Case-Based Reasoning untuk Pendukung Diagnosa Penyakit Kulit

advertisement
CASE-BASED REASONING UNTUK PENDUKUNG DIAGNOSA
PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN PADA MANUSIA
Abdiansah, [email protected]
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Sriwijaya
Jl. Srijaya Negara, Bukit Besar, Palembang
Abstract
This research tried to build Case-Based Reasoning (CBR) system to diagnosis
disease based on physical symptoms owned by skin disease and sex of patient. New case
that containing disease symptoms as input for the system, then system will do similarity
process between new case with cases which stored in database system or case-base. The
case with highest similarity value will be taken and then solution from the case will be
solution for new case. If the diagnose failed, an expert will revised the case. The case that
is successfully revised will be kept into the system to be new knowledge for the system.
Result from this system is name of disease accompanied with understanding, causative
and disease therapy. Case-Based Reasoning can give amenity in doing diagnosis and can
adapt easily and quickly because knowledge and learning is made in the form of cases.
From result of research of showed that this system can give amenity to paramedics and
doctors for diagnose skin disease and sexually transmitted infection.
Keywords: Case-Based Reasoning, new case, cases, case-base, similarity, skin disease
and sexually transmitted infection.
1. PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia akan informasi
yang cepat dan akurat mendatangkan
berbagai penelitian di bidang komputer.
Salah satu bidang komputer yang cukup
pesat pertumbuhannya adalah bidang
kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Para peneliti di bidang ini berusaha untuk
membuat komputer menjadi cerdas seperti
halnya manusia. Bidang kecerdasan buatan
mempunyai sub-sub bagian, dimana subsub bagian tersebut menangani masalahmasalah yang spesifik dan tidak jarang
antara
sub-sub
bagian
tersebut
berkolaborasi untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Beberapa sub-sub bagian
dari kecerdasan buatan di antaranya adalah
sistem pakar (expert system), pemrosesan
bahasa
alami
(natural
language
processing), pengenalan pola (pattern
recognition),
penglihatan
komputer
(computer vision), robotika dan lainnya.
Kolaborasi disiplin ilmu komputer
dengan disiplin ilmu lain sudah banyak
dilakukan
misalnya
dengan
ilmu
kedoteran.
Ada
beberapa
aplikasi
komputer
yang
digunakan
untuk
membantu
kerja
dokter
sehingga
memberikan hasil kerja yang memuaskan,
seperti sistem pakar untuk mendiagnosa
penyakit. Para peneliti kecerdasan buatan
berusaha untuk membuat sistem yang
lebih baik lagi sehingga kekurangankekurangan yang terdapat pada sistem
sebelumnya dapat diperbaiki. Aplikasi
untuk mendiagnosa penyakit banyak
menggunakan sistem pakar. Sistem pakar
sudah memberikan kontribusi yang tidak
sedikit dan sudah diaplikasikan di industriindustri. Selain dengan menggunakan
sistem pakar, ada pendekatan baru yang
dapat digunakan untuk mendiagnosa
penyakit yaitu dengan menggunakan
sistem penalaran berbasis kasus (casebased reasoning atau CBR).
2. METODE
Ide
dasar
dari
CBR
adalah
menyelesaikan suatu masalah baru dengan
menggunakan jawaban dari masalah lama.
Penyajian
pengetahun
(knowledge
representation) dibuat dalam bentuk
kasus-kasus (cases). Setiap kasus berisi
masalah dan jawaban, sehingga kasus
lebih mirip dengan suatu pola tertentu.
Cara kerja CBR adalah dengan
membandingkan kasus baru dengan kasus
lama, jika kasus baru tersebut mempunyai
kemiripan dengan kasus lama maka CBR
akan memberikan jawaban kasus lama
untuk kasus baru tersebut. Jika tidak ada
yang cocok maka CBR akan melakukan
adaptasi dengan memasukan kasus baru
tersebut ke dalam database penyimpanan
kasus (case base), sehingga secara tidak
langsung
pengetahuan
CBR
akan
bertambah.
Telah dikembangkan beberapa aplikasi
CBR di bidang medis, diantaranya adalah
CBR untuk mendukung diagnosa penyakit
jantung yang dikembangkan oleh AbdelBadeeh M. Salem dan teman-temannya
(Salem, 2004). Mereka mengumpulkan
110 kasus untuk 4 jenis penyakit jantung
(mitral stenosis, left-sided heart failure,
stable angina pectoris dan essential
hypertension), dimana setiap kasus
mempunyai 207 atribut yang berhubungan
dengan demografis dan data klinis. Setelah
menghilangkan duplikasi kasus, sistem
mempunyai 24 kasus untuk pasien
penyakit jantung. Mereka menggunakan
analisis statistik untuk menentukan fiturfitur kasus dan nilai-nilai yang penting.
