aplikasi sistem pakar untuk diagnosa medis pada penyakit gastritis

advertisement
CASE BASED REASONING DIAGNOSIS PENYAKIT MATA
Edi Faizal
STMIK EL RAHMA
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Approximately 83% of the information obtained from vision, while the rest is derived from other
senses, such as hearing, smell, taste and touch. Therefore, keep your eyes healthy living activities shall be
conducted so as not disturbed. In fact we often forget to make eye care, but as well as other parts of the body,
the eyes may be affected by the disorder or health problems.
The problem that arises is the availability of doctors and eye care costs not less, when the patient
wants to know his disease and need immediate treatment. Determination of disease a patient with certain
symptoms, it is often not enough to knowledge possessed by a doctor, but need to pay attention to similar
cases or events similar to these patients.
A concept in the field of artificial intelligence that uses case-based reasoning for analysis and
decision making. The decision is determined by calculating the similarity between the new case with the old
cases that have occurred.
Key Word : Eye Diseases, Case Based Reasoning, Similarity.
PENDAHULUAN
Mata merupakan Organ panca indera manusia yang sangat penting. Dengan mata,
banyak hal secara normal dan wajar dapat dilakukan. Mata merupakan indra yang paling
penting dalam menerima informasi. Sekitar 83 persen informasi diperoleh dari penglihatan,
sedangkan sisanya diperoleh dari indra yang lain, seperti pendengaran, penciuman,
pengecapan dan perabaan.
Karena itu, menjaga kesehatan mata wajib dilakukan agar aktivitas hidup tidak
terganggu. Kenyataannya kita sering lupa untuk melakukan perawatan mata, padahal seperti
halnya bagian tubuh yang lain, mata mungkin saja terkena gangguan atau masalah
kesehatan. Gangguan-ganguan tersebut bisa disebabkan oleh udara yang tidak bersih atau
terpolusi, radiasi sinar matahari, radiasi akibat terlalu lama di depan komputer, dan
gangguan-gangguan lainnya. Permasalahan selanjutnya yang muncul adalah ketersediaan
dokter dan biaya pengobatan yang tidak sedikit, padahal pasien ingin mengetahui penyakit
yang dideritanya, dan perlu penanganan yang segera.
Penentuan penyakit seorang pasien dengan gejala-gejala tertentu, seringkali tidak
cukup dengan pengetahuan yang dimiliki seorang dokter, tetapi perlu memperhatikan
kasus- kasus serupa atau yang mirip dengan kejadian pasien tersebut. Dalam bidang
kecerdasan buatan muncul sebuah konsep sistem yang menggunakan penalaran berbasis
kasus (Case-Based Reasoning) untuk melakukan analisis dan penentuan keputusan.
Berdasarkan hal diatas, dipandang perlu adanya sistem pakar dengan penalaran
berbasis kasus untuk mendiagnosa penyakit mata pada manusia serta rekomendasi
penanganannya.
Penalaran Berbasi Kasus (Case Based Reasoning)
Case Base Reasoning telah diaplikasikan dalam banyak bidang yang berbeda. Dari
berbagai bidang aplikasi tersebut menunjukan berapa luasnya cakupan CBR, kebanyakan
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
merupakan aplikasi dalam kerangka kecerdasan buatan. Bidang aplikasi tersebut antara lain,
hukum, kedokteran, rekayasa, komputasi, jaringan komunikasi, desain pabrik, keuangan,
penjadwalan, bahasa, sejarah, makanan/nutrisi, penemuan rute dan lingkungan (Mulyana
dan Hartati, 2009).
CBR adalah suatu model penalaran yang penggabungkan pemecahan masalah,
pemahaman dan pembelajaran serta memadukan keseluruhannya dengan pemrosesan
memori. Tugas tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kasus yang pernah dialami oleh
sistem, yang mana kasus merupakan pengetahuan dalam konteks tertentu yang mewakili
suatu pengalaman yang menjadi dasar pembelajaran untuk mencapai tujuan sistem (Pal dan
Shiu, 2004). Menurut Riesback dan Schank (1989), definisi CBR merupakan suatu teknik
pemecahan masalah, yang mengadopsi solusi masalah-masalah sebelumnya yang mirip
dengan masalah baru yang dihadapi untuk mendapatkan solusinya.
Kasus-kasus pada masa lalu disimpan dengan menyertakan fitur-fitur yang
menggambarkan karakteristik dari kasus tersebut beserta solusinya.
