perbedaan ekspresi kadar interleukin 6 antara tulang tibia tikus

advertisement
1
USULAN PENELITIAN
PERBEDAAN EKSPRESI KADAR INTERLEUKIN 6
ANTARA TULANG TIBIA TIKUS YANG
DIAPLIKASI KIRSCHNER WIRE TITANIUM
DENGAN KIRSCHNER WIRE STAINLESS STEEL
NILTON DO CARMO DA SILVA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
USULAN PENELITIAN
2
PERBEDAAN EKSPRESI KADAR INTERLEUKIN 6
ANTARA TULANG TIBIA TIKUS YANG
DIAPLIKASI KIRSCHNER WIRE TITANIUM
DENGAN KIRSCHNER WIRE STAINLESS STEEL
NILTON DO CARMO DA SILVA
Pembimbing;
1. Prof. Dr.dr Ketut Siki Kawiyana SpB, SpOT (K)
2. dr. I Ketut Suyasa SpB, SpOT (K) Spine
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
3
PERBEDAAN EKSPRESI KADAR INTERLEUKIN 6
ANTARA TULANG TIBIA TIKUS YANG
DIAPLIKASI KIRSCHNER WIRE TITANIUM
DENGAN KIRSCHNER WIRE STAINLESS STEEL
NILTON DO CARMO DA SILVA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
4
PERBEDAAN EKSPRESI KADAR INTERLEUKIN 6
ANTARA TULANG TIBIA TIKUS YANG
DIAPLIKASI KIRSCHNER WIRE TITANIUM
DENGAN KIRSCHNER WIRE STAINLESS STEEL
Tesis untuk memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Biomedik
Combined Degree
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NILTON DO CARMO DA SILVA
1114118105
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
5
PERBEDAAN EKSPRESI KADAR INTERLEUKIN 6
ANTARA TULANG TIBIA TIKUS YANG DI
APLIKASI KIRSCHNER WIRE BERBAHAN
TITANIUM DENGAN DI FIKSASI KIRSCHNER WIRE
BERBAHAN STAINLESS STEEL
Tesis untuk memperoleh Gelar Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
Pada Bagian/SMF Orthopaedi dan Traumatologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
NILTON DO CARMO DA SILVA
1114118105
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN/SMF ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pengunaan implan dibedah orthopedi secara umum digunakan untuk
fiksasi fraktur, rekonstruksi patah tulang yang tidak menyambung (non union),
pergantian persendian, rekonstruksi tulang belakang. Tujuan utama dari
pengunaan implan adalah stabilisasi secara mekanik sehingga fungsi tulang dan
persendian yang optimal dapat tercapai. Implantasi biomaterial umumnya dengan
mengunakan prosedur pembedahan.
Biomaterial yang saat ini banyak digunakan dibidang bedah orthopedi
adalah stainless steel, titanium murni dan titanium alloy (Koller et al., 2006,
Bombac et al., 2007). Implan yang digunakan untuk osteosintesis harus memiliki
sifat sifat yang inert sehingga respon tubuh minimal. Idealnya, implan tersebut
harus memiliki properti biomekanik yang sesuai tanpa adanya suatu efek samping.
Untuk bahan-bahan yang dipergunakan sebagai implan mempunyai prinsip prinsip
yang harus diperhatikan seperti sifat corrosion resistance, biocompatibility,
biofunctionality, osseointegration (Bombac et al., 2007). Implantasi implan pada
tulang dapat menyebabkan respon biologi lokal dan sistemik. (Korkusuz et al.,
2004)
Implan yang digunakan akan memberikan respon inflamasi dihubungkan
dengan reaktivasi makrofag masih dijadikan sebagai fokus penilitian dalam 40
tahun terakhir. Penelitian terbaru mendemostrasikan predominan respons
7
makrofag M1 terhadap implan yang memproduksi mediator – mediator
proinflamasi yang mengakibatkan terpaparnya jaringan periimplan (Landgraeber
et al., 2014).
Permukaan biomaterial memainkan peran penting dalam modulasi reaksi
benda asing dalam dua sampai empat minggu setelah implantasi dari perangkat
medis. Pemahaman tentang reaksi benda asing penting dikarenakan reaksi benda
asing dapat berdampak pada biokompatibilitas dari perangkat medis, prostesis
atau biomaterial yang ditanamkan dan secara signifikan dapat mempengaruhi
respon jaringan jangka pendek dan jangka panjang. (Anderson et al., 2008).
Aseptic loosening dan periprostetik osteolisis masih merupakan penyebab
terbanyak kasus revision surgery pada operasi pergantian sendi. (Schmidt. et al.,
2003)
Adanya loosening pada pengunaan implan sering disebabkan oleh resorbsi
tulang. Sel yang sangat berperan pada resorbsi tulang adalah osteoblas dan
osteoclas. Osteoblas akan meregulasi aktivitas osteoclas dengan transmisi sinyal
osteolisis. Osteoclas diaktivasi oleh hormon parathyroid, vitamin D3, interleukin
(IL-1, IL-6, IL-11), tumor nekrosis faktor alfa dan prostaglandin E2. (Schmidt. et
al., 2003).
Interleukin enam (IL-6) disekresi oleh osteoblas sebagai respon terhadap
ion metal. Konsentrasi ion metal yang berhubungan dengan respon toksik
osteoblas dapat dideteksi pada jarignan periprostetik (Hallab et al., 2004). IL-6
juga dikenal sebagai stimulator potent osteoclast-mediasi resorbsi tulang. (Huang,
8
R.L. et al., 2015) Selama fase akut inflamasi, konsentrasi IL-6 mencapai puncak
dengan cepat dan kembali ke level yang normal juga dengan cepat bila
dibandingkan dengan c – reactive protein. (Villacis et al., 2014).
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Interleukin enam (IL-6) disekresi
oleh osteoblas sebagai respon terhadap ion metal dan partikel dari implan
orthopedi mempengaruhi ekspresi protein ekstraselular osteoblas. Atas dasar
uraian diatas peneliti ingin mengetahui perbedaan ekspresi interleukin 6 (IL-6)
pada sel sel tulang tibia tikus yang diaplikasi K-wire titanium dengan K-wire
stainless steel.
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka dibuatlah rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan ekspresi Interleukin 6 (IL -6) pada sel sel tulang
tibia tikus yang diaplikasi K-wire titanium dengan K-wire stainless steel
yang di ukur pada hari ke 21?
1.3
Tujuan Penelitian
a.
