Jurnal Lemlit UHAMKA PENCEGAHAN PENULARAN HIV PADA PEREMPUAN USIA REPRODUKSI & PENCEGAHAN KEHAMILAN YANG TIDAK DIRENCANAKAN PADA PEREMPUAN DENGAN HIV Oleh: Retno Mardhiati,1 Nanny Harmani,1 Tellys Corliana2 Email : [email protected] ABSTRACT Background: Transmission of HIV from mother to child can be prevented with the implementation of the PMTCT program. The implementation of the PMTCT program has been carried out in several Regional Hospital in Indonesia, one of them was in East Java Provinces. The purpose of this study was to describe the implementation of the PMTCT program (prongs 1-2) in East Java as the earliest prevention of HIV transmission from mother to child. Methods: This was a descriptive study which had 216 people living with HIV (PLHIV) as sample. Data was collected through interviews with PLHIV. The instrument used was a questionnaire with structured questions. Data were analyzed using univariate analysis. Results: Implementation of the prongs 1 succeeded in directing the use of condoms as a prevention of transmission of HIV and Sexual Transmitted Infection (STIs) in women at risk and do not use needles. The successful implementation in prong 2 were in advising the use of sponges and diaphragms, provide information to come to the partner outreach activities, advice on contraceptive sterilization, and counseling on safe sex. Recommendation: There should be a strengthening program to increase the quality of prongs 1 and 2 in the PMTCT program by the health worker as a referral on PMTCT. Then, there should provide Information and Communication Education on health workers who are in the PMTCT program periodically and sustainable. Key word : PMTCT, PLHIV, HIV, AIDS PENDAHULUAN M enghentikan dan pencegahan penyebaran HIV/AIDS merupakan salah satu Sasaran Pembangunan Milenium pada tahun 2015 dan sasaran MDGS. HIV/AIDS mengancam sumber daya Bangsa Indonesia, berkurangnya daya saing bangsa dalam pembangunan global akibat berkurangnya kemampuan SDM untuk bekerja/ produktif. HIV (Human Immunodefficiency Virus) bisa ditularkan melalui berbagai cara, antara lain melalui ibu HIV positif kepada bayi yang dikandungnya. Strategi Penanggulangan AIDS Nasional sampai tahun 2014 menegaskan bahwa pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan sebuah program 71 Jurnal Lemlit UHAMKA prioritas.Hal ini karena Odha perempuan 24,6 % dari jumlah semua Odha, 91,77% berada diusia produktif yang mempunyai pasangan seksual, hal ini memungkinkan terjadi kehamilan sangat tinggi (Kemenkes RI, 2011). Cara penularan seperti ini dikenal dengan istilah Mother to Child HIV Transmission. Selama tahun 2005, diperkirakan sebanyak 700.000 anakanak hidup dengan HIV/AIDS (sekitar 1.918 kasus per-hari) yang mana diperkirakan 90 % diantara mereka terinfeksi HIV melalui jalur penularan dari ibu ke bayi. Rata-rata 30% terinfeksi, dengan 5% dalam kandungan, 15% waktu lahir dan 10% dari ASI Di negara maju, risiko penularannya bisa sampai 25 % - 45% karena terbatasnya akses dan informasi akan pencegahan. Sebanyak 700.000 anak-anak hidup dengan HIV/AIDS dimana sekitar 90 % di antara anak-anak yang terinfeksi ini mendapatkannya melalui jalur penularan dari ibu ke bayi bisa terjadi pada saat dalam kandungan, saat persalinan dan pada saat pemberian ASI. Menurut laporan dari Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen kesehatan (Kemenkes RI, 2011), perempuan penderita AIDS berpotensi menularkan penyakitnya pada anaknya jika saat dia hamil, melahirkan dan menyusui. Jumlah kumulatif anak-anak yang menderita AIDS yang ditularkan melalui ibunya sebanyak 519 anak. Data menunjukkan bahwa jika pada tahun 1996 dan 2002 diketahui masing-masing terdapat 1 bayi yang dilharikan dari ibu HIV positif, maka pada tahun 2003 terdapat 17 kasus baru. Jumlah tersebut terus meningkat menjadi 44 kasus baru bayi/anak yang dilahirkan dari ibu HIV positif pada tahun 2004 dan 74 kasus baru pada tahun 2005. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 88 bayi/anak diketahui hasil test darahnya HIV positif Kemenkes RI, 2011. Namun angka tersebut dapat dikurangi secara bermakna, dengan pemberian obat antiretroviral pada ibu sebelum melahirkan dan pada bayi dalam minggu pertama kehidupannya, dan dengan menghindari penyusuan oleh ibu. Dengan cara ini, dan walau bayi dilahirkan secara alam (tidak dipakai bedah sesar), kemungkinan anak akan terinfeksi HIV dapat ditekan di bawah 8 persen. Tindakan pencegahan ini disebut sebagai profilaksis. Saat ini ada intervensi yang dapat mengurangi jumlah anak yang tertular – intervensi yang disebut sebagai pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi. atau sering ada yang memakai singkatan PMTCT (prevention of mother-to-child transmission). PMTCT sangat penting dilaksanakan dan dimanfaatkan oleh Odha perempuan yang memiliki pasangan dan hendak memiliki anak, karena lebih dari 90% kasus bayi yang terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses dari ibu ke bayi. Bayi HIV positif akan mengalami gangguan tumbuh kembang. Anak dengan HIV/AIDS lebih sering mengalami penyakit infeksi bakteri ataupun virus. Perlakuan diskriminatif akan dihadapi anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS. Stigma negatif terhadap HIV/AIDS menyebabkan anak-anak dengan HIV/AIDS seringkali didiskriminasi masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya, di sekolah. Risiko lahirnya anak yang HIV akan memberikan dampak yang negative terhadap perkembangan fisik dan mental anak tersebut, data menunjukkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar antara 25-45 persen. Untuk itu pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak merupakan hal yang mutlak harus dilakukan oleh Odha perempuan yang berniat untuk memiliki anak. Di negara-negara maju, risiko penularan HIV dari ibu ke bayi telah 72 Jurnal Lemlit UHAMKA turun menjadi hanya sekitar 1-2 persen sehubungan dengan majunya tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV positif, yaitu layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral, persalinan seksio sesarea, dan pemberian susu formula untuk bayi. Di Amerika Serikat, antara tahun 1997 hingga 1999, kasus HIV/AIDS melalui jalur penularan dari ibu ke bayi turun sebanyak 66 persen. Di negara-negara berkembang dimana intervensi pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi umumnya belum berjalan dan tersedia dengan baik, antara 25-45 persen ibu hamil HIV positif menularkan HIV ke bayinya selama masa kehamilan, ketika persalinan, ataupun setelah kelahiran melalui pemberian air susu ibu. Odha perempuan sebagai ibu rumah tangga paling banyak tidak menggunakan ARV padahal mereka berada pada usia produktif dalam reproduksi. Berarti hal ini, menggambarkan adanya risiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak jika Odha perempuan yang sudah menikah atau ibu rumah tangga tidak mengkonsumsi obat ARV (obat utuk penderita HIV/AIDS). Program Pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak atau disebut dengan PMTCT sudah dilaksanakan di beberapa rumah sakit rujukan namun pemanfaatan program PMTCT belum optimal bahkan masih sangat rendah. Kemenkes RI (2008) menyatakan adanya kecenderungan Infeksi HIV pada Perempuan dan Anak Meningkat oleh karenanya diperlukan berbagai upaya untuk mencegah infeksi HIV pada perempuan, serta mencegah penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yaitu PMTCT (Prevention of Mother to Child HIV Transmission) Odha perempuan yang hamil dan pernah