rumah sakit
kesehatan gigi, kesehatan jiwa, pengadaan obat-obatan, alatalat kesehatan serta laboratorium kesehatan.
Puskesmas
Dalam Repelita II diusahakan agar setiap kecamatan paling
sedikit mempunyai satu Puskesmas. Untuk kecamatan-kecamatan yang luas daerah lingkupannya diusahakan penyediaan
248
Lebih” dari satu Puskesmas agar pelayanannya dapat mencapai
penduduk yang berada dibagian daerah yang agak terpencil.
Ruang lingkup pelayanan akan diperluas pula dengan mengubah
cara kerja statis dalam gedung Puskesmas menjadi lebih dinamis dengan meningkatkan kunjungan rumah serta mendorong
turut sertanya masyarakat dalam usaha-usaha kesehatan. Di
samping itu secara bertahap diusahakan pula melengkapi peralatan, obat-obatan, dan tenaga pada Puskesmas-puskesmas.
Dengan demikian diharapkan jumlah kunjungan rata-rata sebanyak 35 orang setiap hari pada Puskesmas dalam Repelita I
akan dapat ditingkatkan menjadi rata-rata 50 orang per hari
daIam Repelita II.
Pada akhir Repelita I telah terbentuk lebih dari 2.000 buah
Puskesmas dan dalam Repelita II akan dikembangkan menjadi
sekurang-kurangnya 3.400 buah, dengan pengarahan penyebaran sedemikian rupa, sehingga setiap kecamatan sedikit-dikitnya
mempunyai sebuah Puskesmas.
Dalam Repelita I sekitar 29% dari Puskesmas di Jawa dan
Bali telah dipimpin oleh tenaga dokter. Dalam Repelita II diusahakan agar 50% dari Puskesmas di Jawa dan Bali sudah
akan dipimpin oleh tenaga dokter.
Sedangkan di daerah-daerah di luar Jawa dan Bali dalam
Repelita I baru 20% dari Puskesmas yang telah dipimpin oleh
tenaga dokter. Dalam Repelita II diusahakan agar sekitar 40%
dari Puskesmas di daerah-daerah ini sudah akan dipimpin oleh
tenaga dokter.
Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak
Pengembangan BKIA dalam Repelita II dilaksanakan atas
dasar kebijaksanaan-kebijaksanaan pokok sebagai berikut:
1) memperlengkapi peralatan BKIA-BKIA;
2) memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan para petugas dengan kursus-kursus peningkatan yang
bersifat integral ;
249
3) memperluas pertolongan di luar rumah sakit dengan menggiatkan dan menganjurkan pertolongan persalinan di BKIABKIA (yang mempunyai tempat persalinan) dan di rumahrumah keluarga oleh tenaga-tenaga BKIA yang berwenang;
4) dalam menjalankan pelayanan, integrasi dengan kegiatankegiatan lain diutamakan, untuk mempermudah pembentukan Puskesmas;
5) walaupun perluasan pelayanan kepada penduduk adalah
merupakan salah satu tujuan utama, akan tetapi penambahan BKIA hanya dilakukan jika telah tersedia tenagatenaga dan biaya operasionil dari masing-masing daerah
yang bersangkutan.
Walaupun jumlah BKIA selama Repelita I t e l a h melampaui
jumlah kecamatan, namun karena penyebarannya yang tidak
merata, tidak seluruh kecamatan telah mempunyai BKIA.
Dalam Repelita II jumlah BKIA akan dikembangkan dan bersamaan dengan itu beberapa di antaranya sudah akan diin tegrasikan ke dalam Puskesmas. Penyebarannya akan dilakukan
sedemikian rupa sehingga setiap keoamatan akan mempunyai
BKIA.
Balai Pengobatan
Pengembangan Balai Pengobatan dalam Repelita II dilakukan
atas dasar kebijaksanaan-kebijaksanaan pokok sebagai berikut:
1) meningkatkan kemampuan Balai Pengobatan agar dapat
berfungsi sebagai unit pelayanan kesehatan yang paling
sederhana;
2) menyempurnakan organisasi dan pengelolaan Balai Pengobatan serta unsur-unsurnya;
3) meningkatkan pelayanan kesehatan melalui Balai Pengobatan secara lebih merata;
4) meningkatkan pengintegrasian Balai Pengobatan yang telah
ada ke dalam Puskesmas. Pembangunan Balai Pengobatan
yang baru, dilakukan untuk daerah-daerah yang amat
membutuhkannya.
250
Jumlah Balai Pengobatan pada akhir Repelita I adalah sebanyak 2.760 buah. Dari jumlah tersebut berangsur-angsur akan
diintegrasikan ke dalam Puskesmas sehingga pada akhir Repelita II, 960 buah di antaranya telah menjadi bagian Puskesmas.
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Melalui usaha kesehatan sekolah (UKS) diharapkan dapat
dicapai keadaan kesehatan anak didik dan lingkungan hidupnya
sehingga dapat memberikan kesempatan belajar serta pertumbuhan jasmaniah dan rokhaniah yang sebaik-baiknya.
Usaha kesehatan sekolah pada dasarnya meliputi semua jenis
dan tingkat pendidikan. Akan tetapi dalam masa Repelita II
perhatian khususnya diberikan kepada tingkatan sekolah dasar.
Dalam rangka ini diusahakan agar dalam Repelita II, untuk
setiap Sekolah Dasar (SD) telah ada guru yang mendapatkan
latihan khusus UKS. Di samping itu akan diusahakan penyediaan perlengkapan kesehatan sekolah serta pengobatan sederhana dan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
Dalam rangka kegiatan UKS, maka setiap perawat kesehatan
sekolah yang akan mengunjungi satu sekolah setiap harinya
akan disediakan perlengkapan antara lain sepeda, paket perlengkapan kesehatan sekolah, obat-obatan, dan kartu pencatatan. Diusahakan agar setiap perawat kesehatan sekolah dapat
mencapai rata-rata 25 sekolah setiap bulannya. Perawat kesehatan sekolah dalam rangka UKS tersebut akan menggunakan
Puskesmas sebagai pangkalan tolaknya.
Diperkirakan bahwa dalam Repelita II, semua Sekolah Dasar
akan tercakup dalam rangka UKS, serta penataran guru-guru
untuk tugas-tugas UKS.
Rumah-rumah Sakit
Pengembangan rumah-rumah sakit dalam Repelita II akan
dititik-beratkan kepada pembinaan rumah sakit umum kabupaten dalam rangka penyempurnaan sistim jaringan hubungan
pelayanan kesehatan. Kegiatan akan dipusatkan kepada pening-
251
katan sarana-sarana penunjang rumah-rumah sakit dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Kecuali itu, untuk lebih meningkatkan mutu tenaga-tenaga
dokter, perhatian akan diberikan kepada peningkatan rumahrumah sakit yang menjadi tempat pendidikan bagi calon-calon
dokter, termasuk segi-segi pengelolaannya.
Peningkatan mutu akan diusahakan melalui perbaikan organisasi, administrasi, dan pengelolaan rumah-rumah sakit.
Dengan peningkatan mutu pelayanan, diharapkan bahwa
tingkat penggunaan tempat tidur rumah sakit oleh masyarakat
dapat ditingkatkan.
Kesehatan gigi
Usaha peningkatan kesehatan gigi dalam Repelita II terutama dilakukan melalui perluasan dan peningkatan kegiatankegiatan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut diusahakan penambahan
tenaga-tenaga dokter gigi, perawat gigi, ahli teknik gigi, alatalat, dan bahan-bahan serta obat-obatan yang dibutuhkan.
Dalam Repelita I UKGS hanya terbatas kegiatannya pada
17 buah propinsi. Dalam Repelita II diusahakan agar semua
propinsi telah mempunyai kegiatan kesehatan gigi. Di samping
itu akan dilakukan pula penelitian-penelitian tentang berbagai
faktor yang dapat mendorong perkembangan kesehatan gigi.
Kesehatan jiwa
Kebijaksanaan pembinaan kesehatan jiwa dalam Repelita II
terutama ditujukan untuk mendorong perkembangan seluruh
sarana-sarana pelayanan kesehatan jiwa, pengembangan pelayanan kesehatan jiwa pada Puskesmas, dan meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan jiwa.
