ASUHAN KEPERAWATAN DAN KONSEP

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN DAN KONSEP DASAR BEDAH JANTUNG
MAKALAH
Oleh
KELOMPOK 1
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNVERSITAS JEMBER
JEMBER
2014
ASUHAN KEPERAWATAN DAN KONSEP DASAR BEDAH JANTUNG
MAKALAH
diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Klinik IA
dengan dosen: Ns. Rondhianto, M.Kep
oleh
KELOMPOK 1
Ropikchotus Salamah
Ahmad Nasrullah
Chairun Nisak
Lutfiasih Rahmawati
Poppy Dyah Putri
Nuzulul Kholifatul Fitria
(NIM 122310101002)
(NIM 122310101010)
(NIM 122310101014)
(NIM 122310101024)
(NIM 122310101035)
(NIM 132310101048)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNVERSITAS JEMBER
JEMBER
2014
ii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karuni-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan dan Konsep Dasar Bedah Jantung”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik IA
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Rondhianto, M.Kep, selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Klinik IA Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jembe;
2. Ns. Wantiyah, M.Kep selaku penanggung jawab mata kuliah Keperawatan
Klinik 1A Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;
3. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian dan dukungannya
baik secara materil maupun non materil;
4. Rekan-rekan satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha
semaksimal mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;
5. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah
ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Jember, September 2014
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
PRAKATA .................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
Bab 1. Pendahuluan .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Tujuan....................................................................................... 2
Bab 2. Konsep Dasar Bedah Jantung......................................................... 3
2.1 Pengertian Bedah Jantung.......................................................... 3
2.2 Klasifikasi Bedah Jantung ......................................................... 3
2.3 Tujuan Operasi Bedah Jantung .................................................. 3
2.4 Indikasi Bedah Jantung.............................................................. 4
2.5 Toleransi dan Perkiraan Risiko Operasi .................................... 5
2.6 Waktu Terbaik untuk Operasi .................................................... 5
2.7 Pemilihan Waktu Operasi .......................................................... 6
2.8 Sayatan Operasi........................................................................ 6
2.9 Persiapan Pra Bedah .................................................................. 8
Bab 3. Asuhan Keperawatan ...................................................................... 11
3.1 Pengkajian................................................................................. 11
3.2 Diagnosa ................................................................................... 17
3.3 Perencanaan .............................................................................. 14
3.4 Intervensi .................................................................................. 18
4.4 Evaluasi..................................................................................... 20
Bab 4. Penutup............................................................................................ 25
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 25
5.2 Saran ......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 26
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jantung merupakan organ yang sangat penting bagi manusia berfungsi untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Banyak masyarakat yang belum memahami
fungsi jantung secara benar. Masyarakat tidak mengetahui bahwa kondisi dan pola
hidup seseorang yang hedonis dan berubah-ubah serta pola makan dan obatobatan yang dikonsumsinya dapat mempengaruhi kerja jantung apabila tidak
menjaga keseimbangan tubuh secara adekuat. Perawat sebagai seorang yang
merawat pasien di rumah sakit sebelum melakukan tindakan lebih lanjut, untuk
menentukan kondisi kerja jantung pasien normal atau tidak yaitu salah satunya
dengan mendeteksi menggunakan electrocardiografi (ECG).
Pada kondisi dengan kelainan jantung, perlu dilakukan bedah jantung. Bedah
jantung itu sendiri adalah usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan
koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung agar dapat kembali normal sesuai
fungsinya. Namun tidak semua operasi bedah jantung dapat berjalan lancar
tergantung kondisi pasien itu sendiri, stabil atau tidak stabil.
Jenis operasi bedah jantung antara lain operasi Coronary artery bypass graft
(CABG), operasi perbaikan atau penggantian katup jantung dan operasi yang
lainnya. Prosedur bedah jantung ini biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu
menghentikan jantung secara sementara (on-pump) dan pembedahan dengan
jantung yang masih berdenyut (off-pump). Pengehntian jantung sementara ini
memerlukan alat pengganti fungsi jantung dan paru sehingga sirkulasi tubuh tetap
terjaga.
Alat
pengganti
jantung
dan
paru
tersebut
dinamakan
mesi
cardiopulmonary bypass (CPB). Namun salah satu komplikasi yang sering terjadi
pada pasien yang menggunakan mesin ini adalah terjadinya suatu respon inflamasi
sistemik pada derajat tertentu, hal tersebut ditandai dengan hipotensi yang
menetap, demam yang bukan disebabkan oleh infeksi, udem jaringan yang luas,
dan kegagalan beberapa organ tubuh.
Badan kesehatan dunia (WHO) melaporkan pada tahun 2002 tercatat lebih
dari tujuh juta orang meninggal dunia akibat penyakit jantung koroner di seluruh
2
dunia. Angka kematian tersebut diperkirakan meningkat hingga 11 juta pada tahun
2020.
Menurut hasil Survey kesehatan Rumah Tangga tahun 1972, penyebab
kematian akibat penyakit kardiovaskular menempati urutan 11 dan angka
mortalitas ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Selain itu, Survei
Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986, mencatat bahwa penyebab kematian akibat
penyakit kardiovaskular sebesar 9,7% yang menempati urutan ketiga dari seluruh
kematian kemudian menempati urutan (16%) pada Survei Kesehatan Rumah
Tangga tahun 1992 dan menjadi penyebab utama kematian pada hasil survey
tahun 1995 dan 2001 (26,3%) (Ismantri, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian bedah jantung ?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi penyakit jantung ?
