Analsis Kinerja Pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Radhitya Triadi H dan Kusnar Budi Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Indonesia Abstrak Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kinerja pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode survey yang menggunakan teknik non probability sampling dan pengambilan sample secara accidental pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat sehingga responden yang diperoleh adalah 53 orang. Disamping itu, penelitian ini juga menggunakan teknik kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap seorang responden. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori-teori mengenai kinerja, manajemen kinerja dan penilaian kinerja. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kinerja dari pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat adalah baik. Kata Kunci: Kinerja, Manajemen kinerja, Penilaian Kinerja Abstract This Paper aims to describe the employee performance at National Population and Famiy Planning Board . This study used quantitative approach with survey method that used proportional random sampling technique to permanent employees of Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, which held 53 employees. This Paper Also use qualitative approach with interviewing a respondent. The researcher use the theory of performance, performance management, and performance appraisal. The result showed employee performance at National Population and Famiy Planning Board had a good performance . Key Word: Performance, Performance Management, and Performance Appraisal Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 A. Pendahuluan Peranan sumber daya manusia pada suatu organisasi telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh perubahan paradigma bahwa keunggulan organisasi terletak pada asset fisik yang dimiliki seperti sumber daya alam serta finansial. Namun dengan iklim globalisasi yang semakin kompetitif disertai kemajuan teknologi, paradigma tersebut mulai bergeser dan berubah. Keunggulan organisasi terletak pada sumberdaya manusia sebagai organizational capital (Baron dan Armstrong, 2007) Peranan sumberdaya manusia suatu organisasi tidak hanya dilihat dari produktivitasnya saja, tetapi juga dapat dilihat dari kualitas kerja yang dihasilkan. Sumber daya manusia dapat menjadi faktor utama organisasi tersebut dapat mencapai tujuan-tujuannya. Selain itu, produktivitas dari sumberdaya manusia tidak hanya berpengaruh pada lingkungan internal organisasi saja, tetapi juga pada lingkungan eksterenal di luar organisasi. Agar perusahaan dapat terus mengelola kualitas sumber daya manusianya, maka perlu dilakukan pengelolaan melaui Manajemen Sumber Daya Manusia. Dalam hal ini yang dimaksud dengan sumber daya manusia suatu perusahaan adalah karyawan atau pegawai. Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penarikan, seleksi, penerimaan, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya manusia dalam rangka pencapaian tujuan baik individu maupun organisasi (Cascio dan Awad, 1981). Salah satu komponen dari keunggulan dari Sumber Daya Manusia suatu organisasi adalah kinerja. Kinerja organisasi dapat diukur dengan menggunakan kinerja dari pegawai atau karyawannya disamping kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh organisasi tersebut. Oleh sebab itu bila kinerja dari karyawan atau pegawai suatu organisasi adalah baik atau sesuai dengan yang ditetapkan oleh organisasi, maka organisasi tersebut dapat mencapai tujuan maupun targetnya dengan efektif dan efisien. Seringkali timbul perdebatan mengenai perbedaaan kinerja dari organisasi swasta dengan kinerja dari organisasi publik. Organisai swasta lebih menitikberatkan kinerja untuk mencapai target keuntungan tertentu. Sedangkan pada organisasi publik, kinerja dari pegawainya adalah wujud dari pelayanan kepada masyarakat. Namun bila ditarik pada fungsi bisnis suatu organisasi, organisasi swasta dan organisasi publik sebenarnya memiliki persamaan. Yaitu sama-sama memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan publik terkait dengan barang dan jasa (bidang komunikasi, pendidikan, transportasi, dan lain sebagainya) . Jadi dapat dilihat bahwa organisasi swasta dan publik dalam beraktivitas dan untuk melangsungkan kehidupannya, sama-sama menawarkan pelayanan kepada masyarakat (costumer service). Dengan apa yang ditawarkan itu, organisasi pada intinya adalah ingin menarik simpati publik. Pada organisasi swasta pelayanan yang ditawarkan adalah untuk menarik pelanggan dan memperoleh keuntungan, sedangkan pada organisasi publik pelayanan yang ditawarkan adalah untuk pencitraan kepada publik dan juga sebagai tanggung-jawab utamanya sebagai pengabdi masyarakat. Dalam organisasi yang bergerak dalam sektor publik, yang dimaksud dengan pegawai adalah pegawai negeri yang digaji oleh negara yang merupakan abdi negara atau dikenal dengan istilah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai penyelenggara Negara yang menjalankan roda pemerintahan dan sebagai pelaksana pembangunan dituntut untuk memenuhi kualifikasi sedemikian rupa, mengingat peranan yang sangat penting dan menentukan dalam pelaksanaan wewenang pemerintah untuk mewujudkan Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 masyarakat yang