pengaruh aktivitas penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove

advertisement
PENGARUH AKTIVITAS PENDUDUK TERHADAP
KERUSAKAN HUTAN MANGROVE DI DESA
LALOMBI KECAMATAN BANAWA SELATAN
ISHAK & IWAN ALIM SAPUTRA
Alumni Mahasiswa dan Dosen Program Studi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FKIP Universitas Tadulako Palu
Alamat E-mail: [email protected] & [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi oleh kondisi luas hutan mangrove di Desa
Lalombi mengalami penurunan yang disebabkan oleh aktivitas penduduk
seperti konversi untuk pemukiman, perikanan, pertanian dan penebangan
hutan. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaruh aktivitas penduduk
terhadap kerusakan hutan mangrove. Pengumpulan data menggunakan
metode survei, dengan menggunakan kuisioner, observasi dan dokumentasi.
Metode analisis data menggunakan teknik analisis inferensial (korelasi
pearson product moment). Besarnya sampel penelitian ini 44 KK yang
ditentukan dengan teknik sampling acak sederhana (simple ramdom
sampling) yang dihitung dengan formulasi Slovin. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat antara aktivitas penduduk
terhadap kerusakan hutan mangrove di Desa Lalombi, dengan hasil dimana
rhitung (0,969)> rtabel (0,297), kemudian kontribusi pengaruh aktivitas
penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove di Desa Lalombi dengan
nilai 94% dan sisanya sebesar 6% menunjukkan bahwa ada faktor lain yang
mempengaruhi kerusakan hutan mangrove seperti faktor alam, pencemaran
perairan, dan rendahnya daya tumbuh serta gangguan ternak.
Kata Kunci: Aktivitas penduduk, kerusakan hutan mangrove
I. Pendahuluan
Salah satunya sumberdaya hutan adalah hutan mangrove,
keberadaan hutan mangrove di wilayah pesisir sangat potensial bagi
kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, dan
•
Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk …
lingkungan hidup. Oleh karena itu hutan mangrove adalah hutan
yang tumbuh pada tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara
yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan dicirikan oleh jenis-jenis
pohon antara lain Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Brugulera,
Lumnitsera, Excoecarta, Xylocarpus, dan Nipa, (Perda Sulteng No. 05
tahun 2010 tentang pengelolaan ekosistem hutan mangrove).
Luas hutan mangrove di Kabupaten Donggala yang tersebar di
empat belas kecamatan ± 1.024 Ha (Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Donggala, 2012). Hasil identifikasi hutan mangrove oleh
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Donggala tahun 2012, luas
area mangrove yang masih memiliki mangrove dengan kondisi yang
baik seluas 11,2 Ha dan mengalami kerusakan 1012,8 Ha. Kerusakan
hutan mangrove disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Faktor
alam berupa bencana alam dan perubahan iklim, sedangkan faktor
manusia seperti penebangan hutan, konversi hutan mangrove
menjadi area tambak, pertanian, dan pemukiman. Penurunan luasan
hutan mangrove akibat dari pemanfaatan hutan mangrove seperti
konversi untuk pemukiman, perikanan dan pertanian, dan
penebangan hutan (Tirtakusumah,1994). Kondisi ini menunjukkan
bahwa penduduk dapat memberikan tekanan terhadap kerusakan
hutan mangrove.
Terkait dengan mangrove, Desa Lalombi merupakan salah satu
desa di Kecamatan Banawa Selatan yang sebagian besar wilayahnya
berupa mangrove dengan luasan mencapai 30 Ha (Dinas Kelautan
dan Perikanan Sulteng, 2013). Secara astronomis Desa Lalombi
terletak di antara koordinat 00050’12,2” LS - 00050’49,06” LS dan
119036’39,1” BT - 119036’57,5” BT, dengan berhadapan langsung Selat
Makassar. Hal tersebut mempengaruhi kondisi fisik Desa Lalombi
yang kemudian terpengaruh oleh dua karakter iklim mikro yaitu
pengaruh dari laut di bagian pesisirnya dan pengaruh hutan topis
basah di bagian pedalamannya. Variasi itulah yang kemudian
membuat topografi wilayah ini cukup subur dan potensial terutama
untuk
mendukung
berkembangbiaknya
mangrove.
