BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi 2.1.1 Tekanan Darah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.1.1 Tekanan Darah
Tekanan darah adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah
dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Gaya yang menghasilkan kekuatan
memungkinkan darah membawa oksigen serta zat-zat lain yang dibutuhkan oleh
jaringan tubuh dapat beredar sehingga seluruh jaringan tubuh dapat hidup dan
dapat melaksanakan masing-masing tugasnya (Kertohoesodo, 1979).
Tekanan darah terdiri dari tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan
darah sistolik (TDS) yaitu tekanan di arteri saat jantung berdenyut atau
berkontraksi memompa darah melalui pembuluh darah untuk dapat beredar ke
seluruh tubuh. Tekanan darah diastolik (TDD) yaitu tekanan di arteri saat jantung
berelaksasi di antara dua denyutan (kontraksi). Tekanan darah pada orang dewasa
sangat bervariasi. Tekanan darah sistolik berkisar antara 95-140 mmHg. Di lain
pihak tekanan diastolik berkisar antara 60-90 mmHg. Walaupun demikian tekanan
darah pada umumnya berkisar pada rata-rata nilai normal sekitar 120 mmHg
untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik. Kedua tekanan
tersebut di atas merupakan tekanan yang dihasilkan oleh aktivitas kerja jantung
sebagai pompa dan menyebabkan darah mengalir di dalam sistem arteri secara
terus-menerus tiada henti-hentinya (Palmer, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Tekanan darah sistolik dan diastolik yang normal penting untuk
mempertahankan fungsi efisien pada organ-organ vital seperti jantung, otak dan
ginjal, dan untuk seluruh kelangsungan hidup (WHO, 2013).
2.1.2 Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat /
tenang (Depkes RI, 2007). Batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau
120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik.
Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari
140/90 mmHg (WHO, 2011).
Menurut petunjuk WHO-ISH dalam Joewono (2003), klasifikasi hipertensi
menyerupai JNC VI, yaitu:
a. Optimal bila tekanan sistolik <120 mmHg dan tekanan darah diastolik <80
mmHg
b. Normal bila tekanan sistolik <130 mmHg dan tekanan darah diastolik <85
mmHg
c. Normal tinggi bila tekanan sistolik 130-139 mmHg dan tekanan darah diastolik
85-89 mmHg
d. Hipertensi derajat 1 (ringan) bila tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90-99 mmHg
e. Hipertensi derajat 2 (sedang) bila tekanan sistolik 160-179 mmHg dan tekanan
darah diastolik 100-109 mmHg
Universitas Sumatera Utara
f. Hipertensi derajat 3 (berat) bila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥110 mmHg
g. Hipertensi sistolik (Isolated Sistolic Hypertension) bila tekanan sistolik ≥140
mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg
Etiologi hipertensi tidak diketahui pada lebih dari 95% kasus kenaikan
tekanan darah. Kajian epidemiologi selalu menunjukkan adanya hubungan yang
penting dan bebas antara tekanan darah dan berbagai kelainan, terutama penyakit
jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan kerusakan fungsi ginjal (Laporan
komisi pakar WHO, 2001).
2.2 Klasifikasi Hipertensi
2.2.1 Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang
penyebabnya tidak diketahui, walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya
hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Hipertensi primer
memiliki populasi kira-kira 90% dari seluruh pasien hipertensi. Hipertensi primer
kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh
darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah
(Ruhyanudin, 2007).
b. Hipertensi Sekunder atau non Esensial
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah gagal ginjal. Pada sekitar
Universitas Sumatera Utara
1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
misalnya pil KB (Ruhyanudin, 2007).
Menurut Yasmin (1996), Sekitar 5% prevalensi hipertensi telah diketahui
penyebabnya, dan dapat dikelompokkan seperti di bawah ini:
a. Penyakit parenkim ginjal (3%). Setiap penyebab gagal ginjal (glomerulonefritis,
pielonefritis, sebab-sebab penyumbatan) akan menyebabkan kerusakan parenkim
akan cenderung menimbulkan hipertensi dan hipertensi itu sendiri akan
mengakibatkan kerusakan ginjal.
b. Penyakit renovaskular (1%). Terdiri atas penyakit yang menyebabkan
gangguan pasokan darah ginjal dan secara umum dibagi atas aterosklerosis, yang
terutama mempengaruhi sepertiga bagian proksimal arteri renalis dan paling
sering terjadi pada pasien usia lanjut, dan fibrodisplasia yang terutama
mempengaruhi 2/3 bagian distal.
c. Endokrin (1%). Pertimbangan aldosteronisme primer (sindrom Conn) jika
terdapat hipokelemia bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rennin
yang rendah akan mengakibatkan kelebihan (overload) natrium dan air.
