Pencegahan Penularan HIV Pada Perempuan

advertisement
Jurnal Lemlit UHAMKA
PENCEGAHAN PENULARAN HIV PADA PEREMPUAN
USIA REPRODUKSI & PENCEGAHAN KEHAMILAN
YANG TIDAK DIRENCANAKAN PADA PEREMPUAN
DENGAN HIV
Oleh:
Retno Mardhiati,1 Nanny Harmani,1 Tellys Corliana2
Email : [email protected]
ABSTRACT
Background: Transmission of HIV from mother to child can be prevented with the
implementation of the PMTCT program. The implementation of the PMTCT program
has been carried out in several Regional Hospital in Indonesia, one of them was in East
Java Provinces. The purpose of this study was to describe the implementation of the
PMTCT program (prongs 1-2) in East Java as the earliest prevention of HIV
transmission from mother to child.
Methods: This was a descriptive study which had 216 people living with HIV (PLHIV)
as sample. Data was collected through interviews with PLHIV. The instrument used was
a questionnaire with structured questions. Data were analyzed using univariate analysis.
Results: Implementation of the prongs 1 succeeded in directing the use of condoms as a
prevention of transmission of HIV and Sexual Transmitted Infection (STIs) in women at
risk and do not use needles. The successful implementation in prong 2 were in advising
the use of sponges and diaphragms, provide information to come to the partner outreach
activities, advice on contraceptive sterilization, and counseling on safe sex.
Recommendation: There should be a strengthening program to increase the quality of
prongs 1 and 2 in the PMTCT program by the health worker as a referral on PMTCT.
Then, there should provide Information and Communication Education on health
workers who are in the PMTCT program periodically and sustainable.
Key word : PMTCT, PLHIV, HIV, AIDS
PENDAHULUAN
M
enghentikan dan pencegahan
penyebaran
HIV/AIDS
merupakan salah satu Sasaran
Pembangunan Milenium pada tahun
2015 dan sasaran MDGS. HIV/AIDS
mengancam sumber daya Bangsa
Indonesia, berkurangnya daya saing
bangsa dalam pembangunan global
akibat berkurangnya kemampuan SDM
untuk bekerja/ produktif.
HIV
(Human
Immunodefficiency
Virus)
bisa
ditularkan melalui berbagai cara, antara
lain melalui ibu HIV positif kepada bayi
yang
dikandungnya.
Strategi
Penanggulangan AIDS Nasional sampai
tahun
2014
menegaskan
bahwa
pencegahan penularan HIV dari ibu ke
bayi merupakan sebuah program
71
Jurnal Lemlit UHAMKA
prioritas.Hal ini karena Odha perempuan
24,6 % dari jumlah semua Odha,
91,77% berada diusia produktif yang
mempunyai pasangan seksual, hal ini
memungkinkan terjadi kehamilan sangat
tinggi (Kemenkes RI, 2011). Cara
penularan seperti ini dikenal dengan
istilah
Mother
to
Child
HIV
Transmission. Selama tahun 2005,
diperkirakan sebanyak 700.000 anakanak hidup dengan HIV/AIDS (sekitar
1.918 kasus per-hari) yang mana
diperkirakan 90 % diantara mereka
terinfeksi HIV melalui jalur penularan
dari ibu ke bayi. Rata-rata 30%
terinfeksi, dengan 5% dalam kandungan,
15% waktu lahir dan 10% dari ASI Di
negara maju, risiko penularannya bisa
sampai 25 % - 45% karena terbatasnya
akses dan informasi akan pencegahan.
