CASE BASED REASONING DIAGNOSIS PENYAKIT MATA Edi Faizal STMIK EL RAHMA e-mail: [email protected] ABSTRACT Approximately 83% of the information obtained from vision, while the rest is derived from other senses, such as hearing, smell, taste and touch. Therefore, keep your eyes healthy living activities shall be conducted so as not disturbed. In fact we often forget to make eye care, but as well as other parts of the body, the eyes may be affected by the disorder or health problems. The problem that arises is the availability of doctors and eye care costs not less, when the patient wants to know his disease and need immediate treatment. Determination of disease a patient with certain symptoms, it is often not enough to knowledge possessed by a doctor, but need to pay attention to similar cases or events similar to these patients. A concept in the field of artificial intelligence that uses case-based reasoning for analysis and decision making. The decision is determined by calculating the similarity between the new case with the old cases that have occurred. Key Word : Eye Diseases, Case Based Reasoning, Similarity. PENDAHULUAN Mata merupakan Organ panca indera manusia yang sangat penting. Dengan mata, banyak hal secara normal dan wajar dapat dilakukan. Mata merupakan indra yang paling penting dalam menerima informasi. Sekitar 83 persen informasi diperoleh dari penglihatan, sedangkan sisanya diperoleh dari indra yang lain, seperti pendengaran, penciuman, pengecapan dan perabaan. Karena itu, menjaga kesehatan mata wajib dilakukan agar aktivitas hidup tidak terganggu. Kenyataannya kita sering lupa untuk melakukan perawatan mata, padahal seperti halnya bagian tubuh yang lain, mata mungkin saja terkena gangguan atau masalah kesehatan. Gangguan-ganguan tersebut bisa disebabkan oleh udara yang tidak bersih atau terpolusi, radiasi sinar matahari, radiasi akibat terlalu lama di depan komputer, dan gangguan-gangguan lainnya. Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah ketersediaan dokter dan biaya pengobatan yang tidak sedikit, padahal pasien ingin mengetahui penyakit yang dideritanya, dan perlu penanganan yang segera. Penentuan penyakit seorang pasien dengan gejala-gejala tertentu, seringkali tidak cukup dengan pengetahuan yang dimiliki seorang dokter, tetapi perlu memperhatikan kasus- kasus serupa atau yang mirip dengan kejadian pasien tersebut. Dalam bidang kecerdasan buatan muncul sebuah konsep sistem yang menggunakan penalaran berbasis kasus (Case-Based Reasoning) untuk melakukan analisis dan penentuan keputusan. Berdasarkan hal diatas, dipandang perlu adanya sistem pakar dengan penalaran berbasis kasus untuk mendiagnosa penyakit mata pada manusia serta rekomendasi penanganannya. Penalaran Berbasi Kasus (Case Based Reasoning) Case Base Reasoning telah diaplikasikan dalam banyak bidang yang berbeda. Dari berbagai bidang aplikasi tersebut menunjukan berapa luasnya cakupan CBR, kebanyakan FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 merupakan aplikasi dalam kerangka kecerdasan buatan. Bidang aplikasi tersebut antara lain, hukum, kedokteran, rekayasa, komputasi, jaringan komunikasi, desain pabrik, keuangan, penjadwalan, bahasa, sejarah, makanan/nutrisi, penemuan rute dan lingkungan (Mulyana dan Hartati, 2009). CBR adalah suatu model penalaran yang penggabungkan pemecahan masalah, pemahaman dan pembelajaran serta memadukan keseluruhannya dengan pemrosesan memori. Tugas tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kasus yang pernah dialami oleh sistem, yang mana kasus merupakan pengetahuan dalam konteks tertentu yang mewakili suatu pengalaman yang menjadi dasar pembelajaran untuk mencapai tujuan sistem (Pal dan Shiu, 2004). Menurut Riesback dan Schank (1989), definisi CBR merupakan suatu teknik pemecahan masalah, yang mengadopsi solusi masalah-masalah sebelumnya yang mirip dengan masalah baru yang dihadapi untuk mendapatkan solusinya. Kasus-kasus pada masa lalu disimpan dengan menyertakan fitur-fitur yang menggambarkan karakteristik dari kasus tersebut beserta solusinya. Beberapa definisi yang berkaitan dengan CBR, antara lain: a. Suatu case-based reasoner memecahkan permasalahan baru, dengan mengadaptasikan solusi yang digunakan untuk memecahkan masalah yang lama (Riesbeck dan Schank, 1989). b. CBR adalah cara orang menggunakan kasus-kasus untuk memecahkan permasalahan dan cara membuat mesin dapat menggunakannya (Kolodner, 1992). c. CBR adalah suatu pendekatan terbaru untuk memecahkan masalah dan belajar (Aamodt dan Plaza, 1994). d. CBR adalah penalaran dengan mengingat (Leake, 1996). CBR dapat direpresentasikan sebagai suatu siklus proses yang dibagi menjadi empat sub proses (Aamodt dan Plaza, 1994), yaitu: a. Retrieve yaitu mencari kasus-kasus sebelumnya yang paling mirip dengan kasus baru. b. Reuse yaitu menggunakan kembali kasus-kasus yang paling mirip tersebut untuk mendapatkan solusi untuk kasus yang baru. c. Revise yaitu melakukan penyesuaian dari solusi-solusi kasus-kasus sebelumnya agar dapat dijadikan solusi untuk kasus yang baru. d. Retain yaitu memakai solusi baru sebagai bagian dari kasus baru, kemudian kasus baru di-update ke dalam basis kasus 27 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 Gambar 1. Siklus CBR (Aamodt dan Plaza, 1994) Pada Gambar 1 dijelaskan mengenai tahapan proses CBR yaitu kasus baru dicocokkan dengan kasus-kasus yang ada di dalam basis data penyimpanan kasus dan menemukan satu atau lebih kasus yang mirip (retrieve). Solusi yang dianjurkan melalui pencocokan kasus kemudian digunakan kembali (reuse) untuk kasus yang serupa, solusi yang ditawarkan mungkin dapat dirubah dan diadopsi (revise). Jika kasus baru tidak ada yang cocok di dalam database penyimpanan kasus, maka CBR akan menyimpan kasus baru tersebut (retain) di dalam basis data pengetahuan. Teknik-teknik yang digunakan untuk mengimplementasikan sebuah sistem CBR yaitu: a. Case Representation Suatu kasus dapat diselesaikan dengan memanggil kembali kasus sebelumnya yang sesuai atau cocok dengan kasus baru. Kasus dapat direpresentasikan dalam berbagai bentuk, seperti representasi preposisional, representasi frame, representasi formlike dan kombinasi dari ketiganya (Pal dan Shiu, 2004). Kasus akan direpresentasikan dalam bentuk frame seperti terlihat pada gambar 2, selanjutnya data kasus akan disimpan ke dalam database secara terindeks untuk mempercepat proses retrieval nantinya. 28 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 Gambar 2. Frame Basis Kasus b. Case Retrieval Retrieval merupakan inti dari CBR, yaitu proses menemukan dalam case-base, kasus-kasus yang paling dekat dengan kasus saat ini. Pengambilan kasus yang efektif harus menggunakan kriteria seleksi yang menentukan bagaimana basis kasus dicari. Teknik retrieval yang paling sering diselidiki sejauh ini, adalah k-nearest neighbor, pohon keputusan dan turunannya. Teknik ini menggunakan smimilarity metric untuk menentukan ukuran kedekatan (similarity) antar kasus (Pal dan Shiu, 2004). Perhitungan similarity menggunakan metode block city dengan rumus sebagai berikut: ………..………………..