Penyakit Campak Mengancam

advertisement
Penyakit Campak Mengancam
Ratusan Ribu Bayi Tidak Mendapat Vaksinasi
Senin, 7 September 2009
Jakarta, Kompas - Dibandingkan dengan 10 tahun lalu, cakupan beberapa imunisasi rutin yang
wajib diberikan sesuai program pemerintah cenderung menurun. Hal ini mengakibatkan
sejumlah penyakit infeksi pada bayi, seperti campak, belum teratasi dan masih mengancam
bayi yang tidak diimunisasi.
Sejumlah daerah belum optimal melakukan imunisasi, dengan cakupan kurang dari 90 persen
pada tahun 2008. Untuk imunisasi campak di Papua, misalnya, baru tercakup 60,7 persen,
Sulawesi Barat 77,6 persen, dan Nusa Tenggara Timur 74,2 persen. Campak merupakan
penyakit yang ditandai oleh demam tinggi dan adanya bintik-bintik merah. Penyakit ini di dunia
membunuh satu dari 1.000 kasus infeksi.
Tidak tercapainya target imunisasi hingga mencakup semua bayi, di beberapa daerah, antara
lain disebabkan pemahaman masyarakat yang masih terbatas bahkan keliru terhadap
imunisasi, terutama di perkotaan. Adapun di pedesaan karena minimnya infrastruktur dan
rendahnya cara hidup sehat.
”Keberhasilan program imunisasi sangat tergantung dari kesiapan petugas kesehatan, tingkat
kesadaran masyarakat, dan alat untuk menjamin efektivitas vaksin,” kata Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga
Aditama, Sabtu (5/9) di Jakarta.
Lima imunisasi wajib
Upaya imunisasi di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1970-an pada bayi dan anak. Sesuai
program imunisasi pemerintah, ada lima jenis imunisasi yang wajib diberikan kepada bayi usia
0-11 bulan, yaitu polio, BCG, hepatitis B, DPT, dan campak.
Adapun imunisasi yang dianjurkan adalah MMR, Hib, tifoid, hepatitis A, varisela, PPV, dan
1/4
Penyakit Campak Mengancam
pneumokokus (IPD).
Beberapa manfaat imunisasi yang wajib diberikan itu antara lain vaksin hepatitis B mencegah
infeksi hepatitis B, vaksin BCG untuk menghindari tuberkulosis berat, vaksin DPT untuk
mencegah difteri, batuk rejan (pertusis) dan tetanus. Adapun vaksin polio untuk menghindari
penyakit polio.
Namun, cakupan imunisasi yang wajib diberikan itu menurun beberapa tahun terakhir
dibandingkan dengan 10 tahun lalu. Sebagai contoh, cakupan imunisasi DPT tahun 1997
secara nasional mencapai 100 persen atau lebih, sedangkan tahun 2008 cakupannya turun
menjadi 91,6 persen. Dengan sasaran imunisasi pada bayi sekitar 5 juta anak, ini berarti ada
sekitar 420.000 bayi tidak mendapat vaksin DPT.
Kondisi ini menyebabkan sejumlah penyakit infeksi pada anak balita belum bisa diatasi hingga
tak ada lagi kasus. Sebagai contoh, angka kasus campak tahun 2007 berjumlah 18.488 orang.
Polio muncul tahun 2005 setelah tidak ditemukan sejak tahun 1995 meski berhasil dieliminasi
setelah imunisasi nasional.
Mencegah infeksi
Imunisasi merupakan hal mendasar untuk diberikan kepada setiap anak. ”Masa depan bangsa
ditentukan anak saat ini. Karena itu, salah satu sasaran Millennium Development Goals 2015
adalah menurunkan angka kematian bayi dan anak balita, membasmi berbagai penyakit
infeksi,” kata Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bagriul Hegar.