Dalam Repelita II di usahakan untuk meningkatkan pelayanan
22 buah rumah sakit jiwa dengan 7.000 buah tempat tidur yang
252
telah ada. Di samping itu akan dikembangkan pula usaha-usaha
untuk membangun tempat-tempat latihan bekerja bagi penderita-penderita sakit jiwa.
Untuk meningkatkan usaha pembinaan kesehatan jiwa tersebut diusahakan pengembangan tenaga-tenaga pelayanan kesehatan jiwa yakni tenaga-tenaga psikiater, ahli prisokologi, ahli
saraf, pembimbing sosial, dan perawat psikiatrik.
Kecuali itu, diusahakan pula untuk mengembangkan caracara pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan.
Pengadaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan
Kegiatan pengadaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan
ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan, sehingga saranasarana pelayanan kesehatan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Agar penyediaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan
sejauh mungkin dapat merata ke daerah-daerah yang membutuhkannya, maka perhatian dan usaha yang saksama akan
dilakukan untuk menyempurnakan sistem dan jaringan penyebaran (distribusi obat-obatan dan alat-alat kesehatan.
Di samping itu berbagai kebijaksanaan dan langkah-langkah
akan dilakukan untuk mendorong agar tingkat harga obatobatan berada dalam jangkauan kemampuan rakyat. Dalam
rangka ini maka keserasian kebijaksanaan dan langkah-langkah
antara berbagai bidang pembangunan seperti perdagangan,
industri, keuangan, kesehatan, dan lain sebagainya akan lebih
ditingkatkan.
Dalam hubungan ini akan disempurnakan standardisasi penggunaan obat-obatan dan alat-alat kesehatan. Demikian pula
akan didorong perkembangan produksi obat-obatan dan alatalat kesehatan di dalam negeri serasi dengan pola kebijaksanaan pembangunan nasional pada umumnya.
Kecuali itu, tempat-tempat penampungan dan penyimpanan
obat-obatan serta alat-alat kesehatan akan terus disempurnakan.
253
Pelayanan laboratorium
Laboratorium kesehatan merupakan salah satu penunjang
utama yang memungkinkan pelayanan kesehatan dapat berjalan secara efektif, efisien, dan dengan mutu yang baik. Dalam
Repelita II akan dikembangkan usaha-usaha pengintegrasian
sehingga duplikasi kegiatan beberapa laboratorium kesehatan
dapat dihindarkan.
2. Pemberantasan penyakit menular
Usaha pemberantasan penyakit menular dalam Repelita II
sebanyak mungkin akan diintegrasikan ke dalam kegiatan Puskesmas. Hanya beberapa kegiatan raja yang masih perlu dilakukan secara khusus, seperti penyemprotan rumah dengan
insektisida yang tidak dilakukan oleh petugas Puskesmas, akan
tetapi dilakukan oleh suatu team khusus.
Di daerah-daerah Jawa dan Bali serta beberapa tempat lainnya yang mempunyai cukup banyak Puskesmas, pemberantasan
penyakit menular dilakukan melalui Puskesmas dan bagianbagiannya. Akan tetapi di daerah-daerah lainnya di mana sarana kesehatan belum berkembang, pemberantasan penyakit
menular dilakukan dengan cara "sweeping" secara terus-menerus dan teratur. Dengan cara ini penduduk yang tinggal di
daerah-daerah yang sukar dicapai dapat divaksinasi, diobati,
dan sekaligus team kesehatan dapat mengumpulkan data-data
tentang wabah. Namun demikian, cara ini tidak dapat dilakukan terhadap penyakit-penyakit yang menahun seperti lepra
dan TBC paru-paru, karena memerlukan pengobatan berkala
sedikit-dikitnya selama satu tahun. Dalam hal sedemikian, pemberantasan penyakit-penyakit menular yang menahun di daerahdaerah yang sulit tersebut akan dilakukan secara khusus untuk
masing-masing daerah.
Pemberantasan penyakit malaria
Pada tahun-tahun permulaan Repelita II, kegiatan penyemprotan untuk pengendalian penyakit malaria akan dipusatkan
254
di daerah-daerah Jawa dan Bali. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan perkembangan yang lebih besar dari pada penyakit
malaria di daerah-daerah tersebut yang akan menjadi sumber
penularan bagi daerah-daerah lainnya.
Dalam tahun-tahun selanjutnya, kegiatan penyemprotan akan
dikembangkan ke daerah-daerah lainnya sedangkan perhatian
khusus diberikan pada daerah-daerah transmigrasi, yakni daerah-daerah Sumatera bagian Selatan, Kalimantan bagian Tenggara (sepanjang jalan yang dibangun antara Banjarmasin —
Balikpapan — Samarinda), Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Tenggara. Di samping itu diutamakan pula
penyemprotan di daerah-daerah pusat kegiatan pembangunan,
misalnya di daerah penebangan hutan di Kalimantan Timur.
Tindakan ini perlu dilakukan, agar para transmigran dan para
tenaga kerja yang pada umumnya berasal dari Jawa dan Bali
serta dalam keadaan berpenyakit malaria, tidak menyebabkan
timbulnya ledakan wabah malaria di daerah-daerah yang bersangkutan.
Kegiatan penyemprotan untuk pengendalian penyakit malaria tersebut akan mencakup lebih dari 30 juta buah rumah
selama masa Repelita II.
Sementara itu akan dilakukan usaha-usaha perawatan dan
pengobatan terhadap penderita penyakit malaria. Usaha-usaha
ini meliputi seluruh daerah Indonesia, oleh karena penyakit
malaria pada dasarnya terdapat pada semua bagian tanah air,
walaupun ledakan-ledakan wabah sewaktu-waktu terdapat pada
daerah-daerah tertentu.
Dengan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan penderita
penyakit malaria tidak akan melebihi 2% dari penduduk di
daerah yang mendapatkan penyemprotan.
Pemberantasan penyakit menular dengan jalan pengobatan
(penyakit kelamin, lepra, patek, TBC)
Usaha pemberantasan penyakit kelamin ditujukan untuk
menurunkan jumlah penderita serendah mungkin sehingga tidak
255
merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat.
Kegiatan terutama ditujukan pada kota-kota besar, kota-kota
pelabuhan, kota-kota pariwisata, dan kota-kota perdagangan.
Usaha penanggulangan penyakit kelamin tersebut meliputi
kegiatan-kegiatan pemeriksaan, pengobatan maupun pencegahan, khususnya bagi kalangan penduduk yang merupakan sumber penularan penyakit kelamin.
Usaha-usaha pemberantasan penyakit patek di daerah-daerah
Jawa Bali akan diintegrasikan ke dalam kegiatan Puskesmas.
Sedangkan untuk daerah-daerah di luar Jawa Bali kegiatankegiatan dilakukan melalui unit-unit pemberantasan penyakit
patek (TCPS).
Untuk memberantas penyakit lepra dilakukan usaha-usaha
untuk memutuskan mata rantai penularan dengan cara pengobatan jalan dalam waktu yang cukup, kepada para penderita
1epra terutama penderita terbuka. Dengan Cara pengobatan
jalan, sipenderita tetap dapat tinggal di rumahnya sendiri dan
datang ke klinik pada waktu-waktu yang ditentukan. Dalam
Repelita II diperkirakan akan dapat ditemukan 40.000 orang
penderita baru dan pengobatan teratur bagi 115.000 penderita
lepra.
Pemberantasan penyakit TBC terutama dilakukan melalui
pemberian vaksinasi/immunisasi BCG kepada golongan penduduk berumur 0-14 tahun dan pengobatan penderita selama
1-2 tahun. Dalam rangka ini selama Repelita II diusahakan
Repelita II diperkirakan akan dapat ditemukan 40.000 orang
serta pengobatan terhadap sekitar lebih dari 200 ribu penderita.
Pemberantasan penyakit kolera
Usaha pemberantasan penyakit kolera dalam jangka pendek
ditujukan untuk mencegah sejauh mungkin kematian penderita
kolera/ gastroenteritis dengan jalan mengusahakan pelaporan
dan pengobatan sedini mungkin. Untuk pemberantasan penyakit kolera secara lebih efektif perbaikan lingkungan hidup
256
sehat, penyediaan air minum yang bersih, serta pembuangan kotoran (WC) yang memenuhi syarat-syarat kesehatan memegang peranan yang sangat penting.
yang
Dalam Repelita II diperkirakan akan dapat diberikan vaksinasi kolera terhadap 1,5 juta orang yakni penduduk yang
berada disekitar tempat terjadinya penderita kolera dan pengobatan terhadap para penderita. Melalui usaha ini diharapkan
angka kematian penyakit kolera tidak akan melebihi 5% dari
jumlah penderita penyakit kolera.
