20 2.1. Penelitian Terdahulu Yuniarti (2007) meneliti tentang

advertisement
20
2.1.
Penelitian Terdahulu
Yuniarti (2007) meneliti tentang determinan perdagangan bilateral
Indonesia dengan pendekatan Gravity Model. Penelitian tersebut bertujuan untuk
melakukan estimasi terhadap determinan perdagangan bilateral Indonesia. Adapun
determinan yang dimasukan ke dalam model meliputi Produk Domestik Bruto
(PDB), jarak, populasi, kesamaan ukuran perekonomian, perbedaan relatif faktor
endowment, dan keanggotaan dalam area perdagangan bebas.
Berdasarkan hasil estimasi penelitian tersebut diperoleh uji signifikansi
model yang menyatakan bahwa konstanta tidak sama untuk semua unit tetapi
slopenya sama. Hal tersebut dibuktikan melalui F-Test dengan hasil perhitungan F
hitung sebesar 12,03325 lebih besar dari F-tabel (19.119) dengan α = 5% sebesar
1,69 yang berarti model metode Fixed Effect Model (FEM) lebih tepat
dibandingkan metode common effect model (CEM) dan lebih tepat dari metode
Random Effect Model (REM) karena jumlah data croos section (10) lebih besar
dari data time series (7) dengan pengambilan sampel yang tidak acak.
Berkaitan dengan tanda koefisien, semua hasil estimasi konsisten dengan
teori mengenai Gravity Model. Pendapatan nasional (PDB) dari negara eksportir
(Yi) dan importir (Yj) mempunyai hubungan positif dengan perdagangan bilateral,
variabel jarak sebagai proksi bagi biaya produksi berpengaruh negatif terhadap
perdagangan bilateral, variabel kesamaan ukuran perekonomian berpengaruh
positif didukung oleh fakta bahwa sebagian besar perdagangan dunia terutama
negara-negara industri merupakan pertukaran produk yang meliputi perdagangan
intraindustri, variabel kesamaan ukuran ekonomi (endowment) tidak berpengaruh
terhadap perdagangan bilateral dengan keinkonsistenan teori H-O dengan
Universitas Sumatera Utara
21
fenomena perdagangan intraindustri. Variabel populasi mitra dagang mempunyai
pengaruh yang posistif terhadap perdagangan bilateral dan keanggotaan dalam
area perdagangan bebas tidak berpengaruh terhadap perdagangan bilateral.
Yuniarti (2008) dalam penelitiannya mengenai potensi perdagangan global
Indonesia dengan pendekataan Gravity Model mengemukakan bahwa hasil
estimasi Gravity Model dapat digunakan untuk memprediksi potensi perdagangan
bilateral yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan ekspansi negaranegara tujuan ekspor. Pengukuran potensi perdagangan bilateral dilakukan dengan
membagi nilai prediksi perdagangan dari estimasi Gravity Model dengan nilai
aktual perdagangan dari estimasi Gravity Model. Pada hasil estimasi, secara
bersama-sama variabel inpenden menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap
variabel pada derajat keyakinan 99 persen yang ditunjukkan oleh nilai F hitung
(21,424) lebih besar dari F tabel (6,103) pada α 5% = 2,18.
Penelitian tentang potensi perdagangan global Indonesia dengan
pendekataan Gravity Model menjelaskan bahwa variabel yang berpengaruh positif
terhadap perdagangan bilateral antara lain, pendapatan, variabel kesamaan ukuran
perekonomian, kesamaan keanggotaan dalam APEC, dan koloni wilayah jajahan
berpengaruh positif dan signifikan. Sedangkan variabel yang berpengaruh negatif
terhadap perdagangan bilateral antara lain, variabel total populasi, kesamaan
keanggotaan dalam AFTA dan variabel batas wilayah. Dalam pengukuran potensi
perdagangan berdasarkan rasio dari hasil estimasi Gravity Model terdapat temuan
pada 10 negara mitra dagang utama Indonesia yang menunjukkan kondisi over
trade (melebihi potensi) dan under trade (berpotensi). Kondisi over trade dicapai
pada hubungan dagang Indonesia dengan negara-negara antara lain, Australia,
Universitas Sumatera Utara
22
Amerika, Korea, Malaysia, Singapura, Jerman, Belanda dan India. Sedangkan
kondisi under trade dicapai pada negara Jepang dan Cina.
