PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan

advertisement
BAB I
PENGANTAR
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang
keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total
panjang keseluruhan 95.181 km (wikipedia, 2013), ditinjau dari kondisi panjang
pantai tersebut tentu saja pantai di Indonesia memiliki potensi keanekaragaman
bahari, serta produktivitas sektor pertanian dan perikanan yang tinggi. Seluruh
potensi wilayah pantai Indonesia kemudian
mengakibatkan tumbuh dan
berkembangnya permukiman di sekitar area pantai. Masyarakat yang bermukim
di pesisir pantai, khususnya pada wilayah pedesaan biasanya merupakan
masyarakat yang kehidupannya sangat bergantung pada hasil laut.
Dewasa ini wacana tentang perubahan iklim merupakan isu global yang
dianggap penting untuk dikaji. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi
memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara lain lewat
pembakaran batu bara dan kayu secara besar-besaran, serta pembabatan hutan,
mengakibatkan meningkatnya CO2 secara signifikan yang
pada akhirnya
menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap alam dan kehidupan manusia.
Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup panjang,
antara 50-100 tahun. Meskipun perlahan, dampaknya sebagian besar permukaan
bumi menjadi panas. IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) Tahun
2007 memaparkan beberapa dampak negatif perubahan iklim akibat aktivitas
manusia, di antaranya : (1) kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,76 derajat Celcius
1
antara periode 1850 – 2005 ; (2) 11 dari 12 tahun terakhir (1995-2006) merupakan
tahun-tahun dengan rata-rata suhu terpanas sejak dilakukan pengukuran suhu
pertama kali pada tahun 1850 ; (3) telah terjadi kenaikan permukaan air laut
global rata-rata sebesar 1,8 mm per tahun antara periode 1961 – 2003 ; (4) telah
terjadi kekeringan yang lebih intensif pada wilayah yang lebih luas sejak tahun
1970an, terutama di daerah tropis dan sub-tropis (Munaja, 2012).
Meninjau dampak-dampak negatif perubahan iklim, wilayah pesisir dan
wilayah yang pemanfaatan lahannya didominasi oleh permukiman dan pertanian
merupakan yang paling berisiko terkena dampak negatif perubahan iklim, seperti
kenaikan muka air laut, kekeringan, dan ketidakstabilan musim yang berpengaruh
terhadap mata pencaharian yang sangat bergantung pada alam. Sofian (2011)
menjelaskan bahwa laju kenaikan muka air laut sejak pertengahan abad 19 jauh
lebih besar, dibandingkan dengan laju selama dua millenium sebelumnya. Selama
periode 1901-2010 rata-rata muka air laut naik sebesar 0,19 meter. Laju kenaikan
muka air laut dua kali lebih cepat pada periode 1993-2010, dibandingkan periode
1901-2010. Para ahli sangat yakin bahwa laju kenaikan muka air laut pada abad
21 akan melampaui laju kenaikan pada periode 1971-2010 pada seluruh skenario
AR-5.
Gambar 1.1 Kenaikan muka air laut Tahun 1993-2008
Sumber : Sofian, 2011
2
Gambar 1.1 menunjukkan kecenderungan kenaikan muka air laut
berdasarkan altimeter yang melihat rata-rata kenaikan permukaan air laut di
Indonesia. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa rata-rata kenaikan muka
air laut tertinggi terjadi di wilayah Indonesia bagian timur. Pulau Papua, Sulawesi
dan sebagian Kalimantan dengan kenaikan rata-rata 5-8 mm per tahun.
Kepadatan permukiman desa-desa pesisir umumnya tinggi terutama pada
desa-desa nelayan (Marwasta dan Priyono, 2007). Akibat keberadaan fungsi
tersebut, kerentanan pesisir terhadap dampak yang ditimbulkan oleh perubahan
iklim dinilai besar, dan untuk bertahan pada wilayah tersebut, masyarakat pesisir
pada umumnya telah melakukan aktivitas adaptasi terhadap dampak kerentanan
tersebut dalam aspek apapun termasuk di dalamnya penataan ruang permukiman.
Kawasan Teluk Bone di Provinsi Sulawesi Selatan secara geografis dan
geologis merupakan wilayah yang rentan terhadap dampak negatif akibat
perubahan iklim. Teluk ini merupakan salah satu perairan Indonesia yang
mengalami kenaikan muka air laut yang relatif tinggi akibat adanya pengaruh
regional meteo-oceanography factor di antaranya perubahan sirkulasi arus teluk.