Immunisasi (Cacar, BCG, dan lain-lain)
Tujuan utama kegiatan immunisasi adalah untuk mempertahankan keadaan terkendalikannya penyakit cacar, menurunkan
penderita penyakit TBC paru-paru dengan vaksinasi BCG, dan
menurunkan jumlah penderita penyakit anak-anak yang dapat
diberantas melalui immunisasi secara bertahap seperti dipteria,
tetanus, campak, polio, dan lain-lain.
Pemberantasan penyakit menular yang berpindah dan bersumber binatarng (demam berdarah, filariasis, dan zoonosis)
Penyakit demam berdarah adalah merupakan penyakit yang
agak baru ditemukan di Indonesia. Penyakit ini pertama kali
dilaporkan terdapat di Surabaya dalam tahun 1968. Sejak
tahun 1972 nampak kecenderungan makin berkembangnya penyakit ini di beberapa tempat. Oleh karena jenis nyamuk yang
dapat menularkan penyakit ini pada umumnya terdapat di
mana-mana, maka kemungkinan berkembangnya penyakit ini
besar sekali. Pemberantasannya masih membutuhkan berbagai
penelitian agar dapat lebih efektif. Oleh karena itu dalam Repelita II, di samping berbagai usaha untuk mengendalikan
penyakit demam berdarah, perhatian terutama akan ditujukan
untuk mengadakan survey dan penelitian terhadap penyakit
ini.
Dalam pada itu pemberantasan penyakit filariasis (yang
pertumbuhannya menyebabkan penyakit kaki gajah) dan
257
420038 - (91).
penyakit cacing umumnya, ditujukan untuk mencegah perkembangan penyakit-penyakit tersebut, khususnya di daerah-daerah transmigrasi dan produksi.
Pemberantasan penyakit zoonosis (penyakit binatang yang
dapat menjangkiti manusia), ditujukan untuk mencegah
terjadinya penderita baru dan menghindarkan terjadinya kematian karena penyakit pes dengan memberantas sumber
penularannya. Di samping itu untuk mencegah kematian karena
rabies, diusahakan memberikan pengobatan/vaksinasi kepada
penderita yang digigit hewan.
Penelitian keadaan penyakit dan pola penyebarannya ( Surveillance epidemioligi)
Surveillance epidemiologi adalah suatu kegiatan yang meliputi :
(1) pengumpulan data-data penyakit menular (epidemiologis)
secara teratur dan sistimatis;
(2) penganalisaan data-data t entang penyakit menular tersebut;
(3) menyebarluaskan hasil-hasil analisa, hususnya untuk dimanfaatkan bagi penyusunan rencana pemberantasan dan
penanggulangan yang tepat dan efektif.
Kegiatan-kegiatan surveillance epidemiologi dalam Repelita
telah menunjukkan manfaat yang besar dalam usaha pemberantasan penyakit menular. Dalam Repelita I I akan diusahakan
melanjutkan
pembentukan
unit-unit
surveillance,
sementara beberapa Puskesmas diikutsertakan dalam kegiatan
surveillance epidemiologi.
Pengembangan hygiene dan sanitasi
Keadaan hygiene dan sanitasi sangat mempengaruhi keadaan
kesehatan penduduk umumnya. Khususnya penyediaan air
minum yang sehat dan cukup, terutama bagi penduduk di daerah pedesaan dan penggunaan tempat pembuangan kotoran
(WC) yang memenuhi syarat-syarat kesehatan turut menen-
258
tukan berhasil tidaknya usaha-usaha pemberantasan penyakit
menular dikalangan rakyat.
Oleh karena itu maka kegiatan pengembangan hygiene dan
sanitasi dalam Repelita II, terutama ditujukan untuk memper luas penyediaan air minum yang sehat bagi penduduk didaerah
pedesaan, meningkatkan penggunaan tempat-tempat pembuangan kotoran (WC) yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
di pedesaan serta pencegahan terhadap pencemaran lingkungan.
Dalam Repelita II akan diusahakan pemasangan sedikit -dikitnya 1.200 instalasi air minum perpipaan di daerah pedesaan
dan pemasangan sekurang-kurangnya 20.000 sumur pompa yang
dapat mencakup jumlah penduduk yang cukup luas. Usaha usaha penyediaan air minum di pedesaan tersebut, terutama
akan dilakukan didaerah-daerah Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Bali. Persiapan -persiapan teknis dan penyediaan tenaga di daerah-daerah tersebut
telah memungkinkan untuk melaksanakan kegiatan penyedia an air minum di pedesaan. Sementara itu bagi daerah-daerah
lainnya terus dipelajari dan dipersiapkan kemungkinan pelaksanaan penyediaan air minum pedesaan, sehingga pada akhir
Repelita lI kegiatan penyediaan air minum pedesaan sudah
dapat mencakup daerah-daerah yang sangat membutuhkannya.
Dalam pada itu untuk mendorong berkembangnya pembuat an dan penggunaan tempat pembuangan kotoran yang sehat
di pedesaan, akan diberikan bantuan untuk pembuatan tempat
pembuangan kotoran di rumah-rumah keluarga di pedesaan.
Dalam rangka kegiatan ini diharapkan sekurang-kurangnya
500.000 tempat pembuangan kotoran akan terbangun dalam
masa Repelita II. Sejalan dengan berkembangnya swadaya ma syarakat sendiri, maka jumlah tersebut diharapkan akan dapat
lebih ditingkatkan lagi.
3. Peningkatan nilai gizi makanan rakyat
Usaha peningkatan nilai gizi makanan rakyat serta perbaik an gizi pada umumnya akan memperoleh perhatian yang lebih
259
besar dalam Repelita II. Perbaikan gizi tersebut meliputi usahausaha di lapangan kesehatan, produksi, dan pemasaran bahanbahan makanan serta penyuluhan gizi yang ditujukan untuk
mendorong perkembangan pola makanan rakyat dengan kadar
gizi yang cukup.
Peningkatan nilai gizi makanan rakyat dalam hubungannya
dengan pembangunan di lapangan kesehatan terutama meliputi pencegahan kekurangan vitamin A, khususnya pada anakanak umur 1 - 4 tahun, pemberian makanan tambahan,
pencegahan gondok endemis, penyuluhan gizi yang merupakan
bagian dari kegiatan Puskesmas, serta penelitian gizi bahan
makanan.
Usaha pencegahan kekurangan vitamin A dalam Repelita II
akan meliputi sekurang-kurangnya tujuh juta lebih anak-anak
berumur 1-4 tahun yang berdasarkan perkiraan sangat membutuhkannya. Di samping itu akan diusahakan pula memberikan makanan tambahan (yang bernilai gizi tinggi) kepada
anak-anak umur 1-5 tahun dan ibu-ibu hamil. Pencegahan gondok endemis ditujukan kepada penduduk, khususnya yang
berada di daerah-daerah pegunungan tertentu yang diperkirakan
berjumlah sekurang-kurangnya satu juta orang. Tindakantindakan pencegahan gondok endemis tersebut diharapkan
dapat memberikan perlindungan untuk masa lima tahun.
Di samping usaha-usaha di lapangan kesehatan tersebut,
akan dilakukan pula kegiatan-kegiatan perbaikan gizi dalam
lapangan produksi bahan makanan. Tindakan-tindakan akan
dilakukan terhadap cara pengolahan bahan makanan, khususnya beras, agar bahan-bahan gizi yang terdapat pada beras
tidak musnah dalam proses pengolahannya. Lebih dari itu akan
dipelajari kemungkinan untuk menambahkan bahan-bahan yang
bernilai gizi tinggi dalam proses pengolahan bahan pangan,
sehingga bahan pangan yang beredar dimasyarakat telah
memperoleh nilai gizi yang tinggi. Hasil-hasil yang dicapai di
lapangan ini akan dikembangkan lebih lanjut, yakni dengan
mengusahakan penambahan bahan yang bernilai gizi tinggi
260
dalam proses pembuatan bahan-bahan makanan yang tersebar
luas di kalangan rakyat (teh, opak dan lain sebagainya).