Sebanyak 700.000 anak-anak hidup
dengan HIV/AIDS dimana sekitar 90 %
di antara anak-anak yang terinfeksi ini
mendapatkannya melalui jalur penularan
dari ibu ke bayi bisa terjadi pada saat
dalam kandungan, saat persalinan dan
pada saat pemberian ASI. Menurut
laporan dari Direktorat
Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Departemen
kesehatan (Kemenkes RI, 2011),
perempuan penderita AIDS berpotensi
menularkan penyakitnya pada anaknya
jika saat dia hamil, melahirkan dan
menyusui. Jumlah kumulatif anak-anak
yang menderita AIDS yang ditularkan
melalui ibunya sebanyak 519 anak. Data
menunjukkan bahwa jika pada tahun
1996 dan 2002 diketahui masing-masing
terdapat 1 bayi yang dilharikan dari ibu
HIV positif, maka pada tahun 2003
terdapat 17 kasus baru. Jumlah tersebut
terus meningkat menjadi 44 kasus baru
bayi/anak yang dilahirkan dari ibu HIV
positif pada tahun 2004 dan 74 kasus
baru pada tahun 2005. Dari total jumlah
tersebut, sebanyak 88 bayi/anak
diketahui hasil test darahnya HIV positif
Kemenkes RI, 2011. Namun angka
tersebut
dapat
dikurangi
secara
bermakna, dengan pemberian obat
antiretroviral
pada
ibu
sebelum
melahirkan dan pada bayi dalam minggu
pertama kehidupannya, dan dengan
menghindari penyusuan oleh ibu.
Dengan cara ini, dan walau bayi
dilahirkan secara alam (tidak dipakai
bedah sesar), kemungkinan anak akan
terinfeksi HIV dapat ditekan di bawah 8
persen. Tindakan pencegahan ini disebut
sebagai profilaksis. Saat ini ada
intervensi yang dapat mengurangi
jumlah anak yang tertular – intervensi
yang disebut sebagai pencegahan
penularan HIV dari ibu-ke-bayi. atau
sering ada yang memakai singkatan
PMTCT (prevention of mother-to-child
transmission).
PMTCT
sangat
penting
dilaksanakan dan dimanfaatkan oleh
Odha perempuan yang memiliki
pasangan dan hendak memiliki anak,
karena lebih dari 90% kasus bayi yang
terinfeksi HIV, ditularkan melalui
proses dari ibu ke bayi. Bayi HIV positif
akan mengalami gangguan tumbuh
kembang. Anak dengan HIV/AIDS lebih
sering mengalami penyakit infeksi
bakteri ataupun virus. Perlakuan
diskriminatif akan dihadapi anak-anak
yang hidup dengan HIV/AIDS. Stigma
negatif
terhadap
HIV/AIDS
menyebabkan
anak-anak
dengan
HIV/AIDS seringkali didiskriminasi
masyarakat di lingkungan tempat
tinggalnya, di sekolah. Risiko lahirnya
anak yang HIV akan memberikan
dampak
yang negative terhadap
perkembangan fisik dan mental anak
tersebut, data menunjukkan risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar
antara 25-45 persen. Untuk itu
pencegahan penularan HIV dari ibu ke
anak merupakan hal yang mutlak harus
dilakukan oleh Odha perempuan yang
berniat untuk memiliki anak.
Di negara-negara maju, risiko
penularan HIV dari ibu ke bayi telah
72
Jurnal Lemlit UHAMKA
turun menjadi hanya sekitar 1-2 persen
sehubungan dengan majunya tindakan
intervensi bagi ibu hamil HIV positif,
yaitu layanan konseling dan tes HIV
sukarela, pemberian obat antiretroviral,
persalinan
seksio
sesarea,
dan
pemberian susu formula untuk bayi. Di
Amerika Serikat, antara tahun 1997
hingga 1999, kasus HIV/AIDS melalui
jalur penularan dari ibu ke bayi turun
sebanyak 66 persen. Di negara-negara
berkembang
dimana
intervensi
pencegahan penularan HIV dari ibu ke
bayi umumnya belum berjalan dan
tersedia dengan baik, antara 25-45
persen ibu hamil HIV positif
menularkan HIV ke bayinya selama
masa kehamilan, ketika persalinan,
ataupun setelah kelahiran melalui
pemberian air susu ibu.
Odha perempuan sebagai ibu
rumah tangga paling banyak tidak
menggunakan ARV padahal mereka
berada pada usia
produktif dalam
reproduksi.
Berarti
hal
ini,
menggambarkan
adanya
risiko
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak
jika Odha perempuan yang sudah
menikah atau ibu rumah tangga tidak
mengkonsumsi obat ARV (obat utuk
penderita
HIV/AIDS).