Dua teknik retrieval yang dipakai yaitu
induction retrieval dan nearest-neighbor
retrieval yang masing-masing memberikan
tingkat akurasi sebesar 53,8% untuk
induction dan 100% untuk nearestneighborhood.
Ahli
jantung
telah
mengevaluasi keseluruhan kinerja dari
sistem tersebut, dimana sistem dapat
memberikan diagnosis yang benar untuk
13 kasus baru.
Selanjutnya, COSYL (Consiliar System
for Liver-transplanted Patient) yaitu CBR
untuk memberikan konsultasi bagi pasien
transplantasi (pencangkokan) jantung yang
dikembangkan oleh Swoboda W dan
teman-temannya
(Swoboda,
1994).
PROTOS yaitu CBR yang dikembangkan
untuk domain audiologi klinis. Sistem ini
belajar untuk membuat klasifikasi
penyakit
pendengaran
berdasarkan
deskripsi gejala-gejala pasien, sejarah dan
hasil tes. PROTOS di uji coba dengan 200
kasus dengan 24 kategori dari klinik suara
dan pendengaran. Setelah di uji coba,
PROTOS memberikan akurasi 100%
(Watson, 1997). CASEY, merupakan
sistem untuk mendiagnosa kegagalan
jantung. Input yang diberikan berupa
gejala-gejala pasien dan sebab akibat yang
bisa memastikan kesemua gejala-gejala itu
(Watson, 1997).
2.1. Domain dan Akuisisi Pengetahuan
Tahap pertama dari perancangan suatu
sistem adalah menentukan domain
masalah. Dalam penelitian ini yang akan
menjadi domain masalah adalah penyakit
kulit dan kelamin pada manusia. Setelah
menentukan domain masalah, tahap
berikutnya adalah akuisisi pengetahuan
yaitu proses untuk mengumpulkan datadata
pengetahuan
dari
sumber
pengetahuan. Sumber pengetahuan dapat
berupa seorang pakar ataupun sumbersumber lain seperti buku, artikel, paper
dan jurnal.
Usaha yang paling lama dalam
membangun
sistem
CBR
yaitu
mengumpulkan kasus-kasus yang akan
disimpan dalam case base. Jika dalam
pengumpulan kasus terdapat kesulitan
maka sistem CBR akan susah diterapkan
(Salem,
2004).
Dalam
proses
pengumpulan kasus peranan seorang pakar
sangat diperlukan, ini karena seorang
pakar lebih mengetahui permasalahan dan
solusi dari suatu kasus. Seorang pakar
memiliki pengetahuan umum yang mereka
peroleh dari buku-buku kedokteran
ditambah lagi dengan pengalamanpengalaman mereka dalam menangani
suatu kasus (Salem, 2004).
Kasus-kasus yang akan dimasukan ke
dalam case base diambil dari Rekam
Medis Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta
dengan dibantu oleh pakar. Kasus-kasus
yang
sudah
dikumpulkan
akan
direpresentasikan ke dalam bentuk frame.
Frame berisi relasi antara nama
penyakit
dengan
gejala-gejala
penyebabnya.
Sehingga
dengan
representasi ini dapat dibuat suatu model
kasus untuk sistem CBR dimana problem
space adalah gejala-gejala penyakit dan
solution space adalah nama penyakit serta
pengobatannya.
2.2. Retrieval dan Similarity Kasus
Teknik retrieval yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik Nearest
Neighbor. Ide dasar dari teknik ini adalah
membandingkan setiap atribut-atribut
target case dengan atribut-atribut source
case yang ada dalam case base, kemudian
perbandingan tersebut dihitung dengan
menggunakan fungsi similarity. Jika nilai
source case yang dibandingkan sama atau
hampir sama dengan nilai target case maka
solusi dari source case tersebut akan
dipromosikan untuk menjadi solusi dari
target case. Berikut ini fungsi similarity
yang digunakan dalam penelitan ini:
n
 f (Si, Ti) * wi
Sim( S , T )  i 1
n
 wi
i 1
Dimana, Si adalah fitur ke-i yang ada
dalam source case, Ti adalah fitur ke-i
yang ada dalam target case wi adalah
bobot fitur ke-i, n adalah jumlah total fitur
Fungsi f(Ti,Si) didefenisikan sebagai
berikut :
f(Ti , Si) =
1 ; Ti = Si
0 ; Ti ≠ Si
Berdasarkan fungsi similarity di atas,
setiap target case (disimbolkan dengan
huruf T) akan dicocokan dengan source
case yang ada dalam case base
(disimbolkan dengan huruf S) simbol n
merupakan jumlah total fitur. Nilai
similarity antara target case dengan source
case didapat dari fungsi f(Ti,Si) dikali
dengan
bobot
fitur.