Tujuan umum
Untuk mengetahui ekspresi Interleukin 6 (IL -6) pada sel sel tulang tibia
tikus yang diaplikasi K-wire titanium dengan K-wire stainless steel.
9
b.
Tujuan khusus
Untuk membuktikan adanya perbedaan ekspresi IL -6 pada sel sel tulang
tibia tikus yang diaplikasi K–wire titanium dengan K–wire stainless steel.
1.4
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat akademis
Jika penelitian ini benar maka akan memberikan sumbangan kepada
akademisi bahwa adanya perbedaan ekspresi IL -6 pada sel sel tulang tibia
tikus yang diaplikasi K- wire titanium dengan K- wire stainless steel.
b. Manfaat praktis
Dengan membandingkan ekspresi IL -6 pada sel sel tulang tibia tikus yg
diaplikasi K-wire titanium dengan K-wire stainless steel dapat dipilih
implan yang lebih baik dari keduanya.
Dengan memperhatikan penghematan biaya, keuntungan dan resiko
pengunaannya pada pemilihan implan untuk fiksasi patah tulang, hasil dari
penilitian ini di harapkan untuk dijadikan masukan dalam pemilihan
implan.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Biomaterial
Implan orthopedi umumnya digunakan untuk fiksasi patah tulang dan non
union, koreksi dan stabilisasi deformitas, pergantian sendi dan untuk pengunaann
lain dalam bidang orthopedi. Tujuan dari implan adalah untuk stabilisasi mekanik
sehingga allignment, fungsi tulang dan persendian yang optimal selama loading
fisiologik dapat tercapai. Dengan adanya stabilisasi tulang dengan implan
orthopedi secara tidak langsung mempengaruhi penyembuhan tulang secara
biologis (Goodman et al., 2011).
Pemilihan implan dengan material yang tepat mempunyai efek yang cukup
baik terhadap proses penyembuhan dan mencegah terjadinya kegagalan (failure)
(Taheri et al., 2011). Desain implan difokusukan terhadap properti mekanik dan
fungsi implan. Pada fiksasi patah tulang, patah tulang akan menyambung dengan
sendirinya bila di stabilisasi dengan baik. Pengunaan cementless pada pergantian
sendi tidak selalu osteointegrate dengan tulang sekitar sehingga dapat
menimbulkan loosening (Goodman et al., 2011).
Biomaterial yang baik harus non toksik, non immonogenik, non
thrombogenik, non carcinogenic dan lain – lain. Berdasarakan reaksi jaringan
terhadap biomaterial diklasifikasikan dalam tiga kategori. Pertama; Materi
biotolerant – yang memisahkan jaringan tulang dan jaringan fibrous, Kedua;
11
Materi Bioactive – yang memiliki kemampuan ikatan antara jaringan tulang dan
materi kimiawi. Kolagen dan fase mineral tulang deposit secara langsung pada
permukaan implan. Ketiga; Material bioinert – dalam kondisi tertentu terjadi
ikatan langsung dengan jaringan tulang. Tidak ada reaksi kimiawi (Bergmann.,
2013).
Gambar 1.1 Contoh materi biomedik yang digunakan dalam kedokteran
(Bergmann et al., 2013)
Biomaterial yang saat ini banyak digunakan dibidang bedah orthopedi
adalah stainless steel (AISI 316L), titanium murni (CP-Ti) dan titanium alloy
(TiA16V4)(Koller et al., 2006). Implan yang digunakan untuk osteosintesis harus
memiliki fungsi yang sesuai dengan tubuh manusia. Idealnya, implan tersebut
harus memiliki properti biomekanik yang sesuai tanpa adanya suatu efek samping.
12
Hal prinsip yang harus diperhatikan adalah sifat sifat corrosion resistance,
biocompatibility, biofunctionality, osseointegration. (Bombak et al., 2007)
2.1.1. Corrosion resistance
Korosi dalam biomaterial orthopedi adalah suatu kompleks multifaktoral
yang tergantung pada geometric, metallurgical, mechanical dan parameter
kimiawi. Dua hal penting yang mempengaruhi korosi implan, yang pertama
adalah thermodinamik driving forces dan kinetic barriers (Joshua et al., 1998).
Thermodinamik driving forces menyebabkan korosi (oksidasi dan reduksi)
sebagai respon terhadap kebutuhan eneregi atau pelepasan selama reaksi. Ada dua
sumber utama energi pada proses ini yaitu chemical driving force dan positive and
negative charges. Barier kinetic berhubungan dengan faktor yang menghambat
reaksi korosi dari tempat asal. Proses ini tidak memerlukan mekanisme energi
tetapi dengan limitasi fisik pada saat terjadi reaksi oksidasi dan reduksi (Joshua et
al., 1998).
Korosi masih merupakan masalah untuk ahli orthopedi. John Chanrnely
menyebutkan masalah utama korosi ada pada desain implan trauma dan
artroplasti. Idenya mengambarkan perbedaan metal tidak dapat digunakan
bersama dalam satu implan karena korosi galvanik (Urish et al., 2013).
Korosi Galvanik adalah perbedaan potensial elektrokimia antara dua metal
yang tidak sama. Teorinya, satu metal anoda dan yang lain adalah katoda, metal
aktif adalah yang anodanya adalah memiliki tahanan yang kuat terhadap korosi.
Passivation layer adalah komponen utama yang membolehkan komposisi multi
13
alloys untuk mencegah galvanic corrosion. Korosi dalam bidang orthopedi
diakibatkan oleh rusaknya passivation film (Urish et al., 2013).
Korosi masih merupkan masalah di bidang orthopedi dalam empat dekade
terakhir. Passivation layer mencegah korosi galvanik antara beberapa pasangan
metal yang dicampur, fretering korosi kontributor utama debris pada desain baru
(Urish et al., 2013).
2.1.2. Biocompatibilty
Biocompatibility secara tradisional didefiniskan sebagai implan yang
tertanam dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama (Williams, 2008).
The Williams Dictionary of Biomaterial, biocompatibility didefinisikan sebagai
kemampuan suatu materi yang dapat menyesuaikan dengan host dalam kondisi
tertentu (Bregmann, 2013).
Gambar 1.2, Reaksi jaringan terhadap implant dan biomaterial inisiasi
osteolitik
(Hallab et al., 2004)
14
Penggunaan implan untuk fiksasi fraktur umumnya hanya satu metal, untuk
pergantian sendi materi metal untuk implan lebih dari satu bahan metal yaitu
ceramic dan polymer. Komplikasinya tinggi pada kasus kasus pergantian sendi.