maju, modern, sejahtera, adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar 1945. Alasan diperlukannya manajemen yang baik terhadap pegawai adalah agar apa yang menjadi tujuan dari organisasi dapat sejalan dengan kinerja yang dilakukan oleh pegawai tersebut di dalam organisasi. Bila antara tujuan organisasi dengan kinerja pegawai tidak saling mendukung, maka yang dapat terjadi adalah organisasi akan kesulitan mencapai targetnya ataupun tujuannya. Masalah kinerja tentu tidak terlepas dari proses, hasil dan daya guna, dalam hal ini kinerja merupakan kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tangung jawab yang diberikan kepadanya. Apabila kinerja didefinisikan sebagai pencapaian hasil atau tingkat pencapaian tingkat organisasi, dan kinerja disebut sebagai performance yang memiliki arti suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Selama ini kinerja dari pegawai pemerintahan (PNS) terkait pelayanan kepada masyarakat selalu menjadi sorotan. Rendahnya kedisiplinan kerja, kesadaran, sertapelayanan yang ditunjukan oleh sebagian kalangan pegawai pemerintahan tersebut berdampak pada streotip negatif yang diberikan oleh masyarakat. Oleh sebab itu perlu adanya pembenahanpembenahan yang signifikan agar kinerja pegawai pemerintahan dapat sesuai dengan yang diharapkan. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau biasa disebut dengan BKKBN merupakan instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pelayanan publik. Kinerja dari setiap pegawainya amat berperan dalam kesuksesan program-program pemerintah terkait pengendalian penduduk dan penyuluhan keluarga berencana. Dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang setiap tahunnya bertambah, ditambah dengan kepadatan penduduk yang tidak merata dan terkonsentrasi di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia, berbagai permasalahan sosial seperti kemiskinan, kriminalitas dan pengangguran pun menjadi bertambah. Terus naiknya jumlah penduduk Indonesia dikarenakan program-program dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tidak berjalan dengan semestinya. Salah satu faktornya adalah karena adanya otonomi daerah yang memberikan kewenangan pada pemeritah daerah untuk mengelola kebijakannya sendiri, termasuk kebijakan mengenai program Keluarga Berencana (KB). Kurang aktifnya program-program BKKBN juga ditenggarai dikarenakan kurangnya anggaran yang diberikan oleh Pemerintah Pusat. Kepala BKKBN, Sugiri Syarif yang mengatakan bahwa dana APBN yang dialokasikan untuk menjalankan program-program BKKBN terkait kependudukan hanya sekitar Rp 1,2 triliun. Padahal dana tersebut sangat minim untuk mengurus penduduk Indonesia yang berjumlah 230 juta jiwa ini. Beliau lantas menambahkan bahwa dana yang ideal agar program-program BKKBN dapat terlaksana dengan maksimal adalah Rp 3 triliun, sehingga banyak kegiatan yang dapat dilaksanakan dan direalisasikan terkait pencegahan laju pertumbuhan penduduk. (Sumber: bkkbn.go.id). Dengan berkurangnya anggaran serta desentralisasi kebijakan KB di daerah yang kini dikelola oleh pemerintah daerah , kinerja dari pegawai BKKBN pun menjadi kurang Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 maksimal. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya program-program BKKBN sehingga laju pertumbuhan penduduk pun ikut naik. Berdasarkan data tersebut, maka perlu adanya analisais kinerja dari pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terkait pelayanan dan sosilisasi kepada masyarakat mengenai penyuluhan program KB agar masyarakat dapat ikut aktif mewujudkankan program pemerintah tersebut. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahan: “bagaimana kinerja dari pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat”. Tujuan Penelitian Dari pokok permasalahan di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui: “bagaimana kinerja dari pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat”. B. Tinjauan Teoritis Kinerja Kinerja secara umum adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan, secara legal, tidak melanggar aturan, dan sesuai dengan moral serta etika. Gibson (1997) mendefinisikan kinerja sebagai hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi seperti kualitas, efisiensi, dan kriteria efektifitas kerja lainnya. Sedangkan menurut Robbins (2001), kinerja merupakan suatu hasil yang harus dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu. Bernadin dan Russel yang dikutip Gomes Lardoso Faustino (2000;135): “Kinerja adalah outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode tertentu.” Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan keluaran atau output yang dihasilkan oleh seseorang atas suatu pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tujuan organisasi. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain kepuasan kerja, lingkungan organisasi, kompensasi, dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Rivai (2004), bahwa kinerja tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan kompensasi, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh sebab itu, agar kinerjanya dapat sesuai dengan tuntutan perusahaan, seorang karyawan harus mempunyai keinginan yang tinggi. Pendapat lainnya mengenai hal-hal yang mempengaruhi kinerja juga di jelaskan oleh Simanjuntak (2001). Menurutnya kinerja dipengaruhi oleh: Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 1. Kualitas dan kemampuan pegawai. Hal ini berhubungan dengan pendidikan/pelatihan, etos kerja, motivasi kerja, sikap mental dan kondisi fisik pegawai. 