Info Artikel Abstract KEEFEKTIFAN MODEL

advertisement
UJME 5 (2) (2016)
Unnes Journal of Mathematics Education
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CORE BERBANTUAN POP UP
BOOK TERHADAP KEMAMPUAN SISWA KELAS VIII PADA ASPEK
REPRESENTASI MATEMATIS
S.I. Kusrianto , Suhito, Wuryanto
Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Gedung D7 Lt.1, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229
Info Artikel
Sejarah Artikel:
Diterima September 2015
Disetujui November 2015
Dipublikasikan Agustus
2016
Kata kunci:
Model CORE;
Pop Up Book;
Representasi Matematis
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan model
pembelajaran CORE berbantuan pop up book terhadap kemampuan siswa kelas
VIII pada aspek representasi matematis. Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa kelas VIII SMPN 5 Pati. Dari populasi tersebut, terambil dua kelas sampel
yakni kelas eksperimen dan kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan
metode dokumentasi dan tes. Metode analisis data dilakukan menggunakan uji
normalitas, uji homogenitas, uji proporsi, dan uji kesamaan dua proporsi.
Simpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran CORE
berbantuan pop up book efektif terhadap kemampuan siswa kelas VIII pada aspek
representasi matematis. Hal ini ditunjukkan oleh (1) kemampuan siswa pada
aspek representasi matematis yang diajarkan dengan menggunakan model CORE
berbantuan pop up book dapat mencapai ketuntasan pada materi bangun ruang sisi
datar kelas VIII; (2) persentase ketuntasan kemampuan siswa yang diajarkan
dengan menggunakan model CORE berbantuan pop up book pada aspek
representasi matematis lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model TPS. Saran dari penelitian ini yaitu pada saat penelitian,
jumlah pop up book yang digunakan terbatas, untuk itu perlu ditambah lagi
jumlahnya supaya hasilnya lebih maksimal.
Abstract
The aim of this study was to determine the effectiveness of the CORE-assisted learning
model pop-up book for class VIII student abilities on aspects of mathematical
representation. Population in this research is class VIII SMPN 5 Starch. Of the
population, drawn two classes namely class experimental samples and controls. Methods of
data collection methods and test documentation. The method of data analysis was
performed using normality test, homogeneity test, the proportions test, and test the equality
of two proportions. The results showed that the model of CORE-aided pop-up book is
effective against the ability of eighth grade students on aspects of mathematical
representation. This is indicated by (1) the ability of students to aspects of mathematical
representation is taught using CORE-aided model of a pop up book can achieve mastery on
the flat side of the material geometry class VIII; (2) the percentage of completeness ability
of students taught using CORE-aided model of a pop-up book on aspects of mathematical
representation is higher than students taught by using a model of TPS. Suggestions from
this research that at the time of the study, the number of pop-up book that is used is
limited, it is necessary plus the amount that maximize results.
Alamat korespondensi:
E-mail: [email protected]
© 2016 Universitas Negeri Semarang
p-ISSN 2252-6927
e-ISSN 2460-5840
S.I. Kusrianto et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (2) (2016)
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang mempunyai peranan penting
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Hal
ini
dikarenakan banyak permasalahan dan kegiatan
dalam kehidupan yang harus diselesaikan
dengan menggunakan ilmu matematika, seperti
menghitung, mengukur dan lain-lain. Walaupun
demikian,
namun
pada
kenyataanya
matematika masih merupakan mata pelajaran
yang kurang disukai oleh siswa. Salah satu
faktor penyebabnya yaitu karena bahasa yang
digunakan dalam matematika berbeda dengan
bahasa yang digunakan sehari-hari. Matematika
lebih banyak menggunakan simbol-simbol atau
notasi-notasi yang cukup rumit untuk dipahami
sehingga siswa seringkali mengalami kesulitan.
Tidak hanya itu saja, pemilihan model
pembelajaran yang dipakai guru juga sangat
berpengaruh untuk pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan di SMP Negeri 5 Pati, didapatkan
fakta bahwa pembelajaran matematika masih
berpusat pada guru, pembelajaran dengan
menggunakan diskusi kelompok dan penemuan
terbimbing sudah dilakukan guru, namun masih
jarang intensitas pelaksanaannya. Kegiatan
belajar yang dialami oleh siswa lebih mengarah
pada sumber belajar yaitu guru dan buku
pelajaran.
Dengan
demikian
proses
pembelajaran otomatis akan berpusat kepada
guru, karena dalam hal ini guru adalah satusatunya sumber utama informasi dan
pengetahuan. Hal ini didukung oleh Ruseffendi
sebagaimana dikutip oleh Effendi (2012) yang
menyatakan bahwa selama ini dalam proses
pembelajaran matematika di kelas, pada
umumnya siswa mempelajari matematika hanya
diberi tahu oleh gurunya dan bukan melalui
kegiatan eksplorasi. Itu semua mengindikasikan
bahwa siswa tidak aktif dalam belajar. Melalui
proses pembelajaran yang seperti ini, maka akan
sangat kecil sekali kemampuan berpikir
matematis siswa untuk berkembang.