Penelitian oleh Sitorus (2009) dengan topik Peningkatan Ekspor CPO dan
Kakao Dibawah Pengaruh Liberalisasi Perdagangan (Suatu Pendekatan Model
Gravitasi) menyimpulkan bahwa model panel data yang digunakan dalam estimasi
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao dan CPO adalah model pooled
Least Square atau PLS tanpa uji Chow. Hal tersebut disebabkan oleh
ketidaksesuaian Fixed Effect Model dengan data yang digunakan sehingga terjadi
near singular matrix.
Adapun variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor
kakao dari negara importir ke negara tujuan ekspor adalah variabel populasi
negara pengimpor (POPi), populasi negara pengekspor (POPj) sedangkan variabel
PDB negara pengimpor memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan, dan PDB
negara pengekspor, nilai tukar (ER) juga jarak memiliki pengaruh negatif dan
signifikan sedangkan variabel yang signifikan pada ekspor CPO adalah variabel
PDB negara pengekspor dan pengimpor, populasi negara pengekspor dan
pengimpor serta jarak. Sedangkan variabel nilai tukar tidak berpengaruh nyata.
Hadi (2009) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran
perdagangan pisang dan mangga Indonesia ke negara tujuan dengan metode
deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif menjelaskan potensi ekonomi negara
tujuan pada masa yang akan datang dari perdagangan pisang dan mangga
sedangkan metode kuantitatif menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
aliran perdagangan kedua komoditas tersebut menggunakan Gravity Model
dengan variabel-variabel penariknya antara lain pendapatan per kapita negara
Universitas Sumatera Utara
23
tujuan, populasi, jarak antar negara, nilai tukar, harga ekspor komoditi di negara
tujuan ekspor, dan ekspor komoditi ke negara tujuan satu tahun sebelumnya.
Karomah (2011) yang melakukan penelitian terhadap analisis daya saing
dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar
internasional menyimpulkan bahwa Variabel pendapatan perkapita negara tujuan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap aliran ekspor nenas dari Indonesia.
Artinya, apabila pendapatan perkapita negara importir meningkat maka akan
meningkatkan ekspor nenas Indonesia. Selanjutnya pada variabel jarak Indonesia
dengan negara tujuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap aliran ekspor
nenas dari Indonesia. Artinya, apabila jarak Indonesia dengan negara tujuan
semakin jauh maka akan menurunkan ekspor nenas Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andelisa (2011) yang
melakukan penelitian terhadap analisis daya saing dan aliran ekspor produk Crude
Coconut Oil (CCO) Indonesia menyimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap volume ekspor CCO adalah variabel populasi,
PDB Indonesia, nilai tukar dan jarak sedangkan variabel yang berpengaruh positif
dan signifikan adalah variabel PDB.
2.2.
Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Model Gravitasi (Gravity Model)
Gravity Model adalah model yang digunakan untuk menganalisis efek
integrasi ekonomi terhadap perdagangan dan merupakan satu alat analisis yang
dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar
dan masuk di suatu wilayah (Yuniarti, 2008).
Universitas Sumatera Utara
24
Gravity
Model
pertama
kali
dipakai
untuk
aliran
perdagangan
internasional oleh Tinbergen pada tahun 1962 yang selanjutnya diikuti oleh
banyak peneliti. Model ini kemudian diestimasi untuk banyak negara, periode
waktu dan tingkat disagregasi (Yuniarti, 2007).
Penamaan Gravity Model didasarkan pada penggunaan suatu perumusan
yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek
adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masingmasing. Dalam konteks perdagangan model ini menyatakan bahwa intensitas
perdagangan antara negara-negara akan berhubungan secara positif dengan
pendapatan nasional masing-masing negara dan berhubungan terbalik dengan
jarak diantara keduanya sehingga dengan kata lain Gravity Model dapat
menjelaskan aliran perdagangan internasional dengan baik yang mana aliran
perdagangan bilateral merupakan fungsi loglinear dari pendapatan dan jarak
(Martha, 2011).
Keunggulan model gravitasi dibandingankan dengan model perdagangan
lainnya karena model yang disajikan lebih empiris. Pada model ini negara
mengkhususkan dalam memproduksi apa yang paling baik. Tidak seperti model
lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi
spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas.
