POLA PERILAKU MASYARAKAT (KONSUMEN) DI KECAMATAN BATANGHARI LAMPUNG TIMUR DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN DAN KEINGINAN HIDUP DAN DAMPAKNYA PADA PERUBAHAN KONFIGURASI KEBUTUHAN Zumaroh Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro E-mail: [email protected] ABSTRACT This paper seeks to explain the behavior patterns of society (consumers) in the district of Batang East Lampung in meeting the needs and desires of his life and impact the behavior of people (consumers) in meeting the needs and desires of the configuration changes needed. This research is a descriptive field research. The location of this research is in the district of Batang East Lampung. Data were collected through documentation, questionnaire, and observation. The results showed that in the district of Batang Consumer behavior is influenced by the following factors: the level of education (learning experience), taste (interest), employment, income, social status, price, and habits (ethnicity, customs, culture, religion). Consumer behavior in the district of Batang against substitutes to meet the needs and desires do not change the configuration (the sort order) needs of human life. What has changed is the element (element) of goods is in it. Key words: Behavior patterns, consumer behavior, need, maslahah, iso-maslahah. A. PENDAHULUAN Kondisi manusia sebagai makhluk ekonomi seseorang akan tetap membeli suatu barang (produk) untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Tindakan pemuasan kebutuhan dan keinginan dilakukan 264 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 oleh manusia dengan memperhatikan kemampuan finansial yang dimiliki serta tingkat kepuasan yang dirasakan setelah memiliki suatu produk. AMA (American Marketing Asosiation) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara kognisi, afeksi, perilaku, dan lingkungannya di mana manusia melakukan kegiatan pertukaran di dalam hidup mereka. Dalam pengertian ini terdapat 3 (tiga) hal penting, yaitu: pertama, perilaku konsumen bersifat dinamis, sehingga susah ditebak atau diramalkan. Kedua, melibatkan interaksi kognisi, afeksi, perilaku, dan kejadian di sekitar (lingkungan) konsumen. Ketiga, melibatkan pertukaran (praktik jual beli).1 Pada uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa perilaku konsumen merupakan perpaduan interaktif dari pemahaman pemikiran, rasa, dan perilaku seseorang terhadap suatu produk (barang/jasa) yang terimplementasi dalam aktivitas dinamis dan sulit ditebak saat memutuskan untuk membeli atau menggunakan suatu produk yang dibutuhkan/diinginkan. Perkembangan zaman sangat pesat diikuti dengan perubahan dan kemajuan budaya dan peradaban manusia. Kemajuan budaya dan peradaban tersebut turut berkontribusi terhadap perilaku masyarakat, tidak terkecuali perilaku ekonominya. Perilaku masyarakat masa kini acap bergeser dari kebiasaan pemenuhan kebutuhan hidup pada umumnya. Kebutuhan yang dipenuhi tidak lagi selalu berdasarkan urutan konfigurasi kebutuhan, namun lebih kepada pemenuhan skala prioritas pilihannya. Seseorang dapat memilih untuk membeli kendaraan terlebih dahulu sebelum memiliki rumah yang layak. Artinya, kendaraan sebagai kebutuhan sekunder dapat bertukar posisi menjadi kebutuhan pokok berdasar skala prioritas pilihan individu tersebut. Aktivitas ekonomi merupakan salah satu cara untuk mengumpulkan dan meningkatkan pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). 1 J. Supranto, Nandan Limakrisna, Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Untuk Memenangkan Persaingan Bisnis, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2007), h.4. Pola Perilaku Masyarakat (Konsumen)..... | 265 Motif berkonsumsi dalam Islam pada dasarnya adalah mashlahah2, yang terkonsentrasi pada kebutuhan dan kewajiban. Pada konsep ini Islam dan konvensional sepakat bahwa kebutuhan untuk mempertahankan hidup adalah motif umum ekonomi. Yang dimaksud dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup adalah kebutuhan yang dipenuhi untuk kelangsungan hidup seseorang. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang dikategorikan ke dalam kebutuhan dasar, yaitu pakaian (sandang), makanan (pangan), papan (tempat tinggal). Kecamatan Batanghari merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Lampung Timur. Kecamatan Batanghari memiliki penduduk yang cukup homogen, terdiri dari penduduk asli dan penduduk pendatang. Masyarakat di kecamatan Batanghari memiliki tipologi masyarakat yang berkembang dari tipe masyarakat pedesaan ke perkotaan. Hal tersebut dimungkinkan karena Kecamatan ini merupakan gerbang masuk dari wilayah Lampung Timur ke kota Metro dengan segala aksesibilitasnya. Kecamatan Batanghari memiliki penduduk ± 53.000 jiwa. Penduduk asli Kecamatan ini mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Selain petani, penduduk kecamatan ini ada yang berprofesi sebagai pedagang, penambang, tukang bangunan, pengusaha kecil-menengah dan pegawai. Selain memiliki lahan pertanian potensial, di kecamatan ini banyak terdapat home industry kasur, makanan ringan/jajanan pasar, dan jamu tradisional serta usaha pembenihan dan pembesaran ikan air tawar.3 Di kecamatan ini juga banyak penduduk yang berprofesi sebagai pegawai Mashlahah mencerminkan kebutuhan dasar manusia (kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi agar manusia dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat). Menurut as-Shatibi kebutuhan dasar terdiri dari agama, jiwa, intelektual, keluarga dan keturunan, serta material/harta. Dalam perspektif Islam, pemenuhan dasar bertujuan untuk mencapai falah (keberkahan) yang bukan semata-mata mencapai kepuasan (utility). 