Materi Bahan Ajar Mata Pelajaran Guru kelas TK-PAUD

advertisement
KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN PROFESI GURU
Materi
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
Tahun 2012
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan
dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun 2012
BAHAN AJAR PLPG
KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN PROFESI GURU
3 Jam Pelajaran
Pengarah
Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd
Penanggung Jawab
Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd
Tim Penyusun
Dra. Dian Mahsunah, M.Pd
Dian Wahyuni, SH, M.Ed
Drs. Arif Antono
Dra. Santi Ambarukmi, M.Ed
Editor
Prof. Dr. Sudarwan Danim
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
i
SAMBUTAN
KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Marilah kita bersama-sama memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulisan bahan untuk mata ajar Kebijakan
Pengembangan Profesi Guru dapat diselesaikan. Bahan ajar ini dikembangkan dari ramburambu struktur kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) tahun 2012.
Kehadiran bahan ajar ini diharapkan menjadi penguat bagi peserta PLPG untuk memenuhi
standar kompetensi lulusan yang telah dirumuskan.
Substansi bahan ajar ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan dan pengembangan
profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya tentang
peningkatan kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir, perlindungan dan
penghargaan, serta etika profesi guru. Substansi sajian ini diharapkan dapat menginspirasi
peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan mengaplikasikan secara baik halhal yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa pencapaian standar kompetensi lulusan bagi
peserta PLPG merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan guru yang profesional, yang
mampu mengelola proses pembelajaran yang bermutu. Hal ini menjadi bagian integral dari
upaya mentransformasi visi Badan Pengembangan SDMPK da PMP, yaitu tersele ggara ya
layanan prima untuk membentuk SDM pendidikan dan kebudayaan yang profesional dan
ber artabat serta pe ja i a
utu pe didika ya g tersta dar e jadi realitas.
Kami yakin dan percaya bahwa substansi bahan ajar ini sangat relevan bagi peserta
PLPG untuk memahami dan kemudian mengaplikasi-kan aneka kebijakan dalam
pengembangan profesi guru. Kami mengucap-kan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan bahan ajar ini. Mudah-mudahan kehadiran bahan ajar ini
dapat mengoptimasi peserta PLPG untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran
pada satuan pendidikan tempatnya menjalankan tugas-tugas profesional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
ii
PENGANTAR
KEPALA PUSAT PENGEMBANGAN PROFESI PENDIDIK
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN
PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru mengharuskan bahwa guru
profesional memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau Diploma IV dan
bersertifikat pendidik. Salah satu pola sertifikasi guru dalam jabatan adalah Pendidikan dan
Pelatihan Profesi Guru (PLPG) yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki
program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Salah satu mata ajar dalam PLPG tahun 2012 adalah Kebijakan Pengembangan Profesi
Guru. Bahan ajar ini ditulis dan dikembangkan bersama oleh Tim Pusat Pengembangan Profesi
Pendidik dengan editor Prof. Dr. Sudarwan Danim dari rambu-rambu struktur kurikulum PLPG
tahun 2012. Kehadiran bahan ajar ini diharapkan menjadi sumber belajar dan penguat bagi
peserta PLPG untuk memenuhi standar kompetensi lulusan yang telah disepakati oleh
pengembang sesuai dengan regulasi yang ada.
Secara keseluruhan, substansi bahan ajar ini berkaitan dengan kebijakan pembinaan dan
pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
khususnya tentang peningkatan kompetensi, penilaian kinerja, pengembangan karir,
perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi guru. Substansi sajian ini diharapkan dapat
menginspirasi peserta PLPG untuk memahami secara lebih mendalam dan mengaplikasikan
secara baik hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan pengembangan profesi guru sebagaimana
dimaksud.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa pencapaian standar kompetensi lulusan bagi
peserta PLPG merupakan prasyarat untuk mewujudkan guru yang profesional, yang mampu
mengelola proses pembelajaran yang bermutu. Kami yakin dan percaya bahwa substansi
bahan ajar ini sangat relevan bagi peserta PLPG untuk memahami dan kemudian
mengaplikasikan aneka kebijakan dalam pengembangan profesi guru.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
dalam penyusunan bahan ajar ini. Mudah-mudahan kehadiran bahan ajar ini dapat
mengoptimasi peserta PLPG untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran di
sekolahnya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
iii
DAFTAR ISI
SAMBUTAN
PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Standar Kompetensi
C. Deskripsi Bahan Ajar
D. Langkah-langkah Pembelajaran
Hal.
ii
iii
iv
1
2
2
3
BAB I
KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN GURU
A. Latar Belakang
B. Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional
C. Alur Pengembangan Profesi dan Karir
D. Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan
E. Kebijakan Pemerataan Guru
4
4
6
8
10
12
BAB II
PENINGKATAN KOMPETENSI
A. Esensi Peningkatan Kompetensi
B. Prinsip-Prinsip Peningkatan Kompetensi dan Karir
C. Jenis Program
D. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
E. Uji Kompetensi
Latihan dan Renungan
16
16
17
19
20
27
31
BAB III
PENILAIAN KINERJA
A. Latar Belakang
B. Pengertian
C. Persyaratan
D. Prinsip-prinsip Pelaksanaan
E. Aspek yang Dinilai
F. Prosedur Pelaksanaan
G. Konversi Nilai Hasil PK Guru ke Angka Kredit
H. Penilai PK Guru
I.
Sanksi
J. Tugas dan Tanggung Jawab
Latihan dan Renungan
32
32
32
34
34
35
36
40
42
43
43
45
BAB IV
PENGEMBANGAN KARIR
A. Ranah Pengembangan Guru
B. Ranah Pengembangan Karir
C. Kenaikan Pangkat
Latihan dan Renungan
46
46
48
52
55
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
iv
BAB V
PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN
A. Pengantar
B. Definisi
C. Perlindungan Atas Hak-hak Guru
D. Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum bagi Guru
E. Asas Pelaksanaan
F. Penghargaan dan Kesejahteraan
G. Tunjangan Guru
Latihan dan Renungan
56
56
57
58
61
64
64
71
75
BAB VI
ETIKA PROFESI
A. Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa
B. Definisi
C. Guru dan Keanggotaan Organisasi Profesi
D. Esensi Kode Etik dan Etika Profesi
E. Rumusan Kode Etik Guru Indonesia
F. Pelanggaran dan Sanksi
Latihan dan Renungan
76
76
78
78
79
80
85
86
REFLEKSI AKHIR
87
ACUAN
91
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
v
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada peradaban bangsa mana pun, termasuk Indonesia, profesi guru bermakna strategis karena
penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan,
pembudayaan, dan pembangun karakter bangsa. Makna strategis guru sekaligus meniscayakan
pengakuan guru sebagai profesi. Lahirnya Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, merupakan bentuk nyata pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya. Di dalam
UU No. 14 Tahun 2005 ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Sebagai implikasi dari UU No. 14 Tahun 2005, guru harus menjalani proses sertifikasi untuk
mendapatkan Sertifikat Pendidik. Guru yang diangkat sejak diundangkannya UU ini, menempuh
program sertifikasi guru dalam jabatan, yang diharapkan bisa tuntas sampai dengan tahun 2015.
Pada spektrum yang lebih luas, pengakuan atas profesi guru secara lateral memunculkan
banyak gagasan. Pertama, diperlukan ekstrakapasitas untuk menyediakan guru yang profesional
sejati dalam jumlah yang cukup, sehingga peserta didik yang memasuki bangku sekolah tidak
terjebak pada ngarai kesia-siaan akibat layanan pendidikan dan pembelajaran yang buruk.
Kedua, regulasi yang implementasinya taat asas dalam penempatan dan penugasan guru agar
tidak terjadi diskriminasi akses layanan pendidikan bagi mereka yang berada pada titik-titik terluar
wilayah negara, di tempat-tempat yang sulit dijangkau karena keterisolasian, dan di daerah-daerah
yang penuh konflik.
Ketiga, komitmen guru untuk mewujudkan hak semua warga negara atas pendidikan yang
berkualitas melalui pendanaan dan pengaturan negara atas sistem pendidikan.
Keempat, meningkatkan kesejahteraan dan status guru serta tenaga kependidikan lainnya
melalui penerapan yang efektif atas hak asasi dan kebebasan profesional mereka.
Kelima, menghilangkan segala bentuk diskriminasi layanan guru dalam bidang pendidikan dan
pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan jender, ras, status perkawinan, kekurangmampuan,
orientasi seksual, usia, agama, afiliasi politik atau opini, status sosial dan ekonomi, suku bangsa, adat
istiadat, serta mendorong pemahaman, toleransi, dan penghargaan atas keragaman budaya
komunitas.
Keenam, mendorong demokrasi, pembangunan berkelanjutan, perdagangan yang fair, layanan
sosial dasar, kesehatan dan keamanan, melalui solidaritas dan kerjasama di antara anggota
organisasi guru di mancanegara, gerakan organisasi kekaryaan internasional, dan masyarakat
madani.
Beranjak dari pemikiran teoritis di atas, diperlukan upaya untuk merumuskan kebijakan dan
pengembangan profesi guru. Itu sebabnya, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji
ulang atas sistem pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen,
pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi dan kompetensi,
penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir,
pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
1
daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan. Untuk tujuan itu,
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan selalu berusaha untuk menyempurnakan kebijakan di
bidang pembinaan dan pengembangan profesi guru.
B.
Standar Kompetensi
Substansi material Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dituangkan ke dalam rambu-rambu
struktur kurikulum yang menggambarkan standar kompetensi lulusan. Berkaitan dengan mata ajar
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, kompetensi lulusan PLPG yang diharapkan disajikan berikut
ini.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C.
Memahami kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi guru di lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Memahami esensi, prinsip, jenis program pengembangan keprofesian guru secara
berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan dampak ikutanya.
Memahami makna, persyaratan, prinsip-prinsip, tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai
penilaian kinerja guru.
Memahami esensi dan ranah pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan
keprofesian dan karir.
Memahami konsep, prinsip atau asas, dan jenis-jenis penghargaan dan perlindungan kepada
guru, termasuk kesejahteraannya.
Memahami dan mampu mengaplikasikan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses
pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas, maupun di
masyarakat.
Deskripsi Bahan Ajar
Seperti dijelaskan di muka, bahwa substansi material Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
dituangkan ke dalam rambu-rambu struktur kurikulum yang menggambarkan standar kompetensi
lulusan. Berkaitan dengan mata ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, deskripsi umum bahan
ajarnya disajikan berikut ini.
1.
2.
3.
4.
5.
Pengantar ringkas. Mengulas serba sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan
pengembangan profesi guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Peningkatan kompetensi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis
program pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan
dampak ikutanya.
Penilaian kinerja guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip,
tahap-tahap pelaksanaan, dan konversi nilai penilaian kinerja guru.
Pengembangan karir guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi dan ranah
pembinaan dan pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir.
Perlindungan dan penghargaan guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan konsep, prinsip
atau
asas, dan jenis-jenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk
kesejahteraannya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
2
6.
Etika profesi guru. Materi sajian terutama berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam
pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar kelas,
maupun di masyarakat.
D.
Langkah-langkah Pembelajaran
Bahan ajar Kebijakan Pengembangan Profesi Guru ini dirancang untuk dipelajari oleh peserta PLPG,
sekali guru menjdi acuan dalam proses pembelajaran bagi pihak-pihak yang tergamit di dalamnya.
Selama proses pembelajaran akan sangat dominan aktivitas pelatih dan peserta PLPG. Aktivitas
peserta terdiri dari aktivitas individual dan kelompok. Aktivitas individual peserta mengawali akivitas
kelompok. Masing-masing aktivitas dimaksud disajikan dalam gambar.
Langkah-langkah aktivitas pembelajaran di atas tidaklah rijid. Namun demikian, melalui
aktivitas itu diharapkan peserta PLPG mampu memahami secara relatif luas dan mendalam tentang
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, khususnya di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
3
BAB I
KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN GURU
Materi sajian pada Bab I ini berupa pengantar umum yang mengulas serba
sekilas mengenai kebijakan umum pembinaan dan pengembangan profesi
guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sajian materi
ini dimaksudkan sebagai pengantar materi utama yang disajikan pada babbab berikutnya, yaitu peningkatan kompetensi, penilaian kinerja,
pengembangan karir, perlindungan dan penghargaan, serta etika profesi.
A.
Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang mengalami kecepatan dan percepatan luar
biasa, memberi tekanan pada perilaku manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan
hidupnya. Di bidang pendidikan, hal ini memunculkan kesadaran baru untuk merevitalisasi kinerja
guru dan tenaga kependidikan dalam rangka menyiapkan peserta didik dan generasi muda masa
depan yang mampu merespon kemajuan IPTEK, serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Peserta didik dan generasi muda sekarang merupakan manusia Indonesia masa depan yang
hidup pada era global. Globalisasi memberi penetrasi terhadap kebutuhan untuk mengkreasi modelmodel dan proses-proses pembelajaran secara inovatif, kreatif, menyenangkan, dan transformasional
bagi pencapaian kecerdasan global, keefektifan, kekompetitifan, dan karakter bangsa. Negara-negara
yang berhasil mengoptimasi kecerdasan, menguasai IPTEK, keterampilan, serta karakter bangsanya
akan menjadi pemenang. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang gagal mewujudkannya akan menjadi
pecundang.
Aneka perubahan era globalisasi, agaknya menjadi ciri khas yang berjalan paling konsisten.
Manusia modern menantang, mencipta, sekaligus berpotensi diterpa oleh arus perubahan.
Perubahan peradaban ini menuntut pertaruhan dan respon manusia yang kuat agar siap menghadapi
tekanan internal dan eksternal, serta menunjukkan eksistensi diri dalam alur peradaban.
Pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis, karena penyandangnya mengemban
tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangun
karakter bangsa. Esensi dan eksistensi makna strategis profesi guru diakui dalam realitas sejarah
pendidikan di Indonesia. Pengakuan itu memiliki kekuatan formal tatkala tanggal 2 Desember 2004,
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi. Satu tahun kemudian,
lahir Undang-undang (UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai dasar legal
pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya.
Metamorfosis harapan untuk melahirkan UU tentang Guru dan Dosen telah menempuh
perjalanan panjang. Pencanangan Guru sebagai Profesi oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono
menjadi salah satu akselerator lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 itu. Di dalam UU ini disebutkan bahwa
guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
4
Pascalahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diikuti dengan beberapa
produk hukum yang menjadi dasar implementasi kebijakan, seperti tersaji pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Milestone Pengembangan Profesi Guru
Aneka produk hukum itu semua bermuara pada pembinaan dan pengembangan profesi guru,
sekaligus sebagai pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional. Pada tahun 2012 dan
seterusnya pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara simultan, yaitu
mensinergikan dimensi analisis kebutuhan, penyediaan, rekruitmen, seleksi, penempatan,
redistribusi, evaluasi kinerja, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi,
dan sebagainya. Untuk tujuan itu, agaknya diperlukan produk hukum baru yang mengatur tentang
sinergitas pengelolaan guru untuk menciptakan keselarasan dimensi-dimensi dan institusi yang
terkait.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
5
B.
Empat Tahap Mewujudkan Guru Profesional
Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sebagai sumber daya
utama pencerdas bangsa, barangkali sama tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Di
Indonesia, khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur untuk mewujudkan
guru yang benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) induksi
guru pemula berbasis sekolah, (3) profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan (4)
profesionalisasi guru berbasis individu atau menjadi guru madani.
Berkaitan dengan penyediaan guru, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa penyediaan guru
menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut sebagai
penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini, lembaga pendidikan
tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan
mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan
bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara
sebagai guru profesional. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74 tentang
Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/D-IV bidang
kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah
menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa
peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota
kebutuhan formasi.
Khusus untuk pendidikan profesi guru, beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua
produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV. Kedua, sertifikat
pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, baik
yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga,
sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Keempat, jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh
Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji
kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar
kompetensi.
Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1)
wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan
kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran
secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran,
dan/atau program yang diampunya; dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni
yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program
yang diampunya. Kedelapan, ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
6
pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan
sosial pada satuan pendidikan yang relevan.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan
hanya seseorang yang berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau D-IV dan memiliki
sertifikat pe didiklah ya g legal direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas,
harapannya tidak ada alasan calon guru yang direkruit untuk bertugas pada sekolah-sekolah di
Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkruit untuk
menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon
pegawai negeri sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan
kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang
disebut dengan induksi.
Ketika menjalani program induksi, diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh
mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas
profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang
nun jauh di sana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan
bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu. Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah
memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi
guru yang benar-benar profesional.
Pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui
ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan
masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia petama kali menginjakkan
kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas
pendidikan dan pembelajaran secara mandiri.
Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim
dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika
menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan
dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya, melainkan semua
subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus
ditampilkan oleh guru, baik di dalam maupun di luar kelas. Di sinilah esensi progam induksi yang
tidak dibahas secara detail di dalam buku ini.
Ketika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin keseharian
menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan
profesinya tidak berhenti di situ. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru tetap memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru.
Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop,
magang, studi banding, dan lain-lain adalah penting. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara
umum guru pemula masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan
sebagainya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
7
C.
Alur Pengembangan Profesi dan Karir
Saat ini, pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional makin nyata. Pengakuan atas
kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai
agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Aktualitas tugas dan fungsi
penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan
idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan
akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung
jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Saat ini penyandang profesi guru telah mengalami perluasan perspektif dan pemaknaannya.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup: (1)
guru -- baik guru kelas, guru bidang studi/mata pelajaran, maupun guru bimbingan dan konseling
atau konselor; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan
pengawas, seperti tertuang pada Gambar 1.2. Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam
pengembangan profesi dan karir profesi guru di masa depan.
Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan formal.
Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang
profesional dengan jumlah yang mencukupi. Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya
tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul pranggapan,
jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan,
kesejahteraan, perlindungan, dan pemartabatan, dan pelaksanaan etika profesi mereka terjamin.
Selama menjalankan tugas-tugas profesional, guru dituntut melakukan profesionalisasi atau
proses penumbuhan dan pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
8
guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta
kemajuan IPTEK. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat
dilakukan atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi
banding, dan lain-lain. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum guru masih memiliki
keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 membedakan antara pembinaan dan
pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV.
Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1
atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi
yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikan
nonkependidikan yang terakreditasi.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik
dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan
dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan pengembangan
keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.
Pembinaan dan pengembangan keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan karier
meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir
guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional mereka. Pola pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir guru tersebut, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.3., diharapkan
dapat menjadi acuan bagi institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan karir guru.
Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru
dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Inisiatif
meningkatkan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya untuk memberikan
penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
9
Seperti telah dijelaskan di atas, PP No. 74 Tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa
terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan
pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan
profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan
fungsional.
Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan pengembangan
profesi. Program ini berfokus pada empat kompetensi di atas. Namun demikian, kebutuhan guru
akan program pembinaan dan pengembangan profesi beragam sifatnya. Kebutuhan dimaksud
dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman tengtang konteks pembelajaran,
penguatan penguasaan materi, pengembangan metode mengajar, inovasi pembelajaran, dan
pengalaman tentang teori-teori terkini.
Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi dapat dilakukan oleh institusi pemerintah,
lembaga pelatihan (training provider) nonpemerintah, penyelenggara, atau satuan pendidikan. Di
tingkat satuan pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti, koordinator
guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis
kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain program, implementasi dan layanan, serta
evaluasi program pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau
memodifikasi/mengadopsi program sejenis.
Pembinan dan pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu penugasan, kenaikan
pangkat, dan promosi. Sebagai bagian dari pengembangan karir, kenaikan pangkat merupakan hak
guru. Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat ini termasuk ranah
peningkatan karir. Kenaikan pengkat ini dilakukan melalui dua jalur. Pertama, kenaikan pangkat
dengan sistem pengumpulan angka kredit. Kedua, kenaikan pangkat karena prestasi kerja atau
dedikasi yang luar biasa.
D.
Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan
Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Dengan demikian, kenijakan pembinaan
dan pengmbangan profesi guru harus dilakukan secara kontinyu, dengan serial kegiatan tertentu.
Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi
dan karir (lihat Gambar 1.4), hingga menjadi guru profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi
secara terus-menerus. Merujuk pada alur berpikir ini, guru profesional sesungguhnya adalah guru
yang di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi
secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi.
Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan uji
kompetensi. Untuk mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan penilaian kinerja dan uji
kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan kompetensinya. Kondisi
nyata itulah yang menjadi salah satu dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil
penilaian kinerja dan uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan
kompetensi guru.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
10
Penilaian kinerja guru (teacher performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk
merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan
amanat yang tertuang pada Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian kinerja
dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan
pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan
kelemahan guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi,
maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis
untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya
Disamping keharusan menjalani penilaian kinerja, guru-guru pun perlu diketahui tingkat
kompetensinya melalui uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi
tentang kondisi nyata guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil uji
kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan
kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru
sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang diujikan. Dengan demikian,
kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat.
Penilaian kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus
dimiliki oleh guru.
Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya perlu
disertai dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan pemartabatan guru.
Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru, memerlukan formulasi yang
sistemik dan sistematik terutama sistem penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan,
sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan
dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan,
pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
11
E.
Kebijakan Pemerataan Guru
Hingga kini masih muncul kesenjangan pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan
antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan antarprovinsi. Hal tersebut menunjukkan betapa
rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru di negeri tercinta ini.
Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik untuk memecahkan persoalan rumitnya penataan
dan pemerataan guru tersebut dengan menetapkan Peraturan Bersama Lima Menteri, yaitu
Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan
Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif
tanggal 2 Januari 2012. Dalam peraturan bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin
pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan,
antarkabupaten/kota, dan/atau antarprovinsi dalam upaya mewujudkan peningkatan dan
pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional,
guru pegawai negeri sipil dapat dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan
provinsi lain.
1.
Kebijakan dan Pemerataan Guru
Dalam Peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang
Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif
tanggal 2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
a. Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan
memfasilitasi pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang
berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam
memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan kabupaten/kota, Menteri
Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama.
b. Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya.
c. Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah daerah dalam hal
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan
Nasional serta memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian
penilaian kinerja pemerintah daerah.
d. Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari
kebijakan penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan
sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
e. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan melalui penetapan formasi guru PNS.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
12
f. Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
2.
Kewenangan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota
a. Dalam pelaksanaan kegiatan penataan dan pemerataan guru, gubernur bertanggung jawab
dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah provinsi yang kelebihan atau kekurangan guru PNS.
b. Bupati/walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru
PNS.
c. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di
wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
d. Bupati/Walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
e. Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan
kewenangannya untuk penataan dan pemerataan antarkabupaten/kota dalam satu wilayah
provinsi.
f. Penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan didasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan
standardisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
g. Analisis kebutuhan disusun dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri
Pendidikan Nasional dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan
diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
Dalam kerangka pemerataan guru, diperlukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan
evaluasi merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dalam kegiatan penataan dan pemerataan
guru, khususnya guru PNS. Oleh karena itu secara bersama-sama Menteri Pendidikan Nasional,
Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menneg PAN dan RB, dan Menteri Keuangan wajib
memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru sesuai dengan
kewenangan masing-masing.Sedangkan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarpendidikan di kabupaten/kota
dilakukan oleh gubernur sesuai dengan masing-masing wilayahnya.
Termasuk dalam kerangka ini, diperlukan juga pembinaan dan pengawasan. Norma-norma
umum pembinaan dan pengawasan disajikan berikut ini.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
13
1. Secara Umum, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan
guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan dilaksanakan oleh
Menteri Dalam Negeri.
2. Secara teknis, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah provinsi
dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
3. Menteri Agama melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di lingkungan Kementerian Agama.
4. Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di
pemerintah kabupaten/kota.
Dari mana pendanaannya? Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, antarjenis pendidikan, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dibebankan pada APBN, dan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota dalam satu
provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dibebankan pada
APBD provinsi. Sedangkan pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota, atau antarprovinsi pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD
kabupaten/kota.
Pelaksanaan pelaporan penataan dan pemerataan guru disajikan berikut ini.
1. Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan
menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan. Kemudian
Gubernur mengusulkan perencanaan seperti tersebut di atas, dan perencanaan penataan
dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan
di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling
lambat bulan Maret tahun berjalan.
2. Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan
menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan. Kemudian
Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan
Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei
tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
3. Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan
dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan
di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
14
Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
paling lambat bulan Mei tahun berjalan.
4. Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS dan informasi dari
Kementerian Agama tersebut di atas, Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan
menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat
bulan Juli tahun berjalan.
5. Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional kepada Menteri Keuangan,
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri
Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.
Sanksi bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial
fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian terkait sesuai dengan
kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau Gubernur yang
tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan di daerahnya.
2. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi menunda pemberian formasi guru PNS kepada Pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan
penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian
kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru PNS
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
15
BAB II
PENINGKATAN KOMPETENSI
Topik ini berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru. Materi sajian
terutama berkaitan dengan esensi, prinsip, jenis program pengembangan
keprofesian guru secara berkelanjutan, serta uji kompetensi guru dan
dampak ikutanya. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran
secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus,
membaca regulasi yang terkait, mengerjakan latihan, dan melakukan
refleksi.
A.
Esensi Peningkatan Kompetensi
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), baik sebagai substansi materi ajar maupun piranti
penyelenggaraan pembelajaran, terus berkembang. Dinamika ini menuntut guru selalu meningkatkan
dan menyesuaikan kompetensinya agar mampu mengembangkan dan menyajikan materi pelajaran
yang aktual dengan menggunakan berbagai pendekatan, metoda, dan teknologi pembelajaran
terkini. Hanya dengan cara itu guru mampu menyelenggarakan pembelajaran yang berhasil
mengantarkan peserta didik memasuki dunia kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan
pada zamannya. Sebaliknya, ketidakmauan dan ketidakmampuan guru menyesuaikan wawasan dan
kompetensi dengan tu ntu t an perkembangan lingkungan profesinya justru akan menjadi salah satu
faktor penghambat ketercapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran.
Hingga kini, baik dalam fakta maupun persepsi, masih banyak kalangan yang meragukan
kompetensi guru baik dalam bidang studi yang diajarkan maupun bidang lain yang mendukung
terutama bidang didaktik dan metodik pembelajaran. Keraguan ini cukup beralasan karena didukung
oleh hasil uji kompetensi yang menunjukkan masih banyak guru yang belum mencapai standar
kompetensi yang ditetapkan. Uji kompetensi ini juga menunjukkan bahwa masih banyak guru yang
tidak menguasai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Uji-coba studi video terhadap
sejumlah guru di beberapa lokasi sampel melengkapi bukti keraguan itu. Kesimpulan lain yang cukup
mengejutkan dari studi tersebut di antaranya adalah bahwa pembelajaran di kelas lebih didominasi
oleh ceramah satu arah dari guru dan sangat jarang terjadi tanya jawab. Ini mencerminkan betapa
masih banyak guru yang tidak berusaha meningkatkan dan memutakhirkan profesionalismenya.
Reformasi pendidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menuntut
reformasi guru untuk memiliki tingkat kompetensi yang lebih tinggi, baik kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional, maupun sosial.
Akibat dari masih banyaknya guru yang tidak menguasai kompetensi yang dipersyaratkan
ditambah dengan kurangnya kemampuan untuk menggunakan TIK membawa dampak pada siswa
paling tidak dalam dua hal. Pertama, siswa hanya terbekali dengan kompetensi yang sudah usang.
Akibatnya, produk sistem pendidikan dan pembelajaran tidak siap terjun ke dunia kehidupan nyata yang
terus berubah.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
16
Kedua, pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru juga kurang kondusif bagi tercapainya
tujuan secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan karena tidak didukung oleh penggunaan
teknologi pembelajaran yang modern dan handal. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa substansi
materi pelajaran yang harus dipelajari oleh anak didik terus berkembang baik volume maupun
kompleksitasnya.
Sebagaimana ditekankan dalam prinsip percepatan belajar (accelerated learning),
kecenderungan materi yang harus dipelajari anak didik yang semakin hari semakin bertambah
jumlah, jenis, dan tingkat kesulitannya, menuntut dukungan strategi dan teknologi pembelajaran
yang secara terus-menerus disesuaikan pula agar pembelajaran dapat dituntaskan dalam interval
waktu yang sama.
Sejatinya, guru adalah bagian integral dari subsistem organisasi pendidikan secara menyeluruh.
Agar sebuah organisasi pendidikan mampu menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang menjadi
ciri kehidupan modern, perlu mengembangkan sekolah sebagai sebuah organisasi pembelajar. Di
antara karakter utama organisasi pembelajar adalah mencermati perubahan internal dan eksternal
yang diikuti dengan upaya penyesuaian diri dalam rangka mempertahankan eksistensinya.
B.
Prinsip-Prinsip Peningkatan Kompetensi dan Karir
1. Prinsip-prinsip Umum
Secara umum program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan
prinsip-prinsip seperti berikut ini.
a. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
c. Suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan guru yang berlangsung sepanjang hayat.
d. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas guru dalam
proses pembelajaran.
e. Memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
2. Prinsip-pinsip Khusus
Secara khusus program peningkatan kompetensi guru diselenggarakan dengan menggunakan
prinsip-prinsip seperti berikut ini.
a. Ilmiah, keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kompetensi dan
indikator harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
b. Relevan, rumusannya berorientasi pada tugas dan fungsi
guru sebagai tenaga pendidik
profesional yakni memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
c. Sistematis, setiap komponen dalam kompetensi jabatan guru
fungsional dalam mencapai kompetensi.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
berhubungan secara
17
d. Konsisten, adanya hubungan yang ajeg dan taat asas antara kompetensi dan indikator.
e. Aktual dan kontekstual, yakni rumusan kompetensi dan indikator dapat mengikuti
perkembangan Ipteks.
f. Fleksibel, rumusan kompetensi dan indikator dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan jaman.
g. Demokratis, setiap guru memiliki hak dan peluang yang sama untuk diberdayakan melalui
proses pembinaan dan pengembangan profesionalitasnya, baik secara individual maupun
institusional.
h. Obyektif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya dengan mengacu kepada
hasil penilaian yang dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator terukur dari kompetensi
profesinya.
i. Komprehensif, setiap guru dibina dan dikembangkan profesi dan karirnya untuk mencapai
kompetensi profesi dan kinerja yang bermutu dalam memberikan layanan pendidikan dalam
rangka membangun generasi yang memiliki pengetahuan, kemampuan atau kompetensi,
mampu menjadi dirinya sendiri, dan bisa menjalani hidup bersama orang lain.
j. Memandirikan, setiap guru secara terus menerus diberdayakan untuk mampu meningkatkan
kompetensinya secara berkesinambungan, sehingga memiliki kemandirian profesional dalam
melaksanakan tugas dan fungsi profesinya.
k. Profesional, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan dengan
mengedepankan nilai-nilai profesionalitas.
l. Bertahap, dimana pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan
berdasarkan tahapan waktu atau tahapan kualitas kompetensi yang dimiliki oleh guru.
m. Berjenjang, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan secara
berjenjang berdasarkan jenjang kompetensi atau tingkat kesulitan kompetensi yang ada pada
standar kompetensi.
n. Berkelanjutan, pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan sejalan
dengan perkembangan ilmu pentetahuan, teknologi dan seni, serta adanya kebutuhan
penyegaran kompetensi guru;
o. Akuntabel, pembinaan dan pengembangan profesi
dipertanggungjawabkan secara transparan kepada publik;
dan
karir
guru
dapat
p. Efektif, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus mampu
memberikan informasi yang bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat
oleh pihak-pihak yang terkait dengan profesi dan karir lebih lanjut dalam upaya peningkatan
kompetensi dan kinerja guru.
q. Efisien, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru harus didasari
atas pertimbangan penggunaan sumberdaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil
yang optimal.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
18
C.
Jenis Program
Peningkatan kompetensi guru guru dilaksanakan melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan
dan pelatihan (diklat) dan bukan diklat, antara lain seperti berikut ini.
1.
Pendidikan dan Pelatihan
a. Inhouse training (IHT). Pelatihan dalam bentuk IHT adalah pelatihan yang dilaksanakan secara
internal di KKG/MGMP, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan
pelatihan. Strategi pembinaan melalui IHT dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian
kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara
eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi kepada guru lain yang
belum memiliki kompetensi. Dengan strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu
dan biaya.
b. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di institusi/industri
yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini
terutama diperuntukkan bagi guru kejuruan dan dapat dilakukan selama priode tertentu,
misalnya, magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai
alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu khususnya bagi guru-guru
sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata.
c. Kemitraan sekolah. Pelatihan melalui kemitraan sekolah dapat dilaksanakan bekerjasama
dengan institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat
dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan melalui mitra sekolah
diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra dapat
dimanfaatkan oleh guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi
profesionalnya.
d. Belajar jarak jauh. Pelatihan melalui belajar jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa
menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan
dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan melalui belajar jarak
jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil
dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibu kota
kabupaten atau di propinsi.
e. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di P4TK dan atau
LPMP dan lembaga lain yang diberi wewenang, di mana program pelatihan disusun secara
berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun
berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus (spesialisasi)
disediakan berdasarkan kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru
dalam keilmuan tertentu.
f. Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat di LPTK atau lembaga
pendidikan lainnya dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kompetensi guru dalam
beberapa kemampuan seperti melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah,
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain sebagainya.
g. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah
dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
19
mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan
sejenisnya.
h. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan
alternatif bagi pembinaan profesi guru di masa mendatang. Pengikutsertaan guru dalam
pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam
maupun di luar negeri, bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan
menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya
pengembangan profesi.
2.
Kegiatan Selain Pendidikan dan Pelatihan
a. Diskusi masalah pendidikan. Diskusi ini diselenggarakan secara berkala dengan topik sesuai
dengan masalah yang di alami di sekolah. Melalui diskusi berkala diharapkan para guru dapat
memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah
ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.
b. Seminar. Pengikutsertaan guru di dalam kegiatan seminar dan pembinaan publikasi ilmiah
juga dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan profesi guru dalam meningkatkan
kompetensi guru. Melalui kegiatan ini memberikan peluang kepada guru untuk berinteraksi
secara ilmiah dengan kolega seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan.
c. Workshop. Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi
pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan karirnya. Workshop dapat
dilakukan misalnya dalam kegiatan menyusun KTSP, analisis kurikulum, pengembangan
silabus, penulisan RPP, dan sebagainya.
d. Penelitian. Penelitian dapat dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas,
penelitian eksperimen ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu
pembelajaran.
e. Penulisan buku/bahan ajar. Bahan ajar yang ditulis guru dapat berbentuk diktat, buku
pelajaran ataupun buku dalam bidang pendidikan.
f. Pembuatan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dibuat guru dapat berbentuk
alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan ajar elektronik (animasi
pembelajaran).
g. Pembuatan karya teknologi/karya seni. Karya teknologi/seni yang dibuat guru dapat berupa
karya teknologi yang bermanfaat untuk masyarakat dan atau pendidikan dan karya seni yang
memiliki nilai estetika yang diakui oleh masyarakat.
D.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
Penetapan Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya, dilatarbelakangi bahwa guru memiliki peran strategis dalam meningkatkan proses
pembelajaran dan mutu peserta didik. Perubahan mendasar yang terkandung dalam Permenneg PAN
dan RB Nomor 16 tahun 2009 dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, di antaranya dalam hal
penilaian kinerja guru yang sebelumnya lebih bersifat administratif menjadi lebih berorientasi
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
20
praktis, kuantitatif, dan kualitatif, sehingga diharapkan para guru akan lebih bersemangat untuk
meningkatkan kinerja dan profesionalitasnya. Dalam Permenneg PAN dan RB ini, jabatan fungsional
terdiri dari empat jenjang, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama.
Setiap tahun, guru harus dinilai kinerjanya secara teratur melalui Penilaian Kinerja Guru (PK Guru)
dan wajib mengikuti Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). PKB tersebut harus
dilaksanakan sejak guru memiliki golongan kepangkatan III/a dengan melakukan pengembangan diri,
dan sejak golongan kepangkatan III/b guru wajib melakukan publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif.
Untuk naik dari golongan kepangkatan IV/c ke IV/d guru wajib melakukan presentasi ilmiah. Gambar
2.1. menunjukkan keterkaitan antara PKB, PK Guru, dan pengembangan karir guru.
PKB dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil PK Guru dan
didukung dengan hasil evaluasi diri. Apabila hasil PK Guru masih berada di bawah standar
kompetensi yang ditetapkan atau berkinerja rendah, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program
PKB yang diorientasikan sebagai pembinaan untuk mencapai kompetensi standar yang disyaratkan.
Sementara itu, guru yang hasil penilaian kinerjanya telah mencapai standar kompetensi yang
disyaratkan, maka kegiatan PKB diarahkan kepada pengembangan kompetensi agar dapat memenuhi
tuntutan masa depan dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya sesuai dengan kebutuhan sekolah
dalam rangka memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik.
Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PKB diakui sebagai salah satu unsur
utama yang diberikan angka kredit untuk pengembangan karir guru dan kenaikan pangkat/jabatan
fungsional guru, selain kegiatan pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan
dengan fungsi sekolah/madrasah. Kegiatan PKB diharapkan dapat menciptakan guru yang
profesional, yang bukan hanya sekadar memiliki ilmu pengetahuan yang luas, tetapi juga memiliki
kepribadian yang matang. Dengan kepribadian yang prima dan penguasaan IPTEK yang kuat, guru
diharapkan terampil dalam menumbuhkembangkan minat dan bakat peserta didik sesuai dengan
bidangnya.
Secara umum, keberadaan PKB bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di
sekolah/madrasah yang berimbas pada peningkatan mutu pendidikan. Secara khusus, tujuan PKB
disajikan berikut ini.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
21
1.
Meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan.
2.
Memutakhirkan kompetensi guru untuk memenuhi kebutuhan guru dalam memfasilitasi proses
belajar peserta didik dalam memenuhi tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni di
masa mendatang.
3.
Mewujudkan guru yang memiliki komitmen kuat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai tenaga profesional.
4.
Menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru.
5.
Meningkatkan citra, harkat, dan martabat profesi guru di masyarakat.
Manfaat PKB bagi peserta didik yaitu memperoleh jaminan kepastian mendapatkan pelayanan
dan pengalaman belajar yang efektif untuk meningkatkan potensi diri secara optimal, sehingga
mereka memiliki kepribadian kuat dan berbudi pekerti luhur untuk berperan aktif dalam
pengembangan iImu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Bagi guru hal ini dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta memiliki
kepribadian yang kuat sesuai dengan profesinya; sehingga selama karirnya mampu menghadapi
perubahan internal dan eksternal dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik menghadapi
kehidupan di masa datang.
Dengan PKB untuk guru, bagi sekolah/madrasah diharapkan mampu menjadi sebuah
organisasi pembelajaran yang efektif; sehingga sekolah/madrasah dapat menjadi wadah untuk
peningkatan kompetensi, dedikasi, dan komitmen guru dalam memberikan layanan pendidikan yang
berkualitas kepada peserta didik. Bagi orang tua/masyarakat, PKB untuk guru bermakna memiliki
jaminan bahwa anak mereka di sekolah akan memperoleh layanan pendidikan yang berkualitas
sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Bagi pemerintah,PKB untuk guru dimungkinkan
dapat memetakan kualitas layanan pendidikan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan
kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam menunjang pembangunan pendidikan;
sehingga pemerintah dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas, kompetitif dan
berkepribadian luhur.
PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan untuk memelihara dan meningkatkan standar
kompetensi secara keseluruhan, mencakup bidang-bidang yang berkaitan dengan profesi guru.
Dengan demikian, guru secara profesional dapat memelihara, meningkatkan, dan memperluas
pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu.
Pembelajaran yang bermutu diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
pemahaman peserta didik.
PKB mencakup kegiatan-kegiatan yang didesain untuk meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan guru. Kegiatan dalam PKB membentuk suatu siklus yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Gambar 2.2 menunjukkan siklus kegiatan PKB bagi
guru. Melalui siklus kegiatan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan, diharapkan guru
akan mampu mempercepat pengembangan pengetahuan dan keterampilan untuk peningkatan
karirnya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
22
Kegiatan PKB untuk pengembangan diri dapat dilakukan di sekolah, baik oleh guru secara
mandiri, maupun oleh guru bekerja sama dengan guru lain dalam satu sekolah. Kegiatan PKB melalui
jaringan sekolah dapat dilakukan dalam satu rayon (gugus), antarrayon dalam kabupaten/kota
tertentu, antarprovinsi, bahkan dimungkinkan melalui jaringan kerjasama sekolah antarnegara serta
kerjasama sekolah dan industri, baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi. Kegiatan
PKB melalui jaringan antara lain dapat berupa: kegiatan KKG/MGMP; pelatihan/seminar/lokakarya;
kunjungan ke sekolah lain, dunia usaha, industri, dan sebagainya; mengundang nara sumber dari
sekolah lain, komite sekolah, dinas pendidikan, pengawas, asosiasi profesi, atau dari instansi lain
yang relevan.
Jika kegiatan PKB di sekolah dan jaringan sekolah belum memenuhi kebutuhan pengembangan
keprofesian guru, atau guru masih membutuhkan pengembangan lebih lanjut, kegiatan ini dapat
dilaksanakan dengan menggunakan sumber kepakaran luar lainnya. Sumber kepakaran lain ini dapat
disediakan melalui LPMP, P4TK, Perguruan Tinggi atau institusi layanan lain yang diakui oleh
pemerintah, atau institusi layanan luar negeri melalui pendidikan dan pelatihan jarak jauh dengan
memanfaatkan jejaring virtual atau TIK.
Dalam kaitannya dengan PKB ini, beberapa jenis pengembangan kompetensi dapat dilakukan
oleh guru dan di sekolah mereka sendiri. Beberapa program dimaksud disajikan berikut ini.
1.
Dilakukan oleh guru sendiri:
a. menganalisis umpan balik yang diperoleh dari siswa terhadap pelajarannya;
b. menganalisis hasil pembelajaran (nilai ujian, keterampilan siswa, dll);
c. mengamati dan menganalisis tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran;
d. membaca artikel dan buku yang berkaitan dengan bidang dan profesi; dan
e. mengikuti kursus atau pelatihan jarak jauh.
2.
Dilakukan oleh guru bekerja sama dengan guru lain:
a. mengobservasi guru lain;
b. mengajak guru lain untuk mengobservasi guru yang sedang mengajar;
c. mengajar besama-sama dengan guru lain (pola team teaching);
d. bersamaan dengan guru lain membahas dan melakukan investigasi terhadap permasalahan
yang dihadapi di sekolah;
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
23
e. membahas artikel atau buku dengan guru lain; dan
f. merancang persiapan mengajar bersama guru lain.
3.
Dilakukan oleh sekolah :
a. training day untuk semua sumber daya manusia di sekolah (bukan hanya guru);
b. kunjungan ke sekolah lain; dan
c. mengundang nara sumber dari sekolah lain atau dari instansi lain.
Satu hal yang perlu diingat dalam pelaksanaan pengembangan keprofesian berkelanjutan
harus dapat mematuhi prinsip-prinsip seperti berikut ini.
1. Setiap guru di Indonesia berhak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri. Hak tersebut
perlu diimplementasikan secara teratur, sistematis, dan berkelanjutan.
2. Untuk menghindari kemungkinan pengalokasian kesempatan pengembangan yang tidak merata,
proses penyusunan program PKB harus dimulai dari sekolah. Sekolah wajib menyediakan
kesempatan kepada setiap guru untuk mengikuti program PKB minimal selama tujuh hari atau
40 jam per tahun. Alokasi tujuh hari tersebut adalah alokasi minimal. Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota dan/ atau sekolah berhak menambah alokasi waktu jika dirasakan perlu,
termasuk penyediaan anggaran untuk kegiatan PKB.
3. Guru juga wajib berusaha mengembangkan dirinya semaksimal mungkin dan secara
berkelanjutan. Alokasi waktu tujuh hari per tahun sebenarnya tidak cukup, sehingga guru harus
tetap berusaha pada kesempatan lain di luar waktu tujuh hari tersebut. Keseriusan guru untuk
mengembangkan dirinya merupakan salah satu hal yang diperhatikan dan dinilai di dalam
kegiatan proses pembelajaran yang akan dievaluasi kinerja tahunannya.
4. Proses PKB bagi guru harus dimulai dari guru sendiri. Sebenarnya guru tidak bisa
dikembangka oleh orang lain jika dia belum siap untuk berkembang. Pihak-pihak yang
mendapat tugas untuk membina guru perlu menggali sebanyak-banyaknya dari guru tersebut
(tentang keinginannya, kekhawatirannya, masalah yang dihadapinya, pemahamannya tentang
proses belajar-mengajar, dsb) sebelum memberikan masukan/saran.
5. Untuk mencapai tujuan PKB yang sebenarnya, kegiatan PKB harus melibatkan guru secara aktif
sehingga betul-betul terjadi perubahan pada dirinya, baik dalam penguasaan materi,
pemahaman konteks, keterampilan, dan lain-lain. Jenis pelatihan tradisional -- yaitu ceramah
yang dihadiri oleh peserta dalam jumlah besar tetapi tidak melibatkan mereka secara aktif -- perlu
dihindari.
Berdasarkan analisis kebutuhan dan ketentuan yang berlaku serta praktik-praktik
pelaksanaannya, perlu dikembangkan mekanisme PKB yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
guru untuk meningkatkan profesionalismenya. Analisis kebutuhan dan ketentuan tersebut mencakup
antara lain:
1. Setiap guru berhak menerima pembinaan berkelanjutan dari seorang guru yang berpengalaman
dan telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan (guru pendamping).
2. Guru pendamping tersebut berasal dari sekolah yang sama dengan guru binaannya atau dipilih
dari sekolah lain yang berdekatan, apabila di sekolahnya tidak ada guru pendamping yang
memenuhi kompetensi.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
24
3. Setiap sekolah mempunyai seorang koordinator PKB tingkat sekolah, yaitu seorang guru yang
berpengalaman. Sekolah yang mempunyai banyak guru boleh membentuk sebuah tim PKB untuk
membantu Koordinator PKB, sedangkan sekolah kecil dengan jumlah guru yang terbatas,
terutama sekolah dasar, sangat dianjurkan untuk bekerja sama dengan sekolah lain di sekitarnya.
Dengan demikian, seorang Koordinator PKB bisa mengkoordinasikan kegiatan PKB di beberapa
sekolah.
4. Setiap Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menunjuk dan menetapkan seorang Koordinator PKB
tingkat kabupaten/kota (misalnya pengawas yang bertanggung jawab untuk gugus sekolah
tertentu).
5. Sekolah, KKG/MGMP serta Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota harus merencanakan kegiatan PKB
dan mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tersebut. Kegiatan PKB harus sejalan dengan visi
dan misi sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
6. Sekolah berkewajiban menjamin bahwa kesibukan guru dengan tugas tambahannya sebagai Guru
Pembina atau sebagai Koordinator PKB tingkat sekolah maupun dalam mengikuti kegiatan PKB
tidak mengurangi kualitas pembelajaran siswa.
PKB perlu dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai standar kompetensi
dan/atau meningkatkan kompetensinya agar guru mampu memberikan layanan pendidikan secara
profesional. Pencapaian dan peningkatan kompetensi tersebut akan berdampak pada peningkatan
keprofesian guru dan berimplikasi pada perolehan angka kredit bagi pengembangan karir guru.
Dalam Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2009, terdapat tiga unsur kegiatan guru dalam PKB
yang dapat dinilai angka kreditnya, yaitu: pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.
1.
Pengembangan Diri
Pengembangan diri pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan guru melalui kegiatan pendidikan dan latihan fungsional dan kegiatan kolektif guru
yang dapat meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian guru. Dengan demikian, guru akan
mampu melaksanakan tugas utama dan tugas tambahan yang dipercayakan kepadanya. Tugas
utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan, sedangkan tugas
tambahan adalah tugas lain guru yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, seperti tugas
sebagai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala laboratorium, dan kepala perpustakaan.
Diklat fungsional termasuk pada kategori diklat dalam jabatan yang dilaksanakan untuk
mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional
masing-masing. Dalam Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 dinyatakan bahwa diklat fungsional
adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau pelatihan yang bertujuan untuk
meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu.
Kegiatan kolektif guru adalah kegiatan guru dalam mengikuti pertemuan ilmiah atau
mengikuti kegiatan bersama yang dilakukan guru, baik di sekolah maupun di luar sekolah, dan
bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan. Beberapa contoh bentuk
kegiatan kolektif guru antara lain: (1) lokakarya atau kegiatan bersama untuk menyusun
dan/atau mengembangkan perangkat kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau media
pembelajaran; (2) keikutsertaan pada kegiatan ilmiah (seminar, koloqium, workshop, bimbingan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
25
teknis, dan diskusi panel), baik sebagai pembahas maupun peserta; (3) kegiatan kolektif lainnya
yang sesuai dengan tugas dan kewajiban guru.
Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pengembangan diri,
baik dalam diklat fungsional maupun kegiatan kolektif guru, antara lain: (1) penyusunan RPP,
program kerja, dan/atau perencanaan pendidikan; (2) penyusunan kurikulum dan bahan ajar; (3)
pengembangan metodologi mengajar; (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran peserta didik;
(5) penggunaan dan pengembangan teknologi informatika dan komputer (TIK) dalam
pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran; (7) peningkatan kompetensi profesional dalam
menghadapi tuntutan teori terkini; (8) penulisan publikasi ilmiah; (9) pengembangan karya
inovatif; (10) kemampuan untuk mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan
kompetensi lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang
relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
Pelaksanaan berbagai kegiatan pengembangan diri ini harus berkualitas, dikoordinasikan
dan dikendalikan oleh Koordinator PKB di sekolah secara sistematik dan terarah sesuai
kebutuhan. Kegiatan pengembangan diri yang berupa diklat fungsional harus dibuktikan dengan
surat tugas, sertifikat, dan laporan deskripsi hasil pelatihan yang disahkan oleh kepala sekolah.
Sementara itu, kegiatan pengembangan diri yang berupa kegiatan kolektif guru harus dibuktikan
dengan surat keterangan dan laporan per kegiatan yang disahkan oleh kepala sekolah. Jika guru
mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, laporan dan bukti fisik pendukung tersebut
harus disahkan oleh kepala dinas pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi.
Hasil diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru ini perlu didesiminasikan kepada guruguru yang lain, minimal di sekolahnya masing-masing, sebagai bentuk kepedulian dan wujud
kontribusi dalam peningkatan kualitas pendidikan. Kegiatan ini diharapkan dapat mempercepat
proses peningkatan dan pengembangan sekolah secara utuh/menyeluruh. Guru bisa
memperoleh penghargaan berupa angka kredit tambahan sesuai perannya sebagai
pemrasaran/nara sumber.
2.
Publikasi Ilmiah
Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai
bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan
pengembangan dunia pendidikan secara umum. Publikasi ilmiah mencakup 3 (tiga) kelompok,
yaitu:
a.
Presentasi pada forum ilmiah. Dalam hal ini guru bertindak sebagai pemrasaran dan/atau
nara sumber pada seminar, lokakarya, koloqium, dan/atau diskusi ilmiah, baik yang
diselenggarakan pada tingkat sekolah, KKG/MGMP, kabupaten/kota, provinsi, nasional,
maupun internasional.
b.
Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal.
Publikasi dapat berupa karya tulis hasil penelitian, makalah tinjauan ilmiah di bidang
pendidikan formal dan pembelajaran, tulisan ilmiah populer, dan artikel ilmiah dalam
bidang pendidikan. Karya ilmiah ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah tertentu atau
minimal telah diterbitkan dan diseminarkan di sekolah masing-masing. Dokumen karya
ilmiah disahkan oleh kepala sekolah dan disimpan di perpustakaan sekolah. Bagi guru yang
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
26
mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, karya ilmiahnya harus disahkan oleh
kepala dinas pendidikan setempat.
c.
3.
Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman guru. Buku yang
dimaksud dapat berupa buku pelajaran, baik sebagai buku utama maupun buku pelengkap,
modul/diktat pembelajaran per semester, buku dalam bidang pendidikan, karya
terjemahan, dan buku pedoman guru. Buku termaksud harus tersedia di perpustakaan
sekolah tempat guru bertugas. Keaslian buku harus ditunjukkan dengan pernyataan
keaslian dari kepala sekolah atau dinas pendidikan setempat bagi guru yang mendapatkan
tugas tambahan sebagai kepala sekolah.
Karya Inovatif
Karya inovatif adalah karya yang bersifat pengembangan, modifikasi atau penemuan baru
sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah
dan pengembangan dunia pendidikan, sains/teknologi, dan seni. Karya inovatif ini dapat berupa
penemuan teknologi tepat guna, penemuan/peciptaan atau pengembangan karya seni,
pembuatan/modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau penyusunan standar, pedoman,
soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun provinsi.
Kegiatan PKB yang mencakup ketiga komponen tersebut harus dilaksanakan secara
berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak
sekadar untuk pemenuhan angka kredit. Oleh sebab itu, meskipun angka kredit seorang guru
diasumsikan telah memenuhi persyaratan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional
tertentu, guru tetap wajib melakukan kegiatan PKB.
E.
Uji Kompetensi
Untuk mengetahui kompetensi seorang guru, perlu dilakukan uji kompetensi. Uji kompetensi
dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kemampuan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi, dirumuskan profil kompetensi guru menurut level
tertentu yang sekaligus menentukan kelayakan dari guru tersebut. Dengan demikian, tujuan uji
kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari
standar kompetensi yang diujikan.
Kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat,
sehingga bias dipertanggungjawabkan baik secara akademik, moral, maupun keprofesian. Dengan
demikian, disamping hasil penilaian kinerja, uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain
program peningkatan kompetensi guru. Uji kompetensi esensinya berfokus pada keempat
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional.
1.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan
karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek seperti fisik, moral, sosial, kultural,
emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu
menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik karena peserta didik
memiliki karakter, sifat, dan interes yang berbeda. Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum,
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
27
seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum di tingkat satuan pendidikan masingmasing dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal.
Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
kemampuannya di kelas, dan harus mampu melakukan penilaian terhadap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan. Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan
aspek-aspek yang diamati, yaitu:
a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,
emosional dan intelektual.
b. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang
diampu.
d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan
kegiatan pengembangan yang mendidik.
f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki.
g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan
evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
2.
Kompetensi Kepribadian
Pelaksanaan tugas sebagai guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan tugas yang
dipercayakan kepadanya untuk mempersiapkan kualitas generasi masa depan bangsa.
Walaupun berat tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas, guru harus
tetap tegar dalam melaksakan tugas sebagai seorang pendidik. Pendidikan adalah proses yang
direncanakan agar semua berkembang melalui proses pembelajaran. Guru sebagai pendidik
harus dapat mempengaruhi ke arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan
berlaku dalam masyarakat.
Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi perilaku
etik peserta didik sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik
dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian peserta didik
yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri,
belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar,
mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil
apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru harus mempunyai
kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru.
Aspek-aspek yang diamati adalah:
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik
dan masyarakat.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
d. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
28
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
3.
Kompetensi Sosial
Guru di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan yang perlu dicontoh dan
merupkan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial
dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan
kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan
lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para guru tidak akan
mendapat kesulitan.
Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama,
bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria kinerja guru dalam
kaitannya dengan kompetensi sosial disajikan berikut ini.
a. Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,
kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau
bentuk lain.
4.
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan
pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru dituntut mampu
menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi
pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari
informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari
internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.
Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai
sumber materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan
mengajarnya harus disambut oleh peserta didik sebagai suatu seni pengelolaan proses
pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar yang tidak
pernah putus.
Keaktifan pesertadidik harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan
metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong
pesertadidik untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan
konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan
multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil mendengar, dan
belajar sambil bermain, sesuai kontek materinya.
Guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan.
Misalnya, bagaimana menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, dan prinsipprinsip lainnya. Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat melaksanakan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
29
sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang digunakan untuk mengukur hasil
belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula guru dapat menyusun butir soal secara benar,
agar tes yang digunakan dapat memotivasi pesertadidik belajar.
Kemampuan yang harus dimiliki pada dimensi kompetensi profesional atau akademik
dapat diamati dari aspek-aspek berikut ini.
a. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
b. Menguasai standar kompetensi
pengembangan yang diampu.
dan
kompetensi
dasar
mata
pelajaran/
bidang
c. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif.
d. Mengembangkan keprofesian secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif
e. Memanfaatkan teknologi
mengembangkan diri.
informasi
dan
komunikasi
untuk
berkomunikasi
dan
Seperti dijelaskan di atas, untuk mengetahui kompetensi guru dilakukan uji kompetensi. Melalui
uji kompetensi guru dapat dirumuskan profil kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi
dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil uji kompetensi menjadi basis utama
desain program peningkatan kompetensi guru.
Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan materi
pembelajaran setiap guru. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru
menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji
kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari
standar kompetensi yang diujikan. Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan dengan menggunakan
prinsip-prinsip seperti berikut ini.
a.
b.
c.
d.
e.
Valid, yaitu menguji apa yang seharusnya dinilai atau diuji dan bukti-bukti yang dikumpulkan
harus mencukupi serta terkini dan asli.
Reliabel, yaitu uji komptensi bersifat konsisten, dapat menghasilkan kesimpulan yang relatif
sama walaupun dilakukan pada waktu, tempat dan asesor yang berbeda.
Fleksibel, yaitu uji kompetensi dilakukan dengan metoda yang disesuikan dengan kondisi peserta
uji serta kondisi tempat uji kompetensi.
Adil, yaitu uji kompetensi tidak boleh ada diskriminasi terhadap guru, dimana mereka harus
diperlakukan sama sesuai dengan prosedur yang ada dengan tidak melihat dari kelompok mana
dia berasal.
Efektif dan efisien, yaitu uji kompetensi tidak mengorbankan sumber daya dan waktu yang
berlebihan dalam melaksanakan uji kompetensi sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan. Uji
kompetensi sebisa mungkin dilaksanakan di tempat kerja atau dengan mengorbankan waktu
dan biaya yang sedikit.
Uji kompetensi dilakukan dengan strategi tertentu. Strategi uji kompetensi dilakukan seperti
berikut ini.
1.
2.
Dilakukan secara kontinyu bagi semua guru, baik terkait dengan mekanisme sertifikasi maupun
bersamaan dengan penilaian kinerja.
Dapat dilakukan secara manual (offline), online, atau kombinasinya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
30
3.
4.
5.
Memberi perlakauan khusus untuk jenis guru tertentu, misalnya guru produktif, normatif, guru
TK/LB, atau melalui tes kinerja atau performance test.
Dimungkinkan penyediaan bank soal yang memenuhi validitas dan reliabilitas tertentu, khusus
untuk ranah pengetahuan.
Sosialisasi pelaksanaan program dan materi uji kompetensi
Latihan dan Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Apa esensi peningkatan kompetensi guru?
Sebutkan jenis-jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh guru?
Buatlah penjelasan ringkas mengenai keterkaitan masing-masing jenis kompetensi guru!
Sebutkan beberapa prinsip peningkatan kompetensi guru1
Apa yang dimaksud dengan pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan?
Sebutkan jenis-jenis program peningkatan kompetensi guru!
Apa esensi uji kompetensi guru?
Apa dampak ikutan hasil uji kompetensi bagi guru?
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
31
BAB III
PENILAIAN KINERJA
Topik ini berkaitan dengan penilaian kinerja guru. Materi sajian terutama
berkaitan dengan makna, persyaratan, prinsip, tahap-tahap pelaksanaan,
dan konversi nilai penilaian kinerja guru. Peserta PLPG diminta mengikuti
materi pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok,
menelaah kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan,
dan melakukan refleksi.
A.
Latar Belakang
Guru adalah pendidik profesional yang mempunyai tugas, fungsi, dan peran penting dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru profesional mampu berpartisipasi dalam pembangunan
nasional untuk mewujudkan insan Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam
IPTEK, memiliki jiwa estetis, etis, berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian.
Masa depan masyarakat, bangsa dan negara, sebagian besar ditentukan oleh guru. Karena
itu, profesi guru perlu dikembangkan secara terus menerus dan proporsional menurut jabatan
fungsional guru. Agar fungsi dan tugas yang melekat pada jabatan fungsional guru dilaksanakan
sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diperlukan penilaian kinerja guru (PK Guru) yang
menjamin terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas di semua jenjang pendidikan.
Pelaksanaan PK Guru dimaksudkan untuk mewujudkan guru yang profesional, karena harkat
dan martabat suatu profesi ditentukan oleh kualitas layanan profesi guru. Untuk memberi pengakuan
bahwa setiap guru adalah seorang profesional di bidangnya dan sebagai penghargaan atas prestasi
kerjanya, maka PK Guru harus dilakukan terhadap guru di semua satuan pendidikan formal yang
diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Guru yang dimaksud tidak
terbatas pada guru yang bekerja di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi juga mencakup guru yang bekerja di satuan pendidikan di
lingkungan Kementerian Agama.
Hasil PK Guru dapat dimanfaatkan untuk menyusun profil kinerja guru sebagai masukan
dalam penyusunan program PKB. Hasil PK Guru juga merupakan dasar penetapan perolehan angka
kredit guru dalam rangka pengembangan karir guru sebagaimana diamanatkan dalam Permenneg
PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jika
semua ini dapat dilaksanakan dengan baik dan obyektif, maka cita‐ ita pemerintah untuk
e ghasilka i sa ya g erdas komprehensif dan berdaya sai g ti ggi lebih epat direalisasikan.
B.
Pengertian
Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, PK Guru adalah penilaian dari tiap butir
kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya.
Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuannya dalam penguasaan
pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan
sesuai amanat Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
32
Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat
menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan
pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan
tugas tambahan. Sistem PK Guru adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi
kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang
ditunjukkan dalam unjuk kerjanya.
Sebelum mengikuti PK Guru, seorang guru harus mengikuti uji kompetensi. Berdasarkan hasil
uji kompetensi ini, guru akan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: (1) guru yang sudah
mencapai standar kompetensi minimal yang ditetapkan, dan (2) guru yang belum memiliki standar
kompetensi minimmal yang ditetapkan.
Guru yang sudah mencapai standar kompetensi minimum yang ditetapkan diberi kesempatan
untuk mengikuti PK Guru. Sebaliknya, guru yang belum mencapai standar minimum yang ditetapkan,
diharuskan mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) melalui multimode, untuk kemudian
mengikuti uji kompetensi.
Jika hasil uji kompetensi memenuhi persyaratan, guru yang bersangkutan diberi peluang
mengikuti PK Guru. Fokus utama PK Guru adalah (1) disiplin guru (kehadiran, ethos kerja), (2)
efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3) keteladanan guru
(berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa.
Guru yang sudah mengikuti PK Guru, akan dihitung angka kredit yang diperoleh atas kinerjanya
pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah yang dilakukannya pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan
setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan
pangkat dan jabatan fungsionalnya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
33

UK
UJI
KOMPETENSI
N ˂ SM
N ≥ SM
PKB
DIKLAT DASAR
INTERNALLY &
EKSTERNALLY
DRIVEN
PKB
N ˂ SM
DIKLAT LANJUTAN
PK
PK
N ≥ SM
DIKLAT
PENGEMBANGAN
GURU
PROFESIONAL
1.
KENAIKAN PANGKAT/
JABATAN
2.
PROMOSI
3.
TUNJANGAN PROFESI
Pembinaan karier dan
kepangkatan
 Memastikan guru melaksanakan
tugas profesional
 Menjamin bahwa guru
memberi layanan pendidikan
yang berkualitas
(KEPASTIAN, KEMANFAATAN dan
KEADILAN)
INDIKATOR UTAMA
No.
1.
SM : Standar Minimal
PKB : Pembinaan Keprofesian
Berkelanjutan
PK : Penilaian Kinerja
INDIKATOR
1.
Hasil Belajar Siswa (Nilai Rapor, UN dan Hasil Tes
Standar Lainnya)
2.
Karya Prestatif Siswa dalam berbagai kompetisi
Lokal, Nasional dan Internasional
3.
Kesinambungan Prestasi Siswa di PT atau bekerja
melalui Penelusuran Alumni.
4.
Rekognisi Pihak Eksternal terhadap kualitas Siswa
Disiplin Guru (waktu, nilai,
kehadiran, ethos kerja)
DAMPAK
No
INDIKATOR
2.
Efisiensi dan Efektivitas
pembelajaran (Kapasitas
transformasi ilmu ke
siswa)
3.
Keteladanan Guru
(berbicara, bersikap dan berperilaku)
4.
Motivasi Belajar Siswa
Hasil PK Guru diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan berbagai kebijakan yang terkait
dengan peningkatan mutu dan kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan
dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya saing tinggi. PK Guru merupakan
acuan bagi sekolah/madrasah untuk menetapkan pengembangan karir dan promosi guru. Bagi
guru, PK Guru merupakan pedo a u tuk e getahui u sur‐u sur ki erja ya g di ilai da
merupakan sarana untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu dalam rangka memperbaiki
kualitas kinerjanya, khususnya pada empat fokus utama, seperti disebutkan di atas.
C.
Persyaratan
Persyaratan penting dalam sistem PK Guru yaitu harus valid, reliabel, dan praktis.
1. Sistem PK Guru dikatakan valid bila aspek yang dinilai benar-benar mengukur komponenkomponen tugas guru dalam melaksanakanpembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas lain
yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
2. Sistem PK Guru dikatakan reliabel atau mempunyai tingkat kepercayaan tinggi jika proses yang
dilakukan memberikan hasil yang sama untuk seorang guru yang dinilai kinerjanya oleh siapapun
dan kapan pun.
3. Sistem PK Guru dikatakan praktis bila dapat dilakukan oleh siapapun dengan relatif mudah,
dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang sama dalam semua kondisi tanpa memerlukan
persyaratan tambahan.
D.
Prinsip Pelaksanaan
Pri sip‐pri sip uta a dala
pelaksanaan PK Guru adalah sebagai berikut.
1.
Sesuai dengan prosedur dan mengacu pada peraturan yang berlaku.
2.
Menilai kinerja yang dapat diamati dan dipantau, yang dilakukan guru dalam melaksanakan
tugas ya sehari‐hari, yaitu dala
elaksa akan kegiatan pembelajaran, pembimbingan,
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
34
dan/atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah meliputi:
a. disiplin guru (kehadiran, ethos kerja),
b. efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa),
c. keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan
d. motivasi belajar siswa.
3.
4.
E.
Penilai, guru yang dinilai, dan unsur yang terlibat dalam proses harus memahami semua
dokumen yang terkait dengan sistem penilaian. Guru dan penilai harus memahami pernyataan
kompetensi dan indikator kinerjanya secara utuh, sehingga keduanya mengetahui tentang aspek
yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan dalam penilaian.
Diawali dengan penilaian formatif di awal tahun dan penilaian sumatif di akhir tahun dengan
e perhatika hal‐hal berikut.
a. Obyektif sesuai dengan kondisi nyata guru dalam melaksanakan tugas sehari‐hari.
b. Memberlakukan syarat, ketentuan, dan prosedur standar kepada semua guru yang dinilai.
c. Dapat dipertanggungjawabkan.
d. Bermanfaat bagi guru dalam rangka peningkatan kualitas kinerjanya secara berkelanjutan
dan sekaligus pengembangan karir profesinya.
e. Memungkinkan bagi penilai, guru yang dinilai, dan pihak lain yang berkepentingan, untuk
memperoleh akses informasi atas penyelenggaraan penilaian tersebut.
f. Mudah tanpa mengabaika pri sip‐pri sip lai ya.
g. Berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan.
h. Tidak hanya terfokus pada hasil, namun juga perlu memperhatikan proses, yakni bagaimana
guru dapat mencapai hasil tersebut.
i. Periodik, teratur, dan berlangsung secara terus menerus selama seseorang menjadi guru.
j. Boleh diketahui oleh pihak‐pihak terkait ya g berkepentingan.
Aspek yang Dinilai
Seperti telah dijelaskan di muka, guru sebagai pendidik profesional mempunyai tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga di u gki ka
e iliki tugas‐tugas lai yang
relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Oleh karena itu, dalam penilaian kinerja guru beberapa
subunsur yang perlu dinilai adalah sebagai berikut.
1.
Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru mata
pelajaran atau guru kelas, khususnya berkaitan dengan, (1) disiplin guru (kehadiran, ethos
kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu ke siswa), (3)
keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar siswa.
2.
Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses pembimbingan bagi guru Bimbingan Konseling
(BK)/Konselor meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan pembimbingan,
mengevaluasi dan menilai hasil bimbingan, menganalisis hasil evaluasi pembimbingan, dan
melaksanakan tindak lanjut hasil pembimbingan. Seperti halnya guru mata pelajaran, fokus
utama PK bagi guru Bimbingan Konseling (BK)/Konselor juga mencakup (1) disiplin guru
(kehadiran, ethos kerja), (2) efisiensi dan efektivitas pembelajaran (kapasitas transformasi ilmu
ke siswa), (3) keteladanan guru (berbicara, bersikap dan berperilaku), dan (4) motivasi belajar
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
35
siswa.
3.
Kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah. Pelaksanaan tugas tambahan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tugas
tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka dan yang tidak mengurangi jam mengajar
tatap muka. Tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka meliputi: (1) menjadi
kepala sekolah/madrasah per tahun; (2) menjadi wakil kepala sekolah/madrasah per tahun; (3)
menjadi ketua program keahlian/program studi atau yang sejenisnya; (4) menjadi kepala
perpustakaan; atau (5) menjadi kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang
sejenisnya. Tugas tambahan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka dikelompokkan
menjadi dua, yaitu tugas tambahan minimal satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, guru
pembimbing program induksi, dan sejenisnya) dan tugas tambahan kurang dari satu tahun
(misalnya menjadi pengawas penilaian dan evaluasi pembelajaran, penyusunan kurikulum, dan
sejenisnya).
Penilaian kinerja guru dalam melaksanakan tugas tambahan yang mengurangai jam
mengajar tatap muka dinilai dengan menggunakan instrumen khusus yang dirancang
berdasarkan kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas tambahan tersebut.
Tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam mengajar guru dihargai langsung sebagai
perolehan angka kredit sesuai ketentuan yang berlaku.
F.
Prosedur Pelaksanaan
PK Guru dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal tahun ajaran (penilaian formatif) dan akhir
tahun ajaran (penilaian sumatif), khususnya untuk pertamakalinya. PK Guru formatif digunakan
untuk menyusun profil kinerja guru dan harus dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) minggu di
awal tahun ajaran. Berdasarkan profil kinerja guru ini dan hasil evaluasi diri yang dilakukan oleh guru
secara mandiri, sekolah/madrasah menyusun rencana PKB. Bagi guru‐guru de ga PK Guru di ba ah
standar, maka program PKB diarahkan untuk pencapaian standar kompetensi tersebut.
Sementara itu, bagi guru‐guru de ga PK Guru ya g telah encapai atau di atas standar,
program PKB diorientasikan untuk meningkatkan atau memperbaharui pengetahuan, keterampilan,
dan sikap dan perilaku keprofesiannya. PK Guru sumatif digunakan untuk menetapkan perolahan
angka kredit guru pada tahun tersebut. PK Guru sumatif juga digunakan untuk menganalisis
kemajuan yang dicapai guru dalam pelaksanaan PKB, baik bagi guru yang nilainya masih di bawah
standar, telah mencapai standar, atau melebihi standar kompetensi yang ditetapkan. PK Guru
sumatif harus sudah dilaksanakan 6 (enam) minggu sebelum penetapan angka kredit seorang guru.
Secara spesifik terdapat perbedaan prosedur pelaksanaan PK Guru pembelajaran atau
pembimbingan dengan prosedur pelaksanaan PK Guru untuk tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi sekolah/madrasah. Meskipun demikian, secara umum kegiatan penilaian PK Guru di tingkat
sekolah dilaksanakan dalam 4 (empat) tahapan sebagaimana berikut.
1.
Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan, hal‐hal yang harus dilakukan oleh penilai maupun guru yang akan
dinilai, yaitu:
a. memahami Pedoman PK Guru, terutama tentang sistem yang diterapkan dan posisi PK Guru
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
36
dalam kerangka pembinaan dan pengembangan profesi guru;
b. memahami pernyataan kompetensi guru yang telah dijabarkan dalam bentuk indikator
kinerja;
c. memahami penggunaan instrumen PK Guru dan tata cara penilaian yang akan dilakukan,
termasuk cara mencatat semua hasil pengamatan dan pemantauan, serta mengumpulkan
dokumen dan bukti fisik lainnya yang memperkuat hasil penilaian; dan
d. memberitahukan rencana pelaksanaan PK Guru kepada guru yang akan dinilai sekaligus
menentukan rentang waktu jadwal pelaksanaannya.
2.
Tahap Pelaksanaan
Beberapa tahapan PK Guru yang harus dilalui oleh penilai sebelum menetapkan nilai untuk
setiap kompetensi, yaitu:
a. Sebelum pengamatan. Pertemuan awal antara penilai dengan guru yang dinilai sebelum
dilakukan pengamatan dilaksanakan di ruang khusus tanpa ada orang ketiga. Pada
pertemuan ini, penilai mengumpulkan dokumen pendukung dan melakukan diskusi tentang
berbagai hal yang tidak mungkin dilakukan pada saat pengamatan. Semua hasil diskusi,
wajib dicatat dalam format laporan dan evaluasi per kompetensi sebagai bukti penilaian
kinerja. Untuk pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah
dapat dicatat dalam lembaran lain karena tidak ada format khusus yang disediakan untuk
proses pencatatan ini.
b. Selama pengamatan. Selama pengamatan di kelas dan/atau di luar kelas, penilai wajib
mencatat semua kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran
atau pembimbingan, dan/atau dalam pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi sekolah/madrasah. Dalam konteks ini, penilaian kinerja dilakukan dengan
menggunakan instrumen yang sesuai u tuk asi g‐ asi g pe ilaia ki erja. U tuk e ilai
guru yang melaksanakan proses pembelajaran atau pembimbingan, penilai menggunakan
instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan.
Pengamatan kegiatan pembelajaran dapat dilakukan di kelas selama proses tatap
muka tanpa harus mengganggu proses pembelajaran. Pengamatan kegiatan pembimbingan
dapat dilakukan selama proses pembimbingan baik yang dilakukan dalam kelas maupun di
luar kelas, baik pada saat pembimbingan individu maupun kelompok. Penilai wajib mencatat
semua hasil pengamatan pada format laporan dan evaluasi per kompetensi tersebut atau
lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Jika diperlukan, proses pengamatan dapat
dilakukan lebih dari satu kali untuk memperoleh informasi yang akurat, valid dan konsisten
tentang kinerja seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran atau
pembimbingan.
Dalam proses penilaian untuk tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah, data dan informasi dapat diperoleh melalui pencatatan terhadap semua
bukti yang teridentifikasi di tempat yang disediakan pada asi g‐ asi g kriteria pe ilaia .
Bukti‐bukti i i dapat diperoleh melalui pengamatan, wawancara dengan pemangku
kepentingan pendidikan (guru, komite sekolah, peserta didik, dunia usaha dan dunia industri
mitra).
c. Setelah pengamatan. Pada pertemuan setelah pengamatan pelaksanaan proses
pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
37
sekolah/madrasah, penilai dapat mengklarifikasi beberapa aspek tertentu yang masih
diragukan. Penilai wajib mencatat semua hasil pertemuan pada format laporan dan evaluasi
per kompetensi tersebut atau lembar lain sebagai bukti penilaian kinerja. Pertemuan
dilakukan di ruang khusus dan hanya dihadiri oleh penilai dan guru yang dinilai. Untuk
penilaian kinerja tugas tambahan, hasilnya dapat dicatat pada Format Penilaian Kinerja
sebagai deskripsi penilaian kinerja.
3. Tahap Penilaian
a. Pelaksanaan penilaian
Pada tahap ini penilai menetapkan nilai untuk setiap kompetensi dengan skala nilai 1, 2,
3, atau 4. Sebelum pemberian nilai tersebut, penilai terlebih dahulu memberikan skor 0,
1, atau 2 pada asi g‐ asi g indikator untuk setiap kompetensi. Pemberian skor ini
harus didasarkan kepada catatan hasil pengamatan dan pemantauan serta bukti‐bukti
berupa dokumen lain yang dikumpulkan selama proses PK Guru. Pemberian nilai untuk
setiap kompetensi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
1)
2)
3)
Pemberian skor 0, 1, atau 2 untuk asi g‐ asi g i dikator setiap ko pete si.
Pemberian skor ini dilakukan dengan cara membandingkan rangkuman catatan hasil
pengamatan dan pemantauan di lembar format laporan dan evaluasi per
kompetensi dengan indikator ki erja asi g‐ asi g kompetensi
Nilai setiap kompetensi kemudian direkapitulasi dalam format hasil penilaian kinerja
guru untuk mendapatkan nilai total PK Guru. Untuk penilaian kinerja guru dengan
tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, nilai untuk setiap
kompetensi
direkapitulasi ke dalam format rekapitulasi penilaian kinerja untuk
mendapatkan nilai PK Guru. Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala
nilai sesuai Permenneg PAN dan RB
Nomor 16 Tahun 2009.
Berdasarkan hasil konversi nilai PK Guru ke dalam skala nilai sesuai dengan
Permenneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya, selanjutnya dapat ditetapkan sebutan dan persentase angka
kreditnya sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Konversi Nilai Kinerja Hasil PK Guru ke persentase Angka Kredit
4)
Persentase
Angka kredit
Nilai Hasil PK Guru
Sebutan
91 – 100
Amat baik
125%
76 – 90
Baik
100%
61 – 75
Cukup
75%
51 – 60
Sedang
50%
≤ 50
Kurang
25%
Setelah melaksanakan penilaian, penilai wajib memberitahukan kepada guru yang
dinilai tentang nilai hasil PK Guru berdasarkan bukti catatan untuk setiap
kompetensi. Penilai dan guru yang dinilai melakukan refleksi terhadap hasil PK Guru,
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
38
5)
6)
sebagai upaya untuk perbaikan kualitas kinerja guru pada periode berikutnya.
Jika guru yang dinilai dan penilai telah sepakat dengan hasil penilaian kinerja, maka
keduanya menandatangani format laporan hasil penilaian kinerja guru tersebut.
Format ini juga ditandatangani oleh kepala sekolah.
Khusus bagi guru yang mengajar di dua sekolah atau lebih (guru multi
sekolah/madrasah), maka penilaian dilakukan di sekolah/madrasah induk. Meskipun
demikian, penilai
dapat melakukan pengamatan serta mengumpulkan data
dan informasi dari sekolah/madrasah lain tempat guru mengajar atau membimbing.
b. Pernyataan Keberatan terhadap Hasil Penilaian
Keputusan penilai terbuka untuk diverifikasi. Guru yang dinilai dapat mengajukan
keberatan terhadap hasil penilaian tersebut. Keberatan disampaikan kepada Kepala
Sekolah dan/atau Dinas Pendidikan, yang selanjutnya akan menunjuk seseorang yang
tepat untuk bertindak sebagai moderator. Dalam hal ini moderator dapat mengulang
pelaksanaan PK Guru untuk kompetensi tertentu yang tidak disepakati atau mengulang
penilaian kinerja secara menyeluruh. Pengajuan usul penilaian ulang harus dicatat
dalam laporan akhir. Dalam kasus ini, nilai PK Guru dari moderator digunakan sebagai
hasil akhir PK Guru. Penilaian ulang hanya dapat dilakukan satu kali dan moderator hanya
bekerja untuk kasus penilaian tersebut.
4. Tahap Pelaporan
Setelah nilai PK Guru formatif dan sumatif diperoleh, penilai wajib melaporkan hasil PK Guru
kepada pihak yang berwenang untuk menindaklanjuti hasil PK Guru tersebut.
Hasil PK
Guru formatif dilaporkan kepada kepala sekolah/koordinator PKB sebagai masukan untuk
merencanakan kegiatan PKB tahunan. Hasil PK Guru sumatif dilaporkan kepada tim penilai
tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, atau tingkat pusat sesuai dengan kewenangannya.
Laporan PK Guru sumatif ini digunakan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi,
atau pusat sebagai dasar perhitungan dan penetapan angka kredit (PAK) tahunan yang
selanjutnya dipertimbangkan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru. Laporan
mencakup: (1) laporan dan evaluasi per kompetensi sesuai format; (ii) rekap hasil PK Guru
sesuai format; dan (iii) dokumen pendukung lainnya.
Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dan
mengurangi beban jam mengajar tatap muka, dinilai dengan menggunakan dua instrumen,
yaitu: (i) instrumen PK Guru pembelajaran atau pembimbingan; dan (ii) instrumen PK Guru
pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Hasil PK Guru
pelaksanaan tugas tambahan tersebut akan digabungkan
dengan hasil PK
Guru
pelaksanaan pembelajaran atau pembimbingan sesuai persentase yang ditetapkan dalam
aturan yang berlaku.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
39
G.
Konversi Nilai Hasil PK Guru ke Angka Kredit
Nilai kinerja guru hasil PK Guru perlu dikonversikan ke skala nilai menurut Permenneg PAN dan RB
Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Hasil konversi ini
selanjutnya digunakan untuk menetapkan sebutan hasil PK Guru dan persentase perolehan angka
kredit sesuai pangkat dan jabatan fungsional guru. Sebelum melakukan pengkonversian hasil PK Guru
ke angka kredit, tim penilai harus melakukan verifikasi terhadap hasil PK Guru. Kegiatan verifikasi ini
dilaksanakan dengan menggunakan berbagai dokumen (Hasil PK Guru yang direkapitulasi dalam
Format Rekap Hasil PK Guru, catatan hasil pengamatan, studi dokumen, wawancara, dan
sebagainya yang ditulis dalam Format Laporan dan Evaluasi per kompetensi beserta dokumen
pendukungnya) yang disampaikan oleh sekolah untuk pengusulan penetapan angka kredit. Jika
diperlukan dan dimungkinkan, kegiatan verifikasi hasil PK Guru dapat mencakup kunjungan ke
sekolah/madrasah oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat.
Pengkonversian hasil PK Guru ke Angka Kredit adalah tugas Tim Penilai Angka Kredit kenaikan
jabatan fungsional guru di tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat. Penghitungan angka kredit
dapat dilakukan di tingkat sekolah, tetapi hanya untuk keperluan estimasi perolehan angka kredit
guru. Angka kredit estimasi berdasarkan hasil perhitungan PK Guru yang dilaksanakan di sekolah,
selanjutnya dicatat dalam format penghitungan angka kredit yang ditanda‐ta ga i oleh penilai, guru
yang di ilai da diketahui oleh kepala sekolah. Bersa a‐sama dengan angka angka kredit dari unsur
utama lainnya (pengembangan diri, publikasi ilmiah dan karya inovatif) dan unsur penunjang, hasil
perhitungan PK Guru yang dilakukan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi, atau pusat
akan direkap dalam daftar usulan penetapan angka kredit (DUPAK) untuk proses penetapan angka
kredit kenaikan jabatan fungsional guru.
1.
Konversi nilai PK Guru bagi guru tanpa tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah.
Konversi nilai PK Guru ke angka kredit dilakukan berdasarkan Tabel 3.4. Berdasarkan Permenneg
PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, perolehan angka kredit untuk pembelajaran atau
pembimbingan setiap tahun bagi guru diperhitungkan dengan menggunakan rumus tertentu.
Seorang Guru yang akan dipromosikan naik jenjang pangkat dan jabatan fungsionalnya setingkat
lebih tinggi, dipersyaratkan harus memiliki angka kredit kumulatif minimal sebagai berikut.
Tabel 3.4. Persyaratan Angka Kredit untuk Kenaikan Pangkat dan Jabatan Fungsional Guru
Jabatan Guru
Pangkat
dan Golongan Ruang
Persyaratan Angka Kredit kenaikan
pangkat dan jabatan
Kumulatif
minimal
100
150
Kebutuhan
Per jenjang
50
50
Guru Pertama
Penata Muda, III/a
Penata Muda Tingkat I, III/b
Guru Muda
Penata, III/c
Penata Tingkat I, III/d
200
300
100
100
Guru Madya
Pembina, IV/a
Pembina Tingkat I, IV/b
Pembinaan Utama Muda, IV/c
400
550
700
150
150
150
Guru Utama
Pembina Utama Madya, IV/d
Pembina Utama, IV/e
850
1.050
200
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
40
Keterangan: (1) Angka kredit kumulatif minimal pada kolom 3 adalah jumlah angka
kredit minimal yang dimiliki untuk masing‐masing jenjang jabatan/pangkat; dan (2)
Angka kredit pada kolom 4 adalah jumlah peningkatan minimal angka kredit yang
dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi.
2.
Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah
yang mengurangi jam mengajar tatap muka guru.
Hasil akhir nilai kinerja guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Laboratorium, Kepala
Perpustakaan, dan sejenisnya) yang mengurangi jam mengajar tatap muka diperhitungkan
berdasarkan prosentase nilai PK Guru pembelajaran/pembimbingan dan prosentase nilai PK
Guru pelaksanaan tugas tambahan tersebut.
a. Untuk itu, nilai hasil PK Guru Kelas/Mata Pelajaran atau PK Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor, atau PK Guru dengan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah perlu diubah terlebih dahulu ke skala 0 ‐ 100.
b. Masi g‐ asi g hasil ko ersi ilai ki erja guru untuk unsur pembelajaran/ pembimbingan
dan
tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah,
kemudian
dikategorikan ke dalam Amat Baik (125%), Baik(100%), Cukup (75%), Sedang (50%), atau
Kurang (25%) sebagaimana diatur dalam Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009.
c. Angka kredit per tahun asi g‐ asi g unsur pembelajaran/ pembimbingan dan tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang diperoleh oleh guru dihitung
menggunakan rumus tertentu.
d. Angka kredit unsur pembelajaran/pembimbingan dan angka kredit tugas tambahan yang
relevan dengan fungsi sekolah/madrasah dijumlahkan sesuai prosentasenya untuk
memperoleh total angka kredit dengan perhitungan sebagai berikut:
1) Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah total angka kreditnya = 25% angka
kredit pembelajaran/pembimbingan + 75 angka kredit tugas tambahan sebagai kepala
sekolah.
2) Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala sekolah total angka kreditnya =
50% angka kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit Tugas Tambahan
sebagai Wakil Kepala Sekolah.
3) Guru
dengan
tugas
tambahan
sebagai
kepala
perpustakaan/
laboratorium/bengkel, atau ketua program keahlian; total angka kredit = 50% angka
kredit pembelajaran/pembimbingan + 50% Angka Kredit Tugas Tambahan sebagai
Pustakawan/Laboran.
3.
Konversi nilai PK Guru dengan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah tetapi tidak mengurangi jam mengajar tatap muka guru
Angka kredit tugas tambahan bagi guru dengan tugas tambahan lain yang tidak mengurangi jam
mengajar tatap muka, langsung diperhitungkan sebagai perolehan angka kredit guru pada
periode tahun tertentu. Banyaknya tugas tambahan untuk seorang guru maksimum dua tugas
per tahun. Angka kredit kumulatif yang diperoleh diperhitungkan sebagai berikut.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
41
a. Tugas yang dijabat selama satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, tim kurikulum,
pembimbing guru pemula, dan sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka
Kredit Hasil PK Guru selama setahun + 5% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x
banyaknya tugas temporer yang diberikan selama setahun.
b. Tugas yang dijabat selama kurang dari satu tahun atau tugas‐tugas sementara (misalnya
menjadi pengawas penilaian dan evaluasi, membimbing peserta didik dalam kegiatan
ekstrakurikuler, menjadi pembimbing penyusunan publikasi ilmiah dan karya inovatif, dan
sejenisnya). Angka kredit kumulatif yang diperoleh = Angka Kredit Hasil PK Guru selama
setahun + 2% Angka Kredit Hasil PK Guru selama setahun x banyaknya tugas temporer yang
diberikan selama setahun.
H.
Penilai PK Guru
1. Kriteria Penilai
Penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah. Apabila Kepala Sekolah tidak dapat
melaksanakan sendiri (misalnya karena jumlah guru yang dinilai terlalu banyak), maka Kepala
Sekolah dapat menunjuk Guru Pembina atau Koordinator PKB sebagai penilai. Penilaian
kinerja Kepala Sekolah dilakukan oleh Pengawas Sekolah. Penilai harus memiliki kriteria
sebagai berikut.
a. Menduduki jabatan/pangkat paling rendah sama dengan jabatan/pangkat guru/kepala
sekolah yang dinilai.
b. Memiliki Sertifikat Pendidik.
c. Memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dan menguasai bidang tugas Guru/Kepala
Sekolah yang akan dinilai.
d. Memiliki komitmen yang tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran.
e. Memiliki integritas diri, jujur, adil, dan terbuka.
f. Memahami PK Guru dan dinyatakan memiliki keahlian serta mampu untuk menilai kinerja
Guru/Kepala Sekolah.
Dalam hal Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Guru Pembina, dan Koordinator PKB
memiliki latar belakang bidang studi yang berbeda dengan guru yang akan dinilai maka
penilaian dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah dan/atau Guru Pembina/Koordinator PKB dari
Sekolah lain atau oleh Pengawas Sekolah dari kabupaten/kota lain yang sudah memiliki
sertifikat pendidik dan memahami PK Guru.
2.
Masa Kerja
Masa kerja tim penilai kinerja guru ditetapkan oleh Kepala Sekolah atau Dinas Pendidikan
paling lama tiga (3) tahun. Kinerja penilai dievaluasi secara berkala oleh Kepala Sekolah atau
Dinas Pendidikan denga
e perhatika pri sip‐pri sip pe ilaia ya g berlaku. U tuk
sekolah yang berada di daerah khusus, penilaian kinerja guru dilakukan oleh Kepala Sekolah
dan/atau Guru Pembina setempat. Jumlah guru yang dapat dinilai oleh seorang penilai
adalah 5 sampai dengan 10 guru per tahun.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
42
I.
Sanksi
Penilai dan guru akan dikenakan sanksi apabila yang bersangkutan terbukti ela ggar pri sip‐pri sip
pelaksanaan PK Guru, sehingga menyebabkan Penetapan Angka Kredit (PAK) diperoleh dengan cara
melawan hukum. Sanksi tersebut adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
J.
Diberhentikan sebagai guru atau kepala sekolah dan/atau pengawas sekolah.
Bagi penilai, wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua
penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan melakukan proses PK Guru.
Bagi guru wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan semua
penghargaan yang pernah diterima sejak yang bersangkutan memperoleh dan mempergunakan
PAK yang dihasilkan dari PK Guru.
Tugas dan Tanggung Jawab
Setiap pihak terkait memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru.
Penetapan tugas dan tanggung jawab tersebut sesuai dengan semangat otonomi daerah serta
mengutamakan pri sip‐pri sip efisie si, keterbukaa , da aku tabilitas. Keterkaita tugas dan
tanggung jawab pihak‐pihak ya g terlibat dalam pelaksanaan PK Guru, mulai dari tingkat pusat
sampai dengan sekolah. Konsekuensi dari adanya keterkaitan tersebut, menuntut agar pihak‐ pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan PK Guru melakukan koordinasi. Tugas dan tanggung jawab
asi g‐ asi g pihak dirinci berikut ini.
1.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
a. Menyusun dan mengembangkan ra bu‐rambu pengembangan kegiatan PK Guru.
b. Menyusun prosedur operasional standar pelaksanaan PK Guru.
c. Menyusun instrumen dan perangkat lain untuk pelaksanaan PK Guru.
d. Mensosialisasikan, menyeleksi dan melaksanakan TOT penilai PK Guru tingkat pusat.
e. Memantau dan mengevaluasi kegiatan PK Guru.
f. Menyusun laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru secara nasional.
g. Menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi PK Guru kepada Dinas Pendidikan
dan sekolah sebagai umpan balik untuk ditindak lanjuti.
h. Me gkoordi asi da
e sosialisasika kebijaka ‐kebijakan terkait PK Guru.
2.
Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP
a. Menghimpun data profil guru dan sekolah yang ada di daerahnya berdasarkan hasil PK Guru
di sekolah.
b. Mensosialisasikan, menyeleksi, dan melaksanakan TOT untuk melatih penilai PK Guru tingkat
Kabupaten/Kota.
c. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru yang berada di bawah kewenangan
provinsi dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi.
d. Melaksanakan pendampingan kegiata PK Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di ba ah
kewenangannya.
e. Menyediakan pelayanan konsultasi pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di bawah
kewenangannya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
43
f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di
bawah kewenangannya.
g. Dinas Pendidikan Provinsi bersama‐sa a de gan LPMP membuat laporan hasil pemantauan
dan evaluasi kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada sekolah, Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, dan/atau Kemdiknas, cq. unit yang menangani Pendidik.
3.
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan sekolah yang ada di
wilayahnya
berdasarkan hasil PK Guru di sekolah.
b. Mensosialisasikan dan melalui koordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan LPMP
melatih penilai PK Guru tingkat Kabupaten/Kota.
c. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di
wilayahnya.
d. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di sekolah‐sekolah yang ada
di wilayahnya.
e. Menetapkan dan mengesahkan tim penilai PK Guru bagi guru yang berada di bawah
kewenangannya dalam bentuk Keputusan Kepala Dinas.
f. Mengetahui dan menyetujui program kerja pelaksanaan PK Guru yang diajukan sekolah.
g. Menyediakan pelayanan konsultasi dan penyelesaian konflik dalam pelaksanaan kegiatan PK
Guru di sekolah‐sekolah ya g ada di daerah ya.
h. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan PK Guru untuk menjamin pelaksanaan
yang efektif, efisien, obyektif, adil, akuntabel, dan sebagainya.
i. Me buat lapora hasil pe a taua da e aluasi kegiata PK Guru di sekolah‐ sekolah ya g
ada di wilayahnya dan mengirimkannya kepada sekolah, dan/atau LPMP dengan tembusan
ke Dinas Pendidikan Provinsi masing‐ asi g.
4.
UPTD Dinas Pendidikan
a. Menghimpun dan menyediakan data profil guru dan sekolah yang ada di
kecamatan
wilayahnya berdasarkan hasil PK Guru di sekolah.
b. Membantu pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan PK Guru di wilayah kecamatannya.
c. Melaksanakan pendampingan kegiatan dan pengelolaan PK Guru di wilayah kecamatannya.
d. Menetapkan dan mengesahkan penilai PK Guru dalam bentuk Keputusan penetapan sebagai
penilai.
e. Menyediakan pelayanan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan PK Guru yang ada di
daerahnya.
f. Memantau dan mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan kegiatan PK Guru di tingkat
kecamatan untuk disampaikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
5.
Satuan Pendidikan
a. Memilih dan mengusulkan penilai untuk pelaksanaan PK Guru
b. Me yusu progra kegiata sesuai de ga ‘a bu‐‘ambu Penyelenggaraan PK Guru dan
prosedur operasional standar penyelenggaraan PK Guru.
c. Mengusulkan rencana program kegiatan ke UPTD atau Dinas Kabupaten/Kota.
d. Melaksanakan kegiatan PK Guru sesuai program yang telah disusun secara efektif, efisien,
obyektif, adil, akuntabel, dsb.
e. Memberikan kemudahan akses bagi penilai untuk melaksanakan tugas.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
44
f. Melaporkan kepada UPTD atau Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota jika terjadi permasalahan
dalam pelaksanaan PK Guru.
g. Membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan, administrasi, keuangan (jika ada) dan
pelaksanaan program.
h. Membuat rencana tindak lanjut program pelaksanaan PK Guru untuk tahun berikutnya.
i. Membantu tim pemantau dan evaluasi dari tingkat pusat, LPMP, Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota, UPTD Dinas Pendidikan Kabupaten di Kecamatan, dan Pengawas Sekolah.
j. Membuat laporan kegiatan PK Guru dan mengirimkannya kepada Tim penilai tingkat
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional sesuai kewenangannya sebagai dasar penetapan
angka kredit (PAK) tahunan yang diperlukan untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsional
guru. Tim Penilai untuk menghitung dan menetapkan angka kredit, terlebih dahulu
melakukan verifikasi terhadap berbagai dokumen hasil PK Guru. Pada kegiatan verifikasi jika
diperlukan dan memang dibutuhkan tim penilai dapat mengunjungi sekolah. Sekolah juga
menyampaikan laporan tersebut kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau ke
UPTD Pendidikan Kecamatan.
k. Merencanakan program untuk memberikan dukungan kepada guru yang memperoleh hasil
PK Guru di bawah standar yang ditetapkan.
Latihan dan Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mengapa penilaian kinerja guru perlu dilakukan secara kontinyu?
Apa tujuan utama penilaian kinerja guru?
Sebutkan dan jelaskan secara ringkat tiga persyaratan penilaian kinerja guru!
Sebutkan dan jelaskan secara ringkas prinsip-prinsip penilaian kinerja guru!
Sebutkan tahap-tahap penilaian kinerja guru!
Apa yang Anda ketahui tentang konversi nilai kredit dalam kerangka penilaian kinerja guru?
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
45
BAB IV
PENGEMBANGAN KARIR
Topik ini berkaitan dengan pengembangan karir guru. Materi sajian
terutama berkaitan dengan esensi dan ranah pembinaan dan
pengembangan guru, khususnya berkaitan dengan keprofesian dan karir.
Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran secara individual,
melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus, membaca regulasi yang
terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan refleksi.
A.
Ranah Pengembangan Guru
Tugas utama guru sebagai pendidik profesional adalah mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas
utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang tercermin dari
kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu dan norma etik
tertentu.
Secara formal, guru profesional harus memenuhi kualifikasi akademik minimum S-1/D-IV dan
bersertifikat pendidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Guru-guru yang memenuhi
kriteria profesional inilah yang akan mampu menjalankan fungsi utamanya secara efektif dan efisien
untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan dengan tujuan pendidikan nasional,
yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggungjawab.
Di dalam UU Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru dibedakan antara pembinaan dan
pengembangan kompetensi guru yang belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV, seperti
disajikan pada Gambar 4.1. Pengembangan dan peningkatan kualifikasi akademik bagi guru yang
belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau
program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga
kependidikan dan/atau program pendidikan nonkependidikan.
Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik
dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olah raga (PP Nomor 74 Tahun
2008). Pengembangan dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan
dan pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit
jabatan fungsional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
46
Kegiatan pengembangan dan peningkatan profesional guru yang sudah memiliki sertifikat
pendidik dimaksud dapat berupa: kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau
keprofesian, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau
gagasan inovatif, karya inovatif, presentasi pada forum ilmiah, publikasi buku teks pelajaran yang
lolos penilaian oleh BSNP, publikasi buku pengayaan, publikasi buku pedoman guru, publikasi
pengalaman lapangan pada pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus, dan/atau
penghargaan atas prestasi atau dedikasi sebagai guru yang diberikan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah.
Pada sisi lain, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa
terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan
pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir, seperti disajikan pada Gambar
4.2. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana
dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional.
PROFESI
PEMBINAAN
DAN
PENGEMBANGAN
PROFESI GURU
GURU PROFESIONAL
DENGAN
AKSESIBILITAS
PENGEMBANGAN
KARIR
KARIR
Gambar 4.2. Jenis Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru
Pembinaan dan pengembangan karir meliputi: (1) penugasan, (2) kenaikan pangkat, dan (3)
promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
47
fungsional guru. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut diharapkan
dapat menjadi acuan bagi institusi terkait di dalam melaksanakan tugasnya.
Pengembangan profesi dan karir tersebut diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan
kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar
kelas. Upaya peningkatan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya
memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan, dan perlindungan terhadap guru. Kegiatan ini
menjadi bagian intergral dari pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan.
B.
Ranah Pengembangan Karir
Pembinaan dan pengembangan profesi guru merupakan tanggungjawab pemerintah, pemerintah
daerah, penyelenggara satuan pendidikan, asosiasi profesi guru, serta guru secara pribadi. Secara
umum kegiatan itu dimaksudkan untuk memotivasi, memelihara, dan meningkatkan kompetensi
guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran, yang berdampak pada
peningkatan mutu hasil belajar siswa. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pembinaan dan
pengembangan karir guru terdiri dari tiga ranah, yaitu: penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
1.
Penugasan
Guru terdiri dari tiga jenis, yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru bimbingan dan
konseling atau konselor. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, guru melakukan kegiatan pokok
yang mencakup: merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan
yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru.
Kegiatan penugasan guru dalam rangka pembelajaran dapat dilakukan di satu sekolah
sebagai satuan administrasi pangkalnya dan dapat juga bersifat lintas sekolah. Baik bertugas
pada satu sekolah atau lebih, guru dituntut melaksanakan tugas pembelajaran yang diukur
dengan beban kerja tertentu, yaitu:
a. Beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling
banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan
pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
b. Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling
banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu dilaksanakan dengan
ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satuan
pendidikan tempat tugasnya sebagai guru tetap.
c. Guru bimbingan dan konseling atau konselor wajib memenuhi beban mengajar yang setara,
yaitu jika mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta
didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.
d. Guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
inklusi atau pendidikan terpadu wajib memenuhi beban mengajar yang setara, yaitu jika
paling sedikit melaksanakan 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
e. Menteri dapat menetapkan ekuivalensi beban kerja untuk memenuhi ketentuan beban kerja
dimaksud, khusus untuk guru-guru yang: bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus,
berkeahlian khusus, dan/atau dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
48
Agar guru dapat melaksanakan beban kerja yang telah ditetapkan tersebut secara efektif,
maka harus dilakukan pengaturan tugas guru berdasarkan jenisnya. Pengaturan tugas guru
tersebut dilakukan dengan melibatkan individu dan/atau institusi dengan ketentuan sebagai
berikut.
a. Penugasan sebagai Guru Kelas/Mata Pelajaran
1)
Kepala sekolah/madrasah mengupayakan agar setiap guru dapat memenuhi beban kerja
paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu. Apabila pada satuan administrasi
pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban kerja tersebut, kepala sekolah/madrasah
melaporkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
2)
Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru yang
belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu ke
satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan kewenangannya.
3)
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam
tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan
kewenangannya.
4)
Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian
Agama mengatur penugasan guru yang belum memenuhi beban mengajar paling sedikit
24 jam tatap muka per minggu ke satuan pendidikan yang ada dalam lingkungan
kewenangannya.
5)
Apabila pengaturan penugasan guru pada butir 2), 3), dan 4) belum terpenuhi, instansi
terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing berkoordinasi untuk mengatur
penugasan guru pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta.
6)
Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai
kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru wajib memenuhi beban
mengajar paling sedikit 6 jam tatap muka pada satuan administrasi pangkal guru dan
menugaskan guru pada sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat
memenuhi beban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka per minggu.
7)
Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang
bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar
pertimbangan kepentingan nasional apabila beban kerjanya kurang dari 24 jam tatap
muka per minggu dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi
tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan Menteri
Pendidikan Nasional.
b. Penugasan sebagai Guru Bimbingan dan Konseling
1)
Kepala sekolah/madrasah mengupayakan agar setiap guru bimbingan dan konseling
dapat memenuhi beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun. Apabila
pada satuan administrasi pangkalnya guru tidak dapat memenuhi beban membimbing
tersebut, kepala sekolah/madrasah melaporkan kepada dinas Pendidikan Provinsi/
Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
49
2)
Dinas Pendidikan Provinsi/Kanwil Kementerian Agama mengatur penugasan guru
bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban membimbing bimbingan dan
konseling paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada
dalam lingkungan kewenangannya.
3)
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi beban
membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan yang ada
dalam lingkungan kewenangannya.
4)
Pimpinan instansi pusat di luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian
Agama mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling yang belum memenuhi
beban membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun ke satuan pendidikan
yang ada dalam lingkungan kewenangannya.
5)
Apabila pengaturan penugasan guru bimbingan dan konseling pada butir 2), 3), dan 4)
belum terpenuhi, instansi terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing
berkoordinasi untuk mengatur penugasan guru bimbingan dan konseling pada
sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta.
6)
Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada butir 5), instansi terkait sesuai
kewenangan masing-masing memastikan bahwa setiap guru bimbingan dan konseling
wajib memenuhi beban membimbing paling sedikit 40 peserta didik pada satuan
administrasi pangkal guru dan menugaskan guru bimbingan dan konseling pada
sekolah/madrasah lain, baik negeri maupun swasta untuk dapat memenuhi beban
membimbing paling sedikit 150 peserta didik per tahun.
Instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing wajib memastikan bahwa guru yang
bertugas di daerah khusus, berkeahlian khusus, dan guru yang dibutuhkan atas dasar
pertimbangan kepentingan nasional, apabila beban mengajarnya kurang dari 24 jam tatap
muka per minggu atau sebagai guru bimbingan dan konseling yang membimbing kurang dari
150 peserta didik per tahun dapat diberi tugas ekuivalensi beban kerja sesuai dengan kondisi
tempat tugas guru yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan kementerian
pendidikan. Hal ini masih dalam proses penelaahan yang saksama. Guru berhak dan wajib
mengembangkan dirinya secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan IPTEKS. Kepala
sekolah/madrasah wajib memberi kesempatan secara adil dan merata kepada guru untuk
mengikuti kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan.
c. Guru dengan Tugas Tambahan
1)
2)
Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan wajib mengajar paling
sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40 (empat
puluh) peserta didik bagi kepala satuan pendidikan yang berasal dari guru bimbingan
dan konseling atau konselor.
Guru dengan tugas tambahan sebagai wakil kepala satuan pendidikan wajib mengajar
paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing
80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala satuan pendidikan yang berasal dari
guru bimbingan dan konseling atau konselor.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
50
3)
4)
5)
6)
7)
Guru dengan tugas tambahan sebagai ketua program keahlian wajib mengajar paling
sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Guru dengan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan satuan pendidikan wajib
mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Guru dengan tugas tambahan sebagai kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit
produksi satuan pendidikan wajib mengajar paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka
dalam 1 (satu) minggu.
Guru yang ditugaskan menjadi pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran,
atau pengawas kelompok mata pelajaran wajib melakukan tugas pembimbingan dan
pelatihan profesional guru dan pengawasan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24
(dua puluh empat) jam pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan wajib melaksanakan
tugas sebagai pendidik, dengan ketentuan
berpengalaman sebagai guru
sekurangkurangnya delapan tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4 (empat)
tahun, memenuhi persyaratan akademik sebagai guru sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, memiliki Sertifikat Pendidik, dan melakukan tugas pembimbingan
dan pelatihan profesional Guru dan tugas pengawasan.
Pada sisi lain, guru memiliki peluang untuk mendapatkan penugasan dalam aneka jenis. Di
dalam PP No. 74 Tahun 2008 disebutkan bahwa guru yang diangkat oleh pemerintah atau
pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penempatan guru pada jabatan struktural dimaksud dapat
dilakukan setelah yang bersangkutan bertugas sebagai guru paling singkat selama delapan
tahun. Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural itu dapat ditugaskan kembali sebagai
guru dan mendapatkan hak-hak guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Guru yang ditempatkan pada jabatan struktural kehilangan haknya untuk memperoleh
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan. Hak-hak
guru dimaksud berupa tunjangan profesi dan tunjangan fungsional diberikan sebesar tunjangan
profesi dan tunjangan fungsional berdasarkan jenjang jabatan sebelum guru yang bersangkutan
ditempatkan pada jabatan struktural.
2.
Promosi
Kegiatan pengembangan dan pembinaan karir yang kedua adalah promosi. Promosi dimaksud dapat
berupa penugasan sebagai guru pembina, guru inti, instruktur, wakil kepala sekolah, kepala sekolah,
pengawas sekolah, dan sebagainya. Kegiatan promosi ini harus didasari atas pertimbangan prestasi
dan dedikasi tertentu yang dimiliki oleh guru.
Peraturan Pemerintah No. 74 tentang Guru mengamanatkan bahwa dalam melaksanakan
tugas keprofesian, guru berhak mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
Promosi dimaksud meliputi kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang jabatan fungsional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
51
C.
Kenaikan Pangkat
Dalam rangka pengembangan karir guru, Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009 telah
menetapkan 4 (empat) jenjang jabatan fungsional guru dari yang terrendah sampai dengan yang
tertinggi, yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama. Penjelasan tentang jenjang
jabatan fungsional guru dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi beserta jenjang
kepengkatan dan persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkat dan jabatan tersebut telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru dalam rangka pengembangan karir merupakan
gabungan dari angka kredit unsur utama dan penunjang ditetapkan sesuai dengan Permenneg PAN
dan BR Nomor 16 Tahun 2009. Tugas-tugas guru yang dapat dinilai dengan angka kredit untuk
keperluan kenaikan pangkat dan/atau jabatan fungsional guru mencakup unsur utama dan unsur
penunjang. Unsur utama kegiatan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat
guru terdiri atas: (a) pendidikan, (b) pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau
tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, dan (c) pengembangan keprofesian
berkelanjutan (PKB).
1. Pendidikan
Unsur kegiatan pendidikan yang dapat dinilai sebagai angka kredit dalam kenaikan pangkat guru
terdiri atas:
a. Mengikuti pendidikan formal dan memperoleh gelar/ijazah.
Angka kredit gelar/ijazah yang diperhitungkan sebagai unsur utama tugas guru dan sesuai
dengan bidang tugas guru, yaitu:
1) 100 untuk Ijazah S-1/Diploma IV;
2) 150 untuk Ijazah S-2; atau
3) 200 untuk Ijazah S-3.
Apabila seseorang guru mempunyai gelar/ijazah lebih tinggi yang sesuai dengan sertifikat
pendidik/keahlian dan bidang tugas yang diampu, angka kredit yang diberikan adalah sebesar
selisih antara angka kredit yang pernah diberikan berdasarkan gelar/ijazah lama dengan
angka kredit gelar/ijazah yang lebih tinggi tersebut. Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian
adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu dekan atau ketua
sekolah tinggi atau direktur politeknik pada perguruan tinggi yang bersangkutan.
b. Mengikuti pelatihan prajabatan dan program induksi.
Sertifikat pelatihan prajabatan dan program induksi diberi angka kredit 3. Bukti fisik
keikutsertaan pelatihan prajabatan yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi surat tanda
tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) prajabatan yang disahkan oleh kepala
sekolah/madrasah yang bersangkutan. Bukti fisik keikutsertaan program induksi yang
dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi sertifikat program induksi yang disahkan oleh kepala
sekolah/madrasah yang bersangkutan.
2. Pengembangan Profesi
Berdasarkan Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya yang dimaksudkan pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
52
pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap,
berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Guru Pertama dengan pangkat Penata
Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama dengan pangkat Pembina Utama golongan
ruang IV/e wajib melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan, yaitu
pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau pengembangan karya inovatif.
Jenis kegiatan untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi pengembangan diri
(diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru), publikasi ilmiah (hasil penelitian atau gagasan
inovatif pada bidang pendidikan formal, dan buku teks pelajaran, buku pengayaan dan pedoman
guru), karya inovatif (menemukan teknologi tepat guna; menemukan atau menciptakan karya
seni; membuat atau memodifikasi alat pelajaran; dan mengikuti pengembangan penyusunan
standar, pedoman, soal, dan sejenisnya).
Persyaratan atau angka kredit minimal bagi guru yang akan naik jabatan/pangkat dari
subunsur pengembangan keprofesian berkelanjutan untuk masing-masing pangkat/golongan
adalah sebagai berikut:
a. Guru golongan III/a ke golongan III/b, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka
kredit.
b. Guru golongan III/b ke golongan III/c, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka
kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 4 (empat) angka kredit.
c. Guru golongan III/c ke golongan III/d, subunsur pengembangan diri sebesar 3 (tiga) angka
kredit, dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 6 (enam) angka kredit.
d. Guru golongan III/d ke golongan IV/a, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka
kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 8 (delapan) angka kredit.
Bagi guru golongan tersebut sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian
dari subunsur publikasi ilmiah.
e. Guru golongan IV/a ke golongan IV/b, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka
kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas) angka
kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil
penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN.
f. Guru golongan IV/b ke golongan IV/c, subunsur pengembangan diri sebesar 4 (empat) angka
kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 12 (dua belas) angka
kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya mempunyai 1 (satu) laporan hasil
penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber-ISSN.
g. Guru golongan IV/c ke golongan IV/d, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka
kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 14 (empat belas) angka
kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah
mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber
ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN.
h. Guru golongan IV/d ke golongan IV/e, subunsur pengembangan diri sebesar 5 (lima) angka
kredit dan subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif sebesar 20 (dua puluh) angka
kredit. Bagi guru golongan tersebut, sekurang-kurangnya dari subunsur publikasi ilmiah
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
53
mempunyai 1 (satu) laporan hasil penelitian dan 1 (satu) artikel yang dimuat di jurnal yang ber
ISSN serta 1 (satu) buku pelajaran atau buku pendidikan yang ber ISBN.
i. Bagi Guru Madya, golongan IV/c, yang akan naik jabatan menjadi Guru Utama, golongan IV/d,
selain membuat PKB sebagaimana pada poin g diatas juga wajib melaksanakan presentasi
ilmiah.
3. Unsur Penunjang
Unsur penunjang tugas guru adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas utamanya sebagai pendidik. Unsur penunjang tugas
guru meliputi berbagai kegiatan seperti berikut ini.
a. Memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya.
Guru yang memperoleh gelar/ijazah, namun tidak sesuai dengan bidang yang diampunya
diberikan angka kredit sebagai unsur penunjang dengan angka kredit sebagai berikut.
1) Ijazah S-1 diberikan angka kredit 5;
2) Ijazah S-2 diberikan angka kredit 10; dan
3) Ijazah S-3 diberikan angka kredit 15.
Bukti fisik yang dijadikan dasar penilaian adalah fotokopi ijazah yang disahkan oleh pejabat
yang berwenang, yaitu dekan atau ketua sekolah tinggi atau direktur politeknik pada
perguruan tinggi yang bersangkutan. Surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas
belajar dari kepala dinas yang membidangi pendidikan atau pejabat yang menangani
kepegawaian serendah-rendahnya Eselon II. Bagi guru di lingkungan Kementerian Agama,
surat keterangan belajar/surat ijin belajar/surat tugas belajar tersebut berasal dari pejabat
yang berwenang serendah-rendahnya Eselon II.
b. Melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas guru
Kegiatan yang mendukung tugas guru yang dapat diakui angka kreditnya harus sesuai dengan
kriteria dan dilengkapi dengan bukti fisik. Kegiatan tersebut di antaranya:
1) Membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/ekstrakurikuler dan yang
sejenisnya
2) Sebagai pengawas ujian, penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat
nasional.
3) Menjadi pengurus/anggota organisasi profesi
4) Menjadi anggota kegiatan pramuka dan sejenisnya
5) Menjadi tim penilai angka kredit
6) Menjadi tutor/pelatih/instruktur/pemandu atau sejenisnya.
c. Memperoleh penghargaan/tanda jasa
Penghargaan/tanda jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh pemerintah atau
negara asing atau organisasi ilmiah atau organisasi profesi atas prestasi yang dicapai seorang
guru dalam pengabdian kepada nusa, bangsa, dan negara di bidang pendidikan. Tanda jasa
dalam bentuk Satya Lencana Karya Satya adalah penghargaan yang diberikan kepada guru
berdasarkan prestasi dan masa pengabdiannya dalam waktu tertentu. Penghargaan lain yang
diperoleh guru karena prestasi seseorang dalam pengabdiannya kepada nusa, bangsa, dan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
54
negara di bidang pendidikan/kemanusiaan/kebudayaan. Prestasi kerja tersebut dicapai
karena pengabdiannya secara terus menerus dan berkesinambungan dalam waktu yang relatif
lama. Guru yang mendapat penghargaan dalam lomba guru berprestasi tingkat nasional,
diberikan angka kredit tambahan untuk kenaikan jabatan/pangkat.
Latihan dan Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
Apa perbedaan utama antara pengembangan keprofesian dan pengembangan karir guru?
Mengapa pengembangan keprofesian guru dikaitkan dengan jabatan fungsionalnya?
Apa perbedaan utama pengembangan guru yang belum S1/D-IV dan belum bersertifikat
pendidik dengan yang sudah memilikinya?
Sebutkan jenis-jenis pengembangan karir guru!
Apa perbedaan utama pengembangan keprofesian berbasis lembaga dengan yang berbasis
individu?
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
55
BAB V
PERLINDUNGAN DAN PENGHARGAAN
Topik ini berkaitan dengan perlindungan dan penghargaan guru. Materi
sajian terutama berkaitan dengan konsep, prinsip atau asas, dan jenisjenis penghargaan dan perlindungan kepada guru, termasuk
kesejahteraannya. Peserta PLPG diminta mengikuti materi pembelajaran
secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah kasus,
membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan melakukan
refleksi.
A.
Pengantar
Jumlah guru yang banyak dengan sebaran yang sangat luas merupakan potensi bagi mereka untuk
mendidik anak bangsa di seluruh Indonesia secara nyaris tanpa batas akses geografis, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan. Namun demikian, kondisi ini yang menyebakan sebagian guru
terbelenggu dengan fenomena sosial, kultural, psikologis, ekonomis, kepegawaian, dan lain-lain.
Fenomena ini bersumber dari apresiasi dan pencitraan masyarakat terhadap guru belum
begitu baik, serta perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesejahteraan, dan
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi mereka belum optimum. Sejarah pendidikan di
Indonesia menunjukkan bahwa perlakuan yang cenderung diskriminatif terhadap sebagian guru telah
berlangsung sejak zaman pemerintah kolonial Belanda. Hal ini membangkitkan kesadaran untuk
terus mengupayakan agar guru mempunyai status atau harkat dan martabat yang jelas dan
mendasar. Hasilnya antara lain adalah terbentuknya Undang-Undang (UU) Nomomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen.
Diundangkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan langkah maju
untuk mengangkat harkat dan martabat guru, khususnya di bidang perlindungan hukum bagi mereka.
Materi perlindungan hukum terhadap guru mulai mengemuka dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. UU ini diperbaharui dan kemudian diganti dengan UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penjabaran pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru itu
pernah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan. Di
dalam PP ini perlindungan hukum bagi guru meliputi perlindungan untuk rasa aman, perlindungan
terhadap pemutusan hubungan kerja, dan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Sejak lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, dimensi perlindungan guru
mendapatkan tidik tekan yang lebih kuat. Norma perlindungan hukum bagi guru tersebut di atas
kemudian diperbaharui, dipertegas, dan diperluas spektrumnya dengan diundangkannya UU No. 14
tahun 2005. Dalam UU ini, ranah perlindungan terhadap guru meliputi perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Termasuk juga di
dalamnya perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau HaKI.
Sepanjang berkaitan dengan hak guru atas beberapa dimensi perlindungan sebagaimana
dimaksudkan di atas, sampai sekarang belum ada rumusan komprehensif mengenai standar operasi
dan prosedurnya. Atas dasar itu, perlu dirumuskan standar yang memungkinkan terwujudnya
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
56
perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta
perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau HaKI bagi guru.
B.
Definisi
1.
Perlindungan bagi guru adalah usaha pemberian perlindungan hukum, perlindungan
profesi, dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan HaKI yang
diberikan kepada guru, baik berstatus sebagai PNS maupun bukan PNS.
2.
Perlindungan hukum adalah upaya melakukan perlindungan kepada guru dari tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan hukum atau
perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi
atau pihak lain.
3.
Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan yang mencakup perlindungan
terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan
terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam
melaksanakan tugas.
4.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) kepada guru mencakup perlindungan
terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja,
bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
5.
Perlindungan HaKI adalah pengakuan atas kekayaan intelektual sebagai karya atau prestasi
yang dicapai oleh guru dengan cara melegitimasinya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
6.
Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati bersama antara
penyelenggara dan/atau satuan pendidikan dengan guru.
7.
Kesepakatan kerja bersama merupakan kesepakatan yang dibuat dan disepakati bersama
secara tripartit, yaitu penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, guru, dan Dinas
Pendidikan atau Dinas Ketenagakerjaan pada wilayah administratif tempat guru bertugas.
8.
Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma dalam bentuk
konsultasi hukum oleh LKHB mitra, asosiasi atau organisasi profesi guru, dan pihak lain
kepada guru.
9.
Advokasi adalah upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pemberian perlindungan
hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta
perlindungan HaKI bagi guru. Advokasi umumnya dilakukan melalui kolaborasi beberapa
lembaga, organisasi, atau asosiasi yang memiliki kepedulian dan semangat kebersamaan
untuk mencapai suatu tujuan.
10. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa guru berdasarkan perundingan yang
melibatkan guru LKBH mitra, asosiasi atau organisasi profesi guru, dan pihak lain sebagai
mediator dan diterima oleh para pihak yang bersengketa untuk membantu mencari
penyelesaian yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa. Mediator tidak
mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
57
C.
Perlindungan Atas Hak-hak Guru
Berlandaskan UUD 1945 dan UU No 9 tahun 1999 Pasal 3 ayat 2 tentang Hak Asasi Manusia (HAM),
bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil
serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Sesuai dengan politik
hukum UU tersebut, bahwa manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan tanggung
jawab untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh pencipta-Nya, manusia dianugerahi hak asasi untuk
menjamin keberadaan harkat dan martabat, kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungan.
Bahwa hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru, merupakan hak dasar yang secara koderati
melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu hak-hak manusia,
termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan
melaksanakan deklarasi universal tentang hak asasi manusia yang ditetapkan oleh PBB serta berbagai
instrumen internasional lainnya mengenai HAM yang telah diterima oleh Indonesia. Di samping hak
asasi manusia juga dikenal kewajiban dasar manusia yang meliputi: (1) kepatuhan terhadap
perundang-undangan, (2) ikut serta dalam upaya pembelaan negara, (3) wajib menghormati hak-hak
asasi manusia, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya, sebagai wujud tuntutan reformasi (demokrasi, desentralisasi, dan HAM), maka hak asasi
manusia dimasukkan dalam UUD 1945.
Salah satu hak guru adalah hak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak
atas kekayaan intelektual. Pada Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bagian
7 tentang Perlindungan, disebutkan bahwa banyak pihak wajib memberikan perlindungan kepada
guru, berikut ranah perlindungannya seperti berikut ini.
1.
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan
wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
2.
Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi dan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja.
3.
Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif, diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang
tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
4.
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian
pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
5.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
Berdasarkan amanat Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen seperti
disebutkan di atas, dapat dikemukakan ranah perlindungan hukum bagi guru. Frasa perlindungan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
58
hukum yang dimaksudkan di sini mencakup semua dimensi yang terkait dengan upaya mewujudkan
kepastian hukum, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas
profesionalnya.
1. Perlindungan hukum
Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau tindakan semena-mena dari
yang mungkin atau berpotensi menimpanya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Perlindungan hukum dimaksud meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta
didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa:
a.
b.
c.
d.
e.
tindak kekerasan,
ancaman, baik fisik maupun psikologis
perlakuan diskriminatif,
intimidasi, dan
perlakuan tidak adil
2. Perlindungan profesi
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hukubungan kerja (PHK) yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar,
pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Secara
rinci, subranah perlindungan profesi dijelaskan berikut ini.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahlian, minat, dan
bakatnya.
Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional
dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dari praktik
pembayaran imbalan yang tidak wajar.
Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan.
Setiap guru memiliki kebebasan untuk:
 mengungkapkan ekspresi,
 mengembangkan kreatifitas, dan
 melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses pendidikan dan
pembelajaran.
Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik,
orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari pelbagai ancaman, tekanan,
dan rasa tidak aman.
Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik, meliputi:
 substansi,
 prosedur,
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
59
k.
l.
m.
 instrumen penilaian, dan
 keputusan akhir dalam penilaian.
Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi:
 penetapan taraf penguasaan kompetensi,
 standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan, dan
 menentukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.
Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi:
 mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar keyakinan akademik,
 memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau asosiasi profesi guru, dan
 bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi.
Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal, meliputi:
 akses terhadap sumber informasi kebijakan,
 partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
formal, dan
 memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi atas
dasar pengalaman terpetik dari lapangan.
3. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan terhadap resiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain. Beberapa hal krusial yang terkait dengan
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi guru dalam bertugas,
yaitu:
a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas harus
mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah dan pemerintah
daerah.
b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari ancaman psikis dan fisik dari
peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung, teman sejawat, dan masyarakat
luas.
c. Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan terhadap:
 resiko gangguan keamanan kerja,
 resiko kecelakaan kerja,
 resiko kebakaran pada waktu kerja,
 resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
 resiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai
ketenagakerjaan.
d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang tua peserta
didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
e. Pemberian asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan akibat:
 kecelakaan kerja,
 kebakaran pada waktu kerja,
 bencana alam,
 kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
60

