BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi pada tingakat satuan pendidikan (KTSP) merupakan suatu kegiatan tugas profesional pendidikan, yang bertolak dari perubahan kondisi pembelajaran saat ini dan merekontruksi suatu model pembelajaran ke masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal itu perlu dipahami terlebih dahulu apa dan bagaimana model dalam konteks praktik pembelajaran. Menurut Mills(1998) Model adalah bentuk reprensentasi akurat, sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau kelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Hal itu merupakan interpretasi atas hasil belajar observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Perumusan model mempunyai tujuan : 1. Memberikan gambaran kerja sistem untuk periode tertentu, dan didalamnya secara implisit terdapat seperangkat aturan untuk melaksanakan perubahan, 2. Memberikan gambaran tentang fenomena tertentu menutut diferensi waktu atau memproduksi seperangkat aturan yang bernilai bagi keteraturan sebuah sistem. Dengan demikian, suatu model dapat ditinjau dari sapek mana kita memfokusakan suatu pemecahan permasalahan. Pengertian modelpembelajaran dalam konteks ini, merupaka landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan terori belajar, yang dirancangkan berdasarkan proses analisis yang diarahkan pada 4 5 impelementasi KTSP dan implikasinya pada tingkat opersional dalam pembelajaran. Pembelajaran diartikan sebagai suatu usaha penciptan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses balajar. Dan belajar adalah proses aktif siswa dalam membangun atau memproduksi pengetahuan dengan cara menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dan yang akan dicapai. “UU No 20 tahun 2003 pasal 1 (20),” Pembelajaran adalah proses intereksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu atau memfasilitasi siswa dalam mempelajari atau mengalami suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. 2.12. Model Pembelajaran Time Token 2.1.2.1 Pengertian Model Pembalajaran Time Token Model pembelajaran Time Token (Arrends 1998) merupakan model pembalajaran yang bertujuan agar masing-masing anggota kelompok diskusi mendapatkan kesempatan untuk memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota lain. Menurut Tim Widya Iswara Jateng (2004:10) metode ini dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa yang diam sama sekali. Menurut Idris 2011 model pembelajaran time token adalah strategi pembelajaran yang digunakan untuk menghindari sikap siswa yang mendominasi pembicaraan dan sikp diam sama sekali. Jadi model pembelajaran time token adalah model pembelajaran yang lebih mengarah pada semau siswa untuk aktif. 6 Model ini memiliki struktur pengajaran yang cocok digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, serta untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali. Jadi model pembelajaran time token adalah model pembelajaran yang lebih mengarahkan pada keaktifan siswa dengan adanya tanggung jawab pada kartu bicara time token yang dipegang sehingga siswa dapat menyampaikan pendapat menurut pemikiranya sendiri. 2.1.2.2. Pentingnya Model Pembelajajaran Time Token Model pembalajaran time token (Arrends 1998) sangat penting bagi guru untuk mengatasi kondisi kelas yang siswanya mengalami masalah terhadap keterampilan sosial yang mencakup tentang pendominasian, pendiam dan tidak berani mengutarakan pendapat saat diskusi kelompok. Jadi model pembelajaran time token lebih mengarah untuk meningkatkan keterampilan sosila siswa. Model ini digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. 2.1.2.3 Langkah-Langkah Pembelajaran Time Token 1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar 2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi 3. Guru memberikan setiap kupon berbicara dengan waktu 30 detik, dan setiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu keadaan. 4. Bila selesai berbicara kupon (kartu bicara) yang dipegang siswa diserahkan pada guru. Setiap berbicara kupon. 5. Sehingga semua siswa memiliki hak bicara yang sama, dan sampai semua siswa berbicara atau berpendapat. 6. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama dari hasil diskusi 7. Guru menutup pelajaran. 7 Menurut Tim widya Iswara Jateng model ini dapat digunakan untuk mengajarkan ketermpilan sosial, untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa yang diam sama sekali. Langkah-langkah strategi pembelajaran time token : 1. Mengkondisikan kelas dalam suasana diskusi . 2. Tiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu 30 detik . 3. Tiap siswa diberi nilai sesuai waktu dan keadaan. Bila setelah berbicara kupon yang dipegang siswa deserahkan. 4. Setiap berbicara 1 kupon. Siswa yang habis kuponya tidak boleh berbicara lagi, yang masih pegang kupon harus berbicara sampai kupon habis. 