2. Sarana pendukung, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja sperti keselamatan kerja, kesehatan kerja, sarana produksi, teknologi dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kesejahteraan pegawai seperti upah/gaji, jaminan sosial, serta keamanan kerja. 3. Sarana, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kebjaksanaan pemerintah dan hubungan industrial manajemen. Sedangkan menurut Gibson (1987), ada tiga hal yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja dari pegawai, yaitu individu, organisasi dan psikologis. Dari penjelasan para ahli tersebut dapat diindikasikan bahwa baik-buruknya kinerja seorang karyawan lebih dipengaruhi oleh kemapuannya sendiri dan keadaan lingkungan internal organisasi. Dalam praktiknya, kinerja pegawai dapat diukur dengan menggunakan berbagai instrumen. Gomes (2003) mengemukakan 8 kriteria yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja karyawan secara individu yakni kuantitas kerja (quantity of work), kualitas kerja (quality of work), pengetahuan kerja (job knowledge), kretifitas (creativeness), kerjasama (cooperation), keandalan (dependability), inisiatif (initiative), dan kualitas pribadi (personal qualities). Kriteria pengukuran kinerja yang pertama adalah kuantitas kerja, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan yang kedua adalah kualitas kerja yaitu apakah hasil pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dapat mendekati sempurna atau memenuhi tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut. Yang ketiga adalah penegetahuan kerja, yaitu luasnya pengetahuan menegenai pekerjaan dan keterampilannya. Yang keempat adalah kreatifitas, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul. Kelima adalah kerjasama, yaitu kesediaan untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan bersama-sama orang lain. Keenam adalah keandalan yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam kehadiran dan penyelesaian pekerjaan. Selanjutnya adalah inisiatif, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dalam hal memperbesar tanggungjawabnya. Yang terakhir adalah kualitas pribadi, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi. Manajemen Kinerja Manajemen kinerja menurut Noe (2006) adalah dimana manajer memastikan bahwa kegiatan dan output dari karyawan kongruen dengan tujuan organisasi. Sedangkan Cascio (2006) mendefinisikannya dengan sebuah proses yang luas yang memerlukan manajer untuk mendefinisikan, memfasilitasi, dan mendorong kinerja dengan memberikan feedback yang tepat dan terus menerus memfokuskan perhatian semua orang terhadap tujuan akhir dari organisasi. Manajemen kinerja mempunyai cakupan yang luas mulai dari level organisasi hingga level individu (Millership, 2002). Pada level organisasi manajemen kinerja menunjukan kinerja organisasi yang mencakup konsep visi, misi, strategi serta tujuan dari perusahaan. Sedangkan dari level unit kerja dan individu, manajemen kinerja menunjukan kinerja individu atau unit kerja yang mencakup perencanaan terkait individu dan unit kerja, pengukuran kinerja, penilaian kinerja, dan pengembangan kinerja serta karier karyawan. Armstrong (1995) menilai manajemen kinerja memiliki tujuan mencapai perbaikan yang berkelanjutan dalam kinerja organisasi, bertindak sebagai tuas untuk perubahan dalam mengembangkan budaya kinerja yang lebih berorientasi, meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan, memungkinkan individu untuk mengembangkan kemampuan mereka, mengembangkan hubungan yang konstruktif dan terbuka antara individu dan manajer Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 merekadan menyediakan kerangka kerja bagi kesepakatan tujuan sebagaimana dinyatakan dalam target dan standar kinerja. Manajemen kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari langkah-langkah yang mencakup perencanaan kinerja, review dan diskusi kerja, evaluasi kerja dan tindakan adaptif dan korektif untuk mengembangkan strategi dalam mengatasi kesenjangan kinerja (Ainsworth, et al, 2002). Dengan demikian manajemen kinerja adalah suatu proses yang berkesinambungan dan berkelanjutan atas kinerja. Perencanaan kinerja adalah tahapan awal yang dilakukan dalam manajemen kinerja. Dalam tahapan ini tujuan dan target kinerja ditentukan oleh bagaimana komunikasi antara manajer dengan bawahan. Apabila komunikasi lancar, maka proses penyaluran tujuan dan target kinerja dapat tersalurkan dengan baik. Setelah perencanaan kinerja, maka tahapan selanjutnya adalah review kinerja. Review kinerja ini berfungsi untuk melihat apakah kinerja yang dilakukan pegawai telah sesuai dengan tujuan dan target yang ditetapkan sebelumnya. Tahapan ini dilakukan dengan cara antara pimpinan dan pegawai mendiskusikan mengenai rencana kinerja dan kemudian bila ditemukan permasalahan, maka akan dicari pemecahannya secara bersama-sama. Sehingga perbaikan dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Selanjutnya adalah evaluasi kinerja, yaitu tahapan yang dapat dilakukan oleh pegawai itu sendiri maupun oleh pimpinan atau pihak yang berkompeten untuk hal itu. Pimpinan perlu menggali data dan informasi yang akurat terkait kinerja pegawai sehingga dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi penilaian kinerja. Selanjutnya Lansbury dalam Stone (1991) menggambarkan proses manajemen kinerja sebagai berikut: Organizational Planning Individual Planning Action to improve performance Appraising and councelling Review and evaluation Gambar 2.2 Proses Manajemen Kinerja Lansbury dalam Stone (1991) Sumber: diolah oleh penulis desember 2012 Dari gambar dapat dilihat bahwa perencanaan kinerja sebagai dasar untuk melihat, mereview dan mengevaluasi kinerja dan kemudian upaya-upaya penyesuaian, pengembangan dan perbaikan dilakukan guna mencapai tujuan dan target kinerja. Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa manajemen kinerja merupakan suatu upaya untuk mencapai peningkatan yang terus menerus dalam kinerja baik kinerja individu pegawai maupun kinerja organisasi, maka upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja menjadi hal yang amat menentukan dalam pencapaian tujuan organisasi. Proses manajemen kinerja pada akhirnya harus dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi kesenjangan kinerja antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan sesuai rencana dan target kinerja yang telah ditentukan. Pengembangan kinerja dari pegawai adalah proses yang berkelanjutan. Seperti yang diungkapkan oleh Zwell (2000), bahwa pengembangan kinerja terdiri dari 3 tahapan, yaitu tahap perencanaan kinerja, tahap pelaksanaan, dan tahap penilaian hasil kerja. Tahap peencanaan berkaitan dengan kriteria persetujuan hasil berdasarkan tujuan kinerja dan pemilihan kompetensi yang mendukung kinerja tersebut. Selanjutnya pada tahap pelaksanaan, terdapat coaching atau kerja sama antara pimpinan dengan pegawai untuk mendiskusikan bagaimana kemajuan pegawai, bimbingan individual, pengujian dan penyesuaian persetujuan, serta pemberian feedback. Lalu tahap penilaian untuk melihat apakah seluruh kesepakatan terpenuhi. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, pengembangan kinerja pegawai berperan dalam pencapaian organisasi. Oleh sebab itu pengembangan harus dapat berjalan secara berkesinambungan. Menurut Enos (2000), titik awal dari upaya pengembangan dan peningkatan kinerja adalah perlunya menjadikan organisasi sebagai pembelajar (Learning Organization). Dengan pengembangan organisasi menjadi organisasi pembelajar dapat mendorong pada pengembangan kinerja baik secara individu maupun organisasi. Organisasi pembelajar adalah organisasi yang seluruh anggotanya mempunyai orientasi pada pembelajaran sehingga pembelajaran terjadi dari mulai tingkatan individu sampai ke tingkatan organisasi. Dengan terwujudnya organisasi pembelajar, maka upaya pengembangan dan perbaikan kinerja individu pegawai akan menjadi bagian dari sikap dan perilaku pegawai dalam menjalankan tugasnya, karena semua anggota organisasi menjadikan belajar sebagai bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan peran dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam organisasi. Pengembangan kinerja individu yang efektif memerlukan sistem manajemen kinerja yang yang tepat, secara umum, Enos (2000) mengemukakan Garis-garis besar sistem manajemen kinerja yang dirancang dengan baik (well-designed performance management system) yang meliputi : 1. pernyataan yang jelas akan tujuan organisasi/tim yang memungkinkan kinerja individu terarah padatujuan serta sebagai dasar evaluasi kinerja; 2. identifikasi yang jelas akan kompetensi utama yangdiperlukan oleh pekerjaan; 3. manajemen kinerja hendaknya menggunakan metode kolaborasi dalam mengembangkan kinerja individu serta menentukan indikator kinerja kunci; 4. melakukan feedback atau umpan balik secara teratur atas kinerja, dan 5. organisasi hendaknya menyediakan kesempatan pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai yang dapat mendukung pada tercapainya kinerja tingkat tinggi (high-level performance). Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 Penilaian Kinerja Kinerja individu maupun organisasi mempunyai peran yang besar dalam keberlangsungan organisasi menjalankan peran dan tugasnya di masyarakat, setiap organisasi perlu memperhatikan bagaimana upaya untuk terus meningkatkan kinerja karyawannya agar dapat memberi kontribusi optimal bagi meningkatnya kinerja organisasi. Dengan demikian fokus dari organisasi harus lah pada kinerja. Syarat pertama dari “spirit” organisasi adalah standar kinerja yang tinggi, baik untuk kelompuk maupun untuk masing-masing individu (V.P. Michael 1989:30). Menurut Rothwell (2005), penilaian kinerja adalah proses penentuan bagaimana individu yang memenuhi persyaratan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan Bacal (2001), menjelaskan penilaian atau evaluasi kinerja adalah proses dimana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Selanjutnya, menurut Castetter (1996), penilaian kinerja dapat didefinisikan sebagai suatu proses penentuan tentang kinerja seseorang pada masa lalu atau saat ini dengan latar belakang lingkungan dan tentang potensi masa depannya bagi suatu organisasi. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa penilaian kinerja merupakan instrumen yang digunakan oleh pimpinan atau pihak yang berkompeten dan memiliki kepentingan untuk mengetahui kondisi kinerja pegawai. Dengan mengetahui kondisi kinerja dari pegawai, prestasi kerja dan lain sebagainya, maka pimpinan dapat mengambil langkah-langkah terkait pengembangan pegawai tersebut. Langkah-langkah tersebut misalnya, memberikan pendidikan dan pelatihan bila kinerja dari pegawai tersebut dirasakan kurang sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi. Secara umum Dessler (1998) menilai bahwa penilaian kinerja penting dilakukan untuk memberikan informasi kepada manajer atau pimpinan untuk melakukan promosi dan penetapan gaji. Selain itu masih menurut Dessler, penilaian kinerja juga memberi peluang untuk meninjau perilaku yang berhubungan dengan kinerja bawahan/pegawai. Selanjutnya, menurut Castetter (1996) tujuan dari penilaian kinerja dapat dikelompokan menjadi 5 kategori, yaitu menentukan status personil pegawai, Mengimplementasikan tindakan personil, meningkatkan kinerja individual, mencapai tujuan dari organisasi, dan menerjemahkan sistem otoritas yang mengatur kinerja Mengetahui kondisi yang ada dari kinerja pegawai serta bagaimana meningkatkan kinerja mereka merupakan hal penting dalam upaya meningkatkan kemampuan organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dengan adanya penilaian kinerja, manajemen organisasi dapat mengelola Sumber Daya manusia secara efektif dan efisien, serta dapat ditentukan pengembangan SDM yang bagaimna yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai. Untuk melakukan penilaian kinerja dengan baik, maka diperlukan persyaratan tertentu. Cascio dalam Glueck (1982), menyebutkan ada 8 persayaratan agar evaluasi atau penilaian kinerja dapat berhasil dengan baik, yaitu penilaian harus berdasarkan standar kebutuhan dan kinerja dari pekerjaan, standar kinerja harus berdasarkan perilaku dari pegawai, setiap dimensi dari kinerja hanya harus berisi kegiatan homogen sehingga dapat meminimalkan tumpang tindih antar dimensi, sifat abstrak harus dihindari, skala penilaian harus singkat dan secara konsisten logis, sistem harus divalidasi, suatu mekanisme untuk perbandingan pegawai harus disediakan Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hal yang paling penting dari penilaian kinerja adalah objektivitas, yaitu penilaian tidak boleh didasarkan pada persepsi suka atau tidak suka dari penilai, tapi harus bersifat apa adanya, dan juga harus berdasarkan standar atau ukuran-ukuran penilaian kinerja yang valid. C. Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan triangulasi (kombinasi antara kuantitatif dan kualitatif) yang mengacu pada teori kinerja dimana pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan utama dan pendekatan kualitatif sebagai fasilitator. Pendekatan triangulasi menurut Denkin (1978) adalah gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan mengumpulkan dan mengolah data untuk mencari fakta yang akurat serta interpretasi yang tepat dan sistematis dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu terkait dengan analisis kinerja pegawai BKKBN, sedangkan kualitatif untuk memahami secara lebih mendalam terkait dengan fenomena tertentu yang mungkin terjadi di dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pengumpulan data kuantitatif yang didukung dengan kualitatif. Dari segi pengumpulan data tersebut. Peneliti membaginya kedalam dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti secara langsung melalui obyek penelitian, yaitu dengan mengadakan survey langsung ke perusahaan tempat penelitian diadakan. Data primer dalam penelitian ini di dapatkan dengan survey. Metode survey dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yakni suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden yang telah ditentukan (Umar, 2003: 46), yaitu pegawai BKKBN Pusat sebagaimana yang nanti dijelaskan pada bagian populasi dan sample dan juga melalui wawancara mendalam dengan Kepala Biro Perencanaan. Dalam penelitian ini objek penelitian yang menjadi responden adalah Pegawai BKKBN Pusat. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang sudah dikumpulkan oleh pihak lain, dapat berupa jurnal penelitian terdahulu, studi kasus, bukubuku, makalah dan artikel yang berhubungan dengan topik yang dibahas dalam penelitian ini. Data sekunder lainnya yaitu data perusahaan berupa Company Profile dan struktur organisasi BKKBN Pusat dan arsip yang berkaitan dengan penelitian baik yang di dapat langsung dari perusahaan maupun internet. Populasi pada penelitian ini adalah pegawai tetap berstatus aktif yang telah bekerja minimal satu tahun pada BKKBN Pusat Jakarta Timur dan pendidikan minimal S1 sebanyak 53 orang. Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel secara Non Probability Sampling , yaitu teknik pengambilan sampel secara accidental (sampling kebetulan), yaitu mengambil sample siapa saja yang ada atau kebetulan ditemui yang merupakan pegawai instansi tersebut. Model Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggambarkan bagaimana kinerja pegawai berdasarkan kriteria pengukuran kinerja Gomes (2003), yaitu kuantitas kerja (quantity of work), kualitas kerja (quality of work), pengetahuan kerja (job knowledge), kretifitas (creativeness), kerjasama (cooperation), keandalan (dependability), inisiatif (initiative), dan kualitas pribadi (personal qualities). Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 Performance Quantity of Work Quality of Work Job Knowledge Creativeness Cooperation Dependability Initiative Personal Qualities Gambar 2.3 Model Analisis Sumber: data diolah peneliti Berdasarkan kedelapan kriteria tersebut dapat dilihat bagaimanakah kinerja dari pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat. Keseluruhan indikator variable kinerja diambil dari teori Gomes (2003). Variabel ini diukur dengan menggunakan skala ordinal dengan rentang lima kategori jawaban. Skala ordinal dinyatakan bukan dalam bentuk angka, melainkan dibuat dalam bentuk ranking dan umumnya menggunakan skala likert untuk menggambarkan tingkat kesetujuan terhadap setiap indikator dalam pertanyaan kuesioner penelitian. Analisis data adalah proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data (Prasetyo, 2005: 182). Dalam penelitian ini, teknik analisis yang digunakan ialah teknik analisis kuantitatif karena data yang dikumpulkan berjumlah besar, dan mudah diklasifikasikan ke dalam kategori-kategori. Setelah peneliti memperoleh data yang diinginkan melalui survey lapangan, maka tahapan selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisis dilakukan peneliti dengan bantuan software Statistical Program for Social Science versi 2.0 atau lebih dikenal dengan SPSS. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif untuk mendapatkan informasi mengenai gambaran jawaban responden. Pembahasan statistic deskriptif per variabel akan dilakukan menggunakan modus. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif dengan modus akan digunakan untuk menyatakan fenomena yang paling banyak terjadi atau paling banyak terdapat di lingkungan ukuran (Sudjana, 1996). D. Hasil Penelitian Dari kedelapan dimensi yang berdasarkan teori dari Gomes (2006) tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja dari pegawai BKKBN Pusat secara individu adalah baik. Namun peneliti juga melakukan pengukuran kinerja dengan wawancara mendalam yang dilakukan kepada Kepala Biro Perencanaan dari BKKBN Pusat, yaitu Ibu Ambar. Dari wawancara tersebut, beliau menyebutkan bahwa di BKKBN Pusat belum terdapat alat pengukuran kinerja pegawai per individu, yang ada adalah penilaian per unit kerja/biro yang dinamakan dengan sistem Balance Score Card. Selanjutnya dengan menggunakan Balance Score Card tersebut, dapat dikatakan bahwa kinerja per unit kerja BKKBN Pusat pada tahun 2012 masih belum diketahui dikarenakan masih dalam tahapan perhitungan, yang ada adalah perhitungan Balance Score Card pada tahun 2011 yang menurut penuturan responden kinerja per unit kerja BKKBN Pusat telah mencapai target yang telah diterntukan sebelumnya. BKKBN Pusat belum mengaplikasikan Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 hal tersebut dikarenakan masih banyak lini yang harus dibenahi untuk menujang sistem baru tersebut, padahal Surat Keputusan Presiden bahwa harus ada penilaian prestasi kerja pegawai negeri sipil telah terbit dari 2011 lalu. Namun, BKKBN Pusat telah memiliki sistem penilaian kinerja per unit kerja/biro yang dinamakan dengan BSC atau Balance Score Card. Penilaian Balance Score Card ini tidak dapat melihat kinerja pegawai secara individu secara spesifik dikarenakan ini adalah pengukuran kinerja berdasarkan unit kerja. Namun, dari hal ini dapat dilihat pencapaian target kinerja dari masing-masing biro merupakan perwujudan kerjasama dari tiap pegawai di masing-masing biro. E. Pembahasan Kinerja dalam penelitian ini diukur dengan 8 dimensi yaitu, kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan kerja, kreatifitas, kooperatif, inisiatif dan personalitas. Dalam setiap dimensi terdapat beberapa indikator yang digambarkan melalui tabel distribusi frekuensi berikut ini. Berikut ini adalah dimensi pertama pada variabel kinerja, yaitu kuantitas kerja yang terdiri dari 3 pernyataan: Tabel 3.3 Jawaban Responden Dimensi Kuantitas Kerja (Work Quantity) Jumalah Jawaban No. Peryataan 1 2 3 4 5 1 Saya dapat meyelesaikan pekerjaan sesuai target 0 0 0 31 22 2 Saya dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan periode waktu yang ditentukan 0 0 0 37 16 3 Saya bersedia apabila diberikan tugas tambahan 0 0 2 34 17 Sumber: Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 2.0, Desember 2012 Dari tabel dapat dilihat bahwa pada dimensi kuantitas kerja, modus jawaban responden adalah setuju. Berdasarkan survey lapangan, Pegawai BKKBN Pusat mampu untuk menyelesaikan pekerjaan dengan maksimal sesuai target yang telah ditentukan. Pegawai juga bersedia bila diberikan tugas tambahan, namun ada beberapa yang ragu untuk hal tersebut dikarenakan beberpa pegawai mempunyai bobot tugas yang banyak dan apabila diberi tugas tambahan dapat mengganggu kualitasdan kuantitas kerjanya. Dimensi yang kedua adalah kualitas kerja. Dimensi ini terdiri dari 3 peryataan. Berikut ini adalah tabel skor dan skala penilaian dimensi tersebut: Tabel 3.4 Jawaban Responden Dimensi Kualitas Kerja (Work Quality) Jumlah Jawaban No. 1 Peryataan Saya mampu bertanggung jawab terhadap kondisi peralatan dan perlengkapan kerja 1 2 3 4 5 0 0 1 34 18 Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 2 Saya dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tepat 0 0 2 35 16 3 Saya dapat menyelesaikan pekerjaan dengan maksimal sesuai dengan