2.2.2 Berdasarkan TDS dan TDD
Menurut Joint Comitte on Detection and Treatment of High Pressure
7(JNC 7) tahun 2003, hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah
penderita sebagaimana terlihat dibawah ini :
a. Normal apabila tekanan darah sistolik ≤120 mmHg dan tekanan darah diastolik
≤80 mmHg.
Universitas Sumatera Utara
b. Prehipertensi apabila tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan darah
diastolik 80-89 mmHg.
c. Hipertensi derajat 1 apabila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90-99 mmHg.
d. Hipertensi derajat 2 apabila tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥100 mmHg.
2.3 Gejala Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala,
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan. Jika
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut
yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah,sesak nafas, gelisah, pandangan
menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan
ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan di otak (Ruhyanudin, 2007).
Hipertensi berat yang tidak ditangani segera dapat mengakibatkan
komplikasi dengan meningkatkan kerusakan pembuluh darah yang meliputi arteri
kecil (tahanan) dan arteriol serta arteri besar (saluran). Semua lesi ini bisa
mengakibatkan morbiditas jantung, ginjal dan pembuluh darah otak serta
kematian (Laporan Komisi Pakar WHO, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Komplikasi
Hipertensi berpengaruh terhadap hampir semua bagian tubuh terutama
jantung, pembuluh darah, otak, ginjal dan mata. Adapun komplikasi yang
mungkin timbul tergantung pada berapa tinggi tekanan darah, berapa lama telah
dialami, adakah faktor-faktor risiko lain dan bagaimana penyakit tersebut
ditangani (Kemenkes RI, 2012).
Tekanan darah secara alami berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah
tinggi menjadi masalah hanya bila tekanan darah tersebut persisten. Tekanan
seperti membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah (termasuk
jantung dan otak) menjadi tegang (Palmer, 2007). Bila tekanan darah tinggi tidak
dapat dikontrol dengan baik, maka dapat terjadi serangkaian komplikasi serius
dan penyakit kardiovaskular seperti angina atau rasa tidak nyaman di dada dan
serangan jantung, stroke, gagal jantung, kerusakan ginjal, gagal ginjal, masalah
mata, dan hipertensif encephalopathy (Yasmin, 1996).
a. CVD (Cardiovascular Disease)
Penyakit pembuluh darah terjadi ketika pembuluh darah menyempit.
Penyempitan pada pembuluh darah menghasilkan penurunan transportasi darah
kaya oksigen ke bagian-bagian tubuh yang berbeda. Penyakit pembuluh darah
juga dikenal sebagai VCD (Cardiovascular Diesease). Pembuluh darah dalam
tubuh bertanggung jawab untuk transportasi oksigen, darah dan nutrisi ke seluruh
tubuh. Penyakit jantung dan pembuluh darah (Kardiovaskuler) adalah penyakit
yang menyangkut jantung itu sendiri dan pembuluh-pembuluh darah. Yang
Universitas Sumatera Utara
menjadi prioritas pengendalian penyakit pembuluh darah adalah : Hipertensi,
penyakit jantung koroner, dan stroke (Corwin, 2009).
Penyakit ini umumnya disebabkan karena penyempitan pembuluh darah
oleh lemak dan kolesterol selama jangka waktu yang panjang. Lemak jenuh
ditemukan dalam makanan digoreng dan junk masuk dan berkumpul pada dinding
pembuluh darah, akhirnya menutup jalan bagi aliran darah. Riwayat keluarga,
usia, dan jenis kelamin meningkatkan kemungkinan mendapatkan penyakit
pembuluh darah. Orang-orang di atas usia 45 atau yang memiliki anggota
keluarga dengan jantung seperti penyakit pembuluh darah atau beresiko lebih
besar tertular penyakit ini. Selain itu, kondisi tertentu seperti diabetes, merokok,
tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, obesitas dan gaya hidup dapat
menyebabkan masalah pembuluh darah(Corwin, 2009).
b.
Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit
fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi
hipoksi dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar
melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema (Corwin, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Epidemiologi Hipertensi
2.5.1 Berdasarkan Orang
Menurut Kaplan (1991) prevalensi penderita hipertensi umumnya paling
tinggi dijumpai pada usia 40-45 tahun. Penderita kemungkinan mendapat
komplikasi pembuluh darah otak 6-10 kali lebih besar pada usia tersebut.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007
menunjukan prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas secara
nasional mencapai 31,7%. Berdasarkan kelompok umur yang paling tinggi
terdapat pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 63,5% dan pada kelompok umur
diatas 75 tahun yaitu 67,3%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi hipertensi pada
laki-laki sebesar 31,3% dan pada perempuan 31,9% (Riskesdas, 2007).
2.5.2 Berdasarkan Tempat
Prevalensi hipertensi tertinggi ditemukan di Afrika yaitu sekitar 46% pada
orang dewasa usia 25 tahun ke atas dan prevalensi terendah yaitu sekitar 35%
ditemukan di Amerika. Secara keseluruhan, di negara yang berpenghasilan tinggi
memiliki prevalensi hipertensi yang lebih rendah yaitu sekitar 35% dibandingkan
kelompok lain sekitar 40% (WHO, 2013).
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menurut provinsi, prevalensi hipertensi
tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).
(Riskesdas, 2007).
Menurut Kaplan (1991), penduduk yang tinggal di daerah pesisir pantai
lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat mengkonsumsi garam
Universitas Sumatera Utara
lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan yang lebih banyak mengonsumsi
sayur-sayuran dan buah-buahan.
2.5.3 Berdasarkan Waktu
Pada tahun 2008, di seluruh dunia, sekitar 40% orang dewasa berusia 25
tahun keatas telah didiagnosa mengalami hipertensi. Jumlah orang yang
mengalami hipertensi meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 milyar
pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Hasil survei kesehatan rumah tangga pada tahun 2001 di kalangan
penduduk umur 25 tahun ke atas menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan 29%
wanita menderita hipertensi. Terdapat 50% penderita tidak sadar sehingga
penyakitnya lebih berat karena tidak merubah dan menghindari faktor risiko.
Sebanyak 90% kasus hipertensi adalah kasus hipertensi esensial dan hanya 10%
penyebabnya diketahui seperti gagal ginjal, kelainan hormonal dan kelainan
pembuluh darah. Angka kesakitan hipertensi pada dewasa sebanyak 6-15% dan
kasusnya cenderung meningkat menurut peningkatan usia (Sugiharto, 2007).
Sedangkan hasil SKRT 2004 menunjukkan proporsi hipertensi pada pria
sebesar 12,2% dan wanita 15,5%. Berdasarkan laporan riskesdas tahun 2007
prevalensi hipertensi di Indonesia saat ini mencapai 31,7% dari total penduduk
dewasa (Riskesdas, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.6 Faktor Risiko Hipertensi
2.6.1 Umur
Pada sebuah studi, semakin tua usia seseorang maka semakin besar risiko
mengalami hipertensi, karena dengan semakin bertambahnya usia, kemampuan
elastisitas pembuluh darah akan mengalami penurunan (Maric,2005)
Tekanan darah tinggi dapat menyerang siapa saja. Orang berusia muda
yang menyandang hipertensi cenderung memiliki tekanan diastolik tinggi
sedangkan orang lanjut usia cenderung memiliki tekanan sistolik tinggi. Tekanan
darah tinggi sangat sering terjadi pada orang berusia lebih dari 60 tahun karena
tekanan darah secara alami cenderung meningkat seiring bertambahnya usia
(Palmer, 2007).
Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan
(1993), kejadian hipertensi paling tinggi pada usia 30-40 tahun. Pada sebagian
besar populasi di negara barat, TDS cenderung meningkat secara progresif pada
masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa untuk mencapai nilai rata-rata 140 mmHg
pada usia 70-an atau 80-an.
Di Inggris, prevalensi tekanan darah tinggi pada usia pertengahan adalah
sekitar 20% dan meningkat lebih dari 50% pada usia diatas 60 tahun. Tekanan
darah tinggi juga dapat terjadi pada usia muda namun prevalensinya rendah yaitu
kurang dari 20% (Palmer, 2007).
2.6.2 Jenis Kelamin
Menurut Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan
(1993), komplikasi hipertensi meningkat pada laki-laki. Pada usia dini tidak
Universitas Sumatera Utara
terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan darah antara laki-laki dan
wanita. Akan tetapi, mulai pada masa remaja, pria menunjukkan kecenderungan
yang lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang
dewasa muda dan orang setengah baya. Perubahan pada masa tua antara lain dapat
dijelaskan dengan tingkat kematian awal yang lebih tinggi pada pria pengidap
hipertensi.