2 3 Data ini diperoleh dari observasi awal di kecamatan Batanghari Lampung Timur pada tanggal 5 April 2014. Sebagian besar penduduk di Kecamatan ini selain bertani, mereka memiliki pekerjaan sampingan sebagai pembuat/penjual kue, pembuat/penjual jamu tradional, pedagang, dan pengrajin kasur. Kerajinan kasur dari kecamatan Batanghari terkenal di hampir seluruh wilayah Lampung. Salah satu pusat industri kasur provinsi Lampung adalah di Kecamatan Batanghari. Para pemasar hasil home industry baik makanan ringan maupun kasur mayoritas juga penduduk kecamatan Batanghari yang berdagang dengan sistem mengampas dari daerah yang satu ke daerah yang lain. 266 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 swasta maupun PNS yang bertugas di berbagai instansi pemerintah di kabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah, dan Kota Metro, serta di berbagai perusahaan swasta. Perilaku masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya berubah dan berkembang dengan cepat. Terlebih pada kondisi ekonomi yang fluktuatif seperti sekarang. Masyarakat seolah terlatih intuisinya untuk menyesuaikan pilihan terhadap produk pemenuh kebutuhan dan keinginan hidup mereka dengan perubahan kondisi ekonomi yang sedang terjadi. Berbagai fenomena ini menarik untuk diteliti dengan menggunakan pendekatan iso-mashlahah. Pendekatan ini berguna untuk melihat adanya kombinasi dua barang/jasa yang memberikan mashlahah yang sama, di mana setiap konsumen memiliki alternatif kombinasi berbagai barang/ jasa yang diperkirakan memberikan mashlahah yang sama. Dengan pendekatan ini diharapkan dapat dikaji pola-pola perilaku masyarakat (konsumen) yang membawa perubahan pada konfigurasi kebutuhan hidup secara umum di wilayah tersebut. Penelitian ini berupaya untuk melihat bagaimana pola perilaku masyarakat (konsumen) di Kecamatan Batanghari Lampung Timur dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dan dampak perilaku masyarakat (konsumen) dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan terhadap perubahan konfigurasi kebutuhan. B. KAJIAN TEORI 1. Konsumsi dalam Islam Kegiatan konsumsi merupakan permintaan, sedang produksi adalah penyediaan. Konsumsi berkaitan dengan sejumlah keputusan mengenai bagaimana mengalokasikan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan. Dalam menentukan pilihan untuk memenuhi kebutuhan, kita harus menyeimbangkan antara kebutuhan, preferensi, dan ketersediaan sumber dana. Keputusan seseorang untuk memilih alokasi sumber daya ini yang kemudian melahirkan fungsi permintaan. Pola Perilaku Masyarakat (Konsumen)..... | 267 Dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility) dalam kegiatan ekonominya. Sedang dalam ekonomi Islam, kegiatan konsumsi harus bertujuan untuk pencapaian mashlahah.4 Kepuasan (utility) bersifat lahiriah dan dapat diukur secara nominal. Berkah (mashlahah) bersifat lahiriah dan batiniah, serta dapat dirasakan dan dapat diukur secara nominal. Artinya, dalam pandangan ekonomi Islam kegiatan konsumsi dilakukan untuk mencapai kepuasan lahir dan batin. Kepuasan ini ditunjukkan dengan penggunaan barang atau jasa secara berkelanjutan saat dinilai memberikan manfaat (berkah) yang sama kepada konsumen. Adapun prinsip dasar konsumsi dalam Islam meliputi: a. Prinsip keadilan; yakni menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dan sesuai dengan porsinya. b. Prinsip kebersihan; yakni makanan dan minuman yang bersih, halal, tidak menjijikkan dan bermanfaat. c. Prinsip kesederhanaan; yaitu tidak boleh berlebih-lebihan atau boros. d. Prinsip kemurahan hati; konsumsi dilakukan untuk kelangsungan hidup dan menunaikan perintah Allah karena segala kemurahannya. e. Prinsip moralitas; konsumsi dilakukan untuk meningkatkan nilai-nilai moral dan spiritual.5 Aktivitas konsumsi dalam Islam harus memenuhi criteria keadilan, kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk membatasi konsumsi sesuai dengan tempat dan porsinya. Prinsip kebersihan berguna untuk membatasi seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman yang baik, halal, dan bersih, serta bermanfaat. Konsumsi yang dilakukan P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), ed. I, h. 127-128 4 Muhammad Abdul Mannan, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh M. Nastangin, dari judul asli Islamic Economic : Theory and Practice, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993), h. 45 5 268 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 oleh seseorang tidak boleh berlebihan (boros) merupakan inti dari prinsip kesederhanaan. Dalam melakukan kegiatan konsumsi, Islam selalu menganjurkan agar dilandasi oleh moralitas dan kemurahan hati. Moralitas yang tinggi akan membawa seseorang selalu menjunjung tinggi norma dan etika dalam mengkonsumsi suatu barang maupun jasa. Dalam konsumsi setiap individu terdapat hak individu yang lain. Pemenuhan hak individu lain dalam setiap konsumsi yang dilakukan seseorang dilakukan melalui belanja sosial (zakat, infaq, sedekah, dan lain-lain). Islam mengatur secara detail tentang tata cara melaksanakan kegiatan konsumsi. Seluruh tata cara ini terbungkus dalam kaidah konsumsi dalam Islam. Kaidah konsumsi dalam Islam memperhatikan aspek yang berkaitan dengan kegiatan konsumsi. Kaidah tersebut mencakup kaidah yang bersifat fisik dan nonfisik. Yang bersifat fisik meliputi kaidah kuantitas, lingkungan dan amaliyah. Sedangkan yang bersifat nonfisik meliputi kaidah syariah, sosial, prioritas konsumsi, dan larangan pemalsuan (pembajakan). 2. Pendekatan Analisis Perilaku Konsumen dalam Perspektif Islam a. Pendekatan Mashlahah Dalam teori permintaan konsumen muslim, faktor etika menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan meski tidak memiliki nilai ekonomi (materi). Faktor etika mengubah mekanisme permintaan berdasarkan harga seperti dalam ekonomi konvensional menjadi mekanisme mardlatillah yang tidak lagi menjadikan harga sebagai faktor penentu permintaan konsumen muslim. Mekanisme permintaan konsumsi mardlatillah didukung oleh spirit adil dan ihsan, memfungsikan dan mengembangkan sendi-sendi perekonomian ke arah yang lebih baik karena ukuran yang digunakan oleh konsumen muslim bukan hanya ukuran harga materi, tapi juga imateri. Harga macam ini yang menjadi dependent variable (variabel terpengaruh) untuk konsumsi islami. Dalam konteks ini Pola Perilaku Masyarakat (Konsumen)..... | 269 formulasi hubungan individu dan sosial dikaitkan, di mana formulasi manfaat konsumsi individu dan manfaat hubungan sosialnya bersama-sama membentuk kepuasan (satisfaction) yang diraih sehingga mencapai kepuasan individual dan sosial yang mengimplementasikan hubungan positif altruisme dalam memaksimalkan kepuasan personal dan interpersonal. Dalam iklim altruistic dan co-operative, kesejahteraan dapat dicapai oleh masing-masing individu melalui kepuasan individu dalam hubungan sosial dan dalam keterlibatannya memberikan kontribusi sosial.6 Faktor etika dalam konsumsi mardlatillah membatasi konsumsi untuk beberapa hal, yaitu larangan israf (bersikap boros), larangan mengkonsumsi komoditas haram, larangan memakan binatang haram, larangan bermegah-megahan, larangan mengkonsumsi barang yang dihasilkan dari bunga (interest), dan sebagainya yang bertentangan dengan syariah agar konsumen terhindar dari kerugian baik di dunia maupun di akhirat. Terdapat 2 (dua) bentuk konsep berpikir konsumen yang hadir dalam dunia ekonomi hingga saat ini, yaitu:7 1)Konsep Utility Konsep ini hadir dalam ilmu ekonomi konvensional. Konsep utility diartikan sebagai konsep kepuasan konsumen dalam konsumsi barang dan jasa. Secara sistematis pengaruh konsep utility terhadap keputusan konsumen dapat digambarkan sebagai berikut: Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006), h. 99-100 6 7 Ibid., h. 93-98. 270 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 Persepsi tentang Keingin an Konsep Utility Persepsi Kepuasan Materialistis Keputusan Konsumen Self-interest Gambar 2.2 Konsep Utilitas Berdasarkan gambar di atas, konsep utility ini memiliki beberapa proposisi tentang persepsi konsumen, yaitu: a)Konsep utility membentuk persepsi kepuasan materialistis b)Konsep utility mempengaruhi persepsi keinginan konsumen c)Konsep utility mencerminkan peranan self-interest konsumen d) Persepsi tentang keinginan memiliki tujuan untuk mencapai kepuasan materialistis e) Self-interest mempengaruhi persepsi kepuasan materialistis konsumen f) Persepsi kepuasan menentukan keputusan (pilihan) konsumen Dari proposisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan (pilihan) konsumen digerakkan oleh persepsinya mengenai kepuasan yang mungkin dicapai dari suatu jenis komoditi (kepuasan materialistis), dan secara berantai digerakkan pula oleh persepsi tentang keinginan, serta dan self-interest (motif diri). Kepuasan materialistis merupakan tujuan (penentu) dari Pola Perilaku Masyarakat (Konsumen)..... | 271 perilaku konsumen. Setiap individu mengkonsumsi barang dan jasa dengan tujuan untuk mencapai kepuasan maksimal. Kepuasan ini dapat diukur dan dinilai dengan nominal. Perilaku konsumsi pada setiap individu dipengaruhi oleh keinginan akan sesuatu barang atau jasa. Keinginan akan barang atau jasa didorong oleh self interest (motif diri). 