Pola Kepekaan Candida albicans Terhadap Flukonazol dan Itrakonazol secara In Vitro: Tinjauan pada Bahan Klinik Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI Periode 2010-2011 Mohammad Reynalzi Yugo a dan Ridhawati b a Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan b Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia email: [email protected] Abstrak Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur Candida, dimana spesies yang paling sering menyebabkan infeksi adalah Candida albicans. Saat ini insidens kandidiasis meningkat, terkait semakin luasnya penggunaan antibiotik spektrum luas dan semakin banyaknya infeksi HIV pada manusia. Tujuan pada penelitian ini untuk mengetahui pola kepekaan Candida albicans terhadap antijamur flukonazol dan itrakonazol secara in vitro dari bahan klinik yang masuk ke Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI periode 20102011. Uji kepekaan pada flukonazol menunjukkan dari 232 sampel Candida albicans didapatkan 226 sampel (97,42%) sensitif, tiga sampel (1,29%) SDD dan tiga sampel (1,29%) resisten. Sedangkan uji kepekaan terhadap itrakonazol menunjukkan dari 232 sampel tersebut, didapatkan 202 sampel (87,07%) sensitif, 20 sampel (8,62%) SDD, dan 10 sampel (4,31%) resisten. Berdasarkan uji kemaknaan statistik, didapatkan pola kepekaan Candida albicans terhadap obat antijamur flukonazol lebih baik dibandingkan itrakonazol secara in vitro. Kata Kunci: Candida albicans; flukonazol; in vitro; itrakonazol; pola kepekaan Candida albicans Susceptibility Profile In Vitro towards Fluconazole and Itraconazole: Clinical Isolates Review in Laboratory of Mycology, Department of Parasitology, FMUI 2010-2011 period Abstract Candidiasis is a fungal infection caused by Candida fungus, which species are most likely to cause infection is Candida albicans. Current increased incidence of candidiasis related to the wider use of broad-spectrum antibiotics and the increasing number of HIV infections in humans. The purpose of this study is to determine the susceptibility profile of antifungal 1 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 sensitivity of Candida albicans to fluconazole and itraconazole in vitro of the clinical materials that were sent to the Mycology Laboratory of the Department of Parasitology Faculty of Medicine University of Indonesia 2010-2011 period. Test showed sensitivity to fluconazole obtained 232 samples of Candida albicans of which 226 samples (97.42%) sensitive, three samples (1.29%) SDD and three samples (1.29%) were resistant. While testing showed sensitivity to itraconazole of 232 samples, of which 202 samples (87.07%) sensitive, 20 samples (8.62%) SDD, and 10 samples (4.31%) were resistant. Based on the statistical significance test, Candida albicans susceptibility profile to the antifungal drug fluconazole better than itraconazole in vitro. Keywords: Candida albicans; fluconazole; in vitro; itraconazole; susceptibility profile Pendahuluan Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida sp., dan merupakan salah satu infeksi jamur yang sering ditemukan menyerang manusia. Candida albicans adalah salah satu spesies jamur candida yang paling sering ditemukan patogen pada manusia. Candida sebenarnya adalah flora normal komensal manusia dan sering ditemukan di berbagai lokasi seperti kulit, mulut, saluran cerna, dan saluran genitalia wanita. Oleh karena itu, mayoritas infeksi candida bersifat endogen, walaupun penularan dari manusia ke manusia dapat terjadi. Candida jarang menyebabkan penyakit pada individu yang sehat. Insidens kandidiasis semakin meningkat dewasa ini terutama dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti penggunaan antibiotik secara luas, peningkatan insidens infeksi HIV, dan penggunaan prosedur modern seperti transplantasi dan alat prostetik.1,2 Salah satu golongan obat antijamur yang ditujukan untuk candida adalah golongan azol, beberapa contoh dari golongan tersebut yaitu