Laporan Tugas Akhir BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gabah Menurut D.Joy dan E.J.Wibberley, gabah adalah biji padi atau disebut juga dengan bulir padi. Sebelum proses penggilingan gabah untuk dijadikan beras, maka gabah harus dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu. 2.1.1 Kriteria Gabah Untuk kriteria keringnya gabah maka pemerintah membaginya dalam tiga bagian yakni seperti dikutip dari www.wikipedia.com yang diakses tanggal 5 April 2012 adalah sebagai berikut. Gabah Kering Panen (GKP), gabah yang mengandung kadar air lebih besar dari 18% tetapi lebih kecil atau sama dengan 25% (18%<KA<25%), hampa/kotoran lebih besar dari 6% tetapi lebih kecil atau sama dengan 10% (6%<HK<10%), butir hijau/mengapur lebih besar dari 7% tetapi lebih kecil atau sama dengan 10% (7%<HKp<10%), butir kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%. Gabah Kering Simpan (GKS), adalah gabah yang mengandung kadar air lebih besar dari 14% tetapi lebih kecil atau sama dengan 18% (14%<KA<18%), kotoran/hampa lebih besar dari 3% tetapi lebih kecil atau sama dengan 6% (3%<HK<6%), butir hijau/mengapur lebih besar dari 5% tetapi lebih kecil atau sama dengan 7% (5%<HKp<7%), butir kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%. Gabah Kering Giling (GKG), adalah gabah yang mengandung kadar air maksimal 14%, kotoran/hampa maksimal 3%, butir hijau/mengapur maksimal 5%, butir kuning/rusak maksimal 3% dan butir merah maksimal 3%. 2.2 Pengeringan Menurut Dr.Ing Anton Irawan, pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang realtif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari poeses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar air kesetimbangan udara normal. Sedangkan pada proses pengeringan pada gabah mempunyai prinsip yang sama dengan pengeringan dengan bahan yang lain. Akan tetapi, yang membedakan proses pengeringannya adalah temperatur pengeringan yang dibatasi pada rentang tertentu. Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 4 Laporan Tugas Akhir Menurut departemen pertanian suhu pengeringan gabah untuk gabah yang akan dijadikan biji adalah 400C. Sedangkan untuk suhu pengeringan gabah untuk penggilingan adalah 450C. 2.2.1 Penentuan Kandungan Air pada Gabah Kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam wet basis atau dry basis. Kandungan kelembaban dalam wet basis menyatakan perbandingan massa air dalam bahan dengan massa total bahan. Pada dry basis, kandungan air dihitung dengan membagi massa air dalam bahan dengan massa yang keringnya saja. Keduanya baik wet basis dan dry basis dalam persentase kelembaban : Keterangan ……………………………...(pers 2.1) Mw = : Mw = Wet Basis mw = massa air 2.2.2 md = massa kering bahan Md = Md = Dry basis Massa Uap Air yang Diuapkan Dalam Pengeringan Proses pengeringan adalah proses menurunkan kadar air suatu bahan sampai pada batas kandungan air yang ditentukan. Dalam wet basis, jumlah massa air yang diuapkan dihitung berdasarkan selisih massa air mula-mula (mw1) dan massa air akhir (mw2). ∆mw Keterangan = mw1 - mw2 ……………………………...(pers 2.2) : ∆m w = Massa air yang diuapkan pada proses pengeringan Dimana Kadar Sehingga mw1 = K0 . M Ko = Kadar air mula-mula dalam wet basis (%) M = Massa total bahan sebelum dikeringkan air K dicari dengan K = K = Kadar air setelah pengeringan dalam wet basis (%) cara: : Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 5 Laporan Tugas Akhir mw2 = . ∆mw = ( Maka didapat : ) ……………………...................