Program
Pencegahan penularan HIV/AIDS dari
ibu ke anak atau disebut dengan PMTCT
sudah dilaksanakan di beberapa rumah
sakit rujukan namun pemanfaatan
program PMTCT belum optimal bahkan
masih sangat rendah.
Kemenkes
RI
(2008)
menyatakan adanya kecenderungan
Infeksi HIV pada Perempuan dan Anak
Meningkat oleh karenanya diperlukan
berbagai upaya untuk mencegah infeksi
HIV pada perempuan, serta mencegah
penularan HIV dari ibu hamil ke bayi
yaitu PMTCT (Prevention of Mother to
Child HIV Transmission)
Odha perempuan yang hamil dan
pernah melahirkan, paling banyak
menyatakan tidak pernah menggunakan
layanan PMTCT (77,4%). Padahal Odha
yang menggunakan PMTCT paling
banyak yang menyatakan mudah
(68,9%) dan sangat mudah (19%) untuk
mendapatkan
mengakses
layanan
PMTCT. Namun penelitian tersebut
tidak menggali penyebab rendahnya
pemanfaatan PMTCT (Mardhiati &
Handayani, 2011).
Hal ini menunjukkan bahwa
pemanfaatan PMTCT belum optimal
walaupun Odha perempuan memiliki
kemudahan mengakses layanan PMTCT
tersebut. Pemanfaatan PMTCT yang
rendah dapat memberikan akibat
pencapaian target penurunan angka bayi
yang tertular tidak tercapai.
Pemanfaatan
pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor yang berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan dibagi
3 oleh Anderson (Sarwono, 2004) yaitu
faktor predisposisi (predisposing factor),
faktor pemungkin (enabling factor) dan
faktor kebutuhan (need factor).
PMTCT memiliki 4 Prong
kegiatan komprehensif yaitu mencegah
terjadinya
penularan
HIV
pada
perempuan usia reproduksi, mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan pada
ibu dengan HIV, mencegah terjadinya
penularan HIV dari ibu hamil dengan
HIV ke bayi yang dikandungnya, dan
memberikan dukungan psikologis, social
dan perawatan kepada ibu dengan HIV
beserta bayi dan keluarganya.
Prong
pertama
merupakan
kegiatan pencegahan primer kepada
pasangan usia subur sebelum terjadinya
infeksi. Penyebaran informasi secara
luas tentang tidak melakukan seks
bebas, bersikap saling setia, cegah
dengan
kondom,
dan
tidak
menggunakan napza. Lain itu juga
dilakukan penyuluhan berkelompok dan
konseling.
Prong kedua merupakan kegiatan
mencegah kehamilan yang tidak
direncanakan pada ibu dengan HIV. Hal
ini dilakukan karena adanya risiko
penularan HIV dari ibu ke anak, maka
73
Jurnal Lemlit UHAMKA
pada dasarnya Odha perempuan tidak
dianjurkan untuk hamil. Pencegahan
kehamilan dengan menggunakan alat
kontrasepsi, diutamakan dengan kondom
karena
bersifat
dua
protection
(mencegahan penularan dan mencegah
kehamilan).
Pelaksanaan
PMTCT
ini
dilakukan di setiap rumah sakit rujukan
untuk penderita HIV/AIDS. Kegiatan
konseling
dalam
PMTCT
yaitu
konseling sebelum dan sesudah tes HIV,
konseling ARV, konseling kehamilan
dan persalinan, konseling pemberian
makanan bayi, konseling psikologis dan
sosial. Kegiatan pemberian ARV
diberikan kepada semua perempuan HIV
positif yang hamil, tanpa harus
memeriksakan kadar CD4-nya dahulu.
Persalinan yang aman juga merupakan
kebijakan dalam PMTCT. Ibu, pasangan
dan
keluarga
perlu
dikonseling
sehubungan dengan keputusan cara
persalinan (seksio sesarea/ pervaginam).