Model gravitasi menyajikan sebuah analisa yang lebih empiris dari pola
perdagangan dibanding model yang lebih teoritis seperti model Ricardian yang
tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari
buruh dan modal dalam negara (Sitorus, 2009).
Universitas Sumatera Utara
25
2.2.2. Variabel dalam Model Gravitasi (Gravity Model)
Tarigan (2005) dalam Sitorus (2009) pada gravity model aliran
perdagangan bilateral ditentukan oleh tiga kelompok variabel yaitu (1) variabelvariabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor (2) variabelvariabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor (3) variabelvariabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antar negara pengekspor
dan negara pengimpor.
Gravity model didasarkan pada peramalan potensi perdagangan melalui
variabel jarak, populasi dan produk domestik bruto maupun netto dari negara
tersebut. Argumen yang melatar belakangi pemakaian gravity model, bahwa
negara yang lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan luar
negeri bila dibandingkan dengan negara yang lebih kecil dan miskin dimana jarak
yang semakin jauh dianggap bukan sebagai hambatan. Gravity model berkaitan
dengan long-range equilibrium aliran perdagangan dan sebagai model ideal untuk
membandingkan perdagangan dari dua daerah atau dari dua sistem ekonomi yang
berbeda (Hadi, 2009).
Variabel indikator dari total permintaan potensial negara pengimpor dapat
digambarkan dengan PDB negara importir dan populasinya sedangkan untuk
indikator penawaran potensial dari negara pengekspor dapat digunakan PDB
negara pengekspor. Selain itu, pendapatan per kapita pun dapat digunakan sebagai
pengganti variabel PDB. Pendapatan per kapita adalah ukuran berapa banyak
perolehan pendapatan setiap individu dalam perekonomian. Pengertian lain
mengenai pendapatan per kapita adalah jumlah yang tersedia bagi rumah tangga
atau perusahaan untuk melakuan pengeluaran. Dengan demikian tingkat konsumsi
Universitas Sumatera Utara
26
atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi dapat diukur dari
pendapatan per kapita penduduknya. Jika pendapatan per kapita suatu negara
dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar
potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun produk tertentu. Beberapa
variabel tambahan sebagai penghambat dalam aliran ekspor adalah adanya
variabel jarak antar dua negara (Andelisa, 2011).
2.2.3. Persamaan Matematika untuk Model Gravitasi (Gravity Model)
Model persamaan Gravitasi telah digunakan secara luas pada berbagai
sektor-sektor seperti migrasi, Foreign Direct Investment, dan banyak lagi terkait
perdagangan internasional serta menjadi alat yang dapat diandalkan untuk
menganalisis fenomena perdagangan bebas. Persamaan dasar dari model gravitasi
adalah:
Tij = A x π‘Œπ‘Œπ‘–π‘–π‘Žπ‘Ž x
π‘Œπ‘Œπ‘—π‘— 𝑏𝑏
οΏ½ 𝑐𝑐 …………………………………………………………..(1)
𝐷𝐷𝑖𝑖𝑖𝑖
Tij adalah nilai perdagangan antara negara i dan negara j, Yi adalah PDB
negara i, Yj adalah PDB negara j, Dij dan adalah jarak diantara kedua negara.
Model persamaan Gravitasi ini dikutip dari teori Krugman dan Obstfeld (2002).
Mereka juga mengemukakan bahwa latar belakang penamaan Gravitasi pada
model ini merupakan analogi dari teori gravitasi Newton: layaknya gaya tarik
gravitasi diantara dua obyek bersifat proporsional terhadap massa dan makin
berkurang dengan adanya jarak. Perdagangan antar dua negara, hal lain dianggap
sama, bersifat proporsional terhadap PDB dan berkurang seiring dengan
bertambahnya jarak.
Universitas Sumatera Utara
27
Pada tahun 1962, dalam Kartini (2007) menjelaskan bahwa model
gravitasi untuk perdagangan barang dan jasa. Model tersebut dapat digunakan
untuk menghitung arus perdagangan dari dua daerah. Persamaan terebut
dirumuskan sebagai berikut :
Fij= 𝐺𝐺
𝛽𝛽
𝑀𝑀𝑖𝑖𝛼𝛼 𝑀𝑀𝑗𝑗
π·π·π‘–π‘–π‘–π‘–πœƒπœƒ
Fij
……………………………………………………………………..(2)
: Volume total interaksi antara wilayah i dan wilayah j
Mi dan Mj :Variabel yang dapat menggambarkan besarnya suatu tempat,
berdasarkan faktor ekonominya. Jika ingin mengukur arus dengan
satuan uang (seperti ekspor dan impor) maka variable yang digunakan
adalah pendapatan nasional seperti GNP dan GNI (Gross Nasional
Income). Jika ingin mengukur pergerakan tenaga kerja, maka variabel
yang biasa digunakan adalah populasi.