prosedur dan peraturan yang ada 0 0 0 32 21 Sumber: Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 2.0, Desember 2012 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada dimensi kualitas kerja modus jawaban responden adalah setuju. Berdasarkan survey lapangan, menunjukan bahwa pegawai dapat bekerja dengan maksimal dan menghasilkan kinerja yang maksimal sesuai prosedur dan peraturan yang ada. Pegawai juga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tepat serta bertanggung jawab terhadap kondisi peralatan dan perlengkapan kerjanya. Dimensi yang ketiga adalah pengetahuan kerja. Dimensi ini terdiri dari 3 peryataan. Berikut ini adalah tabel skor dan skala penilaian dimensi tersebut: Tabel 3.5 Jawaban Responden Dimensi Pengetahuan Kerja (Job Knowledge) Jumlah Jawaban No. Peryataan 1 2 3 4 5 1 Saya memiliki pengetahuan yang baik terhadap pekerjan yang dilakukan 0 0 0 35 18 2 Saya memahami pekerjaan yang diberikan 0 0 1 36 16 3 Saya memiliki pengetahuan khusus untuk mendukung pekerjan 0 0 0 33 20 Sumber: Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 2.0, Desember 2012 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada dimensi pengetahuan kerja modus jawaban responden adalah setuju. Berdasarkan survey lapangan, mayoritas pegawai memahami pekerjaan yang diberikan dan dapat menerapkan pengetahuan yang dimilikinya untuk melaksanakan pekerjaannya. Pegawai juga memiliki pengetahuan khusus dibidangnya untuk melakukan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya Dimensi yang keempat adalah kreatifitas. Dimensi ini terdiri dari 3 peryataan. Berikut ini adalah tabel skor dan skala penilaian dimensi tersebut: Tabel 3.6 Jawaban Responden Dimensi Kreatifitas (Creativeness) Jumlah Jawaban No. 1 Peryataan Saya memiliki kemapuan dalam memberikan 1 2 3 4 5 0 0 0 34 19 Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 gagasan-gagasan baru, untuk kemajuan instansi 2 Saya mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah dalam pekerjaan 0 0 0 36 17 3 Saya senang mengerjakan tugas-tugas baru untuk menambah pengetahuan 0 0 0 28 25 Sumber: Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 2.0, Desember 2012 Dari tabel dapat dilihat bahwa pada dimensi kreativitas modus jawaban responden adalah setuju. Berdasarkan survey lapangan, mayoritas pegawai dapat dan mampu memberikan gagasan-gagasan baru dan kritik terkait aktifitas instansi sertra mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang kadang timbul dalam pekerjaannya. mayoritas pegawai juga dapat mengerjakan tugas-tugas baru untuk menambah pengetahuan dan wawasannya. Dimensi yang kelima adalah kerjasama. Dimensi ini terdiri dari 3 peryataan. Berikut ini adalah tabel skor dan skala penilaian dimensi tersebut: Tabel 3.7 Jawaban Responden Dimensi Kerja sama (Cooperation) Jumlah Jawaban No. Peryataan 1 2 3 4 5 1 Saya dapat memberikan dukungan sesama rekan kerja 0 0 0 36 17 2 Saya dapat mengkoordinasi antar unit kerja 0 0 0 30 23 3 Saya dapat bekerja sama dengan rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaan 0 0 0 32 21 Sumber: Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 2.0, Desember 2012 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada dimensi kerjasama modus jawaban responden adalah setuju. Berdasarkan survey lapangan, mayoritas pegawai dapat bekerjasama dengan rekan kerjanya yang lain dan dapat memberikan dukungan kepada sesama rekan kerja apabila ada rekan kerjanya yang sedang mengalami masalah dengan memberikan dukungan moril maupun materil. Pegawai juga dapat mengkoordinir unit-unit kerja yang ada di deputinya apabila mereka diberikan tanggungjawab tersebut. Dimensi keenam adalah pertanggungjawaban. Dimensi ini terdiri dari 3 peryataan. Berikut ini adalah tabel skor dan skala penilaian dimensi tersebut: Tabel 3.8 Jawaban Responden Dimensi Keandalan (Dependability) Jumlah Jawaban No. 1 Peryataan Saya hadir di tempat kerja tepat waktu 1 2 3 4 5 0 0 1 32 20 Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 2 Saya dapat dipercaya dalam menyelesaikan pekerjaan 0 0 0 37 16 3 Saya dapat diandalkan dalam menyelesaikan persoalan 0 0 0 37 16 Sumber: Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 2.0, Desember 2012 Dari tabel dapat dilihat bahwa pada dimensi pertanggungjawaban modus jawaban responden adalah setuju. Berdasarkan survey lapangan, mayoritas pegawai dapat hadir di tempat kerja dengan tepat waktu dan dapat dipercaya dalam menyelesaikan pekerjaannya. Pegawai juga dapat diandalkan untuk menyelesaikan persoalan yang kadang muncul di lingkungan kerja, seperti pada saat ada konflik antar pegawai atau masalah yang lainnya. Dimensi selanjutnya adalah inisiatif. Dimensi ini terdiri dari 3 peryataan. Berikut ini adalah tabel skor dan skala penilaian dimensi tersebut: Tabel 3.9 Jawaban Responden Dimensi Inisiatif (Initiative) Jumlah Jawaban No. Peryataan 1 2 3 4 5 1 Saya memiliki semangat yang tinggi untuk melaksanakan tugas-tugas baru 0 0 3 25 25 2 Saya bertanggung jawab untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam bekerja 0 0 0 34 19 3 Saya berani mengungkapkan kritik dan saran untuk kemajuan instansi 0 0 1 34 18 Sumber: Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 2.0, Desember 2012 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada dimensi pertanggungjawaban