Kajian dampak negatif perubahan iklim di wilayah tersebut,
pemahaman
masyarakat terhadap perubahan iklim dan upaya mitigasi serta adaptasi yang telah
dilakukan oleh masyarakat di wilayah Teluk Bone telah dilakukan oleh LIPI pada
tahun 2010 dan Care International Indonesia pada tahun 2011, tepatnya pada
wilayah Kabupaten Bone, Sinjai dan Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Aktivitas adaptasi yang telah dilakukan masyarakat pada umumnya terkait dengan
aktivitas ekonomi dan lingkungan. Kajian ini dilakukan sebagai bahan advokasi
3
untuk perencanaan pembangunan daerah. Advokasi tersebut belum melingkupi
kajian adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim untuk perencanaan tata
ruang dan rencana permukiman. Meskipun hasil kajian tersebut telah
menunjukkan adanya beberapa perubahan ruang permukiman sebagai bentuk
adaptasi masyarakat terhadap dampak negatif perubahan iklim pada beberapa desa
selama kurun waktu 10 tahun terakhir, namun belum dikaji secara detail untuk
dapat dijadikan pertimbangan rencana detail tata ruang.
Penanggulangan bencana yang dijelaskan dalam Undang-undang No.24
Tahun 2007 bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
ancaman bencana serta menghargai budaya lokal. Pemerintah bertanggungjawab
dalam penyelenggaraannya dengan cara pengurangan risiko bencana dan
pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan, serta
perlindungan masyarakat dari dampak bencana. Pemaduan pengurangan risiko
bencana dengan program pembangunan dalam penanggulangan bencana akan
dapat berjalan efektif jika telah dilakukan kajian dalam aspek kebencanaan
sebagai dasar pertimbangan perencanaan dan pembangunan wilayah. Dasar
pengetahuan tersebut kemudian dijadikan acuan dalam perencanaan strategi dan
program penanggulangan bencana pada setiap dokumen perencanaan tata ruang
dan pembangunan daerah.
Pada kenyataan yang terjadi selama ini, rencana detail tata ruang hingga
turun pada rencana tata bangunan dan lingkungan kurang mengkaji aspek
penanggulangan bencana dari pengetahuan komunitas secara detail, termasuk di
dalamnya bencana yang timbul akibat perubahan iklim global. Perencanaan tanpa
4
pengetahuan yang dikaji secara mendalam kemudian mengakibatkan seringkali
tidak terpakainya perencanaan atau menghasilkan perencanaan yang aplikasinya
tidak dapat berkelanjutan. Perencanaan juga seringkali tidak memperhatikan
tinjauan desa pesisir sebab lebih menekankan fokus pada perkembangan
perkotaan, sedangkan pertumbuhan permukiman pada wilayah pesisir dewasa ini
menjadi begitu pesat dan tidak terencana.
Dusun Kambuno, Desa Belopa merupakan salah satu wilayah pemukiman
Suku Bajo yang mulai bermukim di pesisir sebagaimana yang terjadi pada
pemukiman Suku Bajo pada wilayah-wilayah lain di Indonesia. Dusun ini
merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Belopa, Ibukota Kabupaten Luwu.
Sebagian rumah pada permukiman di dusun ini telah mengalami
perpindahan serta terjadi perubahan permukiman selama kurun waktu 10 tahun
terakhir (Gambar 1.2) dan sebelumnya juga telah pindah secara keseluruhan
akibat kenaikan muka air laut yang terus terjadi sebagaimana yang dipaparkan
oleh beberapa penduduk lokal. Sesuai dengan kajian perubahan iklim, kenaikan
muka air laut yang terjadi, dan indikasi lain menunjukkan wilayah ini merupakan
salah satu wilayah pesisir terdampak perubahan iklim global.
