ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN :TYPHUS ABDOMINALIS DI RUANG KENANGA RSUD CIAMIS TANGGAL 15-19 JUNI TAHUN 2016 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Keperawatan DI STIKes Muhammadiyah Ciamis Disusun oleh : ANGGUN RETNA SARI NIM : 13DP277006 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN 2016 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.M DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : TYPHUS ABDOMINALIS DI RUANG KENANGA RSUD CIAMIS TANGGAL 15-19 JUNI TAHUN 2016 1 Anggun Retna Sari 2, Asep Gunawan. S.Kep., Ners., M.Pd.3 ABSTRAK Asuhan keperawatan pada klien dengan Typhus Abdominalis memerlukan perawatan yang intensif untuk mencegah kematian dan juga untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih kronis. Pemberian Asuhan Keperawatan pada Tn.M dengan gangguan sistem pencernaan Typhus Abdominalis adalah dengan menggunakan metode deskritif melalui pendekatan studi kasus dengan cara observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan. Waktu pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan mulai tanggal 15-19 Juni 2016, Adapun tujuan dari asuhan keperawatan yakni mampu melaksanakan asuhan keperawatan yang diberikan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spritual dengan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi. Typhus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran cerna terutama dibagian usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi. Selama pengkajian selama lima hari pada Tn. M ditemukan masalah keperawatan : Nyeri akut, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Kurangnya perawatan diri, Perubahan pola istirahat dan tidur. Dalam pelaksanaan tidak semua dilakukan sesuai teori namun prinsipnya semua dapat berjalan dengan lancar. Dalam melaksanakan Asuhan keperawatan dilakukan dengan melibatkan klien, keluarga, perawat, dan petugas kesehatan lain, semua masalah dapat teratasi tapi tetap diperlukan perawatan lanjutan untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan. Kata kunci : Typhus Abdominalis , Asuhan Keperawatan, Perencanaan Kepustakaan : 13 buku (2006-2014) 2 jurnal. 1. Judul Karya Tulis Ilmiah 2. Mahasiswa Program D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis 3. Dosen Pembimbing STIKes Muhammadiyah Ciamis i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Typhus Abdominalis terdapat diseluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung pada keadaan iklim. Penyakit ini lebih banyak dijumpai di negara-negara berkembang di daerah tropis dimana penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu kurang baik. Penyakit ini merupakan penyakit edemis di Negara - negara Afrika, Amerika Latin dan Asia termasuk indonesia (Garnadi,2008). Typus abdominalis ialah penyakit sistemik akut yang di sebabkan oleh infeksi bakteri negatif, genus salmonella, yaitu salmonella typhi yang masuk ke dalam makanan, minuman atau bahan - bahan lain yang dicemari bakteri tersebut (Garnadi, 2008). Typhus Abdominalis jarang dijumpai secara epidemis. Penyakit ini lebih bersifat sporadis dan menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang - orang serumah. Menurut data WHO (World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat typhus abdominalis mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit typhus abdominalis bersifat endemik, menurut WHO angka penderita typhus abdominalis di Indonesia mencapai 81% per 100.000 (Depkes RI, 2013) Berdasarkan penelitian Cyrus H.Simanjuntak, di paseh (jawa barat) tahun 2009, insidens rate typhus abdominalis pada masyarakat 1 2 di daerah semi urban adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden typhus abdominalis bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan di daerah jawa barat, terdapat 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di daerah urban di temukan 760-810 per 100.000 penduduk. Penyakit penyebarannya ini juga merupakan berkaitan erat masalah dengan kesehatan, urbanisasi, karena kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar hygiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.. Typus addominalis merupakan penyakit infeksi akut yang selalu di temukan di masyarakat (endemik) Indonesia. Penderita typus abdominalis juga beragam, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa (M. Ardiansyah, 2012). RSUD Ciamis sebagai tempat pelayanan kesehatan yang mempunyai tujuan memberikan pelayanan semaksimal mungkin yaitu dengan memberikan perawatan secara intensif begitu juga pada penyakit typhus abdominalis. Data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit RSUD Ciamis didapatkan 10 penyakit terbanyak, khususnya di Ruang Kenanga pada periode januari sampai dengan mei 2016 tertera dalam hal berikutnya : 3 Tabel 1.1 10 Besar Penyakit di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis Periode Januari – Mei 2016. NO JENIS PENYAKIT JUMLAH 1 Thypus abdominalis 126 2 Gastritis 125 3 CHF 112 4 Diare 64 5 CKD 60 6 PPOK 38 7 Pnemonia 34 8 DM 34 9 Hepatitis 32 10 Dispepsia 30 Total 697 Tabel 1.1 memperlihatkan penderita Typhus Abdominalis yang dirawat di Ruang Kenanga pada tahun 2016 yaitu sebanyak 126 penderita. Secara persentase penyakit Typhus Abdominalis menempati urutan ke 1 dari 10 penyakit di ruang Kenanga RSUD Kabupaten Ciamis. 