Disamping
itu
penatalaksanaan
persalinan harus memperhatikan kondisi
fisik ibu berdasarkan penilaian oleh
tenaga kesehatan, serta pertolongan
persalinan
harus
mengikuti
kewaspadaan standar. Persalinan aman
dengan seksio sesarea berencana yang
akan menghindari kontak bayi dengan
darah dan lendir genitalia ibu dalam
waktu lama. Kebijakan pemberian
makanan bayi dengan pemberian
konseling pada ibu, pasangan dan
keluarga sehubungan dengan keputusan
pemberian
makanan
bayi.
Bayi
dianjurkan diberi ASI eksklusif 6 bulan
atau diberikan susu formula bila
memenuhi syarat AFASS. AFASS
adalah syarat pemberian susu formula
dari WHO (dapat diterima, mudah
dilakukan,
harga
terjangkau,
berkesinambungan, dan aman. Tidak
dianjurkan pemberian ASI campur
dengan susu formula.
Propinsi Jawa Timur memiliki
38 Kabupaten/kota. Termasuk propinsi
yang memiliki jumlah kasus HIV
tertinggi no 3. Jawa Timur . Jumlah
kasus HIV seluruh Jawa timur sampai
tahun 2010 pada 38 kabupaten/kota
adalah 12.406 Odha. Propinsi Jawa
Timur termasuk pemanfaatan Program
PMTCT yang rendah (Spiritia, 2010).
Faktor yang berhubungan dengan
pemanfaatan PMTCT dan bagaimana
pelaksanaan PMTCT di Propinsi Jawa
Timur belum pernah diteliti, hal ini yang
melatarbelakangi penelitian ini.
METODE
Penelitian tahap pertama ini
merupakan penelitian bersifat survei.
Desain yang digunakan adalah desain
Cross Sectional, dimana penelitian
dengan
desain
Cross
Sectional
merupakan penelitian peralihan antara
penelitian
deskriptif
murni
dan
penelitian analitik (Budiarto, 2004).
Populasi
penelitian
tahap
pertama ini adalah seluruh Odha
perempuan yang sudah sudah menikah
di Propinsi Jawa Timur. Sedangkan
Sampel
adalah
sebagian
Odha
perempuan yang sudah menikah di Jawa
Timur. Kriteria inklusi adalah ciri-ciri
yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota
populasi yang dapat diambil sebagai
sampel. Kriteria insklusi pada penelitian
ini yaitu : Odha perempuan yang sudah
menikah, Odha perempuan yang sudah
mengetahui status HIV selama 1 tahun,
bersedia menjadi responden penelitian,
dan dapat berbicara bahasa Indonesia.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini
yaitu Odha perempuan yang belum
menikah, Odha perempuan yang
mengetahui status kurang dari 1 tahun,
tidak bersedia diwawancara, dan tidak
dapat berbahasa Indonesia. Besar
sampel dihitung berdasarkan rumus
sampel variabel dependen kategori pada
satu populasi.
74
Jurnal Lemlit UHAMKA
Teknik pengambilan sampel
dengan cara Cluster, jumlah yang
diambil 216 Odha perempuan. Tahap
pertama dalam teknik sampling Culster
adalah pemilihan kabupaten/kota di
Jawa Timur, tahap kedua pemilihan
Klinik VCT yang ada di Kabupaten/kota
terpilih. Pada Klinik VCT yang terpilih
dibuat
daftar
nama-nama
Odha
perempuan. Pemilihan Odha dilakukan
secara random dari daftar nama-nama
tersebut.
Penelitian
kuantitatif
menggunakan instrument berbentuk
kuesioner yang akan diisi oleh Odha.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner dengan
pertanyaan tertutup dan pertanyaan
terbuka. Cara pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara dengan
responden. Pertimbang etik merupakan
hal yang sangat penting untuk dilakukan
pada penelitian dengan objek penelitian
manusia. Langkah awal pemenuhan
pertimbangan etik adalah pembuatan
lembar persetujuan menjadi responden.
Setelah responden diberi penjelasan
tentang maksud dan tujuan penelitian,
kemudian lembar ini akan ditanda
tangani secara sukarela tanpa paksaan
ketika
responden
bersedia
diwawancarai. Sebelum pengumpulan
data dilakukan uji coba instrumen,
tujuan uji coba ini untuk mengetahui
tingkat kesulitan dalam pelaksanaan
wawancara dan kelayakan instrumen,
serta nilai validitas dan reliabilitas
instrument.
