Memilih Skema Asuransi Pertanian Oleh: 1. Hadi Setiawan Peneliti pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan 2. Sofia Arie Damayanty Peneliti pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Pendahuluan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani telah mengamanatkan bahwa negara harus memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada petani secara terencana, terarah, dan berkelanjutan. Selain itu kondisi lingkungan petani yang terjadi saat ini seperti meningkatnya perubahan iklim, kerentanan bencana alam, globalisasi dan gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang tidak berpihak kepada petani memang membuat petani membutuhkan perlindungan dan pemberdayaan. Secara detail UU tersebut mengamanatkan strategi perlindungan petani yang diberikan melalui (i) prasarana dan sarana produksi pertanian, (ii) kepastian usaha, (iii) harga komoditas pertanian, (iv) penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi, (v) ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa, (vi) sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim, dan (vii) asuransi pertanian. Sedangkan strategi yang dilakukan dalam melakukan pemberdayaan petani adalah dengan (i) pendidikan dan pelatihan, (ii) penyuluhan dan pendampingan, (iii) pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian, (iv) konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, (v) penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan, (vi) kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi, dan (vii) penguatan kelembagaan petani. Salah satu hal baru dalam UU tersebut adalah mengenai asuransi pertanian. Negara dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diamanatkan untuk memberikan fasilitas asuransi pertanian kepada para petani. Fasilitas tersebut adalah antara lain dengan menunjuk BUMN/BUMD untuk melaksanakan asuransi pertanian, memberikan kemudahan pendaftaran bagi petani untuk menjadi peserta asuransi, kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi, sosialisasi program asuransi terhadap petani dan perusahaan asuransi, serta memberikan bantuan pembayaran premi. Beberapa tulisan dalam IRF edisi ini juga membahas mengenai praktik asuransi pertanian yang sudah diuji coba di beberapa daerah di Indonesia, bagaimana praktik di beberapa negara lain, bagaimana sharing bantuan premi antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta persiapan implementasi asuransi pertanian di Indonesia. Sedangkan artikel ini akan membahas mengenai skema asuransi pertanian yang tepat digunakan di Indonesia. Prinsip Asuransi Pertanian Terdapat dua prinsip utama dalam asuransi yaitu prinsip indemnity dan prinsip parametric. Prinsip indemnity berarti suatu mekanisme di mana si penanggung memberikan ganti rugi dalam suatu upaya menempatkan si tertanggung pada posisi keuangan yang dimiliki pada saat sesaat sebelum kerugian itu terjadi. Hal ini berarti bahwa penanggung akan memberikan ganti rugi sesuai dengan kerugian yang benar-benar diderita tertanggung, tanpa ditambah atau dipengaruhi unsur-unsur mencari keuntungan atau profit (akademiasuransi.org, 2012). Sedangkan prinsip parametric berarti suatu mekanisme di mana si Penanggung akan memberikan ganti rugi kepada si tertanggung apabila terjadi peristiwa pemicu (triggering event) yang telah disepakati bersama, yang mana dalam peristiwa tersebut, si tertanggung mengalami kerugian. Prinsip yang diimplementasikan dalam uji coba asuransi pertanian di beberapa wilayah Indonesia yaitu di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan adalah lebih kepada prinsip indemnity. Dalam uji coba tersebut, petani yang menjadi peserta asuransi pertanian diwajibkan membayar premi sebesar Rp180.000/hektar/musim tanam. Sebesar 80% dari jumlah premi tersebut ditanggung (disubsidi) oleh Pemerintah. Apabila terjadi kegagalan panen yang ditandai dengan kegagalan > 75% maka petani akan mendapatkan penggantian sebesar Rp6.000.000, sebaliknya apabila tidak terjadi kegagalan panen maka premi yang sudah dibayarkan tidak akan dikembalikan ke petani. Dalam uji coba ini, Pemerintah menugaskan kepada PT Jasindo untuk melaksanakan program asuransi pertanian. Adapun pro dan cons dari kedua prisnsip tersebut adalah sebagai terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Pro dan Cons Prinsip Asuransi Indemnity dan Parametrik Keterangan Pro Cons Pembayaran klaim sesuai Prinsip Asuransi Indemnity kerusakan yang disepakati. Tidak berdasarkan basis risiko. Program asuransinya sederhana. Butuh waktu yang lama terkait penyelesaian klaim. Butuh tenaga penilai yang banyak. Tinggi moral hazard di lapangan. Tingginya biaya administrasi, terutama untuk verifikasi ke lapangan ketika gagal panen. Prinsip Administrasi sederhana. Membutuhkan basis risk. Asuransi Cepat dalam penilaian Memerlukan banyak data yang Parametrik kerusakan. Pembayaran klaim cepat. Moral hazard rendah. berkualitas tinggi yang sulit untuk disediakan. Membutuhkan triggering event yang harus disepakati bersama dan biasanya kesepakatan ini sulit dicapai. Lebih efektif jika dilakukan secara keseluruhan untuk seluruh wilayah Indonesia. Sumber: Laporan Kajian Persiapan Implementasi Asuransi Pertanian Secara Nasional, PPRF, 2014. Berdasarkan pengalaman yang sudah dilakukan dan kesiapan implementasi asuransi pertanian baik dari sisi pemerintah, petani, maupun perusahaan asuransi, dalam jangka pendek atau tahap awal implementasi, prinsip yang paling tepat digunakan adalah prinsip indemnity. Hal ini karena prinsip indemnity tidak membutuhkan basis risk, triggering event yang harus