Usaha-usaha penyuluhan gizi akan diarahkan kepada usaha
untuk mendorong perkembangan pola makanan di kalangan
masyarakat yang memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan..
Kegiatan ini akan dikaitkan dengan usaha-usaha di bidang
pemasaran bahan makanan, sehingga masyarakat banyak dapat
memperoleh kemungkinan untuk mendapatkan bahan makanan
bergizi tinggi yang dapat dijangkau oleh kemampuan daya
belinya.
4. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengertian dan kesadaran rakyat terhadap pentingnya peranan
keadaan hygiene dan sanitasi yang baik, peranan air minum
yang sehat serta makanan yang dapat disediakan, tetapi bernilai gizi yang tinggi bagi perwujudan kesehatan dan kesejahteraan hidup perorangan, maupun keluarga.
Kegiatan utama penyuluhan kesehatan masyarakat dalam
Repelita II meliputi usaha untuk memperkuat aparatur penyuluhan kesehatan, pengembangan dan penyebaran tenagatenaga ahli penyuluhan kesehatan masyarakat, pengembangan
media pendidikan kesehatan masyarakat, serta meningkatkan
kegiatan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat.
Dalam Repelita II diharapkan dapat dikembangkan tenagatenaga ahli penyuluhan kesehatan masyarakat, latihan tenagatenaga penyuluhan kesehatan masyarakat, percobaan penyuluhan kesehatan masyarakat pada sejumlah Puskesmas, serta
berbagai kegiatan lainnya.
Di samping memanfaatkan tenaga-tenaga penyuluh dari
kalangan kesehatan sendiri, akan diusahakan untuk lebih mengembangkan kerja sama dari kalangan masyarakat seperti
organisasi wanita dan lain sebagainya. Begitu pula keserasian
dan saling menunjang akan diusahakan dengan pelbagai kegiatan penerangan di bidang-bidang pembangunan lainnya.
261
Kecuali itu, perhatian yang saksama ditujukan pula untuk
menemukan cara-cara penyuluhan yang dapat diterima dan
mudah dipahami rakyat.
5.
Pengawasan obat-obatan, makanan, dan sebagainya
Dengan makin meningkatnya penyediaan obat-obatan,
makanan, dan sebagainya maka perlu dilakukan langkahlangkah berupa bimbingan dan usaha-usaha pencegahan terhadap kemungkinan kesehatan serta keselamatan masyarakat
pemakainya.
Untuk dapat menjamin keamanan obat-obatan, makanan,
dan sebagainya perlu diadakan pendaftaran ulangan terhadap
obat-obatan jadi, makanan, dan sebagainya yang sudah maupun yang akan beredar. Bersamaan dengan itu pengawasan dan
penyelidikan secara intensif terhadap obat-obatan, makanan
dan sebagainya yang dapat membahayakan kesehatan dan
keselamatan masyarakat akan lebih ditingkatkan.
6. Penelitian dan pengembangan kesehatan
Kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan
dalam Repelita II ditujukan untuk mendapatkan pengertian
yang lebih baik mengenai macam dan sifat masalah-masalah
kesehatan yang dihadapi serta menemukan dan mengembangkan cara-cara pemecahan yang efektif. Kebutuhan akan penelitian di bidang kesehatan terasa terus meningkat sejalan
dengan makin berkembangnya pembangunan di bidang kesehatan serta kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan.
Sasaran kegiatan penelitian kesehatan dalam Repelita II
terutama meliputi usaha-usaha :
a. peningkatan mutu dan jumlah tenaga peneliti kesehatan
serta pengembangan sarana-sarana penelitian kesehatan;
b.
262
penyempurnaan organanisasi dan tata laksana lembagalembaga penelitian kesehatan;
c.
peningkatan kerja sama ilmiah untuk manfaat timbal-balik
dengan badan-badan ilmiah di dalam dan di luar negeri.
Bidang-bidang permasalahan yang akan mendapat perhatian
utama di lapangan penelitian kesehatan dalam Repelita II
meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
masalah penyakit dan gangguan kesehatan lainnya, untuk
memperoleh data-data epidemiologis dan permasalahannya serta menemukan cara penanggulangannya;
masalah lingkungan hidup, meliputi !ingkungan biologis,
lingkungan fisik, sumber-sumber penularan, dan vector
penyakit serta pencemaran lingkungan;
masalah teknis kesehatan, meliputi percobaan klinis,
percobaan vaksin, dan laboratorium;
penentuan berbagai standar dan persyaratan kesehatan
yang dapat diterapkan di Indonesia;
penemuan cara-cara pemberian pelayanan kesehatan kepada
masyarakat yang paling efektif dan efisien meliputi segisegi organisasi, sarana, pemanfaatan sarana, pengeIolaan
asuransi kesehatan, dan penyerasian usaha-usaha kesehatan
pemerintah dan swasta;
penelitian segi-segi ekonomis dan ketatalaksanaan dalam
pembangunan bidang kesehatan;
masalah obat-obatan, makanan, dan kosmetika termasuk
standardisasi obat-obatan, pola penggunaan obat-obatan,
dan penelitian obat-obatan asli (meliputi segi-segi medis
maupun segi-segi pengusahaannya) ;
penelitian tentang segi-segi sosial budaya dan psychologi
masyarakat untuk perkembangan pembangunan kesehatan
di Indonesia.
7. Pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan
Usaha pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan meliputi kegiatan pendidikan dan penataran tenaga kesehatan,
pendayagunaan tenaga kesehatan, serta peningkatan perpustakaan kedokteran dan kesehatan.
263
Kegiatan di lapangan pendidikan tenaga-tenaga kesehatan
meliputi pendidikan tenaga-tenaga kesehatan yang diperlukan
khususnya oleh Puskesmas, bimbingan teknis untuk peningkatan mutu tenaga kesehatan, peningkatan kemampuan administrasi dan ketatalaksanaan, serta peningkatan sarana pendidikan
tenaga kesehatan.
Dalam rangka peningkatan penyediaan tenaga-tenaga kesehatan, dalam Repelita II diperkirakan jumlah tenaga dokter
akan mencapai jumlah 10.500 orang, yang berarti sekitar dua
kali jumlah dokter pada akhir Repelita I. Demikian pula jumlah
tenaga paramedis (belum termasuk jenis tenaga kesehatan
berpendidikan Sekolah Dasar ditambah satu tahun) akan
mencapai jumlah 98.619 orang. Tenaga-tenaga tersebut terdiri
dari 3.418 tenaga kesehatan berpendidikan SLA ditambah 3
tahun (akademis), 4.517 tenaga berpendidikan SLA ditambah
1 tahun, 49.186 tenaga berpendidikan SLP ditambah 3 tahun,
dan 41.498 tenaga berpendidikan SLP ditambah 2 atau 1 tahun,
serta pendidikan SD ditambah 4 tahun (Tabel 25 — 1).
Melalui usaha-usaha perbaikan pendidikan tenaga-tenaga
paramedis yang meliputi perbaikan gedung sekolah/asrama,
perlengkapan, serta latihan-latihan ketrampilan, maka diharapkan bahwa jumlah tenaga paramedis akan dapat lebih ditingkatkan lagi. Dengan demikian maka jumlah tenaga-tenaga
paramedis yang membantu dokter dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan akan dapat lebih ditingkatkan.
Agar tenaga-tenaga kesehatan dapat lebih didayagunakan
secara efektif, akan ditingkatkan langkah-langkah untuk
mendistribusikan tenaga kesehatan antara daerah-daerah
secara lebih merata. Untuk ini diusahakan peningkatan perencanaan penempatan dan perkembangan karier tenaga kesehatan.
Dalam rangka peningkatan mutu tenaga-tenaga kesehatan
akan dikembangkan suatu sistem jaringan informasi kesehatan
baik di pusat maupun di daerah-daerah. Untuk itu akan ditingkatkan penyediaan perpustakaan kedokteran dan kesehatan,
264
TABEL 2 5 — 1
JUMLAH BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN PADA AKHIR
REPELITA I DAN PERKIRAAN PADA AKHIR REPELITA II
TAHUN: 1974/75 — 1978/79
Jenis Tenaga
1. D o k t e r
2. a. Perawat (akademis)
b. Pemilik Kesehatan
c. Penata Gizi
d. Guru Perawat, Guru Bidan, Pemelihara
Kesehatan Masyarakat
3. a. Pembantu Penilik Hygiene
b. Guru Perawat (1 thn), Guru Bidan
(1 thn), Pemelihara Kesehatan
Masyarakat (1 thn).
