BAB I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Duodenum merupakan bagian yang paling sering terjadi obstruksi . Obstruksi duodenum kongenital secara etiologi diklasifikasikan menjadi 2 tipe antara lain obstruksi intrinsik duodenum kongenital dan obstruksi ekstrinsik duodenum kongenital. Obstruksi intrinsik duodenum kongenital termasuk diantaranya atresia duodenum, stenosis duodenum, dan web duodenum. Annular pankreas sering kebetulan didapatkan pada kasus atresia dan stenosis duodenum.(Niramis R et al,2010) Kasus atresia duodenum dilaporkan pertama oleh Calder, pada tahun 1733. Cordes, pada 1901, Cordes,pada tahun 1901,menjelaskan temuan klinis berhubungan dengan defek kongenital, Vidal dari Prancis dan Ernst dari Belanda,pertama kali berhasil operasi pada kelainan ini. (Applebaum,2012) Atresia duodenum dan stenosis adalah kasus yang sering menyebabkan obstruksi intestinal kongenital terjadi pada 1 : 5.000 sd 10.000 kelahiran hidup. Lebih dari 50% pasien berhubungan dengan anomali kongenital diantaranya anomali pankreas, malrotasi intestinal, atresia esofagus, divertikulum Meckel’s, anus imperforata, penyakit jantung bawaan, kelainan sistem saraf pusat, kelainan ginjal, dan jarang anomali traktus biliaris. Down’s syndrome terjadi kira-kira 30% dari pasien, polyhidramnion pada 33% sampai 50% dan 45% prematur.(Escobar M.A,2004) Jumlah kematian setelah tindakan pembedahan pada obstruksi intestinal menurun tajam dari peningkatan yang mencolok dilaporkan 65% pada 1929, dari Rumah Sakit Charity di New Orleans. Wangensteen’s classic monograph pada obstruksi intestinal pertama muncul 17 1 tahun yang lalu, dan menemukan tingkat kematian menurun 43% sampai tahun 1955.(Turner J.C et al,1957) Teknik operasi sekarang dan perawatan NICU (neonatal intensive care unit) saat ini menunjukkan tingkat mortalitas sebanyak 5%.Akhir-akhir ini, tingkat survival setelah operasi meningkat dari 60 sampai 90%. Setelah operasi kebanyakan pasien tidak bergejala dan menunjukkan pertumbuhan normal. Beberapa dilaporkan terjadi komplikasi lambat pada 12%-15% pasien. Penyebab pasti insiden komplikasi jangka panjang dan kematian setelah repair awal atresia duodenum tidak diketahui.(Escobar M A et al,2004) Anak-anak dengan Down syndrome atau kelainan kongenital lain, khususnya complex cardiac defect, mempunyai tingkat mortilitas lebih tinggi.Kira-kira 20%-40% dari pasien dengan obstruksi intrinsik duodenum kongenital, terutama dengan atresia duodenum, down syndrom.(Niramis R et al, 2010) laporan sebelumnya menunjukkan bahwa down syndrom diramalkan mempunyai prognosis buruk untuk pasien obstruksi duodenum intrinsik kongenital karena tingginya insiden penyakit jantung kongenital, pneumonia.(Grosfeld JL,1993) Anak-anak dengan anomali foregut mencakup atresia esofagus dan dismotilitas gastroduodenal menyebabkan refluks gastroesofageal. Dismotilitas pada atresia usus halus mungkin dihubungkan dengan kerusakan sel otot polos karena iskemia, hipoplasi enteric nerves, dan menurunnya immunoreaktif otot polos. Dilatasi bagian proksimal duodenum yang atretik berhubungan dengan pasase yang terganggu. Sebelum pertengahan tahun 1970, duodenojejunostomi dipilih untuk tindakan atresia dan stenosis duodenum. Sangat jarang gastrojejunostomi dilakukan. Duodenojejunostomi berhubungan dengan keterlambatan fungsi anastomosis sering menuntut menggunakan transanastomotic feeding tube atau nutrisi parenteral. Spigland dan Yazbeck 6 anak memerlukan operasi kembali, 5 pasien tindakan awalnya duodenojejunostomi dan 1 pasien dilakukan duodenoduodenostomi. Blind loop 2 syndrome umumnya muncul pada pasien yang diterapi dengan duodenojejunostomi dan diperbaiki dengan konversi duodenoduodenostomi.