4 Typhus abdominalis merupakan salah satu penyakit sistemik yang di sebabkan oleh Salmonella Thypi. Masalah utama yang sering terjadi pada pasien penderita typhus abdominalis antatara lain adalah demam, biasanya demam lebih dari seminggu, pada penderita typhus abdominalis juga ditemui masalah mual, muntah, nyeri abdomen atau perasaan tidak enak di perut, diare (Nani, 2014). Komplikasi yang muncul pada typhus abdominalis ada beberapa yaitu pada usus, perdarahan usus, melena, perforasi usus, peritonis, organ lain yaitu meningitis, kolesitis, ensefalopati dan pneumonia (Garna, 2012). Penyakit ini sangat berhubungan dengan usus pada perut. Pada dasarnya usus halus merupakan organ yang penting dimana fungsi utamanya sebagai alat untuk mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung. Di samping itu penyakit typhus abdominalis dapat menjadi gangguan terhadap kebutuhan dasar manusia di antaranya kebutuhan nutrisi, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan aktifitas sehari – hari serta kebutuhan rasa aman nyaman. Pada saat pengkajian tanggal 15-19 juni 2016 pada Tn. M di ruang Kenanga RSUD Ciamis didapatkan data sebagai berikut : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasure otot polos sekunder terhadap infeksi gastro intestinal di tandai dengan klien mengeluh nyeri perut di bagian kuadran 2 dan 6, klien terlihat meringis dan memegang perut, terdapat nyeri tekan di bagian abdomen. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia di tandai dengan 5 klien mengeluh tidak nafsu makan, mual dan pusing. Klien terlihat lemah, makan habis 1/2 porsi, penurunan berat badan BB awal : 72 kg, BB sekarang : 70 kg. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan)berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan ( mual/ muntah). Klien mengeluh mual,klien terlihat lemas,turgor kulit klien jelek,klien tampak muntah,klien terlihat pucat. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total di tandai dengan klien merasa tidak nyaman, rambut klien terlihat kurang bersih, keadaan kulit klien kotor, mulut dan gigi klien kurang bersih, kuku klien panjang dan kotor. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. M Dengan Gangguan Sistem Pencernaan Typhus Abdominalis Di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis pada tanggal 1519 juni 2016. B. Tujuan Penulisan 1) Tujuan Umum Untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam aplikasi asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosial-spritual dengan pendekatan keperawatan serta menentukan prioritas masalah. proses 6 2) Tujuan Khusus a. Penulisan mampu melaksanakan pengkajian secara komprehensif pada klien Typus Abdominalis secara bio-psikososial-spritual dan analisis data. b. Menegakan diagnosa keperawatan serta menentukan prioritas masalah. c. Penulis mampu membuat perencanaan tindakan keperawatan terhadap semua permasalahan yang di timbulkan oleh Typhus Abdominalis. d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan dan di susun. e. Penulis mampu mengevaluasi tindakan asuhan keperawatan pada pasien typhus abdominalis. f. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada kasus Typhus Abdominalis. C. Metode Telaahan Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah metode deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan, dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1) Observasi Adalah penulisan secara langsung melihat, mengamati dan mencatat masalah yang berhubungan dengan materi pembahasan. 7 2) Wawancara Pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung terhadap klien dan perawat dan keluarga untuk memperoleh data yang lengkap dari tim kesehatan yang terkait dalam memberikan asuhan keperawatan. 3) Dokumentasi Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari catatan - catatan medik yang ada di rumah sakit. 4) Studi kepustakaan Penulis mempelajari buku- buku yang berhubungan dengan kasus typus abdominalis melalui buku kepustakaan maupun materi perkuliahan yang di dapat selama pendidikan. D. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam karya tulis ini terdiri dari empat BAB yaitu: BAB I : Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode serta sistematika penulisan. BAB II : Meliputi tinjauan toeritis tentang demam Thypoid dan konsep keperawatan yang mencakup Pengertian, Etiologi, anatomi fisiologi, patofisiologi tanda dan gejala, manajemen medik, data penunjang, komplikasi, dampak penyakit terhadap kebuuhan dasar manusia, serta tinjauan teoritis tentang asuhan 8 keperawatan yang terdiri dari pengkajian,kemungkinan diagnosa yang muncul, intervensi dan rasional, implementasi serta evaluasi. BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan Tinjauan kasus meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan catatan perkembangan. Sedangkan pembahasan berisikan ulasan narasi dari setiap tahap keperawatan yang di lakukan. BAB IV : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisikan kesimpulan yang mengarah pada tujuan studi kasus dari pelaksanaan asuhaan keperawatan dan formulasi saran atau rekomendasi yang operasional terhadap masalah yang di temukan. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Typhus abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran (Kartika Sari Wijayaningsih, 2013). Typhus Abdominalis ialah penyakit sistemik akut yang di sebabkan oleh infeksi bakteri negatif, genus salmonella yaitu salmonella typhi yang masuk ke dalam makanan, minuman atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut (yudi garnadi, 2008). Typus abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang pada aliran darah, yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B dan C, yang terkadang juga dapat menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus). (Muhamad Ardiansyah, 2012). Dari ketiga definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa thyphus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang menyerang usus halus dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada 9 10 saluran cerna dan gangguan kesadaran, panas, nadi lamba dan gejala dari perut yaitu nyeri dan mual. 2. Etiologi Penyebab penyakit ini adalah kuman salmonella typosa wujudnya berupa basil gram negative, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora dan mempunyai tiga macam anti gen. Dalam serum penderita, terdapat zat (Agglutinin) terhadap ke tiga macam antigen tersebut, kuman tumbuh pada saat aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 -41 derajat (optimum 37 derajat dan Ph pertumbuhan 6-8 ( Muhamad Ardiansyah, 2012). 