f.
resiko lain.
Terbebas dari multiancaman, termasuk ancaman terhadap kesehatan kerja, akibat:
 bahaya yang potensial,
 kecelakaan akibat bahan kerja,
 keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman bahaya,
 frekuensi penyakit yang muncul akibat kerja,
 resiko atas alat kerja yang dipakai, dan
 resiko yang muncul akibat lingkungan atau kondisi tempat kerja.
4. Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual
Pengakuan HaKI di Indonesia telah dilegitimasi oleh peraturan perundang-undangan, antara lain
Undang-Undang Merk, Undang-Undang Paten, dan Undang-Undang Hak Cipta. HaKI terdiri dari
dua kategori yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri meliputi Paten,
Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Varietas
Tanaman. Bagi guru, perlindungan HaKI dapat mencakup:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
hak cipta atas penulisan buku,
hak cipta atas makalah,
hak cipta atas karangan ilmiah,
hak cipta atas hasil penelitian,
hak cipta atas hasil penciptaan,
hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni, serta sejenisnya, dan;
g. hak paten atas hasil karya teknologi
Seringkali karya-karya guru terabaikan, dimana karya mereka itu seakan-akan menjadi
seakan-akan makhluk tak bertuan, atau paling tidak terdapat potensi untuk itu. Oleh karena itu,
dimasa depan pemahaman guru terhadap HaKI ini harus dipertajam.
D.
Jenis-jenis Upaya Perlindungan Hukum bagi Guru
1. Konsultasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI, guru dapat berkonsultasi kepada pihak-pihak yang
kompeten. Konsultasi itu dapat dilakukan kepada konsultan hukum, penegak hukum, atau pihakpihak lain yang dapat membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh guru tersebut.
Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu yang
disebut dengan klien, dengan pihak lain yang merupakan konsultan, yang memberikan
pendapatnya kepada klien untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya. Konsultan
hanya bersifat memberikan pendapat hukum, sebagaimana diminta oleh kliennya. Keputusan
mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak meskipun
adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk
penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.
Misalnya, seorang guru berkonsultasi dengan pengacara pada salah satu LKBH, penegak
hukum, orang yang ahli, penasehat hukum, dan sebagainya berkaitan dengan masalah
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
61
pembayaran gaji yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan hubungan kerja
secara sepihak, dan lain-lain. Pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh guru ketika berkonsultasi
tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan, melainkan sebatas memberi
pendapat atau saran, termasuk saran-saran atas bentuk-bentuk penyelesaian sengketa atau
perselisihan.
2. Mediasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti
munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pihak-pihak lain
yang dimintai bantuan oleh guru seharusnya dapat membantu memediasinya.
Merujuk pada Pasal 6 ayat 3 Undang Undang Nomor 39 tahun 1999, atas kesepakatan
tertulis para pihak, sengketa atau perbedaan pendapat antara guru dengan
penyelenggara/satuan pendidikan dapat diselesaikan melalui ba tua
seora g atau lebih
pe asehat ahli
aupu
elalui seora g ediator. Kesepakata pe yelesaia se gketa atau
perbedaan pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk
dilaksanakan dengan iktikad baik. Kesepakatan tertulis antara guru dengan
penyelenggara/satuan pendidikan wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilakasanakan dalam
waktu lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Mediator dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: (1) mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak, dan mediator yang ditujuk
oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para
pihak.
3. Negosiasi dan Perdamaian
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti
munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan,
penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang negosiasi kepada guru atau
kelompok guru.
Menurut Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999, pada dasarya para pihak,
dalam hal ini penyelenggara/satuan pendidikan dan guru, berhak untuk menyelesaikan sendiri
sengket yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya
dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui para pihak. Negosiasi mirip dengan perdamaian
yang diatur dalam Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata, dimana perdamaian itu
adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan
atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah
timbulnya suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis dan tidak di bawah ancaman.
Namun demikian, dalam hal ini ada beberapa hal yang membedakan antara negosiasi dan
perdamaian. Pada negosiasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan
penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan di
antara para pihak yang bersengketa. Perbedaan lain adalah bahwa negosiasi merupakan salah
satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan, sedangkan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
62
perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan maupun setelah sidang peradilan
dilaksanakan. Pelaksanaan perdamaian bisa di dalam atau di luar pengadilan.
4. Konsiliasi dan perdamaian
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, seperti
munculnya sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan,
penyelenggara/satuan pendidikan harus membuka peluang konsiliasi atau perdamaian.
Seperti pranata alternatif penyelesaian sengketa yang telah diuraikan di atas, konsiliasi pun
tidak dirumuskan secara jelas dalam Undang Undang Nomor 30 tahun 1999. Konsiliasi atau
perdamaian merupakan suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau
suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan. Untuk mencegah
dilaksanakan proses litigasi, dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan, baik di dalam
maupun di luar pengadilan, konsiliasi atau perdamaian tetap dapat dilakukan, dengan
pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
5. Advokasi Litigasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika
terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang
dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi litigasi.
Banyak guru masih menganggap bahwa advokasi litigasi merupakan pekerjaan pembelaan
hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan
dengan praktik beracara di pengadilan. Pandangan ini kemudian melahirkan pengertian yang
sempit terhadap apa yang disebut sebagai advokasi. Seolah-olah, advokasi litigasi merupakan
urusan sekaligus monopoli dari organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktik hukum
semata.
Pandangan semacam itu tidak selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Mungkin
pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat dari padanan kata
advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain berarti pengacara hukum atau
pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris,
maka pengertian advokasi akan menjadi lebih luas. Advocate bisa berarti menganjurkan,
memajukan (to promote), menyokong atau memelopori. Dengan kata lain, advokasi juga bisa
diartika
elakuka perubaha se ara terorganisir dan sistematis.
6. Advokasi Nonlitigasi
Ketika menghadapi masalah dari sisi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan
ketenagakerjaan, dan perlindungan HaKI dalam hubungannya dengan pihak lain, misalnya ketika
terjadi sengketa antara guru dengan penyelenggara atau satuan pendidikan, pelbagai pihak yang
dimintai bantuan atau pembelaan oleh guru seharusnya dapat memberikan advokasi nonlitigasi.
Dengan demikian, disamping melalui litigasi, juga dikenal alternatif penyelesaian sengketa di
luar pengadilan yang lazim disebut nonlitigasi. Alternatif penyelesaian sengketa nonlitigasi adalah
suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengenyampingkan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
63
penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Dewasa ini cara penyelesaian sengketa melalui
peradilan mendapat kritik yang cukup tajam, baik dari praktisi maupun teoritisi hukum. Peran
dan fungsi peradilan, dianggap mengalami beban yang terlampau padat (overloaded), lamban
dan buang waktu (waste of time), biaya mahal (very expensive) dan kurang tanggap
(unresponsive) terhadap kepentingan umum, atau dianggap terlalu formalistis (formalistic) dan
terlampau teknis (technically). Dalam Pasal (1) angka (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999, disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan
penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
E.
Asas Pelaksanaan
Pelaksanaan perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan K3, dan perlindungan HaKI
bagi guru dilakukan dengan menggunakan asas-asas sebagai berikut:
1. Asas unitaristik atau impersonal, yaitu tidak membedakan jenis, agama, latar budaya, tingkat
pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru.
2. Asas aktif, dimana inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal dari guru atau
lembaga mitra, atau keduanya.
3. Asas manfaat, dimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru memiliki manfaat bagi
peningkatan profesionalisme, harkat, martabat, dan kesejahteraan mereka, serta
sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan formal.
4. Asas nirlaba, dimana upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi guru dilakukan dengan
menghindari kaidah-kaidah komersialisasi dari lembaga mitra atau pihak lain yang peduli.
5. Asas demokrasi, dimana upaya perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang dihadapi
oleh guru dilakukan dengan pendekatan yang demokratis atau mengutamakan musyawarah
untuk mufakat.
6. Asas langsung, dimana pelaksanaan perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang
dihadapi oleh guru terfokus pada pokok persoalan.
7. Asas multipendekatan, dimana upaya perlindungan hukum bagi guru dapat dilakukan dengan
pendekatan formal, informal, litigasi, nonlitigasi, dan lain-lain.
F.
Penghargaan dan Kesejahteraan
Sebagai tenaga profesional, guru memiliki hak yang sama untuk mendapatkan penghargaan dan
kesejahteraan. Penghargaan diberikan kepada guru yang berprestasi, berprestasi luar biasa,
berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus.
Penghargaan kepada guru dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan, desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan/atau internasional. Penghargaan itu beragam
jenisnya, seperti satyalancana, tanda jasa, bintang jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial,
piagam, jabatan fungsional, jabatan struktural, bintang jasa pendidikan, dan/atau bentuk
penghargaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
64
Pada sisi lain, peraturan perundang-undangan mengamanatkan bahwa pemerintah kabupaten
wajib menyediakan biaya pemakaman dan/atau biaya perjalanan untuk pemakaman guru yang gugur
di daerah khusus. Guru yang gugur dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran di daerah
khusus, putera dan/atau puterinya berhak mendapatkan beasiswa sampai ke perguruan tinggi dari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Kesejahteraan guru menjadi perhatian khusus pemeritah, baik berupa gaji maupun
penghasilan lainnya. Guru memiliki hak atas gaji dan penghasilan lainya. Gaji adalah hak yang
diterima oleh guru atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam
bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di luar gaji pokok,
guru pun berhak atas tunjangan yang melekat pada gaji.
Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat oleh pemerintah dan
pemerintah daerah diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan
penggajian yang berlaku. Gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang diangkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberikan berdasarkan perjanjian
kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama. Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru dalam
bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai pendidik profesional.
Ringkasnya, guru yang memenuhi persyaratan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 14
Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, serta peraturan lain yang menjadi ikutannya, memiliki hak
atas aneka tunjangan dan kesejahteraan lainnya. Tunjangan dan kesejahteraan dimaksud mencakup
tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan fungsional, subsidi tunjangan fungsional, dan
maslahat tambahan. Khusus berkaitan dengan jenis-jenis penghargaan dan kesejahteraan guru
disajikan berikut ini.
1.
Penghargaan Guru Berprestasi
Pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dilakukan melalui proses pemilihan yang ketat
secara berjenjang, mulai dari tingkat satuan pendidikan, kecamatan dan/atau kabupaten/kota,
provinsi, maupun nasional. Pemilihan guru berprestasi dimaksudkan antara lain untuk
mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru, yang diharapkan akan
berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Prestasi kerja tersebut akan terlihat
dari kualitas lulusan satuan pendidikan sebagai SDM yang berkualitas, produktif, dan
kompetitif.
Pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk memberdayakan guru,
terutama bagi mereka yang berprestasi. Seperti disebutkan di atas, Undang-Undang No. 14
Tahun 2005 mengamanatkan bahwa Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau
bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan .
Secara historis pemilihan guru berprestasi adalah pengembangan dari pemberian
predikat keteladanan kepada guru melalui pemilihan guru teladan yang berlangsung sejak tahun
1972 hingga tahun 1997. Selama kurun 1998-2001, pemilihan guru teladan dilaksanakan
hanya sampai tingkat provinsi. Setelah dilakukan evaluasi dan mendapatkan masukanmasukan dari berbagai kalangan, baik guru maupun pengelola pendidikan tingkat
kabupaten/kota/provinsi, maka pemilihan guru teladan diusulkan untuk ditingkatkan kualitasnya
menjadi pemilihan guru berprestasi.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
65
Frasa guru berprestasi bermakna prestasi dan ketelada a
guru. Sebutan guru
berprestasi mengandung makna sebagai guru unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru berprestasi merupakan guru yang
menghasilkan karya kreatif atau inovatif antara lain melalui: pembaruan (inovasi) dalam
pembelajaran atau bimbingan; penemuan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan;
penulisan buku fiksi/nonfiksi di bidang pendidikan atau sastra Indonesia dan sastra
daerah; penciptaan karya seni; atau karya atau prestasi di bidang olahraga. Mereka juga
merupakan guru yang secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi
di bidang intrakurikuler dan/atau ekstrakurikuler.
Pemilihan guru berprestasi dilaksanakan pertama kali pada tahun 2002.
Penyelenggaraan pemilihan guru berprestasi dilakukan secara bertingkat, dimulai dari tingkat
satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional. Secara umum
pelaksanaan pemilihan guru berprestasi berjalan dengan lancar sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Melalui pemilihan guru berprestasi ini telah terpilih guru terbaik untuk jenjang
Taman-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, atau
yang sederajat.
Sistem penilaian untuk menentukan peringkat guru berprestasi dilakukan secara ketat,
yaitu melalui uji tertulis, tes kepribadian, presentasi karya akademik, wawancara, dan
penilaian portofolio. Guru yang mampu mencapai prestasi terbaik melalui beberapa jenis teknik
penilaian inilah yang akan memperoleh predikat sebagai guru berprestasi tingkat nasional.
2.
Penghargaan bagi Guru SD Berdedikasi di Daerah Khusus/Terpencil
Guru yang bertugas di daerah khusus, mendapat perhatian serius dari pemerintah. Oleh
karena itu, sejak beberapa tahun terakhir ini, pemberian penghargaan kepada mereka
dilakukan secara rutin baik pada peringatan Hari Pendidikan Nasional maupun pada
peringatan lainnya.
Tujuan penghargaan ini antara lain, pertama, mengangkat harkat dan martabat guru atas
dedikasi, prestasi, dan pengabdian profesionalitasnya sebagai pendidik bangsa dihormati dan
dihargai oleh masyarakat, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kedua,
memberikan motivasi pada guru untuk meningkatkan prestasi, pengabdian, loyalitas dan
dedikasi serta darma baktinya pada bangsa dan negara melalui pelaksanaan kompetensinya
secara profesional sesuai kualifikasi masing-masing.
Ketiga, meningkatkan kesetiaan dan loyalitas guru dalam melaksanakan
pekerjaan/jabatannya sebagai sebuah profesi, meskipun bekerja di daerah yang terpencil
atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan
dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam; bencana sosial; atau daerah yang
berada dalam keadaan darurat lain yang mengharuskan menjalani kehidupan secara prihatin.
Pemberian penghargaan kepada guru yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil
bukanlah merupakan suatu kegiatan yang bersifat seremoni belaka. Penghargaan ini secara
selektif dan kompetitif diberikan kepada d u a orang guru sekolah dasar (SD) Daerah Khusus
dari seluruh provinsi di Indonesia.
Masing-masing Dinas Pendidikan Provinsi diminta dan diharuskan menyeleksi dan
mengirimkan dua orang guru daerah khusus, terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan yang
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
66
berdedikasi tinggi untuk diberi penghargaan, baik yang berstatus sebagai guru pegawai negeri
sipil (Guru PNS) maupun guru bukan PNS. Untuk dapat menerima penghargaan, guru SD
berdedikasi yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil harus memenuhi kriteria umum dan
khusus. Kriteria umum dimaksud antara lain beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa; setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; memiliki
moralitas,kepribadian dan kelakuan yang terpuji; dapat dijadikan panutan oleh siswa, teman
sejawat dan masyarakat sekitarnya; dan mencintai tugas dan tanggungjawabnya.
Kriteria khusus bagi guru SD Daerah Khusus untuk memperoleh penghargaan
antara lain, pertama, dalam melaksanakan tugasnya senantiasa menunjukkan dedikasi
luar biasa, pengabdian, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinan serta mempunyai
komitmen yang tinggi dalam melaksanakan fungsi- fungsi profesionalnya dengan segala
keterbatasan yang ada di daerah terpencil. Kedua, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin
tingkat sedang atau tingkat berat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketiga, melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus/terpencil sekurang-kurangnya
selama lima tahun secara terus menerus atau selama delapan tahun secara terputus-putus.
Keempat, berusia minimal 40 tahun dan belum pernah menerima penghargaan yang
sejenis di tingkat nasional. Kelima, responsif terhadap persoalan-persoalan yang aktual dalam
masyarakat. Keenam, dengan keahlian yang dimilikinya membantu dalam memecahkan masalah
sosial sehingga usahanya berupa sumbangan langsung bagi penanggulangan masalahmasala tersebut.
Ketujuh,
menunjukkan kepemimpinan dalam kepeloporan
serta
integritas
kepribadiannya
dalam
mengamalkan
keahliannya dalam masyarakat. Kedelapan,
menyebarkan dan meneruskan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada masyarakat dan
menunjukkan hasil nyata berupa kemajuan dalam masyarakat.
3.
Penghargaan bagi Guru PLB/PK Berdedikasi
Penghargaan bagi guru Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus (PLB/PK) berdedikasi
dilakukan sejak tahun 2004. Penghargaan ini diberikan kepada guru dengan maksud untuk
mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru PLB/PK, yang diharapkan akan
berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Guru PLB/PK berdedikasi adalah guru
yang memiliki dedikasi dan kinerja melampaui target yang ditetapkan satuan Pendidikan
Khusus mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan/atau
menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik pada tingkat daerah, nasional
dan/atau internasional; dan/atau secara langsung membimbing peserta didik yang
berkebutuhan khusus sehingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan/atau
ekstrakurikuler.
Seleksi pemilihan guru berdedikasi tingkat nasional dilaksanakan di Jakarta. Mereka
berasal dari seluruh provinsi di
Indonesia. Pemilihan guru PLB/PK berdedikasi ini
dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. Pemberian penghargaan ini
diharapkan dapat mendorong guru PLB/PK dalam meningkatkan kemampuan profesional yang
diperlukan untuk membantu mempersiapkan SDM yang e iliki kelai a tertentu untuk siap
menghadapi tantangan kehidupan masa depannya.
Dalam penetapan calon guru PLB/PK yang berdedikasi untuk diberi penghargaan, kriteria
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
67
dedikasi dan prestasi yang menonjol bersifat kualitatif. Kriteria tersebut dapat dijadikan acuan
atau pertimbangan dasar, sehingga guru PLB/PK berdedikasi yang terpilih untuk menerima
penghargaan benar-benar layak dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Kriteria dedikasi dan prestasi dimaksud meliputi pelaksanaan tugas, hasil
pelaksanaan tugas, dan sifat terpuji. Dimensi pelaksanaan tugas mencakup, pertama,
konsisten dalam membuat persiapan mengajar yang standar bagi anak berkebutuhan khusus.
Kedua, kecakapan dalam melaksanakan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Ketiga,
keterampilan mengelola kelas sehingga tercipta suasana tertib. Keempat, kemampuan
melaksanakan komunikasi yang efektif di kelas. Kelima, konsisten dalam melaksanakan
evaluasi dan analisis hasil belajar peserta didik berkebutuhan khusus. Keenam, objektivitas
dalam memberikan nilai kepada peserta didik berkebutuhan khusus.
Dimensi kemampuan menunjukkan hasil pelaksanaan tugas secara baik mencakup,
pertama, penemuan metode/pendekatan yang inovatif, pengembangan/pengayaan materi
dan/atau alat peraga baru dalam khusus. Kedua, dampak sosial/ budaya/ ekonomi/
lingkungan
terhadap
proses belajar mengajar yang dirasakan atas penemuan
metode/pendekatan yang inovatif, pengembangan/pengayaan materi dan/atau alat peraga baru
dalam pembelajaranb agi anak berkebutuhan khusus. Ketiga, kemampuan memprakarsai suatu
kegiatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Keempat, memiliki sifat inovatif dan
kreatif dalam memanfaatkan sumber/alat peraga yang ada di lingkungan setempat untuk
kelancaran kegiatan belajar mengajar bagi anak berkebutuhan khusus. Kelima, mampu
menghasilkan peserta didik yang terampil sesuai dengan tingkat kemampuan menurut jenis
kebutuhan peserta didik.
Dimensi memiliki sifat terpuji antara lain mencakup kemampuan menyampaikan
pendapat, secara lisan atau tertulis; kesediaan untuk mendengar/menghargai pendapat
orang lain; sopan santun dan susila; disiplin kerja; tanggung jawab dan komitmen terhadap
tugas; kerjasama; dan stabilitas emosi. Dimensi memiliki jiwa pendidik mencakup beberapa
hal. Pertama, menyayangi dan mengayomi peserta didik berkebutuhan khusus. Kedua,
memberikan bimbingan secara optimal kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Ketiga,
mampu mendeteksi kelemahan belajar peserta didik berkebutuhan khusus.
Pemilihan guru berprestasi serta pemberian penghargaan kepada guru SD di Daerah
Khusus dan guru PLB/PK berdedikasi seperti disebutkan di atas merupakan agenda tahunan.
Namun demikian, meski sifatnya kegiatan tahunan, program ini bukanlah sebuah kegiatan yang
bersifat seremonial belaka. Pelembagaan program ini merupakan salah satu bukti kuatnya
perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap profesi guru. Tentu saja, di masa datang,
kualitas dan kuantitas pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dan berdedikasi senantiasa
perlu ditingkatkan.
4.
Penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana Pendidikan
Sejalan dengan disahkannya Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
guru berprestasi dan berdedikasi memiliki hak atas penghargaan sesuai dengan prestasi dan
dedikasinya. Penghargaan tersebut diberikan kepada guru pada satuan pendidikan atas
dasar pengabdian, kesetiaan pada lembaga, berjasa pada negara, maupun menciptakan karya
yang luar biasa.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
68
Kriteria guru yang berhak menerima penghargaan Satyalancana Pendidikan,
meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum antara lain warga
negara Indonesia; berakhlak dan berbudi pekerti baik; serta mempunyai nilai dalam DP3
amat baik untuk unsur kesetiaan dan sekurang-kurangnya bernilai baik untuk unsur lainnya.
diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di
Persyaratan khusus meliputi, pertama,
tempat terpencil atau tertinggal sekurang-kurangnya selama lima tahun terus menerus atau
selama delapan tahun terputus-putus. Kedua, diutamakan yang bertugas/pernah bertugas di
daerah perbatasan, konflik, dan bencana sekurang- kurangnya selama 3 tahun terus menerus
atau selama 6 tahun terputus-putus. Ketiga, diutamakan yang bertugas selain di daerah khusus
sekurang-kurangnya selama 8 tahun terus menerus dan bagi kepala sekolah sekurangkurangnya bertugas 2 tahun. Keempat, berprestasi dan/atau berdedikasi luar biasa dalam
melaksanakan tugas sekurang-kurangnya mendapat penghargaan tingkat nasional. Kelima,
berperan aktif dalam kegiatan organisasi/asosiasi profesi guru, kegiatan kemasyarakatan dan
pembangunan di berbagai sektor. Keenam, tidak pernah memiliki catatan pelanggaran atau
menerima sanksi sedang dan berat menurut peraturan perundang-undangan.
5.
Penghargaan bagi Guru yang Berhasil dalam Pembelajaran
Tujuan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau lomba sejenis dapat memotivasi
guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya, khususnya dalam kemampuan
perancangan, penyajian, penilaian proses dan hasil pembelajaran atau proses bimbingan
kepada siswa; dan meningkatkan kebiasaan guru dalam mendokumentasikan hasil
kegiatan pengembangan profesinya secara baik dan benar. Lomba keberhasilan guru dalam
pembelajaran atau sejenisnya dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Pertama, sosialisasi
melalui berbagai media, antara lain penyusunan dan penyebaran poster dan leaflet. Kedua,
penerimaan naskah. Ketiga, melakukan seleksi, baik seleksi administrasi maupun seleksi
terhadap materi yang ditulis.
Para finalis melaksanakan presentasi dan wawancara di hadapan dewan juri yang memiliki
keahlian di bidang masing-masing. Sejalan dengan itu, aktivitas yang dilakukan adalah sebagai
berikut: penyusunan pedoman lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya
tingkat nasional; penilaian naskah lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran atau
sejenisny a tingkat nasional; penilaian penentuan nominasi pemenang lomba keberhasilan
guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; penentuan pemenang lomba
keberhasilan guru dalam pembelajaran atau sejenisnya tingkat nasional; dan pemberian
penghargaan pemenang lomba tingkat nasional.
Hasil yang dicapai dalam lomba tersebut adalah terhimpunnya berbagai pengalaman guru
dalam merancang, menyajikan, dan menilai pembelajaran atau bimbingan dan konseling yang
secara nyata mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa, sehingga dapat
dimanfaatkan oleh rekan guru yang memerlukan dicetak dalam bentuk buku yang berisi
model-model keberbasilan dalam pembelajaran sebagai publikasi.
6.
Penghargaan Guru Pemenang Olimpiade
Era globalisasi menuntut SDM yang bermutu tinggi dan siap berkompetisi, baik pada tataran
nasional, regional, maupun internasional. Sejalan dengan itu, guru-guru bidang studi yang
termasuk dalam skema Olimpiade Sains Nasional (OSN) merupakan salah satu diterminan utama
peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan OSN untuk Guru (ONS Guru)
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
69
merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran mata
pelajaran yang tercakup dalam kerangka OSN.
Olimpiade Sains Nasional (OSN) untuk Guru merupakan wahana bagi guru
menumbuhkembangkan semangat kompetisi dan meningkatkan kompetensi profesional atau
akademik untuk memotivasi peningkatan kompetensinya dalam rangka mendorong mutu proses
dan luaran pendidikan. Tujuannya adalah (1) menumbuhkan budaya kompetitif yang sehat di
kalangan guru; (2) meningkatkan wawasan pengetahuan, motivasi, kompetensi,
profesionalisme, dan kerja keras untuk mengembangkan IPTEK; (3) membina dan
mengembangkan kesadaran ilmiah untu mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi
masa kini dan yang akan datang; (4) mengangkat status guru sebagai penyandang profesi yang
terhormat, mulia, bermartabat, dan terlindungi; dan (5) membangun komitmen mutu guru dan
peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran secara lebih merata.
Kegiatan OSN Guru dilaksanakan secara berjenjang, mulai dari di tingkat kabupaten/kota,
tingkat provinsi, sampai dengan tingkat nasional. Hadiah dan penghargaan diberikan kepada
peserta OSN Guru sebagai motivasi untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran dan kegiatan
pendidikan lainnya. Hadiah bagi para pemenang tingkat kabupaten/kota dan tingkat provinsi
pengaturannya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Kepada pemenang di tingkat nasional diberi hadiah dan penghargaan dari
kementerian pendidikan.
7. Pembinaan dan Pemberdayaan Guru Berprestasi dan Guru Berdedikasi
Guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam membimbing peserta didik
ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan
sebagai ujung tombak pendidikan. Untuk melaksanakan tugasnya, seorang guru tidak hanya
memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi juga harus memiliki kepribadian yang dapat
diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi siswa, keluarga maupun masyarakat.
Selaras dengan kebijaksanaan pembangunan yang meletakkan pengembangan sumber
daya manusia sebagai prioritas pembangunan nasional, kedudukan dan peran guru semakin
bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam
menghadapi era global. Untuk itu, kemampuan profesional guru harus terus menerus
ditingkatkan.
Prestasi yang telah dicapai oleh para guru berprestasi perlu terus dijaga dan
dikembangkan, serta diimbaskan kepada guru lainnya. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut
dari pelaksanaan pemilihan guru berprestasi, perlu dilaksanakan pembinaan
dan
pemberdayaannya agar pengetahuan dan wawasan mereka selalu berkembang sesuai dengan
kemajuan ipteks.
Program kerjasama peningkatan mutu pendidik antarnegara Asia, dalam hal ini dengan
The Japan Foundation, misalnya, merupakan kelanjutan program-program yang telah dilaksanakan
sebelumnya. Program kerjasama ini dilaksanakan untuk memberikan penghargaan kepada
guru berprestasi dengan memberikan pengalaman dan wawasan tentang penyelenggaraan
pendidikan dan budaya di negara maju seperti Jepang untuk dijadikan bahan pembanding dan
diimplementasikan di tempat tugas mereka.Kontinuitas pelaksanaan program kerjasama ini
sangat penting, karena sangat bermanfaat bagi para guru untuk meningkatkan
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
70
pengetahuannya dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
8.
Penghargaan Lainnya
Penghargaan lainnya untuk guru dilakukan melalui program kerjasama pendidikan antarnegara,
khususnya bagi mereka yang berprestasi. Kerjasama antarnegara ini dilakukan, baik di kawasan
Asia maupun di kawasan lainnya. Kerjasama antarnegara bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman dan saling pengertian antaranggotanya.
Melalui kerjasama ini, guru-guru berprestasi yang terpilih diberi kesempatan untuk
mengikuti pelatihan singkat bidang keahlian atau teknologi pembelajaran, studi kebudayaan,
studi banding, dan sejenisnya. Kerjasama ini antara lain telah dilakukan dengan negara-negara
Asean, Jepang, Australia, dan lain-lain.
Penghargaan lainnya yang diberikan kepada guru adalah Anugerah Konstitusi tingkat
nasional bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) untuk semua jenis dan jenjang. Penerima
penghargaan ini adalah guru-guru PKn terbaik yang diseleksi secara berjenjang mulai dari tingkat
sekolah, kabupaten/kota, provinsi, sampai ke tingkat nasional.
G.
Tunjangan Guru
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa dalam
melaksanakan tugas keprofesian guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
tersebut meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait
dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
Pemenuhan hak guru untuk memperoleh penghasilan didasari atas pertimbangan prestasi dan
pengakuan atas profesionalitasnya. Dengan demikian, penghasilan dimaksud merupakan hak yang
diterima oleh guru dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesian yang
ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru sebagai
pendidik profesional.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan tonggak
sejarah bagi peningkatan kesejahteraan guru di Indonesia. Menyusul lahirnya UU ini,
pemerintah telah mengatur beberapa sumber penghasilan guru selain gaji pokok, yaitu tunjangan
yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan
tunjangan khusus.
1.
Tunjangan Profesi
Guru profesional dituntut oleh undang-undang memiliki kualifikasi akademik tertentu dan
empat kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional atau akademik.
Sertifikasi guru merupakan proses untuk memberikan sertifikat pendidik kepada mereka.
Sertifikat pendidik dimaksud merupakan pengakuan negara atas derajat keprofesionalan guru.
Seiring dengan proses sertifikasi inilah, pemerintah memberikan tunjangan profesi
kepada guru. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen yang menamanatkan bahwa Pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
71
yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat .
Pemberian tunjangan profesi diharapkan akan mampu mendorong dan memotivasi guru
untuk terus meningkatkan kompetensi dan kinerja profesionalnya dalam melaksanakan tugas
di sekolah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, dan penilai peserta
didiknya.
Besarnya tunjangan profesi ini setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Guru yang sudah bersertifikat akan menerima
tunjangan profesinya jika guru yang bersangkutan mampu membuktikan kinerjanya yaitu
dengan mengajar 24 jam tatap muka per minggu dan persyaratan lainnya.
Guru akan menerima tunjangan profesi sampai yang bersangkutan berumur 60 tahun.
Usia ini adalah batas pensiun bagi PNS guru. Setelah berusia 60 tahun guru tetap berhak
mengajar di manapun, baik sebagai guru tidak tetap maupun guru tetap yayasan untuk sekolah
swasta, dan menyandang predikat guru bersertifikat, namun tidak berhak lagi atas
tunjangan profesi. Meski guru memiliki lebih dari satu sertifikat profesi pendidik, mereka hanya
berhak atas satu tunjangan profesi.
Tunjangan profesi diberikan kepada semua guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan
syarat lainnya, dengan cara pembayaran tertentu. Hal ini bermakna, bahwa guru bukan PNS pun
akan mendapat tunjangan yang setara dengan guru PNS dengan kualifikasi akademik, masa kerja,
serta kompetensi yang setara atau ekuivalen. Bagi guru bukan PNS, tunjangan profesi akan
dibayarkan setelah yang bersangkutan disesuaikan jenjang jabatan dan kepangkatannya melalui
impassing.Tunjangan profesi tersebut dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen.
3.
Tunjangan Fungsional
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 17 ayat (1)
mengamanatkan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan tunjangan fungsional
kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah. Pasal 17 ayat (2) mengamanatkan bahwa subsidi tunjangan fungsional
diberikan kepada guru yang bertugas di sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Sehingga dalam pelaksanaannya, tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional ini
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan
dan belanja daerah (Pasal 17 ayat (3).
Besarnya tunjangan fungsional yang diberikan untuk guru PNS seharusnya sesuai
dengan jenjang jabatan fungsional yang dimiliki. N amun saat ini baru diberikan tunjangan
tenaga kependidikan berdasarkan pada golongan/ruang kepangkatan/jabatannya. Khusus
mengenai besarnya subsidi tunjangan fungsional bagi guru bukan PNS, agaknya memerlukan aturan tersendiri,
berikut persyaratannya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
72
4.
Tunjangan Khusus
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru
dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor
merupakan komitmen Pemerintah untuk terus mengupayakan peningkatan kesejahteraan
guru dan dosen, di samping peningkatan profesionalismenya. Sesuai dengan amanat
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 18, disebutkan bahwa
guru yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan ditugaskan di di daerah
khusus berhak memperoleh tunjangan khusus yang diberikan setara dengan satu kali gaji pokok
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Mengingat tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru di Daerah
Khusus, sasaran dari program ini adalah guru yang bertugas di daerah khusus. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dimaksudkan dengan
Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi
masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang
mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat
lain.
a. Daerah terpencil atau terbelakang adalah daerah dengan faktor geografis yang relatif sulit
dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan,
pesisir, dan pulau-pulau terpencil; dan daerah dengan faktor geomorfologis lainnya yang
sulit dijangkau oleh jaringan transportasi maupun media komunikasi, dan tidak
memiliki sumberdaya alam.
b. Daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil adalah daerah yang mempunyai
tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta tidak
dilibatkan dalam kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan
yang mengakibatkan daerah belum berkembang.
c. Daerah perbatasan dengan negara lain adalahbagian dari wilayah negara yang terletak pada
sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah
negara di darat maupun di laut kawasan perbatasan berada di kecamatan; dan pulau kecil
terluar dengan luas area kurang atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi)
yang memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal laut
kepulauan sesuai dengan hukum Internasional dan Nasional.
d. Daerah yang mengalami bencana alam yaitu daerah yang terletak di wilayah yang terkena
bencana alam (gempa, longsor, gunung api, banjir, dsb) yang berdampak negatif terhadap
layanan pendidikan dalam waktu tertentu.
e. Daerah yang mengalami bencana sosial dan konflik sosial dapat menyebabkan
terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi yang membahayakan
guru dalam melaksanakan tugas dan layanan pendidikan dalam waktu tertentu.
f. Daerah yang berada dalam keadaan darurat lain adalah daerah dalam keadaan yang
sukar/sulit yang tidak tersangka-sangka mengalami bahaya, kelaparan dan sebagainya yang
memerlukan penanggulangan dengan segera.
Tunjangan khusus yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
73
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
Pe etapa Daerah Khusus i i ru it da te tatif ada ya. “ebagai katup
pe ga a sejak tahun 2007, pemerintah memberikan bantuan kesejateraan untuk guru
yang bertugas di Daerah Khusus atau Daerah Terpencil di 199 kabupaten di Indonesia. Sampai
tahun 2010 tunjangan tersebut mencapai Rp 1.350.000 per bulan.
Harapan yang ingin dicapai dari pemberian tunjangan khusus ini adalah selain
meningkatkan kesejahteraan guru sebagai kompensasi daerah yang ditempati sangat sulit, juga
memotivasi guru untuk tetap mengajar di sekolah tersebut. Pada sisi lain, pemberian tunjangan
ini bisa sebagai insentif bagi guru baru untuk bersedia mengajar di Daerah Khusus ini. Belum
terpenuhinya jumlah guru di daerah terpencil diharapkan juga semakin mudah dilakukan
dengan insentif tunjangan khusus ini.
5.
Maslahat Tambahan
Salah satu komponen penghasilan yang diberikan kepada guru dalam rangka implementasi
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah pemberian maslahat
tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi (Pasal 15 ayat 1). Maslahat tambahan merupakan tambahan
kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan,
beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi
putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
Maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh guru dari
pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 ayat (2),
dimana pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan bagi
guru. Tujuan pemberian maslahat tambahan ini adalah untuk:
(1)
memberikan
penghargaan terhadap prestasi, dedikasi, dan keteladanan guru dalam melaksanakan tugas; (2)
memberikan penghargaan kepada guru sebelum purna tugas terhadap pengabdiannya dalam
dunia pendidikan; dan (3) memberikan kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih
baik dan bermutu kepada putra/putri guru yang memiliki prestasi tinggi. Dengan demikian,
pemberian maslahat tambahan akan bermanfaat untuk: (i) mengangkat citra, harkat, dan
martabat profesi guru; (2) memberikan rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang
profesi guru; (3) merangsang guru untuk tetap memiliki komitmen yang konsisten terhadap
profesi guru hingga akhir masa bhakti; dan (4) meningkatnya motivasi guru dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
74
Latihan dan Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Apa yang dimaksud dengan perlindungan hukum bagi guru, dan berikan contohnya?
Apa yang dimaksud dengan perlindungan profesi bagi guru, dan berikan contohnya?
Apa yang dimaksud dengan perlindungan K3 bagi guru, dan berikan contohnya?
Apa yang dimaksud dengan perlindungan HaKI bagi guru, dan berikan contohnya?
Sebutkan beberapa jenis penghargaan yang diberikan kepada guru!
Sebutkan beberara jenis tunjangan yang diterima oleh guru!
Apa yang dimaksud dengan pemberian kesejahteraan dan penghargaan kepada guru atas dasar
prestasi kerja?
Sebutkan beberapa alasan, mengapa guru yang bertugas di Daerah Khusus/Terpencil perlu
diberi tunjangan khusus?
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
75
BAB VI
ETIKA PROFESI
Topik ini berkaitan dengan etika profesi guru. Materi sajian terutama
berkaitan dengan esensi etika profesi guru dalam pelaksanaan proses
pendidikan dan pembelajaran secara profesional, baik di kelas, di luar
kelas, maupun di masyarakat. Peserta PLPG diminta mengikuti materi
pembelajaran secara individual, melaksanakan diskusi kelompok, menelaah
kasus, membaca regulasi yang terkait, menjawab soal latihan, dan
melakukan refleksi.
A.
Profesi Guru sebagai Panggilan Jiwa
Sebelum era sekarang, telah lama profesi guru di Indonesia dipersepsi oleh masyarakat sebagai
profesi kelas dua . Idealnya, piliha seseora g u tuk e jadi guru adalah pa ggila ji a u tuk
memberikan pengabdian pada sesama manusia dengan mendidik, mengajar, membimbing, dan
melatih, yang diwujudkan melalui proses belajar-mengajar serta pemberian bimbingan dan
pengarahan kepada siswa agar mencapai kedewasaan masing-masing. Dalam kenyataannya, menjadi
guru tidak cukup sekadar untuk memenuhi panggilan jiwa, tetapi juga memerlukan seperangkat
keterampilan dan kemampuan khusus.
Guru adalah profesi yang terhormat. Howard M. Vollmer dan Donald L. Mills (1966)
mengatakan bahwa profesi adalah sebuah jabatan yang memerlukan kemampuan intelektual khusus,
yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan pelatihan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan
atau keahlian dalam melayani atau memberikan advis pada orang lain, dengan memperoleh upah
atau gaji dalam jumlah tertentu.
Guru profesional memiliki arena khusus untuk berbagi minat, tujuan, dan nilai-nilai
profesional serta kemanusiaan mereka. Dengan sikap dan sifat semacam itu, guru profesional
memiliki kemampuan melakukan profesionalisasi secara terus-menerus, memotivasi-diri,
mendisiplinkan dan meregulasi diri, mengevaluasi-diri, kesadaran-diri, mengembangkan-diri,
berempati, menjalin hubungan yang efektif. Guru profesional adalah pembelajar sejati dan
menjunjung tinggi kode etik dalam bekerja. Menurut Danim (2010) secara akademik guru profesional
bercirikan seperti berikut ini.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Mumpuni kemampuan profesionalnya dan siap diuji atas kemampuannya itu.
Memiliki kemampuan berintegrasi antarguru da kelo pok lai ya g seprofesi de ga
mereka melalui kontrak dan aliansi sosial.
Melepaskan diri dari belenggu kekuasaan birokrasi, tanpa menghilangkan makna etika kerja dan
tata santun berhubunngan dengan atasannya.
Memiliki rencana dan program pribadi untuk meningkatkan kompetensi, dan gemar melibatkan
diri secara individual atau kelompok seminat untuk merangsang pertumbuhan diri.
Berani dan mampu memberikan masukan kepada semua pihak dalam rangka perbaikan mutu
pendidikan dan pembelajaran, termasuk dalam penyusunan kebijakan bidang pendidikan.
Siap bekerja secara tanpa diatur, karena sudah bisa mengatur dan mendisiplinkan dirinya.
Siap bekerja tanpa diseru atau diancam, karena sudah bisa memotivasi dan mengatur dirinya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
76
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Secara rutin melakukan evaluasi-diri untuk mendapatkan umpan balik demi perbaikan-diri.
Memiliki empati yang kuat.
Mampu berkomunikasi secara efektif dengan siswa, kolega, komunitas sekolah, dan masyarakat.
Menunjung tinggi etika kerja dan kaidah-kaidah hubungan kerja.
Menunjung tinggi Kode Etik organisasi tempatnya bernaung.
Memiliki kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust), dalam makna tersebut mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
14. Adanya kebebasan diri dalam beraktualisasi melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan
berbagai ragam perspektif.
Dari sisi pandang lain, dapat dijelaskan bahwa suatu profesi mempunyai seperangkat elemen
inti yang membedakannya dengan pekerjaan lainnya. Seseorang penyandang profesi dapat disebut
profesional manakala elemen-elemen inti itu sudah menjadi bagian integral dari kehidupannya.
Danim (2010) merangkum beberapa hasil studi para ahli mengenai sifat-sifat atau karakteristikkarakteristik profesi seperti berikut ini.
a.
Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan dimaksud adalah
jenjang pendidikan tinggi. Termasuk dalam kerangka ini, pelatihan-pelatihan khusus yang
berkaitan dengan keilmuan yang dimiliki oleh seorang penyandang profesi.
b.
Memiliki pengetahuan spesialisasi. Pengetahuan spesialisasi adalah sebuah kekhususan
pe guasaa bida g keil ua terte tu. “iapa saja bisa e jadi guru , aka tetapi guru ya g
sesungguhnya memiliki spesialisasi bidang studi (subject matter) dan penguasaan metodologi
pembelajaran.
c.
Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien.
Pengetahuan khusus itu bersifat aplikatif, dimana aplikasi didasari atas kerangka teori yang jelas
dan teruji. Makin spesialis seseorang, makin mendalam pengetahuannya di bidang itu, dan
makin akurat pula layanannya kepada klien. Dokter umum, misalnya, berbeda pengetahuan
teoritis dan pengalaman praktisnya dengan dokter spesialis. Seorang guru besar idealnya
berbeda pengetahuan teoritis dan praktisnya dibandingkan dengan dosen atau tenaga akademik
biasa.
d.
Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable. Seorang guru harus
mampu berkomunikasi sebagai guru, dalam makna apa yang disampaikannya dapat dipahami
oleh peserta didik.
e.
Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization. Istilah
mandiri di sini berarti kewenangan akademiknya melekat pada dirinya. Pekerjaan yang dia
lakukan dapat dikelola sendiri, tanpa bantuan orang lain, meski tidak berarti menafikan bantuan
atau mereduksi semangat kolegialitas.
f.
Mementingkan kepentingan orang lain (altruism). Seorang guru harus siap memberikan layanan
kepada anak didiknya pada saat bantuan itu diperlukan, apakah di kelas, di lingkungan sekolah,
bahkan di luar sekolah. Di dunia kedokteran, seorang dokter harus siap memberikan bantuan,
baik dalam keadaan normal, emergensi, maupun kebetulan, bahkan saat dia sedang istirahat
sekalipun.
g.
Memiliki kode etik. Kode etik ini merupakan norma-norma yang mengikat guru dalam bekerja.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
77
h.
Memiliki sanksi dan tanggungjawab komunita. Ma akala terjadi
alpraktik , seora g guru
harus siap menerima sanksi pidana, sanksi dari masyarakat, atau sanksi dari atasannya. Ketika
bekerja, guru harus memiliki tanggungjawab kepada komunita, terutama anak didiknya. Replika
tanggungjawab ini menjelma dalam bentuk disiplin mengajar, disiplin dalam melaksanakan
segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas-tugas pembelajaran.
i.
Mempunyai sistem upah. Sistem upah yang dimaksudkan di sini adalah standar gaji. Di dunia
kedokteran, sistem upah dapat pula diberi makna sebagai tarif yang ditetapkan dan harus
dibayar oleh orang-orang yang menerima jasa layanan darinya.
j.
Budaya profesional. Budaya profesi, bisa berupa penggunaan simbol-simbol yang berbeda
dengan simbol-simbol untuk profesi lain.
B.
Definisi
Berbicara mengenai Kode Etik Guru dan etika profesi guru dengan segala dimensinya tidak terlepas
dengan dimensi organisasi atau asosiasi profesi guru dan kewenangannya, Kode Etik Gutu itu sendiri,
Dewan Kehormatan Guru, pembinaan etika profesi guru, dan lain-lain. Oleh karena itu, beberapa
frasa yang terkait dengan ini perlu didefinisikan.
1.
Organisasi atau asosiasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan
dan diurus oleh guru atau penyandang profesi sejenis untuk mengembangkan profesionalitas
anggotanya.
2.
Kewenangan organisasi atau asosiasi profesi guru adalah kekuatan legal yang dimilikinya dalam
menetapkan dan menegakkan kode etik guru, melakukan pembinaan dan pengembangan
profesi guru, dan memajukan pendidikan nasional.
3.
Kode Etik Guru adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia
sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik,
anggota masyarakat, dan warga negara.
4.
Dewan Kehormatan Guru adalah perangkat kelengkapan organisasi atau asosiasi profesi guru
yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, pertimbangan,
penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi dan etika profesi guru.
5.
Pedoman sikap dan perilaku adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik
dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas
profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
6.
Pembinaan etika profesi adalah proses kerja yang dilakukan secara sistematis untuk
menciptakan kondisi agar guru berbuat sesuai dengan norma-norma yang dibolehkan dan
menghindari norma-norma yang dilarang dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah,
serta menjalani kehidupan di masyarakat.
C.
Guru dan Keanggotaan Organisasi Profesi
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa guru wajib
menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi profesi
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
78
dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsekuensi logis dari amanat
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru wajib:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
D.
Menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi serta Kode Etik Guru dan Ikrar atau Janji
Guru yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing.
Mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, serta peraturan-peraturan dan disiplin
yang ditetapkan oleh organisasi atau asosiasinya masing-masing.
Melaksanakan program organisasi atau asosiasi profesi guru secara aktif.
Memiliki nomor registrasi sebagai anggota organisasi atau asosiasi profesi guru dimana dia
terdaftar sebagai anggota.
Memiliki Kartu Anggota organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai anggota.
Mematuhi peraturan dan disiplin organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar sebagai
anggota.
Melaksanakan program, tugas, serta misi organisasi atau asosiasi profesi dimana dia terdaftar
sebagai anggota.
Guru yang belum menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi guru harus memilih organisasi
atau asosiasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Esensi Kode Etik dan Etika Profesi
Guru Indonesia harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat,
terlindungi, bermartabat, dan mulia. Karena itu, ketika bekerja mereka harus menjunjung tinggi etika
profesi. Mereka mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil,
makmur, dan beradab.
Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Mereka memiliki
kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,
yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Penyandang profesu guru adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik. Dalam melaksankan tugas, mereka harus
berpega g teguh pada pri sip ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri
handayani”. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan
guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan dengan bangsa lain di
negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu
ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang
mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
79
putera-puteri bangsa. KEGI yang tercermin dalam tindakan nyata itulah yang disebut etika profesi
atau menjalankan profesi secara beretika.
Di Indonesia, guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan KEGI. Kode
Etik harus mengintegral pada perilaku guru. Disamping itu, guru dan organisasi guru berkewajiban
mensosialisasikan Kode Etik dimaksud kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat,
dan pemerintah. Bagi guru, Kode Etik tidak boleh dilanggar, baik sengaja maupun tidak.
Dengan demikian, sebagai tenaga profesional, guru bekerja dipandu oleh Kode Etik. Kode Etik
profesi guru dirumuskan dan disepakati oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Kode Etik
dimaksud merupakan standar etika kerja bagi penyandang profesi guru. Di dalam UU No. 14 Tahun
2005 te ta g Guru da Dose disebutka bah a Guru e be tuk orga isasi atau asosiasi profesi
ya g bersifat i depe de . Orga isasi atau asosiasi profesi guru berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan
pengabdian kepada masyarakat.
Sejalan dengan itu UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa
guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi. Pembentukan organisasi atau asosiasi
profesi dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain UU No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan
kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian, organisasi atau asosiasi
profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud berisi norma dan etika yang mengikat
perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian.
E.
Rumusan Kode Etik Guru Indonesia
Ketika melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia harus menyadari sepenuhnya, bahwa Kode
Etik Guru (KEG), Kode Etik Guru Indonesia (KEGI), atau nama lain sesuai dengan yang disepakati oleh
organisasi atau asosiasi profesi guru, merupakan pedoman bersikap dan berperilaku yang
mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika jabatan guru. Dengan demikian, guru harus
menyadari bahwa jabatan mereka merupakan suatu profesi yang terhormat, terlindungi,
bermartabat, dan mulia. Di sinilah esensi bahwa guru harus mampu memahami, menghayati,
mengamalkan, dan menegakkan Kode Etik Guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan
menjalani kehidupan di masyarakat.
Ketaatasasan guru pada Kode Etik akan mendorong mereka berperilaku sesuai dengan normanorma yang dibolehkan dan menghindari norma-norma yang dilarang oleh etika profesi yang
ditetapkan oleh organisasi atau asosiasi profesinya selama menjalankan tugas-tugas profesional dan
kehidupan sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Dengan demikian, aktualisasi diri guru
dalam melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran secara profesional, bermartabat, dan
beretika akan terwujud. Dampak ikutannya adalah, proses pendidikan dan pembelajaran yang
memenuhi kriteria edukatif berjalan secara efektif dan efisien di sekolah.
Kode Etik Guru dibuat oleh organisasi atau asosiasi profesi guru. Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI), misalnya, telah membuat Kode Etik Guru yang disebut dengan Kode Etik Guru
Indonesia (KEGI). KEGI ini merupakan hasil Konferensi Pusat PGRI Nomor V/Konpus II/XIX/2006
tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta yang disahkan pada Kongres XX PGRI No. 07/Kongres/XX/PGRI/2008
tanggal 3 Juli 2008 di Palembang. KEGI ini dapat menjadi Kode Etik tunggal bagi setiap orang yang
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
80
menyandang profesi guru di Indonesia atau menjadi referensi bagi organisasi atau asosiasi profesi
guru selain PGRI untuk merumuskan Kode Etik bagi anggotanya.
KEGI versi PGRI seperti disebutkan di atas telah diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional
(sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) bersama Pengurus Besar Persatuan Guru
Republik Indonesia (PB-PGRI) tahun 2008. Dalam kata pengantar penerbitan publikasi KEGI dari pihak
ke e teria disebutka bah a se ua guru di I do esia dapat memahami, menginternalisasi, dan
e u jukka perilaku keseharia sesuai de ga or a da etika ya g tertua g dala KEGI i i.
Berikut ini disajikan substansi esensial dari KEGI yang ditetapkan oleh PGRI sebagaimana dimaksud.
Sangat mungkin beberapa organisasi atau asosiasi profesi guru selain PGRI telah memuat rumusan
Kode Etik Guru yang sudah disepakati. Kalau memang demikian, itu pun selayaknya menjadi acuan
guru dalam menjalankan tugas keprofesian.
1.
Hubungan Guru dengan Peserta Didik
a.
Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
b.
Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak
dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c.
Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan
masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d.
Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk
kepentingan proses kependidikan.
e.
Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus harus berusaha
menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan
sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f.
Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan
menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g.
Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat
mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h.
Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta
didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya
untuk berkarya.
i.
Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat
peserta didiknya.
j.
Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k.
Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak
peserta didiknya.
l.
Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi
pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
81
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisikondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan
keamanan.
2.
n.
Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak
ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o.
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta
didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p.
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta
didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali
siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai
perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan
orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam
memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan
peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan
dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa
untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
3.
Hubungan Guru dengan Masyarakat
a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan
masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat
profesinya.
e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan
aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum,
moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
82
h. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.
4.
Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat
a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses
pendidikan.
c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.
e. Guru menghormati rekan sejawat.
f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan
standar dan kearifan profesional.
h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara
profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat
profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap
tindakan profesional dengan sejawat.
k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan
pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan
pembelajaran.
l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama,
moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan kualifikasi
dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan
marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat
siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbanganpertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan
memunculkan konflik dengan sejawat.
5.
Hubungan Guru dengan Profesi
a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi
yang diajarkan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
83
c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas
profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan
integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan
martabat profesionalnya.
g. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi
keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan
tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
6.
Hubungan Guru dengan Organisasi Profesi
a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam
melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi
kepentingan kependidikan.
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan
komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas
organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif
individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan
martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan
pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
7.
Hubungan Guru dengan Pemerintah
a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang
pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan
lainnya.
b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d. Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan
pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
84
e. Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian
negara.
F.
Pelanggaran dan Sanksi
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Kode Etik Guru merupakan pedoman sikap dan perilaku yang
bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi
undang-undang. Kode Etik Guru, karenanya, berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral
yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta
didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi atau asosiasi profesi, dan
pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan. Untuk
tujuan itu, Kode Eik Guru dikembangkan atas dasar nilai-nilai dasar sebagai sumber utamanya, yaitu:
(1) agama dan Pancasila; (2) kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional; dan (3)
nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah.
emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Pada sisi lain UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan bahwa untuk
menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian,
organisasi atau asosiasi profesi guru membentuk Kode Etik. Kode Etik dimaksud berisi norma dan
etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian.
Setiap pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan/atau tidak melaksanakana KEGI dan
ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru. Guru yang melanggar KEGI
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada organisasi profesi atau
menurut aturan negara.
Tentu saja, guru tidak secara serta-merta dapai disanksi karena tudingan melanggar Kode Etik
profesinya. Pemberian sanksi itu berdasarkan atas rekomendasi objektif. Pemberian rekomendasi
sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap KEGI merupakan wewenang Dewan
Kehormatan Guru Indonesia (DKGI). Pemberian sanksi oleh DKGI sebagaimana harus objektif, tidak
diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan
perundang-undangan.
Rekomendasi DKGI wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. Tentu saja, istilah wajib ini
normatif sifatnya. Sanksi dimaksud merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan
pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. Selain itu, siapapun yang
mengetahui telah terjadi pelanggaran KEGI wajib melapor kepada DKGI, organisasi profesi guru, atau
pejabat yang berwenang. Tentu saja, setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau
tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum menurut jenis pelanggaran yang
dilakukan dihadapan DKGI.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
85
Latihan dan Renungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Apa esensi etika profesi guru?
Sebutkan karakteristik utama profesi guru!
Mengapa guru harus memiliki komitmen terhadap Kode Etik?
Mengapa UU No. 14 Tahun 2005 mewajibkan guru menjadi anggota organisasi profesi?
Apa implikasi kewajiban menjadi anggota organisasi profesi bagi guru?
Apa peran DKGI dalam kerangka penegakan Kode Etik Guru?
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
86
REFLEKSI AKHIR
Materi sajian pada bagian ini berupa refleksi akhir Sajian materi ini
dimaksudkan sebagai penutup dan refleksi atas materi utama yang
disajikan pada bab-bab sebelumnya. Oleh karena kebijakan pembinaan
dan pengembangan guru senantiasa bermetamorfosis, peserta PLPG yang
sudah dinyatakan lulus sekalipun diharapkan tetap mengikuti
perkembangan kebijakan lanjutan.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Aktualitas
fungsi pendidikan memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guru memegang peranan yang sangat strategis dalam kerangka menjalankan fungsi dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana disebutkan di atas. Peserta didik sekarang
merupakan manusia masa depan yang diharapkan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil,
berwatak dan berkarakter kebangsaan, serta menjadi insan agamais.
Peran guru nyaris tidak bisa digantikan oleh yang lain, apalagi di dalam masyarakat yang
multikultural dan multidimensional, dimana peran teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru
masih sangat minim. Kalau pun teknologi pembelajaran tersedia mencukupi, peran guru yang
sesungguhnya tidak akan tergantikan. Sejarah pendidikan di Indonesia telah mencatatkan bahwa
profesi guru sebagai profesi yang disadari pentingnya dan diakui peran strategisnya bagi
pembangunan masa depan bangsa.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru harus sejalan dengan kegiatan sejenis bagi tenaga
kependidikan pada umumnya. Dilihat dari sisi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, profesi guru sesungguhnya termasuk dalam spektrum profesi kependidikan itu sendiri.
Frasa te aga kepe didika i i sa gat dike al baik se ara akade ik aupu regulasi.
Dari persepektif ketenagaan, frasa ini mencakup dua ranah, yaitu pendidik dan tenaga
kependidkan. Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan dua je is profesi atau pekerjaa
yang saling mengisi. Pendidik, dalam hal ini guru, dengan derajat profesionalitas tingkat tinggi sekali
pun nyaris tidak berdaya dalam bekerja, tanpa dukungan tenaga kependidikan. Sebaliknya, tenaga
kependidikan yang profesional sekali pun tidak bisa berbuat banyak, tanpa dukungan pendidik atau
guru yang profesional sebagai aktor langsung di dalam dan di luar kelas, termasuk di laboratoium
sekolah.
Kare a ya, ketika berbi ara e ge ai profesi kepe didika , se ua ora g akan melirik pada
esensi dan eksistensi PTK itu sendiri. Merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan, di mana di dalamnya termasuk pendidik. Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
87
menyelenggarakan pendidikan. Dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
guru yang tadinya masuk ke dalam ru pu pe didik , ki i telah e iliki defi isi terse diri.
Secara lebih luas tenaga kependidikan yang dimaksudkan di sini adalah sebagaimana
termaktub UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu: (1) tenaga kependidikan terdiri atas
tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang
pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan penguji; (2) tenaga pendidik terdiri atas
pembimbing, pengajar, dan pelatih; dan (3) pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah,
direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah. Termasuk dalam jenis tenaga
kependidikan adalah pengelola sistem pendidikan, seperti kepala kantor dinas pendidikan di tingkat
provinsi atau kabupaten/kota. Jika mau diperluas, tenaga kependidikan sesungguhnya termasuk
tenaga administratif bidang pendidikan, dimana mereka berfungsi sebagai subjek yang menjalankan
fungsi mendukung pelaksanaan pendidikan.
Dengan demikian, secara umum tenaga kependidikan itu dapat dibedakan menjadi empat
kategori yaitu: (1) tenaga pendidik, terdiri atas pembimbing, penguji, pengajar, dan pelatih; (2)
tenaga fungsional kependidikan, terdiri atas penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang
kependidikan, dan pustakawan; (3) tenaga teknis kependidikan, terdiri atas laboran dan teknisi
sumber belajar; (4) tenaga pengelola satuan pendidikan, terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua,
rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah; dan (5) tenaga lain yang mengurusi masalahmasalah manajerial atau administratif kependidikan.
Dalam kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan guru, telah muncul beberapa
harapan ke depan. Pertama, perhitungan guru melalui Sensus Data Guru sangat diperlukan
untuk merencanakan kebutuhan guru dan sebagai bahan pertimbangan kebijakan proyeksi
pemenuhan guru di masa mendatang. Hasil perhitungan dan rencana pemenuhan guru per
kabupaten/kota perlu diterbitkan secara berkala dalam bentuk buku yang dipublikasikan minimal
setiap tiga tahun.
Kedua, memperhitungkan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan (supply and
demand) atau keseimbangan antara kebutuhan guru dan produksi guru. Hal ini dimaksudkan agar
tidak terjadi kelebihan guru dan rasio guru:murid dapat di pertahankan secara efektif dan optimal.
Pada kondisi riil di sekolah sebenarnya terjadi kelebihan guru sehingga guru-guru honor yang ada di
sekolah merasa teraniaya/ termarjinalisasi/tak terurus.
Ketiga, merealisasikan pemerataan guru yang efektif dan efisien di semua satuan pendidikan
di kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi. Apalagi jika Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri
tentang Pemindahan Guru PNS yang masih dalam proses penyelesaian telah terbit, maka
berangsur-angsur akan terjadi pemerataan guru. Guru yang berlebih di satu kabupaten/kota
dipindahkan ke kabupaten/kota lainnya yang kekurangan. Keempat, menghitung dengan tepat dan
cermat kebutuhan fiskal negara terkait dengan agenda kesejahteraan guru yaitu pemberian
tunjangan profesi guru, tunjangnan khusus, maslahat tambahan, dan lain-lain.
Kelima, pengembangan karier guru pascasertifikasi. Berdasarkan Permenneg PAN dan RB
Nomor 16 Tahun 2009, ada empat aktivitas pengembangan karir guru pascasertifikasi guru, yaitu:
penilaian kinerja guru, peningkatan guru berkinerja rendah, pengembangan keprofesian guru
berkelanjutan, dan pengembangan karier guru.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
88
Pada sisi lain, akhir-akhir ini makin kuat dorongan untuk melakukan kaji ulang atas sistem
pengelolaan guru, terutama berkaitan dengan penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan
penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi,
penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian
berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan
masa depan. Untuk tujuan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyusun masterplan
pembinaan dan pengembangan profesi guru. Beranjak dari isu-isu di atas, beberapa hal berikut ini
memerlukan perhatian dan priotitas utama.
1.
Menindaklanjuti masterplan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
2.
Melaksanakan kesepakatan implementasi sistem manajemen guru secara komprehensif
berkaitan dengan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
3.
Melakukan koordinasi dalam penyediaan guru dengan mempertimbangkan kebutuhan
satuan pendidikan.
Merekrut guru berdasarkan asesmen kebutuhan dan standar kompetensi yang telah
ditetapkan.
Mengangkat dan menempatkan guru berdasarkan kualifikasi akademik dan bidang
keahlian yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan.
Menata dan mendistribusikan guru antarsatuan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan
sebagai bagian dari kebijakan penataan guru secara nasional melalui aspek pendanaan
bidang pendidikan.
Memfasilitasi sertifikasi guru dengan menerapkan asas obyektifitas, transparan dan
akuntabel.
Memfasilitasi peningkatan kualifikasi akademik guru dengan menerapkan asas
obyektifitas, transparan dan akuntabel
Menerapkan sistem penilaian kinerja guru secara berkelanjutan sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
Memberikan penghargaan bagi guru sesuai dengan prestasi dan dedikasinya dan
memberikan perlindungan hukum, profesi, ketenagakerjaan, dan hak atas kekayaan
intektual.
Meningkatkan kesejahteraan guru sesuai dengan kemampuan daerah.
Memfasilitasi pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karir guru.
Menindaklanjuti regulasi mengenai guru kedalam peraturan daerah/peraturan gubernur/
peraturan bupati/peraturan walikota
Manajemen guru masa depan menuntut pertimbangan dan perumusan kebijakan yang
sistemik dan sistematik. Manajemen guru sebagaimana dimaksud terutama berkaitan dengan
penyediaan, rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan
kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan,
pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, serta pengelolaan guru di daerah
khusus yang relevan dengan tuntutan kekinian dan masa depan.
Dalam kaitannya dengan substansi manajemen guru sebagaimana dijelaskan di muka,
beberapa hal perlu diberi catatan khusus. Perlu ditetapkan standar mahasiswa calon guru. Standar
dimaksud berupa kemampuan intelektual, kepribadian, minat, bakat, ciri-ciri fisik, dan sebagainya.
Penentuan standar ini ditetapkan oleh institusi penyedia calon guru dan/atau difilter melalui seleksi
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
89
calon peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dengan demikian, ke depan hanya seseorang dengan
karakteristik tertentulah yang akan direkruit sebagai calon guru.
Perencanaan kebutuhan guru harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan, bidang keahlian, dan sebaran sekolah. Dalam kaitannya dengan
rekruitmen calon guru, sudah seharusnya menjadi kebijakan nasional yang tersentralisasi. Demikian
juga pembinaan dan pengembangan keprofesian dan karirnya. Atas dasar itu, kiranya diperlukan
regulasi baru atau merevitalisasi manajemen guru yang mampu mensinergikan lembaga penyedia,
pengguna, dan pemberdayaannya.
Pada tataran menjalankan tugas keprofesian keseharian, guru Indonesia bertanggungjawab
mengantarkan peserta didiknya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada
semua bidang kehidupan. Dalam melaksanakan tugas profesinya itu, guru Indonesia mestinya
menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan KEGI sebagai pedoman bersikap dan berperilaku
yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik
putera-puteri bangsa.
Untuk menegakkan Kode Etik itu, organisasi profesi guru membentuk Dewan kehormatan yang
keanggotaan serta mekanisme kerjanya diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru. Dewan
Kehormatan Guru (DKG) dimaksud dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan
memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru. Rekomendasi
dewan kehormatan profesi guru harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan
anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
90
ACUAN
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 36 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Pendidikan Nasional.
Peraturan Bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang
Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011
Peoduk hukum yang berkaitan dengan Penilaian Kinerja, Pengembangan Keprofesian Guru
Berkelanjutan, Sertifikasi Guru, dan Uji Kompetensi Guru
Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Kode Etik Guru, Bandung, Alfabeta, Bandung, 2010
Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru: Dari Induksi ke Profesional Madani, Media
Perhalindo, Jakarta, 2011.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Vollmer dan Mills, Professionalization, Jossey Bass, New York, 1982
Kebijakan Pengembangan Profesi Guru – Badan PSDMPK-PMP
91
DESAIN INDUK
GERAKAN LITERASI SEKOLAH
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DESAIN INDUK
GERAKAN LITERASI SEKOLAH
Pelindung:
Hamid Muhammad, Ph.D
Pengarah:
Dr. Thamrin Kasman
Drs. Wowon Widaryat, M.Si.
Dr. Supriano, M.Ed.
Drs. Purwadi Sutanto, M.Si.
Drs. M. Mustaghirin Amin, M.B.A.
Ir. Sri Renani Pantjastuti, M.P.A.
Penyunting:
Penyusun:
(081328175350)
Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D.
Prof. Dr. Kisyani-Laksono
(08123167348)
Prof. Dr. Kisyani-Laksono
Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D.
(082140591164)
Penanggung Jawab:
Soie Dewayani, Ph.D.
(082117522572)
Yudistira W. Widiasana, M.Si.
Wien Muldian, S.S.
(0811889829)
Sekretariat:
Dr. Susanti Sufyadi
(082119172202)
Satriyo Wibowo, M.A.
Dwi Renya Roosaria, S.H.
(0818801304)
Katman, M.A.
Dr. Dewi Utama Faizah
(082298521251)
Desain Sampul:
Sulastri, M.Si.
(081310101524)
Wien Muldian, S.S.
Nilam Rahmawan, S.Psi.
(085777925527)
Layout:
Endang Sadbudhy Rahayu, M.B.A.
(085776147844)
Kambali
Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D.
R. Achmad Yusuf SA, M.Ed.
(08129732414)
Billy Antoro, S.Pd.
(081284096776)
Cetakan 1: Maret 2016
Diterbitkan oleh:
Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Alamat:
Bagian Perencanaan dan Penganggaran
Sekretariat Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah
Gedung E lantai 5 Kompleks Kemendikbud
Jl. Jenderal Sudirman Senayan, Jakarta 10270
Telp./Faks : (021) 5725613
E-mail: [email protected]
ISBN: 978-602-1389-15-7
KATA SAMBUTAN
Keterampilan membaca berperan penting dalam kehidupan kita karena
pengetahuan diperoleh melalui membaca. Oleh karena itu, keterampilan ini harus
dikuasai peserta didik dengan baik sejak dini.
Dalam konteks internasional, pemahaman membaca tingkat sekolah dasar (kelas
IV) diuji oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA-the
International Association for the Evaluation of Educational Achievement) dalam
Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) yang dilakukan setiap
lima tahun (sejak tahun 2001). Selain itu, PIRLS berkolaborasi dengan Trends
in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) menguji kemampuan
matematika dan sains peserta didik sejak tahun 2011. Pada tingkat sekolah
menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca peserta didik (selain matematika
dan sains) diuji oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi
(OECD—Organization for Economic Cooperation and Development) dalam
Programme for International Student Assessment (PISA).
Uji literasi membaca mengukur aspek memahami, menggunakan, dan mereleksikan
hasil membaca dalam bentuk tulisan. Dalam PIRLS 2011 International Results in
Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor
428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, uji literasi membaca dalam
PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57
dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan
peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor ratarata OECD 496) (OECD, 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA
2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam keterampilan memahami
bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik Indonesia tergolong
rendah.
Rendahnya keterampilan tersebut membuktikan bahwa proses pendidikan belum
mengembangkan kompetensi dan minat peserta didik terhadap pengetahuan.
Praktik pendidikan yang dilaksanakan di sekolah selama ini juga memperlihatkan
bahwa sekolah belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang menjadikan
semua warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
i
Untuk mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajaran, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS
adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta
didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem
pendidikan.
GLS memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan
dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah
satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah “kegiatan 15 menit membaca
buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan
untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan
membaca agar pengetahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi
nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan
sesuai tahap perkembangan peserta didik.
Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di
bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga
satuan pendidikan. Pelibatan orang tua peserta didik dan masyarakat juga menjadi
komponen penting dalam GLS.
Desain Induk ini disusun guna memberi arahan strategis bagi kegiatan literasi
di lingkungan satuan pendidikan dasar dan menengah. Pelaksanaan GLS akan
melibatkan unit kerja terkait di Kemendikbud dan juga pihak-pihak lain yang
peduli terhadap pentingnya literasi. Kerja sama semua pemangku kepentingan di
bidang pendidikan sangat diperlukan untuk melaksanakan gerakan bersama yang
terintegrasi dan efektif.
Jakarta, Januari 2016
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
ii
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
BAB I PENDAHULUAN
i
iii
iv
v
1
A. Latar Belakang
B. Landasan Filosoi dan Landasan Hukum
C. Tujuan
D. Sasaran
BAB II KONSEP DASAR
1
4
5
5
7
A. Literasi
B. Komponen Literasi
C. Literasi di Sekolah
D. Ihwal Literasi di Sekolah
7
7
8
10
BAB III PELAKSANAAN LITERASI DI SEKOLAH
A. Rancangan Program Literasi di Sekolah
B. Peran Pemangku Kepentingan
C. Tahapan Pengembangan Literasi di Sekolah
D. Strategi
E. Peningkatan Kapasitas
F. Target Pencapaian
BAB IV MONITORING DAN EVALUASI
A. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
B. Dinas Pendidikan Provinsi
C. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
D. Satuan Pendidikan
BAB V PENUTUP
GLOSARIUM
REFERENSI
LAMPIRAN
17
17
18
26
30
32
33
39
39
40
40
41
43
44
45
47
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Pihak yang berperan aktif dalam
pelaksanaan komponen literasi
10
Tabel 2.2
Ekosistem Sekolah yang Literat
14
Tabel 3.1
Fokus Kegiatan dalam Tahapan
Literasi Sekolah
29
Tabel 3.2
Ekosistem Sekolah yang Diharapkan
pada Setiap Jenjang Pendidikan
34
Tabel 3.3
Peta Kompetensi Literasi Sekolah
(Warsnop, 2000)
35
Tabel 3.4
Keterampilan Reseptif, Kegiatan, Jenis
Bacaaan, dan Sarana Prasarana
Pendukungnya
36
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
iv
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Kerja Sama di
Lingkungan Internal dan Eksternal
Kemendikbud
17
Bagan 3.2 Pemangku Kepentingan GLS Dikdas
19
Bagan 3.3 Pemangku Kepentingan GLS Dikmen
23
Bagan 3.4 Tahapan Pelaksanaan GLS
27
Bagan 3.5 Strategi Pelaksanaan Gerakan
Literasi Sekolah
31
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
v
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi
angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat kemelekhurufan
masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8%
untuk kategori remaja. Capaian ini sebenarnya menunjukkan bahwa Indonesia
telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun
demikian, tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca.
Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga
menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan peserta didik. Hal ini
memprihatinkan karena di era teknologi informasi, peserta didik dituntut untuk
memiliki kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis,
kritis, dan relektif.
Masyarakat global dituntut untuk dapat mengadaptasi kemajuan teknologi
dan keterbaruan/kekinian. Deklarasi Praha (Unesco, 2003) mencanangkan
pentingnya literasi informasi (information literacy), yaitu kemampuan untuk
mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, dan mengelola informasi menjadi
pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan pribadi dan
sosialnya.
Dalam era global ini, literasi informasi menjadi penting. Deklarasi Alexandria
pada tahun 2005 (sebagaimana dirilis dalam www.unesco.org) menjelaskan bahwa
literasi informasi adalah:
“kemampuan untuk melakukan manajemen pengetahuan dan
kemampuan untuk belajar terus-menerus. Literasi informasi merupakan
kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan saat informasi
diperlukan, mengidentiikasi dan menemukan lokasi informasi yang
diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan
dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada,
memanfaatkan serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis.”
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
1
Kebutuhan literasi di era global ini menuntut pemerintah untuk menyediakan
dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan UUD 1945,
Pasal 31, Ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang. ” Ayat ini menegaskan bahwa program literasi juga mencakup upaya
mengembangkan potensi kemanusiaan yang mencakup kecerdasan intelektual,
emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya adaptasi terhadap
perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah
yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan
semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah,
dll.) dalam membina, menginspirasi/memberi contoh, memberi semangat, dan
mendorong perkembangan anak.
Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana peserta
didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya
di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di
rumah maupun di lingkungan sekitarnya.
Sayangnya, hasil tes Progress International Reading Literacy Study (PIRLS)
tahun 2011 yang mengevaluasi kemampuan membaca peserta didik kelas IV
menempatkan Indonesia pada peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan
skor 428, di bawah nilai rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, survei yang
mengevaluasi kemampuan peserta didik berusia 15 tahun dilakukan oleh
Programme for International Student Assessment (PISA) yang mencakup membaca,
matematika, dan sains. Peserta didik Indonesia berpartisipasi dalam PISA 2009 dan
2012 yang keduanya diikuti oleh 65 negara peserta. Khusus dalam kemampuan
membaca, Indonesia yang semula pada PISA 2009 berada pada peringkat ke-57
dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), ternyata pada PISA 2012 peringkatnya
menurun, yaitu berada di urutan ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496)
(OECD, 2013). Data ini selaras dengan temuan UNESCO (2012) terkait kebiasaan
membaca masyarakat Indonesia, bahwa hanya satu dari 1.000 orang masyarakat
Indonesia yang membaca. Kondisi demikian ini jelas memprihatinkan karena
kemampuan dan keterampilan membaca merupakan dasar bagi pemerolehan
pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap peserta didik.
Permasalahan ini menegaskan bahwa pemerintah memerlukan strategi
khusus agar kemampuan membaca peserta didik dapat meningkat dengan
mengintegrasikan/menindaklanjuti program sekolah dengan kegiatan dalam
keluarga dan masyarakat. Hal ini untuk memastikan keberlanjutan intervensi
kegiatan literasi sekolah sebagai sebuah gerakan literasi sekolah (GLS) agar
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
2
dampaknya dapat dirasakan di masyarakat.
GLS dikembangkan berdasarkan sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang
terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8,
dan 9. Butir Nawacita yang dimaksudkan adalah (5) meningkatkan kualitas hidup
manusia dan masyarakat Indonesia; (6) meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit
bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; (8) melakukan revolusi karakter bangsa; (9)
memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Empat butir Nawacita tersebut terkait erat dengan komponen literasi
sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif
dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Untuk dapat mengembangkan
Nawacita, diperlukan pengembangan strategi pelaksanaan literasi di sekolah
yang berdampak menyeluruh dan sistemik. Dalam hal ini, sekolah: a)
sebaiknya tumbuh sebagai sebuah organisasi yang mengembangkan warganya
sebagai individu pembelajar; b) perlu memiliki struktur kepemimpinan
yang juga terkait dengan lembaga lain di atasnya, serta sumber daya yang
meliputi sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana; dan
c) memberikan layanan pendidikan dalam bentuk pembelajaran di dalam kelas
dan berbagai kegiatan lain di luar kelas yang menunjang pembelajaran dan tujuan
pendidikan.
Dengan memperhatikan karakteristik sekolah sebagai sebuah organisasi akan
mempermudah pelaksana program untuk mengidentiikasi sasaran agar perlakuan
dapat diberikan secara menyeluruh (whole school approach).
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
3
B. Landasan Filosoi dan Landasan Hukum
1. Landasan Filosoi
Sumpah Pemuda butir ketiga (3) menyatakan, “menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia yang memiliki makna pengakuan terhadap keberadaan ratusan
bahasa daerah yang memiliki hak hidup dan peluang penggunaan bahasa asing
sesuai dengan keperluannya.”
a. Butir ini menegaskan pentingnya pembelajaran berbahasa dalam pendidikan
nasional.
b. Konvensi PBB tentang Hak Anak pada tahun 1989 tentang pentingnya
penggunaan bahasa ibu. Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa,
khususnya mikrokultur-mikrokultur tertentu perlu difasilitasi dengan bahasa
ibu saat mereka memasuki pendidikan dasar kelas rendah (kelas I, II, III).
c. Konvensi PBB di Praha tahun 2003 tentang kecakapan literasi dasar dan
kecakapan perpustakaan yang efektif merupakan kunci bagi masyarakat
yang literat dalam menghadapi derasnya arus informasi teknologi. Lima
komponen yang esensial dari literasi informasi itu adalah basic literacy,
library literacy, media literacy, technology literacy, dan visual literacy.
2. Landasan Hukum
a. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3: “Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU
Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
4
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman
bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara
dan Bahasa Daerah.
h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang
Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
(SD/MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
i. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
j. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-2019.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan
ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar
mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
2. Tujuan Khusus
a. Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah.
b. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.
c. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah
anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.
d. Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku
bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.
D. Sasaran
Sasaran gerakan literasi sekolah adalah ekosistem sekolah pada jenjang
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
5
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
6
BAB II
KONSEP DASAR
A. Literasi
Kegiatan literasi selama ini identik dengan aktivitas membaca dan menulis.
Namun, Deklarasi Praha pada tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga
mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga
bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa,
dan budaya (UNESCO, 2003).
Deklarasi UNESCO itu juga menyebutkan bahwa literasi informasi terkait
pula dengan kemampuan untuk mengidentiikasi, menentukan, menemukan,
mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan
mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuankemampuan itu perlu dimiliki tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi
dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut
pembelajaran sepanjang hayat.
B. Gerakan Literasi Sekolah
GLS merupakan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat
partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah,
tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid
peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat
yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku
kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen.
Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca
peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru
membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan
dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk,
selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai
tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
7
pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.
Dalam pelaksanaannya, pada periode tertentu yang terjadwal, dilakukan
asesmen agar dampak keberadaan GLS dapat diketahui dan terus-menerus
dikembangkan.
GLS diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah, pemangku
kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan
menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan.
C. Komponen Literasi
Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup
keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk
cetak, visual, digital, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai
literasi informasi.
Clay (2001) dan Ferguson (www.bibliotech.us/pdfs/InfoLit.pdf) menjabarkan
bahwa komponen literasi informasi terdiri atas literasi dini, literasi dasar, literasi
perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Dalam konteks
Indonesia, literasi dini diperlukan sebagai dasar pemerolehan berliterasi tahap
selanjutnya. Komponen literasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Literasi Dini [Early Literacy (Clay, 2001)], yaitu kemampuan untuk menyimak,
memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang
dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di
rumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu
menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.
2. Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan,
berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan
kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan
informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi
(drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
3. Literasi Perpustakaan (Library Literacy), antara lain, memberikan
pemahaman cara membedakan bacaan iksi dan noniksi, memanfaatkan
koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System
sebagai klasiikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan
perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan,
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
8
hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang
menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi
masalah.
4. Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui
berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik
(media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami
tujuan penggunaannya.
5. Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami
kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware),
peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan
teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk
mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya,
juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di
dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan
dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat lunak.
Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi
saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang
dibutuhkan masyarakat.
6. Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara
literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan
dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang
tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital
(perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik.
Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benarbenar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
9
Pihak yang berperan aktif dalam pelaksanaan komponen literasi dipaparkan
pada Tabel 2.1 berikut.
NO
KOMPONEN
LITERASI
PIHAK YANG
BERPERAN AKTIF
1.
Literasi usia dini
Orang tua dan keluarga, guru/PAUD,
pamong/pengasuh
2.
Literasi dasar
Pendidikan formal
3.
Literasi perpustakaan
Pendidikan formal
4.
Literasi teknologi
Pendidikan formal dan keluarga
5.
Literasi media
Pendidikan formal, keluarga, dan lingkungan sosial
(tetangga/masyarakat sekitar)
6.
Literasi visual
Pendidikan formal, keluarga, dan lingkungan sosial
(tetangga/masyarakat sekitar)
Literasi yang komprehensif dan saling terkait ini memampukan seseorang
untuk berkontribusi kepada masyarakatnya sesuai dengan kompetensi dan
perannya sebagai warga negara global (global citizen).
Dalam pendidikan formal, peran aktif para pemangku kepentingan, yaitu
kepala sekolah, guru sebagai pendidik, tenaga kependidikan, dan pustakawan
sangat berpengaruh untuk memfasilitasi pengembangan komponen literasi peserta
didik. Agar lingkungan literasi tercipta, diperlukan perubahan paradigma semua
pemangku kepentingan
Selain itu, diperlukan juga pendekatan cara belajar-mengajar yang
mengembangkan komponen-komponen literasi ini. Kesempatan peserta didik
terpajan dengan kelima komponen literasi akan menentukan kesiapan peserta
didik berinteraksi dengan literasi visual.
D. Ihwal Literasi di Sekolah
Mengacu pada metode pembelajaran Kurikulum 2013 yang menempatkan
peserta didik sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, kegiatan
literasi tidak lagi berfokus pada peserta didik semata. Guru, selain sebagai fasilitator,
juga menjadi subjek pembelajaran. Akses yang luas pada sumber informasi, baik
di dunia nyata maupun dunia maya dapat menjadikan peserta didik lebih tahu
daripada guru. Oleh sebab itu, kegiatan peserta dalam berliterasi semestinya
tidak lepas dari kontribusi guru, dan guru sebaiknya berupaya menjadi fasilitator
yang berkualitas. Guru dan pemangku kebijakan sekolah merupakan igur teladan
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
10
literasi di sekolah.
Dalam konteks sekolah, subjek dalam kegiatan literasi adalah peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan (pustakawan, pengawas), dan kepala sekolah.
Semua komponen warga sekolah ini berkolaborasi dalam Tim Literasi Sekolah (TLS)
di bawah koordinasi kepala sekolah dan dikuatkan dengan SK kepala sekolah. TLS
bertugas untuk membuat perencanaan, pelaksanaan, dan asesmen program. TLS
dapat memastikan terciptanya suasana akademik yang kondusif, yang mampu
membuat seluruh anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar.
1. Prinsip-prinsip Literasi Sekolah
Menurut Beers (2009), praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi
sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan
yang dapat diprediksi.
Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling
beririsan antartahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan
literasi peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi
pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan
perkembangan mereka.
b. Program literasi yang baik bersifat berimbang
Sekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa
tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu,
strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan
disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna
dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks,
seperti karya sastra untuk anak dan remaja.
c. Program literasi terintegrasi dengan kurikulum
Pembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab
semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran
apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan
demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan
kepada guru semua mata pelajaran.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
11
d. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapanpun
Misalnya, ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’
merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.
e. Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisan
Kelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan
lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan
diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat
agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar
untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan,
dan menghormati perbedaan pandangan.
f. Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap
keberagaman
Warga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di
sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu mereleksikan kekayaan
budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan pada pengalaman
multikultural.
2. Strategi Membangun Budaya Literasi Sekolah
Agar sekolah mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya
literasi, Beers, dkk. (2009) dalam buku A Principal’s Guide to Literacy Instruction,
menyampaikan beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif
di sekolah.
a. Mengkondisikan lingkungan isik ramah literasi
Lingkungan isik adalah hal pertama yang dilihat dan dirasakan warga
sekolah. Oleh karena itu, lingkungan isik perlu terlihat ramah dan kondusif
untuk pembelajaran. Sekolah yang mendukung pengembangan budaya
literasi sebaiknya memajang karya peserta didik dipajang di seluruh area
sekolah, termasuk koridor, kantor kepala sekolah dan guru. Selain itu, karyakarya peserta didik diganti secara rutin untuk memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik. Selain itu, peserta didik dapat mengakses
buku dan bahan bacaan lain di Sudut Baca di semua kelas, kantor, dan
area lain di sekolah. Ruang pimpinan dengan pajangan karya peserta
didik akan memberikan kesan positif tentang komitmen sekolah terhadap
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
12
pengembangan budaya literasi.
b. Mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model
komunikasi dan interaksi yang literat
Lingkungan sosial dan afektif dibangun melalui model komunikasi dan
interaksi seluruh komponen sekolah. Hal itu dapat dikembangkan dengan
pengakuan atas capaian peserta didik sepanjang tahun. Pemberian
penghargaan dapat dilakukan saat upacara bendera setiap minggu untuk
menghargai kemajuan peserta didik di semua aspek. Prestasi yang dihargai
bukan hanya akademik, tetapi juga sikap dan upaya peserta didik. Dengan
demikian, setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk memperoleh
penghargaan sekolah. Selain itu, literasi diharapkan dapat mewarnai semua
perayaan penting di sepanjang tahun pelajaran. Ini bisa direalisasikan
dalam bentuk festival buku, lomba poster, mendongeng, karnaval tokoh
buku cerita, dan sebagainya. Pimpinan sekolah selayaknya berperan aktif
dalam menggerakkan literasi, antara lain dengan membangun budaya
kolaboratif antarguru dan tenaga kependidikan. Dengan demikian, setiap
orang dapat terlibat sesuai kepakaran masing-masing. Peran orang tua
sebagai relawan gerakan literasi akan semakin memperkuat komitmen
sekolah dalam pengembangan budaya literasi.
c. Mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik
yang literat
Lingkungan isik, sosial, dan afektif berkaitan erat dengan lingkungan
akademik. Ini dapat dilihat dari perencanaan dan pelaksanaan gerakan
literasi di sekolah. Sekolah sebaiknya memberikan alokasi waktu yang cukup
banyak untuk pembelajaran literasi. Salah satunya dengan menjalankan
kegiatan membaca dalam hati dan guru membacakan buku dengan nyaring
selama 15 menit sebelum pelajaran berlangsung. Untuk menunjang
kemampuan guru dan staf, mereka perlu diberikan kesempatan untuk
mengikuti program pelatihan tenaga kependidikan untuk peningkatan
pemahaman tentang program literasi, pelaksanaan, dan keterlaksanaannya.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
13
Tabel 2.2 di bawah ini mencantumkan beberapa parameter yang dapat
digunakan sekolah untuk membangun budaya literasi sekolah yang baik.
Tabel 2.2 Ekosistem Sekolah yang Literat
a. Lingkungan Fisik
1)
Karya peserta didik dipajang di sepanjang lingkungan sekolah, termasuk koridor
dan kantor (kepala sekolah, guru, administrasi, bimbingan konseling).
2)
Karya peserta didik dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang
seimbang kepada semua peserta didik.
3)
Buku dan materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas.
4)
Buku dan materi bacaan lain tersedia juga untuk peserta didik dan orang tua/
pengunjung di kantor dan ruangan selain ruang kelas.
5)
Kantor kepala sekolah memajang karya peserta didik dan buku bacaan untuk
anak.
6)
Kepala sekolah bersedia berdialog dengan warga sekolah.
b. Lingkungan Sosial dan Afektif
1)
Penghargaan terhadap prestasi peserta didik (akademik dan nonakademik)
diberikan secara rutin (tiap minggu/bulan). Upacara hari Senin merupakan salah
satu kesempatan yang tepat untuk pemberian penghargaan mingguan.
2)
Kepala sekolah terlibat aktif dalam pengembangan literasi.
3)
Merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya
merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya.
4)
Terdapat budaya kolaborasi antarguru dan staf, dengan mengakui kepakaran
masing-masing.
5)
Terdapat waktu yang memadai bagi staf untuk berkolaborasi dalam menjalankan
program literasi dan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaannya.
6)
Staf sekolah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam
menjalankan program literasi.
c. Lingkungan Akademik
1)
Terdapat TLS yang bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila
diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal.
2)
Disediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan
literasi: membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku
dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca
terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show-and-tell
presentation).
3)
Waktu berkegiatan literasi dijaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain.
4)
Disepakati waktu berkala untuk TLS membahas pelaksanaan gerakan literasi
sekolah.
5)
Buku iksi dan noniksi tersedia dalam jumlah cukup banyak di sekolah. Buku
cerita iksi sama pentingnya dengan buku berbasis ilmu pengetahuan.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
14
6
Ada beberapa buku yang wajib dibaca oleh warga sekolah.
7)
(Ada kesempatan pengembangan profesional tentang literasi yang diberikan
untuk staf, melalui kerja sama dengan institusi terkait (perguruan tinggi, dinas
pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain).
8)
Seluruh warga sekolah antusias menjalankan program literasi, dengan tujuan
membangun organisasi sekolah yang suka belajar.
(cf. Beers dkk., 2009).
Aspek-aspek tersebut adalah karakteristik penting dalam pengembangan
budaya literasi di sekolah. Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat mengadaptasinya
sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Guru dan pimpinan sekolah perlu bekerja
sama untuk mengimplementasikan strategi tersebut.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
15
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
16
BAB III
PELAKSANAAN LITERASI
DI SEKOLAH
A. Rancangan Program Literasi Sekolah
Kesuksesan program literasi sekolah membutuhkan partisipasi aktif semua
unit kerja di lingkungan internal Kemendikbud (Permendikbud Nomor 11 Tahun
2015) dan juga kolaborasi dengan lembaga di luar Kemendikbud. Pelaksanaan
program literasi di semua satuan pendidikan melibatkan semua pemangku
kepentingan, meliputi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pada
lingkup internal Kemendikbud, kolaborasi literasi melibatkan, antara lain Badan
Bahasa, LPMP, Balitbang (Puskurbuk dan Puspendik), dan Pustekkom, sedangkan
pada lingkup eksternal Kemendikbud melibatkan, antara lain kementerian lain,
perguruan tinggi, Perpusnas, Perpusda, Ikapi, lembaga donor, dunia usaha dan
industri, dan lain-lain. Struktur organisasi kerja sama tersebut digambarkan pada
bagan berikut ini.
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Kerja Sama di
Lingkungan Internal dan Eksternal Kemendikbud
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
17
Di samping itu, kegiatan literasi sekolah membutuhkan partisipasi semua
pemangku kepentingan di tingkat pemerintahan, dari tingkat pemerintah pusat,
LPMP, dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan di tingkat
sekolah. Di tingkat satuan pendidikan, yang menerima perlakuan (intervensi) adalah
kepala sekolah, pengawas, guru, TLS, dan masyarakat (termasuk dunia usaha dan
industri). Perlakuan yang akan diberikan kepada setiap unsur akan berbeda sesuai
dengan peran dan kapasitasnya dalam pendidikan terkait dengan kebijakan yang
berlaku. Dari unsur masyarakat dapat dilibatkan, antara lain, lembaga masyarakat
di bidang pendidikan, kebudayaan, perpustakaan masyarakat, taman bacaan
masyarakat, dan para tokoh masyarakat. Pelibatan dari dunia industri dapat berupa
program pendidikan yang merupakan implementasi dari Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Kesuksesan program literasi sekolah
dapat dicapai apabila masing-masing pemangku kepentingan memiliki kapasitas
yang memadai untuk melaksanakan program literasi sesuai dengan perannya.
B. Peran Pemangku Kepentingan
1. Pemangku Kepentingan GLS Dikdas
Peran pemangku kepentingan GLS Dikdas dipaparkan pada Bagan 3.2
sebagai berikut.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
18
Bagan 3.2 Pemangku Kepentingan GLS Dikdas
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
19
Kegiatan literasi dapat berjalan dengan optimal dengan kolaborasi antara
semua elemen pemerintah dan masyarakat. Lembaga pemerintah dan masyarakat memiliki peran sebagai berikut.
a.
•
•
•
•
•
•
•
Kemendikbud
Membuat kebijakan literasi.
Menjabarkan desain induk pelaksanaan GLS.
Menyusun panduan pelaksanaan, petunjuk teknis, dan semua dokumen
pendukung pelaksanaan GLS.
Melaksanakan sosialisasi GLS kepada dinas pendidikan provinsi,
kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Merancang dan melaksanakan pelatihan literasi untuk warga sekolah dan
masyarakat.
Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS di tingkat
provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan.
Membuat rencana tindak lanjut GLS berdasarkan hasil monitoring dan
evaluasi pelaksanaan GLS.
b. LPMP
• Melaksanakan pemetaan awal data kebutuhan literasi sekolah GLS.
• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota
untuk pelaksanaan GLS.
• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan
kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Melaksanakan supervisi pelaksanaan GLS.
• Melaksanakan pemetaan akhir data kebutuhan literasi sekolah dan GLS.
• Melaporkan hasil pemetaan akhir ke Ditjen Dikdasmen Kemendikbud.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di
satuanpendidikantingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan
kabupaten/kota.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
20
c. Dinas Pendidikan Provinsi
• Melakukan kompilasi analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis
yang terkait dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah
masing-masing.
• Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS.
• Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS kepada Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi masing-masing.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat
provinsi dan lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
d. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
• Melakukan analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis yang terkait
dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah masingmasing.
• Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS.
• Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS di satuan
pendidikan di kabupaten/kota masing-masing.
• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan
kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Memantau serta memastikan ketersediaan buku referensi dan buku
pengayaan, dan sarana yang mendukung program GLS.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat
kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
e. Satuan Pendidikan
• Mengidentiikasi kebutuhan sekolah dengan mengacu pada kondisi
pemenuhan indikator Standar Pelayanan Minimal.
• Melaksanakan tahapan kegiatan GLS yang meliputi pembiasaan,
pengembangan dan pembelajaran.
• Melaksanakan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru
dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
21
• Memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan maksimal untuk
memfasilitasi pembelajaran.
• Mengelola perpustakaan sekolah dengan baik.
• Menginventarisasi semua prasarana yang dimiliki sekolah (salah satunya
buku).
• Menciptakan ruang-ruang baca yang nyaman bagi warga sekolah.
• Melaksanakan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran bagi
seluruh warga sekolah.
• Mengawasi dan mewajibkan peserta didik membaca sejumlah buku sastra
dan menyelesaikannya dalam kurun waktu tertentu.
• TLS mendukung dan terlibat aktif dalam kegiatan GLS.
• Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan orang tua
dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap literasi
agar perlakuan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah bisa
ditindaklanjuti di dalam keluarga dan di tengah masyarakat.
• Merencanakan dan atau bekerja sama dengan pihak lain yang
melaksanakan berbagai kegiatan GLS.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan GLS yang dilaksanakan.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
f. Masyarakat
• Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan GLS untuk meningkatkan
kemampuan literasi warga sekolah.
• Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku
untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ke
taman-taman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-taman
bacaan di ruang publik yang ramah anak.
2. Pemangku Kepentingan GLS Dikmen
Peran pemangku kepentingan GLS Dikmen dipaparkan pada Bagan 3.3
sebagai berikut.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
22
Bagan 3.3 Pemangku Kepentingan GLS Dikmen
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
23
a.
•
•
•
•
•
•
•
Kemendikbud
Membuat kebijakan literasi.
Menjabarkan desain induk pelaksanaan GLS.
Menyusun panduan pelaksanaan, petunjuk teknis, dan semua dokumen
pendukung pelaksanaan GLS.
Melaksanakan sosialisasi GLS kepada dinas pendidikan provinsi,
kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Merancang dan melaksanakan pelatihan literasi untuk warga sekolah dan
masyarakat.
Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan GLS di tingkat
provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan.
Membuat rencana tindak lanjut GLS berdasarkan hasil monitoring dan
evaluasi pelaksanaan GLS.
b. LPMP
• Melaksanakan pemetaan awal data kebutuhan literasi sekolah GLS.
• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota
untuk pelaksanaan GLS.
• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan
kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Melaksanakan supervisi pelaksanaan GLS.
• Melaksanakan pemetaan akhir data kebutuhan literasi sekolah dan GLS.
• Melaporkan hasil pemetaan akhir ke Ditjen Dikdasmen Kemendikbud.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di satuan
pendidikan tingkat provinsi dan lingkungan dinas pendidikan kabupaten/
kota.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
c. Dinas Pendidikan Provinsi
• Melakukan kompilasi analisis kebutuhan dan mengkaji isu-isu strategis
yang terkait dengan kemampuan literasi guru dan peserta didik di wilayah
masing-masing.
• Membuat kebijakan daerah untuk mendukung pelaksanaan GLS.
• Melakukan sosialisasi konsep, program, dan kegiatan GLS di satuan
pendidikan di kabupaten/kota masing-masing.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
24
• Merencanakan dan melaksanakan pendampingan dan pelatihan
kepada warga sekolah untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
memberikan pelayanan pendidikan terutama pelaksanaan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Memantau serta memastikan ketersediaan buku referensi dan buku
pengayaan, dan sarana yang mendukung program GLS.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan GLS di tingkat
provinsi dan satuan pendidikan menengah.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
d. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
• Berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi untuk mendukung
pelaksanaan GLS di tingkat satuan pendidikan menengah.
e. Satuan Pendidikan
• Mengidentiikasi kebutuhan sekolah dengan mengacu pada kondisi
pemenuhan standar nasional pendidikan.
• Melaksanakan tahapan kegiatan GLS yang meliputi pembiasaan,
pengembangan dan pembelajaran.
• Melaksanakan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru
dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
• Memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah dengan maksimal untuk
memfasilitasi pembelajaran.
• Mengelola perpustakaan sekolah dengan baik.
• Menginventarisasi semua prasarana yang dimiliki sekolah (salah satunya
buku).
• Menciptakan ruang-ruang baca yang nyaman bagi warga sekolah.
• Melaksanakan kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran bagi
seluruh warga sekolah.
• Mengawasi dan mewajibkan peserta didik membaca sejumlah buku sastra
dan menyelesaikannya dalam kurun waktu tertentu.
• TLS mendukung dan terlibat aktif dalam kegiatan GLS.
• Merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang melibatkan orang tua
dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap literasi
agar perlakuan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah bisa
ditindaklanjuti di dalam keluarga dan di tengah masyarakat.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
25
• Merencanakan dan atau bekerja sama dengan pihak lain yang
melaksanakan berbagai kegiatan GLS.
• Melakukan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan GLS yang dilaksanakan.
• Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan GLS.
f. Masyarakat
• Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam kegiatan GLS untuk meningkatkan
kemampuan literasi warga sekolah.
• Menyelenggarakan gerakan publik, antara lain gerakan membacakan buku
untuk anak, gerakan mengumpulkan buku anak dan menyalurkannya ke
taman-taman bacaan, dan gerakan untuk menghidupkan taman-taman
bacaan di ruang publik yang ramah anak.
C. Tahapan Pelaksanaan GLS
Program GLS dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan
kesiapan sekolah di seluruh Indonesia. Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas
sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan
warga sekolah, dan kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik,
dukungan kelembagaan, dan perangkat kebijakan yang relevan).
Untuk memastikan keberlangsungannya dalam jangka panjang, GLS dilaksanakan dengan peta seperti yang digambarkan pada Bagan 3.4 berikut.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
26
Bagan 3.4 Tahapan Pelaksanaan GLS
TAHAPAN PELAKSANAAN GLS
1. Penumbuhan minat baca
melalui kegiatan 15 menit membaca
(Permendikbud No. 23 Tahun 2015).
2. Meningkatkan kemampuan literasi
melalui kegiatan menanggapi
buku pengayaan.
3. Meningkatkan kemampuan literasi di
semua mata pelajaran: menggunakan
buku pengayaan dan strategi
membaca di semua mata pelajaran.
PEMBELAJARAN
PENGEMBANGAN
PEMBIASAAN
3
2
1
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
27
1. Tahap ke-1: Pembiasaan kegiatan membaca yang
menyenangkan di ekosistem sekolah
Pembiasaan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan
terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat
baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi
peserta didik.
2. Tahap ke-2: Pengembangan minat baca untuk
meningkatkan kemampuan literasi
Kegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan
memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi,
berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui
kegiatan menanggapi bacaan pengayaan (Anderson & Krathwol, 2001).
3. Tahap ke-3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasi
Kegiatan literasi pada tahap pembelajaran bertujuan mengembangkan
kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman
pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara
kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan pengayaan dan
buku pelajaran (cf. Anderson & Krathwol, 2001). Dalam tahap ini ada
tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran). Kegiatan
membaca pada tahap ini untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013
yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang
dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus,
atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran
tertentu sebanyak 6 buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18
buku bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca pada tahap
pembelajaran ini disediakan oleh wali kelas.
Pada Tabel 3.1 berikut dipaparkan tahap dan kegiatan literasi sekolah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
28
Tabel 3.1 Fokus Kegiatan dalam Tahapan Literasi Sekolah
TAHAPAN
PEMBIASAAN
(belum ada
tagihan)
KEGIATAN
1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran
melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring (read
aloud) atau seluruh warga sekolah membaca dalam hati
(sustained silent reading).
2. Membangun lingkungan isik sekolah yang kaya literasi,
antara lain: (1) menyediakan perpustakaan sekolah, sudut
baca, dan area baca yang nyaman; (2) pengembangan sarana
lain (UKS, kantin, kebun sekolah); dan (3) penyediaan koleksi
teks cetak, visual, digital, maupun multimodal yang mudah
diakses oleh seluruh warga sekolah; (4) pembuatan bahan
kaya teks (print-rich materials)
PENGEMBANGAN
(ada tagihan
sederhana untuk
penilaian
non-akademik)
1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran
melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring,
membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca
terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik,
contoh: membuat peta cerita (story map), menggunakan
graphic organizers, bincang buku.
2. Mengembangkan lingkungan isik, sosial, afektif sekolah
yang kaya literasi dan menciptakan ekosistem sekolah
yang menghargai keterbukaan dan kegemaran terhadap
pengetahuan dengan berbagai kegiatan, antara lain: (a)
memberikan penghargaan kepada capaian perilaku positif,
kepedulian sosial, dan semangat belajar peserta didik;
penghargaan ini dapat dilakukan pada setiap upacara bendera
Hari Senin dan/atau peringatan lain; (b) kegiatan-kegiatan
akademik lain yang mendukung terciptanya budaya literasi di
sekolah (belajar di kebun sekolah, belajar di lingkungan luar
sekolah, wisata perpustakaan kota/daerah dan taman bacaan
masyarakat, dll.)
3. Pengembangan kemampuan literasi melalui kegiatan di
perpustakaan sekolah/perpustakaan kota/daerah atau taman
bacaan masyarakat atau sudut baca kelas dengan berbagai
kegiatan, antara lain: (a) membacakan buku dengan nyaring,
membaca dalam hati membaca bersama (shared reading),
membaca terpandu (guided reading), menonton ilm pendek,
dan/atau membaca teks visual/digital (materi dari internet);
(b) peserta didik merespon teks (cetak/visual/digital), iksi
dan noniksi, melalui beberapa kegiatan sederhana seperti
menggambar, membuat peta konsep, berdiskusi, dan
berbincang tentang buku.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
29
TAHAPAN
PEMBELAJARAN
(ada tagihan
akademik)
KEGIATAN
1. Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran
melalui kegiatan membacakan buku dengan nyaring,
membaca dalam hati, membaca bersama, dan/atau membaca
terpandu diikuti kegiatan lain dengan tagihan non-akademik
dan akademik.
2. Kegiatan literasi dalam pembelajaran, disesuaikan dengan
tagihan akademik di kurikulum 2013.
3. Melaksanakan berbagai strategi untuk memahami teks dalam
semua mata pelajaran (misalnya, dengan menggunakan
graphic organizers).
4. Menggunakan lingkungan isik, sosial afektif, dan akademik
disertai beragam bacaan (cetak, visual, auditori, digital) yang
kaya literasi di luar buku teks pelajaran untuk memperkaya
pengetahuan dalam mata pelajaran.
Dalam tahap pembelajaran, semua mata pelajaran sebaiknya menggunakan
ragam teks (cetak/visual/digital) yang tersedia dalam buku-buku pengayaan atau
informasi lain di luar buku pelajaran. Guru diharapkan bersikap kreatif dan proaktif
mencari referensi pembelajaran yang relevan.
D. Strategi
1. Strategi Umum
Peningkatan kapasitas di semua lini, mulai dari tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan, dapat dilakukan melalui pelaksanaan
GLS di lingkungan satuan pendidikan dasar dan menengah mulai dari SD, SMP,
SMA, SMK, dan SLB (SDLB, SMPLB, SMALB) dengan strategi, antara lain:
a. menggulirkan dan menggelorakan gerakan literasi di sekolah;
b. menyiapkan kebijakan pimpinan dari pusat sampai daerah dengan program
GLS yang jelas, terukur, dan dapat dilaksanakan hingga ke tingkat satuan
pendidikan;
c. meningkatkan kapasitas sekolah untuk mengembangkan kemampuan
literasi warga sekolah, melalui:
1) sarana prasarana/lingkungan sekolah, perpustakaan, dan buku
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
30
2) sumber daya manusia (pengawas, kepala sekolah, guru, pustakawan,
komite sekolah)
d. menyemai gerakan literasi akar rumput;
e. meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya GLS;
f. memberikan apresiasi atas capaian literasi berupa pemberian penghargaan literasi (Adiliterasi); dan
g. melaksanakan monitoring dan evaluasi untuk peningkatan berkelanjutan
bagi GLS.
2. Strategi Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan dapat dipaparkan pada Bagan 3.5 berikut.
Bagan 3.5 Strategi Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah
Sosialisasi
Pelaksanaan GLS
Kapasitas Pemangku
Kepentingan
Kapasitas Warga
Sekolah
Kemendikbud, Dinas
Pendidikan Provinsi,
Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota
Pelatihan Kepsek
Pelatihan dan Pendampingan
Pelatihan Guru
1. Pelaksanaan Pembelajaran
2. Pembiasaan
3. Pengelolaan Sarana dan
Prasarana
Sosialisasi Komite
Sekolah
Pustakawan
Pelatihan Tenaga
Kependidikan
Ketersediaan Sarana dan
Prasarana
Perencanaan dan Penganggaran
yang Baik Berdasarkan
Analisis Kebutuhan
Idealnya Mencapai Standar
Nasional Pendidikan,
Minimal Memenuhi
Pelayanan Standar
Minimal
Tanggung Jawab
Pemda dan Sekolah
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
31
Di tingkat sekolah, kesuksesan GLS ditentukan oleh adanya dukungan
pemerintah daerah dalam melakukan sosialisasi, meningkatnya peran dan
kapasitas warga sekolah (kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pustakawan,
dan Komite Sekolah). Peningkatan kapasitas ini dapat dilakukan melalui pelatihan
dan pendampingan. Selain itu, keberlangsungan program GLS juga ditentukan
oleh ketersediaan sarana dan prasarana sekolah yang menunjang kegiatan GLS.
E. Peningkatan Kapasitas
Peningkatan kapasitas di semua lini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan:
1. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan dengan tujuan agar program dan kebijakan GLS
tersampaikan ke publik secara masif dan efektif. Semua lapisan masyarakat
dapat dengan mudah mengakses informasi penting seputar kegiatan literasi.
Masyarakat perlu dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi tersebut. Oleh karena itu,
kegiatan sosialisasi sebaiknya dikemas semenarik mungkin untuk memikat minat
masyarakat.
2. Lokakarya
Lokakarya diperlukan untuk menyamakan persepsi dan menentukan langkah
bersama dalam gerakan literasi. Forum ini mengundang sejumlah pihak terkait
dan berkompeten untuk membahas berbagai persoalan dari sudut pandang ilmiah
mengenai problematika literasi dan cara terbaik penanganannya. Lokakarya dapat
menghasilkan rekomendasi dan kesepakatan di bidang literasi yang mengikat
semua pihak untuk menjalankannya secara konsisten.
3. Pendampingan
Pendampingan adalah upaya untuk memastikan keberlangsungan program
literasi sekolah terus-menerus dilaksanakan. Pendampingan dilakukan melalui dua
cara, yaitu pendampingan teknis dan pendampingan operasional.
a) Pendampingan teknis berupa penguatan kapasitas guru dan tenaga
kependidikan melalui pelatihan-pelatihan dan semiloka, serta peningkatan
minat baca dan kemampuan literasi guru.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
32
b) Pendampingan operasional diberikan dalam bentuk saran-saran kegiatan,
perbaikan program, pemecahan masalah, dan/atau petunjuk langsung
yang diberikan sebagai bagian dari kegiatan harian GLS. Pendampingan
operasional biasanya berupa kunjungan ke sekolah untuk melihat langsung
pelaksanaan GLS dan berdiskusi dengan kepala sekolah, pendidik, dan
tenaga kependidikan termasuk pustakawan.
Idealnya, pendampingan teknis dan pendampingan operasional diberikan
oleh orang yang sama. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar materi-materi
yang diberikan dalam kegiatan pendampingan teknis dapat diimplementasikan
dalam kegiatan harian sekolah. Akan tetapi, seandainya hal ini tidak mungkin
dilakukan, pendampingan operasional dapat diberikan oleh pengawas, anggota
tim LPMP, atau anggota Satgas GLS.
4. Penyediaan Sarana dan Prasarana serta Pendanaan
Agar berjalan efektif dan komprehensif, gerakan literasi membutuhkan
dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Dukungan ini dapat berupa
dokumen, infrastruktur, program, dan produk pendukung lainnya. Alokasi anggaran
yang memadai sangat penting untuk mendukung GLS.
Penyediaan sarana dan prasarana dapat berasal dari pemerintah pusat,
provinsi, kabupaten/kota, CSR, dan pemangku kepentingan lainnya. Adapun dana
pelaksanaan GLS dapat disediakan dari dana bantuan operasional sekolah (BOS).
F. Target Pencapaian
Program literasi sekolah diharapkan dapat menciptakan ekosistem sekolah
yang literat, yang akhirnya, menumbuhkan budi pekerti peserta didik. Ekosistem
sekolah yang literat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
a) menyenangkan dan ramah anak, sehingga menumbuhkan semangat
warganya dalam belajar;
b) semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama;
c) menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan;
d) memampukan warganya untuk cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi kepada lingkungan sosialnya; dan
e) mengakomodasi partisipasi seluruh warga dan lingkungan eksternal
sekolah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
33
Ekosistem sekolah yang diharapkan di setiap jenjang dipaparkan pada Tabel
3.2 berikut.
Tabel 3.2 Ekosistem Sekolah yang Diharapkan pada
Setiap Jenjang Pendidikan
SD
Ekosistem SD yang literat adalah kondisi yang menanamkan
dasar-dasar sikap dan perilaku empati sosial dan cinta kepada
pengetahuan.
SMP Ekosistem SMP yang literat adalah kondisi yang memungkinkan
pengembangan sikap kritis, kreatif, perilaku empati sosial, dan
cinta kepada pengetahuan.
SMA Ekosistem SMA yang literat adalah kondisi yang memungkinkan
pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha,
perilaku empati sosial, dan cinta kepada pengetahuan.
SMK Ekosistem SMK yang literat adalah kondisi yang memungkinkan
pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha,
perilaku empati sosial, cinta kepada pengetahuan, dan siap
kerja.
SLB
Ekosistem SLB yang literat adalah kondisi yang memungkinkan
pengembangan sikap dan perilaku yang baik, berempati sosial,
terampil, dan mandiri.
Kemampuan literasi ditumbuhkan secara berkesinambungan pada satuan
pendidikan SD, SMP, dan SMA/SMK, dan SLB. Perkembangan teknologi dan media
menuntut kemampuan literasi peserta didik yang terintegrasi, dengan fokus kepada
aspek kreativitas, kemampuan komunikasi, kemampuan berpikir kritis, dan satu
hal yang penting adalah kemampuan untuk menggunakan media secara aman
(media safety) seperti yang dipaparkan pada Tabel 3.3 berikut.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
34
Tabel 3.3 Peta Kompetensi Literasi Sekolah (Warsnop, 2000)
Jenjang
Komunikasi
SD/SDLB
kelas
rendah
Mengartikulasikan
empati terhadap
tokoh cerita
SD/SDLB Mempresentasikan
kelas tinggi cerita dengan efektif
SMP/
SMPLB
Bekerja dalam tim,
mendiskusikan
informasi dalam
media
SMA/ SMK/ Mempresentasikan
SMALB
analisis dan
mendiskusikannya
Berpikir Kritis
Keamanan Media
(Media Safety)
Memisahkan fakta Mampu menggunakan
dan iksi
teknologi
dengan bantuan/
pendampingan orang
dewasa
Mengetahui
Mengetahui batasan
jenis tulisan
unsur dan aturan
dalam media dan kegiatan sesuai konten
tujuannya
Menganalisis
dan mengelola
informasi dan
memahami
relevansinya
Memahami etika
dalam menggunakan
teknologi dan media
sosial
Menganalisis
stereotip/ideologi
dalam media
Memahami landasan
etika dan hukum/
aturan teknologi
Kompetensi berjenjang di atas dicapai melalui kegiatan yang relevan di
satuan pendidikan SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB. Fokus kegiatan di
tiap-tiap jenjang perlu melibatkan aspek-aspek menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis yang didukung oleh jenis bacaan dan sarana/prasarana yang sesuai
dengan kegiatan di setiap jenjang.
Keterampilan reseptif (menyimak dan membaca) disajikan pada Tabel 3.4
berikut ini. Adapun keterampilan produktif (berbicara dan menulis) tidak disajikan
karena bergantung pada target tiap sekolah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
35
Tabel 3.4 Keterampilan Reseptif, Kegiatan, Jenis
Bacaaan, dan Sarana Prasarana Pendukungnya
Jenjang
Menyimak
Membaca
Kegiatan
Jenis
Bacaan
Sarana &
Prasarana
SD kelas
rendah
Menyimak
cerita untuk
menumbuhkan empati
Mengenali
dan membuat
inferensi,
prediksi,
terhadap
gambar
Membacakan
buku dengan
nyaring,
membaca
dalam hati
Buku cerita
bergambar,
buku tanpa
teks, buku
dengan teks
sederhana,
baik iksi
maupun
noniksi
Sudut Buku
Kelas,
Perpustakaan,
Area Baca
SD kelas
tinggi
Menyimak
(lebih lama)
untuk
memahami
isi bacaan
Memahami
isi bacaan
dengan
berbagai
strategi
(mengenali
jenis teks,
membuat
inferensi,
koneksi
dengan
pengalaman/
teks lain, dll)
Membacakan buku
dengan
nyaring,
membaca
dalam hati
Buku cerita
bergambar,
buku
bergambar
kaya teks,
buku novel
pemula,
baik dalam
bentuk
cetak/
digital/visual
Sudut Buku
Kelas,
Perpustakaan,
Area Baca
SMP
Menyimak
untuk
memahami
makna
implisit dari
cerita/pendapat penulis
Memahami
isi bacaan
dengan
berbagai
strategi
(mengenali
jenis teks,
membuat
inferensi,
koneksi
dengan
pengalaman/
teks lain, dll.
Membacakan
buku dengan
nyaring,
membaca
senyap
Semua jenis
teks cetak/
visual/digital
yang sesuai
dengan
peruntukan
usia SMP
Sudut Buku
Kelas,
Perpustakaan,
Area Baca
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
36
Jenjang
Menyimak
Membaca
Kegiatan
SMA/SMK
Menyimak
cerita dan
melakukan
analisis kritis
terhadap
tujuan/
pendapat
penulis
Mengembangkan
pemahaman
terhadap
bacaan
menurut
tujuan
penulisan,
konteks, dan
ideologi dalam
penulisannya
Membacakan buku
dengan
nyaring,
membaca
senyap
Jenis
Bacaan
Sarana &
Prasarana
Semua jenis
teks cetak/
visual/digital
yang sesuai
dengan
peruntukan
usia SMA/
SMK
Sudut Buku
Kelas,
Perpustakaan,
Area Baca
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
37
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
38
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang
oleh semua pemangku kepentingan sesuai dengan perannya dalam strategi
pelaksanaan literasi pada tiap jenjang pendidikan. Selain itu, monitoring dan
evaluasi juga dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Pasal 2 dan Pasal 3).
Masing-masing pemangku kepentingan melaksanakan monitoring dan
evaluasi dengan jangkauan yang berbeda sebagai berikut:
A. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program di tingkat
provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Dalam struktur Kemendikbud,
unit yang melaksanakan monitoring dan evaluasi terkait GLS adalah Direktorat
Teknis dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
Hal yang dimonitor dan dievaluasi meliputi:
1. keefektifan sosialisasi di tingkat provinsi, kabupaten/kota, satuan pendidikan
dan masyarakat;
2. pemahaman dan dukungan pemangku kepentingan tingkat provinsi,
kabupaten/kota, satuan pendidikan dan masyarakat terhadap konsep GLS;
3. keefektifan kegiatan pelatihan guru terutama dampak pelatihan terhadap
kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran
yang mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik.
Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk
memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan
desain induk pelaksanaan GLS pada tiap jenjang pendidikan, rencana, model, dan
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
39
pelaksanaan sosialisasi pada semua pemangku kepentingan dan pelatihan guru.
B. Dinas Pendidikan Provinsi
Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan literasi di tingkat provinsi dan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/
kota.
Hal yang dimonitor dan dievaluasi, meliputi:
1. apabila ada kebijakan daerah terkait GLS, maka perlu dilakukan monitoring
dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut (terhadap program
dan kegiatan yang dijabarkan merujuk kebijakan tersebut);
2. dampak pelaksanaan sosialiasi kepada pemangku kepentingan tingkat
provinsi dan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota di wilayahnya
masing-masing; dan
3. dampak pelaksanaan kegiatan-kegiatan terkait GLS di tingkat provinsi
terhadap kemampuan literasi warga sekolah.
Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk
memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan
pelaksanaan program dan kegiatan untuk mengimplementasikan kebijakan pusat
dan kebijakan daerah, pelaksanaan sosialisasi pemangku kepentingan tingkat
provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota.
C. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan GLS di tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
Hal yang dimonitor dan dievaluasi meliputi:
1. apabila ada kebijakan daerah terkait GLS, maka perlu dilakukan monitoring
dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan tersebut (terhadap program
dan kegiatan yang dijabarkan merujuk kebijakan tersebut);
2. dampak pelaksanaan sosialisasi terhadap pemahaman dan dukungan
pemangku kepentingan tingkat kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
40
masyarakat;
3. efektivitas kegiatan pendampingan pelatihan guru terutama dampak
pelatihan terhadap kemampuan guru dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan
literasi peserta didik; dan
4. dilaksanakannya kegiatan 15 menit membaca setiap hari (dapat disesuaikan
dengan kondisi sekolah); terbentuknya TLS; dan dilaksanakannya kegiatan
untuk meningkatkan kesadaran orang tua peserta didik terhadap GLS.
Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dijadikan masukan untuk
memperbaiki pelaksanaan program di tahap berikutnya, terutama terkait dengan
pelaksanaan program dan kegiatan untuk mengimplementasikan kebijakan pusat
dan kebijakan daerah, pelaksanaan sosialisasi pemangku kepentingan tingkat
kabupaten/kota, satuan pendidikan, dan masyarakat.
D. Satuan Pendidikan
Melaksanakan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan program dan
kegiatan literasi di sekolah masing-masing.
Hal yang dimonitoring dan dievaluasi meliputi:
1. pemenuhan indikator SPM Dikdas dan efektivitas upaya pemenuhannya terutama ketersediaan 10 judul buku referensi dan 100 judul buku
pengayaan dan prasarana lain, serta pengelolaan dan pemanfaatannya;
2. keefektifan pelaksanaan pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan
guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu
meningkatkan kemampuan literasi peserta didik;
3. keefektifan dan dampak pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah dengan
maksimal untuk memfasilitasi pembelajaran;
4. keefektifan dan dampak pengelolaan perpustakaan sekolah dengan baik
terhadap pembelajaran dan kemampuan literasi warga sekolah;
5. keefektifan dan dampak pelaksanaan inventarisasi semua prasarana yang
dimiliki sekolah (salah satunya buku) terhadap pelayanan sekolah;
6. keefektifan dan dampak adanya ruang-ruang baca terhadap kemampuan
literasi warga sekolah dan budaya sekolah;
7. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan 15 menit membaca sebelum
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
41
pembelajaran terhadap minat dan budaya baca warga sekolah;
8. keefektifan dan dampak pembentukan TLS dalam pelaksanaan berbagai
kegiatan GLS yang dilaksanakan sekolah;
9. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan yang melibatkan orang tua
dan masyarakat dengan melihat tindakan yang diberikan kepada peserta
didik oleh orang tua dan masyarakat untuk menindaklanjuti perlakuan yang
diterima peserta didik di sekolah; dan
10. keefektifan dan dampak pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dengan pihak
lain terhadap kemampuan literasi warga sekolah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
42
BAB V
PENUTUP
Desain Induk GLS ini diharapkan dapat memberikan fondasi dan arahan
konseptual untuk memahami bagaimana sebaiknya GLS dilaksanakan, mulai dari
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan.
Desain induk ini diharapkan berkembang secara kreatif dan inovatif dari
tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota hingga masyarakat pegiat literasi.
Untuk mendukung desain induk ini dilengkapi dengan panduan praktis dalam
bentuk media: cetak, elektronik, dan digital (infograis, poster, dan videograis)
untuk memandu guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, warga sekolah dan
pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan kegiatan GLS.
Akhir kata, terbitnya Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Pendidikan Dasar
dan Menengah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas kepada
semua pihak untuk berperan aktif dalam menyukseskan GLS.
Pertanyaan terkait pelaksanaan GLS dapat dikirimkan melalui e-mail:
[email protected]
Untuk keperluan diskusi melalui e-mail, dipersilakan bergabung dengan milis
GLS-Kemendikbud:
http://groups.yahoo.com/group/GLS-Kemendikbud
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
43
GLOSARIUM
Graphic Organizer: Peta konsep pemahaman dari bacaan yang disajikan dalam
bentuk diagram atau bagan.
Membaca bersama (shared reading): Pendidik membaca buku nyaring bersamasama dengan peserta didik dan meneruskannya dengan diskusi untuk
meningkatkan pemahaman mereka terhadap bacaan.
Membaca dalam hati (sustained silent reading): Membaca buku secara mandiri
tanpa bersuara.
Membacakan nyaring (read aloud): Pendidik membacakan buku kepada anak
dengan volume suara yang dapat didengar oleh peserta didik.
Membaca terpandu (guided reading): Pendidik membimbing peserta didik
membaca, baik secara individual ataupun dalam kelompok kecil, untuk
meningkatkan pemahaman mereka terhadap bacaan.
Peta cerita: Peta pemahaman terhadap struktur dan elemen-elemen cerita yang
disajikan dalam bentuk diagram atau bagan.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
44
REFERENSI
Beers, C. S., Beers, J. W., & Smith, J. O. (2009). A Principal’s Guide to Literacy
Instruction. New York: Guilford Press.
Clay, M. M. (2001). Change Over Time in Children’s Literacy Development.
Portsmouth: Heinemann.
Ferguson, B. Information Literacy. A Primer for Teachers, Librarians, and other
Informed People. www.bibliotech.us/ pdfs/InfoLit.pdf
Kemendikbud. 2013. Permendikbud No.23 Tahun 2013 tentang Standar
Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar.
Mullis, I. V. S., Martin, M. O., Foy, P., & Drucker, K. T. (2012). PIRLS 2011
International Results in Reading.
http://doi.org/10.1097/01.tp.0000399132.51747.71
OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus. Programme for International Student
Assessment, 1–44.
http://doi.org/10.1787/9789264208070-en
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi
Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara
dan Bahasa Daerah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar
Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/
MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
45
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan 2015-2019.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
Senge, Peter M. 1990. The Fifth Discipline: The Art & Practice of The Learning
Organization. New York: Currency Doubleday.
Warsnop, C. M. (2000). Media Literacy through Critical Thinking. Washington
State Center for Excellence in Media Literacy.
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Unesco. 2003. The Prague Declaration. “Towards an Information Literate
Society.”
Unesco. 2005. Beacons of The Information Society. “The Alexandria Proclamation
On Information Literacy and Lifelong Learning”.
Unesco. 2006. Literacy for Life. Education for All Global Monitoring Report.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
46
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2015
TENTANG
PENUMBUHAN BUDI PEKERTI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa setiap sekolah seharusnya menjadi tempat yang
nyaman dan inspiratif bagi siswa, guru, dan/atau
tenaga kependidikan;
b. bahwa pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah
adalah cerminan dari nilai-nilai Pancasila dan seharusnya
menjadi bagian proses belajar dan budaya
setiap sekolah;
c. bahwa pendidikan karakter seharusnya menjadi gerakan
bersama yang melibatkan pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, dan/atau orang tua;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang
Penumbuhan Budi Pekerti;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Siste
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
47
2.
3.
4.
5.
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301);
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5157);
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
Kementerian Negara;
Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan;
Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Kerja Periode 2014-2019;
Pasal 2
PBP bertujuan untuk:
1. menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan bagi siswa,
guru, dan tenaga kependidikan;
2. menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga, sekolah, dan masyarakat;
3. menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah,masyarakat, dan keluarga; dan/atau
4. menumbuh kembangkan lingkungan dan budaya belajar yang serasi antara
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Pasal 3
Pelaksana PBP adalah sebagai berikut:
a. siswa;
b. guru;
c. tenaga kependidikan;
d. orang tua/wali;
e. komite sekolah;
f. alumni; dan/atau
g. pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
48
Pasal 4
(1) PBP dilaksanakan sejak hari pertama masuk sekolah untuk jenjang sekolah
dasar atau sejak hari pertama masuk sekolah pada MOPDB untuk jenjang
sekolah menengah pertama, sekolahmenengah atas, sekolah menengah
kejuruan, dan sekolah pada jalur pendidikan khusus.
(2) PBP dilaksanakan melalui kegiatan pada MOPDB, pembiasaan, interaksi dan
komunikasi, serta kegiatan saat kelulusan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) PBP dilaksanakan:
a. dalam bentuk kegiatan umum, harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan,
dan/atau tahunan;
b. melalui interaksi dan komunikasi antara sekolah, keluarga, dan/atau masyarakat.
(4) Pelaksanaan PBP yang melibatkan pihak terkait di luar sekolah disesuaikan
dengan kondisi sekolah dan mengikuti Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
(1) Pemantauan dan evaluasi kegiatan MOPDB dilaksanakan pada awal tahun
pelajaran baru olehpemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Pemantauan dan evaluasi kegiatan pembiasaan serta interaksi dan komunikasi
di sekolah dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun oleh
pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pemantauan dan evaluasi kegiatan saat kelulusan dilaksanakan pada akhir
tahun pelajaran oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 6
Pembiayaan atas penyiapan PBP bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau
c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
49
Pasal 7
Penumbuhan Budi Pakerti pada satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan
masyarakat agar menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 21Tahun 2015 tentang Gerakan Pembudayaan Karakter di
Sekolah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
50
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juli 2015
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
ANIES BASWEDAN
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA;
TTD
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1072
Salinan sesuai dengan aslinya,
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
TTD
Ani Nurdiani Azizah
NIP. 195812011986032001
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
51
SALINAN
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIKI NDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2015
TENTANG
PENUMBUHAN BUDI PEKERTI
A. Pengantar
Pembudayaan Budi Pekerti yang selanjutnya disingkat PBP adalah kegiatan
pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulai berjenjang dari mulai
sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan sekolah pada jalur pendidikan
khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai dengan
kelulusan.
Dasar pelaksanaan PBP didasarkan pada pertimbangan bahwa masih
terabaikannya implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan yang berakar dari
Pancasila yang masih terbatas pada pemahaman nilai dalam tataran konseptual,
belum sampai mewujud menjadi nilai aktual dengan card yang menyenangkan di
lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Pelaksanaan PBP didasarkan pada nilai-nilai dasar kebangsaan dan
kemanusiaan yang meliputi pembiasaan untuk menumbuhkan:
a. internalisasi sikap moral dan spiritual, yaitu mampu menghayati hubungan
spiritual dengan Sang Pencipta yang diwujudkan dengan sikap moral untuk
menghormati sesama mahluk hidup dan alam sekitar;
b. keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan bangsa, yaitu mampu terbuka terhadap perbedaan bahasa,
suku bangsa, agama, dan golongan, dipersatukan oleh keterhubungan untuk
mewujudkan tindakan bersama sebagai satu bangsa, satu tanah air dan
berbahasa bersama bahasa Indonesia;
c. interaksi sosial positif antara peserta didik dengan igur orang dewasa di
lingkungan sekolah dan rumah, yaitu mampu dan mau menghormati guru,
kepala sekolah, tenaga kependidikan,warga masyarakat di lingkungan sekolah,
dan orang tua;
d. interaksi sosial positif antar peserta didik, yaitu kepedulian terhadap kondisi isik
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
52
dan psikologis antar teman sebaya, adik kelas, dan kakak kelas;
e. memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk menjaga
keamanan,ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah;
f. penghargaan terhadap keunikan potensi peserta didik untuk dikembangkan,
yaitu mendorong peserta didik gemar membaca dan mengembangkan minat
yang sesuai dengan potensi bakatnya untuk memperluas cakrawala kehidupan
di dalam mengembangkan dirinya sendiri;
g. penguatan peran orang tua dan unsur masyarakat yang terkait, yaitu melibatkan
peran aktif orang tua dan unsur masyarakat untuk ikut bertanggung jawab
mengawal kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah.
B. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan
disesuaikan dengan tahapan usia perkembangan peserta didik yang berjenjang
dari mulai sekolah dasar; untuk jenjang SMP,SMA/SMK, dan sekolah pada jalur
pendidikan khusus dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru sampai
dengan kelulusan.
1) Sekolah Dasar
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang pendidikan sekolah dasar
masih merupakan masa transisi dari masa bermain di pendidikan anak usia
dini (taman kanak-kanak akhir) memasuki situasi sekolah formal. Metode
pelaksanaan dilakukan dengan mengamati dan meniru perilaku positif guru dan
kepala sekolah sebagai contoh langsung di dalam membiasakan keteraturan
dan pengulangan. Guru berperan juga sebagai pendamping untuk mendorong
peserta didik belajar mandiri sekaligus memimpin teman dalam aktivitas
kelompok, yaitu: bermain, bernyanyi, menari, mendongeng, melakukan
simulasi, bermain peran di dalam kelompok.
2) Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas/Kejuruan/Khusus
Metode pelaksanaan kegiatan PBP untuk jenjang SMP, SMA/SMK, dan sekolah
pada jalur pendidikan khusus dilakukan dengan kemandirian peserta didik
membiasakan keteraturan dan pengulangan, yang dimulai sejak dari masa
orientasi peserta didik baru, proses kegiatan ekstra kurikuler, intra kurikuler,
sampai dengan lulus.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
53
C. Jenis Kegiatan
Jenis kegiatan PBP untuk semua jenjang pendidikan didasarkan pada tujuh
nilai-nilai dasar kemanusiaan yang tercantum pada poin A, yaitu jenis kegiatan
yang mengandung nilai-nilai internalisasi sikap moral dan spiritual; keteguhan
menjaga semangat kebangsaan dan kebhinnekaan untuk merekatkan persatuan
bangsa; memelihara lingkungan sekolah, yaitu melakukan gotong-royong untuk
menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan, dan kebersihan lingkungan sekolah;
interaksi sosial positif antar peserta didik; interaksi social positif antara peserta
didik dengan igur orang dewasa; penghargaan terhadap keunikan potensi peserta
didik untuk dikembangkan; dan penguatan peran orang tua dan unsur masyarakat
yang terkait.
D. Cara Pelaksanaan
Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP bersifat konstekstual, yaitu disesuaikan
dengan nilai-nilai muatan lokal daerah pada peserta didik sebagai upaya untuk
memperkuat nilai-nilai kemanusiaan. Seluruh pelaksanaan kegiatan PBP yang
melibatkan peserta didik dipimpin oleh seorang peserta didik secara bergantian
sebagai bagian dari penumbuhan karakter kepemimpinan.
E. Waktu Pelaksanaan Kegiatan
Waktu pelaksanaan kegiatan PBP dapat dilakukan berdasarkan aktivitas
harian, mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan akhir tahun; dan penentuan
waktunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan konteks lokal di daerah masingmasing.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
54
F. Kegiatan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah
melalui pembiasaan-pembiasaan:
I. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Moral dan Spiritual
Mewujudkan nilai-nilai moral dalam perilaku sehari-hari. Nilai moral diajarkan
pada siswa, lalu guru dan siswa mempraktekkannya secara rutin hingga menjadi
kebiasaan dan akhirnya bisa membudaya.
Kegiatan wajib:
Guru dan peserta didik berdoa bersama sesuai dengan keyakinan masingmasing, sebelum dan sesudah hari pembelajaran, dipimpin oleh seorang peserta
didik secara bergantian dibawah bimbingan guru.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
Membiasakan untuk menunaikan ibadah bersama sesuai agama dan
kepercayaannya baik dilakukan di sekolah maupun bersama masyarakat;
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
Membiasakan perayaan Hari Besar Keagamaan dengan kegiatan yang
sederhanadan hikmat.
II. Menumbuhkembangkan Nilai-nilai Kebangsaan dan
Kebhinnekaan
Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan menerima keberagaman sebagai
anugerah untuk bangsa Indonesia. Anugerah yang harus dirasakan dan disyukuri
sehingga manfaatnya bisa terasa dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan wajib:
1. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin dengan mengenakan seragam
atau pakaian yang sesuai dengan ketetapan sekolah.
2. Melaksanakan upacara bendera pada pembukaan MOPDB untuk jenjang SMP,
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
55
SMA/SMK,dan sekolah pada jalur pendidikan khusus yang setara SMP/SMA/
SMK dengan peserta didik bertugas sebagai komandan dan petugas upacara
serta kepala sekolah/wakil bertindak sebagai inspektur upacara.
3. Sesudah berdoa setiap memulai hari pembelajaran, guru dan peserta didik
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan/atau satu lagu wajib
nasional atau satu lagu terkini yang menggambarkan semangat patriotisme
dan cinta tanah air.
4. Sebelum berdoa saat mengakhiri hari pembelajaran, guru dan peserta didik
menyanyikan.
5. Satu lagu daerah (lagu-lagu daerah seluruh Nusantara).
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
Mengenalkan beragam keunikan potensi daerah asal siswa melalui berbagai
mediadan kegiatan.
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
Membiasakan perayaan Hari Besar Nasional dengan mengkaji atau
mengenalkan pemikiran dan semangat yang melandasinya melalui berbagai
media dan kegiatan.
III. Mengembangkan Interaksi Positif Antara Peserta Didik dengan
Guru dan Orang tua
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara sekolah, peserta didik dan
orang tua. Interaksi positif antara tiga pihak tersebut dibutuhkan untuk membangun
persepsi positif, saling pengertian dan saling dukung demi terwujudnya pendidikan
yang efektif.
Kegiatan wajib:
Sekolah mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa pada setiap tahun
ajaran baru untuk mensosialisasikan: (a) visi; (b) aturan; (c) materi; dan (d)
rencana capaian belajar siswa agar orang tua turut mendukung keempat poin
tersebut.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
56
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
• Memberi salam, senyum dan sapaan kepada setiap orang di komunitas sekolah.
• Guru dan tenaga kependidikan datang lebih awal untuk menyambut kedatangan
peserta didik sesuai dengan tata nilai yang berlaku.
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
• Membiasakan peserta didik (dan keluarga) untuk berpamitan dengan orang
tua/wali/penghuni rumah saat pergi dan lapor saat pulang, sesuai kebiasaan/
adat yang dibangun masing-masing keluarga.
• Secara bersama peserta didik mengucapkan salam hormat kepada guru sebelum pembelajaran dimulai, dipimpin oleh seorang peserta didik secara
bergantian.
IV. Mengembangkan Interaksi Positif Antar Peserta Didik
Peserta didik hadir di sekolah bukan hanya belajar akademik semata, tapi
juga belajar bersosialisasi. Interaksi positif antar peserta didik akan mewujudkan
pembelajaran dari rekan(peer learning) sekaligus membantu siswa untuk belajar
bersosialisasi.
Kegiatan wajib:
Membiasakan pertemuan di lingkungan sekolah dan/atau rumah untuk belajar
kelompok yang diketahui oleh guru dan/atau orang tua.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
Gerakan kepedulian kepada sesama warga sekolah dengan menjenguk warga
sekolah yang sedang mengalami musibah, seperti sakit, kematian, dan lainnya.
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
Membiasakan siswa saling membantu bila ada siswa yang sedang mengalami
musibah atau kesusahan.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
57
V. Merawat Diri dan Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah akan mempengaruhi warga sekolah baik dari aspek
isik, emosi, maupun kesehatannya. Karena itu penting bagi warga sekolah
untuk menjaga keamanan, kenyamanan, ketertiban, kebersihan dan kesehatan
lingkungan sekolah serta diri.
Kegiatan wajib:
Melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah dengan membentuk
kelompok lintas kelas dan berbagi tugas sesuai usia dan kemampuan siswa.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
• Membiasakan penggunaan sumber daya sekolah (air, listrik, telepon, dsb) secara
eisien melalui berbagai kampanye kreatif dari dan oleh siswa.
• Menyelenggarakan kantin yang memenuhi standar kesehatan.
• Membangun budaya peserta didik untuk selalu menjaga kebersihan di bangku
nya masing-masing sebagai bentuk tanggung jawab individu maupun kebersihan kelas dan lingkungan sekolah sebagai bentuk tanggung jawab bersama.
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
• Mengajarkan simulasi antri melalui baris sebelum masuk kelas, dan pada saat
bergantian memakai fasilitas sekolah.
• Peserta didik melaksanakan piket kebersihan secara beregu dan bergantian
regu.
• Menjaga dan merawat tanaman di lingkungan sekolah, bergilir antar kelas.
• Melaksanakan kegiatan bank sampah bekerja sama dengan dinas kebersihan
setempat.
VI. Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh
Setiap siswa mempunyai potensi yang beragam. Sekolah hendaknya
memfasilitasi secara optimal agar siswa bisa menemukenali dan mengembangkan
potensinya.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
58
Kegiatan wajib:
1. Menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain
buku mata pelajaran (setiap hari).
2. Seluruh warga sekolah (guru, tenaga kependidikan, siswa) memanfaatkan waktu sebelum memulai hari pembelajaran pada hari-hari tertentu untuk kegiatan
olah isik seperti senam kesegaran jasmani, dilaksanakan secara berkala dan
rutin, sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan oleh sekolah:
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
• Peserta didik membiasakan diri untuk memiliki tabungan dalam berbagai
bentuk (rekening bank, celengan, dan lainnya).
• Membangun budaya bertanya dan melatih peserta didik mengajukan pertanyaan kritis dan membiasakan siswa mengangkat tangan sebagai isyarat akan
mengajukan pertanyaan;
• Membiasakan setiap peserta didik untuk selalu berlatih menjadi pemimpin
dengan cara memberikan kesempatan pada setiap siswa tanpa kecuali, untuk
memimpin secara bergilir dalam kegiatan-kegiatan bersama/berkelompok;
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
Siswa melakukan kegiatan positif secara berkala sesuai dengan potensi
dirinya.
VII. Pelibatan Orang Tua dan Masyarakat di Sekolah
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, sekolah hendaknya
melibatkan orang tua dan masyarakat dalam proses belajar. Keterlibatan ini
diharapkan akan berbuah dukungan dalam berbagai bentuk dari orang tua dan
masyarakat.
Kegiatan wajib:
Mengadakan pameran karya siswa pada setiap akhir tahun ajaran dengan
mengundang orang tua dan masyarakat untuk memberi apresiasi pada siswa.
Contoh-contoh pembiasaan baik yang dapat dilakukan dan/atau didukung
oleh sekolah:
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
59
1. Contoh-contoh pembiasaan umum:
Orang tua membiasakan untuk menyediakan waktu 20 menit setiap
malam untuk bercengkerama dengan anak mengenai kegiatan di sekolah.
2. Contoh-contoh pembiasaan periodik:
• Masyarakat bekerja sama dengan sekolah untuk mengakomodasi kegiatan kerelawanan oleh peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang ada
di lingkungan sekitar sekolah.
• Masyarakat dari berbagai profesi terlibat berbagi ilmu dan pengalaman kepada
siswadi dalam sekolah.
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
ANIES BASWEDAN
Salinan sesuai dengan aslinya.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
TTD.
Ani Nurdiani Azizah
NIP.195812011986032001
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
60
LAMPIRAN 2
Hasil PISA (Programme International Student Assesment) 2012
http://www.theguardian.com/news/datablog/2013/dec/03/pisa-results-countrybest-reading-maths-science
PISA Result 2012
Ranking Country name Maths, mean
Reading,
score PISA
mean score
2012
PISA 2012
0
OECD average
494
496
Shanghai-China
613
570
1
Singapore
573
542
2
Hong Kong-China
561
545
3
Taiwan
560
523
4
S.Korea
554
536
5
Macau-China
538
509
6
Japan
536
538
7
8
Liechtenstein
535
516
9
Switzerland
531
509
10
Netherlands
523
511
11
Estonia
521
516
12
Finland
519
524
13
Canada
518
523
14
Poland
518
518
15
Belgium
515
509
16
Germany
514
508
Vietnam
511
508
17
18
Austria
506
490
19
Australia
504
512
20
Ireland
501
523
21
Slovenia
501
481
22
Denmark
500
496
23
New Zealand
500
512
24
Czech Republic
499
493
Science,
mean score
in PISA 2012
501
580
551
555
523
538
521
547
525
515
522
541
545
525
526
505
524
528
506
521
522
514
498
516
508
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
61
PISA Result 2012
Ranking Country name Maths, mean
Reading,
score PISA
mean score
2012
PISA 2012
25
France
495
505
26
UK
494
499
27
Iceland
493
483
28
Latvia
491
489
29
Luxembourg
490
488
30
Norway
489
504
31
Portugal
487
488
32
Italy
485
490
33
Spain
484
488
34
Russian Federation
482
475
35
Slovak Republic
482
463
36
USA
481
498
37
Lithuania
479
477
38
Sweden
478
483
39
Hungary
477
488
40
Croatia
471
485
41
Israel
466
486
42
Greece
453
477
43
Serbia
449
446
44
Turkey
448
475
45
Romania
445
438
46
Cyprus
440
449
47
Bulgaria
439
436
48
UAE
434
442
49
Kazakhstan
432
393
Thailand
427
441
50
51
Chile
423
441
Malaysia
421
398
52
53
Mexico
413
424
54
Montenegro
410
422
55
Uruguay
409
411
407
441
56
Costa Rica
57
Albania
394
394
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
62
Science,
mean score
in PISA 2012
499
514
478
502
491
495
489
494
496
486
471
497
496
485
494
491
470
467
445
463
439
438
446
448
425
444
445
420
415
410
416
429
397
PISA Result 2012
Ranking Country name Maths, mean
Reading,
score PISA
mean score
2012
PISA 2012
58
Brazil
391
410
59
Argentina
388
396
60
Tunisia
388
404
61
Jordan
386
399
62
Colombia
376
403
63
Qatar
376
388
64
Indonesia
375
396
65
Peru
368
384
Science,
mean score
in PISA 2012
405
406
398
409
399
384
382
373
Cetak italic adalah negara-negara Asia yang menduduki peringkat atas,
sementara Indonesia berada di peringkat bawah.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
63
LAMPIRAN 3
SATGAS GERAKAN LITERASI SEKOLAH KEMENDIKBUD
No
1
Nama
Pangesti Wiedarti, M.Appl.Ling., Ph.D.
(Ketua)
2
Wien Muldian, S.S. (Wakil Ketua)
3
4
Dr. Susanti Sufyadi
(Sekretaris)
Anggota
Dr. Dewi Utama Faizah
5
Dwi Renya Roosaria, S.H.
6
Prof. Dr. Kisyani-Laksono
7
Pratiwi Retnaningdyah, Ph.D.
8
9
Soie Dewayani, Ph.D.
Lanny Anggraini, S.Pd., M.A.
10
Waluyo, S.S, M.A.
11
Dra. Mujiyem, M.M.
12
Dra. Ninik Purwaning Setyorini, M.A.
13
Sulastri, S.Pd., M.Si.
14
Umi Syarifah Hidayati, S.Pd.
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
64
Institusi
Prodi Sastra Indonesia, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Yogyakarta
Biro Komunikasi dan Layanan
Masyarakat Kemendikbud
Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
Reading Bugs-Komunitas Read
Aloud Indonesia
Prodi Sastra Indonesia, Fakutas
Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Surabaya
Prodi Sastra Inggris, Fakultas
Bhasa dan Seni, Universitas
Negeri Surabaya
Yayasan Litara Bandung
Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
Direktorat Pembinaan Sekolah
Dasar
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Pertama
No
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Nama
Drs. Sutrianto, M.Pd.
Institusi
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas
Samsul Hadi, S.Si., M.A.Ed.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas
Nilam Rahmawan, S.Psi.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas
Drs. Heri Fitriono, M.A.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Atas
Ir. Nur Widyani, M.M.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Mochamad Widiyanto, S.Pd., M.T.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Dra.Endang Sadbudhy Rahayu, M.B.A. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Hendro Kusumo, S.T., M.B.A.
Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd.
Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus
R. Achmad Yusuf SA, S.E., M.Ed.
Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus
Rika Rismayati, S.Sos.
Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus
Dr. Yasep Setiakarnawijaya, M.Kes.
Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus
Yudistira Wahyu Widiasana, M.Si.
Sekretariat Ditjen Dikdasmen
Satriyo Wibowo, M.A.
Sekretariat Ditjen Dikdasmen
Katman, M.A.
Sekretariat Ditjen Dikdasmen
Billy Antoro, S.Pd.
Sekretariat Ditjen Dikdasmen
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
65
Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah
66
BAB IV
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
1.
Tujuan
Setelah selesai mempelajari materi ini, peserta dapat
a. menjelaskan dasar hukum pelaksanaan PTK oleh guru.
b. mengidentifikasi karakteristik penelitian tindakan kelas
c. membedakan penelitian tindakan kelas dengan penelitian kelas
d. menjelaskan manfaat penelitian tindakan kelas.
e. menjelaskan keterbatasan dan persyaratan penelitian tindakan kelas
f. menjelaskan cara-cara mengidentifikasi masalah
g. merinci langkah-langkah untuk merencanakan perbaikan
h. menjelaskan langkah-langkah melaksanakan PTK
i. mendeskripsikan teknik untuk merekam dan menganalisis data
j. menjelaskan langkah-langkah merencanakan tindak lanjut
k. membuat proposal penelitian tindakan kelas
l. menjelaskan sistematika sebuah laporan PTK.
m. membedakan karya ilmiah penelitian dan nonpenelitian.
n. merumuskan bagian-bagian tertentu dari sebuah artikel.
2.
Uraian Materi
KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Salah satu ciri guru yang berhasil (efektif) adalah bersifat reflektif. Guru yang
demikian selalu belajar dari pengalaman, sehingga dari hari ke hari kinerjanya
menjadi semakin baik (Arends, 2002). Di dalam melakukan refleksi, guru harus
memiliki kemandirian dan kemampuan menafsirkan serta memanfaatkan hasil-hasil
pengalaman membelajarkan, kemajuan belajar mengajar, dan informasi lainnya bagi
penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar secara
berkesinambungan.. Di sinilah letak arti penting penelitian tindakan kelas bagi guru.
Kemajuan dan perkembangan IPTEKS yang demikian pesat harus diantisipasi
melalui penyiapan guru-guru yang memiliki kemampuan meneliti, sekaligus
mampu memperbaiki proses pembelajarannya.
Beberapa alasan lain yang mendukung pentingnya penelitian tindakan kelas
sebagai langkah yang tepat untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu
pendidikan, antara lain: (1) guru berada di garis depan dan terlibat langsung dalam
proses tindakan perbaikan mutu pendidikan; (2) guru terlibat dalam pembentukan
pengetahuan yang merupakan hasil penelitiannya, dan (3) melalui PTK guru
menyelesaikan masalah, menemukan jawab atas masalahnya, dan dapat segera
diterapkan untuk melakukan perbaikan.
1. Pengertian PTK
4-1
Berdasarkan berbagai sumber seperti Mettetal (2003); Kardi (2000), dan Nur
(2001) Penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research (CAR)
didefinisikan sebagai penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya
sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya
sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Dalam model
penelitian ini, si peneliti (guru) bertindak sebagai pengamat (observer) sekaligus
sebagai partisipan.
Dengan demikian PTK tidaklah sekedar penyelesaian masalah, melainkan
juga terdapat misi perubahan dan peningkatan. PTK bukanlah penelitian yang
dilakukan terhadap seseorang, melainkan penelitian yang dilakukan oleh praktisi
terhadap kinerjanya untuk melakukan peningkatan dan perubahan terhadap apa
yang sudah mereka lakukan. PTK bukanlah semata-mata menerapkan metode ilmiah
di dalam pembelajaran atau sekedar menguji hipotesis, melainkan lebih memusatkan
perhatian pada perubahan baik pada peneliti (guru) maupun pada situasi di mana
mereka bekerja.
Dengan mengikuti alur berpikir itu, PTK menjadi penting bagi guru karena
membantu mereka dalam hal: memahami lebih baik tentang pembelajarannya,
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan, sekaligus dapat melakukan
tindakan untuk meningkatkan belajar siswanya.
Saat seorang guru melaksanakan PTK berarti guru telah menjalankan misinya
sebagai guru professional, yaitu (1) membelajarkan, (2) melakukan pengembangan
profesi berupa penulisan karya ilmiah dari hasil PTK, sekaligus (3) melakukan
ikhtiar untuk peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran sebagai bagian
tanggungjawabnya.
2.
Prinsip-Prinsip PTK
Prinsip-prinsip yang mendasari pelaksanaan PTK adalah sebagai berikut.
a. PTK merupakan kegiatan nyata yang dilaksanakan di dalam situasi rutin. Oleh
karena itu peneliti PTK (guru) tidak perlu mengubah situasi rutin/alami yang
terjadi. Jika PTK dilakukan di dalam situasi rutin hasil yang diperoleh dapat
digunakan secara langsung oleh guru tersebut.
b. PTK dilakukan sebagai kesadaran diri untuk memperbaiki kinerja peneliti (guru)
yang bersangkutan. Guru melakukan PTK karena menyadari adanya
kekurangan di dalam kinerja dan karena itu ingin melakukan perbaikan.
c. Pelaksanaan PTK tidak boleh mengganggu komitmennya sebagai pengajar. Oleh
karena itu, guru hendaknya memperhatikan tiga hal. Pertama, guru perlu
menyadari bahwa dalam mencobakan sesuatu tindakan pembelajaran yang baru,
selalu ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Kedua,
siklus tindakan dilakukan dengan selaras dengan keterlaksanaan kurikulum
secara keseluruhan, khususnya dari segi pembentukan kompetensi yang
dicantumkan di dalam Standar Isi, yang sudah dioperasionalkan ke dalam
bentuk silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Ketiga, penetapan siklus
tindakan dalam PTK mengacu pada penguasaan kompetensi yang ditargetkan
4-2
pada tahap perencanaan. Jadi pedoman siklus PTK bukan ditentukan oleh
ketercukupan data yang diperoleh peneliti, melainkan mengacu kepada seberapa
jauh tindakan yang dilakukan itu sudah dapat memperbaiki kinerja yang
menjadi alasan dilaksanakan PTK tadi.
d. PTK dapat dimulai dengan melakukan analisis SWOT, yang dilakukan dengan
menganalisis kekuatan (S=Strength) dan kelemahan (W=Weaknesses) yang
dimiliki, dan factor eksternal (dari luar) yaitu peluang atau kesempatan yang
dapat diraih ( O=Opprtunity), maupun ancaman (T=Treath). Empat hal tersebut
bisa dipandang dari sudut guru yang melaksanakan maupun siswa yang dikenai
tindakan.
e. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang
berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.
PTK sejauh mungkin menggunakan prosedur pengumpulan data yang dapat
ditangani sendiri oleh guru dan ia tetap aktif berfungsi sebagai guru yang
bertugas secara penuh. Oleh karena itu, perlu dikembangkan teknik-teknik
perekaman yang cukup sederhana, namun dapat menghasilkan informasi yang
cukup berarti dan dapat dipercaya.
f. Metode yang digunakan harus cukup reliabel, sehingga memungkinkan guru
mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan,
mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta
memperoleh data yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis yang
dikemukakannya. Oleh karena itu, meskipun pada dasarnya memperbolehkan
kelonggaran, namun penerapan asas-asas dasar tetap harus dipertahankan.
g. Masalah penelitian yang dipilih guru seharusnya merupakan masalah yang
cukup merisaukannya. Pendorong utama pelaksanaan PTK adalah komitmen
profesional untuk memberikan layanan yang terbaik kepada siswa.
h. Dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten, memiliki
kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Hal ini penting ditekankan karena selain melibatkan anak-anak manusia, PTK
juga hadir dalam suatu konteks organisasional, sehingga penyelenggaraannya
harus mengindahkan tata-krama kehidupan berorganisasi.
i. Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, namun
dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom-exceeding
perspective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas
dan/atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah
secara keseluruhan.
3.
Karakteristik PTK
Karakteristik PTK dapat diidentifikasi, yaitu sebagai berikut.
a.
Self-reflective inquiry, PTK merupakan penelitian reflektif, karena dimulai dari
refleksi diri yang dilakukan oleh guru. Untuk melakukan refleksi, guru berusaha
bertanya kepada diri sendiri, misalnya dengan mengajukan pertanyaan berikut.
(1)
Apakah penjelasan saya terlampau cepat?
4-3
(2)
Apakah saya sudah memberi contoh yang memadai?
(3)
Apakah saya sudah memberi kesempatan bertanya kepada siswa?
(4)
Apakah saya sudah memberi latihan yang memadai?
(5)
Apakah hasil latihan siswa sudah saya beri balikan?
(6)
Apakah bahasa yang saya gunakan dapat dipahami siswa?
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, guru akan dapat memperkirakan penyebab
dari masalah yang dihadapi dan akan mencoba mencari jalan keluar untuk
memperbaiki atau meningkatkan hasil belajar siswa.
b.
Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki proses dan hasil
pembelajaran secara beretahap dan bersiklus. Pola siklusnya adalah: perencanaanpelaksanaan-observasi-refleksi-revisi, yang dilanjutkan dengan perencanaanpelaksanaan-observasi-refleksi (yang sudah direvisi) dan seterusnya secara berulang.
4. Perbedaan Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Kelas
Penelitian tindakan kelas berbeda dengan penelitian kelas (classroom
research). PTK termasuk salah satu jenis penelitian kelas karena penelitian tersebut
dilakukan di dalam kelas. Penelitian kelas adalah penelitian yang dilakukan di
dalam kelas, mencakup tidak hanya PTK, tetapi juga berbagai jenis penelitian
yang dilakukan di dalam kelas, misalnya penelitian tentang bentuk interaksi siswa
atau penelitian yang meneliti proporsi berbicara antara guru dan siswa saat
pembelajaran berlangsung. Jelas dalam penelitian kelas seperti ini, kelas dijadikan
sebagai
obyek penelitian.
Penelitian dilakukan oleh orang luar, yang
mengumpulkan data. Sementara itu PTK dilakukan oleh guru sendiri untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi di kelas yang menjadi tugasnya. Perbedaan
Penelitian Tindakan Kelas dan penelitian kelas ditunjukkan pada Tabel 1. Pada
Tabel 2 ditunjukkan pula perbedaan PTK dengan penelitian formal atau penelitian
pada umumnya yang biasa dilakukan oleh peneliti.
Tabel 1. Perbandingan PTK dan Penelitian Kelas
No.
Aspek
Penelitian Tindakan
Penelitian Kelas
Kelas
1 Peneliti
Guru
Orang luar
2
4
Rencana
penelitian
Munculnya
masalah
Ciri utama
5
Peran guru
Ada tindakan untuk
perbaikan yang berulang
Sebagai guru dan peneliti
6
7
Tempat penelitian
Proses
Kelas
Oleh guru sendiri atau
3
Oleh guru (mungkin
dibantu orang luar)
Dirasakan oleh guru
4-4
Oleh peneliti
Dirasakan oleh orang
luar/peneliti
Belum tentu ada tindakan
perbaikan
Sebagai guru (subyek
penelitian)
Kelas
Oleh peneliti
8
pengumpulan
data
Hasil penelitian
bantuan orang lain
Langsung dimanfaatkan
oleh guru, dan
dampaknya dapat
dirasakan oleh siswa
Menjadi milik peneliti,
belum tentu dimanfaatkan
oleh guru
Tabel 2. Perbedaan Karakteristik PTK dan Penelitian Formal
Dimensi Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Formal
No
.
1 Motivasi
2 Sumber
masalah
3 Tujuan
4
Peneliti
yang
terlibat
5
6
Sampel
Metode
Perbaikan Tindakan
Diagnosis status
Kebenaran
Induktif-deduktif
Memperbaiki atau
menyelesaikan masalah
lokal
Pelaku dari dalam (guru)
memerlukan sedikit
pelatihan untuk dapat
melakukan
Kasus khusus
Longgar tetapi berusaha
obyektif-jujur-tidak
memihak (impartiality)
Mengembangkan, menguji teori,
menghasilkan pengetahuan
7
Penafsira Untuk memahami praktek
n hasil
melalui refleksi oleh
Penelitian praktisi
8 Hasil
Siswa belajar lebih baik
Akhir
(proses dan produk)
9. Generalis Terbatas atau tidak
asi
dilakukan
Sumber : Fraenkel, 2011,p.595
Orang luar yang berminat,
memerlukan pelatihan yang
intensif untuk dapat melakukan
Sampel yang representatif
Baku dengan obyektivitas dan
ketidakberpihakan yang
terintegrasi (build in objectivity and
impartiality))
pendeskripsian, mengabstraksi,
penyimpulan dan pembentukan
teori oleh ilmuwan.
Pengetahuan, prosedur atau materi
yang teruji
Dilakukan secara luas pada
populasi
5. Manfaat dan Keterbatasan PTK
Penelitian tindakan kelas mempunyai manfaat yang cukup besar, baik bagi guru,
pembelajaran, maupun bagi sekolah. Manfaat PTK bagi guru antara lain sebagai
berikut. a) PTK dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki pembelajaran
yang dikelolanya; b) Guru dapat berkembang secara profesional, karena dapat
menunjukkan bahwa ia mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran yang
dikelolanya melalui PTK; c) PTK meningkatkan rasa percaya diri guru; d) PTK
memungkinkan guru secara
aktif
mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan.
4-5
Manfaat bagi pembelajaran/siswa, PTK bermanfaat untuk meningkatkan
proses dan hasil belajar siswa, di samping guru yang melaksanakan PTK dapat
menjadi model bagi para siswa dalam bersikap kritis terhadap hasil belajarnya.
Bagi sekolah, PTK membantu sekolah untuk berkembang karena adanya
peningkatan/kemajuan pada diri guru dan proses pendidikan di sekolah tersebut.
Keterbatasan PTK terutama
terletak pada validitasnya yang tidak
mungkin melakukan generalisasi karena sasarannya hanya kelas dari guru yang
berperan sebagai pengajar dan peneliti. PTK memerlukan berbagai kondisi agar
dapat berlangsung dengan baik dan melembaga. Kondisi tersebut antara lain,
dukungan semua personalia sekolah, iklim yang terbuka yang memberikan
kebebasan kepada para guru untuk berinovasi, berdiskusi, berkolaborasi, dan
saling mempercayai di antara personalia sekolah, dan juga saling persaya antara
guru dengan siswa. Birokrasi yang terlampau ketat merupakan hambatan bagi
PTK.
Latihan
Setelah mempelajari uraian dan contoh di atas, cobalah Anda kerjakan latihan
berikut bersama teman-teman Anda!
1. Rumuskan pengertian penelitian tindakan kelas dengan kata-kata Anda
sendiri!
2. Coba identifikasi masalah yang sering Anda hadapi dalam mengelola
pembelajaran. Diskusikan dengan teman-teman Anda, bagaimana cara
terbaik untuk memecahkan masalah tersebut, kemudian lakukan analisis
apakah cara yang Anda temukan tersebut dapat disebut sebagai penelitian
tindakan kelas? Berikan argumentasi, mengapa kelompok Anda berpendapat
seperti itu?
3. Melakukan refleksi berarti memantulkan kembali pengalaman yang sudah
Anda jalani, sehingga Anda dapat melihat kembali apa yang sudah terjadi.
Menurut Anda, apa gunanya seorang guru melakukan refleksi?
4. Di antara karakteristik PTK yang telah diuraikan dalam kegiatan belajar ini,
yang mana menurut Anda yang paling penting, yang benar-benar
membedakannya dengan penelitian formal? Berikan alasan atas Jawaban
Anda.
4-6
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PTK
1.
Perencanaan dan pelaksanaan PTK
PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur, yang terdiri atas 4 tahap,
yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi (Gambar 1).
Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk
merevisi rencana, jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil
memperbaiki praktek atau belum berhasil menyelesaikan masalah yang menjadi
kerisauan guru.
Gambar 1. Tahap-tahap dalam Pelaksanaan PTK
Setelah menetapkan focus penelitian, selanjutnya dilakukan perencanaan
mengenai tindakan apa yang akan dilakukan untuk perbaikan. Rencana akan
menjadi acuan dalam melaksanakan tindakan. Pelaksanaan tindakan adalah
merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat. Tanpa tindakan, rencana
hanya merupakan angan-angan yang tidak pernah menjadi kenyataan.
Selanjutnya, agar tindakan yang dilakukan dapat diketahui kualitas dan
keberhasilannya perlu dilakukan pengamatan. Berdasarkan pengamatan ini akan
dapat ditentukan hal-hal yang harus segera diperbaiki agar tujuan yang telah
dirumuskan dapat tercapai. Pengamatan dilakukan selama proses tindakan
berlangsung. Langkah berikutnya adalah refleksi, yang dilakukan setelah
tindakan berakhir. Pada tahap refleksi, peneliti: (1) merenungkan kembali apa
yang telah dilakukan dan apa dampaknya bagi proses belajar siswa, (2)
merenungkan alasan
melakukan suatu tindakan dikaitkan dengan
dampaknya,dan (3) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tindakan
yang dilakukan.
2.
Mengidentifikasi Masalah
Suatu rencana PTK diawali dengan adanya masalah yang dirasakan atau
disadari oleh guru. Guru merasa ada sesuatu yang tidak beres di dalam kelasnya,
yang jika tidak segera diatasi akan berdampak bagi proses dan hasil belajar
siswa. Masalah yang dirasakan guru pada tahap awal mungkin masih kabur,
sehingga guru perlu merenungkan atau melakukan refleksi agar masalah
tersebut menjadi semakin jelas. Setelah permasalahan-permasalahan diperoleh
melalui proses identifikasi, selanjutnya guru melakukan analisis terhadap
4-7
masalah-masalah tersebut untuk menentukan urgensi penyelesaiannya. Dalam
hubungan ini, akan ditemukan permasalahan yang sangat mendesak untuk
diatasi, atau yang dapat ditunda penyelesaiannya tanpa mendatangkan kerugian
yang besar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih permasalahan PTK
adalah sebagai berikut: (1) permasalahan harus betul-betul dirasakan penting
oleh guru sendiri dan siswanya, (2) masalah harus sesuai dengan kemampuan
dan/atau kekuatan guru untuk mengatasinya, (3) permasalahan memiliki skala
yang cukup kecil dan terbatas, (4) permasalahan PTK yang dipilih terkait dengan
prioritas-prioritas yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah.
Agar mampu merasakan dan mengungkapkan adanya masalah seorang
guru dituntut jujur pada diri sendiri dan melihat pembelajaran yang dikelolanya
sebagai bagian penting dari pekerjaannya. Berbekal kejujuran dan kesadaran
guru dapat mengajukan pertanyaan berikut pada diri sendiri.
1) Apa yang sedang terjadi di kelas saya?
2) Masalah apa yang ditimbulkan oleh kejadian itu?
3) Apa pengaruh masalah tersebut bagi kelas saya?
4) Apa yang akan terjadi jika masalah tersebut tidak segera diatasi?
5) Apa yang dapat saya lakukan untuk mengatasi masalah tersebut atau
memperbaiki situasi yang ada?
Jika setelah menjawab pertanyaan tersebut guru sampai pada kesimpulan
bahwa ia memang menghadapi masalah dalam bidang tertentu, berarti ia sudah
berhasil mengidentifikasi masalah. Langkah berikutnya adalah menganalisis dan
merumuskan masalah.
3.
Menganalisis dan Merumuskan Masalah
Setelah masalah teridentifikasi, guru perlu melakukan analisis sehingga dapat
merumuskan masalah dengan jelas. Analisis dapat dilakukan dengan refleksi
yaitu mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri, mengkaji ulang berbagai
dokumen seperti pekerjaan siswa, daftar hadir, atau daftar nilai, atau bahkan
mungkin bahan pelajaran yang telah disiapkan. Semua ini tergantung pada jenis
masalah yang teridentifikasi.
Sebuah masalah pada umumnya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, yang
menggambarkan sesuatu yang ingin diselesaikan atau dicari jawabannya melalui
penelitian tindakan kelas. Contoh rumusan masalah: Apakah pendekatan
konseptual dapat meminimalisasi miskonsepsi siswa pada mata pelajaran IPA
SD Klampis?
Selanjutnya, masalah perlu dijabarkan atau dirinci secara operasional agar
rencana perbaikannya dapat lebih terarah. Sebagai misal untuk masalah: Tugas
dan bahan belajar yang bagaimana yang dapat meningkatkan motivasi siswa?
dapat dijabarkan menjadi sejumlah pertanyaan sebagai berikut.
a. Bagaimana frekuensi pemberian tugas yang dapat meningkatkan motivasi
siswa?;
b. Bagaimana bentuk dan materi tugas yang memotivasi?;
c. Bagaimana syarat bahan belajar yang menarik?;
4-8
d. Bagaimana kaitan materi bahan belajar dengan tugas yang diberikan?;
Dengan terumuskannya masalah secara operasional, Anda sudah mulai
dapat membuat rencana perbaikan atau rencana PTK.
4.
Merencanakan Perbaikan
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, guru perlu membuat
rencana tindakan atau yang sering disebut dengan rencana perbaikan. Langkahlangkah dalam menyusun rencana perbaikan adalah sebagai berikut.
a. Rumuskan cara perbaikan yang akan ditempuh dalam bentuk hipotesis
tindakan.
Hipotesis tindakan adalah dugaan guru tentang cara yang terbaik untuk
mengatasi masalah. Dugaan atau hipotesis ini dibuat berdasarkan kajian dari
berbagai teori, kajian hasil penelitian yang pernah dilakukan dalam masalah
yang serupa, diskusi dengan teman sejawat atau dengan pakar, serta refleksi
pengalaman sendiri sebagai guru. Berdasarkan hasil kajian tersebut, guru
menyusun berbagai alternatif tindakan. Contoh hipotesis tindakan:
Penggunaan concept mapping dan penekanan operasi dasar dapat meningkatkan
pemahaman konsep Matematika Siswa Kelas VI SDN Ketintang.
b. Analisis kelayakan hipotesis tindakan
Setelah menetapkan alternatif hipotesis yang terbaik, hipotesis ini masih perlu
dikaji kelayakannya dikaitkan dengan kemungkinan pelaksanaannya.
Kelayakan hipotesis tindakan didasarkan pada hal-hal berikut.
1) Kemampuan dan komitmen guru sebagai pelaksana. Guru harus bertanya
pada diri sendiri apakah ia cukup mampu melaksanakan rencana
perbaikan tersebut dan apakah ia cukup tangguh untuk menyelesaikannya?
2) Kemampuan dan kondisi fisik siswa dalam mengikuti tindakan tersebut;
Misalnya jika diputuskan untuk memberi tugas setiap minggu, apakah
siswa cukup mampu menyelesaikannya.
3) Ketersediaan prasarana atau fasilitas yang diperlukan. Apakah sarana atau
fasilitas yang diperlukan dalam perbaikan dapat diadakan oleh siswa,
sekolah, ataukah oleh guru sendiri.
4) Iklim belajar dan iklim kerja di sekolah. Dalam hal ini, guru perlu
mempertimbangkan apakah alternatif yang dipilihnya akan mendapat
dukungan dari kepala sekolah dan personil lain di sekolah.
5.
Melaksanakan PTK
Setelah meyakini bahwa hipotesis tindakan atau rencana perbaikan sudah layak,
kini guru perlu mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perbaikan.
a. Menyiapkan Pelaksanaan
Ada beberapa langkah yang perlu disiapkan sebelum merealisasikan rencana
tindakan kelas.
 Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dalam bentuk skenario
tindakan yang akan dilaksanakan. Skenario mencakup langkah-langkah
4-9



yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam kegiatan tindakan atau
perbaikan.
Terkait dengan rencana pelaksanaan pembelajaran, guru tentu perlu
menyiapkan berbagai bahan seperti tugas belajar yang dibuat sesuai
dengan hipotesis yang dipilih, media pembelajaran, alat peraga, dan bukubuku yang relevan.
Menyiapkan fasilitas atau sarana pendukung yang diperlukan, misalnya
gambar-gambar, meja tempat mengumpulkan tugas, atau sarana lain yang
terkait.
Menyiapkan cara merekam dan menganalisis data yang berkaitan dengan
proses dan hasil perbaikan. Dalam hal ini guru harus menetapkan apa
yang harus direkam, bagaimana cara merekamnya dan kemudian
bagaimana cara menganalisisnya. Agar dapat melakukan hal ini, guru
harus menetapkan indikator keberhasilan. Jika indikator ini sudah
ditetapkan, guru dapat menentukan cara merekam dan menganalisis data.
Jika perlu, untuk memantapkan keyakinan diri, guru perlu
mensimulasikan pelaksanaan tindakan. Dalam hal ini, guru dapat
bekerjasama dengan teman sejawat atau berkolaborasi dengan dosen
LPTK.
b. Melaksanakan Tindakan
Setelah persiapan selesai, kini tiba saatnya guru melaksanakan tindakan
dalam kelas yang sebenarnya.
 Pekerjaan utama guru adalah mengajar.
Oleh karena itu, metode penelitian yang sedang dilaksanakan tidak boleh
mengganggu komitmen guru dalam mengajar. Ini berarti, guru tidak
boleh mengorbankan siswa demi penelitian yang sedang dilaksanakannya.
Tambahan tugas guru sebagai peneliti harus disikapi sebagai tugas
profesional yang semestinya memberi nilai tambah bagi guru dan
pembelajaran yang dikelolanya.
 Cara pengumpulan atau perekaman data jangan sampai terlalu menyita
waktu pembelajaran di kelas. Esensi pelaksanaan PTK memang harus
disertai dengan observasi, pengumpulan data, dan interpretasi yang
dilakukan oleh guru.
 Metode yang diterapkan haruslah reliabel atau handal, sehingga
memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai
dengan situasi kelasnya.
 Masalah yang ditangani guru haruslah sesuai dengan kemampuan dan
komitmen guru.
 Sebagai peneliti, guru haruslah memperhatikan berbagai aturan dan etika
yang terkait dengan tugas-tugasnya, seperti menyampaikan kepada
kepala sekolah tentang rencana tindakan yang akan dilakukan, atau
4-10
menginformasikan kepada orang tua siswa jika selama pelaksanaan PTK,
siswa diwajibkan melakukan sesuatu di luar kebiasaan rutin.
 PTK harus mendapat dukungan dari seluruh masyarakat sekolah.
c. Observasi dan Interpretasi
Pelaksanaan tindakan dan observasi/interpretasi berlangsung simultan.
Artinya, data yang diamati saat pelaksaanaan tindakan tersebut langsung
diinterpretasikan, tidak sekedar direkam. Jika guru memberi pujian kepada
siswa, yang direkam bukan hanya jenis pujian yang diberikan, tetapi juga
dampaknya bagi siswa yang mendapat pujian. Apa yang harus direkam dan
bagaimana cara merekamnya harus ditentukan secara cermat terlebih dahulu.
Salah satu cara untuk merekam atau mengumpulkan data adalah
dengan observasi atau pengamatan. Hopkins (1993) menyebutkan ada lima
prinsip dasar atau karakteristik kunci observasi, yaitu:




Perencanaan Bersama
Observasi yang baik diawali dengan perencanaan bersama antara
pengamat dengan yang diamati, dalam hal ini teman sejawat yang akan
membantu mengamati dengan guru yang akan mengajar. Perencanaan
bersama ini bertujuan untuk membangun rasa saling percaya dan
menyepakati beberapa hal seperti fokus yang akan diamati, aturan yang
akan diterapkan, berapa lama pengamatan akan berlangsung, bagaimana
sikap pengamat kepada siswa, dan di mana pengamat akan duduk.
Fokus
Fokus pengamatan sebaiknya sempit/spesifik. Fokus yang sempit atau
spesifik akan menghasilkan data yang sangat bermanfaat begi
perkembangan profesional guru.
Membangun Kriteria
Observasi akan sangat membantu guru, jika kriteria keberhasilan atau
sasaran yang ingin dicapai sudah disepakati sebelumnya.
Keterampilan Observasi
Seorang pengamat yang baik memiliki minimal 3 keterampilan, yaitu: (1)
dapat menahan diri untuk tidak terlalu cepat memutuskan dalam
menginterpretasikan satu peristiwa; (2) dapat menciptakan suasana yang
memberi dukungan dan
menghindari terjadinya suasana yang
menakutkan guru dan siswa; dan (3) menguasai berbagai teknik untuk
menemukan peristiwa atau interaksi yang tepat untuk direkam, serta
alat/instrumen perekam yang efektif untuk episode tertentu. Di dalam
suatu observasi, hasil pengamatan berupa fakta atau deskripsi, bukan
pendapat atau opini.
Dilihat cara melakukan kegiatannya, ada empat jenis observasi yang dapat
dipilih, yaitu: observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan lembar
observasi, melainkan hanya menggunakan kertas kosong untuk merekam
proses pembelajaran yang diamati. Observasi terfokus secara khusus
4-11
ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari pembelajaran.
Observasi terstruktur menggunakan instrumen observasi yang terstruktur
dengan baik dan siap pakai, sehingga pengamat hanya tinggal
membubuhkan tanda cek (V) pada tempat yang disediakan. Observasi
sistematik dilakukan lebih rinci dalam hal kategori data yang diamati.
 Balikan (Feedback)
Hasil observasi yang direkam secara cermat dan sistematis dapat
dijadikan dasar untuk memberi balikan yang tepat. Syarat balikan yang
baik: (i) diberikan segera setelah pengamatan, dalam berbagai bentuk
misalnya diskusi; (ii) menunjukkan secara spesifik bagian mana yang
perlu diperbaiki, bagian mana yang sudah baik untuk dipertahankan; (iii)
balikan harus dapat memberi jalan keluar kepada orang yang diberi
balikan tersebut.
d. Analisis Data
Agar data yang telah dikumpulkan bermakna sebagai dasar untuk mengambil
keputusan, data tersebut harus dianalisis atau diberi makna. Analisis data
pada tahap ini agak berbeda dengan interpretasi yang dilakukan pada tahap
observasi. Analisis data dilakukan setelah satu paket perbaikan selesai
diimplementasikan secara keseluruhan. Jika perbaikan ini direncanakan
untuk enam kali pembelajaran, maka analisis data dilakukan setelah
pembelajaran tuntas dilaksanakan. Dengan demikian, pada setiap
pembelajaran akan diadakan interpretasi yang dimanfaatkan untuk
melakukan penyesuaian, dan pada akhir paket perbaikan diadakan analisis
data secara keseluruhan untuk menghasilkan informasi yang dapat menjawab
hipotesis perbaikan yang dirancang guru.
Analisis data dapat dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, data
diseleksi, difokuskan, jika perlu ada yang direduksi karena itu tahap ini sering
disebut sebagai reduksi data. Kemudian data diorganisaskan sesuai dengan
hipotesis atau pertanyaan penelitian yang ingin dicari jawabannya. Tahap
kedua, data yang sudah terorganisasi ini dideskripsikan sehingga bermakna,
baik dalam bentuk narasi, grafik, maupun tabel. Akhirnya, berdasarkan
paparan atau deskripsi yang telah dibuat ditarik kesimpulan dalam bentuk
pernyataan atau formula singkat.
e. Refleksi
Saat refleksi, guru mencoba merenungkan mengapa satu kejadian
berlangsung dan mengapa hal seperti itu terjadi. Ia juga mencoba
merenungkan mengapa satu usaha perbaikan berhasil dan mengapa yang lain
gagal. Melalui refleksi, guru akan dapat menetapkan apa yang telah dicapai,
serta apa yang belum dicapai, serta apa yang perlu diperbaiki lagi dalam
pembelajaran berikutnya.
f. Perencanaan Tindak Lanjut
Sebagaimana yang telah tersirat dalam tahap analisis data dan refleksi, hasil
atau kesimpulan yang didapat pada analisis data, setelah melakukan refleksi
digunakan untuk membuat rencana tindak lanjut. Jika ternyata tindakan
4-12
perbaikan belum berhasil menjawab masalah yang menjadi kerisauan guru,
maka hasil analisis data dan refleksi digunakan untuk merencanakan kembali
tindakan perbaikan, bahkan bila perlu dibuat rencana baru. Siklus PTK
berakhir, jika perbaikan sudah berhasil dilakukan. Jadi, suatu siklus dalam
PTK sebenarnya tidak dapat ditentukan lebih dahulu berapa banyaknya.
(Kemmis dan Mc. Taggart dikutip Wardani dkk, 2004, p.4.9)
6.
Cara Membuat Proposal
Proposal adalah suatu perencanaan yang sistematis untuk melaksanakan
penelitian termasuk PTK. Di dalam proposal terdapat komponen dan langkah
yang harus dilakukan dalam melaksanakan PTK. Selain itu, proposal juga
memiliki kegunaan sebagai usulan untuk pengajuan dana kepada instansi atau
sumber yang dapat mendanai penelitian. Proposal terdiri dari dua bagian, bagian
pertama merupakan identitas proposal, sedangkan bagian kedua merupakan
perencanaan penelitian yang berisi tentang desain penelitian, dan langkahlangkah pelaksanaan. Pembahasan proposal akan dibagi menjadi 3 langkah,
yaitu mengenai format proposal, cara membuat proposal, dan cara menilai
proposal (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999).
a. Format Proposal
Pada umumnya format proposal penelitian, baik penelitian formal maupun
PTK sudah baku. Salah satu format proposal yang ada saat ini adalah yang
dikembangkan oleh Tim Pelatih Proyek PGSM sebagai berikut.
Halaman Judul (kulit luar)
Berisi judul PTK, nama peneliti dan lembaga, serta tahun proposal itu dibuat.
4-13
Halaman Pengesahan
Berisi identitas peneliti dan penelitian yang akan dilakukan, yang
ditandatangani oleh ketua peneliti dan ketua/kepala lembaga yang
mengesahkan. Di perguruan tinggi yang mengesahkan proposal penelitian
adalah Ketua Lembaga Penelitian dan Dekan.
Kerangka Proposal
1. Judul Penelitian
2. Bidang Ilmu
3. Kategori Penelitian
4. Data Peneliti:
 Nama lengkap dan gelar
 Golongan/pangkat/NIP
 Jabatan fungsional
 Jurusan
 Institusi
5. Susunan Tim Peneliti
 Jumlah
 Anggota
6. Lokasi Penelitian
7. Biaya Penelitian
8. Sumber Dana
b. Perencanaan PTK
Berdasarkan format proposal tersebut di atas, tugas peneliti selanjutnya
adalah mengembangkan rancangan (desain) PTK. Rancangan tersebut
adalah:
1) Judul
Judul PTK dinyatakan dengan jelas dan mencerminkan tujuan, yaitu
mengandung maksud, kegiatan atau tindakan, dan penyelesaian
masalah.
2) Latar Belakang
Berisi informasi tentang pentingnya penelitian dilakukan, mengapa Anda
tertarik dengan masalah ini? Apakah masalah tersebut merupakan
masalah riil yang Anda hadapi sehari-hari? Apakah ada manfaatnya
apabila diteliti dengan PTK? Untuk ini perlu didukung oleh kajian
literatur atau hasil-hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan baik
oleh Anda sendiri maupun orang lain.
3) Permasalahan
Masalah dalam PTK harus diangkat dari pengalaman sehari-hari. Anda
perlu mengkaji masalah tersebut, melakukan analisis, dan jika perlu
menanyakan kepada para siswa Anda tentang masalah tersebut. Setelah
Anda yakin dengan masalah tersebut, rumuskan ke dalam bentuk
kalimat yang jelas. Biasanya rumusan masalah dibuat dalam bentuk
kalimat Tanya.
4-14
4) Cara Penyelesaian Masalah
Penyelesaian masalah dilakukan setelah Anda melakukan analisis dan
pengkajian terhadap masalah yang akan diteliti, sehingga ditemukan cara
pemecahannya. Untuk menemukan cara pemecahan terhadap suatu
masalah, Anda dapat melakukannya dengan mengacu pada pengalaman
Anda selama ini, pengalaman teman Anda, mencari dalam buku literatur
dan hasil penelitian, atau dengan berkonsultasi dan berdiskusi dengan
teman sejawat atau para pakar. Cara penyelesaian masalah yang Anda
tentukan atau pilih harus benar-benar “applicable”, yaitu benar-benar
dapat dan mungkin Anda laksanakan dalam proses pembelajaran.
5) Tujuan dan manfaat PTK
Berdasarkan masalah serta cara penyelesaiannya, Anda dapat
merumuskan tujuan PTK. Rumuskan tujuan ini secara jelas dan terarah,
sesuai dengan latar belakang masalah dan mengacu pada masalah dan
cara penyelesaian masalah. Sebutkan pula manfaat dari PTK ini, yaitu
nilai tambah atau dampak langsung atau pengiring terhadap
kemampuan siswa Anda.
6) Kerangka Teoritis dan Hipotesis
Dalam bagian ini, Anda diminta untuk memperdalam atau memperluas
pengetahuan teoritis Anda berkaitan dengan masalah penelitian yang
akan diteliti. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari buku-buku
dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah tersebut. Kajian
teoritis ini sangat berguna untuk memperkaya Anda dengan variabel
yang berkaitan dengan masalah tersebut. Selain itu, Anda juga akan
memperoleh masukan yang dapat membantu Anda dalam melaksanakan
PTK, terutama dalam merumuskan hipotesis.
7) Rencana Penelitian
Mencakup penataan penelitian, faktor-faktor yang diselidiki, rencana
kegiatan (persiapan, implementasi, observasi dan interpretasi, analisis,
dan refleksi), data dan cara pengumpulan data, dan teknik analisis data
penelitian.
8) Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian berisi bentuk aktivitas terkait dengan penelitian dan
rancangan waktu kapan dilaksanakan dan dalam jangka berapa lama.
Untuk membuat jadwal penelitian Anda harus menginventarisasi jenisjenis kegiatan yang akan dilakukan dimulai dari awal perencanaan,
penyusunan proposal sampai dengan selesainya penulisan laporan.
Jadwal PTK umumnya ndisusun dalam bentuk bar chart.
9) Rencana Anggaran
Cantumkan anggaran yang akan digunakan dalam PTK Anda, terutama
jika PTK ini dibiayai oleh sumber dana tertentu. Rencana biaya meliputi
kegiatan sebagai berikut: persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan
laporan. Pada tiap-tiap tahapan diuraikan jenis-jenis pengeluaran yang
4-15
dilakukan serta berapa banyak alokasi dana yang disediakan untuk tiaptiap kegiatan.
Latihan
Setelah
mengkaji dengan cermat semua uraian untuk memantapkan
pemahaman Anda, kerjakan latihan berikut.
1. Langkah-langkah PTK merupakan satu siklus yang berulang sampai tujuan
perbaikan yang dirancang dapat terwujud. Coba gambarkan siklus tersebut
dengan cara Anda sendiri dan jelaskan kapan siklus tersebut dapat berakhir.
2. Tahap observasi dan interpretasi merupakan satu tahap yang dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Coba diskusikan dengan teman Anda
mengapa kedua tahap tersebut harus dilakukan bersamaan dan mengapa
observasi harus disertai dengan interpretasi.
3. Agar observasi dapat dimanfaat secara efektif, berbagai prinsip dan aturan harus
diikuti. Pilih tiga aturan yang menurut Anda paling penting dan jelaskan
mengapa aturan tersebut harus diikuti.
4. Analisis data akan membantu guru melakukan refleksi. Beri alasan yang
mendukung pendapat tersebut disertai sebuah contoh.
5. Apa yang dikerjakan guru berdasarkan hasil analisis data dan refleksi? Jelaskan
jawaban Anda dengan contoh.
Tugas: Susunlah sebuah proposal PTK untuk menyelesaikan masalah yang Anda
hadapi di sekolah Anda masing-masing. Gunakan format proposal PTK seperti yang
sudah dijelaskan di dalam modul ini.
PENULISAN KARYA ILMIAH
Di dalam modul ini, karya tulis ilmiah yang akan dibahas terdiri dari dua
macam, yaitu laporan hasil penelitian khususnya laporan penelitian tindakan kelas
dan artikel ilmiah yang ditulis berdasarkan hasil penelitian dan nonpenelitian.
1. Laporan Penelitian Tindakan Kelas.
Laporan PTK merupakan pernyataan formal tentang hasil penelitian, atau hal
apa saja yang memerlukan informasi yang pasti, yang dibuat oleh seseorang atau
badan yang diperintahkan atau diharuskan untuk melakukan hal itu. Ada beberapa
jenis laporan misalnya rapor sekolah, laporan hasil praktikum, dan hasil tes
laboratorium.
Sedangkan laporan PTK termasuk jenis laporan lebih tinggi
penyajiannya. Tujuan menulis laporan secara sederhana adalah untuk mencatat,
memberitahukan, dan merekomendasikan hasil penelitian. Dalam penelitian,
laporan merupakan laporan hasil penelitian yang berupa temuan baru dalam bentuk
teori, konsep, metode, dan prosedur, atau permasalahan yang perlu dicarikan cara
pemecahannya. Namun untuk mengimplementasikannya memerlukan waktu yang
4-16
cukup panjang. Hasil penelitian formal dipublikasikan melalui seminar, pengkajian
ulang, analisis kebijakan, pendiseminasian dan sebagainya, yang memerlukan waktu
cukup lama, sehingga pada saat dilakukan implementasi, temuan tersebut sudah
kedaluwarsa dan tidak sesuai lagi.
Laporan PTK perlu dibuat oleh para peneliti untuk beberapa kepentingan
antara lain sebagai berikut.
a) Sebagai dokumen penelitian, dan dapat dimanfaatkan oleh guru atau dosen
untuk diajukan sebagai bahan kenaikan pangkat/pengembangan karir.
b) Sebagai sumber bagi peneliti lain atau peneliti yang sama dalam memperoleh
inspirasi untuk melakukan penelitian lainnya.
c) Sebagai bahan agar orang atau peneliti lain dapat memberikan kritik dan
saran terhadap penelitian yang dilakukan.
d) Sebagai acuan dan perbandingan bagi peneliti untuk mengambil tindakan
dalam menangani masalah yang serupa atau sama.
Sistematika laporan merupakan bagian yang sangat mendasar dalam sebuah
laporan, karena akan merupakan kerangka berpikir yang dapat memberikan arah
penulisan, sehingga memudahkan anda dalam menulis laporan. Sistematika atau
struktur ini harus sudah anda persiapkan sebelum penelitian dilakukan, yaitu pada
saat anda menulis proposal. Setelah PTK selesai dilakukan, anda mulai melihat
kembali struktur tersebut untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sesuai
dengan pengalaman anda dalam melakukan PTK, serta data informasi yang sudah
dikumpulkan dan dianalisis.
Pada dasarnya, laporan PTK hampir sama dengan laporan jenis penelitian
lainnya. Meskipun begitu, setiap institusi bisa saja menetapkan format tersendiri
yang bisa berbeda dengan format dari institusi lain. Format yang ditetapkan oleh
Lembaga Penelitian Unesa, misalnya, bisa berbeda dari format yang digunakan oleh
Ditjendikti atau Universitas Terbuka. Apabila PTK yang anda lakukan memperoleh
pendanaan dari institusi tertentu, maka sistematika laporan juga perlu disesuaikan
dengan format yang telah ditentukan oleh pihak pemberi dana penelitian. Namun
bila dibandingkan satu sama lain, sebenarnya setiap format menyepakati beberapa
komponen yang dianggap perlu dicantumkan dan dijelaskan. Sistematika laporan
PTK di bawah ini merupakan modifikasi dari berbagai sumber:
Halaman Judul
Judul laporan PTK yang baik mencerminkan ketaatan pada rambu-rambu
seperti: gambaran upaya yang dilakukan untuk perbaikan pembelajaran,
tindakan yang diambil untuk merealisasikan upaya perbaikan pembelajaran,
dan setting penelitian. Judul sebaiknya tidak lebih dari 15 kata.
Lembar Pengesahan
Gunakan model lembar pengesahan yang ditetapkan oleh institusi terkait.
Kata Pengantar
Abstrak
Abstrak sebaiknya ditulis tidak lebih dari satu halaman. Komponen ini
merupakan intisari penelitian, yang memuat permasalahan, tujuan, prosedur
4-17
pelaksanaan penelitian/tindakan, hasil dan pembahasan, serta simpulan dan
saran.
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab ini memuat unsur latar belakang masalah, data awal tentang
permasalahan pentingnya masalah diselesaikan, identifikasi masalah, analisis
dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta definisi istilah bila
dianggap perlu. Urutan penyajian bisa disusun sebagai berikut:
A. Latar Belakang Masalah (data awal dalam mengidentifikasi masalah,
analisis masalah, dan pentingnya masalah untuk diselesaikan)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Definisi Operasional (bila perlu)
Bab II Kajian Pustaka
Kajian Pustaka menguraikan teori terkait dan temuan penelitian yang
relevan yang memberi arah ke pelaksanaan PTK dan usaha peneliti
membangun argumen teoritik bahwa dengan tindakan tertentu
dimungkinkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan dan
pembelajaran, bukan untuk membuktikan teori. Bab ini diakhiri dengan
pertanyaan penelitian dan atau hipotesis. Urutan penyajian yang bisa
digunakan adalah sebagai berikut
A. Kajian Teoritis
B. Penelitian-penelitian yang relevan (bila ada)
C. Kajian Hasil Diskusi (dengan teman sejawat, pakar pendidikan, peneliti)
D. Hasil Refleksi Pengalaman Sendiri sebagai Guru
E. Perumusan Hipotesis Tindakan
Bab III Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Bab ini berisi unsur-unsur seperti deskripsi lokasi, waktu, mata pelajaran,
karakteristik siswa di sekolah sebagai subjek penelitian. Selain itu, bab ini
juga menyajikan gambaran tiap siklus: rancangan, pelaksanaan, cara
pemantauan beserta jenis instrumen, usaha validasi hipotesis dan cara
refleksi. Tindakan yang dilakukan bersifat rasional dan feasible serta
collaborative. Urutan penyajian bisa disusun sebagai berikut:
A. Subjek Penelitian (Lokasi, waktu, mata pelajaran, kelas, dan karakteristik
siswa)
B. Deskripsi per Siklus (rencana, pelaksanaan, pengamatan/pengumpulan
data/instrument, refleksi)
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV menyajikan uraian tiap-tiap siklus dengan data lengkap, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan pengamatan dan refleksi yang berisi penjelasan
tentang aspek keberhasilan dan kelemahan yang terjadi. Perlu ditambahkan
4-18
hal yang mendasar yaitu hasil perubahan (kemajuan) pada diri siswa,
lingkungan, guru sendiri, motivasi dan aktivitas belajar, situasi kelas, hasil
belajar. Kemukakan grafik dan tabel secara optimal, hasil analisis data yang
menunjukkan perubahan yang terjadi disertai pembahasan secara sistematik
dan jelas.
A. Deskripsi per siklus (data tentang rencana, pengamatan, refleksi),
keberhasilan dan kegagalan, lengkap dengan data)
B. Pembahasan dari tiap siklus
Bab V Simpulan dan Saran
A. Simpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
2.
Artikel Ilmiah
Kegiatan menyusun karya ilmiah, baik berupa laporan hasil penelitian maupun
makalah nonpenelitian, merupakan kegiatan yang erat kaitannya dengan aktivitas
ilmiah.
Beberapa kualifikasi yang diperlukan untuk dapat menulis karya ilmiah
dengan baik antara lain adalah:
a. Pengetahuan dasar tentang penulisan karya ilmiah, baik yang berkenaan dengan
teknik penulisan maupun yang berkenaan dengan notasi ilmiah. Di samping itu,
keterampilan menggunakan bahasa tulis dengan baik dan benar sesuai dengan
kaidah-kaidah yang berlaku
b. Memiliki wawasan yang luas mengenai bidang kajian keilmuan
c. Pengetahuan dasar mengenai metode penelitian.
Artikel ilmiah adalah karya tulis yang dirancang untuk dimuat dalam jurnal atau
buku kumpulan artikel yang ditulis dengan tata cara ilmiah dengan mengikuti
pedoman atau konvensi yang telah disepakati atau ditetapkan. Artikel ilmiah bisa
diangkat dari hasil penelitian lapang, hasil pemikiran dan kajian pustaka, atau hasil
pengembangan proyek. Dari segi sistematika penulisan dan isi suatu artikel dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu artikel hasil penelitian dan artikel
nonpenelitian. Secara umum, isi artikel hasil penelitian meliputi: judul artikel, nama
penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan,
kesimpulan dan saran, serta daftar rujukan. Sedangkan artikel nonpenelitian berisi
judul, nama penulis, abstrak dan kata kunci, pendahuluan, bagian inti, penutup, dan
daftar rujukan.
Isi artikel penelitian diuraikan sebagai berikut:
1. Judul
Judul artikel berfungsi sebagai label yang menginformasikan inti isi yang
terkandung dalam artikel secara ringkas. Pemilihan kata sebaiknya dilakukan
dengan cermat agar selain aspek ketepatan, daya tarik judul bagi pembaca juga
dipertimbangkan. Judul artikel sebaiknya tidak lebih dari 15 kata.
2. Nama Penulis
4-19
Nama penulis artikel ditulis tanpa gelar, baik gelar akademik maupun gelar
lainnya. Nama lembaga tempat penulis bekerja biasanya ditulis di bawah nama
penulis, namun boleh juga dituliskan sebagai catatan kaki di halaman pertama.
Apabila penulis lebih dari dua orang, maka nama penulis utama saja yang
dicantumkan di bawah judul, sedangkan nama penulis lainnya dituliskan dalam
catatan kaki.
3. Abstrak dan Kata Kunci
Abstrak dan kata kunci (key words) berisi pernyataan yang mencerminkan ide-ide
atau isu-isu penting di dalam artikel. Untuk artikel hasil penelitian, prosedur
penelitian (untuk penelitian kualitatif termasuk deskripsi tentang subjek yang
diteliti), dan ringkasan hasil penelitian, tekanan diberikan pada hasil penelitian.
Sedangkan untuk artikel nonpenelitian, abstrak berisi ringkasan isi artikel yang
dituangkan secara padat, bukan komentar atau pengantar dari penyunting.
Panjang abstrak 50-75 kata, dan ditulis dalam satu paragraf.
Kata kunci adalah kata pokok yang menggambarkan daerah masalah yang
dibahas dalam artikel atau istilah-istilah yang merupakan dasar pemikiran
gagasan dalam karangan asli berupa kata tunggal atau gabungan kata. Jumlah
kata kunci antara 3-5 kata. Perlu diingat bahwa kata kunci tidak diambil dari katakata yang sudah ada di dalam judul artikel. Kata kunci sangat bermanfaat bagi
pihak lain yang menggunakan mesin penelusuran pustaka melalui jaringan
internet untuk menemukan karya seseorang yang sudah dipublikasikan secara
online.
4. Pendahuluan
Pendahuluan tidak diberi judul, ditulis langsung setelah abstrak dan kata kunci.
Bagian ini menyajikan kajian pustaka yang berisi paling sedikit tiga gagasan: (1)
latar belakang masalah atau rasional penelitian, (2) masalah dan wawasan rencana
pemecahan masalah, (3) rumusan tujuan penelitian (dan harapan tentang manfaat
hasil penelitian).
Sebagai kajian pustaka, bagian ini harus disertai rujukan yang dapat dijamin
otoritas keilmuan penulisnya. Kajian pustaka disajikan secara ringkas, padat dan
mengarah tepat pada masalah yang diteliti. Aspek yang dibahas dapat mencakup
landasan teoretis, segi historis, atau segi lainnya yang dianggap penting. Latar
belakang atau rasional hendaknya dirumuskan sedemikian rupa, sehingga
mengarahkan pembaca ke rumusan penelitian yang dilengkapi dengan rencana
pemecahan masalah dan akhirnya ke rumusan tujuan.
Apabila anda menulis artikel nonpenelitian, maka bagian pendahuluan berisi
uraian yang mengantarkan pembaca pada topik utama yang akan dibahas. Bagian
ini menguraikan hal-hal yang mampu menarik pembaca sehingga mereka tertarik
untuk mengikuti bagian selanjutnya. Selain itu, bagian ini juga diakhiri dengan
rumusan singkat tentang hal-hal yang akan dibahas.
5. Bagian Inti
Bagian ini berisi 3 (tiga) hal pokok, yaitu metode, hasil, dan pembahasan. Pada
bagian metode disajikan bagaimana penelitian dilaksanakan. Uraian disajikan
dalam beberapa paragraf tanpa atau dengan subbagian. Yang disajikan pada
4-20
bagian ini hanyalah hal yang pokok saja. Isi yang disajikan berupa siapa sumber
datanya (subjek atau populasi dan sampel), bagaimana data dikumpulkan
(instrumen dan rancangan penelitian), dan bagaimana data dianalisis (teknik
analisis data). Apabila di dalam pelaksanaan penelitian ada alat dan bahan yang
digunakan, maka spesifikasinya perlu disebutkan.
Untuk penelitian kualitatif, uraian mengenai kehadiran peneliti, subjek penelitian
dan informan, beserta cara memperoleh data penelitian, lokasi dan lama
penelitian, serta uraian tentang pengecekan keabsahan hasil penelitian
(triangulasi) juga perlu dicantumkan.
Bagian hasil adalah bagian utama artikel ilmiah. Bagian ini menyajikan hasil
analisis data. Yang dilaporkan dalam bagian ini adalah hasil analisis saja,
sedangkan proses analisis data misalnya perhitungan statistik, tidak perlu
disajikan. Proses pengujian hipotesis, ternasuk pembandingan antara koefisien
hasil perhitungan statistik dengan koefisien tabel, tidak perlu disajikan. Yang
dilaporkan hanyalah hasil analisis dan hasil pengujian data. Hasil analisis dapat
disajikan dalam bentuk grafik atau tabel untuk memperjelas penyajian hasil secara
verbal, yang kemudian dibahas.
Bagian terpenting dari artikel hasil penelitian adalah pembahasan. Dalam
pembahasan disajikan: (1) jawaban masalah penelitian atau bagaimana tujuan
penelitian dicapai, (2) penafsiran temuan penelitian, (3) pengintegrasian temuan
penelitian ke dalam kumpulan penelitian yang telah mapan, dan (4) menyusun
teori baru atau memodifikasi teori yang telah ada sebelumnya. Jawaban atas
masalah penelitian hendaknya disajikan secara eksplisit. Penafsiran terhadap hasil
penelitian dilakukan dengan menggunakan logika dan teori-teori yang ada.
Pengintegrasian temuan penelitian ke dalam kumpulan yang ada dilakukan
dengan membandingkan temuan itu dengan temuan penelitian yang telah ada
atau dengan teori yang ada, atau dengan kenyataan yang ada di lapangan.
Pembandingan harus disertai rujukan. Jika penelitian ini menelaah teori
(penelitian dasar), teori yang lama dapat dikonfirmasi atau ditolak sebagian atau
seluruhnya. Penolakan sebagian dari teori harus disertai dengan modifikasi teori,
dan penolakan terhadap seluruh teori harus disertai rumusan teori yang baru.
Untuk penelitian kualitatif, bagian ini dapat pula memuat ide-ide peneliti,
keterkaitan antara kategori-kategori dan dimensi-dimensi serta posisi temuan atau
penelitian terhadap temuan dan teori sebelumnya.
Untuk artikel nonpenelitian, bagian inti ini dapat sangat bervariasi bergantung
pada topik yang dibahas. Yang perlu diperhatikan dalam bagian ini adalah
pengorganisasian isi yang dapat berupa fakta, konsep, prosedur, atau prinsip. Isi
yang berbeda memerlukan penataan dengan urutan yang berbeda pula.
6. Penutup
Istilah penutup digunakan sebagai judul bagian akhir dari sebuah artikel
nonpenelitian jika isinya berupa catatan akhir atau yang sejenisnya. Namun
apabila bagian akhir berisi kesimpulan hasil pembahasan sebelumnya, maka
istilah yang dipakai adalah kesimpulan. Pada bagian akhir ini dapat juga
ditambahkan saran atau rekomendasi.
4-21
Untuk artikel hasil penelitian, bagian penutup berisi kesimpulan dan saran yang
memaparkan ringkasan dari uraian yang disajikan pada bagian hasil dan
pembahasan. Kesimpulan diberikan dalam bentuk uraian verbal, bukan
numerikal. Saran disusun berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat. Saran dapat
mengacu pada tindakan praktis, atau pengembangan teoretis, atau penelitian
lanjutan.
7. Daftar Rujukan/Pustaka
Daftar rujukan berisi daftar dokumen yang dirujuk dalam penyusunan artikel.
Semua bahan pustaka yang dirujuk yang disebutkan dalam batang tubuh artikel
harus disajikan dalam daftar rujukan dengan urutan alfabetis. Gaya selingkung
dalam menyusun daftar pustaka bisa bervariasi, bergantung pada disiplin ilmu
yang menjadi payung artikel ilmiah anda atau jurnal yang akan memuat artikel
anda. Bidang Pendidikan atau Psikologi sering menggunakan format APA
(American Psychological Association), sedangkan disiplin ilmu Sejarah
menggunakan Turabian Style atau Chicago Manual, dan bidang Bahasa dan Sastra
menggunakan MLA (Modern Language Association). Apapun gaya yang anda
gunakan, pastikan bahwa gaya penulisan anda konsisten dan sesuai dengan
format yang ditetapkan oleh jurnal/media yang akan menampung tulisan anda.
Untuk itu, anda perlu mencermati lebih dahulu format seperti apa yang harus
anda ikuti sebelum mulai menulis/menyunting artikel ilmiah anda. Secara umum,
yang dicantumkan dalam rujukan (berupa buku) adalah: nama pengarang, tahun
penerbitan, judul, kota tempat penerbitan, dan nama penerbitnya.
Latihan
1. Bedakan artikel hasil penelitian dengan artikel nonpenelitian dari dimensi isi
artikel.
2. Bagian terpenting dari artikel hasil penelitian adalah pembahasan. Apa saja
yang seharusnya disajikan dalam pembahasan?
3. Berdasarkan prosedur pemecahan masalah, ada dua jenis makalah ilmiah,
apa sajakah? Buatlah perbedaan antara keduanya.
4. Bagaimana aturan yang harus diikuti dalam menyusun Daftar Pustaka?
5. Jelaskan sistematika sebuah laporan PTK.
6. Diberikan informasi tentang hasil penelitian/kasus pembelajaran, peserta
dapat merumuskan bagian-bagian tertentu dari sebuah artikel.
4-22
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB I
PENDAHULUAN
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan
bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Gurulah yang menjadi ujung tombak pendidikan, sebab guru secara
langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan
siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil, dan bermoral tinggi. Guru
dituntut untuk memiliki kemampuan yang diperlukan sebagai pendidik dan pengajar.
Sebagai pengajar guru dituntut harus menguasai bahan ajar yang diajarkan dan
terampil dalam mengajarkannya. Cara mengajar seorang guru akan tercermin dalam
proses mengajar belajar.
Dalam proses mengajar belajar, penguasaan materi pelajaran
dan cara
menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Oleh karena itu proses
mengajar belajar harus diupayakan sebaik mungkin dan perlu mendapat perhatian
yang serius. Penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas
sangatlah penting, namun demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran
yang optimal. Komponen lain dalam pembelajaran yang sangat penting dikusai oleh
guru adalah tentang pemahaman mereka tentang karakteristik siswa yang diajarnya,
penguasaan terhadap teori-teori belajar agar dapat mengarahkan peserta didik
berpartisipasi secara intelektual dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna
bagi siswa. Guru juga harus mampu merencanakan pembelajaran, memilih media
pembelajaran yang tepat, melaksanakan proses dan melakukan penilaian. Guru juga
perlu mengerti bagaimana seharusnya melakukan refleksi pembelajaran sehingga
guru dapat melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran yang telah
dilakukan.
1
B. Tujuan
Tujuan penyusunan bahan ajar kompetensi pedagogik ini adalah membantu guru
calon peserta PLPG mendapatkan sumber belajar untuk menambah wawasan para
guru tentang: (1) kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran, (2)
karakteristik siswa dan teori-teori belajar (3) pengelolaan kegiatan pembelajaran agar
lebih profesional di bidangnya sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dan (4)
bagaimana melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan agar dapat
memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilakukan.
C. Peta Kompetensi
Peta kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru sesuai dengan permendikbud
No16 tahun 2007 adalah sebagai berikut.
Standar Kompetensi Pedagogik Guru Mata Pelajaran di
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK
No. KOMPETENSI INTI GURU
1. Menguasai karakteristik
KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN
1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan
peserta didik dari aspek
dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional,
fisik, moral, spiritual, sosial,
moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya.
kultural, emosional, dan
intelektual.
1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata
pelajaran yang diampu.
1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam
mata pelajaran yang diampu.
1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik
dalam mata pelajaran yang diampu.
2
2.
Menguasai teori belajar
2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip
dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata
pembelajaran
pelajaran yang diampu.
yang mendidik.
2.2 Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode,
dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif
dalam mata pelajaran yang diampu.
3.
Mengembangkan
kurikulum yang terkait
3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum.
dengan mata
3.2 Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.
pelajaran yang diampu.
3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diampu.
3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang
terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan
pembelajaran.
3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai
dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik
peserta didik.
3.6 Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian.
4.
Menyelenggarakan
pembelajaran yang
mendidik.
4.1 Memahami prinsip-prinsip perancangan
pembelajaran yang mendidik.
4.2 Mengembangkan komponen-komponen rancangan
pembelajaran.
4.3 Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap,
baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium,
maupun lapangan.
3
4.4 Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas,
di laboratorium, dan di lapangan dengan
memperhatikan standar keamanan yang
dipersyaratkan.
4.5 Menggunakan media pembelajaran dan sumber
belajar yang relevan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran yang diampu untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara utuh.
4.6 Mengambil keputusan transaksional dalam
pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi
yang berkembang.
5
Memanfaatkan teknologi
.
informasi dan komunikasi
5.1 Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pembelajaran yang diampu.
Untuk kepentingan
6
pembelajaran.
Memfasilitasi
.
pengembangan potensi
untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi
peserta didik untuk
secara optimal.
mengaktualisasikan
berbagai potensi yang
6.1 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran
6.2 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran
untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik,
termasuk kreativitasnya.
7.1 Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang
7
dimiliki.
Berkomunikasi secara
.
efektif, empatik, dan
efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan,
santun dengan peserta
dan/atau bentuk lain.
didik.
7.2 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam
interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang
terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi
psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam
permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan
kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons
peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi
4
8
Menyelenggarakan
8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi
.
penilaian dan evaluasi
proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik
proses dan hasil belajar.
mata pelajaran yang diampu.
8.2 Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar
yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.
8.3 Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi
proses dan hasil belajar.
8.4 Mengembangkan instrumen penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar.
8.5 Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil
belajar secara berkesinambungan dengan
mengunakan berbagai instrumen.
8.6 Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar
untuk berbagai tujuan.
9
Memanfaatkan hasil
.
penilaian dan evaluasi untuk
8.7 Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar.
9.1 Menggunakan informasi hasil penilaian dan
evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar
kepentingan pembelajaran. 9.2 Menggunakan informasi hasil penilaian dan
evaluasi untuk merancang program remedial dan
pengayaan.
9.3 Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi
kepada pemangku kepentingan.
9.4 Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan
evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran.
5
10. Melakukan tindakan
10.1 Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah
reflektif untuk peningkatan
kualitas
dilaksanakan.
10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan
pembelajaran.
pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran
yang diampu.
10.3 Melakukan penelitian tindakan kelas untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata
pelajaran yang diampu.
(Sumber: Permendikbud No. 16 Tahun 2007)
D. Ruang Lingkup
Penyusunan sumber belajar ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas
bagi guru tentang kompetensi pedagogik yang harus dikuasai Guru. Dalam sumber
belajar
ini akan dibahas secara singkat 8 kegiatan pembelajaran dimana pada
masing-masing kegiatan pembelajaran akan diberikan Tujuan, Indikator Pencapaian
Kompetensi, Uraian Materi, Latihan, Umpan Balik dan Tindak Lanjut, serta Daftar
Pustaka yang bisa dirujuk untuk mempelajari lebih jauh uraian materi yang telah
diberikan.
Materi yang dibahas dalam sumber belajar ini tertuang dalam 8 kegiatan belajar
sebagai berikut ini.
Kegiatan Belajar 1 : Karakteristik Siswa
Kegiatan Belajar 2 : Teori Belajar
Kegiatan Belajar 3 : Kurikulum 2013
Kegiatan Belajar 4 : Desain Pembelajaran
Kegiatan Belajar 5 : Media Pembelajaran
Kegiatan Belajar 6 : Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan Belajar 7 : Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
Kegiatan Belajar 8 : Refleksi Pembelajaran dan PTK
6
E.
Saran Cara Penggunaan Sumber Belajar
Sumber belajar ini secara khusus diperuntukkan bagi guru yang akan mengikuti
pendidikan dan pelatihan kompetensi guru (PLPG) setelah menempuh Ujian
Kompetensi Guru (UKG) atau sedang belajar mandiri secara individu atau dengan
teman sejawat.
Berikut ini beberapa saran dalam cara penggunaan dan pemanfaatan sumber belajar
ini.
1. Bacalah sumber belajar ini secara runtut, dimulai dari Pendahuluan, agar dapat
lebih mudah dan lancar dalam mempelajari kompetensi dan materi dalam sumber
belajar ini.
2. Materi di dalam sumber belajar ini lebih bersifat ringkas dan padat, sehingga
dimungkinkan untuk menelusuri literatur lain yang dapat menunjang penguasaan
kompetensi.
3. Setelah melakukan aktivitas membaca sumber belajar, barulah berusaha sekuat
pikiran, untuk menyelesaikan latihan dan/atau tugas yang ada. Jangan tergoda
untuk melihat kunci dan petunjuk jawaban. Kemandirian dalam mempelajari
sumber belajar ini akan menentukan seberapa jauh penguasaan kompetensi.
4. Setelah memperoleh jawaban atau menyelesaikan tugas, bandingkan dengan
kunci atau petunjuk jawaban.
5. Lakukan refleksi berdasarkan proses belajar yang telah dilakukan dan
penyelesaian latihan/tugas.. Hasil refleksi yang dapat terjadi antara lain
ditemukan beberapa bagian yang harus direviu dan dipelajari kembali, ada bagian
yang perlu dipertajam atau dikoreksi, dan lain lain.
6. Setelah mendapatkan hasil refleksi, rencanakan dan lakukan tindak lanjut yang
relevan.
7
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB II
KARAKTERISTIK SISWA
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 1: KARAKTERISTIK SISWA
A. Tujuan
Modul ini disusun untuk menjadi bahan belajar bagi guru terkait materi
karakteristik siswa dalam program Guru Pembelajar. Tujuan belajar yang akan
dicapai adalah memahami tahap-tahap perkembangan siswa sehingga dapat
menyediakan materi pelajaran dan metode penyampaian yang sesuai dengan
karakteristik siswa sesuai dengan tahap perkembangannya
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Kompetensi Inti
Menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, kultural, emosional, dan
intelektual
2. Kompetensi Guru Mata Pelajaran
a.
Memahami karateristik siswa yang berkaitan dengan aspek fisik,
intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial
budaya sesuai dengan tahap perkembangannya
b. Menyiapkan
dan
materi
pelajaran
sesuai
dengan
tingkat
perkembangannya.
c.
Marancang kegiatan pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa
berdasarkan pada tahap perkembangannya.
C. Uraian Materi
Siswa sebagai subyek pembelajaran merupakan individu aktif dengan berbagai
karakteristiknya, sehingga dalam proses pembelajaranjh terjadi interaksi timbal
balik, baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Oleh
karena itu, salah satu dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah
memahami karakteristik anak didiknya, sehingga tujuan pembelajaran, materi
yang disiapkan, dan metode yang dirancang untuk menyampaikannya benar-benar
sesuai dengan karakteristik siswanya.
Perbedaan
karakteristik
anak
salah
satunya
dapat
dipengaruhi
oleh
perkembangannya. Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu
1
sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemkuan spermatozoid dengan sel telur
sampai dengan dewasa.
1. Metode dalam psikologi perkembangan
Ada dua metode yang sering dipakai dalam meneliti perkembangan manusia, yaitu
longitudinal dan cross sectional. Dengan metode longitudinal, peneliti mengamati
dan mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia dalam waktu
yang lama. Misalnya penelitan Luis Terman (dalam Clark, 1984) yang mengikuti
perkembangan sekelompok anak jenius dari masa prasekolah sampai masa
dewasa waktu mereka sudah mencapai karier dan kehidupan yang mapan.
Perbedaan karakteristik setiap saat itulah yangt diasumsikan sebagai tahap
perkembangan. Penelitian dengan metode longitudinal mempunyai kelebihan,
yaitu kesimpulan yang diambil lebih meyakinkan, karena membandingkan
karakteristik anak yangbvsama pada usia yang berbeda-beda, sehingga setiapo
perbedaan dapat diasumsiukan sebagai hasil perkembangan dan pertumbuhan.
Tetapi, metode ini memerlukan waktu sangat lama untuk mendapat hasil yang
sempurna.
Dengan metode cross sectional, peneliti mengamati dan mengkaji banyak anak
dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Misalnya, penelitian yang pernah
dilakukan oleh Arnold Gessel (dalam Nana Saodih Sukmadinata, 2009) yang
mempelajari ribuan anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri fisik dan
mentalnya, pola-pola perkembangan dan memampuannya, serta perilaku mereka.
Perbedaan karakteristik setiap kelompok itulah yang diasumsikan sebagai tahapan
perkembangan. Dengan pendekatan cross-sectional, proses penelitian tidak
memerlukan waktu lama, hasil segera dapat diketahui. Kelemahannya, peneliti
menganalisis perbedaan karakteristik anak-anak yang berbeda, sehingga
diperlukan kehati-hatian dalam menarik kesimpulan, bahwa perbedaan itu
semata-mata karena perkembangan.
2. Pendekatan dalam psikologi perkembangan
Manusia merupakan kesatuan antara jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisahpisahkan. Manusia merupakan individu yang kompleks, terdiri dari banyak aspek,
termasuk jsamani, intelektual, emosi, moral, social, yang membentuk keunikan
2
pada setiap orang. Kajian perkembangan manuasi dapat menggunakan
pendekatan menyeluruh atau pendekatan khusus (Nana Sodih Sukmadinata,
2009). Menganalisis seluruh segi perkembangan disebut pendekatan menyeluruh
/ global. Segala segi perkembangan dideskripsikan dalam pendekatan ini, seperti
perkembangan fisik, motorik, social, intelektual, moral, intelektual, emosi, religi,
dsb.
Walaupun demikian, untuk mempermudah penelitian, pembahasan dapat
dilakukan per aspek perkembangan. Misalnya, ada peneliti yang memfokuskan
kajiannya pada perkambangan aspek fisik saja, aspek intelektual saja, aspek moral
saja, aspek emosi saja, dsb. Inilah yang dikenal dengan pendekatan khusus
(spesifik).
3. Teori perkembangan
Ada berbagai teori perkembangan. Dalam buku ini akan dibahas beberapa teori
yang sering menjadi acuan dalam bidang pendidikan, yaitu teori yang termasuk
teori menyeluruh / global ( Rousseau, Stanley Hall, Havigurst), dan teori yang
termasuk khusus / spesifik (Piaget, Kohlbergf, Erikson), seperti yang diuraikan
dalam Nana Saodih Sukmadinata (2009).
a.
Jean Jacques Rousseau
Jean Jacques Rousseau merupakan ahli pendidikan beraliran liberal yang
menjadi pendorong pembelajaran discovery. Rousseau mulai mendakan
kajian pada 1800an. Menurutn Rousseau,
perkembangan anak terbagi
menjadi empat tahap, yaitu
1) Masa bayi infancy (0-2 tahun).
Oleh Rousseau, usia antara 0-2 tahun adalah masa perkembangan fisik.
Kecepatan pertumbuhan fisik lebih dominan dibandingkan perkembangan
aspek lain, sehingga anak disebut sebagai binatang yang sehat.
2) Masa anak / childhood (2-12 tahun)
Masa antara 2-12 tahun disebut masa perkembangan sebagai manusia
primitive. Kecuali masih terjadi pertumbuhan fisik secara pesat, aspek lain
sebagai manusia juga mulai berkembang, misalnya kemampuan berbicara,
berfikir, intelektual, moral, dll.
3
3) Masa remaja awal / pubescence (12-15 tahun)
Masa usia 12-15, disebut masa remaja awal / pubescence, ditandai dengan
perkembangan pesat intelektual dan kemampuan bernalar juga disebut
masa bertualang.
4) Masa remaja / adolescence (15-25 tahun)
Usia 15-25 tahun disebut maswa remaja / adolescence. Pada masa ini
tejadi perkembangan pesat aspek seksual, social, moral, dan nurani, juga
disebut masa hidup sebagai manusia beradab.
b. Stanley Hall
Stanley Hall, seorang psikolog dari Amerika Serikat, merupakan salah satu
perintis kajian ilmiah tentang siklus hidup (life span) yang berteori bahwa
perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal
bagian dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan psikologis, namun
demikian, factor lingkungan dapat mempengaruhi cepat lambatnya
perubahan tersebut. Misalnya, usia enam tahun adalah usia masuk sekolah di
lingkungan tertentu, tetapi ada yang memulai sekolah pada usia lebih lambat
di lingkungan yang lain. Konsekuensinya, irama perkembangan anak di kedua
lingkungan
tersebut
dapat
berbeda.
Stanley
Hall
membagi
masa
perkembangan menjadi empat tahap, yaitu:
1) Masa kanak-kanak / infancy (0-4 tahun)
Pada usia-usia ini, perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu
melata atau berjalan.
2) Masa anak / childhood (4-8 tahun)
Oleh Hall, masa ini disebut masa pemburu, anak haus akan pemahaman
lingkungannya,
sehingga
akan
berburu
kemanapun,
mempelajari
lingkungan sekitarnya.
3) Masa puber / youth 8-12 tahun)
Pada masa ini anak tumbuh dan berkembang tetapi sebhagai makhluk yang
belum beradab. Banyak hal yang masih harus dipelajari untuk menjadi
4
makhluk yang beradab di lingkungannya, seperti yangt berkaitan dengan
social, emosi, moral, intelektual.
4) Masa remaja / adolescence (12 – dewasa)
Pada masa ini, anak mestinya sudah menjadi manusia beradab yang dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dunia yang selalu berubah.
Perspektif life span seperti yang dipelopori oleh Stanley Hall dkk. Dapat
dibuktikan pada tahap masa remaja sampai dewasa. Misalnya, pada
masyarakat tertentu yang masih terbelakang, anak justru cepat menjadi
dewasa. Karena pendidikan hanya tersedia sampai sekolah dasar,
masayrakat cenderung mulai bekerja dan berkeluarga dalam usia muda.
Sebaliknya, pada masyarakat yang semua warganegaranya mencapai
pendidikan tinggi, anak-anak menjadi dewasa pada usia yang lebih lanjut.
c.
Robert J. Havigurst
Robert J. Havigurst dari Universitas Chicago mulai mengembangkan konsep
developmental task (tugas perkembangan) pada tahun 1940an, yang
menggabungkan antara dorongan tumbuh
/ berkembang sesuai dengan
kecepatan pertumbuhannya denga tantangan dan kesempatan yang diberikan
oleh lingkungannya. Havigurst menyusun tahap-tahap perkembangan menjadi
lima tahap berdasarkan problema yang harus dipecahkan dalam setiap fase.,
yaitu:
1) Masa bayi / infancy (0 – ½ tahun)
2) Masa anak awal / early childhood (2/3 – 5/7 tahun)
3) Masa anak / late childhood (5/7 tahun – pubesen)
4) Masa adolesense awal / early adolescence (pubesen – pubertas_)
5) Masa adolescence / late adolescence (pubertas – dewasa)
Menurut teori ini, dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap
perkembangan (developmental stages) Aada sepuluh tugas perkembangan
yang harus dikuasai anak pada setiap fase, yaitu:
1) Ketergantungan – kemandirian
2) Memberi – menerima kasih saying
3) Hubungan social
5
4) Perkembangan kata hati
5) Peran biososio dan psikologis
6) Penyesuaian dengan perubahan badan
7) Penguasaan perubahan badan dan motorik
8) Memahai dan mengendalikan lingkungan fisik
9) Pengembangan kemampuan konseptual dan sistem symbol
10) Kemampuan meolihat hubungan denganh alam semesta
Dikuasai atau tidaknya tugas perkembangan pada setiap fase akan
mempengaruhi penguasaan tugas-tugas pada fase berikutnaya.
d. Jean Piaget
Jean Piaget latar belakangnya adalah pakar biology dari Swiss yang hidup pada
tahun 1897 sampai tahun 1980 (Harre dan Lamb), 1988).
Teri-teorinya
dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap tiga orang anak kandungnya
sendiri, kebanyakan berdasarkan hasil pengamatan pembicaraanya dengan
anak atau antar anak-anak sendiri. Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam
aspek perkembangan kognitif anak dan mengelompokkannya dalam empat
tahap, yaitu:
1) Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)
Tahap ini juga disebut masa discriminating dan labeling. Pada masa ini
kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak reflex, bahasa awal, dan
ruang waktu sekarang saja.
2) Tahap praoperasional (2-4 ahun)
Pada tahap praoperasional, atau prakonseptual, atau disebut juga dengan
masa intuitif, anak mulai mengembangkan kemampuan menerima stimulus
secara terbatas. Kemampuan bahasa mulai berkembang, pemikiran masih
statis, belum dapat berfikir abstrak, dan kemampuan persepsi waktu dan
ruang masih terbatas.
6
3) Tahap operasional konkrit (7-11 tahun)
Tahap ini juga disebut masa performing operation. Pada masa ini, anak
sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan,
menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi.
4) Tahap operasonal formal (11-15 tahun)
Tahap ini juga disebut masa proportional thinking. Pada masa ini, anak
sudah mampu berfikir tingkat tinggi, seperti berfikir secara deduktif,
induktif, menganalisis, mensintesis, mampu berfikir secara abstrak dan
secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai masalah.
e.
Lawrence Kohlberg
Mengacu
kepada
teori
perkembangan
Piaget
yang berfokus pada
perkembangan kognitif, Kohlberg lebih berfokus pada kognitif moral atau
moral reasoning. Kemampuan kognitif moral seseorang dapat diukur dengan
menghadapkannya dengan dilemna moral hipotesis yang terkait dengan
kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban moral.
Manurut Kohlberg, perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga
tahapan, yaitu:
1) Preconventional moral reasoning
a) Obidience and paunisment orientation
Pada tahap ini, orientasi anak masih pada konsekuensi fisik dari
perbuatan benar – salahnya, yaitu hukuman dan kepatuhan. Mereka
hormat kepada penguasa, penguasalah yang menetapkan aturan /
undang-undang, mereka berbuat benar untuk menghindari hukuman.
b) Naively egoistic orientation
Pada tahap ini, anak beorientasi pada instrument relative. Perbuatan
benar adalah perbuatan yang secara instrument memuaskan
keinginannya
sendiri
dan
(kadang-kadang)
juga
orang
lain.
Kepeduliannya pada keadilan / ketidakadilan bersifat pragmatic, yaitu
apakah mendatangkan keuntungan atau tidak.
7
2) Conventional moral reasoning
a) Good boy orientation
Pada tahap ini, orientasi perbuatan yang baik adalah yang
menyenangkan, membantu, atau diepakati oleh orang lain. Orientasi
ini juga disebut good / nice boy orientation. Anak patuh pada karakter
tertentu yang dianggap alami, cenderung mengembangkan niat baik,
menjadi anak baik, saling berhubungan baik, peduli terhadap orang
lain.
b) Authority and social order maintenance orientation
Pada tahap ini, orientasi anak adalah pada aturan dan hukum. Anak
menganggap perlunya menjaga ketertiban, memenuhi kewajiban dan
tugas umum, mencegah terjadinya kekacauan system. Hukum dan
perintah penguasa adalah mutlak dan final, penekanan pada kewajiban
dan tugas terkait dengan perannya yang diterima di masyarakat dan
public.
3) Post conventional moral reasoning
a) Contranctual legalistic orientation
Pada tahap ini, orientasi anak pada legalitas kontrak social. Anak mulai
peduli pada hak azasi individu, dan yang baik adalah yang disepakati
oleh mayoritas masyarakat. Anak menyadari bahwa nilai (benar/salah,
baik/buruk, suka/tidak sukad, dll) adalah relative, menyadari bahea
hukum adalah intrumen yang disetujui untuk mengatur kehidupan
masyarakat, dan itu dapat diubha melalui diskusi apabila hukum gagal
mengetur masyarakat.
b) Conscience or principle orientation
Pada tahap ini, orientasi adalah pada prinsip-prinsip etika yang bersifat
universal. Benar-salah harus disesuaikan dengan tuntutan prinsipprinsip etika yang bersifat ini sari dari etika universal. Aturan hukum
legal harus dipisahkan dari aturan moral. Masing-masing (kukum legal
dan moral) harus diakui terpisah, masing-masing mempunyai
8
penerapannya sendiri, tetapi tetap mengacu pada nilai-nilai etika /
moral.
f.
Erick Homburger Erickson
Erickson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut Sigmund
Freud. Dia memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak.
Menurut Erickson (dalam Harre dan Lamb, 1988), dalam perkembangan, anak
melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages), disebut siklus
kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan adanya krisis psikososial tertentu.
Teori Erickson ini secara luas banyak diterima, karena menggambarkan
perkembangan manuasia mencakup seluruh siklus kehidupan dan mengakui
adanya interaksi antara individu dengan kontek social. Kedelapan tahap
tersebut digambarkan pada table 1.1.
Tabel 1.1: Perkembangan Psikososial Erickson
TAHAP
USIA
KRISIS PSIKOSOSIAL
KEMAMPUAN
I
0-1
Basic trust vs mistrust
Menerima,
dan
sebaliknya, memberi
II
III
2-3
3-6
Autonomy
vs
shame
and Menahan
atau
doubt
membiarkan
Initiative vs guilt
Menjadikan (seperti)
permainan
IV
7-12
Industry vs inferiority
Membuat
atau
merangkai sesuatu
V
12-18
Identity vs role confusion
Menjadi diri sendiri,
berbagi konsep diri
VI
20an
Intimacy vs isolation
Melepas
mencari jati diri
VII
20-50
Generativity vs stagnation
Membuat,
memelihara
VII
>50
Ego integrity vs despair
9
dan
Pada tahap Basic trust vs mistrust (infancy – bayi), anak baru mulai mengenal
dunia, perhatian anak adalah mencari rasa aman dan nyaman. Lingkungan dan
sosok yang mampu menyediakan rasa nyaman / aman itulah yang dipercaya
oleh anak, sebalinya, yang menjadikan sebaliknya, cenderung tidak dipercaya.
Rasa aman dan nyaman ini terkait dengan kebutuhan primer seperti makan,
minum, pakaian, kasih sayang. Sosok ibu atau pengasuh biasanya sangat
dipercaya karena setiap mendatangkan kenyamanan. Sedangkan orang yang
dianggap asing akan ditolaknya.
Pada tahap Autonomy vs shame and doubt (toddler – masa bermain), anak
tidak ingin sepenuhnya tergantung pada orang lain. Aanak mulai mempunyai
keinginan dan kemauan sendiri. Dalam masa ini, orangtua perlu memberikan
kebebasan yang terkendali, karena apabila anak terlalu dikendalikan / didikte,
pada diri anak dapat tumbuh rasa selalu was-was, ragu-ragu, kecewa.
Pada tahap Initiative vs guilt (preschool – prasekolah), pada diri anak mulai
tumbuh inisiatif yang perlu difasilitasi, didorong, dan dibimbing oleh orang
dewasa disekitarnya. Anak mulai bertanggungjawab atas dirinya sendiri.
Berbagai aktifitas fisik seperti bermain, berlari, lompat, banyak dilakukan.
Kurangnya dukungan dari lingkungan, misalnya terlalu dikendalikan,
kurangnya fasilitas, sehingga inisiatifnya menjadi terkendala, pada diri anak
akan timbul rasa kecewa dan bersalah.
Pada tahap ini, Industry vs inferiority (schoolage – masa sekolah), anak
cenderung luar biasa sibuk melakukan berbagai aktifitas yang diharapkan
mempunyai hasil dalam waktu dekat. Keberhasilan dalam aktifitas ini akan
menjadikan anak merasa puas dan bangga. Sebaliknya, jika gagal, anak akan
merasa rendah diri. Oleh karena itu, anak memerlukan bmbngan dan fasilitasi
agar tidak gagal dan setiap aktifitasnya.
Pada tahap Identity vs role confusion (asolescence – remaja), anak dihadapkan
pada kondisi pencarian identittas diri. Jatidiri ini akan akan berpengaruh besar
pada masa depannya. Pengaruh lingkungan sangat penting. Lingkungan yang
baik akan menjadikan anak memiliki jati diri sebagai orang baik, sebaliknya
lingkunganh yang tidak baik anak membawanya menjadi pribadi yang kurang
10
baik. Orang tua harus menjamin bahwa anak berada dalam lingkungan yang
baik, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, misalnya menjadi
anggota geng anak nakal, anak jalanan, pemabuk, narkoba, dll., adalah
disebabkan karena anak keliru dalam membangun identitas diri.
Pada tahap Intimacy vs isolation (young adulthood – dewasa awal), anak mulai
menyadari bahwa meskipun dalam banyak hal memerlukan komunikasi
dengan masyarakat dan teman sebaya, dalam hal-hal tertentu, ada yang
memang harus bersifat privat. Ada hal-hal yang hanya dibicarakan dengan
orang tertentu, ada orang tertentu tempat mencurahkan isi hati, memerlukan
orang yang lebih dekat secara pribadi, termasuk pasangan lawan jenis.
Kegagalan pada tahp ini dapat mengakibatkan anak merasa terisolasi di
kehidupan masyarakat.
Tahap Generativity vs stagnation (middle adulthood – dewasa tengah-tengan)
menandai munculnya rasa tanggungjawab atas generasi yang akan datang.
Bentuk kepedulian ini tidak hanya dalam bentuk peran sebagai orangtua,
tetapi juga perhatian dan kepeduliannya pada anak-anak yang merupakan
generasi penerus. Ada rasa
was-was akan
generasi penerusnya
(keturunannya), seperti apakah mereka nanti, bahagiakah, terpenuhi
kebutuhannyakah? Atau akan stagnan, bertenti sama sekali.
Tahap ini, Ego integrity vs despair (later adulthood – dewasa akhir), adalah
tahap akhir dari siklus kehidupan. Individu akan melakukan introspeksi,
mereview kembali perjalanan kehidupan yang telah dilalui dari hari ke hari,
dari tahun ke tahun, dari karier satu ke karier lainnya. Yang pali ng diharapkan
adalah jika tidak ada penyesalan.
D. Daftar Pustaka
1.
Clark, b. (1984). Growing Up Gifted. Boston, MA: . Prentice Hall.
2.
Harre, R. & Lamb, R. (eds). (1988). The encyclopedic Dictionary of Psychology.
Cambridge, MA: MIT Press.
11
3.
Sugiman, Sumardiyono, Marfuah (2016). Guru Pembelajar : Modul
Matematika SMP – Karakteristik Siswa . Jakarta: Dtjen Guru Dan Tenaga
Kependidikan.
4.
Sukmadinata, N.S.(2009). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
12
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB III
TEORI BELAJAR
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 2: TEORI BELAJAR
A. Tujuan
Peserta pelatihan dapat menjelaskan teori belajar dan mampu memberikan
contoh penerapannya dalam pembelajaran matematika.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Mampu mendeskripsikan teori belajar behavioristik
2. Mampu mendeskripsikan teori belajar Vygotsky
3. Mampu mendeskripsikan teori belajar van Hiele
4. Mampu mendeskripsikan teori belajar Ausubel
5. Mampu mendeskripsikan teori belajar Bruner
6. Mampu menerapkan teori belajar
dalam pembelajaran matematika
C. Uraian Materi
Dalam proses mengajar belajar, penguasaan seorang
guru dan cara
menyampaikannya merupakan syarat yang sangat essensial. Penguasaan guru
terhadap materi pelajaran dan pengelolaan kelas sangatlah penting, namun
demikian belum cukup untuk menghasilkan pembelajaran yang optimal. Selain
menguasai materi matematika guru sebaiknya menguasai tentang teori-teori
belajar, agar dapat mengarahkan peserta didik berpartisipasi secara intelektual
dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai
dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru yang menyebutkan bahwa penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik menjadi salah satu unsur kompetensi pedagogik
yang harus dimiliki guru.
Jika seorang guru akan menerapkan suatu teori belajar dalam proses
belajar mengajar, maka guru tersebut harus memahami seluk beluk teori belajar
tersebut sehingga selanjutnya dapat merancang dengan baik bentuk proses
belajar mengajar yang akan dilaksanakan. Psikologi belajar atau disebut dengan
Teori Belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental)
1
siswa. Di dalamnya terdiri atas dua hal, yaitu: (1) uraian tentang apa yang terjadi
dan diharapkan terjadi padaintelektual anak, (2) uraian
intelektual anak mengenai
tentang kegiatan
hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu.
Terdapat dua aliran dalam psikologi belajar, yakni aliran psikologi tingkah laku
(behavioristic)dan aliran psikologi kognitif.
1. Teori belajar behavioristik
Psikologi belajar atau disebut
juga dengan teori belajar adalah teori
yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) individu (Suherman, dkk:
2001: 30). Didalamnya terdapat dua hal, yaitu 1) uraian tentang apa yang terjadi
dan diharapkan terjadi pada intelektual; dan 2) uraian
tentang kegiatan
intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu. Dikenal
dua teori belajar, yaitu teori belajar tingkah laku (behaviorism) dan teori belajar
kognitif. Teori belajar tingkah laku dinyatakan oleh Orton (1987: 38) sebagai
suatu
keyakinan bahwa pembelajaran terjadi
melalui
hubungan stimulus
(rangsangan) dan respon (response). Berikut dipaparkan empat teori belajar
tingkah laku yaitu teori belajar dari Thorndike, Skinner, Pavlov, dan Bandura.
a.
Teori Belajar dari Thorndike
Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan beberapa hukum
belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Belajar akan lebih
berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan
rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul
sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini
termasuk reinforcement. Setelah
anak
berhasil melaksanakan tugasnya
dengan tepat dan cepat, pada diri anak muncul kepuasan diri sebagai
akibat sukses yang diraihnya. Anak memperoleh suatu kesuksesan yang pada
gilirannya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan berikutnya.
Teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut
juga teori belajar koneksionisme.Pada hakikatnya belajar merupakan proses
pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil
atau hukum yang terkait dengan teori koneksionisme yaitu hukum kesiapan
2
(law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of
effect).
1) Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan kesiapan seorang anak
dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai
kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu
kemudian
melakukan kegiatan
tersebut, maka
tindakannya akan
melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia
lakukan tidak menimbulkan kepuasan bagi dirinya.
2) Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan
stimulus- respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat,
sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka
makin lemah hubungan yang terjadi. Hukum latihan pada dasarnya
menggunakan dasar
bahwa stimulus dan
respon akan
memiliki
hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering
terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang
terjadi akan bersifat otomatis. Seorang anak yang dihadapkan pada
suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan
tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu
sebelumnya.
3) Hukum akibat (law of effect) menjelaskan bahwa apabila asosiasi yang
terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka
asosiasi akan semakin meningkat. Hal ini berarti bahwa kepuasan yang
terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi
anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan
apa yang telah dicapainya itu.
Selanjutnya Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut:
1) Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response)
Individu
diawali
dengan
proses
trial
and error
yang menunjukkan
bermacam- macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
3
2) Hukum sikap (law of attitude)
Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus
dan respon saja, tetapi juga ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri
individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
3) Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element)
Individu dalam proses belajar memberikan respons pada stimulus tertentu
saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
4) Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy)
Individu dapat melakukan respons pada situasi yang belum pernah dialami
karena
individu
sesungguhnya dapat
belum pernah dialami
sehingga
dengan
situasi
menghubungkan situasi
yang
lama yang pernah dialami
terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah
dikenal ke situasi
baru. Semakin banyak unsur yang sama, maka transfer
akan semakin mudah.
5) Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting)
Proses
peralihan dari
dikenal dilakukan
situasi
yang dikenal
ke situasi
yang belum
secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit
demi sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian
teorinya, Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak
cukup untuk memperkuat hubungan stimulus-respons, sebaliknya tanpa
pengulangan belum tentu akan memperlemah hubungan stimulus-respons.
2) Hukum akibat (law of effect) direvisi, karena dalam penelitiannya lebih
lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Jika
diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan hubungan stimulusrespons, sedangkan jika diberikan hukuman (punishment) tidak berakibat apaapa.
4
3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus-respons bukan kedekatan,
tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respons.
4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada
individu lain.
Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar seharihari adalah bahwa:
1) Untuk menjelaskan suatu konsep, guru sebaiknya mengambil contoh
yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat
peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.
2) Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practice) akan lebih
cocok untuk penguatan dan hafalan. Dengan penerapan metode tersebut
siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respon yang
diberikan pun akan lebih banyak.
3) Hierarkis penyusunan komposisi materi dalam kurikulum merupakan hal
yang penting.Materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan sukar
sesuai dengan tingkat kelas, dan tingkat sekolah. Penguasaan materi yang
lebih mudah sebagai akibat untuk dapat menguasai materi yang lebih
sukar. Dengan kata lain topik (konsep) prasyarat harus dikuasai dulu agar
dapat memahami topik berikutnya.
b. Teori Belajar Pavlov
Pavlov
terkenal dengan
teori
belajar
klasik. Pavlov
konsep pembiasaan (conditioning). Terkait
dengan
mengemukakan
kegiatan
belajar
mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya,
agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah
dengan baik, biasakanlah
dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil
pekerjaannya.
5
c. Teori Belajar Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau
penguatan
mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat
perbedaan
antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon
yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya
subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan
meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah pada hal-hal
yang dapat diamati dan diukur.
Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika
penguatan tersebut seiring dengan
meningkatnya perilaku
anak dalam
melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang
diberikan pada anak memperkuat tindakan anak, sehingga anak semakin
sering melakukannya. Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian
yang diberikan pada anak. Sikap guru yang bergembira pada saat anak
menjawab pertanyaan, merupakan penguatan positif pula. Untuk mengubah
tingkah laku anak dari negatif menjadi positif, guru perlu mengetahui
psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dan
mengendalikan tingkah laku anak. Guru di dalam kelas mempunyai tugas
untuk mengarahkan anak dalam aktivitas
belajar, karena
pada saat
tersebut, kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi
ataupun larangan pada anak didiknya.
Penguatan akan berbekas pada diri anak. Mereka yang mendapat pujian
setelah berhasil menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan biasanya
akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat.
Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi anak untuk
rajin belajar dan mempertahankan prestasi yang diraihnya. Penguatan seperti
ini sebaiknya segera
diberikan dan tak perlu
ditunda-tunda. Karena
penguatan akan berbekas pada anak, sedangkan hasil penguatan diharapkan
positif, maka
penguatan yang
6
diberikan tentu
harus diarahkan pada
respon anak yang benar. Janganlah memberikan penguatan atas respon anak
jika respon tersebut sebenarnya tidak diperlukan.
Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas
pencapaian tujuan)
harus segera diberi penguatan positif agar respon
tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan.
Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak
menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negatif agar
respon tersebut tidak diulangi lagi dan berubah menjadi respon yang
sifatnya positif. Penguatan negatif ini bisa berupa teguran, peringatan, atau
sangsi (hukuman edukatif).
d. Teori belajar Bandura
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar melalui meniru. Pengertian
meniru
di sini bukan berarti menyontek, tetapi
dilakukan
meniru
oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan
hal-hal yang
guru baik, guru
berbicara sopan santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar,
tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka
siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik ia pun
menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang
profesional.
Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks
otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori
belajar
behavioristik dengan penguatan dan psikologi
kognitif, dengan
prinsip modifikasi perilaku.Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari
Bandura didasarkan pada tiga konsep, yaitu:
1) Reciprocal determinism
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk
interaksi timbal-balik yang terus menerus antara kognitif, tingkah laku,
dan
lingkungan.
Orang
menentukan/mempengaruhi
7
tingkahlakunya
dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh
kekuatan lingkungan itu.
2) Beyond reinforcement
Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada
reinforcement. Jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus dipilahpilah untuk direforse satu persatu, bisa jadi orang malah tidak belajar
apapun. Menurutnya, reinforcement penting dalam menentukan apakah
suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satusatunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu
hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya.
Belajar melalui observasi tanpa ada reinforcement yang terlibat, berarti
tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi.
3) Self-regulation/cognition
Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ketidaksenangan atau
ketidakmampuan mereka untuk menjelaskan proses
kognitif. Konsep
bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri
sendiri
(self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara
mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, dan mengadakan
konsekuensi bagi bagi tingkah lakunya sendiri.
Prinsip dasar belajar sosial (social learning) adalah:
1) Sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan
(imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
2) Dalam hal ini, seorang siswa mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian
cara orang/sekelompok orang yang mereaksi/merespon sebuah stimulus
tertentu.
3) Siswa dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan
terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya: guru/orang tuanya.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan
moral siswa ditekankan pada perlunya pembiasaan merespons (conditioning)
dan peniruan (imitation).
8
Teori belajar sosial memiliki banyak implikasi untuk penggunaan di dalam
kelas, yaitu:
1) Siswa sering belajar hanya dengan mengamati orang lain, yaitu guru.
2) Menggambarkan konsekuensi perilaku yang dapat secara efektif meningkatkan
perilaku yang sesuai dan menurunkan yang tidak pantas. Hal ini dapat
melibatkan berdiskusi dengan pelajar tentang imbalan dan konsekuensi dari
berbagai perilaku.
3) Modeling menyediakan alternatif untuk membentuk perilaku baru untuk
mengajar. Untuk mempromosikan model yang efektif, seorang guru harus
memastikan bahwa empat kondisi esensial ada, yaitu perhatian, retensi,
motor reproduksi, dan motivasi
4) Guru dan orangtua harus menjadi model perilaku yang sesuai dan berhatihati agar mereka tidak meniru perilaku yang tidak pantas,
5) Siswa harus
percaya
tugas sekolah. Sehingga
bahwa mereka
sangat
penting
mampu menyelesaikan tugasuntuk
mengembangkan rasa
efektivitas diri untuk siswa. Guru dapat meningkatkan rasa efektivitas diri
siswa dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri siswa, memperlihatkan
pengalaman orang lain menjadi
sukses,
danmenceritakan
pengalaman
sukses guru atau siswa itu sendiri.
6) Guru harus membantu siswa menetapkan harapan yang realistis untuk prestasi
akademiknya. Guru harus memastikan bahwa target prestasi siswa tidak lebih
rendah dari potensi siswa yang bersangkutan.
7) Teknik pengaturan diri menyediakan metode yang efektif untuk meningkatkan
perilaku siswa.
2. Teori belajar Vygotsky
Menurut
pandangan konstruktivisme tentang belajar, individu
akan
menggunakan pengetahuan siap dan pengalaman pribadiyang telah dimilikinya
untuk
membantu memahami masalah
atau
materi
baru. King (1994)
menyatakan bahwa individu dapat membuat inferensi tentang informasi baru
itu,
menarik
perspektif
dari beberapa aspek
9
pada
pengetahuan yang
dimilikinya, mengelaborasi materi baru dengan menguraikannya secara rinci, dan
menggeneralisasi hubungan antara materi baru dengan informasi yang telah ada
dalam memori
siswa. Aktivitas mental seperti inilah yang membantu siswa
mereformulasi informasi baru atau merestrukturisasi pengetahuan yang telah
dimilikinya menjadi suatu struktur kognitif yang lebih luas/lengkap sehingga
mencapai pemahaman mendalam.
Lev Semenovich Vygotsky merupakan tokoh penting dalam konstruktivisme
sosial. Vygotsky menyatakan bahwa
siswa dalam mengkonstruksi suatu
konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Ada dua konsep penting dalam
teori Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat
perkembangan aktual (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan
sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa
atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu). Yang
dimaksud dengan orang dewasa adalah guru atau orang tua.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah
tahap- tahap awal
pembelajaran,
bantuan kepada
kemudian
mengurangi
siswa selama
bantuan
dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk,
dorongan, peringatan, menguraikan masalah
ke
dalam
langkah-langkah
pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan
siswa itu belajar mandiri.
Gambar 2.Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan
10
Berdasarkan uraian di atas, Vygotsky menekankan bahwa pengkonstruksian
pengetahuan seorang
individu dicapai melalui interaksi sosial. Proses
pengkonstruksian pengetahuan seperti yang dikemukakan Vygotsky paling tidak
dapat diilustrasikan dalam beberapa tahap seperti
pada Gambar 2. Tahap
perkembangan aktual (Tahap I) terjadi pada saat siswa berusaha sendiri
menyudahi konflik kognitif yang dialaminya. Perkembangan aktual ini dapat
mencapai tahap maksimum apabila
kepada
mereka
dihadapkan masalah
menantang sehingga terjadinya konflik kognitif di dalam dirinya yang memicu
dan
memacu
mereka
untuk
menggunakan
segenap
pengetahuan
dan
pengalamannya dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Perkembangan potensial (Tahap II) terjadi pada saat siswa berinteraksi dengan
pihak lain dalam komunitas kelas yang memiliki kemampuan lebih, seperti
teman dan guru, atau dengan komunitas lain seperti orang tua. Perkembangan
potensial ini akan mencapai tahap maksimal jika pembelajaran dilakukan secara
kooperatif (cooperative learning) dalam kelompok kecil dua sampai empat
orang dan guru melakukan intervensi secara proporsional dan terarah. Dalam hal
ini guru dituntut terampil menerapkan teknik scaffolding yaitu membantu
kelompok
secara
tidak langsung menggunakan teknik bertanya dan teknik
probing yang efektif, atau memberikan petunjuk (hint) seperlunya.
Proses pengkonstruksian pengetahuan ini terjadi rekonstruksi mental yaitu
berubahnya struktur kognitif dari skema yang telah ada menjadi skema baru
yang lebih lengkap. Proses internalisasi (Tahap III) menurut Vygotsky merupakan
aktivitas mental tingkat tinggi jika terjadi karena adanya interaksi sosial. Jika
dikaitkan dengan teori perkembanga mental yang dikemukakan Piaget,
internalisasi merupakan proses penyeimbangan struktur-struktur internal dengan
masukan-masukan
eksternal.
Proses
kognitif
seperti
ini,
pada
tingkat
perkembangan yang lebih tinggi diakibatkan oleh rekonseptualisasi terhadap
masalah
atau
informasi
sedemikian
sehingga
terjadi
keseimbangan
(keharmonisan) dari apa yang sebelumnya dipandang sebagai pertentangan atau
konflik. Pada level ini, diperlukan intervensi yang dilakukan secara sengaja oleh
11
guru atau yang lainnya sehingga proses asimilasi dan akomodasi berlangsung
dan mengakibatkan terjadinya keseimbangan (equilibrium).
Aplikasi pemikiran Vygotsky untuk mempelajari matematika menumbuhkan
pemahaman matematika dari koneksi pemikiran dengan bahasa matematika yang
baru dalam mengkreasipengetahuan.Mengkonstruksi pengetahuan merupakan
fokus yang krusial dari pembelajaran Matematika. Vygotsky percaya bahwa siswa
belajar untuk menggunakan bahasa baru dengan internalisasi pengetahuan dari
kata yang mereka katakan, pengembangan budaya siswa dari pengetahuan kata
dua proses fungsi. Pertama, pada tingkat
sosial dan kedua, pada tingkat
individual dimana pengetahuan kata digeneralisasikan
sebagai
pemahaman.
Siswa menggunakandan menginternalisasikan kata-kata baru yang saat itu
diperoleh dari orang lain.
Mereka selalu menemukan
diri
mereka
sendiri dalam Zona Pengembangan Proksimal (ZPD) sebagai pelajaran baru. ZPD
merupakan tempat pengetahuan seseorang di antara pengetahuan saat itu
dengan pengetahuan potensialnya.
3. Teori Belajar Van Hiele
Dalam pembelajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh van
Hiele (1954) yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam
geometri. van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan
penelitiandalam pembelajaran geometri. Penelitian yang dilakukan
melahirkan
beberapa
kesimpulan mengenai
tahap-tahap
van Hiele
perkembangan
kognitif anak dalam memahami geometri. van Hielemenyatakan bahwa terdapat
5 tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi,
dan akurasi.
a) Tahap Visualisasi (Pengenalan)
Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu
keseluruhan (holistic). Pada tingkat ini siswa belum memperhatikan komponenkomponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat
ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciriciri dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun
12
bernama
persegipanjang,
tetapi
ia
belum
menyadari
ciri-ciri
bangun
persegipanjang tersebut.
b) Tahap Analisis (Deskriptif)
Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciriciri dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah
terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada
pada
suatu
bangun
dan
mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Sebagai contoh,
pada tingkat ini siswa sudah
bisa mengatakan bahwa
erupaka persegipa ja g kare a ba gu
itu
suatu
bangun
e pu yai empat sisi, sisi-sisi
yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku.
c) Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional)
Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu
dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa
sudah bisa mengatakan bahwa
jika
pada
suatu
segiempat sisi-sisi
yang
berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang. Di samping
itu pada tingkat ini siswa sudah memahami pelunya definisi untuk tiap-tiap
bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara
bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tingkat ini siswa
sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang,
karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.
d) Tahap Deduksi
Pada tingkat ini (1) siswa sudah dapat mengambil kesimpulan secara deduktif,
yakni menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus, (2) siswa mampu
memahami pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan
terorema-teorema dalam geometri, dan (3) siswa sudah mulai mampu menyusun
bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah
memahami proses
berpikir yang bersifat
menggunakan proses berpikir tersebut.
13
deduktif-aksiomatis dan mampu
Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam
jajargenjang adalah 360° secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan
prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong
sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua
sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan
belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya
mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin
saja dapat keliru dalam mengukur sudut- sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu
pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada
matematika.
Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak
didefinisikan,
di samping
unsur-unsur yang
didefinisikan,
aksioma
atau
problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari
suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat
e jawab perta yaa :
e gapa sesuatu itu perlu disajika
dala
be tuk
teore a atau dalil?
e) Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)
Pada tingkat ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsipprinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Sudah memahami mengapa
sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa
betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap
tertinggi dalam memahami geometri.
Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit, siswa
mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika
(termasuk sistem-sistem geometri), tanpa
membutuhkan model-model yang
konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan
adanya lebih dari satu geometri. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa
menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem geometri diubah,
maka seluruh geometri tersebut juga akan berubah. Sehingga, pada tahap ini
14
siswa
sudah
memahami
adanya geometri-geometri yang lain di samping
geometri Euclides.
Selain mengemukakan mengenai
tahap-tahap perkembangan kognitif dalam
memahami geometri, van Hiele juga mengemukakan bahwa terdapat tiga unsur
yang utama
pembelajaran geometri yaitu waktu, materi
pembelajaran dan
metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan
meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi
dari tahap yang sebelumnya.
Menurut van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahaptahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak dimungkinkan adanya
tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai memasuki
suatu tingkat yang baru tidak selalu sama antara siswa yang satu dengan
siswa yang lain. Proses perkembangan dari tahap yang satu ke tahap berikutnya
terutama tidak ditentukan oleh umur atau kematangan biologis, tetapi lebih
bergantung pada pengajaran dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa. Bila
dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian
saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti.
Menurut van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah
tidak mungkin dapat
mengerti atau memahami materi yang berada pada
tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk
memahaminya, anak itu baru
bisa memahami melalui hafalan saja bukan
melalui pengertian. Adapun fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan
belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan
itu. Fase-fase
pembelajaran tersebut adalah: 1) fase informasi, 2) fase
orientasi, 3) fase eksplisitasi, 4) fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi.
Berdasar hasil penelitian di beberapa negara, tingkatan dari van Hiele berguna
untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik siswa dari SD sampai
Perguruan Tinggi.
Van de Walle (1990:270) membuat deskripsi aktivitas yang lebih sederhana
dibandingkan dengan deskripsi yang dibuat Crowley. Menurut Van de Walle
aktivitas pembelajaran untuk masing-masing tiga tahap pertama adalah:
15
a.
Aktivitas tahap 0 (visualisasi)
Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:
1) Melibatkan penggunaan model fisik yang dapat digunakan
untuk
memanipulasi.
2) Melibatkan berbagai contoh bangun-bangun yang bervariasi dan
berbeda sehingga sifat yang tidak relevan dapat diabaikan.
3) Melibatkan kegiatan memilih, mengidentifikasi dan mendeskripsikan
berbagai bangun, dan
4) Menyediakan kesempatan untuk membentuk, membuat, menggambar,
menyusun atau menggunting bangun.
b. Aktivitas tahap 1 (analisis)
Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:
1) Menggunakan model-model pada tahap 0, terutama model-model yang
dapat digunakan untuk mendeskripsikan berbagai sifat bangun.
2) Mulai lebih menfokuskan pada sifat-sifat dari pada sekedar identifikasi
3) Mengklasifikasi bangun berdasar sifat-sifatnya berdasarkan nama
bangun tersebut.
4) Menggunakan pemecahan masalah yang melibatkan sifat-sifat bangun.
c.
Aktivitas tahap 2 (deduksi informal)
Aktivitas siswa pada tahap ini antara lain:
1) Melanjutkan pengklasifikasian model dengan fokus pada pendefinisian
sifat, membuat daftar sifat dan mendiskusikan sifat yang perlu dan
cukup untuk kondisi suatu bangun atau konsep.
2) Memuat penggunaan bahasa yang bersifat deduktif informal, misalnya
semua, suatu, dan jika – maka, serta mengamati validitas konversi suatu
relasi.
3) Menggunakan model dan gambar sebagai sarana untuk berpikir dan
mulai mencari generalisasi atau kontra.
16
4. Teori Belajar Ausubel
David
Ausubel
adalah
seorang
ahli
psikologi
memberi penekanan pada proses
belajar
Ausubel
bermakna dan
terkenal dengan
belajar
pendidikan.
Ausubel
yang bermakna. Teori belajar
pentingnya pengulangan
sebelum belajar dimulai. Menurut Ausubel belajar dapat dikalifikasikan ke
dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau
materi
pelajaran yang disajikan pada
siswa
melalui
penerimaan atau
penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagimana siswa dapat mengaitkan
informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep,
dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada
siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu
dalam bentuk final, maupun dengan
bentuk
belajar
penemuan yang
mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi
yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan
informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi
belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat
juga hanya mencoba-coba
menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep
yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Menurut Ausubel & Robinson (dalam Dahar: 1989) kaitan antar kedua dimensi
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
17
Gambar 3. Bentuk-bentuk belajar (menurut Ausubel & Robinson, 1969)
Belajar bermakna merupakan suatu
pada konsep-konsep yang relevan
seseorang. Dalam belajar
dikaitkannya informasi
yang terdapat dalam
bermakna informasi
subsume-subsume yang telah
menerima dengan
proses
baru
struktur kognitif
baru diasimilasikan pada
ada. Ausubel membedakan antara belajar
belajar menemukan. Pada belajar menerima siswa hanya
menerima, jadi tinggal menghapalkannya, sedangkan pada belajar menemukan
konsep ditemukan oleh siswa, jadi siswa tidak menerima pelajaran begitu
saja. Selain
itu
terdapat perbedaan antara belajar
menghafal
dengan
belajar bermakna, pada belajar menghapal siswa menghafalkan materi yang
sudah diperolehnya, sedangkan pada belajar
bermakna materi
yang
telah
diperoleh itu dikembangkannya dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih
dimengerti.
Menurut
Ausubel
(dalam
Dahar, 1988:116) prasyarat-prasyarat belajar
bermakna ada dua sebagai berikut. (1) Materi yang akan dipelajari harus
bermakna secara potensial; kebermaknaan materi
tergantung dua
faktor,
yakni materi harus memiliki kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang
relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. (2) Siswa yang akan
18
belajar
harus
bertujuan untuk melaksanakan belajar
bermakna. Dengan
demikian mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Prinsip-prinsip dalam teori belajar Ausubel
Menurut Ausubel faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah
apa yang sudah diketahui siswa. Jadi agar terjadi belajar bermakna, konsep
baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah
ada
dalam struktur kognitif siswa. Dalam menerapkan teori Ausubel dalam
mengajar, terdapat konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus diperhatikan.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a.Pengaturan Awal (advance
siswa ke
organizer). Pengaturan Awal mengarahkan para
materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa pada materi
sebelumnya yang dapat digunakanm siswa dalam membantu menanamkan
pengetahuan baru.
b.Diferensiasi Progresif. Pengembangan konsep berlangsung paling baik jika
unsur-unsur yang paling umum,paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan
terklebih dahulu, dan kemudian barudiberikan hal-hal yang lebih mendetail dan
lebih khusus dari konsep itu. Menurut Sulaiman (1988: 203) diferensiasi progresif
adalah cara mengembangkan pokok bahasan melalui penguraian bahan secara
heirarkhis sehingga setiap bagian dapat dipelajari secara terpisah dari satu
kesatuan yang besar.
c. Belajar Superordinat. Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan
konsep dalam struktur kognitif (subsumsi), konsep itu tumbuh dan mengalami
diferensiasi. Belajar superordinat dapat terjadi
apabila konsep-konsep yang
telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang
lebih luas, lebih inklusif.
d. Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif). Mengajar bukan hanya urutan
menurut diferensiasi progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus
diperlihatkan
bagaimana konsep-konsepbaru
dihubungkan
pada
konsep-
konsep superordinat. Guru harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana
arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya
19
yang lebih sempit, dan bagimana konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi
sekarang mengambil arti baru.
Penerapan Teori Ausubel dalam Pembelajaran
Untuk menerapkan teori Ausubel dalam pembelajaran, Dadang Sulaiman
(1988) menyarankan agar menggunakan dua fase, yakni fase perencanaan dan
fase
pelaksanaan.
Fase
perencanaan
terdiri
dari
menetapkan
tujuan
pembelajaran, mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, membuat
struktur materi dan memformulasikan
pengaturan
awal. Sedangkan fase
pelaksanaan dalam pemebelajaran terdiri dari pengaturan awal, diferensiasi
progresif, dan rekonsiliasi integratif.
5. Teori Belajar Bruner
Jerome
Bruner
adalah
seorang
ahli
psikologi
perkembangan
dari
Universitas Haevard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi
belajar kognitif yang memberikan dorrongan agar pendidikan memberikan
perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Bruner banyak memberikan
pandangan mengenai
belajar
perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia
atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan
mentransformasikan pengetahuan. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap
manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner
dalam
teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses
pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat
dalam pokok bahasan yang
diajarkan, disamping
hubungan yang
terkait
antar konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal konsep dan
struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan
memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi
yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami
dan diingat anak.
Menurut
Bruner
(dalam
Hudoyo, 1990:48) belajar
matematika adalah
belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat
20
di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep
dan struktur- struktur matematika itu. Siswa harus
dapat
menemukan
keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan
keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa dalam
belajar, haruslah terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan
struktur dalam materi yang sedang dibicarakan. Dengan demikian materi yang
mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami oleh
anak.
Dalam bukunya (Bruner, 1960) mengemukakan empat tema pendidikan, yakni:
(1) Pentingnya arti struktur pengetahuan. Kurikulum hendaknya mementingkan
struktur pengetahuan, karena dalam struktur pengetahuan kita menolong para
siswa untuk melihat. (2) Kesiapan (readiness) untuk belajar. Menurut Bruner
(1966:29), kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih
sederhana
yang
memungkinkan
seorang
untuk
mncapai
keterampilan-
keterampilan yang lebih tinggi. (3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan. Intuisi
adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif
tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasiformulasi itu merupakan kesimpulan-kesimpulan yang sahih atau tidak, serta (4)
motivasi atau keinginan untuk belajar beserta cara-cara yang dimiliki para guru
untuk merangsang motivasi itu.
Belajar sebagai Proses Kognitif
Menurut Bruner dalam belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah (1) memperoleh informasi baru, (2)
transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi dan ketepatan
pengetahuan. Dalam belajar informasi baru merupakan penghalusan dari
informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan
seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas
baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan,
apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah menjadi bentuk lain.
21
Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan minilai apakah
cara
kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.
Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif
sebagai konseptualisme instrumental . Pandangan ini berpusat pada dua prinsip,
yaitu: (1) pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model
tentang kenyataan yang dibangunnya dan (2) model-model semacam itu mulamula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasi
pada kegunaan bagi orang yang bersangkutan.
Pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang
menurut Bruner adalah sebagai berikut.
a.
Pertumbuhan
intelektual
ditunjukkan
oleh
bertambahnya
ketidak-
tergantungan respons dari sifat stimulus. Dalam hal ini ada kalanya seorang
anak mempertahankan suatu respons dalam lingkungan stimulus yang
berubah-ubah, atau belajar mengubah responnya dalam lingkungan stimulus
yang tidak berubah. Melalui pertumbuhan, seseorang memperoleh kebebasan
dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses perantara yang mengubah
stimulus sebelum respons.
b. Pertumbuhan
intelektual
tergantung
pada
bagaimana
seseorang
menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjdi suatu sistem simpanan (storage
system) yang sesuai dengan lingkungan. Sistem inilah yang memungkinkan
peningkatan kemampuan anak untuk bertindak di atas informasi
yang
diperoleh pada suatu kesempatan. Ia melakukan ini dengan membuat
ramalan-ramalan, dan ektrapolasi-ekstrapolasi dari model alam yang
disimpannya.
c.
Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang
untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang lain, dengan
pertolongan kata-kata dan simbol-simbol, apa yang telah dilakukan atau apa
yang dilakukan.
Bruner (1966) mengemukakan bahwa terdapat tiga sistem keterampilan untuk
menyatakan
kemampuan-kemampuan
22
secara
sempurna.
Ketiga
sistem
keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presents),
yaitu:
a.
Cara penyajian enaktif
Cara penyajian enaktif adalah melalui tindakan, anak terlibat secara langsung
dalam memanipulasi (mengotak-atik )objek, sehingga bersifat manipulatif.
Anak belajar sesuatu pengetahuan secara aktif, dengan menggunakan bendabenda konkret atau situasi nyata. Dengan cara ini anak mengetahui suatu aspek
dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Cara ini terdiri atas
penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Dalam
cara penyajian ini anak secara langsung terlihat.
b. Cara penyajian ikonik
Cara penyajian ikonik didasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan
disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik, yang dilakukan anak
berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan
siswa dalam tahap enaktif. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media
berpikir.
c.
Cara penyajian simbolik
Cara penyajian simbolik didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan
lebih fleksibel. Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau
lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek
pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan
notasi tanpa ketergantungan terhadap objek lain.
Dari hasil penelitiannya Bruner mengungkapkan dalil-dalil terkait penguasaan
konsep-kosep oleh anak. Dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil penyusunan
(construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil kekontrasan dan dalil
variasi (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity theorem).
23
Menerapkan Metode Penemuan dalam Pembelajaran
Salah satu dari model-model instruksional kognitif yang paling berpengaruh adalah
model belajar penemuan Jerome Bruner (1966). Selanjutnya Bruner memberikan
arahan bagaimana peran guru dalam menerapkan belajar penemuan pada siswa,
sebagai berikut.
a.
Merencanakan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para
siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya menggunakan sesuatu
yang sudah dikenal oleh siswa, kemudian guru mengemukakan sesuatu yang
berlawanan, sehingga terjadi konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya
timbullah masalah, yang akan merangsang siswa untuk menyelidiki masalah
itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep
atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah tersebut.
b. Urutan pengajaran hendaknya menggunakan cara penyajian enaktif, ikonik,
kemudian simbolik karena
perkembangan intelektual siswa diasumsikan
mengikuti urutan enaktif, ikonik, kemudian simbolik.
c.
Pada saat siswa memcahkan masalah, guru hendaknya berperan sebagai
pembimbing atau tutor. Guru hendaknya tidak mengungkap terlebih dahulu
prinsip atau aturan yang akan dipelajari, guru hendaknya memberikan saransaran jika diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik
pada saat yang tepat untuk perbaikan siswa.
d. Dalam menilai hasil belajar bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes
esay, karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara mendetail.
Tujuan belajar penemuan adalah mempelajari generalisasi-generalisasi
dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.
D. Daftar Pustaka
Bruner, J.S.1960. the Process of Education. Cambridge. Havard University Press.
Crowly, L. Mary. 1987. The van Hiele Model of The Development of Geometric
Thought. Learning and Teaching Geometry. K-12. pp. 1 – 16. NCTM, USA. Dahar,
Ratnawilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
24
Flavell, J. H. (1963). The Developmental Psychology of Jean Piaget. New York: D.
Van Nostrand Company.
Fuys, D., Geddes, d., and Tischler. 1988. The van Hiele Model Tinking in Geometry
among Adolescent. Journal for research in Mathematics Education.
Number 3. Volume XII.
Imam Sujadi, dkk. 2016. Teori Belajar, himpunan, dan Logika Matematika. Guru
Pembelajar Modul Matematika SMP. Jakarta: PPPPTK Kemdikbud.
Schunk, D. H. 2012. Learning Theories an Educational Perspective sixth edition.
Diterjemahkan oleh : Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: JICA.
Sulaiman, Dadang. 1988. Teknologi/Metodologi Pengajaran. Jakarta:P2LPTK.
Sweller, J. (2004). Instructional Design Consequences of an Analogy
between Evolution by Natural Selection and Human Cognitive Architecture.
Instructional Science, 32(1-2), 9-31.
Taylor. 1993. Vygotskian Influences in Mathematics Education with Particular
25
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB IV
KURIKULUM 2013
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 3 : KURIKULUM 2013
A. Tujuan
Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru mempunyai wawasan tentang
rasional dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum khususnya kurikulum 2013
dengan tepat dan jelas, memahami tentang SKL, KI, dan KD pada tingkat satuan
pendidikan, serta mampu menganalisis keterkaitan SKL, KI, KD, dan indikator
pencapaian kompetensi
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Diharapkan setelah membaca modul ini guru dapat:
1. Menjelaskan rasional dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum khususnya
kurikulum 2013 dengan tepat dan jelas
2. Menjelaskan pengertian SK, KI, dan KD.
3. Menganalisis keterkaitan SKL dengan KI dan KD.
4. Menganalisis kesesuaian indikator pembelajaran dengan KD.
C. Uraian Materi
Kurikulum sebagai satu kesatuan dari beberapa komponen pastilah ada memiliki
peran dan fungsi. Peran kurikulum yaitu:
a. Peran konservatif. Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai
budaya sebagai warisan masa lalu.
b. Peran kreatif. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru
sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi
yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat
yang senantiasa bergerak maju secara dinamis.
c. Peran kritis dan evaluatif. Kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya
mana yang perlu dipertahankan, dan mana yang harus dimiliki oleh siswa.
Sedangkan fungsi kurikulum yaitu:
a. Fungsi umum pendidikan. Maksudnya untuk mempersiapkan peserta didik agar
menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan baik.
1
b. Suplementasi. Kurikulum sebagai alat pendidikan harus dapat memberikan
pelayanan kepada setiap siswa.
c. Eksplorasi. Kurikulum harus dapat menemukan dan mengembangkan minat dan
bakat masing-masing siswa.
d. Keahlian. Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai
dengan keahliannya yang didasarkan atas minat dan bakat siswa.
Adapun prinsip pengembangan kurikulum, yaitu.
a. Relevansi. Kurikulum yang dikembangkan oleh sekolah harus memiliki kesesuaian
(relevansi) sehingga kurikulum tersebut bisa bermanfaat. Ada dua relevansi:
relevansi internal, yaitu kesesuaian antara setiap komponen (anatomi)
kurikulum; kedua relevansi eksternal, yaitu program kurikulum harus sesuai dan
mampu
menjawab
terhadap
tuntutan
dan
perkembangan
kehidupan
masyarakat.
b. Fleksibilitas. Kurikulum harus bisa diterapkan secara lentur disesuaikan dengan
karakteristik dan potensi setiap siswa, juga dinamika kehidupan masyarakat.
c. Kontinuitas. Isi program dan penerapan kurikulum di setiap sekolah harus
memberi bekal bagi setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan dan
potensi
yang
dimilikinya
secara
berkesinambungan
dan
berkelanjutan
(kontinuitas). Setiap satuan pendidikan mengembangkan kurikulum dengan
membaca dan mengetahui bagaimana program kurikulum di satuan pendidikan
yang lainnya.
d. Efisiensi dan Efektivitas. Kurikulum harus memungkinkan setiap personil untuk
menerapkannya secara mudah dengan menggunakan biaya secara proporsional
dan itulah efisien. Penggunaan seluruh sumber daya baik piranti kurikulum,
sumber daya manusia maupun sumber finansial harus menjamin bagi
tercapainya tujuan atau membawa hasil secara optimal dan itulah makna dari
prinsip efektivitas
Kurikulum yang diberlakukan di Indonesia sejak Indonesia merdeka telah mengalami
beberapa kali perubahan. Kurikulum tersebut secara berturut turut diberlakukan di
2
Indonesia disesuaikan dengan tuntutan perubahan jaman. Kurikulum tyang telah
diberlakukan sampai saat ini adalah Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964,
Kurikulum 1968. Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004
(Kurikulum berbasis kompetensi/KBK), Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan/KTSP), dan saat ini diterapkan Kurikulum 2013 secara berjenjang.
Komponen terpenting implementasi kurikulum
adalah
pelaksanaan
proses
pembelajaran yang diselenggarakan di dalam dan/atau luar kelas untuk membantu
peserta didik mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses
menyatakan bahwa proses pembelajaran menggunakan pendekatan atau metode
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Di
antara pendekatan dan metode yang dianjurkan dalam Standar Proses tersebut
adalah
pendekatan
saintifik,
inkuiri,
pembelajaran
berbasis
masalah
dan
pembelajaran berbasis projek pada semua mata pelajaran. Pendekatan/metode
lainnya yang dapat diimplementasikan antara lain pembelajaran kontekstual dan
pembelajaran kooperatif.
Walaupun banyak guru SMP di Indonesia telah mengenal metode-metode tersebut,
pengimplementasian metode-metode tersebut di kelas merupakan hal yang belum
biasa. Untuk mengimplementasikannya, guru memerlukan panduan operasional yang
memberikan gambaran utuh kegiatan-kegiatan pembelajaran operasional apa saja
yang dilaksanakan pada tahap pendahuluan, inti, dan penutup. Sehubungan dengan
hal tersebut, perlu diterbitkan panduan proses pembelajaran yang secara rinci
memberikan
petunjuk
operasional
bagaimana
metode-metode
tersebut
diimplementasikan pada kegiatan belajar mengajar pada tahap pendahuluan, inti,
dan penutup.
Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dan
Kurikulum 2006. Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, hanya 4 standar
yang berubah, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi,
dan
Standar
kualifikasi
Penilaian. Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai
kemampuan
lulusan
yang
3
mencakup
sikap,
pengetahuan,
dan
keterampilan. Standar Isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat
Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada
satu satuan pendidikan untuk mencapai SKL. Standar Penilaian Pendidikan adalah
kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik.
Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan SKL
berdasarkan kesiapan siswa, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah
kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka
dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan
kewenangan menyusun silabus, tetapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih
diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani
dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan
memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang memberatkan guru.
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi
pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8
Standar Nasional Pendidikan yang meliputi SI, standar proses, SKL, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan
lainnya terkait perkembangan penduduk usia produktif Indonesia. Jumlah
penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035
pada saat angkanya mencapai 70%.
2. Tantangan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus
globalisasi dan berbagai isu yang terkait pendidikan. Tantangan eksternal juga
terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas
teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan.
Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student
Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anakanak Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini antara lain dikarenakan banyak
4
materi uji yang ditanyakan tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.
Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut.
1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan
dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
masyarakat;
2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari
di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber
belajar;
3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti
kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing
elements) Kompetensi Dasar. Semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan
untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI;
6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik,
yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan.
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara soft skills serta hard
skills siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya
ke apaka
berpikir sai s, terke ba gka
ya sense of inquiry da
ke a pua
berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran harus mampu menghasilkan kemampuan
untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hal itu diperoleh siswa.
Penguatan materi pada Kurikulum 2013 dilakukan dengan pengurangan materi yang
tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik.
5
Juga
menambahkan
materi
yang
dianggap
penting
dalam
perbandingan
internasional, serta penguatan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Cakupan
materi di SMP meliputi bilangan rasional, real, pengenalan aljabar, himpunan,
geometri dan pengukuran (termasuk transformasi, bangun tidak beraturan), dan
statistika dan peluang (termasuk metode statistik sederhana.
Secara umum, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan agar selaras antara ide, desain,
dokumen, dan pelaksanaannya. Secara khusus, perbaikan Kurikulum 2013 bertujuan
menyelaraskan KI-KD, silabus, pedoman mata pelajaran, pembelajaran, penilaian,
dan buku teks.
Perbaikan tersebut dilaksanakan berdasarkan prinsip perbaikan kurikulum sebagai
berikut.
1. Keselarasan
Dokumen KI-KD, Silabus, Buku Teks Pelajaran, Pembelajaran, dan Penilaian Hasil
Belajar harus selaras dari aspek kompetensi dan lingkup materi.
2.
Mudah Dipelajari
Lingkup kompetensi dan materi yang dirumuskan dalam KD mudah dipelajari
oleh peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis dan aspek
pedagogis.
3.
Mudah Diajarkan
Lingkup kompetensi dan materi yang dirumuskan pada KD mudah diajarkan oleh
guru sesuai dengan gaya belajar peserta didik, karakteristik mata pelajaran,
karakteristik kompetensi, dan sumber belajar yang ada di lingkungan.
4.
Terukur
Kompetensi dan materi yang diajarkan terukur melalui indikator yang mudah
dirumuskan dan layak dilaksanakan.
5.
Bermakna untuk Dipelajari
Kompetensi dan materi yang diajarkan mempunyai kebermaknaan bagi peserta
didik sebagai bekal kehidupan.
Di dalam kerangka pengembangan kurikulum 2013, terdapat 4 standar yang
berubah, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Isi, dan
6
Standar Penilaian.
1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
Berdasarkan analisis kebutuhan, potensi, dan karakteristik sosial, ekonomi, dan
budaya daerah, maka ditetapkan SKL sebagai kriteria kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. SKL sebagai
acuan utama pengembangan ketujuh standar pendidikan lainnya. SKL terdiri 3
ranah yaitu sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Ranah sikap mencakup 4
elemen yaitu proses, individu, sosial, dan alam. Ranah pengetahuan mencakup 3
elemen yaitu proses, obyek, dan subyek, sedangkan ranah ketrampilan terbagi 3
elemen yaitu proses, abstrak, dan kongkrit. Setiap elemen digunakan kata-kata
operasional yang berbeda. Selanjutnya SKL diterjemahkan kedalam Kompetensi
Inti yang berada dibawahnya.
Standar Kompetensi Lulusan terdiri atas:
a.
Dimensi Sikap. Manusia yang memiliki pribadi yang beriman, berakhlak
mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya, yang
dicapai melalui: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan
mengamalkan.
b. Dimensi Pengetahuan. Manusia yang memiliki pribadi yang menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban, yang dicapai melalui: mengetahui,
memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi.
c.
Dimensi Keterampilan. Manusia yang memiliki pribadi yang berkemampuan
pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret,
yang dicapai melalui: mengamati; menanya; mencoba dan mengolah;
menalar; mencipta; menyajikan dan mengomunikasikan
Perumusan kompetensi lulusan antarsatuan pendidikan mempertimbangkan
gradasi setiap tingkatan satuan pendidikan dan memperhatikan kriteria sebagai
berikut: perkembangan psikologis anak, lingkup dan kedalaman materi,
kesinambungan, dan fungsi satuan pendidikan.
7
Tabel. 1. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan
SMA/MA/SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi sikap
SD/MI/SDLB/
SMP/MTs/SMPLB/
SMA/MA/SMALB/
Paket A
Paket B
Paket C
RUMUSAN
Memiliki perilaku yang
Memiliki perilaku yang
Memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap:
mencerminkan sikap:
mencerminkan sikap:
1. beriman dan bertakwa 1. beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME,
kepada Tuhan YME,
2. berkarakter, jujur, dan 2. berkarakter, jujur, dan
peduli,
peduli,
1. beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME,
2. berkarakter, jujur, dan
peduli,
3. bertanggungjawab,
3. bertanggungjawab
3. bertanggungjawab,
4. pembelajar sejati
4. pembelajar sejati
4. pembelajar sejati
sepanjang hayat, dan
5. sehat jasmani dan
rohani
sepanjang hayat, dan
5. sehat jasmani dan
rohani
sepanjang hayat, dan
5. sehat jasmani dan
rohani
sesuai dengan
sesuai dengan
sesuai dengan
perkembangan anak di
perkembangan anak di
perkembangan anak di
lingkungan keluarga,
lingkungan keluarga,
lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat dan
sekolah, masyarakat dan
sekolah, masyarakat dan
lingkungan alam sekitar,
lingkungan alam sekitar,
lingkungan alam sekitar,
bangsa, dan negara.
bangsa, negara, dan
bangsa, negara, kawasan
kawasan regional.
regional, dan
internasional.
Tabel 2. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/ SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/
SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi pengetahuan.
SD/MI/SDLB/
SMP/MTs/SMPLB/
SMA/MA/SMALB/
Paket A
Paket B
Paket C
RUMUSAN
8
Memiliki pengetahuan
Memiliki pengetahuan
Memiliki pengetahuan
faktual, konseptual,
faktual, konseptual,
faktual, konseptual,
prosedural, dan
prosedural, dan
prosedural, dan
metakognitif pada tingkat
metakognitif pada tingkat
metakognitif pada tingkat
dasar berkenaan dengan:
teknis dan spesifik
teknis, spesifik, detil, dan
1. ilmu pengetahuan,
sederhana berkenaan
kompleks berkenaan
2. teknologi,
dengan:
dengan:
3. seni, dan
1. ilmu pengetahuan,
1. ilmu pengetahuan,
4. budaya.
2. teknologi,
2. teknologi,
3. seni, dan
3. seni,
4. budaya.
4. budaya, dan
Mampu mengaitkan
pengetahuan di atas
5. humaniora.
dalam konteks diri sendiri,
Mampu mengaitkan
keluarga, sekolah,
pengetahuan di atas
Mampu mengaitkan
masyarakat dan
dalam konteks diri sendiri,
pengetahuan di atas
lingkungan alam sekitar,
keluarga, sekolah,
dalam konteks diri sendiri,
bangsa, dan negara.
masyarakat dan
keluarga, sekolah,
lingkungan alam sekitar,
masyarakat dan
bangsa, negara, dan
lingkungan alam sekitar,
kawasan regional.
bangsa, negara, serta
kawasan regional
dan internasional.
Tabel 3. Istilah pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif .
PENJELASAN
Faktual
SD/MI/SDLB/
SMP/MTs/SMPLB/
SMA/MA/SMALB/
Paket A
Paket B
Paket C
Pengetahuan dasar
Pengetahuan teknis
Pengetahuan teknis
berkenaan dengan
dan spesifik tingkat
dan spesifik, detail
ilmu pengetahuan,
sederhana berkenaan
dan kompleks
teknologi, seni, dan
dengan ilmu
berkenaan dengan
budaya terkait dengan pengetahuan,
9
ilmu pengetahuan,
diri sendiri, keluarga,
teknologi, seni, dan
teknologi, seni, dan
sekolah, masyarakat
budaya terkait dengan budaya terkait dengan
dan lingkungan alam
masyarakat dan
masyarakat dan
sekitar, bangsa, dan
lingkungan alam
lingkungan alam
negara.
sekitar, bangsa,
sekitar, bangsa,
negara, dan kawasan
negara, kawasan
regional.
regional, dan
internasional.
Konseptual
Terminologi/
Terminologi/
Terminologi/
istilah yang
istilah dan klasifikasi,
istilah dan klasifikasi,
digunakan, klasifikasi,
kategori, prinsip,
kategori, prinsip,
kategori, prinsip, dan
generalisasi dan teori,
generalisasi,
generalisasi
yang digunakan
teori,model, dan
berkenaan dengan
terkait dengan
struktur yang
ilmu pengetahuan,
pengetahuan teknis
digunakan terkait
teknologi, seni dan
dan spesifik tingkat
dengan pengetahuan
budaya terkait dengan sederhana berkenaan
teknis dan spesifik,
diri sendiri, keluarga,
dengan ilmu
detail dan kompleks
sekolah, masyarakat
pengetahuan,
berkenaan dengan
dan lingkungan alam
teknologi, seni, dan
ilmu pengetahuan,
sekitar, bangsa, dan
budaya terkait dengan teknologi, seni, dan
negara.
masyarakat dan
budaya terkait dengan
lingkungan alam
masyarakat dan
sekitar, bangsa,
lingkungan alam
negara, dan kawasan
sekitar, bangsa,
regional. masyarakat
negara, kawasan
dan lingkungan alam
regional, dan
sekitar, bangsa,
internasional.
negara, dan kawasan
regional.
10
Prosedural
Pengetahuan tentang
Pengetahuan tentang
Pengetahuan tentang
cara melakukan
cara melakukan
cara melakukan
sesuatu atau kegiatan
sesuatu atau kegiatan
sesuatu atau kegiatan
yang berkenaan
yang terkait dengan
yang terkait dengan
dengan ilmu
pengetahuan teknis,
pengetahuan teknis,
pengetahuan,
spesifik, algoritma,
spesifik, algoritma,
teknologi, seni, dan
metode tingkat
metode, dan kriteria
budaya terkait dengan sederhana berkenaan
untuk menentukan
diri sendiri, keluarga,
dengan ilmu
prosedur yang sesuai
sekolah, masyarakat
pengetahuan,
berkenaan dengan
dan lingkungan alam
teknologi, seni, dan
ilmu pengetahuan,
sekitar, bangsa dan
budaya terkait dengan teknologi, seni, dan
negara.
masyarakat dan
budaya, terkait
lingkungan alam
dengan masyarakat
sekitar, bangsa,
dan lingkungan alam
negara, dan kawasan
sekitar, bangsa,
regional. kawasan
negara, kawasan
regional.
regional, dan
internasional. sekitar,
bangsa, negara,
kawasan regional, dan
internasional.
Metakognitif
Pengetahuan tentang
Pengetahuan tentang
Pengetahuan tentang
kekuatan dan
kekuatan dan
kekuatan dan
kelemahan diri sendiri
kelemahan diri sendiri
kelemahan diri sendiri
dan menggunakannya
dan menggunakannya
dan menggunakannya
dalam mempelajari
dalam mempelajari
dalam mempelajari
ilmu pengetahuan,
pengetahuan teknis
pengetahuan teknis,
teknologi, seni dan
dan spesifik tingkat
detail, spesifik,
budaya terkait dengan sederhana berkenaan
kompleks, kontekstual
diri sendiri, keluarga,
dan kondisional
dengan ilmu
11
sekolah, masyarakat
pengetahuan,
berkenaan dengan
dan lingkungan alam
teknologi, seni, dan
ilmu pengetahuan,
sekitar, bangsa dan
budaya terkait dengan teknologi, seni, dan
negara.
masyarakat dan
budaya terkait dengan
lingkungan alam
masyarakat dan
sekitar, bangsa,
lingkungan alam
negara, dan kawasan
sekitar, bangsa,
regional.
negara, kawasan
regional, dan
internasional.
Tabel 4. Lulusan SD/MI/SDLB/Paket A; SMP/MTs/SMPLB/Paket B; dan SMA/MA/
SMALB/Paket C memiliki kompetensi pada dimensi keterampilan.
SD/MI/SDLB/
SMP/MTs/SMPLB/
SMA/MA/SMALB/
Paket A
Paket B
Paket C
RUMUSAN
Memiliki keterampilan
Memiliki keterampilan
Memiliki keterampilan
berpikir dan bertindak:
berpikir dan bertindak:
berpikir dan bertindak:
1. kreatif,
1. kreatif,
1. kreatif,
2. produktif,
2. produktif,
2. produktif,
3. kritis,
3. kritis,
3. kritis,
4. mandiri,
4. mandiri,
4. mandiri,
5. kolaboratif, dan
5. kolaboratif, dan
5. kolaboratif, dan
6. komunikatif
6. komunikatif
6. komunikatif
melalui pendekatan ilmiah
melalui pendekatan
melalui pendekatan ilmiah
sesuai dengan tahap
ilmiah sesuai dengan
sebagai pengembangan
perkembangan anak yang
yang dipelajari di satuan
dari yang dipelajari di
relevan dengan tugas yang pendidikan dan sumber
satuan pendidikan dan
diberikan
sumber lain secara
lain secara mandiri
mandiri
12
2. Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi inti (KI) merupakan standar penilaian yang harus dimiliki secara
berbeda pada setiap tingkatan dan kelas. KI merupakan komponen penilaian
yang akan dapat mengejawantahkan/mewujudkan isi dari SKL. Isi KI harus
mencerminkan harapan dari SKL Kompetensi inti (KI) terdiri dari KI-1 sampai
dengan KI-4. Rumusan setiap KI berbeda sesuai dengan aspeknya. Untuk
mencapai kemampuan yang terdapat di dalam KI perlu diterjemahkan kedalam
KD yang sesuai dengan aspek pada setiap KI.
KI merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai SKL yang harus dimiliki
seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang menjadi
landasan pengembangan Kompetensi Dasar. Rumusan KI meliputi:
a.
Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;
b. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;
c.
Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan;
d. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
KI berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) KD. Sebagai
unsur pengorganisasi, KI merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan
organisasi horizontal KD. Organisasi vertikal KD adalah keterkaitan KD satu kelas
dengan kelas di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu
akumulasi yang berkesinambungan antarkompetensi yang dipelajari peserta
didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara KD satu mata pelajaran
dengan KD dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu kelas yang sama
sehingga saling memperkuat.
Uraian tentang KI untuk jenjang SMP/MTs dapat dilihat pada tabel berikut.
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KELAS VII
KELAS VIII
KELAS IX
1. Menghargai dan
1. Menghargai dan
menghayati ajaran
menghayati ajaran
13
1. Menghargai dan
menghayati ajaran
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KELAS VII
KELAS VIII
KELAS IX
agama yang dianutnya
agama yang dianutnya
agama yang
dianutnya
2. Menghargai dan
2. Menghargai dan
2. Menghargai dan
menghayati perilaku
menghayati perilaku
menghayati perilaku
jujur, disiplin, tanggung
jujur, disiplin, tanggung
jujur, disiplin,
jawab, peduli (toleransi,
jawab, peduli (toleransi,
tanggungjawab,
gotong royong), santun,
gotong royong), santun,
peduli (toleransi,
percaya diri, dalam
percaya diri, dalam
gotong royong),
berinteraksi secara
berinteraksi secara
santun, percaya diri,
efektif dengan
efektif dengan
dalam berinteraksi
lingkungan sosial dan
lingkungan sosial dan
secara efektif dengan
alam dalam jangkauan
alam dalam jangkauan
lingkungan sosial dan
pergaulan dan
pergaulan dan
alam dalam
keberadaannya
keberadaannya
jangkauan pergaulan
dan keberadaannya
3. Memahami pengetahuan 3. Memahami dan
3. Memahami dan
(faktual, konseptual, dan
menerapkan
menerapkan
prosedural) berdasarkan
pengetahuan (faktual,
pengetahuan (faktual,
rasa ingin tahunya
konseptual, dan
konseptual, dan
tentang ilmu
prosedural) berdasarkan
prosedural)
pengetahuan, teknologi,
rasa ingin tahunya
berdasarkan rasa
seni, budaya terkait
tentang ilmu
ingin tahunya tentang
fenomena dan kejadian
pengetahuan, teknologi,
ilmu pengetahuan,
tampak mata
seni, budaya terkait
teknologi, seni,
fenomena dan kejadian
budaya terkait
tampak mata
fenomena dan
kejadian tampak
mata
4. Mencoba, mengolah,
4. Mengolah, menyaji, dan 4. Mengolah, menyaji,
14
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI INTI
KELAS VII
KELAS VIII
KELAS IX
dan menyaji dalam ranah
menalar dalam ranah
dan menalar dalam
konkret (menggunakan,
konkret (menggunakan,
ranah konkret
mengurai, merangkai,
mengurai, merangkai,
(menggunakan,
memodifikasi, dan
memodifikasi, dan
mengurai, merangkai,
membuat) dan ranah
membuat) dan ranah
memodifikasi, dan
abstrak (menulis,
abstrak (menulis,
membuat) dan ranah
membaca, menghitung,
membaca, menghitung,
abstrak (menulis,
menggambar, dan
menggambar, dan
membaca,
mengarang) sesuai
mengarang) sesuai
menghitung,
dengan yang dipelajari di
dengan yang dipelajari di
menggambar, dan
sekolah dan sumber lain
sekolah dan sumber lain
mengarang) sesuai
yang sama dalam sudut
yang sama dalam sudut
dengan yang
pandang/teori
pandang/teori
dipelajari di sekolah
dan sumber lain yang
sama dalam sudut
pandang/teori
Kompetensi inti sikap spiritual (KI-1) dan kompetensi inti sikap sosial (KI-2)
dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect teaching), yaitu:
keteladanan, pembiasaan, dan budaya sekolah dengan memperhatikan
karakteristik mata pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik.
Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses
pembelajaran berlangsung dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru
dalam mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.
3. Kompetensi Dasar (KD)
Kompetensi dasar pada Kurikulum 2013 SMP/MTs berisi kemampuan dan
muatan pembelajaran untuk mata pelajaran pada SMP/MTs yang mengacu pada
kompetensi inti. Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti.
15
Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik
dan kemampuan peserta didik, dan kekhasan masing-masing mata pelajaran.
Kompetensi dasar untuk Mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan
Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan meliputi empat
kelompok sesuai dengan pengelompokan kompetensi inti sebagai berikut.
a.
Kelompok 1: kelompok KD sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;
b. Kelompok 2: kelompok KD sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;
c.
Kelompok 3: kelompok KD pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3;
d. Kelompok 4: kelompok KD keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.
Kompetensi dasar yang berkenaan dengan sikap spiritual (mendukung KI-1) dan
sikap sosial (mendukung KI-2) ditumbuhkan melalui pembelajaran tidak langsung
(indirect teaching) yaitu pada saat peserta didik belajar tentang pengetahuan
(mendukung KI-3) dan keterampilan (mendukung KI-4). Pembelajaran langsung
berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari
KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses
pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI2. Pembelajaran KI-1 dan KI-2 terintegrasi dengan pembelajaran KI-3 dan KI-4.
4. Indikator
Indikator pencapaian kompetensi (IPK) merupakan penanda pencapaian KD yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. IPK dikembangkan sesuai dengan karakteristik
siswa, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam
kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Dalam
mengembangkan IPK perlu mempertimbangkan: (a) tuntutan kompetensi yang
dapat dilihat melalui kata kerja yang digunakan dalam KD; (b) karakteristik mata
pelajaran, siswa, dan sekolah; (c) potensi dan kebutuhan siswa, masyarakat, dan
lingkungan/daerah.
Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian, terdapat dua rumusan
indikator, yaitu: indikator pencapaian kompetensi yang terdapat dalam RPP, dan
16
indikator penilaian yang digunakan dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal
yang dikenal sebagai indikator soal.
Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) memiliki kedudukan yang sangat strategis
dalam mengembangkan pencapaian kompetensi dasar. IPK berfungsi sebagai
berikut:
a. Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran.
Pengembangan materi pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang
dikembangkan. IPK yang dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah
pengembangan materi pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran, potensi dan kebutuhan siswa, sekolah, serta lingkungan.
b. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran.
Pengembangan desain pembelajaran hendaknya sesuai IPK yang dikembangkan,
karena IPK dapat memberikan gambaran kegiatan pembelajaran yang efektif
untuk mencapai kompetensi. IPK yang menuntut kompetensi dominan pada
aspek prosedural menunjukkan agar kegiatan pembelajaran dilakukan tidak
dengan strategi ekspositori melainkan lebih tepat dengan strategi discoveryinquiry.
c. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar.
Bahan ajar perlu dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian
kompetensi siswa. Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan IPK
sehingga dapat meningkatkan pencapaian kompetensi secara maksimal.
d. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar.
Indikator menjadi pedoman dalam merancang,
melaksanakan,
serta
mengevaluasi hasil belajar. Rancangan penilaian memberikan acuan dalam
menentukan bentuk dan jenis penilaian, serta pengembangan indikator
penilaian.
Pengembangan IPK harus mengakomodasi kompetensi yang tercantum dalam
KD. IPK dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan kata kerja operasional.
Rumusan IPK sekurang-kurangnya mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi
17
dan materi yang menjadi media pencapaian kompetensi. Kata kerja operasional
pada IPK pencapaian kompetensi aspek pengetahuan dapat mengacu pada
ranah kognitif taksonomi Bloom, aspek sikap dapat mengacu pada ranah afektif
taksonomi Bloom, aspek keterampilan dapat mengacu pada ranah psikomotor
taksonomi Bloom.
IPK pada Kurikulum 2013 untuk KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2
dirumuskan dalam bentuk perilaku umum yang bermuatan nilai dan sikap yang
gejalanya dapat diamati sebagai dampak pengiring dari KD pada KI-3 dan KI-4.
IPK untuk KD yang diturunkan dari KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk
perilaku spesifik yang dapat diamati dan terukur.
5. Silabus Mata Pelajaran
Silabus mata pelajaran merupakan pedoman dalam menyusun rencana kegiatan
pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang mencakup kompetensi dasar,
materi pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran. Hubungan logis antarberbagai komponen dalam silabus dari setiap mata pelajaran merupakan langkah
yang harus dipersiapkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Silabus
mata pelajaran juga dapat dijadikan pedoman dalam menyusun buku siswa yang
memuat materi pelajaran, aktivitas peserta didik, dan evaluasi.
Kompetensi dasar merupakan kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh
peserta didik setelah kegiatan pembelajaran baik kompetensi pengetahuan
maupun keterampilan. Materi pembelajaran yang diturunkan dari kompetensi
dasar berisi materi-materi pokok pada setiap mata pelajaran. Kegiatan
pembelajaran merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
pembelajaran, dapat dilakukan melalui pendekatan saintifik, pembelajaran
berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran penemuan, atau
pembelajaran penyelidikan, termasuk pembelajaran kooperatif sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran dan kompetensi yang akan dicapai dalam
pembelajaran tersebut.
18
Silabus disusun dengan format dan penyajian/penulisan yang sederhana
sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh guru. Penyederhanaan format
dimaksudkan agar penyajiannya lebih efisien, tidak terlalu banyak halaman
namun
lingkup
dan
substansinya
tidak
berkurang,
serta
tetap
mempertimbangkan tata urutan materi dan kompetensinya. Penyusunan silabus
ini dilakukan dengan prinsip keselarasan antara ide, desain, dan pelaksanaan
kurikulum, kemudahan bagi guru dalam mengajar, kemudahan bagi peserta didik
dalam belajar, keterukuran pencapaian kompetensi, kebermaknaan, dan
kebermanfaatan untuk dipelajari sebagai bekal untuk kehidupan dan kelanjutan
pendidikan peserta didik.
Komponen silabus mencakup kompetensi dasar, materi pembelajaran, dan
kegiatan pembelajaran. Uraian pembelajaran yang terdapat dalam silabus
merupakan alternatif kegiatan belajar berbasis aktivitas. Pembelajaran tersebut
merupakan alternatif dan inspirasi bagi guru dalam mengembangkan berbagai
model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata
pelajaran.
Kompetensi sikap spiritual dan sompetensi sikap sosial dicapai melalui
pembelajaran tidak langsung (indirect teaching) pada pembelajaran kompetensi
pengetahuan dan kompetensi keterampilan melalui keteladanan, pembiasaan,
dan budaya sekolah dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran, serta
kebutuhan dan kondisi peserta didik. Penumbuhan dan pengembangan
kompetensi sikap dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, dan
dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan karakter
peserta didik lebih lanjut.
6. Keterkaitan antara SKL, KI-KD, dan Silabus
Standar kompetensi kulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
19
Kompetensi inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap
tingkat kelas atau program yang menjadi landasan pengembangan kompetensi
dasar. Kompetensi inti mencakup: sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan,
dan keterampilan yang berfungsi sebagai pengintegrasi muatan pembelajaran,
mata pelajaran atau program dalam mencapai standar kompetensi lulusan.
Kompetensi dasar adalah kemampuan untuk mencapai kompetensi inti yang
harus diperoleh peserta didik melalui pembelajaran. Dalam setiap rumusan
kompetensi dasar terdapat unsur kemampuan berpikir dan materi.
Standar kompetensi lulusan adalah muara utama pencapaian yang dituju semua
mata pelajaran pada jenjang tertentu. Sedangkan kompetensi inti adalah pijakan
pertama pencapaian yang dituju semua mata pelajaran pada tingkat kompetensi
tertentu. Penjabaran kompetensi inti untuk tiap mata pelajaran tersaji dalam
rumusan kompetensi dasar.
Alur pencapaian kompetensi lulusan, kompetensi inti, dan kompetensi dasar
melalui proses pembelajaran dan penilaian adalah sebagai berikut.
(1) Kompetensi inti (KI-3 dan KI-4) memberikan arah tingkat kompetensi
pengetahuan dan keterampilan minimal yang harus dicapai peserta didik.
(2) Kompetensi
dasar
dari
KI-3
adalah
dasar
pengembangan
materi
pembelajaran, sedangkan kompetensi dasar dari KI-4 mengarahkan
keterampilan dan pengalaman belajar yang perlu dilakukan peserta didik.
Dari sinilah pendidik dapat mengembangkan proses belajar dan cara
penilaian yang diperlukan melalui pembelajaran langsung.
(3) Dari proses belajar dan pengalaman belajar, peserta didik akan memperoleh
pembelajaran tidak langsung berupa pengembangan sikap sosial dan
spiritual yang relevan dengan berpedoman pada kompetensi dasar dari KI-2
dan KI-1.
(4) Rangkaian dari KI-KD sampai dengan penilaian tertuang dalam silabus,
kecuali untuk tujuan pembelajaran, tidak diwajibkan dicantumkan baik
dalam RPP maupun dalam Silabus.
20
KETERKAITAN SKL, KI, DAN KD DALAM PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN
KI1KD1*)
S
K
L
IPK*)
KI2KD2*)
KI3-KD3
IPK*)
IPK
Materi
Pembelajaran
Kegiatan
Pembelajaran
Penilaian
 Sikap*)
 Pengeta
huan
 Keterampilan
S
K
L
IPK
KI4-KD4
*) UNTUK MAPEL:
PENDIDIKAN AGAMA DAN BUDI
PEKERTI PENDIDIKAN
PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN.
SILABUS
Gambar 2. Keterkaitan SKL, KI dan KD dalam Pembelajaran dan Penilaian
Pada bagian ini akan diberikan contoh analisis keterkaitan KI dan KD dengan indikator
pencapaian kompetensi dan materi pembelajaran pada topik kekongruenan dan
kesebangunan.
21
Kompetensi Inti
1. Memahami dan
menerapkan
pengetahuan
(faktual,
konseptual, dan
prosedural)
berdasarkan rasa
ingin tahunya
tentang ilmu
pengetahuan,
teknologi, seni,
budaya terkait
fenomena dan
kejadian tampak
mata
Kompetensi
Dasar
Indikator Pencapaian
Kompetensi
3.6 Memaham
i konsep
kesebanguna
n dan
kekongruena
n geometri
melalui
pengamatan
3.6.1. Menjelaskan
syarat kongruen
dua bangun
segibanyak
(polygon).
3.6.2. Menentukan sisisisi dan sudut-sudut
yang bersesuaian
pada dua bangun
datar yang kongruen
3.6.3. Menentukan
panjang sisi dan besar
sudut yang belum
diketahui pada dua
bangun yang
kongruen
3.6.4. Menjelaskan
syarat-syarat dua
segitiga yang
kongruen.
3.6.5. Membuktikan dua
segitiga kongruen
3.6.6. Menyelesaikan
masalah
yang
3.6.8.
Menentukan
sisiberkaitan
dengan yang
sisi
dan sudut-sudut
bersesuaian pada dua
bangun yang sebangun
3.6.9. Menentukan
panjang sisi yang belum
diketahui dari dua
bangun sebangun
3.6.10. Menjelaskan
syarat-syarat dua segitiga
yang sebangun
3.6.11. Menentukan sisisisi dan sudut-sudut yang
bersesuaian pada dua
segitiga yang sebangun
3.6.12 Menentukan
panjang sisi yang belum
diketahui dari dua
segitiga sebangun
22
Materi
Pembelajaran
Topik:
Kekongruenan
dan
Kesebangunan
Sub Topik:
Kekongruenan
Bangun Datar
Kekongruenan
Dua Segitiga
Kesebangunan
Bangun Datar
Kesebangunan
Dua Segitiga
4 Mengolah,
menyaji, dan menalar
dalam ranah konkret
(menggunakan,
mengurai, merangkai,
memodifikasi, dan
membuat) dan ranah
abstrak (menulis,
membaca,
menghitung,
menggambar, dan
mengarang) sesuai
dengan yang
dipelajari di sekolah
dan sumber lain yang
sama dalam sudut
pandang/teori
4.5. Menyelesa
ikan
permasalahan
nyata hasil
pengamatan
yang terkait
penerapan
kesebangunan
dan
kekongruenan
4.5.1. Memilih srategi
yang tepat dalam
menyelesaikan masalah
nyata yang berkaitan
dengan kekongruenan
dan kesebangunan.
4.5.2. Menyelesaikan
masalah yang berkaitan
dengan kekongruenan
dan kesebangunan.
Pengembangan Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) dan Materi Pembelajaran
Pengembangan indikator dan materi pembelajaran merupakan merupakan 2
kemampuan yang harus dikuasai seorang guru sebelum mengembangkan RPP dan
melaksanakan pembelajaran. Melalui pemahaman keterkaitan kompetensi (SKL-KIKD), maka pendidik yang mengampu mata pelajaran Matematika dapat merumuskan
indikator pencapaian kompetensi pengetahuan terkait dengan dimensi pengetahuan
dan dimensi proses kognitif serta indikator keterampilan berkaitan tidak hanya
keterampilan bertindak tetapi juga keterampilan berpikir yang juga dikatakan sebagai
keterampilan abstrak dan konkret.
Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai dengan menetapkan SKL
berdasarkan kesiapan siswa, tujuan pendidikan nasional, dan kebutuhan. Setelah
kompetensi ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang terdiri dari kerangka
dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan
kewenangan menyusun silabus, tetapi disusun pada tingkat nasional. Guru lebih
diberikan kesempatan mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus dibebani
dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang memakan waktu yang banyak dan
memerlukan penguasaan teknis penyusunan yang memberatkan guru. Kurikulum 2013
dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tantangan internal. Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi
pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8
23
Standar Nasional Pendidikan yang meliputi SI, standar proses, SKL, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan
lainnya terkait perkembangan penduduk usia produktif Indonesia. Jumlah
penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035
pada saat angkanya mencapai 70%.
2. Tantangan eksternal. Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus
globalisasi dan berbagai isu yang terkait pendidikan. Tantangan eksternal juga
terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas
teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan.
Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student
Assessment (PISA) sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anakanak Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini antara lain dikarenakan banyak
materi uji yang ditanyakan tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.
Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut.
1. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan
dan keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
masyarakat;
2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar agar peserta didik mampu
menerapkan apa yang
dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai
sumber belajar;
3. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
4. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti
kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;
5. Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing
elements)
Kompetensi
Dasar.
Semua
KD
dan
proses
pembelajaran
dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam KI;
24
6. Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Dalam kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik,
yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati,
menanya,
mengumpulkan
informasi,
mengasosiasi/
menalar,
dan
mengomunikasikan. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara soft
skills
serta hard skills siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan,
dan pengetahuan. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan
terbudayakannya kecapakan berpikir sains, terkembangkannya sense of inquiry dan
kemampuan berpikir kreatif siswa. Model pembelajaran harus mampu menghasilkan
kemampuan untuk belajar, bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana hal itu
diperoleh siswa.
Penguatan materi pada Kurikulum 2013 dilakukan dengan pengurangan materi
yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta
didik. Juga menambahkan materi yang dianggap penting dalam perbandingan
internasional, serta penguatan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Cakupan
materi di SMP meliputi bilangan rasional, real, pengenalan aljabar, himpunan,
geometri dan pengukuran (termasuk transformasi, bangun tidak beraturan), dan
statistika dan peluang (termasuk metode statistik sederhana).
D. Daftar Pustaka
Anglin, W. S. 1994. Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York:
Springer-Verlag.
Boyer, Carl B. 1968. A History of Mathematics. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Cooke, R. 1997. The History of Mathematics. A Brief Cource. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
25
Sumardyono. 2003. Sejarah Topik Matematika Sekolah. Seri Paket Pembinaan
Penataran. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika
(PPPG Matematika)
Sumardyono.
2004.
Karakteristik
Matematika
dan
Implikasinya
terhadap
Pembelajaran Matematika. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta:
Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika)
Sumardyono. 2012. Sejarah dan Filsafat Matematika. Modul Diklat Pasca UKA.
Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika)
Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun
2016. Jakarta: Direktorat PSMP.
Yogi Anggraena. 2016. Kurikulum Matematika 1 dan Aljabar 1. Bahan ajar diklat.
Jakarta: Kemdikbud PPPPTK
26
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB V
DESAIN PEMBELAJARAN
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 4: DESAIN PEMBELAJARAN
A. Tujuan
Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru mempunyai wawasan tentang
desain pembelajaran. Diantaranya mengetahui pengertian dan langkah-langkah
pembelajaran dengan pendekatan saintifik, pembelajaran Problem-based Learning,
pembelajaran Project-based Learning, Inquiry, Discovery Learning, serta menerapkan
pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan KD
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah membaca sumber belajar ini diharapkan Guru dapat:
1. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan
saintifik
2. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran Problem-based
Learning
3. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah pembelajaran Project-based
Learning
4. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah Inquiry
5. Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah Discovery Learning
6. Menerapkan pendekatan dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan KD
C. Uraian Materi
1. Pendekatan saintifik (dalam pembelajaran) dan metode saintifik
Pada Permendikbud No.
tahu
di yataka bahwa Pe belajara pada
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis
proses keilmuan. Pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa strategi
seperti pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk
pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya, misalnya
Discovery Learning, Project-based Learning, Problem-based Learning, Inquiry
learning .
Pada kalimat di atas tersua tiga istilah yang disusun secara hirarkis, yakni
pendekatan, strategi, dan model. Dalam beberapa buku teks pembelajaran,
1
istilah pendekatan diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang (perspektif)
terhadap proses pembelajaran (Sanjaya, 2007: 127). Dalam ranah pendidikan
bahasa, Douglas Brown (2001: 14) yang merujuk pendapat Edward Anthony
(1963), juga menyatakan tiga komponen hirarkis yang kurang lebih sama yakni
pendekatan, metode, dan teknik. Di sini pendekatan dipandang sebagai
seperangkat asumsi atau prinsip tentang bahasa dan pembelajaran bahasa. Dua
istilah di bawahnya yakni metode dan teknik, kurang lebih mempunyai
kedudukan yang sejajar dengan istilah strategi dan model dalam Permendikbud.
Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan berbasis proses keilmuan. Artinya,
proses untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) secara sistematis. Dalam
konteks ini, tidak sulit untuk menyatakan bahwa pendekatan saintifik ini berakar
pada metode ilmiah (saintific method), sebuah konsep yang menekankan ilmu
pengetahuan lebih sebagai kata kerja ketimbang kata benda. Metode saintifik
sendiri merupakan prosedur atau proses, yakni langkah-langkah sistematis yang
perlu dilakukan untuk memperoleh pengetahuan (ilmiah) yang didasarkan pada
persepsi inderawi dan melibatkan uji hipotesis serta teori secara terkendali
(Sudarminta, 2002 : 164). Karena pengamatan inderawi biasanya mengawali
maupun mengakhiri proses kerja ilmiah, maka cara kerja atau proses ilmiah
sering juga disebut lingkaran atau siklus empiris.
Pendekatan saintifik sangat relevan dengan teori belajar Bruner, Piaget, dan
Vygotsky berikut ini. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan.
Ada empat hal pokok yang berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin &
Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya
apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses kognitif
dalam proses penemuan, peserta didik akan memperoleh sensasi dan kepuasan
intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya
cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan
penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan.
Keempat, dengan melakukan penemuan, retensi ingatan peserta didik akan
2
menguat. Empat hal di atas bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan
dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik.
Berdasarkan teori Piaget, belajar berkaitan dengan pembentukan dan
perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental
atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi
dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah
berhenti berubah. Skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata
orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan semata disebut
dengan adaptasi.
Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya
seseorang mengintegrasikan stimulus, yang dapat berupa persepsi, konsep,
hukum, prinsip, atau pengalaman baru, ke dalam skema yang sudah ada di dalam
pikirannya. Asimilasi terjadi jika ciri-ciri stimulus tersebut cocok dengan ciri-ciri
skema yang telah ada. Apabila ciri-ciri stimulus tidak cocok dengan ciri-ciri skema
yang telah ada, seseorang akan melakukan akomodasi.
Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang cocok dengan ciri-ciri
rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok
dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya
penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi. Apabila pada
seseorang akomodasi lebih dominan dibandingkan asimilasi, ia akan memiliki
skemata yang banyak tetapi kualitasnya cenderung rendah. Sebaliknya, apabila
asimilasi lebih dominan dibandingkan akomodasi, seseorang akan memiliki
skemata yang tidak banyak, tetapi cenderung memiliki kualitas yang tinggi.
Keseimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi diperlukan untuk
perkembangan intelek seseorang, menuju ke tingkat yang lebih tinggi.
Piaget (Carin & Sund, 1975) menyatakan bahwa pembelajaran yang bermakna
tidak akan terjadi kecuali peserta didik dapat beraksi secara mental dalam
bentuk asimilasi dan akomodasi terhadap informasi atau stimulus yang ada di
3
sekitarnya. Bila hal ini tidak terjadi, guru dan peserta didik hanya akan terlibat
dalam belajar semu (pseudo-learning) dan informasi yang dipelajari cenderung
mudah terlupakan.
Proses kognitif yang dibutuhkan dalam rangka mengonstruk konsep, hukum,
atau prinsip dalam skema seseorang melalui tahapan mengamati, merumuskan
masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan yang terjadi dalam pembelajaran dengan
pendekatan saintifik selalu melibatkan proses asimilasi dan akomodasi. Oleh
karena itu, teori belajar Piaget sangat relevan dengan pendekatan saintifik.
Vygotsky (Nur dan Wikandari, 2000:4) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi
apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari, tetapi tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan,
atau tugas itu berada dalam zone of proximal development, yaitu daerah yang
terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini, yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman
sebaya yang lebih mampu.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mengacu pada teori Vygotsky
menerapkan apa yang disebut dengan scaffolding (perancahan). Perancahan
mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang
lebih kompeten. Artinya, sejumlah besar dukungan diberikan kepada anak
selama tahap-tahap awal pembelajaran, yang kemudian bantuan itu semakin
dikurangi untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil
tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya
sendiri. (Nur, 1998:32).
2. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.
a.
Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi peserta didik,
4
b. Membentuk kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematik,
c.
Memperoleh hasil belajar yang tinggi,
d. Melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis karya ilmiah, serta
e.
Mengembangkan karakter peserta didik.
3. Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut.
a.
Berpusat pada peserta didik yaitu kegiatan aktif peserta didik secara fisik dan
mental dalam membangun makna atau pemahaman suatu konsep,
hukum/prinsip
b. Membentuk students’ self concept yaitu membangun konsep berdasarkan
pemahamannya sendiri.
c.
Menghindari verbalisme,
d. Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengasimilasi dan
mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip,
e.
Mendorong terjadinya peningkatan kecakapan berpikir peserta didik,
f.
Meningkatkan motivasi belajar peserta didik,
g.
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan
dalam komunikasi, serta
h. Memungkinkan adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip
yang dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya.
i.
Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum,
atau prinsip,
j.
Melibatkan proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan
intelektual, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
4. Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Secara umum pembelajaran dengan pendekatan saintifik dilakukan melalui
sejumlah langkah sebagai berikut.
5
a.
Melakukan pengamatan terhadap aspek-aspek dari suatu fenomena untuk
mengidentifikasi masalah
b. Merumuskan pertanyaan berkaitan dengan masalah yang ingin diketahui dan
menalar untuk merumuskan hipotesis atau jawaban sementara berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki,
c.
Mencoba/mengumpulkan data atau informasi dengan berbagai teknik,
d. Mengasosiasi/menganalisis data atau informasi untuk menarik kesimpulan,
e.
Mengkomunikasikan kesimpulan,
f.
Mencipta.
Hasil yang diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan saintifik berupa
konsep, hukum, atau prinsip yang dikonstruk oleh peserta didik dengan bantuan
guru. Pada kondisi tertentu, data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan
tidak mungkin diperoleh secara langsung oleh peserta didik karena kadang-kadang
data tersebut perlu dikumpulkan dalam waktu yang lama. Dalam hal ini guru dapat
memberikan data yang dibutuhkan untuk kemudian dianalisis oleh peserta didik.
5. Contoh Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup.
Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran
yang efektif yang memungkinkan peserta didik dapat mengikuti proses
pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh, ketika memulai pembelajaran, guru
menyapa anak dengan nada bersemangat dan gembira, mengecek kehadiran para
peserta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran
yang akan dilakukan.
Kegiatan inti merupakan kegiatan utama dalam proses pembelajaran karena
terkait langsung dengan pencapaian tujuan pembelajaran. Kegiatan inti dalam
pendekatan saintifik ditujukan untuk memperoleh konsep, hukum, atau prinsip
oleh peserta didik dengan bantuan guru melalui langkah-langkah kegiatan yang
diberikan di muka. Pada akhir kegiatan inti validasi terhadap konsep, hukum, atau
prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta didik dilakukan.
6
Kegiatan penutup ditujukan untuk beberapa hal pokok. Pertama, pengayaan
materi pelajaran yang dikuasai peserta didik. Pengayaan dapat dilakukan dengan
memberikan tugas kepada peserta didik membaca buku-buku pelajaran atau
sumber informasi lainnya untuk memantapkan pemahaman materi yang telah
dibelajarkan atau memahami materi lain yang berkaitan. Guru juga dapat meminta
peserta didik mengakses sumber-sumber dari internet, baik berupa animasi
maupun video yang berkaitan dengan materi yang telah dibelajarkan. Dalam hal
ini, sebaiknya guru memberikan situs-situs internet yang berkaitan dengan materi
pelajaran yang telah dibelajarkan. Pengayaan dapat juga dilakukan dengan
meminta peserta didik melakukan percobaan di rumah, yang berkaitan dengan
materi yang telah dibelajarkan, yang dapat dilakukan dengan aman. Kedua, guru
dapat memberikan kegiatan remedi apabila ada peserta didik yang belum
mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain itu, guru dapat memberi PR dan
memberitahuhan materi/ kompetensi berikutnya yang akan dipelajari.
Beberapa buku teks menyatakan terdapat empat atau lima langkah dalam metode
ilmiah. Salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Gay, Mills, dan Airasian
(2012: 6) yang mengemukakan 5 langkah metode ilmiah yakni :
a. Mengidentifikasi masalah. Pada tahap ini boleh dikata muncul sebuah situasi
yakni situasi masalah yang dapat muncul sebagai hasil dari pengamatan
terhadap fe o e a atau gejala ya g
e arik atau ya g a eh . Ada bagia
dari perstiwa atau fenomena itu yang belum dapat dijelaskan secara masuk
akal. Maka perlu menetapkan atau merumuskan apa masalah yang ingin
dipecahkan.
b. Merumuskan hipotesis. Hipotesis atau jawaban sementara ini bersifat tentatif,
yang diduga dapat menjawab permasalahan di atas. Hipotesis berfungsi untuk
memprediksi atau menjelaskan sebab-sebab dari masalah yang telah
dirumuskan. Dikatakan sementara karena hipotesis ini dapat dibentuk
berdasarkan akal sehat, dugaan murni, spekulasi, imajinasi, maupun asumsi
tertentu. Dalam kesempatan tertentu kegiatan ini
kepustakaan.
7
mencakup pula studi
c. Mengumpulkan data. Langkah ini dimaksudkan untuk mengumpulkan fakta
atau data sebanyak mungkin dari lapangan dengan teknik-teknik tertentu
misalnya wawancara, kuesioner, observasi, dan sebagainya. Data merupakan
fakta yang sudah diolah dan disajikan dalam bentuk dan cara yang sistematis.
Bentuknya dapat berupa statistik, gambar, tabel, grafik, dan dokumendokumen. Sedangkan fakta biasanya sering disebut data mentah. Fakta atau
data inilah yang harus diolah pada langkah berikutnya.
d. Menganalisis data. Langkah ini dimaksudkan pertama-tama untuk menjawab
masalah yang telah ditetapkan pada langkah awal. Dengan kata lain untuk
membuktikan apakah hipotesis yang dirumuskan sebelumnya benar atau
tidak.
e. Menarik simpulan.
Lima langkah inilah yang dijadikan sudut pandang atau asumsi dasar
(=pendekatan) pembelajaran seperti yang dimaksudkan dalam Permendikbud No.
103 Tahun 2014. Sebagai sebuah pendekatan pembelajaran, pendekatan saintifik
terdiri atas lima langkah kegiatan belajar yakni mengamati (observing), menanya
(questioning), mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting), menalar atau
mengasosiasi (associating), mengomunikasikan (communicating).
Mengamati. Siswa menggunakan panca indranya untuk mengamati fenomena
yang relevan dengan apa yang dipelajari. Fenomena yang diamati pada mata
pelajaran satu dan lainnya berbeda. Misalnya, untuk mata pelajaran IPA, siswa
mengamati pelangi, untuk mata pelajaran Bahasa Inggris, mendengarkan
percakapan. Contoh untuk mata pelajaran bahasa Indonesia adalah membaca
teks, untuk prakarya adalah mencicipi iga bakar, dan untuk mata pelajaran IPS
adalah mengamati banjir, dan lain-lainnya. Fenomena dapat diamati secara
langsung maupun melalui media audio visual. Hasil yang diharapkan adalah siswa
mendapatkan pengetahuan faktual, pengalaman, dan serangkaian informasi yang
belum diketahui (gap of knowledge). Membantu siswa menginventarisasi segala
sesuatu yang belum diketahui (gap of knowledge). Agar kegiatan mengamati
dapat berlangsung baik, sebelumnya guru perlu menemukan fenomena yang
8
diamati, merancang, mempersiapkan, menunjukkan, atau menyediakan sumber
belajar yang relevan dengan KD atau materi pembelajaran yang akan diamati
oleh siswa.
Menanya. Siswa merumuskan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat mencakup yang menghendaki
jawaban tentang pengetahuan faktual, konseptual, maupun prosedural, sampai
ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Hasil kegiatan ini adalah serangkaian
pertanyaan siswa terutama yang mengarah ke atau relevan dengan indikatorindikator KD yang sudah dirumuskan. Guru Membantu siswa merumuskan
pertanyaan berdasarkan daftar hal-hal yang perlu/ingin diketahui agar dapat
melakukan/menciptakan sesuatu. Misalnya, guru membantu siswa dengan
merumuskan pertanyaan pancingan terkait dengan apa yang sedang diamati.
Mengumpulkan informasi/mencoba. Siswa mengumpulkan data melalui berbagai
teknik, misalnya: melakukan eksperimen; mengamati objek/kejadian/aktivitas;
wawancara dengan nara sumber; membaca buku pelajaran, dan sumber lain di
antaranya kamus, ensiklopedia, media masa, buku pintar, atau serangkaian data
statistik. Guru menyediakan sumber-sumber belajar, lembar kerja (worksheet),
media,
alat
peraga/peralatan
eksperimen,
dan
sebagainya.
Guru
juga
membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengesi lembar kerja, menggali
informasi tambahan yang dapat dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa
memperoleh informasi atau data yang dibutuhkan. Hasil kegiatan ini adalah
serangkaian data atau informasi yang relevan dengan serangkaian KD.
Menalar/mengasosiasi. Siswa mengolah informasi yang sudah dikumpulkan.
Dalam langkah ini siswa
memecah, memilah dan memilih informasi,
mengklasifikasikan, atau menghitung dengan cara tertentu untuk menjawab
pertanyaan.
Pada
langkah
ini
guru
mengarahkan
agar
siswa
dapat
mengidentifikasi, mengklasifikasi, atau menghubung-hubungkan data/informasi
yang diperoleh. Hasil akhir dari tahap ini adalah simpulan-simpulan yang
merupakan jawaban atas pertanyaan yang dirumuskan.
9
Mengomunikasikan. Siswa menyampaikan simpulan hasil analisis secara lisan,
tertulis, atau menyampaikan melalui media lain. Pada kegiatan ini, siswa dapat
juga memajang/memamerkan hasilnya di ruang kelas, atau mengunggah (upload)
di blog yang dimiliki. Guru memberikan umpan balik, memberikan penguatan,
serta memberikan penjelasan/informasi lebih luas. membantu peserta didik untuk
menentukan butir-butir penting dan simpulan yang akan dipresentasikan, baik
dengan atau tanpa memanfaatkan teknologi informasi.
Karena sudut pandang atau asumsi dasar (pendekatan)-nya berupa
langkah-
langkah operasional yang berurutan, maka yang disebut pendekatan (saintifik)
dalam pembelajaran dengan mudah dipahami sebagai sebuah sintak yang dapat
digunakan sebagai praksis pembelajaran. Dengan kata lain istilah pe dekata
menjadi identik dengan
odel , seperti model Discovery Learning, Project-based
Learning, Problem-based Learning, Inquiry learning seperti yang termaktub dalam
Permendikbud No. 103 tahun 2014. Paparan berikut akan menitikberatkan pada
apa dan bagaimana model-model tersebut.
6. Model-model Pembelajaran
f. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning)
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), selanjutnya
disingkat PBM, mula-mula dikembangkan di sekolah kedokteran, McMaster
University Medical School di Hamilton, Canada pada 1960-an (Barrows, 1996).
PBM dikembangkan sebagai respon atas fakta bahwa mahapeserta didik
mengalami kesulitan di tahun pertama perkuliahan, seperti pada mata kuliah
Anatomi, Biokimia, dan Fisiologi. Mereka tidak termotivasi menempuh mata
kuliah-mata kuliah tersebut karena tidak melihat relevansinya dengan profesi
mereka kelak. Selain itu, juga didapati fakta bahwa para dokter muda yang
baru lulus dari sekolah kedokteran itu memiliki pengetahuan yang sangat
kaya, tetapi kurang memiliki keterampilan memadai untuk memanfaatkan
pengetahuan tersebut dalam praktik sehari-hari. Atas dasar itu, para pengajar
merancang pembelajaran yang mendasarkan pada masalah atau kasus aktual.
Pembelajaran dimulai dengan penyajian masalah klinis yang dapat
10
diselesaikan dengan menggunakan pengetahuan medis yang relevan.
Perkembangan selanjutnya, PBM secara lebih luas diterapkan di berbagai
mata kuliah di perguruan tinggi dan di berbagai mata pelajaran di sekolah.
Pembelajaran
Berbasis
Masalah
menggunakan masalah nyata
(open-ended)
untuk
mengembangkan
(PBM)
adalah
pembelajaran
yang
sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka
diselesaikan
keterampilan
oleh
berpikir,
peserta
didik
keterampilan
dalam
rangka
menyelesaikan
masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan
membangun atau memperoleh pengetahuan baru. Pemilihan masalah nyata
tersebut dilakukan atas pertimbangan kesesuaiannya dengan pencapaian
kompetensi dasar.
Contoh masalah nyata yang dapat digunakan dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah dalam pembelajaran matematika: Dalam keadaan darurat seseorang
harus diselamatkan melalui pintu jendela yang tingginya 4m dengan
menggunakan tangga. Dengan pertimbangan keselamatan, tangga tersebut
harus ditempatkan minimum 1m dari dasar bangunan. Berapa panjang tangga
yang mungkin?
Tujuan utama PBM adalah mengembangkan keterampilan menyelesaikan
masalah, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan untuk
belajar mandiri, dan membentuk atau memperoleh pengetahuan baru.
Prinsip-prinsip PBM adalah sebagai berkut.
a. Penggunaan masalah nyata (otentik)
b. Berpusat pada peserta didik (student-centered)
c. Guru berperan sebagai fasilitator
d. Kolaborasi antarpeserta didik
e. Sesuai dengan paham konstruktivisme yang menekankan peserta didik
untuk secara aktif memperoleh pengetahuannya sendiri.
Secara umum, berikut langkah-langkah PBM yang mengadaptasi dari
pendapat Arends (2012) dan Fogarty (1997).
11
Kegiatan pembelajaran terdiri atas tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti, dan
penutup. Tahap-tahap orientasi terhadap masalah, organisasi belajar,
penyelidikan individual maupun kelompok, dan pengembangan dan penyajian
hasil penyelesaian masalah merupakan tahap inti pembelajaran. Tahap
analisis dan evaluasi proses penyelesaian masalah merupakan tahap penutup.
Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Tahap
Tahap 1
Deskripsi
Guru menyajikan masalah nyata kepada peserta didik.
Orientasi terhadap
masalah
Tahap 2
Guru memfasilitasi peserta didik untuk memahami
Organisasi belajar
masalah nyata yang telah disajikan, yaitu
mengidentifikasi apa yang mereka ketahui, apa yang
perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan
untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik berbagi
peran/tugas untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Tahap 3
Guru membimbing peserta didik melakukan
Penyelidikan
pengumpulan data/informasi (pengetahuan, konsep,
individual maupun
teori) melalui berbagai macam cara untuk menemukan
kelompok
berbagai alternatif penyelesaian masalah.
Tahap 4
Guru membimbing peserta didik untuk menentukan
Pengembangan dan
penyelesaian masalah yang paling tepat dari berbagai
penyajian hasil
alternatif pemecahan masalah yang peserta didik
penyelesaian
temukan. Peserta didik menyusun laporan hasil
masalah
penyelesaian masalah, misalnya dalam bentuk
gagasan, model, bagan, atau Power Point slides.
Tahap 5
Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan
Analisis dan
refleksi atau evaluasi terhadap proses penyelesaian
evaluasi proses
masalah yang dilakukan.
12
Tahap
Deskripsi
penyelesaian
masalah
g. Pembelajaran Berbasis Projek (Project-based Learning)
Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah kegiatan pembelajaran yang
menggunakan projek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai
kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran
terletak pada aktivitas-aktivias peserta didik untuk menghasilkan produk
dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai
dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman
nyata. Produk yang dimaksud adalah hasil projek dalam bentuk desain, skema,
karya tulis, karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lain. Pendekatan ini
memperkenankan pesera didik untuk bekerja secara mandiri maupun
berkelompok dalam menghasilkan produk nyata.
Pembelajaran Berbasis Projek merupakan model pembelajaran yang
menggunakan projek sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan
pengetahuan dan keterampilan baru berdasarkan pengalaman nyata. PBP
dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan peserta didik dalam
pembelajaran sikap, pengetahuan, dan keterampilan
melalui investigasi
dalam perancangan produk. PBP merupakan pendekatan pembelajaran yang
inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang
kompleks. Pelaksanaan pembelajaran berbasis projek memberi kesempatan
peserta didik berpikir kritis dan mampu mengembangkan kreativitasnya
melalui pengembangan inisiatif untuk menghasilkan produk nyata berupa
barang atau jasa.
Pada PBP, peserta didik terlibat secara aktif dalam memecahkan masalah
dalam bentuk suatu projek. Peserta didik aktif mengelola pembelajarannya
dengan bekerja secara nyata yang menghasilkan produk riil. PBP dapat
mereduksi kompetisi di dalam kelas dan mengarahkan peserta didik lebih
13
kolaboratif daripada bekerja sendiri-sendiri. Di samping itu PBP dapat juga
dilakukan secara mandiri melalui bekerja mengkonstruk pembelajarannya
melalui pengetahuan serta keterampilan baru, dan mewujudkannya dalam
produk nyata.
Pembelajaran Berbasis Projek merupakan metode pembelajaran yang
berfokus pada peserta didik dalam kegiatan pemecahan masalah terkait
dengan projek dan tugas-tugas bermakna lainnya. Pelaksanaan PBP dapat
memberi peluang pada peserta didik untuk bekerja mengkonstruk tugas yang
diberikan guru yang puncaknya dapat menghasilkan produk karya peserta
didik. Tujuan Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam pembelajaran
b. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah
projek.
c. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah projek
yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa.
d. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam
mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas/projek.
e. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PBP yang bersifat
kelompok.
Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis projek adalah sebagai berikut.
a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas
projek pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran.
b. Tugas projek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu
tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
c. Tema atau topik yang dibelajarkan dapat dikembangkan dari suatu
kompetensi dasar tertentu atau gabungan beberapa kompetensi dasar
dalam suatu mata pelajaran, atau gabungan beberapa kompetensi dasar
antarmata pelajaran. Oleh karena itu, tugas projek dalam satu semester
dibolehkan hanya satu penugasan dalam suatu mata pelajaran.
14
d. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan
produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan
tema/topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau hasil karya).
Produk tersebut selanjutnya dikomunikasikan untuk mendapat tanggapan
dan umpan balik untuk perbaikan produk.
e. Pembelajaran dirancang dalam pertemuan tatap muka dan tugas mandiri
dalam fasilitasi dan monitoring oleh guru. Pertemuan tatap muka dapat
dilakukan di awal pada langkah penentuan projek dan di akhir
pembelajaran pada langkah penyusunan laporan dan presentasi/publikasi
hasil projek, serta evaluasi proses dan hasil projek.
Dalam PBP, peserta didik diberikan tugas dengan mengembangkan tema/topik
dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan projek yang realistik. Di
samping itu, penerapan pembelajaran berbasis projek ini mendorong
tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta
berpikir kritis dan analitis pada peserta didik. Secara umum, langkah-langkah
Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Penentuan
Projek
2. Perancangan
langkah-langkah
penyelesaian
projek
3. Penyusunan
Jadwal Pelaksanaan
Projek
5. Penyusunan
laporan dan
presentasi/publikas
i hasil projek
4. Penyelesaian
projek dengan
fasilitasi dan
monitoring guru
Bagan 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek
Diadaptasi dari Keser & Karagoca (2010)
Berikut disajikan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan pada setiap langkah
PBP.
15
a. Penentuan projek
Pada langkah ini, peserta didik menentukan tema/topik projek bersama guru.
Peserta didik diberi kesempatan untuk memilih/menentukan projek yang akan
dikerjakannya baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak
menyimpang dari tema.
Pada bagian ini, peserta didik memilih tema/topik untuk menghasilkan produk
(laporan
observasi/penyelidikan,
rancangan
karya
seni,
atau
karya
keterampilan) dengan karakteristik mata pelajaran dengan menekankan
keorisinilan produk. Penentuan produk juga disesuaikan dengan kriteria tugas,
dengan
mempertimbangkan
kemampuan
peserta
didik
dan
sumber/bahan/alat yang tersedia.
b. Perancangan langkah-langkah penyelesaian projek
Peserta didik merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian projek dari
awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan projek ini
berisi perumusan tujuan dan hasil yang diharapkan, pemilihan aktivitas untuk
penyelesaian projek, perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat mendukung
penyelesaian tugas projek, dan kerja sama antaranggota kelompok.
Pada kegiatan ini, peserta didik mengidentifikasi bagian-bagian produk yang
akan dihasilkan dan langkah-langkah serta teknik untuk menyelesaikan
bagian-bagian tersebut sampai dicapai produk akhir.
c. Penyusunan jadwal pelaksanaan projek
Peserta didik dengan pendampingan guru melakukan penjadwalan semua
kegiatan yang telah dirancangnya.Berapa lama projek itu harus diselesaikan
tahap demi tahap. Peserta didik menyusun tahap-tahap pelaksanaan projek
dengan mempertimbangkan kompleksitas langkah-langkah dan teknik
penyelesaian produk serta waktu yang ditentukan guru.
d. Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru
Langkah ini merupakan pelaksanaan rancangan projek yang telah dibuat.
Peserta didik mencari atau mengumpulkan data/material dan kemudian
16
mengolahnya untuk menyusun/mewujudkan bagian demi bagian sampai
dihasilkan produk akhir.
Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan projek di antaranya dengan: a)
membaca, b) membuat disain, c) meneliti, d) menginterviu, e) merekam, f)
berkarya, g) mengunjungi objek projek, dan/atau h) akses internet. Guru
bertanggung jawab membimbing dan memonitor aktivitas peserta didik dalam
melakukan tugas projek mulai proses hingga penyelesaian projek. Pada
kegiatan monitoring, guru membuat rubrik yang akan dapat merekam
aktivitas peserta didik dalam menyelesaikan tugas projek.
e. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek
Hasil projek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis, disain,
karya seni, karya teknologi/prakarya, dan lain-lan dipresentasikan dan/atau
dipublikasikan kepada peserta didik yang lain dan guru atau masyarakat dalam
bentuk presentasi, publikasi (dapat dilakukan di majalah dinding atau
internet), dan pameran produk pembelajaran.
f. Evaluasi proses dan hasil projek
Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil tugas projek. Proses refleksi pada tugas projek
dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap evaluasi,
peserta didik diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya selama
menyelesaikan tugas projek yang berkembang dengan diskusi untuk
memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas projek. Pada tahap ini juga
dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dilakukan.
Proses pembelajaran berbasis projek meliputi tahap-tahap pendahuluan,
kegiatan inti, dan penutup. Langkah-langkah PBP secara keseluruhan berada
dalam tahap kegiatan inti. Dengan demikian tahap kegiatan inti meliputi
kegiatan menemukan tema/topik projek, kegiatan merancang langkah
penyelesaian projek, menyusun jadwal projek,proses penyelesaian projek
dengan difasilitasi dan dimonitor oleh guru, penyusunan laporan dan
17
presentasi/publikasi hasil projek, dan evaluasi proses dan hasil kegiatan
projek.
Tabel 2. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Projek
Langkah-langkah
Deskripsi
Langkah -1
Guru bersama dengan peserta didik
Penentuan projek
menentukan tema/topik projek
Langkah -2
Guru memfasilitasi Peserta didik untuk
Perancangan langkah-
merancang langkah-langkah kegiatan
langkah penyelesaian
penyelesaian projek beserta pengelolaannya
projek
Langkah -3
Guru memberikan pendampingan kepada
Penyusunan jadwal
peserta didik melakukan penjadwalan semua
pelaksanaan projek
kegiatan yang telah dirancangnya
Langkah -4
Guru memfasilitasi dan memonitor peserta
Penyelesaian projek
didik dalam melaksanakan rancangan projek
dengan fasilitasi dan
yang telah dibuat
monitoring guru
Langkah -5
Guru memfasilitasi Peserta didik untuk
Penyusunan laporan dan
mempresentasikan dan mempublikasikan hasil
presentasi/publikasi hasil karya
projek
Langkah -6
Guru dan peserta didik pada akhir proses
Evaluasi proses dan hasil
pembelajaran melakukan refleksi terhadap
projek
aktivitas dan hasil tugas projek
h. Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuaan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan
18
sendiri. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak
terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan peserta didik
berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosi, maupun pribadinya.
Oleh karena itu dalam proses perencanaan pembelajaran, guru bukanlah
mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri
materi yang harus dipahaminya. Pembelajaran adalah proses memfasilitasi
kegiatan penemuan (inquiry) agar peserta didik memperoleh pengetahuan
dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat
sejumlah fakta).
Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran
inkuiri
adalah
pembelajaranyang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan yang
meliputi sikap, pengetahuan,dan keterampilan peserta didik untuk mencari
dan menyelidiki sesuatu (benda, manusiaatau peristiwa), secara sistematis,
kritis, logis, dan analitis.
Karakteristik dari Pembelajaran Inkuiri:
1) Menekankan kepada proses mencari dan menemukan.
2) Pengetahuan dibangun oleh peserta didik melalui proses pencarian.
3) Peran guru
sebagai fasilitator
dan pembimbing peserta didik dalam
belajar.
4) Menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk merumuskan
kesimpulan.
Tabel 3. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri
Tahap
Deskripsi
Tahap 1
Guru mengondisikan agar peserta didik siap
Orientasi
melaksanakan proses pembelajaran, menjelaskan
topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat
tercapai oleh peserta didik, menjelaskan pokok-pokok
kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik
19
Tahap
Deskripsi
untuk mencapai tujuan, menjelaskan pentingnya topik
dan kegiatan belajar, hal ini dapat dilakukan dalam
rangka memberikan motivasi belajar peserta didik.
Tahap 2
Guru membimbing dan memfasilitasi peserta didik
Merumuskan
untuk merumuskan dan memahami masalah nyata
masalah
yang telah disajikan.
Tahap 3
Guru membimbing peserta didik untuk
Merumuskan
mengembangkan kemampuan berhipotesis dengan
hipotesis
cara menyampaikan berbagai pertanyaan yang dapat
mendorong peserta didik untuk dapat merumuskan
jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai
perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahan yang dikaji.
Tahap 4
Guru membimbing peserta didik dengan cara
Mengumpulkan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
data
mendorong peserta didik untuk berpikir mencari
informasi yang dibutuhkan.
Tahap 5
Guru membimbing peserta didik dalam proses
Menguji hipotesis
menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai
dengan data dan informasi yang diperoleh
berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting
dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat
keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan.
Tahap 6
Guru membimbing peserta didik dalam proses
Merumuskan
mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan
kesimpulan
hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
yang akurat sebiknya guru mempu menunjukkan pada
peserta didik data mana yang relevan.
20
i. Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning)
Pembelajaran menemukan (Discovery Learning), adalah Pembelajaran untuk
menemukan konsep, makna, dan hubungan kausal melalui pengorganisasian
pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.
Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan
memecahkan
masalah
untuk
menciptakan,
menggabungkan
dan
menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada peserta didik; (3) kegiatan
untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Karakteristik dari pembelajaran menemukan (Discovery Learning):
5) Peran guru sebagai pembimbing.
6) Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan.
7) Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan
kegiatan menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
serta membuat kesimpulan.
Tabel 4. Langkah-Langkah Pembelajaran Menemukan (Discovery Learning)
Tahap
Deskripsi
Tahap 1
Guru Menentukan tujuan pembelajaran, identifikasi
Persiapan
karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat,
gaya belajar, dan sebagainya)
Tahap 2
Guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
Stimulasi/pemberian mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
rangsangan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap
ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
peserta didik dalam mengeksplorasi bahan
Tahap 3
Guru Mengidentifikasi sumber belajardan memberi
Identifikasi masalah
kesempatan kepada peserta didik untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda
21
Tahap
Deskripsi
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah)
Tahap 4
Guru Membantu peserta didik mengumpulan dan
Mengumpulkan data mengeksplorasi data.
Tahap 5
Guru membimbing peserta didik dalam kegiatan
Pengolahan data
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh
para peserta didik baik melalui wawancara, observasi,
dan sebagainya
Tahap 6
Guru membimbing peserta didik melakukan
Pembuktian
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil
Tahap 7
Guru membimbing peserta didik merumuskan prinsip
Menarik kesimpulan
dan generalisasi hasil penemuannya.
D. Daftar Pustaka
Anglin, W. S. 1994. Mathematics: A Concise History and Philosophy. New York:
Springer-Verlag.
Courant, Richart & Robbins, Herbert. 1981. What is Mathematics, An Elementary
Approach To Ideas and Methods. New York: Oxford University Press.
Sumardyono.
2004.
Karakteristik
Matematika
dan
Implikasinya
terhadap
Pembelajaran Matematika. Seri Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: Pusat
Pengembangan Penataran Guru Matematika (PPPG Matematika)
Sumardyono. 2012. Sejarah dan Filsafat Matematika. Modul Diklat Pasca UKA.
Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika)
22
Yogi Anggraena. 2016. Kurikulum Matematika 1 dan Aljabar 1. Guru Pembelajar
Modul Matematika SMP. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika)
23
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB VI
MEDIA PEMBELAJARAN
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 5 : MEDIA PEMBELAJARAN
A. Tujuan
Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat:
1. Menyebutkan perbedaan media pembelajaran dengan media pada umumnya,
2. menyebutkan macam-macam media pembelajaran beserta contohnya baik
menurut bentuk maupun fungsinya,
3. menyebutkan perbedaan media pembelajaran yang merupakan alat peraga manipulatif
dengan yang bukan.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat:
1. Membedakan media dan media pembelajaran
2. Membedakan macam-macam media pembelajaran
3. Membedakan media pembelajaran yang merupakan alat peraga manipulatif
dengan yang bukan.
C. Uraian Materi
Proses pembelajaran tentunya akan dapat dilaksanakan dengan lebih baik apabila telah
dirancang dengan baik pula. Selain itu, guru perlu memerluas wawasan tentang berbagai
pendekatan, model, metode, maupun strategi pembelajaran. Pembelajaran perlu dibuat
agar siswa dapat membangun pengetahuannya sehingga pembelajaran dapat berpusat
pada siswa. Oleh sebab itu, guru perlu mencari cara lain dalam mengajar agar lebih
efektif. Menurut Forsyth, Jolliffe, & Stevens (2004:
69), learning is an active process. In order to learn a person has to take part in various
learning activities. Interaction is an essential element of learning . Pe dapat tersebut
memberi pengertian bahwa belajar merupakan suatu proses aktif. Untuk belajar,
seseorang perlu mengambil bagian dalam berbagai aktivitas belajar. Interaksi merupakan
unsur penting dalam belajar. Akibatnya, seseorang perlu berinteraksi secara langsung
dengan apa yang sedang dipelajarinya. Keterlibatan pebelajar dalam aktivitas secara aktif
dapat membantunya untuk belajar. Kegiatan belajar seharusnya dirancang agar bervariasi
agar memungkinkan pebelajar untuk mendapatkan pengalaman yang bervariasi pula.
1
Pernyataan-pernyataan tersebut sejalan dengan Piaget yang berpendapat bahwa belajar
merupakan suatu proses pengonstruksian dimana seseorang membangun pengetahuan
melalui interaksi dengan lingkungan (Arends, 2012: 330; Kryiacou, 2009: 24).
Menurut Piaget, siswa usia SMP sudah dapat melakukan operasi formal dimana anak
sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal abstrak sehingga
penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Akan tetapi, Brunner
mengungkapkan dalam teorinya bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi
kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Dalil ini menyatakan bahwa
manipulasi benda-benda diperlukan dalam pengonstruksian pemahaman siswa
(Suherman, et al., 2001: 43 - 45). Hal ini didukung oleh pernyataan Boggan, Harper,
dan Whitmire (2010: 5) bahwa siswa pada segala tingkat pendidikan dan kemampuan
akan mendapat keuntungan dari penggunaan alat peraga manipulatif. Dengan kata lain,
penggunaan alat peraga manipulatif dapat berpengaruh positif terhadap kualitas
pembelajaran.
Selain media pembelajaran berupa media fisik alat peraga, terdapat pula media
pembelajaran ICT. Media tersebut memanfaatkan potensi perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi dalam mengefektifkan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Terdapat hubungan yang positif antara penggunaan teknologi
dengan prestasi belajar seperti yang terjadi di Singapura jika teknologi digunakan secara
tepat. Hal tersebut berbeda dengan yang terjadi di Amerika Serikat di mana tidak
terdapat hubungan di antara keduanya (Alsafran & Brown, 2012: 1). Artinya, belum tentu
siswa yang mendapat pembelajaran yang menggunakan teknologi, dalam hal ini
komputer, selalu mendapat prestasi yang baik jika tidak digunakan secara tepat.
Penggunaan alat tersebut baik media fisik alat peraga maupun media ICT dapat
dilakukan pada semua tingkat pendidikan, bukan hanya di Sekolah Dasar saja. Bahkan,
siswa baik yang berkemampuan tinggi, sedang, maupun rendah akan mendapat
keuntungan jika mendapat pembelajaran dengan menggunakan alat peraga maupun
media ICT. Keuntungan ini mungkin saja dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotor. Media pembelajaran dapat digunakan sebagai jembatan siswa dalam
memahami konsep
abstrak dari obyek matematika melalui pemanipulasian benda2
benda nyata baik secara individu, kelompok, maupun klasikal. Oleh sebab itu penggunaan
media pembelajaran baik media fisik berupa alat peraga maupun media ICT dalam
pembelajaran matematika perlu dipelajari oleh para guru.
1. Pengertian Media Pembelajaran
Media merupakan kata jamak dari medium yang berasal dari bahasa latin yang berarti
a tara yaitu segala sesuatu ya g
e bawa i for asi a tara su ber i for asi da
penerima (Smaldino, et al., 2005: 9). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa segala
sesuatu yang dapat menjembatani informasi antara sumber informasi dan penerima
dapat dikatakan sebagai media. Pendapat lain mengatakan bahwa media diartikan
sebagai alat fisik dari komunikasi antara lain buku, modul cetak, teks terprogram,
komputer, slide/pita presentasi, film, pita video, dan sebagainya (Gagne & Briggs,
1979: 175). Dengan kata lain, media merupakan benda fisik yang dapat menjadi
penghubung komunikasi dari sumber informasi kepada orang lain yang melihat,
membaca, atau menggunakannya. Benda tersebut dapat berbentuk cetak maupun
noncetak.
Newby, et al. (2006: 308) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan pemilihan dan
pengaturan informasi, kegiatan, metode, dan media untuk membantu siswa mencapai
tujuan belajar yang telah direncanakan. Dalam pembelajaran terjadi pengaturan siswa
untuk dapat belajar melalui kegiatan yang akan dilaksanakan, pemilihan metode dan
media yang akan digunakan, serta adanya target pengetahuan atau kemampuan yang
akan diperoleh setelah mengikuti serangkaian kegiatan. Semua hal tersebut dilakukan
atau digunakan agar dapat membantu siswa untuk mencapai target berupa tujuan belajar
yang telah direncanakan sebelum pembelajaran dilaksanakan.
Media yang digunakan untuk menyampaikan pesan guna mencapai suatu tujuan
pembelajaran didefinisikan sebagai media pembelajaran (Smaldino, et al., 2005: 9).
Dengan demikian, media pembelajaran adalah segala alat yang dapat membantu
tercapainya tujuan pembelajaran. Senada dengan definisi tersebut, Newby, et al. (2006:
308) mendefinisikan media pembelajaran sebagai saluran dari komunikasi yang
membawa pesan dengan tujuan yang berkaitan den gan pembelajaran yang dapat berupa
cara atau alat lain yang dengannya informasi dapat disampaikan atau dialami siswa.
3
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa media pembelajaran juga dapat berupa cara
atau alat untuk berkomunikasi dengan siswa. Segala sesuatu yang digunakan sebagai
penyampai pesan pembelajaran diidentifikasi sebagai media pembelajaran. Dengan kata
lain, media pembelajaran membantu siswa dalam mendapat atau membangun informasi
atau pengetahuan.
Dari beberapa pendapat tersebut, media dapat diartikan sebagai alat fisik komunikasi
yang berfungsi menyampaikan informasi (pengetahuan) dari sumber ke penerima
informasi. Adapun media pembelajaran merupakan alat atau perantara untuk
memfasilitasi komunikasi dari sumber belajar ke siswa dan mendukung proses belajar
guna mencapai tujuan belajar.
2. Macam Media Pembelajaran
Menurut bentuknya, media yang digunakan dalam belajar dan pembelajaran secara
umum dibedakan menjadi media cetak dengan noncetak serta media audio dengan
nonaudio. Secara lebih spesifik, media dapat berupa antara lain teks, audio, visual, media
bergerak, obyek/media yang dapat dimanipulasi (media manipulatif), dan manusia.
Media teks merupakan jenis media yang paling umum digunakan. Media ini berupa
karakter huruf dan bilangan yang disajikan dalam buku, poster, tulisan di papan tulis, dan
sejenisnya (Smaldino, et al., 2005: 9; Newby, et al., 2006: 21).
Media audio meliputi segala sesuatu yang dapat didengar misalnya suara seseorang,
musik, suara mesin, dan suara-suara lainnya.
Media visual meliputi berbagai bagan, gambar, foto, grafik baik yang disajikan dalam
poster, papan tulis, buku, dan sebagainya.
Media bergerak merupakan media yang berupa gambar bergerak misalnya video/film
dan animasi.
Adapun media manipulatif adalah benda tiga dimensi yang dapat disentuh dan digunakan
dengan tangan oleh siswa.
4
Manusia juga dapat berperan sebagai media pembelajaran. Siswa dapat belajar dari guru,
siswa yang lain, atau orang lain.
Adapun menurut fungsinya, Suherman, et al. (2001: 200) mengelompokkan media
menjadi dua bagian yaitu:


pembawa informasi (ilmu pengetahuan)
alat untuk menanamkan konsep
Contoh media sebagai pembawa informasi yaitu papan tulis, kapur, spidol, jangka,
mistar, komputer/laptop, dan LCD Proyektor. Terkadang media ini digolongkan sebagai
sarana atau alat bantu. Adapun contoh media yang sekaligus alat penanaman konsep
misalnya alat peraga matematika, lembar kerja, bahkan kapur pun selain merupakan
pembawa informasi dapat pula menjadi alat penanaman konsep operasi bilangan bulat
atau model bangun ruang tabung.
3. Pengertian Alat Peraga
Gerakan fisik merupakan salah satu dasar dalam belajar. Untuk belajar secara efektif,
siswa harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan, bukan hanya sebagai penonton.
Manipulasi peralatan yang digunakan dalam pembelajaran harus dapat mengabstraksikan
suatu ide atau model. Kontak dengan benda nyata dapat membantu pemahaman
terhadap ide-ide abstrak. Van Engen menegaskan peran sensory learning dalam
pembentukan konsep. Reaksi terhadap dunia benda konkret merupakan dasar darimana
struktur ide-ide abstrak muncul (Jackson & Phillips, 1973: 302). Lebih lanjut, guru perlu
merancang aktivitas belajar yang memanfaatkan benda fisik, memfasilitasi terjadinya
interaksi sosial, dan memberi kesempatan siswa untuk berpikir, memberi alasan, dan
membentuk kesadaran akan pentingnya matematika, bukan hanya diceritakan oleh guru
(Burns, 2007: 32). Benda fisik dalam pernyataan ini dapat diartikan sebagai benda
yang dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuan.
Alat peraga merupakan istilah dari Bahasa Indonesia yang terdiri dua kata yaitu alat
da
peraga sehi gga se ara harfiah alat peraga adalah alat ya g digu aka u tuk
memperagakan. Dalam konteks pembelajaran matematika, alat peraga matematika
adalah alat yang memperagakan konsep dan prinsip matematika. Maksud dari
5
e peragaka
dala
ko teks i i adalah
e jadika ko sep da pri sp
ate atika
jelas secara visual, atau konkrit (dapat disentuh), atau bekerja pada suatu konteks.
Dala
edia pe belajara , terdapat pula istilah
hands-onmaterials
ya g dapat
diartikan sebagai material atu benda yang dapat dipegang. Istilah ini dapat pula diartikan
sebagai alat (peraga) manipulative
karena
dapat
dioperasikan
(dimanipulasi)
menggunakan tangan untuk memperagakan suatu hal. Menurut Posamentier, Smith, dan
Stepelman (2010: 6), hand-on materials atau alat peraga manipulatif adalah benda nyata
yang memungkinkan siswa dapat menyelidiki, menyusun, memindah, mengelompokkan,
mengurutkan, dan menggunakannya ketika mereka menemui konsep model dan soalsoal matematika. Alat peraga manipulatif di sini dapat dimaknai sebagai alat yang
digunakan untuk membantu siswa memahami matematika melalui benda nyata yang
tidak hanya dapat digunakan oleh guru saja, tetapi juga siswa. Siswa dapat menyentuh,
mengontrol, dan mengoperasikan alat peraga manipulatif tersebut dalam rangka
mempelajari benda itu sendiri atau membantu mempelajari hal lain yang terkait
dengannya. Alat peraga manipulatif membantu penyelidikan dalam pembelajaran.
Alat peraga berupa model dalam kaitannya dengan media mengacu pada representasi
konkret konstruksi mental atau ide-ide (Johnson, Berger, & Rising, 1973: 235).
Representasi konkret dari konstruksi mental atau ide dapat diartikan sebagai gambar atau
benda nyata yang dapat menggambarkan obyek atau konsep abstrak, di mana kedua hal
ini ada dalam matematika.
Salah satu tipe media yang memfasilitasi untuk melakukan gerakan fisik untuk belajar
adalah alat peraga manipulatif. Media ini berupa benda tiga dimensi yang dapat disentuh
maupun dikontrol oleh pebelajar ketika belajar (Smaldino, et al., 2005: 9, 214). Lebih
lanjut, alat peraga manipulatif mengacu pada benda-benda konkret yang, ketika
digunakan siswa dan guru, dapat memberikan kesempatan siswa untuk mencapai tujuan
tertentu (Jackson & Phillips, 1973: 301). Dengan belajar menggunakan media tersebut
diharapkan dapat mempermudah siswa dalam mengonstruksi pemahamannya.
Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa alat peraga manipulatif
adalah media berupa benda nyata tiga dimensi yang dapat menggambarkan secara
konkret suatu obyek, ide, model, atau konsep abstrak dan
6
memungkinkan
untuk
digerakkan atau dimanipulasi secara fisik dalam kaitannya dengan pembentukan
konsep bagi penggunanya, dalam hal ini siswa.
4. Fungsi Alat Peraga
Menurut Pujiati dan Hidayat (2015: 32), secara umum fungsi alat peraga adalah:
a. memudahkan memahami konsep matematika yang abstrak
b. menjadi sumber konkrit untuk mempelajari satu atau lebih konsep matematika
c. memotivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika
Secara lebih khusus, alat peraga dapat dikelompokkan menurut fungsinya sebagai
berikut.
a. Alat peraga sebagai model
Dalam hal ini, alat peraga berfungsi untuk membantu dalam memvisualkan atau
mengkonkretkan (physical) konsep matematika. Menurut Smaldino, et al. (2005: 214 –
215), model merupakan benda tiga dimensi yang berupa representasi dari benda nyata.
Dengan demikian, model merupakan suatu benda yang mirip atau dapat menggambarkan
benda lainnya.
Contoh alat peraga jenis ini antara lain adalah model bangun ruang padat dan model
bangun ruang rangka. Kegunaan alat peraga jenis ini adalah untuk memodelkan ataupun
menunjukkan bentuk bangun yang sesungguhnya.
b. Alat peraga sebagai jembatan
Alat peraga ini bukan merupakan wujud konkrit dari konsep matematika, tetapi
merupakan sebuah cara yang dapat ditempuh untuk memperjelas pengertian suatu
konsep matematika. Beberapa contoh penggunaan alat peraga
adalah kuadrat lengkap Al-Khwarizmi, model
7
jenis
ini
adalah
Pythagoras, jumlah sudut bangun datar.
Gambar 1. Alat Peraga Pembuktian Teorema Pythagoras
c. Alat peraga untuk mendemonstrasi konsep/prinsip
Dalam hal ini, alat peraga digunakan untuk memperagakan konsep matematika sehingga
dapat dilihat secara jelas (terdemonstrasi) karena suatu mekanisme teknis yang dapat
dilihat (visible) atau dapat disentuh (touchable).
Gambar 2. Penemuan Rumus Volum Limassama dengan Sepertiga Volum Balok Selain
media pembelajaran matematika berupa alat peraga matematika, juga terdapat alat yang
juga digunakan dalam pembelajaran matematika tetapi bukan merupakan alat peraga
karena bukan merupakan model, jembatan, dan tidak memperagakan konsep/prinsip
matematika tertentu. Alat tersebut yaitu:
a. Alat bantu untuk menerampilkan konsep-konsep matematika
8
Media pembelajaran ini secara jelas dimaksudkan agar siswa lebih terampil dalam
mengingat, memahami atau menggunakan konsep- konsep matematika. Jenis alat ini
biasanya berbentuk permainan ringan dan memiliki penyelesaian yang rutin (tetap).
Gambar 3. Kartu Permainan Bilangan
b. Alat yang merupakan aplikasi konsep/prinsip matematika
Jenis media pembelajaran ini tidak secara langsung tampak berkaitan dengan suatu
konsep, tetapi ia dibentuk dari konsep matematika tersebut. Contoh alat ini yaitu alat
bantu pengukuran misalnya klinometer untuk mengukur sudut elevasi dan depresi antara
pengamat dan suatu obyek yang dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi obyek
tersebut .
Gambar 4. Seorang Siswa sedang Menggunakan Klinometer
9
c. Alat sebagai sumber masalah untuk belajar
Media pembelajaran yang digolongkan ke dalam jenis ini adalah alat yang menyajikan
suatu masalah yang tidak bersifat rutin atau teknis tetapi membutuhkan kemampuan
problem-solving yang heuristik dan bersifat investigatif. Contoh alat ini adalah permainan
menara hanoi yaitu permainan menemukan langkah yang paling sedikit dalam
memindahkan semua cakram dari tiang A (awal) ke tiang C (akhir) dengan bantuan
tiang B (tengah). Selain menemukan cara yang efektif untuk memindah cakram
(menyelesaikan masalah), pola bilangan akan terbentuk jika permainan ini dilakukan
beberapa kali dengan banyak cakram yang berbeda dan berurutan yang diperoleh
dari banyak langkah minimal yang diperlukan.
Gambar 5. Alat Permainan Menara Hanoi
D. Daftar Pustaka
Bell, H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School). Dubuque,
Iowa: Wim. C. Brown Company Publisher.
Cooney, Davis Anderson. (1975). Dynamics of Teaching Secondary School
Mathematics. Boston:Hougton Mifflin Company.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Pedoman Memilih dan Menyusun bahan
Ajar.Jakarta: Direktorat Sekolah menengah Pertama,
Novak. J.D. (1986). Learning How to Learn. Melbourne: The Press Syndicate of
University of Cambridge.
Nanang
Priatna.
2016.
Pemanfaatan
Media
dan
Pembelajaran. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK
10
Pengembangan
Materi
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB VII
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 6: PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan
Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat:
1. Menjelaskan landasan hukum penyusunan RPP
2. Menjelaskan Pengertian RPP
3. Menjelaskan Prinsip Penyusunan RPP
4. Menjelaskan Komponen dan Sistematika RPP
5. Mengidentifikasi langkah penyusunan RPP
6. Menuliskan isi setiap komponen dalam sistematika RPP
7. Menyusun RPP untuk serangkaian KD berdasarkan Kurikulum 2013
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat:
1. Menjelaskan landasan hukum penyusunan RPP
2. Menjelaskan Pengertian RPP
3. Menjelaskan Prinsip Penyusunan RPP
4. Menjelaskan Komponen dan Sistematika RPP
5. Mengidentifikasi langkah penyusunan RPP
6. Menuliskan isi setiap komponen dalam sistematika RPP
7. Menyusun RPP untuk serangkaian KD berdasarkan Kurikulum 2013
C. Uraian Materi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1
angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif
mengembangkan
potensi
dirinya
untuk
memiliki kekuatan
spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Standar Proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan
pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan.
Standar Proses
dikembangkan mengacu pada Standar Kompetensi lulusan dan Standar Isi yang
1
telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan
Pemerintah
Nomor
19
Tahun
2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi pesertadidik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip
pembelajaran yang digunakan:
1. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber belajar;
3. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah;
4. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
5. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
6. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran
dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills);
9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan
pemberdayaan peserta
didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
2
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut
wuri handayani);
11. pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat;
12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas;
13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran; dan
14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.
KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN
Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan
kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi
memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang
diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup
pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk
setiap satuan pendidikan.
Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis)
yang berbeda. Sikap diperoleh
e ghargai,
aktivitas
e ghayati, da
e gi gat,
e alar,
e erapka ,
diperoleh
e yaji, da
e eri a,
e ga alka . Pe getahua
e aha i,
e ipta . Ketera pila
e oba,
elalui aktivitas
diperoleh
e ga alisis,
elalui aktivitas
e jala ka ,
elalui
e gevaluasi,
mengamati, menanya,
e ipta . Karaktersitik ko pete si beserta
perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar
proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik
antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan
3
pembelajaran berbasis penyingkapan/ penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk
mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual, baik
individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning).
Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut
Sikap
Pengetahuan
Keterampilan
Menerima
Mengingat
Mengamati
Menjalankan
Memahami
Menanya
Menghargai
Menerapkan
Mencoba
Menghayati
Menganalisis
Menalar
Mengamalkan
Mengevaluasi
Menyaji
-
-
Mencipta
Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik kompetensi.
Pembelajaran tematik terpadu di SD/MI/SDLB/Paket A disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik.
Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi.
Pembelajaran tematik terpadu di SMP/ MTs/ SMPLB/ Paket B disesuaikan dengan
tingkat perkembangan peserta didik. Proses pembelajaran di SMP/MTs/SMPLB/Paket
B disesuaikan dengan karakteristik kompetensi yang mulai memperkenalkan mata
pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS.
Karakteristik proses pembelajaran di SMA/ MA/ SMALB/ SMK/ MAK/ Paket C/ Paket C
Kejuruan secara keseluruhan berbasis mata pelajaran, meskipun pendekatan tematik
masih dipertahankan.
Standar Proses pada SDLB, SMPLB, dan SMALB diperuntukkan bagi tuna netra, tuna
rungu, tuna daksa, dan tuna laras yang intelegensinya normal.
Secara umum pendekatan belajar yang dipilih berbasis pada teori tentang taksonomi
tujuan pendidikan yang dalam lima dasawarsa terakhir yang secara umum sudah
4
dikenal luas. Berdasarkan teori taksonomi tersebut, capaian pembelajaran dapat
dikelompokkan dalam tiga ranah yakni: ranah kognitif, affektif dan psikomotor.
Penerapan teori taksonomi dalam tujuan pendidikan di berbagai negara dilakukan
secara adaptif sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengadopsi taksonomi
dalam bentuk rumusan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah
tersebut secara utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa
dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh
melahirkan kualitas pribadi yang sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Desain Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan
pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan
penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan
skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan
pembelajaran yang digunakan.
a. Silabus
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan
kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit memuat:
1) Identitas
mata
pelajaran
(khusus
SMP/MTs/SMPLB/Paket
B
dan
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/ Paket C Kejuruan);
2) Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas;
3) Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial
mengenai
kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata
pelajaran;
4) kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran;
5
5) tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A);
6) materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi;
7) pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan;
8) penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik;
9) alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum
untuk satu semester atau satu tahun; dan
10) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar
atau sumber belajar lain yang relevan.
11) Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi lulusan dan Standar
Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola
pembelajaran pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai
acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran
tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus
untuk mengarahkan kegiatan embelajaran peserta didik dalam upaya mencapai
Kompetensi Dasar (KD). setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban
menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD
atau subtema yang dilaksanakan kali pertemuan atau lebih.
Komponen RPP terdiri atas:
1) identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan;
2) identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
6
3) kelas/semester;
4) materi pokok;
5) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan
beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah
jam pelajaran yang
tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
6) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan
kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;
7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
8) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
ketercapaian kompetensi;
9) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik mencapai KD yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
10) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran;
11) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar,
atau sumber belajar lain yang relevan;
12) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti,
dan penutup; dan
13) penilaian hasil pembelajaran.
c. Prinsip Penyusunan RPP
Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat
intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi,
gaya belajar, kebutuhan khusus,kecepatan belajar, latar belakang budaya,
norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2) Partisipasi aktif peserta didik.
7
3) Berpusat
pada peserta didik untuk mendorong semangat
belajar,
motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.
4) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk
mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program
pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
6) Penekanan
pada
keterkaitan
dan
keterpaduan
antara
KD,
materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata
pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
8) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis,
dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
d. Komponen dan Sistematika RPP
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014 Tentang
Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menentukan
komponen dan sistematika RPP adalah sebagai berikut :
Komponen RPP
1) Identitas, yang meliputi sekolah, mata pelajaran, kelas/semester, dan alokasi
waktu yang ditetapkan.
2) Kompetensi Inti (KI).
3) Kompetensi Dasar (KD).
4) Indikator Pencapaian Kompetensi.
5) Materi Pembelajaran.
6) Kegiatan Pembelajaran.
7) Penilaian, Pembelajaran Remedial, dan Pengayaan.
8) Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar.
Sistematika RPP
8
Komponen-komponen yang sudah disebutkan di atas secara operasional
diwujudkan dalam bentuk format berikut ini.
Sekolah
Mata pelajaran
Kelas/Semester
Alokasi Waktu
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
: _________________________________________
: _________________________________________
: _________________________________________
: _________________________________________
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompetensi Dasar
1. KD pada KI-1
2. KD pada KI-2
3. KD pada KI-3
4. KD pada KI-4
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Indikator KD pada KI - 1
2. Indikator KD pada KI - 2
3. Indikator KD pada KI - 3
4. Indikator KD pada KI - 4
D. Materi Pembelajaran
(Dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku panduan guru, sumber
belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian, konteks pembelajaran dari
lingkungan sekitar yang dikelompokkan menjadi materi untuk pembelajaran
reguler, pengayaan, dan remedial).
E. Kegiatan Pembelajaran
1. Pertemuan Pertama: (...JP)
a. Kegiatan Pendahuluan
b. Kegiatan Inti
 Mengamati
 Menanya
 Mengumpulkan informasi/mencoba
 Menalar/mengasosiasi
 Mengomunikasikan
c. Kegiatan Penutup
2. Pertemuan Kedua: (...JP)
9
a.
b.
Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan Inti
 Mengamati
 Menanya
 Mengumpulkan informasi/mencoba
 Menalar/mengasosiasi
 Mengomunikasikan
c. Kegiatan Penutup
3. Pertemuan seterusnya.
F. Penilaian, Pembelajaran Remedial dan Pengayaan
1. Teknik penilaian
2. Instrumen penilaian
a. Pertemuan Pertama
b. Pertemuan Kedua
c. Pertemuan seterusnya
3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan
Pembelajaran remedial dilakukan segera setelah kegiatan penilaian.
G. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar
1. Media/alat
2. Bahan
3. Sumber Belajar
d. Langkah-Langkah Penyusunan RPP
1) Mengkaji Silabus, dengan cara memperhatikan isi silabus di antaranya
memperhatikan KI serta pasangan KD3 dan KD4, mencermati materi
pembelajaran untuk mengidentifikasi materi prasarat materi regular dan
materi pengayaan yang mendukung tercapainya kompetensi, megidentifikasi
kegiatan pembelajaran yang akan tertuang dalam RPP, serta mencermati
alokasi waktu yang akan digunakan untuk menyusun RPP.
2) Mencantumkan identitas sekolah, mata pelajaran, kelas/semester, dan alokasi
waktu.
3) Mencantumkan KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4 seperti yang tercantum dalam
Permendikbud tentang KI KD Tahun 2016.
4) Mengidentifikasi dan menuliskan serangkaian kompetensi dasar (KD) yang
dapat diambil dari silabus.
5) Mengembangkan indikator pencapaian kompetensi.
10
Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan memperhatikan beberapa
ketentuan berikut:
1) Indikator pencapaian kompetensi meliputi indikator pengetahuan, dan
keterampilan.
2) Setiap KD dari KI- 3 dan KI-4 dikembangkan sekurang-kurangnya dalam dua
indikator pencapaian kompetensi.
3) Rumusan indikator pencapaian kompetensi untuk KD yang diturunkan dari KI3 dan KI-4, sekurang-kurangnya mencakup kata kerja operasional (dapat
diamati dan diukur) dan materi pembelajaran.
4) Indikator pencapaian kompetensi pengetahuan dijabarkan dari Kompetensi
Dasar (KD-3) yang merupakan jabaran dari Kompetensi Inti (KI-3) di setiap
mata pelajaran. Penyusunan instrumen penilaian ditentukan oleh kata kerja
operasional yang ada di dalam KD dan indikator pencapaian kompetensi yang
dirumuskan. Kata kerja operasional pada indikator pencapaian kompetensi
juga dapat digunakan untuk penentuan item tes (pertanyaan/soal), seperti
dicontohkan pada tabel berikut (Morrison, et.al., 2011):
Tabel Kata Kerja Operasional
Tujuan yang Diukur
Kemampuan mengingat
Kemampuan memahami
Kata Kerja yang Biasa Digunakan

