Tipe metal, manufaktur dan standar, komposisi, kondisi prosesing mempengaruhi
properti mekanik antara metal dan tulang. Pengunaan jangka panjang
berhubungan dengan integrasi antara tulang dan implan (Korkusuz, 2004).
2.1.3. Biofunctionality
Ketika tulang rusak akibat trauma atau penyakit, diperlukan tambahan
support untuk mengantikan fungsi mekanik. Contoh, penyakit tulang belakang
yang disebabkan oleh degenerasi mengakibatkan instabilitas atau deformitas yang
menahun. Implan yang digunakan tujuannya tidak hanya koreksi secara anatomis
tetapi dapat menciptakan kondisi mekanikal yang cocok untuk fusi tulang. Tulang
dan implan harus memiliki tahanan terhadap loading. Metal adalah material yang
umum dikenal untuk load bearing (Kroeze et al., 2009).
Dibanding dengan bidang lain pembedahan pada tulang belakang, material
permanen seperti metal untuk pengunaan jangka panjang masih memiliki
komplikasi seperti migrasi, reaksi benda asing dan infeksi. Reaksi inflamasi dalam
beberapa
kasus
disebabkan
oleh
korosi
(particle
disease).
Dalam
perkembangannya metal pada implan spine adalah sangat radiopaque secara
radiologis, sehingga secara umum digunakan untuk imaging paska bedah spine.
Tidak hanya pada x ray tetapi juga pada computer axial tomography scaning dan
magnetic resonance imaging. Radiolucent pada implan spine umumnya dibuat
dari non degradable polymer (Kroeze et al., 2009).
15
Kekuatan mekanik harus diperhatikan dalam pemilihan implan, karena
polymer memiliki kekuatan yang terbatas dibanding metal. Sebuah implan dapat
berfungsi sebagai non load bearing atau load transducing scaffold untuk
pertumbuhan sel atau dapat berfungsi sebagai load bearing scaffold untuk
mempertahankan stabilitas mekanik dan integritas. (Kroeze et al., 2009).
Sistem skeletal manusia, dalam hal ini spine dan tulang panjang memiliki
range dinamik loading yang besar, polymer dalam kondisi teretentu degradasinya
cepat. Kehilangan integritas yang lebih awal mengakibatkan instabilitas pada
segmen spinal, non union dan clinical failure (Kroeze et al., 2009).
2.1.4. Osseointegration
Implan osseointegration awalnya didefinisikan sebagai kontak langsung
antara tulang yang hidup dengan implan secara mikroskopik. Pada tahun 1985
osseointegrasi didefiniskan sebagai hubungan secara fungsional dan struktur
antara tulang yang hidup dengan permukaan implan. Untuk mendapatkan
osseointegrasi
yang baik
faktor
–
faktor
berikut
harus
diperhatikan;
biocompatibility material, desain implan, kondisi permukaan implan, kondisi host,
teknik pembedahan, kondisi loading paska operasi (Carriso et al., 2004, Plecko et
al., 2012).
Pengalaman di bidang orthopedi adanya osteolisis, walaupun stabilitas
inisial dari implan sudah tercapai akan tetapi dapat terjadi isolasi implan terhadap
tulang, hal ini disebabkan oleh (Carriso et al., 2004);
1.
Reaksi benda asing; debris komponen implan, emisi toksik implan
2.
Kerusakan tulang oleh trauma mekanik selama pembedahan
16
3.
Kondisi tulang yang tidak fisiologis
4.
Percepatan signal mekanikal mempercepat densifikasi tulang
2.1.5
Titanium
Titanium dan titanium alloys memiliki anti korosif yang tinggi karena ada
passive layer yang stabil.
Permukaan titanium berhubungan dengan proses
elektrokimiawai karena bereaksi terahadap katoda ketika kontak dengan material
implan
lain.
Investigasi
elektrokimia
terhadap
sifat
korosi
titanium
mengambarkan sifat passivation yang baik pada permukaannya. Untuk
menyimpulkan bahwa titanium memiliki kekebalan total terhadap korosif adalah
suatu kesalahan. (Schumtz, et al., 2008). Salah satu keuntungan implan berbahan
titanium
addalah
elastisitasnya
lebih
fisiologis,
densitisitasnya
rendah,
biocompatiblitynya lebih baik dan magnetic resonance imaging (MRI)
compatibility (Christiensen et al., 2000).
Ada beberapa studi yang mengambarkan biocompatibility implan titanium
dan implan stainless steel. Albrektsson dan Hanson dalam studinya mengunakan
lampu dan mikroskop elektron pada permukaan implan yang beralur dan tidak
beralur (titanium dan stainless steel) didapatkan titanium direct integration ,
implan stainless steel behubungan dengan jaringan ikat, satu atau dua selnya tebal
yang mengelilinginya. Studi in vivo pada tibia tikus mengambarkan screw yang
berbahan titanium memiliki kontak terhadap tulang lebih besar dibanding stainless
steel. Beberapa studi melaporkan tensil test, implan titanium memeliki tensile
strength pada permukannya, indikasikan adanya suatu ikatan kimiawi. Skripitz et
17
al mengambarkan implan yang di beri perlakuan (heat) ikatan kimia antara tulang
dan titanium implan terjadi paling cepat setelah empat minggu. Studi terbaru
menunjukan titanium memiliki interaksi anti inflamasi pada tikus. Hinga saat ini
belum ada kesepakatan tentang reaksi pada implan yang tidak beralur (unthreated)
antara titanium dan stainless steel. Pada percobannya Linder dan Lundskog
mendapatkan bahwa implan titanium dan stainless steel tidak beralur yang
diinsersikan ke korteks tulang tiba tikus menghasilkan respon yang sama pada
permukaan tulang. Sebuah penelitian secara histologis oleh Millar dkk, yang
membandingkan respon jaringan terhadap implan titanium dan stainless steel yang
yang diinsersi kedalam korteks tulang kalvaria anjing pada beberapa period
didapatkan tidak ada perbedaan respons jaringan antara kedua implan
(Christiensen et al., 2000).
Material pada implan tidak secara langsung induksi respons imun akan tetapi
dapat berfungsi sebagai scaffold untuk pembentukan biofilm. Titanium digunakan
sebagai implan dibidang ortopedi. Lysozyme protein antimikorobal didapatkan
dalam serum dan kandungannya dalam kompartemen lysozome menunjukan adesi
yang kuat pada titanium. Stainless steel memeliki kesamaan bila terpapar host
protein. Lysozyme membuat ikatan pada permukaan aniionik dari hydrogel.