3. Anatomi Fisiologi 11 a. Organ Pencernaan Utama 1) Mulut Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua bagian, bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang di batasi di sisi - sisinya oleh tulang maxilaris dan Semua gigi, dan di sebuah belakang bersambung dengan awal faring. Atap mulut di bentuk oleh palatum, dan lidah terletak di lantainya dan terikat pada tulang hioid. Di garis tengah terdapat lipatan membran mukosa (frenulum linguas) menyambung lidah dengan lantai mulut. Di kedua sisi terletak papila sublingualis, yang memuat lubang kelenjar ludah submandibularis. Sedikit external dari papila ini terletak lipatan sublingualis tempat lubang-lubang halus kelenjar ludah sublingualis bermuara. Selaput lendir mulut di tutupi oleh epitelium yang berlapislapis. Dibawahnya terletak kelenjar – kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris (Pearce Evelyn,2009). 12 2) Faring dan Esofagus Faring atau tekak terletak di belakang hidung, mulut dan laring (tenggorokan). Faring berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran berotot (maskulo membranosa) dengan bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai di ketinggian vertebra servikal ke enam, yaitu ketinggian tulang rawan krikoid tempat faring bersambung dengan esofagus. Esofagus adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya dua puluh sampai dua puluh lima sentimeter, di atas di mulai dari faring sampai pintu trakea dan di depan tulang punggung. Setelah melalui torax menembus diafragma untuk masuk ke dalam abdomen dan menyambung dengan lambung. Esofagus berdinding empat lapis. Di sebelah luar terdiri atas lapisan jaringan ikat yang renggang, sebuah lapisan otot yang terdiri atas dua lapis serabut otot, yang satu berjalan longitudinal dan yang lain sirkuler, sebuah lapisan submukosa dan di paling dalam terdapat selaput lendir mukosa ( pearce evelyn, 2009). 3) Lambung Merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri dari bagian atas disebut fundus, bagian utama dan bagian bawah yang horizontal yakni antrum pilorik. Lambung berhubungan 13 langsung dengan esofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan duodenum melalui orifisium pilorik, lambung ini terletak di bawah diafragma dan di depan pankreas, limfa menempel pada sebelah kiri fundus. Lambung memiliki dua fungsi. Pertama fungsi motorik, yakni sebagai reservoir yaitu menampung makanan sampai dicerna sedikit - demi sedikit dan sebagai pencampur yakni memecah makanan menjadi partikel-partikel kecil dan campur dengan asam lambung. Kedua fungsi sekresi dan pencernaan yakni untuk mensekresi pepsin dan HCl yang akan memecah protein menjadi pepton, sedang amilase memecah amilum menjadi maltose, lipase memecah lemak menjadi asam lemak dan gloserol, untuk membentuk sekresi gastrin, mensekresi faktor intrinsik yang memungkinkan mengabsorpsi vitamin B12 usus halus yaitu di ilieum dan mensekresi mukus yang bersifat protektif. Pada lambung makanan berada 2-6 jam kemudian mencampur makanan dengan getah lambung (cairan asam bening tak berwarna) yang mengandung 0.4 % HCl yang mengasamkan semua makanan yang bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan. Dalam getah lambung terdapat beberapa enzim diantaranya pepsin yang dihasilkan oleh pepsinogen yang berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih mudah larut 14 dan renin yang berfungsi untuk membekukan susu atau membentuk kasein dari kasinogen yang dapat larut. 4) Usus Halus Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter panjang dalam keadaan hidup. Angka yang biasa di berikan enam meter adalah penemuan setelah mati bila otot telah kehilangan tonusnya. Usus halus memanjang dari lambung sampai katup ileo-kolika tembang bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilikus dan di kelilingi oleh usus besar. Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu : a) Duadenum Adalah bagian pertama usus halus yang 25 cm panjangnya, berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi kepala prankeas. Satu lubang yaitu di sebut ampula hepatoprankeatika atau ampula pateri, sepuluh sentimeter dari vilorus. b) Yeyunum menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus yang selebihnya. c) Ileum menempati tiga per lima akhir. Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorsi khime dari lambung. Isinya yang cair (khime) di jalankan oleh serangkaiaan gerakan peristaltik yang cepat. Setiap 15 gerakan lamanya satu second dan antara dua gerakan ada istirahat beberapa second. Terdapat juga dua jenis gerakan lain seperti berikut : a) Gerakan segmental ialah gerakan yang memisahkan beberapa segmen usus yang satu dengan yang lain karena diikat oleh gerakan konstriksi serabut sikuler. Hal ini memungkinkan isi yang cair ini sementara bersentuhan dengan dinding. b) Gerakan penduluan atau ayunan menyebabkan isi usus bercampuran dua cairan pencerna masuk duadenum melalui saluran-saluran mereka yaitu empedu melalui hati dan getah prankeas. 5) Usus besar Usus besar atau kolon yang kira-kira satu setengah meter panjangnya adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ilekolik atau ileosekal yaitu tempat sisa makanan lewat. Kolon sebagai kantung yang mekar dan terdapat apendix vermiformis atau umbay cacing. Apendik juga terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus lainya hanya lapisan submukosanya berisi sejumlah besar jaringan limfe yang di anggap mempunyai fungsi serupa dengan 16 tonsil. Sebagian terletak di bawah sekum dan sebagian di belakang sekum atau di sebut retrosekum. Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot iliopoas. Dari sini kolon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal dan di sebut kolon asendens. Di bawah hati berbelok pada tempat yang di sebut flexura hepatika, lalu berjalan melalui peti daerah epigastrik dan umbilikal sebagai kolon transversus. Di bawah limpa membelok sebagai kolon desendens. Di daerah kanan iliaka terdapat belokan yang di sebut flexura sigmoid dan di bentuk kolon sigmodieus atau kolon pelvis, dan kemudian masuk pelvis dan menjadi rektum. Rektum ialah yang sepuluh sentimeter terbawah dari usus besar, di mulai pada kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran yang kira-kira tiga sentimeter panjangnya. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang di jaga oleh otot internal dan external. b. Organ aksesoris Organ aksesoris terdiri dari hati, kantung empedu, dan prankeas. Ke tiga organ ini membantu terlaksananya sistem pencernaan makanan secara kimia. 17 1) Hati Merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati terbagi dalam dua belahan utama kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma. Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan (fisura tranversus). Permukaannya di lintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk keluar hati. Visura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah. 2) Kantung Empedu Merupakan sebuah kantung berbentuk terong dan merupakan membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan disebelah permukaan bawah hati sampai di pinggiran depannya. Panjangnya delapan kantung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan, leher dan terdiri dari atas tiga pembungkus yakni : a) Sebelah luar pembungkus serosa peritonial. b) Sebelah tengah jaringan berotot tidak bergaris. c) Sebelah dalam membran mukosa. 18 3) Prankeas Merupakan kelenjar majemuk bertandan, struknya sangat mirip dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas sentimeter mulai dari duodenum sampai limpa. Prankeas terdiri atas tiga bagian: yaitu bagian kepala prankeas yang terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan rongga abdomen, badan prankeas yang letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama dan ekor prankreas yang merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpa (pearce evelyn, 2009). 4. Patofisiologi Masuknya kuman salmonella typhi (s. Typhi) dan salmonella paratyphi (s. Paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman di musnakan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus selsel epitel ( terutama sel – M ) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening 19 mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang asim tomatik) dan menyebar keseluruh organ retikuloendotetial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoll dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan di sertai tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik. Di dalam hati kuman masuk kedalam kantung empedu, berkembang biak dan bersama cairan empedu diekresikan secara “intermittent” kedalam lumen usus, sebagian kuman di keluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktifasi dan hiperaktif maka saat pagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental dan koagulasi. Didalam plague makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (s. Typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Pendarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi 20 pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononukliear di dinding usus. Proses patologis jaringan himpoid ini dapat berkembang hingga kelapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perfolasi. Endotoksin dapat menempel direseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neoropsikiatrik, kardio vaskuler, pernafasan dan gangguan organ lainya. Berdasarkan uraian di atas patofisiologis typhus abdominalis dapat di gambarkan sebagai berikut : 21 5. Tanda dan gejala Masa tunas typhus abdominalis berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini di temukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anorexia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada minggu ke dua gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif ( bradikardia relatif adalah peningkatan 1 C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit, lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, gangguan mental berupa somnolen, sopor, delirium, atau psikosis (aru w sudoyo, 2006). 6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan typhus abdomenalis terdiri dari tiga bagian : a) Istirahat dan perawatan Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah sepenuhnya komplikasi. di tempat Tirah baring seperti dengan makan, perawatan minum, mandi, membantu dan mempercepat proses penyembuhan. Dalam 22 perawatan perlu di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang di pakai. b) Diet dan terapi penunjang Pertama pasien di beri diet bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Mengandung cukup cairan kalori dan tinggi protein. Vitamin dan mineral yang cukup. c) Pemberian antimikroba Obat –obat anti mikroba yang sering digunakan untuk mengobati typhus abdominalis adalah sebagai berikut : 1) Kloramfenikol Di indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati typhus abdominalis. Dosis yang di berikan adalah 4x 500 mg/hari dapat di berikan secara peroral atau intravena. Diberikan sampai dengan tujuh hari bebas panas. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. 2) Tiamfenikol Dosis dan efektitas tiamfenikol pada typhus abdominalis hampir sama dengan kloromfenikol akan tetapi kombikasi kemungkinan terjadi anemia aplastik lebih rendah di bandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 23 4x500 mg demam rata-rata menurun pada hari ke 5 dan sampai ke 6. 3) Kotrimoksazol Efektifitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2x2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400mg dan 80 mg trimettoprin). Di berikan selama dua minggu. 4) Ampisilin dan amoxilin Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah di bandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan yang berkisaran antara 50-150 mg/kg BB dan digunakan selama 2 minggu. 5) Kortikosteroid Penggunaan steroid hanya di indikasikan pada toksis typus abdominalis yang mengalami syok seftik dengan dosis 3x5mg. 6) Lain – lain (a) Vitamin (b) Bila ada pendarahan usus Puasa selama 24 jam sampai tidak ada pendarahan, antibiotik di berikan intravena tranpusi darah bila di perlukan. (c) Bila ada perporasi usus 24 Operasi, antibiotik di berikan intravena ( muhammad ardiansyah, 2012). 