modus jawaban responden adalah setuju. Berdasarkan survey lapangan, pegawai merasa tertantang untuk mengerjakan tugas-tugas dan tanggungjawab baru agar kemampuan dirinya dapat meningkat serta agar kariernya dapat meningkat dan apa bila terjadi kesalahan dalam bekerja, mereka dapat bertanggungjawab. Pegawai juga tak ragu untuk memberikan kritik dan saran apabila memang hal tersebut diperlukan untuk kemajuan instansi. Dimensi yang terakhir adalah kualitas diri. Dimensi ini terdiri dari 3 peryataan. Berikut ini adalah tabel skor dan skala penilaian dimensi tersebut: Tabel 3.10 Jawaban Responden Dimensi Kualitas Pribadi (Personal Quality) Jumlah Jawaban No. 1 Peryataan Saya bersikap jujur dalam bekerja 1 2 3 4 5 0 0 0 20 33 Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 2 Saya berpenampilan sopan dalam bekerja 0 0 0 17 36 3 Saya bersikap ramah terhadap lingkungan sekitar 0 0 0 19 34 Sumber: Hasil pengolahan data menggunakan SPSS 2.0, Desember 2012 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada dimensi kualitas diri modus jawaban responden adalah setuju. Berdasarkan survey lapangan, pegawai dapat bersikap jujur dalam bekerja. Terutama dikarenakan mereka adalah PNS yang merupakan abdi negara yang harus dapat memberikan contoh yang baik. Dan apabila mereka melakukan tindakan yang melanggar etika dalam pekerjaannya maka atasan tidak segan untuk memberikan teguran atau bahkan sanksi. Pegawai juga dapat bersikap ramah terhadap sesama rekan kerja maupun pelanggan ataupun mitra bisnis mereka. Karena BKKBN selalu berusaha untuk dapat mewujudkan pelayanan yang prima bagi para stakeholder. Pegawai juga sadar akan pentingnya menjaga kesopanan dalam berpakaian maupun dalam bertindak. F. Simpulan Berdasarkan penelitian mengenai analisis kinerja pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Pusat, dapat diambil kesimpulan secara keseluruhan bahwa kinerja pegawai Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Pusat bila dilihat dari pengukuran kinerja Balance Score Card 2011 adalah baik. G. Saran Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan oleh peneliti terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari pegawai, yaitu motivasi pegawai, faktor kepemimpinan, serta hubungan antar pegawai lainnya. Sehingga hal ini harus diperhatikan agar instansi dapat mengelola kinerja dari pegawainya dengan baik. Penilaian kinerja secara individu harus segera diaplikasikan dengan cepat dan tepat sesuai dengan alat pengukuran yang telah ditetapkan, karena masyarakat maupun stakeholders membutuhkan data tersebut sebagai dasar penilaian kinerja organisasi. Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 DAFTAR PUSTAKA Buku: Ainsworth, Murray., Smith., Millership. 2002. Managing Performance, Managing People, Australia: Pearson Education Australia. Armstrong, Michael. 1995. A Hand Book Of Human Resources Management. Jakarta: Gramedia Bacal, Robert, 2001. Performance Management, terj. Surya Darma. Jakarta: Gramedia Bailey. 1982. Methods of Social Research. Edisi ke-2. Newyork: The Free Press Baron, Angela and Armstrong, Michael. 2007. Human Capital Management: Achieving Added Value Through People. London: Kogan Page Ltd Cascio, Wayne F. and Awad, Elias M. 1981. Human Resource Management and Information Approach. Aeston Virginia: A Prentice Hall Company. Castetter, B. William . 1996. The Human Resource Function in Educational Administration. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. A Simon & Schuster Company. Denzin, NK. 1978. The Reasearch Act: A Theoretical Introduction in Sociological Methods. New York: Mc Graw-Hills. Dessler, G. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jilid 2. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Prenhallindo. Enos, DD. 2000. Performance Improvement: Making it Happens. Florida: CRC Press. Gibson, James L., et.al. 1997. Organization : Behavior, Structure, Process, Alih Bahasa Djakarsih, Agus Dharma. Cetakan Kesepuluh. Jakarta: Erlangga. Gomes, Faustino Cardoso, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Andi,Yogyakarta. Husein Umar. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Michael, V.P. 1989. Organizational Behavior and managerial Effectiveness. New Delhi: S. Chad&Co. Mondy, R. Wayne. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga Noe, Raymond A. 2006. Human Resource Management, Gaining A Competitive Advantage, Mc Graw-Hill Oei, Istijanto. 2010. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif Teori Dan Aplikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi. Jilid 2, Alih Bahasa oleh Hadyana Pujaatmaka dan Benjamin Molan, Edisi Kedelapan, Jakarta: PT. Prehallindo. Rothwell, William J. & H.C. Kazans. 2007. Planning & Managing Human Resources: Strategic Planning for Personnel Management second edition. Mumbai: Jaico Publishing House. Simanjuntak, Payaman. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI. Werther, WB dan Davis, K.1996. Human Resources and Personel Management. New York: Mc Graw Hill Inc. Zwell, M. 2000. Creating a Culture of Competence. MA Denver: John Wiley and Sons Inc. Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013 Jurnal: Indian Journal of Industrial Relations and Human Resources. 1981 Web: www. bkkbn.go.id Analisis Kinerja ..., Radhitya Triadi H, FISIP UI, 2013