Dij
: jarak antara kedua tempat
G
: suatu konstanta. Nilainya tergantung dari unit apa yang akan
digunakan.
Menurut Bergstrand (1985), dalam Retnowati (2007), pada umumnya
gravity model dirumuskan sebagai berikut:
Tij = f (Yi, Yj, Fij)………………………………………………………………(3)
dimana :
Tij = Aliran perdagangan dari negara i ke negara j,
Yi = Gross Domestic Product negara i,
Yj = Gross Domestic Product negara j,
Fij = Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perdagangan antara negara i dengan
negara j.
Universitas Sumatera Utara
28
Bentuk standar yang dapat digunakan dalam gravity model adalah sebagai
berikut:
Ln Xij = β0 + β1 lnYi + β3 lnYj + β4 lnNj + β5 lnDij + β6 lnPij + uij ………………...(4)
dimana :
Xij : Komoditi aliran perdagangan bilateral dari negara i ke negara j,
Yi, Yj : PDB negara i dan j,
Ni, Nj : Populasi negara i dan j,
Dij : Jarak antara negara i dan j,
Pij : Dummy,
uij : standar error.
β: koefisien
Model di atas menggambar pola normal atau sistematik dari perdagangan
dunia yang digambarkan oleh logaritma natural dari volume perdagangan seperti
Yi, Yj, Ni, Nj , Dij sedangkan variabel dummy integrasi ekonomi diperkenalkan
untuk menjelaskan deviasi dari pola perdagangan. Variabel jarak bilateral dipakai
untuk setiap aliran perdagangan bilateral (Sitorus, 2009).
2.2.4. Determinan Perdagangan Bilateral
2.2.4.1.Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan faktor penting dalam
penawaran ekspor. Hal ini terkait dengan PDB maka pembayaran untuk tenaga
kerja dan modal akan meningkat sehingga akan mendorong produktivitas dari
tenaga kerja dan modal tersebut. Peningkatan produktivitas membuat barang yang
diproduksi akan meningkat sehingga output nasional juga meningkat, kemudian
penawaran ekspor juga meningkat (Andelisa, 2011).
Universitas Sumatera Utara
29
Permintaan ekspor juga sama halnya dengan penawaran ekspor, bahwa
pengertian dari permintaan eskpor dapat diambil dari pengertian permintaan.
Pengertian dari permintaan (Lipsey, dkk 1999) adalah jumlah suatu komoditas
yang akan dibeli oleh rumah tangga sedangkan permintaan ekspor dapat berarti
jumlah suatu komoditas ekspor yang diminta oleh suatu negara tertentu.
PDB suatu negara adalah ukuran kapasitas untuk memproduksi komoditi
ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian suatu negara terbuka dapat
diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan produksinya. Batas kemungkinan
produksi adalah sebuah kurva yang memperlihatkan
kombinasi dua
komoditi yang
berbagai
alternatif
dapat diproduksi oleh sebuah negara dengan
menggunakan semua sumber daya dan tekonologi terbaik yang dimilikinya.
Komoditi Y
KI
KKP2
KKP1
’
E
E
X1
Sumber : Salvatore (1997)
X2
X3
Gambar 3. Kurva Kemungkinan Produksi
Pada Gambar 3 terdapat dua kurva kemungkinan produksi, KKP1 dan
KKP2. Asumsi negara memproduksi komoditi ekspor X, maka apabila terjadi
kenaikan produk domestik bruto (PDB) negara akan
negara
menambah kapasitas
untuk memproduksi komoditi ekspor dan menggeser kurva KKP1
Universitas Sumatera Utara
30
menjadi KKP2. Besar perubahan KKP tergantung pada besar perubahan PDB
yang terjadi dan pergeseran ini menggambarkan pertambahan produksi domestik
suatu negara. Sesudah terjadi pergeseran dengan asumsi konsumsi masyarakat
sama dan negara mengekspor komoditi X, ekspor meningkat dari sebesar X1X2
menjadi X1X3.