4.a.
b.
c.
d.
e.
f.
Bidan
Pengatur Rawat, Perawat Jiwa
Pengatur Gizi
Pengatur Analis
Pengatur Farmasi
Pengatur Rawat dan Teknik Gigi
5. Penjenang Kesehatan
Keadaan
Akhir Repelita I
Perkiraan
pada akhir
Repelita II
6.221
10.500
439
597
131
939
972
231
1.081
1.276
601
998
248
998
8.323
7.736
199
608
4.573
472
15.823
16.686
399
1.233
13.698
1.347
24.248
41.498
26.617
*)
6. Juru Kesehatan dan Tenaga Pembantu
Kesehatan Jainnya
Catatan:
1.
2.
3.
4.
Jenis tenaga golongan (2) berpendidikan SLA ditambah 3 tahun.
Jenis tenaga golongan (3) berpendidikan SLA ditambah 1 tahun,
Janis tenaga golongan (4) berpendidikan SLP ditambah 3 tahun.
Jenis tenaga golongan (5) berpendidikan SLP ditambah 2 tahun, SLP + 1 tahun,
dan SD + 4 tahun.
5. Jenis tenaga golongan (6) berpendidikan SD ditambah 1 tahun.
*) Dalam Repelita II, Juru Kesehatan dan Tenaga Pembantu Kesehatan digabungkan
kedalam golongan 4 dan golongan 5 pada Tabel ini.
265
420038 - (9 d ).
266
khususnya di daerah-daerah. Demikian pula penterjemahan dan
penyebaran dokumentasi ilmiah kesehatan, penyebaran informasi populer kesehatan, dan hasil-hasil penelitian akan
ditingkatkan.
8.
Peningkatan efisiensi sarana dan ketatalaksanaan
Untuk lebih meningkatkan efektifitas pelaksanaan pembangunan kesehatan maka perhatian yang seksama diberikan
pula terhadap usaha peningkatan efisiensi dan ketatalaksanaan
bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan di lapangan ini meliputi :
a. meningkatkan tata cara dan proses perencanaan pembangunan kesehatan termasuk pula pembinaan statistik/informasi
kesehatan sehingga sumber-sumber pembangunan untuk
kesehatan dapat dimanfaatkan secara tepat dan berdaya
guna;
b. meningkatkan kemampuan pengawasan pelaksanaan pembangunan
kesehatan sehingga selalu dapat diperoleh bahanbahan informasi pada
waktunya untuk penyempurnaan
pelaksanaan kegiatan pembangunan kesehatan;
g. meningkatkan kemampuan administrasi dan ketatalaksanaan di bidang kesehatan yang didukung secara serasi dengan
pengembangan
sarana-sarana
kesehatan
sesuai
dengan
tingkat pertumbuhan pembangunan setiap tahap;
h. lebih meningkatkan usaha yang saling mendukung dan lebih
serasi antara segenap sarana-sarana pelayanan kesehatan,
baik yang berada dalam tanggung jawab pemerintah maupun
sarana-sarana kesehatan yang ada didalam asuhan masyarakat sendiri.
B.
KESEJAHTERAAN SOSIAL
I.
PENDAHULUAN
Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial dalam rangka
pembangunan nasional, terutama ditujukan kepada pembinaan
dan
pemupukan
kemampuan
serta kesanggupan anggota
267
masyarakat yang terhalang karena keadaan sosial ekonomi,
sosial budaya, fisik, dan mental untuk lebih dapat melakukan
peranan mereka secara positip dalam proses pembangunan.
Dengan demikian kelompok-kelompok masyarakat tersebut
memperoleh kemungkinan untuk mendapatkan kehidupan layak
sesuai dengan azas keadilan sosial yang merata.
Kecuali itu, kebijaksanaan juga ditujukan untuk mengurangi ketidakserasian sosial di antara kelompok-kelompok
masyarakat.
Perhatian juga diberikan kepada masalah-masalah yang
timbul sebagai akibat pengaruh sampingan dalam proses perkembangan, yang menyebabkan kemerosotan nilai-nilai, misalnya pelacuran, perjudian yang tak terawasi, penyalahgunaan
narkotika, dan sebagainya.
Salah satu segi lain daripada usaha pembangunan kesejahteraan sosial adalah pengembangan sistem jaminan sosial dan
pengerahan dana sosial sesuai dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang pemanfaatannya dikaitkan secara langsung dengan keperluan pembangunan.
Kebijaksanaan
pembangunan
kesejahteraan
sosial
pada
umumnya bersifat membantu mendorong perobahan sikap-sikap
sosial masyarakat yang lebih sesuai dengan pembangunan.
II. KEADILAN DAN MASALAH-MASALAH
Proses pembangunan pada umumnya akan memberikan
pengaruh-pengaruh positip di bidang kesejahteraan sosial.
Tetapi di samping itu kemungkinan akan terdapat pula akibatakibat sampingan yang kurang serasi. Hal ini dapat menggoncangkan nilai-nilai sosial yang lama sehingga sering menimbulkan perasaan cemas, ketidakpastian, dan ketidakstabilan..
Kecuali itu, masih terdapat pula keadaan-keadaan yang merupakan kelemahan-kelemahan dan kepincangan sosial dalam
masyarakat sebagai warisan ketiadaan pembangunan di masa
sebelumnya. Hal ini merupakan salah satu masalah utama yang
268
perlu segera ditanggapi dalam usaha pembangunan di bidang
kesejahteraan sosial. Di samping itu terdapat pula masalahmasalah kesejahteraan sosial lainnya misalnya masalah tunakarya, terutama yang berasal dari golongan berkemampuan
ekonomi sangat rendah. Masalah tersebut disebabkan kegagalan
untuk mendapatkan lapangan pekerjaan sebagai akibat belum
terpenuhinya pengembangan kesempatan kerja yang memadai
atau terjadinya pergeseran-pergeseran sektor pekerjaan serta
perubahan-perubahan persyaratan-persyaratan kerja. Dalam
bidang ini terdapat suatu masalah yang juga penting yaitu
mengenai generasi muda Indonesia. Persoalan pokok di sini
adalah untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan generasi sebagai sumber manusia muda atau sebagai sumber tenaga
kerja potensiil.
Mengenai persoalan meningkatan gejala penyalah gunaan
narkotika di kalangan remaja, diperlukan penyempurnaan
penanggulangannya yang bersifat kegiatan antar departemen/
lembaga dan masyarakat meliputi baik usaha pencegahan, pemberantasan, maupun penyembuhannya.
Dalam masa Repelita I telah dilakukan berbagai usaha guna
mengembangkan kelompok masyarakat yang mengalami hambatan serta kesulitan dalam memahami dan menyesuaikan diri
dengan alam pembangunan. Antara lain telah diusahakan
kegiatan-kegiatan pembinaan kesejahteraan sosial desa. Berbagai hasil telah diperoleh dari kegiatan-kegiatan lembaga sosial
desa, misalnya perbaikan perumahan pedesaan dengan sistem
gotong royong dan lain sebagainya. Namun dirasakan bahwa
perhatian terhadap daerah pedesaan perlu lebih ditingkatkan
dalam jangka waktu Repelita II. Kebijaksanaan terhadap pedesaan harus merupakan kebijaksanaan yang mendasar meliputi
aspek-aspek ekonomis dan sosial serta mengembangkan kelembagaan-kelembagaan mereka sendiri secara bertahap dalam
rangka pengembangan prakarsa pembangunan. Demikian juga
terhadap keluarga-keluarga dan masyarakat yang tinggal di beberapa daerah yang minus dan tandus, daerah yang terasing,
269
dan daerah yang padat penduduknya perlu diberikan pelayanan
untuk mengembangkan kemampuan ekonomis mereka. Ini dilakukan melalui bantuan guna mengembangkan berbagai ketrampilan yang memungkinkan meluasnya kesempatan kerja lokal.
Permasalahan tersebut sebenarnya ditanggapi oleh usaha pembangunan itu sendiri karena dengan pembangunan diharapkan
golongan-golongan masyarakat yang terlalu lemah potensi ekonominya dapat ditingkatkan.