Berdasarkan
nilai
Ujian
Tengah
Semester (UTS) pada semester genap tahun
ajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Pati
masih kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yaitu 75. Untuk mencapai KKM sebesar
75 tersebut guru harus memberikan tes remidial
terlebih dahulu kepada siswa supaya nilai siswa
dapat mencapai KKM.
Selain itu menurut hasil observasi yang
dilakukan melalui wawancara dengan guru
mata pelajaran matematika, kemampuan siswa
pada aspek representasi matematis khususnya
pada siswa kelas VIII masih belum maksimal,
karena pada aspek representasi visual, siswa
masih kesulitan untuk melukiskan dan
memahami gambar yang tepat dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Pada aspek
representasi kata-kata atau teks tertulis siswa
juga masih kesulitan mengerjakan penyelesaian
soal secara runtut dan tepat.
Padahal untuk mendapatkan hasil
belajar matematika yang baik, menurut National
Council of Teacher Mathematics (2000) siswa
dituntut untuk mempunyai 5 ketrampilan
proses. Keterampilan proses pembelajaran
matematika tersebut yaitu (1) Pemecahan
masalah (problem solving); (2) Penalaran dan
pembuktian
(reasoning
and
proof);
(3)
Komunikasi (communication); (4) Koneksi
(connection); dan (5) Representasi (representation).
Keterampilan-keterampilan tersebut termasuk
pada berpikir matematika tingkat tinggi (high
order mathematical thinking) yang harus
dikembangkan dalam proses pembelajaran
matematika. Pada awalnya standar-standar yang
direkomendasikan di dalam NCTM (1989)
hanya terdiri dari 4 kompetensi dasar yaitu
pemecahan masalah, penalaran, komunikasi
dan koneksi, sedangkan representasi masih
dipandang sebagai bagian dari komunikasi
matematis. Namun karena disadari bahwa
representasi matematis merupakan suatu hal
yang selalu muncul ketika orang mempelajari
matematika pada semua tingkatan pendidikan,
maka dipandang bahwa representasi merupakan
suatu komponen yang layak mendapatkan
perhatian serius. Dengan demikian representasi
matematis perlu mendapat penekanan dan
dimunculkan
dalam
proses
pengajaran
matematika sekolah.
Menurut Rahmi sebagaimana dikutip
oleh Hutagaol (2013) menyatakan bahwa
representasi matematis adalah kemampuan
siswa mengkomunikasikan ide atau gagasan
matematika yang dipelajari dengan cara
tertentu. Ragam representasi yang sering
digunakan dalam mengkomunikasikan ide-ide
matematis antara lain adalah diagram (gambar)
atau sajian benda konkrit, tabel chart,
pernyataan matematika, teks tertulis, ataupun
kombinasi dari semuanya. Menurut Wahyudin
sebagaimana dikutip oleh Yuniawatika (2011)
mengemukakan bahwa representasi bisa
155
S.I. Kusrianto et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (2) (2016)
membantu para siswa untuk mengatur
pemikirannya.
Selain
itu,
penggunaan
representasi oleh siswa dapat menjadikan
gagasan-gagasan matematis lebih konkrit dan
membantu siswa untuk memecahkan suatu
masalah yang dianggap rumit dan kompleks
menjadi lebih sederhana jika strategi dan
pemanfaatan representasi matematika yang
digunakan sesuai dengan permasalahan.
Melalui observasi, diketahui bahwa
proses pembelajaran yang telah dilakukan
selama ini masih kurang efektif untuk
mengembangkan kemampuan siswa pada aspek
representasi matematis, sehingga perlu adanya
suatu model pembelajaran yang dapat
mengembangkan kemampuan tersebut. Pada
penelitian ini model yang dimaksud adalah
model
pembelajaran
CORE.
Model
pembelajaran CORE adalah sebuah model yang
mencakup empat proses yaitu Connecting,
Organizing, Reflecting dan Extending. Menurut
Calfee, et al. (2004) sebagaimana dikutip oleh
Dwijayanti & Kurniasih (2014) menyatakan
bahwa model pembelajaran CORE adalah
model pembelajaran yang mengharapkan siswa
dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri
dengan cara menghubungkan (connecting) dan
mengorganisasikan (organizing) pengetahuan
baru dengan pengetahuan lama kemudian
memikirkan konsep yang sedang dipelajari
(reflecting) serta diharapkan siswa dapat
memperluas pengetahuan mereka selama proses
belajar mengajar berlangsung (extending).
