3. Pemeran Iklan - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Etika Periklanan
Pokok Bahasan :
Penjabaran EPI Bab III.A. Butir
3.1. – 3.12.
Fakultas
Program Studi
TatapMuka
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Etika Periklanan
(Marcomm)
11
Abstract
Kode MK
DisusunOleh
43011
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
Kompetensi
Mahasiswa memahami dan
“Suatu etika periklanan akan lebih
menguasai ketentuan tatakrama
efektif justru kalau ia disusun,
disepakati, dan ditegakkan oleh para periklanan berdasarkan ragam iklan
pelakunya sendiri”
Penjabaran EPI Bab III.A . Butir 3.1. – 3.12.
Etika Pariwara Indonesia (EPI)
III. KETENTUAN
3. Pemeran Iklan
3.1. Anak
3.1.1 Anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak
dikonsumsi oleh anak, tanpa didampingi orang dewasa.
3.1.2 Iklan tidak boleh memperlihatkan anak dalam adegan-adegan yang berbahaya,
menyesatkan, atau tidak pantas dilakukan oleh anak.
3.1.3 Iklan tidak boleh menampilkan anak sebagai penganjur sesuatu produk yang
bukan untuk anak.
3.1.4 Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek
(pester power) anak, dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan
permintaan anak mereka akan produk terkait.
Anak-anak termasuk kategori konsumen yang perlu mendapat perhatian yang khusus
karena sifat anak-anak yang masih polos, mudah dipengaruhi dan belum mempunyai
kemampuan menilai sesuatu dengan obyektif. Beberapa iklan di bawah ini menunjukkan
pelanggaran serius terhadap butir-butir EPI di atas.
3.2. Perempuan
Iklan
tidak
boleh
melecehkan,
mengeksploitasi,
mengobyekkan,
atau
mengornamenkan perempuan sehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat,
harkat, dan martabat perempuan.
2016
2
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3.3. Jender
Iklan tidak boleh mempertentangkan atau membiaskan kesetaraan hak jender dalam
segala aspek kehidupan sehari-hari. Hal ini mencakup:
3.3.1 Kewenangan: bahwa pria dan wanita memiliki kewenangan yang setara.
3.3.2 Pengambilan keputusan: bahwa pria dan wanita memiliki kemampuan yang
setara dalam mengambil keputusan.
3.3.3 Seksualitas: bahwa baik pria maupun wanita tidak boleh dieksploitasi secara
seksual.
3.3.4 Kekerasan dan pengendalian: bahwa tidak boleh terdapat penggambaran
kekerasan dan/atau pengendalian oleh pria terhadap wanita, ataupun sebaliknya
oleh wanita terhadap pria.
3.3.5 Perbedaan: bahwa pria dan wanita di segala tingkat usia memiliki kesempatan
yang sama dalam berperan atau berprestasi.
3.3.6 Bahasa bias jender: bahwa tidak boleh terdapat kesan penggunaan istilah atau
ungkapan yang dapat disalahartikan atau yang dapat menyinggung perasaan
sesuatu jender, ataupun yang mengecualikan salah satunya.
3.4. Pejabat Negara
3.4.1. Pejabat negara tidak boleh menjadi pemeran iklan komersial ataupun iklan
layanan masyarakat dari sesuatu produk maupun korporasi yang bertujuan komersial
3.4.2. Pejabat negara tidak boleh menjadi pemeran iklan yang tujuannya sematamata untuk kepentingan pribadi.
3.4.3. Pejabat negara hanya dapat menjadi pemeran iklan untuk kepentingan
lembaga yang di bawah kewenangannya.
3.5. Tokoh Agama
Tokoh agama tidak boleh menjadi pemeran iklan komersial, maupun iklan layanan
masyarakat dari sesuatu korporasi.
2016
3
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Penjelasan :
Tokoh agama yang dimaksud adalah sosok atau tokoh yang diakui oleh masyarakat
sebagai guru agama, uztad, kiai, pastur, pendeta, pemimpin pondok pesantren,
ulama atau yang memiliki hubungan langsung dengan otoritas keagamaan.
