LI 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi

advertisement
LI 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis Ileum dan Colon
Intestinum jejunum & Intestinum ileum
a. Intestinum jejunum : usus kosong; jejunus = kosong
b. Intestinum ileum : usus berkelok-kelok; ilien = memutar
c. Panjangnya sekitar 6 meter
d. Selain duodenum, 2/5 proximal usus intestinum tenue merupakan bagian jejunum, 3/5
distal sisanya merupakan ileum
e. Dalam intestinum ileum terdapat kumpulan noduli solitarii sehingga terbentuk
laminae disebut noduli agregat atau plaques peyeri, disini tidak ada villi dan letaknya
berhadapan dengan alat penggantung ileum.
f. Kadang-kadang satu meter dari akhir ileum terdapat suatu tonjolan sisa ductus
omphaloenterius disebut diverticulum ilie, yaitu saluran yang menghubungkan
umbilicus dengan ileum. Bila setelah lahir masih ada disebut fistula umbilicalis.
g. Diameter jejunum cenderung lebih besar daripada ileum
h. Mesentrium jejunum cenderung lebih tebal dari pada ileum
i. Arteriae : berasal dari A.mesentrica superior, cabang-cabangnya membentuk anyaman
yaitu arcade jejunalis dan ilei A.ileocolica menuju bagian bawah ileum
j. Vena : sama dengan arteri
k. Inervasi : simpatis dan parasimpatis berasal dari N. Vagus dari plexus mesentricus
superior.
Intestinum Crassum (Usus Besar)
Intestinum Crassum (crasum = tebal) , dibagi dalam colon dan intestinum rextum
Colon dapat dibagi dalam :
1. Colon ascendens, dimulai dari caecum. Pada ujujng caecum berbuara bagunan kecil
berupa pipa menyerupai cacing disebut appendix vermiformis
2. Colon transversum
3. Colon descendens
4. Colon sigmoideuim
Caecum
a. Seperti kantong dengan ujung buntu menonjol kebawah
b. Terletak pada region ileaca dextra
c. Dibagian bawah terdapat juncture ileocolica tempat bermuaranya ileum,panjangnya
sekitar 6cm
d. Pada sisi media bawah caecum terdapat appendix vermiformis,bentuk seperti cacing
dengan panjang 8-13 cm
e. Appendix punya penutp peritoneum yang lengkap pada bagian bawah usus halus
diesbut mesiappendix
f. Letak taenia pada colon transversum :
g. Perlekatan alat penggantung dibelakang disebut taenia mesocolica
h. Perletakatan omentum majus dimuka disebut taenia omentalis
i. Diding caudal tidak ada alat yang melekat disebut taenia libera
j. Pada caecum dilengkapi valvula ileocolica (valvula ileocaecalis) yang terdiri dari
labium superios dan labium inferior. Labium ini dibentuk oleng lipatan stratum
circular eke ventral dan dorsal membentuk frenulum
LI 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis Ileum dan Colon
Ileum
a. Panjang 4 – 4,5 m
b. Villi intestinalis kurus-kurus
c. Sel Goblet amat banyak
d. Plica semicircularis pendek
e. Seperti jejunum juga digantung kan pada mesenterium
Colon
a. Usus besar tidak mempunyai plika dan vili
b. Epitel permukaan tampak lebih rata daripada yanga ada di usus kecil
c. Sel goblet jumlahnya lebih banyak.
d. Batas ileosekal
e. Terjadi perubahan mendadak pada mukosa, yaitu membentuk lipatn anterior dan posterior
menjadi dua daun katup.
f. Terdiri dari mukosa dan submukosa yang diperkuat oleh massa otot polos melingkar
Apendiks
a. Panjangnya 25 cm
b. Dalam potongan melintang, lumennya sempit dan biasanya dengan batas yang tidak
teratur.
c. Vili tidak ada dan kelenjar intestinal jumlahnya sedikit dan panjang tidak teratur
d. Epitel permukaan tersusun dari sel silindris dengan “striated border” dan sel gobletnya
sedikit, di dalam kriptus terdapat sedikit sel paneth, dan banyak sel enteroendokrin.
e. Apendiks seringkali sebagai tempat peradangan akut dan kronis, sehingga sukar
mendapatkan apendiks yang normal. Biasanya terdapat eosinofil dan neutrofil dalam
lamina propria dan submukosa.
f. Dalam jumlah banyak eosinofil dan neutrofil berturut-turut menunjukkan adanya infeksi
menahun dan infeksi akut
LO 2 Memahami dan Menjelaskan Ileus
LI 2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Ileus
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau
total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan
perkembangannya lambat. Sebagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.
Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
LI 2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Ileus
1. Perlengketan
Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pasda
jaringan parut setelah pembedahan abdomen
2. Intusepsi
Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat
penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan
peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anakanak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang
bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan
sampai sejauh rectum dan anus.
3. Volvulus
Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat
distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada
mesentriumnya. Tindakan bedah, infeksi dan bahkan endometriosis sering menyebabkan
peradangan peritoneum loka atau generalisata (peritonitis). Pada penyembuhan dapat
terjadi perlekatan antara segmen usus atau dinding abdomen dan tempat operasi.
4. Hernia
Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen atau
defek di dinding rongga peritoneum yang memungkinkan terbentukkan tonjolan
peritoneum mirip kantong yang dilapisi serosa.
5. Tumor
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus.
6. Inkarserasi (terperangkap)
Massa visera yang meningkat di dalam hernia sehingga massa tersebut terperangkap
akibat adanya stasis dan edema secara permanen.
7. Strangulasi
Gangguan lebih lanjut dimana pasokan darah dan drainase menyebabkan infark segmen
yang terperangkap
Faktor Predisposisi
Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang disebabakan disfungsi umum kelenjar
eksokrin pancreas. Keadaan ini menyebabakan berkurangnya enzim pancreas yang mengalir
ke lumen usus halus sehingga issi usus halus menjadi kental dan menyumbat lumen usus.
Gambaran radiologist yang ditemukan ialah pelebaran usus dan tampak bayangan udra yang
granular diantara mekonium yang kental tersebut.
LI 2.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Ileus
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang
melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu
empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik
usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis,
distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson.
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar,yaitu :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh
darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh
darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang
ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis, ileus obstruktif dibagi dua :
1. Ileus obstruktif usus halus, termasuk duodenum
2. Ileus obstruktif usus besar
LI 2.4 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Ileus
Obstruksi usus
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan,
sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70%
dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran
air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang
cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus.
Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Perubahan patologi yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.
Intususepient biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum
ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususipient, dan juga
karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesentrium.
Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapat terjadi sedemikian besarnya
sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir
dan darah ke dalam lumen usus. Ulserasi pada usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi
tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami
prolaps. Pembengkakan dari intususeptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak
jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada
intususepsi.
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partial maupun
total dan strangulasi. Hiperperisaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan
usus tersbut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima ini kemudian
berkonstraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal
sehingga terjadi invaginasi.
Patofisiologi
Berak berdarah lendir
Bagian atas usus, intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya,
intususipiens sambil menarik mesentrium bersamanya ke dalam ansa usus pembungkusnya.
Pada mulanya terdapat suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran darah balik.
Penyumbatan intususeptium terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang menghasilkan
tinja berdarah, kadang-kadang mengandung lendir.
Muntah cairan hijau
Muntahan berasal dari duodenum, terjadi karena empedu yang dikeluarkan oleh hati
terhambat dibagian usus yang terjadi obstruksi sehingga akan terjadi aliran balik empedu ke
lambung yang kemudian akan dimuntahkan.
Intususepsi
Obstruksi usus
Penumpukan cairan dan gas di proksimal obstruksi usus
Distensi usus
Merangsang pusat muntah
Antiperistaltik ileum ke lambung
↑ tekanan intragastrik
Muntah cairan hijau (cairan hijau berasal dari kantong
empedu)
LI 2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Ileus
1. Obstruksi Sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan
pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi,
maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai
kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang
jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan
menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.
Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat
kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen
dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di
daerah distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan
timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.
2. Obstruksi Disertai Proses Strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat.
Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai
tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan
tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis
usus.
3. Obstruksi Mekanis Di Kolon
Timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium.
Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis.
Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah
gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus
besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah
refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan
pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang
paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya
paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan
distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan
terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa
menunjukkan adanya strangulasi.