Secara
administrasi daerah penelitian mempunyai luas wilayah sebesar
14,05 Km2 yang terbagi menjadi 4 dusun, yaitu Dusun I Malei, Dusun
II Lalombi, Dusun III Baturoko dan Dusun IV Marale. Sedangkan
batas wilayahnya adalah sebagai berikut, di sebelah Utara berbatasan
dengan Desa Salusumpu dan Selat Makassar, sebelah Timur dengan
53
Jurnal GeoTadulako Vol. 3 No. 6 Juli - Desember 2015____
•
Desa Salusumpu, sebelah Selatan dengan Desa Watatu, dan sebelah
Barat dengan Desa Suruman (lihat gambar 1).
54
•
Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk …
Bentuk desa yang memanjang searah jalur jalan, membuat
perkembangan wilayah ini tumbuh pesat. Hal ini dibuktikan dengan
kepadatan jumlah penduduk yang mencapai 108 jiwa/Km2.
Konsekuensi pertambahan populasi tersebut berimplikasi langsung
dengan perubahan penggunaan lahannya, dimana terjadi perubahan
yang cukup signifikan terutama peruntukan lahan terbangun dan
budidaya (perikanan ataupun pertanian). Kedekatan dengan akses
jalan serta ditunjang dengan kondisi fisik wilayah yang mendukung,
menjadikan daerah ini mengalami perkembangan yang cukup pesat
terutama dalam hal pertanian dan perikanan. Hal ini diidentifikasi
dengan meningkatnya konversi lahan Desa Lalombi dalam empat
tahun terakhir yang diperuntukkan dalam sektor pertanian dan
perikanan. Namun, pengelolaan lahan budidaya baik pertanian dan
perikanan di Desa Lalombi memunculkan masalah tersendiri, karena
sebagian besar wilayahnya berupa mangrove. Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana aktivitas penduduk dalam
pengelolaan hutan mangrove di Desa Lalombi Kecamatan Banawa
Selatan. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji aktivitas
penduduk yang berpengaruh terhadap kerusakan hutan mangrove di
Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan.
II. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lalombi Kecamatan
Banawa Selatan Kabupaten Donggala. Penelitian ini menggunakan
metode survei. Data primer yang digunakan terdiri dari identitas
penduduk, selain itu digunakan data sekunder terdiri dari kondisi
luas hutan mangrove dari beberapa instansi terkait.
Daerah penelitian mempunyai populasi kepala keluarga
sebanyak 444 jiwa (Monografi Desa Lalombi: 2014). Dari jumlah
tersebut ditentukan sampel secara acak sederhana, sebanyak 15%
dari jumlah populasi yaitu sebanyak 44 kepala keluarga (Arikunto,
2006). Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara
terstruktur dengan alat bantu kuisioner (daftar pertanyaan) dan
observasi langsung di daerah penelitian.
Pengumpulan data
sekunder bersumber dari instansi - instansi yang mendukung seperti
Kecamatan Banawa Selatan, Dinas PU Donggala, Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Donggala dan Provinsi Sulawesi Tengah,
55
Jurnal GeoTadulako Vol. 3 No. 6 Juli - Desember 2015____
•
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala, Bappeda
Provinsi Sulawesi Tengah.
Pengolahan data hasil penelitian dari lapangan dilakukan
dengan memindahkan dan informasi dari kuisioner ke dalam tebal
tematik (tabulating), menggunakan cara kuantifikasi data. Cara ini
digunakan untuk mempermudah dalam proses analisis data.
Selanjutnya proses analisis (analyzing) untuk mengetahui peran serta
penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove, dianalisis dari
hubungan variabel aktivitas penduduk dengan kerusakan hutan
mangrove. Hubungan ini diuji menggunakan analisis statistik
inferensial dan uji koefisien korelasi pearson product moment.
III. Hasil dan Pembahasan
3.1. Perubahan Luas Hutan Mangrove di Desa Lalombi
Kondisi hutan mangrove yang terdapat di Desa Lalombi
menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi
Tengah Serta Dinas PU Bidang Tata Ruang mengalami penurunan.
Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan perubahan luas hutan
mangrove di Desa Lalombi dari tahun 2010 sampai 2014 yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Perubahan Luas Hutan Mangrove (Ha) di Desa Lalombi
1
Hutan Mangrove
Luas (Ha)
2010
2014
71
30
2
Pemukiman
21,2
23,2
1,65
2
3
Tambak
249,3
285,3
20,3
36
4
Hutan
419
419
29,81
0
5
Semak Belukar
7
7
0,49
0
6
Kebun
528
531
37,78
3
7
Sawah Irigasi
110
110
7,83
0
1405,5
1405,5
100
No.
Pengunaan Lahan
(%)
Perubahan
Luas (Ha)
2,41
41
Sumber: Olah Data Sekunder, 2014
Luas hutan mangrove yang ada di Desa Lalombi pada tahun
2010 ± 71 Ha sebesar 5,05% dari luas wilayah Desa Lalombi, tahun
2014 berkurang menjadi ± 30 Ha sebesar 2,14% dari luas wilayah
Desa Lalombi. Ini berarti bahwa luasan hutan mangrove mengalami
56
•
Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk …
penurunan sekitar 41 Ha. Kondisi tersebut dikategorikan rusak
karena telah dialihfungsikan sebagai lahan budidaya oleh penduduk
sekitar. Perubahan luas hutan mangrove tersebut terdiri dari
konversi untuk pemukiman menjadi ± 2 Ha dan konversi terbanyak
untuk perikanan dan pertanian ± 39 Ha (lihat gambar 2 dan 3).
57
Jurnal GeoTadulako Vol. 3 No. 6 Juli - Desember 2015____
58
•
•
Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk …
Perubahan luasan hutan mangrove di Desa Lalombi tidak
terlepas dari hasil aktivitas penduduk sekitarnya. Hubn ini kemudian
dituangkan dalam hipotesis hubungan antara aktivitas penduduk
terhadap kerusakan hutan mangrove. Hasilnya tingkat signifikansi
dan besarnya kontribusi aktivitas penduduk terhadap kerusakan
hutan mangrove di Desa Lalombi, hasil uji t dua fihak dengan dan dk
42 menunjukkan thitung> ttabel (25,63 > 2,021), dengan demikian
aktivitas penduduk berpengaruh signifikan terhadap kerusakan
hutan mangrove di Desa Lalombi. Besarnya pengaruh aktivitas
penduduk terhadap kerusakan hutan mangrove terjadi sangat besar
(94%), hal ini setelah di uji dengan koefisien determinan. Kerusakan
hutan mangrove di Desa Lalombi diakibatkan oleh bentuk aktivitas
penduduk sebagai berikut.
3.2. Konversi untuk Pemukiman
Konversi hutan mangrove menjadi lahan pemukiman di Desa
Lalombi dimana luas wilayah pemukiman pada tahun 2010 sekitar
21,2 Ha dan tahun 2014 menjadi 23,2 Ha, meningkat sekitar 2 Ha,
dikarenakan oleh faktor penambahan jumlah penduduk sehingga
meningkatkan kebutuhan lahan semakin meningkat. Berdasarkan
data penduduk Desa Lalombi, pertumbuhan penduduk Desa
Lalombi mengalami peningkatan sekitar 0,12% tiap tahunnya, serta
banyaknya perkawinan usia muda, sehingga memerlukan suatu
lahan untuk pemukiman baru sehingga menyebabkan pembukaan
lahan baru untuk membangun rumah disekitar hutan mangrove.
3.3. Konversi untuk Perikanan dan Pertanian
Konversi hutan mangrove untuk perikanan (tambak) dan
pertanian (kebun) sudah berlangsung cukup lama di Desa Lalombi.
