08_case-based reasoning untuk pendukung diagnosa penyakit

advertisement
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
CASE-BASED REASONING UNTUK PENDUKUNG DIAGNOSA
PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN PADA MANUSIA
Abdiansah, [email protected]
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Sriwijaya
Jl. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang
Abstract This research tried to build Case-Based Reasoning (CBR) system to diagnosis disease
based on physical symptoms owned by skin disease and sex of patient. New case that containing
disease symptoms as input for the system, then system will do similarity process between new
case with cases which stored in database system or case-base. The case with highest similarity
value will be taken and then solution from the case will be solution for new case. If the diagnose
failed, an expert will revised the case. The case that is successfully revised will be kept into the
system to be new knowledge for the system. Result from this system is name of disease
accompanied with understanding, causative and disease therapy. Case-Based Reasoning can give
amenity in doing diagnosis and can adapt easily and quickly because knowledge and learning is
made in the form of cases. From result of research of showed that this system can give amenity to
paramedics and doctors for diagnose skin disease and sexually transmitted infection.
Keywords: Case-Based Reasoning, new case, cases, case-base, similarity, skin disease and
sexually transmitted infection.
2. METODE
Ide dasar dari CBR adalah menyelesaikan suatu
masalah baru dengan menggunakan jawaban dari
masalah lama. Penyajian pengetahun (knowledge
representation) dibuat dalam bentuk kasus-kasus
(cases). Setiap kasus berisi masalah dan jawaban,
sehingga kasus lebih mirip dengan suatu pola
tertentu. Cara kerja CBR adalah dengan
membandingkan kasus baru dengan kasus lama,
jika kasus baru tersebut mempunyai kemiripan
dengan kasus lama maka CBR akan memberikan
jawaban kasus lama untuk kasus baru tersebut. Jika
tidak ada yang cocok maka CBR akan melakukan
adaptasi dengan memasukan kasus baru tersebut
ke dalam database penyimpanan kasus (case
base), sehingga secara tidak langsung pengetahuan
CBR akan bertambah.
Telah dikembangkan beberapa aplikasi CBR di
bidang medis, diantaranya adalah CBR untuk
mendukung diagnosa penyakit jantung yang
dikembangkan oleh Abdel-Badeeh M. Salem dan
teman-temannya
(Salem,
2004).
Mereka
mengumpulkan 110 kasus untuk 4 jenis penyakit
jantung (mitral stenosis, left-sided heart failure,
stable angina pectoris dan essential hypertension),
dimana setiap kasus mempunyai 207 atribut yang
berhubungan dengan demografis dan data klinis.
Setelah menghilangkan duplikasi kasus, sistem
mempunyai 24 kasus untuk pasien penyakit jantung.
Mereka menggunakan analisis statistik untuk
menentukan fitur-fitur kasus dan nilai-nilai yang
penting. Dua teknik retrieval yang dipakai yaitu
induction retrieval dan nearest-neighbor retrieval
yang masing-masing memberikan tingkat akurasi
sebesar 53,8% untuk induction dan 100% untuk
nearest-neighborhood.
Ahli
jantung
telah
mengevaluasi keseluruhan kinerja dari sistem
tersebut, dimana sistem dapat memberikan
diagnosis yang benar untuk 13 kasus baru.
1. PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia akan informasi yang cepat
dan akurat mendatangkan berbagai penelitian di
bidang komputer. Salah satu bidang komputer yang
cukup pesat pertumbuhannya adalah bidang
kecerdasan buatan (artificial intelligence). Para
peneliti di bidang ini berusaha untuk membuat
komputer menjadi cerdas seperti halnya manusia.
Bidang kecerdasan buatan mempunyai sub-sub
bagian, dimana sub-sub bagian tersebut menangani
masalah-masalah yang spesifik dan tidak jarang
antara sub-sub bagian tersebut berkolaborasi untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Beberapa sub-sub
bagian dari kecerdasan buatan di antaranya adalah
sistem pakar (expert system), pemrosesan bahasa
alami (natural language processing), pengenalan
pola (pattern recognition), penglihatan komputer
(computer vision), robotika dan lainnya.
Kolaborasi disiplin ilmu komputer dengan disiplin
ilmu lain sudah banyak dilakukan misalnya dengan
ilmu kedoteran. Ada beberapa aplikasi komputer
yang digunakan untuk membantu kerja dokter
sehingga memberikan hasil kerja yang memuaskan,
seperti sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit.