1.2.3 Apakah pengertian konsep dasar bedah jantung ?
1.2.4 Apakah tanda dan gejala dari penyakit bedah jantung ?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi penyakit jantung ?
1.2.6 Bagaimana prosedur diagnostic bedah jantung ?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan medis bedah jantung ?
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan bedah jantung ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian dari bedah jantung;
1.3.2 Mengetahui epidemiologi dari penyakit jantung;
1.3.3 Mengetahui pengertian konsep dasar bedah jantung;
1.3.4 Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit jantung;
1.3.5 Mengetahui patofisiologi dari penyakit jantung;
1.3.6 Mengetahui prosedur diagnostic dari bedah jantung;
1.3.7 Mengetahui penatalaksanaan medis dari bedah jantung;
1.3.8 Mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit jantung.
3
BAB 2. KONSEP DASAR BEDAH JANTUNG
2.1 Pengertian Bedah Jantung
Bedah jantung adalah usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan
koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung. Bedah jantung juga merupakan
semua tindak pengobatan yang menggunakan cara infasif dengan cara membuka
atau menampilakan bagian tubuh yang akan ditangani. Misalnya jantung.
Umumnya pembukaan bagian tubuh ini dengan membuat sayatan. Setelah bagian
yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka.
2.2 Klasifikasi Bedah Jantung
1. Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka
rongga jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra
corporal).
2. Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka
rongga jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.
2.3 Tujuan Operasi Bedah Jantung
Operasi jantung dikerjakan dengan tujuan bermacam-macam antara lain :
1. Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada, misalnya penutupan ASD,
Pateh VSD, Koreksi Tetralogi Fallot.
2. Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini dikerjakan
terutama pada anak-anak (pediatrik) yang mempunyai kelainan bawaan.
3. Operasi paliatif, yaitu melakukan operasi sementara untuk tujuan
mempersiapkan operasi yang definitive atau total koreksi karena operasi total
belum dapat dikerjakan saat itu, misalnya shunt aortopulmonal pada TOF,
Pulmonal atresia.
4. Repair yaitu operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang mengalami
insufisiensi.
4
5. Replacement katup yaitu operasi penggantian katup yang mengalami
kerusakan.
6. Bypass
koroner
yaitu
operasi
yang
dikerjakan
untuk
mengatasi
stenosis/sumbatan arteri koroner.
7. Pemasangan inplant seperti kawat ‘pace maker’ permanen pada anak-anak
dengan blok total atrioventrikel.
8. Transplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang tidak
mungkin diperbaiki lagi dengan jantung donor dari penderita yang meninggal
karena sebab lain.
9. Transmyocardial laser revascularization (TLR). Operasi jantung laser
biasanya dilakukan saat penanganan-penanganan sebelumnya telah gagal.
Pada operasi jantung jenis ini, dokter akan menggunakan teknologi laser
untuk membuat saluran di otot jantung. Tujuannya agar saluran tersebut
mampu membuat darah mengalir lebih lancar.
10. Percutaneous Transluminal Coronary Angiplasly (PTCA), atau Angioplasti
Koroner, adalah prosedur non-bedah dengan sayatan minimal yang digunakan
untuk
membuka
pembuluh
darah
yang
menyempit.
Prosedur
ini
menggunakan kateter yang lentur dengan balon di ujungnya, yang
dikembungkan pada lekanan tinggi di dalam dinding arteri yang menyempit.
Tindakan ini akan merontokkan plak dalam pembuluh darah dan
memperbaiki aliran darah ke otot jantung.
2.4 Indikasi Bedah Jantung
a. “Left to rigth shunt” sama atau lebih dari 1,5 (aliran paru dibandingkan aliran
ke sistemik  1,5).
b. “Cyanotic heart disease”.
c. Kelainan anatomi pembuluh darah besar dan koroner
d. Stenosis katub yang berat (symtomatik).
e. Regurgitasi katub yang berat (symtomatik)
f. Angina pektoris kelas III dan IV menurut Canadian Cardiology Society
(CCS).
5
g. “Unstable angina pectoris”.
h. Aneurisma dinding ventrikel kiri akibat suatu infark miokardium akut.
i. Komplikasi akibat infark miokardium akut seperti VSD dan mitral regurgitasi
yang berat karena ruptur otot papilaris.
j. “Arrhytmia” jantung misalnya WPW syndrom.
k. Endokarditis atau infeksi katub jantung.
l. Tumor dalam rongga jantung yang menyebabkan obstruksi pada katub
misalnya myxoma.
m. Trauma jantung dengan tamponade atau perdarahan.
2.5 Toleransi dan Perkiraan Risiko Operasi
Toleransi terhadap operasi diperkirakan berdasarkan keadaan umum
penderita yang biasanya ditentukan dengan klasifikasi fungsional dari New York
Heart Association.
Klas I
: Keluhan dirasakan bila bekerja sangat berat misalnya berlari.
Klas II
: Keluhan dirasakan bila aktifitas cukup berat misalnya berjalan cepat.
Klas III
: Keluhan dirasakan bila aktifitas lebih berat dari pekerjaan sehari-hari.
Klas IV
: Keluhan sudah dirasakan pada aktifitas primer seperti untuk makan
dan lain-lain sehingga penderita harus tetap berbaring ditempat tidur.