Setelah
kuesioner
dinyatakan layak untuk digunakan,
kemudian tenaga pencacah melakukan
wawancara
dengan
responden.
Kuesioner yang sudah terisi, diperiksa
kelengkapan jawaban dan dipastikan
tidak ada pertentangan antara jawaban
satu dengan jawaban lainnya kemudian
diserahkan kepada penanggungjawab
lapang. Penanggungjawab memeriksa
ulang kelengkapan jawaban responden
pada kuesioner. Analisis data dilakukan
dengan
menggunakan
komputer
perangkat lunak secara bertahap dari
analisis univariat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata umur Odha adalah
33,24 tahun dengan umur termuda 19
tahun dan umur tertua 56 tahun. Ratarata penghasilan yang diperoleh oleh
Odha sendiri adalah 1,65 juta dengan
penghasilan terrendah Rp 500.000 dan
penghasilan tertinggi 7,5 juta. Odha
perempuan paling banyak memiliki
jenjang pendidikan tamat SMA, namun
Odha perempuan yang tidak tamat SD
dan tamat SD hampir seperlima data.
Sebagian besar Odha perempuan
memiliki status ibu rumah tangga atau
tidak bekerja, da nada 13,9 % yang
bekerja sebagai Pekerja Seksual
Komersial (PSK).
Sebagian besar Odha mengetahu
status terinfeksi HIV 1-2 tahun, dengan
cara penularan terbanya melalui
hubungan seksual. Setengah dari Odha
belum masuk ke fase AIDS, dimana
jumlah CD4 pertama dan terakhir test
paling banyak berkisar 351-500.
Setengah dari Odha yang menjadi
sampel sudah mengikuti terapi ARV,
dengan lamanya terapi ARV paling
banyak 3-4 tahun. Hampir semua Odha
perempuan mengalami efek samping
ARV, da nada 23,6 % yang pernah
mengganti rejimen ARV. Tiga perempat Odha perempuan tidak patuh
minum ARV. Odha perempuan pernah
hamil sebelum mengetahui status HIV
83% dan sesudah mengetahui status
HIV 14,2 %. Odha perempuan yang
memiliki anak terinfeksi ada 14,3 %.
Program Pencegahan penularan
HIV/AIDS dari ibu ke anak atau disebut
dengan PMTCT sudah dilaksanakan di
beberapa rumah sakit rujukan namun
pemanfaatan program PMTCT belum
optimal bahkan masih sangat rendah.
Dampak buruk dari penularan
HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah
75
Jurnal Lemlit UHAMKA
apabila : (1) Terdeteksi dini, (2)
Terkendali (Ibu melakukan perilaku
hidup sehat, Ibu mendapatkan ARV
profilaksis secara teratur, Ibu melakukan
ANC secara teratur, Petugas kesehatan
menerapkan pencegahan infeksi sesuai
Kewaspadaan Standar), (3) Pemilihan
rute persalinan yang aman (seksio
sesarea), (4) Pemberian PASI (susu
formula) yang memenuhi persyaratan,
(5) Pemantauan ketat tumbuh-kembang
bayi & balita dari ibu dengan HIV
positif, dan (6) Adanya dukungan yang
tulus,
dan
perhatian
yang
berkesinambungan kepada ibu, bayi dan
keluarganya. (Kemenkes RI, 2008)
Tabel 1. Status HIV/AIDS &
Pengobatan Odha Perempuan
500-650
12
5,6
Dibawah 200
42
21
200-350
68
34
351-500
86
43
500-650
4
2
Ya
112
51,9
Tidak
104
48,1
1-2 tahun
44
40
3-4 tahun
58
52,7
Diatas 4 tahun
8
7,2
106
96,4
4
3,6
Ya
26
23,6
Tidak
84
76,4
Patuh
24
21,8
Tidak Patuh
86
78,2
Jumlah CD4 terakhir kali test
Mengikuti terapi ARV
Lamanya terapi ARV
Efek Samping ARV
Status HIV/AIDS & Pengobatan
Odha Perempuan
n
%
Ya
Tidak
Mengetahui Status HIV
Mengganti ARV
1-2 tahun
136
63
3-4 tahun
66
31,4
Diatas 4 tahun
10
4,7
Kepatuhan Minum ARV
Cara tertular HIV
Hubungan seksual
Bukan hubungan seksual
208
96,3
8
3,7
Kehamilan sebelum Mengetahui
status HIV
Fase AIDS
Sudah AIDS
96
49
Ya
176
83
Belum AIDS
100
51
Tidak
36
17
Ya
30
14,2
Tidak
182
85,8
Jumlah CD4 pertama kali Test
Kehamilan sesudah Mengetahui
status HIV
Dibawah 200
44
20,4
200-350
56
25,9
351-500
104
48,1
Memiliki anak yang terinfeksi
76
Jurnal Lemlit UHAMKA
Ya
29
14,3
Tidak
174
85,7
Pelaksanaan PMTCT
Prong 1, langkah dini yang
paling
efektif
untuk
mencegah
terjadinya penularan HIV pada anak
adalah dengan mencegah penularan HIV
pada perempuan usia reproduksi 15-49
tahun (pencegahan primer).