melahirkan, paling banyak menyatakan tidak pernah menggunakan layanan PMTCT (77,4%). Padahal Odha yang menggunakan PMTCT paling banyak yang menyatakan mudah (68,9%) dan sangat mudah (19%) untuk mendapatkan mengakses layanan PMTCT. Namun penelitian tersebut tidak menggali penyebab rendahnya pemanfaatan PMTCT (Mardhiati & Handayani, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan PMTCT belum optimal walaupun Odha perempuan memiliki kemudahan mengakses layanan PMTCT tersebut. Pemanfaatan PMTCT yang rendah dapat memberikan akibat pencapaian target penurunan angka bayi yang tertular tidak tercapai. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan dibagi 3 oleh Anderson (Sarwono, 2004) yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor kebutuhan (need factor). PMTCT memiliki 4 Prong kegiatan komprehensif yaitu mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV, mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya, dan memberikan dukungan psikologis, social dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta bayi dan keluarganya. Prong pertama merupakan kegiatan pencegahan primer kepada pasangan usia subur sebelum terjadinya infeksi. Penyebaran informasi secara luas tentang tidak melakukan seks bebas, bersikap saling setia, cegah dengan kondom, dan tidak menggunakan napza. Lain itu juga dilakukan penyuluhan berkelompok dan konseling. Prong kedua merupakan kegiatan mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV. Hal ini dilakukan karena adanya risiko penularan HIV dari ibu ke anak, maka 73 Jurnal Lemlit UHAMKA pada dasarnya Odha perempuan tidak dianjurkan untuk hamil. Pencegahan kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi, diutamakan dengan kondom karena bersifat dua protection (mencegahan penularan dan mencegah kehamilan). Pelaksanaan PMTCT ini dilakukan di setiap rumah sakit rujukan untuk penderita HIV/AIDS. Kegiatan konseling dalam PMTCT yaitu konseling sebelum dan sesudah tes HIV, konseling ARV, konseling kehamilan dan persalinan, konseling pemberian makanan bayi, konseling psikologis dan sosial. Kegiatan pemberian ARV diberikan kepada semua perempuan HIV positif yang hamil, tanpa harus memeriksakan kadar CD4-nya dahulu. Persalinan yang aman juga merupakan kebijakan dalam PMTCT. Ibu, pasangan dan keluarga perlu dikonseling sehubungan dengan keputusan cara persalinan (seksio sesarea/ pervaginam). Disamping itu penatalaksanaan persalinan harus memperhatikan kondisi fisik ibu berdasarkan penilaian oleh tenaga kesehatan, serta pertolongan persalinan harus mengikuti kewaspadaan standar. Persalinan aman dengan seksio sesarea berencana yang akan menghindari kontak bayi dengan darah dan lendir genitalia ibu dalam waktu lama. Kebijakan pemberian makanan bayi dengan pemberian konseling pada ibu, pasangan dan keluarga sehubungan dengan keputusan pemberian makanan bayi. Bayi dianjurkan diberi ASI eksklusif 6 bulan atau diberikan susu formula bila memenuhi syarat AFASS. AFASS adalah syarat pemberian susu formula dari WHO (dapat diterima, mudah dilakukan, harga terjangkau, berkesinambungan, dan aman. Tidak dianjurkan pemberian ASI campur dengan susu formula. Propinsi Jawa Timur memiliki 38 Kabupaten/kota. Termasuk propinsi yang memiliki jumlah kasus HIV tertinggi no 3. Jawa Timur . Jumlah kasus HIV seluruh Jawa timur sampai tahun 2010 pada 38 kabupaten/kota adalah 12.406 Odha. Propinsi Jawa Timur termasuk pemanfaatan Program PMTCT yang rendah (Spiritia, 2010). Faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan PMTCT dan bagaimana pelaksanaan PMTCT di Propinsi Jawa Timur belum pernah diteliti, hal ini yang melatarbelakangi penelitian ini. METODE Penelitian tahap pertama ini merupakan penelitian bersifat survei. Desain yang digunakan