2.6 Waktu Terbaik untuk Operasi
Hal ini ditentukan berdasarkan risiko yang paling kecil. Misalnya umur
yang tepat untuk melakukan total koreksi Tetralogi Fallot adalah pada umur 3 - 4
tahun. Hal ini yaitu berdasarkan klasifikasi fungsional di mana operasi katub aorta
karena suatu insufisiensi pada kelas IV adalah lebih tinggi dibandingkan pada
kelas III. Hal ini adalah saat operasi dilakukan. Operasi pintas koroner misalnya
bila dilakukan secara darurat resikonya 2 kali lebih tinggi bila dilakukan elektif.
Pembagian waktu dibagi atas:
1. emergensi yaitu operasi yang sifatnya sangat perlu untuk menyelamatkan jiwa
penderita. Untuk bypass coroner hal ini dilakukan kapan saja tergantung
persiapan yang diperlukan.
6
2. Semi Elektif yaitu operasi yang bisa ditunda 2 - 3 hari atau untuk koroner
dilakukan 3 x 24 jam setelah dilakukan kateterisasi jantung.
3. Elektif yaitu operasi yang direncanakan dengan matang atas indikasi tertentu,
waktunya lebih dari 3 hari.
2.7 Pemilihan Tehnik Operasi
Pertimbangan yang perlu diperhatikan adalah :
1. Apakah bisa dilakukan koreksi total
2. Kalau tidak bisa dilakukan koreksi total karena keterbatasan umur dan
anatomi/kelainan yang didapat maka harus dipilih tehnik operasi untuk
membantu operasi definitif misalnya “ shunt “ pada Tetralogi Fallot.
3. Apabila tidak bisa dilakukan koreksi total atau operasi definitif dengan resiko
yang tinggi maka harus dipilih operasi untuk memperbaiki kwalitas hidup
penderita tersebut misalnya “shunt” saja.
4. “Repair” katub lebih diutamakan/dianjurkan dari pada “replacement” atau
penggantian katub yang rusak.
5. Hasil-hasil dari kasus-kasus yang sudah dikerjakan orang lain.
2.8 Sayatan Operasi
1. Mid Sternotomi
Posisi klien terlentang, kepala ekstensi dan daerah vertebra antara skapula
kanan dan kiri diganjal secukupnya sehingga insisi cukup bebas. Harus
diperhatikan dalam setiap posisi :
a. Seluruh daerah yang mengalami tekananan harus dilindungi dengan bantal
atau karet busa misalnya kepala, daerah sakrum dan tumit.
b. Tidak boleh ada barang-barang logam yang keras, kontak langsung dengan
penderita sehingga dapat terjadi dekubitus.
c. Pemasangan “lead EKG”, kateter urin, selang infus tidak boleh “kinking”
dan melewati bawah kulit klien sehingga menimbulkan bekas.
7
d. Pemasangan “plate katerisasi” pada otot pinggul dan hati-hati terhadap N.
Ischiadicus yang berjalan di daerah sakrum dan penderita harus
dihubungkan dengan kabel yang ke bumi.
e. Posisi penderita harus difiksasi dengan stabil sehingga tidak mudah
meluncur kalau meja operasi diputar atau tidak bergerak kalu dilakukan
shock listrik.
Insisi kulit pada daerah median mulai dari atas suprasternal notch
vertikal sampai 3 cm di bawah prosesus xyphoideus dengan pisau No. 24 bila
klien dewasa, untuk bayi dan anak-anak dengan pisau No. 15. Hemostasis
dengan kauterisasi fasia sampai ligamen subra sternal dipotong, begitu juga
prosesus xyphoideus ibelah dengan gunting kasar. Hemostasis dari vena yang
melintang di atas prosesus xyphoideus harus baik.
Tulang sternum dibelah dengan gergaji listrik biasanya dari arah
prosesus xypoideus ke atas dan saat itu paru-paru dikolapskan beberapa detik
untuk menghindari terbukanya pleura. Hemastasis pinggir sternum dengan
kauter dan bila perlu gunakan bone wak.
Selanjutnya sisa-sisa kelenjar timus, didiseksi sampai vena inominata
kelihatan bebas. Perikardium dibuka di tengah atau agak ke kanan apabila
akan digunakan untuk “patch” dan dilebarkan sedikit kearah lateral dibagian
proksimal dan diafragma. Perikardium difixir ke pinggir luka sehingga
jantung agak terangkat.
Apabila prosedur utama telah selesai dan dinding dada akan ditutup
maka harus diyakini benar bahwa hemostasis terhadap semua bekas insisi dan
jahitan telah aman, perikardium kalau perlu tidak usah ditutup rapat, dipasang
drain untuk mengeluarkan sisa darah, sternum diikat dengan kawat. Harus
diingat saat menutup sternum apakah ada pengaruh terhadap tekanan darah
terutama kalau tekanan darah turun. Jahitan kulit subkutikuler atau kutikuler
dengan dexon.
8
2.
Torakotomi posterolateral
Sayatan ini biasanya untuk klien koarktasio aorta, PDA, shunt atau
aneurisma aorta desenden. Posisi klien miring ke kanan dengan syarat-syarat
seperti di atas.
Insisi kulit mulai dari garis aksila tengah ke posterior kira-kira 2 cm di
bawah angulus inferior skapula dan prosesus spinosus vertebra. Kulit,
subkutis, otot latisimus dorsi dipotong dengan hemostasis yang baik dengan
kauter dan otot seratus anterios hanya dibelah dan dipotong pada insertionya.
Rongga toraks dibuka pada sela iga ke 4 dengan diseksi di bagian atas
iga ke V untuk menghindari pembuluh darah. Setelah selesai rongga toraks
ditutup dengan mengikat iga dengan jahitan absorbable dan selanjutnya otot
diapraksimasi kembali seperti aslinya dan kulit dijahit subkutikuler.
3.