(pers 2.3) 2.2.3 Kelembaban Udara Kelembaban udara mempengaruhi kemampuan udara untuk memindahkan uap air. Secara umum, kelembaban udara adalah ukuran kandungan air dalam udara. Kelembaban udara dapat dinyatakan dalam dua pengertian yang berbeda yaitu kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Kelembaban mutlak adalah massa uap air dalam tiap satuan massa udara kering yang dinyatakan dengan satuan massa uap air per satuan massa udara kering. Kelembaban udara relatif adalah perbandingan kelembaban udara tertentu dengan kelembaban udara jenuh pada kondisi tekanan yang sama. Perbandingan ini dinyatakan dengan persentase kejenuhan udara 100% untuk udara jenuh dan 0 % untuk udara yang benar-benar kering. 2.3 Sifat-Sifat Cahaya Apabila sebuah cermin yang menerima cahaya, diarahkan ke sebuah dinding maka akan nampak cahaya tersebut ke dinding. Hal ini disebabkan dapat memantulkan cahaya ke permukan dinding. 2.3.1 Hukum Pemantulan Cahaya Snellius Ada dua hukum pemantulan yang dikemukakan oleh snellius, yaitu: 1. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang dan berpotongan di satu titik pada bidang itu. 2. Sudut antara sinar pantul dan garis normal (sudut pantul /r) sama dengan sudut antara sinar datang dan garis normal (sudut datang /i) (i=r). Garis normal adalah garis yang tegak lurus bidang datar. 2.3.2 Hukum Pembiasan Cahaya Snellius Seperti pada peristiwa pemantulan cahaya pada pembiasan cahaya juga dijumpai hukum snellius. Sebagai contoh cahaya merambat dari medium 1 dengan kecepatan V1 dan sudut datang I menuju ke medium 2.Saat di medium 2 kecepatan cahaya berubah menjadi V2 dan cahaya dibiaskan dengan susdut bias r. Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 6 Laporan Tugas Akhir Berdasarkan teori muka gelombang rambatan cahaya dapat digambarkan sebagai muka gelombang yang tegak lurus arah rambatan dan muka gelombang itu membelok saat menembus bidang batas medium 1 dan medium 2. 2.3.3 Jenis Pemantulan Cahaya Cahaya yang datang pada suatu permukaan akan dipantulkan. Pemantulan cahaya ini tergantung pada plat permukaannya, dikenal dengan pemantulan teratur dan pemantulan baur. Sifat-sifat pemantulan teratur antara lain: Berkas sinar-sinar sejajar dipantulkan sejajar juga. Banyak sinar pantul yang mengenai mata pengamat sehingga tampak bersinar terang. Terjadi pada benda-benda yang permukaannya halus (rata) seperti baja, kaca, dan alumunium. Sedangkan sifat-sifat pemantulan baur antara lain: Berkas sinar-sinar sejajar dipantulkan ke segala arah. Hanya sedikit sinar pantul yang mengenai mata pengamat sehingga benda tampak suram. Terjadi pada benda yang mempunyai permukaan kasar. 2.4 Radiasi Surya 2.4.1 Geometri Radiasi Surya Lokasi dan kemiringan permukaan menentukan besarnya sudut datang radiasi surya pada permukaan tersebut. Hubungan antara suatu permukaan dengan radiasi surya yang datang dapat digambarkan dengan beberapa istilah yang diwakili oleh simbol sudut berikut ini : ɸ = sudut lintang yang merupakan sudut lokasi permukaan terhadap ekuator, dimana untuk arah utara diberi tanda positif : -900 ≤ ɸ ≤ 900 δ = sudut deklinasi matahari terhadap garis zenith di ekuator pada saat jam 12.00 waktu matahari atau letak sudut kemiringan bumi matahari akibat rotasi bumi pada arah sumbu axis bumi matahari. Untuk arah utara diberi tanda positif -900 ≤ δ ≤ 23.45 0 . β = sudut kemiringan yaitu sudut antara permukaan bidang yang dimaksud dengan bidang horizontal 00 ≤ β ≤ 1800. Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 7 Laporan Tugas Akhir γ = sudut azimut permukaan , yaitu sudut antara proyeksi dari arah normal permukaan pada bidang horizontal dengan garis meridian, titik nol di selatan, ke arah timur bertanda negatif, ke arah barat bertanda positif 180 0 ≤ γ ≤ 1800. θ = sudut insiden/dating/timpa, yaitu sudut antara radiasi langsung pada permukaan dengan arah normal dari permukaan tersebut. θz = sudut zenith matahari, yaitu sudut antara radiasi langsung dari matahari dengan garis normal bidang horizontal. α = sudut ketinggian matahari, yaitu sudut antara radiasi langsung dari matahari dengan bidang horizontal. ω = sudut jam, yaitu perpindahan sudut dari matahari kearah timur atau barat dari garis bujur lokal akibat adanya rotasi bumi pada axisnya sebesar 150 tiap jam (harga nol tepat pada jam 12.00 waktu matahari, kea rah pagi bertanda positif, kearah petang bertanda negatif). 2.4.2 Radiasi Surya Pada Permukaan Bumi Radiasi surya yang sampai pada permukaan bumi telah mengalami perubahan intensitas akibat penghamburan antara lain oleh molekul-molekul udara, nitrogen, oksigen, aerosol, uap air, debu, dan partikel-partikel lain. Penghamburan radiasi ini menyebabkan langit tampak langit berwarna biru pada hari cerah. Beberapa radiasi yang sudah mengalami penghamburan ini mencapai permukaan bumi dikenal dengan radiasi radiasi difusi. Radiasi difusi biasanya disebut juga radiasi langit. Apabila radiasi surya tidak mengalami penghamburan oleh atmosfir, maka radiasi sampai ke permukaan sebagai radiasi langsung(beam radiation). Pelemahan radiasi juga disebabkan oleh penyerapan atmosfir oleh molekul-malekul ozon, air dan karbondioksida. Penyerapan radiasi oleh molekul ozon di luar atmosfir terjadi pada daerah panjang gelombang ultra violet dan panjang gelombang radiasi di bawah 0.29 μm. Uap air memegang peranan penting dalam penyerapan spektrum radiasi inframerah. Banyaknya pelemahan radiasi ditentukan oleh panjang lintasan atmosfir yang dilalui sinar dan komposisi atmosfir. Panjang lintasan atmosfir yang dinyatakan dalam massa udara (air mass) yaitu perbandingan ratio massa atmosfir dalam lintasan dimana matahari tapat di atas permukaan laut. Rasio udara dirumuskan : m= Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung ..........................................................(pers 2.4) 8 Laporan Tugas Akhir jadi pada permukaan laut apabila matahari berada tepat pada zenith maka nilai m =1. Secara umum radiasi termal dapat dibedakan menurut daerah panjang gelombangnya yaitu radiasi surya atau radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang. Radiasi pendek berasal atau dipancarkan dari matahari dan berada pada daerah panjang gelombang 0.3 – 3.0 μm. Radiasi gelombang panjang berasal dari sumber pada temperatur gelombang mendekati temperatur ambien dengan daerah panjang gelombang lebih dari 3 μm. Radiasi gelombang panjang bisa dipancarkan oleh atmosfir, kolektor atau benda lain pada temperatur normal. Gambar 2.1 Sifat radiasi yang penting dalam proses termal surya Sumber. J.A. Duffie & W.A.Beckman, solar engineering of thermal process John Willey & Sons, inc., New York,1991, hal 47. 2.4.3 Indeks kecerahan langit Radiasi yang datang pada permukaan bumi sudah mengalami penyusutan energi akibat pengaruh atmosfir bumi. Radiasi yang diterima oleh suatu permukaan horizontal dapat dibandingkan dengan radiasi extraterristrial dalam suatu fraksi yang dinamakan indeks kecerahan langit. Semua indeks kecerahan langit, KT adalah perbandingan energy radiasi yang diterima oleh suatu permukaan horizontal tiap jam dengan energy radiasi extraterrestrial tiap jam KT = ………....................................