BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kehamilan adalah periode kritis sekaligus unik dari seluruh daur hidup manusia. Ibu dan janin merupakan satu kesatuan yang erat, sejak konsepsi hingga masa kelahiran. Kesehatan ibu baik fisik maupun mental sangat berpengaruh terhadap perkembangan janin dalam kandungan, morbiditas dan mortalitas perinatal. Dalam proses kehamilan persiapan mental dan fisik merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Antropometris ibu hamil seperti BMI, berat badan dan tinggi badan tidak hanya berpengaruh pada proses perkembangan janin namun berpengaruh pula pada proses persalinan. Ibu dengan tinggi badan cenderung pendek atau <150 cm dapat merugikan kehamilan seperti risiko persalinan macet dan persalinan sectio caesarea (Munabi et al., 2015). Ibu pendek memiliki risiko lebih besar untuk melahirkan bayi prematur dan BBLR dibandingkan dengan ibu yang memiliki tinggi badan yang normal (Zhen Han et al., 2012). Namun ibu dengan berat badan yang gemuk tetapi pendek memiliki risiko lebih sedikit terjadinya BBLR dibandingkan dengan ibu yang pendek dan usia yang lebih muda (Britto et al., 2013). Tinggi ibu juga merupakan salah satu penyebab kematian balita sebagaimana penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Enwerem et al. (2014) setiap pertambahan tinggi 1 inci pada ibu hamil, dapat menurunkan angka kematian balita. Tinggi badan ibu berpengaruh pada proses pertumbuhan anak selama 4 periode yaitu masa intrauterin, bayi lahir sampai usia 2 tahun, usia 2 tahun sampai pertengahan masa kanak-kanak dan usia dewasa (Addo et al., 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Lamp et al. (2010), tinggi badan ibu memiliki pengaruh pada panjang badan bayi laki-laki baru lahir dan tidak berpengaruh pada panjang badan bayi perempuan. Penelitian lain menunjukkan tinggi badan ayah berpengaruh pada panjang badan bayi baru lahir dibandingkan dengan tinggi badan ibu (Pomeroy et al., 2014). 1 2 Panjang badan bayi baru lahir berhubungan dengan kesehatan pada saat dewasa. Beberapa studi mengatakan bahwa orang yang bertubuh pendek cenderung mempunyai kinerja intelektual yang lebih rendah sehingga dapat mengurangi kapasitas kerja, kinerja reproduksi yang buruk dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2 (Matijasevicha et al., 2012). Selain itu, menurut Zhang et al. (2015) panjang badan bayi baru lahir yang kurang, dapat merugikan kesehatan jangka panjang seperti obesitas, gangguan kardiometabolik, dan neuro kondisi kejiwaan. Childhood stunting atau tubuh pendek pada masa anak yang merupakan akibat dari kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu yang merupakan proses kumulatif yang dapat terjadi sejak masa kehamilan, masa bayi, kanak – kanak dan sepanjang siklus kehidupan. Faktor ibu sebelum dan selama masa kehamilan, asupan gizi dan infeksi berulang yang dialami merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya tubuh pendek (Pusdatin-RI, 2015). Prevalensi pendek secara nasional tahun 2013 adalah 37,2%, dimana terjadi peningkatan dibandingkan pada tahun 2010 sebesar 35,6%, dan tahun 2007 sebesar 36,8%. Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negaranegara lain di Asia Tenggara, seperti Mynmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30-39%, dan dianggap serius bila prevalensi pendek ≥40% (WHO, 2010). Provinsi Sulawesi Tengah dalam kategori serius dimana prevalensi pendek sebesar 41% (Riskesdas, 2013). Dengan adanya berbagai permasalah tinggi badan ibu dan panjang badan bayi baru lahir di atas maka kami bermaksud untuk melakukan penelitian hubungan antara tinggi badan ibu dengan panjang badan bayi baru lahir di kota Palu, Sulawesi Tengah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara tinggi badan ibu dengan panjang badan bayi baru lahir di Kota Palu?”. 