Torakotomi Anterolateral
Posisi penderita terlentang dan bagian kiri diganjal sedikit sehingga
lebih tinggi atau miring 45. Insisi pada sela iga ke V. Pendekatan ini untuk
emergensi karena luka tusuk jantung dengan tamponade atau hanya
perikardiotomi banding pulmonalis.
2.9 Persiapan Pra Bedah.
Setelah paasien diputuskan untuk operasi maka perlu dipersiapkan agar
operasi dapat berlangsung sukses. Persiapan terdiri dari :
1. Persiapan mental
Menyiapkan klien secara mental siap menjalani operasi, menghilangkan
kegelisahan menghadapi operasi. Hal ini ditempuh dengan cara wawancara
dengan dokter bedah dan kardiolog tentang indikasi operasi, keuntungan operasi,
komplikasi operasi dan resiko operasi. Diterangkan juga hal-hal yang akan
dialami atau yang akan dikerjakan di kamar operasi dan ICU dan alat yang akan
dipasang, juga termasuk puasa, rasa sakit pada daerah operasi dan kapan drain
dicabut.
9
2. Persiapan medikal
a. Obat-obatan
1) Semua obat-obatan antikoagulan harus dihentikan 1 minggu sebelum
operasi (minimal 3 hari sebelum operasi).
2) Aspirin dan obat sejenis dihentikan 1 minggu sebelum operasi.
3) Digitalis dan diuretik dihentikan 1 hari sebelum operasi.
4) Antidiabetik diteruskan dan bila perlu dikonversi dengan insulin
injeksi selama operasi.
5) Obat-obat jantung diteruskan sampai hari operasi.
6) Antibiotika hanya diberikan untuk propilaksis dan diberikan waktu
induksi anestesi di kamar operasi, hanya diperlukan test kulit sebelum
operasi apakah ada alergi.
b. Laboratorium 1 hari sebelum operasi antara lain :
1) Hematologi lengkap + hemostasis.
2) LFT.
3) Ureum, Creatinin.
4) Gula darah.
5) Urine lengkap.
6) Enzim CK dan CKMB untuk CABG.
7) Hb S Ag.
8) Gas darah.
Bila ada kelainan hemostasis atau faktor pembekuan harus diselidiki
penyebabnya dan bila perlu operasi ditunda sampai ada kepastian bahwa kelainan
tersebut tidak akan menyebabkan perdarahan pasca bedah.
3. Persiapan darah untuk operasi.
4. Permintaan darah ke PMI terdiri dari :
Packad cell
: 750 cc
Frash Frozen Plasma
: 1000 cc
Trombosit
: 3 unit.
5. Permintaan darah ke PMI minimal 24 jam sebelum operasi elektif dan tentu
tergantung persediaan darah yang ada di PMI saat itu.
10
6. Mencari infeksi fokal.
7. Biasanya dicari gigi berlobang atau tonsilitis kronis dan ini konsultasikan ke
bagian THT dan gigi. Kelainan kulit seperti dermatitis dan furunkolosis/bisul
harus diobati dan juga tidak dalam masa inkubasi/infeksi penyakit menular.
8. Fisioterapi dada.
9. Untuk melatih dan meningkatkan fungsi paru selama di ICU dan untuk
mengajarkan bagaimana caranya mengeluarkan sputum setelah operasi untuk
mencegah retensi sputum. Bila penderita diketahui menderita asthma dan
penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) maka fisioterapi harus lebih
intensif dikerjakan dan kadang-kadang spirometri juga membantu untuk
melihat kelainan yang dihadapi. Bila perlu konsultasi ke dokter ahli paru
untuk problem yang dihadapi.
10. Perawatan sebelum operasi.
11. Saat ini perawatan sebelum operasi dengan persiapan yang matang dari
poliklinik maka perawatan sebelum operasi dapat diperpendek misalnya 1 - 2
hari sebelum operasi. Hal ini untuk mempersiapkan mental klien dan juga
supaya tidak bosan di Rumah Sakit.
11
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Riwayat Kesehatan
a. Pre Operatif
Riwayat kesehatan pasien adalah sumber yang sangat baik. Sumber
berharga lainnya adalah rekam medis dari riwayat perawatan sebelumnya.
Penyakit yang diderita pasien akan mempengaruhi kemampuan pasien dalam
mentoleransi pembedahan dan mencapai pemulihan yang menyeluruh. Pasien
yang akan menjalani bedah sehari (one day care) harus diperiksa secara teliti
dan menyeluruh untuk menentukan kondisi kesehatan yang mungkin akan
meningkatkan resiko komplikasi selama atau setelah pembedahan.
Pengalaman bedah sebelumnya dapat mempengaruhi respons fisik dan
psikologis
pasien
terhadap
prosedur pembedahan.
Jenis pembedahan
sebelumnya, tingkat rasa, ketidaknyamanan, besarnya ketidakmampuan yang
ditimbulkan, dan seluruh tingkat perawatan yang pernah diberikan adalah
faktor-faktor yang mungkin akan diingat oleh pasien. Perawat mengkaji semua
komplikasi yang pernah dialami pasien. Informasi ini akan membantu perawat
dalam mengantisipasi kebutuhan pasien selama pra dan pascaoperatif.