imidazol, ketokonazol, flukonazol, itrakonazol, posakonazol, dan vorikonazol. Flukonazol dan itrakonazol adalah kelas triazol generasi pertama yang masih digunakan luas hingga saat ini, terutama flukonazol. Penggunaan keduanya telah terbukti lebih baik dibandingkan golongan sebelumnya seperti ketokonazol dan imidazol, baik dari segi efektivitas maupun efek samping. Adapun generasi lanjutan seperti posakonazol dan vorikonazol masih belum digunakan secara luas untuk menggantikan generasi sebelumnya yang masih efektif. Namun saat ini, obat-obatan azol tersebut belum ada yang ideal karena semuanya memiliki keterbatasan dan semakin munculnya resistensi terhadap obat.3,4 2 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 Penelitian mengenai kepekaan obat golongan azol terhadap candida di Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI telah dilakukan oleh Rozaliyani5 dan Erwin6. Pemeriksaan uji resistensi antijamur secara in vitro menggunakan bahan klinik yang berasal dari pasien-pasien yang dikirim oleh dokter praktek, laboratorium lain dan dari berbagai rumah sakit. Penelitian oleh Rozaliyani5 terhadap neonatus dengan kandidemia melaporkan adanya prevalensi resistensi terhadap flukonazol (3,8%) yang lebih rendah dibandingkan itrakonazol (9,6%). Penelitian oleh Erwin6 menunjukkan prevalensi resistensi antara flukonazol dengan vorikonazol tidak berbeda bermakna. Diperlukan pengetahuan lebih jauh apakah seiring dengan berjalannya waktu telah ada pergeseran pola kepekaan candida terhadap golongan azol. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kepekaan Candida albicans terhadap flukonazol dan itrakonazol secara in vitro di Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI periode 2010-2011. Tinjauan Teoritis Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida sp., dan merupakan salah satu infeksi jamur yang sering ditemukan menyerang manusia. Jamur candida adalah ragi yang terutama berbentuk oval uniseluler, berukuran 4-6 µm, berdinding tipis, terdapat hifa dan pseudohifa, dan gram positif. Secara makroskopis jamur candida akan membentuk koloni yang terlihat berwarna putih halus seperti krim dan berkilat. Candida albicans adalah salah satu spesies jamur candida yang paling sering ditemukan sebagai patogen pada manusia. Jamur candida itu sendiri sebenarnya adalah flora normal komensal pada manusia dan sering ditemukan di berbagai lokasi seperti kulit, mulut, saluran cerna, dan saluran genitalia wanita. Oleh karena itu, mayoritas infeksi candida bersifat endogen atau berasal dari dirinya sendiri, walaupun penularan dari manusia ke manusia dapat terjadi. Candida jarang menyebabkan penyakit pada individu yang sehat.1,2 Candida sebagai jamur dapat berperan sebagai komensal maupun patogen, dimana jamur ini dapat merubah fenotipnya secara acak dan reversibel. Perubahan fenotip ini mendukung mekanisme adaptasi candida terhadap perubahan dari pejamu yang bisa diakibatkan oleh penggunaan antijamur, respon imun, atau perubahan fisiologis. Akibatnya tampilan morfologi, bentuk sel, virulensi, dan antigenisitas dari candida dapat berubah. 3 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 Candida albicans juga dapat tumbuh membentuk lapisan biofilm, yang terdiri atas gabungan dari ragi, bentuk filamen, dan matriks ekstraselular dari jamur. Biofilm ini dapat terbentuk di alat medis implan yang akan mengurangi kerentanan jamur terhadap respon imun maupun obat antijamur. Imunitas bawaan dan respons sel-T merupakan kompenen yang penting sebagai proteksi terhadap infeksi candida. Lini pertama pertahanan tubuh dilakukan melalui reaksi oksidatif oleh neutrofil dan makrofag yang memfagosit candida. Bentuk filamentosa, tidak seperti ragi, dapat menghindari fagosom dan berproliferasi di dalam sitoplasma, bentuk ini juga akan cenderung untuk menstimulasi respons TH2 yang nonprotektif. Sedangkan bentuk ragi akan menstimulasi respons TH1 yang protektif. Respons sel-T terhadap candida