I. PENDAHULUAN 1. Latar Beiakang Propinsi Riau yang berada di pantai Timur Sumatera mempunyai pantai yang landai dan tempat banyak sungai besar bermuara. Kondisi ini menjadikan pantainya berlumpur dan ditumbuhi oleh banyak hutan mangrove. Namun sejak beberapa tahun belakangan ini, telah banyak mengalami degradasi. Perkembangan kota pantai dan industri di pesisir pantai timur Sumatera telah menyebabkan keberadaan hutan mangrove semakin terancam, baik luasannya maupun kondisinya. Pengolahan minyak milik Pertamina, pabrik pengolahan sawit serta aktivitas pelabuhan yang semakin padat di Kota Dumai merupakan contoh aktivitas yang mempengaruhi kondisi perairan. Alikodra (1998) menyatakan bahwa luas hutan mangrove di Propinsi Riau pada tahun 1983 adalah 221.050 ha dan pada tahun 1993 diperkirakan tinggal 184.400 ha. Dinas Kehutanan TK I Riau (2003) menyatakan bahwa Propinsi Riau memiliki mangrove seluas 138.433,62 ha, dimana yang masih berupa hutan^aik seluas 18.146,92 ha dan sudah mengalami kerusakan yaitu 120.286,70 ha. Dalam rangka menghindari semakin berkurangnya luasan hutan mangrove diperlukan jjerlindungan terhadap luasan hutan mangrove yang masih ada dan menetapkan kawasan konservasi serta menanami kembali daerah yang telah rusak. Untuk melaksanakan semua kegiatan di atas diperlukan pengetahuan tentang regenerasi atau pembentukan semaian baru masing-masing spesies mangrove. Tomlinson (1986) menyatakan bahwa spesies mangrove tergantung pada semaian individu baru untuk regenerasi. Selanjutnya Smith (1987) menyatakan bahwa 2 pengaruh faktor-faktor biotik dan abiotik pada pembentukan semaian sebagai awal kehidupan mangrove sudah ada yang menginvestigasi untuk memahami pola distribusi dan zonasi serta kepadatan spesies mangrove di zona intertidal hutan mangrove. Dalam usaha menanam kembali kawasan yang telah rusak dibutuhkan bibit yang baik. Bibit dapat diperoleh melalui penyemaian benih maupun mengumpulkan bibit dari alam. Suatu hal yang menjadi masalah dalam penyediaan bibit adalah pengetahuan tentang kondisi yang diinginkan bagi masing-masing jenis mangrove, seperti cahaya serta pemangsa selama masa pemeliharaannya. Smith (1987) menyatakan bahwa kepiting kelompok Grapsia, mengkonsumsi propagul Avicennia. Selain itu hasil penelitian lain juga menunjukkan adanya gastropoda, Terehralia sp dan grapsia membatasi regenerasi semaian mangrove. 2. Perumusan Masalah Ekosistem mangrove yang terdapat di Stasiun Kelautan Dumai tergolong masih baik dan berpotensi untuk penghasil bibit mangrove karena kawasannya yang cukup tertutup bagi umum. dilakukan khususnya Walaupun penelitian di kawasan ini sudah banyak penelitian tugas akhir mahasiswa, namun masih terbatas identifikasi dan struktur komunitas mangrove secara umum, belum ada penelitian tentang pembentukan semaian baru. Sementara pengetahuan yang berhubungan dengan regenerasi dan pembentukan individu baru ini sangat penting. Pada hal sudah banyak penelitian yang berhubungan pembentukan semaian, seperti Krauss et al. 3 (2004) di Micronesia dan McGuinness (2003) di Australia Utara. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang pembentukan semaian baru di hutan mangrove Stasiun Kelautan ini. Untuk langkah awal dilakukan terhadap 2 (dua) jenis yang banyak ditemukan, yaxXn Xylocarpus granatum dan Rhizophora apiculata.. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan semaian yang terdapat di zona intertidal hutan mangrove Stasiun Kelautan Dumai. Predasi, kelulushidupan dan pertumbuhaii semaian (seedling) Xylocarpus granaiuin dan Rhizophora apiculata yang terbentuk dalam hubungannya dengan zona intertidal dan keterendaman oleh pasang juga dimati. Selain itu juga diamati predator dan dampak predasi terhadap biji yang disemaikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dalam mengelola hutan mangrove yang berada di Kota Dumai, khususnya dalam menjaga luasan hutan mangrove yang masih tersisa. Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi yang dibutuhkan bagi jenis Rhizophora dan Xylocarpus dalam pembibitan dan penanaman untuk tujuan penghijauan pantai.