Protein endogen ini sebagai pertahanan host terhadap invasi organism patoogen,
secara paradox berfungsi sebagai scaffold pada bakteri yang pertama adesi dan
membentuk biofilm (Susan., 2006)
18
2.1.6
Stainless Steel
Stainless steel adalah biomaterial yang banyak digunakan untukl fiksasi
internal karena mempunyai kombinasi antara properti mekanik, biocompatibility,
corrosion ressitance dan cost effectivines dibandingkan dengan implan metalik
yang lain (Devine et al. 2009). Stainless steel memiliki karakteristik kekuatannya
tujuh kali kekuatan tulang manusia. Titanium alloys mempunyai flexibilitas dua
kali dari pada stainless steel (Taheri et al., 2011).
Stainless steel yang umum digunakan di bidang ortopaedi adalah 316 LV
(American Society for Testing and Materials F138, ASTM F138). Pembentukan
karbid mengurangi material dengan cara kombinasi korosi dan stress mengurangi
fungsi material implan (Hallab et al., 2004).
Kategori implan ini rentang terhadap korosi lokal, hal ini disebabkan oleh
belum ada literatur yang mengambarkan fenomena ini. Toksisitas dari elemen
seperti Ni, Cr sebagai materi implan stainless steel hingga saat ini masih di
perdebatkan (Schumtz et al., 2008)
2.2
Inflamasi dan Implantasi Biomaterial
Reaksi terhadap benda asing terdiri dari makrofag dan sel rakasasa benda
asing (giant cells) merupakan stadium akhir dari respons terhadapat proses
inflamasi dan penyembuhan luka paska penggunaan alat kesehatan, prostese, atau
biomaterial. Permukaan biomaterial memainkan peran penting dalam modulasi
reaksi benda asing dalam dua sampai empat minggu setelah implantasi dari
perangkat medis. Pemahaman tentang reaksi terhadap benda asing penting
19
dikarenakan reaksi benda asing dapat berdampak pada biocompatibility dari
perangkat medis, prostesis, atau biomaterial yang ditanamkan dan secara
signifikan dapat mempengaruhi respon jaringan jangka pendek dan jangka
panjang. (Anderson et al., 2008).
2.2.1 Reaksi inflamasi paska implantasi biomaterial
Reaksi host paska implantasi biomaterial termasuk cedera, pembentukan
matriks sementara, peradangan akut, peradangan kronis, pembentukan jaringan
granulasi, reaksi benda asing dan pembentukan fibrosis. (Anderson et al., 2008).
Penyerapan protein dan pembentukan matriks fibrin-dominan sementara
yang erat dalam respon secara mekanik. Cedera jaringan ikat pembuluh darah
tidak hanya menginisiasi respon inflamasi, namun dapat juga menyebabkan
pembentukan trombus yang melibatkan aktivasi sistem koagulasi ekstrinsik dan
intrinsik, sistem komplemen, yang sistem fibrinolitik, sistem kinin dan trombosit.
Kaskade protein ini terlibat erat dalam fenomena dinamis penyerapan protein dan
pelepasan yang dikenal sebagai Vroman Effect. (Anderson et al., 2008).
Kehadiran mitogens, chemoattractants, sitokin, faktor pertumbuhan, dan
agen bioaktif lainnya dalam matriks sementara menciptakan lingkungan baru kaya
yang bertujuan untuk mengaktifkan dan menghambat zat yang mampu modulasi
aktivitas makrofag, bersama dengan proliferasi dan aktivasi populasi sel lainnya
dalam respon penyembuhan inflamasi dan luka. Setelah interaksi awal darah dan
pembentukan matriks sementara, peradangan akut dan peradangan kronis terjadi
secara berurutan seperti yang diharapkan. Luas atau derajat dari respons ini
dikendalikan oleh sejauh mana cedera dalam prosedur implantasi, jaringan atau
20
organ di mana perangkat ditanamkan, dan sejauh mana pembentukan matriks
sementara. Neutrofil (Leukosit polimorfonuklear, PMN) mencirikan respon
inflamasi akut. Degranulasi sel mast dengan pelepasan histamin dan penyerapan
fibrinogen dikenal untuk menengahi respon akut inflamasi pada biomaterial yang
ditanamkan. Interleukin-4 (IL-4) dan interleukin-13 (IL-13) juga dilepaskan dari
sel mast dalam proses degranulasi dan dapat memainkan peran signifikan dalam
menentukan luas dan tingkat perkembangan selanjutnya dari benda asing. Respon
inflamasi yang dimediasi biomaterial itu dapat dipengaruhi oleh reaksi mediasi
histamin dimana rekrutmen fagosit dan adhesi fagosit permukaan implan
difasilitasi oleh fibrinogen terserap. Respon inflamasi akut dengan biomaterial
biasanya sembuh dengan cepat, biasanya kurang dari satu minggu, tergantung
pada sejauh mana cedera pada lokasi implan. Setelah peradangan akut,
peradangan kronis diidentifikasi oleh kehadiran sel mononuklear, yaitu monosit
dan limfosit, di lokasi implan. Peradangan kronis kurang menunjukan tanda secara
histologis dibandingkan dari peradangan akut dan istilah ini telah digunakan
sebagai diagnosa untuk mengidentifikasi berbagai respon seluler. Kehadiran
mononuklear sel, termasuk limfosit dan sel plasma, dianggap peradangan kronis.
Respon inflamasi kronis biomaterial ini biasanya berlangsung singkat dan terbatas
pada situs implan. Peradangan kronis juga telah digunakan untuk menggambarkan
reaksi benda asing dimana monosit, makrofag, dan sel raksasa benda asing yang
hadir di permukaan biomaterial. Materi yang biokompatibel, resolusi awal respons
inflamasi akut dan kronis terjadi dengan respon inflamasi kronis yang terdiri dari
sel-sel mononuklear biasanya berlangsung tidak lebih dari dua minggu. Masih
21
adanya reaksi inflamasi akut atau kronis selama periode tiga minggu biasanya
menunjukkan suatu reaksi infeksi. Setelah resolusi respon inflamasi akut dan
kronis, jaringan granulasi diidentifikasi oleh kehadiran makrofag, infiltrasi
fibroblas, dan neovaskularisasi pada jaringan penyembuhan baru. Jaringan
granulasi adalah prekursor untuk pembentukan kapsul fibrosa dan jaringan
granulasi dipisahkan dari implan atau biomaterial oleh komponen seluler dari
reaksi benda asing; satu sampai lapisan dua-sel monosit, makrofag, dan sel
raksasa benda asing (Anderson et al., 2008).