Pembedahan sebelumnya juga dapat mempengaruhi tingkat perawatan fisik
yang dibutuhkan pasien setelah menjalani prosedur pembedahan. misalnya,
pasien yang pernah menjalani torakotomi untuk reseksi lobus paru mempunyai
resiko komplikasi paru-paru yang lebih besar daripada pasien dengan paru-paru
yang masih utuh dan normal. Jika pasien menggunakan obat yang telah
diresepkan atau obat yang dibeli di luar apotik secara teratur, maka dokter
bedah atau ahli anestesi mungkin akan menghentikan pemberian obat tersebut
untuk sementara sebelum pembedahan atau mereka akan menyesuaikan
dosisnya. Beberapa jenis obat mempunyai implikasi khusus bagi pasien bedah.
Obat yang diminum sebelum pembedahan secara otomatis akan dihentikan saat
pasien selesai menjalani operasi kecuali dokter meminta pasien untuk
menggunakannya kembali.
12
Pada pasien gawat darurat yang memerlukan pembedahan cito,
pengkajian riwayat kesehatan dilakukan secara ringkas terkait factor-faktor
yang mempengaruhi pembedahan dan anestesi umum. Pasien dikaji tentang
adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, tuberkolusis paru, dan berbagai
penyakit kronis yang akan berdampak pada peningkatan resiko komplikasi
intraoperatif.
a. Riwayat alergi
Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap berbagai obat yang
mungkin diberikan selama fase intraoperatif. Apabila pasien mempunyai
riwayat alergi satu atau lebih, maka pasien perlu mendapat pita identifikasi
alergi yang dipakai pada pergelangan tangan sebelum menjalani
pembedahan atau penulisan symbol alergi yang tertulis jelas pada status
rekam medis sesuai dengan kebijakan institusi. Perawat juga harus
memastikan bagian depan lembar pencatatan pasien berisi daftar alergi
yang dideritanya.
b. Pengkajian nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan
sensori yang dinyatakan sebagai pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, dan
sebagainya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri. Penting bagi setiap
perawat untuk mempercayai pasien yang melaporkan rasa nyeri. Selain itu
yang sama pentingnya adalah waspada terhadap pasien yang mengabaikan
nyeri. Misalnya mengungkapkan kenyataan bahwa gangguan atau
prosedur biasanya menimbulkan nyeri atau bahwa pasien tampak meringis
saat bergerak atau menghindari gerakan. Menggali alasan mengapa pasien
mengabaikan rasa nyeri juga sangat membantu. Banyak orang yang
menyangkal nyeri yang dialaminya karena mereka takut dengan
pengobatan/tindakan yang mungkin diberikan jika mereka mengeluh nyeri,
atau takut menjadi ketergantungan jika obat-obat ini diberikan untuk
mengatasi nyerinya. Kondisi penyakit dan posisi dapat menimbulkan nyeri
pada
pasien, perawat perlu
mengkaji
pengalaman
nyeri pasien
13
sebelumnya, metode pengontrolan nyeri yang digunakan, sikap pasien
dalam menggunakan obat-obatan peghilang rasa nyeri, respons perilaku
terhadap nyeri, pengetahuan pasien, harapan, dan metode manajemen nyeri
yang dipilih karena akan memberi dasar bagi perawat dalam memantau
perubahan kondisi pasien. Pengkajian nyeri yang benar memungkinkan
perawat perioperatif untuk menetapkan status nyeri pasien, lebih
bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap perawatan yang
diberikan, dan lebih berorientasi pada sifat kemitraan dalam melakukan
penatalaksanaan
nyeri.
Perawat
harus
mengembangkan
hubungan
terapeutik yang positif dan memberi waktu kepada pasien untuk
mendiskusikan nyeri. Perawat juga harus mempelajari cara verbal dan
nonverbal pasien dalam mengomunikasikan rasa ketidaknyamanan.
Meringis, menekuk salah satu bagian tubuh, dan postur tubuh yang tidak
lazim merupakan contoh ekspresi nyeri secara nonverbal.
c. Pengkajian psikososiospiritual
Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul adalah adanya
ketidaktahuan akan pengalaman pembedahan yang dapat mengakibatkan
kecemasan dalam berbagai bentuk seperti marah, menolak, atau apatis
terhadap kegiatan keperawatan. Pasien yang cemas sering mengalami
ketakutan atau perasaan tidak tenang. Berbagai bentuk ketakutan muncul
seperti ketakutan akan hal yang tidak diketahui, misalnya terhadap
pembedahan, anastesi, masa depan, keuangan, dan tanggung jawab
keluarga, ketakutan akan nyeri, kematian, atau ketakutan akan perubahan
citra diri dan konsep diri. Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi,
kecemasan merupakan stressor yang dapat menurunkan sistem imunitas
tubuh. Prosedur pembedahan akan memberikan suatu reaksi emosional
bagi pasien, untuk membedakan reaksi tersebut jelas atau tersembunyi,
normal atau abnormal, sebagai contoh kecemasan pre operative merupakan
suatu respons antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap
pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, integritas
tubuh, atau bahkan kehidupan itu sendiri, dapat diketahui bahwa pikiran
14
yang bermasalah secara lansung akan mempengaruhi fungsi tubuh. Oleh
karena itu penting untuk mengidentifkasi ansietas yang dialami pasien.
Dengan mengumpulkan riwayat kesehatan secara cermat, perawat akan
menemukan kekhawatiran pasien yang didapat menjadi beban langsung
selama proses pembedahan. Pasien yang menghadapi pembedahan akan
dilingkupi oleh ketakutan, termasuk ketakutan akan ketidaktahuan,
kematian, anastesi dan kanker, kekhawatiran mengenai kehilangan waktu
kerja, kemungkinan kehilangan pekerjaan, tanggung jawab terhadap
keluarga, dan ancaman ketidakmampuan permanen yang lebih jauh.