Pencegahan penularan HIV dari
ibu ke anak, dilakukan sejak awal
dengan konsep ABCD, yaitu tidak
melakukan hubungan seksual bagi orang
yang belum menikah, setia pada satu
pasangan seks, penggunaan kondom jika
salah satu atau keduanya terinfeksi,
tidak menggunakan napza suntik dengan
jarum
bekas
secara
bergantian.
(Kemenkes RI, 2008).
Pencegahan primer bertujuan
mencegah penularan HIV dari ibu ke
anak secara dini, yaitu baik sebelum
terjadinya perilaku hubungan seksual
berisiko atau bila terjadi perilaku
seksual berisiko maka penularan masih
bisa dicegah, termasuk mencegah ibu
dan ibu hamil agar tidak tertular oleh
pasangannya yang terinfeksi HIV.
Upaya pencegahan ini tentunya
harus dilakukan dengan penyuluhan dan
penjelasan yang benar terkait penyakit
HIV-AIDS, dan penyakit IMS dan
didalam koridor kesehatan reproduksi.
Isi pesan yang disampaikan tentunya
harus memperhatikan usia, norma, dan
adat istiadat setempat, sehingga proses
edukasi
termasuk
peningkatan
pengetahuan komprehensif terkait HIVAIDS dikalangan remaja semakin baik.
(Kemenkes RI, 2012)
Petugas
kesehatan
paling
banyak tidak pernah menjelaskan cara
bernegosiasi seks aman pada pasangan
(98,1%), tidak pernah menganjurkan
agar pasangan menjalani tes HIV
(97,2%), dan tidak pernah membantu
mendapatkan akses layanan kesehatan
untuk tes HIV (92,6%). Petugas
kesehatan paling banyak menyatakan
sering melarang menggunakan napza,
terutama napza suntik dan jarum bekas
(67,1%),
mewajibkan
penggunaan
kondom jika salah satu terinfeksi HIV
(58,8%),
dan
menjelaskan
cara
mencegah penularan HIV dan IMS
(57,9%).
Tindakan intervensi dapat berupa
pencegahan primer/ primary prevention
(sebelum
terjadinya
infeksi),
dilaksanakan kepada seluruh pasangan
usia subur, dengan kegiatan konseling,
perawatan dan pengobatan di tingkat
keluarga. Sebagai langkah antisipasi
maka
dalam
Strategi
Nasional
Penanggulangan
AIDS
2003-2007
ditegaskan bahwa pencegahan penularan
HIV dari ibu ke bayi merupakan
program prioritas. (Kemenkes RI, 2008)
Petugas
kesehatan
dalam
pelaksanaan Prong 2 paling sering
menyarankan untuk tidak hamil jika
sudah
terinfeksi
HIV
(14,4%),
memberikan saran kontrasepsi suntik
(7,4%).banyak, dan menyarankan untuk
mencegah kehamilan yang tidak
direncanakan pada ibu yg terinfeksi HIV
(7,9%). Hal yang paling banyak tidak
pernah dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam pelaksanaan prong 2 adalah
memberikan saran penggunakan spons
dan diafragma (96,3), memberikan info
untuk hadir pada kegiatan kunjungan
pasangan (93,1), memberikan saran
kontrasepsi sterilisasi (82,5%), dan
memberikan konseling tentang seks
yang aman (81,5%).