Pada usia 45 tahun, pria memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami hipertensi dibandingkan wanita. Tetapi pada usia 55 hingga 64 tahun,
pria dan wanita memiliki kemungkinan yang sama untuk mengalami hipertensi.
Pada usia 65 tahun ke atas, wanita memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami hipertensi dibandingkan pria (Maric, 2005).
2.6.3 Genetika
Faktor genetik juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Oleh karena itu,
orang yang memiliki riwayat keluarga mengalami hipertensi, memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk mengalami hipertensi (CDC, 2015).
Sekitar 20-40% variasi tekanan darah di antara individu disebabkan oleh
faktor genetik. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah seorang anak akan
lebih mendekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki hubungan darah
dibanding dengan anak adopsi. (Laporan komisi pakar WHO, 2001).
2.6.4 Ras atau Suku Bangsa
Orang kulit hitam berisiko lebih tinggi mengalami hipertensi dibandingkan
orang kulit putih, Hispanic, orang Asia, orang Indian Amerika, atau penghuni asli
Universitas Sumatera Utara
Alaska. Orang kulit hitam juga mengalami hipertensi lebih awal dibandingkan
dengan orang kulit putih (CDC,2015).
2.6.5 Pola Makan
Pola makan penduduk yang tinggi di kota-kota besar berubah dimana
makanan instan dan makanan yang kaya kolesterol menjadi bagian yang
dikonsumsi sehari-hari. Makan ikan secara teratur sebagai cara mengurangi berat
badan akan meningkatkan penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan
memperbaiki profil lemak. (Joewono, 2003).
2.6.6 Konsumsi Garam
Asupan natrium yang meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan,
yang meningkatkan volume darah. Di samping itu, diet tinggi garam dapat
mengecilkan diameter dari arteri. Jantung harus memompa lebih keras untuk
mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang sempit. Akibatnya
adalah hipertensi. (Hull, 1996).
2.6.7 Kelebihan Berat Badan
Menurut Kaplan (1991), anak dan dewasa yang kegemukan menderita
lebih banyak hipertensi dan penambahan berat badan biasanya diikuti oleh
kenaikan tekanan darah. Walaupun kalori tambahan yang bertanggung jawab bagi
kenaikan berat badan, dapat menginduksi hipertensi karena ia membawa natrium
tambahan.
Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO (2001) pada kebanyakan kajian,
kelebihan berat badan berkaitan dengan 2-6 kali kenaikan risiko mendapat
Universitas Sumatera Utara
hipertensi. Pada populasi Barat, jumlah kasus hipertensi yang disebabkan oleh
kelebihan berat badan diperkirakan 30-65%.
2.6.8 Rokok
Rokok merupakan campuran beracun yang terdiri dari 7000 bahan kimia.
Kebanyakan dari bahan kimia tersebut merupakan racun. Ketika bahan-bahan
kimia ini masuk ke dalam tubuh maka akan terjadi kerusakan. Seiring berjalannya
waktu, kerusakan tersebut memicu timbulnya penyakit. Merokok meningkatkan
tekanan darah dan denyut nadi melalui efek vasokonstriksi akutnya (CDC, 2010)
Menurut Dekker (1996), rokok menyebabkan peningkatan denyut jantung,
tekanan darah, dan juga menyebabkan pengapuran sehingga volume plasma darah
berkurang karena tercemar nikotin, akibatnya viskositas darah meningkat
sehingga timbul hipertensi.
2.6.9 Stres
Ketika individu mengalami stres, terjadi pelepasan hormon katekolamin,
adrenalin, dan kortisol yang merupakan hormon stres utama. Hormon-hormon ini
dilepaskan ke dalam darah yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan
vasokonstriksi dari pembuluh darah untuk membawa darah yang lebih banyak ke
pusat tubuh daripada ke ekstremitas. Vasokonstriksi pembuluh darah dan
peningkatan denyut jantung juga meningkatkan tekanan darah (Bruchie, 2011).
2.6.10 Status Olahraga
Olahraga adalah aktifitas fisik yang terencana dan terstruktur yang
memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai kebugaran. Aktivitas
Universitas Sumatera Utara
fisik yang kurang meningkatkan risiko untuk terjadinya hipertensi sedangkan
aktifitas fisik yang teratur menurunkan tekanan darah (WHO, 2014).
Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap
tekanan darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur tidak hanya menjaga
bentuk tubuh dan berat badan, tetapi juga dapat menurunkan tekanan darah. Jenis
latihan yang dapat mengontrol tekanan darah adalah berjalan kaki, bersepeda,
berenang, dan aerobik (Palmer,2007).
2.7 Pencegahan Hipertensi
2.7.1 Pencegahan Primordial
Pencegahan primodial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor risiko
terhadap penyakit hipertensi yang merupakan pencegahan tahap awal, agar
masyarakat yang sehat tidak sampai terkena penyakit hipertensi. Dalam
pencegahan primodial itu sendiri dengan cara melakukan pendekatan populasi
maupun perorangan. Antara lain dengan cara mempertahankan gaya hidup yang
sehat (Sobel, 1996).
2.7.2 Pencegahan Primer
Menurut Sobel (1996), hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan
primer adalah:
a. Gaya Hidup : meningkatkan pengetahuan dan pendidikan tentang bahaya
penyakit hipertensi, reduksi stress, makan rendah garam, lemak dan kalori, latihan
fisik, tidak merokok, makan cukup sayur dan buah serta konsumsi vitamin dengan
benar. Istirahat yang cukup dan olah raga yang teratur.
Universitas Sumatera Utara
b. Lingkungan : kesadaran atas stress kerja, menerapkan dan meningkatkan pola
hidup sehat, hindari kegiatan yang menimbulkan stres.
c. Pelayanan kesehatan : pendidikan kesehatan dan pemeriksaan tekanan darah.
2.7.3 Pencegahan Sekunder
Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO (2001), sasaran utama adalah
pada mereka terkena penyakit hipertensi melalui diagnosis dini serta pengobatan
yang tepat dengan tujuan mencegah proses penyakit lebih lanjut dan timbulnya
komplikasi. Pemeriksaan diagnostik terhadap pengidap tekanan darah tinggi
mempunyai beberapa tujuan:
a. Memastikan bahwa tekanan darahnya memang selalu tinggi
b. Menilai keseluruhan risiko kardiovaskular
c. Menilai kerusakan organ yang sudah ada atau penyakit yang menyertainya
d. Mencari kemungkinan penyebabnya
Sudah jelas bahwa semua tujuan ini merupakan unsur-unsur proses
diagnosis tunggal yang bertahap dan menyeluruh yang menggunakan tiga metode
klasik: pencatatan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Sejauh mana pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dapat
disesuaikan dengan bukti yang diperoleh dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
dan uji laboratorium pendahuluan (laporan Komisi Pakar WHO, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sobel (1998), pencegahan bagi mereka yang terancam dan
menderita hipertensi adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan berkala
a. Pemeriksaan/pengukuran tekanan darah secara berkala oleh dokter secara
teratur merupakan cara untuk mengetahui apakah kita menderita hipertensi
atau tidak
b. Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil dengan atau tanpa
obat-obatan anti hipertensi
2. Pengobatan/perawatan
a. Pengobatan yang segera sangat penting dilakukan sehingga penyakit
hipertensi dapat segera dikendalikan
b. Menjaga agar tidak terjadi komplikasi akibat hiperkolesterolemia, diabetes
mellitus dan lain-lain
c. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang wajar sehingga kualitas hidup
penderita tidak menurun
d. Mengobati penyakit penyerta seperti dibetes mellitus, kelainan pada ginjal,
hipertiroid, dan sebagainya yang dapat memperberat kerusakan organ.
2.7.4 Pencegahan Tersier
Menurut Sobel (1998), tujuan utama adalah mencegah proses penyakit
lebih lanjut dan mencegah cacat/kelumpuhan dan kematian karena penyakit
hipertensi. Pencegahan tersier penyakit hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga kualitas hidup
penderita tidak menurun
Universitas Sumatera Utara
b. Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan
kerusakan pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke dan
kelumpuhan anggota badan
c. Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi
2.8 Kerangka Konsep
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Karakteristik Penderita Hipertensi Rawat Inap
Sosiodemografi
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Tempat tinggal
Status Perkawinan
Keluhan Utama
Derajat Hipertensi
Komplikasi Hipertensi
Lama Rawatan Rata-Rata
Keadaan Sewaktu Pulang
Universitas Sumatera Utara
Download