Pada model pembelajaran CORE ini,
aktifitas berpikir sangat ditekankan kepada
siswa. Siswa dituntut untuk dapat mengolah
segala informasi yang telah didapatnya. Melalui
kegiatan mengoneksikan konsep lama dan
konsep baru, siswa dilatih untuk mengingat
informasi lama dan menggunakan informasi
atau konsep baru. Kegiatan mengorganisasikan
ide-ide
dapat
melatih
siswa
untuk
mengorganisasikan dan mengelola informasi
yang telah dimilikinya. Kegiatan refleksi
merupakan kegiatan memperdalam, menggali
informasi untuk memperkuat konsep yang telah
dimilikinya. Kegiatan extending siswa dilatih
untuk mengembangkan, memperluas informasi
dan dapat menemukan konsep serta informasi
baru yang bermanfaat. Sehingga melalui
tahapan pembelajaran tersebut kemampuan
siswa
pada
aspek
representasi
dapat
berkembang dengan baik karena siswa diberikan
kesempatan
untuk
mengkontruksi
pengetahuannya melalui pengungkapan dari
gagasan
maupun
ide-ide
dari
suatu
permasalahan yang diberikan oleh guru.
Pengembangan kemampuan siswa pada
aspek representasi matematis, tidak hanya
didukung oleh pemilihan model pembelajaran
saja, namun penggunaan media pembelajaran
juga dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan
proses pembelajaran khususnya di bidang
matematika
karena
pada
hakikatnya
matematika mempunyai obyek kajian yang
abstrak, sehingga siswa seringkali mengalami
kesulitan pada saat belajar matematika,
misalnya saja pada materi bangun ruang sisi
datar yang mempunyai tingkat keabstrakan
yang cukup tinggi, untuk itu pada penelitian ini
pop up book digunakan sebagai media
pembelajaran. Rahmawati (2012) menjelaskan
pengertian pop up book adalah sebuah buku yang
memiliki unsur tiga dimensi serta dapat
bergerak ketika halamannya dibuka, disamping
itu pop up book memiliki tampilan gambar yang
indah dan dapat ditegakkan. Bentuk-bentuk
yang ditampilkan pada pop up book ini
merupakan materi yang berkaitan dengan
matematika
ataupun
permasalahanpermasalahan matematika. Sehingga dengan
adanya media pop up book ini dapat memberikan
gambaran nyata terhadap materi matematika
yang pada umumnya bersifat abstrak, karena
pop up book menampilkan model bangun ruang
sisi datar dalam bentuk nyata yang dapat
memudahkan dalam penyampaian materi
matematika.
Berdasarkan paparan yang telah
dijelaskan, maka peneliti ingin mengetahui
keefektifan
model
pembelajaran
CORE
berbantuan pop up book terhadap kemampuan
siswa kelas VIII pada aspek representasi
matematis
METODE
Desain penelitian yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan true experimental
design, dengan ciri utamanya yaitu sempel yang
digunakan
untuk
kelompok
eksperimen
maupun kelompok kontrol diambil secara
random dari populasi tertentu (Sugiyono, 2013).
Penelitian ini menggunakan true experimental
design dengan posttest-only control design. Berikut
bentuk dari true experimental design dengan
posttest-only control design.
Tabel1.Desain
Penelitian
156
S.I. Kusrianto et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (2) (2016)
.HWHUDQJDQ Pembelajaran dengan menggunakan
model CORE berbantuan pop up book
Pembelajaran dengan menggunakan
model Think-Pair-Share
Kemampuan siswa kelompok
:
:
:
eksperimen pada aspek representasi
matematis setelah mendapat
perlakuan pembelajaran dengan
model CORE berbantuan
Kemampuan representasi siswa
kelompok kontrol pada aspek
matematis setelah mendapat
perlakuan pembelajaran dengan
model
Populasi
yang
digunakan
pada
penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP
Negeri 5 Pati tahun pelajaran 2014/2015.
Populasi tersebut kemudian terambil dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen (VIII H)
yaitu siswa yang diajarkan dengan model
CORE berbantuan POP UP BOOK dan
kelompok kontrol (VIII E) yaitu siswa yang
diajarkan dengan model TPS.