77
Jurnal Lemlit UHAMKA
Tabel 2. Pelaksanaan Prong 1 Program PMTCT
Sering
Pelaksanaan Prong 1
Jarang
Tidak Pernah
n
%
n
%
n
%
Petugas kesehatan menyarankan tidak
melakukan hubungan seksual sebelum
menikah
2
0,9
27
12,5
187
86,6
Petugas kesehatan menyarankan bersikap
saling setia pada pasangan atau tidak
berganti-ganti pasangan
2
0,9
35
16,2
179
82,9
Petugas kesehatan mewajibkan penggunaan
kondom jika salah satu terinfeksi HIV
2
0,9
127
58,8
87
40,3
Petugas kesehatan melarang menggunakan
napza, terutama napza suntik dengan jarum
bekas
2
0,9
145
67,1
69
31,9
Petugas kesehatan menjelaskan cara
mencegah penularan HIV dan IMS
0
0
125
57,9
91
42,1
Petugas kesehatan menjelaskan manfaat
konseling dan tes HIV
0
0
59
27,3
157
72,7
Petugas kesehatan menjelaskan cara
pengurangan risiko penularan HIV dan IMS
6
2,8
115
53,2
95
44,0
Petugas kesehatan menjelaskan cara
bernegosiasi seks aman pada pasangan
0
0
4
1,9
212
98,1
Petugas kesehatan membantu mendapatkan
akses layanan kesehatan untuk test HIV
0
0
16
7,4
200
92,6
Petugas kesehatan menganjurkan agar
pasangan menjalani tes HIV
0
0
6
2,8
210
97,2
78
Jurnal Lemlit UHAMKA
Pemberian alat kontrasepsi yang
aman dan efektif serta konseling yang
berkualitas akan membantu Odha dalam
melakukan
seks
yang
aman,
mempertimbangkan jumlah anak yang
dilahirkannya,
serta
menghindari
lahirnya anak yang terinfeksi HIV.
Untuk mencegah kehamilan alat
kontrasepsi yang dianjurkan adalah
kondom, karena bersifat proteksi ganda.
Kontrasepsi oral dan kontrasepsi
hormon jangka panjang (suntik dan
implan) bukan kontraindikasi pada
Odha.
Pemakaian
AKDR
tidak
dianjurkan karena bisa menyebabkan
infeksi asenderen. Spons dan diafragma
kurang
efektif
untuk
mencegah
terjadinya kehamilan maupun penularan
HIV. Jika ibu HIV positif tetap ingin
memiliki anak, WHO menganjurkan
jarak antar kelahiran minimal 2 tahun.
(Kemenkes RI, 2008)
Implikasi kebijakan efektfitas program
PMTCT negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah tidak hanya
bertumpu pada sistem kesehatan tetapi
juga
pada
interaksi
antara
kondisi sosial, budaya dan aneh
kontekstual. Kami (Adedimeji A et al,
2012). Protap pengembangan pelayanan
PMTCT sangat diperlukan untuk
memudahkan
petugas
kesehatan
memberikan pelayanan bagi client
HIV/AIDS dan pelayanan HIV/AIDS
secara
menyeluruh
serta
berkesinambungan dapat diberikan.
(Purwaningtias A, 2007).