Pembobotan
digunakan untuk memberikan nilai penting
suatu gejala terhadap penyakit. Nilai bobot
yang diberikan adalah antara 1 sampai
dengan bobot maksimum masing-masing
fitur. Semakin besar nilai similarity yang
diperoleh maka akan semakin besar
peluang source case untuk dijadikan solusi
bagi target case. Nilai similarity maksimal
adalah 1 dan nilai minimalnya adalah 0.
Hasil diagnosa penyakit kulit dan
kelamin ditentukan berdasarkan gejalagejala yang diderita oleh pasien sehingga
gejala-gejala penyakit akan dijadikan fiturfitur yang akan dicari similarity-nya. Di
dalam fungsi f(Ti ,Si) didefenisikan bahwa
jika fitur target case ke-i bernilai sama
dengan fitur source case ke-i maka fungsi
akan bernilai 1, sebaliknya jika tidak sama
fungsi akan bernilai 0. Seorang pasien
hanya mempunyai dua hubungan dengan
gajala yaitu memiliki gejala (disimbolkan
dengan angka 1) atau tidak memiliki
gejala (disimbolkan dengan angka 0).
2.3. Revisi Kasus
Revisi merupakan bagian dari adaptasi
sistem terhadap kasus yang belum berhasil
didiagnosa. Revisi kasus dilakukan oleh
seorang pakar. Kasus tersebut disimpan
untuk menunggu revisi pakar. Pakar akan
merevisi nama penyakit berdasarkan
gejala-gejala yang ada dalam kasus.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap awal dari penggunaan sistem
adalah proses pengisian case-base. Datadata kasus yang akan dimasukan ke dalam
case-base diambil dari Rekam Medis R.S
Sardjito, Yogyakarta. Terdapat 145 total
gejala penyakit dengan 56 jenis nama
penyakit. Kasus yang dimasukan ke dalam
case-base sebanyak 72 buah kasus dengan
36 kelas nama penyakit.
Setiap gejala penyakit dapat memiliki
bobot. Pembobotan diperlukan untuk
menentukan tingkat signifikansi gejala
terhadap penyakit. Nilai bobot yang
diberikan adalah antara 1 sampai dengan
bobot maksimum masing-masing fitur.
Pengisian bobot dilakukan pada saat
memasukan
gejala
penyakit
yang
dilakukan oleh seorang pakar.
Pada saat menginputkan kasus, sistem
secara otomatis akan mengecek apakah
kasus yang dimasukan sudah ada dalam
case-base. Jika kasus sudah ada dalam
sistem maka sistem akan menolak kasus
tersebut dan memberikan pesan bahwa
kasus sudah ada. Kondisi duplikasi kasus
terjadi apabila antara kasus yang akan
dimasukan memiliki nilai similarity
sebesar 1 terhadap kasus yang ada dalam
case-base.
Diagnosa penyakit dilakukan dengan
cara memasukan gejala-gejala kasus yang
akan didiagnosa. Ketika gejala penyakit
dimasukan, sistem secara otomatis akan
mencari kasus-kasus yang memiliki
kemiripan berdasarkan gejala penyakit
yang dimasukan tadi. Kasus-kasus yang
mirip akan diurut dari 1 sampai 10. Urutan
1 menandakan bahwa kasus tersebut
paling mirip dibandingkan dengan kasuskasus lain. Kasus-kasus yang mirip dapat
dimasukan ke dalam urutan jika nilai
similarity-nya lebih besar atau sama
dengan 0.50. Nilai Similarity berada antara
0 sampai 1. Urutan kasus yang mirip akan
terus berubah-ubah seiring dengan
dimasukannya gejala penyakit baru.
Apabila terdapat kondisi dimana urutan
nomor satu memiliki nilai similarity yang
sama dengan urutan dibawahnya maka
akan dilakukan voting kasus yaitu dengan
cara melihat kelas penyakit yang ada
dalam case-base untuk dihitung nilai
kelas dari masing-masing kasus yang
dibandingkan.
Kasus
akan
dipilih
berdasarkan nilai kelas terbesar.
Kasus yang tidak berhasil didiagnosa
akan diadaptasi oleh sistem dengan cara
melakukan revisi kasus. Ada dua kondisi
revisi kasus: pertama, kasus yang
didiagnosa tidak mempunyai kemiripan
sama sekali dengan kasus-kasus yang ada
dalam case-base. Kedua, kasus memiliki
kemiripan dengan kasus yang ada dalam
case-base tetapi memiliki nilai similiarity
dibawah
0.90,
sehingga
derajat
kepercayaan terhadap kasus hasil diagnosa
tidak terlalu besar.