(Escobar MA et al,2004) Prosedur pilihan untuk atresia dan stenosis duodenum adalah duodenoduodenostomi. Operasi berkembang dari anastomosis side to side menjadi anastomosis tranversal pada bagian proksimal dan longitudinal pada bagian distal (diamond shaped).(Escobar MA et al,2004) Menurut Adipurwadi C (2010) yang melakukan penelitian mengenai evaluasi hasil penatalaksanaan penderita obstruksi duodenum kongenital di RSUP Dr Sardjito selama kurun waktu Mei 2004 sampai Mei 2009 didapatkan 30 pasien obstruksi duodenum kongenital, sebanyak 11 pasien meninggal setelah dioperasi. Penyebab obstruksi berdasarkan klasifikasi Ladd pada penemuan operasi adalah penyebab intrinsik terdapat 18 kasus (60%), ekstrinsik terdapat 12 kasus (40%). Tindakan yang dilakukan selama operasi adalah duodenoplasty 1 kasus (3,3%), duodenoduodenostomi 14 kasus (46,7%), duodenojejunostomi 14 kasus (46,7%) dan Ladd’s prosedur 1 kasus (3,3%). Jumlah penderita yang dilakukan reseksi sebanyak 28 pasien, teknik yang dilakukan adalah duodenojejunostomi dan duodenoduodenostomi. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kehidupan penderita yang dilakukan reseksi dan anastomosis dengan kedua teknik. Berdasarkan penelitian sebelumnya dan hasil dari penanganan obstruksi duodenum kongenital, angka mortalitas di RSUP Dr Sardjito masih tinggi, sehingga perlu dilakukan penelitian ini. 3 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan, dapat disampaikan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara kelainan kongenital penyerta (associated anomalies) terhadap mortalitas pada obstruksi duodenum? 2. Apakah terdapat hubungan antara tipe obstruksi terhadap mortalitas pada obstruksi duodenum? 3. Apakah terdapat hubungan antara penyebab obstruksi terhadap mortalitas pada obstruksi duodenum? 4. Apakah terdapat hubungan antara jenis tindakan operasi terhadap mortalitas pada obstruksi duodenum? 3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui hubungan antara kelainan kongenital penyerta (associated anomalies) terhadap mortalitas pada obstruksi duodenum 2. Untuk mengetahui hubungan antara tipe obstruksi terhadap mortalitas pada obstruksi duodenum 3. Untuk mengetahui hubungan antara penyebab obstruksi terhadap mortalitas pada obstruksi duodenum 4. Untuk mengetahui hubungan antara jenis tindakan operasi terhadap mortalitas pada obstruksi duodenum 4 4. Keaslian Penelitian Penelitian yang sudah dipublikasikan: No 1 Judul Penelitian Jumlah sampel 1.Evaluasi Hasil Usia 0-30 hari Penatalaksanaan (30 pasien) Desain Cross sectional Perbedaan penelitian ini selain Penderita Obstruksi mengevaluasi Duodenum Kongenital hasil di RSUP Dr Sardjito tindakan,juga Tahun 2004-2008 mengevaluasi (Adipurwadi,C, 2009) faktor prognostik mortalitas 2 Postoperative 100 pasien Case control Mengevaluasi Morbidity and morbiditas dan Mortality in Intestinal mortalitas pada Obstruction semua obstruksi Comparative Study of usus halus 100 consecutive cases from each of the past Three Decades (Turner J. C et al, 1957) 5 5. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Dalam bidang akademik, penelitian ini memberikan informasi mengenai faktor prognostik mortalitas pada bayi-bayi dengan obstruksi duodenum yang dilakukan operasi di RSUP Dr. Sardjito 2. Dalam bidang pengembangan penelitian dapat menyumbangkan saran perbaikan terhadap faktor-faktor prognostik mortalitas dikemudian hari di RSUP Dr. Sardjito sebelumnya. 6