2)Konsep Mashlahah Konsep ini hadir dalam ilmu ekonomi Islam, yang diartikan sebagai konsep pemetaan perilaku konsumen berdasarkan asas kebutuhan dan prioritas. Secara sistematis pengaruh mashlahah terhadap keputusan konsumen muslim dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Konsep mashlahah membentuk persepsi kebutuhan konsumen 2) Konsep mashlahah membentuk persepsi tentang penolakan terhadap kemudlaratan 3)Konsep mashlahah memanifestasikan persepsi individu tentang upaya setiap pergerakan amalnya mardlatillah 4) Persepsi tentang penolakan terhadap kemudlaratan membatasi persepsinya hanya pada kebutuhan 5) Upaya mardlatillah mendorong terbentuknya persepsi kebutuhan islami 6) Persepsi seorang konsumen dalam memenuhi kebutuhannya menentukan keputusan konsumsinya Berdasarkan proposisi tersebut dapat dimengerti bahwa teori mashlahah pada dasarnya merupakan integrasi dari pikir dan zikir yang menggambarkan motif kesederhanaan individu pada setiap bentuk keputusan konsumsinya. Karena bertujuan melahirkan manfaat, persepsi yang ditentukannya adalah konsumsi sesuai kebutuhan. Konsep mashlahah melahirkan persepsi yang menolak kemudlaratan seperti barang haram, syubhat, bentuk konsumsi yang mengabaikan kepentingan orang lain dan membahayakan diri sendiri. Konsep ini 272 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 juga disemangati oleh persepsi tentang mardlatillah yang mendorong persepsi sesuai kebutuhan (kebutuhan islami) yang mengedepankan pemenuhan kebutuhan pokok, kemudian dalam kondisi tertentu, persepsi kebutuhan dapat menjangkau aspek sekunder dan tertier manakala yang pokok (dharuriyat) telah terpenuhi lebih dulu. Keunggulan konsep maslahah di antaranya:8 a) Maslahah subjektif dalam arti bahwa justifikasi terbaik terhadap kebutuhan barang/jasa ditentukan berdasarkan kemaslahatan bagi dirinya. Maslahah tidak menafikan subjektifitas seperti halnya utility. b) Maslahah bagi setiap individu selalu konsisten dengan maslahah sosial, berbeda dengan utility pada seseorang sering konflik dengan kepentingan sosial. c)Konsep maslahah menaungi seluruh aktivitas ekonomi masyarakat, karenanya hal ini adalah tujuan konsumsi sebagaimana dalam produksi dan transaksi; berbeda dengan teori konvensional di mana utility adalah tujuan konsumsi dan laba (pofit) adalah tujuan produksi. Konsep maslahah merupakan tujuan aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh individu maupun negara. d) Sulit membandingkan utility seorang A dan seorang B dalam mengkonsumsi barang yang sama dan dalam kuantitas yang sama. Membandingkan maslahah dalam beberapa hal mungkin dapat dilakukan, bahkan pada tingkatan atau level maslahah yang berbeda. Untuk mengeksplorasi konsep maslahah konsumen secara detail, maka konsumsi dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu konsumsi yang ditujukan untuk ibadah dan konsumsi yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan/keinginan manusia semata. Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau penggunaan harta di jalan Allah (fisabilillah). Islam M. Nur Rianto Al Arif, Euis Amalia, Teori Mikroekonomi., h. 98-99. 8 Pola Perilaku Masyarakat (Konsumen)..... | 273 memberikan imbalan terhadap pembelanjaan ibadah dengan pahala yang besar. Besarnya berkah yang diterima berkaitan dengan besarnya pahala dan maslahah yang ditimbulkan. b. Pendekatan Iso-Mashlahah Pendekatan iso-mashlahah didasarkan pada pandangan bahwa mashlahah, terutama berkah hanya bisa dirasakan, namun tidak bisa diukur seberapa besarnya. Konsumen hanya bisa membandingkan tinggi rendahnya berkah antar kegiatan konsumsi. Jika dalam pendekatan mashlahah manfaat maupun berkah atas suatu kegiatan konsumsi dapat dirasakan dan diukur oleh konsumen dalam satuan nominal, maka dalam pendekatan iso-mashlahah ini manfaat maupun berkah tidak dapat diukur besarnya oleh konsumen seberapa besarnya sehingga tidak dapat dinyatakan berapa nominalnya. Dalam konsepsi iso-mashlahah, konsumen hanya dapat membandingkan tinggi rendahnya manfaat atau berkah antarkegiatan konsumsi yang dilakukan.9 Kurva iso-mashlahah (IM) menunjukkan kombinasi dua barang/jasa yang memberikan mashlahah yang sama. Setiap konsumen memiliki alternatif kombinasi berbagai barang/ jasa yang diperkirakan memberikan mashlahah yang sama. Misalnya, membeli satu buah majalah dan duabelas surat kabar memberikan mashlahah yang sama dengan membeli dua majalah dan enam surat kabar. Kombinasi itulah yang menjadi ciri khas dari iso-mashlahah, di mana setiap titik kombinasi barang yang ada pada suatu kurva mashlahah mempunyai tingkat mashlahah yang sama.10 Kurva iso-mashlahah berbentuk cembung dengan slope negatif. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme substitusi antara kedua barang dengan substitusi dekat tidak sempurna. Ketika konsumen melakukan aktivitas yang halal dan thayyib, P3EI UII, Ekonomi Islam., h. 182. 9 Ibid., h.183. 