Terdapat 4 tanda utama gejala ileus obstruktif,yaitu :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,
pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang
dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa.
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik.
Nyeri abdomen sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan
obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5
menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus
besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di
dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan
nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga
gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda
dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen
menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata
harus dicurigai.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan
apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang
kebanyakan cairan empedu.. Setelah muntah mereda, maka muntah tergantung atas tingkat
ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan
dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi,
sehingga tak terlihat distensi.
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat dilihat.
Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada
keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas
tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar). Kegagalan mengerluarkan
gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif.
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah
yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah
kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan
hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder.
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.
Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai
pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopeni.
LI 2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Ileus
Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya,
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia.
Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus
obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus
halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
Pemeriksaan Fisik
Fisik umum
Dari pemeriksaan fisik umum didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala
dehidrasi yang berat. Demam menunjukkan adanya obstruksi strangulate.
Spesifik
1. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi
2. Pireksia
3. Obstruksi mekanis ditandai dengan darm steifung dan darm counter.
4. Dance’s Sign dan Sausage Like Sign
Dance’s Sign dan Sausage Like Sign dijumpai pada ± 60% kasus, tanda ini
patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang
tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum
akan teraba kosong dan tanda ini disebut Dance’s Sign. Massa seperti sosis teraba di
daerah subcostal yang terjadi spontan. Sensasi kekosongan terjadi pada kuadran kanan
bawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden.
5. Nyeri tekan (+)
6. Peristaltic meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus
berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang.
7. Adanya feces bercampur darah dan lendir makroskopis pada pemeriksaan rectal
toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intusepsi. Feces bercampur darah dan
lendir pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik.
8. Pemeriksaan rectal toucher teraba seperti portio uteri (pseudoportio) akibat
invaginasi usus yang lama.
9. Tenda-tanda peritonitis dijumpai bila terjadi perforasi.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik
usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup “defance musculair‟ involunter atau rebound dan pembengkakan
atau massa yang abnormal.
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam
bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam
perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga
juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga
ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan
pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di
dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik
atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus
obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus. Apabila isi rektum menyemprot;
penyakit Hirdchprung.
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat.
Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema
diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.
5. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi,
tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan
amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya
jenis strangulasi.
6.
Pemeriksaan colok dubur
Diagnosis Banding
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi
distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan
dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala
dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut
juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.
LI 2.7 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Ileus
1. Peritonitis septikemia
2. Syok hipovolemia
3. Perforasi usus
4. ganguan elektrolit
5. pnemonia aspirasi dari proses muntah
6. sepsis
7. nekrosis usus
8. perfusi usus
LI 2.8 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Ileus
Obstruksi yang tak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian sekitar
5%. Kebanyakan yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi yang
disertai dengan strangulasi mempunyai angka kematian 8%. Kalau operasi dilakukan dalam
jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala yang bersangkutan.
LO 3 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Colok dubur
Pemeriksaan colok dubur
a. Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
b. Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
c. Feses yang mengeras : skibala
d. Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
e. Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
f. Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
LO 4 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Radiologi
LI 4.1 Memahami dan Menjelaskan Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya gelung
usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak sangat
menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus obstruktif usus besar dengan
katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya
gambaran penting.
LI 4.2 Memahami dan Menjelaskan BNO 3 Posisi
Foto abdomen dengan 3 posisi.
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada
foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84%
pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level”
terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler
dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan
adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
peritonitis akibat adanya perforasi.
Foto setelah pemberian barium enema memperlihatkan gangguan pengisian atau
pembentukan cekungan pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh
intususepsi tersebut. Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi
tampak seperti anak tangga). Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tampilan
coiled spring pada usus.
LO 5 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Ileus
LI 5.1 Memahami dan Menjelaskan Persiapan Operatif
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi
untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan
penyebab ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh
dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan Dekompresi
pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk dua alasan yaitu :
1. Untuk dekompres lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus.
2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan,sehingga
mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intralumen
dan kemungkinan ancaman vaskular.
Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok :
1. Pendek, hanya untuk lambung.
2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan
keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi.
Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi
strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu mudah
membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika harus
diberikan pada semua pasien ileus obstruksi. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai
rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering
dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT,
infus, oksigen dan kateter)
Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori mencakup
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi.