Beberapa definisi yang berkaitan dengan CBR, antara lain:
a. Suatu case-based reasoner memecahkan permasalahan baru, dengan mengadaptasikan
solusi yang digunakan untuk memecahkan masalah yang lama (Riesbeck dan Schank,
1989).
b. CBR adalah cara orang menggunakan kasus-kasus untuk memecahkan permasalahan
dan cara membuat mesin dapat menggunakannya (Kolodner, 1992).
c. CBR adalah suatu pendekatan terbaru untuk memecahkan masalah dan belajar (Aamodt
dan Plaza, 1994).
d. CBR adalah penalaran dengan mengingat (Leake, 1996).
CBR dapat direpresentasikan sebagai suatu siklus proses yang dibagi menjadi
empat sub proses (Aamodt dan Plaza, 1994), yaitu:
a. Retrieve yaitu mencari kasus-kasus sebelumnya yang paling mirip dengan kasus baru.
b. Reuse yaitu menggunakan kembali kasus-kasus yang paling mirip tersebut untuk
mendapatkan solusi untuk kasus yang baru.
c. Revise yaitu melakukan penyesuaian dari solusi-solusi kasus-kasus sebelumnya agar
dapat dijadikan solusi untuk kasus yang baru.
d. Retain yaitu memakai solusi baru sebagai bagian dari kasus baru, kemudian kasus
baru di-update ke dalam basis kasus
27
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
Gambar 1. Siklus CBR (Aamodt dan Plaza, 1994)
Pada Gambar 1 dijelaskan mengenai tahapan proses CBR yaitu kasus baru
dicocokkan dengan kasus-kasus yang ada di dalam basis data penyimpanan kasus dan
menemukan satu atau lebih kasus yang mirip (retrieve). Solusi yang dianjurkan melalui
pencocokan kasus kemudian digunakan kembali (reuse) untuk kasus yang serupa, solusi
yang ditawarkan mungkin dapat dirubah dan diadopsi (revise). Jika kasus baru tidak ada
yang cocok di dalam database penyimpanan kasus, maka CBR akan menyimpan kasus
baru tersebut (retain) di dalam basis data pengetahuan.
Teknik-teknik yang digunakan untuk mengimplementasikan sebuah sistem
CBR yaitu:
a. Case Representation
Suatu kasus dapat diselesaikan dengan memanggil kembali kasus sebelumnya
yang sesuai atau cocok dengan kasus baru. Kasus dapat direpresentasikan dalam
berbagai bentuk, seperti representasi preposisional, representasi frame, representasi
formlike dan kombinasi dari ketiganya (Pal dan Shiu, 2004). Kasus akan
direpresentasikan dalam bentuk frame seperti terlihat pada gambar 2, selanjutnya data
kasus akan disimpan ke dalam database secara terindeks untuk mempercepat proses
retrieval nantinya.
28
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
Gambar 2. Frame Basis Kasus
b. Case Retrieval
Retrieval merupakan inti dari CBR, yaitu proses menemukan dalam case-base,
kasus-kasus yang paling dekat dengan kasus saat ini. Pengambilan kasus yang efektif
harus menggunakan kriteria seleksi yang menentukan bagaimana basis kasus dicari.
Teknik retrieval yang paling sering diselidiki sejauh ini, adalah k-nearest neighbor, pohon
keputusan dan turunannya. Teknik ini menggunakan smimilarity metric untuk
menentukan ukuran kedekatan (similarity) antar kasus (Pal dan Shiu, 2004). Perhitungan
similarity menggunakan metode block city dengan rumus sebagai berikut:
………..………………..(1)
Jika tingkat kemiripan antara kasus lama dengan kasus baru cukup tinggi maka
kasus tersebut akan di-reuse dimana solusi kasus lama tersebut akan digunakan kembali
sebagai solusi kasus baru.
c. Case Adaptation
Adaptasi merupakan proses memindahkan solusi dari kasus yang berhasil diretrieve menjadi solusi pada kasus yang baru. Sejumlah pendekatan dapat digunakan
untuk adaptasi kasus antara lain (Vorobieva dkk, 2003):
1. Substitution. Ketika beberapa terapi alternatif yang sangat mirip, tetapi memiliki
tambahan efek yang berbeda, terapi yang memiliki efek yang tidak sesuai maka akan
diganti dengan terapi yang lebih cocok. Teknik ini hanya dapat diterapkan pada
terapi baru, bukan pada yang sudah ada yang merupakan bagian dari seluruh
rangkaian terapi diberikan kepada pasien, karena seluruh solusi mungkin tidak
seimbang.