2.2.4.2. Populasi
Salvatore (1997) menyebutkan bahwa pertambahan populasi dapat
mempengaruhi perdagangan di negara yang bersangkutan melalui ekspor dan
impor. Secara grafis, pengaruh pertambahan populasi terhadap perdagangan
ekspor suatu negara dapat dilihat pada Gambar 4.
Px/Py
P3
Px/Py
Px/Py
Sx
St
Bt
A
P
3
S
Et
B
Sx
P
2
E
P
Dx
B
E
B
E
X
0
A
P
1
D
D
Dt
Pasar di Negara 1
untuk Komoditi X
X2 X1
Hubungan perdagangan
Internasional dalam
komoditi X dengan
bertambahnya populasi
Pasar di negara 2 untuk
komoditi X
Gambar 4. Hubungan Pertumbuhan Populasi dengan Perdagangan
Sumber : Salvatore (1997)
Pada Gambar 4 terlihat bahwa pertambahan populasi di negara pengekspor
akan menggeser kurva permintaan domestik dari Dx ke Dt. Akibatnya jumlah
Universitas Sumatera Utara
31
ekspor akan menurun sehingga keseimbangan yang berlaku pada pasar
internasional berada pada tingkat harga P3 dan jumlah komoditi yang
diperdagangkan menurun dari X1 menjadi X2. Secara tidak langsung, maka
pertambahan populasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara
pengekspor. Secara grafis dampak pertumbuhan populasi terhadap pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat pada Gambar 5.
Investasi
1. Kenaikan tingkat
pertumbuhan populasi ...
B
A
Modal per pekerja, k
2. ... menurunkan persediaan
modal pada kondisi mapan
Gambar 5. Hubungan Pertumbuhan Populasi dengan Pertumbuhan
Sumber : Salvatore (1997)
Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan populasi akan
menggeser garis A ke B yang menunjukkan depresiasi ke atas. Jadi model Solow
memprediksi perekonomian dengan tingkat pertumbuhan populasi yang lebih
tinggi akan memiliki tongkat modal per pekerja yang lebih rendah dan pendapatan
yang lebih rendah pula. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada
keadaan tertentu, pertumbuhan populasi dapat memberikan pengaruh positif
maupun dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Jika tingkat pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
32
populasi suatu negara dapat meningkatkan kinerja ekspornya, maka pertumbuhan
populasi akan membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonominya.
Demikian juga sebaliknya, jika tingkat pertumbuhan populasi suatu negara justru
semakin meningkatkan impor, maka pertumbuhan populasi akan membawa
dampak negatif bagi pertumbuhan ekonominya (Mankiw, 2007).
Populasi atau jumlah penduduk di semua negara senantiasa mengalami
perubahan jumlah setiap tahunnya. Perubahan angka populasi berimplikasi pada
perubahan ukuran atau jumlah angkatan kerjanya. Perubahan populasi juga terjadi
pada kepemilikan modal, karena setiap negara berusaha untuk mengerahkan
seluruh sumberdaya yang dimilikinya untuk menciptakan dan mengakumulasikan
modal (Kartikasari, 2008).
Pertambahan populasi pada negara importir dapat berada pada sisi
penawaran maupun permintaan. Pada sisi penawaran pertambahan populasi akan
meningkatkan produksi dalam negeri dalam hal kuantitas maupun diversifikasi
produk negara importir. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan permintaan
komoditi ekspor oleh negara importir. Pertambahan populasi pada sisi permintaan
akan meningkatkan permintaan komoditi ekspor dari negara importir maka jumlah
komoditi yang diperdagangkan antar kedua negara semakin besar (Sitorus, 2009).
2.2.4.3. Jarak (Distance)
Jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu
negara dalam melakukan ekspor. Biaya transportasi adalah salah satu faktor
penghambat perdagangan internasional. Jarak meningkatkan biaya transaksi
pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh terpisah suatu negara
dengan yang lain semakin besar pula biaya transportasi pada perdagangan diantara
Universitas Sumatera Utara
33
keduanya. Dengan adanya biaya transportasi keuntungan yang diterima oleh suatu
negara dari perdagangan internasional semakin kecil. Krugman dan Obstfeld
(1991) mempertimbangkan jarak kedua negara sebagai determinan penting
untuk pola perdagangan geografis.