disepakati bersama dan data yang berkualitas tinggi yang umumnya sulit diperoleh di tahap-tahap awal pelaksanaan asuransi karena belum ada benchmark yang dapat dijadikan acuan baik oleh pemerintah maupun oleh perusahaan asuransi. Selanjutnya untuk jangka panjang, prinsip parametrik dapat dilakukan ketika sudah ada benchmark yang dapat dijadikan acuan, peserta program asuransi sudah menasional, dan kita sudah siap dengan data-data yang berkualitas tinggi sebagai dasar pelaksanaan asuransi dengan prinsip parametrik. Peran Pemerintah: Menyubsidi Premi vs Mengasuransi Selain prinsip asuransi yang akan dipilih dalam implementasi asuransi pertanian di Indonesia, hal lain yang harus dikaji adalah mengenai peran pemerintah dalam pembayaran premi. Pilihan yang sering muncul adalah apakah pemerintah memberikan subsidi premi dan menugaskan kepada perusahaan asuransi (BUMN Asuransi) untuk menjalankan skema asuransi pertanian atau pemerintah yang terjun langsung untuk mengasuransi petani ketika petani mengalami kegagalan panen? Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3) ternyata telah menyatakan dengan tegas dalam pasal-pasalnya bahwa untuk urusan asuransi pertanian, pemerintah baik pusat maupun daerah berkewajiban untuk memberikan fasilitas pemberian bantuan premi. Selain itu pemerintah juga diberi kewenangan untuk menunjuk BUMN atau pun BUMD sebagai pelaksana asuransi pertanian. Dengan demikian dalam skema asuransi pertanian ini pemerintah diamanatkan oleh UU P3 untuk bertindak sebagai pemberi subsidi pembayaran premi. Selain bertindak sebagai pemberi subsidi pembayaran premi asuransi pertanian, UU PPP juga secara khusus mengamanatkan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah untuk turut serta berperan sebagai “perusahaan asuransi” dalam hal apabila terjadi gagal panen akibat kejadian luar biasa. Sehingga dalam kasus terjadi gagal panen akibat kejadian luar biasa seperti area endemik, bencana alam, atau rusaknya infrastruktur pertanian, maka Pemerintah diamanatkan untuk memberikan ganti rugi kepada para petani yang menjadi korban. Asuransi Pertanian vs Asuransi Kredit Pertanian UU P3 mengamanatkan untuk memberikan asuransi pertanian yang melindungi petani dari kerugian gagal panen akibat kepada para petani yang diakibatkan oleh bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan, wabah penyakit hewan menular, dampak perubahan iklim dan risiko-risiko lainnya. Selain asuransi pertanian yang diamanatkan dalam UU ini, ada satu lagi jenis asuransi yang dapat dijadikan instrumen oleh pemerintah untuk membantu para petani. Asuransi tersebut adalah asuransi kredit pertanian (Nasir, 2014). Asuransi kredit pertanian merupakan suatu asuransi yang diberikan kepada petani yang memperoleh kredit pertanian dari perbankan apabila mengalami kerugian sebagian atau keseluruhan sebagai akibat kejadian yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Dengan adanya asuransi pertanian, risiko gagal bayar petani menjadi menurun, oleh karena itu perbankan menjadi lebih percaya untuk memberikan kredit. Selama ini perbankan “enggan” memberikan kredit kepada para petani karena mempunyai risiko yang cukup tinggi, oleh karena itu adanya asuransi kredit pertanian dapat menurunkan risiko kredit petani sehingga perbankan mau memberikan kredit kepada para petani. Gambaran hubungan risiko kredit dan asuransi dapat diilustrasikan dalam Grafik 1 di bawah ini. Grafik 1. Korelasi Hubungan Asuransi dengan Risiko Kredit dan Suku Bunga BUNGA AB A Tanpa Asuransi Dengan Asuransi A”B” A” RISIKO B” B Sumber: Mohamad Nasir, 2014. Dalam asuransi kredit pertanian ini, pemerintah dapat berperan memberikan subsidi premi sehingga premi yang harus ditanggung oleh petani menjadi lebih ringan. Petani yang berhak mendapatkan subsidi premi asuransi pertanian adalah petani yang mengajukan kredit dengan tipikal feasible tetapi tidak bankable. Kedua jenis asuransi ini dapat digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen dalam memberikan perlindungan kepada para petani. Jika asuransi pertanian merupakan amanat UU P3, maka asuransi kredit pertanian merupakan salah satu terobosan yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk membantu petani dalam pengembangan usahanya melalui pembiayaan dari bank. Penutup Asuransi pertanian merupakan upaya yang sangat baik yang dilakukan oleh pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada petani. Upaya ini dimaksudkan agar petani yang selama ini sebagian besar merupakan golongan miskin tidak menjadi semakin miskin apabila mengalami gagal panen. Selain itu, dengan adanya asuransi pertanian, diharapkan sektor pertanian menjadi lebih menarik sehingga dapat mengurangi/menahan jumlah petani yang beralih profesi sekaligus mengurangi konversi lahan pertanian sehingga diharapkan dalam beberapa tahun yang akan datang Indonesia dapat negara yang berdaulat pangan, tahan pangan, dan mencapai swasembada pangan dengan kondisi petani yang makmur dan sejahtera. Walaupun begitu, asuransi pertanian tetap hanya merupakan salah satu strategi dalam perlindungan petani, masih ada strategi-strategi perlindungan petani lainnya sebagaimana disebutkan di awal yang harus dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, UU P3 juga mengamanatkan pelaksanaan tujuh strategi pemberdayaan petani oleh pemerintah. Apabila pemerintah mempunyai komitmen yang kuat untuk melaksanakan itu semua, niscaya Indonesia akan menjadi negara yang berdaulat pangan, mempunyai ketahanan pangan yang kuat dan dapat mencapai swasembada pangan dengan kondisi petani yang makmur dan sejahtera.