(1) Jika tingkat kemiripan antara kasus lama dengan kasus baru cukup tinggi maka kasus tersebut akan di-reuse dimana solusi kasus lama tersebut akan digunakan kembali sebagai solusi kasus baru. c. Case Adaptation Adaptasi merupakan proses memindahkan solusi dari kasus yang berhasil diretrieve menjadi solusi pada kasus yang baru. Sejumlah pendekatan dapat digunakan untuk adaptasi kasus antara lain (Vorobieva dkk, 2003): 1. Substitution. Ketika beberapa terapi alternatif yang sangat mirip, tetapi memiliki tambahan efek yang berbeda, terapi yang memiliki efek yang tidak sesuai maka akan diganti dengan terapi yang lebih cocok. Teknik ini hanya dapat diterapkan pada terapi baru, bukan pada yang sudah ada yang merupakan bagian dari seluruh rangkaian terapi diberikan kepada pasien, karena seluruh solusi mungkin tidak seimbang. 2. Compensation. Terdapat strategi dalam praktek medis untuk mengkompensasi suatu efek yang tidak diinginkan dari terapi dengan obat, meskipun obat ini secara teoritis mungkin mengakibatkan efek yang tidak diinginkan. 3. Modification. Kadang-kadang efek yang tidak diinginkan dapat dihilangkan dengan modifikasi. Termasuk dosis obat dan cara pemakaian. Selain itu, modifikasi merupakan bagian pelengkap dari setiap adaptasi. 4. Elimination. Terkadang terapi dapat diberikan tanpa pergantian apapun, misalnya 29 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 ketika terapi menggandakan efek satu sama lain. 5. Monitoring adalah suatu bentuk khusus dari manajemen terapi. Penyakit kronis membutuhkan pemantauan yang sistematis. Berdasarkan hasil uji laboratorium dan perubahan pada kondisi pasien maka dosis harus diperbarui. Adaptasi dalam bentuk monitoritng seringkali cukup dengan modifikasi dosis. Adaptasi yang diterapkan pada solusi kasus baru adalah dengan mengambil solusi pada kasus sebelumnya. Jika kasus baru dan kasus lama sangat mirip, maka tidak dilakukan modifikasi. Akan tetapi jika dipandang perlu adanya modifikasi solusi pada kasus baru, maka hal ini hanya dapat dilakukan oleh pakar (dokter spesialis). Modifikasi dapat dilakukan dengan menghilangkan (elimination), mengganti (subtitution) atau mengubah dosis dan aturan pakai obat pada solusi baru. Penyakit Mata Mata manusia merupakan organ panca indera yang sangat penting. Umumnya apa yang kita pelajari disampaikan kepada kita melalui mata, dan hampir segala sesuatu yang kita lakukan dituntun dengan apa yang kita lihat. Disinilah suatu alat yang ajaib, suatu kamera yang hidup, yang dapat memusatkan dengan sendirinya sesuai dengan banyaknya cahaya serta jarak benda yang sedang kita lihat. Gambar 3. Anatomi Mata a. Struktur dan Fungsi Mata Mata memiliki struktur sebagai berikut: 1. Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan relative kuat. 2. Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar sclera 3. Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya. 4. Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris 5. Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung dibelakang kornea dan di depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil. 6. Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung di antara humor aqueus dan vitreus, berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina. 7. Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata; berfungsi mengirimkan peran visual melalui syarat optikus ke otak 8. Syaraf Optikus : kumpulan jutaan serat syaraf yang membawa peran visual dari retina ke otak 30 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 9. Humor aqueus : cairan jernih dan encer yangmengalir di antara lensa dan kornea ( mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan kornea, dihasilkan oleh prosesus siliaris 10.Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina ( mengisi segmen posterior mata). b. Struktur Pelindung Struktur disekitar mata melindungi dan memungkinkan mata bergerak secara bebas kesegala arah, struktur tersebut melindungi mata terhadap debu, angin, bakteri, virus, jamur dan bahan-bahan berbahaya lainnya, tetapi juga memungkinkan mata tetap terbuka sehingga cahaya masih bisa masuk. Pelindung mata terdiri dari: 1. Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung bola mata, otot, syaraf, pembuluh darah, lemak, dan struktur yang menghasilkan dan megalirkan air mata. 2. Kelopak mata merupakan lipatan kulit tipis yang melindungi mata dari benda asing, angina, debu, dan cahaya yang sangat terang, ketika berkedip kelopak mata membantu menyebarkan cairan ke seluruh permukaan mata dan ketika tertutup, kelopak mata mempertahankan kelemahan permukaan mata. Tanpa kelembaban tersebut, kornea bisa menjadi kering, terluka dan tidak tembus cahaya. Bagian dalam kelopak mata adalah selaput tipis (konjungtiva) yang juga mengbungkus permukaan mata. 3. Bulu mata merupakan rambut pendek yang tumbuh di ujung kelopak mata dan berfungsi membantu melindungi mata dengan bertindak sebagai barier (penghalang). Kelenjar kecil di ujung kelopak mata menghasilkan bahan berminyak yang mencegah penguapan air mata. 4. Kelenjar lakrimalis terletak dipuncak tepi luar dari mata kiri dan kanan dan menghasilkan air mata yang encer. Air mata mengalir dari mata ke dalam hidung melalui 2 duktus lakrimalis, setiap duktus memiliki lubang di ujung kelopak mata atas dan bawah di dekat hidung. Air mata berfungsi menjaga kelembaban dan kesehatan mata, juga menjerat dan mmebuang partikel-partikel kecil yang masuk ke mata, selain itu, air mata kaya antibodi yang membantumencegah terjadinya infeksi. Mata yang sehat merupakan impian bagi setiap manusia dari anak-anak sampai dewasa. Kesehatan mata dapat terganggu dengan munculnya berbagai jenis penyakit yang menyerang. Jika mata sakit maka aktifitas sehari-hari menjadi terganggu. Penyakitpenyakit mata yang biasanya diderita antara lain Blefaritis, Skleritis, Konjungtivitis bakteri, Konjungtivitis viral, Konjungtivitis alergi, Ulkus kornea, Endoftalmisis, Uveitis anterior, Glaukoma akut, Glaukoma kronik, Katarak dan Kalazion. HASIL DAN PEMBAHASAN Dasar dari CBR adalah pemecahan masalah menggunakan informasi yang tersimpan pada kasus sebelumnya. Berdasarkan tahapan yang ada dalam suatu sistem CBR, diperlukan tiga langkah utama dalam menentukan solusi, yaitu: 1. Membangun basis kasus, yang digunakan sebagai tempat penyimpanan. Pada langkah ini, setiap kasus yang disimpan dibagi menjadi empat faktor, yaitu: 31 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 Tabel 1. Faktor Keputusan No Faktor 1 Usia Pasien 2 Lama Mengidap 3 Gejala 4 Penyakit dan Solusi Pembagian ini dilakukan untuk memudahkan penyimpanan data kasus kedalam basis kasus dan pengambilan data yang sesuai dengan kasus baru. Setiap kasus yang disimpan memiliki empat bagian yang digunakan penyimpanan data kasus. Tetapi dari keempat factor, hanya tiga faktor yang digunakan dalam pencarian kemiripan kasus, sedangkan faktor penyakit dan solusi tidak diikutsertakan. Usia Pasien (A1), adalah data usia pasien yang menderita gangguan mata. Pada bagian ini dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu: Tabel 2. Faktor Usia Pasien (A1) Kode Rentang Usia (Tahun) 1 <10 2 10-17 3 18-25 4 26-50 5 >50 Lama mengidap (A2) adalah rentang waktu pasien menderita/mengidap gangguan tersebut. Bagian ini terdiri dari beberapa kategori, yaitu: Tabel 3. Faktor Lama Mengidap (A2) Kode Rentang Waktu (Hari) 1 <3 2 3-5 3 6-8 4 9-14 5 >14 Gejala-gejala penyakit atau faktor A3, bagian ini berisi gejala-gejala yang menyebabkan suatu penyakit pada mata. Dibawah ini adalah sebagian gejala yang menyebabkan penyakit mata pada manusia: Kode G001 G002 G003 G004 G005 G006 G007 32 Tabel 4. Faktor Gejala (A3) Gejala Mata merah Penglihatan menurun Mata bengkak Mata sakit Mata panas Mata gatal Mata silau FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 G008 G009 G010 …. G059 Mata berair Kelopak bengkak Fotofobia Sukar melihat dekat Sedangkan