10 Kurva iso-mashlahah (IM) menunjukkan kombinasi dua barang/jasa yang memberikan mashlahah yang sama. Setiap konsumen memiliki alternatif kombinasi berbagai barang/jasa yang diperkirakan memberikan mashlahah yang sama. Misalnya, membeli satu buah majalah dan duabelas surat kabar memberikan mashlahah yang sama dengan membeli dua 274 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 majalah dan enam surat kabar. Kombinasi itulah yang menjadi ciri khas dari iso-mashlahah, di mana setiap titik kombinasi barang yang ada pada suatu kurva mashlahah mempunyai tingkat mashlahah yang sama.10 dapat ditunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi kegiatan Kurva iso-mashlahah berbentuk cembung dengan slope negatif. Hal akan tinggi pula mashlahah yangsubstitusi diperoleh. Ini dapat inisemakin menunjukkan adanya mekanisme antara kedua barang dengan dekat tidak sempurna. Ketika konsumen dilihat padasubstitusi ketinggian kurva iso-mashlahah, semakin tingginyamelakukan aktivitas yang halal dan thayyib, dapat ditunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat mashlahah. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar frekuensi kegiatan akan semakin tinggi pula mashlahah yang diperoleh. Ini berikut: dapat dilihat pada ketinggian kurva iso-mashlahah, semakin tingginya tingkat mashlahah. HalKurva tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.4 Iso-Mashlahah Gambar 2.4 Kurva Iso-Mashlahah Y A Y1 Y2 Y3 B 0 X1 X2 X3 C IM X Pada gambar di atas ditunjukkan adanya kurva iso-mashlahah P3EI UII, Ekonomi Islam., h. 182. (IM). Setiap titik yang ada pada kurva iso-mashlahah tersebut 10 Ibid., h.183. memiliki tingkat mashlahah yang sama walaupun kombinasi barang yang terkandung adalah berbeda pada masing-masing 8 titik. Pada titik A jumlah barang yang terkandung adalah X1 dan Y1, pada titik B jumlah barang yang terkandung adalah X2 dan Y2, dan pada titik C jumlah barang yang terkandung adalah X3 dan Y3. Titik A, B, dan C masing-masing memiliki tingkat mashlahah yang setingkat. Hal ini hanya akan berlaku ketika barang X dan Y keduanya halal serta memiliki hubungan substitusi yang dekat.11 9 Ibid., h. 182-183. 11 Pola Perilaku Masyarakat (Konsumen)..... | 275 Kemampuan saling menggantikan antara barang yang satu dengan barang lainnya secara aljabar dapat diekspresikan dalam formula: = M ∆Y MM = ∆X MMY Dari formula ini bisa dilihat bahwa besarnya kemampuan barang X untuk mensubstitusi barang Y bergantung pada besarnya kandungan manfaat dan berkah dari kedua barang tersebut. Manfaat marginal fisik nilainya selalu menurun, mengikuti hukum kebosanan yang ada dalam perilaku agen (the law of diminishing return). sedangkan berkah marginal sifatnya non decreasing. Ini memberi implikasi bahwa mashlahah marginal mempunyai beberapa kemungkinan sifat konstan, meningkat atau menurun.12 Kemungkinan kemampuan substitusi yang bersifat konstan, menurun, atau meningkat dapat dipahami dalam uraian berikut ini. Pertama, kemampuan substitusi yang konstan. Ini akan terjadi jika berkah marginal bersifat meningkat (increasing) dengan tingkat pertumbuhan yang sama dengan tingkat penurunan marginal manfaat duniawi/fisik. Saat kondisi ini terjadi, maka mashlahah marginal akan bersifat konstan (tetap). Kedua, kemampuan substitusi yang menurun (decreasing). Jika berkah marginal bersifat meningkat (increasing) dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dari tingkat penurunan manfaat duniawi/fisik, maka mashlahah marginal akan mengalami decreasing (penurunan). Ketiga, kemampuan substitusi yang meningkat (increasing). Kondisi ini terjadi jika berkah marginal bersifat meningkat (increasing) dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat penurunan marginal manfaat Ibid., h. 189-190. 12 276 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 duniawi/fisik. Saat kondisi ini terjadi, maka mashlahah marginal akan meningkat (increasing).13 Dalam pendekatan iso-mashlahah, kemampuan saling menggantikan antar barang (substitusi) mempunyai 3 (tiga) kemungkinan, yaitu: kemungkinan kemampuan substitusi yang bersifat konstan, kemungkinan kemampuan substitusi yang bersifat menurun, dan kemungkinan kemampuan substitusi yang bersifat meningkat. Kemampuan substitusi yang bersifat konstan (tetap) terjadi apabila berkah marginal (mashlahah) meningkat dengan tingkat pertumbuhan sama dengan penurunan manfaat fisik barang/jasa (utilitas). Pada kondisi konstan ini mashlahah yang diperoleh konsumen akan tetap sama. Kemampuan substitusi meningkat terjadi apabila berkah marginal (mashlahah) meningkat dengan tingkat pertumbuhan lebih tinggi dari manfaat fisik barang/jasa (utilitas). Pada kondisi ini mashlahah yang dirasakan konsumen akan naik. Kemampuan substitusi menurun terjadi apabila berkah marginal (mashlahah) meningkat dengan tingkat pertumbuhan lebih rendah dari manfaat fisik barang/jasa (utilitas). Pada kondisi ini mashlahah yang dirasakan konsumen akan turun. Kedua pendekatan, baik pendekatan mashlahah maupun isomashlahah,mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaan dari kedua pendekatan tersebut adalah : 1) Kedua pendekatan tersebut sama-sama digunakan untuk melihat perilaku konsumen dalam pesrpektif ilmu ekonomi Islam. 