terutama berperan penting bagi proteksi terhadap kandidiasis mukokutan.2 Beberapa kelompok yang lebih berisiko terhadap kandidiasis adalah sebagai berikut: neonatus, anak dengan penggunaan steroid tertentu, individu pasca penggunaan antibiotik spektrum luas yang mengganggu flora normal, pasien infeksi HIV positif, pasien keganasan hematolimfoid, pasien diabetik, wanita hamil atau menggunakan kontrasepsi oral, pengguna narkoba intravena.2 Gejala klinis yang dapat muncul pada pasien kandidiasis sangat beragam tergantung jenis organ yang diserang. Pada umumnya kandidiasis lebih sering menginfeksi secara superfisial, seperti pada mukosa rongga mulut (oral thrush), akan terlihat sebagai pseudomembran kotor berwarna abu keputihan. Pada kandidiasis esofagitis akan muncul disfagia dan nyeri retrosternal, dan pada endoskopi akan terlihat plak putih dan pseudomembran seperti pada oral thrush di mukosa esofageal. Pada kandidiasis vulvovaginitis akan terasa sangat gatal dan terlihat keputihan yang berbentuk seperti kepala susu yang tebal. Pada kandidiasis kulit dapat bermanifestasi sebagai onikomikosis pada kuku, paronikia pada lipat kuku, folikulitis pada folikel rambut, balanitis pada kulit penis, dan intertrigo pada daerah lipatan kulit yang lembab seperti aksila, sela jari dan kaki.2 Kandidiasis dapat juga terjadi pada organ dalam manusia dengan gejala klinis sesuai dengan organ yang diserang, dan umumnya terjadi melalui penyebaran hematogen dari kandidiasis diseminata dan kandidemia ataupun melalui operasi atau prosedur medis lain. Pada SSP, 4 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 candida dapat menyerang jaringan parenkim otak atau meninges. Candida juga bisa menyerang pada saluran napas seperti pneumonia, laryngitis, bronchitis, dan epiglotitis. Pada jantung candida dapat menginfeksi ketiga lapisan, baik endokardium, miokardium, dan perikardium. Pada saluran kemih, candida dapat menginfeksi uretra, prostat, kandung kemih, dan ginjal, dimana sering terkait dengan pemasangan kateter. Organ-organ seperti sendi, tulang, otot, peritoneum, hati, limpa, kandung empedu, pembuluh darah, dan mata pun tidak luput dari infeksi candida.1 Tatalaksana untuk kandidiasis beragam dan dipengaruhi oleh beberapa variabel, seperti lokasi anatomis infeksinya, penyakit penyerta pasien, status imunitas pasien, faktor risiko infeksi pada pasien, spesies candida penyebab infeksi dan kerentanannya terhadap obat antijamur.7 Salah satu obat yang umum digunakan berasal dari golongan triazol. Golongan triazol berasal dari golongan yang lebih besar, yaitu azol. Selain triazol, terdapat golongan imidazol, dimana kedua golongan ini dibedakan oleh jumlah atom nitrogen di dalam cincin azol. Golongan triazol yang memiliki 3 atom nitrogen, masih memiliki peranan besar sebagai tatalaksana kandidiasis, termasuk di dalamnya adalah flukonazol dan itrakonazol, yang memiliki spektrum luas. Flukonazol masih dianggap sebagai lini pertama pada pasien kandidemia non-neutropeni atau dicurigai kandidiasis invasif.7,8 Mekanisme kerja utama dari antijamur golongan ini adalah dengan menghambat enzim lanosterol 14-α demethylase yang terlibat di dalam proses konversi lanosterol menjadi ergosterol yang merupakan bioregulator untuk mempertahankan integritas pada membran sel jamur. Nitrogen azol bebas akan berikatan dengan enzim tersebut, sehingga demetilasi lanosterol menjadi terhambat dan menurunkan produksi ergosterol dan terakumulasinya prekursor sterol toksik. Akibatnya terjadi kerusakan struktur dan fungsi dari membran sel jamur sehingga menghambat pertumbuhannya.7,8 Resistensi jamur terhadap obat antijamur golongan azol semakin perlu diperhatikan, karena saat ini golongan azol digunakan dalam lini pertama penatalaksanaan berbagai jenis kandidiasis. Ada beberapa hipotesis yang menjelaskan mekanisme resistensi tersebut, yaitu secara selular, biokimiawi, dan molekular. Mekanisme resistensi secara selular antara lain melalui