BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Ilmu Pengetahuan Alam 2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Samatowa (2011: 3), mengatakan bahwa hakikat pembelajaran IPA di SD adalah berupaya untuk membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditujukkan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka di mana mereka hidup. Selanjutnya Samatowa (2011: 5) menuliskan bahwa model yang cocok untuk anak Indonesia adalah belajar melalui pengalaman langsung (Learning by doing). Model belajar ini memperkuat daya ingat anak dan biayanya sangat murah sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungan anak sendiri. Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah ataupun di luar sekolah atau bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method) (Trianto, 2010: 137). Selanjutnya Trianto (2010: 138) juga menulis dalam bukunya yang berjudul Model Pembelajaran Terpadu, bahwa IPA hakikatnya mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual, yang 6 7 sementara ini dianggap sebagai cakrawala kosong, karena suatu anggapan antara IPA dengan agama merupakan dua sisi yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan satu sama lain dalam satu bidang kajian. Padahal senyatanya terdapat benang merah ketertautan diantara keduanya. Iskandar dan Hidayat (1997: 1) menuliskan bahwa IPA pada hakikatnya sebagai produk tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sebagai proses. Produk IPA adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip-prinsip, serta teori-teori. Prosedur yang digunakan oleh para ilmuwa untuk mempelajari alam ini adalah prosedur empirik dan analisis. Dalam prosedur empirik ilmuwan mengumpulkan informasi, mengorganisasikan informasi untuk selanjutnya dianalisa. Proses empirik dalam Ilmu Pengetahuan Alam mencakup observasi (pengamatan), klasifikasi dan pengukuran. Sedangkan dalam prosedur analitik ilmuwan menginterpretasikan penemuan mereka dengan mempergunakan proses-proses seperti hipotesa, eksperimentasi terkontrol , menarik kesimpulan, dan memprediksi. Fakta dalam IPA adalah pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang benar-benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara obyektif. Contoh: merkurius adalah planet yang terdekat dengan matahari, ular termasuk reptilian, dan air membeku pada suhu 00 C. Konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA. Konsep merupakan penghubung antara fakta-fakta yang ada hubungannya. Contoh: bendabenda hidup dipengaruhi oleh lingkungan. Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan diantara konsep-konsep IPA. Contoh: udara yang dipanaskan memuai, adalah prinsip yang menghubungkan konsep-konsep udara, panas, dan pemuaian. Prinsip ini menyatakan jika udara dipanaskan maka akan memuai. Prinsip IPA bersifat analitik sebab merupakan generalisasi induktif yang ditarik dari beberapa contoh. Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsepkonsep, dan prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Suatu teori merupakan model atau gambaran yang dibuat oleh ilmuan untuk menjelaskan gejala alam. Seperti 8 halnya prinsip, teoripun dapat berubah jika ada bukti-bukti baru yang berlawanan dengan teori tersebut. Contoh: teori geosentrik alam semesta yang menonjol lima ratus tahun yang lalu sekarang hanya merupakan bagian dari sejarah dan tidak berlaku lagi. Proses pembelajaran IPA selain mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa juga penemuan sesuatu yang bermakna. Pembelajaran IPA lebih menekankan eksperimen dan pengamatan untuk menemukan hal-hal yang baru bagi siswa. Kegiatan tersebut akan menunjang siswa untuk aktif dalam pembelajaran, karena siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran. IPA merupakan Ilmu Pengetahuan yang sangat memungkinkan untuk melakukan eksperimen dan pengamatan, serta dalam proses pembelajaran juga mudah dilakukan variasi-variasi yang menarik bagi siswa supaya perhatian siswa terfokus dalam pembelajaran. 2.1.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai disiplin ilmu dari Physical sciences dan life sciences. Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogy, meteorology, dan fisika, sedangkan life sciences meliputi biologi (anatomi, fisiologi, zoology, citologi, dan seterusnya) Samatowa, 2011: 1. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa inggris „science‟. Kata „science‟ itu sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang berarti saya tahu. „Science‟ terdiri dari cocial science (ilmu pengetahuan social) dan natural science (ilmu pengetahuan alam). Trianto (2010:136) Kata “IPA” merupakan singkatan dari Imu Pengetahuan Alam . IPA merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris “Natural Science” secara singkat sering disebut “science: Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, Ilmu Pengetahuan Alam atau science secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang 9 alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Untuk selanjutnya kita akan menggunakan IPA sebagai suatu istilah (Iskandar dan Hidayat, 1997: 2). Trianto (2010:136-137) berpendapat bahwa, IPA adalah satu kumpulan teori yang sistematis, penerapanya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) pengertianya dapat disebut sebagai ilmu tentng alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini (Samatowa, 2009: 3). Berdasarkan segi istiah yang digunakan IPA berarti “ilmu” tentang “pengetahuan alam “. Ilmu artinya suatu pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolak ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal dan logis, diterima oleh akal sehat, sedangkan objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataanya, atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indra. Jadi, pengetahuan alam merupakan pengetahuan tentang alam semesta dan segala isinya. Adapun pengetahuan itu sendiri artinya segala sesuatu yang diketahui oleh manusia. Jadi, IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan segala isinya (Darmodjo dan Kaligis, 1991: 3). Menurut Ismed dan Slamet (2009: 1) IPA merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang disusun melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang bersifat khas-khusus, penarikan kesimpulan, dan seterusnya. Fenomena-fenomena alam yang diungkap biasanya dapat dirumuskan dalam besaran-besaran fisika. 10 Berdasarkan pengertian IPA yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan bidang studi yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam yang tersusun secara teratur, sistematis dan berlaku umum yang merupakan hasil dari observasi dan eksperimen, IPA juga menghasilkan produk yang berupa fakta, prinsip, konsep, hukum, dan teori. Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. 2.1.3 Pendekatan –Pendekatan dalam Pembelajaran IPA SD Pendekatan-pendakatan dalam pembelajaran IPA SD menurut Iskandar dan Hidayat (1997: 49-78), yaitu sebagai berikut: 1) Pendekatan Keterampilan Proses pada IPA SD Pengembangan keterampilan proses IPA dalam diri murid-murid adalah yang paling tepat di dalam pembelajaran IPA. Keterampilan-keterampilan proses IPA dapat ditransfer ke dalam disiplin ilmu yang lain dan keterampilanketerampilan ini tidak mudah dilupakan. Pendekatan keterampilan proses IPA memungkinkan murid-murid merasakan hakikat IPA serta membuat mereka terampil melakukan kegiatan sains. Dengan demekian mereka mempelajari juga fakta-fakta dan konsep-konsep IPA. Sebagai kesimpulan, dengan mempergunakan pendekatan keterampilan proses IPA murid-murid mempelajari proses dan produk IPA. 2) Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Inquiri Proses-proses inquiri adalah menemukan masalah, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen, melaksanakan eksperimen untuk menguji hipotesis. Mensistesis pengetahuan mengembangkan beberapa sikap yaitu sikap obyektif, 11 ingin tahu, terbuka, dan bertanggung jawab. Jadi pendektan inquiri lebih menekankan pada pencarian pengetahuan dari pada perolehan pengetahuan. Dalam pelaksanaan pendekatan inquiri keterampilan guru bertanya berperan penting dalam membimbing murid-murid melakukan semua kegiatan yang dipandang perlu. 3) Pembelajaran IPA SD dengan Pendekatan STM Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan istilah yang diberikan kepada usaha mutakhir untuk menyajikan konteks dunia nyata dalam pendidikan sains dan pembelajaran sains. Dalam pendekatan STM murid-murid harus diikut sertakan dalam penentuan tujuan, prosedur perencanaan, dan dalam usaha mendapatkan informasi, serta dalam mengevaluasi. Yang menjadi tujuan utama dalam pendekatan STM adalah murid-murid setelah lulus sekolah menjadi warga negara yang mampu untuk mengambil keputusan-keputusan tentang masalahmasalah di dalam masyarakat dan mengambil tindakan sebagai akibat menekankan pentingnya sains dan teknologi sebab di dalam masyarakat modern keterkaitan antara sains teknologi masyarakat sangan erat. 2.1.4 Prinsip Proses Belajar Mengajar IPA Prinsip proses belajar mengajar IPA menurut Darmodjo dan Kaligis (1991), yaitu: 1. Prinsip Keterlibatan Siswa Secara Aktif Siswa harus ikut berbuat sesuatu yang memperoleh ilmu yang mereka cari. Sebenarnya guru IPA termasuk guru yang beruntung karena objek belajar IPA terdapat di mana-mana, dalam kelas, di luar kelas, di alam sekitar atau di mana saja. Sehingga guru dengan mudah dapat mengajak siswa untuk melakukan kegiatan mendapatkan ilmu dari lingkungan sekitar. 