Pengambilan data pada penelitian ini
menggunakan metode dokumentasi, tes dan
observasi. Sebelum penelitian berlangsung,
sebelumnya dilakukan analisis data tahap awal
terlebih dahulu yaitu menggunakan uji
normalitas dan homogenitas. Uji ini dilakukan
untuk mengetahui bahwa kedua sampel berasal
dari keadaan yang sama. Setelah itu kedua
sampel diberi perlakuan yang berbeda namun
sama-sama menanamkan aspek representasi
matematis. Kelas eksperimen pembelajaran
menggunakan model CORE berbantuan pop up
book
sedangkan
pada
kelas
kontrol
menggunakan model TPS. Setelah kedua
sampel diberi perlakuan yang berbeda kemudian
kedua sampel diberi tes ketuntasan hasil belajar
materi kubus dan balok, tes tersebut merupakan
tes prasyarat sebelum siswa melakukan tes
kemampuan representasi matematis. Sebelum
kedua tes tersebut diberikan kepada siswa,
kedua tes tersebut telah dianalis validitas,
tingkat
kesukaran,
daya
beda
dan
reliabilitasnya. Dari hasil analisis tersebut
diperoleh 6 soal tes ketuntasan materi kubus
:
dan balok dan 7 soal tes kemampuan
representasi matematis.
Setelah mendapatkan data akhir dari
hasil post test kemudian data tersebut dianalisis
dengan menggunakan uji proporsi dan uji
kesamaan dua proporsi. Uji proporsi tersebut
digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa
pada aspek representasi matematis yang
diajarkan dengan menggunakan model CORE
berbantuan POP UP BOOK dapat mencapai
ketuntasan pada materi bangun ruang sisi datar
kelas VIII. Sedangkan uji kesamaan dua
proporsi
digunakan
untuk
mengetahui
persentase ketuntasan kemampuan siswa yang
diajarkan dengan menggunakan model CORE
berbantuan POP UP BOOK pada aspek representasi
matematis lebih tinggi dari pada siswa yang
diajarkan dengan menggunakan model TPS.
Jika kedua kriteria tersebut terpenuhi maka
model pembelajaran CORE berbantuan pop up
book efektif terhadap kemampuan siswa pada
aspek representasi matematis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan analisis data hasil UTS
semester genap tahun ajaran 2014/2015 dengan
menggunakan uji normalitas dan homogenitas
diperoleh hasil bahwa data berdistribusi normal
dan mempunyai varians yang sama atau
homogen. Hal ini berarti populasi berasal dari
keadaan awal yang relatif sama, dan selanjutnya
dipilihlah sampel dari populasi tersebut yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pada
pelaksanaan
penelitian,
pembelajaran
pada
kelas
eksperimen
menggunakan model pembelajaran CORE
berbantuan POP UP BOOK dan pembelajaran
tersebut dilakukan oleh peneliti. Sedangkan
untuk kelas kontrol, pembelajaran dilakukan
dengan menggunakan model pembelajaran
Think Pair Share oleh guru pengampu pelajaran
matematika. Setelah kedua kelas diberikan
pembelajaran dengan model yang berbeda,
selanjutnya kedua kelas diberi tes kemampuan
representasi
matematis,
namun
untuk
melakukan tes tersebut kedua kelas harus sudah
mencapai ketuntasan pada materi kubus dan
balok terlebih dahulu. Berikut adalah analisis
dari hasil tes kemampuan representasi
matematis.
157
S.I. Kusrianto et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (2) (2016)
Uji Proporsi
Uji proporsi (uji satu pihak, pihak
kanan) digunakan untuk menguji proporsi (›)
kemampuan representasi matematis siswa pada
kelas eksperimen yaitu kelas yang menggunakan
model pembelajaran CORE berbantuan pop up
book mencapai ketuntasan belajar. Berikut
adalah hipotesis yang digunakan.
H0
π ” 75% (artinya persentase siswa yang
diajar menggunakan model CORE
berbantuan pop up book pada tes
representasi matematis yang memperoleh
nilai lebih dari atau sama dengan 75
kurang dari atau sama dengan 75%)
> 75% ( artinya persentase siswa yang
diajar menggunakan model CORE
berbantuan pop up book pada tes
representasi matematis yang memperoleh
nilai lebih dari atau sama dengan 75 lebih
dari 75%)
Kriteria pengujiannya yaitu tolak H0
jika z • z(0,5- ), dan dalam hal lainnya H0
diterima. Berdasarkan perhitungan yang telah
dilakukan diperoleh zhitung=3,16 dan dengan
=5% dan diperoleh ztabel=1,64. Karena
zhitung•ztabel , maka H0 diterima. Artinya
persentase siswa yang diajar menggunakan
model CORE berbantuan pop up book pada tes
representasi matematis yang memperoleh nilai
lebih dari atau sama dengan 75 lebih dari 75%.
Hal ini berarti bahwa hasil tes kemampuan
representasi matematis siswa yang diajarkan
dengan menggunakan model pembelajaran
CORE berbantuan
pop up book
telah
mencapai ketuntasan lebih dari 75%.