3.6. Anumerta
3.6.1. Iklan yang menampilkan pemeran yang sudah meninggal, harus memperoleh
persetujuan dari ahli waris pemeran.
3.6.2. Dalam hal keberadaan ahli waris tidak diketahui, maka pengiklan harus
terlebih dahulu membuat pengumuman terbuka di media massa nasional dan
dengan
memberi
tenggang
waktu
yang
layak
kepada
ahli
waris
untuk
menanggapinya.
Penjelasan :
Pengumuman di media massa harus dilakukan dalam lingkup dan zona nasional
dimana kemungkinan ahli waris tersebut berdomisili.
3.7. Pemeran Sebagai Duta Merek (Brand Ambasador)
Pemeran iklan sebagai duta merek harus orang yang benar-benar menggunakan
produk terkait dan tidak menggunakan produk pesaing selama masa berlakunya
perjanjian yang waktunya minimal sama dengan masa penyiaran iklan tersebut.
3.8. Tuna Daksa (Penyandang Cacat)
Iklan tidak boleh memberi kesan yang merendahkan atau mengejek tuna daksa
(penyandang cacat).
Iklan boleh saja menggunakan penyandang cacat sebagai model iklannya selama tujuan
dari penampilan si penyandang cacat tersebut dalam konteks bukan untuk merendahkan,
mengejek atau melecehkan si penyandang cacat tersebut.
2016
4
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3.9. Tenaga Profesional
3.9.1. Iklan produk obat-obatan bebas maupun tradisional, vitamin, alat-alat
kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumahtangga, serta pangan tidak boleh
menggunakan tenaga, identitas, atau segala atribut medis, baik secara jelas,
maupun tersamar.
3.9.2. Iklan yang mengandung atau berkaitan dengan profesi tertentu harus
mematuhi kode etik profesi tersebut.
3.10. Pemeran Lainnya
Iklan tidak boleh menampilkan pemeran yang dapat menimbulkan keresahan
dan/atau menyebarluaskan keyakinan yang salah, atau tahayul di masyarakat.
Penjelasan :
Pemeran yang dimaksud adalah model, tokoh, sosok atau pribadi yang memiliki
catatan buruk atau berpotensi menimbulkan kontroversi sosial.
3.11. Hewan
3.11.1. Hewan yang dilindungi hanya dapat ditampilkan dalam Iklan yang bertujuan
untuk menjaga kelestariannya.
3.11.2. Iklan tidak boleh diproduksi dengan, atau menampilkan kekerasan terhadap
hewan.
Penjelasan :
Proses produksi dan penampilan iklan yang menggunakan hewan tidak boleh
menggunakan atau memperlihatkan unsur pemaksaan atau kekerasan yang
mengancam keselamatan nyawa hewan tersebut.
3.11.3. Iklan yang menampilkan hewan harus mempertimbangkan segi-segi
pelestariannya.
Penjelasan :
2016
5
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hewan-hewan yang dipakai dalam iklan harus digunakan tanpa mengancam
kelestarian hewan tersebut, termasuk mengurangi kelangkaan, merusak siklus,
mengganggu habitatnya atau memberi inspirasi yang mengancam keberadaan dan
kelestarian hewan tersebut. Iklan juga tidak boleh menggunakan hewan langka yang
membuat khalayak ingin memiliki hewan langka tersebut.
Dalam konteks ini, sebenarnya diharapkan pula agar dalam setiap proses pembuatan iklan
tidak ada hewan yang menjadi korban.
3.12. Tokoh Animasi
3.12.1. Penggunaan tokoh animasi sebagai personifikasi dari sesuatu karakter atau
seorang tokoh yang populer, harus telah memperoleh izin dari pemilik hak atas
karakter, atau dari tokoh tersebut.
3.12.2. Suatu tokoh animasi tidak boleh ditampilkan secara menakutkan atau
berlebihan menjijikkan.