2. Prinsip Belajar Berkesinambungan Yang dimaksud dengan prinsip belajar berkesinambungan adalah proses belajar yang selalu dimulai dari apa-apa yang telah dimiliki oleh siswa. Dalam hal 12 ini pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa itu seolah-olah merupakan jabatan yang esensial bagi siswa yang dapat meraih pengetahuannya yang baru. Untuk melaksanakan prinsip ini tentu saja harus mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki oleh siswanya. 3. Prinsip Motivasi Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan yang menyebabkan seorang mau berbuat sesuatu. Dalam proses belajar IPA tentunya motivasi dimaksudkan sebagai dorongan untuk mau belajar IPA. Dorongan itu dapat bersumber dari kebutuhan yang hakiki dari manusia yang disebut sebagai motivasi intrinsic. Dorongan berbuat sesuatu dapat juga timbul dari pengaruh yang datang dari luar dirinya, misalnya hadiah-hadiah yang dijanjikan apabila mau berbuat sesuatu, motivasi semacam ini disebut sebagai motivasi ekstrinsik. 2. Prinsip Multi Saluran Prinsip multi saluran merupakan suatu kenyataan bahwa daya penerimaan masing-masing siswa tidak sama. Maksudnya, ada siswa yang mudah belajar melalui membaca, ada siswa yang mudah mengerti apabila diberi ceramah oleh guru, ada pula yang baru mengerti jika ia ikut aktif melakukan percobaan. Oleh karena itu multi saluran dalam proses belajar IPA sangat diperlukan agar semua siswa dengan berbagai kemampuan daya tangkap dapat menerima pelajaran dengan baik. Tugas guru untuk mengorganisasi belajar sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar melalui berbagai saluran. 3. Prinsip Penemuan Yang dimaksud prinsip penemuan adalah bahwa untuk memahami sesuatu konsep atau simbol-simbol, siswa tidak diberitahu oleh guru, tetapi guru memberi peluang agar siswa dapat memperoleh sendiri pengertian-pengertian itu, melalui pengalamanya. 4. Prinsip Totalitas Prinsip totalitas bertolak dari suatu paham bahwa siswa belajar dengan segenap kemampuan yang ia miliki sebagai makhluk hidup, yaitu pancainderanya, 13 perasaan serta pikiranya. Dalam proses belajar, siswa tidak hanya memperhatikan materi pelajaran tetapi meliputi bagaimana guru mengajar, situasi kelas, lingkungan kelas, perabotan sekolah, pencahayaan kelas, lingkungan sekitar, teman-temannya, dan semua yang mempengaruhi jiwa raganya. Itu semua ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. 5. Prinsip Perbedaan Individu Prinsip ini tidak dimaksudkan untuk mebeda-bedakan siswa, tetapi bertolak pada suatu kenyataan bahwa setiap siswa perbedaan yang satu dengan yang lain. Perbedaan individu terutama ditujukkan kepada adanya perbedaan kemampuan (termasuk kecerdasan dan kecepatan belajar) dan perbedaan minat termasuk motivasi belajar. Prinsip perbedaan individu dimaksudkan agar siswa mendapatkan kesempatan belajar sesuai dengan kapasitas dan minatnya. 2.1.5 Tujuan Pembelajaran IPA Menurut Hardini dan Puspitasari (2011: 151) menuliskan bahwa mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4) Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 14 7) Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Ilmu Pengetahuan Alam di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD bertujuan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka dimana mereka hidup. Karakteristik kajian Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. 2.2 Model Pembelajaran CTL 2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2010:51). Menurut Sagala (2010:62-64), istilah “model” dapat dipahami suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan. Selain itu istilah “model” dapat juga dipahami sebagai suatu barang atau media tiruan dari benda yang sesunggunya. Jadi, model pembelajaran adalah kerangka konseptual (yang dilandasi oleh teori, belajar, psikologi, filsafat, sosial, komunikasi, dan sebagainya) yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Model pembelajaran merupakan operasionalisasi dari teori yang melandasinya berfungsi sebagai pedoman bagi perencana pembelajaran yang diimplementasikan dari pelaksanaan aktivitas pembelajaran untuk membantu pembelajar mengembangkan kognitif, emosional, sosial, dan spiritual. 