H1
π
Uji Kesamaan Dua Proporsi
Uji kesamaan dua proporsi (Uji satu
pihak, pihak kanan) digunakan untuk
mengetahui persentase ketuntasan kemampuan
representasi matematis siswa pada kelas
eksperimen lebih tinggi dari pada persentase
ketuntasan kemampuan representasi matematis
siswa pada kelas kontrol. Berikut adalah
hipotesis yang digunakan
H0
π1 ≤ π2 (persentase ketuntasan siswa
H1
π1 > π2 (persentase ketuntasan siswa
pada kelas eksperimen kurang dari atau sama
dengan persentase ketuntasan siswa pada kelas
kontrol)
pada kelas eksperimen lebih dari persentase
ketuntasan siswa pada kelas kontrol)
Kriteria dari uji kesamaan dua proporsi
tersebut adalah tolak H0 jika zhitung • ztabel , dan
untuk hal lainnya H0 diterima. Berdasarkan
hasil perhitungan diperoleh hasil bahwa nilai
zhitung = 1,719, dan dengan taraf nyata 5% maka
diperoleh ztabel = 1,64. Dari perolehan hasil
tersebut didapatkan bahwa nilai dari zhitung •
ztabel, hal ini berarti H0 ditolak. Artinya
persentase ketuntasan kemampuan representasi
matematis siswa pada kelas eksperimen lebih
tinggi dari pada persentase ketuntasan
kemampuan representasi matematis siswa pada
kelas kontrol.
Analisis Hasil Tes Representasi pada Setiap
Aspek
Tes representasi matematis yang telah
diberikan kepada siswa sebagai posttest
mengandung tiga aspek penting dalam
representasi matematis. Tiga aspek tersebut
antara lain yaitu visual, persamaan atau ekspresi
matematis dan kata-kata atau teks tertulis. Dari
ketiga aspek tersebut, kemudian akan dianalisis
sejauh mana tingkat pemahaman siswa
berdasarkan tiap aspeknya. Berikut adalah hasil
analisisnya
Tabel 2. Kemampuan Representasi Matematis
Tiap Aspek
Berdasarkan tabel 2 kita dapat
mengetahui bahwa persentase pemahaman
siswa pada tes representasi matematis di setiap
aspek sudah cukup baik. Aspek representasi
visual ini diukur dari tes representasi matematis
dengan menggunakan butir soal nomor 1a, 6b, 2
dan disini didapatkan tingkat pemahaman siswa
mencapai 90%. Selanjutnya pada aspek
persamaan atau ekspresi matematis yang diukur
dengan menggunakan butir soal nomor 6a dan 5
menunjukkan pemahaman siswa mencapai
77%. Yang terakhir yaitu pada aspek kata-kata
atau teks tertulis, pada aspek ini diukur dengan
menggunakan butir soal nomor 1b, 3, 4 dan 7,
hasilnya
menunjukkan
bahwa
tingkat
pemahaman siswa pada aspek ini mencapai
97%.
158
S.I. Kusrianto et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (2) (2016)
Pembahasan
Penelitian ini menggunakan model
CORE berbantuan Pop Up Book pada kelas
eksperimen. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dijabarkan sebelumnya diperoleh fakta
bahwa dengan menerapkan model CORE
berbantuan pop up book kemampuan siswa pada
aspek representasi matematis dapat mencapai
ketuntasan, bahkan lebih baik dari pada
kemampuan siswa pada aspek representasi
matematis pada kelas kontrol.
Model CORE merupakan suatu model
pembelajaran yang memiliki empat serangkaian
proses yaitu connecting, organizing, reflecting dan
extending. Penerapan keempat serangkaian
proses tersebut tentu saja dapat menciptakan
suatu pengalaman belajar bagi siswa, karena
dalam pelaksanaannya siswa diarahkan untuk
menemukan konsep baru melalui perpaduan
konsep lama yang telah dimiliki dengan
pengalaman
baru
dalam
proses
pembelajarannya. Hal itu sejalan dengan apa
yang dikemukakan oleh Piaget bahwa
pengalaman merupakan syarat penting bagi
terjadinya perubahan perkembangan. Serta
teori belajar Piaget juga menyatakan bahwa
pengetahuan
datang
dari
tindakan
(Suprihatiningrum, 2013)
Seperti
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya, model pembelajaran CORE ini
menggunakan media pop up book sebagai alat
bantu
dalam
proses
pelaksanaan
pembelajarannya. Pop up book merupakan suatu
alat peraga yang dapat membantu siswa dalam
mempermudah pemahaman materi yang
bersifat
abstrak.
Apabila
siswa
dapat
memahami materi dengan mudah, maka hal ini
juga
akan
memudahkan
siswa
untuk
merepresentasikan suatu hal. Hal tersebut dapat
terjadi
karena
dalam
pelaksanaan
pembelajarannya,
siswa
dilatih
untuk
menemukan konsep sendiri melalui media
tersebut, sehingga konsep tersebut akan
tertanam dalam pikiran siswa. Hal ini sesuai
dengan teori belajar bermakna david ausubel
yang menyatakan bahwa belajar bermakna akan
terwujud apabila seseorang mengalaminya
sendiri, dan dengan menggunakan pop up book,
pembelajaran matematika akan menjadi lebih
menarik, menyenangkan dan bermakna.