perubahan menjadi spesies jamur yang 5 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 lebih resisten, perubahan menjadi galur yang lebih resisten, ekspresi gen transien yang menyebabkan suatu sel menjadi resisten secara temporer, dan perubahan tipe sel. Mekanisme resistensi biokimiawi pada golongan azol terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu: produksi enzim berlebihan sehingga obat tidak dapat menghambat reaksi biokimia secara sempurna; perubahan bentuk target obat; peningkatan efluks obat melalui membran sel; perubahan membran sel yang mencegah obat masuk; modifikasi jalur enzimatik; inaktivasi obat oleh enzim jamur; dan sel mengeluarkan enzim ekstraselular yang merusak obat. Mekanisme resistensi molekular misalnya perubahan enzim target sitokrom P-450 lanosterol 14-α-demethylase serta kegagalan obat untuk berakumulasi di dalam sel jamur akibat meningkatnya drug efflux.11 Uji kepekaan antijamur saat ini semakin sering digunakan dalam tatalaksana infeksi candida, terutama terhadap kasus yang berulang atau tidak kunjung sembuh. Hingga saat ini uji kepekaan masih belum diindikasikan untuk digunakan secara rutin pada semua kasus. Pada umumnya untuk menentukan KHM yang akurat diperlukan identifikasi spesies candida terlebih dahulu.1 Salah satu metode uji kepekaan yang dapat digunakan adalah metode difusi cakram, yang dilakukan in vitro dengan meletakkan cakram obat diatas spesies jamur yang dibiakkan di agar untuk melihat zona hambat pertumbuhan. Zona hambat pertumbuhan bervariasi tergantung dari spesies jamur dan obat yang digunakan dan menghasilkan suatu pola kepekaan. Pola kepekaan ini dikategorikan menjadi peka/sensitif (S), intermediet/peka tergantung dosis (SDD/susceptible dose dependent), dan tidak peka/resisten (R) yang ditentukan berdasarkan ukuran diameter zona hambat pertumbuhan. Spesies yang digunakan sebagai kontrol adalah C. Albicans ATCC90028.12 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dari data rekam medis pasien kandidiasis yang dilakukan uji kepekaan secara in vitro di Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI periode 2010-2011. Penelitian ini adalah penelitian analitik kategorik 6 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 berpasangan untuk mencari pola kepekaan Candida albicans terhadap obat antijamur flukonazol dan itrakonazol. Langkah pengambilan sampel yang pertama adalah mencari daftar rekam medis pasien kandidiasis yang dilakukan uji kepekaan antijamur di laboratorium mikologi, Departemen Parasitologi FKUI pada tahun 2010-2011. Pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium secara in vitro tersebut dilakukan oleh tenaga laboratorium yang telah terlatih dengan menggunakan metode difusi cakram dan diinterpretasikan mengikuti petunjuk berdasarkan Method for Antijamur Disk Diffusion Suscaptibility Testing of Yeasts: Proposed Guidelines.12 Kemudian digunakan teknik total sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kedua jenis obat yang dibandingkan, yaitu flukonazol dan itrakonazol. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketiga kategori hasil uji kepekaan in vitro Candida albicans, yaitu sensitif, SDD/intermediet, dan resisten. Pengambilan seluruh data rekam medis pasien kandidiasis dengan uji kepekaan antijamur secara in vitro di Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI tahun 2010-2011. Kemudian, dilakukan penyeleksian data untuk memperoleh data rekam medis pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Setiap sampel yang dimasukkan dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan uji kepekaan terhadap kedua jenis obat, yaitu flukonazol dan itrakonazol. Jika jumlah data rekam medis yang sudah memenuhi syarat sama dengan atau melebihi jumlah sampel minimal, maka dilakukan total sampling. Sedangkan jika jumlah data rekam medis pasien yang memenuhi syarat kurang dari jumlah sampel minimal, maka akan diambil data rekam medis tambahan di tahun sebelumnya. Variabel penelitian yang dibutuhkan dari tiap data rekam medis akan dilakukan pencatatan secara manual untuk dilanjutkan dengan analisis dan pengolahan data. Analisis dan pengolahan data tiap variable menggunakan uji statistik melalui program IBM® SPSS® Statistics version 20. Uji statistik terhadap data dilakukan menggunakan uji statistik Marginal Homogeneity untuk kelompok data kategorik berpasangan. 