7. Data penunjang a. Pemeriksaan Rutin Pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia , dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Selain itu juga dapat di temukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinopilia maupun limfonia. Laju endap darah pada thyphus abdominalis dapat meningkat. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. b. Uji Widal Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman s. typhi dengan antibodi yang di sebut aglutinin. Antigen yang di gunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah di matikan dan di olah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita thyphus abdominalis yaitu : 1) Aglutinin O (dari tubuh kuman) 2) Aglutinin H ( flagela kuman ) dan 3) Aglutinin V ( Simpai kuman) 25 Ada beberapa Faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu : 1) Pengobatan dini dengan antibiotik 2) Gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid 3) Waktu pengambilan 4) Daerah endemik atau non – endemik 5) Riwayat vaksinasi 6) Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi demam typhus abdominalis masa lalu atau vaksinasi. 7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi dan strain salmonella yang di gunakan untuk suspensi antigen. c. Kultur darah Hasil biakan darah yang positif memastikan typhus abdominalis, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan Typhus abdominalis karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 1) Telah mendapat terapi antibiotik Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman terhambat dan hasil mungkin negatif. dalam media biakan 26 2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5cc darah). Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. 3) Riwayat vaksinasi Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat. (muhammad ardiannsyah, 2012). 8. Komplikasi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada Typhus Abdominalis yaitu : a. Komplikasi intestinal seperti : pendarahan usus , perforasi usus, ileus paralitik,ponkreatitis. b. Komplikasi ekstra-intestinal 1. Komplikasi kardiovaskuler : gagal sirkulasi perifer, tromboflebitis. 2. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, trombosis. 3. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis. 4. Komplikasi hepatobiler : hepatitis, kelositis. 27 5. Komplikasi ginjal: glemerulonefritis, pielonerfritis, perinefritis. 6. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis. 9. Dampak penyakit Typhus Abdominalis Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia. a. Keseimbangan suhu tubuh Klien dengan Typhus Abdominalis menderita demam yang lama sampai 3 minggu penyebabnya adalah endotokin yang dikeluarkan oleh kuman. Keadaan menyebabkan kondisi tubuh lemah, dan tersebut dapat mengakibatkan kekurangan cairan , karena perspirasi yang meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah , selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah. b. Kebutuhan nutrisi / cairan dan elektrolit Klien dengan typhus abdominalis umumnya mengalami penurunan nafsu makan ( anorexia) keadaan ini menyebabkan kurangnya nutrisi/cairan sehingga kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan berkurang pula. Selain itu klien dengan typhus abdominalis mengalami kelainan berupa tukak-tukak pada usus halusnya sehingga makanan harus disesuaikan. 28 c. Komplikasi Penyakit typhus abdominalis menyebabkan kelainan berupa tukak pada mukosa halus dan dapat menjadi penyebab timbulnya komplikasi , perdarahan usus, atau perforasi usus jika tidak mendapatkan pengobatan, diet dan perawatan yang adekuat. d. Aktivitas Pada klien dengan typhus abdominalis terjadi peningkatan metabolisme yang membutuhkan banyak energi , sehingga cadangan makanan seperti glikogen dan lemak digunakan untuk proses metabolisme tersebut. Maka energi untuk pergerakan tubuh menjadi berkurang, sehingga anak mengalami kelemahan fisik. e. Rasa aman nyaman Pada klien dengan typhus abdominalis sama dengan klien dengan penyakit lain yaitu keharusan istirahat di tempat tidur jika ia sudah dalam penyembuhan. Pada klien dengan typhus abdominalis karena lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah menambah rasa tak nyaman. f. Istirahat tidur Istirahat tidur pada klien dengan typhus abdominalis terganggu karena terjadi peningkatan suhu tubuh, sehingga klien tidak merasa nyaman dan istirahat tidur klien terganggu. 29 g. Integritas Kulit Pengeluaran kulit keringat menyebabkan kulit lembab dan basah, jika kulit lembab dan basah serta jarang terkena sinar matahari merupakan kondisi yang ideal untuk berkembang biaknya bakteri sehingga memudahkan infeksi. Disamping itu pula pasien typhus abdominalis dalam salah satu pengobatannya harus bedrest total, hal ini dapat menyebabkan integritas kulit terganggu karena terjadinya penekanan pada daerah-daerah tertentu, maka resiko terjadi decubitus dan klien akan merasa tidak nyaman. h. Defisit perawatan diri Pada klien dengan typhus abdominalis di karenakan mengalami kelemahan fisik maka tidak dapat melakukan perawatan diri sendiri.( ngastiyah,2006). B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Typhus Abdominalis Proses keperawatan adalah rangkaian tindakan asuhan keperawatan yang harus di lakukan perawat secara sistematis, sinambung, terencana, dan profesional. Mulai dari mengidentifikasi masalah kesehatan klien, merencanakan tindakan, mengurangi atau mencegah terjadinya masalah baru, melaksanakan tindakan keperawatan, hingga mengevaluasi keberhasilan dari tindakan tersebut (Rohmah Nikmatur, 2009). 30 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Fase proses keperawatan ini cukup dua langkah : Pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Nikmatur rohmah, 2009). a. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan klien ( nikmatur rohmah,2009). 