Karena belajar bermakna tidak akan terwujud
hanya dengan mendengarkan ceramah atau
membaca buku tentang pengalaman orang lain.
Melainkan mengalami sendiri merupakan kunci
untuk kebermaknaan. (Trianto, 2014)
Pada penelitian ini proses pembelajaran
dilaksanakan secara urut sesuai dengan
langkah-langkah model pembelajaran CORE.
Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran pada
pertemuan 1 masih terdapat kekurangan selama
proses pelaksanaannya. Kinerja guru dalam
pengelolaan pembelajaran belum terlaksana
secara efektif karena penggunaan model
pembelajaran CORE berbantuan pop up book
merupakan hal yang baru bagi siswa sehingga
masih
membutuhkan
cukup
banyak
penyesuaian yang harus dilakukan baik guru
dan siswa. Pada saat melakukan kegiatan
diskusi kelompok, hampir seluruh kelompok
masih
mengalami
kesulitan
dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru,
terutama pada saat penggunaan pop up book
sehingga guru harus berusaha keras untuk
memberi arahan kepada siswa. Kemudian pada
saat mempresentasikan hasil diskusi, siswa juga
masih
merasa
malu
untuk
mewakili
kelompoknya sehingga guru harus memberikan
penguatan kepada siswa supaya siswa merasa
percaya diri. Berdasarkan lembar pengamatan
aktivitas siswa dan guru, juga masih
memperoleh skor yang rendah sehingga perlu
penekanan lebih untuk pertemuan selanjutnya.
Begitu juga hasil kuis yang diberikan kepada
siswa di akhir pembelajaran, pada pertemuan
pertama banyak siswa yang mendapatkan nilai
di bawah KKM. Hal itu menandakan bahwa
siswa belum dapat menerima pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran
CORE berbantuan pop up book yang dilakukan
oleh peneliti.
Pelaksanaan
pembelajaran
pada
pertemuan kedua sudah lebih baik dari pada
pertemuan pertama. Hal ini dikarenakan siswa
sudah mulai terbiasa dengan penggunaan model
pembelajaran CORE berbantuan pop up book.
Pelaksanaan kegiatan diskusi serta partisispasi
siswa dalam berkelompok semakin baik,
sebagian anggota kelompok sudah mengerti
tentang tugas-tugas yang harus mereka
kerjakan. Siswa sudah mulai berani dan siap
untuk
mempresentasikan
hasil
diskusi
kelompok mereka, meskipun guru menunjuk
secara acak pada saat pelaksanaan presentasi
namun secara keseluruhan siswa sudah siap.
Hasil kuis pada pertemuan kedua juga
memberikan hasil yang lebih baik dari
pertemuan pertama. Serta berdasarkan lembar
9
S.I. Kusrianto et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (2) (2016)
pengamatan aktivitas guru dan siswa, pada
pertemuan kedua ini sudah mengalami
peningkatan.
Selanjutnya pada pertemuan ketiga,
pembelajaran sudah berjalan dengan lancar,
karena siswa sudah terbiasa belajar dengan
menggunakan model pembelajaran tersebut.
Pada pertemuan ketiga, siswa semakin aktif
mengungkapkan pendapat mereka dalam
diskusi kelompok, interaksi antar siswa sudah
baik dengan saling bertanya dan menjelaskan
kepada teman sekelompoknya. Kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal sudah lebih
baik. Selain itu siswa sudah berani memberikan
tanggapan
pada
kelompok
lain
yang
mempresentasikan hasil diskusi mereka. Hasil
kuis pada pertemuan ketiga juga memberikan
hasil yang lebih baik lagi dari pertemuan
pertama dan kedua.
Berdasarkan analisis dari tiga pertemuan
pembelajaran yang telah dijelaskan sebelumnya
dapat
disimpulkan
bahwa
pelaksanaan
pembelajaran yang menerapkan model CORE
berbantuan pop up book mengalami peningkatan
kualitas
pembelajaran
pada
setiap
pertemuannya. Hal tersebut juga didukung oleh
adanya peningkatan pada aktivitas siswa yang
telah diamati oleh observer. Oleh karena itu,
wajar saja jika pada hasil tes representasi
matematis, siswa yang mencapai ketuntasasan
bisa lebih dari 75%.