Menurut potter (2006) reaksi pasien terhadap pembedahan didasarkan
pada banyak faktor, meliputi ketidaknyamanan dan perubahan-perubahan
yang diantisipasi baik fisik, finansial, psikologis, spiritual, sosial, atau
hasil akhir pembedahan yang diharapkan. Bagian terpenting dari
pengkajian kecemasan pre operative adalah untuk menggali peran orang
terdekat, baik dari keluarga, sahabat, adanya sumber dukungan orang
terdekat akan menurunkan kecemasan.
Pasien dengan konsep diri positif lebih mampu menerima operasi
yang dialaminya dengan tepat. Perawat mengkaji konsep diri pasien
dengan cara meminta pasien mengidentifikasi kekuatan dan kelamahan
dirinya, pasien yang cepat mengkritik mungkin mempunyai harga diri
yang rendah atau sedang menguji pendapat perawat tentang karakter
mereka. Konsep diri yang buruk mengganggu kemampuan beradaptasi
dengan stress pembedahan dan memperburuk rasa bersalah atau
ketidakmampuannya (Stuart, 1999).
b. Intra operatif
1. Observasi tingkat kesadaran pasien
2. Observasi emosi pasien
3. Observasi aktivitas
4. Cek obat yang digunakan
5. Observasi pernafasan pasien
15
6. Riwayat penyakit, keluarga, kebiasaan hidup
7. Cek obat yang digunakan
8. Observasi tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
9. Observasi kulit: warna, turgor, suhu, keutuhan
c. Post Operatif
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan
perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada
menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien,
menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang
cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi
optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan
mencegah masalah yang kemungkinan muncul pada tahap ini. Pengkajian
dan penanganan yang cepat dan akurat sangat di butuhkan untuk
mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau
membahayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan
postoperative sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
Faktor yang mempengaruhi yaitu :
1. Mempertahankan jalan nafas
Mempertahankan jalan nafas dengan mengatur posisi, memasang
suction dan pemasangan mayo atau gudel.
2. Mempertahan kan ventilasi atau oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian
bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
3. Mempertahankan sirkulasi darah
Mempertahankan
sirkulasi
darah
dapat
dilakukan
dengan
pemberian caiaran plasma ekspander.
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui
keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau
16
muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga
perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat
penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi
perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran
klien. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan,
seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan
yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait
dengan fungsi eleminasi pasien.
6. Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injury
7. Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan,
disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada
tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya
sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang
tepat juga kolaborasi dengan medi terkait dengan agen pemblok
nyerinya.
3.1.3 Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG
: untuk mengetahui disritmia
2. Chest x-ray
3. Hasil laboratoium
: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, urium,
kreatinin, BUN, HbsAg
4. Katerisasi
5. Echocardiogram
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operative
Perawat menggolongkan karakteristik tertentu yang diperoleh
selama pengkajian untuk mengindentifikasikan diagnosis keperawatan
17
yang tepat bagi pasien bedah. Diagnosis menentukan arah perawatan
yang akan diberikan pada satu atau seluruh tahap pembedahan.
Diagnosis keperawatan pre operative memungkinkan perawat untuk
melakukan tindakan pencegahan dan perawatan, sehingga asuhan
keperawatan yang diberikan selama tahap intra operative dan pasca
anastesi sesuai dengan kebutuhan pasien. Berikut ini adalah diagnosis
keperawatan
berdasarkan
pengkajian
keperawatan
yang
lazim
dilaksanakan.
1. Ansietas
berhubungan
dengan
kurang
pengetahuan
tentang
pembedahan yang akan dilaksanakan dan hasil akhir pasca operatif.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan prognosis
pembedahan, ancaman kehilangan organ atau fungsi tubuh dari
prosedur pembedahan, dan ketidakmampuan menggali koping efektif.
3. Kurang pengetahuan tentang implikasi pembedahan berhubungan
dengan kurang pengalaman tentang operasi dan kesalahan informasi.
3.3
Perencanaan Keperawatan
Pasien bedah perlu diikutsertakan dalam pembuatan rencana perawatan
dengan melibatkan pasien sejak awal, kesulitan pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan bedah, risiko pembedahan, dan komplikasi pasca operatif dapat
diminimalkan. Misalnya, riset keperawatan menunjukkan bahwa penyuluhan pre
operative yang diberikan secara terstruktur dapat mempersingkat waktu rawat
pasien
di rumah sakit (Dalayon (1994) dalam Potter (2006)). Rencana
keperawatan berikut yang biasanya dilaksanakan pada periode pre operative dari
ruang rawat inap dan bagian emergensi. Penetapan tujuan dalam waktu 1 x 24 jam
hanya dikhususkan apabila pembedahan dilakukan secara efektif dari ruang rawat
inap.
18
3.4 Intervensi Keperawatan
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang
akan dilaksanakan dan hasil akhir pascaoperatif.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau
hilang.
Kriteria hasil:
a. Pasien menyatakan kecemasannya berkurang.
b. Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya.
c. Pasien dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang
memengaruhi ansietasnya.
d. Pasien kooperatif terhadap tindakan.
e. Wajah pasien tampak rileks
Intervensi
Rasional
Mandiri
Bantu
pasien
mengekspresikan Ansietas berkelanjutan memberikan
perasaan marah, kehilangan, dan takut. dampak seramgan jantung.
verbal/nonverbal
dapat
Kaji tanda asietas verbal dan Reaksi
nonverbal. Dampingi pasien dan menunjukkan rasa agitasi, marah, dan
lakukan tindakan bila pasien mulai gelisah.
menunjukkan prilaku merusak.