Selanjutnya Krugman dan Obstfeld (1991) mengemukakan beberapa
penjelasan tentang peranan faktor jarak dalam arus perdagangan, yaitu :
a.
Jarak adalah proksi untuk biaya transportasi.
b.
Jarak menunjukkan waktu yang hilang selama pengiriman. Untuk barang
yang mudah rusak kemungkinan bertahan utuh merupakan fungsi
menurun terhadap waktu transit. Kerusakan tersebut mencakup resiko
berikut :
- Kerusakan atau kehilangan barang akibat cuaca atau kesalahan
penanganan.
- Terjadi dekomposisi dan pembusukan bahan organik.
- Kehilangan pasar (kemungkinan pembeli yang diharapkan tidak mau
ataupun tidak mampu melakukan pembayaran).
c.
Biaya sinkronisasi. Adanya jarak antara pabrik dan bahan input
mengharuskan pabrik menggunakan gudang
untuk menyimpan
persediaan bahan input. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu proses
produksi ketika terjadi kemacetatn datangnya bahan input. Sehingga
semakin dekat bahan input maka biaya sinkronisasi semakin kecil.
d.
Biaya komunikasi. Menurut Paul Krugman dan Obstfeld (1991), jarak
merupakan
proksi
kemungkinan
kontak
pribadi
antara
manejer,
Universitas Sumatera Utara
34
pelanggan, dan sebagainya; dimana bisnis banyak tergantung pada
kemampuan untuk bertukar lebih banyak informasi.
e.
Biaya transaksi. Jarak juga dapat berkorelasi dengan biaya mencari
peluang perdagangan dan pembentukan kepercayaan antara mitra dagang
potensial.
f.
Jarak budaya. Jarak geografis yang lebih besar berkorelasi dengan
perbedaan budaya yang lebih besar. Perbedaan budaya dapat menghambat
perdagangan
dalam
banyak
hal
seperti
hambatan
komunikasi,
kemungkinan kesalahpahaman, bentrokan dalam gaya negoisasi, dan
sebagainya.
2.2.4.4. Nilai Tukar Riil (Real Effective Exchange Rate)
Seperti perdagangan pada umumnya kegiatan perdagangan Internasional
juga mempertimbangkan faktor harga dari suatu komoditi yang diperdagangkan.
Menurut Mankiw (2007), kurs atau exchange rate antara dua negara adalah tingkat
harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan
perdagangan.
Para ekonom membedakan kurs menjadi dua : kurs nominal dan kurs riil.
Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua
negara sedangkan kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barangbarang diantara dua negara. Kurs riil kadang disebut juga terms of trade. Kurs riil
diantara dua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara.
Bila kurs riil dinyatakan sebagai ε, kurs nominal dinyatakan sebagai e, harga
barang domestik dinyatakan sebagai P, dan harga barang luar negeri dinyatakan
Universitas Sumatera Utara
35
sebagai P*, maka perhitungan kurs riil untuk suatu komoditi adalah sebagai
berikut:
ε = e × (P/P ∗ ) …………………………………………………….…………(5)
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika kurs riil tinggi
maka harga barang-barang luar negeri menjadi relatif lebih murah, dan harga
barang-barang domestik menjadi lebih mahal. Demikian juga sebaliknya, jika
kurs riil rendah maka harga barang-barang luar negeri menjadi relatif lebih mahal,
dan harga barang-barang domestik menjadi lebih murah (Mankiw, 2007).
2.2.4.5.Kebijakan Perdagangan “International Rubber Consortium Limited”
(IRCo)
Pemerintah Thailand, Indonesia dan Malaysia telah sepakat mendirikan
perusahaan patungan karet alam bernama “International Rubber Consortium
Limited (IRCo)” untuk mengatasi merosotnya harga karet alam, Kesepakatan
pendirian perusahaan patungan IRCo ini telah tertuang dalam Memorandum of
Understanding (MoU) yang ditanda-tangani oleh Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI, Menteri Agriculture and Cooperatives Thailand dan Menteri
Primary Industries Malaysia pada tanggal 8 Agustus 2002 di Bali.