2) Kedua pendekatan tersebut digunakan untuk menganalisis perilaku konsumen dari sisi keberkahan atau manfaat yang dirasakan dari menggunakan barang dan jasa. 3) Kedua pendekatan menempatkan tujuan dari aktivitas konsumsi individu dari sudut afeksi (rasa). Ibid., h. 190-191. 13 Pola Perilaku Masyarakat (Konsumen)..... | 277 Perbedaan antara pendekatan mashlahah dan iso-mashlahah adalah: 1) Pendekatan mashlahah digunakan untuk melihat keberkahan atau manfaat yang dirasakan konsumen dari perilakunya mengkonsumsi satu jenis barang atau lebih barang yang berbeda fungsi. Sedangkan pendekatan isomashlahah digunakan untuk melihat keberkahan atau manfaat yang dirasakan konsumen dari perilakunya mengkonsumsi dua jenis barang yang bersifat saling menggantikan (barang substitusi) 2) Pada pandangan pendekatan mashlahah, berkah atau manfaat yang diperoleh masih dapat diukur atau dinilai dengan nominal. Sedangkan pada pandangan pendekatan iso-mashlahah, berkah atau manfaat yang diperoleh hanya dapat dirasakan dan tidak dapat diukur atau dinilai dengan nominal. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen di Kecamatan Batanghari kabupaten Lampung Timur Temuan penelitian di atas menunjukkan bahwa perilaku masyarakat (konsumen) di kecamatan Batanghari dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi: a. Faktor internal Faktor internal yang mempengaruhi perilaku masyarakat (konsumen) dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya terdiri dari: tingkat pendidikan (pengalaman belajar); selera (minat) yang dipengaruhi oleh kepribadian, serta sikap dan keyakinan; pekerjaan; dan pendapatan. 278 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 b. Faktor eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku masyarakat (konsumen) dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya terdiri dari: status sosila, harga, dan kebiasaan (kesukuan, adat istiadat, budaya, termasuk di dalamnya agama) Faktor internal dan eksternal secara bersama-sama akan mempengaruhi perilaku konsumsi setiap individu. Kedua faktor tersebut akan membentuk pola (karakteristik) perilaku yang berbeda-beda pada setiap konsumen. Perbedaan pola perilaku konsumen pada akhirnya mempengaruhi jenis dan fungsi barang yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Perbedaan jenis dan fungsi barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan akan menimbulkan tingkat kepuasan serta keberkahan (kemanfaatan) yang berbeda bagi setiap konsumen. 2. Pola Perilaku Konsumen di Kecamatan Batanghari kabupaten Lampung Timur Berdasarkan hasil temuan penelitian yang dilakukan pada masyarakat di kecamatan Batanghari dapat disimpulkan bahwa: a. Masyarakat dari kalangan pegawai memilih dan memutuskan untuk membeli/memiliki suatu barang dengan alasan karena memenuhi kebutuhan dan menginginkan kualitas dari barang tersebut. b. Masyarakat dari kelompok pengusaha (wiraswasta) memilih dan memutuskan untuk membeli/memiliki suatu barang dengan alasan karena memenuhi kebutuhan hidup, melihat kualitasnya, serta barang tersebut harus memiliki kegunaan/ manfaat bagi penunjang usaha mereka. c. Masyarakat yang bekerja sebagai pedagang memilih dan memutuskan untuk membeli/memiliki suatu barang dengan alasan karena memenuhi kebutuhan hidup, harganya terjangkau dan menguntungkan, serta barang tersebut harus memiliki kegunaan/manfaat bagi penunjang usaha mereka. Pola Perilaku Masyarakat (Konsumen)..... | 279 d. Masyarakat yang bermata pencaharian petani dan buruh memilih dan memutuskan untuk membeli/memiliki suatu barang dengan alasan karena memenuhi kebutuhan hidup dan harganya terjangkau (murah). Masyarakat (konsumen) di kecamatan Batanghari kabupaten Lampung Timur memiliki beberapa criteria (ciri-ciri) perilaku konsumsi. Masyarakat (konsumen) memutuskan untuk menggunakan suatu produk (barang atau jasa) karena pertimbangan harga, kegunaan/manfaat, kebutuhan, dan kualitas produk. Perilaku konsumen terbanyak adalah perilaku konsumsi yang dilakukan dengan pertimbangan harga. Bagi masyarakat pedesaan dengan mayoritas bertaraf ekonomi menengah ke bawah selalu mempertimbangkan harga terlebih dahulu untuk setiap barang yang akan dibeli. Mereka menginginkan dapat membeli barang dalam jumlah besar dengan harga yang terjangkau (semurah mungkin). Beriringan dengan pertimbangan harga, perilaku konsumen yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan menjadi ciri khas berikutnya bagi masyarakat. Kebutuhan yang dimaksud di sini adalah kebutuhan pokok (kebutuhan dasar) yang harus selalu tersedia. Masyarakat akan mengutamakan membeli produk (barang) untuk memenuhi kebutuhan pokok terlebih dahulu. Jika kebutuhan pokok tidak terpenuhi maka stabilitas kehidupannya akan terganggu. Disadari atau tidak, setiap konsumen akan selalu dihadapkan pada 2 (dua) pilihan