Konversi hutan mangrove menjadi tambak merupakan salah satu
faktor utama penyebab kerusakan hutan mangrove di Desa Lalombi,
tambak merupakan pemandangan umum, baik tambak udang,
kepiting maupun ikan bandeng. Perubahan hutan mangrove yang
terjadi di Desa Lalombi cukup Signifikan dimana pada tahun 2010
luas tambak 249,3 Ha sekitar 17,74% dari luas wilayah Desa Lalombi,
kemudian pada tahun 2014 luas tambak menjadi 285,3 Ha sekitar
20,3% dari total luas wilayah Desa Lalombi atau luas tambak
bertambah sekitar 36 Ha dalam kurun empat tahun terakhir.
Konversi hutan mangrove untuk pembuatan tambak yang terjadi di
Desa Lalombi, tidak lagi dilakukan secara tradisional melainkan
59
Jurnal GeoTadulako Vol. 3 No. 6 Juli - Desember 2015____
•
menggunakan alat berat (escavator), sehingga mengakibatkan
pembukaan lahan mangrove menjadi tambak terjadi secara intensif
sampai saat ini. Pertambakan rakyat yang terjadi di Desa Lalombi
secara nyata mempengaruhi keberadaan hutan mangrove di
sekitarnya.
Selain konversi untuk tambak, konversi hutan mangrove untuk
lahan pertanian (kebun) juga terjadi di Desa Lalombi. Pembukaan
hutan mangrove untuk lahan pertanian seperti kebun kelapa sawit
dan kebun kelapa, berdasarkan data perubahan penggunaan lahan
hasil analisis, luas kebun pada tahun 2010 di Desa Lalombi sekitar
528 Ha dan tahun 2014 berubah menjadi sekita 531 Ha bertambah
sekitar 3 Ha, diperuntukkan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit
maupun kebun kelapa. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah
daerah untuk mengolah lahan yang tidak dimanfaatkan menjadi
lahan pertanian (kebun kelapa sawit dan kelapa). Namun karena
kubutuhan lahan pertanian dan pertambakan semakin meningkat,
maka hutan mangrove dianggap masyarakat sebagai lahan alternatif.
3.4. Penebangan Hutan
Kerusakan sebagian hutan mangrove di Desa Lalombi
diakibatkan adanya aktivitas dari penduduk yaitu penebangan hutan
untuk bahan bangunan dan pengambilan kayu bakar. Penebangan
untuk bahan bangunan seperti tiang rumah pagar banyak dilakukan
oleh penduduk. Khusus untuk tiang rumah biasanya masyarakat
menebang mangrove 15-30 panggal kayu mangrove dengan panjang
berkisar 3-5 meter. Pengambilan kayu bakar oleh penduduk Desa
Lalombi dilakukan secara rutin hampir setiap bulan atau dua kali
dalam sebulan. Pengambilan kayu bakar ini menjadi salah satu
penyebab penurunan luas hutan mangrove. Penduduk pada
umumnya mengambil kayu mangrove untuk kayu bakar dengan cara
menebang mangrove yang masih hidup. Proses pengambilan kayu
cukup rutin, karena selain dimanfaatkan untuk kebutuhan sendiri
juga melayani permintaan dari pembeli diluar Desa Lalombi
terhadap kayu mangrove yang cukup besar.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh aktivitas
manusia terhadap lahan mangrove di Desa Lalombi, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
60
•
Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk …
1. Kondisi luas hutan mangrove di Desa lalombi mengalami
penurunan luas sekitar 57,74% selama empat tahun terakhir. Hasil
analisis perubahan penggunaan lahan yang dilakukan melalui
citra satelit menunjukkan bahwa luas semula 71 Ha berkurang
menjadi 30 Ha dengan kondisi tidak lagi membentuk kawasan
hutan mangrove secara utuh atau terpencar (rusak).
2. Aktivitas penduduk sekitar memiliki pengaruh sangat kuat
terhadap kerusakan hutan mangrove. Hal ini dibuktikan dengan
nilai uji hubungan yang menunjukkan angka sebesar 94% (sangat
kuat). Kerusakan hutan mangrove terjadi akibat aktivitas
penduduk setempat seperti konversi untuk pemukiman, konversi
untuk perikanan (tambak) dan pertanian (kebun kelapa dan
kelapa sawit), serta penebangan hutan mangrove untuk bahan
bangunan dan pengambilan kayu bakar.