IRCo berfungsi sebagai pelengkap dari skema penyeimbang harga yang
lain, yaitu Supply Management Scheme (SMS)
dan Agreed Export Tonnage
Scheme (AETS) sebagaimana disepakati dalam “Joint Ministerial Declaration
(Bali Declaration) 2001”, yaitu melaksanakan kegiatan strategic marketing yang
meliputi pembelian dan penjualan karet alam.
Dalam rangka pendirian IRCo sebagaimana tertuang dalam nota
kesepahamanan kerjasama karet alam antara Pemerintah RI, Pemerintah Thailand
Universitas Sumatera Utara
36
dan Pemerintah Malaysia (Memorandum of Understanding-MoU among The
Government of the Kingdom of Thailand, The Government of Malaysia and the
Government of the Republic of Indonesia on Rubber Cooperation), telah diadakan
beberapa kali Pertemuan Tingkat Pejabat Senior (Senior Officials Meeting-SOM),
terakhir Pertemuan SOM ke-13 yang diadakan pada tanggal 30-31 Juli 2003 di
Jakarta dan Mini SOM tanggal 1 Oktober 2003 di Bangkok, guna menyelesaikan
dokumen-dokumen penting yang diperlukan dalam pendirian IRCo. Dokumendokumen dimaksud antara lain Shareholders Agreement (SA), Memorandum of
Association (MoA), dan Articles of Association (AoA).
1)
Mekanisme Operasi IRCo
Mekanisme beroperasinya IRCo, secara singkat dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1.
Apabila harga karet alam pada suatu saat turun hingga menyentuh pada
tingkat reference price yang telah disepakati, maka perlu dilaksanakannya
langkah-langkah Supply Management Scheme (SMS) dan Agreed Export
Tonnage Scheme (AETS)*.
(Dalam “Joint Ministerial Declaration (Bali Declaration) 2001”, ketiga
negara telah sepakat melaksanakan pengurangan produksi sebesar 4%
setiap tahunnya dalam jangka waktu tertentu melalui mekanisme SMS,
dan melakukan pengurangan ekspor sebesar 10% melalui mekanisme
AETS. Kebijakan AETS dan SMS mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2002)
2.
Apabila harga karet alam terus menurun secara drastis dan mekanisme
SMS maupun AETS tidak berhasil mengangkat harga karet alam pada
Universitas Sumatera Utara
37
tingkat harga yang wajar sesuai reference price, maka perlu ada tindakan
yang harus dilakukan oleh Board of Directors IRCo, yang salah satu
diantaranya adalah melakukan pembelian karet alam.
2)
Target IRCo
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya mengenai mekanisme beroperasinya
IRCo, bahwa apabila harga karet alam turun hingga menyentuh pada tingkat
reference price yang telah disepakati, maka perlu dilaksanakan langkah-langkah
pengurangan produksi melalui Supply Management Scheme (SMS) dan
pengurangan ekspor melalui Agreed Export Tonnage Scheme (AETS).
Selanjutnya, bilamana harga karet alam terus menurun secara drastis dan
mekanisme SMS maupun AETS tidak berhasil mengangkat harga pada tingkat
yang wajar sesuai reference price, maka perlu ada tindakan yang harus dilakukan
oleh IRCo, yaitu melakukan pembelian karet alam. Sebaliknya bila harga karet
cenderung terus meningkat karena IRCo telah melakukan operasi beli, maka pada
tingkat reference price yang telah ditentukan, IRCo harus segera melakukan
operasi jual sejumlah stock karet yang ada.
Harga karet alam yang terlalu tinggi akan membawa dampak yang tidak
baik bagi pengembangan industri yang menggunakan bahan baku dari karet alam
di dalam
negeri (negara-negara produsen), seperti ban mobil/sepeda motor.
Terlalu tingginya harga bahan
baku karet alam, akan meningkatkan biaya
produksi.
IRCo juga perlu berhati-hati dalam menentukan reference price. Bila
terlalu tinggi dalam menentukan reference price, maka negara konsumen akan
beralih mengkonsumsi karet serat sintetik sebagai produk substitusi. Bilamana
Universitas Sumatera Utara
38
hal ini terjadi, maka akan mengakibatkan permintaan karet alam berkurang, dan
untuk mengambalikan permintaan pada posisi semula, akan membutuhkan waktu
yang cukup lama.