Barbagai kegiatan lain telah dilakukan dalam bidang kesejahteraan sosial untuk memberikan rehabilitasi dan penyantunan
kepada anggota-anggota masyarakat yang sebagai orang perseorangan terhalang kemampuannya oleh faktor-faktor fisik,
mental, dan sosial. Usaha-usaha rehabilitasi sosial bagi para
penderita cacat meliputi penderita cacat tubuh, cacat mental,
dan tunanetra. Tujuannya adalah untuk mengusahakan agar
para penderita mampu mengatasi kecederaannya serta mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri. Diusahakan pula agar
mereka memperoleh ketrampilan kerja untuk dapat disalurkan
kelapangan kerja yang layak sesuai dengan bakat dan kecakapannya. Untuk itu lembaga-lembaga rehabilitasi penderita cacat
di Solo serta cabangnya di Palembang, dan Ujung Pandang telah
diperluas serta diperlengkapi dengan peralatan pendidikan dan
ketrampilan. Sedangkan untuk para tunanetra, diseluruh Indonesia terdapat 14 buah Panti Pendidikan dan Pengajaran Kegunaan Tunanetra sebagai tempat perawatan, pendidikan, dan
latihan kerja. Pembinaan kesejahteraan anak dan taruna, antara
lain dilakukan melalui penyelenggaraan Panti-panti Asuhan
yang telah berjumlah 287 buah dengan hampir 13.000 anak
asuhan.
Walaupun demikian masih perlu ditingkatkan usaha-usaha
rehabilitasi bagi para penderita cacat serta penyalurannya kemasyarakat dan lapangan pekerjaan. Demikian pula perlu perbaikan sistem asuhan bagi anak-anak terlantar. Di samping itu
dengan adanya daerah bencana alam yang bersifat kronis sehingga tidak memungkinkan lagi bagi para korban bencana
270
alam untuk dapat memulai kembali memperkembangkan kehidupan di daerah tersebut, maka perlu diusahakan untuk menyalurkan mereka ke daerah-daerah pertanian di luar Jawa yakni
Lampung, Bengkulu, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara.
Di daerah-daerah tersebut diharapkan mereka akan mampu
memperkembangkan dan memperbaiki tingkat penghidupannya.
Melalui cara tersebut hasil penanggulangan korban akibat bencana
alam tidak lagi bersifat konsumtif melainkan produktif serta turut
membantu penyebaran penduduk yang lebih seimbang. Selama
Repelita I telah dapat disalurkan 3.108 Kepala Keluarga (KK)
korban bencana alam berasal dari daerah banjir di Lamongan
(Jawa Timur), dari daerah bencana gunung Merapi (Jawa Tengah),
dari daerah bencana kelaparan di gunung Kidul (Yogyakarta), serta
dari daerah banjir Ciamis (Jawa Barat). Semua kegiatan tersebut
merupakan daya-upaya untuk mengurangi berbagai kelemahan
dan kekurangan di bidang sosial pada umumnya.
Mengenai perkembangan dana-dana sosial serta jaminan sosial,
pada akhir Repelita I telah mulai dirintis pemikiran-pemikiran ke
arah penggunaan yang lebih efektif dan pengorganisasian danadana sosial yang lebih baik. Dengan demikian dana-dana tersebut
diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai dana pembangunan.
Tentang hal ini masih dihadapi berbagai masalah yang perlu
dipecahkan.
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Kebijaksanaan pokok dalam pembangunan di bidang kesejahteraan sosial ditujukan untuk mendorong perkembangan kesadaran, rasa tanggung jawab sosial, dan kemampuan golongangolongan masyarakat tertentu guna mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat serta terwujudnya partisipasi mereka dalam pembangunan kesejahteraan
sosial. Dengan demikian diharapkan makin meningkatnya usaha-usaha pembangunan oleh masyarakat sendiri.
271
Kebijaksanaan lain adalah membantu golongan-golongan
masyarakat yang relatif terhambat perkembangan sosial ekonominya melalui pembinaan dan peningkatan agar mereka
mampu ikut serta berperan dalam kegiatan pembangunan. Kebijaksanaan juga ditujukan ke arah tercapainya penyebaran beban dan hasil pembangunan yang lebih merata. Dalam
rangka yang lebih luas maka kebijaksanaan tersebut akan membantu mengembangkan dan mengarahkan nilai-nilai dan sikapsikap yang lebih sesuai serta menunjang usaha pembangunan.
Hal ini bertalian erat dengan berbagai program perubahan sosial dari bidang-bidang pendidikan, penerangan, kehidupan organisasi masyarakat, pembinaan hukum, pembinaan generasi
muda, dan lain-lain.
Berbagai kebijaksanaan lainnya di bidang kesejahteraansosial ditujukan untuk menanggulangi masalah-masalah kepincangan-kepincangan sosial dalam masyarakat, seperti perjudian umum yang tidak terawasi, keberandalan anak-anak,
penyalahgunaan narkotika, dan lain-lain.
Kepada anggota-anggota masyarakat yang terhalang, baik
jasmani, mental, maupun sosial, diberikan pelayanan rehabilitasi dengan memberikan ketrampilan-ketrampilan yang diperlukan agar mereka dapat menjadi warga masyarakat yang
layak dan dapat turut berpartisipasi dalam usaha pembangunan.
Demikian pula akan dikembangkan berbagai langkah usaha
untuk membina sistem jaminan sosial dan pengerahan dana
sosial bagi golongan-golongan masyarakat tertentu yang pemanfaatannya secara langsung dapat digunakan bagi kepentingan pembangunan.
Atas dasar hasil-hasil yang dicapai selama Repelita I maka
kebijaksanaan pokok kesejahteraan sosial diarahkan agar kegiatan-kegiatan pelayanan baik yang diselenggarakan dalam
lembaga/panti sosial, maupun yang diselenggarakan di luar
lembaga (non institusionalcare), mempergunakan cara pendekatan ke arah pembentukan lembaga-lembaga yang bersifat
produktif. Dalam kerangka yang demikian diharapkan, disatu
272
pihak masyarakat dengan sukarela dan penuh kesadaran ikut
serta dalam kegiatan-kegiatan sosial, dan dilain pihak masyarakat memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kecakapan/ketrampilan berkat adanya lembaga tersebut.
Bertitik tolak dari kebijaksanaan tersebut di atas maka usaha-usaha kesejahteraan sosial dalam Repelita II, penyusunannya
selain didasarkan atas besarnya masalah yang dihadapi, juga
didasarkan atas perhitungan langsung atau tidak langsungnya
serta cepat-lambatnya program tersebut dapat menunjang dan
melengkapi usaha-usaha pembangunan. Atas dasar pokok-pokok
masalah di bidang kesejahteraan sosial disusun langkah-langkah
dalam skala prioritas sebagai berikut :
1) Usaha-usaha kesejahteraan sosial yang sekaligus ekonomis
produktif sehingga sedikit banyak menunjang dan melengkapi usaha-usaha pembangunan.
2) Usaha-usaha kesejahteraan sosial murni yang didasarkan
atas prinsip mengangkat mereka yang berkepentingan untuk dapat menolong diri mereka sendiri.
3) Usaha-usaha perintisan jaminan sosial untuk para lanjut
usia dan kelompok-kelampok produktif.
Di samping itu seluruh kegiatan tersebut selalu diarahkan
untuk memberikan rangsangan terhadap perkembangan potensi masyarakat pada umumnya dan kesejahteraan rakyat pada
khususnya.
Atas dasar seluruh kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut
di atas, akan dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai
berikut :
A. Usaha-usaha kesejahteraan sosial yang membantu mendorong perubahan sosial yang lebih luas
Berbagai kegiatan di bidang kesejahteraan sosial akan dilakukan untuk mendorong perubahan sikap sosial masyarakat
guna berpartisipasi dalam pembangunan. Kegiatan ini antara
lain meliputi peningkatan taraf hidup, pengembangan ketrampilan, nilai-nilai sosial, perbaikan dan pengembangan lembaga-
273
lembaga kemasyarakatan terutama di bidang ekonomi masyarakat pedesaan.