penyakit serta sebagian data solusi penyakit tersebut disajikan dalam tabel 5 dan tabel 6 berikut: Tabel 5. Faktor Penyakit No Nama Penyakit 1 Blefaritis 2 Skleritis 3 Konjungtivitis bakteri 4 Konjungtivitis viral 5 Konjungtivitis alergi 6 Ulkus kornea 7 Endoftalmisis 8 Uveitis anterior 9 Glaukoma Akut 10 Glaukoma kronik 11 Katarak 12 Kalazion Kode S001 S002 S003 S004 S005 S006 S007 S008 S009 S010 …. S046 Tabel 6. Faktor Solusi Solusi Kompres mata dengan air hangat Gunakan obat tetes mata/salep antibiotic sesuai resep dokter Penderita juga diberi tablet/suntikan untuk mengurangi iritasi dan gatal pada mata Bersihkan tangan sebelum mengoleskan salep agar tidak menimbulkan iritasi lebih parah Usahakan tidak menggunakan handuk/sapu tangan milik orang lain Jangan menyentuh/menggosok mata, terutama bila tangan kotor Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dokter Diberi obat tetes mata yang mnegandung anti-biotik Untuk mengurangi peradangan bisa diberikan tetes mata corticosteroid UK yang berat mungkin perlu diatasi dengan pembedahan (pencangkokkan kornea) Dapat diberikan subkonjungtiva dan peribular Sebagian data kasus (case base) yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan disajikan dalam tabel 7 berikut: 33 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 34 Tabel 7. Basis Kasus (Case Base) Lama Gejala Mengida (A3) p (A2) 1 G001,G003,G004,G00 6,G007,G009,G012,G 015,G016,G019,G020, G021,G037,G058 2 G001,G002,G004,G01 0,G030,G031,G032,G 033,G038 3 G001,G015,G016,G02 3 No Kode Kasus Usia (A1) Penyaki t 1. K001 3 2. K002 3 3. K003 2 4. K004 4 3 G001,G009,G039,G04 P004 0,G046,G051,G052,G 054 5. K005 5 3 G001,G003,G005,G00 P005 6,G007,G008,G011,G 012,G017,G041,G057 6. K006 5 1 7. K007 4 2 K008 4 4 8. K009 5 5 9. K010 4 5 10. K011 5 5 G001,G002,G003,G00 4,G006,G007,G010,G 012,G013,G014,G018, G045,G050,G055 G001,G002,G004,G00 9,G010,G014,G034,G 044 G001,G002,G004,G00 9,G010,G014,G026,G 047,G053 G001,G002,G003,G00 4,G010,G027,G060 G001,G002,G003,G00 4,G024,G027,G029,G 034,G049 G025,G056,G059,G02 8,G035 11. K012 4 5 P001 P002 P003 P006 P007 Solusi S013,S014,S 015,S015,S0 16,S019,S04 3,S044 S009,S041,S 045 S001,S002,S 003,S004,S0 05,S006,S00 7,S008,S022 S001,S002,S 003,S004,S0 05,S006,S00 7,S018,S028 ,S039 S001,S002,S 003,S004,S0 05,S006,S00 7,S021,S032 S008,S009,S 010,S011,S0 12,S017,S01 8 S009,S040 P008 S002,S030,S 046 P009 S008,S009,S 029 S020,S029,S 033,S034 P010 P011 G022,G036,G042,G04 P012 8 S023,S024,S 025,S026,S0 27,S033,S03 4 S035,S036,S 037,S038 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 2. Menentukan fungsi kemiripan (similarity), langkah ini digunakan untuk mengenali kesamaan atau kemiripan antara kasus-kasus yang tersimpan dalam basis kasus dengan kasus yang baru. Perhitungan akan dilakukan menggunakan metode block city (rumus 1). Dalam mencari kasus yang memiliki kemiripan dengan kasus baru, setiap kasus baru akan disamakan dengan semua kasus yang ada pada basis kasus dengan faktor-faktor bagian diatas, namun hanya tiga faktor yang digunakan untuk mengukur kemiripan, yaitu usia pasien, lama mengidap, serta gejala-gejala. Sedangkan faktor bagian penyakit dan solusi tidak diikutkan dalam pengukuran. Misalnya kasus baru berisi data usia pasien 30 tahun, lama mengidap 4 hari, dan gejala yang dialami yaitu G001,G002, G009,G010,G034, G035. Maka untuk kasus baru ini akan dihitung kemiripannya dengan kasus–kasus yang ada dengan tiga faktor pengukur( A1, A2, dan A3) adalah sebagai berikut: atau 25% Penjelasan: Sim A1, A2 dan A3 diberikan nilai 1 jika antara faktor A1 pada kasus lama dan A1 pada kasus baru sama dan 0 jika tidak sama. A1 diisi kode 4 yaitu usia pasien antara 26-50 tahun dan p dihitung 1 masukan. A2 diisi kode 2 yaitu lama