adalah desain Cross Sectional, dimana penelitian dengan desain Cross Sectional merupakan penelitian peralihan antara penelitian deskriptif murni dan penelitian analitik (Budiarto, 2004). Populasi penelitian tahap pertama ini adalah seluruh Odha perempuan yang sudah sudah menikah di Propinsi Jawa Timur. Sedangkan Sampel adalah sebagian Odha perempuan yang sudah menikah di Jawa Timur. Kriteria inklusi adalah ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Kriteria insklusi pada penelitian ini yaitu : Odha perempuan yang sudah menikah, Odha perempuan yang sudah mengetahui status HIV selama 1 tahun, bersedia menjadi responden penelitian, dan dapat berbicara bahasa Indonesia. Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu Odha perempuan yang belum menikah, Odha perempuan yang mengetahui status kurang dari 1 tahun, tidak bersedia diwawancara, dan tidak dapat berbahasa Indonesia. Besar sampel dihitung berdasarkan rumus sampel variabel dependen kategori pada satu populasi. 74 Jurnal Lemlit UHAMKA Teknik pengambilan sampel dengan cara Cluster, jumlah yang diambil 216 Odha perempuan. Tahap pertama dalam teknik sampling Culster adalah pemilihan kabupaten/kota di Jawa Timur, tahap kedua pemilihan Klinik VCT yang ada di Kabupaten/kota terpilih. Pada Klinik VCT yang terpilih dibuat daftar nama-nama Odha perempuan. Pemilihan Odha dilakukan secara random dari daftar nama-nama tersebut. Penelitian kuantitatif menggunakan instrument berbentuk kuesioner yang akan diisi oleh Odha. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Cara pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan responden. Pertimbang etik merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan pada penelitian dengan objek penelitian manusia. Langkah awal pemenuhan pertimbangan etik adalah pembuatan lembar persetujuan menjadi responden. Setelah responden diberi penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian, kemudian lembar ini akan ditanda tangani secara sukarela tanpa paksaan ketika responden bersedia diwawancarai. Sebelum pengumpulan data dilakukan uji coba instrumen, tujuan uji coba ini untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam pelaksanaan wawancara dan kelayakan instrumen, serta nilai validitas dan reliabilitas instrument. Setelah kuesioner dinyatakan layak untuk digunakan, kemudian tenaga pencacah melakukan wawancara dengan responden. Kuesioner yang sudah terisi, diperiksa kelengkapan jawaban dan dipastikan tidak ada pertentangan antara jawaban satu dengan jawaban lainnya kemudian diserahkan kepada penanggungjawab lapang. Penanggungjawab memeriksa ulang kelengkapan jawaban responden pada kuesioner. Analisis data dilakukan dengan menggunakan komputer perangkat lunak secara bertahap dari analisis univariat HASIL DAN PEMBAHASAN Rata-rata umur Odha adalah 33,24 tahun dengan umur termuda 19 tahun dan umur tertua 56 tahun. Ratarata penghasilan yang diperoleh oleh Odha sendiri adalah 1,65 juta dengan penghasilan terrendah Rp 500.000 dan penghasilan tertinggi 7,5 juta. Odha perempuan paling banyak memiliki jenjang pendidikan tamat SMA, namun Odha perempuan yang tidak tamat SD dan tamat SD hampir seperlima data. Sebagian besar Odha perempuan memiliki status ibu rumah tangga atau tidak bekerja, da nada 13,9 % yang bekerja sebagai Pekerja Seksual Komersial (PSK). Sebagian besar Odha mengetahu status terinfeksi HIV 1-2 tahun, dengan cara penularan terbanya melalui hubungan seksual. Setengah dari Odha belum masuk ke fase AIDS, dimana jumlah CD4 pertama dan terakhir test paling banyak berkisar 351-500. Setengah dari Odha yang menjadi sampel sudah mengikuti terapi ARV, dengan lamanya terapi ARV paling banyak 3-4 tahun. Hampir semua Odha perempuan mengalami efek samping