Gambar 2.1; Patologi implant debris induksi respon lokal cytokine
(Landgraeber et al., 2014)
22
2.2.2 Respon Imun Bawaan Terhadap Implan
2.2.2.1 Makrofag.
Respon inflamasi pada debris dari waktu ke waktu dikaitkan dengan
reaktivitas makrofag dan menjadi fokus utama penelitian pada 40 tahun terakhir.
Studi terbaru menunjukkan dominasi M1 makrofag dalam merespon debris
implan (ion logam dirilis dan partikel), yang menghasilkan mediator proinflamasi
yang mempengaruhi sel lokal lainnya di sekitar implan. Dengan demikian,
partikel debris bersifat biologis aktif dan mempengaruhi jalur kekebalan bawaan,
jumlah, penampilan, rerata produksi, waktu paparan dan antigenisitas dari
pemakaian partikel. Telah terbukti bahwa makrofag produksi sejumlah sitokin M1
terkait setelah kontak dengan debris pemakaian. Ini termasuk interleukin-1,
interleukin-6, interleukin-10, interleukin-11, interleukin-15, tumor necrosis factor,
transforming growth factor, granulosit-macrophage colony stimulating factor,
macrophage colony stimulating factor, platelet derived growth factor, dan
epidermal growth factor. Interaksi semua sitokin ini sangat kompleks dan tidak
sepenuhnya dipahami. Macrophage colony stimulating factor dan lain-lain
mengaktifkan pembentukan osteoclas langsung IL-1, TNF, dan IL-6 dapat
mempengaruhi osteoblas dan sel lain yang mengaktifkan osteoklas dan
meningkatkan pelepasan sitokin oleh makrofag. Granulosit-macrophage colony
stimulating factor memiliki peranan dalam pembentukan Macrophage colony
stimulating factor yang memiliki kesamaan peranan dengan osteoclas (Langreaber
et al., 2014).
23
Ekspresi kemokin oleh makrofag, fibroblast, dan osteoblas yang terpapar
debris implan juga merupakan suatu reaksi efektor sistim imun bawaan sentral
terhadap debris implan. Migrasi makrofag dan osteoclas pada daerah di sekitar
implan menyebabkan osteolisis semakin cepat (Langreaber et al., 2014).
Perkembangan peradangan dan respon benda asing membutuhkan
ekstravasasi dan migrasi monosit ke permukaan implan. Gerakan ini dipandu
monosit sebagai respon kemokin dan chemoattractive lainnya. Kemokin adalah
sitokin yang memiliki sifat chemoattractive. Kemokin tidak hanya terlibat dalam
merancang migrasi sel inflamasi dan penyembuhan luka tapi memainkan peran
dalam hematopoiesis, angiogenesis, metastasis tumor, diferensiasi limfosit, dan
limfosit homing (Langreaber et al., 2014).
Gambar 2.2, Respon imun bawaan terhadap implan
(Landgraeber et al., 2014)
24
2.2.2.2 Respon Tulang
Pada resorbsi tulang, peranan sel resorbsi tulang sangat penting, sel
tersebut adalah osteoblas dan osteoclas. Osteoblas regulasi aktivitas osteoclas
dengan transmisi signal osteolisis. Osteoclas diaktivasi oleh hormon paratiroid,
vitamin D3, interleukin (IL-1, IL-6, IL-11), tumor nekrosis faktor alfa dan
prostaglandin E2. (Schmidt. C, et al., 2003).
Osteoclas, Peran osteoclas adalah pusat osteolisis, sehingga disebut sebagai
primary bone resorbring cells. Sinyal RANK (L) adalah pusat untuk aktivasi
osteoclas dan mengaktivasi berbagai jalur sinyal untuk perkembangan osteoclas.
Tingkat potensi sel-sel lain untuk menyerap tulang (misalnya, makrofag) dapat
berpartisipasi secara langsung dalam osteolisis yang diinduksi debris tidak
diketahui. Peran sitokin yang dilepaskan seperti TNF juga penting, namun
kontribusi mereka terhadap pembentukan osteoclas saat ini belum jelas. Kadoya et
al. menunjukkan bahwa MNGCs mengekpresikan beberapa penanda yang juga
diungkapkan oleh osteoklas, seperti tartrat resistant asam fosfatase (TRAP) dan
reseptor vitronectin (VNR). Hal ini diterapkan untuk MNGCs terletak di sisi
tulang dari permukaan jaringan lunak (terletak antara implan dan tulang) tetapi
tidak pada sisi implan. Dalam studi in vitro telah menunjukkan bahwa makrofag,
terekespos partikel debris dapat meresorpsi tulang. Tapi meskipun jika aktivitas
penyerapan tulang makrofag sangat wajar, mengingat kelimpahan dan hubungan
ontogenic dengan osteoclas, masih belum jelas apakah makrofag berpartisipasi
dalam destruksi tulang dan penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk
memperjelas peran mereka dalam hal ini (Langreaber et al., 2014).
25
Osteoclas mampu memfagositosis ceramik, polimer dan partikel logam
ukuran besar. Setelah fagositosis partikel tetap sepenuhnya berfungsi, hormon
responsif, penyerap sel tulang, sehingga menunjukkan bahwa secara in vitro
tampak plastisitas antara jenis sel utama yang terlibat dalam implan terkait
osteolisis yang berasal dari sel-sel prekursor yang sama di susmsum tulang.
Partisipasi makrofag dan osteoklas, sel stem mesenchymal, berhubungan dengan
aseptic loosening, di mana partikel pemakaian endositosis mengurangi proliferasi
dan diferensiasi osteogenik dan menginduksi peningkatan produksi IL-8.
(Langreaber et al., 2014).
Osteoblas.
Osteoblas
dirangsang
oleh
partikel
pemakaian
untuk
menghasilkan faktor osteoklastogenesis RANKL dan macrophage colony
stimulating factor (M-CSF) dan sitokin seperti IL-6 dan IL-8. Studi yang sama
juga melaporkan sedikit peningkatan ekspresi dari VEGF yang diinduksi oleh
semua entitas partikel dan penurunan de novo sintesis kolagen tipe 1 serta
peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase (MMP)-1 (Langreaber et al.,
2014)
.