15 Ada banyak model dan strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran pada siswa. diantaranya adalah model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif, mpdel pembelajaran quantum, dan model pembelajaran terpadu. Banyaknya model atau strategi pemelajaran yang dikemangkan tidak berarti semua pengajar menerapkan semua untuk setiap mata pelajaran karena tidak semua model cocok untuk setiap topik pembelajaran. Berdasarkan pengertian model pembelajaran yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan, bahwa model pemelajaran adalah suatu pola yang melukiskan prosedur yang sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman para perancang dan pelaksana pembelajaran. 2.2.2 Pengertian CTL Contextual teaching and learning adalah suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan content mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja (Trianto, 2009: 104). Selanjutnya Trianto juga mengemukakan bahwa pembelajaran yang terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga dan warga masyarakat. Contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Sanjaya 2005: 109). Sagala (2010: 61) mengemukakan pengertian CTL adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan suatu akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari peserta 16 didik. Konteks biasanya disamakan dengan lingkungan, yaitu dunia luar yang dikomunikasikan melalui pancaindra, ruang yang digunakan setiap hari. Mahfiroh (2009: 13) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) atau biasa disingkat dengan CTL merupakan konsep pemelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata. Selanjutnya Mahfiroh (2009: 13-14) berpendapat dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar. Contextual Teaching and Learning adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Seperti halnya biola, clarinet dan alat musik yang lain di dalam sebuah orkhestra yang menghasilkan bunyi yang berbedabeda yang secara bersama-sama menghasilkan musik, demikian juga bagian-bagian CTL yang terpisah melibatkan proses-poses yang berbeda, yang ketika digunakan secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat hubungan yang menghasilkan makna (Johnson, 2006:65). Berdasarkan pengertian CTL yang sudah diuraikan para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka seharihari. 17 2.2.3 Karakteristik dalam Proses Pembembelajaran Menggunakan Pendekatan CTL Menurut Sanjaya (2006: 256) terdapat lima karakteristik dalam pembelajaran menggunakan pendekatan CTL, yaitu: 1) Activiting Knowledge Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain. 2) Acquiring Knowledge Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya. 3) Understanding Knowledge Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan. 4) Appliying Knowledge Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa. 5) Reflecting knowledge Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi. 18 2.2.4 Peran Guru dan Siswa dalam CTL Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru hendaknya memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses pembelajaran hanya sebagai proses pemaksaan kehendak. Hal-hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru dalam menggunakan pendekatan CTL menurut Sanjaya (2006: 263), adalah: 1) Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organism yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai penguasa yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. 2) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itu belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa. 3) Proses belajar anak adalah mengkaitkan hubungan antara pengetahuan baru dan pengetahuan sebelumnya Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya. 19 4) Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi. Sistem CTL mencakup delapan komponen, yaitu: 1. Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna. 2. Melakukan pekerjaan yang berarti. 3. Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri. 4. Bekerja sama. 5. Berpikir kritis dan kreatif. 6. Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang. 7. Mencapai standar yang tinggi. 8. Menggunakan penilaian autentik (Elaine B. Johnson, 2006: 65-66). 2.2.5 Kelebihan Model Pembelajaran CTL Menurut Anisa dan Dzaki (2009) dalam tilisannya yang berjudul Keefektifan Model Pembelajaran CTL menyebutkan ada beberapa kelebihan dalam pembelajaran CTL, yaitu: 1. Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri. 2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan. 3. Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari. 4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru. 20 5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada. 6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran. 2.2.6 Kelemahan Model Pembelajaran CTL Menurut Anisa dan Dzaki (2009) dalam tilisannya yang berjudul Keefektifan Model Pembelajaran CTL menyebutkan ada beberapa kelemahan dalam pembelajaran CTL yaitu : 1. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri. 2. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompoknya. 3. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompoknya. 2.2.7 Langkah-langkah Penerapan CTL 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara kerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3. Kembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan. 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara (Trianto, 2009: 111). 21 Tabel 2.1 Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning No Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Pembelajaran 1 Pendahuluan 1. Guru membukan pelajaran dengan berdoa dan absensi. 2. Guru melakukan apersepsi untuk mendorong semangat siswa dalam belajar. 3. Guru menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai. 2 Kegiatan inti a. Eksplorasi 1. Guru mengeksplor kemampuan awal siswa terhadap materi dengan tanya jawab. 2. Guru menjelaskan materi. b. Elaborasi 1. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, masing- masing kelompok terdiri dari lima siswa. 2. Guru menyampaikan aturan, tugas, dan masalah yang harus diselesaikan dalam berdiskusi. 3. Siswa melakukan percobaan mengenai sifat-sifat cahaya di dalam kelompok diskusi. 22 4. Perwakilan setiap kelompok melaporkan hasil diskusi dan siswa lain menanggapi atau bertanya. 1. Melakukan tanya jawab tentang c. Konfirmasi hal-hal yang belum diketahui siswa. 2. Melakukan kesimpulan dari pembelajaran. 3 Kegiatan akhir 1. Guru melakukan refleksi. 2. Evaluasi diakhir pertemuan. 2.3 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan uraian untuk menjawab pertanyaan “apa yang harus digali, dipahami, dan dikerjakan siswa”. hasil belajar ini merefleksikan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas (secara berdegradasi) dan digambarkan secara jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik tertentu. Perbedaan antara kompetensi dan hasil belajar terdapat pada batasan dan patokan-patokan kinerja siswa yang dapat diukur (Furchan, 2005:39). Sagala (2010:30) berpendapat bahwa hasil belajar akan terus menetap sampai ia dilupakan atau muncul hasil belajar baru yang menggantikan hasil belajar yang lama. Jadi, keadaan temporer dan proses belajar akan memodifkasi perilaku, tetapi lewat belajar itulah modifikasi tersebut akan lebih permanen. Namun durasi modifikasi yang muncul dari belajar atau keadaan tubuh yang temporer itu tidak bisa ditentukan secara pasti. Hasil belajar adalah kebutuhan pola tingkah laku. Apabila usaha murid telah menghasilkan pola tingkah laku yang dituju semula, proses belajar dapat mencapai titik akhir sementara. Pola tingkah laku tersebut terlihat pada 23 perbuatan reaksi dan sikap murid secara fisik maupun mental. Bersamaan dengan hasil utama itu terjadi bermacam-macam proses mengiringi yang juga menghasilkan “tambahan” perubahan tingkah laku, sehingga akhirnya terdapat satu kesatuan yang menyeluruh. Ini menjelaskan bahwa hasil belajar itu tidak pernah terpisah-pisah. Hasil yang dicapai lebih kemudian akan mendapat tempat di dalam perbendaharaan pengetahuan murid dan setiap penambahan akan mempengaruhi struktur perbendaharaan itu secara menyeluruh lagi (Daryanto dan Tasrial, 2012:46-47). Sanjaya (2005:88) menjelaskan bahwa, belajar adalah hasil bukan proses. Keberhasilan belajar diukur dari hasil yang diperoleh. Semakin banyak informasi yang dapat dihafal maka semakin bagus hasil belajar. Bukan hanya itu, kemampuan mengungkapkan hasil belajar juga ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan. Semakin cepat dan tepat individu mengungkapkan informasi yang dihafalnya, semakin bagus hasil belajar. Dengan demikian belajar lebih berorientasi pada hasil yang harus dicapai. Sanjaya (2005:90) juga menjelaskan bahwa, belajar bukan hanya sebagai hasil, akan tetapi juga sebagai proses. Belajar mengembangkan dua sisi yang sama pentingnya yaitu sisi hasil dan proses. Oleh karena itu, keberhasilan belajar tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana proses penguasaan itu terjadi. Hal ini terutama diajukan untuk menentukan perubahan perilaku yang non kognitif. Sanjaya (2012) dalam tulisannya yang berjudul Pengertian Hasil Belajar menyebutkan bahwa, hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Santoso (2012) dalam tulisannya yang berjudul Pengertian Hasil Belajar menyebutkan bahwa, hasil belajar adalah bentuk akibat dari kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswanya. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan secara umum merujuk kepada aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan (Hamzah B. Uno, 2008: 213). Hasil belajar terdapat tiga ranah atau kawasan, yaitu (1) ranah kognitif (cognitive domain), (2) ranah afektif (affective domain), dan (3) ranah psikomotor (motor skill domain). Kawasan kognitif mengacu pada respons intelektual, seperti pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif 24 mengacu pada respon sikap, sedangkan ranah psikomotor berhubungan dengan perbuatan fisik (action). 2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Sabri (2007: 45-46) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu faktor dalam diri siswa sendiri (intern) dan faktor dari luar diri siswa (ekstern). 1. Faktor dari dalam diri siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar diantaranya adalah kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan kesehatan, serta kebiasaan siswa. Salah satu hal pentingda lam kegiatan belajar yang harus ditanamkan dalam diri siswa bahwa belajar yang dilakukanya merupakan kebutuhan dirinya. Minat belajar berkaitan dengan seberapa besar individu merasa suka atau tidak suka terhadap suatu materi yang dipelajari siswa. Minat inilah yang harus dimunculkan lebih awal dalam diri siswa. Minat, motivasi, dan perhatian siswa dapat dikondisikan oleh guru. Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda. Kecakapan tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan belajar, yaitu sangat cepat, sedang, dan lambat. Demikian pula pengelompokan kemampuan siswa berdasarkan kemampuan penerimaan, misalnya proses pemahamannya harus dengan cara perantara visual, verbal, atau harus dibantu dengan alat/media. 2. Faktor dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah lingkungan fisik dan nonfisik (termasuk suasana kelas dalam belajar, seperti riang gembira, menyenangkan), lingkungan sosial, budaya, lingkungan keluarga, program sekolah (termasuk dukungan komite sekolah), guru, pelaksana pembelajaran, dan teman sekolah. Guru merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar, sebab guru merupakan manajer atau sutradara dalam kelas. Dalam hal ini, guru harus memiliki kompetensi dasar yang disyaratkan dalam profesi guru. 25 Berdasarkan pengertian hasil belajar yang telah diuraikan, dapat disimpulkan hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, hasil belajar diperoleh melalui tes setelah akhir pembelajaran dan hasil belajar berupa nilai tes yang diberikan oleh guru setelah mengerjakan soal tes. Hasil belajar dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki siswa dan kemampuan tersebut diperoleh dari keprofesionalnya guru yang mengajar. Guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Jadi seorang guru harus memiliki kemampuan dasar dibidang kognitif, afektif dan psikomotorik, ke tiga bidang tersebut harus dimiliki seorang guru dengan baik. 2.4 Hubungan Antara Model Pembelajaran CTL dengan Hasil Belajar Hasil belajar dapat diartikan sebagai hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas yang telah dilakukan. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, hasil belajar diperoleh melalui tes setelah akhir pembelajaran dan hasil belajar berupa nilai tes yang diberikan oleh guru setelah mengerjakan soal tes. Hasil belajar dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki siswa dan kemampuan tersebut diperoleh dari keprofesionalnya guru yang mengajar. Guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Jadi seorang guru harus memiliki kemampuan dasar dibidang kognitif, afektif dan psikomotorik, ke tiga bidang tersebut harus dimiliki seorang guru dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasi belajar adalah lingkungan sekolah, mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, kedisiplinan sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, keadaan gedung, belajar dan tugas rumah. Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal ini terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada metode pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu metode pembelajaran yang sederhana, sistematik, bernakna, dan dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar untuk 26 melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat membantu meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan uraian tersebut, maka dengan memperhatikan berbagai konsep atau teori belajar dikembangkan suatu model pembelajaran yang disebut model pembelajaran CTL (contextual teaching and learning). Model pembelajaran CTL dikembangkan sebagai alternatif yang dapat digunakan oleh guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka sehari-hari. Tujuan pembelajaran CTL adalah menumbuhkan atau mengembangkan sikap rasional dan kritis terhadap materi yang dipelajari untuk dikaitkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 2.5 Kajian Hasil-hasil yang Relevan Hasil penelitian dilakukan oleh Tati Hendrawati (2011) dengan judul peningkatan hasil belajar IPA tentang energi panas melalui model pembelajaran CTL dan benda nyata bagi siswa kelas VI SDN 1 Purwasari pada semester II tahun 2010/2011. Hasil penelitian dengan kesimpulan penggunaan pendekatan contextual teaching and lerning (CTL) dan benda nyata dapat meningkatkan hasil belajar materi energi panas. Hasil belajar tersebut mencapai tingkat penguasaan sebesar 77%. Hasil penelitian dilakukan oleh Jemikem (2011) dengan judul meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia dalam menulis puisi melalui pendekatan CTL siswa kelas VI SDN Blengorkulon Kebumen semester II tahun pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian dengan kesimpulan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia serta meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Pada pra siklus siswa yang tuntas sebanyak 42%, meningkat pada siklus I menjadi 65%, pada siklus II lebih optimal peningkatannya menjadi 86,9%. Penggunaan model pembelajaran CTL 27 dengan bantuan alat peraga sangat efektif, karena mampu untuk mempermudah siswa dalam memahami materi mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dengan penggunaan model pembelajaran CTL pada mata pelajaranBahasa Indonesia diperoleh hasil tes yang baik dengan nilai rata-rata 82,33. Hasil penelitian dilakukan oleh Dwi Handayani (2012) dengan judul peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui pembelajaran CTL pada mata pelajaran melakukan prosedur administrasi pokok bahasan melakukan surat menyurat di SMK Kristen Sala Tiga. Hasil penelitian dengan kesimpulan dengan menggunakan model pembelajaran contextual teaching and learning dapat meningkatkat hasil belajar yang diperoleh. Hal ini dapat dibuktikan dari pencapaian target yaitu 86% siswa mampu mencapai hasil belajar di atas KKM atau di atas nilai 70. Mengkaji beberapa temuan penelitian terdahulu, nampaknya model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) menunjukka efektivitas yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar siswa. baik dilihat dari pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dari perkembangan yang tinggi dari keaktifan siswa yang terjadi dalam proses pembelajaran. 28 2.6 Kerangka Pikir Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan maka perlu dituliskan kerangka pikir sebagai berikut: Pembelajaran menggunakan metode konvensional Guru kurang memaksimalkan kegiatan siswa di kelas Hasil belajar IPA siswa rendah dibawah KKM >70 Siswa dapat menemukan gagasan sendiri dari materi yang diajarkan Diterapkan model pembelajaran CTL dalam pembelajaran IPA Kelebihan Model Pembelajaran CTL: 1. Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri. 2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan. 3. Menumuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari. 4. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru. 5. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada. 6. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran lebih bermakna Hasil belajar IPA siswa kelas 5 meningkat di atas KKM 70 Bagan 2.1 Kerangka Pikir Siswa lebih aktif dalam pembelajaran 29 2.7 Hipotesa Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir, maka perlu dilakukan perumusan hipotesis tindakan. Hipotesis tindakan dirumuskan sebagai berikut: “Penggunaan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan menggunakan alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN 01 Majasari Kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013”.