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus
mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat
bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
Tindakan Operatif Tergantung dari etiologi masing-masing :
1. Adhesi Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus
pulih kembali.
2. Hernia inkarserata Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari
jepitan.
3. Neoplasma Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus
dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi
radikal.
4. Askariasis Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak
berhasil dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing,
tapi apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian
usus yang bersangkutan.
5. Carsinoma Colon Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik
regionalnya. Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan
Colostomi atau Sekostomi.
6. Divertikel Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakan secara
elektif setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan
colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon
sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah
peradangan lebih lanjut pada tempat abses.
7. Volvulus Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan
volvulus yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer,
yang juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Jika sekum dapat hidup
dan tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa
dicapai.
8. Intusussepsi Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan
reduksi barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.
Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi berupa
eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah.
Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari
intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak dapat
direduksi atau usus tersebut ganggren.
LI 5.2 Memahami dan Menjelaskan Terapi Ileus
Dasar pengobatan obstruksi usus:
a. Keseimbangan elektrolit dan cairan
b. Menghilangkan peregangan dan muntah dengan melakukan intubasi dn dekompresi
c. Memperbaiki peritonitis dan syok ( bila ada)
d. Menghilangkan obstruksi untuk memulihkan kontinuitas dan fungsi usus kembali
normal.
Penatalaksanaan Ileus Obstruksi:
Konservatif
1. Penderita dirawat di rumah sakit.
2. Penderita dipuasakan
a. Untuk mengurangi distensi
b. Mengurangi resiko aspirasi
c. Untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah
d. Persiapan operasi bila diperlukan
3. Kontrol status airway, breathing and circulation.
4. Pasang nasogastric tube.
a. Tujuannya untuk dekompresi jadi ukuranya harus cukup besar: untuk bayi baru lahir
no 8 atau 10
b. Bila untuk diagnosa atresia esofagus nomor lebih kecil
5. Pasang IVFD, Intravenous fluids and electrolyte
Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda-tanda vital, dehidrasi dan
syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon
terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda-tanda vital dan jumlah urin yang
keluar.
a. Kadang sulit untuk menentukan derajat dehidrasi
b. Ringer dextrose / NaCl 0,9%/ RL = 20cc/kg BB
c. Monitor tanda-tanda telah tercapai rehidrasi
6. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
7. Mencegah hipotermia
Hipotermi  memperberat keadaan umum pasien  bradikardi
Cara :
a. Mengatur suhu ruangan :Mematikan AC, kipas angin , dll
b. Menjaga suhu tubuh penderita : Selimut, bungkus plastik, Inkubator
c. Jangan membasahi badan dg air/ nacl 0,9% walaupun dg yang hangat
Farmakologis
a. Antibiotik broadspectrum untuk gram +, gram -, dan anaerob
b. Analgesik apabila nyeri.
c. Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
Operatif
1. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis
sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
2. Lisis pita untuk band
3. Herniorepair untuk hernia inkarserata
4. Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
5. Reseksi usus dengan anastomosis
6. Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
7. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi.
Pasca operasi
a. Hindari dehidrasi
b. Pertahankan stabilitas elektrolit
c. Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
d. Pemberian analgetik yang tidak mempunyai efek mengganggu motilitas usus
Medikamentosa
Obat pertama :
1. Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas usus
2. Antibiotik
Obat Antiemetik
1. Antagonis Reseptor H1
2. Antagonis Reseptor Muskarinik
3. Antagonis Reseptor Dopamin
4. Antagonis Reseptor Serotonin
5. Cannabinoid
6. Steroid
Antagonis Reseptor H1
a. Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
b. Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada ctz
c. Efektif untuk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn rangsangan pada lambung
d. Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
e. Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
f. Kontra indikasi : wanita hamil trimester i (kec. Promethazine)
Antagonis reseptor muskarinik
a. hyoscine
b. untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
c. tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada ctz
d. puncak antiemetik : 1-2 jam
e. es : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
Antagonis reseptor dopamin
a. metoklopramid
b. domperidone
c.