26
2.2.3 Respon Imun Adaptif Terhadap Implan
Limfosit. Limfosit dapat memainkan peran penting dalam peri-implan
"debris reactivity’. Pada jaringan periimplan terdapat Limfosit T dan B. Subtipe T
sel yang mendominasi pada jaringan periimplan adalah T- helper. Respons
hipersensitivitas terhadap implan di kenal sebagai type IV (delayed type
hypersensitive), delayed type hypersensitive respons terhadap implan adalah T –
helper respons terhadap implan adalah sebuah adaptive slow cell mediated type of
response (Langreaber et al., 2014).
2.2.4. Interleukin 6 (IL-6)
Adanya loosening pada pengunaan implan sering disebabkan oleh resorbsi
tulang. Sel yang sangat berperan pada resorbsi tulang adalah osteoblas dan
osteoclas. Osteoblas akan meregulasi aktivitas osteoclas dengan transmisi sinyal
osteolisis. Osteoclas diaktivasi oleh hormon parathyroid, vitamin D3, interleukin
(IL-1, IL-6, IL-11), tumor nekrosis faktor alfa dan prostaglandin E2. (Schmidt. et
al., 2003).
Respons biologi terhadap pengunaan partikel merupakan penyebab utama
dari aseptic loosening dan osteolisis. Sitokin dan mediator inflamasi prostanoid
seperti interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor alfa, dan prostagalandin
E2 yang lebih dikenal sebagai stimulator resorbsi tulang. (Rodrigo et al., 2005)
Interleukin enam (IL -6) adalah sebuah sitokine pleiotropik yang memacu
aktivitas yang meningkatkan atau supresi inflamasi destruksi tulang. IL -6 di
produksi secara lokal pada tulang setelah stimulasi oleh IL -1 dan tumor necrosis
27
factor (TNF). IL -6 mengstimulasi pembentukan perkusor osteoclas dari colony
forming granulocyte – macrophage dan meningkatkan jumlah osteoclast secara in
vivo yang secara sistemik meningkat pada resorbsi tulang. Beberapa data
mengemukakan bahwa IL-6 juga memiliki aktivitas anti inflamasi yang
signifikan. Fase akut induksi protein di liver oleh IL-6 dan memiliki sifat anti
inflamasi. (Balto , et al., 2001)
IL -6 disekresi oleh osteoblas sebagai respon terhadap ion metal.
Konsentrasi ion metal yang berhubungan dengan respon toksik osteoblas dapat
dideteksi pada jarignan periprostetik (Hallab et al., 2004). IL-6 juga dikenal
sebagai stimulator potent osteoclas, mediator
resorbsi tulang. (Huang et al.,
2015). Reaksi osteolisis perimplan dimediasi faktor terlarut seperti interleukin -1,
interleukin -6, tumor nekrosis faktor alfa yang di produksi oleh osteoblast.
(Schmidt et al., 2003).
28
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Berpikir
Respon inflamasi pada partikel ion atau metal dapat berupa reaksi
terhadap sistem kekebalan tubuh, reaksi terhadap jaringan ikat dan reaksi terhadap
tulang. Makrofag dalam merespons ion logam dirilis dalam partikel,
menghasilkan mediator pro inflamasi yang mempengaruhi sel lokal lainnya di
sekitar implan. Sementara M-CSF dan lain-lain mengaktifkan pembentukan
osteoklas langsung, IL-1, TNF, dan IL-6 dapat mempengaruhi osteoblas dan selsel lain yang mengaktifkan osteoklas dan meningkatkan pelepasan sitokin oleh
makrofag. (Langreaber et al., 2014)
Osteoblas dirangsang oleh partikel pemakaian untuk menghasilkan faktor
osteoklastogenesis RANKL dan M-CSF dan sitokin seperti IL-6 dan IL-8.
Interleukin enam (IL 6) disekresi oleh osteoblas sebagai respon terhadap ion
metal. Konsentrasi ion metal yang berhubungan dengan respon toksik osteoblas
dapat dideteksi pada jarignan periprostetik (Hallab et al., 2004)
29
Metal Implan
Partike ion metal
Aktivasi NK-ḱB
Macrophage
Osteoblast
GM-CSF, IL-1ß, IL6, TNF-ᾱ
IL-6, IL-8, MCP-1,
RANKL
Pembentukan Prekursor
Osteoklas
Aktivasi pembentukan
Osteoklas
Osteolisis
periimplan
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
30
3.2 Kerangka Konsep
Tulang Tibia Tikus




FAKTOR
FAKTOR
INTERNAL
EKSTERNAL



Strain
Umur
Berat Badan
Jenis Kelamin
K – Wire Titanium
Lingkungan
Nutrisi
Perawatan Luka
K – Wire Stainless steel
Ekspresi IL6
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
Keterangan :
: Variabel Bebas
: Variabel Tergantung
: Variabel Kendali
31
3.3 Hipotesis Penelitian
Dari kerangka konsep tersebut dibuat suatu hipotesis penelitian yaitu :

Ada perbedaan ekspresi IL-6 pada sel sel tulang tibia tikus yang
diaplikasi K - wire titanium dengan K - wire stainless steel.
32
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1
Desain Penelitian
Penelitian
ini
adalah
penelitian
eksperimental
dirancang
dengan
menggunakan rancangan Randomized post-test only control group design.
Rancangan penelitian ini digambarkan dengan skema sebagai berikut :
P0
P
S
P1
R
O0
O1
P2
O2
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian
Keterangan
P
: Populasi
S
: Sampel
R
: Randomisasi
33
P0
: Kelompok Kontrol (Perlakuan berupa bor korteks tulang tibia tanpa
aplikasi K-wire)
P1
: Kelompok Perlakuan 1 (Berupa bor korteks tulang tibia diikuti dengan
aplikasi K-wire titanium)
P2
: Kelompok Perlakuan 2 (Berupa bor korteks tulang tibia diikuti dengan
aplikasi K-wire stainless steel)
4.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dan pemeriksaan histopatologi dilaksanakan di Laboratorium
Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Bali, waktu
dilaksanakan mulai bulan Oktober 2015
4.3
Populasi dan Sampel
Sampel penelitian adalah tikus jantan jenis Wistar berumur 6 sampai 8
minggu, berat 250 gram.