3.12.3. Penokohan karakter animasi harus tetap sesuai dengan nilai-nilai sosial dan
budaya bangsa.
2016
6
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kasus-kasus iklan yang melanggar
1. Iklan Contrexyn
Iklan TV dari produk Contrexyn ini menampilkan cerita seorang kakak yang mengetahui
bahwa adiknya terkena demam dan ia dengan cepatnya lari ke warung terdekat untuk
membeli obat anti demam Contrexyn. Walaupun obat Contrexyn adalah obat untuk anakanak, tapi anak-anak tidaklah pantas dan etis bila ditampilkan sebagai pihak yang
mengambil keputusan sendiri bahwa seseorang sedang sakit dan tahu obat apa yang tepat
untuk penyakit tersebut serta membeli obat itu sendiri. Cerita dan visual ini bisa memberikan
dampak yang sangat berbahaya untuk ditiru anak-anak bila iklan ini ditayangkan di programprogram khusus anak-anak (misalnya program film-film animasi, karena iklan ini juga
menggunakan pendekatan animasi). Hanya orang dewasalah yang mempunyai kemampuan
untuk menentukan obat apa yang tepat bagi penyakit anak-anaknya (dan terkadang harus
melalui konsultasi dengan ahlinya), dan harus orang dewasa pulalah yang membeli obatobat yang dinilainya cocok untuk anak-anaknya.
2. Iklan Milkuat
Iklan TV Milkuat di bawah ini lain lagi ceritanya. Ditampilkan seorang anak yang karena
mengkonsumsi produk Milkuat maka ia mampu membiarkan seorang dewasa dengan badan
yang cukup besar berdiri di atas pundaknya. Iklan ini dari sudut pandang orang dewasa
dapat mudah dipahami sebagai suatu pendekatan hiperbola. Iklan ini menjadi bermasalah
(tidak etis) karena produknya adalah produk untuk anak-anak. Pengiklan haruslah sangat
berhati-hati bila ingin melakukan pendekatan hiperbola untuk produk yang terkait produk
anak-anak karena kemampuan nalar anak-anak masih sangat terbatas. Peniruan terhadap
2016
7
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
perilaku anak dalam iklan ini oleh anak-anak yang menonton iklannya dapat menimbulkan
dampak yang sangat berbahaya.
3. Iklan Oops
Kesan yang senada juga ditampilkan pada iklan TV produk Oops di bawah ini. Dalam
visualnya, ditampilkan seorang anak yang sedang memakan produk Opps di teras
rumahnya (yang dikesankan seperti berada di apartemen yang berlantai tinggi) dan tiba-tiba
ada seorang dewasa jatuh dari lantai yang lebih tinggi. Si orang dewasa meraih tangan di
anak dan dengan “santai”-nya si anak dapat menahan beban orang dewasa tersebut
sehingga tidak jatuh lebih jauh lagi. Sekali lagi, pendekatan hiperbola yang terkesan
“tanggung” pada iklan ini, ditambah dengan kenyataan bahwa produk ini ditujukan bagi
khalayak anak-anak, maka iklan ini dinilai melanggar Etika Pariwara Indonesia terkait
dengan butir-butir di atas.
2016
8
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Iklan TV dari produk Oops variant yang lain ini dapat menjadi contoh pelanggaran terhadap
penggunaan daya rengek (pester power) dari anak-anak kepada orang tuanya. Diceritakan
pada iklan ini si anak sejak dari mobil sampai supermarket terus merengek-rengek
(menyampaikan dengan berulang-ulang: “Kejunya ma, kejunya ma”) kepada ibunya. Dia
baru berhenti merengek setelah ibunya membelikan produk Oops tapi mulai merengekrengekan kalimat yang sama lagi setelah ia menghabiskan produk tersebut. Cerita ini dinilai
tidak etis karena sama-sekali tidak memberikan pendidikan yang positif kepada anak-anak
dan bila ditiru malah akan menjadi contoh perilaku buruk bagi anak-anak yang
menontonnya.