2. Compensation. Terdapat strategi dalam praktek medis untuk mengkompensasi
suatu efek yang tidak diinginkan dari terapi dengan obat, meskipun obat ini secara
teoritis mungkin mengakibatkan efek yang tidak diinginkan.
3. Modification. Kadang-kadang efek yang tidak diinginkan dapat dihilangkan
dengan modifikasi. Termasuk dosis obat dan cara pemakaian. Selain itu, modifikasi
merupakan bagian pelengkap dari setiap adaptasi.
4. Elimination. Terkadang terapi dapat diberikan tanpa pergantian apapun, misalnya
29
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
ketika terapi menggandakan efek satu sama lain.
5. Monitoring adalah suatu bentuk khusus dari manajemen terapi. Penyakit kronis
membutuhkan pemantauan yang sistematis. Berdasarkan hasil uji laboratorium dan
perubahan pada kondisi pasien maka dosis harus diperbarui. Adaptasi dalam
bentuk monitoritng seringkali cukup dengan modifikasi dosis.
Adaptasi yang diterapkan pada solusi kasus baru adalah dengan mengambil solusi
pada kasus sebelumnya. Jika kasus baru dan kasus lama sangat mirip, maka tidak
dilakukan modifikasi. Akan tetapi jika dipandang perlu adanya modifikasi solusi pada
kasus baru, maka hal ini hanya dapat dilakukan oleh pakar (dokter spesialis). Modifikasi
dapat dilakukan dengan menghilangkan (elimination), mengganti (subtitution) atau
mengubah dosis dan aturan pakai obat pada solusi baru.
Penyakit Mata
Mata manusia merupakan organ panca indera yang sangat penting. Umumnya
apa yang kita pelajari disampaikan kepada kita melalui mata, dan hampir segala sesuatu
yang kita lakukan dituntun dengan apa yang kita lihat. Disinilah suatu alat yang ajaib,
suatu kamera yang hidup, yang dapat memusatkan dengan sendirinya sesuai dengan
banyaknya cahaya serta jarak benda yang sedang kita lihat.
Gambar 3. Anatomi Mata
a. Struktur dan Fungsi Mata
Mata memiliki struktur sebagai berikut:
1. Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih
dan relative kuat.
2. Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian
luar sclera
3. Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus
dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
4. Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris
5. Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung dibelakang kornea
dan di depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata
dengan cara merubah ukuran pupil.
6. Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung di antara humor aqueus dan
vitreus, berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
7. Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata;
berfungsi mengirimkan peran visual melalui syarat optikus ke otak
8. Syaraf Optikus : kumpulan jutaan serat syaraf yang membawa peran visual dari
retina ke otak
30
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
9. Humor aqueus : cairan jernih dan encer yangmengalir di antara lensa dan kornea (
mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan
kornea, dihasilkan oleh prosesus siliaris
10.Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
( mengisi segmen posterior mata).
b. Struktur Pelindung
Struktur disekitar mata melindungi dan memungkinkan mata bergerak secara
bebas kesegala arah, struktur tersebut melindungi mata terhadap debu, angin, bakteri,
virus, jamur dan bahan-bahan berbahaya lainnya, tetapi juga memungkinkan mata
tetap terbuka sehingga cahaya masih bisa masuk. Pelindung mata terdiri dari:
1. Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung bola mata, otot, syaraf,
pembuluh darah, lemak, dan struktur yang menghasilkan dan megalirkan air mata.
2. Kelopak mata merupakan lipatan kulit tipis yang melindungi mata dari benda
asing, angina, debu, dan cahaya yang sangat terang, ketika berkedip kelopak mata
membantu menyebarkan cairan ke seluruh permukaan mata dan ketika tertutup,
kelopak mata mempertahankan kelemahan permukaan mata. Tanpa kelembaban
tersebut, kornea bisa menjadi kering, terluka dan tidak tembus cahaya. Bagian
dalam kelopak mata adalah selaput tipis (konjungtiva) yang juga mengbungkus
permukaan mata.
3. Bulu mata merupakan rambut pendek yang tumbuh di ujung kelopak mata dan
berfungsi membantu melindungi mata dengan bertindak sebagai barier
(penghalang). Kelenjar kecil di ujung kelopak mata menghasilkan bahan
berminyak yang mencegah penguapan air mata.