1) Identitas klien Meliputi : nama, umur , jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, status dan alamat. 2) Riwayat kesehatan a) Keluhan utama Pada penyakit Typhus Abdominalis harus dikaji gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh yang intermiten dan nyeri perut serta penurunan kesadaran. Gejala tersebut sebagai data penunjang untuk menegakan diagnosa infeksi kuman salmonella pada tubuh. b) Riwayat kesehatan sekarang Meliputi pengembangan dari pengaruh utama yang terdiri dari : 31 (1) Provokative /palliative Yaitu faktor penyebab keluhan pada typus abdominalis kuman salmonella masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar kemudian setelah masa inkubasi akan muncul gejala dan biasanya gejala dirasakan semakin berat apabila kondisi tubuh dalam keadaan lemah. (2) Qualitative /quantity Bagaimana gejala dirasakan? Apakah menyebar atau lokal, berapa kali gejala dirasakan? (3) Region Dibagian mana gejala dirasakan , apakah gejala dirasakan menyebar kebagian lain? Adanya nyeri perut biasanya akan terasa pada daerah perut bagian atas. (4) Skala Seberapa parah gejala dirasakan, apakah masih dalam batas normal atau terasa nyeri hebat? (5) Time Kapan gejala timbul , seberapa sering gejala timbul ? c) Riwayat Kesehatan Dahulu Jenis penyakit apakah yang dideritanya ? apakah pernah dirawat di RS? Apakah mempunyai riwayat alergi? 32 Apakah pernah sebelumnya penyakit sekarang di derita di masa lalu. d) Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada anggota keluarga yang sama penyakitnya dengan pasien? Apakah keluarga mempunyai herediter seperti diabetes melitus ? di dalam riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji secara spesifik karena Typhus Abdominalis merupakan penyakit menular yang hanya memerlukan vektor yang sangat mudah yaitu air ( priharjo robert, 2006). 3) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan inspeksi, fisik auskultasi, dilakukan palpasi, dan dengan melakukan perkusi. Adapun pengkajian fisik tersebut di lakukan secara sistematis mulai dari kepala sampai ujung kaki. a) Sistem pernafasan Tanda : respirator rate normal kecuali bila terjadi infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia, penggunaan obat bantu pernafasan kemungkinan terjadi karena tirah baring yang lama, mukosa mulut kering. b) Sistem Kardiovaskuler Tanda : takikardi, respon terhadap demam, proses inflamasi dan nyeri. 33 c) Sistem pencernaan Tanda : pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa di sertai nyeri pada perabaan. Gejala : lidah kotor biasanya didapat konstipasi bahkan dapat terjadi diare. d) Sistem persyarafan Tanda : kesadaran penderita menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai samnolen , jarang terjadi sopor , coma, gelisah. e) Sistem penglihatan Komplikasi Typus abdominalis tidak mengenai sistem penglihatan . Apabila ada merupakan manifestasi dari gejala penyerta. f) Sistem Genitourinaria Pada biakan urine di dapatkan bakterimia, pada genetalia, eksternal tidak di dapatkan kelainan. Produksi urine normal, warna jernih dan tidak di dapatkan hematuria. Frekuensi menurun, kandung kemih kosong. g) Sistem muskuloskeletal Gejala : merasa lemah, kekuatan otot normal. 34 h) Sistem integumen Kulit hangat , warna kulit normal . Suhu tubuh meningkat, turgor kulit buruk. i) Pola kebiasaan sehari-hari Pola makan akan berubah karena adanya mual dan muntah, adanya penurunan berat badan , pola tidur pada pasien Typhus Abdominalis akan berubah karena adanya nyeri pada perut dan kecemasan, personal hygiene kurang terawat, pola BAB pada pasien Typhus berubah kemungkinan adanya diare atau konstipasi, pola BAK mungkin terjadi anuria karena dehidrasi karena diare yang berat. Demikian pula dengan pola aktivitas dan kebiasaan akan mengalami perubahan dikarenakan adanya gangguan pada pola-pola tersebut diatas (nursalam,2008) b. Analisa Data Analisa data merupakan tahap penting yang kita lakukan setelah data klien terkumpul sehingga berguna untuk menegakkan masalah atau kebutuhan klien ( Prihardjo Robert, 2006). 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia ( status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat 35 secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah (nursalam, 2008). Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhus abdominalis berdasarkan prioritas masalah adalah : a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi b. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasure otot polos sekunder terhadap infeksi gastro intestinal. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan tidak ada nafsu makan,mual,kembung. d. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh. e. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran. f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat inflamasi. g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total h. Perubahan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan lingkungan yang kurang tenang. (wijayaningsih, 2013;suriadi,2006). 36 3. Rencana keperawatan Menurut iyer, Taptich dan Bernocchi Losey (dalam Nursalam, 2008 : 77) perencanaan meliputi perkembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalahmasalah yang didefinisikan pada diagnosa keperawatan. Tahapan ini di mulai dari setelah menentukan diagnosis keperawatan dan menimbulkan rencana dokumentasi. a. Hipertemi Tujuan : suhu tubuh seimbang dan normal Kriteria : 1. Suhu tubuh normal (36-37C) 2. Pengeluaran keringat normal 3. Tanda-tanda vital respirasi = 18-20x/menit, Nadi 80x/menit. Tabel 2.1 Intervensi dan Rasional Intervensi Rasional 1) Monitor tanda-tanda vital 1) Dapat diketahui perubahan tanda-tanda vital terutama suhu tubuh yang tinggi dapat menyebabkan lepasnya muatan listrik dalam membran sel yang dapat berakibat terjadinya penurunan kesadaran. 2) Anjurkan untuk memberikan 2) Akan terjadi proses konduksi yaitu 37 kompres hangat bila panas, pada perpindahan panas dari suhu yang dahi dan ketiak. tinggi ke suhu yang rendah. 