Uji coba sistem dilakukan dengan cara
mendiagnosa sebanyak 20 kasus. Hasil uji
coba menunjukan bahwa tingkat akurasi
sistem sebesar 90%. Hal ini menunjukan
juga bahwa CBR memberikan hasil yang
cukup dalam mendiagnosa penyakit kulit
dan kelamin pada manusia.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Representasi kasus yang digunakan
dalam sistem ini berbentuk frame. Gejalagejala penyakit akan dbuat sebagai
problem space sedangkan nama penyakit
dan pengobatannya sebagai solution space.
Gejala-gejala penyakit dibuat sebagai fitur
dan mempunyai nilai 0 atau 1. Nilai 0
menandakan bahwa gejala tidak dimiliki
oleh penyakit dan nilai 1 menandakan
bahwa gejala dimiliki oleh penyakit.
Pembobotan digunakan untuk memberikan
nilai penting suatu gejala terhadap
penyakit. Nilai bobot yang diberikan
adalah antara 1 sampai dengan bobot
maksimum masing-masing fitur. Nilai
similarity berada antara 0 dan 1. Nilai 0
menunjukan bahwa source case tidak ada
yang cocok dengan target case. Nilai
diantaranya menunjukan ada kemiripan
antara source case dengan target case dan
nilai 1 menunjukan bahwa source case
sama dengan target case.
Pada saat proses similarity antara
source case dengan target case sistem
akan menampilkan kemungkinan kasuskasus yang mempunyai nilai similarity
yang lebih besar atau sama dengan 0.50.
Ada dua kondisi revisi kasus: pertama,
kasus yang didiagnosa tidak mempunyai
kemiripan sama sekali dengan kasus-kasus
yang ada dalam case-base.Kedua, kasus
memiliki kemiripan dengan kasus yang
ada dalam case-base tetapi memiliki nilai
similiarity dibawah 0.90, sehingga derajat
kepercayaan terhadap kasus hasil diagnosa
tidak terlalu besar. Nilai similarity
dibawah 0.70 akan dianggap tidak terlalu
akurat oleh sistem. Kondisi dimana ada
lebih dari satu kasus yang memiliki nilai
similarity yang sama diatasi dengan
menggunakan voting kasus yaitu dengan
cara mencari similarity kasus target
dengan kelas kasus yang memiliki nilai
similarity yang sama tadi. Total dari
similarity kelas akan menentukan kelas
mana yang akan dipilih. Sistem ini dapat
membantu Dokter maupun Paramedis di
bidang penyakit kulit dan kelamin untuk
membantu dalam melakukan diagnosa
penyakit.
4.2. Saran
Nilai fitur yang digunakan masih
berbentuk 0 dan 1. Diharapkan nantinya
dapat menggunakan nilai fitur selain 0 dan
1.
Sistem
yang
dibuat
belum
menggunakan pengindeksan pada saat
proses retrieval data. Diharapkan nantinya
dapat
menggunakan
pengindeksan
sehingga proses retrieval data dapat lebih
baik lagi. Sistem CBR yang dibuat
menggunakan fitur-fitur yang digunakan
sebagai indeks untuk similarity kasus.
Dewasa ini penggunaan fitur-fitur sudah
banyak digunakan, hal lain adalah
menggunakan citra atau gambar sebagai
indeks similarity kasus sehingga input
yang digunakan untuk mendiagnosa kasus
berupa sebuah citra. Similarity dihitung
dengan melibatkan fitur-fitur yang dimiliki
citra tersebut.
5. DAFTAR PUSTAKA
Aamodt, A. and Plaza, E. 1994, “CaseBased Reasoning: Foundational Issues,
Methodological Variations and System
Approches”. AI Communications, 7(i),
39-59.
Kolodner, J.L., 1993, “Case-Based
Reasoning”,
Morgan
Kaufmann
Publisher Inc., San Franscisco,
California.
Pressman,
Roger
S.,
1992,
“SoftwareEngineering Third Edition”,
McGraw-Hill Inc., New York.
Salem, Abdel-Badeeh M., Mohamed
Roushdy, Rania A HodHod, 2004, “A
Case-based
expert
system
for
supporting
diagnosis
of
heart
diseases”. The International Journal of
Artificial Intelligence and Machine
Learning, December 2004, Vol.05.
Swoboda, W., Zwiebel, F.M., Spitz, R.,
and Gierl, L. 1994, “A case-based
consultation system for postoperative
management of liver-transplanted
patients”, Proceedings of the 12th MIE
Lisbon, IOS Press, Amsterdam, pp.
191-195.
Watson, Ian, 1997, “Applying Case-Based
Reasoning: Techniques for Enterprise
Systems”, Morgan Kaufmann Publisher
Inc., San Franscisco, California.
Download