(pers 2.5) Indeks kecerahan langit dapat juga dinyatakan berdasarkan radiasi harian, KT yaitu rasio energi radiasi pada hari tertentu terhadap energi radiasi extraterrestrial pada hari tersebut. KT Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung = ………………..………………(pers 2.6) 9 Laporan Tugas Akhir Untuk perhitungan energi radiasi rata-rata bulanan, indeks kecerahan langit dinyatakan oleh KT yaitu fraksi radiasi rata-rata bulanan terhadap radiasi eztraterrestrial rata-rata bulanan. 2.4.4 Konsep Radiasi Radiasi termal adalah suatu bentuk energi elektromagnetik yang dipancarkan oleh permukaan suatu benda pada spectrum tertentu, tidak seperti halnya pada perpindahan panas konduksi dan konveksi yang memerlukan medium untuk perpindahan energinya, pada radiasi termal energi dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain tanpa kehadiran suatu bentuk materi apapun sebagai medium pemindahannya. Pada kenyataannya, perpindahan energi radiasi paling efisien terjadi dalam vakum. Radiasi termal dipancarkan oleh segala benda yang ada disekitar kita. Mekanisme pancaran atau emisi ini yaitu energi yang dilepaskan oleh gerakan bolak balik atau transisisejumlah atom-atom, molekul-molekul, spectrum-elektron pembentuk materi. Gerakan-gerakan ini didukung oleh energi dalam yang dibangkitkan pada suatu keadaan yang tereksitansi secara termal. Dilihat dari sifat pemindahannya, radiasi dapat dipandang sebagai perambatan gelombang elektromagnetik. Oleh karena itu, radiasi yang dipancarkan dapat didistribusikan berdasarkan daerah panjang gelombang. Gambar 2.2 Spektrum radiasi elektromagnetik Sumber. J.A. Duffle & W.A. Beckman, solar engineering of thermal process John Willey & Sons, Inc., New York, 1991, hal 148 Dalam energi surya, daerah panjang gelombang yang penting yaitu 10 spectrum ultraungu hingga inframerah dekat dari 0.3 – 25 μm. Radiasi surya diluar atmosfir memuat Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 10 Laporan Tugas Akhir energi paling banyak pada daerah 0.3 – 3 μm. Radiasi merambat dalam keadaan vakum dengan kecepatan cahaya diformulasikan oleh : C = = ……………………………(pers. 2.7) Dimana Co adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa dan n adalah indeks bias medium, adalah panjang gelombang dan v frekuensi. 2.4.5 Absorptivitas, Reflektivitas dan Transmitivitas Bila seberkas radiasi menimpa suatu permukaan, sebagian radiasi akan dipantulkan dan sebagian radiasi akan dipantulkan dan sebagian lagi akan tembus medium tersebut. Selama medium, radiasi akan akan terus mengalami pengurangan. Apabila tidak ada menembus radiasi yang diteruskan maka berarti radiasi yang menembus medium diserap seluruhnya oleh medium tersebut. Maka medium ini dikatakan buram atau medium yang tidak tembus cahaya. Sebaliknya jika tidak ada pengurangan radiasi dalam medium, maka seluruh radiasi akan diteruskan oleh medium, dikatakan sebagai medium transparan. Suatu sifat di antara kedua medium tadi adalah medium semitransparan dimana radiasi yang akan jatuh pada medium itu akan dipantulkan, diserap dan diteruskan. Fraksi radiasi yang dpantulkan disebut reflektansi, ρ, fraksi radiasi yang diserap adalah absorptansi, α. Dan fraksi yang diteruskan adalah transmitansi, τ. Hukum kekekalan energi untuk benda semitransparan dinyatakan ρ + α + τ =1 Gambar 2.3 Sifat Penerimaan radiasi oleh medium semitransparan Sumber. J.A. Duffle & W.A. Beckman, solar engineering of thermal process John Willey & Sons, Inc., New York, 1991, hal 148. Semua permukaan buram yang tidak memantulkan radiasi sama sekali disebut sebagai blackbody atau benda hitam. Suatu benda hitam dikatakan penyerapan sempurna, oleh karena itu benda hitam adalah suatu konsep ideal suatu permukaan. Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 11 Laporan Tugas Akhir 2.5 Kolektor Kolektor surya menurut Ismanto Alpha's dalam blognya http://ismantoalpha.blogspot.com didefinisikan sebagai sistem perpindahan panas yang menghasilkan energi panas dengan memanfaatkan radiasi sinar matahari sebagai sumber energi utama. Ketika cahaya matahari menimpa absorber pada kolektor surya, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali ke lingkungan, sedangkan sebagian besarnya akan diserap dan dikonversi menjadi energi panas, lalu panas tersebut dipindahkan kepada fluida yang bersirkulasi di dalam kolektor surya untuk kemudian dimanfaatkan guna berbagai aplikasi. Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama, yaitu [Duffie John A., dan William A. Beckman, 1991]. Cover, berfungsi untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan. Absorber, berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari. Kanal, berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja. Isolator, berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan. Frame, berfungsi sebagai struktur pembentuk dan penahan beban kolektor. 2.5.1 Flat-Plate Collectors Kolektor surya merupakan sebuah alat yang digunakan untuk memanaskan fluida kerja yang mengalir kedalamnya dengan mengkonversikan energy radiasi matahari menjadi panas. Fluida yang dipanaskan berupa cairan minyak , oli, dan udara kolektor surya plat datar mempunyai temperatur keluaran dibawah 95°C. dalam aplikasinya kolektor plat datar digunakan untuk memanaskan udara dan air. (Goswami, 1999). Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri. (Duffie, 1991). Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorber-nya yang berupa plat datar Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 12 Laporan Tugas Akhir yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar ( beam dan diffuse ), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri. penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara lain; transparent Komponen cover, absorber, insulasi, dan kerangka. Gambar 2.4 Flat-Plate Collectors Sumber. J.A. Duffle & W.A. Beckman, solar engineering of thermal process John Willey & Sons, Inc., New York, 1991, hal 148 2.5.2 Concentrating Collectors Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara 100 – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh absorber. Spesifikasi jenis ini dapat dikenali dari adanya komponen konsentrator yang terbuat dari material dengan transmisivitas tinggi. Berdasarkan komponen absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu Line Focus dan Point Focus. Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 13 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.5 Concentrating Collectors Sumber. J.A. Duffle & W.A. Beckman, solar engineering of thermal process John Willey & Sons, Inc., New York, 1991, hal 148 Agar cahaya matahari selalu dapat difokuskan terhadap tabung absorber, concentrator harus dirotasi. Pergerakan ini disebut dengan tracking. Temperatur fluida 0 melebihi 4000 C dapat dicapai pada sistem kolektor ini seperti terlihat pada gambar diatas. 2.5.2.1 Perhitungan titik fokus solar collector Gambar 2.6 Titik fokus pada solar collector Berdasarkan gambar di atas diperoleh suatu persamaan seperti berikut ini. Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 14 Laporan Tugas Akhir (X − 0) − (y − f) = (X − X) − (y − (−f)) x2 + y2 + f2 - 2y*f = y2 + f2 + 2y*f y = x2 / 4f d = (D/2)2 / 4f f = D2 / 16d ……………………………………...(pers 2.8) 2.5.3 Evacuated Tube Collectors Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan. Gambar 2.7 Evacuated Receive Sumber. J.A. Duffle & W.A. Beckman, solar engineering of thermal process John Willey & Sons, Inc., New York, 1991, hal 148 2.6 Konstanta pegas Konstanta pegas dipengaruhi oleh hubungan antara pertambahan jarak pegas dengan gaya yang bekerja pada pegas tersebut. Hubungan konstanta pegas dengan jarak pegas dengan gaya pegas dapat dilihat pada rumus sebagai berikut ini. F = k x ∆x k = F/ ∆x k = (m x g)/ ∆x ……………………………………………………………(pers 2.9) keterangan F = Gaya yang berkerja pada pegas (N) Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 15 Laporan Tugas Akhir ∆x = Pertambahan pegas (m) K = Konstanta pegas (N/m) m = Massa (kg) g = Gaya gravitasi (m/s2) 2.6.1 Susunan Pegas Secara Seri Dua buah pegas masing-masing dengan tetapan k1 dan k 2 disusun seri seperti pada gambar, kemudian ditarik dengan ga ya F. Gaya bekerja pada pegas 1 sama dengan gaya yang bekerja pada pegas 2, sama pula dengan gaya yang bekerja pada susunan pegas yaitu F. Pertambahan panjang pegas satu adalah ∆x1 dan pertambahan panjang pegas dua adalah ∆x 2. Maka pertambahan panjang pegas total adalah ∆xtotal = ∆x 1 + ∆x2 ……………………………………………………………(pers. 2.10) ∆x1 ∆x2 massa Gambar 2.8 Pegas disusun secara seri Sedangkan konstanta pegasnya menjadi = + ……………………………………………………(pers. 2.11) 2.6.2 Susunan Pegas Secara Paralel Pada pegas yang disusun secara paralel petambahan panjang pegas pada pegas satu dengan lainnya ini dapat dilihat pada persamaan berikut ini. ∆x1 = ∆x2 …………………………………………………………………....(pers. 2.12) Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 16 Laporan Tugas Akhir K1 K2 Massa Gambar 2.9 Pegas disusun secara paralel Sedangkan konstanta pegasnya adalah ktotal = k1 + k2 ……………………………………………………………(pers. 2.13) 2.7 Rumus yang Digunakan Dalam Menghitung Efisiensi Pengeringan a. Jumlah Energi yang Digunakan Untuk Proses Pengeringan Jumlah energi yang digunakan dalam proses pengeringan dapat diketahui dengan penjumlahan antara panas sensibel untuk menaikkan suhu bahan dan panas laten penguapan air. Secara sistematis dapat dituli sebagai berikut. Panas sensibel untuk menaikkan suhu bahan Qbahan = mbahan x Cpbahan x ∆T ……………………………………(pers. 2.14) Panas laten penguapan air Qpenguapan = mair x hfg ……………………………………………………(pers. 2.15) Energi yang digunakan untuk proses pengeringan Qp = Qbahan + Qpenguapan …………………………………………....(pers. 2.16) Keterangan : mbahan = Massa bahan (kg) mair = Massa air yang diuapkan (kg) Cpbahan = Kapasitas panas (kj/kg 0C) hfg = Panas laten (kj/kg) ∆T = Perbedaan temperatur (0C) b. Energi yang Diterima Solar Collector Energi panas yang diterima solar collector dapat dihitung dengan menggunakan persamaan, = Ak x Ig Qin ………………………………………………….....(pers 2.17) Dimana, Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 17 Laporan Tugas Akhir Qin Ak = Panas yang diterima collector (j/s) / (watt) = Luas penampang collector (m2) = Pancaran radiasi matahari (Watt/m2) Ig c. Efisiensi Kolektor Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan jumlah panas yang digunakan secara teoritis untuk penguapan air pada air pada bahan (Qp) dengan jumlah energi yang diterima pengering dari kolektor (Qkolektor). Secara matematis perhitungan efisiensi sebagai berikut. ῃkolektor = x100% ……………………………………………(pers. 2.18) Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Bandung 18