ARV, da nada 23,6 % yang pernah mengganti rejimen ARV. Tiga perempat Odha perempuan tidak patuh minum ARV. Odha perempuan pernah hamil sebelum mengetahui status HIV 83% dan sesudah mengetahui status HIV 14,2 %. Odha perempuan yang memiliki anak terinfeksi ada 14,3 %. Program Pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak atau disebut dengan PMTCT sudah dilaksanakan di beberapa rumah sakit rujukan namun pemanfaatan program PMTCT belum optimal bahkan masih sangat rendah. Dampak buruk dari penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah 75 Jurnal Lemlit UHAMKA apabila : (1) Terdeteksi dini, (2) Terkendali (Ibu melakukan perilaku hidup sehat, Ibu mendapatkan ARV profilaksis secara teratur, Ibu melakukan ANC secara teratur, Petugas kesehatan menerapkan pencegahan infeksi sesuai Kewaspadaan Standar), (3) Pemilihan rute persalinan yang aman (seksio sesarea), (4) Pemberian PASI (susu formula) yang memenuhi persyaratan, (5) Pemantauan ketat tumbuh-kembang bayi & balita dari ibu dengan HIV positif, dan (6) Adanya dukungan yang tulus, dan perhatian yang berkesinambungan kepada ibu, bayi dan keluarganya. (Kemenkes RI, 2008) Tabel 1. Status HIV/AIDS & Pengobatan Odha Perempuan 500-650 12 5,6 Dibawah 200 42 21 200-350 68 34 351-500 86 43 500-650 4 2 Ya 112 51,9 Tidak 104 48,1 1-2 tahun 44 40 3-4 tahun 58 52,7 Diatas 4 tahun 8 7,2 106 96,4 4 3,6 Ya 26 23,6 Tidak 84 76,4 Patuh 24 21,8 Tidak Patuh 86 78,2 Jumlah CD4 terakhir kali test Mengikuti terapi ARV Lamanya terapi ARV Efek Samping ARV Status HIV/AIDS & Pengobatan Odha Perempuan n % Ya Tidak Mengetahui Status HIV Mengganti ARV 1-2 tahun 136 63 3-4 tahun 66 31,4 Diatas 4 tahun 10 4,7 Kepatuhan Minum ARV Cara tertular HIV Hubungan seksual Bukan hubungan seksual 208 96,3 8 3,7 Kehamilan sebelum Mengetahui status HIV Fase AIDS Sudah AIDS 96 49 Ya 176 83 Belum AIDS 100 51 Tidak 36 17 Ya 30 14,2 Tidak 182 85,8 Jumlah CD4 pertama kali Test Kehamilan sesudah Mengetahui status HIV Dibawah 200 44 20,4 200-350 56 25,9 351-500 104 48,1 Memiliki anak yang terinfeksi 76 Jurnal Lemlit UHAMKA Ya 29 14,3 Tidak 174 85,7 Pelaksanaan PMTCT Prong 1, langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada anak adalah dengan mencegah penularan HIV pada perempuan usia reproduksi 15-49 tahun (pencegahan primer). Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, dilakukan sejak awal dengan konsep ABCD, yaitu tidak melakukan hubungan seksual bagi orang yang belum menikah, setia pada satu pasangan seks, penggunaan kondom jika salah satu atau keduanya terinfeksi, tidak menggunakan napza suntik dengan jarum bekas secara bergantian. (Kemenkes RI, 2008). Pencegahan primer bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu ke anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku hubungan seksual berisiko atau bila terjadi perilaku seksual berisiko maka penularan masih bisa dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil agar tidak tertular oleh pasangannya yang terinfeksi HIV. Upaya pencegahan ini tentunya harus dilakukan dengan penyuluhan dan penjelasan yang benar terkait penyakit HIV-AIDS, dan penyakit IMS dan didalam koridor kesehatan reproduksi. Isi pesan yang disampaikan tentunya harus memperhatikan usia, norma, dan adat istiadat setempat, sehingga proses edukasi termasuk peningkatan pengetahuan komprehensif terkait HIVAIDS dikalangan remaja semakin baik. (Kemenkes RI, 2012) Petugas kesehatan paling banyak tidak pernah menjelaskan cara bernegosiasi seks aman pada pasangan (98,1%), tidak pernah menganjurkan agar pasangan menjalani tes HIV (97,2%), dan tidak pernah membantu mendapatkan akses layanan kesehatan untuk tes HIV (92,6%). Petugas kesehatan paling banyak menyatakan sering melarang menggunakan napza, terutama