Segi lain yang akan mendapatkan perhatian adalah pembinaan kesejahteraan masyarakat, termasuk antara lain usahausaha pembinaan kesejahteraan perumahan dan usaha-usaha
keluarga berencana.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan pokok serta langkah-langkah
kegiatan guna mendorong perubahan sosial, meliputi usahausaha sebagai berikut:
1.
Pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat
Pembinaan kesejahteraan sosial pertama-tama ditujukan
kepada anggota masyarakat yang hidupnya dalam taraf yang
sangat rendah, yang diperkirakan berjumlah 33 juta lebih. Pelayanan kesejahteraan sosial diberikan terutama dalam bentuk
kegiatan-kegiatan yang mendorong mereka untuk meninggalkan ikatan-ikatan tradisionil yang relatif menghambat perkembangan. Kemudian diikut dengan pengembangan cara-cara
kehidupan yang lebih rasionil, produktif, dan ekonomis dalam
usaha meningkatkan kehidupan keluarga.
Dalam Repelita II direncanakan akan tercakup 12.500 Kepala Keluarga (KK) yang tersebar diberbagai daerah. Walaupun
usaha tersebut baru dapat meliputi sebagian dari permasalahan,
namun diharapkan bahwa usaha ini akan memberikan pengaruh yang lebih luas. Kegiatan-kegiatan tersebut akan diserasikan dan dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan Pembangunan
Desa, Koperasi Unit Desa, Keluarga Berencana, dan lain sebagainya.
2. Pengembangan masyarakat suku terasing
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan perkembangan
kehidupan suku-suku dipedalaman. Karena hambatan faktor
komunikasi dan lain-lainnya, taraf perkembangan sosial budaya
mereka jauh tertinggal dari perkembangan masyarakat Indonesia pada umumnya. Jumlah mereka diperkirakan 1,5 juta
274
yang tersebar di daerah-daerah terpencil. Dalam Repelita II
diusahakan agar sebagian besar dari anggota suku terasing
tersebut dapat dimasyarakatkan. Kegiatan tersebut diharapkan
akan mempunyai pengaruh efektif pula terhadap suku-suku
y a n g tinggal disekitarnya. Pelayanan sosial diberikan kepada
mereka dalam bentuk penyuluhan dan bimbingan kegiatan
sosial, pembangunan pusat Operasi Sementara, perintisan
perkampungan yang menetap, dan penyediaan sarana-sarana
sosial.
3. Pembinaan kesejahteraan berbagai kelompok masyarakat
khusus
Perhatian utama kegiatan ini ditujukan untuk memberikan
pelayanan sosial berupa bimbingan dan bantuan sosial kepada
keluarga PahIawan Perintis kemerdekaan, keluarga-keluarga
yang berhasrat menetap kembali di tanah air (repatrian), dan
lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk memberikan penghargaan yang sewajarnya dan membantu menempatkan serta
usaha menyesuaikan diri kepada perkembangan lingkungan
masyarakatt sekitarnya.
4.
Pengasuhan anak terlantar
Sasaran usaha ini adalah anak-anak terlantar yang meliputi
anak yatim, yatim piatu, anak kurang urus, anak sukar, anak
cacat, dan lain sebagainya. Usaha-usaha untuk menanggulangi
masalah anak-anak terlantar dilaksanakan dalam bentuk pelayanan-pelayanan sosial melalui proyek-proyek yang berorientasi
kepada usaha-usaha mereka yang produktif dengan mengutamakan sistem terbuka dalam Panti Asuhan, Pusat Latihan Kerja
Anak-anak Terlantar, Karang Taruna, dan Asuhan Keluarga.
Dalam masa lima tahun diperkirakan akan dapat dirawat dan
dilayani sekiitiar 168.000 anak.
5.
Penyantunan orang lanjut usia
Sasaran usaha ini adalah orang-orang tua/jompo yang
diperkirakan jumlahnya 2,4 juta jiwa. Dari jumlah tersebut
diper-
275
275
Kirakan 29% tinggal di pedesaan dalam keadaan kurang terawat dan memerlukan penyantunan. Kepada orang-orang lanjut
usia tersebut diberikan pelayan sosial dalam bentuk Pant Werdha dengan kegiatannya pengisian waktu terluang serta latihanlatihan ketrampilan untuk memberikan kesibukan dan rekreasi sehat. Pelaksanaan penyantunan selama Repelita I mencapai jumlah 5.000 orang. Dalam Repelita II direncanakan akan
dapat diselenggarakan penyantunan untuk sekitar 20.000 orang.
B.
Bantuan dan penyantunan sosial
1. Rehabilitasi sosial
Tujuan dari usaha ini adalah memberikan rehabilitasi, kecakapan, dan kesempatan kepada golongan-golongan anggota
masyarakat yang terhalang kesanggupannya disebabkan oleh
faktor-faktor fisik, mental, dan sosial. Dengan demikian diharapkan agar mereka maanpu dan sanggup memasuki lapangan
pekerjaan serta memenuhi nafkahnya. Dengan demikian mereka dapat memiliki kembali harga diri setelah mendapatkan
kerja yang mantap dan cocok.
Sidang kegiatan usaha ini terdiri atas beberapa kegiatan
sebagai berikut :
a. Rehabilitasi penderita cacat
Sasaran usaha ini adalah para penderita cacat yang diperkirakan jumlahnya sekitar 2.961.000 jiwa. Kepada mereka diberikan pelayanan sosial dalam lembaga-lembaga rehabilitasi
dengan pemberian prothese, pendidikan khusus, latihan ketrampilan, penyaluran, serta perawatan lanjutan. Selama Repelita I penyantunan dan rehabilitasi mencapai jumlah 27.000
orang. Dalam Repelita II akan diusahakan pemberian pelayanan terhadap sekitar 40.000 orang sesuai dengan kemampuan
tenaga yang tersedia serta perluasan berbagai fasilitas yang
ada.
276
b. Rehabilitasi penderita akibat bencana , alam dan korban
lainnya
Sasaran usaha ini adalah penderita korban akibat bencana
alam yang sifatnya kronis dan di daerah-daerah yang dilanda
bencana sehingga tidak memungkinkan mereka menempati dafasilitas yang tersedia maka untuk masa Repelita II akan dierah tersebut. Dengan memperhatikan kemampuan tenaga dan
usahakan rehabilitasi dan penyaluran sebanyak 10.000 Kepala
Keluarga ke luar Jawa, maupun penyaluran secara lokal. Peantara lain Lampung, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara. Di
nyaluran ke luar Jawa diutamakan ke daerah-daerah pertanian
samping itu akan dilanjutkan usaha-usaha yang bersifat mencegah serta mengatasi kemungkinan timbulnya bencana ini di
daerah kronis tersebut. Dalam hal ini akan diadakan kerja
sama antar berbagai lembaga yang bersangkutan dalam kegiatan ini.
2. Penyantunan pengaruh sampingan proses pembangunan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengusahakan penyantunan terhadap pengaruh-pengaruh sampingan yang menyertai proses urbanisasi dan perubahan struktur sosial ekonomi yang tidak diharapkan. Hal ini misalnya mengenai penanggulangan kenakalan/kejahatan remaja, dislokasi tenaga
kerja yang menyebabkan meningkatnya tunakarya, tunawisma,
dan lain sebagainya.
Kegiatan usaha yang perlu dilakukan adalah menanggulangi
dan mencegah masalah sosial tersebut hingga dapat dibatasi
atau dikurangi efek negatifnya. Kegiatan ini meliputi usahausaha sebagai berikut:
a.
Pembinaan Generasi Muda
(1) Kegiatan yang ditujukan kepada golongan anak dan remaja yang nakal meliputi antara lain:
277
a. Usaha untuk mengatasi/membatasi sumber-sumber penyebabnya.
b. Usaha penampungan dan rehabilitasi dalam panti-panti
sosial.
c. Usaha untuk dapat menyalurkan hasrat dan aspirasinya.
(2) Kegiatan yang ditujukan kepada anak-anak diluar
jangkauan sistem persekolahan serta anak-anak mogok sekolah
(drops-out).
Kegiatan antara lain:
a. Bimbingan untuk mengembangkan ketrampilan kerja dan
peningkatan sumber pendapatannya. Kemudian mempersiapkan mereka untuk dapat berpartisipasi secara produktif dalam pembangunan.
b. Penyediaan fasiilitas-fasilitas rekreasi.