mengidap antara 3-5 hari dan p dihitung 1 masukan. A3 diisi dengan kode gejala G001, G002, G009, G010, G034, G035 maka p dihitung sebanyak 6 masukan. Sehingga p total pada kasus baru diatas adalah 8. Setelah dimasukan nilainya maka kasus baru tersebut akan dibandingkan dengan setiap kasus yang ada pada contoh yaitu Tabel 7. Hasil perhitunganya untuk kemiripan (similarity) setiap kasus yang tersimpan pada basis kasus dengan kasus baru adalah sebagai berikut : Tabel 8. Perhitungan Similaritas Kasus Kode Faktor Faktor Faktor No Sim(A,B) Kasus A1 A2 A3 1. K001 3 1 2 2/8=0.25 2. K002 3 2 3 4/8=0.50 3. K003 2 3 1 1/8=0.13 4. K004 4 3 2 3/8=0.38 5. K005 5 3 1 1/8=0.13 6. K006 5 1 3 3/8=0.38 7. K007 4 2 5 7/8=0.88 8. K008 4 4 4 5/8=0.63 9. K009 5 5 3 3/8=0.38 35 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 10. 11. 12. K010 K011 K012 4 5 4 5 5 5 3 1 0 4/8=0.50 1/8=0.13 1/8=0.13 Dari hasil perhitungan pada tabel 8, didapatkan satu kasus lama yang memiliki tingkat kemiripan paling tinggi dengan kasus yang baru dari pada kasus-kasus lainnya, yaitu kasus K007 dengan nilai kemiripan sebesar 0.88 atau 88%. 3. Pengambilan data (reuse), pada langkah ini kasus-kasus yang telah tersimpan dalam basis kasus diambil atau dipilih sebagai sebuah solusi, dimana data ditampilkan dengan urutan tingkat nilai kemiripan (similarity) yang paling tinggi dengan range antara 0 sampai 1. Kriteria untuk pemilihan kasus adalah kasus yang memiliki kemiripan paling tinggi dengan kasus baru yang akan disarankan sebagai solusi. Sehingga pada kasus baru diatas, solusi kasus K007 akan direkomendasikan sebagai solusi dari kasus baru tersebut. KESIMPULAN Pemanfaatan case based reasoning dalam diagnosa penyakit mata diharapkan dapat membantu dalam mengambil keputusan terkait dengan penyakit mata pada manusia. Perlu dipahami bahwa sistem CBR tidak menjamin solusi yang direkomendasikan adalah solusi yang terbaik, karena karena CBR hanya memberikan solusi berdasarkan kasus-kasus yang disimpan. Kelengkapan dan kekompleksan kasus yang tersimpan dalam basis kasus dapat menjadikan CBR suatu sistem yang dapat menghasilkan solusi optimal dan tepat. DAFTAR PUSTAKA Aamodt, A., dan Plaza, E., 1994, Case-Based Reasoning: Foundational Issues, Methodological Variations, and System Approaches. AI Communications , Vol. 7, 3959. Aribowo, A.S., 2010, Pengembangan Sistem Cerdas Menggunakan Penalaran Berbasis Kasus (Case Based Reasoning) Untuk Diagnosa Penyakit Akibat Virus Eksantema, Jurnal Telematika, Vol 7, No 1, Halaman 11-22, ISSN 1829-667X. Kolodner, J.L., 1992, An Introduction to Case-Based Reasoning, Artificial Intelligence Review, Vol.6, 3-34 Leake, D., 1996, Case-Based Reasoning: Experiences, Lessons and Future Directions, AAAI Press, Menlo Park, CA. Mancasari, U.A., 2012, Sistem Pakar Menggunakan Penalaran Berbasis Kasus untuk Mendiagnosa Penyakit Syaraf pada Anak, Skripsi, S1 Ilmu Komputer UGM, Yogyakarta. Mulyana, S., dan Hartati, S., 2009, Tinjauan Singkat Perkembangan Case-Based Reasoning, Seminar Nasional Informatika (SEMNASIF), ISBN 1979-2328,Halaman D17-D24 , Yogyakarta. Pal, K. S., dan Shiu, K.C.S., 2004, Foundations of Soft Case-based Reasoning, A John Wiley & Sons, Inc., Publication, New Jersey. 36 FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012 Riesbeck, C., dan Schank, R., 1989, Inside case-based reasoning, Lawrence Erlbaum, New Jersey. Tejasari, R.H., 2008, Implementasi Expert System Untuk Mendiagnosis Penyakit Mata Menggunakan Dhempster Shafer, Skripsi, S1 Teknik Informatika UAD, Yogyakarta. Vorobieva, O., Gierl, L., dan Schmidt, R., 2003, Adaptation Methods in an Endocrine Therapy Support System, Workshop Proceedings of the Fifth International Conference on Case-Based Reasoning, Trondheim, Norway. 37