Jelaskan tentang prosedur pembedahan Pasien yang teradapatasi dengan
sesuai jenis operasi.
prosedur pembedahan yang akan
dilaluinya akan merasa lebih nyaman.
Beri dukungan pra bedah
Hubungan emosional yang baik antara
perawat dan pasien akan mememgaruhi
peneriamaan
pasien
terhadap
pembedahan. Aktif mendengar semua
kekhawatiran dan keprihatinan pasien
adalah bagain penting dari evaluasi
praoperatif. Keterbukaan mengenai
tindakan bedah yang akan dilakukan,
pilihan anestesi, dan perubahan atau
kejadian pascaoperatif yang diharapkan
akan menghilangkan banyak ketakutan
tak berdasar terhadap anestesi.
Bagi
sebagian
besar
pasien,
pembedahan adalah suatu peristiwa
hidup yang bermakna. Kemampuan
perawat dan dokter untuk memandang
pasien
dan keluarganya sebagai
manusia yang layak untuk didengarkan
dan diminta pendapat ikut menentukan
hasil pembedahan.
Egbert
et
al.
(1963)
dalam
Gruendemann (2006) memperlihatkan
19
Hindari konfrontasi
Beri lingkungan yang tenang dan
suasana penuh istirahat.
Tingkatkan kontrol sensasi pasien.
Orientasikan pasien terhadap prosedur
rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan ansietasnya.
Berikan privasi untuk pasien dan orang
terdekat.
bahwa kecemasan pasien yang
dikunjungi dan diminta pendapat
sebelum operasi akan berkurang saat
tiba di kamar operasi dibandingkan
mereka yang hanya sekedar diberi
premedikasi
dengan
fenobarbital.
Kelompok yang mendapat premedikasi
melaporkan rasa mengantuk, tetapi
tetap cemas.
Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama, dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
Mengurangi rangsangan eksternal yang
tidak diperlukan.
Kontrol
sensasi
pasien
dalam
menurunkan ketakutan dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan
pasien, menekankan pada penghargaan
terhadap
sumber-sumber
koping
(pertahanan
diri)
yang
positif,
membantu latihan relaksasi dan teknikteknik pengalihan, dan memberikan
respons balik yang positif.
Orientasi
dapat
menurunkan
kecemasan.
Dapat menghilangkan keteganganketegangan terhadap kehawatiran yang
tidak diekpresikan.
Memberi
waktu
untuk
mengekspresikan
perasaan,
menghilangkan rasa cemas, dan prilaku
adaptasi. Kehadiran keluarga dan
teman-teman yang dipilih pasien untuk
menemani
aktivitas
pengalih
(misalnya: membaca akan menurunkan
perasaan terisolasi).
Kolaborasi
Berikan anticemas sesuai indikasi, Meningkatkan
relaksasi
contohnya diazepam.
menurunkan kecemasan.
dan
20
3.4 Evaluasi Keperawatan
NO.
TGL/JAM
DX
1
4-09-2014
2
4-09-2014
3
4-09-2014
EVALUASI
S:O : TTV normal : (TD : 110/70-120/80 mmHg,
Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60100 x/mnt, peralatan pemantau hemodinamik
memperlihatkan hasil normal ( tekanan vena
central (CVP) normal antara 2-8 mmHg atau 3-11
cm air, curah jantung normal antara 3-5L/menit,
tekanan kapiler pulmonal (PCWP) normal yaitu 612 mmHg, indeks jantung normal 2,5-3,5
L/mnt/mm2, tekanan vaskuler sistemik normal
antara 600-1400 dynes/sec, rerata tekanan arteri
normal 70-100mmHg), tidak ada bunyi jantung
tambahan baik S3 maupun S4
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
S : pasien mengatakan tidak sesak nafas
O : TTV normal : (TD : 110/70-120/80 mmHg,
Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60100 x/mnt,AGD normal : (PO2 : 80-95 mmHg,
PCO2 : 35-45 mmHg, HCOO-3 : 21-26 mmHg, PH :
7,35- 7,45, SO2 : 90-100 mmHg)
- suara nafas vesikuler
- jalan nafas tidak terganggu
- mukosa dan dasar kuku berwarna merah muda
tidak ada sianosis, tidak ada oedema, ekstremitas
hangat
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
S : pasien mengatakan nyeri berkurang
O : TTV normal : (TD : 110/70-120/80 mmHg,
Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60100 x/mnt, skala nyeri 1-3
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
TTD
21
4
4-09-2014 S S: pasien mengatakan demamnya berkurang
O: TTV normal; (TD: 110/70-120/80 mmHg,
Suhu: 36,5-37,50 C, RR: 16-24 x/mnt, Nadi: 60100 x/mnt, tidak ada bengkak, tidak ada
kemerahan, tidak ada rasa nyeri
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
2. Intra Operative
1. Airway (jalan nafas) Persiapkan alat untuk mempertahankan Airway
antara lain: guedel, laringoskop, ETT berbagai ukuran, system hisab lendir
2. Breathing (pernafasan) persiapan alat untuk terapi O2 antara lain: kanula,
sungup, bagging dan ventilator
3. Circulation (sirkulasi)
a. Pemasangan EKG, sering digunakan lead II untuk memantau dinding
miokard bagian inferior dan V5 untuk antero lateral
b. Kanulasi arteri dipasang untuk memantau tekanan arteri dan analisa gas
darah
c. Pemasangan CVP untuk pemberian darah autologus dan infuse kontinu
serta obat-obatan yang perlu diberikan
d. Temperature:
sering
digunakan
nasofaringeal
ataurektal
untuk
mengevaluasi status pasien dari cooling dan rewarning, tingkat proteksi
miokard, adekutnya perfusi perifer dan hipertermi maligna
e. Pada beberapa sentra sering dipasang elektro encephalogram untuk
memantau kejadian akut seperti eskemia/injuri otak
f. Pemberian obat-obatan: untuk anstesi dengan tujuan tidak sadar, amnesia,
analgesia, relaksasi otak dan menurunkan respons stress, sedang obat lain
seperti inotropik, kronotropik, antiaritmia, diuretic, anti hipertensi, anti
kuagulan dan kuagulan juga perlu
4. Defibrillator
Alat ini disiapkan untuk mengantisipasi aritmia yang mengancam jiwa
5. Deathermi
22
Ketika melakukan pemasangan ground pad harus disesuaikan dengan
ukuran untuk mencegahpanas yang terlalu tinggi pada tempat pemasangan
6. Posisi pasien dimeja operasi
Mengatur pasien tergantung dari prosedur operasi yang akan dilakukan.