11
menyebutkan
memberi label
mencocokkan
memberi nama
membuat urutan
memberi contoh
menirukan
memasangkan
membuat penggolongan
menggambarkan
membuat ulasan
menjelaskan
mengekspresikan
mengenali ciri
menunjukkan
menemukan
membuat laporan
Tujuan yang Diukur
Kemampuan menerapkan
pengetahuan (aplikasi)
Kemampuan menganalisis
Kemampuan mengevaluasi
Kemampuan merancang
Kata Kerja yang Biasa Digunakan










































12
mengemukakan
membuat tinjauan
memilih
menceritakan
menerapkan
memilih
mendemonstrasikan
memperagakan
menuliskan penjelasan
membuat penafsiran
menuliskan operasi
mempraktikkan
menuliskan rancangan persiapan
membuat jadwal
membuat sketsa
membuat pemecahan masalah
menggunakan
menuliskan penilaian
membuat suatu perhitungan
membuat suatu pengelompokan
menentukan kategori yang dipakai
membandingkan
membedakan
membuat suatu diagram
membuat inventarisasi
memeriksa
melakukan pengujian
membuat suatu penilaian
menuliskan argumentasi atau alasan
menjelaskan apa alasan memilih
membuat suatu perbandingan
menjelaskan alasan pembelaan
menuliskan prakiraan
meramalkan apa yang akan terjadi
mengumpulkan
menyusun
membuat disain (rancangan)
merumuskan
membuat usulan bagaimana mengelola
mengatur
merencanakan
membuat suatu persiapan
Tujuan yang Diukur
Kata Kerja yang Biasa Digunakan


membuat suatu usulan
menulis ulasan
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
a.
Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran
1) Alokasi Waktu Jam Tatap Muka Pembelajaran
a) SD/MI
: 35 menit
b) SMP/MTs
: 40 menit
c)
: 45 menit
SMA/MA
d) SMK/MAK
: 45 menit
2) Rombongan belajar
Jumlah rombongan belajar per satuan pendidikan dan jumlah maksimum
peserta didik dalam setiap rombongan belajar dinyatakan
No
3)
Satuan
Jumlah Rombongan
Jumlah Maksimum Peserta
Pendidikan
Belajar
Didik Per Rombongan Belajar
1
SD/MI
6-24
28
2
SMP/MTs
3-33
32
3
SMA/MA
3-36
36
4
SMK
3-72
36
5
SDLB
6
5
6
SMPLB
3
8
7
SMALB
3
8
Buku Teks Pelajaran
Buku teks pelajaran digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pembelajaran yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik.
13
4)
Pengelolaan Kelas dan Laboratorium
a) Guru wajib menjadi teladan yang baik bagi peserta didik dalam
menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya serta
mewujudkan kerukunan dalam kehidupan bersama.
b) Guru wajib menjadi teladan bagi peserta didik dalam menghayati dan
mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong
royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
c)
Guru menyesuaikan pengaturan tempat duduk peserta didik dan
sumber daya lain sesuai dengan tujuan dan karakteristik proses
pembelajaran.
d) Volume dan intonasi suara guru dalam proses pembelajaran harus
dapat didengar dengan baik oleh peserta didik.
e) Guru wajib menggunakan kata-kata santun, lugas dan mudah
dimengerti oleh peserta didik.
f)
Guru menyesuaikan
materi
pelajaran
dengan
kecepatan
dan
kenyamanan,
dan
kemampuan belajar peserta didik.
g) Guru menciptakan
ketertiban,
kedisiplinan,
keselamatan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.
h) Guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan
hasil belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
i)
Guru mendorong dan menghargai peserta didik untuk bertanya dan
mengemukakan pendapat.
j)
Guru berpakaian sopan, bersih, dan rapi.
k)
Pada tiap awal semester, guru menjelaskan kepada peserta didik
silabus mata pelajaran; dan
l)
Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan
waktu yang dijadwalkan.
14
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi kegiatan
pendahuluan, inti dan penutup.
1) Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru wajib:
a) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran;
b) memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai manfaat
dan
aplikasi
memberikan
materi
contoh
ajar
dan
dalam
kehidupan
perbandingan
sehari-hari, dengan
lokal, nasional dan
internasional, serta disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang peserta
didik;
c) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
d) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai; dan
e) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
silabus.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran,
media pembelajaran, dan sumber belajar yang
disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik
dan /atau tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau inkuiri dan
penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan karya
berbasis pemecahan masalah (project based learning) disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan.
a) Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih
adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai,
15
menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran
berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta didik
untuk melakuan aktivitas tersebut.
b) Pengetahuan
Pengetahuan
dimiliki
melalui
aktivitas
mengetahui,
memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Karakteritik
aktivititas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan
kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Untuk
memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat
disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning). Untuk mendorong peserta didik menghasilkan
karya kreatif dan kontekstual, baik individual maupun kelompok,
disarankan yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project
based learning).
c) Keterampilan
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba,
menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan sub topik)
mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong
peserta didik untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan.
Untuk
mewujudkan
pembelajaran
yang
keterampilan tersebut
perlu
menerapkan
belajar
modus
penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan
melakukan
berbasis
pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning).
3) Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara individual
maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:
a) seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh
untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun
tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;
16
b) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
c) melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik
tugas individual maupun kelompok; dan
d) menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya.
PENILAIAN PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN
1.
Teknik penilaian
Teknik penilaian dipilih sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar. Penilaian
sikap dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, penilaian diri, dan
penilaian antar teman. Teknik observasi merupakan teknik utama, penilaian
diri dan penilaian antar teman diperlukan sebagai teknik penunjang untuk
konfirmasi hasil penilaian observasi oleh guru. Penilaian pengetahuan
menggunakan teknik penilaian tes tertulis, penugasan dan portofolio (sebagai
bahan guru mendeskripsikan capaian pengetahuan di akhir semester).
Penilaian keterampilan menggunakan teknik penilaian kinerja, projek, dan
portofolio.
2.
Instrumen penilaian
Instrumen penilaian adalah alat yang dipakai untuk melakukan penilaian
peserta didik. Instrumen penilaian dirancang untuk aspek sikap, pengetahuan
dan keterampilan pada setiap pertemuan, sehingga akan tertulis instrumen
untuk pertemuan pertama, pertemuan kedua, pertemuan ketiga, dan
seterusnya. Instrumen penilaian sikap yang utama adalah jurnal yang
digunakan untuk mencatat perilaku yang sangat baik dan/atau kurang baik
yang berkaitan dengan indikator dari sikap spiritual dan sikap sosial.
Instrumen penilaian untuk pengetahuan dan keterampilan disesuaikan
dengan teknik penilaian yang dipilih. Rancangan instrumen penilaian dapat
disajikan dalam lampiran-lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari
RPP.
17
3.
Pembelajaran Remedial dan Pengayaan
Pada bagian ini direncanakan pelaksanaan pembelajaran remedial dan
pengayaan. Pembelajaran remedial pada dasarnya mengubah strategi atau
metode pembelajaran untuk KD yang sama. Bentuknya dapat berupa
pembelajaran ulang, bimbingan perorangan, pemanfaatan tutor sebaya, dan
lain-lain. Pembelajaran pengayaan berupa perluasan dan/atau pendalaman
materi dan/atau kompetensi. Strategi pembelajaran pengayaan dapat dalam
bentuk tugas mengerjakan soal-soal dengan tingkat kesulitan lebih tinggi,
meringkas buku-buku referensi dan mewawancarai nara sumber. Peserta
didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan belajar, diberi kesempatan
mengikuti pembelajaran remedial yang dilakukan setelah suatu kegiatan
penilaian (bukan di akhir semester) baik secara individual, kelompok, maupun
kelas. Bagi peserta didik yang berhasil mencapai atau melampaui ketuntasan
belajar dapat diberi program pengayaan sesuai dengan waktu yang tersedia
baik secara individual maupun kelomok.
PENGAWASAN PROSES PEMBELAJARAN
Pengawasan proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan
pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan, serta tindak lanjut secara berkala dan
berkelanjutan. Pengawasan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala satuan
pendidikan dan pengawas.
1. Prinsip Pengawasan
Pengawasan dilakukan dengan prinsip objektif dan transparan guna
peningkatan mutu secara berkelanjutan.
2. Sistem dan Entitas Pengawasan
Sistem pengawasan internal dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas, dan
dinas pendidikan dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
a.
Kepala Sekolah, Pengawas dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
melakukan pengawasan dalam rangka peningkatan mutu.
b. Kepala Sekolah dan Pengawas melakukan pengawasan dalam bentuk
supervisi akademik dan supervise manajerial.
18
3. Proses Pengawasan
a.
Pemantauan
Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pemantauan dilakukan
melalui antara lain, diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan,
perekaman, wawancara, dan dokumentasi.
b. Supervisi
Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran yang dilakukan melalui
antara lain, pemberian contoh pembelajaran di kelas, diskusi, konsultasi,
atau pelatihan.
c. Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses pembelajaran
disusun dalam bentuk laporan untuk kepentingan tindak lanjut
pengembangan keprofesionalan pendidik secara berkelanjutan.
4.
Tindak Lanjut
Tindak lanjut hasil pengawasan dilakukan dalam bentuk:
a.
Penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerja yang
memenuhi atau melampaui standar; dan
b. pemberian
kesempatan
kepada
guru
untuk
mengikuti
program
pengembangan keprofesionalan berkelanjutan.
D. Daftar Pustaka
Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar
dan Pendidikan Menengah.
Permendikbud No. 53 Tahun 2015 Tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik
dan Satuan Pendidikan Pada Pendidikan Dasar dan menengah.
Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun
2016. Jakarta: Direktorat PSMP.
19
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB VIII
PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 7: PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN
A. Tujuan
Tujuan belajar yang ingin dicapai adalah peserta dapat:
1. menjelaskan pengertian
penilaian,
pengukuran, dan
evaluasi
dalam
pembelajaran
2. menjelaskan tujuan, fungsi, dan prinsip-prinsip penilaian dalam proses
pembelajaran
3. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar
pada kompetensi sikap spiritual dan sosial
4. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar
pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah mengikuti sesi ini, peserta pelatihan akan dapat:
1. Menjelaskan pengertian penilaian, pengukuran, dan evaluasi dalam pembelajaran
2. menjelaskan jenis dan bentuk penilaian
3. menjelaskan pengertian tes dan nontes
4. membedakan penilaian, pengukuran, evaluasi, dan tes
5. menjelaskan tujuan, fungsi, dan prinsip-prinsip penilaian dalam proses
pembelajaran
6. menjelaskan ketuntasan belajar dalam pembelajaran
7. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar
pada kompetensi sikap spiritual dan sosial
8. mengidentifikasi jenis instrumen dan teknik penilaian proses dan hasil belajar
pada kompetensi pengetahuan dan keterampilan.
C. Uraian Materi
Mutu pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah sistem
penilaian (assesment) yang dilakukan oleh guru. Setiap penilaian didasarkan pada tiga
elemen mendasar yang saling berhubungan, yaitu: aspek prestasi yang akan dinilai
(kognisi), tugas-tugas yang digunakan untuk mengumpulkan bukti tentang prestasi
1
siswa (observasi), dan metode yang digunakan untuk menganalisis bukti yang
dihasilkan dari tugas-tugas (interpretasi) (NRC: 2001).
Berdasarkan Permendikbud No. 81A tahun 2013 istilah penilaian (assesment) terdiri
dari tiga kegiatan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut
memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran
adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria atau
ukuran. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/ bukti melalui pengukuran,
menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-bukti hasil pengukuran.
Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasil-hasil penilaian.
Berdasarkan Permendikbud No. 53 tahun 2015 penilaian hasil belajar oleh pendidik
adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta
didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan,
dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis,
selama dan setelah proses pembelajaran. Penilaian dilakukan melalui observasi,
penilaian diri, penilaian antar peserta didik, ulangan, penugasan, tes praktek,
proyek, dan portofolio yang disesuaikan dengan karakteristik kompetensi.
Berdasarkan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 Standar Penilaian Pendidikan adalah
kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam
penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Penilaian adalah merupakan pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pembelajaran adalah proses
interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk
mengukur pencapaian Kompetensi Peserta Didik secara berkelanjutan dalam proses
Pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar Peserta Didik.
2
1. Penilaian Pembelajaran
Aspek yang dinilai dalam penilaian matematika meliputi pemahaman konsep
(comprehension), melakukan prosedur, representasi dan penafsiran, penalaran
(reasoning), pemecahan masalah dan sikap. Penilaian dalam aspek representasi
melibatkan kemampuan untuk menyajikan kembali suatu permasalahan atau
obyek
matematika
melalui
hal-hal
berikut:
memilih,
menafsirkan,
menerjemahkan, dan menggunakan grafik, tabel, gambar, diagram, rumus,
persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga
menjadi lebih jelas. Penilaian dalam aspek penafsiran meliputi kemampuan
menafsirkan berbagai bentuk penyajian seperti tabel, grafik, menyusun model
matematika dari suatu situasi.
Penilaian aspek penalaran dan bukti meliputi identifikasi contoh dan bukan
contoh, menyusun dan memeriksa kebenaran dugaan (conjecture), menjelaskan
hubungan, membuat generalisasi, menggunakan contoh kontra, membuat
kesimpulan, merencanakan dan mengkonstruksi argumen-argumen matematis,
menurunkan atau membuktikan kebenaran rumus dengan berbagai cara.
Penilaian pemecahan masalah dalam matematika merupakan proses untuk
menilai kemampuan menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh
sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal, baik dalam konteks
matematika maupun di luar matematika.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan dalam bentuk penilaian
autentik dan non-autentik. Penilaian autentik merupakan pendekatan utama
dalam penilaian hasil belajar oleh pendidik. Penilaian Autentik adalah bentuk
penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam
melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya. Bentuk penilaian autentik
mencakup: (1) penilaian berdasarkan pengamatan, (2) tugas ke lapangan, (3)
portofolio, (4) projek, (5) produk, (6) jurnal, (7) kerja laboratorium, dan (8) unjuk
kerja, serta (9) penilaian diri. Penilaian diri merupakan teknik penilaian sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara
3
reflektif. Bentuk penilaian non-autentik mencakup: (1) tes, (2) ulangan, dan (3)
ujian.
2. Fungsi dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
Secara umum, penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan untuk
memenuhi fungsi formatif dan sumatif dalam penilaian. Secara lebih khusus
penilaian hasil belajar oleh pendidik berfungsi untuk:
a.
memantau kemajuan belajar;
b. memantau hasil belajar; dan
c.
mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan,
pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan. Penilaian hasil
belajar oleh pendidik digunakan untuk:
a.
mengukur dan mengetahui pencapaian kompetensi Peserta Didik;
b. memperbaiki proses pembelajaran; dan
c. menyusun laporan kemajuan hasil belajar harian, tengah semester, akhir
semester, akhir tahun. dan/atau kenaikan kelas.
3. Prinsip-prinsip Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
Prinsip umum penilaian hasil belajar oleh pendidik meliputi: sahih, objektif, adil,
terpadu, terbuka, holistik dan berkesinambungan, sistematis, akuntabel,
dan edukatif.
a.
Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur.
b. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang
jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
b. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta
didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama,
suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4
c.
Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen
yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
d. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
e.
Holistik/menyeluruh
dan
berkesinambungan,
berarti
penilaian
oleh
pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan
berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan
kemampuan peserta didik.
f.
Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap
dengan mengikuti langkah-langkah baku.
g.
Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan.
h. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya.
Prinsip khusus untuk penilaian autentik meliputi:
a.
materi penilaian dikembangkan dari kurikulum;
b. bersifat lintas muatan atau mata pelajaran;
b. berkaitan dengan kemampuan peserta didik;
c.
berbasis kinerja peserta didik;
d. memotivasi belajar peserta didik;
e.
menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik;
f.
memberi kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya;
g.
menekankan keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
h. mengembangkan kemampuan berpikir divergen;
i.
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran;
j.
menghendaki balikan yang segera dan terus menerus;
k.
menekankan konteks yang mencerminkan dunia nyata;
l.
terkait dengan dunia kerja;
m. menggunakan data yang diperoleh langsung dari dunia nyata; dan
n. menggunakan berbagai cara dan instrument.
5
4. Lingkup dan Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
Lingkup penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup kompetensi sikap
spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan. Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi
sikap spiritual dan kompetensi sikap sosial meliputi tingkatan sikap: menerima,
menanggapi, menghargai, menghayati, dan mengamalkan nilai spiritual dan nilai
sosial. Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi
pengetahuan meliputi tingkatan
menerapkan,
menganalisis,
pengetahuan
konseptual,
kemampuan
dan
mengetahui,
mengevaluasi
pengetahuan
memahami,
pengetahuan
prosedural,
dan
faktual,
pengetahuan
metakognitif.
Sasaran penilaian hasil belajar oleh pendidik terhadap kompetensi keterampilan
mencakup keterampilan abstrak dan keterampilan konkrit. Keterampilan abstrak
merupakan
kemampuan
mengumpulkan
belajar
informasi/
yang
mencoba,
meliputi:
mengamati,
menanya,
menalar/mengasosiasi,
dan
mengomunikasikan. Keterampilan konkrit merupakan kemampuan belajar yang
meliputi: meniru, melakukan, menguraikan, merangkai, memodifikasi, dan
mencipta.
5. Skala Penilaian dan Ketuntasan
Penilaian hasil belajar oleh pendidik untuk kompetensi sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan menggunakan skala penilaian.
Predikat untuk sikap spiritual dan sikap sosial dinyatakan dengan A = sangat baik,
B = baik, C = cukup, dan D = kurang. Skala penilaian untuk kompetensi
pengetahuan dan kompetensi keterampilan diperoleh dengan cara merataratakan hasil pencapaian kompetensi setiap KD selama satu semester. Nilai akhir
selama satu semester pada rapor ditulis dalam bentuk angka 0 – 100 dan
predikat serta dilengkapi dengan deskripsi singkat kompetensi yang menonjol
bedasarkan pencapaian KD selama satu semester.
Ketuntasan belajar merupakan tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan meliputi: (1) ketuntasan
6
penguasaan substansi; dan (2) ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu
belajar. Kriteria ketuntasan minimal kompetensi sikap ditetapkan dengan
predikat B = baik. Skor rerata untuk ketuntasan kompetensi pengetahuan dan
keterampilan disesuaikan dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) masingmasing kelas/ satuan pendidikan.
6. Instrumen Penilaian
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan dengan menggunakan
instrumen penilaian. Dalam Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 dinyatakan
bahwa instrument penilaian harus memenuhi persyaratan: (1) substansi yang
merepresentasikan kompetensi yang dinilai; (2) konstruksi yang memenuhi
persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan (3)
penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik dalam
pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan teknik penilaian tes dan
nontes. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan
untuk
mengukur
keterampilan,
pengetahuan,
intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Teknik
penilaian tes terdiri dari tes tulis, tes lisan, tes praktek. Penilaian dengan teknik
tes tulis dapat menggunakan: (1) soal obyektif, (2) soal isian, dan (3) soal
uraian/terbuka. Penilaian dengan teknik tes lisan menggunakan daftar
pertanyaan lisan. Teknik nontes biasanya digunakan untuk mengevaluasi bidang
sikap atau keterampilan.
Penilaian Kompetensi Ranah Sikap dalam Pembelajaran Matematika SMP/MTs
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri,
pe ilaia
te a
sejawat (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal.
Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian
antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang
disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
Penilaian Kompetensi Ranah Pengetahuan dalam Pembelajaran Matematika
SMP/MTs
7
Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan,
dan penugasan. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban
singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi
pedoman penskoran. Kompetensi ranah pengetahuan dalam pembelajaran
matematika dimaknai sebagai perilaku yang diharapkan dari peserta didik ketika
mereka berhadapan dengan konten matematika, dan dapat terdiri atas domain:
(1) pemahaman, (2) penyajian dan penafsiran, (3) penalaran dan pembuktian.
Penilaian Kompetensi Ranah Keterampilan dalam Pembelajaran Matematika
SMP/MTs
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu
penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio.
Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale)
yang dilengkapi rubrik.
a.
Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan
melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
b. Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan
dalam waktu tertentu.
c.
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai
kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat
reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi,
dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya
tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian
peserta didik terhadap lingkungannya.
7. Prosedur Penilaian
Prosedur penilaian dimaksudkan sebagai langkah-langkah terurut yang harus
ditempuh dalam melaksanakan penilaian. Langkah-langkah tersebut merupakan
8
tahapan dari kegiatan permulaan sampai kegiatan akhir dalam rangka
pelaksanaan penilaian.
Pelaksanaan penilaian diawali dengan pendidik merumuskan indikator
pencapaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan yang dijabarkan dari
Kompetensi Dasar (KD) pada mata pelajaran matematika. Indikator pencapaian
kompetensi untuk KD pada KI-3 dan KI-4 dirumuskan dalam bentuk perilaku
spesifik yang dapat terukur dan/atau diobservasi. Indikator pencapaian
kompetensi dikembangkan menjadi indikator soal yang diperlukan untuk
penyusunan instrumen penilaian. Indikator tersebut digunakan sebagai ramburambu dalam penyusunan butir soal atau tugas. Instrumen penilaian memenuhi
persyaratan substansi/materi, konstruksi, dan bahasa.
Persyaratan substansi merepresentasikan kompetensi yang dinilai, persyaratan
konstruksi memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang
digunakan, dan persyaratan bahasa adalah penggunaan bahasa yang baik dan
benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Indikator pencapaian pengetahuan dan keterampilan merupakan ukuran,
karakteristik, atau ciri-ciri yang menunjukkan ketercapaian suatu KD tertentu dan
menjadi acuan dalam penilaian KD mata pelajaran. Setiap Indikator pencapaian
kompetensi dapat dikembangkan menjadi satu atau lebih indicator soal
pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan untuk mengukur pencapaian sikap
digunakan indikator penilaian sikap yang dapat diamati.
Menurut Suharsimi (2006) langkah-langkah dalam penyusunan tes adalah:
a.
Menentukan tujuan mengadakan tes
b. Membuat pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan
c.
Menderetkan
semua Indikator
Pencapaian Kompetensi (IPK) yang
memuat aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan
d. Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi dan aspek-aspek
yang akan diukur
e.
Menuliskan butir-butir soal sesuai Indikator Pencapaian Kompetensi
9
D. Daftar Pustaka
Nanang Priatna. 2016. Pemanfaatan Media dan Pengembangan Materi
Pembelajaran. Bahan ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK
Tim Penyusun. 2016. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun
2016. Jakarta: Direktorat PSMP.
10
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATERI PEDAGOGIK
BAB XIX
REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN PTK
Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Dr. Imam Sujadi, M.Si
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
KEGIATAN BELAJAR 8 : REFLEKSI PEMBELAJARAN DAN PTK
A. Tujuan
Setelah mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta memiliki pemahaman dan
keterampilan dasar mengenai:
1. Konsep kegiatan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
3. Pengertian, karakteristik, dan prinsip-prinsip PTK.
4. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Menjelaskan konsep dan definisi kegiatan reflektif terhadap pembelajaran yang
telah dilaksanakan
2. Menjelaskan teknik-teknik refleksi dalam pembelajaran
3. Melakukan reflektsi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
4. Menjelaskan pengertian penelitian tindakan kelas
5. Menjelaskan karakteristik penelitian tindakan kelas
6. Menjelaskan prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas
C. Uraian Materi
Refleksi pembelajaran merupakan kegiatan evaluasi diri bagi seorang guru dalam
melihat kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Evaluasi diri guru dalam
melaksanakan pembelajaran dapat berupa (1) penilaian tertulis maupun lisan oleh
peserta didik (siswa) terhadap gurunya, (2) penilaian atau observasi pelaksanaan
pembelajaran oleh teman sejawat, dan (3) evaluasi diri guru dengan melakukan
analisis hasil tes tertulis, lisan maupun penugasan terhadap siswa yang diampunya.
Refleksi pembelajaran perlu dilakukan guru dalam upaya untuk mengetahui
kekurangan dan kelemahan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dengan
mengetahui kekurangan dan kelemahan dalam melaksanakan pembelajaran, guru
dapat memperbaiki pembelajaran berikutnya.
Kegiatan refleksi pembelajaran menjadi sangat perlu dilakukan, karena selama ini
sebagian besar guru kurang mengetahui seberapa jauh keberhasilan pembelajaran
yang telah dilaksanakan. Permasalahan yang terjadi pada seorang guru antara lain
1
bahwa guru merasa kurang berhasil dalam melaksanakan pembelajaran apabila
sebagian besar siswanya mendapat nilai kurang dalam suatu tes atau ujian,
sebaliknya merasa bangga atau berhasil apabila sebagian besar siswa mendapat nilai
tinggi dari tes atau ujian. Permasalahan lain yang sering dihadapi guru adalah kurang
memahami bahwa sering terjadi miskonsepsi, penurunan motivasi, dan minat
belajar rendah saat proses pembelajaran berlangsung.
Dari uraian permasalahan di atas maka diperlukan bahan referensi berupa modul
yang diharapkan dapat digunakan guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran,
dengan melakukan refleksi pembelajaran serta melakukan penelitian tindakan kelas
(PTK).
1. Kegiatan Refleksi dalam Pembelajaran
Dalam setiap kegiatan pembelajaran guru seharusnya memulai dari (1) kegiatan
menyusun perencanaan, kemudian (2) melaksanakan pembelajaran, (3)
melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan (4)
tindak lanjut.
Keempat kegiatan ini dilaksanakan secara terus menerus sehingga pada akhirnya
guru mendapatkan kepuasan dalam mengajar dan siswa mendapatkan kepuasan
dalam belajar. Yang terjadi pada umumnya dalam pembelajaran adalah guru
kurang memahami adanya miskomunikasi atau miskonsepsi antara guru dan
siswa.
Guru merasa apa yang disampaikan telah jelas dan dapat diterima dengan baik
oleh siswa, sementara siswa belum dan bahkan tidak mengetahui dan memahami
apa yang
dijelaskan
oleh
guru.
Hal
ini
terjadi
pada
guru
yang
melaksanakan pembelajaran konvensional dengan tahapan pembelajaran, (1)
menjelaskan konsep, (2) menjelaskan latihan soal, (3) memberikan soal latihan,
dan (4) ulangan harian. Pada tahap selesai menjelaskan konsep matematika
biasa ya guru berta ya kepada para siswa sudah jelas a ak-anak?, sebagian kecil
siswa
e jawab
sudah pak/bu guru , tetapi sebagian besar siswa tidak
menjawab. Dengan jawaban siswa tersebut tanpa ekspresi guru melanjutkan ke
tahapan berikutnya yaitu memberikan dan menjelaskan contoh-contoh soal, dan
dilanjutkan memberikan soal-soal latihan. Apa yang terjadi setelah guru berkeliling
2
mengamati siswa mengerjakan soal tersebut hanya sebagian kecil yang dengan
lancar dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Dan pada akhirnya nilai
ulangan harian hanya sebagian kecil yang mendapat nilai di atas KKM. Dari uraian
di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa perlu adanya kegiatan
introspeksi diri dalam pelaksanaan pembelajaran, apakah pembelajaran yang kita
laksanakan sudah efektif sehingga terjadi proses belajar pada siswa atau belum.
Kegiatan tersebut berupa refleksi terhadap pembelajaran yang kita laksanakan.
Ada beberapa pengertian kegiatan reflektif dalam pembelajaran, (1) Kegiatan
refleksi pembelajaran adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar
mengajar berupa penilaian tertulis maupun lisan (umumnya tulisan) oleh anak
didik kepada guru, berisi ungkapan kesan, pesan, harapan serta kritik membangun
atas pembelajaran yang diterimanya, (2) Kegiatan refleksi pembelajaran sebagai
suatu kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar pada prinsipnya
merupakan kegiatan menilai pendidik oleh peserta didik, (3) Kegiatan refleksi
pembelajaran merupakan kegiatan penilaian (evaluasi) proses dan hasil belajar
siswa
dalam rangka
untuk
memperoleh
balikan terhadap proses belajar
mengajar, dan (4) Kegiatan refleksi pembelajaran merupakan kegiatan
mendiagnosis
kesulitan
belajar
siswa
dalam
rangka
perbaikan
proses
pembelajaran.
Penilaian tersebut dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan oleh
peserta didik kepada pendidiknya. Penilaian dari peserta didik dapat berisi
ungkapan curahan hatinya yang berupa kesan, pesan, harapan serta kritikan
yang bersifat membangun atas proses belajar mengajar yang diterimanya sejak
awal hingga akhir proses tersebut. Oleh karena itu, apa pun hasil kegiatan reflektif
ini seharusnya diterima dengan bijaksana dan berani memperbaiki diri ke depan
jika hasilnya kurang disukai peserta didik. Manusia adalah tempatnya salah,
sehingga peserta didik dan pendidik yang sama-sama manusia juga dapat berbuat
salah. Oleh sebab itu, maka kegiatan reflektif menjadi sangat penting, apalagi
dalam perkembangan jaman saat ini yang penuh dengan tantangan menghadapi
pengaruh globalisasi yang membawa pada perubahan sikap peserta didik maupun
pendidik dalam memaknai proses belajar mengajar yang ideal.
3
Dalam kegiatan reflektif, guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap
peserta didik di kelasnya dan guru dapat memastikan bahwa semua peserta didik
mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran, dengan demikian tidak dapat disanggah, bahwa refleksi dalam
pendidikan itu sangat penting, tetapi memang lebih penting lagi adalah untuk
melakukannya.
Mengapa refleksi itu penting dan seharusnya dilakukan oleh guru? Karena melalui
refleksi dapat diperoleh informasi positif tentang bagaimana cara guru
meningkatkan kualitas pembelajarannya sekaligus sebagai bahan observasi untuk
mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran itu tercapai. Selain itu, melalui
kegiatan ini dapat tercapai kepuasan dalam diri peserta didik yaitu memperoleh
wadah yang tepat dalam menjalin komunikasi positif dengan guru.
Dari dua pengertian kegiatan refleksi pembelajaran di atas, dapat disimpulkan
bahwa refleksi pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dirancang oleh guru
untuk memperoleh umpan balik (balikan) dari suatu pembelajaran yang telah
dilaksanakan, dengan tujuan memperbaiki pembelajaran yang akan dilakukan.
Teknik Kegiatan Refleksi Pembelajaran
Adapun teknik kegiatan refleksi pembelajaran antara lain (1) penilaian guru oleh
peserta didik, (2) evaluasi proses dan hasil belajar, (3) diagnosis kesulitan belajar,
dan (4) penilaian guru oleh teman sejawat. Tiga yang pertama akan dibahas di
bawah ini.
a. Penilaian guru oleh peserta didik
Kegiatan ini dilakukan dalam proses belajar mengajar berupa penilaian tertulis
maupun lisan (umumnya tulisan) oleh anak didik kepada guru, berisi
ungkapan kesan, pesan, harapan serta kritik membangun atas pembelajaran
yang dilakukan oleh guru. Alat penilaian (instrumen) disusun oleh guru dan
diberikan kepada semua peserta didik atau sebagian (sampel). Ada 3 aspek
penilaian guru oleh peserta didik yaitu (1) ungkapan kesan peserta didik
terhadap pembelajaran yang telah dirancang dan dilaksanakan oleh guru, (2)
pesan dan harapan peserta didik terhadap guru pada pelaksanaan
4
pembelajaran yang akan datang, dan (3) kritik membangun peserta
didik
terhadap guru dan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Ungkapan kesan peserta didik terhadap pembelajaran terdiri dari kesan positif
dan kesan negative. Kesan positif misalnya: guru menjelaskan konsep dengan
bahasa yang jelas dan menarik, berpenampilan menarik, menggunakan media
pembelajaran yang menarik, dan sebagainya. Sedang kesan negatif antara
lain: penjelasan dan suara guru tidak jelas, guru berpakaian kurang rapi,
tulisan kurang jelas sulit dibaca dan sebagainya. Berikut contoh instrumen
penilaian guru oleh peserta didik.
Berika ta da √ pada kolo
YA atau TIDAK pada tabel berikut, sesuai
dengan kesan
Anda, setelah Anda mengikuti pembelajaran.
Tabel 1. Instrumen penilaian guru oleh peserta didik.
PENILAIAN
Kesan
1
2
3
YA
ASPEK PENILAIAN
NO
Anda
setelah
mengikuti
pembelajaran
Guru menjelaskan materi
menggunakan bahasa yang mudah
diterima
Guru menjelaskan materi mudah
diterima
Guru mengatur tempat duduk sesuai
keinginan siswa
4
Guru memberikan motivasi belajar
5
Guru kurang memperhatikan siswa
yang
6
Guru
kurangkurang
pandaimemberikan kesempatan
7
siswa untuk
Guru
kurangbertanya
memberikan kesempatan
8
menjawab bagi siswa yang kurang
Penampilan
guru kurang menarik
pandai
9
Guru sering marah kepada siswa
10
Guru kurang dalam memberikan
latihan
soal
5
TIDAK
KETERANGAN
Selanjutnya tuliskan pesan-pesan dan kritik membangun Anda terhadap
guru, supaya pembelajaran yang akan datang lebih baik.
Pesan:
………………………………………………………………………………………………..………………………
………………………………………………………………………...................................................
Kritik Membangun:
………………………………………………………………………………………………..………………………
……………………………………………………………………………..............................................
b. Evaluasi Pembelajaran
Ditinjau dari bahasa, evaluasi terjemahan dari kata evaluation yang
diterje ahka de ga
pe ilaia , sehi gga a tara pe ilaia da evaluasi
dapat dipandang sebagai dua istilah yang semakna. Istilah lain evaluasi dapat
diartikan suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari suatu
obyek. Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses berkelanjutan tentang
pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputusan
yang dibuat dalam merancang suatu sistem pembelajaran. Pengertian
tersebut di atas mempunyai implikasi- implikasi sebagai berikut:
1) Evaluasi adalah suatu proses yang dilaksanakan terus menerus sebelum,
pada saat, dan sesudah pembelajaran
2) Proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu yakni untuk
mendapatkan jawaban-jawaban
tentang
bagaimana
memperbaiki
pembelajaran.
3) Evaluasi menuntut penggunaan alat ukur yang akurat dan bermakna untuk
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan.
Evaluasi pembelajaran mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
1) Menentukan angka kemajuan atau hasil belajar siswa
2) Penempatan siswa ke dalam situasi pembelajaran yang tepat dan serasi
dengan tingkat kemampuan, minat serta karakteristik yang dimiliki.
6
3) Mengenal latar belakang siswa (psikis, fisik dan lingkungan) yang berguna
bagi penempatan maupun penentuan penyebab kesulitan belajar siswa
dan juga berfungsi sebagai masukan guru bimbingan konseling.
4) Sebagai umpan balik bagi guru yang pada saatnya dapat digunakan dalam
menyusun program remedial dan pengayaan.
Evaluasi pembelajaran mempunyai fungsi sebagai berikut:
1) Alat pengukur pencapaian tujuan pembelajaran
2) Alat mendiagnostik kesulitan belajar siswa.
3) Alat penempatan siswa sesuai minat dan bakat siswa.
Dilihat dari jenisnya, penilaian terdiri atas beberapa macam yakni penilaian
formatif, penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif dan
penilaian penempatan. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan
pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan
proses belajar mengajar itu sendiri. Penilaian formatif berorientasi pada
proses, yang akan memberikan informasi kepada guru apakah program atau
proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki. Penilaian sumatif adalah
penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program misalnya penilaian yang
dilaksanakan pada akhir caturwulan, akhir semester atau akhir tahun. Tujuan
penilaian ini adalah untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh para siswa,
yakni seberapa jauh siswa telah mencapai kompetensi yang ditetapkan dalam
kurikulum. Penilaian ini berorientasi pada produk/hasil. Penilaian diagnostik
adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan
siswa serta faktor-faktor penyebabnya. Pelaksanaan penilaian semacam ini
biasanya bertujuan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial,
menemukan kasus-kasus, dan lain-lain. Penilaian selektif adalah penilaian
yang dilaksanakan dalam rangka menyeleksi atau menyaring. Memilih siswa
untuk mewakili sekolah dalam lomba-lomba tertentu termasuk jenis penilaian
selektif. Untuk kepentingan yang lebih luas penilaian selektif misalnya seleksi
penerimaan mahasiswa baru atau seleksi yang dilakukan dalam rekrutmen
tenaga kerja. Penilaian penempatan adalah penilaian yang bertujuan untuk
7
mengetahui keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program
belajar dan penguasaan belajar seperti yang diprogramkan sebelum memulai
kegiatan belajar untuk program itu. Dengan kata lain penilaian ini berorientasi
pada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan
program belajar dengan kemampuan yang telah dimiliki siswa
Seperti telah diuraikan di atas bahwa penilaian formatif adalah penilaian yang
dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat
keberhasilan proses
belajar
mengajar
itu sendiri.
Penilaian
formatif
berorientasi pada proses, yang akan memberikan informasi kepada guru
apakah program atau proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki. Jenis
penilaian ini yang dapat digunakan guru sebagai suatu kegiatan reflektif
pembelajaran, sesuai dengan fungsinya bahwa penilaian formatif dapat
digunakan untuk melihat keberhasilan proses pembelajaran dan bisa
memberikan informasi apakah pembelajaran perlu perbaikan atau tidak.
Dengan kata lain penilaian formatif dapat digunakan sebagai bahan reflektif
pembelajaran untuk mendeteksi kesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor
pedagogis.
Kesulitan belajar yang disebabkan oleh faktor pedagogis adalah kesulitan
belajar siswa, yang sering dijumpai adalah faktor kurang tepatnya guru
mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi. Misalnya guru masih
kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa, guru langsung
masuk ke materi baru. Ketika terbentur kesulitan siswa dalam pemahaman,
guru mengulang pengetahuan dasar yang diperlukan. Kemudian melanjutkan
lagi materi baru yang pembelajarannya terpenggal. Jika ini berlangsung dan
bahkan tidak hanya sekali dalam suatu tatap muka, maka akan muncul
kesulitan umum yaitu kebingun gan karena tidak terstrukturnya bahan ajar
yang mendukung tercapainya suatu kompetensi. Ketika menerangkan bagianbagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu kompetensi bisa saja
sudah jelas, namun jika secara keseluruhan tidak dikemas dalam suatu
struktur
pembelajaran
yang
baik,
maka
kompetensi dasar dalam
penguasaan materi dan penerapannya tidak selalu dapat diharapkan berhasil.
8
Dengan kata lain, struktur pelajaran yang tertata secara baik akan
memudahkan siswa, paling tidak mengurangi kesulitan belajar siswa. Kejadian
yang dialami siswa da seri g
e gerti, ketika
u ul
e urut guru adalah: Ketika dijelaska
e gerjaka se diri tidak bisa . Jika guru
e a ggapi ya
hanya dengan menyatakan: memang hal itu yang sering dikemukakan siswa
kepada
saya,
berarti
guru
tersebut
tidak
merasa
tertantang
profesionalismenya untuk mencari penyebab utama, menemukan, dan
mengatasi masalahnya. Kesulitan itu dapat terjadi karena guru kurang
memberikan latihan yang cukup di kelas dan memberikan bantuan kepada
yang memerlukan, meskipun ia sudah berusaha keras menjelaskan materinya.
Hal ini terjadi karena guru belum menerapkan hakekat belajar matematika,
yaitu bahwa belajar matematika hakekatnya berpikir dan mengerjakan
matematika. Berpikir ketika mendengarkan penjelasan guru, mempunyai
implikasi bahwa tanya jawab merupakan salah satu bagian penting dalam
belajar matematika. Dengan tanya jawab ini proses diagnosis telah diawali.
Ini berarti diagnostic teaching, pembelajaran dengan senantiasa sambil
mengatasi kesulitan siswa telah dilaksanakan dan hal ini yang dianjurkan.
Secara umum, cara guru memilih metode, pendekatan dan strategi dalam
pembelajaran akan berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa
dalam belajar siswa. Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel
berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika adalah salah satu indikasi
adanya beban atau kesulitan siswa yang tak tertahankan. Jika demikian maka
guru perlu introspeksi pada system pembelajaran yang dijalankannya,
bentuk instrospeksi sebaiknya berupa kegiatan reflektif dengan menganalisis
hasil tes formatif yang telah dilaksanakan.
c.
Diagnosis Kesulitan Belajar
Kegiatan lain dalam refleksi pembelajaran dengan cara mendiagnosis
kesulitan belajar siswa. Dengan mengetahui kesulitan belajar, guru dapat
memperbaiki strategi pembelajaran sesuai dengan karakteristik dan hasil
analisis kesulitan tersebut. Pada dasarnya ada kesamaan antara profesi
9
seorang guru dan profesi seorang dokter, seorang dokter dalam menetapkan
jenis penyakit dan jenis obat yang akan diberikan, melalui kegiatan diagnosa
terhadap pasiennya. Kegiatan dokter dalam mendiagnosa pasien biasanya
melalui wawancara dan dokumen kemajuan pemeriksaan sebelumnya.
Sedangkan seorang guru dalam menetapkan jenis kesulitan belajar peserta
didik salah satunya dapat melalui kegiatan penilaian atau tes.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) diagnosis mempunyai arti (1)
penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya.
(2) pemeriksaan terhadap suatu hal. Demikian pula halnya pekerjaan guru.
Sebelum memberikan pembelajaran perbaikan (pembelajaran remidi), guru
perlu terlebih dahulu mencari penyebab kesulitan belajar siswanya atau
mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar. Beberapa referensi
maupun
pengalaman mengelola pembelajaran menunjukkan bahwa kesulitan belajar
belajar siswa disebabkan oleh beberapa faktor.
Tingkat dan jenis sumber kesulitannya beragam. Mengutip Brueckner dan
Bond, dalam Rahmadi (2004: 6) mengelompokkan sumber kesulitan itu
menjadi lima faktor, yaitu:
1) Faktor Fisiologis. Yang dimaksud kesulitan belajar siswa yang dapat
ditimbulkan oleh faktor fisiologis, yaitu kesulitan belajar yang disebabkan
karena gangguan
fisik seperti gangguan penglihatan,
pendengaran,
gangguan sistem syaraf dan lain-lain.Dalam hubungannya dengan faktorfaktor di atas, umumnya guru matematika tidak memiliki kemampuan
atau kompetensi yang memadai untuk mengatasinya. Yang dapat
dilakukan guru hanyalah memberikan kesempatan kepada siswa yang
memiliki gangguan dalam penglihatan atau pendengaran tersebut untuk
duduk lebih dekat ke meja guru. Selebihnya, hambatan belajar tersebut
hendaknya diatasi melalui kerjasama dengan pihak yang memiliki
kompetensi dalam mengatasi kesulitan siswa seperti tersebut di atas,
misalnya dengan guru SLB. Sementara pemerintah sudah membuka
program sekolah insklusi dengan pengawasan dan pembimbingan dari
guru-guru SLB.
10
2) Faktor Sosial. Lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah
sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar matematika siswa,
suatu keluarga yang tercipta suasana kondusif dalam belajar akan
menjadikan anak termotivasi tinggi dalam belajar dan nyaris tidak
ada kesulitan belajar. Demikian juga pergaulan siswa di masyarakat
dan di sekolah yang mengutamakan suasana belajar yang kondusif
maka siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi pula.
3) Faktor Emosional. Siswa akan cepat emosi, mudah tersinggung,
mudah marah, dapat menghambat belajarnya, keadaan siswa
seperti tersebut diatas disebabkan oleh masalah-masalah sebagai
berikut: siswa mengkonsumsi minuman
keras,
ekstasi
dan
sejenisnya, siswa kurang tidur, ada masalah keluarga sehingga
siswa sulit untuk melupakannya, dan sebagainya.
4) Faktor Intelektual. Siswa yang mengalami kesulitan belajar
disebabkan oleh faktor intelektual, umumnya kurang berhasil dalam
menguasai konsep, prinsip, atau algoritma, walaupun telah
berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami kesulitan
mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif dan mengingat
konsep-konsep maupun prinsip-prinsip biasanya akan
selalu
merasa bahwa matematika itu sulit. Siswa demikian biasanya
juga mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah terapan
atau soal cerita. Untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
belajar matematika karena faktor intelektual dengan memberikan
waktu lebih lama dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh
guru. Karena pada dasarnya siswa tersebut butuh waktu lebih lama
dalam berfikir, dan menyelesaikan tugas dibanding siswa-siswa yang
lain.
5) Faktor Pedagogis. Faktor lain yang menyebabkan siswa kesulitan
belajar adalah faktor pedagogis yaitu faktor kurang tepatnya guru
mengelola pembelajaran dan menerapkan metodologi. Misalnya
guru masih kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki
11
siswa, guru langsung masuk ke materi baru. Ketika menerangkan
bagian-bagian bahan ajar yang menunjang tercapainya suatu
kompetensi bisa saja sudah jelas, namun jika secara keseluruhan
tidak dikemas dalam suatu struktur pembelajaran yang baik, maka
kompetensi dasar dalam penguasaan materi dan penerapannya
tidak selalu dapat diharapkan berhasil. Secara umum, cara guru
memilih metode, pendekatan dan strategi dalam pembelajaran
akan berpengaruh terhadap kemudahan atau kesulitan siswa dalam
belajar. Perasaan lega atau bahkan sorak sorai pada saat bel
berbunyi pada akhir jam pelajaran matematika adalah salah satu
indikasi adanya beban atau kesulitan siswa yang tak tertahankan.
Jika
demikian
maka
guru
perlu
introspeksi
pada sistem
pembelajaran yang dilaksanakan.
2. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
a.
Empat jenis penelitian tindakan kelas, yaitu:
1) Penelitian Tindakan Kelas Diagnostik. PTK diagnostik ialah penelitian
yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam
hal ini peneliti mendiagnosa dan mendalami situasi yang terdapat di
dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya
menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa
yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.
2) Penelitian Tindakan Kelas Partisipan. PTK partisipan ialah apabila orang
yang akan melaksanakan penelitian terlibat langsung dalam proses
penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa penyusunan
laporan. Dengan demikian, sejak perencanan panelitian peneliti
senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan
mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir
dengan
melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di
sekolah seperti halnya contoh pada butir di atas. Hanya saja, di sini
peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus
12
sejak awal sampai berakhir penelitian. Jenis ini yang biasanya dilakukan
guru saat ini.
3) Penelitian
Tindakan Kelas Empiris. Penelitian dilakukan dengan cara
merencanakan, mencatat pelaksanaan dan mengevaluasi pelaksanaan
dari luar arena kelas, jadi dalam penelitian jenis ini peneliti harus
berkolaborasi dengan guru yang melaksanakan tindakan di kelas.
4) Penelitian Tindakan Kelas Eksperimental (Chein, 1990). PTK eksperimental
diselenggarakan dengan peneliti (guru) berupaya menerapkan berbagai
macam pendekatan, model, metode atau strategi pembelajaran secara
efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar-mengajar. Di dalam
kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat
lebih dari satu strategi atau teknik yang
ditetapkan untuk mencapai
suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan
peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka
untuk mencapai tujuan pengajaran.
b. Model Penelitian Tindakan Kelas
Pada modul ini dikenalkan tiga model penelitian tindakan kelas yaitu,
1) Model Penelitian Tindakan Kelas menurut Kurt Lewin
Kurt Lewin menyatakan bahwa dalam satu siklus pada penelitian tindakan
kelas terdiri dari empat langkah, yakni: (1) Perencanaan (planning), (2) aksi
atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting)
Berikut skematis model penelitian tindakan kelas manurut Kurt Lewin
Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin
2) Model Penelitian Tindakan Kelas Menurut Kemmis & McTaggart
Model yang dikemukakan Kemmis & Taggart merupakan pengembangan
lebih lanjut dari model Kurt Lewin. Secara mendasar tidak ada perbedaan
13
yang prinsip antara keduanya. Model ini banyak dipakai karena sederhana
dan mudah dipahami. Rancangan Kemmis & Taggart dapat mencakup
sejumlah siklus, masing-masing terdiri dari tahap-tahap: perencanaan
(plan), pelaksanaan dan pengamatan (act & observe), dan refleksi
(reflect). Tahapan-tahapan ini berlangsung secara berulang- ulang, sampai
tujuan penelitian tercapai. Dituangkan dalam bentuk gambar, rancangan
Kemmis & McTaggart akan tampak sebagai berikut:
Gambar 2. Model PTK menurut Kemmis & McTaggart
3) Model Penelitian Tindakan Kelas menurut John Elliot
Apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu
Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini
tampak lebih detail dan rinci.
14
Gambar 3. Model PTK menurut John Elliot
Dari ketiga model di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) penelitian tindakan
kelas terdiri dari beberapa siklus (minimum tiga siklus), dan (2) setiap siklus
terdiri dari beberapa langkah yaitu (a) perencanaan, (b) pelaksanaan, (c)
pengamatan/ observasi, dan (d) refleksi, namun sebetulnya kegiatan
pelaksanaan dan pengamatan dilakukan secara bersamaan. Sehingga alur
model penelitian tindakan kelas dapat disederhanakan sebagai berikut:
15
c. Tahap Penelitian Tindakan Kelas (Siklus Penelitian)
1) Tahap Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa,di mana,
kapan,
dilakukan
dan bagaimana penelitian dilakukan. Penelitian sebaiknya
secara
kolaboratif,
sehingga
dapat
mengurangi
unsur
subyektivitas. Karena dalam penelitian ini ada kegiatan pengamatan
terhadap diri sendiri, yakni pada saat menerapkan pendekatan, model
atau metode pembelajaran sebagai upaya menyelesaikan masalah
pada saat praktik penelitian. Dalam kegiatan ini peneliti perlu juga
menjelaskan persiapan-persiapan pelaksanaan penelitian seperti: rencana
pelaksanaan pembelajaran, instrumen pengamatan (observasi) terhadap
proses belajar siswa maupun instrumen pengamatan proses pembelajaran.
16
2) Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini berupa kegiatan implementasi atau penerapan perencanaan
tindakan di kelas yang menjadi subyek penelitian. Pada kegiatan
implementasi ini guru (peneliti) harus taat atas perencanaan yang telah
disusun. Yang perlu diingat dalam implementasi atau praktik penelitian ini
berjalan seperti biasa pada saat melaksanakan pembelajaran sebelum
penelitian, tidak boleh dibuat-buat yang menyebabkan pembelajaran
menjadi kaku. Dan kolaborator disarankan melakukan pengamatan secara
obyektif sesuai dengan kondisi pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti.
Hal ini penting mengingat penelitian tindakan mempunyai tujuan
memperbaiki proses pembelajaran.
3) Tahap Pengamatan (observasi)
Pada tahap pengamatan ini ada dua kegiatan yang diamati yaitu, kegiatan
belajar siswa, dan kegiatan pembelajaran. Pengamatan terhadap proses
belajar siswa dapat dilakukan sendiri oleh
guru
pelaksana
(peneliti)
sambil melaksanakan pembelajaran, sedang pengamatan terhadap proses
pembelajaran tentu tidak bisa dilakukan sendiri oleh guru pelaksana. Untuk
itu guru pelaksana (peneliti) minta bantuan teman sejawat (kolaborator)
melakukan pengamatan, dalam hal ini kolaborator melakukan pengamatan
berdasar pada instrumen yang telah disusun oleh peneliti. Hasil
pengamatan kolaborator nantinya akan bermanfaat atau akan digunakan
oleh peneliti sebagai bahan refleksi untuk perbaikan pembelajaran
berikutnya.
4) Tahap Refleksi
Kegiatan refleksi ini dilaksanakan ketika kolaborator sudah selesai
melakukan pengamatan terhadap peneliti pada saat melaksanakan
pembelajaran, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan
hasil pengamatan dalam peneliti melakukan implementasi rancangan
tindakan. Inilah inti dari penelitian tindakan, yaitu ketika kolaborator
mengatakan kepada peneliti tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan
baik dan bagian mana yang belum. Dari hasil refleksi dapat digunakan
17
sebagai
bahan pertimbangan
dalam
merancang kegiatan
(siklus)
berikutnya. Jadi pada intinya kegiatan refleksi adalah kegiatan evaluasi,
analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak lanjut
dalam perencanaan siklus selanjutnya.
Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk
membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun, dari
tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain
adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan "bentuk tindakan" sebagaimana
disebutkan dalam uraian ini, maka yang dimaksud dengan bentuk
tindakan adalah siklus tersebut. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak
pernah merupakan kegiatan tunggal tetapi selalu berupa rangkaian
kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus.
d. Tahapan Penyusunan Proposal Penelitian Tindakan kelas
Ada beberapa langkah penyusunan proposal penelitian tindakan kelas, antara
lain : (1) menentukan judul penelitian, (2) menyusun latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, (3) menentukan teori
pendukung, kerangka berfikir dan hipotesis tindakan, (4) menentukan metode
penelitian, dan (5) menyusun instrumen penelitian. Adapun langkahlangkahnya sebagai berikut:
1) Menentukan/menyusun judul penelitian,
Guru dalam menyusun penelitian tindakan kelas harus bertolak dari
permasalahan yang terjadi di kelas, yang terdiri dari permasalahan guru
maupun permasalahan siswa. Permasalahan terjadi karena adanya
kesenjangan antara idealisme dari harapan yang diinginkan dengan
kenyataan yang ada dan terjadi dalam pembelajaran di kelas. Adapun
ketentuan dalam menentukan masalah sebagai berikut: (1) instrospeksi
diri bahwa ada masalah dalam pembelajaran di kelas, (2) menuliskan
masalah, (3) mengidentifikasi masalah yang esensial (4) menentukan
alternatif solusi dari masalah yang teridentifikasi, (5) merumuskan
masalah, dan (6) menuliskan judul penelitian tindakan kelas.
a) Contoh masalah belajar dan mengajar matematika di kelas
18
 Sebagian besar siswa kurang menyukai mata pelajaran matematika.
 Minat belajar matematika rendah
 Siswa mengantuk saat pelajaran matematika pada jam terakhir
 Sebagian besar siswa belum memahami luas permukaan bangun
ruang
 Nilai rata-rata ulangan harian matematika selalu kurang dari KKM
 Sebagian besar siswa tidak mengerjakan PR
 Guru belum menguasai strategi pembelajaran yang inovatif.
 Alat peraga matematika di sekolah kurang tersedia.
b) Menentukan masalah yang esensial untuk diteliti
Dari masalah-masalah di atas dapat dipilih masalah yang esensial
(mudah dilaksanakan, murah biaya pelaksanaan, mudah mencari
kajian teori, mendesak untuk diselesaikan). Dari beberapa masalah di
atas yang kurang esensial antara lain: siswa mengantuk saat pelajaran
matematika pada jam terakhir. Masalah ini dikatakan kurang esensial
untuk diteliti karena dapat dipecahkan masalahnya dengan memindah
jam pelajaran tidak jam terakhir. Adapun masalah yang esensial
isal ya dipilih Nilai rata-rata ulangan harian matematika selalu
kura g dari KKM . Hal i i terjadi diduga guru
pendekatan
pembelajaran
konvensional,
asih
karena
e ggu aka
keterbatasan
pengetahuannya dalam penggunaan strategi pembelajaran yang
inovatif. Masalah tersebut dapat dituliskan dengan kalimat yang
ko u ikatif sebagai berikut prestasi belajar
c)
ate atika re dah
Menentukan alternatif solusi
Mencermati masalah teridentifikasi di atas, solusi yang dipilih antara
lain : penggunaan pendekatan atau model pembelajaran seperti telah
diuraikan pada bagian pertama. Misalnya memilih model kooperatif
tipe STAD.
19
d) Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari masalah dan solusi terpilih di atas adalah:
i. Bagaimana menerapkan model kooperatif STAD yang dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika?
ii. Apakah dengan menerapkan model kooperatif STAD dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika?
e) Penulisan judul penelitian tindakan kelas
Dari perumusan masalah di atas dapat diturunkan judul penelitian
yaitu PENINGKATAN PRE“TA“I BELAJAR OPERA“I HITUNG BENTUK
ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD BAGI
SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUN , atau
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR OPERASI HITUNG
UPAYA
BENTUK
ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF STAD BAGI
SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUN.
2) Menyusun Bab Pendahuluan
Bab pendahuluan (Bab I) terdiri dari (1) latar belakang masalah, (2)
perumusan masalah, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian,
dengan uraian sebagai berikut:
a) Latar Belakang Masalah
Pada bagian ini terdiri dari 3 komonen, pertama mendeskripsikan
bagaimana ideal/seharusnya siswa belajar matematika dan bagaimana
idealnya/seharusnya guru melaksnakan pembelajaran matematika,
kedua
mendeskripsikan permasalahan nyata di kelas terkait
dengan
prestasi
belajar
matematika
rendah,
dan
ketiga
mendeskripsikan bagaimana solusi dari permasalahan pada bagian
kedua.
b) Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan kalimat pertanyaan yang terdiri
dari
(1) pertanyaan
bagaimana
20
menerapkan
solusi
dalam
pembelajaran
yang
dapat menyelesaikan masalah, dan (2)
pertanyaan apakah dapat diselesaikan masalah tersebut dangan solusi
terpilih. Contoh perumusan masalah dari judul di atas:
i. Bagaimana menerapkan model kooperatif STAD yang dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika?
ii. Apakah dengan
menerapkan model kooperatif STAD dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika?
Hal yang prinsip yang perlu dicamkan dalam perumusan masalah PTK
adalah bahwa masalah PTK tidak terfokus pada pertanyaa apakah
namun lebih pada pertanyaan bagaimana, karena PTK berorientasi
pada tindakan bukan hasil. Dengan memahami dan mendapatkan
bagaimana menerapkannya itu, maka masalah serupa dapat teratasi
dan bersifat spesifik sesuai karakteristik kelas atau siswa yang
dihadapi.
c) Tujuan Penelitian
Tujuan utama dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah
peningkatan
mutu
pembelajaran
yang
akan
berujung
pada
peningkatan mutu pendidikan. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini
harus sesuai dengan rumusan masalah yang ada. Untuk itu tujuan
penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah di atas adalah :
i. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model kooperatif STAD
sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika.
ii. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika
melalui penerapan model kooperatif STAD.
d) Manfaat penelitian,
Hasil penelitian tindakan kelas tidak bisa digeneralisasi, maka manfaat
penelitian ini hanya ada manfaat praktis, tidak ada manfaat
teoritisyang pada umumnya hanya ditulis sebagai manfaat manfaat
penelitian. Diharapkan penelitian bermanfaat bagi siswa sebagai
21
subyek penelitian, bagi guru/teman sejawat sebagai acuan guru lain
dalam menulis penelitian, dan bagi lembaga dalam hal ini sekolah.
3) Menyusun Bab Pendahuluan
Bab Kajian Teori (Bab II) umumnya memuat: (1) kajian teori, (2) kerangka
berfikir dan (3) hipotesis tindakan dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Kajian Teori.
Teori yang dikaji dalam penelitian tindakan kelas terdiri dari (1) teori
dari variabel masalah dan (2) teori dari variabel solusi.
pe elitia
ti daka
Dari judul
kelas PENINGKATAN PRE“TA“I BELAJAR OPERA“I
HITUNG BENTUK ALJABAR MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF
TIPE STAD BAGI SISWA KELAS VII SMP N 2 KARANGTALUN , teori
yang dikaji antara lain: (1) belajar, (2) operasi hitung bentuk aljabar, (3)
prestasi belajar, dan (4) model kooperatif STAD.
b) Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakan alur berpikir yang disusun secara singkat
untuk menjelaskan bagaimana sebuah penelitian tindakan kelas
dilakukan dari awal , proses pelaksanaan, hingga akhir. Kerangka
berpikir
dapat
disusun
dalam
bentuk
kalimat-kalimat
atau
digambarkan sebagai sebuah diagram. Cara Menulis Kerangka Berpikir
dalam bentuk Rumusan Kalimat-Kalimat.
 Rumuskan kondisi saat ini (sebelum PTK dilaksanakan), secara
singkat.
 Rumuskan tindakan yang akan dilakukan, secara singkat.
 Rumuskan hasil akhir yang anda harapkan, juga secara singkat.
 Susun ketiga komponen di atas dalam sebuah paragraf yang padu.
Contoh alur kerangka berfikir pada penelitian tindakan kelas:
22
c)
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan mencerminkan dugaan sementara atau prediksi
perubahan yang akan terjadi pada subyek penelitian apabila dikenai
suatu tindakan. Hipotesis tindakan pada PTK umumnya dalam bentuk
kecenderungan atau keyakinan pada proses dan hasil belajar yang
akan muncul setelah suatu tindakan dilakukan. Hipotesis tindakan
berupa kalimat pernyataan yang seolah-olah menjawab rumusan
masalah yang telah ditetapkan sebelumnya.
Co toh hipotesis ti daka :
Melalui pe erapa
odel kooperatif
learning tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar operasi hitung
be tuk aljabar .
4) Menyusun Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian dibentuk dari beberapa komponen berikut: (1)
seting penelitian, (2) prosedur penelitian, (3) teknik pengumpulan data, (4)
teknik analisis data, (5) indicator kinerja, dan (6) jadwal penelitian.
Penjelasan secara dari enam komponen tersebut adalah sebagai berikut:
a) Seting penelitian
23
Seting penelitian terdiri dari tiga komponen yaitu :
(1) tempat
penelitian, (2) waktu penelitian, dan (3) subyek penelitian. Tempat
penelitian
pendidikan
menyebutkan/
dimana
mendeskripsikan
penelitian
kelas
dilakukan,
dan
waktu
satuan
penelitian
menyebutkan mulai dan sampai bulan apa penelitian dilakukan, dan
subyek
penelitian
menyebutkan
jumlah
siswa
yang
menjadi
sasaran/subyek penelitian.
b) Prosedur Penelitian
Yang perlu dideskripsikan dalam prosedur penelitian adalah (1) jenis
dan model PTK, dan (2) siklus penelitian. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut:
i. Jenis dan Model Penelitian
Jenis penelitian tindakan kelas ini adalah penelitian tindakan kelas
partisipan yaitu peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian
sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa penyusunan
laporan. Misal model penelitian yang diambil adalah model Kurt
Lewin.
ii. Siklus Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa siklus setiap siklus
terdiri dari empat tahapan yaitu (1) Perencanaan (planning), (2)
Pelaksanaan (acting), (3) Pengamatan (observing), dan (4) refleksi
(reflecting). Adapun rincian keempat tahapan tersebut sebagai
berikut:
(1). Perencanaan (planning)
Perencanaan pada penelitian ini terdiri dari (1) rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) tiga kompetensi dasar (KD),
yaitu KD
te ta g ……, KD
te ta g …. Da KD
te ta g, ( )
lembar kerja siswa (LKS), dan (3) instrumen tes, observasi
kegiatan belajar siswa dan instrumen observasi kegiatan
pembelajaran.
24
(2). Pelaksanaan (acting)
Penelitian dilaksanakan minimum tiga siklus dengan satu siklus
minimum tiga kali pertemuan, siklus pertama KD 1, siklus
kedua KD 2, siklus ketiga KD 3 dan seterusnya.
Adapun
pelaksanaan
model
proses pembelajaran menerapkan
kooperatif learning tipe STAD dengan langkah-langkah sebagai
berikut: …………….
(3). Pengamatan (Observing)
Pengamatan dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan instrumen sebagai berikut :
(1)
instrumen
observasi
kegiatan
belajar
siswa,
yang
dilaksanakan oleh peneliti selama proses belajar berlangsung
dengan sasaran siswa, (2) instrumen observasi kegiatan
pembelajaran, dilaksanakan oleh kolaborator (teman sejawat)
selama proses pembelajaran berlangsung dengan sasaran guru
(peneliti), dan (3) instrumen tes, dilaksanakan setiap akhir
siklus.
(4). Refleksi (reflecting)
Kegiatan
refleksi
dilaksanakan
setelah
pelaksanaan
pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk menemukan
kekurangan
dan
permasalahan
dalam
pelaksanaan
pembelajaran. Hasil refleksi akan digunakan untuk perbaikan
pembelajaran pada siklus berikutnya. Kegiatan refleksi berupa
diskusi
antara
peneliti
memperhatikan
hasil
dengan
analisis
data
kolaborator
hasil
dengan
pengamatan
kolaboratot saat pembelajaran, dan juga hasil pengamatan
peneliti terhadap proses belajar siswa serta hasil tes.
c)
Teknik Pengumpulan Data
25
Pada bagian ini perlu dideskripsikan (1) instrument penelitian yang akan
dipakai untuk memperoleh data, dan (2) jenis data yang akan diperoleh,
berikut contoh instrument dan data penelitian.
i.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian terdiri dari (1) instrumen pengamatan proses
belajar siswa dengan skala penilaian (1-4), (2) instrumen pengamatan
kegiatan pembelajaran dengan skala penilaian (1-4), dan (3) intrumen
tes berupa tes pilihan ganda dan uraian dengan skala penilaian (1-100).
ii.
Data Penelitian
Mengacu instrument penelitian di atas, maka data penelitian terdiri
dari (1) data kualitatif hasil pengamatan menggunakan instrumen (1)
dan (2) di atas, dengan ketentuan bahwa : 4 : sangat baik, 3 : baik, 2 :
cukup dan 1 : kurang dan (2) data kuantitatif hasil tes hasil belajar
siswa dengan skala penilaian (1-100).
d) Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif
kualitatif terhadap
tahapan
data
sebagai
penelitian
tindakan
kelas
dengan
berikut: menyeleksi, menyederhanakan,
mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi (mengaitkan gejala
secara sistematis dan logis), membuat abstraksi atas kesimpulan
makna hasil analisis. Model analisis kualitatif yang terkenal adalah
model Miles & Hubberman (1992: 20) yang meliputi : reduksi data
(memilah data penting, relevan, dan bermakna dari data yang tidak
berguna), sajian deskriptif (narasi, visual gambar, tabel) dengan alur
sajian yang sistematis dan logis, penyimpulan dari hasil yg disajikan
(dampak PTK dan efektivitasnya). Model analisis ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
26
Gambar 5. Teknik Analisis Data
e) Indikator Kinerja
Seperti telah diuraikan di depan bahwa penelitian tindakan kelas
merupakan penelitian yang pelaksanaannya terdiri dari beberapa
tahapan (siklus) disarankan minimum tiga siklus. Untuk menandai
berakhirnya siklus penelitian diperlukan adanya indikator kinerja.
Indikator kinerja ditetapkan peneliti sesuai dengan permasalahan yang
ingin
diselesaikan/ditingkatkan,
misalnya
masalah
yang
ingin
diselesaikan dan ditingkatkan dalam penelitian adalah motivasi belajar,
maka indikator kinerja yang ditetapkan menunjukkan persentase
minimal yang yang ditunjukkan siswa setelah mengikuti pembelajaran.
Misalnya: indikator kinerja dalam penelitian ini adalah (1) keaktifan
siswa dalam mengikuti pembelajaran minimal 70 %, dan (2) jumlah
siswa yang mencapai KKM minimal 75 %.
f)
Jadwal Penelitian
Berbeda dengan waktu penelitian yang hanya disebutkan rentang
waktu
awal sampai akhir penelitian, maka jadwal penelitian
disebutkan secara rinci mulai minggu keberapa bulan apa mulai
menyusun proposal sampai akhir penyusunan laporan penelitian.
Contoh:
BULAN
NO.
KEGIATAN
Januari
Februari
Maret
April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Penyusunan
Proposal
Penelitian
27
2
3
Praktik Penelitian
Penyusunan
Laporan
Penelitian
g)
Daftar Pustaka
Memuat semua sumber pustaka yang digunakan dalam penelitian
dengan menggunakan sistem penulisan yang telah dibakukan secara
konsisten.
h) Lampiran
Berisi
rencana
pelaksanaan
pembelajaran, materi/bahan
ajar,
penilaian, dan semua instrumen penelitian, sampel jawaban siswa,
dokumen/foto kegiatan, ijin penelitian, serta bukti lain yang dipandang
perlu.
D. Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Arikunto, S. (2011). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hermawan, H. (2006). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: CV Citra
Praya.
LPMP NTB. (2012). Bahan Ajar Kompetensi Pedagogik. Mataram: Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan NTB.
Sumardi, dkk. 2016. Refleksi, PTK, dan Pengembangan Keprofesian Guru. Bahan
ajar diklat. Jakarta: Kemdikbud PPPPTK
Taniredja, T., Faridli, E. M., & Harmianto, S. (2011). Model-Model Pembelajaran
Inovatif. Bandung: Alfabeta.
28
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
GURU KELAS TK
BAB I
PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
HERMAN
RUSMAYADI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB I
PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
A. KOMPETENSI INTI
Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
B. KOMPETENSI DASAR
Menguasai konsep dasar matematika, sains, bahasa, pengetahuan sosial, agama, seni,
pendidikan jasmani, kesehatan dan gizi sebagai sarana pengembangan untuk setiap bidang
pengembangan anak TK/PAUD
C. MATERI AJAR
1. PEMBELAJARAN MATEMATIKA ANAK USIA DINI
Mengajarkan matematika kepada anak usia dini sangat dimungkinkan bila pendidik
memiliki konsep dasar yang jelas dalam memahami dan mengimplementasikannya secara
bertahap dengan pendekatan kebiasaaan yang biasa dilakukan anak dalam kehidupan
kesehariannya. Pelajaran matematika harus dijadikan sesuatu yang menyenangan.
Menjadikan matematika sebagai bagian dari kehidupan merupakan langkah yang tepat.
Dengan mencintai matematika dapat membuat daya analisa anak kelak menjadi tajam.
Hal-hal sederhana dalam kehidupan sehari-hari terkadang tidak terlepas dari
matematika itu sendiri. Disadari atau tidak, sebenarnya kita sudah terbiasa dengan berbagai
angka dan perhitungan matematis, namun dengan pendekatan bahasa dan istilah yang
berbeda. Seperti misalnya hubungan antara benda satu dengan benda lainnya yang
mencerminkan adanya korelasi dan hubungan sebab akibat yang merupakan dasar dalam
pembelajaran matematika
Apa Itu Matematika
a. Pengertian Matematika
1) Matematika dapat dipahami sebagai suatu pembelajaran tentang pola dan hubungan.
Segala sesuatu yang ada dalam alam ini tidak terlepas dari pola - pola dan hubungan
yang merupakan konsep matematika.
1
2) Matematika merupakan cara berpikir. Orang yang memahami matematika akan terus
berlatih untuk berpikir analisis. Jika anak mendapatkan pelajaran matematika,
diharapkan kemampuan berpikir analisis di masa dewasa akan tajam dan terasah.
3) Matematika adalah terkait seni. Ketika anak belajar tentang bentuk - bentuk simetris
seperti (diamond, bujur sangkar), bunga - bunga dan lain - lain, anak sekaligus belajar
tentang seni dan juga matematika. Karena dengan menggunakan media seni, kita jga
belajar matematika. Dengan matematika, bisa menghasilkan karya seni.
4) Matematika adalah bahasa. Ketika seseorang berbahasa, maka ia menggunakan
matematika juga dalam konsep berbahasanya. Isi atau ungkapan dari bahasa adalah
hasil pemikiran matematika baik berupa bahasa verbal, non verbal ataupun bahasa
simbol.
5) Matematika merupakan alat. Sebagai alat, maka matematika menolong anak untuk
melakukan sesuatu dalam kehidupan sehari - hari.
Oleh karena itu matematika dapat dipahami sebagai :
a) Suatu pembelajaran tentang pola dan hubungan
b) Matematika merupakan cara berpikir  analisis
c) Matematika adalah seni  bentuk - bentuk simetris (diamond, bujur sangkar),
bunga-bunga, dll. Dengan menggunakan media seni, kita juga bisa belajar
matematika. Dengan matematika, bisa menghasilkan karya seni.
d) Matematika adalah bahasa  bahasa digunakan untuk mengekspresikan isi pikiran,
baik bahasa verbal maupun bahasa simbol.
e) Matematika merupakan alat  untuk mengevaluasi sesuatu (assessment).
b. Prinsip-prinsip Belajar Matematika
Dalam mempelajari matematika untuk anak usia dini, ada prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan oleh pendidik, yaitu :
1). Rencanakan pengalaman yang nyata sehingga anak dapat terlibat secara aktif.
2). Observasi anak agar memahami kebutuhan dan minatnya.
3). Berikan kesempatan anak belajar sesuai dengan tahapan mereka.
4). Pendidik sebagai fasilitator, bukan sekedar pemberi pengetahuan.
2
5). Beberapa area pengetahuan tidak dapat diajarkan tetapi harus dialami anak agar
anak bisa mempelajarinya.
6). Berikan anak permasalahan dan konflik untuk memunculkan kemampuan berpikir,
akomodasi dan adaptasi.
7). Merancang aktivitas yang sesuai dengan area perkembangan anak (sesuai ZPD).
8). Orang dewasa atau anak yang lebih pintar harus menolong anak agar dapat
menjembatani kesenjangan antara sesuatu yang telah dipelajari anak dan sesuatu
yang potensial yang bisa dimunculkan.
9). Membuat bermain menjadi kegiatan bermakna. Hubungkan matematika dengan
pengalaman sehari - hari.
10). Bertanyalah kepada anak hal - hal yang menarik.
11). Doronglah anak untuk dapat menjelaskan pikirannya melalui kata - kata, gambar,
tulisan dan symbol.
12). Dorong anak untuk berbicara, baik kepada guru maupun anak lain.
13). Pelajaran berurutan mulai dari enactive (konkrit) sampai pada simbolik.
14). Bangunlah pembelajaran matematika berdasarkan pembelajaran sebelumnya.
15). Gunakan model dan benda - benda manipulatif yang berbeda untuk membantu anak
mempelajari matematika
c. Konsep Dasar Matematika
Pemahaman terhadap matematika meliputi beberapa konsep dasar yang saling
berkaitan. Konsep-konsep dasar ini merupakan kerangka penting untuk membangun
pemahaman terhadap matematika secara lebih mendalam. Bagi anak usia dini konsep-konsep
matematika harus dijelaskan dengan cara yang konkrit dan adanya keterlibatan secara
langsung. Konsep-konsep dasar yang dapat diajarkan pada anak usia dini meliputi:
1) Mencocokkan (Matching)
a) Mencocokkan diartikan sebagai seperangkat (a set) benda-benda yang memiliki
konsep yang menyatu.
b) Dua kemungkinan untuk mendefiniskan seperangkat adalah :
(1) Memberi nama benda itu sesuai dengan perangkatnya
3
(2) Menyebutkan satu atau lebih benda-benda dari kumpulannya yang
memungkinkan kita untuk menentukan apakah benda tersebut menjadi anggota
atau tidak dari perangkat itu. Apakah ada hubungan antara benda itu dengan
benda lainnya.
c) Hampir semua benda dapat dikatakan seperangkat. Misalnya : sepasang sepatu,
seperangkat tas, sejumlah anak perempuan, dsb.
d) Istilah-istilah yang digunakan untuk seperangkat (a set):
(1) Set umum
(2) Anggota
(3) Set kosong
(4) Subset
(5) Set pelengkap
(6) Set irisan
e) Mencocokkan adalah pemahaman bahwa satu perangkat memiliki jumlah yang
sama dengan perangkat lainnya.
f) Set melibatkan hubungan 1 – 1.
Misalnya : 1 anak, 1 roti; 2 kaki, 2 sepatu
g) Merupakan komponen dasar dari angka.
h) Mencocokkan biasanya berhubungan dengan perbandingan seperti : lebih dari,
kurang dari atau sama dengan.
i) Di dalam proses Mencocokkan, anak memilih pengalaman- pengalaman yang
memiliki ciri yang sama atau tidak.
j) Ada 5 karakteristik dari atribut mencocokkan :
(1) Karakteristik persepsi
(2) Jumlah objek yang akan dipasangkan
(3) Nyata
(4) Secara fisik bergabung atau tidak bergabung.
(5) Ada kelompok dari jumlah yang sama atau tidak sama.
k) Bagaimana menilai kemampuan anak dalam mencocokkan
4
(1) Mengamati kegiatan yang dilakukan anak. Ct: bagaimana anak menggunakan
waktu untuk membariskan mainan dan meletakkannya bersama dalam bentuk
pasangan. Apakah anak melaporkan bahwa dia memerlukan beberapa mainan
lagi ?
(2) Menginterview/bertanya tentang kegiatannya. Ct: Mintalah anak bercerita
tentang benda-be da ya g berpasa ga itu. Berta ya Bagai a a ka u tahu
bahwa piringnya tidak cukup untuk beruang-berua g itu? , Apa ya g dapat
kamu lakukan untuk meyakinkan berua g bah a piri g ya ukup?
l) Kegiatan memasangkan
1) Beberapa property yang sama
(a) Memasangkan properti yang sama
(b) Memasangkan perangkat yang ekuivalen
Anak diberi bahan-bahan yang memiliki
beberapa bentuk & warna. Anak diminta
untuk mengambil warna merah & biru
dalam jumlah yang sama
2) Beberapa properti yang berbeda
(a) Memasangkan benda-benda yang cocok
Anak diminta untuk mencocokkan
antara gambar binatang dengan
gambar makanannya
(b) Mencocokkan benda-benda yang
melengkapi
(c) Mencocokkan bagian ke keseluruhan
Puzzle ini dibuat dari gambar kalender
yang dilaminating. Yang kecil menjadi
contoh dan yang besar dipotong-potong
(d) Memasangkan benda yang tidak equivalen
5
3) Memasangkan gambar yang sama
4) Memasangkan pola
Susunan pola yang di sebelah kiri
merupakan contoh pola. Kantong
di bawahnya adalah tempat penyimpanan
lembar-lembar pola. Di sebelah kanan
berupa kotak-kotak (4x4), yang bisa
ditempelkan pola-pola yang cocok dengan pola-pola di sebelah kiri.
5) Memasangkan benda setengah
contoh : Menggunakan 2 batang stik
es krim dan digambar menyatu.
6) Memasangkan ju lah
7) Mencocokkan benda dengan simbol.
Yang diperlukan adalah bentuk segiempat,
segitiga, lingkaran (spt kotak kiri), warna biru,
merah, kuning (kotak tengah), gambar orang
kecil, besar (kotak paling kanan).
Dari ke-3 simbol itu, anak harus menyimpulkan bentuk apa yang direfleksikan
6
8) Memasangkan arah
2) Perbandingan dan Seriasi /Urutan (Comparison and Seriation/ Ordering)
a) Perbandingan
(1) Definisi perbandingan adalah aksi mental membedakan dan menyamakan satu
obyek dengan obyek lain.
(2) Untuk membandingkan berarti harus menemukan hubungan antara 2 benda atau
2 kelompok, bagaimana mereka sama atau berbeda.
(3) Dari sudut pa da g perba di ga , kata besar da
ke il adalah kata-kata yang
mempunyai makna relatif.
(4) Perbandingan adalah alat dasar berpikir dan mengerjakan matematika.
Pemahaman tentang bilangan sangat berkaitan dengan kemampuan anak dalam
mengelompokkan dan meletakkan sesuatu secara berurutan.
(5) Ketika anak membandingkan 2 benda, mereka membandingkan ciri-ciri yang
berbeda dari benda itu. Misalnya : besar vs kecil, tebal vs tipis, dsb. Karena itu,
membandingkan 2 benda sesungguhnya membuat pengukuran informal.
(6) Membandingkan 2 kelompok benda melibatkan pengertian lebih banyak atau
lebih sedikit. Misalnya : lebih banyak teddy bear merah daripada teddy bear biru.
b) Ordering
(1) Ketika 2 benda atau 2 kelompok benda dibandingkan, proses itu disebut
ordering/urutan atau seriasi.
(2) Ada 4 tipe ordering/seriasi, yaitu :
(a) Urutan melalui ukuran, bunyi, posisi, dsb.
(b) Bilangan ordinal seperti ke-1, ke-2, ke-3, dsb.
(c) Meletakkan sejumlah benda yang berbeda mulai dari yang paling sedikit
sampai yang paling banyak (membuat tangga bilangan).
7
(d) Pasangan 1 – 1 antara 2 set benda-benda yang berhubungan (dobel seriasi).
(3) Bagaimana mengajarkan anak usia dini tentang perbandingan dan seriasi ?
(a) Mulailah dengan membandingkan 2 benda yang berbeda. Diskusikan tentang
perbedaan ciri.
(b) Untuk anak yang lebih tua, dorong mereka untuk membandingkan
persamaannya juga.
(c) Guru perlu memberikan kosa kata, baik label maupun konsep dari ciri-ciri yang
dimiliki benda itu. Fasilitasi anak untuk menggunakan kata-kata konsep agar
mencapai pemikiran yang lebih tinggi yang akan membawa mereka untuk
mengklasifikasi dan berpikir secara divergen. Ini dapat dilakukan melalui
percakapan bermain, dan aktivitas sehari-hari.
(4) Keterampilan-keterampilan lain yang terlibat dalam membandingkan adalah:
(a) Diskriminasi visual (mengamati hal yang khusus)
(b) Mencari secara sistematis
(c) Proses menghilangkan
(5) Anak juga bisa membandingkan 2 kelompok benda-benda yang dimulai dengan :
(a) Lebih banyak atau lebih sedikit (membandingkan jumlah hanya dengan melihat
saja tanpa menghitung).
(b) Lebih banyak atau lebih sedikit (membandingkan menggunakan hubungan 1-1)
(c) Berapa lagi agar jumlahnya sama ?
(d) Lebih banyak atau lebih sedikit (memutuskan berapa banyak lagi atau berapa
kurangnya)
(e) Grafik 2 strip sederhana
(6) Untuk ordering atau seriasi, mulailah dengan seriasi ukuran, kemudian tinggi,
volume, berat, dsb.
(7)
Untuk melakukan seriasi ukuran dari yang terbesar ke paling kecil maka :
(a) Siapkan 2 simpai.
(b) Tempatkan semua benda dalam 1 simpai dan bertanyalah kepada anak,
A bil be da ya g pali g besar!
8
(c) Bimbing anak untuk meletakkan benda terbesar ke dalam simpai selanjutnya.
(d) Berta yalah ke bali kepada a ak, A bil be da ya g terbesar sela jut ya
da letakka di si pai berikut ya!
(e) Bimbing anak untuk meletakkan benda terbesar selanjutnya ke dalam simpai
berikutnya.
(f) Ulangi pertanyaan itu sampai semua benda diletakkan di simpai selanjutnya
dari yang paling besar sampai paling kecil.
(8) Biarkanlah anak-anak mendapatkan konsep seriasi lebih dulu sebelum
mengenalkan kata seperti besar, lebih besar, dan paling besar
(9) Tipe-tipe seriasi yang lain adalah :
(a) Dobel seriasi
(b) Bilangan ordinal
(c) Urutan bilangan
(d) Grafik
(10) Kegiatan membandingkan
(a) Urutan
(b) Serupa tapi tak sama
3) Klasifikasi (Classification)
9
a) Klasifikasi
adalah
kegiatan
meletakkan
benda-benda
ke
dalam
sebuah
kelompok/kelompok dengan cara memilah (sorting) benda-benda yang memiliki satu
atau lebih ciri yang sama atau menyerupai.
b) Memilah adalah kegiatan yang dilakukan anak pada saat melakukan pengelompokkan.
c) Memilah melibatkan pemecahan set (perangkat) ke dalam set-set baru yang cocok
dengan anak (penggabungan dan pengelompokkan)
d) Metode klasifikasi / pemilahan konvensional adalah dengan membagi set umum ke
dalam 2 kelompok – pertama : semua anggota benda yang digolongkan ke dalam
properties yang dipilih – kedua : semua anggota benda yang tidak tergolong property
yang dipilih.
e) Ketrampilan memasangkan adalah awal dari pemilahan. Memilah bukan hanya
hubungan 1 – 1 , tetapi melibatkan beberapa benda ke dalam 1 kelompok.
Misalnya ;
Pekerjaan
: pemadam kebakaran
Benda terkait : helm, selang, mobil pemadam kebakaran, jas, tabung, dan lain-lain.
f) Memilah adalah ketrampilan dasar dari pola (patterning), grafik (graphing), bangun
(geometry) dan pengukuran (measurement).
g) Benda-benda bisa dipilah atau dikelompokkan bersama berdasarkan pada atributatribut berikut :
(a) Warna; (b) Bentuk; (c) Ukuran (besar/kecil, tebal/tipis, dsb); (d) Bahan (kayu,
plastic, kertas, dsb); (d) Tekstur (halus/kasar, dsb); (e) Pola (bergaris, bulat-bulat, dsb);
(f) Fungsi (alat tulis, pertukangan, dsb); (g) Asosiasi (memasangkan tongkat/lilin,
susu/gelas, dsb); (h) Kelompok kelas (mamalia, buah-buahan, dsb); (i) Ciri umum
(memiliki handle, pegangan, dsb).
h) Contoh pemilahan sehari-hari :
(a) Memanggil nama seseorang; (b) Mengambil mangkok dari lemari; (c) Mengambil
uang logam dari dompet (d) Memberikan seseorang obeng.
i) Ketrampilan klasifikasi :
10
(a) Mengamati persamaan dan perbedaan; (b) Membuat order (urutan) dan hubungan
pada benda-benda /peristiwa-peristiwa yang tidak berkaitan; (c) Berpikir analitis; (d)
Berpikir kreatif; (e) Mengekspresikan pikiran.
j) Strategi pembelajaran dan kegiatan memilah :
(a) Ambil properti yang dapat diamati
(b) Perlu memandu anak dalam mendeskripsikan properti ketika awal kegiatan
memilah diperkenalkan.
Tanyalah pertanyaan-pertanyaan seperti berikut :
(1)
Dapatkah ka u
e eritaka te ta g be da i i ?
(2)
Apa kesa aa dari be da-be da i i?
(3)
Apa perbedaa dari kelo pok be da i i ?
(4)
Apakah ada ara lai u tuk
e ilah ya?
(c) Atur anak dalam kelompok kecil sesuai kemampuan bahasa mereka. Misalnya :
anak yang kemampuan berbahasanya tinggi dalam satu kelompok. Bagaimanapun
ketika anak lebih nyaman dalam menyampaikan pikirannya mereka dapat belajar
dari temannya dalam kelompok kecil itu.
(d) Ijinkan anak untuk berinisiatif dalam memberikan kriteria pemilahan.
(e) Mencari kemungkinan dari satu material daripada memilah bahan-bahan yang
berbeda dengan satu cara. Keuntungannya adalah :
(1) Anak didorong untuk berpikir kreatif
(2) Kesempatan anak untuk mengalami banyak kemungkinan yang benar.
k) Sasaran kegiatan pengelompokkan :
(a) Kesadaran terhadap mengorganisasi benda-benda dengan cara yang berbeda; (b).
Memungkinkan anak mengamati, mengidentifikasi dan mendeskripsikan; (c). Property
dari benda-benda atau properti umum dari semua benda di dalam satu set; (d). Mampu
memilih
suatu
properti
dan
menggunakannya
secara
konsisten
untuk
mengelompokkan semua benda dalam 1 set; (e). Mengembangkan fleksibilitas
pemikiran dengan mendorong mengelompokkan kembali dari benda-benda yang
11
sama, setiap saat sesuai dengan properti yang berbeda; (f). Anak dapat menjelaskan
pengelompokkan mereka secara verbal.
l) Kegiatan bermain klasifikasi :
Keterampilan mencocokkan merupakan ketrampilan awal yang diperlukan agar anak
dapat memilah sesuatu yang
lebih dari hubungan 1-1 karena banyak yang
diklasifikaiskan menjadi 1 kelompok. Ketika anak diperkenalkan dengan kancing
beraneka bentuk, warna, dan corak, anak
tahu bagaimana memilah benda yang
beragam. Anak perlu belajar memilah dari benda yang sederhana kemudian ke
kompleks. Anak yang bisa melakukan pemilahan dengan baik akan lebih mudah dalam
berpikir. Dalam memilah dibutuhkan ketrampilan berfikir dan analisis serta fleksibilitas
dalam berpikir.Ketika anak menghadapi masalah maka ia akan
memiliki
kelenturan/fleksibel sehingga lebih mudah menghadapi segala sesuatu.
Level Pemilahan
(1) Usia 3-4 tahun
Level 1
: pemilahan sederhana ke dalam
2 kelompok atau lebih.
(a) Warna
(b) Bentuk
(c) Ukuran
(d) Tipe/jenis
Level 2
: pemilahan berdasarkan pemberian
label pada 2 kelompok atau lebih.
(a) Besar/kecil
(b) Kasar/halus
(c) Keras/lunak
(d) Tinggi/rendah
Level 3
: pemilahan benda-benda yang tidak
menjadi milik satu kelompok.
(2) Usia 4-6 tahun
Level 1
: memilah benda-benda lebih dari 2
kelompok
(a) Memilah melalui atribut fisik
(b) Memilah berdasarkan pengetahuan misalnya nama kelompok,
bahan-bahan, asosiasi, fungsi, dsb.
Level 2
: memilah ke dalam 2 kelompok menggunakan kategori yang berbeda.
Level 3
: memilah set yang tumpang tindih dan membuat matrik.
12
4) Geometri : Bentuk (Shape) dan Ruang (Space)
Geometri merupakan pembelajaran tentang bentuk-bentuk dan hubungan spasial. Ini
memberikan kepada anak satu kesempatan yang terbaik untuk menghubungan matematika
dengan dunia nyata.
a) Spasial sense
Spasial sense merupakan perasaan intuitif terhadap sekeliling anak dan benda-benda
yang ada di dalamnya.
(1) Pengetahuan fisik yang pertama anak tentang ruang
(a) Menggapai mainan gantungan; (b) Memasukkan bola-bola ke dalam suatu
wadah sampai tidak ada bola lagi yang dapat masuk ke dalamnya; (c) Memandang
ibunya dari sudut yang berbeda, dari depan, samping, dan sebagainya;
(2) Spasial sense merupakan alat yang utama untuk pemikiran matematis. Untuk
mengembangkan spasial sense, anak harus memiliki banyak pengalaman yang
berfokus pada hubungan-hubungan geometri; arah, orientasi, sudut pandang
benda dalam ruang, bentuk-bentuk dan ukuran relative suatu benda dan
bagaimana perubahan dalam bentuk berhubungan dengan perubahan dalam
ukuran.
(3) Spasial sense berguna dalam :
(a) Menulis angka dan huruf; (b) Membaca table tentang suatu informasi; (c)
Mengikuti instruksi; (d) Membuat diagram; (e) Membaca peta; (e) Memvisualisasi
benda yang digambarkan secara verbal
b) Pengalaman spasial
Untuk mengembangkan kemampuan spasial, anak perlu mengetahui 4 konsep
topologi: (1) Proximitas: posisi, arah, jarak; (2) Separasi: sebagian dan seluruhnya,
batas; (3) Order: yang pertama sampai yang terakhir; (4) Enclosure: di dalam/di luar,
figure/dasar, batas
13
c) Bentuk
Bentuk merupakan pembelajaran tentang figure yang sudah tetap, property dan
hubungannya dengan yang lain. Suatu bentuk merupakan kelengkapan luar dari suatu
obyek yang membedakan antara sesuatu yang di dalam obyek dan di luar yang bukan
menjadi milik obyek itu.
Perubahan geometri terjadi dalam : (1). Topologi (lembar geometri karet,) berkaitan
dengan mengendur dan menyusut, misalnya : balon, roti yang mengembang; (2).
Proyeksi (geomteri bayangan), berkaitan dengan perubahan bentuk dan ukuran
melalui perubahan dalam sudut pandang, misalnya : sudut pandang yang berbeda
terhadap kotak cereal; (3). Euclidean (luncuran geometri, terbalik dan berputar),
berkaitan dengan perubahan orientasi dan lokasi ketika sesuatu terbalik atau berputar,
misalnya : dari 4 stick es krim, bisa dibentuk beberapa bentuk berbeda.
d) Pengalaman geometri
(1) Galilah obyek-obyek 3 dimensi melalui identifikasi, memasangkan, dan memilah ;
(2) Menghubungkan obyek-obyek 3 dimensi ke dalam bentuk-bentuk 2 dimensi; (3)
Menggali,
mengidentifikasi,
menciptakan
dan
menggambar
bentuk-bentuk
(memfokuskan pada bentuk-bentuk yang berbeda dari bentuk-bentuk yang
sama/different forms of the same shapes); (5) Mengidentifikasi, menciptakan dan
menarik garis/paths (a) garis lurus, (b) garis lengkung, (c) garis bersudut, (d) garis
lengkung terbuka, (e) garis bersudut terbuka, (f) garis lengkung tertutup, (g) garis
bersudut tertutup; (6) Menggabungkan bentuk (tessellation) dengan menggunakan
tanggram; (7) Sub-pembagian bentuk (sebagian/seutuhnya, pecahan); (8) Mengubah
bentuk; (9) Papan geometri; (10) Gerakan geometri; (11) Simetri  Simetri lipat &
simetri putar; (12) Bentuk 2 dimensi menuju ke 3 dimensi.
e) Permainan dan aktivitas
(1) Geometri tali;
(2). Tangram;
(3). Permainan bentuk dengan bilangan kesukaan.
14
Anak menyebutkan bilangan kesukaan, kemudian membentuk suatu bangunan khusus
dengan jumlah bilangan tersebut.
Misalnya :
(1) A menyebutkan nomor kesukaannya 7, maka ia dapat mengambil benda (misalnya
kubus tipis) dan membentuknya beraneka bentuk yang penting setiap bentuk
jumlahnya 7.
(2) B menyebutkan nomor kesukaan 5, maka dapat membentuk aneka formasi dengan
batang korek api. Setiap formasi jumlahnya 5.
(3) Demikian seterusnya dengan C, D, dst dengan benda-benda yang dipakai untuk
membangun lebih beragam misalnya: stick es krim, tangram, binatang-binatang
kecil, dsb
Setelah itu setiap peserta harus memilih 1 design yang paling disukai, dan ditata
di kelas.
Dari desain-desain yang ada, anak telah belajar tentang pola dan grafik.
Guru bisa bertanya misalnya :