Kemampuan representasi matematis
merupakan kemampuan untuk mengungkapkan
suatu gagasan atau ide-ide matematika yang
ditampilkan oleh siswa dalam upayanya untuk
mencari solusi dari suatu permasalahan
matematika yang sedang dihadapinya (NCTM,
2000). Kemampuan pada aspek representasi
matematis dibagi menjadi tiga bagian, yang
pertama yaitu aspek representasi visual, yang
kedua yaitu aspek persamaan atau ekspresi
matematis dan yang terakhir adalah aspek katakata atau teks tertulis.
Berdasarkan hasil pekerjaan siswa pada
kelas eksperimen diperoleh bahwa kemampuan
siswa pada aspek representasi visual sudah baik.
Hal ini terbukti dengan hampir semua siswa
dapat merepresentasikan suatu permasalahan ke
dalam bentuk gambar serta menggunakan
representasi visual tersebut untuk menyelesaikan
suatu permasalahan. Lain halnya dengan siswa
pada kelas kontrol, berdasarkan pekerjaan siswa
pada kelas kontrol diperoleh bahwa aspek
representasi visual siswa masih tergolong
rendah. Hal ini ditunjukkan dari masih banyak
siswa yang belum mampu merepresentasikan
suatu permasalahan ke dalam bentuk gambar.
Pemahaman siswa kelas eksperimen
pada aspek representasi visual ini dinilai cukup
tinggi. Hal ini disebabkan karena pada kelas
eksperimen pembelajaran dibantu dengan
menggunakan media pop up book. Media pop up
book ini dapat membantu siswa untuk
menunjukkan model bangun yang dimaksud
secara konkrit, dalam hal ini model bangun
yang dimaksud yaitu kubus dan balok.
Penggunaan
media
ini
selain
dapat
mempermudah siswa untuk mengembangkan
kemampuan pada aspek representasi visual,
namun dapat juga memberikan kesan
pembelajaran yang menyenangkan, sehingga
siswa dapat mengingat pembelajaran dengan
baik. Siswa juga menjadi lebih terampil dalam
menggunakan
representasi
visual
untuk
menyelesaikan masalah. Kemudian siswa juga
dapat menyalin kembali data atau informasi dari
suatu representasi ke representasi gambar
dengan tepat. Untuk itu, wajar saja jika siswa
dapat
dengan
mudah
mengembangkan
representasi
visual
mereka
sehingga
pemahaman siswa pada aspek representasi
visual ini juga mendapatkan hasil yang baik.
Selanjutnya aspek yang kedua yaitu
aspek persamaan atau ekspresi matematis. Sama
halnya dengan aspek yang pertama yaitu aspek
visual, pada aspek persamaan atau ekspresi
matematis ini kemampuan siswa pada kelas
eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol.
Meskipun kelas eksperimen lebih baik, namun
untuk persentase pemahaman siswa tidak terlalu
tinggi. Dalam hal ini siswa sudah mampu
menyatakan masalah yang diberikan ke dalam
bentuk persamaan matematis. Meskipun siswa
sudah mampu menyatakan suatu permasalahan
ke dalam persamaan matematis, namun
seringkali siswa masih melakukan kesalahan
dalam menyelesaikan permasalahan tersebut,
hal ini disebabkan karena siswa seringkali
kurang cermat dalam memahami permasalahan
serta siswa juga masih kurang teliti sehingga
penyelesaian dari permasalahan yang dikerjakan
siswa masih kurang tepat. Supaya hal ini dapat
teratasi, maka siswa perlu banyak berlatih dalam
menyelesaikan soal-soal.
Aspek yang terakhir yaitu aspek katakata atau teks tertulis. Pada aspek ini,
kemampuan siswa pada kelas eksperimen dapat
dikatakan baik sekali, hal ini dapat terlihat dari
0
S.I. Kusrianto et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (2) (2016)
hasil tes representasi matematis pada aspek ini
yang menunjukkan tingkat pemahaman siswa
yang tinggi. Pada aspek ini siswa sudah dapat
mengemukakan ide-ide mereka serta dapat
menjawab pertanyaan baik dalam bentuk katakata maupun tertulis dan siswa juga terampil
dalam menyusun situasi masalah sesuai dengan
representasi matematis yang disajikan. Hal ini
dapat dilihat pada saat kegiatan diskusi,
presentasi maupun pada saat tanya jawab
dengan guru, siswa pada kelas eksperimen
begitu antusias dan aktif dalam menyampaikan
pendapat mereka. Hal ini mungkin disebabkan
karena pembelajaran pada kelas eksperimen
berbeda
dari
biasanya
dalam
hal
penyampaiannya, sehingga siswa lebih antusias
dalam mengikuti pembelajaran. Lain halnya
dengan siswa pada kelas kontrol yang
cenderung pasif, sehingga pada aspek ini
kemampuan siswa masih kurang optimal.