phenothiazine
Metoklopramid
a. bekerja di ctz
b. p.o., t1/2 4 jam, ekskresi via urine
c. es : krn blokade reseptor dopamin di ssp →gangguan pergerakan pada anak2 dan
dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah
d. stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
e. efek pada motilitas usus → diare
Domperidone
a. antagonis reseptor d2
b. antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
c. es : diare
Phenothiazine
a. neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt sebagai
antiemetik
b. triethylperazine → hny sbg antiemetik
c. dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada ctz
d. tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
e. cara kerja → antagonis reseptor d2 di ctz, menghambat reseptor histamin dan
muskarinik
f. pemberian p.o., rektal, atau parenteral
Antagonis serotonin
a. serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh cns atau lambung a transmitter emesis
b. antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
c. sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
d. pemberian p.o, injeksi iv pelan, infus
e. t1/2 5 jam
f. es : sakit kepala, gangguan git
Cannabinoid
a. nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan muntah krn rangsangan pada
ctz
b. pemberian : p.o, absorpsi baik
c. t1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
d. es : jarang, a. L. Drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood, hipotensi
postural, halusinasi, dan reaksi psikotik
Steroid
a. dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
b. glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
c. mekanisme kerja → blm diketahui
d. sinergisme dg ondansetron
Motilitas git
Pencahar
a. bulk laxative → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
b. osmotic laxative → meningkatkan jumlah air
c. faecal softener →mengubah konsistensi faeces
d. stimulant purgative →meningkatkan motilitas dan sekresi
Bulk laxative
a. metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
b. polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
c. mekanisme kerja a menahan air di lumen usus merangsang peristaltis a beberapa hari
d. es : ringan
Osmotic laxative
a. pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya jelek → meningkatkan volume
cairan di lumen bowel→ mempercepat transfer makanan ke usus halus →massa yg
sangat besar masuk kolon → distensi →ekspulsi faeces
b. pencahar salin → garam mgso4 dan mg(oh)2
c. laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan galaktosa → bakteri di kolon →
fermentasi → asam laktat dan asam asetat → osmotik laksatif
d. efek baru timbul 1 – 2 hari
Faecal softener
a. docusate sodium
b. menghasilkan feses yg lebih lumak
c. efek stimulan laksatif lemah
Stimulant purgative
a. bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
b. meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus
c. es : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
d. bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-30 menit
e. sodium picosulfat → p.o.
f. preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8 jam
Obat yg meningkatkan motilitas git
Domperidone
a. antagonis reseptor d2 a antiemetik
b. memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek relaksannya a menurunkan tekanan
sfingter esofagus bawah a meningkatkan motilitas git
c. tidak menstimulasi sekresi asam lambung
d. digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan refluks esofagitis kronis
e. es : hiperprolaktinemia
Metoklopramid
a. efek sentral → antiemetik
b. efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi asam
lambung
c. efeknya kecil pada motilitas usus bag. Bawah
d. digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung
e. tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik
Cisapride
a. menstimulasi release ach pada pleksus myenterik di git bag. Atas
b. digunakan utk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung
c. tidak mempunyai efek antiemetik
d. es : diare, kram abdomen, takikardi (jarang)
Daftar Pustaka
Guyton & Hall, (1996), Textbook of medical physiology. 9th Ed. Pennsylvania. W.B.
Saunders Company.
Sherwood. L, (2004), Human Physiology: From Cells to System. 5th ed. Singapore. West.
International Thomson Publishing
Junquiera L.C., Carneiro J, (2007), Histologi Dasar, Text dan Atlas, edisi 10, Penerbit buku
kedokteran EGC
Siti Boedina Kresno,(2005), Imunologi, Diagnosis dan Prosedur Laboratorim ed FKUI
Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi vol.2 . Ed. 7. Jakarta : EGC. 648-649
Price, SA ., Wilson, LM . 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 1.
Ed. 6. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat r, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,2003.
Snell, R S. (1997), Clinical Anatomi for Medical Student, 3th edition Indonesia, EGC,
Jakarta.
Ganiswara, SG, Setiabudy, R, Suyatna, FD, dkk, (2006), Farmakologi Dan Terapi, Edisi 5,
Gaya Baru, Jakarta.
http://ilmubedah.info/ileus-obstruksi-definisi-etiologi-gambaran-klinik-diagnosisterapi-prognosis
http://www.suara-islam.com/index.php
Download