(3) Kegiatan yang ditujukan kepada keluarga-keluarga,
antara lain:
a Pelayanan bimbingan kesejahteraan bagi keluarga yang
mengalami keretakan.
b Bimbingan keluarga dengan cara pemberian perangsang
berupa alat-alat produksi agar mereka mampu meningkatkan pendapatannya sehingga dapat menjamin pertumbuhan serta perkembangan anak-anaknya.
b. Penampungan dan penyaluran tunakarya.
Sasaran daripada kegiatan ini adalah para tunakarya yang
keadaan ekonominya sangat rendah (gelandangan),
Kegiatan pokoknya meliputi:
a. Pendidikan/latihan ketrampilan kerja.
b. Penyaluran 10.000 Kepala Keluarga tunakarya ke lapangan
pekerjaan terutama ke daerah pertanian di luar Jawa.
c. Kegiatan-kegiatan lain di bidang ini ditujukan antara lain
untuk mencegah dan melindungi masyarakat dari pengaruh
perjudian.
278
Demikian pula usaha untuk menyantunkan wanita tunasusila
pada panti-panti pendidikan agar dapat disalurkan ke lapangan
pekerjaan yang sesuai dengan martabat kemanusiaan yang sewajarnya.
Dalam banyak hal kegiatan tersebut di atas membutuhkan
pendekatan yang menyeluruh meliputi kegiatan-kegiatan yang
bersifat preventif maupun rehabilitatif dari berbagai lembaga
pemerintah maupun masyarakat.
3. Perintisan/peningkatan dana dan jaminan sosial
Kebijaksanan di bidang ini ditujukan untuk merintis pelayanan dan jaminan sosial, antara lain bagi kalangan pegawai
negeri, karyawan industri, dan sebagainya. Prinsip dari kegiatan ini ialah kegotongroyongan antara pemerintah, pengusaha,
dan pegawai/karyawan agar bersama-sama memikul tanggung
jawab untuk melindungi dan menjaga kesejahteraan para karyawan.
Pelayanan dan jaminan sosial ini bersifat asuransi sosial dan
dapat berbentuk dana pensiun, dana kecelakaan, dana kesehatan, tabungan kesejahteraan hari tua dan kematian, serta danadana kesejahteraan (welfare benefits) lainnya yang dapat dikembangkan sesuai dengan timbulnya kebutuhan dan kemungkinan sumber-sumber dananya.
Program ini dilakukan melalui pemupukan dana-dana sosial.
Dana-dana itu sekaligus dapat pula dipergunakan untuk pembangunan.
Para pengusaha dapat diwajibkan menyediakan fasilitasfasilitas kesejahteraan sosial serta jaminan sosial bagi buruhburuhnya menurut ketentuan perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berlaku.
Pada waktunya, program ini dapat diperluas meliputi kelompok-kelompok masyarakat yang tidak bermajikan dan bekerja
secara berdikari.
279
279
Kebijaksanaan dan kegiatan usaha di bidang ini juga membutuhkan usaha yang terintegrasi. Dengan demikian perlu dikembangkan suatu perlembagaan yang efektif untuk menampung dan mengkoordinasikan penyelenggaraannya.
4. Peningkatan prasarana pelayanan kesejahteraan sosial
Kegiatan-kegiatan di lapangan ini meliputi usaha-usaha sebagai berikut :
a. Pendidikan dan latihan pekerjaan sosial yang bertujuan
untuk menciptakan tenaga-tenaga pelaksana tingkat tinggi,
menengah, maupun tenaga-tenaga pembantu yang terlatih baik.
Kecuali itu meningkatkan mutu kerja tenaga-tenaga pelaksana
yang sudah ada dengan berbagai kursus dan latihan,
b. Penelitian/survey masalah-masalah kesejahteraan sosial
yang hasilnya dipergunakan sebagai dasar penetapan kebijaksanaan, penyusunan rencana dan program, dan untuk penyempurnaan sistem pelayanan kesejahteraan sosial serta usahausaha pengarahan dan pengendalian pelaksanaannya.
c.
Peningkatan fasilitas-fasilitas guna kelancaran dan penyempurnaan pelaksanaan usaha-usaha dan sistem pelayanan
kesejahteraan sosial.
d.
Penyusunan dan perumusan serta penerbitan perundangundangan, peraturan-peraturan, dan ketentuan-ketentuan usaha-usaha kesejahteraan sosial.
PEMBIAYAAN
Pembiayaan dari Anggaran Pembangunan Negara untuk
pembangunan Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dalam tahun 1974/75 berjumlah Rp. 17,1 milyar, sedang selama jangka
waktu lima tahun dalam Repelita II diperkirakan berjumlah
Rp. 142,5 milyar.
Di samping itu ada pula kegiatan untuk pembangunan kesehatan dan kesejahteraan sosial yang pembiayaannya diperhitungkan di sektor-sektor lain , yakni untuk pendidikan yang di-
280
golongkan dalam sektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional,
dan Pembinaan Generasi Muda sebesar Rp. 920,00 juta dalam
tahun 1974/75 dan diperkirakan berjumlah Rp. 6.845,00 juta
dalam jangka waktu lima tahun selama Repelita II.
Untuk Penelitian yang digolongkan dalam sektor Pengembangan Ilmu dan Teknologi, Penelitian dan Statistik sebesar
Rp. 385,00 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan berjumlah Rp. 2.740,00 juta selama lima tahun dalam Repelita II.
Sedang untuk pembangunan prasarana fisik Pemerintahan
dan/atau untuk Peningkatan Efisiensi Aparatur Pemerintahan
yang digolongkan dalam Sektor Aparatur Negara sebesar
Rp. 515,00 juta dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan berjumlah Rp. 2.740,00 juta selama lima tahun dalam Repelita IL
Dalam seluruh jumlah-jumlah tersebut di atas sudah termasuk nilai lawan pelaksanaan bantuan proyek.
281
TABEL 25 — 2
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN
1974/75 — 1978/79
(dalam jutaan rupiah)
KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Ilo. Kode
Sektor/Sub Sektor/Program
1974/75
1974/75 — 197879
(Anggaran
(Anggaran
Pembangunan)
Pembangunan)
40.
SEKTOR KESEHATAN, KELUARGA BERENCANA, DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL.
10.1.
Sub Sektor Kesehatan
15.939
10.1.1.
Program Penyuluhan Kesehatan
530
10.1.2.
Program Pelayanan Kesehatan
7.959
10.1.3. Program Pemberantasan Penyakit
7.000
Menular dan Penyakit Rakyat.
10.1.4.
Program Peningkatan nilai Gizi.
250
40.1.5. Program Pengawasan Obat Makan200
an, dan sebagainya.
10.3.
Sub Sektor Kesejahteraan sosial
1.210
10.3.1.1. Program Pembinaan Kesejahteraan
610
dan Perubahan Sosial.
10.3.2. Program Bantuan dan Penyantunan Sosial.
600
Kegiatan-kegiatan kesehatan dan
Kesejahteraan sosial lainnya yang
pembiayaannya diperhitungkan di
sektor-sektorlain.
9.
Sektor Pendidikan, Kebudayaan Latihan Institusionil/Kedinasan.
9.1.
Sub Sektor Pendidikan Umum dan
Pembinaan Generasi Muda.
9.1.7.
Program Pembinaan Generasi Muda
(100)
dan Olah Raga
9.2.
Sub Sektor Pendidikan dan Latihan
Institusionil/Kedinasan
:9.2.8. Program Pendidikan Kesehatan, Ke820
luarga Berencana, dan Kesejahteraan
Sosial
15.
Sektor Pengembangan Ilmu dan Teknologi, Penelitian, dan Statistik
15.3.
Sub. Sektor Penelitian Institusionil
282
127.500
8.900
57.100
50.400
6.700
4.400
15.000
8.500
6.500
(970)
5.875
1
15.3.9.
16.
16.2.
16.2.1.
16.2.2.
KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
2
3
Program Penelitian Kesehatan, Keluarga Berencana, dan Kesejahteraan
Sosial.
Sektor Aparatur Negara
Sub Sektor Aparatur Pemerintahan.
Program Penyempurnaan Efisiensi
Aparatur Pemerintahan
Program Penyempurnaan Prasarana
Fisik Pemerintah.
4
385
2.740
115
675
400
2.200
283
1
Download