Meskipun pembelajaran yang terjadi di
dalam kedua kelas sama-sama dilakukan
dengan cara berkelompok, namun kegiatan
pembelajaran
pada
kelas
eksperimen
menghasilkan tingkat kemampuan representasi
matematis yang lebih baik. Hal itu dikarenakan
jumlah kelompok pada kelas eksperimen yang
terbentuk tidak terlalu banyak seperti pada kelas
kontrol. Sehingga guru dapat lebih mudah
mengontrol kegiatan diskusi tiap kelompok.
Dengan adanya kelompok pada kelas
eksperimen yang terdiri dari 4 sampai 5 orang
menyebabkan kegiatan diskusi dapat berjalan
dengan baik karena banyak ide yang dapat
digali dari setiap anggota kelompok. Berbeda
dengan kelompok di kelas kontrol yang
kelompoknya hanya terdiri dari dua orang
sehingga ide yang dapat digali lebih sedikit.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran CORE berbantuan pop up book
efektif terhadap kemampuan siswa kelas VIII
pada aspek representasi matematis. Hal ini
ditunjukkan oleh (1) kemampuan siswa pada
aspek representasi matematis yang diajarkan
dengan
menggunakan
model
CORE
berbantuan pop up book dapat mencapai
ketuntasan pada materi bangun ruang sisi datar
kelas
VIII;
(2)
persentase
ketuntasan
kemampuan siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model CORE berbantuan pop up
book pada aspek representasi matematis lebih
tinggi dari pada siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model TPS. Penelitian ini juga
menunjukkan kemampuan siswa kelas VIII
pada aspek representasi matematis pada
pembelajaran CORE berbantuan pop up book
mempunyai pencapaian yang baik pada setiap
aspeknya.
Berdasarkan simpulan di atas, saran
yang dapat direkomendasikan adalah (1) pada
saat penelitian, jumlah pop up book yang
digunakan terbatas, untuk itu perlu ditambah
lagi jumlahnya supaya hasilnya lebih maksimal;
(2) guru matematika dalam menyampaikan
materi kubus dan balok dapat menerapkan
pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran CORE berbantuan pop up book
sebagai
salah
satu
alternatif
untuk
mengembangkan kemampuan siswa pada aspek
representasi matematis; (3) pembelajaran
dengan menggunakan model CORE berbantuan
pop up book terbukti efektif terhadap
kemampuan siswa pada aspek representasi
matematis khususnya pada materi kubus dan
balok, untuk itu perlu terus dikembangkan pada
materi geometri ruang yang lain supaya siswa
dapat lebih mudah mengerti apa yang
dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Dwijayanti, A. 2014. Komparasi Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika antara
Model PBI dan CORE Materi
Lingkaran. Unnes Journal of Mathematics
Education,
3(3). Tersedia di http://
journal.unnes.ac.id/sju/index.php/
ujme/aticle/ viewfile/4484/4138
Effendi, L A. 2012. Pembelajaran Matematika
dengan Metode Penentuan Terbimbing
untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Representasi dan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa SMP. Tersedia:
http://jurnal.upi.edu/file/leo_Adhar.p
df
NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation
Standards for School Mathematics. Reston,
VA: NCTM.
NCTM. 2000. Principles and Standards for School
Mathematics. Reston V A: Library of
Congress
Catalouging
–
in
–
Publication
Hutagaol, Kartini. 2013. Pembelajaran Kontekstual
untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Representasi Matematis Siswa Sekolah
Menengah Pertama. Jurnal Ilmiah Program
Studi Matematika STKIP Siliwangi
Bandung,
Vol.
2,
No.
1.
Rahmawati, Nila. 2012. Pengaruh Media Pop
Up
Book
Terhadap
Penguasaan
Kosakata Anak Usia 5-6 Tahun di TK
Putera Harapan Surabaya. Tersedia di
http://ejurnal.unesa.ac.id/article/9458/19
/article.pdf
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan:
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta
S.I. Kusrianto et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (2) (2016)
Strategi
Suprihatiningrum, Jamil. 2013.
Pembelajaran : Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Ar-ruzmedia
Trianto. 2014. Model Pembelajaran Terpadu :
Konsep, Strategi, dan Implementasinya
dalam
Kurikulum Tingkat
Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi
Aksara.
Yuniawatika. 2011. Penerapan Pembelajaran
Matematika dengan Strategi REACT
untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Koneksi dan Representasi Matematik
Siswa Sekolah Dasar. Edisi Khusus
No.2,
Agustus
2011.
Tersedia:
http://jurnal.upi.edu/penelitianpendidikan/view/673/penerapanpembelajaran-matematika-dengan-strategireact-untuk-meningkatkan-kemampuankoneksi-dan-representasi-matematik-siswasekolah-dasar-studi-kuasi-eksperimen-dikelas-v-sekolah-dasar-kota-cimahi-.html
2
Download