7 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 Hasil Penelitian Pada penelitian ini, uji kepekaan dari isolat Candida albicans terhadap antijamur flukazol dan itrakonazol telah dilakukan sebelumnya oleh petugas Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI selama periode tahun 2010-2011. Penelitian ini kemudian menggunakan hasil pemeriksaan tersebut sebagai data sekunder untuk dianalisis. Metode yang digunakan untuk uji kepekaan antijamur yang dilakukan oleh petugas Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI menggunakan metode difusi cakram. Jenis yang digunakan sebagai kontrol adalah Candida albicans ATCC 90028.12 Salah satu kelemahan penelitian ini adalah hanya bisa membandingkan data yang diperoleh yang menggunakan metode, peralatan, dan bahan yang sama, sehingga dipilih periode 20102011 dimana masih sesuai dengan kriteria itu. Setelah data dimasukkan dan diolah, didapatkan bahwa hasil uji kepekaan terhadap flukonazol menunjukkan tiga isolat resisten (1,29%), tiga isolat intermediet/SDD (1,29%), dan sisanya sebanyak 226 isolat sensitif (97,42%). Sedangkan hasil uji kepekaan untuk itrakonazol menunjukkan isolat yang bersifat resisten sebanyak sepuluh (4,31%), yang bersifat intermediet/SDD sebanyak 20 (8,62%), dan sisanya sebanyak 202 isolat bersifat sensitif (87,07%) (Tabel 4.3). Tabel 4.1. Hasil Uji Kepekaan Candida albicans terhadap Flukonazol dan Itrakonazol in vitro (n=232) Flukonazol Sensitif Itrakonazol Sensitif 200 SDD 17 Resisten 9 Total 226 SDD 1 2 0 3 Resisten 1 1 1 3 Total 202 20 10 232 Pembahasan Pada penelitian ini, didapatkan keterbatasan penelitian berupa penggunaan data sekunder. Hal tersebut menyebabkan beberapa data pemeriksaan tidak lengkap sehingga tidak dapat dimasukkan sebagai sampel yang dapat digunakan. Selain itu, karena pemeriksaan ini tidak 8 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 diawasi maupun dilakukan langsung oleh peneliti, maka keabsahan sangat ditentukan oleh kepatuhan petugas laboratorium dalam melakukan pemeriksaan sesuai standar yang ditetapkan berdasarkan Method for Antifungal Disk Diffusion Suscaptibility Testing of Yeasts: Proposed Guideline.12 Dari data penelitian ini, dilakukan uji statistik Marginal Homogeneity. Uji Marginal Homogeneity dipilih karena variabel yang diuji adalah variabel kategorik, jenis hipotesis komparatif, sampel berpasangan dalam dua pasang, dengan jumlah kelompok lebih dari 2. Dari uji statistik tersebut ditemukan terdapat perbedaan bermakna pada kepekaan isolat Candida albicans terhadap flukonazol dibandingkan dengan itrakonazol (p<0,001). Berdasarkan uji kemaknaan statistik tersebut ditemukan ada perbedaan bermakna pada kepekaan Candida albicans terhadap flukonazol dibandingkan dengan itrakonazol secara in vitro, dimana Candida albicans lebih sensitif terhadap flukonazol dibandingkan terhadap itrakonazol. Penelitian di Laboratorium Mikologi FKUI sebelumnya oleh Rozaliyani5 terhadap neonatus dengan kandidemia melaporkan adanya prevalensi resistensi terhadap flukonazol (3,8%) yang lebih rendah dibandingkan itrakonazol (9,6%). Dalam penelitian Erwin6 di Laboratorium Mikologi FKUI menunjukkan angka resistensi flukonazol yang lebih tinggi (4,6%), namun tidak dibandingkan dengan itrakonazol. Penelitian Pfaller et al15 mengenai kandidemia yang dilakukan pada tahun 1992-2001 di 32 negara menunjukkan bahwa kepekaan Candida albicans sebagai spesies dengan prevalensi tertinggi dalam kandidemia (55,9% prevalensi) terhadap flukonazol masih tinggi (98- 100% sensitif). Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa Candida glabrata, spesies kandida dengan prevalensi kedua dalam menyebabkan kandidemia (16,2% prevalensi) memiliki tingkat kepekaan yang cukup rendah terhadap flukonazol (61,4% sensitif). Bruder-Nascimento et al16 melakukan penelitian kepekaan dari 212 isolat Candida sp. di rumah sakit umum tersier Brazil, dengan bahan klinis yang berasal dari infeksi aliran darah, infeksi saluran kemih, dan peritonitis terkait dialisis. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan flukonazol memiliki aktivitas paling tinggi terhadap Candida albicans, dimana hanya lima isolat spesies tersebut yang resisten(7,1%), sedangkan pada itrakonazol menunjukkan delapan 9 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 isolat dari spesies yang sama resisten (10%). Akortha et al17 melakukan penelitian terhadap 216 isolat Candida sp. dari infeksi saluran kemih dan genitalia di kota Benin, Nigeria. Didapatkan bahwa kepekaan Candida albicans terhadap flukonazol juga tetap tinggi, 132 dari 138 (95,7%) isolat spesies tersebut masih sensitif. Penelitian-penelitian yang telah disebutkan diatas mendukung beberapa hasil pada penelitian ini, didapatkan sensitivitas Candida albicans terhadap flukonazol masih tinggi (97,42%) dan masih melebihi itrakonazol (87,07%). Adapun data yang didapatkan pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa perbedaan pola kepekaan Candida albicans terhadap kedua jenis obat tersebut berbeda bermakna secara statistik. Sehingga dapat dipertimbangkan dalam penggunaan itrakonazol yang kepekaannya lebih rendah. Karena penelitian ini terfokus pada Candida albicans secara spesifik, sehingga tidak membatasi asal isolat bahan klinis, padahal berdasarkan penelitian- penelitian yang telah dilakukan, itrakonazol lebih disarankan dalam pengobatan kandidiasis mukosa saja, terkait dengan beberapa faktor seperti farmakokinetik.13 Itrakonazol juga diketahui tidak ditujukan secara spesifik terhadap Candida. Kegunaan utama itrakonazol adalah terhadap beberapa jenis jamur lainnya, seperti pada jamur Aspergillus, blastomikosis, histoplasmosis, onikomikosis, ringworm, dan juga tinea versicolor. Sedangkan untuk kandidiasis, ditujukan terutama terhadap kandidiasis oral dan esofageal.3 Data-data dari penelitian yang dilakukan diatas adalah hasil uji kepekaan in vitro, bukan menunjukkan hasil klinis. Rex dan Pfaller18 menunjukkan korelasi antara hasil in vitro dengan in vivo dapat disebutkan dalam “aturan 90-60”. Aturan ini menyebutkan bahwa 90% isolat yang sensitif akan merespons terapi, dan 60% isolat resisten akan tetap merespons terapi. Hasil yang muncul tidak 100-0 seperti hasil in vitro sebab masih ada beberapa faktor yang tidak dapat diuji secara in vitro, seperti farmakokinetik obat, distribusi obat ke lokasi lesi kandidiasis, respons pejamu, dan produksi toksin. Walaupun hasil 90-60 tidaklah sepenuhnya akurat, uji kepekaan antijamur dapat menjadi pertimbangan pengobatan yang bermakna secara klinis dalam memilih obat yang diperkirakan lebih memberikan respons. 10 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditetapkan beberapa kesimpulan: • Pola kepekaan Candida albicans terhadap flukonazol secara in vitro sebesar 97,42% sensitif, 1,29% SDD, dan 1,29% resisten. • Pola kepekaan Candida albicans terhadap itrakonazol secara in vitro sebanyak 87,07% sensitif, 8,62% SDD, dan 4,31% resisten • Secara statistik, perbedaan tersebut bermakna dengan hasil uji Marginal Homogeneity p<0,001 Saran Penggunaan flukonazol lebih disarankan dibandingkan itrakonazol terhadap spesies Candida albicans. Kedepannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai: • Pola kepekaan pada spesies Candida non-albicans terhadap obat antijamur secara in vitro. • Pola kepekaan Candida sp. terhadap obat antijamur golongan azol generasi baru (vorikonazol, posakonazol). • Pola kepekaan Candida sp. terhadap obat antijamur golongan selain azol. • Perbandingan prevalensi spesies Candida sp. terhadap asal isolat bahan klinis. 