pola perilaku, yaitu perilaku rasional dan perilaku irrasional. Perilaku rasional ditunjukkan oleh perilaku konsumen yang selalu menggunakan (mengutamakan) nalar (logika) untuk memutuskan penggunaan barang atau jasa. Pada pola ini konsumen selalu mempertimbangkan setiap keputusan penggunaan barang atau jasa pemenuh kebutuhan berdasarkan skala prioritasnya. Semua pola perilaku konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat pada pola ini bersifat rasional. Pola perilaku konsumen jenis ini ditandai dengan indikasi keputusan membeli berdasarkan harga, kebutuhan, kegunaan, dan kualitas barang 280 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 (produk). Sedangkan perilaku irrasional seringkali dilakukan oleh konsumen tanpa menggunakan (mengutamakan) nalar (logika) yang tepat, sehingga sering dinilai tidak logis atau bahkan tidak perlu dilakukan sebenarnya oleh seorang konsumen. Pola perilaku konsumen jenis ini pada umumnya lebih terdorong oleh alasan yang bersifat emosinal. Perilaku konsumen irrasional ini ditandai dengan perilaku menggunakan (membeli) barang karena tergiur oleh merek, harga diskon, bonus, iklan/promosi, atau hanya untuk sekedar ingin pamer/gengsi demi meningkatkan prestise diri. Masyarakat (konsumen) pedesaan seperti yang ada di desadesa di kecamatan Batanghari pada umumnya melakukan konsumsi dengan pola rasional karena orientasi mereka masih pada kebutuhan pokok. Pola perilaku irrasional yang sering dijumpai pada masyarakat ini hanya perilaku megkonsumsi atau membeli barang karena gengsi/pamer supaya dianggap lebih terpandang daripada orang-orang di sekitarnya. Mereka jarang sekali membeli barang dengan melihat merek, mengejar diskon atau bonus, atau karena termakan iklan. Mengapa demikian? Karena di desa jarang sekali dijumpai produk bermerek bagus, jarang atau hampir tidak ada penjualan dengan model diskon atau bonus, terlebih lagi mendengar/membaca iklan produk. Mayoritas mereka belanja di pasar tradisional dan bahkan ada yang tidak/belum pernah masuk ke pasar modern (minimarket atau swalayan). Melihat perilaku masyarakat (konsumen) di kecamatan Batanghari dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya, pola tersebut mengarah pada model perilaku konsumen dari Howard dan Shelt, serta model perilaku konsumen Kerby. Model perilaku konsumen yang pertama, ditandai dengan perilaku konsumsi yang dilakukan konsumen berdasarkan kebutuhan. Orientasi terbesar pada kegiatan konsumsi masyarakat pedesaan adalah memenuhi kebutuhan pokok. Model perilaku konsumen yang pertama ini dilihat dari pola perilaku konsumsinya. Sedangkan model yang kedua dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi yang dilakukan masyarakat (konsumen). Perilaku konsumen pada Pola Perilaku Masyarakat (Konsumen)..... | 281 model ini terjadi karena dorongan kebutuhan biologis yang berasal dari dalam diri individu sebagai faktor terbesar yang mempengaruhi pengambilan keputusan membeli produk (barang). Di samping itu, meski kadarnya tidak besar perilaku konsumen menurut model ini dipengaruhi juga oleh faktor eksternal dari luar diri konsumen. Seseorang yang tinggal di daerah perumahan/kompleks, berlatar belakang pendidikan tinggi, dan bekerja di luar lingkungan/ jarang di rumah pada umumnya tidak pernah memikirkan/ mempertimbangkan kepentingan orang lain saat memutuskan membeli suatu barang. Yang diutamakan oleh tipe individu ini adalah kepuasan dirinya sendiri. Jika menginginkan manfaat, maka manfaat yang dimaksud adalah manfaat fisik barang. Barang yang digunakan atau dibeli hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri sebagai pemilik. Dalam perilaku ini tidak muncul mashlahah. Seseorang yang tinggal di daerah pedesaan yang masih kental dengan nuansa budaya kekeluargaan, gotong royong, dan rukun; serta memiliki pekerjaan yang sering (selalu) bersinggungan/ berinteraksi dengan orang lain pada umumnya selalu memikirkan (mempertimbangkan) kepentingan orang lain yang ada di sekitarnya lebih dahulu saat memutuskan akan membeli suatu barang. Ia berharap orang lain di sekitarnya dapat turut menikmati (memperoleh manfaat) dari barang yang dimiliki (dibelinya). Saat barang yang dibeli dapat dimanfaatkan untuk membantu kerabat/ tetangga, ia akan merasa bangga, senang, nyaman, dan tenang. Di sinilah terlihat adanya mashlahah. Pendekatan Iso-mashlahah melihat perilaku konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan terkait dengan penggunaan dua jenis barang yang berfungsi saling melengkapi atau saling menggantikan. Yang terbanyak ditemui pada masyarakat di kecamatan Batanghari adalah dalam penggunaan /pembelian barang yang saling menggantikan. Pada masa sekarang ini beberapa orang lebih memilih untuk mengganti kendaraan motor dengan mobil bekas atau mobil standar yang harganya terjangkau dan kondisinya masih layak jalan. Dengan mengganti kendaraan tersebut mereka 282 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 berharap minimal kerabat/keluarga