Hal yang perlu diperhatikan: posisi harus fisiologis, system muskulosketal
harus terlindung, lokasi operasi mudah terjangkau, mudah dikaji oleh
anastesi,beri perlindungan pada bagian yang tertekan (kepala, sacrum,
scapula, siku, dan tumit)
7. Persiapan lain: TEE (Trans Esophogeal Echocardiography)
Untuk melihat pergerakan jantung, fungsi katup, fungsi miokard, aliran
pirau intrardiak, udara diruang jantung,serta efektif tidaknya venting.
Kemudian perlu diantisipasi untuk persiapan pemasangan IABP (Intra
Aortic Ballon Pump).
8. Menjaga tindakan asepsis
9. Kondisi asepsis dicapai dengan: cuci tangan, melakukan proparasi kulit
dan drapping. Menggunakan gaun dan sarung tangan yang steril.
a. Pemeliharaan Keselamatan
1. Atur posisi pasien
2.
Kesejajaran fungsional
3.
Pemajanan area pembedahan
4. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
5. Memasang alat grounding ke pasien
6. Memberikan dukungan fisik
7. Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
b. Pematauan Fisiologis
1. Memperhitungkan efek dari hilangnya atau masuknya cairan secara
berlebihan pada pasien
2. Membedakan data kardiopumonal yang normal dengan yang abnormal
3. Melaporkan perubahan-perubahan pada nadi, pernafasan, suhu tubuh
dan tekanan darah pasien.
c. Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan jika pasien sadar)
23
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri dekat dan menyentuh pasien selama prosedur dan induksi
3. Terus mengkaji status emosional pasien
4. Mengkomunikasikan status emosional pasien ke anggota tim perawatan
kesehatan lain yang sesuai.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Memberikan keselamatan untuk pasien
2. Mempertahankan lingkungan aseptik dan terkontrol
3. Secara efektif mengelola sumber daya manusia.
3. Post Operative
Ketika pasien sudah selasai dalam tahap intraoperatif, setelah itu pasien di
pindahkan keruang perawatan, maka hal – hal yang harus perawat lakukan,
yaitu :
1. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien drainage,tube
atau selang dan komplikasi. Begini pasien tiba langsung monitor
kondisinya. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan pertama yang
dilakukan setalah post operatif.
2. Manejemen luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak
mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka
sampai dengan pengangkatan jahitan.
3. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan
juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi
neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
4. Discharge planning
24
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada
klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan
dilakukan sehubungan dengan kondis atau penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning yaitu:
1) Untuk perawat : berisi point-point discharge planning yang di
berikan kepada klien (sebagai dokumentasi).
2) Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan
lebih detail.
5. Rehabilisasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik
yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien untuk sehat.
25
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bedah jantung adalah usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan
koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung. Bedah jantung juga merupakan
semua tindak pengobatan yang menggunakan cara infasif dengan cara membuka
atau menampilakan bagian tubuh yang akan ditangani. Bedah jantung ada 2
macam yaitu Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan
membuka rongga jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru Operasi
jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga
jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal sedangkan Operasi jantung
tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga jantung
misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.
4.2 Saran
Pada deskripsi tentang bedah jantung diatas diharapkan mahasiswa atau
pembaca dapat mengerti dan memahami bedah jantung agar dapat menerapkan
nantinya ketika merawat pasien di rumah sakit. Pasien yang akan di bedah harus
menjaga keseimbangan cairan elektrolit, mengurangi nyeri, meningkatkan
istirahat yang cukup, mencegah suhu tubuh agar tetap normal, jaga pola makan
dan gaya hidup. Oleh karena itu, peran perawat sebagai educator, konselor,
fasilitator, care giver sangat diperlukan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta:
Rineka Cipta.
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 6.
Jakarta: ECG.
Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah:
Preoperatif Nursing. Tidak dipublikasikan: Yogyakarta.
Hardian, Satoto, Soenarjo. Jurnal Anestesiologi Indonesia: Pengaruh Penggunaan
Mesin Cardiopulmonary Bypass Terhadap Kadar Leukosit pada Operasi
Bedah Jantung.
http://www.janesti.com/journal/view/article/61 diakses
pada tanggal 5 september 2014.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Vol 1. Jakarta: EGC.
Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito
Yogyakarta, Tidak dipublikasikan: Yogyakarta.
http://eprints.undip.ac.id/20418/1/BAB_I_OK.pdf
September 2014, 21.00 WIB
diakses
pada
tanggal
5
Download