5. Penutup Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran dimulai dengan melakukan persiapan dan dilanjutkan kegiatan pelaksanaan yang terdiri dari kegiatan pendahuluan,kegiatan inti, kegiatan akhir. Sehingga dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran dalam menggunakan model pembelajaran time token yaitu: Penerapan model pembelajaran time token menurut Idris (2011) Langkah-langkah keterlaksanaan pembelajaran No Tahap Tabel 2.1 Keterlaksanaan pembelajaran Kegiatan pelaksanaan 1 Kegiatan persiapan a. Guru menentukan SK, KD, INDIKATOR dan materi. b. Guru mempersiapkan peralatan yang akan dicapai dalam pembelajaran. c. Guru mrembuat rencana pembelajaran 8 2 Kegiatan pelaksanaan 3.Kegiatan akhir 1. Kegiatan pendahuluan Guru menyapa, mengabsen siswa, dan mengkondisikan kelas untuk menunjang proses belajar mengajar. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Memotovasi siswa Guru menyampaikan strategi pembelajaran Time Token. Guru Memberikan apresepsi Guru membagikan kupon (kartu bicara). 2. Kegiatan inti Menjelaskan materi pelajaran Globalisasi Guru memberikan pertanyaan kepada siswa Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, kemudian Siswa berdiskusi. Siswa menjawab pertanyaan dengan menaruh kupon ketengah kelompok terlebih dahulu Guru memnita siswa menangapi jawaban dari temannya Kegiatan tanya jawab dilaukakn secara terus menerus sampai kupon (kartu bicara) habis. Guru bersama siswa menyimpulakn pelajaran yang sudah dipelajari Guru memberikan evalusi pada siswa Guru menutup pelajaran. 2.1.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Time Token 9 Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Arends (1998) dan Tim Widya Iswara Jateng bahwa model time token kelebihan dan kekurangan antara lain: Kelebihan: 1. Semua siswa aktif dalam mengeluarkan pendapatnya dan berpartisipasi dalam diskusi 2. Dapat menumbuhkan dan melatih keberanian siswa dalam berpendapat bagi siswa yang pemalu dan sukar berbicara. 3. Semua siswa mendapat waktu bicara yang sama sehingga tidak akan terjadi pendominasian pembicaraan dalam berlangsungnya diskusi. 4. Semua siswa mendapat kesempatan untuk menggali dan mengemukakan ide-idenya sehingga pada kondisi seperti apapun ikut terlibat memahami materi pembelajaran. Kelemahan: 1. Siswa yang memiliki banyak pendapat akan sulit mengutarakan pendapatnya karna waktu yang diberi terbatas. 2. Adanya keharusan mengemukakan idenya penampilan idenya kurang maksimal atau hanya mengemukakan pendapat kelompoknya sehingga kurang menguasai materi. 2.1.3 Hasil Belajar 2.1.3.1 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar a. Pengertian belajar Learning is any realitively parmament chang in behavior that is a of past experince. (belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman). Belajar dalam idealisme berarti kegiatan pisiko-pisik sosio menuju keperkembangan pribadi seutuhnya. Namun, 10 realistis yang dipahamioleh sebagian besar masyarakat tidaklah demikian. Belajar dianggap properti sekolah. Joko Susilo (2009: 23) mengatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dalam pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, satu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan penguasaan dan latihan, melainkan perubahan kelakuan. Menurut Oemar Hamalik (2002:154), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Hilgard dan Bower (dalam Purwanto 1993: 84), mengatakan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungannnya berupa respon bawaan, kematangan atau keadaan sesaat seseorang. Beberapa pendapat di atas tersebut menegaskan bahwa belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang. Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar sesungguhnya mengandung tiga unsur, yaitu: 1. Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku. 2. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. 3. Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen. Setiap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dapat dipastikan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut berupa terjadinya perubahan dan peningkatan terhadap beberapa aspek atau kawasan (domain) belajar sebagaimana dijelaskan Latuheru (2002:35), yaitu Aspek afektif dan psikomotor. Interpretasi terhadap tiga aspek Sasaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: kognitif, belajar 11 a. Aspek Kognitif, yaitu meningkatnya intelektual siswa terhadap informasi dan pengetahuan terutama menyangkut penguasaan materi pelajaran. b. Aspek Afektif, yaitu terwujudnya karakter dan kepribadian siswa lebih baik dari sisi sikap, perasaan, dan emosional. c. Aspek psikomotor, yaitu meningkatnya kecakapan-kecakapan belajar siswa terhadap satu atau beberapa keterampilan dasar materi pelajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pelaksanaan pembelajaran adalah untuk meningkatkan kecakapan siswa