4. Kelenjar lakrimalis terletak dipuncak tepi luar dari mata kiri dan kanan dan
menghasilkan air mata yang encer. Air mata mengalir dari mata ke dalam hidung
melalui 2 duktus lakrimalis, setiap duktus memiliki lubang di ujung kelopak mata
atas dan bawah di dekat hidung. Air mata berfungsi menjaga kelembaban dan
kesehatan mata, juga menjerat dan mmebuang partikel-partikel kecil yang masuk
ke mata, selain itu, air mata kaya antibodi yang membantumencegah terjadinya
infeksi.
Mata yang sehat merupakan impian bagi setiap manusia dari anak-anak sampai
dewasa. Kesehatan mata dapat terganggu dengan munculnya berbagai jenis penyakit
yang menyerang. Jika mata sakit maka aktifitas sehari-hari menjadi terganggu. Penyakitpenyakit mata yang biasanya diderita antara lain Blefaritis, Skleritis, Konjungtivitis
bakteri, Konjungtivitis viral, Konjungtivitis alergi, Ulkus kornea, Endoftalmisis, Uveitis
anterior, Glaukoma akut, Glaukoma kronik, Katarak dan Kalazion.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dasar dari CBR adalah pemecahan masalah menggunakan informasi yang tersimpan
pada kasus sebelumnya. Berdasarkan tahapan yang ada dalam suatu sistem CBR, diperlukan
tiga langkah utama dalam menentukan solusi, yaitu:
1. Membangun basis kasus, yang digunakan sebagai tempat penyimpanan. Pada langkah
ini, setiap kasus yang disimpan dibagi menjadi empat faktor, yaitu:
31
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
Tabel 1. Faktor Keputusan
No Faktor
1
Usia Pasien
2
Lama Mengidap
3
Gejala
4
Penyakit dan Solusi
Pembagian ini dilakukan untuk memudahkan penyimpanan data kasus kedalam basis
kasus dan pengambilan data yang sesuai dengan kasus baru. Setiap kasus yang
disimpan memiliki empat bagian yang digunakan penyimpanan data kasus. Tetapi dari
keempat factor, hanya tiga faktor yang digunakan dalam pencarian kemiripan kasus,
sedangkan faktor penyakit dan solusi tidak diikutsertakan. Usia Pasien (A1), adalah
data usia pasien yang menderita gangguan mata. Pada bagian ini dibagi menjadi
beberapa kategori, yaitu:
Tabel 2. Faktor Usia Pasien (A1)
Kode Rentang Usia (Tahun)
1
<10
2
10-17
3
18-25
4
26-50
5
>50
Lama mengidap (A2) adalah rentang waktu pasien menderita/mengidap gangguan
tersebut. Bagian ini terdiri dari beberapa kategori, yaitu:
Tabel 3. Faktor Lama Mengidap (A2)
Kode Rentang Waktu (Hari)
1
<3
2
3-5
3
6-8
4
9-14
5
>14
Gejala-gejala penyakit atau faktor A3, bagian ini berisi gejala-gejala yang menyebabkan
suatu penyakit pada mata. Dibawah ini adalah sebagian gejala yang menyebabkan
penyakit mata pada manusia:
Kode
G001
G002
G003
G004
G005
G006
G007
32
Tabel 4. Faktor Gejala (A3)
Gejala
Mata merah
Penglihatan menurun
Mata bengkak
Mata sakit
Mata panas
Mata gatal
Mata silau
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
G008
G009
G010
….
G059
Mata berair
Kelopak bengkak
Fotofobia
Sukar melihat dekat
Sedangkan penyakit serta sebagian data solusi penyakit tersebut disajikan dalam tabel 5
dan tabel 6 berikut:
Tabel 5. Faktor Penyakit
No
Nama Penyakit
1 Blefaritis
2 Skleritis
3 Konjungtivitis bakteri
4 Konjungtivitis viral
5 Konjungtivitis alergi
6 Ulkus kornea
7 Endoftalmisis
8 Uveitis anterior
9 Glaukoma Akut
10 Glaukoma kronik
11 Katarak
12 Kalazion
Kode
S001
S002
S003
S004
S005
S006
S007
S008
S009
S010
….