Hal yang perlu dicermati pula adalah bahwa meski harga minyak bumi
melonjak tajam, yang dampaknya akan meningkatkan harga karet sintetis, bukan
berarti konsumen akan beralih ke karet alam. Oleh karena itu, dengan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, IRCo harus jeli dan dapat
menentukan reference price pada tingkat yang menguntungkan. Tingkat harga
minimal sama dengan harga sebelum terjadinya krisis moneter (US 102,75
cent/kg). Hal yang lebih penting lagi, bahwa bilamana target harga tersebut dapat
dicapai, diharapkan akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
Pertemuan Tingkat Menteri di Bangkok pada tanggal 9 Maret 2004 telah
disepakati bahwa referensi harga FOB karet alam adalah US $ 1,10/kg. Mengingat
harga karet alam saat itu masih di atas US $ 1,10/kg, yaitu berkisar antara US $
1,25 hingga US $ 1,30 per kg, maka tidak perlu ada tindakan apapun dari
pemerintah maupun IRCo. Apabila harga karet alam nantinya turun hingga
menyentuh US $ 1,10, maka perlu dilaksanakan langkah SMS dan AETS.
2.3.
Kerangka Penelitian
Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya
bagi masyarakat dengan pengolahan perkebunan karet yang baik, maka tanaman
karet akan dapat bermanfaat untuk membuka berbagai lapangan kerja sehingga
dapat dijadiikan sebagai sumber mata pecaharian rakyat. Selain itu, karet juga
merupakan sumber devisa negara. Nilai ekspor karet Indonesia keberbagai negara
tujuan eksor dari tahun 2001 - 2010 terus mengalami peningkatan. Namun, pada
Universitas Sumatera Utara
39
tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 nilai ekspor karet mengalami penurunan,
setelah itu nilai ekspor karet kembali naik pada tahun 2010.
Karet Indonesia di ekspor ke berbagai belahan dunia. Permintaan akan
ekspor Indonesia terbesar berturut-turut adalah Amerika, Cina dan Jepang.
Adanya perbedaan nilai dan volume ekspor ke berbagai negara dapat disebabkan
oleh berbagai faktor seperti nilai PDB Indonesia, nilai PDB negara importir,
jumlah populasi, adanya perbedaan jarak dan nilai tukar riil.
Penentuan kemana prioritas utama dan faktor apa yang memengaruhi nilai
ekspor karet perlu untuk diteliti. Adapun pengaruh jarak dalam penelitian adalah
negatif karena semakin jauh jarak maka biaya yang semakin tinggi, sehingga akan
mengurangi keuntungan bila dilakukan kegiatan ekspor maupun impor dari negara
tersebut. Pada variabel PDB Indonesia dan PDB negara tujuan juga memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan karena PDB menunjukkan kemampuan suatu
negara untuk memproduksi barang dan jasa sehingga, bila dilakukan kegiatan
ekspor ke negara yang memiliki PDB yang tinggi maka dapat meningkatkan nilai
ekspor karet Indonesia.
Variabel selanjutnya adalah kebijakan “International Rubber Consortium
Limited” (IRCo), dimana kebijakan IRCo ini
akan menahan penjualan atau
ekspor karet ketika harga karet dibawah dari harga minimal dari kesepakatan sejak
diberlakukannya IRCo ini, maka akan nilai ekspor karet Indonesia diasumsikan
dapat meningkatkan, untuk lebih jelas maka dapat dilihat alur kerangka pemikiran
pada penelitian ada pada Gambar 6.
Universitas Sumatera Utara
40
Nilai PDB Indonesia (+)
Nilai PDB Negara Importir (+)
Nilai Ekspor
Karet
Indonesia
Jumlah Populasi Negara Importir (+)
Jarak (-)
Nilai Tukar Riil Negara Importir (-)
Kebijakan IRCo (+)
Keterangan:
berpengaruh signifikan
(+)
berpengaruh positif
(-)
berpengaruh negatif
Gambar 6. Kerangka Penelitian
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu maka disimpulkan
hipotesis penelitian sebagai berikut :
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, Produk Domestik Bruto (PDB)
negara tujuan, populasi negara tujuan, dan kebijakan perdagangan IRCo
berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume ekspor karet Indonesia
sedangkan nilai tukar riil negara importir dan jarak Indonesia dengan negara
tujuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai ekspor karet Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Download