terhadap tiga kecakapan utama, yaitu kecakapan kognitif, kecakapan afektif dan kecakapan psikomotor. Hal ini ditegaskan pula oleh Sudjana (2009:49) yang menyatakan bahwa ketiga aspek (kognitif, afektif dan psikomotor) tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan satu kesatuan, dan harus dipandang sebagai sasaran hasil belajar. Sedangkan Tirtaraharja dan La Sulo (2005:25) menegaskan pengembangan dan peningkatan ketiganya harus mendapatkan porsi yang seimbang, pengutamaan aspek kognitif dengan mengabaikan aspek afektif hanya akan mencipitakan orang-orang pintar yang tidak berwatak. b. Pengertian hasil belajar. Hasil belajar menurut pandangan Hamalik Oemar (2009) Hasil Belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku seseorang tersebut. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai individu atau siswa setelah siswa tersebut mengalami atau melakukan suatu proses aktivitas belajar dalam jangka waktu tertentu. Hasil belajar merupakan kecakapan aktual (Aktual ability) yang diperoleh siswa, kecakapan potensi (potencial ability) yaitu kemempuan dasar yang berupa diposisi yang dimiliki individu untuk mencapai prestasi. Menurut Woordworth (dalam Ismihyani 2000), hasilbelajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Woordworth juga mengatakan bahwa hasil belajara dalah kemampuan aktual 12 yang diukur secara langsung. Hasil pengukuran belajar inilah akhirnya akan mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Bloom merumuskan hasil belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi domain (ranah) kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Winkel dalam Ismiyahni 2000) dalam ranah kognitif, hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan enam tingkatan tersebut ialah: (1) pengetahuan atau ingatan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) sintesis, (5) analisis dan (6) evaluasi. Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) peniruan (menirukan gerak), (2) penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak),(3) ketepatan (melakukan gerak dengan benar),(4) perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar),(5) naturalisasi (melakukan gerak secara wajar). Sedangkan ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, (1) pengenalan (ingin menerima,sadar akan adanya sesuatu),(2) merespon(aktif berpartisipasi), (3) penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu), (4) pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai nilai yang dipercaya) dan (5) pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup). Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku akibat dari proses belajar. Perubahan tingkah laku tersebut adalah perubahan yang relatif menetap, dimana perubahan itu terjadi pada ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap),dan ketrampilan. 2.1.3.2. Aspek Hasil Belajar Menurut Nana Sudjana (1998) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yaitu: a. Faktor internal siswa 13 Adalah kemampuan yang dimiliki,motivasi dan perhatian,usaha, kebiasaan motivasi dan kecerdasan: 1. Aspek fisiologis Meliputi kondisi fisik yang normal (panca indra dan angota tubuh) dengan keadaan yang baik seperti ini akan memudahkan siswa dalam menerima informasi yang diberiakan. 2. Aspek psikologis Meliputi segala hal yang berkaitan dengfan kondisi mental seseorang ( kecerdasan, silap, motivasi, minat) kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. b. Faktor eksternal siswa Faktor eksternal dalam proses pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan menjadi tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekilah dan lingkungan masyarakat. Dari ketiga lingkungan tersebut yang paling besar pengarunya adalah terhadap proses hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar adalah lingkungan sekilah seperti guru, sarana, belajar, kurikulum, teman2 dikelas disilin dan peraturan sekolah. 2.1.4 Pendidikan Kewarganegaraan 2.1.4.1. Pengertian PKN Menurut Merphin Panjaitan (2001) pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warganegara yang demokratis dan partisifasi melalui suatu pendidikan yang diagonal. Zamroni (2001) Pendidiakn kewarganegaraan adalah pendidikan demokratis yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis. 14 2.1.4.2 Hakikat dan Tujuan PKN Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi wagra negara denngan menunmbhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanan hak dan kewajiban dalam bernegara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan neggara. Tujuan PKN adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berdasarkan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perkehidupan bangsa. Standarrisasi PKN adalah pengembangan: 1. Nilai-nilai cinta tanah air 2. Kesadaran bangsa dan bernegara 3. Keyakinan terhadap pancasila sebagai ideologi negara 4. Nilai-nilai demokrasi, hak asasi maunusia dan lingkungan hudup. 