napza suntik dan jarum bekas (67,1%), mewajibkan penggunaan kondom jika salah satu terinfeksi HIV (58,8%), dan menjelaskan cara mencegah penularan HIV dan IMS (57,9%). Tindakan intervensi dapat berupa pencegahan primer/ primary prevention (sebelum terjadinya infeksi), dilaksanakan kepada seluruh pasangan usia subur, dengan kegiatan konseling, perawatan dan pengobatan di tingkat keluarga. Sebagai langkah antisipasi maka dalam Strategi Nasional Penanggulangan AIDS 2003-2007 ditegaskan bahwa pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi merupakan program prioritas. (Kemenkes RI, 2008) Petugas kesehatan dalam pelaksanaan Prong 2 paling sering menyarankan untuk tidak hamil jika sudah terinfeksi HIV (14,4%), memberikan saran kontrasepsi suntik (7,4%).banyak, dan menyarankan untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu yg terinfeksi HIV (7,9%). Hal yang paling banyak tidak pernah dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam pelaksanaan prong 2 adalah memberikan saran penggunakan spons dan diafragma (96,3), memberikan info untuk hadir pada kegiatan kunjungan pasangan (93,1), memberikan saran kontrasepsi sterilisasi (82,5%), dan memberikan konseling tentang seks yang aman (81,5%). 77 Jurnal Lemlit UHAMKA Tabel 2. Pelaksanaan Prong 1 Program PMTCT Sering Pelaksanaan Prong 1 Jarang Tidak Pernah n % n % n % Petugas kesehatan menyarankan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah 2 0,9 27 12,5 187 86,6 Petugas kesehatan menyarankan bersikap saling setia pada pasangan atau tidak berganti-ganti pasangan 2 0,9 35 16,2 179 82,9 Petugas kesehatan mewajibkan penggunaan kondom jika salah satu terinfeksi HIV 2 0,9 127 58,8 87 40,3 Petugas kesehatan melarang menggunakan napza, terutama napza suntik dengan jarum bekas 2 0,9 145 67,1 69 31,9 Petugas kesehatan menjelaskan cara mencegah penularan HIV dan IMS 0 0 125 57,9 91 42,1 Petugas kesehatan menjelaskan manfaat konseling dan tes HIV 0 0 59 27,3 157 72,7 Petugas kesehatan menjelaskan cara pengurangan risiko penularan HIV dan IMS 6 2,8 115 53,2 95 44,0 Petugas kesehatan menjelaskan cara bernegosiasi seks aman pada pasangan 0 0 4 1,9 212 98,1 Petugas kesehatan membantu mendapatkan akses layanan kesehatan untuk test HIV 0 0 16 7,4 200 92,6 Petugas kesehatan menganjurkan agar pasangan menjalani tes HIV 0 0 6 2,8 210 97,2 78 Jurnal Lemlit UHAMKA Pemberian alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta konseling yang berkualitas akan membantu Odha dalam melakukan seks yang aman, mempertimbangkan jumlah anak yang dilahirkannya, serta menghindari lahirnya anak yang terinfeksi HIV. Untuk mencegah kehamilan alat kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom, karena bersifat proteksi ganda. Kontrasepsi oral dan kontrasepsi hormon jangka panjang (suntik dan implan) bukan kontraindikasi pada Odha. Pemakaian AKDR tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan infeksi asenderen. Spons dan diafragma kurang efektif untuk mencegah terjadinya kehamilan maupun penularan HIV. Jika ibu HIV positif tetap ingin memiliki anak, WHO menganjurkan jarak antar kelahiran minimal 2 tahun. (Kemenkes RI, 2008) Implikasi kebijakan efektfitas program PMTCT negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak hanya bertumpu pada sistem kesehatan tetapi juga pada interaksi antara kondisi sosial, budaya dan aneh kontekstual. Kami (Adedimeji A et al, 2012). Protap pengembangan pelayanan PMTCT sangat diperlukan untuk memudahkan petugas kesehatan memberikan pelayanan bagi client HIV/AIDS dan pelayanan HIV/AIDS secara menyeluruh serta berkesinambungan dapat diberikan. (Purwaningtias A, 2007). Tabel 3. Pelaksanaan Prong 2 Program PMTCT Sering Jarang Pelaksanaan Prong 2 Tidak Pernah n % n % n % Petugas