Permukiman
Suku
Bajo
ini
terus
berkembang
seiring
dengan
meningkatnya jumlah pemukim. Secara umum telah terjadi beberapa perubahan
karakter pada permukiman masyarakat Suku Bajo dari beberapa literatur
permukiman Suku Bajo pada masa lampau. Perubahan-perubahan tersebut diduga
merupakan akibat dari adanya adaptasi permukiman terhadap bencana yang
timbul sebagai dampak perubahan iklim yang juga dipengaruhi oleh intervensi
5
pemerintah ataupun asimilasi budaya sebagai faktor eksternal. Posisi permukiman
yang berada pada wilayah ibukota kabupaten mengakibatkan wilayah ini menjadi
salah satu fokus pembangunan. Meskipun pembangunan yang dilakukan
pemerintah tidak secara khusus menjadi solusi ataupun masalah dalam proses
adaptasi tersebut, tapi dapat menjadi hal yang sangat terkait dengan proses
perubahan. Seiring berjalannya waktu, segala proses adaptasi permukiman
masyarakat terhadap dampak perubahan iklim yang terus dirasakan masyarakat
Suku Bajo, tentu saja akan menghasilkan suatu wujud permukiman yang berbeda
sebagaimana yang telah nampak dewasa ini. Hasil dari perubahan-perubahan
tersebut tentu saja dirasakan oleh masyarakat setempat, sebagai suku yang khas
dan memiliki konsep serta wujud permukiman tersendiri pada masa lampau,
penting untuk diketahui penilaian masyarakat terhadap hasil perubahan yang telah
terjadi pada permukiman mereka, yang disadari atau tidak, dapat menjadi sebuah
hasil dari adaptasi terhadap dampak perubahan iklim pada wilayah tersebut.
Sejauh mana hasil tersebut dapat menyelesaikan persoalan dampak perubahan
iklim, serta apakah hasil dari perubahan tersebut sesuai dengan jati diri mereka
sebagai sebuah suku yang khas.
Bertolak pada fakta tersebut maka dianggap perlu adanya kajian perubahan
permukiman penduduk terkait adaptasi masyarakat terhadap bencana yang timbul
akibat perubahan iklim pada wilayah permukiman Suku Bajo ini, kajian yang
merupakan penggalian pengetahuan masyarakat lokal oleh komunitas itu sendiri
yang kemudian dapat menjadi pengetahuan bersama khususnya dalam wilayah
tersebut, dan umumnya pada lingkup administrasi wilayah yang lebih luas.
6
Gambar 1.2 Permukiman Suku Bajo, Kab Luwu (2004-atas, 2013-bawah)
Sumber: http://www.flashearth.com
1.2
Permasalahan Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, beberapa permasalahan yang
menarik untuk dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana konsep dan wujud permukiman awal Suku Bajo di
Kabupaten Luwu?
2. Bagaimana proses berpindah dan berubahnya permukiman Suku Bajo
di Kabupaten Luwu sebagai bentuk adaptasi perubahan iklim?
7
3. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap hasil adaptasi tersebut
dalam mengatasi dampak perubahan iklim dan kesesuaiannya dengan
aspek konsep budaya bermukim pada masa lampau?
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjelaskan
kajian
perubahan
permukiman sebagai bentuk adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim oleh
Masyarakat Bajo di Dusun Kambuno. Secara rinci tujuan penelitian ini dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Mengetahui konsep dan wujud permukiman awal Suku Bajo di Kabupaten
Luwu
2. Mengkaji proses berpindah dan berubahnya permukiman Suku Bajo di
Kabupaten Luwu sebagai bentuk adaptasi perubahan iklim
3. Mengetahui pandangan masyarakat terhadap hasil adaptasi permukiman
tersebut dalam mengatasi dampak perubahan iklm dan kesesuaiannya
dengan konsep permukiman masa lampau.
1.4
Keaslian Penelitian
Sepengetahuan penulis, penelitian yang mengkhususkan tentang kajian
perubahan iklim yang mengkaji ruang pemukiman Suku Bajo, sebagai bentuk
adaptasi secara detail dari komunitas, belum pernah dilakukan. Penelitian
sebelumnya terkait dengan penelitian ini, antara lain dapat dilihat pada Tabel 1.1.
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan pengkajian adaptasi permukiman masyarakat
terhadap bencana yang timbul sebagai dampak perubahan iklim. Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat secara langsung utamanya bagi masyarakat Bajo di
8
Kabupaten Luwu
pada khususnya dan masyarakat Kabupaten Luwu pada
umumnya serta secara tidak langsung bagi Pemerintah Kabupaten Luwu dan
masyarakat luas.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu referensi pengetahuan
proses dan hasil adaptasi permukiman masyarakat dalam menanggulangi bencana
akibat perubahan iklim. Pengetahuan tersebut diharapkan dapat menjadi dasar
pertimbangan aspek penanggulangan bencana dalam penyusunan perencanaan
dan pembangunan terutama pada tingkat Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Strategis Pesisir Kabupaten Luwu dimana wilayah ini termasuk dalam wilayah
strategis tersebut.