S046
Tabel 6. Faktor Solusi
Solusi
Kompres mata dengan air hangat
Gunakan obat tetes mata/salep antibiotic sesuai resep dokter
Penderita juga diberi tablet/suntikan untuk mengurangi iritasi
dan gatal pada mata
Bersihkan tangan sebelum mengoleskan salep agar tidak
menimbulkan iritasi lebih parah
Usahakan tidak menggunakan handuk/sapu tangan milik orang
lain
Jangan menyentuh/menggosok mata, terutama bila tangan
kotor
Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dokter
Diberi obat tetes mata yang mnegandung anti-biotik
Untuk mengurangi peradangan bisa diberikan tetes mata
corticosteroid
UK yang berat mungkin perlu diatasi dengan pembedahan
(pencangkokkan kornea)
Dapat diberikan subkonjungtiva dan peribular
Sebagian data kasus (case base) yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
disajikan dalam tabel 7 berikut:
33
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
34
Tabel 7. Basis Kasus (Case Base)
Lama
Gejala
Mengida
(A3)
p (A2)
1
G001,G003,G004,G00
6,G007,G009,G012,G
015,G016,G019,G020,
G021,G037,G058
2
G001,G002,G004,G01
0,G030,G031,G032,G
033,G038
3
G001,G015,G016,G02
3
No
Kode
Kasus
Usia
(A1)
Penyaki
t
1.
K001
3
2.
K002
3
3.
K003
2
4.
K004
4
3
G001,G009,G039,G04 P004
0,G046,G051,G052,G
054
5.
K005
5
3
G001,G003,G005,G00 P005
6,G007,G008,G011,G
012,G017,G041,G057
6.
K006
5
1
7.
K007
4
2
K008
4
4
8.
K009
5
5
9.
K010
4
5
10.
K011
5
5
G001,G002,G003,G00
4,G006,G007,G010,G
012,G013,G014,G018,
G045,G050,G055
G001,G002,G004,G00
9,G010,G014,G034,G
044
G001,G002,G004,G00
9,G010,G014,G026,G
047,G053
G001,G002,G003,G00
4,G010,G027,G060
G001,G002,G003,G00
4,G024,G027,G029,G
034,G049
G025,G056,G059,G02
8,G035
11.
K012
4
5
P001
P002
P003
P006
P007
Solusi
S013,S014,S
015,S015,S0
16,S019,S04
3,S044
S009,S041,S
045
S001,S002,S
003,S004,S0
05,S006,S00
7,S008,S022
S001,S002,S
003,S004,S0
05,S006,S00
7,S018,S028
,S039
S001,S002,S
003,S004,S0
05,S006,S00
7,S021,S032
S008,S009,S
010,S011,S0
12,S017,S01
8
S009,S040
P008
S002,S030,S
046
P009
S008,S009,S
029
S020,S029,S
033,S034
P010
P011
G022,G036,G042,G04 P012
8
S023,S024,S
025,S026,S0
27,S033,S03
4
S035,S036,S
037,S038
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
2. Menentukan fungsi kemiripan (similarity), langkah ini digunakan untuk mengenali
kesamaan atau kemiripan antara kasus-kasus yang tersimpan dalam basis kasus dengan
kasus yang baru. Perhitungan akan dilakukan menggunakan metode block city (rumus 1).
Dalam mencari kasus yang memiliki kemiripan dengan kasus baru, setiap kasus baru
akan disamakan dengan semua kasus yang ada pada basis kasus dengan faktor-faktor
bagian diatas, namun hanya tiga faktor yang digunakan untuk mengukur kemiripan,
yaitu usia pasien, lama mengidap, serta gejala-gejala. Sedangkan faktor bagian penyakit
dan solusi tidak diikutkan dalam pengukuran. Misalnya kasus baru berisi data usia
pasien 30 tahun, lama mengidap 4 hari, dan gejala yang dialami yaitu G001,G002,
G009,G010,G034, G035. Maka untuk kasus baru ini akan dihitung kemiripannya
dengan kasus–kasus yang ada dengan tiga faktor pengukur( A1, A2, dan A3) adalah
sebagai berikut:
atau 25%
Penjelasan:
 Sim A1, A2 dan A3 diberikan nilai 1 jika antara faktor A1 pada kasus lama dan
A1 pada kasus baru sama dan 0 jika tidak sama.
 A1 diisi kode 4 yaitu usia pasien antara 26-50 tahun dan p dihitung 1 masukan.
 A2 diisi kode 2 yaitu lama mengidap antara 3-5 hari dan p dihitung 1 masukan.
 A3 diisi dengan kode gejala G001, G002, G009, G010, G034, G035 maka p
dihitung sebanyak 6 masukan. Sehingga p total pada kasus baru diatas adalah 8.
Setelah dimasukan nilainya maka kasus baru tersebut akan dibandingkan dengan setiap
kasus yang ada pada contoh yaitu Tabel 7. Hasil perhitunganya untuk kemiripan
(similarity) setiap kasus yang tersimpan pada basis kasus dengan kasus baru adalah
sebagai berikut :
Tabel 8. Perhitungan Similaritas Kasus
Kode Faktor Faktor Faktor
No
Sim(A,B)
Kasus
A1
A2
A3
1.