Tabel 3. Pelaksanaan Prong 2 Program PMTCT
Sering
Jarang
Pelaksanaan Prong 2
Tidak
Pernah
n
%
n
%
n
%
Petugas Kesehatan memberikan informasi alat
kontrasepsi yang aman dan efektif
0
0
48
22,2
168
77,
8
Petugas kesehatan memberikan konseling seks yang
aman
0
0
40
18,5
176
81,
5
Petugas kesehatan menganjurkan penggunaan kondom
sebagai alat kontrasepsi yang aman
0
0
81
37,5
135
62,
5
Petugas kesehatan menyarankan jumlah anak sebaiknya
direncanakan jika berniat memiliki anak
0
0
10
3
47,7
113
52,
3
Petugas kesehatan memberikan informasi pencegahan
lahirnya anak yang terinfeksi HIV
0
0
17
3
80,1
43
19,
9
Petugas kesehatan memberikan saran kontrasepsi pil
12
5,6
17
6
81,5
28
13,
0
79
Jurnal Lemlit UHAMKA
Petugas kesehatan memberikan saran kontrasepsi suntik
16
7,4
16
2
75
38
17,
6
Petugas kesehatan meberikan saran kontrasepsi implan
2
0,9
93
43,1
121
56,
0
Petugas kesehatan memberikan saran kontrasepsi AKDR
4
1,9
91
42,1
121
56,
0
Petugas kesehatan memberikan saran kontrasepsi
sterilisasi
0
0
38
17,6
178
82,
4
Petugas kesehatan memberikan saran penggunakan
spons dan diafragma
0
0
8
3,7
208
96,
3
Petugas kesehatan mengajurkan jarak antara kelahiran
minimal 2 tahun
0
0
67
31
149
69
Petugas kesehatan memberikan info untuk hadir pada
kegiatan kunjungan pasangan
0
0
15
6,9
201
93,
1
Petugas kesehatan menyarankan untuk tidak hamil jika
sudah terinfeksi HIV
31
14,4
15
0
69,4
35
16,
2
Petugas kesehatan menyarankan untuk mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu yg
terinfeksi HIV
17
7,9
15
6
72,2
43
19,
9
Petugas kesehatan menyarankan jumlah anak yang
direncanakan
0
0
99
45,8
117
54,
2
Petugas kesehatan menyarankan berkunjung ke
pelayanan VCT ketika berencana memiliki anak
6
2,8
10
1
46,8
109
50,
5
Petugas kesehatan menyarakan berkunjung ke
pelayanan keluarga berencana jika berniat tidak
2
0,9
89
41,2
125
57,
80
Jurnal Lemlit UHAMKA
memiliki anak
9
Petugas kesehatan memberikan saran agar suami
mendukung mengikuti program pemcegahan penularan
HIV dari ibu dan anak
0
0
99
45,8
117
54,
2
Petugas kesehatan memberikan informasi aborsi yang
aman ketika ada masalah kesehatan pada ibu terinfeksi
HIV saat hamil
8
3,7
65
30,1
143
66,
2
KESIMPULAN
1. Pelaksanaan prong 1 berhasil dalam
mengarahkan
penggunaan
kondom
sebagai pencegahan penularan HIV dan
IMS pada perempuan berisiko dan tidak
menggunakan jarum suntik bergantian.
2. Pelaksanaan prong 2 berhasil dalam
memberikan saran penggunakan spons
dan diafragma, memberikan info untuk
hadir pada kegiatan kunjungan pasangan,
memberikan saran kontrasepsi sterilisasi,
dan memberikan konseling tentang seks
yang aman.
3.
Saran
Adanya upaya peningkatan kualitas
pelaksanaan PMTCT dengan pemberian
Komunikasi Informasi dan Edukasi pada
petugas kesehatan yang berada dalam
program PMTCT secara berkala dan bersifat
kontinyu, yang dilakukan oleh instansi
kesehatan yang menjadi rujukan PMTCT.
Kementerian Kesehatan RI. 2008. Modul
Pelatihan Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Bayi Prevention of Mother to Child
HIV transmission Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. 2008
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman
nasional pencegahan penularan HIV dari
ibu ke anak Direktorat p Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan,-- Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. 2012
Mardhiati, Retno & Handayani, Sarah. 2011.
Peran Dukungan Sebaya terhadap Mutu
Hidup Odha di Indonesia. Spritia
Purwaningtias A, Subronto YW, Hasanbasri
M. 2007. Pelayanan HIV/AIDS di RS
DR. Sardjito. Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
Adedimeji A, Abboud N, Merdekios B and
Shiferaw M. A Qualitative Study of
Barriers to Effectiveness of Interventions
to PreventMother-to-Child Transmission
of HIV in ArbaMinch, Ethiopia. Hindawi
Publishing Corporation International
Journal of Population Research Volume
2012,
81
Download