3) Pakaikan baju yang tipis dan 3) Sehingga menyerap keringat. tadinya pembuluh darah vasodilitas akibat yang demam kembali vasokontriksi supaya proses penguapan suhu lebih lancar. 4) Anjurkan pada keluarga agar klien 4) Cairan yang di beri banyak minum air putih bila menggantikan tidak terjadi kontraindikasi. karena di minum dapat yang hilang keringat yang cairan produksi meningkat. 5) Kolaborasi dengan dokter untuk 5) Kuman salmonella thypi akan lemah pemberian terapi antipiretik dan dengan di berikannya antipiretik dan antibiotik. sebagai aspek legal pemberian obat harus sesuai dengan pengobatan dari dokter. (Judith M Wilkinson, 2006) b. Nyeri Tujuan : Nyeri teratasi Kriteria : 1. Nyeri hilang 2. Tampak rilek 3. Mampu tidur gangguan Nyeri. atau istirahat dengan tanpa 38 Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional Intervensi Rasional 1) Observasi tanda-tanda vital 1) Untuk mengetahui keadaan umum klien. 2) Kaji jenis dan tingkat nyeri pasien. 2) Pengkajian berkelanjutan membantu Kaji faktor yang mengurangi dan meyakinkan memperberat, dapat memenuhi kebutuhan pasien lokasi, durasi, intensitas, dan karekteristik nyeri. 3) Yakinkan bahwa komunikasi verbal bahwa penanganan dalam mengurangi nyeri. 3) Pasien yang mengalami nyeri sensitif dan non verbal anda dengan anda untuk menjadi terhakimi. Pesan adalah positif. negatif bik verbal maupun non verbal akan menggangu komunikasi terbuka. 4) Minta pasien untuk menggunakan sebuah skala 1 sampai 10 untuk 4) Untuk mempasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri pasien. menjelaskan tingkat nyerinya. 5) Berikan obat yang di anjurkan untuk mengobati nyerinya, 5) Untuk menentukan keefektifan obat. bergantung pada gambaran nyeri pasien. 6) Atur periode terganggu. istirahat tanpa 6) Tindakan ini meningkatkan kesehatan, kesejahtraan dan peningkatan tingkat energi, yang pengurangan nyeri. penting untuk 39 7) Bantu pasien untuk mendapatkan 7) Untuk menurunkan ketegangan atau posisi yang nyaman dan gunakan spasme otot. bantalan atau menyokong daerahdaerah yang sakit. 8) Pada ringkat nyeri pasien tidak terlalu kentara 8) Teknik non farmakologis pengurangan implementasikan nyeri akan efektif bila pasien berada pasien untuk mengendalikan nyeri pada tingkat yang dapat di tolerir. alternatif. 9) Lanjutkan untuk memberikan obat 9) Meyakinkan pengurangan nyeri yang yang di anjurkan sesuai indikasi. 10) Anjurkan pasien untuk mnggunakan adekuat. 10) Untuk aktivitas pengalihan non invasif. 11) Ciptakan suatu penatalaksana nyeri meningkatkan kualitas hidupnya. 11) Untuk memberikan penguatan dan untuk pasien. meningkatkan ketaatan rencana. (Cynthia M Taylor, 2010) c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria :1. Berat badan naik 2. Nafsu makan normal 3. Klien tidak lemah terhadap 40 Tabel 2.3 Intervensi dan Rasional Intervensi Rasional 1) Berikan makanan yang mudah dicerna, 1) Memudahkan pencernaan dan tidak merangsang kerja usus yang penyerapan oleh usus halus sehingga berat. mengurangi bebean kerja usus halus yang sedang sakit dan dapat mengurangi terjadinya komplikasi 2) Anjurkan kepada klien dan keluarga 2) Pemberian makanan dalam porsi kecil untuk memberikan makanan dengan tapi sering dan dalam keadaan hangat teknik porsi kecil tapi sering, berikan dapat mengurangi mual dan mencegah dalam keadaan hangat. muntah. 3) Monitor makanan yang masuk 3) Dapat diketahui atau dilihat apakah nafsu makan klien sudah baik atau belum. 4) Monitor tetesan cairan infus 4) Dapat diketahui apakah tetesan cairan infus lancar atau tidak sehingga membantu pemasukan nutrisi yang adekuat terpenuhi lewat oral ( nutrisi pasien terpenuhi) 5) Timbang BB tiap hari 5) Mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan klien tiap hari. 6) Kolaborasi dengan dokter dalam 6) Berkolaborasi dalam pemberian therapi 41 pemberian antiemetik ranitidin 2x1 agar rasa mual hilang sehingga amp dalam 1x24 jam. pemasukan nutrisi adekuat. 7) Berikan penkes tentang nutrisi 7) Agar klien tahu nutrisi bagi penyakitnya. ( Taylor Cynthia M,2010 ) d. Risiko Kurangnya volume cairan Tujuan : tidak terjadi dehidrasi Kriteria : asupan cairan pasien melebihi pengeluaran Tabel 2.4 Intervensi dan Rasional Intervensi 1) Pantau turgor kulit setiap giliran jaga Rasional 1) Turgor kulit buruk merupakan suatu tanda dehidrasi. 2) Periksa membran mukosa mulut setiap kali jaga 3) Uji berat jenis urin setiap giliran jaga 2) Membran mukosa mulut kering merupakan suatu tanda dehidrasi 3) Peningkatan berat jenis urine dapat mengindikasikan dehidrasi. 4) Pantau tanda-tanda vital setiap jam 4) Takikardi , hipotensi ,dipsne dan demam dapat mengindikasikan dehidrasi . 5) Ukur berat badan pasien setiap hari 5) Pengukuran berat badan setiap hari dapat membantu memperkirakan status cairan tubuh. 6) Berikan dan pantau cairan parenteral 6) Untuk mengembalikan cairan yang 42 hilang. 7) Tentukan minuman /cairan kesukaan 7) Meningkatkan asupan cairan. pasien 8) Simpan cairan oral pada tempat yang 8) Tindakan ini memudahkan pasien mudah dijangkau di sisi tempat tidur mengontrol asupan cairan dan pasien dan anjurkan pasien untuk tambahan asupan cairan. minum. 9) Pertahankan pencatatan asupan dan pengeluaran yang akurat 10) Ajarkan pasien cara mempertahankan 9) Untuk membantu perkiraan keseimbangan cairan pasien. 10) Tindakan ini mendorong partisipasi asupan cairan yang benar, termasuk pasien dan pemberi asuhan dalam mencatat berat badan setiap hari, perawatan dan meningkatkan kontrol mengukur asupan dan pengeluaran , pasien. mengenali tanda-tanda dehidrasi. 11) Pantau nilai elektrolit dan laporkan ketidaknormalannya 11) Kehilangan cairan dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit signifikan . 12) Berikan dan pantau pengobatan , 12) Untuk mencegah kehilangan cairan. seperti antiematik dan anidiare. (Taylor Cynthia M, 2010) e. Perubahan presepsi sensori Tujuan : Tidak terjadi gangguan kesadaran Kriteria : Tidak ada tanda-tanda penurunan kesadaran. 