dapat turut menggunakan. Meski kegunaannya sama dengan motor yaitu sebagai sarana transportasi, mobil memiliki banyak kelebihan. Mobil memiliki daya tampung yang lebih banyak sehingga lebih banyak jumlah orang yang dapat diangkut. Dengan mengendarai mobil orang tidak takut kehujanan. Mobil juga dapat digunakan untuk menunjang usaha baik usaha milik sendiri maupun usaha orang lain. Memiliki mobil berarti dapat membantu tetangga atau kerabat yang membutuhkan kendaraan mendadak. Pendekatan iso-mashlahah didasarkan pada pandangan bahwa mashlahah, terutama berkah hanya bisa dirasakan, namun tidak bisa diukur seberapa besarnya. Konsumen hanya bisa membandingkan tinggi rendahnya berkah antar kegiatan konsumsi. Jika dalam pendekatan mashlahah manfaat maupun berkah atas suatu kegiatan konsumsi dapat dirasakan dan diukur oleh konsumen dalam satuan nominal, maka dalam pendekatan iso-mashlahah ini manfaat maupun berkah tidak dapat diukur besarnya oleh konsumen seberapa besarnya sehingga tidak dapat dinyatakan berapa nominalnya. Dalam konsepsi iso-mashlahah, konsumen hanya dapat membandingkan tinggi rendahnya manfaat atau berkah antarkegiatan konsumsi yang dilakukan. 3. Dampak Perilaku Konsumen di Kecamatan Batanghari kabupaten Lampung Timur pada Perubahan Konfigurasi Kebutuhan Berdasarkan hasil wawancara dan proyeksi dapat dianalisis bahwa berbagai perilaku yang dilakukan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan menggiring pada sebuah fakta bahwa tata urutan kebutuhan hidup adalah tetap yaitu kebutuhan pokok (dharuriyat), sekunder/tambahan (hajiyat), dan tersier/pelengkap keindahan (tahsaniyat). Termasuk pada kategori kebutuhan pokok di antaranya makanan (pangan), pakaian (sandang), dan perumahan Pola Perilaku Masyarakat (Konsumen)..... | 283 (papan), serta biaya pendidikan. Termasuk dalam kelompok kebutuhan tambahan, di antaranya barang elektronik (seperti televisi dan kulkas) dan kendaraan (sepeda dan motor). Yang termasuk dalam kelompok kebutuhan penambah kesenangan dan keindahan, misalnya mobil, AC (Air Conditioner), handphone terbaru, serta perhiasan emas. Yang berubah dalam struktur kebutuhan hidup manusia adalah elemen (unsur-unsur) barang yang ada di dalam susunan tingkat kebutuhan tersebut. Terdapat beberapa jenis barang yang secara konsep merupakan barang kebutuhan tambahan dan barang kebutuhan pelengkap keindahan, namun menurut masyarakat saat ini telah berubah kedudukannya menjadi kebutuhan pokok bagi pemenuhan kebutuhan dan keinginannya. Barang pemenuh kebutuhan dan keinginan yang menurut masyarakat saat ini menjadi kebutuhan pokok adalah kendaraan (sepeda, motor), dan barang elektronik (TV, kulkas, laptop/komputer/notebook, dan handphone, serta mobil). D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil temuan penelitian dan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen di kecamatan Batanghari dipengaruhi oleh faktor-faktor: tingkat pendidikan (pengalaman belajar), selera (minat), pekerjaan, pendapatan, status sosial, harga, dan kebiasaan (kesukuan, adat istiadat, budaya, agama). Perilaku konsumen di kecamatan Batanghari terhadap barang substitusi untuk memebuhi kebutuhan dan keinginannya ternyata tidak merubah konfigurasi (tata urutan) kebutuhan hidup manusia. Hal yang berubah adalah unsur (elemen) barang yang ada di dalamnya. Terdapat beberapa barang yang semula termasuk barang kebutuhan tambahan atau pelengkap diposisikan sebagai kebutuhan pokok. 284 | TAPiS Vol. 15, No. 02 Juli – Desember 2015 DAFTAR PUSTAKA Depag RI, AlQur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1998. Gilarso, T., Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro, Yogyakarta, Kanisius, 2003. Jaribah bin Ahmad Al Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Khaththab, diterjemahkan oleh Asmuni Solihan Zamakhsyari, dari judul asli AlFiqh Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar ibnu Al-Khaththab, Jakarta: Khalifa, 2006. Mangkunegara, Prabu, Anwar,A.A., Perilaku Konsumen, Bandung: Refika Aditama, 2009. Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh M. Nastangin, dari judul asli Islamic Economic: Theory and Practice, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993 Rangkuti, fredy, Measuring Customer Satisfaction Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Pluss Analisis Kasus PLNJP, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002. Nasution, Edwin, Musta, et.al., Pengenalan eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2006. Nitisusastro, Mulyadi, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Kewirausahaan, Bandung: Alfabeta, 2012 P3EI, Ekonomi Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008. Supranto, J., Limakrisna, Nandan, Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Untuk Memenangkan Persaingan Bisnis, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2007. Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi Konsep dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.