3. Bentuk aktivitas penduduk yang berperan besar terhadap
kerusakan hutan mangrove antara lain konversi untuk
pemukiman yang terjadi peningkatan sebesar 2 Ha dari 21,2 Ha
(2010) menjadi 23,2 Ha (2014) dan konversi lahan mangrove untuk
perikanan (tambak) yang bertambah sekitar 36 Ha dalam kurun
empat tahun terakhir dari total luas wilayah Desa Lalombi.
Berdasarkan analisis dan kesimpulan dapat diberikan beberapa
saran sehubungan dengan hasil penelitian, yakni (1) prioritas
pembangunan di wilayah perdesaan perlu dilakukan untuk
memberdayakan penduduknya dalam pengelolaan potensi-potensi
tanpa harus meninggalkan aspek ekologis wilayahnya, (2) diperlukan
pengawasan yang lebih ketat terutama di wilayah-wilayah pesisir
(mangrove) dengan melibatkan semua pihak yang terkait seperti
masyarakat, swasta, akademisi serta pihak-pihak lain dalam bentuk
kemitraan. Hal tersebut terkait dengan pola perubahan penggunaan
lahan dari lahan pertanian produktif ke terbangun dan daya dukung
ekologis wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Arief. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya.
Yogyakarta: Kanisius.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
61
Jurnal GeoTadulako Vol. 3 No. 6 Juli - Desember 2015____
Belvi
•
Vatria. 2010. “Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat
Menyebabkan Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai Serta
Dampak Yang Ditimbulkannya”. Jurnal Belian. Vol.9. No.1.
pp 47-54.
Dahuri, Rokmin. Dkk. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT.Pradya Paramita.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Donggala. 2012. Tentang
Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove Bagi Pemanfaatan
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Donggala.
Fadlan, M. 2010. Aktifitas Ekonomi Penduduk Terhadap Kerusakan
Ekosistem Hutan Mangrove di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan. Medan. (skripsi) pada FIS
Universitas Sumatra Utara. (tidak diterbitkan).
Gumilar, I. 2012. “Partisipasi Masyarakat Pesisir Dalam Pengelolaan
Ekosistem Hutan Mangrove Berkelanjutan Di Kabupaten
Indramayu”. Jurnal Akuatika. vol.III. No.2. pp 198-211.
Jupri. 2005. Kerusakan Hutan Mangrove Diakibatkan Oleh Faktor Sosial
Ekonomi Masyarakat Di Kecamatan Sausu Kabupaten Parigi
Mautong. Skripsi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako Palu: tidak diterbitkan.
Keputusan Menteri No.201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Dan
Pedoman Penentuan kerusakan Mangrove
M. Gufhran H dan Kordi K. 2012. Ekosistem Hutan Mangrove: Potensi,
Fungsi, dan Pengolahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Mantra, IB. 1995. Langkah-langkah Penelitian survei. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor : 05 Tahun 2010
Tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Rahman. 2014. Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Di Desa Donggo
Kecamatan Dampal Selata Kabupaten ToliToli Tahun 20072012. E-Jurnal Geo-Tadulako UNTAD (online). Tersedia:
Jurnal.untad.ac.id/jurnal/GeoTadulako.com diakses (3
Juli 2014)
62
•
Ishak & Iwan Alim Saputra, Pengaruh Aktivitas Penduduk …
Setyawan, DA dan Winarno, K. 2006. “Permasalahan konservasi
ekosistem hutan mangrove dipesisir kabupaten Rembang, Jawa
Tengah”. Jurnal Biodiversitas. vol 7,No.(2), pp 159-163.
Suriani, Melinda. 2012. Pengolahan hutan mangrove berbasis masyarakat
pada kawasan pantai timur Sumatra Utara. (online),
Tersedia:http// digilib.unimed.ac.id. (22 Juni 2014).
Tirtakusumah, R. 1994. Pengelolaan Hutan Mangrove Jawa Barat dan
Beberapa Pemikiran untuk Tindak Lanjut. Dalam
Prosiding Seminar V Ekosistem Mangrove di Jember, 30
Agustus 1994.
63
Download