43 Tabel 2.5 Intervensi dan Rasional Intervensi 1) Kaji status neurologis Rasional 1) Perubahan endotoksin bakteri dapat merubah elektrofisiologis otak. 2) Istirahatkan hingga suhu dan tandatanda vital stabil 2) Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien. 3) Hindari aktivitas yang berlebihan 3) Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko cedera. 4) Kolaborasi kaji fungsi ginjal/elektrolit. 4) Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai (nanda,2011) f. Intoleransi aktivitas Tujuan : aktifitas klien terpenuhi Kriteria : klien bisa beraktivitas mandiri 44 Tabel 2.6 Intervensi dan Rasional Intervensi Rasional 1) Kaji aktivitas klien 1) Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan klien dan untuk menentukan intervensi selanjutnya. 2) Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien 2) Untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhannya. 3) Berikan bantuan dalam aktivitas pasien 3) Dengan kebutuhan perawat dan keluarga klien dapat memenuhi kebutuhannya. 4) Ajarkan metode untuk penghematan 4) Untuk penghematan energi. energi untuk beraktivitas ( kartika sari wijayaningsih,2013) g. Depisit perawatan diri : personal Hygiene Tujuan : kebersihan klien terpenuhi Kriteria : 1. Klien tampak rapih dan bersih 2. Klien merasa nyaman 3. Pengetahuan klien dan keluarga bertambah tentang pentingnya kebersihan diri. 45 Tabel 2.7 Intervensi dan Rasional Intervensi 1) Bantu kebersihan alat tenun Rasional 1) Klien yang berdrest membutuhkan alat tenun yang bersih dan rapih untuk mencegah decubitus. 2) Bantu klien gunting kuku 2) Kuku yang kotor dan panjang dapat menjadi tempat tinggal bibit penyakit. 3) Berikan penyuluhan tentang 3) Klien dan keluarga mengerti manfaat kebersihan diri/personal tentang manfaat personal hygiene hygiene dan mau melaksanakannya. 4) Bantu klien untuk melakukan 4) Dengan membantu klien untuk aktifitas ringan dalam mandi dan melakukan aktivitasnya akan berfakaian . mencegah terjadinya komplikasi. (taylor cynthia,2010 i. Gangguan pemenuhan istirahat tidur Tujuan : Kebutuhan istirahat klien terpenuhi Kriteria : 1. Klien tidak tampak sayu 2. Tidak tampak lingkaran hitam pada daerah periorbital 46 3. klien dapat tidur dengan nyenyak 4. klien tidak sering terbangun dari tidurnya 5. jumlah jam tidur klien cukup 7-8 jam / hari. Tabel 2.8 Intervensi dan Rasional Intervensi Rasional 1. Ciptakan suasana yang tenang. 1. Dengan menciptakan suasana yang tenang diharapkan klien bisa beristirahat tanpa gangguan. 2.Atur posisi klien senyaman 2. Dengan mungkin. senyaman mengatur mungkin posisi klien diharapkan klien nyaman dan bisa beristirahat 3. Anjurkan klien untuk minum air 3. Agar lambung klien tidak kambuh hangat sebelum tidur 4. Anjurkan klien melakukan relaksasi 4. Supaya klien tidur nyenyak sebelum tidur ( taylor cynthia M, 2010 ) 4. Implementasi Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan (Nikmatur Rohmah, 2009). 5. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien ( hasil yang diamati ) dengan tujuan 47 dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur Rohmah, 2009 ). Ada 2 jenis mengevaluasi kualifikasi tindakan keperawatan yaitu : 1. Evaluasi formatif Yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan , berorientasi pada etiologi dan di lakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. 2. Evaluasi Sumatif Yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan atau ketidak berhasilan dan rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.(nikmatur Rohmah,2009). Adapun evaluasi yang menggunakan pendekatan dengan format SOAPIER adalah : S : subjektif adalah informasi yang didapat dari pasien O : objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. A : Assesment (pengkajian) adalah suatu masalah atau diagnosis 48 keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan masalah atau diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif P : Planning adalah rencana tindakan yang diambil. I : implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam kompenen p ( perencanaan ). E : Evaluasi adalah respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. R : reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan , dimotifikasi , atau dihentikan ( nikmatur Rohmah, 2009). 6. Dokumentasi Keperawatan Dokumentasi memberikan catatan tentang penggunaan proses keperawatan untuk memberikan perawatan pasien secara individu. Dokumentasi ini merupakan persyaratan legal dalam setiap lingkungan pelayanan kesehatan. Catatan perkembangan mencerminkan implementasi rencana tindakan dengan mencatatkan bahwa tindakan yang tepat telah di lakukan ( Nursalam,2008). DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah. Muhamad.2012. Medikal Bedah untuk mahasiswa. Jogjakarta : DIVA Press Nanda.( 2011). Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC Nani.(2014). Demam Tifoid Ngastiyah. (2006). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC Nursalam. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak ( Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Selemba Medika Pearce, Evelyn C.( 2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Priharjo, Robert. (2006). Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : EGC Republik Indonesia, D. K. (2013). Demam Typoid Rohmah, Nikmatur (2009). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi Jakarta : Ar.Ruzz media Sudoyo, Aru W. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ( Edisi Keempat ). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Suriadi dan Yulianni. (2006) . Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto Taylor and Ralphs. (2010). Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC Wijayaningsih, Kartika sari. (2013). Standar Asuhan Keperawatan.Jakarta : CV. Trans Info Media Wilkinson, Judith M. (2007). Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC Yudi,G. (2008). Tinjauan umum Anamnesis Pediatri. Jakarta : FKUI