K001
3
1
2
2/8=0.25
2.
K002
3
2
3
4/8=0.50
3.
K003
2
3
1
1/8=0.13
4.
K004
4
3
2
3/8=0.38
5.
K005
5
3
1
1/8=0.13
6.
K006
5
1
3
3/8=0.38
7.
K007
4
2
5
7/8=0.88
8.
K008
4
4
4
5/8=0.63
9.
K009
5
5
3
3/8=0.38
35
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
10.
11.
12.
K010
K011
K012
4
5
4
5
5
5
3
1
0
4/8=0.50
1/8=0.13
1/8=0.13
Dari hasil perhitungan pada tabel 8, didapatkan satu kasus lama yang memiliki tingkat
kemiripan paling tinggi dengan kasus yang baru dari pada kasus-kasus lainnya, yaitu
kasus K007 dengan nilai kemiripan sebesar 0.88 atau 88%.
3. Pengambilan data (reuse), pada langkah ini kasus-kasus yang telah tersimpan dalam
basis kasus diambil atau dipilih sebagai sebuah solusi, dimana data ditampilkan dengan
urutan tingkat nilai kemiripan (similarity) yang paling tinggi dengan range antara 0
sampai 1. Kriteria untuk pemilihan kasus adalah kasus yang memiliki kemiripan paling
tinggi dengan kasus baru yang akan disarankan sebagai solusi. Sehingga pada kasus
baru diatas, solusi kasus K007 akan direkomendasikan sebagai solusi dari kasus baru
tersebut.
KESIMPULAN
Pemanfaatan case based reasoning dalam diagnosa penyakit mata diharapkan dapat
membantu dalam mengambil keputusan terkait dengan penyakit mata pada manusia. Perlu
dipahami bahwa sistem CBR tidak menjamin solusi yang direkomendasikan adalah solusi
yang terbaik, karena karena CBR hanya memberikan solusi berdasarkan kasus-kasus yang
disimpan. Kelengkapan dan kekompleksan kasus yang tersimpan dalam basis kasus dapat
menjadikan CBR suatu sistem yang dapat menghasilkan solusi optimal dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Aamodt, A., dan Plaza, E., 1994, Case-Based Reasoning: Foundational Issues,
Methodological Variations, and System Approaches. AI Communications , Vol. 7, 3959.
Aribowo, A.S., 2010, Pengembangan Sistem Cerdas Menggunakan Penalaran Berbasis
Kasus (Case Based Reasoning) Untuk Diagnosa Penyakit Akibat Virus Eksantema,
Jurnal Telematika, Vol 7, No 1, Halaman 11-22, ISSN 1829-667X.
Kolodner, J.L., 1992, An Introduction to Case-Based Reasoning, Artificial Intelligence Review,
Vol.6, 3-34
Leake, D., 1996, Case-Based Reasoning: Experiences, Lessons and Future Directions,
AAAI Press, Menlo Park, CA.
Mancasari, U.A., 2012, Sistem Pakar Menggunakan Penalaran Berbasis Kasus untuk
Mendiagnosa Penyakit Syaraf pada Anak, Skripsi, S1 Ilmu Komputer UGM,
Yogyakarta.
Mulyana, S., dan Hartati, S., 2009, Tinjauan Singkat Perkembangan Case-Based Reasoning,
Seminar Nasional Informatika (SEMNASIF), ISBN 1979-2328,Halaman D17-D24 ,
Yogyakarta.
Pal, K. S., dan Shiu, K.C.S., 2004, Foundations of Soft Case-based Reasoning, A John Wiley &
Sons, Inc., Publication, New Jersey.
36
FAHMA – Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 10, No. 2, Mei 2012
Riesbeck, C., dan Schank, R., 1989, Inside case-based reasoning, Lawrence Erlbaum,
New Jersey.
Tejasari, R.H., 2008, Implementasi Expert System Untuk Mendiagnosis Penyakit Mata
Menggunakan Dhempster Shafer, Skripsi, S1 Teknik Informatika UAD, Yogyakarta.
Vorobieva, O., Gierl, L., dan Schmidt, R., 2003, Adaptation Methods in an Endocrine
Therapy Support System, Workshop Proceedings of the Fifth International Conference on
Case-Based Reasoning, Trondheim, Norway.
37
Download