Para peneliti kecerdasan buatan berusaha untuk
membuat sistem yang lebih baik lagi sehingga
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada sistem
sebelumnya dapat diperbaiki. Aplikasi untuk
mendiagnosa penyakit banyak menggunakan sistem
pakar. Sistem pakar sudah memberikan kontribusi
yang tidak sedikit dan sudah diaplikasikan di
industri-industri. Selain dengan menggunakan
sistem pakar, ada pendekatan baru yang dapat
digunakan untuk mendiagnosa penyakit yaitu
dengan menggunakan sistem penalaran berbasis
kasus (case-based reasoning atau CBR).
B1-39
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
Selanjutnya, COSYL (Consiliar System for Livertransplanted Patient) yaitu CBR untuk memberikan
konsultasi bagi pasien transplantasi (pencangkokan)
jantung yang dikembangkan oleh Swoboda W dan
teman-temannya (Swoboda, 1994). PROTOS yaitu
CBR yang dikembangkan untuk domain audiologi
klinis. Sistem ini belajar untuk membuat klasifikasi
penyakit pendengaran berdasarkan deskripsi gejalagejala pasien, sejarah dan hasil tes. PROTOS di uji
coba dengan 200 kasus dengan 24 kategori dari
klinik suara dan pendengaran. Setelah di uji coba,
PROTOS memberikan akurasi 100% (Watson,
1997).
CASEY,
merupakan
sistem
untuk
mendiagnosa kegagalan jantung. Input yang
diberikan berupa gejala-gejala pasien dan sebab
akibat yang bisa memastikan kesemua gejala-gejala
itu (Watson, 1997).
2.1. Domain dan Akuisisi Pengetahuan
Tahap pertama dari perancangan suatu sistem
adalah menentukan domain masalah. Dalam
penelitian ini yang akan menjadi domain masalah
adalah penyakit kulit dan kelamin pada manusia.
Setelah menentukan domain masalah, tahap
berikutnya adalah akuisisi pengetahuan yaitu proses
untuk mengumpulkan data-data pengetahuan dari
sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan dapat
berupa seorang pakar ataupun sumber-sumber lain
seperti buku, artikel, paper dan jurnal.
Usaha yang paling lama dalam membangun
sistem CBR yaitu mengumpulkan kasus-kasus yang
akan disimpan dalam case base. Jika dalam
pengumpulan kasus terdapat kesulitan maka sistem
CBR akan susah diterapkan (Salem, 2004). Dalam
proses pengumpulan kasus peranan seorang pakar
sangat diperlukan, ini karena seorang pakar lebih
mengetahui permasalahan dan solusi dari suatu
kasus. Seorang pakar memiliki pengetahuan umum
yang mereka peroleh dari buku-buku kedokteran
ditambah lagi dengan pengalaman-pengalaman
mereka dalam menangani suatu kasus (Salem,
2004).
Kasus-kasus yang akan dimasukan ke dalam
case base diambil dari Rekam Medis Rumah Sakit
Sardjito Yogyakarta dengan dibantu oleh pakar.
Kasus-kasus yang sudah dikumpulkan akan
direpresentasikan ke dalam bentuk frame.
Frame berisi relasi antara nama penyakit dengan
gejala-gejala penyebabnya. Sehingga dengan
representasi ini dapat dibuat suatu model kasus
untuk sistem CBR dimana problem space adalah
gejala-gejala penyakit dan solution space adalah
nama penyakit serta pengobatannya.
2.2. Retrieval dan Similarity Kasus
Teknik retrieval yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik Nearest Neighbor. Ide dasar dari
teknik ini adalah membandingkan setiap atributatribut target case dengan atribut-atribut source
case yang ada dalam case base, kemudian
perbandingan
tersebut
dihitung
dengan
menggunakan fungsi similarity. Jika nilai source
case yang dibandingkan sama atau hampir sama
B1-40
dengan nilai target case maka solusi dari
source case tersebut akan dipromosikan untuk
menjadi solusi dari target case. Berikut ini fungsi
similarity yang digunakan dalam penelitan ini:
n
∑ f (Si, Ti) * wi
Sim( S , T ) = i =1
n
∑ wi
i =1
Dimana, Si adalah fitur ke-i yang ada dalam
source case, Ti adalah fitur ke-i yang ada dalam
target case wi adalah bobot fitur ke-i, n adalah
jumlah total fitur Fungsi f(Ti,Si) didefenisikan sebagai
berikut :
1 ; T i = Si
f(Ti , Si) =
0 ; T i ≠ Si
Berdasarkan fungsi similarity di atas, setiap
target case (disimbolkan dengan huruf T) akan
dicocokan dengan source case yang ada dalam
case base (disimbolkan dengan huruf S) simbol n
merupakan jumlah total fitur. Nilai similarity antara
target case dengan source case didapat dari fungsi
f(Ti,Si) dikali dengan bobot fitur. Pembobotan
digunakan untuk memberikan nilai penting suatu
gejala terhadap penyakit. Nilai bobot yang diberikan
adalah antara 1 sampai dengan bobot maksimum
masing-masing fitur. Semakin besar nilai similarity
yang diperoleh maka akan semakin besar peluang
source case untuk dijadikan solusi bagi target case.