11 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 Daftar Referensi 1. Edwars Jr JE. Candida Species. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, editor. Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2010. 3225-38 p. 2. McAdam AJ, Sharpe AH. Infectious Diseases: Fungal Infections. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, editor. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. 8 ch. 3. Rex JH, Stevens DA. Systemic Antifungal Agents. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, editor. Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2010. 554-7 p. 4. Maertens JA. History of the Development of Azole Derivatives. Clinical Microbiology and Infection. 2004; 10 Suppl:1 : 1-10. 5. Rozaliyani A. Kandidemia pada Neonatus dan Profil Resistensi Candida spp. Terhadap Derivat Azol. Jakarta: Tesis Magister Program Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. 49-53 p. 6. Erwin F. Kandidemia: Pola Kepekaan Candida terhadap Flukonazol dan Vorikonazol Serta Penelusuran Sumber Infeksi Eksogen. Jakarta: Tesis Magister Program Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 38-49 p. 7. Hidalgo JA. Candidiasis Medication [Internet]. [place unknown]: Medscape Reference: Drugs, Diseases & Procedures; [date unknown] [updated 2012 May 21; cited 2012 Jul 1]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/213853-medication#2 8. Rozaliyani A. Kandidemia pada Neonatus dan Profil Resistensi Candida spp. Terhadap Derivat Azol. Jakarta: Tesis Magister Program Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. 17-8 p. 9. Medscape Reference. Diflucan (fluconazole) Dosing, Indications, Interactions, Adverse Effect, and more [Internet]. [place unknown]: Medscape Reference: Drugs, Diseases & Procedures; [date unknown] [cited 2012 Jul 1]. Available from: http://reference.medscape.com/drug/diflucan-fluconazole-342587#0 10. Medscape Reference. Sporanox, Sporanox Oral Solution (Itraconazole) Dosing, Indications, Interactions, Adverse Effect, and more [Internet]. [place unknown]: Medscape Reference: Drugs, Diseases & Procedures; [date unknown] [cited 2012 Jul 1]. Available from: http://reference.medscape.com/drug/sporanox-oral-solution-itraconazole342591#0 11. Rozaliyani A. Kandidemia pada Neonatus dan Profil Resistensi Candida spp. Terhadap Derivat Azol. Jakarta: Tesis Magister Program Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. 22-32 p. 12. Erwin F. Kandidemia: Pola Kepekaan Candida terhadap Flukonazol dan Vorikonazol Serta Penelusuran Sumber Infeksi Eksogen. Jakarta: Tesis Magister Program Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 18-22 p. 13. Pappas PG, Rex JH, Sobel JD, Filler SG, Dismukes WE, Walsh TJ, et al. 12 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013 Guidelines for Treatment of Candidiasis. Clinical Infectious Diseases. 2004; 38: 161-89. 14. Kanafani ZA, Perfect JR. Resistance to Antifungal Agents: Mechanisms and Clinical Impact. Clinical Infectious Diseases. 2008; 46: 120-8. 15. Pfaller MA, Diekema DJ. Twelve Years of Fluconazole in Clinical Practice: Global Trends in Species Distribution and Fluconazole Susceptibility of Bloodstream Isolates of Candida. Clinical Microbiology and Infection. 2004; 10 Suppl:1 : 11-23. 16. Bruder-Nascimento A, Camargo CH, Sugizaki MF, Sadatsune T, Montelli AC, Mondelli AL, et al. Species Distribution and Susceptibility Profile of Candida Species in a Brazillian Public Tertiary Hospital. BMC Research Notes. 2010; 3:1: 1-5. 17. Akortha EE, Nwaugo VO, Chikwe NO. Antifungal Resistance among Candida Species from Patients with Genitourinary Tract Infection Isolated in Benin City, Edo State, Nigeria. African Journal of Microbiology Research. 2009; 3 (11): 694-9. 18. Rex JH, Pfaller MA. Has Antifungal Susceptibility Testing Come of Age?. Clinical Infectious Diseases. 2002; 35: 982-9. 13 Pola kepekaan…, Mohammad Reynalzi Yugo, FK UI, 2013