5. Kerelaan berkoraban untuk masyarakat, bangsa, dan negara serta 6. Kemampuan awal bela negara. Kompetensi PKN pada kelas IV semester II adalah penelitian pokok bahasan globalisasi yaitu memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi dilingkuknganya. 2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan Untuk mendukung perlunya penelitian ini penulis berusaha mencari penelitian yang relevan yang telah dilakukan peneliti lain yang mendahului penelitian sebelumnya. Menurut penelitian yang dilakukan Wagiman (2007/2008) dengan judul pengaruh pembelajaran koperatif model circ dan time token kedisiplinan siswa 15 menyelesaikan tugas belajar kimia terhadap hasil belajar pada siswa kelas X SMS 2 surakarta tahun ajaran 2007/2008. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif model circ dan time token meningkatkan kedisiplinan siswa dalam menyelesaikan tugas belajar kimia terhadap hasil belajar siswa. Dari hasil penelitian yang diuraikan diatas, penggunan model time token dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara bertahap. Hal ini menunjukan bahwa ada perubahan pada hasil belajar siswa dan penyajian materi pelajaran oleh guru dengan menggunakan model pembelajaran time token akan tetapi apakah pengguanaan model Time Token dengan sekali pelajaran dapat memberikan perubahan yang signifikan karena dalam penlitan yang sebelumnya dilakukan secara bertahap sampai benar-benar menunjukan peningkatan. Dengan ini peneliti akan melakukan penelitian dan menguji apakan tedapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa dengan model pembelajaran Time Token. 2.3 Kerangka Berfikir Penerapan model Pembelajaran time token dalam prose belajar diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena time token sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu wajar jika guru meningkatkan pemanfaatan model pembelajaran time token dalam proses belajar. Melalui pembelajaran dengan model time token ini diharapkan semua siswa aktif dalam kelas. Selain itu juga mampu bekerja sama dengan siswa lainnya untuk memenuhi materi mupun bekerja sama dengan siswa lainnya untuk memahami materi maupun saat bekerja kelomok. Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah dengan penerapan model pembelajaran yang interaktif dan maksimal, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu pemikiran peneliti bahwa pembelajaran yang 16 menggunakan model time token siswa akan lebih mudah memahami konsep, materi yang disampaikan guru sehingga hasil belajar siswa dapat tercapai secara maksimal. Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen dimana kelas kontrol pembelajaran dilakukan seperti biasa atau konvesional dan kelas eksperimen pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran time token. Untuk pretest diambil dari kelas uji coba dan hasil pretest kelas (kelas kontrol dan kelas eksperimen) di uji beda rata-rata tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Kemudian dilakukan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Time Token pada kelas eksperimen dan pembelajaran secara konvensional pada kelas kontrol, hasil belajar dari kedua kelompok di lakukan uji beda rata-rata apakah penggunaan model pembelajaran Time Token berpengaruh yang signifikan terhadap rata-rata hasil belajar siswa. Apabila dilihat dalam bagan akan terlihat pada bagan berikut: Model Kelas Pre test Pos test pembelajara n time token eksperimen Terdapat pengaruh yang signifikan dengan penerapan model pembelajaran time token dimana hasil belajar kelas Pembelajaran Kelas kontrol Pre test biasa yang dilakukan guru kelas (konvesional) eksperimen lebih tinggi kelas kontrol. dari Pos test 17 Gambar 1: bagan kerangka berpikir penelitian Kelas eksperimen yang menggunakan Model pembelajaran Time Token akan mendapatkan nilai yang lebih baik dari pada kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvesional. 2.4 Hipotesisi Penelitian Dari uraian kerangka berpikir, peneliti mengemukakan hipotesis penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh signifikan terhadap hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran time token. Hipotesis Statistika H0 : = :“Rata-rata hasil belajar kelas eksperimen sama dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol. artinya tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran time token terhadap hasi belajar siswa kelas Kelas IV pada mata pelajaran PKN SDN mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/ 2012.” H1 : > :“Rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih besar dari ratarata hasil belajar kelas kontrol. artinya terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran time token terhadap hasil belajar siswa kelas Kelas IV pada mata pelajaran PKN SDN Mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/ 2012.