Nilai similarity maksimal adalah 1 dan nilai
minimalnya adalah 0.
Hasil diagnosa penyakit kulit dan kelamin
ditentukan berdasarkan gejala-gejala yang diderita
oleh pasien sehingga gejala-gejala penyakit akan
dijadikan fitur-fitur yang akan dicari similarity-nya. Di
dalam fungsi f(Ti ,Si) didefenisikan bahwa jika fitur
target case ke-i bernilai sama dengan fitur source
case ke-i maka fungsi akan bernilai 1, sebaliknya
jika tidak sama fungsi akan bernilai 0. Seorang
pasien hanya mempunyai dua hubungan dengan
gajala yaitu memiliki gejala (disimbolkan dengan
angka 1) atau tidak memiliki gejala (disimbolkan
dengan angka 0).
2.3. Revisi Kasus
Revisi merupakan bagian dari adaptasi sistem
terhadap kasus yang belum berhasil didiagnosa.
Revisi kasus dilakukan oleh seorang pakar. Kasus
tersebut disimpan untuk menunggu revisi pakar.
Pakar akan merevisi nama penyakit berdasarkan
gejala-gejala yang ada dalam kasus.
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap awal dari penggunaan sistem adalah
proses pengisian case-base. Data-data kasus yang
akan dimasukan ke dalam case-base diambil dari
Rekam Medis R.S Sardjito, Yogyakarta. Terdapat
145 total gejala penyakit dengan 56 jenis nama
penyakit. Kasus yang dimasukan ke dalam casebase sebanyak 72 buah kasus dengan 36 kelas
nama penyakit.
Setiap gejala penyakit dapat memiliki bobot.
Pembobotan diperlukan untuk menentukan tingkat
signifikansi gejala terhadap penyakit. Nilai bobot
yang diberikan adalah antara 1 sampai dengan
bobot maksimum masing-masing fitur. Pengisian
bobot dilakukan pada saat memasukan gejala
penyakit yang dilakukan oleh seorang pakar.
Pada saat menginputkan kasus, sistem secara
otomatis akan mengecek apakah kasus yang
dimasukan sudah ada dalam case-base. Jika kasus
sudah ada dalam sistem maka sistem akan menolak
kasus tersebut dan memberikan pesan bahwa kasus
sudah ada. Kondisi duplikasi kasus terjadi apabila
antara kasus yang akan dimasukan memiliki nilai
similarity sebesar 1 terhadap kasus yang ada dalam
case-base.
Diagnosa penyakit dilakukan dengan cara
memasukan gejala-gejala kasus yang akan
didiagnosa. Ketika gejala penyakit dimasukan,
sistem secara otomatis akan mencari kasus-kasus
yang memiliki kemiripan berdasarkan gejala
penyakit yang dimasukan tadi. Kasus-kasus yang
mirip akan diurut dari 1 sampai 10. Urutan 1
menandakan bahwa kasus tersebut paling mirip
dibandingkan dengan kasus-kasus lain. Kasuskasus yang mirip dapat dimasukan ke dalam urutan
jika nilai similarity-nya lebih besar atau sama
dengan 0.50. Nilai Similarity berada antara 0 sampai
1. Urutan kasus yang mirip akan terus berubah-ubah
seiring dengan dimasukannya gejala penyakit baru.
Apabila terdapat kondisi dimana urutan nomor
satu memiliki nilai similarity yang sama dengan
urutan dibawahnya maka akan dilakukan voting
kasus yaitu dengan cara melihat kelas penyakit
yang ada dalam case-base untuk dihitung nilai
kelas dari masing-masing kasus yang dibandingkan.
Kasus akan dipilih berdasarkan nilai kelas terbesar.
Kasus yang tidak berhasil didiagnosa akan
diadaptasi oleh sistem dengan cara melakukan
revisi kasus. Ada dua kondisi revisi kasus: pertama,
kasus yang didiagnosa tidak mempunyai kemiripan
sama sekali dengan kasus-kasus yang ada dalam
case-base. Kedua, kasus memiliki kemiripan dengan
kasus yang ada dalam case-base tetapi memiliki
nilai similiarity dibawah 0.90, sehingga derajat
kepercayaan terhadap kasus hasil diagnosa tidak
terlalu besar.
Uji coba sistem dilakukan dengan cara
mendiagnosa sebanyak 20 kasus. Hasil uji coba
menunjukan bahwa tingkat akurasi sistem sebesar
90%. Hal ini menunjukan juga bahwa CBR
memberikan hasil yang cukup dalam mendiagnosa
penyakit kulit dan kelamin pada manusia.