2016
9
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4. Iklan Fiesta
Iklan TV Fiesta di bawah ini dapat menimbulkan debat yang seru. Dari satu sudut, pesan
iklan ini adalah untuk mengingatkan kaum pria dan wanita agar menggunakan kondom
(perlidungan ekstra) bila ingin melakukan suatu hubungan seks beresiko (bukan dengan
suami/istri). Tapi dari sisi lain, iklan ini dapat dianggap sebagai suatu pelecehan kepada
kaum wanita yang seakan-akan diposisikan sebagai “obyek seks” pada iklan ini. Hal ini
diperparah karena iklan TV ini ditayangkan pada jam-jam yang bukan jam-jam tayang
khusus iklan untuk produk-produk dewasa (intimate products) yaitu di atas pk. 21.30.
Akibatnya, iklan ini dapat menuai protes dari kaum wanita dan ibu-ibu yang
menginterpretasikan iklan ini sebagai tidak bermoral.
5. Iklan Soffel
2016
10
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Iklan TV produk Soffel ini mengambil pendekatan seolah-olah iklan ini adalah suatu Iklan
Layanan Masyarakat (perhatikan adanya penjelasan mengenai kegiatan 3M terkait
pemberantasan sumber-sumber nyamuk penyebab demam berdarah). Iklan ini sebenarnya
bukanlah Iklan Layanan Masyarakat karena secara nyata menampilkan dan menyebutkan
nama dari suatu produk (Soffel). Lihat juga EPI Bab III.A. 2.24 tentang Iklan Layanan
Masyarakat.
Dalam iklan ini diceritakan seorang anak yang menderita demam berdarah dan dokter yang
merawatnya secara jelas-jelas menganjurkan kepada si ibu (selain melakukan 3M) untuk
menggunakan produk Soffel. Hal ini dinilai oleh BPP PPPI sebagai tindakan yang tidak etis
karena seorang dokter tidaklah boleh menjadi “penjual” dari suatu produk kesehatan. Hal ini
seharusnya sejalan dengan kode etik dari profesi dokter.
6. Iklan Baygon Lifeline
Iklan TV Baygon Lifeline di atas juga mengambil pendekatan yang mirip. Topiknya tetap di
sekitar masalah demam berdarah. BPP PPPI menilai bahwa iklan ini bukanlah Iklan
Layanan Masyarakat karena tercantum dengan jelas nama/logo produk Baygon. Fakta
bahwa Baygon Lifeline adalah suatu kegiatan sosial dengan memberikan layanan
penyemprotan gratis tidak merubah fakta bahwa iklan ini adalah iklan komersial. Berarti,
penggunaan tokoh dokter dalam iklan ini juga tidak sesuai dengan Etika Pariwara Indonesia.
Untuk bahan diskusi lebih lanjut: sekitar tahun 2005-2007 ada beberapa versi iklan yang
menggunakan situasi di ruang kelas sebagai latar-belakangnya. Dalam ceritanya, ada
beberapa kasus dimana tokoh guru yang tampil pada iklan tersebut “dipermainkan” atau
“dilecehkan” (misalnya: menjadi bahan olok-olok para muridnya karena keluguannya). BPP
2016
11
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
PPPI pernah mengirimkan surat kepada PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) untuk
mendapatkan arahan apakah profesi guru dapat ditampilkan dalam nuansa seperti itu.
Sayangnya, sampai dengan saat ini BPP PPPI belum pernah mendapatkan jawaban resmi
dari PGRI. Meskipun belum mendapatkan arahan dari PGRI, diharapkan para pengiklan
dapat berhati-hati dalam membuat iklan yang menampilkan tokoh guru sehingga tidak
terkesan tokoh tersebut dilecehkan.
2016
12
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
DaftarPustaka
1. Dewan Periklanan Indonesia, (2014). Etika Pariwara Indonesia, edisi ke 2 cetakan
ke1, penyempurnaan ketiga.
2. Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia, Laporan Badan Pengawas
Periklanan, 2005 – 2009
2016
13
Etika Periklanan
Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download