4.4 Kriteria Subjek
4.4.1 Kriteria Inklusi
1.
Tikus jantan jenis berumur 6 -8 minggu.
2.
Berat 250 gram.
3.
Tikus bergerak aktif dan tidak pincang.
4.
Tikus yang selama pemeliharaan di peternakan mendapat analgetik
4.4.2 Kriteria drop-out
1.
Tikus mati saat penelitian.
34
2.
Tikus yang tidak mau makan, mengalami dehidrasi atau mengalami
penurunan berat badan lebih dari 20 persen dari berat badan awal.
4.5
Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Federer (Federer,
2008).
(t-1)( n-1) ≥ 15
(3-1)(n-1) ≥ 15
2n-2 ≥ 15
2n ≥ 17
n ≥ 8,5
N
=
Besar sampel
T
=
Jumlah perlakuan
Dari hasil perhitungan rumus di atas, besar sampel minimal yang diperlukan
sebesar 9 sampel dalam satu kelompok. Untuk mengantisipasi kemungkinan drop
out, sampel ditambahkan 10%,maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah :
N = n/(1-f)
Dimana :
N = jumlah hewan coba yang diperlukan tiap kelompok.
n = jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok.
f = perkiraan proporsi drop out.
35
Maka :
N = 8,5/(1 – 0,1)
N = 8,5/0,9
N = 9,44  N dibulatkan menjadi 10
Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sampel yang diperlukan pada
penelitian ini sebanyak 10 ekor hewan coba untuk tiap kelompok atau total 30
tikus.
Teknik pengambilan sampel digunakan cara Simple Randomization karena
populasi relatif homogen.
1.6. Identifikasi Variabel
a. Variabel Bebas : Aplikasi K- wire titanium dan stainless steel
b. Variabel tergantung :
o Ekspresi IL-6 pada periimplan tulang tibia tikus
4.7
Definisi Operasional
a. Aplikasi implan titanium adalah aplikas K-wire titanium (TAV)
diameter 1.25 mm, panjang 0,5cm, pada shaft tulang tibia tikus dengan
anterior approach, arah wire lateral ke medial secara oblique.
b. Aplikasi implan stainless steel adalah pemasangan K-Wire stainless
steel diameter 1.2 mm, panjang 1cm, pada shaft tulang tibia tikus
dengan anterior approach, arah wire lateral ke medial secara oblique.
c.
IL-6 adalah sitokin pro inflamasi yang disekresikan oleh osteoblast
sebagai respon terhadap ion metal yang ekspresi markernya diukur
36
dengan menggunakan pemeriksaan immunohistokimia (Hallab, et al;
2004)
d. Ekspresi IL-6 di ukur secara kuantitas yaitu ekspresi lemah jika kurang
dari 20 per lapang pandang, ekspresi sedang jika ditemukan lebih dari
20 per lapang pandang dan kurang dari 50 per lapang pandang, ekspresi
kuat jika ditemukan lebih dari 50 per lapangan pandang.
4.8
Cara Kerja
a. Digunakan 30 ekor tikus jantan dengan jenis Wistar dengan umur antara
6 sampai 8 minggu.
b. Tikus kemudian dibagi secara acak menjadi 3 kelompok, yaitu :

Kelompok P0 mendapat perlakuan berupa bor tanpa aplikasi Kwire

Kelompok P1 mendapat perlakuan berupa aplikasi K-wire titanium
dengan diameter 1.25 mm

Kelompok P2 mendapat perlakuan berupa aplikasi K-wire stainless
Steel dengan diameter 1.25 mm
c.
Semua kelompok setelah mendapat perlakuan bor dan aplikasi K-wire
luka insisi akan ditutup, lapisan dalam dengan jahitan benang
absorbable 5.0, lapisan luar (kulit) dengan benang non absorbable 5.0.
d.
Untuk semua kelompok. setelah luka ditutup, luka di oleskan dengan
gentamisin salep pada permukaan luka.
37
e.
Pemberian antibiotik profilkasis untuk semua kelompok, ceftriaxon
60mg/KgBB, 1 kali sehari selama 3 hari, pemberiannya secara
intramuscular.
f.
Evaluasi dan perawatan luka dilakukan setiap hari
g.
Penelitian dilakukan pada pagi hari pukul 09.00 WITA, pada hari
pertama penelitian.
h.
Ketiga kelompok tikus dikandangkan di Laboratorium Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dengan ukuran
30x20cm dan diberikan diet normal berupa pelet dan air dua kali
sehari.
i.
Pada hari terakhir minggu ke tiga, tikus disuntik sampai mati dengan
barbiturat dan jaringan korteks tulang perimplan tibia tikus diperiksa
secara immunohistokimia dan sisa tubuh tikus dibakar.
j.
Respon cytokine secara mikro terhadap lesi perifer dapat di ketahui
pada hari ke 21. (Balto et al., 2001)
4.8.1 Alat dan Bahan
Alat yang dipakai :
1. Pinset
2. Pisau bedah
3. Gunting
4. Obyek glass
5. Mikroskop
6. Kamera
38
7. Sarung tangan
8. Alat ukur
9. Spuit 1 cc, 3 cc
Bahan terdiri dari :
1. Eter, alkohol 30%, 40%, 50%, 60%,70%, dan 95%, NaCl 0.9%
2. Aquades
3. Formalin
4. Parafin
5. Hematoxylin-Eosin
6. K-wire berbahan Titanium dan Stainless Steel dengan diameter 1,2 mm
7. Reagen immunohistokimia
4.8.2 Pembuatan Sediaan Histopatologis Tulang
Tikus di euthanasia dengan metode inhalasi menggunakan eter dengan dosis
2 ml. Setelah tikus mati , kemudian tibia sebelah kanan diambil secara utuh dan
jaringam otot serta periosteum dibersihkan dari tulang. Tulang kemudian
dilakukan proses dekalsifikasi. Selanjutnya tulang dipotong dengan mikrotom
menjadi 3 potongan terbesar melewati lokasi perimplan.
Selanjutnya tulang difiksasi dengan 10% formalin-0.1M phostat buffer PH
7.4. Spesimen tersebut kemudian ditanam pada parafin blok dipotong dengan
tebal 5-7 micrometer tiap bagian dan dicat dengan Haematoxylin dan eosin (Olcay
et al., 2011), selanjutnya dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop cahaya
dengan pembesaran 400 kali dalam satu lapangan pandang.