Melalui interaksi antara peneliti dan masyarakat dalam proses penelitian
ini, diharapkan masyarakat dapat terstimulasi dalam mengidentifikasi bencana di
masa lampau yang dapat menjadi ancaman bagi permukiman mereka di masa
mendatang. Hal ini dianggap dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam membuka
kesadaran akan ancaman di wilayahnya, serta pandangan mereka terhadap
penanggulangan bencana di wilayah permukiman mereka melalui proses adaptasi
yang telah dilakukan oleh komunitas tersebut sesuai dengan pengetahuannya
ataupun upaya-upaya adaptasi yang dilakukan oleh pemerintah. Pandanganpandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi masyarakat dalam memberi masukan
terkait permukiman mereka di masa mendatang yang kemudian dapat dijadikan
acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun strategi dan program
penanggulangan bencana akibat perubahan iklim bersama masyarakat di Wilayah
Strategis Pesisir Kabupaten Luwu khususnya pada wilayah penelitian.
9
Tabel 1.1 Keaslian Peneltian
No.
Peneliti
1.
Deni Hidayati,
dkk
2.
Anggara Dwi
Putra dan
Wiwindari
Handayani
3.
Nurlita Pertiwi
4.
Rahmiyatal
Munaja
Judul
Hasil
Adaptasi dan
Mitigasi Masyarakat
Pesisir dalam
menghadapi
perubahan iklim dan
degradasi sumber
daya laut
Perbedaan
Fokus wilayah penelitian berada di
Kabupaten Sinjai dan Bone
Tidak secara detil mengkaji tentang
perkembangan permukiman sebagai
salah satu bentuk adaptasi
masyarakat, hanya mengkaji lebih
dalam terkait tentang adaptasi
masyarakat pesisir terhadap
perubahan iklim dari aspek
penghidupan masyarakat
Kajian bentuk
adaptasi terhadap
banjir dan Rob
berdasarkan
karakteristik
Wilayah dan
Aktivitas di
Kelurahan Tanjung
Mas
Risiko bencana yang
dihadapi Indonesia
pada pemukiman,
prasarana dan
perwilayahan akibat
perubahan iklim
Bentuk adaptasi pada setiap aktivitas yang dilakukan masyarakat
Tanjung Mas secara garis besar tidak ada perbedaan baik dari
strata sosial maupun mata pencaharian. Adaptasi yang dilakukan
masyarakat di wilayah permukiman non nelayan ditemukan
bahwa masyarakat meninggikan bangunan dan jalan saja ,
sedangkan bagi masyarakat yang berbatasan langsung dengan
pantai dilakukan kegiatan penanaman mangrove
Tinjauan lokasi berada pada kawasan
kota. Kota Semarang.
Dampak perubahan iklim terhadap pemukiman, prasarana dan
perwilayahan dalam lingkup nasional serta langkah mitigasi dan
adaptasinya.
Fokus tinjauan skala nasional, kajian
literatur
Adaptasi
permukiman
Masyarakat Bajo
terhadap dampak
perubahan iklim
Studi kasus: Dusun
Kambuno,
Kabupaten Luwu
Hasil yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah
mengidentifikasi proses dan hasil adaptasi permukiman
masyarakat Bajo serta pandangan masyarakat terhadap hasil
adaptasi permukimannya terkait dengan kesesuaian konsep dan
wujud permukiman awal serta sebagai solusi mengatasi dampak
perubahan iklim
Penelitian ini mengkaji kasus dalam
lingkup wilayah yang lebih mikro
dan secara detil mengkaji aspek
perubahan permukiman sebagai
bentuk adaptasi perubahan iklim
Keterkaitan
Mebahas tentang kondisi
kehidupan masyarakat pesisir,
permukiman keterkaitan mata
pencaharian masyarakat dengan
perubahan iklim. Serta strategi
adaptasi masyarakat. Hal ini
dapat menjadi tinjauan awal bagi
penulis dalam aspek adaptasi
masyarakat pesisir terhadap
perubahan iklim, utamanya di
Wilayah pesisir Teluk Bone, seab
kajian penulis juga masuk dalam
lingkup wilayah Teluk Bone.
Membahas kajian bentuk adaptasi
terhadap bencana yang dianggap
timbul akibat perubahan iklim,
seperti banjir dan rob.
Penelitian-penelitian sebelumnya
menjadi acuan terhadap tinjauan
lokasi secara makro dan
pengantar dalam aspek-aspek
adaptasi perubahan iklim yang
dilakukan masyarakat dalam
berbagai aspek
Sumber: Studi pustaka, 2013
10
Download