B1-41
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Representasi kasus yang digunakan dalam
sistem ini berbentuk frame. Gejala-gejala penyakit
akan dbuat sebagai problem space sedangkan
nama penyakit dan pengobatannya sebagai solution
space. Gejala-gejala penyakit dibuat sebagai fitur
dan mempunyai nilai 0 atau 1. Nilai 0 menandakan
bahwa gejala tidak dimiliki oleh penyakit dan nilai 1
menandakan bahwa gejala dimiliki oleh penyakit.
Pembobotan digunakan untuk memberikan nilai
penting suatu gejala terhadap penyakit. Nilai bobot
yang diberikan adalah antara 1 sampai dengan
bobot maksimum masing-masing fitur. Nilai similarity
berada antara 0 dan 1. Nilai 0 menunjukan bahwa
source case tidak ada yang cocok dengan target
case. Nilai diantaranya menunjukan ada kemiripan
antara source case dengan target case dan nilai 1
menunjukan bahwa source case sama dengan
target case.
Pada saat proses similarity antara source case
dengan target case sistem akan menampilkan
kemungkinan kasus-kasus yang mempunyai nilai
similarity yang lebih besar atau sama dengan 0.50.
Ada dua kondisi revisi kasus: pertama, kasus yang
didiagnosa tidak mempunyai kemiripan sama sekali
dengan kasus-kasus yang ada dalam casebase.Kedua, kasus memiliki kemiripan dengan
kasus yang ada dalam case-base tetapi memiliki
nilai similiarity dibawah 0.90, sehingga derajat
kepercayaan terhadap kasus hasil diagnosa tidak
terlalu besar. Nilai similarity dibawah 0.70 akan
dianggap tidak terlalu akurat oleh sistem. Kondisi
dimana ada lebih dari satu kasus yang memiliki nilai
similarity yang sama diatasi dengan menggunakan
voting kasus yaitu dengan cara mencari similarity
kasus target dengan kelas kasus yang memiliki nilai
similarity yang sama tadi. Total dari similarity kelas
akan menentukan kelas mana yang akan dipilih.
Sistem ini dapat membantu Dokter maupun
Paramedis di bidang penyakit kulit dan kelamin
untuk membantu dalam melakukan diagnosa
penyakit.
4.2. Saran
Nilai fitur yang digunakan masih berbentuk 0 dan
1. Diharapkan nantinya dapat menggunakan nilai
fitur selain 0 dan 1. Sistem yang dibuat belum
menggunakan pengindeksan pada saat proses
retrieval
data.
Diharapkan
nantinya
dapat
menggunakan pengindeksan sehingga proses
retrieval data dapat lebih baik lagi. Sistem CBR yang
dibuat menggunakan fitur-fitur yang digunakan
sebagai indeks untuk similarity kasus. Dewasa ini
penggunaan fitur-fitur sudah banyak digunakan, hal
lain adalah menggunakan citra atau gambar sebagai
indeks similarity kasus sehingga input yang
digunakan untuk mendiagnosa kasus berupa
sebuah citra. Similarity dihitung dengan melibatkan
fitur-fitur yang dimiliki citra tersebut.
SEMINAR NASIONAL ELECTRICAL, INFORMATICS, AND IT’S EDUCATIONS 2009
5. DAFTAR PUSTAKA
Aamodt, A. and Plaza, E. 1994,
“Case-Based
Reasoning:
Foundational
Issues, Methodological Variations and System
Approches”. AI Communications, 7(i), 39-59.
Kolodner, J.L., 1993, “Case-Based
Reasoning”, Morgan Kaufmann Publisher
Inc., San Franscisco, California.
Pressman, Roger S., 1992, “Software
Engineering Third Edition”, McGraw-Hill Inc.,
New York.
Salem, Abdel-Badeeh M., Mohamed
Roushdy, Rania A HodHod, 2004, “A Casebased expert system for supporting diagnosis
of heart diseases”. The International Journal
of Artificial Intelligence and Machine Learning,
December 2004, Vol.05.
Swoboda, W., Zwiebel, F.M., Spitz,
R., and Gierl, L. 1994, “A case-based
consultation
system
for
postoperative
management of liver-transplanted patients”,
Proceedings of the 12th MIE Lisbon, IOS
Press, Amsterdam, pp. 191-195.
Kedokteran
Universitas
Gadjah
Mada,
Yogyakarta.
Watson, Ian, 1997, “Applying CaseBased Reasoning: Techniques for Enterprise
Systems”, Morgan Kaufmann Publisher Inc.,
San Franscisco, California.
B1-42
Download