39
4.9 Alur penelitian
Sampel
Adaptasi selama 1 minggu
Dibagi menjadi
3 kelompok
Kelompok kontrol:
Kelompok perlakuan 1 :
Kelompok perlakuan 2:
Tulung tibia tikus di bor tanpa
diaplikasi K - wire
Tulang tibia tikus diaplikasi
K-wire titanium
Tulang Tibia tikus diaplikasi
K-wire Stainless Steel
3 minggu
Pemeriksaan imunohistokimia pada minggu ke tiga yaitu:

Ekspresi IL-6 sel sel tulang tibia tikus di jaringan
periimplan
Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian
40
4.10 Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif
2. Analisis Normalitas
Uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk test untuk mengetahui data
sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.
3. Analisis Homogenitas dengan Levene test untuk mengetahui varian data
homogen atau tidak.
4. Pada hipotesis penelitian ini dilakukan uji one way ANOVA
41
DAFTAR PUSTAKA
Anderson J M., Rodriguez A., Chang DT. 2008. Foreign body reaction to
biomaterials. Semin Immunol. NIH public access, 20 (2): 86 - 100
Balto K., Sasaki H., Stashenko P. 2001. Interleukin-6 deficiency increases
inflammatory bone destruction. Infection and immunity. American
society for microbiology, Vol. 69:p. 744-750
Bergmann CP., Stumpf A. 2013. Dental ceramic microstructure, properties and
degradation. Springer. Berlin.p.9-13
Bombac D., Brojan M., Krkovic M., Turk R., Zalar A., Characterization of
titanium and stainless steel medical implants surfaces. Material and
Geoenviroment. RMZ, Vol. 54, No 2, pp. 151-164, 2007
Christiensen FB., Dalstra M., Seijling F., Overgaard S., Bunger C. 2000.
Titianium alloy enhances bone – pedicle screw fixation: mechanical
and histomorphometrical results of titanium alloy versus stainless steel.
Eur Spine J, Vol 9: p. 97 - 1003
Devine DM., Leitner SM., Perren LP., Pearce SG. 2009. Tissue reaction to
implants of different metals: a study using guide wires in cannulated
screws. European cells and materials. Vol.18: p.40-48
Gooddman SB., Yao Z., Keeney M., Yang F. 2013. The future of biologic coating
for orthopaedic implants. Bioamaterials, Elesevier, Vol. xxx.p.1- 10.
Huang RL., Chen A., Wang W., Herller T., Xie Y, Gu B., Li Q. 2015. Synergy
between IL-6 and soluble IL-6 receptor enhances bone morphogenetic
protein-2/absorbable collagen sponge-induced bone regeneration via
regulation of BMPRIA distribution and degradation. Biomaterials,
Elesvier, Vol. 67. p.308 -322
Joshua J., Jacobs., Jeremy. 1998. Current concepts review corrosion of metal
orthopedic implants. The journal of bone and joint surgery. Vol 80-A,
p.269-279
Koller M., Schildhauer TA., Robie B., Muhr G., 2006. Bacterial adherence to
tantalum versus commonly used orthopedic metallic implant materials.
J orthop trauma, Vol 20: p. 476 - 484
Kroeze RJ., Helder MN., Govaert LE., Smit TH. 2009. Review article;
Biodegradable polymers in bone tissue engineering. Materials, Vol. 2: p.
833-856.
42
Landgraeber, S., Jager, M., Jacobs,J.J., Hallab, N.J., 2014. Review article; The
pathology of Orthopedic Implant Failure Is Mediated by Innate System
Cytokines. Mediators of Inflammation.
Hindawi Publishing
Corporation, Vol 2014
Plecko M., Sievert C., Frigg R., Klein K., Nuss K., Ferguson S. 2012.
Osseointergation and biocompatibility of different metal implants – a
comparative
experimental
investigation
in
sheep.
BMC
Musculoskeletal disorders. Vol. 13 – 32
Rodrigo A., Valle G., Saldan˜ a l., Rodrı´guez M., Martı´nez m., Munuera L.
2006.
Alumina
Particles
Influence
the
Interactions
of
CoculturedOsteoblasts and Macrophages. January, Journal Of
Orthopeadic Reserach
Schmidt C, Steinbach G, Decking R, Claes LE, Ignatius AA. 2003. IL-6 and
PGE2 release by human osteoblasts on implant materials, Biomaterials,
Elsevier, Vol 24: p. 4191– 4196
Schumtz P., Chang N., Gerber I. 2008. Review Article: Metalic medical implants;
Electrochemical characterization of corrosion processes. The
Electrochemical society. Interface. P.35-40
Taheri NS., Blicblau AS., Singh M. 2011. Comparative study of two materials for
dynamic hip screw during fall and gait; titanium alloy and stainless
steel. J Orthop Sci, Vol 16: p. 805 - 813
Urish KL., Anderson PA, Mihalko WM. 2013. The challenge of corrosion
inorthopaedicimplants. AAOS.
http://www.aaos.org/news/aaosnews/apr13/research4.asp
Villacis D., Merriman JA., Reza O., Itamura J., Hatch GF. 2014. Serum
interleukin -6 as a marker of peroprosthetic shoulder infection. J bone
joint surg arm. Vol. 96: p.41-45
Wall JE., Jain V., Vora V., Mehlaman CT., Crawford AH. 2008. Complications of
titanium and stainless steel elastic nail fixation of pediatric femoral
fracture. 2008. J Bone Joint Surg Arm.Vol 90: p. 1305 - 1313
Williams DF. 2008. On the mechanism of biocompatibility. J.biomaterials. Vol.
xxx: p.1-13
Yaszemski MJ., Trantolo DJ., Lewandrowski KU., Wise DL. 2004. Biomaterilas
in orthopedic. Korkusuz P. Korkusuz F. 2004. Hard tissue –
biomaterial interacation. Ney York: Marcel deker inc.p.1-40
43
Yaszemski MJ., Trantolo DJ., Lewandrowski KU., Wise DL. 2004. Biomaterilas
in orthopedic. Hallab NJ., Urban RM., Jacobs JJ. 2004. Corrosion and
Biocompatibility of Orthopedic Implants. Ney York: Marcel deker
inc.p.63-90
Yaszemski MJ., Trantolo DJ., Lewandrowski KU., Wise DL. 2004. Biomaterilas
in orthopedic. Carlson LV., Macdonad w. 2004. Osseointegration
Principles in Orthopedics: Basic Research and Clinical Applications.
Ney York: Marcel deker inc.p.223-239
Download