Sejauh ini, kematian anak di bawah usia satu tahun di Indonesia sangat tinggi. Menurut Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia, angka kematian bayi tahun 2007 adalah 34 per 1.000
kelahiran hidup. ”Angka kematian bayi di Indonesia tertinggi di antara negara ASEAN,” ujar Sri
Rezeki S Hadinegoro, Ketua Satuan Tugas Imunisasi IDAI.
Sekitar 75 persen dari kematian bayi di bawah umur 1 tahun karena infeksi saluran napas akut
(ISPA), komplikasi perinatal (bayi umur 0-28 hari), dan diare. Karena itu, upaya mengatasi
2/4
Penyakit Campak Mengancam
ketiga penyebab utama kesakitan dan kematian itu harus diutamakan. Banyak penyakit terkait
ISPA bisa dicegah dengan imunisasi, antara lain campak, pertusis, Hib, dan pneumokokus.
Imunisasi juga mencegah penyakit di masa depan. Sebagai contoh, hepatitis B pada bayi bisa
mencegah kanker hati pada usia produktif. Karena 90 persen bayi yang dilahirkan ibu dengan
infeksi hepatitis B akan terinfeksi virus itu, 95 persen di antaranya berkembang menjadi kronik
dan kanker hati.
”Pemberian vaksin dapat melindungi anak dari serangan berbagai penyakit infeksi yang bisa
menyebabkan kematian dan kecacatan. Imunisasi merangsang sistem imunologi tubuh untuk
membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit,” kata Sri
Rezeki.
Keuntungan vaksin dapat dirasakan secara individu, sosial, dan menunjang sistem kesehatan
nasional. Jika seorang anak telah mendapat vaksinasi, 80-95 persen akan terhindar dari
penyakit itu. Hal ini memutus rantai penularan penyakit dari anak ke anak lain atau orang
dewasa yang hidup bersama, menurunkan biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit,
mencegah kematian dan kecacatan seumur hidup.
Terus dilakukan
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan, pemerintah terus melakukan kegiatan
vaksinasi. ”Itu terus berlanjut di seluruh Indonesia,” katanya.
Mengenai adanya kelompok dalam masyarakat yang menolak imunisasi, Menkes menyatakan,
penolakan memang pernah terjadi, tetapi sekarang ini sudah jauh berkurang. ”Saya lakukan
pendekatan kepada mereka selama dua tahun,” kata Menkes.
Menkes menyatakan, empat vaksin wajib seperti polio, DPT, campak, dan BCG adalah
produksi dalam negeri. Karena itu, saat melakukan pendekatan kepada kelompok-kelompok
yang menolak vaksin tersebut, ia menjelaskan bahwa keempat vaksin diproduksi oleh Bio
Farma. Bio Farma sudah mengekspor vaksin produksinya dan sudah menguasai 35 persen
3/4
Penyakit Campak Mengancam
pasar dunia.
Tjandra Yoga menyatakan, cakupan imunisasi tidak menurun, tetapi berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Pada hepatitis B, penurunan cakupan imunisasi tahun 2007 terjadi karena perubahan
kebijakan, yaitu menggabungkan DPT dan hepatitis B apabila bayi sudah berusia di atas tujuh
hari.
Keberhasilan imunisasi rutin bergantung pada petugas kesehatan, kesadaran masyarakat, dan
alat penyimpan vaksin. Sejak desentralisasi sektor kesehatan, dana operasional imunisasi
dilimpahkan ke daerah, pemerintah pusat bertanggung jawab atas pengadaan dan distribusi
logistik vaksin ke semua provinsi.
Dalam menjalankan program imunisasi rutin, kendala yang dihadapi adalah banyak posyandu
yang tidak aktif lagi di banyak daerah. Karena itu, revitalisasi posyandu mulai dilakukan agar
bayi terpantau kesehatannya dan mendapat imunisasi lengkap. (EVY/LOK)
Sumber: Kompas.Cetak (7/9)
4/4
Download