Kesehatan memberikan informasi alat kontrasepsi yang aman dan efektif 0 0 48 22,2 168 77, 8 Petugas kesehatan memberikan konseling seks yang aman 0 0 40 18,5 176 81, 5 Petugas kesehatan menganjurkan penggunaan kondom sebagai alat kontrasepsi yang aman 0 0 81 37,5 135 62, 5 Petugas kesehatan menyarankan jumlah anak sebaiknya direncanakan jika berniat memiliki anak 0 0 10 3 47,7 113 52, 3 Petugas kesehatan memberikan informasi pencegahan lahirnya anak yang terinfeksi HIV 0 0 17 3 80,1 43 19, 9 Petugas kesehatan memberikan saran kontrasepsi pil 12 5,6 17 6 81,5 28 13, 0 79 Jurnal Lemlit UHAMKA Petugas kesehatan memberikan saran kontrasepsi suntik 16 7,4 16 2 75 38 17, 6 Petugas kesehatan meberikan saran kontrasepsi implan 2 0,9 93 43,1 121 56, 0 Petugas kesehatan memberikan saran kontrasepsi AKDR 4 1,9 91 42,1 121 56, 0 Petugas kesehatan memberikan saran kontrasepsi sterilisasi 0 0 38 17,6 178 82, 4 Petugas kesehatan memberikan saran penggunakan spons dan diafragma 0 0 8 3,7 208 96, 3 Petugas kesehatan mengajurkan jarak antara kelahiran minimal 2 tahun 0 0 67 31 149 69 Petugas kesehatan memberikan info untuk hadir pada kegiatan kunjungan pasangan 0 0 15 6,9 201 93, 1 Petugas kesehatan menyarankan untuk tidak hamil jika sudah terinfeksi HIV 31 14,4 15 0 69,4 35 16, 2 Petugas kesehatan menyarankan untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu yg terinfeksi HIV 17 7,9 15 6 72,2 43 19, 9 Petugas kesehatan menyarankan jumlah anak yang direncanakan 0 0 99 45,8 117 54, 2 Petugas kesehatan menyarankan berkunjung ke pelayanan VCT ketika berencana memiliki anak 6 2,8 10 1 46,8 109 50, 5 Petugas kesehatan menyarakan berkunjung ke pelayanan keluarga berencana jika berniat tidak 2 0,9 89 41,2 125 57, 80 Jurnal Lemlit UHAMKA memiliki anak 9 Petugas kesehatan memberikan saran agar suami mendukung mengikuti program pemcegahan penularan HIV dari ibu dan anak 0 0 99 45,8 117 54, 2 Petugas kesehatan memberikan informasi aborsi yang aman ketika ada masalah kesehatan pada ibu terinfeksi HIV saat hamil 8 3,7 65 30,1 143 66, 2 KESIMPULAN 1. Pelaksanaan prong 1 berhasil dalam mengarahkan penggunaan kondom sebagai pencegahan penularan HIV dan IMS pada perempuan berisiko dan tidak menggunakan jarum suntik bergantian. 2. Pelaksanaan prong 2 berhasil dalam memberikan saran penggunakan spons dan diafragma, memberikan info untuk hadir pada kegiatan kunjungan pasangan, memberikan saran kontrasepsi sterilisasi, dan memberikan konseling tentang seks yang aman. 3. Saran Adanya upaya peningkatan kualitas pelaksanaan PMTCT dengan pemberian Komunikasi Informasi dan Edukasi pada petugas kesehatan yang berada dalam program PMTCT secara berkala dan bersifat kontinyu, yang dilakukan oleh instansi kesehatan yang menjadi rujukan PMTCT. Kementerian Kesehatan RI. 2008. Modul Pelatihan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi Prevention of Mother to Child HIV transmission Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2008 Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman nasional pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak Direktorat p Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,-- Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2012 Mardhiati, Retno & Handayani, Sarah. 2011. Peran Dukungan Sebaya terhadap Mutu Hidup Odha di Indonesia. Spritia Purwaningtias A, Subronto YW, Hasanbasri M. 2007. Pelayanan HIV/AIDS di RS DR. Sardjito. Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Adedimeji A, Abboud N, Merdekios B and Shiferaw M. A Qualitative Study of Barriers to Effectiveness of Interventions to PreventMother-to-Child Transmission of HIV in ArbaMinch, Ethiopia. Hindawi Publishing Corporation International Journal of Population Research Volume 2012, 81