3 C. Tujuan Penelitian a. Mengetahui tinggi badan rata-rata ibu melahirkan di kota Palu. b. Mengetahui panjang badan rata-rata bayi baru lahir di kota Palu. c. Mengetahui hubungan antara tinggi badan ibu dengan panjang badan bayi baru lahir di kota Palu. d. Mengetahui hubungan antara tinggi badan ibu dengan panjang badan bayi baru lahir dengan mempertimbangan variabel luar antara lain lingkar lengan atas (LiLA) ibu, jumlah preparat besi yang dikonsumsi, pendidikan ibu, sosial ekonomi dan tinggi badan ayah. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Menjadi bahan masukan bagi ilmu pengetahuan yang dapat memberikan sumbangan informasi tentang tinggi badan ibu dengan panjang badan bayi baru lahir. Menjadi bahan referensi rujukan bagi peneliti selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan tinggi badan ibu dengan panjang badan bayi baru lahir. b. Meningkatkan wawasan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam melaksanakan sebuah penelitian ilmiah tentang tinggi badan ibu dengan panjang badan bayi baru lahir. 2. Manfaat praktis a. Menambah wawasan bagi ibu hamil tentang pentingnya memperbaiki gizi sebelum hamil dan selama masa kehamilan. b. Sebagai acuan untuk melaksanakan evaluasi dan intervensi program gizi ibu hamil di dinas kesehatan. 4 E. Keasliaan Penelitian 1. Pomeroy et al. (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Relationships of Maternal and Paternal Anthropometry With Neonatal Body Size, Proportions and Adiposity in an Australian Cohort”. Hasil penelitian menunjukkan tinggi ayah dan BMI lebih berpengaruh dengan panjang badan bayi baru lahir, sedangkan tinggi ibu dan BMI lebih berpengaruh dengan berat badan bayi baru lahir. Persamaan variabel terikat. Perbedaan disain penelitian, populasi, tempat penelitian dan variabel luar. 2. Addo et al. (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Maternal Height and Child Growth Patterns”. Hasil penelitian menunjukkan ibu yang dengan tinggi badan <150,1 cm lebih cenderung memiliki anak yang terhambat pertumbuhannya pada usia 2 tahun (prevalence ratio = 3.20 (95%CI:2.80-3.60) dan pada usia dewasa (prevalence ratio = 4.74 (95% CI: 4,13-5,44). Dapat disimpulkan bahwa tinggi ibu memengaruhi keturunan pertumbuhan linear selama periode pertumbuhan. Persamaan variabel bebas. Perbedaan variabel terikat, disain penelitian, tempat penelitian dan variabel luar. 3. Britto et al. (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Influence of Maternal Height and Weight on Low Birth Weight: A Cross-Sectional Study in Poor Communities of Northeastern Brazil”. Hasil penelitian menunjukkan ibu yang pendek, usia <20 tahun, berat badan yang kurang lebih beresiko untuk terjadinya BBLR dengan OR=2.26, sedangkan ibu yang tidak obesitas dan ibu yang tinggi mengurangi resiko terjadinya BBLR dengan OR=1,88. Persamaan variabel bebas, disain penelitian. Perbedaan variabel terikat dan tempat penelitian. 4. Hanum et al. (2014b) melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan asupan gizi dan tinggi badan ibu dengan status gizi anak balita”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang pendek (TB<150 cm) lebih banyak terdapat pada anak stunting (74.5%) dibandingkan anak normal (60.5%). Persamaan variabel bebas, disain penelitian. Perbedaan variabel terikat, tempat penelitian, dan populasi. 5 5. Zilda et al. (2013) melakukan penelitian yang berjudul “Faktor risiko stunting pada balita (24-59 Bulan) di Sumatera. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi balita stunting 44.1%. Faktor risiko stunting pada balita (p<0.05) yaitu tinggi badan ibu (OR=1.36), tingkat asupan lemak (OR=1.30), jumlah anggota rumah tangga (OR=1.38) dan sumber air minum (OR=1.36). Persamaan variabel bebas, disain penelitian. Perbedaan variabel terikat, tempat penelitian dan populasi.