Design angka berapa yang paling banyak
penggemarnya ?
Design angka berapa yang paling sedikit
penggemarnya ?
Design angka berapa yang ada 5 ?
Perhatikan design angka 4 dan 5 !
Design angka 5 lebih banyak berapa
buah dibandingkan jumlah design angka 4 ?
15

Guru menunjukkan suatu design yang berjumlah 7 terdiri dari 3 kubus kuning
dan 4 kubus merah, dengan posisi ada yang mendatar dan tegak, guru bisa
bertanya :
Lihatlah desain ini!
Desain ini terdiri dari berapa warna ?
Warna kuning berjumlah berapa ?
Warna merah berjumlah berapa ?
Bisakah kamu menyebutkan bahwa 7 merupakan penjumlahan dari
bilangan berapa ?
Berapa jumlah kubus yang posisinya tegak ?
Berapa jumlah kubus yang posisinya melintang/mendatar ?
Dsb
Contoh kegiatan pengembangan konsep geometri :
Tarian geometri dengan tali elastic
Tangram
Tusuk gigi
5) Pola (Patterning)
Matematika digambarkan sebagai pembelajaran tentang pola. Ini menyentuh semua
topik-topik matematika. Belajar tentang pola akan mendukung anak dalam hal melihat
hubungan, menemukan koneksi, membuat generalisasi dan meramalkan.
16
a) Media pola
Banyak media yang dapat digunakan untuk menciptakan dan menggali pola : (1). Pola fisik
– tubuh anak, misalnya : pola aksi, pola posisi, kata-kata lucu, langkah menari, lagu-lagu,
sajak (rhyme); (2). Pola-pola obyek – dibeli atau dari barang bekas, barang-barang berpola
dapat menggunakan barang tak terpakai (limbah) ataupun membeli, misal: Barang limbah
: etiket roti, tusuk gigi, kulit spageti, kerang, kunci bekas, Barang-barang umum : sendok,
garpu, pisau plastic, sepatu, alat-alat music, Pensil/krayon/spidol/penghapus; (3). Polapola bergambar missal: kertas kado, perangko, pola-pola kalender; (4). Pola-pola simbolik:
nomor/bilangan, misalnya kartu angka 1-100, dsb., bbjat, mis : pola-pola nama TINA TINA
TINA, Tanda-tanda, misalnya *0*0*0*
b) Pola di lingkungan
Banyak dijumpai di sekitar anak dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya : lampu merah – kuning – hijau, bunga-bunga, pola bergaris, dsb.
c) Pola di alam
Musim (kemarau dan penghujan), siang dan malam, daur hidup binatang dan manusia,
sayuran dan buah-buahan merupakan pola yang ada di alam yang perlu dikenali anak.
d) Tipe-tipe pola
Pola ada bermacam-macam, yaitu :
(1). Pola berulang; Mulai dengan pola AB, kemudian dilanjutkan ke pola AAB atau ABB,
ABC, dsb.; (2). Pola bertumbuh, misalnya AB, ABB, ABBB, ABBBB, dsb.; (2). Pola
berhubungan, misalnya : Satu anak 2 mata, dua anak 4 mata, tiga anak 6 mata, dsb.;
e) Bagaimana mengajar anak usia dini tentang pola ?
Berikut ini beberapa langkah untuk membantu anak usia dini memahami pola :
(1) Mengenali dan mengalami pola. Mulailah dengan pola sederhana AB. Misalnya : buku,
kuku, duku, suku; (2) Mengenali dan mengalami pola menggunakan media lain; (3)
Mengajak anak melukiskan dan berbicara tentang pola. Terangkan mengenai observasi
yang baik; (3) Memperluas dan menghasilkan kembali pola, misalnya : menggunakan kartu
berpola; (4) Menciptakan pola dengan variasi yang berbeda dari berbagai media, Misalnya
: pola gambar atau obyek atau fisik; (5) Menterjemahkan pola dari satu media ke media
17
lain, Misalnya : fruit kebab (dari stereoform) ke gambar fruit kebab; (6) Mengisi pola yang
hilang dari suatu rangkaian; (7) Anak harus mulai dengan pola dari tubuh mereka yang
lebih konkrit dan kemudian berpindah ke pola obyek yang diikuti oleh pola gambar dan
simbolik; (8) Fokus pada anak usia 4-5 tahun – mengulang peristiwa dan desain; (9) Anak
usia 4-6 tahun dapat mengalami pola perluasan berikut sesuai dengan usia mereka,
misalnya: menghitung (4-6 tahun), bilangan genap dan bilangan ganjil ( 6 tahun),
pengelompokkan / perkalian (5 & 6 tahun), pola bertumbuh (5 & 6 tahun), pola dalam
simetri (5 & 6 tahun), pola sekeliling (6 tahun), pola di alam (6 tahun)
f) Pertanyaan untuk anak.
Beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan adalah :
(1) Apa yang kamu lihat ?; (2) Apa selanjutnya?; (3) Apakah ada yang melihat / tahu cara
lain?; (4) Berapa cara yang dapat kamu gunakan untuk menciptakan pola AB menggunakan
tusuk roti hijau dan biru?; (5) Ceritakan tentang pola yang kamu buat!; (6) Seperti apa pola
itu ; (7) Bagaimana pola-pola ini berbeda?
6) Urutan baku (Number Sense)
Number sense mencakup suatu pemahaman yang kaya tentang hubungan bilangan.
Meskipun menghitung adalah alat yang lebih dulu digunakan untuk memahami bilangan,
namun tidak boleh hanya menekankan itu saja.
Anak perlu diberikan kesempatan untuk memahami bilangan dalam 7 hubungan: (a)
Lebih atau kurang (more or less); (b) Menghitung/kardinalitas (counting/cardinality); (c) Lebih,
lebih 2, kurang 1, kurang 2; (d) Spasial, (e) Benchmark 5 dan 10; (f) Bilangan relatif (relative
sense); (g) Part-part whole/ number bond
(1) Sifat bilangan
Di dalam proses menghitung, anak sering melakukan beberapa kesalahan seperti :
a). Lompat urutan (skip sequence)  1,2,3,5,7,10
b). Lompat hitungan (skip counting)  o o o o o
1
2 3 4
c). Menghitung dobel (double counting)  0 0 0
0 0
1 2 3 4 5 6 7
18
Menurut Piaget, bilangan merupakan sintesis 2 jenis hubungan yang diciptakan anak
antara benda-benda (melalui abstraksi reflektif).
a). Order : kemampuan mengurutkan benda secara mental sehingga setiap benda
dihitung tanpa pengaturan spasial.
b). Inklusi hirarki (hierarchical inclusion) : kemampuan memasukkan semua benda
secara mental ke dalam suatu hubungan seperti saat benda dihitung maka
benda itu tergolong benda yang telah dihitung. Misalnya : satu di dalam dua,
dua di dalam tiga, tiga di dalam empat, dsb.
Untuk menghitung dengan benar, anak perlu memperhatikan 3 aturan berikut:
a). Stable order rule : menghitung kata-kata untuk diingat dalam order tertentu.
b). One – to – one rule : anak dapat menghitung satu kata untuk satu benda
c). Abtsraction rule : kumpulan benda apa saja dapat dihitung
Perkembangan dari konsep bilangan dimulai ketika anak mengamati :
a) Aturan kardinalitas (cardinality rule)
b) Bilangan yang dihitung terakhir menunjukkan jumlah bilangan.
c) Aturan urutan tidak berhubungan (order irrelevance rule)
d) Kemampuan menghitung
sejumlah benda dalam urutan apapun dan
mendapatkan hasil yang sama.
(2) Proses membangun number sense
Menurut Piaget ada 2 cara mengajarkan berhitung pada anak.
a) Count in sequence :
1
2
3
b) Count in sets of number
4
5
6
Cara ke 2 lebih mudah dipahami anak, karena dua adalah 1 lebih 1. Tiga adalah 2 lebih
1. Empat artinya 3 lebih 1. Lima artinya 4 lebih 1, dan seterusnya.
19
Jadi pada awalnya ajarkan anak menghitung secara berurutan, misalnya diri kiri ke
kanan, atau dari atas ke bawah. Setelah itu baru diajarkan dengan cara acak, yang
memiliki kesulitan lebih tinggi. Anak perlu menguasai arah (direction) dengan baik.
Mana yang lebih banyak ? Anak akan cenderung menyebutkan bahwa benda yang
diletakkan berjauhan lebih banyak, sedangkan benda yang diletakkan berdekatan akan
dikatakan lebih sedikit.
Dalam membangun bilangan baku, maka melewati proses :
a). Lebih atau kurang (more or less); b). Menghitung / cardinalitas: (1) menghafal
hitungan; (2) Hubungan 1 – 1; (3) menghitung secara berurutan, (4) menghitung dalam
sejumlah benda; (5) urutan bilangan; (6) perkiraan (estimasi); c). Pengaturan spasial;
d). Lebih 1, lebih 2, kurang 1, kurang 2;
e). Benchmark 5 dan 10
f). Ukuran relative; g). Part-part whole (number bonds)
20
(3) Implikasi mengajar number sense secara bermakna
Dalam mengerjakan tugas-tugas, anak akan belajar tentang :
(a) Macam-macam pengalaman sensorial seperti meraba, melihat, mendengarkan,
bergerak, dll.; (b) Anak
Pembelajaran
belajar mengulang-ulang berbagai pengalaman; (c)
mulai paling sederhana sampai ke yang lebih rumit; (d)
Pembelajaran dimulai dari yang konkret sampai ke abstrak yang melalui tahaptahap :
(1) konsep (concept)
(2) menghubungkan (connecting)
(3) simbolik (symbolic)
(4) Bagaimana mengajar penulisan bilangan ?
(a) Pra-syarat : anak perlu mengenali symbol lebih dulu; (b) Proses : pengenalan
symbol – penulisan symbol – operasi symbol; (c) Mengajarkan pola dan bentuk dari
bilangan-bilangan; (d) Jangan mengajarkan konsep matematika (misalnya :
menghitung, hubungan 1-1) sementara mengajarkan menulis karena belajar
menulis bukan termasuk ketrampilan matematika; (f) Anak dapat berlatih menulis
dengan: (1) menulis di udara; (2) menulis di telapak tangan; (3) menulis di punggung
teman; (4) menulis di kertas/papan; (5) menyambung titik titik (dot to dot); (6)
number templates
(5) Media bermain :
a). Bilangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ditulis dengan 2 warna, misalnya ungu dan hijau.
Setiap anak ketika menuliskan angka tersebut di udara sambil mengatakan
ungu, hijau (berdasarkan tarikan gerakan menulis)
Anak sering menuliskan bilangan terbalik-balik. Ini disebabkan anak masih
kebingungan tentang arah. Karena itu perlu bantuan pengenalan bilangan
menggunakan dua macam warna.
b). Dengan menggunakan Work Math, bisa diletakkan angka 5. Anak diminta
meletakkan benda-benda kecil yang berjumlah dan berwarna tertentu
berdasarkan pengelompokkan warna.
21
c). Estimasi
Anak perlu berpikir tentang jumlah. Tidak semua anak yang bisa menghitung
bisa mengetahui sejumlah benda, bisa mengucapkannya, tetapi mereka tidak
mengetahui makna dari kata-kata tersebut sebagai suatu jumlah.
Karena itu perlu diajarkan menghitung dengan cara berikut :
d) Estimasi jumlah
e) Konsep : more or less
Level 1.
Ada dadu yang bertuliskan more dan less.
Sejumlah kubus plastik tipis dibagikan kepada 2 anak.
Mereka secara bergantian meletakkannya di kotak barisan 2 lajur.
Untuk pertama kali masing-masing meletakkan jumlah kubus terserah.
Ketika dadu dilemparkan, jika ya g
u ul tulisa
less ,
aka kubus ya g
lebih sedikit mendapatkan semua kubus dari pasangan mainnya.
Level 2 :
Dadu bertuliska
ore ,
ore ,
22
less
A ak
ele parka
dadu, jika
e dapatka
menambah dengan 2 dadu lagi. Jika
ore ,
e dapatka
less ,
aka ia berhak
aka dadu ya
harus diambil 1.
7) Penjumlahan dan Pengurangan
Secara alami anak senang untuk menambah dan menjumlahkan paling banyak ketika
anak berusia 6 tahun. Pendekatan perkembangan untuk penjumlahan dan pengurangan
akan memberikan kesempatan kepada anak untuk menjumlah dan mengurangi bilanganbilangan sesuai logika mereka melalui pemecahan masalah dan games. Ketika anak mengingat
hasil dari perhitungan mereka, akhirnya mereka dapat memahami, membaca dan menulis
persamaan .
a) Jenis-jenis penjumlahan dan pengurangan
(1) Menggabungkan unsur-unsur dijumlahkan jadi satu
(a) Titin mempunyai 5 roti.. Adi mempunyai 1 roti.
Berapa ju lah roti Titi da Adi ?
+ = …..
(b) Nona mempunyai 4 boneka. Berapa jumlah boneka yang diperlukan
bo eka No a
e jadi ? + …… =
(c) Dimas mempunyai beberapa kelereng. Bima memberinya 4.
23
supaya
Sekarang kelereng Dimas jadi 7. Berapa jumlah kelereng Dimas mula- ula ? ….. +
4=7
(2) Memisahkan – unsur-unsur dihilangkan
(a) Dinda mempunyai 5 permen. Dia memberikan ke Nia 2. Tinggal berapa permen
Dinda ? 5 – = ………
(b) Bagas mempunyai 6 mobil-mobilan. Diberikan kepada adiknya 2. Tinggal berapa
mobil-mobilan Bagas ? 6 – = …..
(c) Dewa mempunyai sejumlah kue. Diberikan Iwan 4, sekarang kue Dewa tinggal 1.
Berapa jumlah kue Dewa mula- ula ? ….. – 4 = 1
(3) Part-part whole – hubungan antara set dan subset
(a) Ninik mempunyai 4 apel merah dan 2 apel hijau. Berapa jumlah apel Ninik
semuanya ?
(b) Devi mempunyai 8 pita. 5 pita berwarna biru dan sisanya kuning. Berapa jumlah
pita ku i g Devi? + ….. = 8
(4) Membandingkan – membandingkan antara 2 set yang terpisah
(a) Evi mempunyai 2 es krim. Arya mempunyai 5 es krim.
Berapakah es krim lagi agar jumlahnya sama dengan es krim Arya ? 5 – = ……
(b) Tom mempunyai 4 buku cerita. Tim mempunyai 2 buku cerita lebih banyak
daripada Tom. Berapa jumlah buku cerita Tim ?
2. PEMBELAJARAN SAINS ANAK USIA DINI
All the flowers of all tomorrows are in the seeds of today (Chinese proverb). Kandungan
makna yang tersirat dari proverb Cina tersebut sangat benar adanya, bahwa biji yang ditanam
hari ini suatu saat atau esok akan menjadi bunga. Anak-anak kita hari ini terutama untuk anak
usia di i aka
e jadi seseora g
a ti ya, kita harus e berika suatu proses yang terbaik
bagi anak-anak agar dapat tumbuh dan kembang secara sempurn.
Usia dini adalah masa emas untuk memberikan stimulasi dalam rangka mengoptimalkan fungsi
otak, dimana kisaran usia dini adalah 0-8 tahun. Perkembangan otak pada usia dini bukanlah
suatu proses yang berjalan sebagaimana adanya, melainkan suatu proses aktif yang
24
membutuhkan stimulasi melalui alat-alat indera (sebagai reseptor-reseptor otak diseluruh
bagian tubuh). Perkembangan otak manusia dapat terbagi dalam 4 tahapan berdasarkan usia
yaitu : 0 - 4 tahun mencapai 50 %; 4 - 8 tahun, mencapai 80 %; 8 - 18 tahun
mendekati 100%.
a. Konsep dasar Pembelajaran Sains Anak usia Dini
1) Pengertian Sains
“ai s didefi isika dala
diperoleh
ebster e
ollegiate di tio ary yak i pe getahua ya g
elalui pe belajara da pe buktia
atau pe getahua ya g
eli gkupi suatu
kebenaran umum dari hukum - hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan
melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan
pengetahuan
yang
dengan
menggunakan
pengamatan
dan
eksperimen
untuk
menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam.
Manusia mengetahui banyak hal di muka bumi ini baik melalui penangkapan indera
maupun hasil olah pikir. Kumpulan hal-hal yang diketahui tersebut dinamakan pengetahuan.
Sedangkan Ilmu Pengetahuan adalah pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan
logis dengan mempergunakan metode-metode tertentu.
Berdasarkan definisi di atas sudah menimbulkan kesan rumit atau sulit dalam
memahami dan mempelajari ilmu pengetahuan atau sains. Oleh karena itu tidak heran jika
timbul mitos di masyarakat bahwa sains hanya dapat dipahami dan dimengerti oleh
sekelompok orang dengan melakukan serangkaian penelitian. Istilah penelitian itu sendiri
sudah menimbulkan kerumitan. Seolah-olah penelitian itu hanya dapat dilakukan oleh para
pakar, para ilmuan dan mereka-mereka yang kesehariannya disesaki oleh referensi-referensi
ilmiah. Padahal setiap orang dan pada semua tingkatan usia dapat melakukan penelitian tanpa
ia sadari bahwa ia telah melakukan penelitian. Penelitian secara sederhana dapat dilakukan
ha ya de ga bera gkat dari suatu perta yaa , Me gapa? da berusaha
e ari ja aba
baik dari diri sendiri maupun dari sumber lain yang lebih mengetahui. Bagi seorang siswa,
penelitian dapat dimulai ketika ia mulai bertanya kepada gurunya, bertanya kepada orang
tuanya, atau bahkan bertanya kepada teman-teman sebaya yang telah bersentuhan langsung
dengan obyek yang dipertanyakan. Science is built up of facts as a house of stones, but a
25
collection of fact is no more a science than a pile of stones is a house (Henry Poincare, La Science
et l’Hypothese,
). The goal of edu atio is to produ e i depe de tly thi ki g a d a ti g
individuals (Albert Einstein).
Sains adalah kerangka pengetahuan. Pembelajaran sains itu penting karena: (1) Sains
adalah bagian penting dari budaya manusia, yang mempunyai nilai tertinggi dari kapasitas
berpikir manusia; (2) Adanya laboratorium yang ditindaklanjuti dengan penelitian dapat
digunakan untuk mengembangkan bahasa, logika, serta kemampuan memecahkan masalah
dalam kelas; (3) Untuk jangka waktu panjang, dapat diciptakan saintis-saintis muda; (4) Negara
sangat tergantung kepada kemampuan teknis dan saintifik dari masyarakatnya untuk
persaingan ekonomi global serta keperluan nasional.
Ada 3 area sains yang diajarkan dalam kurikulum, yaitu:
(1)
Sains kehidupan: Biologi (tubuh manusia), Zoologi (hewan), Botani (tumbuhan
(2)
Sains bumi, meliputi: Geologi (kulit keras bumi), astronomi (langit, musim, luar
angkasa)
(3)
Fisika: ilmu kimia (benda padat dan cair), ilmu fisika (keseimbangan dan gerakan)
Gambar: Anak diperkenalkan dengan konsep terapung dan tenggelam
Ada tiga faktor utama mengapa dalam pembelajaran sains pembentukan sikap adalah
penting (Martin, 1984), yakni:
(1) Sikap seorang anak membawa satu kesiapan mental bersamanya. Dengan sikap
yang positif, seorang anak akan merasa sains objek, topic, aktifitas dan orang secara
26
positif. Seorang anak yang tidak siap atau ragu-ragu karena alas an apapun juga
akan kurang kemauannya untuk berinteraksi dengan orang dan hal-hal yang
berhubun- gan dengan sains.
(2) Sikap bukan pembawaan dari lahir atau bakat. Ahli kejiwaan berpendapat bahwa
sikap itu dipelajari dan disusun lewat pengalaman selagi anak-anak berkembang
(Halloran, 1970; Oskamp,1977), sikap seorang anak dapat berubah melalui
pengalaman. Guru dan orangtua mempunyai pengaruh terbesar atas sikap sains
(George & Kaplan, 1998)
(3) Sikap adalah hasil Yang dinamis dari pengalaman yang bertindak sebagai factor
pengaruh ketika anak memasuki pengalaman-pengalaman baru. Akibatnya sikap
membawa suatu emosional dan intelektual, yang keduanya mengarah kepada
pembentukan keputusan dan membentuk evaluasi. Keputusan dan evaluasi ini
dapat menyebabkan seorang anak menetapkan prioritas dan memegang pilihanpilihan yang berbeda.
Selain pembentukan sikap, pembelajaran sains yang produktif juga dapat
mengembangkan tiga aspek penting lainnya yakni : (1) Pengembangan dari sikap anak-anak;
(2) Pengembangan dari pemikiran anak dan ketrampilan kinestetik (motorik kasar, halus serta
koordinasi mata dan tangan, demikian juga dengan pelatihan, perasaan); (3) Pengembangan
ilmu pengetahuan yang diban- gun dari pengalaman di dalam setting yang alami.
Tabel 1. Sikap mental dari saintis muda (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)
EMOSIONAL
INTELEKTUAL
Dari keingintahuan yang besar Dari pengalaman pembelajaran yang positip
anak-anak untuk belajar dan
pada anak-anak, kita dapat mengembangkan
memperoleh pengalaman
mereka:
baru, kita dapat meningkatkan
mereka untuk membangun:
Rasa ingintahu yang besar
Ada keinginan untuk mencari sumber Informasi
Ketekunan
Ada ketidakpercayaan; keinginan untuk menunjukkan
atau untuk mempunyai nilai alternatif dari bukti yang
digambarkan
27
Pendekatan positif terhadap
kesalahan
Pikiran yang terbuka
Bekerjasama dengan yang lain
Mengabaikan generalisasi secara luas ketika ada
keterbatasan bukti
Mempunyai toleransi terhadap opini lain, penjelasan
atau nilai yang digambarkan
Mempunyai keinginan untuk menahan keputusan
sampai semua bukti atau informasi ditemukan dan
diujikan
Menolak untuk mempercayai dalam superstition atau
menerima klaim tanpa bukti
Terbuka terhadap perubahan pemikiran mereka ketika
bukti-bukti terhadap perubahan telah diberikan terbuka
terhadap pertanyaan mengenai ide mereka.
2) Memulai Belajar Penelitian
Anak-anak adalah saintis alamiah. Para ahli perkembangan anak pernah berdebat
dalam masalah ini, tidak hanya didasari pada fakta dasar behavior anak-anak, tetapi lebih pada
hubungan antara behavior dan aspek penting dari pemikiran saintifik. Anak-anak yang dibawa
ke kelas sains memiliki rasa keingintahuan yang alami dan menset idea serta memahami
konseptual framework dimana terdapat hubungan antara pengalaman di dunia alami dan
informasi lain yang telah mereka pelajari sebelumnya (terdapat koneksi). Sejak mereka
memiliki berbagai pengalaman, anak-anak diberikan dalam kisaran yang luas kemahirannya
(skill), pengetahuan, serta adanya pengembangan konsep. Anak usia dini pada tingkatan
taman bermain, TK A dan B maupun anak usia sekolah dasar sampai kelas dua belum saatnya
diberikan pelajaran tentang kemampaun penelitian ilmiah, konsep-konsep ilmiah ataupun
prinsip-prinsip penelitian. Karena memang pada anak usia dini (0-8 tahun) mereka baru
mempelajari tentang kemampuan dasar yang terdiri dari pengamatan, klasifikasi, komunikasi,
ukuran, estimasi, prediksi dan kesimpulan. Sedangkan pada kelas tiga SD, anak sudah diajarkan
mengenai kemampuan dasar dan kemampuan terpadu. Kemampuan terpadu terdiri dari
mengidentifikasikan variabel, mengontrol variabel, definisi operasional, membentuk
operasional pengalaman, grafis, interpretasi data, model dan investigasi. Namun demikian,
sikap mental peneliti sudah dapat diberikan oleh guru dalam bentuk yang sederhana dan yang
berada di lingkungan terdekat dari dunia anak-anak. Oleh karena itu, seorang guru dituntut
untuk dapat menjelaskan area sains secara tepat kepada anak-anak, kendatipun kurikulum
28
yang tersedia saat ini tidak menyediakan bahan-bahan penelitian yang dibutuhkan olch
seorang guru. Seorang guru harus mampu mengevaluasi setiap pengetahuan anak-anak dan
konseptual serta perkembangan skill/kemahiran, sebaik tingkat metakognisi anak-anak
mengenai pengetahuannya, kemahiran dan konsep, juga menyediakan lingkungan
pembelajaran anak-anak dimana setiap anak dapat bergerak mengembangkan dalam semua
aspek. Pertanyaan kunci untuk instruksi ini adalah bagaimana mengadaptasi tujuan
instruktusional ke pengetahuan yang telah ada dan kemahiran dari murid, sebaik bagaimana
memilih teknik instruktusional sehingga akan lebih efektif.
Tabel 2. Bagan Kemahiran Proses Sains (Martin, Sexton, Franklin & Gerlovich, 2005)
Kemahiran Dasar
Observasi
Klasifikasi
Komuniaksi
Pengukuran
Estimasi
Prediksi
Kesimpulan
Pra Taman Kanak-kanak
X
X
X
X
X
X
Taman Kanak-kanak
X
X
X
X
X
X
X
Tabel 3. Proses Kemahiran
Observasi
Klasifikasi
Memanipulasi material
Mengkomunikasikan
Mencatat/menyusun data
Prediksi
Inferensi
Mengestimasi
Penyelidikan
Pemecahan masalah/
membuat keputusan
Menggunakan indera untuk menggabungkan informasi
Mengelompokkan, ordering, mengkategori-kan, merangking,
memisahkan, mem-bandingkan.
Memberikan perlakuan pada material secara efektif
Berbicara, menulis, menggambar
Logs, jurnal, grafik, table, gambar, rekaman
Dimulai dengan hasil yang diharapkan didasarkan pada
pola atau bukti yang ada
Membuat kesimpulan (perkiraan yang educated) didasarkan
pada alasan untuk menjelaskan observasi
Menggunakan penilaian hingga aproksimat sebuah
nilai/kuantiti
Proses yang terintegrasi dari penelitian
Proses yang terintegrasi untuk menilai dan menghasilkan
solusi
29
3) Pembelajaran sains secara alami
Pembelajaran sains terhadap anak-anak yang terbaik adalah ketika mereka termotivasi. Oleh
karena itulah maka pemberian pembelajaran harus menarik, menyenangkan, menantang,
melalui interaksi dengan lingkungan, dilakukan bersama antara yang seusia dengan dewasa,
dengan menggunakan benda konkrit.
Adapun pembelajaran ini dapat dilakukan melalui penyelidikan untuk melihat: pola,
perhubungan, proses, dan masalah. Pembelajaran sains juga dapat mengembangkan bahasa.
Pembelajaran sains dilaksanakan secara kooperatif. Adapun prinsip dan teknik digunakan
untuk membantu murid bekerjasama lebih efektif. Kerjasama adalah sesuatu yang bernilai, hal
ini dimaksudkan agar anak-anak dapat melihat kerjasama mempunyaitujuan yang kuat,
melihat teman sebagai teman berkolaborasi yang potensial, dan untuk memilih kerjasama
sebagai kemungkinan pilihan yang layak untuk berkompetisi dan pekerjaan individual.
Adapun prinsip pembelajaran sains adalah kooperatif, yakni : (1). Adanya keterkaitan
yang positif; (2).Sebagai individu yang dapat diperhitungkan; (3). Adanya interaksi yang
simultan; (4). Adanya partisipasi yang setara. Pada pembelajaran secara berkelompok, anakanak diharapkan dapat bekerjasama dengan cara berdiskusi antar teman sebelum akhirnya
ditanyakan kepada guru. Anak- anak berdiskusi tentang prosedur maupun kandungan isinya.
Selain berdiskusi dengan satu kelompok mereka juga dirangsang untuk berdiskusi antar
kelompok sebelum bertanyan pada gurunya. Apabila satu kelompok dapat mengerjakan tugas
dengan cepat maka dapat membantu kelompok lain yang belum selesai.
Tujuan dari pembelajaran sains pada anak usia dini adalah (1) Mempersiapkan anakanak dengan pengalaman yang dapat membantu mereka menjadi terpelajar secara saintifik;
(2) Membimbing anak-anak saat mereka mempelajari kandungan arti dan membangun indera
berdasarkan pengalaman oleh pemahaman terfokus dengan menggunakan ide sains,
kemahiran, dan sikap mental; (3) Berbagi tanggungjawab dengan anak-anak terhadap apa yang
mereka pelajari; (4) Mengadaptasi kurikulum, mengatur waktu dan mengatur praktek,
termasuk untuk tema pelajaran yang mengambil waktu beberapa hari atau minggu; (5)
Menguji kemajuan dalam berbagai cara untuk mengelompokkan mana yang anak-anak ketahui
dan dapat lakukan.
30
4) Kegiatan Pembelajaran Sains untuk anak usia dini
a) Meniup Air Berwarna
Experimen
(1) Sediakan air, sabun cair, pewarna, sedotan, kertas gambar, gelas plastik bekas air
mineral.
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Masukkan air kira-kira setinggi setengah gelas plastik .
Beri pewarna sesuai keinginan kita.
Tambahkan sabun cair sedikit.
Aduk-aduk dengan sedotan kemudian tiup perlahan-lahan menggunakan sedotan.
Saat Air berwarna ditiup dan mengeluarkan buih-buih, maka buih-buih itu
ditahan dengan selembar kertas. Pindahkan posisi kertas sehingga ada beberapa
bercak- bercak bekas tiupan kita di kertas.
(7) Jika menginginkan warna lain, dapat dicoba pada kertas yang sama, sehingga
bercak pada kertas akan berwarna-warni.
Pertanyaan: Perubahan apa yang terjadi saat air ditiup ?
b) Membuat gelembung
Eksperimen
(1) Masukkan sabun cair ke dalam wadah.
31
(2) Tambahkan pewarna yang kita inginkan.
(3) Tambahkan air secukupnya.
(4) Tambahkan tepung jagung (maizena) kira 2 sendok makan dan gliseryn kemudian
aduk jadi satu sampai rata.
(5) Cedok dengan tangan kanan menggenggam, kemudian tiuplah dari lubang tangan
kanan kita yang menggenggam, maka akan ke luar gelembung seperti balon
(bubbles). Tahan dengan tangan kita sebelah kiri. Tiup terus perlahan-lahan sampai
balon (bubbles) menggelembung maksimal. Lepaskan tiupan kita dan amatilah
bubles tersebut.
Pertanyaan
(1) Apa yang terjadi ketika bubles diletakkan di tangan kita yang basah ?
(2) Bagaimana jika tangan kita kering, apa yang terjadi terhadap bubles itu ?
(3) Berapa lama bubles bisa bertahan di tangan tanpa pecah ?
c) Melukis dengan Air dan Cat
Experimen
(1) Sediakan wadah, air, cat, minyak, kuas, kertas putih
(2) Isi wadah dengan air.
(3) Campur cat lukis dengan minyak sedikit,
aduk dengan kuas
(4) Masukkan cat tersebut ke dalam air.
(5) Usap permukaan air dengan kertas.
Pertanyaan
(1) Bagaimana posisi cat ketika dimasukkan ke dalam air ?
(2) Apa yang terjadi pada lukisan jika minyak terlalu banyak ?
d) Es Batu Dalam Air
Experimen
(1) Sediakan air, gelas plastik, es batu.
32
(2) Isi gelas plastik dengan air sampai penuh.
(3) Masukkan es batu ke dalam gelas berisi air tersebut.
Pertanyaan
(1) Apakah air dalam gelas itu tumpah ketika diberi es batu ?
(2) Mengapa demikian ?
e) Benang Mengangkat Es Batu
Experimen
(1) Sediakan sebongkah kecil es batu, garam
sedikit, benang kasur.
(2) Taburi es batu dengan garam sedikit pada
permukaan atas.
(3) Tarik permukaan es batu yang telah diberi garam dengan tali.
Pertanyaan
(1) Apa yang terjadi ketika tali ditempelkan pada pemukaan es batu ?
(2) Mengapa tali bisa mengangkat es batu ?
(3) Mana yang lebih dingin : es batu saja atau es batu yang diberi garam ?
f) Membuat Mentega
Experimen
(1) Sediakan susu cream cair berbagai jenis , cangkir plastik yang ada tutupnya.
(2) Masukkan masing-masing susu cair ke dalam gelas plastik kira-kira ¼ tinggi gelas.
Jika susu terlalu banyak, maka waktu yang diperlukan untuk mengocok akan
semakin lama.
(3) Tutup gelas plastik dengan rapat.
(4) Kocok-kocok sampai susu menjadi mengkristal
(5) Pisahkan cairan susu dengan kristal/gumpalan yang diperoleh dari hasil kocokan
tersebut. Gumpalan tersebut disebut mentega
Pertanyaan
(1) Perubahan apa yang terjadi setelah susu dikocok-kocok ?
(2) Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengkristalkan cairan susu tersebut ?
33
(3) Apa perbedaan dari mentega yang terbuat dari susu cream cair yang berbedabeda ?
g) Mencampur Tepung Jagung, Tapioka, dan Gandum.
Eksperimen
(1) Sedikan tepung jagung (maizena), tapioka, dan gandum serta sebotol air bersih.
(2) Campurkanlah beberapa tepung menjadi satu, misalnya tepung maizena dengan
tapioka, tepung tapioka dengan gandum, tepung maizena dengan gandum.
(3) Tambahkan air secukupnya.
(4) Aduk sampai rata menjadibulatan-bulatan.
Pertanyaan :
(1) Amati apakah campuran-campuran itu padat atau cair ?
(2) Campuran yang mana yang bisa menjadi padat dan cair pada saat yang sama ketika
dibentuk oleh tangan kita ?
(3) Apa yang terjadi jika kita memasukkan air lebih banyak ? Perlukah kita
(4) menambahkan tepung lagi ?
(5) Apa yang terjadi jika hanya diberi air sedikit ?
h) Membuat Es Krim
Experimen.
34
(1) Sediakan susu cair berbagai rasa, kantong plastik kecil, kantong plastik besar,
garam, es batu, tali.
(2) Masukkan susu cair ke dalam kantong plastik. Boleh rasa vanila, coklat atau
campuran keduanya.
(3)
(4)
(5)
(6)
Keluarkan udaranya sebelum kantong plastik diikat rapat dengan karet/tali.
Ambil kantong plastik yang lebih besar dan isi dengan es batu.
Taburi es batu dengan garam yang banyak.
Masukkan plastik susu ke dalam plastik es. Plastik es harus berada di tengah-tengah
es batu.
(7) Kocok-kocok sampai susu cair di dalam plastik mengalami perubahan menjadi
membeku seperti es krim. Jika kedinginan, bungkuslah plastik dengan handuk.
Pertanyaan
(1) Apa yang menyebabkan cairan susu menjadi mengental ?
(2) Apa pengaruh garam pada proses pembuatan es krim ?
(3) Mengapa ada es krim yang rasanya asin tetapi ada yang rasanya tawar seperti
susunya ?
i) Plastisin Terapung di Air
35
Experimen
(1) Sediakan wadah plastik, air, plastisin, gelas plastik
(2) Masukkan plastisin ke dalam air kemudian letakkan gelas plastik yang juga berisi air
di atas plastisin itu. Usahakan agar plastisin tidak tenggelam.
Pertanyaan
Bagaimana caranya agar plastisin tidak tenggelam sekalipun membawa beban ?
3. PEMBELAJARAN BAHASA ANAK USIA DINI
a. Prinsip Pembelajaran Bahasa
Prinsip pembelajaran bahasa untuk anak usia dini adalah interaksi aktif. Ada tiga hal
penting yang menjadi sumber pembelajaran bahasa bagi anak di kelas, yaitu :
1) Anak
Anak perlu dirangsang untuk dapat saling bercakap-cakap satu dengan yang
lainnya. Dengan interaksi aktif antar anak, maka bahasa anak akan berkembang dengan
cepat. Karena itu di lembaga PAUD perlu menggabungkan anak dari berbagai usia.
Harapannya adalah anak yang lebih tua dapat mencontohkan bahasa yang lebih kaya
kepada anak yang lebih muda, demikian sebaliknya anak yang lebih muda akan banyak
belajar dari anak yang lebih tua.
2) Orang dewasa (tutor/pendidik)
Orang dewasa yang hanya diam di dalam kelas kurang mendukung perkembangan
bahasa anak. Segala sesuatu yang dilakukan anak dapat diperkuat oleh pendidik dengan
ucapan-ucapan yang menggali kemampuan berpikir anak lebih tinggi yang tentunya akan
terucap melalui percakapannya dengan pendidik. Pendidik menggali dengan pertanyaanpertanyaan terbuka sehingga anak dapat berpikir aktif. Karena itu perlu pendidik yang aktif
akan memberikan pengalaman pada anak dalam menggunakan bahasa yang tepat.
36
Pendidik juga perlu mengucapkan kalimat dengan bahasa yang benar. Jika orang dewasa
memberikan contoh kata-kata yang keliru, maka anak akan meniru kata-kata tersebut.
Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang dewasa untuk
memfasilitasi pembelajaran bahasa anak, antara lain:
(a) Pembelajaran bahasa bagi anak-anak menjadi mudah apabila mereka memiliki
lingkungan dan stimulasi yang tepat.
(b) Bayi belajar da
e dapat
ide u tuk
bi ara
dari
e de gar ora g-orang
disekitarnya bercakap-cakap.
(c) Anak siap belajar untuk membuat suara dari bahasa yang ia pelajari. Bila seorang anak
hidup dalam lingkungan dimana dua bahasa dipakai maka ia akan dapat membunyikan
suara kedua bahasa tersebut.
(d) Pertama-tama kita harus menjadi pendengar yang baik. Bicaralah sebanyak mungkin
dengan bayi dan mencoba membuat percakapan pribadi dengan mereka. Usahakan
agar anak melihat bahasa tubuh anda.
(e) Biarkan anak memahami perkataan dan perasaan kita dengan cara mencocokkan apa
yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan atau yang kita katakan dengan ekspresi
wajah kita.
(f) Sangatlah penting untuk mengaitkan antara perkembangan bahasa dengan
perkembangan lingkungan dan sosial anak-anak. Kurikulum seharusnya diletakkan
pada kerangka budaya.
(g) Pendidik terlampau sering membuat setting belajar untuk anak usia dini terkesan mirip
sekolah . Akibat ya ba yak
pe didik terdoro g
ulai
e gajarka
e ba a,
menulis, berhitung dan aspek formal lain dari pembelajaran. Sesungguhnya
membelajarkan anak usia dini memerlukan waktu lebih lama sampai anak siap
menerima.
(h) Belajar membaca dan menulis akan terserap jauh lebih cepat dan efektif oleh anakanak yang sudah memiliki latar belakang pemahaman dan kemampuan verbal.
(i) Untuk menambah kosa-kata anak, pendidik harus menggunakan kata-kata tersebut
secara ekspresif. Penggunaan kosa-kata baru sebaiknya dilakukan berulangkali. Dan
37
kata-kata tersebut hendaknya bermakna dan menyentuh perasaan anak-anak sehingga
tidak mudah dilupakan.
3) Lingkungan
Lingkungan tempat anak itu berada juga harus merupakan lingkungan yang aktif,
yaitu lingkungan yang kaya dengan bahasa. Orang dewasa bisa meletakkan banyak kata
di lingkungan bermain anak. Di mana-mana anak dapat melihat tulisan sehingga menolong
a ak dala
e pelajari keaksaraa . Misal ya : kalau ada
j a , dll. Pe didik ya g aktif aka
eja, dapat diberi tulisa
e
e ba a li gku ga di luar a ak ya g kaya de ga
bahasa ke dalam pikiran anak dan juga mengeluarkan segala sesuatu yang ada di dalam
pikiran anak ke luar melalui bahasa yang diucapkan anak. Dengan demikian pengetahuan
anak akan terus bertambah.
b. Perkembangan bahasa anak
No
Usia
1.
Lahir-3
bulan
2.
4-6
bulan
Proses Mendengar/ Memahami
- bayi terbangun ketika
mendengar suara yang keras
(biasanya reaksinya adalah
menangis)
- bayi mendengar orang lain
berbicara dengan cara
memperhatikan orang yang
berbicara
- bayi tersenyum ketika diajak
bicara
- bayi mengenali suara
pengasuhnya dan menjadi
berhenti menangis ketika
diajak ngobrol
- anak sudah dapat merespon
nada suara (lembut ataupun
keras)
- anak akan melihat sekeliling
untuk mencari sumber bunyi
(contoh : bunyi bel, telepon
atau benda jatuh)
- anak akan memperhatikan
bunyi yang dihasilkan dari
38
Proses Berbicara
- anak membuat suara yang
menyenangkan
- anak akan mengulangi suara
yang sama secara berulangulang (seperti ocehan)
- anak akan menangis dengan
cara berbeda untuk
menunjukkan kebutuhannya
yang berbeda-beda pula (misal
: menangis dengan melengking
tinggi jika kesakitan)
- anak akan berceloteh ketika
sendirian
- anak akan melakukan sesuatu
(dengan bunyi atau gerakan
tubuh) secara berulang ketika
bermain
- anak akan berbicara secara
sederhana (tanpa tangisan)
mainannya (misal : memukulmukul mainan ke lantai)
3.
7-12
bulan
- anak menyukai permainan
iluk-ba’
- anak akan mendengarkan
ketika diajak berbicara
- anak mengenali kata-kata yang
sering ia dengar, misal : susu,
mama, dll.
4.
12-24
bulan
5.
24-36
bulan
- anak sudah dapat memahami
perintah dan pertanyaan
sederha a, o toh : a a
bola ya? , a bil bo eka ya
- anak akan menunjuk benda
yang dimaksud ketika ditanyai
- anak dapat menunjuk
beberapa gambar dalam buku
ketika ditanyai
- Anak bisa memahami dua
perintah sekaligus (contoh :
a bil bola ya da ditaruh di
kursi
- Anak sudah dapat
memperhatikan dan
memahami berbagai sumber
bunyi (misal : suara TV, pintu
ditutup, dll)
- Anak telah memahami
perbedaan makna dari
berbagai konsep, misal : jala berhe ti , di dala -di luar ,
besar-ke il , dll
6.
4-6
tahun
- Anak bisa membedakan
berbagai jenis suara
39
untuk menarik perhatian orang
dewasa di sekitarnya
- anak akan berbicara secara
sederhana (tanpa tangisan)
untuk menarik perhatian orang
dewasa di sekitarnya
- anak akan melakukan imitasi
untuk berbagai jenis bunyi/
suara
- anak akan berceloteh dengan
kata-kata sederha a : aa , da-da ’ tapi asih
belum jelas pengucapannya
- anak telah dapat menggunakan
berbagai bunyi huruf konsonan
pada awal kata
- anak sudah bisa menyusun dua
kata. Contoh : mau minum,
a a a’e , dll.
- Anak dapat bertanya dengan 2
kata sederha a, isal : a a
ku i g? , itu apa?
- Anak bisa bertanya dan
mengarahkan perhatian orang
dewasa dengan mengatakan
nama benda yang dimaksud.
- Cara anak berbicara sudah
dapat dipahami secara
keseluruhan
- Anak sudah dapat menghafal
kata-kata untuk keseharian
- Anak memahami tata bahasa
se ara sederha a, isal aku
au aik sepeda
- Anak sudah bisa menggunakan
kata secara lebih rumit
Misal : Ibu, aku lebih suka baju
yang berwarna merah. Yang
hijau tidak bagus.
- Mengerti dan melaksanakan 3
perintah
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Anak
Bahasa anak dapat berkembang cepat, jika ;
(1) Anak berada di dalam lingkungan yang positif dan bebas dari tekanan.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa lingkungan yang kaya bahasa akan
menstimulasi perkembangan bahasa anak. Stimulasi tersebut akan optimal jika anak
tidak merasa tertekan. Anak yang tertekan dapat menghambat kemampuan bicaranya.
Dapat ditemukan anak gagap yang disebabkan karena tekanan dari lingkungannya.
(2) Menunjukkan sikap dan minat yang tulus pada anak.
Anak usia dini emosinya masih kuat. Karena itu pendidik harus menunjukkan minat dan
perhatian tinggi kepada anak. Orang dewasa perlu merespon anak dengan tulus.
(3) Menyampaikan pesan verbal diikuti dengan pesan non verbal.
Dalam bercakap-cakap dengan anak, orang dewasa perlu menunjukkan ekspresi yang
sesuai dengan ucapannya. Perlu diikuti gerakan, mimik muka, dan intonasi yang sesuai.
Misalnya : orang dewasa berkata, saya se a g
aka perlu dikataka de ga ekspresi
muka senang, sehingga anak mengetahui seperti apa kata senang itu sesungguhnya.
(4) Melibatkan anak dalam komunikasi.
Orang dewasa perlu melibatkan anak untuk ikut membangun komunikasi. Kita
menghargai ide-idenya dan memberikan respon yang baik terhadap bahasa anak.
d. Area Pengembangan Bahasa
Bahasa meliputi 4 area utama, yaitu :
(1) Mendengarkan
40
Mampu mendengarkan dengan benar dan tepat memainkan bagian yang penting
dalam belajar dan berkomunikasi dan penting dalam tahap-tahap pertama dari belajar
membaca.
(a) Tahapan dalam mendengarkan :
1) Baru lahir : mendengarkan dengan suara-suara (bayi baru terkaget-keget
mendengarkan suara)
2) Infants and todlers: mendengarkan eksperimen, bisa memberikan respon,
Menunjukkan ketertarikannya pada buku-buku bergambar, Menyebutkan
benda bergambar dan berpartisipasi
3) Early preschoolers : bercerita, menyanyi, bermain dengan jari, menyebutkan
nama-nama, mengenal irama dll
4) Kindergarten-first graders : Sudah bisa membedakan dan menghubungkan
bunyi dan simbol
(b) Activitas yang mendukung mendengarkan
1) Bermain dengan mendengarkan musik; 2) Membuat gambar di buku dan
berhubungan dengan musik; 3) Menjabarkan sesuatu/benda fungsi/kegunaannya
contoh : pendidik memberikan eksperien tentang buah atau benda; 4)
menceritakan tentang cerita/dongeng; 5) memperdengarkan suara-suara (sound
effects); 6) memperdengarkan cerita dengan music, 7) mempertanyakan apa yang
di dengarkan; 8) cerita dengan kabel (telepon)
(c) Yang penting dilakukan pendidik dalam proses mendengarkan
1) Menjadi model yang baik; 2) berkomunikasi yang jelas kepada anak
memberikan penguasaan pengetahuan dan memberikan ktivitas yang
berkenaan dengan mendengarkan
(2) Berbicara
Cara terbaik untuk mendorong perkembangan bahasa anak-anak adalah
menyisihkan waktu untuk berbicara dengan anak-anak. Doronglah anak-anak untuk
41
mengungkapkan pendapat, melontarkan pertanyaan dan mengambil keputusan. Anakanak belajar kata-kata baru dengan mendengar kata-kata tersebut yang digunakan dalam
konteks. Anak-anak juga belajar banyak dengan mendengarkan pembicaraan. Hendaknya
orang dewasa tidak mengoreksi apa yang anak-anak katakan atau mengkritik cara mereka
mengungkapkan diri. Peragakan cara pengucapan kata yang benar dengan menerangkan
kata dalam pembicaraan.
Unsur-unsur berbicara, meliputi:
(a) perkembangan kosa kata
Untuk menambah perbendaharaan kata, anak dapat diajak untuk membaca sedini
mungkin. Dengan melihat gambar, anak dapat mengeksplorasi serta ada dialog antara
orangtua dan anak. Misal : Putri salju seda g apa, ak ? .
Pada awalnya, batita masih terbatas kosakatanya. Tetapi, mereka tetap bisa paham jika
kita menggunakan kalimat yang pendek dan sederhana. Kita bisa berbicara dengan
topik :
(1) Peristiwa yang telah terjadi
Co toh : Pagi i i ibu
e jatuhka
aka a ku i g. Ka u telah
e ba tu ibu
(2) Peristiwa yang sedang terjadi
Co toh : Coba ka u pega g topi u. Ibu juga punya topi seperti itu. Mirip
pu ya u ya?
(3) Peristiwa yang akan terjadi
o toh :
ai a
ibu aka
u…Ya,
eihat dari si i
aktu ka u
e doro g
aktu ka u
e bereska
balok
ereka : Boo !’. Nah, sekarang kamu
bisa tidur sia g
Cara ini efektif untuk membantu batita menghadapi perubahan aktivitas yang
terjadi.
(b) Ekspresi
Gunakan bahasa yang singkat, jelas, dan benar (jangan gunakan bahasa kekanakan).
Selain itu, berbicara dengan pelan dan dibantu dengan ekspresi wajah atau gerakan
42
tubuh. Ini membantu anak untuk mengulangi kata-kata yang diucapkan. Sebab,
sebelum mereka bisa bicara sebenarnya mereka telah paham makna kata2 tersebut.
Walaupun anak belum bisa bicara, namun perhatikanlah suara, bahasa tubuh, dan
ekspresi wajah. Sehingga, kita akan memahami perasaan anak dan mereka juga akan
merasa dihargai. Dengan demikian, anak aka
e aha i bah a ia
e iliki po er
melalui kata-katanya.
Co toh : a ak berkata, aku i gi itu . Ketika li gku ga paha , ia tidak perlu erebut
mainan atau sebaliknya tidak mengungkapkan keinginannya.
(c) Lafal ucapan
Ketika anak menggunakan bahasa kanak-kanaknya, jangan ditirukan atau diolok-olok.
JANGAN DISALAHKAN. Yang penting, gunakan kata-kata anak, kemudian diikuti dengan
kata-kata ya g be ar. Co toh : Ade’
au u u? Iya,
a a a bilka susu ya ya..
(3) Membaca
Membaca bukan sekedar membaca sepintas saja, tetapi membaca harus melibatkan
pikiran untuk memaknainya. Jika ada seorang bayi dikatakan bisa membaca, kita perlu
mencermati, apakah dia benar-benar membaca. Mungkin bayi itu bisa mengenal
simbolnya, tapi tentunya belum bisa mengetahui artinya. Membaca memerlukan proses
yang panjang, dari mengenal simbol sampai pada memaknai tulisan.
Sebelum bisa membaca, anak-anak harus tahu dan menggunakan perbendaharaan
kata-kata dasar yang baik. Anak hanya dapat memahami kata-kata yang mereka lihat
tercetak jika mereka telah menemui kata-kata tersebut dalam pembicaraan. Anak-anak
yang dapat berbicara dengan baik dan banyak cenderung menjadi pembaca yang baik pula.
Untuk mendukung perilaku keaksaraan, anak harus banyak dikenalkan dengan buku.
Buku-buku yang dikenalkan pada anak perlu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan anak.
Banyak sekali buku-buku cerita yang dijual di toko-toko buku.
Buku cerita lebih tepat digunakan untuk menambah kosa kata anak, bukan khusus
untuk tujuan belajar membaca. Anak tetap perlu menggunakan buku bacaan yang
berbeda-beda, supaya mereka bisa melihat perbedaan tingkatan dari tiap-tiap buku.
43
Dalam mengenalkan anak pada suatu huruf agar dapat membaca, dapat melalui 3
cara, yaitu :
a) Menggunakan phonics.
Anak perlu membedakan antara huruf dan bunyi. Jika anak dapat mengenal bunyi dari
suatu huruf, maka anak akan lebih mudah menghubungkan konsonan dan vokal.
Misal ya : Huruf
dibunyika
s
dibu yika desis seperti suara ular
e ...... Maka kata ’sa a’ dapat diu apka
sa
es.... , da huruf
a
b) Menggunakan kata bermakna.
Anak membaca kata karena kata tersebut
mempunyai makna yang dapat dimengerti
anak. Janganlah mengajarkan kata-kata yang
tidak umum tanpa memberikan konteks atau petunjuk mengenai maknanya. Gambar
dengan kata-kata, label pada objek, tanda dalam situasi-situasi, semuanya ini
memberikan suatu konteks kepada kata itu. Misal ya : Kata
bersa aa de ga ada ya ga bar
ata’ diba a a ak
ata
Karakteristik Materi Membaca :
a). Tahap awal
(1) pendek dan dapat diperkirakan; (2) berulang-ulang; (3) menggunakan bahasa
yang sederhana; (4) menggunakan irama; (5) teksnya sederhana, mudah diingat;
(6) gambar dan teks sesuai; (7) gambar sangat dominan
b). Tahap berkembang
(1) lebih panjang; (2) lebih kompleks; (3) kosa kata cukup banyak; (4) panjang teks
mengimbangi gambar
c). Tahap mandiri
(1) illustrasi gambar sedikit saja; (2) kosa kata banyak dan menantang; (3) anak
berpikir untuk memahami makna dari cerita; (4) lebih banyak karakter yang
dikenalkan pada anak; (5) unsur-unsur cerita lebih berkembang; (6) bahasa yang
lebih rumit diperkenalkan; (7) ada pembagian bab.
44
(4) Menggambar dan menulis
a) Bagaimana kaitan antara menggambar dan menulis ?
Kaitan antara menggambar dan menulis antara lain: (1) Menulis dan menggambar
sama-sama
memerlukan keahlian psikomotor, (2) Menulis dan menggambar
mempunyai kemampuan kognitif yang sama, (3) Menulis dan menggambar sesuai
dengan tahap perkembangan anak (4) Menulis dan menggambar mempuyai
manfaat/tujuan/kegunaan
b) Memfasilitasi Anak Usia Dini melalui Menggambar dan Menulis
Menggambar dan menulis melibatkan ketrampilan psikomotor yang sama.
Keduanya melibatkan ketrampilan motorik halus. Saat anak 2 tahun memegang
pensil atau crayon tentunya dia akan mencoret-coret sesukanya di kertas yang ada.
Anak berusia 6 tahun akan menghasilkan goresan yang berbeda. Dia menggambar
dan menulis dengan kontrol yang baik dan gambar /tulisannya mencerminkan
sesuatu yang ada dalam pikirannya. Dengan menggambar/menulis anak dapat
mengekspresikan dirinya. Karena itu anak perlu mendapatkan kesempatan yang
cukup dengan dukungan alat-alat yang beragam serta pendidik yang dapat
mengembangkan kemampuan berpikir anak.
Selain anak menggambarkan sesuatu yang ada dalam pikirannya ke dalam kertas,
anak juga perlu menceritakan makna dari gambar yang dibuatnya. Pendidik anak
usia dini memainkan peran yang penting dalam mengenalkan anak pada kekuatan
komunikasi
antara gambar yang dibuatnya dengan kata-kata yang dapat
dimunculkan anak. Jika pendidik dapat membuat pengalaman menggambar ini
menjadi menantang, merangsang, dan memuaskan, maka anak benar-benar akan
menguasai sistem simbol yang beragam di masyarakat modern ini.
Setelah anak menggambar, pendidik perlu menghargai karya seni yang telah dibuat
anak dengan menyimpannya dalam portofolio atau memasangnya dalam papan
di di g. Te tu saja kita tidak e asa g karya a ak ya g ’bagus’ saja, tetapi se ua
karya anak mendapatkan perlakuan yang sama.
Dengan sentuhan seni dari
pendidik misalnya memberikan pigura dari kertas atau menempelkan sedikit
45
hiasan, maka gambar anak akan tampak cantik dan membuat anak bangga pada
karyanya. Perlu diingat, bahwa karya anak perlu diberi nama dan tanggal
pembuatannya.
c) Tahap perkembangan menulis
1) Karakteristik Penulis Tahap Awal
 Memahami tata bahasa dasar
 Mengetahui perbedaan antara tulisan dan gambar
 Mengetahui bahwa tulisan memiliki pesan (cerita)
 Me ggu aka i gata da ga bar u tuk
 Dapat menirukan proses menulis
e ulis suatu erita.
 Memahami sifat dan tujuan tulisan
 Menunjukkan minat pada tulisan
 Mulai memahami konsep tulisan :
 Memahami hubungan beberapa huruf/bunyi
 Mengenali lingkungan tulisan
 Mengenali beberapa nama
2) Karakteristik Penulis Tahap Perkembangan
 Teks lebih penting daripada gambar
 Menguasai konsep tulisan
 Menguasai hubungan huruf/bunyi
 Mulai mengenali pola-pola huruf hidup (vokal) dan kombinasinya
 Kosa kata berkembang
 Memahami tanda baca, huruf kapital pada awal kalimat
 Menulis sambil memahami isinya
3) Karakteristik penulis Tahap Mandiri



mengenali kata-kata umum
menulis dengan lancar
menyesuaikan makna kata dengan konteks dapat menarik kesimpulan
dari tulisan
46
Kemampuan anak untuk menulis sesuai tahap perkembangan, antara lain :
(1) Coretan acak.
Anak mencoret-coret secara acak. Kadang berupa lingkaran, atau sekedar
coretan saja.
(2) Simbol seperti huruf
Bentuk seperti huruf tanpa spasi mulai muncul.
(3) Barisan huruf
Dalam tahap ini, anak mulai menulis rentetan huruf-huruf yang dapat dibaca.
(4) Awal muncul bunyi
Anak menulis huruf dan dapat membedakan huruf dengan kata. Anak menulis
belum mengenal spasi. Pesan yang ditulis sesuai dengan gambar yang dibuat.
(5) Huruf mati (konsonan) mewakili kata
Anak menggunakan huruf kapital atau huruf kecil secara bercampur, mulai
mengenal spasi antar kata, dan dapat menulis kalimat.
6) Bunyi di awal, tengah, dan akhir
Anak mulai dapat mengeja kata dengan benar, dan menulis nama, kata-kata
yang mewakili benda-benda di lingkungannya
7) Tahap transisi
Menulis dengan ejaan yang terbaca
8) Ejaan standard
Anak dapat mengeja kata dengan benar dan mampu menggabungkan kata-kata
menjadi kalimat.
e. Membuat perencanaan pembelajaran bahasa
Sebelum kegiatan pembelajaran yang menunjang pengembangan bahasa dijalankan,
pendidik perlu menyusun perencanaan pembelajaran (lesson plan). Dalam membuat lesson
plan, pendidik tidak asal membuat perencanaan kegiatan karena merasa senang dengan suatu
kegiatan atau merasa memiliki kegiatan yang bagus, lalu langsung saja menerapkan dalam
pembelajaran. Seharusnya, pendidik berpikir tentang cakupan aspek apa saja yang akan
digunakan sehingga benar-benar dapat mengoptimalkan kemampuan berbahasa anak.
47
Dalam mengembangkan pembelajaran bahasa dapat menggunakan salah satu dari 3
pendekatan yang ada. Pendekatan tersebut adalah :
1) Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)
Pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pada aspek latihan berulang-ulang
(drilling)
2) Bahasa Keseluruhan (Whole Language)
Anak diajarkan bahasa dalam bentuk teks yang harus dipahami maknanya secara
menyeluruh. Di dalam pendekatan ini tidak diajarkan phonics.
3) Integrasi Keaksaraan Seimbang (Balanced Literacy Integrated Skills)
Anak diajarkan bahasa dengan cara penggabungan antara pendekatan tradisional dan
bahasa keseluruhan.
Untuk dapat melihat perbedaan di antara ke tiga pendekatan di atas, maka berikut ini
disajikan sekilas review.
Tradisional
Metode
Bahasa Keseluruhan
Keaksaraan Seimbang
Ceramah,
penjelasan, lembar
kerja, drill
Buku teks, buku
kerja, Buku latihan
Kolaborasi, eksplorasi, Kolaborasi,
eksplorasi,
Tematik, proyek
tematik,
proyek,
penguatan, pengulangan
Literatur,
buatan Literatur dan buku teks,
pendidik
buatan pendidik
Test
standart,
terstruktur berat
dan kaku
Test standart, soalsoal Objective
Tematik, eksploratori,
luwes,
proses
pembelajaran
Portofolio dan penilaian
asli
Orientasi standart, proses
pembelajaran, luwes
Keuntungan Pengelolaan
efektif,
mudah
administrasinya,
disiplin,
lebih
murah
Kerugian
Bosan,
enggan
belajar,
tidak
cocok untuk anak
kebutuhan khusus
Belajar aktif, berpikir
tingkat tinggi, mencintai
belajar,
ketrampilan
sosial baik
Belajar aktif, berpikir
tingkat tinggi, mencintai
belajar, ketrampilan sosial
baik, sesuai standart,
ketrampilan berkembang
Material
Kurikulum
Evaluasi
Kehilangan ketrampilan
khusus,
memerlukan
pendidik
berkualitas
tinggi,
mengundang
kontroversi
48
Portopolio, penilaian asli,
test standart
Berikut ini adalah bagan yang berpusat pada suatu tema pembelajaran, kemudian
dikembangkan menurut aspek membaca, menulis, berbicara dan mendengarkan. Misalnya
saja dalam kegiatan bercerita (story telling) dan menyanyi anak akan mengembangkan
kemampuan mendengarkan dan berbicara. Saat bermain dengan kosa kata (thematic
vocabulary) anak mengembangkan ketrampilan membaca, menulis, mendengarkan dan juga
berbicara ataupun saat berbagi (sharing) anak akan belajar berbicara dan mendengarkan.
Whole Language Program
Bercerit
a
Kosa
kata
Keaksar
aan
Tema
Lagu
Menulis
Berbagi
Story
Telling
Free
Motor
Play
Thematic
Vocabulary
Art and
Craft
Gross
Motor
Writing
Penmanship
49
Tema
Sharing
f. Kegiatan yang Pendukung Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini
1) Permainan yang mendukung pengembangan bahasa
(a) Judul : Pilih 1 benda
Kegiatan :
Anak dibagi dalam beberapa kelompok. Tiap kelompok mendapatkan 10 macam
benda. Anak kemudian diminta untuk memilih dari 10 benda itu menjadi 5 saja.
Anak bisa memikirkan mana benda-benda yang lebih penting.
Setelah beberapa saat, anak diminta untuk memilih lagi menjadi 3. Dan setelah itu
diminta memilih 1 benda saja. Kemudian setiap kelompok diminta berbicara untuk
memberikan alasan mengapa mereka memilih benda tersebut.
Tujuan : melatih ketrampilan berbicara
(b) Judul : Monkeys see, monkeys do (Pisang Monyet)
Kegiatan :
Pe didik
e ye bu yika ga bar, lalu berkata Mo key see
o key do
lalu
menunjukkan gambar, dan peserta menirukan gerakan gambar itu. (Ada banyak
pose monyet yang harus ditirukan anak)
Tujuan : untuk melihat apakah anak bisa memahami gambar.
(c) Judul : Ulangi gerakanku
Kegiatan :
Anak diminta membuat lingkaran.
A ak berkata, Ula gi … ula gi… ula gi… (sambil kedua telunjuknya digoyanggoyang di samping telinga. Teman di sebelah kanannya menirukan dengan telunjuk
50
dari tangan kirinya, dan teman di sebelah kirinya menirukan dengan telunjuk dari
gerakan tangan kanannya. Setelah itu menunjuk ke anak lain untuk menirukan apa
ya g dia lakuka , sa bil berkata, Pass to .....
Tujuan : untuk mengetahui konsentrasi anak.
(d) Judul : Rock Rock
Kegiatan : Semua anak melingkar sambil berpegangan tangan.
Pe didik berkata ‘o k ro k tepuk
e yebutka
kali, ke udia
a a bi ata g ke udia
diikuti tepuk
salah satu anak mulai
diikuti tepuka ta ga
kali ( aya
plok plok . De ikia seterus ya, setiap a ak
e yebutka
binatang yang belum disebut temannya dan diikuti dengan tepukan dua kali.
R O C K bisa diganti-ganti, misalnya : nama-nama benda yang lunak, nama-nama
binatang yang bisa terbang, dsb.
Tujuan : untuk meningkatkan kosa kata dan intelektual anak
(e) Judul : Menebak suara binatang
Kegiatan :
Setiap anak mendapatkan tulisan yang tidak boleh dibuka (berisi nama binatang).
Kemudian setiap anak harus bersuara seperti binatang yang ada di dalam kertas
yang diperolehnya (anak tidak boleh berbicara, hanya bersuara saja) dan mencari
pasangan suara yang sama
“iapa ya g tidak
e dapatka pasa ga ? Tebak a a bi ata g itu !
Tujuan : membaca kata sederhana tentang nama binatang, mengenali bunyi.
(f) Judul : Moving family
Kegiatan :
Anak-anak duduk dalam lingkaran dan mendapatkan potongan kertas bertuliskan
ayah, ibu, kakak, adik. Kemudian pendidik menyebutkan tulisan itu, misalnya
ayah ,
aka a ak ya g
e gu apka
pe didik
ibu ,
e yebutka
e ba a tulisa ayah dapat berdiri. Ketika pe didik
aka a ak ya g
keluarga ,
aka se ua a ak baik ya g
ayah , ibu , a ak berdiri berdekata .
51
e ba a tulisa ibu berdiri, da ketika
e ega g tulisa
Tujuan : mengenalkan tulisan untuk dibaca, mendengarkan bunyi.
(g) Judul : Memancing kata
Kegiatan :
Anak memancing kartu kata. Kata yang didapat anak kemudian dituliskan dalam
secarik kertas.
Tujuan : mengenalkan anak pada huruf-huruf, melatih anak untuk menulis kata.
(h) Judul : Action Relay
Kegiatan :
Anak dibagi dalam 4 kelompok. Pendidik melakukan 1 gerakan yang sama diulang
4 kali, yang harus ditirukan oleh anak di samping kanan. Sementara anak tersebut
menirukan gerakan pendidik tadi, pendidik tetap terus melakukan gerakan lain
yang juga diulang 4 kali yang kemudian ditirukan anak di sampingnya. Demikian
terus menerus gerakan tersebut ditirukan oleh teman-teman selanjutnya.
Tujuan : melatih konsentrasi anak
(i) Judul : Cerita dengan origami
Kegiatan :
Pendidik bercerita kepada anak, sambil melipat kertas lipat dalam bentuk-bentuk
yang disukai anak.
Misalnya dari gunung kemudian menjadi anak, lalu es krim, dasi, layang-layang,
ular, burung pelatuk dan akhirnya menjadi angsa.
52
Tujuan : meningkatkan ketrampilan mendengar, menumbuhkan imajinasi anak.
4. PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL
a) Kelekatan Pra kelahiran
Lingkungan prenatal adalah fisiological environment.
Pengaruh psikologis selama kehamilan akan berpengaruh pada fisiological anak. Sejak
dari kandungan anak sudah memiliki ikatan emosional dengan ibunya. Di dalam
kandungan, ibu sudah memiliki rasa penerimaan terhadap bayi (physiological
attachment). Ikatan ini membuat bayi bisa bertahan selama berada di dalam kandungan
ibu. Ketika bayi dilahirkan, dengan pemotongan tali pusar yang menghubungkan bayi dan
anak, maka kelekatan fisik (physical attachement) menjadi terputus dan mulailah ikatan
secara psikologis (psychological attachement ) antara ibu
menemukan bahwa ikatan psikologis
dan anak.
berperan bagi anak itu
Penelitian
nantinya untuk
mempertahankan hidupnya di dunia ini.
1) Teori tentang kelekatan bayi (0-18 bulan)
(a) Ethological Explanation (John Bowlby – 1969)
Teori ini percaya pada peranan pengasuh (ibu, nenek, bibi, dll), konsistensi, dan
lingkungan. Pengasuh yang sering bersama anak dapat membaca tanda-tanda /
respon anak. Demikian juga lingkungan yang konsisten akan membuat anak lebih
dekat dengan orang-orang dan situasi yang selalu bersama anak.
Diperlukan objek lekat yang memenuhi kebutuhan psikologis anak.
Bowlby menjelaskan sejumlah kunci yang menunjukkan kelekatan anak pada
orang dewasa :
1) Seorang anak dilahirkan dengan predisposisi untuk lekat pada pengasuhnya.
53
2) Seorang anak
akan dapat mengatur perilakunya dan menjaga hubungan
kelekatan dengan orang yang dekat dengannya yang merupakan kunci
kemampuan bertahan hidupnya secara fisik dan psikologis.
3) Perkembangan social sangat berhubungan dengan perkembangan kognisi.
Seorang bayi berusia 6 bulan ke atas bertemu dg wanita selain ibunya, dia mulai
bisa
mengenali bahwa dia bukan ibunya. Seorang bayi mengenali ibunya
dengan menunjukkan senyum
4) Seorang anak akan memelihara hubungan dengan orang lain jika orang tersebut
banyak menunjukkan fungsinya yang bertanggungjawab pada diri anak itu.
5) Jika orangtua tidak mampu menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan
anak, maka anak akan mengalami hambatan dalam perkembangan emosi dan
kemampuan berpikirnya.
6) Perilaku anak seperti tersenyum, memanggil, menangis, menggelayut
menunjukkan perilaku kelekatan pada orang yang ada di hati anak.
Harslow pernah melakukan percobaan dengan simpanse. Dalam
penelitiannya ia memberikan simpanse suatu makanan yang dibungkus dengan
logam dan suatu benda (bukan makanan) yang dibungkus dengan bulu-bulu.
Ternyata simpanse memilih makanan yang dibungkus logam, tapi hanya sebentar,
lalu pindah ke makanan yang dibungkus bulu-bulu. Bayi sekalipun diberi makanan
tetapi jika ibunya tidak memberikan dengan rasa kasih sayang, mungkin saja anak
tidak mau makan/minum. Jadi kebutuhan anak yang utama adalah rasa nyaman.
Apapun yang dibutuhkan anak seperti rasa lapar, haus, ganti popok, dll akan
terpenuhi jika rasa nyaman terlebih dahulu diperoleh anak itu.
Anak merasa lekat pada seseorang, hanya lewat perasaannya. Kadang di
lembaga anak usia dini seorang anak lekat pada guru yang satu, tetapi tidak pada
guru yang lain. Atau mungkin pada pembantu yang satu bukan yang lain. Mungkin
saja seorang anak tidak mau sama sekali pada orang lain. Jika seseorang dekat
pada seorang anak, maka orang tersebut akan bisa membaca segala tanda dari
anak. Baik saat bayi tersenyum ataupun menangis. Misalnya : seorang bayi
54
menangis, maka orang yang terdekat akan mengetahui apakah tangis bayi itu
tangis kelaparan, kedinginan, ketakutan, tidak nyaman, dsb. Orang tersebut akan
mudah mengenali tangis anak yang terdengar berbeda-beda, sehingga diapun
merespon dengan cara yang berbeda-beda. Dia sangat mengetahui bahwa jika
tangisnya menunjukkan rasa lapar, maka bayi tersebut langsung diam begitu
mendengar sang ibu yang sedang membuatkan air minum dan ia mendengar suara
air termos dituang ke dalam botol. Ibu mungkin merespon tangis bayi anak yang
menunjukkan rasa tidak nyaman dengan menggendongnya, atau tangis karena
mengompol dengan segera mengganti popok si bayi, dll.
(b) Psychoanalytic Explanation (Sigmund Freud)
Teori ini mengatakan bahwa kelekatan anak bukan pada sesuatu yang
psikis, tetapi lebih pada makanan..Anak terikat pada pengasuh karena makanan,
karena kebutuhan rasa lapar terpenuhi Saat lahir kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi adalah rasa lapar. Jadi dia tidak perduli siapa yang memberikan makanan
pada bayi, dia hanya perlu kebutuhan rasa lapar dan haus terpenuhi. Teori Maslow
menyebutkan bahwa kebutuhan yang mendasar adalah makanan. Lihat di panti
asuhan, mereka merasa dekat dengan pengasuh yang sering memberi makanan
kepada mereka. Bayi jika tidak diberi makanan, dia akan mati. Bayi masih bisa
merasa bertahan tanpa kasih sayang asal ada makanan.
Dengan adanya attachment anak dapat membangun hubungan dari simple
to complex. Anak sudah tahu cara bagiamana agar ia dapat didekati oleh
orangtuanya. Jadi antara yang psychoanality dan ethological bisa saling memahami.
Freud memang hanya pada instink. Bowlby tidak hanya pada makanan, tetapi lebih
keseluruhan, termasuk attachment.
Anak mengetahui cara untuk menyesuaikan diri. Kemampuan ini dimiliki
anak lebih baik daripada orangtua.
Studi mengenai situasi yang asing oleh Mary Ainsworth (murid dari John Bowlby)
mengatakan bahwa anak memiliki beberapa kelekatan, yaitu :
(a) Kelekatan yang berdasar rasa aman (secure attachment )
55
(1) anak lebih baik dilatih untuk mengeksplor segala sesuatu sendiri, jika
memungkinkan orangtua menjauh, sehingga anak bisa melalukan segala sesuatu
atas kemauan sendiri; (2) kemandirian akan membuat anak lebih mudah memiliki
kelekatan yang nyaman. Anak berada dalam situasi yang beragam, kadang bisa
mandiri kadang bisa bersama ibu, atau orang lain; (3) Anak perlu membangun rasa
percaya pada orang lain dan lingkungannya.; (4) Anak yang mendapatkan
penghargaan dari orang-orang yang dicintainya, akan memberikan rasa percaya diri
pada anak itu; (5) Karakter yang terbangun pada masa usia dini seperti
kemandirian, ketekunan, percaya diri, dll akan berdampak pada hubungan yang
baik di masa selanjutnya.
(b) Kelekatan yang berdasar rasa tidak aman (insecure attachment)
Anak bisa ditakut-takuti ibunya karena :ia percaya pada ibunya, juga
karena dia tidak bisa membedakan yang riil dan imajinasi, logika anak belum
berjalan dengan baik.
Orangtua yang sering menunjukkan perilaku cemas dalam kehidupan
sehari-harinya akan memicu anak untuk mudah cemas pula. Orangtua yang berada
dalam kondisi sosial yang rendah, hubungan dengan orang lain yang sangat kurang,
kurang dapat mengendalikan diri, mudah marah, dll akan mudah terinternalisasi
dalam diri anak. Orangtua juga sering menunjukkan sikap yang tidak konsisten pada
anak baik secara langsung maupun tidak langsung Perilaku-perilaku tersebut
memicu rasa tidak nyaman bagi anak.
Kelekatan tidak nyaman akan muncul ketika anak mengalami kecemasan
pada beberapa hal berikut, yaitu :
1) Menghindari orang lain (avoidant attachment)
Anak tampak selalu menghindari dari orang-orang yang tidak dekat dengan
dirinya. Anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa mempercayai
orang sehingga dia bisa dekat dengan orang tersebut.
2) Kecemasan Resistant (Resistant Attachment)
56
Anak dekat dengan ibu ketika akan ditinggal bersama orang asing. Namun
setelah ibu datang kembali, ia merasa marah dan tidak mau mendekat kepada
ibu.
3) Kecemasan disorganisasi (disorganized attachment).
Disorganized attachment bisa terjadi ketika anak mendapatkan perlakuan yang
berbeda dari orang-orang di sekelilingnya, sehingga dia kesulitan untuk
membedakan perilaku orang-orang di sekitarnya. Misalnya : ada anak yang
ragu-ragu dengan pengasuhnya, karena perilaku pembantunya ketika ada
orangtuanya baik, ketika tidak ada orangtuanya menjadi tidak baik.
2) Kecemasan pada orang asing (stranger anxiety) dan Kecemasan ketika berpisah
(separation anxiety)
Kecemasan pada orang asing (stranger anxiety) adalah normal pada
perkembangan social anak. Karena itu orangtua perlu berhati-hati dalam memberikan
anaknya pada orang lain. Selama dia asing bagi anak itu, maka anak tidak akan pernah
mau bersama orang itu.
Kecemasan berpisah biasanya muncul setelah anak mencapai usia tertentu,
khususnya menjelang masuk ke sekolah.
Bagaimana cara agar anak bisa berangkat ke sekolah tanpa ditunggu orangtua dan
merasa nyaman? Yang terpenting adalah membangun rasa percaya anak di lingkungan
barunya. Beberapa masukan berikut ini bisa dicoba, mungkin dapat membantu anak
agar lebih berani ke sekolah :

Orangtua melakukan orientasi lebih dulu terhadap sekolah itu, sehingga anak
merasa mengenal sekolah itu dan tidak kaget. Kalau perlu anak bermain bebas di
sekolah itu selama beberapa waktu, sehingga anak tidak asing dengan bangunan dan
suasana sekolah, juga wajah orang-orang yang ada di sekolah termasuk para guru.

Setelah anak merasa kenal dengan lingkungan barunya, anak mulai dapat
dimasukkan ke sekolah, dengan pendampingan dari orangtua/pengasuh sampai anak
merasa dekat dengan para guru dan teman-teman di sekolah.
57

Secara berangsur, orangtua/pengasuh mulai menjauh dari anak, sampai
akhirnya anak berani untuk ditinggalkan di sekolah sendiri.
3) Tipe-tipe Temperamen pada Anak :
Temperamen karakteristik bawaan yang mempengaruhi cara anak dalam bereaksi
terhadap situasi tertentu
(a) Easy Child








memiliki mood (suasana hati) yang cenderung stabil dan positif
memiliki respon yang baik terhadap hal-hal baru dan perubahan yang ada
cepat mengembangkan pola makan dan tidur yang teratur
mudah menerima jenis makanan baru
mudah tersenyum pada orang asing
adaptif terhadap situasi yang baru
dapat menerima rasa frustrasi tanpa terlalu gusar
beradaptasi dengan cepat terhadap rutinitas baru dan aturan permainan yang
baru
(b) Difficult Child

mood yang mudah berubah-ubah serta cenderung negatif, misal : sering
menangis dengan keras, namun di lain waktu bisa tertawa dengan terbahak-





bahak.
kurang mampu merespon adanya hal baru dan perubahan yang ada
pola makan dan tidur yang kurang teratur
merasa curiga pada orang asing
bereaksi dengan rasa frustrasi melalui temper tantrum
adaptasi yang lama pada perubahan dan rutinitas yang baru
(c) Slow-to-warm-up child

jarang bereaksi dalam emosi, baik positif maupun negatif
58




memiliki respon yang lama terhadap perubahan dan hal-hal yang baru
pola makan dan tidur lebih teratur dibandingkan difficult child, namun masih di
bawah easy child
menunjukkan respon awal yang negatif (masih tahap ringan) terhadap stimulus
baru
secara berangsur-angsur akan menyukai stimulus baru apabila dimunculkan
secara berulang-ulang dan tanpa tekanan
b) Perkembangan Psikososial pada Usia 0-18 bulan
Rasa percaya anak pada lingkungannya terpengaruh oleh kondisi anak saat masa bayi
(0-18 bulan). Menurut Erick Erickson, anak usia ini mengalami masa trust vs mistrust. Anak
yang pada waktu bayi kurang mendapatkan perlindungan dan kenyamanan dari orangtua dan
lingkungannya, maka anak itu akan tumbuh dengan perasaan tidak percaya dan seringkali
merasa curiga pada orang di sekelilingnya (mistrust).
Orangtua/ pengasuh yang responsive akan sesuai untuk menumbuhkan rasa percaya
anak pada dunia sekitar.
c) Perkembangan Sosioemosional pada Anak Usia 18-36 Bulan (Toddler)
1) Karakteristik Sosioemosional pada Toddler
(a) Perso ’s reati g
Anak selalu ingin membuat dan menciptakan sesuatu dari benda- benda di
sekitarnya. Namun terkadang masih ada dilemma antara mandiri dengan
kebutuhan akan rasa aman.
(b) Selalu berubah-ubah dan tidak bisa diprediksi perilakunya
Terkadang a ak bisa
e urut da
e jadi a ak baik , a u saat ya g lai tiba-
tiba langsung bisa berubah menjadi kebalikannya.
(c) Mobilitas tinggi
59
Anak selalu bergerak dan tidak bisa diam. Ia menyukai benda-benda yang
mendukung aktivitas motoriknya, misal : panjatan, bola, sepeda roda tiga,dll.
(d) Assertiveness
Anak sudah mampu mengungkapkan apa yang ia inginkan melalui observasi dengan
li gku ga . Ia juga
a pu
elakuka pe olaka ,
isal : berkata tidak
au
ketika diminta melakukan sesuatu.
(e) Adanya ritualitas (kebiasaan yang diulang-ulang)
Jika anak sudah menyukai sesuatu maka ia cenderung untuk terus melakukan hal
yang sama. Contoh : hanya mau memakai baju yang sama, makan dengan caranya
sendiri, dll.
(f) Impulsif dan masih kurang kontrol diri
Sikap anak masih sangat dipengaruhi oleh pola pikir yang egosentris. Mereka belum
bisa menunda keinginannya dan menuntut untuk dipenuhi segera. Selain itu,
apabila keinginan tidak dituruti mereka bisa sampai temper tantrum.
(g) Mengembangkan rasa takut
Anak belajar untuk mengembangkan rasa takut dari lingkungannya. Sumber rasa
takut yang sering muncul adalah suara yang keras, binatang, ruangan gelap,
berpisah dengan orangtua, berada di situasi baru, maupun objek yang besar dan
bermesin.
(h) Keterampilan berbahasa masih belum optimal
Walaupun sudah memiliki asertivitas namun hal tersebut belum didukung dengan
keterampilan berbahasa yang baik. Mereka terkadang masih kesulitan untuk
mengungkapkan apa yang mereka ingingkan dengan bahasa yang mudah dipahami.
(i) Orientasi pada proses dan bukanlah hasil
Konsep yang dipahami oleh anak adalah "di sini" dan "saat ini". Jika melakukan
suatu hal, mereka lebih terfokus pada proses dan bukan hasilnya. Sebagai contoh :
anak berulang-ulang mencuci tangan bukan karena ingin tangannya bersih, tetapi
karena senang bermain air.
(j) Rentang perhatian masih belum tetap
60
Untuk hal-hal yang ia sukai, anak mampu memberikan perhatian yang penuh.
Tetapi, jika tidak maka ia akan cepat bosan dan berganti ke hal lain.
(k) Sibuk, penuh rasa ingin tahu dan eksplorasi
Rasa ingin tahu anak usia ini sangat tinggi. Mereka seringkali mengungkapkannya
dengan bentuk-bentuk pertanyaan maupun dengan mengeksplorasi sendiri.
(l) Lack of Understanding (masih kurangnya pemahaman)
Anak masih belum paham sepenuhnya tentang apa yang harus dilakukan. Tidaklah
mengherankan apabila ketika mereka bersikeras melakukan sesuatu sendiri, tetap
saja ada kesalahan yang terjadi. Selain itu, mereka belum paham tentang suatu
keteraturan dan sebab akibat. Misalnya : menurut anak meletakkan mainan di
kotak mainan sama saja apabila ia meletakkan mainan di ruang tamu.
(m) Kemampuan sosial meningkat, namun keterampilan social masih kurang
Anak sudah mau bermain bersama dengan orang lain, namun karena masih sangat
egosentris mereka cenderung masih belum mau berbagi dengan temannya.
(n) Imitator
Masa ini adalah masa peniruan bagi anak. Anak akan cepat meniru apa yang
dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya melalui observasi
2) Karakteristik pengasuh yang tepat bagi toddler
(a) Memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar mandiri namun juga
membantunya ketika mengalami kesulitan
(b) Mendengarkan anak dengan perhatian penuh ketika mereka berbicara. Hal ini
membantu anak untuk mengembangkan keterampilan dalam berkomunikasi.
(c) Menghargai keunikan individu pada diri anak
d) Perkembangan Psikososial menurut Erikson (1,5-3 tahun) :
Autonomy (Otonomi) vs Doubt& Shame (Ragu-ragu dan rasa malu)
Apabila anak dapat mencapai otonomi dengan baik, maka hasilnya adalah adanya
kontrol diri yang terpadu dengan harga diri. Otonomi dapat dikembangkan dengan pemberian
kesempatan bagi anak untuk mandiri dan mencoba sendiri. Walaupun hasinya belum
61
maksimal, namun orang dewasa hendaklah menghargai usaha anak, sehingga mereka akan
mampu percaya pada kemampuan diri sendiri.
Apabila anak dicela dan disalahkan ketika mereka mencoba, maka yang akan muncul
adalah sikap ragu-ragu dan perasaan malu. Sebagai contoh adalah anak yang dimarahi karena
Hal yang sering dibahas pada masa perkembangan ini adalah tentang toilet training, yakni
kemandirian anak dalam mengatur pengeluaran air besar maupun kecil. Proses ini tidak
sekedar melatih kemandirian fisik, namun juga kesadaran bagi anak bahwa mereka telah
mampu mengontrol diri mereka sendiri.
e) Perkembangan Sosioemosional pada Anak usia 4-6 tahun
(1) Emosi yang umum terjadi pada anak :
(a) marah
Penyebab : bertengkar soal mainan, tidak tercapai keinginan, dan adanya serangan dari
anak lain. Reaksi emosi biasanya menangis, berteriak, dan cenderung agresif. Oleh
sebab itu, anak perlu belajar tentang cara mengendalikan rasa marah dengan positif.
(b) takut
Pembiasaan, peniruan dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan
berperan penting dalam menimbulkan rasa takut. Misal : film yang menakutkan, cerita
hantu, tubuh yang teruka, dll. Reaksi anak  panik, lari, bersembunyi, menghindar,
menangis.
(c) cemburu
Anak menjadi cemburu saat ia mengira perhatian orang tua beralih pada orang lain di
dalam keluarga. Pada saat ini, muncullah sibling rivalry (persaingan antar saudara
kandung). Anak yang lebih muda dapat mengungkapkan kecemburuannya dengan
terbuka dan dapat berperilaku seperti anak kecil, misal : mengompol, pura-pura sakit,
atau menjadi pembangkang. Perilaku ini bertujuan untuk menarik perhatian.
Pertengkaran antara saudara kandung juga kerapkali terjadi. Tetapi apabila orangtua
dapat membantu mengatasi hal ini, maka kerjasama antar anak akan dapat terjalin.
62
(d) rasa ingin tahu
Anak punya rasa ingin tahu terhadap apa yang dilihatnya, dan diawali dengan dirinya
sendiri. Kemudian,biasanya rasa ingin tahu tersebut dimediasi dengan bentuk-bentuk
pertanyaan.
(e) iri hati
Anak sering merasa iri dengan barang-barang yang dimiliki orang lain dan ingin
memilikinya. Biasanya reaksinya kemudian dengan mengungkapkan keinginannya
untuk memiliki atau mengambil barang tersebut.
(f) gembira
Anak merasa gembira ketika mendapatkan kejutan, tertawa bersama orang lain,
berhasil mengatasi suatu hal yang sulit dan terlibat dalam suatu kelompok. Seringkali,
emosi gembira diekspresikan dengan cara tertawa, melompat-lompat, atau memeluk
benda dan orang yang menimbulkan rasa gembira.
(g) sedih
Anak merasa sedih karena kehilangan sesuatu yang dicintai atau dianggap penting bagi
dirinya, seperti orang-orang dekat, binatang serta mainan kesayangan. Secara khas,
anak mengungkapkan kesedihannya dengan menangis atau kehilangan minat terhadap
kegiatan hariannya, misal : pola makan.
(h) kasih sayang
Anak-anak belajar mencintai orang, binatang, atau benda yang menyenangkannya.
Ketika sudah lebih besar, anak bisa mengungkapkan perasaan sayangnya melalui katakata. Namun, ketika masih kecil anak menyatakannya secara fisik dengan memeluk,
menepuk dan mencium objek kasih sayangnya.
(i) malu
Perasaan malu pada anak sering muncul jika ada orang asing. Perasaan ini juga muncul
ketika anak berpikir tentang reaksi orang terhadap apa yang mereka lakukan.
f) Perkembangan Psikososial menurut Erikson (usia 4-6 tahun)
Initiative (Inisiatif) vs Guilt (Perasaan Bersalah)
63
Anak banyak belajar melalui lingkungan sekitarnya, dengan cara observasi, imitasi serta
modeling. Mereka mulai dapat menetapkan rencana dan melakukannya sendiri. Sekaligus,
mereka belajar untuk memahami bahwa apa yang mereka lakukan haruslah dapat diterima
oleh lingkungan sekitarnya. Di sinilah, anak mulai mengembangkan konsep diri sekaligus
kesadaran moral.
Apabila inisiatif yang dilakukan anak tidak diterima oleh lingkungan, maka akan muncul
perasaan bersalah. Jika ini terjadi terus menerus, maka implikasinya adalah anak akan
membatasi diri sendiri, tidak berani mencoba hal baru, serta menjadi kurang spontan.
g) Cara-cara membantu anak melepaskan emosi negative :
(1) adanya latihan fisik selain bermain untuk membantu melepaskan ketegangan
(2) mengembangkan selera humor pada anak
(3) menangis bukan berarti cengeng, asal tempat dan waktunya sesuai
(4) adanya hubungan emosional yang dekat dengan anggota keluarga, sehingga anak bisa
belajar dari mereka
(5) peran teman sebagai tempat bercerita
(6) mengajari anak untuk bercerita tentang apa yang ia rasakan
(7) menghargai perasaan anak dan alasan mengapa itu terjadi
5. PEMBELAJARAN NILAI AGAMA
Masih banyak kalangan masyarakat yang belum menyadari masalah tersebut, sehingga
kadang tidak disadari anak diperlakukan dengan keliru sehingga dapat merusak atau
menghambat pertumbuhan anak. Oleh karena itu, maka diperlukan upaya-upaya untuk
memperbaikinya secara sungguh sungguh dengan menggunakan metode yang tepat.
Anak adalah amanat Allah kepada setiap orang tua yang diserahi tanggungjawab penuh
untuk menjadikan manusia yang berguna dan bahagia dunia akhirat. Oleh karena itu, orang
tua berkewajiban mendidik anak sejak usia dini sampai dewasa. Rasulullah SAW. Menekankan
agar orang tua mencintai anaknya, tetapi hendaknya cinta itu diperlihatkan sebagai
64
pendidikan, dan apabila terjadi harus marah kepadanya, maka kemarahannya itupun harus
bertujuan mendidik.
Orang tua (ayah dan ibu), tenaga pendidik, harus selalu mendorong dan menolong
anak-anaknya dalam melakukan hal-hal yang baik yaitu dengan memberikan teladan yang baik,
elalui u apa da perbuata . Hal i i sejala de ga sabda ‘asulullah “AW: Allah akan
memberikan rahmat kepada orang tua yang mendorong dan membantu anaknya dalam
melakukan hal-hal yang baik .
Pertumbuhan dan perkembangan anak di usia dini amat penting dan menentukan. Apa
yang terbentuk di usia itu akan mempengaruhi tingkat kecerdasan dari watak / kepribadian
anak selanjutnya. Oleh karena itu, maka pendidikan di usia dini amat penting dan strategis
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia melalui beberapa tingkat
keadaan, menurut ilmu kejiwaan, pada masa usia dini itulah yang memegang peranan sangat
penting. Pada masa usia dini itu harus diberikan pendidikan yang baginya merupakan dasar
yang perlu dimiliki. Kemudian, barulah ia sendiri yang mengembangkan pendidikan itu. Sebab
jika masa usia dini terdapat salah satu segi pendidikan dasar yang tidak terisi, maka apabila ia
dewasa nanti pada umumnya sulit baginya untuk mengisinya, sehingga segi itu akan kosong
selama-lamanya.
Menyadari akan hal tersebut di atas, maka betapa pentingnya peran dan
tanggungjawab orang tua dan tenaga pendidik terhadap masa depan serta pendidikan anak.
Hendaknya segala amal perbuatan dan kata-katanya selalu ditujukan untuk membentuk
watak, moral dan kepribadian seseorang.
Konsep Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan membentuk sikap hidup, kepribadian serta akhlak, yang disentuh adalah
hati dan perasaan. Sedangkan Pengajaran yaitu transfer ilmu yang disentuh adalah akal dan
otak. Pendidikan lebih tepat diberikan pada anak usia dini, karena pada anak yang dominan
adalah hati dan perasaan, sedangkan pengajaran lebih tepat untuk orang dewasa.
Pada anak usia dini peran Tenaga Pendidik sebagai pendidik, pengasuh, pembimbing
sangat dominan. Sedangkan pada mahasiswa, guru atau dosen tugasnya menyampaikan ilmu.
Dia tidak lagi peduli mahasiswa akan belajar atau tidak. Mahasiswa dianggap sudah memiliki
65
kesadaran dan tahu untung ruginya belajar atau tidak. Maka pendidikan agama Islam bagi anak
usia dini juga lebih menekankan pada pendidikan bukan pengajaran. Keteladanan Tenaga
Pendidik, Pengasuh maupun Orang Tua dalam pembiasaan beribadah merupakan contoh
teladan bagi anak usia dini. Contoh-contoh melalui cerita-cerita tauladan baik para Nabi,
Sahabat dan para Ulama/pahlawan sangat penting untuk diberikan
Media pendidikan
(a) Orang Tua dan Keluarga
Orang tua dan keluarga merupakan media pendidikan yang paling utama dan pertama.
Orang tua harus menyadari hal ini. Segala perilaku, perbuatan dan sikap hidup mereka akan
jadi contoh dan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak.
(b) Masyarakat / Lingkungan
Termasuk didalamnya kawan bermain anak. Membangun lingkungan kondusif sangat
penting. Memperhatikan dan memikirkan/memilih kawan bermain anak juga tidak kalah
pentingnya.
(c) Tempat Ibadah
Berbeda dengan pendidikan umum, pendidikan agama Islam sangat memandang tempat
ibadah sebagai pusat pendidikan yang tidak kalah pentingnya. Dalam masyarakat Islam
selalu ada Masjid atau Mushola. Hal itu karena perintah menegakkan shalat melalui shalat
berja a’ah
erupaka ke ajiba ya g sa gat diteka ka . Da kare a itu sejak ke il a ak
sudah dikenalkan dengan tempat ibadah.
Oleh karena itu menjadikan tempat ibadah sebagai pusat pendidikan bagi anak dengan
melengkapinya dengan fasilitas pendidikan seperti : TPA, Perpustakaan sangat perlu.
(d) Sekolah
Mengenai peranan sekolah bagi pendidikan agama sudah sama-sama kita ketahui. Disana
diajarkan pengetahuan agama secara sistematis, akan tetapi mengacu pada psikologi anak
usia dini, maka di TK dan SD, pelajaran agama hendaknya ditekankan pada pendidikan.
Guru tidak sekedar mengajar, anak tidak sekedar bisa menjawab soal ketika ulangan atau
ujian, tetapi anak harus dibimbing dan diamati untuk dapat melakukan perintah agama.
66
Dibiasakan shalat,
e ghafal da
e aha i do’a, berpuasa, dibi bi g da dia asi
akhlaknya.Dalam hal ini guru harus dapat memberi contoh.
Metode pendidikan
(a) Menggunakan bahan yang sederhana dan mudah dipahami
(1) Tidak perlu rumit dan mahal. Sebab semakin rumit suatu bahan/media makin kurang
kelenturan pengembangan imajinasi anak; (2) Sesuaikan tingkat usia dan kemampuan anak
serta berikan rangsangan agar anak dapat bekerja sama; (3) Bersifat edukatif dan tidak
membahayakan bagi anak
(b) Metode keteladanan
(1) Memberi contoh dan suri tauladan yang baik kepada anak; (2) Menampilkan contohcontoh dalam bentuk photo pahlawan, cerita kepahlawanan, cerita keluhuran ahklak Nabi,
Sahabat dan lain-lain
(c) Metode pengalaman keagamaan
(1) Anak diajak shalat berjamaah (2) Mengenal alam; (3) Menolong fakir miskin; (4)
Berkurban; (5) Mengumpulkan infaq; (6) Membantu korban bencana alam dan lain-lain
(d) Metode bermain peran
(1) Misalnya berperan tentang hidup orang kaya yang dermawan; (2) Pemuda yang
menolong orang kena musibah dan lain-lain
(e) Metode observasi
(1) Anak diajak melihat musium, pameran keagamaan; (2) Ikut shalat berjamaah tarawih,
shalat ied; (2) Melihat serta membantu panti asuhan dan lain-lain
Anak usia 4 - 5 tahun
a) Merangsang/mengenalkan kemampuan sholat
(1) Berikan kesempatan anak untuk mengamati, mendengarkan, meniru gerakan dan
ba aa dala
sholat, de ga
ara ajak a ak
elakuka sholat berja a’ah di ru ah
atau di Masjid/Mushola. Hasil yang diharapkan, anak usia dini dapat: (a) Melakukan
sholat Tahiyatul Masjid; (b) Duduk di masjid/mushola dengan tertib; (c) Menyuarakan
adzan dan iqamat; (d) Melakukan semua gerakan sholat secara berurutan dan tertib;
67
(e Me ge al ju lah raka’at dala
sholat (subuh, dzhuru, asar,
aghrib, isya ; (f)
Me gikuti sholat berja a’ah; (g Me ba aka surah-surah pe dek Al Qur’a ; (h
Me ba a do’a – do’a pe dek sesudah sholat; (i Melakuka dzikir bersa a
(2) Kenalkan pada anak tentang sarana dan prasarana sholat, dengan cara ajak anak
melakukan sholat berjamaah di rumah atau di Masjid/Mushola. Hasil yang diharapkan,
anak usia dini dapat : (a) Melakukan gerakan berwudlu secara berurutan; (b) Mengajak
sholat bila mendengarkan suara/bunyi adzan; (c) Mengenal saat waktu sholat wajib; (d)
Menyiapkan sarana sholat, seperti; sarung, mukena, sajadah, peci; (e) Merawat
kebersihan dan merapikan tempat sholat
b) Merangsang/mengenalkan kemampuan berbicara/bahasa:
(1) Berikan kesempatan anak untuk mengamati, mendengarkan, meniru dan
mengucapkan kalimat thoyibah, dengan cara mengucapkan kalimat thoyibah dekat
atau bersama anak dalam setiap melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari. Hasil
yang diharapkan, anak usia dini dapat:





Me gu apka
da
Bis illahirroh a irrohi
Alha dulillahirobbil ala ii
Me gu apka
setelah
sebelu
elakuka sesuatu kegiata
elakuka sesuatu kegiata
kali at Maa syaa Allah, “ubha allah, Allahu Akbar apabila
mengagumi sesuatu kebesaran Allah
kali at Astagfirullah bila terla jur
Mengucapka
e buat kesalaha
atau
sedang marah
Me gu apka kali at I
a lillahi bila seda g
e gala i atau
e dapatka
suatu musibah
Me gu apka kali at Laa Ilaaha Illallah bila seda g kaget
(2) Kenalkan pada anak tentang tata cara bergaul/berbicara dengan orang lain, dengan
cara
ajaklah
anak
bermain
bersama
atau
berkunjung
saudara/kerabat/sahabat. Hasil yang diharapkan, anak usia dini dapat:
a. Me gu apka sala
b. Me balas sala
c. Me gu apa
Assala
Wa’alaiku
u’alaiku
sala
I sya Allah bila berja ji
68
ke
tempat
d. Me gu apka
Al Ha dulillah
e syukuri ada ya ik at ya g telah diteri a
c) Merangsang/mengenalkan kemampuan Mengenal Allah SWT, Rasul-Rasul dan Malaikat:
(1) Berikan kesempatan anak untuk mengamati, mendengarkan, meniru dan mengenal
Allah, de ga
ara ajaklah a ak ber ai , berdo’a bersa a da tu jukka ga bar atau
bentuk-bentuk ciptaan Allah. Hasil yang diharapkan, anak usia dini dapat:
(a) Me ba aka do’a - do’a pe dek dala
(b) Me ba aka do’a
Allahu
asuk
asjid :
ahtah lii ab aaba birah atika
(c) Me ba aka do’a keluar
Allahu
kehidupa sehari-hari
ai
i as-aluka
asjid:
i fadhlik
(d) Mengenal dan memahami segala sesuatu di dunia ini adalah ciptaan Allah dan akan
kembali kepada Allah
(e) Mengenal nama-nama Rasul Allah
(2) Kenalkan sifat-sifat Allah dan mukzizat Rasul, dengan cara ajaklah anak bermain dan
bercerita atau membacakan buku sejarah Rasul. Hasil yang diharapkan, anak usia dini
dapat: (a) Mengenal sifat-sifat Allah, diantaranya: Allah Maha Pencipta, Allah Maha
Pengasih, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Pandai, Allah Maha Mendengar; (b)
Mengenal mukzizat Rasul Allah, diantaranya: Nabi Muhammad SAW, mukzizatnya Al
Qur’a , Nabi Isa As,
ukzizat ya bisa
e gobati ora g sakit, Nabi Musa,
ukzizat ya
bisa membelah lautan, Nabi Sulaiman, mukzizatnya bisa bahasa binatang, Nabi
Ibrahim, mukzizatnya tidak mempan dibakar api
(3) Kenalkan Malaikat dan tugasnya, dengan cara ajaklah anak bermain dan bercerita. Hasil
yang diharapkan, anak usia dini dapat :
(a) Mengenal Malaikat dan tugasnya,
diantaranya:Malaikat Raqib dan Atid, Tugasnya selalu mengawasi kita dan mencatat
perbuatan baik dan buruk kita, Malaikat Mikail, Tugasnya membagi-bagi rezeki,
Malaikat Jibril Tugasnya menyampaikan wahyu kepada rasul
Anak usia 5 - 6 tahun
a) Merangsang/mengenalkan kemampuan sholat
69
(1) Berikan kesempatan anak untuk mengamati, mendengarkan, meniru gerakan dan
ba aa dala
sholat, de ga
ara ajak a ak
elakuka sholat berja a’ah di ru ah
atau di Masjid/Mushola. Hasil yang diharapkan, anak usia dini dapat: (a) Melakukan
sholat Tahiyatul Masjid; (b) Duduk di masjid/mushola dengan tertib; (c) Menyuarakan
adzan dan iqamat ; (d) Melakukan semua gerakan sholat secara berurutan dan tertib;
(e Me ge al ju lah raka’at dala
sholat (subuh, dzhuru, asar,
aghrib, isya ; (f
Me gikuti sholat berja a’ah; (g Me ba aka surah-surah pe dek Al Qur’a ; (h
Me ba a do’a – do’a pe dek sesudah sholat; (i Melakuka dzikir bersa a
(2) Kenalkan pada anak tentang sarana dan prasarana sholat, dengan cara ajak anak
melakukan sholat berjamaah di rumah atau di Masjid/Mushola. Hasil yang diharapkan,
anak usia dini dapat: (a) Melakukan gerakan berwudlu secara berurutan; (b) Mengajak
sholat bila mendengarkan suara/bunyi adzan; (c) Mengenal saat waktu sholat wajib; (d)
Menyiapkan sarana sholat, seperti; sarung, mukena, sajadah, peci; (e) Merawat
kebersihan dan merapikan tempat sholat
b) Merangsang/mengenalkan kemampuan berbicara/bahasa:
(1) Berikan
kesempatan anak untuk mengamati, mendengarkan, meniru dan
mengucapkan kalimat thoyibah, dengan cara mengucapkan kalimat thoyibah dekat
atau bersama anak dalam setiap melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari. Hasil yang
diharapkan, anak usia dini dapat:
(a) Me gu apka
da
Bis illahirroh a irrohi
Alha dulillahirobbil ala ii
(b) Me gu apka
kali at
setelah
sebelu
elakuka sesuatu kegiata
elakuka sesuatu kegiata
Maa syaa Allah, “ubha allah, Allahu Akbar
apabila
mengagumi sesuatu kebesaran Allah
(c) Me gu apka
kali at Astagfirullah bila terla jur
e buat kesalaha
atau
sedang marah
(d) Mengucapka kali at I
a lillahi bila seda g
e gala i atau
suatu musibah
(e) Me gu apka kali at Laa Ilaaha Illallah bila seda g kaget
70
e dapatka
(2) Kenalkan pada anak tentang tata cara bergaul/berbicara dengan orang lain, dengan
cara
ajaklah
anak
bermain
bersama
atau
berkunjung
ke
tempat
saudara/kerabat/sahabat. Hasil yang diharapkan, anak usia dini dapat:
(a) Me gu apka sala
(b) Me balas sala
(c) Me gu apa
Assala
u’alaiku
Wa’alaiku
sala
I sya Allah bila berja ji
(d) Me gu apka
Al Ha dulillah
e syukuri ada ya ikmat yang telah diterima
(e) Menegur dan mengingatkan kewajiban sholat kepada yang lain
c) Merangsang/mengenalkan kemampuan Mengenal Allah SWT, Rasul-Rasul dan Malaikat:
(1) Berikan kesempatan anak untuk mengamati, mendengarkan, meniru dan mengenal
Allah, dengan ara ajaklah a ak ber ai , berdo’a bersa a da tu jukka ga bar atau
bentuk-bentuk ciptaan Allah. Hasil yang diharapkan, anak usia dini dapat :





Me ba aka do’a - do’a pe dek dala
Me ba aka do’a
Allahu
asuk
asjid:
ahtah lii ab aaba birah atika
Me ba aka do’a keluar
Allahu
kehidupa sehari-hari.
ai
i as-aluka
asjid:
i fadhlik
Mengenal dan memahami segala sesuatu di dunia ini adalah ciptaan Allah
dan akan kembali kepada Allah
Mengenal nama-nama Rasul Allah dan silsilahnya
(2) Kenalkan sifat-sifat Allah dan mukzizat Rasul, dengan cara ajaklah anak bermain dan
bercerita atau membacakan buku sejarah Rasul. Hasil yang diharapkan, anak usia dini
dapat: (a) Mengenal sifat-sifat Allah, diantaranya: Allah Maha Pencipta, Allah Maha
Pengasih, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Pandai, Allah Maha Mendengar; (b)
71
Mengenal mukzizat Rasul Allah, diantaranya: Nabi Muhammad SAW, mukzizatnya Al
Qur’a , Nabi Isa As,
ukzizat ya bisa
e gobati ora g sakit, Nabi Musa,
ukzizat ya
bisa membelah lautan, Nabi Sulaiman, mukzizatnya bisa bahasa binatang, Nabi
Ibrahim, mukzizatnya tidak mempan dibakar api
(3) Kenalkan Malaikat dan tugasnya, dengan cara ajaklah anak bermain dan bercerita. Hasil
yang diharapkan, anak usia dini dapat:
a. Mengenal Malaikat dan tugasnya, diantaranya;
(a) Malaikat Raqib dan Atid,

Tugasnya selalu mengawasi kita dan mencatat perbuatan baik dan buruk
kita
(b) Malaikat Mikail,
Tugasnya membagi-bagi rezeki
(c) Malaikat Jibril,
Tugasnya menyampaikan wahyu kepada rasul
d) Merangsang/mengenalkan kemampuan Mengenal Surga dan Neraka :
Ajaklah a ak ber ai , berdo’a bersa a, da ber erita tu jukka ga bar atau buku
cerita. Hasil yang diharapkan, anak usia dini dapat :
(1) Mengenal Surga, yang diimajinasikan dengan suatu tempat yang seindah-indahnya
dan sempurna, yaitu tempat bagi orang-orang yang patuh.
(2) Mengenal Neraka, yang diimajinasikan dengan suatu tempat yang sangat
mengerikan dan menakutkan, yaitu tempat bagi orang-orang yang tidak disayang
oleh Allah, karena tidak patuh.
Patuh di sini (dapat diartikan menurut, taat, tertib, disiplin) tidak perlu dikembangkan
seperti orang dewasa, karena imajinasi dan pengertian pemahaman anak masih belum
sempurna
e) Merangsang/mengenalkan kemampuan Mengenal Halal dan Haram :
Ajaklah a ak ber ai , berdo’a bersa a, da ber erita tu jukka ga bar atau buku
cerita. Hasil yang diharapkan, anak usia dini dapat: (1) Mengenal Halal, yaitu: Perbuatan dan
tingkah laku yang baik yang diperbolehkan oleh aturan dan agama, Makanan dan minuman
72
yang bersih, sehat, bergizi dan diperbolehkan oleh aturan dan agama (2) Mengenal Haram,
yaitu: Perbuatan dan tingkah laku yang tidak baik yang tidak diperbolehkan oleh aturan dan
agama, Makanan dan minuman yang basi, kotor dan tidak diperbolehkan oleh aturan dan
agama Cara mengembangkan kemampuan keagamaan bagi anak usia dini di atas, hendaknya
Tenaga Pendidik, Pengasuh, Orang Tua, membiasakan diri melakukan tata keagaamaan
sebagai rangsangan secara langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan keagaamaan
anak, terutama yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan oleh anak. Sehingga apa yang
dilihat, didengar dan dirasakan oleh anak menjadi pengalaman untuk melakukan kegiatan/tata
keagamaan, yang akan tumbuh dan berkembang dalam jiwa anak sebagai dasar
perkembangan keagamaan di masa dewasanya.
6. KONSEP DASAR SENI ANAK USIA DINI
Seni harus diberikan sesuai tahapan umur dan perkembangan anak. Tidak semua
tahapan umur dan perkembangan dapat diberikan materi yang sama, karena setiap anak
memiliki perbedaan karakter pada tahapan tertentu. Hal ini menghasilkan respon yang
berbeda pula. Alasan itulah yang seharusnya dijadikan landasan dalam proses pendidikan seni.
a. Pengertian/Defenisi Seni Anak Usia Dini
Pendidikan seni merupakan kegiatan mengungkapkan perasaan atau ungkapan diri.
Pendidikan seni bagi anak adalah proses kegiatan dalam mengungkapkan kegiatan perasan
yang mendasar bagi daya nalar dan prilakunya. Pendidikan seni merupakan kegiatan yang
dapat menumbuhkan sifat rasa sosial bagi anak dengan melakukan ungkapan perasaan pada
lingkungannya. Seni bagi anak adalah kegiatan awal untuk memahami ekspresi. Setiap anak
berbeda pertumbuhan, pemahaman, persepsi, dan minatnya terhadap seni yang berkembang
di lingkungannya. Jadi tidak ada anak yang akan menghasilkan karya seni sama dan tidak dapat
dipaksa untuk sama.
Beberapa hal yang terkait dengan seni anak usia dini:
(1) Unsur-unsur seni visual yaitu :
(a) Garis, (b) Bentuk, (c) Warna, (d) Tekstur, (e) Pola, (f) Ruang
73
(2) Program seni anak usia dini harus meliputi :
(a) Pengalaman sensori; (b) Pengalaman indah dan kreatif; (c) Waktu, ruang, dan
bahan-bahan untuk membuat karya seni; (d) Memperkenalkan kata-kata seni
dalam berbagai bentuk dan gaya
(3) Kriteria untuk melaksanakan kegiatan seni :
(a) Mempersilakan anak berekspresi secara individual; (b) Ada keseimbangan
antara proses menghasilkan karya seni dan produk dari karya seni itu sendiri; (c)
Memberikan anak keterbukaan sehingga anak dapat berkarya secara kreatif;(d)
Membolehkan anak menemukan dan bereksperimen; (e) Anak berperan aktif dan
terlibat terus menerus; (f) Anak mendapatkan kesempatan secara naluri untuk
mengeluarkan ide-ide yang akan menginsprirasinya; (g) Menggunakan bahanbahan seni yang ada; (h) Semua anak mendapatkan kesempatan dan bisa
mengerjakannya
b. Ragam Kegiatan Seni Anak Usia dini
1) Gambar
Menggambar sering juga disebut sebagai seni grafik dengan menggunakan crayon,
kapur, dan cat. Kegiatan menggambar dapat dikembangkan melalui :
a) Seni grafis, dimana anak dapat menggambar menggunakan pensil, krayon, kapur dan
spidol. Dapat menggunakan kertas yang berbeda warna, tekstur permukaan, dan
bentuknya menarik untuk kegiatan menggambar.
b) Mengencat, anak mengecat pada kursi maupun meja, atau melakukan kegiatan
fingerpainting. Pada kegiatan pengecatan anak menggunakan kuas bahkan seluruh
anggota badannya untuk menciptakan pola tertentu.
c) Menulis, anak memulai pengalaman menulis dengan cara menekankan suatu benda ke
alas atau kertas. Kegiatan ini terus berkembang sehingga menghasilkan coretan yang
bermakna.
Tahapan kegiatan menggambar meliputi :
a) Scribbling merupakan tahap pertama dalam kegiatan menggambar yang diawali
dengan kegiatan memasukkan krayon atau pensil ke dalam mulut oleh anak. Gambar
74
pada tahap ini berupa coretan-coretan acak yang diciptakan dari garis hasil gerakan
sederhana tangan berbentuk garis maupun bulatan.
Gambar 1
Gambar Tahap Scribbling
b) Preschematic, pada tahap gambar ini anak mulai menggambarkan pengetahuan
mereka tentang cerita mengenai suatu hal melebihi dari apa yang ditulisnya.
Gambar 2
Tahap Menggambar Preschematic
c) Schematic, pada tahap menggambar ini anak menggambar lebih detail sebagai hasil
observasi dan perencanaan terhadap objek yang dilihatnya. Anak senang
memperlihatkan hasil gambarnya kepada orang lain, terutama orang-orang
terdekatnnya seperti anggota keluarga dan gurunya. Tahap ini dimulai dengan
memperlihatkan apa yang mereka ketahui ke dalam gambar dan berasumsi apa yang
mereka gambar disukai guru.
Gambar 3
75
Tahap Menggambar Schematic
2) Gerak
Gerak disebut juga tarian. Anak selalu bergoyang dan mengangguk ketika mendengar
musik. Bergerak merupakan cara paling baik untuk membantu anak belajar mencintai dan
mengapresiasi musik. Menurut penjabaran tersebut, gerak dapat dijadikan sarana untuk
memahami musik yang didengar anak. Latihan bergerak dalam merespon musik dapat dimulai
sejak dini agar anak terbiasa bergerak berirama sesuai musik yang diputarkan sehingga
menghasilkan tarian ekspresif.
Hal paling penting dalam mengajarkan tari adalah proses anak bergerak menciptakan
tarian, bukan pada hasil tariannya. Pengalaman menari harus direncanakan mencakup gerak
kreatif dan terstruktur. Anak mengikuti instruksi guru atau musik.
Aktivitas gerak kreatif adalah aktivitas yang dihasilkan dari interpretasi anak terhadap
instruksi dengan caranya sendiri, gerak mereka bisa jadi tidak sesuai dengan musik yang
mengiringi. Sebagai contoh ketika musik diputar dalam irama lambat anak akan bergerak
lambat, atau sebaliknya. Ketika musik cepat anak juga akan bergerak cepat.
Pengalaman gerak terstruktur dapat diajarkan menggunakan berbagai tepuk menjadi
ritme yang sederhana. Guru biasa menggunakan instruksi tepuk tangan untuk mengarahkan
anak dalam bergerak yang sudah dipahami dan memiliki ciri khas pada masing-masing tingkat
kelas. Atau dapat juga digunakan isntruksi menggunakan drum ketika melangkah/bergerak.
Perkembangan gerak yang lebih kompleks adalah menari. Tarian dapat digunakan agar
anak mampu mengekspresikan dirinya melalui gerakkan. Tarian memberi kesempatan agar
anak dapat mengeksplorasi waktu, ruang, dan energi dalam mengekspresikan dirinya. Tari
76
dapat dimasukkan dalam kurikulum agar anak memahami bagian suatu cerita, bagian gerakkan
dan unsur kebudayaan masing-masing.
3) Berkarya dalam Art Station
Anak dilatih menciptakan karya seni dari berbagai bahan limbah dan bahan-bahan
yang ada di lingkungan. Kelas/halaman terbuka dapat disusun untuk 3 proyek, misalnya :
a)
Melukis dengan berbagai media
Bahan :









Alat tulis (crayon, spidol, cat air & kuas, arang, kapur, dsb)
Kertas
Balon kecil diisi sedikit air
Benang kasur
Pengait balon
Balok kayu
Kelereng
Karet
Garpu dan sendok, dan sebagainya
Kegiatan :
Anak dapat melukis dengan balon, benang kasur, pengait balon, krayon dsb.
b)
Berkarya dengan barang bekas
Bahan :


Botol-botol plastik bekas
Lem, gunting, cutter
77



Sedotan minuman plastik
Karton
Batu, dan sebagainya
78
Kegiatan :
Membuat aneka karya dari barang bekas
c)
Kolase dengan daun-daunan
Bahan :




Daun dan ranting
Lem
Karton, kertas koran, kertas warna
Spidol, krayon, dan sebagainya
Kegiatan : Membuat aneka karya dari daun-daunan
Hasil :
79
Anak perlu mendapatkan penjelasan dari sebelum berkarya, dengan memberikan
aturan-aturan. Aturan yang perlu dipikirkan adalah :
(1) Membatasi jumlah anak dalam setiap sentra.
(2) Menggunakan celemek selama kegiatan seni agar pakaian tidak kotor.
(3) Menggunakan alat-alat seni dengan tepat.
(4) Hanya menggunakan barang-barang / bahan-bahan yang diperlukan.
(5) Menyelesaikan kegiatan seni sampai tuntas.
(6) Berbagi bahan-bahan dengan teman.
(7) Menghormati teman lain.
(8) Mengembalikan barang-barang yang sudah dipakai ke tempat semula.
(9) Membersihkan semua perkakas setelah dipakai.
4) Musik Dan Anak
a) Pentingnya Musik bagi Anak Usia Dini
Setiap anak dilahirkan dengan potensi untuk belajar berbicara dan memahami bahasa
ibunya, demikian pula semua anak dilahirkan dengan potensi untuk mempelajari
dan
memahami musik sesuai dengan budayanya.
Sikap anak terhadap musik sangat mudah dipengaruhi oleh instruksi dan lingkungan.
Anak usia dini peka terhadap pembelajaran musik yang diberikan melalui nyanyian dan
gerakan. Karena itu pada masa yang penting ini, anak dapat diajak untuk menggunakan
tubuhnya sebagai instrumen dengan berbagai cara dalam berbagai jenis musik. Jika anak sering
mendapatkan stimulasi dalam menyanyi dan bergerak anak lebih mampu menunjukkan
kemampuan musiknya di sekolah dasar nantinya.
Kemampuan musik yang dimiliki anak sejak awal dapat dikenali oleh orang dewasa,
sebagaimana diamati pada tahap usia berikut :
(1) Usia 1 tahun
Pada bulan-bulan pertama, seorang bayi bisa menerima musik, bereaksi dengan
mata mereka, menoleh ke arah sumber suara, dan sering menjadi tenang dan tertidur
ketika mendengarkan musik. Respon fisik dan vokal segera mengikuti, saat bayi mulai
80
sering mendengarkan musik, meskipun suara dan musik mungkin tidak berhubungan
dengan apa yang didengarkan. Semakin sering mendengarkan tampaknya bisa
menggantikan tahap pendengaran pasif dan kesenangan anak. Imitasi terhadap bunyi
dan gerakan yang dibuat oleh orang lain menunjukkan kemampuan untuk memusatkan
perhatian, dan anak bisa mengulang bunyi-bunyi dan gerakan-gerakan itu secara
spontan untuk menambah perhatian dan persetujuan orang dewasa atau anak lain
yang lebih tua.
Kemampuan bayi untuk duduk sendiri, merangkak, merayap dan akhirnya
berjalan, muncul setelah bisa menggunakan bahasa ekpresif. Anak usia toddler bisa
menambahkan kata terakhir pada sajak-sajak yang terkenal, mengucapkan atau
menyanyi sederhana kemudian menggunakan gerakan dan bunyi-bunyi yang dia lihat
dari lingkungannya. Saat anak di tempat tidur, biasanya mengeluarkan bunyi-bunyian
dari mulutnya sambil memegang mainan apa saja yang dapat dipegangnya.
Anak usia 18 bulan memiliki banyak cara untuk mencapai suatu tempat atau
dalam meraih benda-benda (merangkak, merayap, berjalan, bergulung, dan lain-lain)
dan menggunakan tangannya dengan kepandaian yang terus berkembang. Anak
senang dengan gerakan-gerakan ritmis baik yang dimunculkan oleh dirinya sendiri
ataupun orang dewasa. Anak senang dipegang, digoyang, atau diayun dan dinyanyikan
ketika dia lelah, sedih, dan sebagainya, dan mampu menunjukkan perubahan setelah
mendapatkan rangsangan musik, lagu atau syair (chants) yang gembira dan sesuai
dengan hatinya.
Mendengarkan musik di radio, televisi atau rekaman bisa menyenangkan anak
sejenak apalagi jika musik / lagunya pernah dikenal atau disenanginya. Gerakan
memukul-mukulkan benda dengan stik, membanting, mengepal dan sebagainya,
kadang muncul dari anak ketika mendengarkan rhytm/irama-irama khusus. Anak
senang karena bisa mengeluarkan energinya dan mendengarkan volume dari bunyibunyian itu meskipun bunyi-bunyi tersebut tidak menyenangkan bagi orang dewasa.
81
(2) Usia 2 tahun
Anak usia 2 tahun sudah mulai mengalami kemajuan dalam hal motorik kasar
dan halusnya. Dia sering menggunakan lengannya secara ekspresif untuk
keseimbangan dan merespon musik yang dia senangi. Dia dapat menirukan
rhytm/irama ketika bermain dengan orang dewasa. Memiliki keinginan untuk mandiri
dan mencoba benda-benda sendiri seperti makan dan berpakaian berlawanan dengan
kesenangan yang ditunjukkannya mengulang-ulang cerita, syair dan lagu-lagu
kesukaannya.
Permainan-permainan dengan bola besar dan kantong biji-bijian dapat
dimainkan bersama orang dewasa. Anak sangat menyukai boneka dan mainan lunak.
Anak mulai mengenal kaset lagu-lagu anak hanya dari bungkusnya, tapi masih sulit
merespon musik/lagu dari TV/radio. Anak mulai senang memukul-mukul panci untuk
menimbulkan bunyi-bunyian yang bagi orang dewasa tidak menyenangkan. Pada usiausia ini anak lebih menonjol pada visual daripada auditori.
(3) Usia 3 tahun
Anak usia 3 tahun semakin matang dan berkembang secara keseluruhan. Dia
masih sangat aktif, perkembangan motorik kasar dan halusnya dapat berkembang
dengan kontrol yang lebih baik. Ketrampilan memanjat, berayun, mendorong, dan
sebagainya perlu terus mendapatkan pelatihan.
Anak lebih cekatan menggunakan jari-jarinya dan dapat menekan tuts piano
atau memetik senar alat musik. Bahkan anak dapat menyesuaikan gerakan tubuhnya
mengikuti irama musik. Gerakan badan dan lengannya lebih luwes, juga berbagai
langkah dapat dilakukan anak. Anak dapat mengikuti gerakan senam yang dicontohkan
.
Perkembangan bahasa anak semakin berkembang. Dalam aktivitas bermainnya
anak senang mengiringi dengan percakapan (celoteh), nyanyian, atau syair. Anakpun
mulai senang menyanyi dalam kelompok baik berdua, bertiga atau berempat.
Meskipun dalam menyanyi mereka mengeluarkan suara dari nada dasar yang tidak
sama, tetapi anak umumnya menikmati menyanyi bersama.
82
Anak usia 3 tahun senang bermain dengan orang dewasa. Mereka bisa bermain
tebak-tebakan suara, dan menirukan irama-irama sederhana. Anak juga senang
menirukan tepukan-tepukan berpola dari . Biasanya jika anak senang dengan syair,
lagu atau tepukan-tepukan khusus, ia akan meminta mengulanginya kembali beberapa
kali.
(4) Usia 4 tahun
Fungsi dunia bagi anak usia 4 tahun lebih besar dibandingkan anak usia 3 tahun.
Banyak permainan yang antangan menantang disenangi anak usia 4 tahun, misalnya
panjat tali, game yang bervariasi, naik sepeda, dan sebagainya. Rasa kompetisi untuk
menguasai suatu ketrampilan fisik baru muncul. Menyanyikan lagu-lagu permainan dan
juga menyanyi kelompok merupakan kesenangan bagi anak.
Perkembangan motorik halus melibatkan menggambar suatu obyek dengan
tujuan. Melukis, menggunting, bermain puzzle beberapa keping, dan alat musik seperti
perkusi senang dilakukan anak. Kemampuan untuk memilih dan memasangkan obyek
juga menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi. Anak bisa memasangkan dan
mengelompokkan sumber bunyi, volume bunyi, pitch dan durasi. Hal ini sering hanya
mendapatkan sedikit perhatian dari orang dewasa, padahal ketika anak berusia 5 tahun
ia perlu mendapatkan tugas-tugas membedakan bunyi-bunyi yang terstruktur yang
bisa menunjang anak dalam pembelajaran kesiapan membaca.
Anak usia 4 tahun tidak hanya bisa mengelompokkan dan menghasilkan bunyi,
nada dan ritmik dalam berbagai pola, tetapi mereka juga bisa mengekspresikan ide-ide
dalam suatu cerita atau lirik dalam suatu lagu. Anak juga bisa melakukan improvisasi
dari nada-nada sederhana yang sudah dikenalnya.
Suara anak mulai nyaman didengar ketika anak berusia 4 tahun. Jika mereka
menyanyi dalam kelompok, suara mereka sudah mulai menyatu. Anak bisa menyanyi
dengan diiringi alat musik. Anak juga senang menyanyi dengan syair-syair yang lucu
yang mudah sekali diingatnya dan akan terus dinyanyikannya berulang-ulang.
83
(5) Usia 5 tahun
Anak usia 5 tahun sudah tidak mengalami masalah dengan ketrampilan fisiknya,
sangat menikmati kelompok sosial, bahkan sudah memiliki teman-teman dekat
(sahabat). Dia dapat mengajak anak untuk bergabung dalam suatu kelompok, demikian
pula dirinya dapat menjadi anggota kelompok yang baik. Anak usia ini jarang menangis
di kelas, berbeda dengan anak usia 1 atau 2 tahun yang lebih sering menangis karena
memperebutkan suatu mainan.
Kemampuan motorik dan intelektual anak berkembang dengan baik. Hal ini
dapat diamati dari kemampuan anak untuk menari dan menyesuaikan dengan irama
musik. Anak dapat bergerak mengikuti respon dari tanda-tanda yang dilihatnya. Anak
dapat memainkan alat musik dengan tepat, baik dalam mengingat pola dan merespon
perintah non verbal. Anak dapat bekerja dengan teman sebaya ataupun sendirian
untuk menciptakan orkestra sederhana dan mengiringi suatu nyanyian sederhana. Ia
pun dapat memainkan lagu menggunakan alat musik dengan membaca not lagu dari
buku. Anak dapat menciptakan dan memainkan melodinya sendiri.
(6) Usia 6 tahun
Anak usia dini sudah memiliki kesiapan dalam hal membaca, menulis dan
matematika. Fisik, mental, dan emosi sudah dapat digunakan untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan sekolah. Mereka mudah beradaptasi dengan hal-hal baru.
Sebagian besar anak usia 6 tahun sudah mengalami kegiatan musik baik dengan
sekolah maupun musik khusus. Mereka menyukai menyanyi lagu-lagu pilihan sendiri
dan dapat melepaskan emosi dan energinya melalui suara-suara yang dikeluarkannya.
dapat mengajarkan anak menyanyi dengan nada yang tepat, mood, dan kepekaan
terhadap berbagai lagu. Anak lebih mampu berkonsentrasi dan menyanyi dengan lebih
baik, seiring dengan kematangan anak dalam hal membaca dan menulis. Anak sudah
bisa diajak dalam bermain musik secara kelompok. Mereka senang belajar keras dan
menghasilkan karya yang baik.
84
b) Pengalaman Musik
Berdasarkan pemahaman terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, perlu
memiliki inisiatif untuk menumbuhkan pengalaman musik anak melalui ketrampilanketrampilan, konsep dan sikap yang sesuai. perlu mengingat bahwa dalam perkembangan
musik, sebagaimana dalam proses pertumbuhan, setiap anak adalah unik dan setiap pola
pertumbuhan musik anak harus dipahami dan dihargai.
Berikut ini adalah ketrampilan-ketrampilan yang perlu ditumbuhkan dalam diri anak
dalam hal musik :
(1) Mendengarkan
Sebagian besar anak dilahirkan dengan kemampuan untuk mendengar.
Kemampuan untuk mendengarkan bagaimanapun juga tidak hanya sekedar
mendengar tetapi juga memusatkan perhatian pada bunyi yang diterimanya.
Kemampuan untuk memperhatikan ini bukan bawaan dari lahir, tetapi suatu
ketrampilan yang perlu dipelajari, dan anak perlu dilatih dan dibantu untuk
mendapatkannya. Ketrampilan mendengarkan semacam itu penting bagi anak untuk
memahami lingkungannya dan dapat berkomunikasi.
Perkembangan ketrampilan mendengarkan aktif merupakan dasar dari
bergerak, menyanyi, bermain dan kreatifitas musik dan kelanjutan menulis, membaca,
dan menampilkan musik. Jika kita melihat lebih dekat pada ketrampilan mendengarkan
aktif, maka terdapat 3 komponen ketrampilan, yaitu:
a. Kesadaran pendengaran (auditory awareness).
Kesadaran pendengaran merupakan kesadaran seorang anak untuk mengetahui
asal suara. Seorang bayi berusia 3 minggu dapat menggerakkan kepalanya ke arah
bunyi yang ditimbulkan oleh gerakan ibunya. Misalnya: seorang ibu memeras air
yang ada di handuk kecil setelah menyeka sang anak. Bunyi itu dapat dikenali anak
yang menunjukkan bahwa anak memiliki kesadaran pendengaran terhadap bunyibunyi di sekelilingnya.
b. Pembedaan pendengaran (auditory discrimination)
85
Pembedaan pendengaran adalah kemampuan untuk membedakan kualitas suara,
elemen apa yang digunakan sehingga mengeluarkan suara itu.
Anak bisa membedakan bunyi-bunyi yang didengarnya. Misalnya saja bunyi bel
pintu dan bunyi telepon yang berdering dapat dikenalinya. Latihan yang dapat
dilakukan adalah ajak anak mendengar bunyi angin, AC, daun-daun jatuh, dan
sebagainya.
c. Urutan pendengaran (auditory sequencing)
Anak perlu mengetahui urutan dari suatu bunyi. Mana yang lebih dulu, dan mana
yang kemudian perlu diketahui anak. Kemampuan ini merupakan kemampuan
mendengarkan yang lebih tinggi. Anak prasekolah menggunakan urutan
pendengaran dan kemampuan mengingat ketika dia duduk di dekat dan bermain
tepuk tangan. kemudian membuat suatu tepukan berpola dan bisa ditirukan anak
semirip mungkin.
Anak biasanya senang mendengarkan suatu musik atau lagu karena tertarik pada
melodi atau rhtym / iramanya. Anak dapat dilatih dengan diminta menutup mata
kemudian diperdengarkan bunyi-bunyian yang berbeda dari arah yang berbeda
pula. Anak kemudian diminta untuk mengidentifikasi dari mana arah bunyi tersebut
dan menebak benda apa yang dibunyikan. Untuk menunjukkan arah bunyi, anak
dapat menunjukkan jarinya ke arah asal bunyi. Jika anak sudah menguasai satu
bunyi, maka tingkat kesulitan dapat ditambah dengan membunyikan 2 benda
sekaligus dari arah yang berbeda. Kegiatan ini akan merangsang kepekaan anak
terhadap bunyi-bunyian.
Ketika anak semakin matang dan rangsangan pendengarannya dalam kehidupan
sehari-hari semakin kompleks dan maju, maka ketrampilan anak mendengar aktif
makin halus dan berkembang. Hal ini diperlukan untuk mendukung kesiapan dalam
membaca.
(2) Bergerak
Sejak bayi, anak sudah menunjukkan kemampuan untuk bergerak. Setiap
gerakan merupakan ungkapan dari keberadaan dan ekspresi dari anak. Gerakan anak
86
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu gerakan sadar dan gerakan tidak sadar. Gerakan tidak
sadar merupakan karakteristik bayi yang menunjukkan kematangan fisik dan
intelektual. Gerakan tidak sadar merupakan respon terhadap lingkungan internalnya
yang muncul secara spontan sebagai reaksi anak terhadap stimulus yang diterimanya.
Lingkungan eksternal anak juga memberikan stimulus terhadap gerakan tidak sadar
anak. Ketika kita meniup mata anak, maka secara otomatis anak akan mengedipkan
matanya. Gerakan sadar bisa direncanakan dan spontan. Anak berpikir apakah dia akan
mengambil mainan di ujung ruang, berjalan, dan mungkin selanjutnya secara spontan
dia akan lari.
Sebagian besar gerakan anak berirama. Ketika bayi, irama biasanya tidak
disadari. Saat anak bertumbuh, dia mulai membuat gerakan tubuhnya berirama
sebagai respon terhadap bunyi musik yang keras. Gerakan bermain memegang
peranan penting dalam penguasaan dari konsep musik oleh anak. Dia menggunakan
seluruh tubuhnya untuk mengeksplor dan mengekspresikan perubahan-perubahan
dalam tempo, dinamika, atau pitch atau mengekspresikan semangat dalam menyanyi.
Kita mengamati bahwa pada masa kanak-kanak awal, gerakan merupakan
kesenangan yang besar bagi anak. Mereka selalu ingin bebas bergerak, dari mulai
wajah gembira, tertawa selalu mengiringi respon fisik anak secara spontan.
Perpindahan dari gerakan anak menuju ke konsep musik dapat terjadi secara alami dan
menyenangkan bagi anak yang menyukai musik.
(3) Menyanyi
Semua anak suka menyanyi. Mereka mulai membuat bunyi pada bulan
pertama. Bayi umumnya menggumam, mengoceh atau mengeluarkan bunyi-bunyian
lain untuk menirukan suara-suara yang didengar di lingkungannya. Makin besar usia
anak, maka bunyi-bunyian itu menjadi semakin jelas dan berwujud menjadi ucapan,
nyanyian, chanting, dan sebagainya. Chanting merupakan bunyi yang ditimbulkan anak
antara berbicara dan bernyanyi.
Anak akan mengembangkan chant secara spontan ke dalam lagu yang kreatif
seiring pengan pertambahan ketrampilan mendengarkan dan kosa katanya. Pada saat
87
yang sama, anak akan meningkatkan ketrampilan vokalnya ke dalam lagu-lagu yang
didengar dari atau teman. Semakin anak dapat mengontrol suaranya, dia akan
menyanyi dengan melody yang lebih baik, juga interval dan iramanya.
tidak
dapat
terlalu
menekankan
pentingnya
menyanyi
bagi
anak.
Mendengarkan nyanyian yang bagus merupakan faktor yang paling penting dalam
perkembangan dan kemampuan vokal. Banyak lagu yang beragam membantu anak
memusatkan perhatian terhadap sesuatu, meningkatkan kesenangan, dan merangsang
partisipasi. Yang terpenting, anak senang dan bisa menyanyi merupakan kunci
pertumbuhan anak dalam hal musik. Perlu diingat bahwa nyanyian tradisional juga
perlu tetap diajarkan kepada anak, dengan demikian anak tetap melestarikan lagu
daerah masing-masing yang merupakan kekayaan budaya bangsa dan tidak boleh
ditinggalkan. Anak bisa diminta untuk menyanyikan lagu-lagu tradisional, kemudian
direkam. Satu anak menyanyikan satu lagu, sehingga terkumpul beberapa lagu dengan
penyanyi yang berbeda-beda. Suatu saat kaset tersebut diperdengarkan kembali dan
anak dapat belajar untuk mengidentifikasi suara siapa yang menyanyikan lagu itu.
Apabila dana memungkinkan, maka kaset atau CD tersebut dapat digandakan dan
dibagikan kepada masing-masing anak.
(4) Bermain
Anak harus memiliki kesempatan untuk mendengarkan dan menghasilkan
berbagai bunyi-bunyian, misalnya suara besar, suara kecil, dan suara keheningan. Anak
memang tidak harus menggunakan alat musik untuk mengenalkan konsep musik,
cukup dengan memperhatikan lingkungan sehari-hari yang penuh dengan bunyibunyian unik dan menarik. Anakperlu mengeksplor bunyi-bunyian tersebut sambil dia
mengeksplor dunia di sekelilingnya. Tetesan air, sobekan kertas, patahnya kuku,
sendok yang beradu dan masih banyak lagi bunyi-bunyian yang dapat ditimbulkan dari
lingkungan sekitar yang akan mempertajam
kesadaran anak dan memperkaya
pengalaman anak dalam kehidupan sehari-hari.
Tersedianya alat-alat musik memberikan kesempatan pada anak
untuk
membuat sendiri musik-musik yang mereka senangi. Alat-alat musik dengan nada-nada
88
yang tidak sumbang menolong anak mengenali ketepatan nada. Dengan alat musik
yang sesuai dengan usia anak, anak dapat belajar secara sederhana baik secara individu
maupun kelompok. Khususnya bagi anak-anak yang memiliki kecerdasan musikal,maka
kesempatan untuk bermain dengan alat-alat musik akan mengembangkan potensi
anak dalam bidang musik.
(5) Menciptakan
Kreatifitas sebagai suatu proses alami perlu dikembangkan dengan baik. Ketika
kreatifitas ini berkembang, anak perlu kosa kata dasar dari pengalaman dan
ketrampilan musik sehingga anak dapat mengekspresikan ide-idenya melalui kata-kata
yang dapat disampaikannya ke dalam gerakan dan musik. perlu memberikan peluang
dan dukungan sehingga anak mampu bereksplorasi dan menemukan sesuatu lebih
jauh.
Ada beberapa macam mencipta :
a. Mencipta melalui mendengarkan aktif
b. Mencipta melalui gerakan
c. Mencipta melalui menyanyi
d. Mencipta melalui bermain
c) Pembelajaran Musik
Semua pengalaman akan terbawa ke dalam pembelajaran, mulai dari
pengalaman irama yang sederhana dari mulai diayun-ayun menjelang tidur sampai pada
permainan irama yang lebih menantang saat menyanyi. Ketika pengalaman musik dikaitkan
dengan rentang perkembangan, pembelajaran diperoleh tanpa kesulitan. Ketika konsep
diinternalisasi dan diintegrasikan oleh anak, dia akan tumbuh dalam kemampuan untuk
menginterpretasikan dan menciptakan. Kepuasan dan kesenangan diperolehnya dari ekspresi
musik spontan sebelumnya yang diperluas penggunaannya secara sadar. Area-area
pembelajaran musik yang penting adalah :
(1) Rhytm
89
Di dalam konteks musik, rhytm adalah semua kata yang kita gunakan untuk
melukiskan dasar waktu atau komponen tempo dari musik : beat, meter, durasi suara, pola
rhytm, dan tempo. Dalam hal ini, rhytm adalah unsur-unsur yang terorganisasi yang
membuat musik keluar dari bunyi nadanya.
Di dalam konteks yang lebih luas, kita menyadari arti lain tentang dasar rhytm dari
manusia : detak jantung, bernafas, berjalan, berlari, pola bicara, tidur dan bangun, dan
lainnya. Di dalam lingkungan sehari-hari, kita mengamati perubahan musim, siang dan
malam, perubahan bentuk bulan, pasang surut air laut. Rhtym merupakan dasar dari alam
semesta dan kehidupan kita sehari-hari dan mengaitkan kita dengan karya seni. Anak usia
dini mulai mengembangkan pemahaman dan penguasaan terhadap musik melalui
penguasaan akan ritmik.
Kepribadian seseorang ada kaitannya dengan rhtym. Orang dewasa dapat belajar
mengendalikan rhytm, misalnya dengan menarik nafas, yoga, dan sebagainya. Dengan
ketenangan, biasanya akan diikuti dengan tempo yang lambat, dinamika yang lembut. Hal
tersebut merupakan suatu hal yang alamiah. Anak usia dini dapat dilatih belajar rhtym
dengan bermain dalam kelompok kecil. Misalnya : menjadikan rhtym sebagai identitas
kelompok. Jika memanggil kelompok A, maka kelompok A harus menjawab dengan
memainkan rhytm yang menjadi identitas kelompok mereka.
(2) Melody dan Harmoni
Melody bisa diartikan sebagai urutan dari nada yang dirubah atau diulang. Suara
manusia menghasilkan melodi. Harmoni adalah suatu urutan dari satu atau lebih nadanada yang dirubah atau diulang, yang ditambahkan ke dalam garis melodi yang menonjol
untuk memperkaya dan melengkapinya. Biasanya dua atau lebih bunyi musik dihasilkan
secara bersama-sama untuk menghasilkan harmoni. Jadi, harmoni akan menyertai melodi.
Anak usia dini masih kesulitan untuk memahami konsep harmoni. Anak hanya
merespon harmoni dengan bergerak, menyanyi dan bermain dengan beberapa tingkat
pembedaan pendengaran dan kreatifitas. Anak menikmati musik yang bagus dan dengan
bimbingan, anak dapat menggunakan instrumen musik. Dalam permainan ensambel musik
90
untuk anak yang lebih besar, akan dapat dinikmati suara berbagai alat musik yang
dimainkan secara harmonis.
Musik dan matematika biasanya berhubungan. Jika anak mengetahui pola di musik,
maka mereka akan mudah menemukan pola-pola yang ada di matematika. Maka tidak
terlalu salah adanya pandangan bahwa anak yang pandai di bidang musik, biasanya
menonjol di sekolah.
(3) Timbre
Timbre merupakan kualitas suara yang unik yang dihasilkan oleh alat musik atau
suara yang berbeda-beda. Setiap anak memiliki timbre sesuai dengan ciri khas masingmasing. Dalam permainan anak yang matanya ditutup dengan saputangan, anak dapat
dengan mudah mengenali nama temannya hanya dari timbre yang dihasilkan oleh suara
teman tersebut. Anak juga dapat belajar mengenal timbre dari benda-benda dengan
meminta anak mengambil barang apa saja yang ada di sekitar mereka, kemudian mereka
membunyikannya. Bunyi-bunyian yang memiliki timbre hampir sama, berkumpul menjadi
satu kelompok. bisa meminta anak menirukan rhytm yang dibunyikannya, mulai dari
sederhana sampai kompleks. Setelah itu satu persatu kelompok bunyi yang sama
dihentikan sampai akhirnya berhenti semua.
(4) Dinamika
Dinamika merupakan tingkat kekerasan dan kelembutan suara atau alat musik yang
dimainkan. Anak usia dini dapat dilatih menyanyi atau memainkan alat musik dengan
memperhatikan faktor dinamika ini. Misalnya mengangkat tangannya ke atas, maka anakanak menyanyi dengan suara keras, jika menurunkan tangannya, suara anak semakin
pelan, demikian terus menerus.
Dinamika berbeda dengan tempo. Jika dinamika
menekankan faktor keras – lembut, tempo lebih menekankan pada faktor cepat – lambat.
d) Peranan Pendidik dalam Pembelajaran Musik
91
Peranan pendidik dalam pembelajaran musik cukup dominan. Beberapa peranan
pendidik adalah :
(1) Menghargai kreatifitas setiap anak.
Anak memiliki kreatifitas dengan cara masing-masing. Karena itu anak tidak boleh
disalahkan dalam proses kreasinya.
(2) Sebagai ahli seni, harus dapat menghargai seni dan membantu anak menggali
sumber seni bagi anak. Mungkin suatu benda bagi orang lain tidak berguna, tetapi
bagi kita bisa menjadi sesuatu yang berguna untuk karya seni.
(3) Berpartisipasi dalam kegiatan seni. tidak bisa hanya memperdengarkan musik
sementara anak-anak berkarya, tetapi anak merasakan suasana yang berbeda
ketika juga ikut bekerja bersama anak.
(4) Pendidik sebagai pengamat dalam kegiatan seni. Banyak yang bisa diamati ketika
kegiatan seni berlangsung, misalnya sosial emosinya, imajinasinya, empatinya,
intelektualnya, dan sebagainya.
(5) Pendidik
sebagai pencatat.
perlu mencatat kemajuan setiap anak, bukan
membandingkan dengan yang lain.
(6) Pendidik mengevaluasi proses dan hasil karya anak. Di akhir semester bisa dilihat
apakah murid bisa menyanyi dengan dinamika, tempo, menciptakan lagu,
mengeksplor media yang berbeda-beda, dan sebagainya.
e) Merencanakan Pembelajaran Musik
Berikut ini beberapa petunjuk yang dapat dipakai dalam menyusun rencana
pembelajaran musik untuk anak usia dini :
1. Usia anak
Musik dan gerak yang diajarkan harus memperhatikan usia perkembangan anak.
Lagu-lagu yang terlalu sulit tidak tepat diberikan pada anak usia dini.
2. Tempat yang aman dan nyaman dengan luas ruang yang cukup sehingga anak dapat
bergerak dengan bebas.
92
3. Lama kegiatan
-
Anak usia 2-3 tahun : 10-20 menit
-
Anak usia 4-6 tahun : 20-40 menit
Jika anak bertambah besar, misalnya di semester II tentunya waktu dapat
disesuaikan dengan kebutuhan anak. Berikan waktu untuk break/istirahat sejenak
jika akan berpindah dari satu sesi ke sesi berikutnya. Juga jika waktu bermain telah
selesai, perlu memberi tanda sehingga anak mengetahui bahwa harus segera
mengakhiri atau berpindah ke kegiatan yang lain.
4. Menetapkan peraturan bermain
Peraturan perlu ditetapkan dengan jelas agar anak tidak bermain dengan
semaunya. Dalam menetapkan peraturan perlu menggunakan bahasa dan perintah
yang jelas sehingga anak memahami. Berikan pula contoh-contoh yang nyata.
5. Selalu mendorong keterlibatan anak secara aktif dan kreatif
Dalam menentukan tujuan, pendidik perlu mempertimbangkan pengalaman
anak sebelumnya, sehingga ketika masuk dalam kegiatan, anak telah memiliki sedikit
gambaran. Sasaran yang hendak dicapai jangan terlalu banyak, cukup 1 atau 2 sasaran saja.
Jika terlalu banyak, dikhawatirkan justru tidak akan tercapai. Sasaran tersebut harus berkaitan
dengan konsep musik / ketrampilan musik dengan kata-kata yang mengekspresikan perasaan,
isal ya a ak dapat
e ya yika lagu de ga keras atau le but, bertepuk ta ga sesuai
ira a, da sebagai ya.
Pembelajaran seni bagi anak dapat diberikan dalam bentuk kreatifitas seni dan kreatifitas
musik. Pembelajaran kreatifitas seni dan musik perlu direncanakan dengan baik dan diberikan
sesuai dengan tingkat usia anak. Jika pembelajaran dikelola dengan baik, maka anak akan
mendapatkan kualitas pembelajaran yang baik pula.
Ada perbedaan yang menonjol antara kreatifitas seni dan musik. Di dalam kreatifitas seni
mementingkan pra aktivitas yaitu perencanaan bahan dengan matang. Sedangkan dalam
kreatifitas musik dapat dilakukan di tengah-tengah kegiatan itu sendiri. Pembelajaran musik
lebih berpusat pada pendidik , sedangkan seni lebih memusatkan pada anak. Jadi di dalam
93
kegiatan seni, persiapan sebelum kegiatan memegang peranan penting, tetapi dalam proses
anak yang lebih dominan.
Stimulasi kreatifitas yang diberikan kepada anak usia dini perlu disesuaikan dengan
kondisi lingkungan dan anak. Pendidik perlu pandai mengelola dan memanfaatkan lingkungan
di sekitar anak sehingga menjadi media pembelajaran yang efektif yang dapat
mengembangkan seluruh potensi anak.
7. PERKEMBANGAN FISIK ANAK USIA DINI
Perkembangan fisik mencakup keterampilan motorik kasar (otot besar) dan motorik
halus (otot kecil). Perkembangan fisik seringkali diartikan akan terjadi dengan sendirinya tanpa
perlu dukungan dari lingkungan. Perkiraan ini tidak hanya keliru tetapii juga perlu diingat
bahwa perkembangan fisik sama pentingnya sebagaimana aspek perkembangan lainnya untuk
dipelajari.
Seiring dengan perkembangan fisik seorang anak yang semakin baik dengan dapat
melakukan banyak tugas-tugas atau tanggungjawab yang dapat dilakukannya sendiri, seperti:
mengenakan pakaian sendiri, mengenakan sepatu dll maka anak juga akan mengembangkan
sosial emosional yaitu rasa percaya diri. Pada gilirannya, semakin mereka ingin mencoba halhal baru dan hal tersebut akan mempengaruhi aspek-aspek perkembangan lainnya.
Keuntungan lain dari perkembangan fisik, sebagaimana yang dikemukakan pada
laporan kesehatan, bahwa perkembangan fisik memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap kesehatan seseorang. Perkembangan fisik diusia dini membantu prestasi akademis
anak, kesehatan secara umum, harga diri, pengelolaan stress dan perkembangan sosial.
Penelitian otak juga menjelaskan bahwa anak-anak yang beraktivitas akan memperkuat jalinan
sel-sel syarafnya.
Beberapa pembahasan dalam perkembangan fisik antara lain adalah : Perubahan
dalam ukuran badan, Perubahan bentuk badan, Perubahan Otot, Pertumbuhan Tulang,
Penambahan Kemampuan Motorik Kasar, Pengaruh Hormon dalam Perkembangan Fisik,
94
Pertumbuhan fisik yang tidak sesuai, Perbedaan jenis kelamin dalam perkembangan motorik
kasar.
1) Perubahan Fisik Anak Usia Dini
Sejak lahir anak mulai mengalami perkembangan fisik yang pesat. Perubahanperubahan yang terjadi antara lain :
a. Perubahan Ukuran Badan
Tanda-tanda yang paling terlihat pada pertumbuhan fisik adalah perubahan bentuk
tubuh anak. Sewaktu bayi perubahan terjadi sangat cepat dibandingkan dengan waktu lain
setelah kelahiran. Diakhir tahun pertama, tinggi bayi meningkat 50% dibanding saat baru lahir,
sedangkan diusia 2 tahun peningkatanya mencapai 75%. Dari segi beratnya menunjukan
peningkatan yang serupa. Saat usia 5 bulan, beratnya mencapai dua kali lipat, diusia 1 tahun
mencapai tiga kali lipat dan usia 2 tahun mencapai 4 kali lipat. Semakin bertambahnya usia,
pertumbuhan tersebut akan semakin lambat kecepatannya.
b. Perubahan Bentuk Badan
Sesuai dengan peningkatan ukuran tubuh anak secara keseluruhan, tiap bagian tubuh
juga tumbuh dengan ukuran yang berbeda. Pada saat dalam kandungan, kepala janin
berkembang lebih dahulu kemudian baru diikuti bagian tubuh. Setelah lahir, kepala dan dada
terus bertumbuh tetapi badan dan kaki menyusul kemudian.
Pada masa pubertas, proses pertumbuhan fisik bayi tidak berurutan (ex. Pertama
tangan kemudian kaki). Itulah sebabnya bentuk fisik bayi tidak proposional-kaki dan tangannya
terlihat lebih panjang atau besar.
c. Perubahan Otot
Berat tubuh/lemak tubuh meningkat pada 2 minggu terakhir dalam tahap kehidupan
janin dalam kandungan dan berlanjut setelah kelahiran hingga mencapai puncaknya diusia 9
bulan. Lemak tubuh pada bayi akan membantu menjaga suhu badan bayi tersebut. Pada tahun
kedua tubuh anak lebih kelihatan kurus, kecendrungan tersebut berlanjut sampai pada masa
pertengahan usia dini (Fomon & Nelson, 2002).
Pada saat lahir, bayi perempuan memiliki badan yang lebih gemuk daripada bayi lakilaki. Perubahan ini terus bertahan sampai usia sekolah. Pada usia anak sekitar 8 tahun, anak
95
perempuan mulai bertambah lemak pada bagian lengan, kaki, badan dan keadaan ini berlanjut
hingga masa pubertas. Namun sebaliknya pada anak laki-laki, jumlah lemak ditempat-tempat
tersebut akan berkurang (Siervogel et al; 2000). Lambat laun otot akan bertambah pada masa
bayi dan kanak-kanak kemudian meningkat secara tajam pada saat remaja. Pada masa
pubertas, otot anak laki-laki berkembang lebih cepat 150% dibanding anak perempuan.
Demikian juga dengan jumlah sel darah merah dan kemampuan oksigen dari paru-paru ke
oksigen lebih banyak jumlahnya pada anak laki-laki. Bersamaan dengan itu, anak laki-laki akan
memperoleh otot yang lebih kuat daripada anak perempuan. Perbedaan tersebut memberikan
kontribusi bahwa penampilan anak laki-laki lebih atletis diwaktu usia remaja.
d. Pertumbuhan Tulang
Anak-anak pada usia yang sama akan berbeda dalam pertumbuhan fisiknya. Cara
terbaik untuk memperkirakan kematangan fisik anak adalah dengan menggunakan umur
tulang, dengan mengukur perkembangan dari tulang badan. Seiring penambahan usia, bentuk
badan akan kelihatan lebih kurus sampai usia remaja. Dalam usia pertumbuhan, anak
perempuan lebih cepat perkembangannya daripada anak laki-laki, serta kematangan fisiknya
lebih cepat dari anak laki-laki dan itu mempengaruhi keberadaan mereka dilingkungan.
e. Penambahan Kemampuan Motorik Kasar
Perubahan ukuran, bentuk dan kekuatan otot mendukung perubahan besar pada
kemampuan motorik kasarnya. Ketika tubuh bergerak maka akan tertumpu pada tubuh bagian
bawah. Sebagai hasilnya, keseimbangan meningkat secara drastis yang membuka jalan untuk
perkembangan otot.
96
Diusia 2 tahun, cara berjalan anak menjadi lancar dan sudah memiliki irama langkah.
Keadaan tersebut membuat anak lebih aman untuk bermain diluar. Diusia ini anak sudah dapat
mulai berlari dan melompat. Pada usia antara 3 – 6 tahun, anak sudah mulai meloncat dan
berlari kencang serta melompat-lompat dengan berirama. Pada akhirnya anak akan dapat
mengkombinasikan kemampuan gerakan diatas dan bawah dengan lebih efektif. Sebagai
contoh: anak usia 3 tahun sudah dapat melempar sebuah bola dengan tegas. Diusia 4-5 tahun,
anak dalam bermain sudah melibatkan bahu, hanya menggunakan badan saja tanpa ikut
menggerakan tangan dan kaki dengan lancar dan fleksibel.
Selama usia sekolah, peningkatan keseimbangan, kekuatan dan kelincahan dalam hal
berlari, meloncat, melompat dan kemapuan memainkan bola akan lebih meningkat dan
matang.
f. Pengaruh Hormon dalam Perkembangan Fisik
Hormon yang sangat penting bagi pertumbuhan manusia ada dalam Pituitary Gland
(Kelenjar pituitari) yang letaknya sangat dekat sekali dengan Hypothalamus dalam otak.
Pertumbuhan hormon adalah satu-satunya kelenjar lendir yang diproduksi secara terus
menerus seumur hidup. Ini berpengaruh pada perkembangan semua sel didalam tubuh,
kecuali sistem susunan syaraf pusat dan kelamin.
Bersamaan dengan hypothalamus dan kelenjar pituitari mendorong kelenjar tyroid (di
leher) untuk melepas Thyroxine yang penting bagi perkembangan otak dan perkembangan
hormon dalam mempengaruhi ukuran badan.
97
g. Pertumbuhan Fisik yang Tidak Seimbang
Sistem dalam tubuh berbeda sesuai dengan keunikannya, secara perlahan akan
membuat suatu sistem dalam pertumbuhannya. Pertumbuhan fisik sangat dipengaruhi oleh
penyerapan gizi yang baik, sedangkan penyerapan gizi didalam tubuh sangat dipengaruhi oleh
sistem kelenjar getah bening yang diproduksi oleh tubuh. Seperti kita ketahui bahwa kelenjar
getah bening ini tumbuh dengan sangat pesat pada masa bayi dan masa usia dini, kemudian
jumlah pertumbuhannya berkurang diusia remaja. Sistem kelenjar getah bening ini juga
membantu melawan infeksi, dengan demikian juga akan membantu menjaga daya tahan
tubuh.
1) Perkembangan Fisik Anak Usia Dini
a. Perkembangan Fisik meliputi :
98
(1) Perkembangan motorik kasar
Motorik
kasar
anak
akan
berkembang
sesuai
dengan
usianya
(age
appropriateness). Orang dewasa tidak perlu melakukan bantuan terhadap kekuatan otot
besar anak. Jika anak telah matang, maka dengan sendirinya anak akan melakukan gerakan
yang sudah waktunya untuk dilakukan. Misalnya : seorang anak usia 6 bulan belum siap
duduk sendiri, maka orang dewasa tidak perlu memaksakan dia duduk di sebuah kursi.
Gerakan motorik kasar untuk anak : (a) Merayap; (b) Merangkak; (c) Berdiri;(d)
Memanjat; (e) Berjalan; (f) Berlari; (g) Menendang; (h) Menangkap; (i) Melompat; (j)
Meluncur;(k) Lompat tali
Merayap
Merangkak
Meluncur
Berjalan menurun
(2) Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendukung motorik kasar anak
misalnya : (a) Berjalan dengan berbagai gerakan; (b) Mencari jejak; (c) Berjalan seperti
binatang; (d) Berjalan naik turun tangga; (e) Berbaris, melangkah, berjinjit, berjalan
seperti gerakan kuda lari; (f) Berlari seperti pecutan kuda; (g) Berjalan di tempat; (h)
99
Lompatan kanguru; (I) Melompat dengan trampoline kecil; (j) Melompat seperti katak;
(k) Berjalan dengan papan titian maju, mundur, ke samping, membawa benda; (l)
Mengambil
dan
meletakkan
kepingan
dari
dan
ke
mangkuk;
(m)
Membungkuk/mengumpulkan makanan; (n) Bermain terowongan; (0) Bermain kursi
ditutup selimut; (p) Menginjak alas dengan berbagai bahan seperti kartun /plastic
bekas telur, kain perca, potongan gelas aqua, sabut kelapa. dsb); (q) Melemparkan
barang-barang ke mulut harimau; (r) Kursi bermusik; (s) Bermain dengan aturan dll.
(2) Perkembangan motorik halus.
Motorik halus mengembangkan kemampuan anak dalam menggunakan jarijarinya, khususnya ibu jari dan jari telunjuk. Kemampuan motorik halus ada bermacammacam, yaitu ;
(a) Menggenggam (grasping)
1) Palmer grasping
Anak menggenggam sesuatu benda dengan menggunakan telapak tangannya.
Biasanya usia anak di bawah 1.5 tahun lebih cenderung menggunakan genggaman
ini. Anak merasa lebih mudah dan sederhana dengan memegang benda
menggunakan telapak tangan. Kadang kita bisa mengamati anak memungut kismis
, tetapi kemudian sering diacak-acak memakai telapak tangan. Karena motorik
halus yang belum berkembang dengan baik, maka anak perlu mendapatkan alatalat yang lebih besar untuk melatih motorik halusnya. Jangan memberi crayon /
kuas yang kecil pada anak usia 1,5-2 tahun, tetapi gunakan yang lebih besar.
Demikian pula jika memberikan piring, gunakan piring yang lebih cekung dan
sendok yang lebih panjang dan kecil, sehingga ketika anak mengambil sesuatu dari
piringnya, ada penahan pada dinding piring.
2) Menjimpit (Pincer grasping)
Perkembangan motorik halus yang semakin baik akan menolong anak untuk dapat
memegang tidak dengan telapak tangan, tetapi dapat menggunakan jari-jarinya.
100
Ketika anak sedang makan, maka cara memegang sendoknya pun akan lebih baik,
menyerupai cara orang dewasa memegang.
Salah satu contoh adalah saat anak mencoret Anak senang mencoret-coret (markmakings) menggunakan beberapa alat tulis seperti crayon, spidol kecil, spidol
besar, pensil warna, kuas, dsb. Coretan ini akan makin bermakna seiring dengan
perkembangan kemampuan motorik halus dan kognisi anak.
(Kegiatan Menjimpit)
(b) Koordinasi tangan mata
Koordinasi mata tangan memiliki 2 aspek yaitu

Kemampuan menolong diri sendiri (self help skill)
101
Kemampuan untuk menolong diri sendiri misalnya : mencuci tangan, menyisir

rambut, menggosok gigi, memakai pakaian, makan dan minum sendiri, dsb
Kemampuan untuk pembelajaran
Koordinasi tangan dan mata anak dapat dilatih dengan banyak melakukan aktivitas
misalnya: membuka bungkus permen, membawa gelas berisi air tanpa tumpah,
membawa bola di atas piring tanpa jatuh, mengupas buah, bermain playdough,
meronce, menganyam, menjahit, melipat, menggunting, mewarna, menggambar
dan menulis, menumpuk mainan, dsb
(Kegiatan yang menggunakan koordinasi Mata dan Tangan)
(Kegiatan yang membutuhkan koordinasi Mata dan Tangan)
Setiap gerakan yang dilakukan anak akan melibatkan koordinasi tangan dan mata juga
gerakan motorik kasar dan halus. Makin banyak gerakan yang dilakukan anak, maka makin
102
banyak pula koordinasi yang diperlukannya. Karena itu, anak perlu mendapatkan banyak
kegiatan yang menunjang motorik kasar dan halus anak, yang tentunya dirancang dengan baik
seduai dengan usia perkembangan anak.
8. KESEHATAN DAN GIZI
a. Pengertian Sehat dan Penyelenggaraan Kesehatan Anak Usia Dini
Sehat itu tidak sama dengan tidak sakit, sehat dalam arti mencakup sehat badan/fisik/
jasmani, sehat pikiran, jiwa, dan produktif secara sosial dan ekonomis.
Sehat menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 1 ayat
1) :
Kesehata adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap ora g hidup produktif se ara sosial da eko o is .
Menurut WHO / World Health Organization (WHO) :
Health is a state of o plete physi al,
abse e of disease or i fir ity.
e tal a d so ial well bei g a d ot merely the
(Kesehatan adalah keadaan yang komplit fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari
penyakit dan kelemahan).
Batasan tersebut, apa yang dimaksud dengan sehat atau kesehatan tercakup:
1) Keadaan sehat badan / fisik / jasmani adalah fisik yang tidak sakit / bebas dari penyakit,
tidak cacat dan tidak lemah. Semua organ tubuh dalam keadaan dan berfungsi normal
/ tidak ada gangguan fungsi organ tubuh.
2) Keadaan jiwa sehat paling tidak mencakup 3 aspek :
(a) Pikiran sehat yaitu yang dicerminkan oleh cara berpikir yang positif, masuk akal
(logis), dan runtut (alur yang teratur).
(b) Emosi sehat yaitu yang dicerminkan oleh kemampuan untuk mengekpresikan
perasaan gembira dan bersyukur apabila mendapat rezki dan terhindar dari
musibah; bersedih dan kecewa apabila mendapat musibah atau tak mendapatkan
103
sesuatu yang diharapkan, serta mampu bangkit untuk berusaha memperbaiki;
mengekpresikan rasa takut, kawatir dan lain sebagainya.
(c) Spiritual sehat yaitu memiliki keyakinan adanya kekuasaan dan kekuatan Tuhan,
dan selalu berupaya melaksanakan amal ibadah serta melaksanakan perintahnya.
3) Dalam arti sosial, mampu berinteraksi atau berhubungan / berkomunikasi dengan
individu lain, anggota keluarga, kelompok dan masyarakat saling menghargai dan
bertoleransi dalam batas-batas tertentu.
4) Dalam arti ekonomis, memiliki kegiatan yang produktif menghasilkan sesuatu yang
bernilai dan perihal penghematan sampai kepada menghasilkan nilai tambah.
Keempat aspek tersebut yaitu fisik, mental, sosial dan ekonomi menunjukkan bahwa
kesehatan besifat holistik dan komprehensif dan sebagai landasan memberikan pelayanan,
pendidikan dan pola pengasuhan pada anak usia dini yang mencakup aspek pertumbuhan dan
perkembangan anak, sesuai dengan pasal 17 ayat (1) : Kesehata a ak disele ggaraka u tuk
ewujudka pertu buha da perke ba ga a ak .
b. Penyelenggaraan Kesehatan Anak Usia Dini
Kesehatan masyarakat (Winslow, 1920) adalah : ilmu dan seni dalam (1) mencegah
penyakit, (2) memperpanjang hidup manusia dan (3) mempertinggi derajat kesehatan serta
effisiensi, melalui usaha-usaha masyarakat yang terorganisir untuk :
1) Perbaikan sanitasi lingkungan,
2) Pemberantasan penyakit-penyakit menular,
3) Pendidikan untuk kebersihan perorangan,
4) Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini
dan pengobatan.
5) Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan
hidup yang layak untuk memelihara kesehatannya,
Pendidikan dan pengasuhan kesehatan terhadap anak usia dini merupakan bagian dari
usaha kesehatan masyarakat dengan sasaran yang spesifik yaitu anak usia 0 – 6 tahun. Oleh
karena itu pendidikan dan pengasuhan anak usia dini di bidang kesehatan merupakan
tanggung jawab semua pihak. Peningkatan dan kerjasama dilakukan antara orang tua/keluarga
104
dan masyarakat termasuk organisasi kemasyarakatan dan pemerintah (pendidikan, kesehatan
dan sektor lainnya).
c. Determinan Derajat Kesehatan, Penyakit Dan Pencegahannya
Derajat kesehatan diipengaruhi oleh 4 faktor determinan (dengan urutan dari yang
paling besar ke yang kecil pengaruhnya (menurut Hendrik L. Blum, 1974) yaitu : (1) Lingkungan;
(2) Perilaku; (3) Pelayanan Kesehatan; (4) Keturunan. Masyarakat disadarkan bahwa faktor
yang berpengaruh terhadap kesehatan tidak hanya faktor pelayanan kesehatan saja, tetapi
lingkungan merupakan pengaruh terbesar dalam mewujudkan derajat kesehatan, kemudian
perilaku merupakan faktor terbesar kedua, selanjutnya faktor pelayanan kesehatan dan faktor
keturunan.
GENETI
KA
LINGKUNGAN
DERAJAT
KESEHATAN
PELAYANAN
KESEHATAN
PERILAKU
Sumber : Hendrik L BLUM, Planning for Health, Development and Aplication of Social
Change Theory (New York : Human Sciences Press, 1974), p. 3.
Gambar 1 : Faktor Determinan Derajat Kesehatan
(a) Faktor Lingkungan
Interaksi antara anak dan lingkungan sudah mulai sejak bayi berada dalam kandugan ibu.
Bahkan sejak fertilisasi yaitu saat sperma suami membuahi sel telur isteri, menjadi satu sel,
dan perkembangan yang cepat (exponential growth) dalam kandungan. Pertumbuhan dan
perkembagan sejak fertilisasi sampai kepada saat kelahiran, dikatakan tahap pasif. Tahap sejak
lahir merupakan pertumbuhan dan perkembangan yang aktif. Dikatakan aktif karena
105
mencakup pengalaman dalam interaksi membentuk menjadi individu yang tumbuh dan
berkembang menjadi seorang individu yang sadar akan eksistensinya.
Faktor lingkungan sebelum lahir (prenatal)
Faktor lingkungan sebelum lahir adalah kondisi ibu pada waktu hamil. Kondisi kesehatan
ibu sangat menentukan. Ibu yang mengalami gizi kurang sering melahirkan bayi BBLR,
hambatan petumbuhan otak dan rentan terhadap infeksi penyakit.
Faktor lingkungan setelah lahir
Lingkungan sebagai ruang hidup dan sumber kehidupan yang bisamenjadi faktor positif
dan faktor negatif (risiko). Faktor positif memberikan peningkatan kualitas hidup, faktor
risiko sebagai media gangguan dan sumber penyakit.
(b) Perilaku
Yang dimaksud dengan perilaku adalah sikap, tindakan dan persepsi ibu/orang tua
terhadap semasa hamil dan terhadap anak usia dini, bagaimana perilaku ibu terhadap
pemberian ASI, rasa kasih terhadap anak dan lain sebagainya memiliki pengaruh besar
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.
(c) Pelayanan Kesehatan
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan
prenatal dan ante natal. Prenatal merupakan pelayaan sebelum bayi lahir yang ditujukan
kepada pelayanan ibu hamil. Pada ante natal pelayanan kesehatan dasar diberikan kepada
kesehatan anak sejak lahir di antaranya pemberian imunisasi, pemanrtauan petumbuhan dan
pemerkembangan serta pemeriksanaan kesehatan dan pengobatan ketika sakit. Ketersedian
dan fungsi pelayanan kesehatan, akses dan kerjasama dengan unit pelayanan kesehatan
adalah penting.
(d) Genetika
Yang dimaksud dengan faktor-faktor yang dibawa akibat keturunan baik faktor bawaan
yang normal maupun yang patologik. Setiap anak dilahirkan dengan faktor bawaan yang
106
masing-masing unik. Hidung mancung, raut muka lonjong/bulat, mata jeli dsb dibawa sejak
lahir. Demikian juga dengan gizi lebih, orang tua yang bergizi lebih memiliki anak cenderung
bergizi lebih. Oleh karena itu faktor-faktor genetika merupakan salah satu perhatian dan hal
yang dicermati dalam melakukan pendidikan dan pemeliharaan kesehatan dan gizi kepada
anak usia dini. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tumbuh dan kembang anak tersebut
sering juga disebut lingkungan bio-fisiko- psiko-sosial.
d. Riwayat Alamiah Timbulnya Penyakit
Anak usia dini sangat rentan terhadap penyakit. Untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan kesehatan perlu dipahami riwayat alamiah perjalanan penyakit.
RIWAYAT ALAMIAH TIMBULNYA PENYAKIT
Interelasi faktor : Reaksi pejamu terhadap stimulus
agen, pejamu dan Phatogenesis dini  kerusakan dini  Penyakit Berlanjut
lingkungan 
STIMULUS
Fase sebelum
Fase selama sakit/Patogenesis
sakit/
Prepatogenesis
Promosi
Kesehatan
 Penyuluhan
Perlindungan Spesifik
kesehatan
 Imunisasi
Diagnosis dini Pembatasan
Rehabilitasi
 Perbaikan gizi  Hygiene
dan
kecacatan
 Pembinaan
 Perseorang pengobatan
dan
an
tepat
pengawasan
 Sanitasi
 Pengobatan  Penyediaa
pertumbuhan  Lingkungan  Penemuan
penderita
yang
n fasilitas
dan
 Perlindung
 Mengatasi
tepat utuk
kesehatan
kepribadian
an
ketidak
menghentik
dan RS
 Perbaikan
Kecelakaan
mampuan
perumahan
an
 Penyuluha
 Perlindung
 Survei
 Rekreasi/ibur
n kepada
proses
an
skrining
an
masyaraka
tempat
penyakit an

Pemeriksaan
 Bimbinganper
t dan
kerja
keteraturan
Khusus
kawinan /sex
industri
 Perlindung  Pengobatan
nya.
 Perbaikan
an
dan
 Pencegahan
kondisi
107

lingkungan/ke
rja
Pemeriksanaa 
n kesehatyan
Berkala
dari
Karsinogen
Pengendali
an
pencemara
n dan
alergi
 Pencegahan
proses
 penyakit
lebih lanjut
 Pencegahan
 penyebaran
penyakit
 menular
 Pencegahan
 komplikasi
dan
 kecacatan
komplikasi
dan
kecacatan.
 Penyediaan
fasilitas
untuk
membatasa
n
ketidak
mampuan
dan
kematian
untuk
mengguna
kan dan
mengemba
ngakan
lembaga
rehabilitasi
.
 Mengemb
alikan ke
dalam
lingkunga
sosial
kemasyara
katan
Pencegahan
Pencegahan tigkat kedua
Pencegahan tingkat

tingkat Per
Ketiga 
Sumber : Hugh Rodman Leavell & E. Gurney Clark, Preventive Medicine for TheDoctor I His
Community : An Epidemiologic Approach (London : McGraw-Hill Book Company,
1965) p.21.
Gambar 2 : Aplikasi Pencegahan Peyakit
Terjadinya suatu peyakit, merupakan proses dari mulai sebelum masa sakit, sampai
kepada masa sakit. Proses tersebut berjalan terus menerus. Interaksi faktor-faktor agent, host
dan environment yang terjadi sebelum terjadi sakit disebut periode prepatogenesis. Setelah
interaksi terjadi dan terjadi sakit, perubahan bentuk dan fungsi jaringan dan sampai kepada
peyembuhan, karier, cacat atau meninggal disebut periode patogenesis. Untuk meningkatkan
dan mencegah terjadinya peyakit, sampai kepada penyembuhan dan mengurangi kecacatan
terdapat tiga tahap yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier
(Leavell & Clark, 1965).
Di dalam tiga tahap pencegahan tersebut ada lima tingkatan usaha yang dilakukan pada
masa sebelum sakit dan pada masa sakit. Pada sebelum masa sakit (1) meningkatkan nilai
kesehatan (heath promotion), (2) memberikan perlindunga khusus, dan pada masa sakit (3)
108
mengenal jenis penyakit tingkat awal serta memberikan pengobatan yang tepat dan segera,
(4) pembatasan kecacatan dan (5) rehabilitasi.
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah perkembangan penyakit
sebelum
penyakit itu terjadi. Pencegahan ini dilakukan pada prepatogenesis, yaitu dilakukan dengan
upaya peningkatan kesehatan serta memberikan perlindungan secara spesifik, dengan
imunisasi, sanitasi lingkungan dan pencegahan kecelakaan. Pencegahan primer dilakukan
terhadap anak usia dini dengan memberikan gizi yang baik, menjaga kebersihan
perseorangan/diri lingkungan yang bersih dan pemberian kekebalan melalui imunisasi.
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mendeteksdi secara dini dan mengobati penyakit
segera. Pencegahan tertier ditujukan untuk suatu penyakit yang dapat menyebabkan cacat
atau gejala sisa, agar supaya individu yang terkena dapat hidup dengan ketergantungan fisik
maupun nonfisik yang minimal. Pencegahan sekunder dan primer dilakukan oleh tenagatenaga kesehatan melalui unit-unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
e. Penyakit Tersering yang Terjadi Pada Anak Usia Dini
1) Diare
Diare merupakan salah satu penyakit pencernaan yang ditandai dengan berak-berak
cairan atau mencret, dengan atau tanpa darah dan muntah-muntah. Penyakit diare dapat
menimbulkan kurang cairan (dehidrasi). Untuk mengatasi dengan memberikan pemberian
cairan segera dengan memberikan minum yang biasa diminum dirumah, air teh, air matang,
kuah sayur bening setiap kali diare, dan atau memberikan oralit sampai diare berhenti.
Penyebab
: bakteri pathogen, Cara penularan : melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi bakteri pathogen, Cara pencegahan : minum air matang, cuci tangan pakai
sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar, buang air besar di WC.
2) Kecacingan
Penyebab : Cacing perut yaitu diantaranya cacing gelang, cacing cambuk da cacing
tambang. Ynag sering menjangkiti adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Cara penularan
: kecacingan ditularkan melalui telur cacing yang mengkontaminasi makanan dan atau
109
minuman, tanah yang terpegang dan masuk mulut. Cara pencegahan : menjaga kebersihan
perorangan, mandi 2 kali sehari, memotong dan membersihkan kuku, menjaga kebersihan
makanan dan minuman, buang air besar di WC, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan,
3) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit endemik di beberapa daerah, sering
menimbulkan/terjadi wabah.
Gejala-gejala Demam Berdarah yang harus diwaspadai :
(a) Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari.
(b) Dapat diikuti dengan timbulnya bintik-bintik merah pada kulit.
(c) Kadang-kadang disertai perdarahan pada hidung/mimisan,
(d) Mungkin terjadi muntah dan berak darah.
(e) Sering rasa nyeri di hulu hati.
(f) Bila sudah menjadi parah penderita gelisah, tangan dan kaki dingin dan berkeringat.
Penyebab : Virus dengue. Cara penularan : melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Cara
pencegahan : Demam Berdarah Dengue dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk Aedes aegypti dengan cara melakukan PSN.
4) Tuberkulosis
Penyakit ini terdapat pada daerah pemukiman yang padat, perumahan / rumah yang
kurang ventilasinya serta kurang kena sinar matahari. Penyebab : Mycobacterium tuberculosa,
Cara penularan: Penyakit ini disebarkan melalui pernafasan, bersin dan batuk. Cara
pencegahan: Dapat dicegah dengan imunisasi BCG dan perbaikan lingkungan rumah tempat
tinggal.
5) Flu Burung
Flu burung (Avian Influenza) adalah penyakit yang menyerang unggas dan babi. Tandatanda ayam terjangkit flu burung diantaranya adalah jengger berubah menjadi warna biru,
timbul borok dikaki, terjadi kematian mendadak. Penyebab : Virus avian influenza tipe H5N1.
Cara penularan : menular dari unggas ke uggas, dari unggas ke manusia.melalui air liur, lendir
dan kotoran unggas yang sakit. Flu burung juga dapat menular melalui udara yang tercemar
110
oleh virus H5N1 yang berasal dari kotoran unggas yang sakit. Penularan dari unggas ke manusia
terutama bila terjadi persinggungan langsung dengan unggas yang sakitt (yang terinfeksi flu
burung). Cara pencegahan : anak-anak tidak boleh memegang atau bermain dengan unggas.
Unggas harus dikandangkan. Bila anda mengalami gejala flu, pilek, demam yang disertai sesak
nafas setelah memegang unggas atau berada di lingkungan dimana terdapat unggas yang mati
mendadak. Menggunakan penutup hidung / mulut, sarung tangan dan sepatu / penutup kaki
ketika memegang unggas. Tidak mengusap tangan dan hidung dan mata setelah memegang
unggas. Setelah memegang unggas segera mencuci tangan dan membersihkan badan dengan
sabun. Memasak daging unggas dan telur sampai matang.
6) Difteri
Gejala awal penyakit ini adalah radang tenggorokan, hiilang nafsu makan, dan demam
ringan. Penyebab : Corynebacterium diphtheriae. Cara penularan : kontak langsung fisik dan
pernafasan. Pecegahannya dengan imunisasi .
7) Pertusis
Penyakit ini disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari, penyakit pada saluran
pernafasan. Penyebab : bakteri Bordetella pertusis. Cara penularan : drouplet infektion,
percikan ludah dari batuk dan bersin. Cara pencegahan : imunisasi
8) Tetanus
Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang tetapi melalui kotoran yang masuk ke
dalam luka yang dalam. Penyebab : Clostridium tetani. Pencegahan : imunisasi.
9) Campak
Tanda-tanda penyakit ini demam, batuk dan pilek, mata merah, timbul ruam / bercak
kemerahan pada muka dan leher kemudian menyebar ke seluruh tubuh. (tergantung pada
ketahanan tubuh anak). Penyebab : Virus measles. Penyebaran : droplet batuk dan berrsin.
Pencegahan : imunisasi, menjaga kesehatan dengan gizi yang cukup.
10) Poliomielitis
Penyakit ini sering disebut sebagai lumpuh layu akut (Acute flaccid Paralysis = AFP).
Penyebab : Virus polio. Penyebaran : melalui kotoran manusia (tinja) yang mengandung virus
polio. Pencegahan : imunisasi dan kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan.
111
11) Hepatitis B
Penyakit ini disebut juga penyakit kuning. Peyebab : Virus hepatitis B. Pencegahan :
dengan imunisasi dan kebersihan perorangan.
f. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit-penyakit tersebut maka :
(1) Anak selalu diberi minum dengan air matang; (2) Makan makanan yang tidak
terkontaminasi kuman/bakteri; (3) Cuci tangan sebelum makan; (4) Cuci tangan sesudah
dari WC; (5) Cuci tangan setelah memegang binatang; (6) Cuci tangan setelah bermain; (7)
Kuku tangan dan kaki selalu bersih dan pendek; (8) Tidak bermain di kandang hewan; (9)
Memakai alas kaki; (10) Alat makan tidak bergantian; (11) Baju / pakaian tidak bergantian;
(12) Dilatih dan dibiasakan buang air besar/kecil di WC/peturasan kamar mandi.; (13)
Dilatih dan dibiasakan membuang sampah di tempat sampah.
g. Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Anak diimunisasi,
dimaksudkan untuk memberi kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau
resisten terhadap suatu penyakit tertentu, belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Ada
2 jenis kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, yakni kekebalan tidak spesifik dan kekebalan
spesifik.
Imunisasi Aktif (Active Immunization) yang diberikan pada anak adalah:
(a) BCG untuk mencegah penyakit TBC
(b) DPT/HB untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Dan
Hepatitis B
(c) Polio untuk mencegah penyakit poliomielitis.
(d) Campak untuk mencegah penyakit campak (measles).
Anak harus diimunisasi lengkap sebelum umur 1 tahun. Imunisasi merupakan upaya
pencegahan terhadap penyakit-penyakit : TBC, Hepatitis B (sakit kuning), Polio, Difteri, Batuk
100 hari, Tetanus dan Campak.
Anak dalam keadaan sakit ringan seperti batuk, pilek, diare dan sakit kulit bukan
halangan untuk diimunisasi.
h. Lingkungan Sehat Dan Rumah Sehat
112
Lingkungan sehat merupakan faktor terbesar yang berpengaruh terhadap derajat
kesehatan. Di dalam teori simpul, lingkungan merupakan media penularan penyakit. Untuk
memberikan lingkungan yang aman dan sehat, harus mengenali ciri-ciri lingkungan dan rumah
yang sehat, sarana sanitasi yang sehat, dan memahami kaitannya dengan penyakit-penyakit
yang sering terjadi di masyarakat.
1) Lingkungan Sehat
Ciri-ciri lingkungan sehat adalah :
(1) Bersih dan rapi
(2) Tidak ada genangan air
(3) Sampah tidak berserakan, tersedia bak/tempat pembuangan sampak
(4) Memberikan udara segar dan rasa nyaman
(5) Tersedia air bersih yang cukup
(6) Tersedia jamban yang sehat
(7) Tidak terdapat vektor penyakit, lalat, tikus, kecoa dan nyamuk serta binatang-binatang
yang berbahaya lainnya..
Lingkungan yang tidak mempunyai ciri-ciri tersebut diatas, maka dapat dikatakan
lingkungan tidak/kurang sehat. Misalnya lingkungan dengan sampah yang menumpuk
berserakan, bau, tidak enak dipandang mata, terdapat genangan air, banyak lalat, kecoak,
bahkan tikus, tidak ada jamban dan tidak ada persediaan air bersih.
Keadaan lingkungan yang tidak sehat akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
(1) Lingkungan yang tidak rapi dan bersih, kotor, tidak teratur dan tidak enak dipandang
mata.
(2) Bila ada genangan air selain berbahaya (licin, dan lainnya) bisa menjadi tempat
berkembangnya vector penyakit.
(3) Tidak tersedianya jamban dan air bersih, akan menimbulkan perasaan tidak nyaman,
bau, dan akan buang air besar di sembaranmg tempat. Dan dapat menjadi media
penularan penyakit.
2. Rumah Sehat
113
Fungsi Rumah
(1) Rumah sebagai tempat tinggal, untuk memenuhi kebutuhan fisik/jasmani.
(2) Rumah sebagai tempat untuk kebutuhan-kebutuhan rokhani/mental.
(3) Rumah sebagai tempat perlindungan dari penyakit dan gangguan
kesehatan.
Rumah Sehat : tempat tinggal yang memberikan kondisi bagi penghuninya hidup sehat
(produktif dan ekonomis), mendukung dan meningkatkan fungsi keluarga.
Fungsi keluarga :
(1) Fungsi keagamaan, dimana keluarga dapat mengembangkan dan mampu menjadi
wahana yang pertama dan utama untuk membawa seluruh anggotanya melaksanakan
ajaran Ketuhan Yang Maha Esa dengan penuh iman dan taqwa terhadap tuhan Yang
Maha Esa.
(2) Fungsi kebudayaan, dimana keluarga mampu megembangkan menjadi manusia
berbudaya, memiliki harkat dan martabat.
(3) Fungsi cinta kasih, menumbuhkan cinta kasih sesama anggota keluarga dan antar
sesama.
(4) Fungsi perlindungan, keluarga menjadi pelindung utama yang kokoh.
(5) Fungsi reproduksi, keluarga menjadi pengatur reproduksi, secara sehat dan berencana.
(6) Fungsi sosial (interaksi sosial diantara keluarga, interpersonal),
(7) Fungsi pendidikan, keluarga merupaka salah satu pusat pendidikan bagi anak/keluarga.
(8) Fungsi ekonomi, keluarga menjadi unit yang mandiri untuk menuju kesejahteraan.
(9) Fungsi pemeliharaan lingkungan, keluarga mampu memberikan kontribusi dan
memberikan terbaik untuk lingkungan dan untuk masa depan.
Lingkungan sehat akan mendukung suatu kondisi rumah sehat.
Rumah sebagai
kebutuhan dasar baik sebagai tempat tinggal maupun untuk kehidupan rumah tangga
khususnya dalam pola pengasuhan anak. Keluarga memiliki peranan besar dalam menjaga
keturunan khususnya keamanan dan memberikan kondisi yang kondusif perkembanagn fisik
dan mental serta sosial anak yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Syarat-syarat Rumah Sehat:
114
(1) Pencahayaannya cukup, baik pencahayaan alam dan atau pencahayaan buatan yang
dapat meerangi seluruh ruangan minimum intensitasnya 60 luxminimal cahaya untuk
dapat membaca).
(2) Ventilasi / sirkulasi udara cukup, sehingga menghasilkan udara dalam ruang nyaman
dengan tempetratur 22oC dan kelembaban 50-70 %.
(3) Lantai bersih dan tidak licin
(4) Atap tidak bocor.
(5) Dinding kuat, bersih dan kering.
(6) Terdapat sumber / tersedia sarana air bersih
(7) Terdapat jamban yang sehat
(8) Terdapat sarana pembuangan sampah.
(9) Terdapat sarana pembuangan limbah
(10) Kebersihan di dalam rumah terjaga dengan baik.
(11) Jarak yang cukup dari kandang ternak piaraan.
(12) Halaman bersih.
Lingkungan dan rumah yang memenuhi syarat kesehatan dapat memberikan
lingkungan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak serta melatih dan
membiasakan perilaku hidup besih dan sehat.
Fasilitas sanitasi memberikan pengalaman dan perilaku yang diharapkan. Misalnya
fasilitas tempat pembuanagn sampah anak akan sejak dini mengenal tempat sampah dan
menggunakannya. Fasilitas WC sejak dini anak menghenal WC dan sebagai pendidikan
membuang air besar/toileting.
i. Pemberian Gizi Seimbang Anak Usia Dini
Gizi berasal dari bahasa Arab Al Gizzai ya g artinya makanan dan manfaatnya untuk
kesehatan. Dapat juga diartikan sebagai sari makanan yang bermanfaat bagi kesehatan. Dalam
ilmu gizi, banyak digunakan istilah yang bercampur dengan istilah sehari-hari yang biasa
digunakan sehingga sering menimbulkan kekeliruan pengertian. Istilah-istilah tersebut di
antaranya nutrien, makanan, bahan makanan dan hidangan.
115
1) Ilmu Gizi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu makanan dalam hubungannya
dengan kesehatan optimal.
2) Nutrien adalah zat gizi penyusun bahan makanan yang diperlukan oleh tubuh untuk
menyediakan energi, membangun, memelihara jaringan tubuh serta mengatur proses
kehidupan dalam tubuh. Zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan adalah meliputi
karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.
3) Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur
/ ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh yang berguna bagi tubuh.
4) Bahan makanan adalah hasil produksi pertanian, perikanan dan peternakan, seperti
beras, jagung, daging, ikan laut, sayur, buah-buahan telur, susu dan lainnya.
5) Hidangan adalah satu atau beberapa jenis makanan yang disajikan untuk dimakan
seperti hidangan untuk makan malam terdiri dari nasi, lauk, sayuran dan buah-buahan
dan lainnya.
6) Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan makanan.
7) Status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan penggunaan zat-zat gizi.
Makanan yang dipilih sehari-hari dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik,
tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi tertentu. Pemberian makanan yang sebaikbaiknya adalah harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang untuk mencerna
makanan, umur, jenis kelamin, jenis aktifitas, dan kondisi tertentu seperti sakit, hamil dan
menyusui.
Kandungan Zat Gizi
Zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia yang terdapat dalam bahan makanan
terdiri atas (1) karbohidrat, (2) protein, (3) lemak, (4) vitamin dan (5) mineral..
(1)
Karbohidrat
Karbohidrat sebagai sumber energi yang utama dan sumber panas yang diperlukan
oleh system tubuh dan dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Fungsi utama karbohidrat
adalah menyediakan energi bagi tubuh. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori. Sebagian
karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa, untuk keperluan
116
energi segera, sebagian disimpan sebagai glicogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian
diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan
lemak.
Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan
dan gula serta hasil bahan olahannya seperti bihun, mie, roti tepung-tepungan, sirup dan
sebagainya.. Sayur dan buah tidak banyak mengandung karbohidrat. Sementara makanan yang
berasal dari hewani seperti daging, ayam, ikan dan telur sedikit mengandung karbohidrat.
(2) Lemak
Lemak adalah sumber energi (1gr = 9kal) kedua yang diperlukan untuk melindungi
organ tubuh dan merupakan cadangan energi yang ada dalam tubuh. Mengkonsumsi lemak
sangat penting untuk setiap anak. Fungsi: (a) Pemberi kalori; (b) Pelarut vitamin A, D, E dan K.
Sumber : (a) Jenuh: lemak / minyak dari hewani; (b) Tak jenuh: minyak dari nabati
(3) Protein
Protein merupakan zat gizi yag sangat penting, karena paling erat hubungannya dengan
proses kehidupan. Na a protei berasal dari kata protebos ya g arti ya ya g perta a atau
ya g terpe ti g . Protei diklasifikasika dari berbagai ara ada ya g berdasarka atas
komponen-komponen yang menyusunnya, ada yang berdasarkan fugsi fisiologiknya dan ada
yang mengklasifikasikan atas dasar sumbernya.
Berdasarkan sumbernya protein diklasifikasikan menjadi :
(a) Protein hewani , yaitu protein dalam bahan makanan yang berasal dari binatang
seperti dari daging, ayam, susu dan sebagainya.
(b) Protein nabati, yaitu protein yang berasal dari bahan makanan tumbuh-tubuhan
seperti protein dari jagung, terigu dan sebagainya.
Protein merupakan sumber energi yang ketiga (1gr = 4kal). Protein penting bagi tubuh,
karena protein dapat digunakan sebagai anti bodi untuk menjaga system kekebalan tubuh dari
bakteri dan kuman-kuman. Fungsi: (a) Pembangun sel jaringan tubuh; (b) Mengganti sel tubuh
yang rusak; (c) Membuat enzim dan hormone; (d) Membuat protein darah; (e) Menjaga
keseimbangan asam basa; (f)Pemberi kalori. Sumber: (a) Hewani: daging sapi, daging ayam,
117
ikan, telur, udang, kerang, kepiting, susu; (b) Nabati: tempe, tahu, oncom, kedele, kacangkacangan
(4) Vitamin
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan
pada umumnya tidak bisa dibentuk oleh tubuh. Zat-zat ini diperoleh melalui makanan.
Istilah vitamin pertama kali digunakan oleh Cashmir Funk di Polandia pada tahun 1912.
Pertama kali zat yang dinamakan vitamin ini ditemukan dalam dedak beras yang bisa
menyembuhkan penyakit beri-beri. Zat ini diperlukan untuk hidup (vita) dan mengandung
unsur nitrogen (amine), oleh sebab itu disebut vitamine. Vitamin termasuk kelompok zat
pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Penggolongan vitamin yaitu vitamin
larut dalam lemak ( vitamin A, D, E, K) dan vitamin larut dalam air (vitamin B dan C)
Tabel 1 : Vitamin dan Fungsinya
Vitamin
Vitamin A
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
Vitamin C
Bitamin B
Vitamin B12
Fungsi
Untuk pemeliharaan kesehatan mata
Untuk kesehatan tulang
Untuk kesuburan
Untuk Pembekuan darah
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi
Untuk mencegah penyakit beri-beri
Untuk meningkatkan nafsu makan.
(5) Mineral
Mineral berperanan penting dalam pemeliharaan fungsi-fungsi tubuh baik pada tingkat
sel, jaringan, organ maupun secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro
dan mineral mikro.
Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang besar
yaitu lebih dari 100 mg setiap harinya. Mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan kurang
dari 100 mg setiap harinya. Jumlah mineral mikro hanya 15 mg setiap harinya.
Tabel 2 : Peranan Mineral Makro dan Mikro
Mineral
Mineral Makro
1. Natrium (Na)
Peranan
1 Menjaga keseimbangan cairan tubuh.2
118
2.
3.
4.
5.
Klor (Cl)
Kalium (K)
Kalsium (Ca)
Fospor (P)
6. Magnesium (Mg)
7. Sulfur (S)
Mineral Mikro
1. Besi (Fe)
2. Seng (Zn)
3. Yodium (I)
4. Selenium
5. Tembaga (Cu)
6 Mangan (Mn)
7 Fluor (F)
8. Krom (Cr)
9. Molibden (Mo)
2. Menjaga keseimbangan cairan tubuh.
3. Menjaga keseimbangan cairan tubuh.
4. Pembentukan tulang dan gigi.
5. Pengaturan keseimbangan dan alat transportasi
zat-zat gizi, pengerasan gigi dan tulang..
6. Mencegah kerusakan gigi, katalisator reaksireaksi biologik
7. Pembentukan tulang rawan, kulit, rambut dan
kuku.
1. Pembentukan darah, Metabolisme energi,
kemampuan belajar, dan sistem
kekebalan,pelarut obat-obatan dalam tubuh.
2. Metabolisme, kekebalan
3. Mengatur petumbuhan dan perkembangan
4. Anti oksidan
5. Mencegah anemia.
6. Metabolisme
7. Pengerasan email gigi.
8. Metabolisme.
9. Metabolisme.
(6) AIR
Air atau cairan tubuih merupakan bagian utama tubuh yaitu 55-60 persen dari berat
badan atau 70 % dari bagian tubuh tanpa lemak. Anak-anak lebih besar dari angka tersebut,
dan bayi waktu lahir kurang lebih 75 % dari berat badannya. Cairan tubuh berkaitan erat
dengan mineral yang terlarut di dalamnya. Semua proses kehidupan berlangsung di dalam
cairan tubuh yang mengandung mineral.
Tubuh dapat bertahan selama berminggu-minggu tanpa makanan, tetapi hanya bertahan
beberapa hari tanpa air. Kandungan air setiap individu relatif berbeda satu sama lain,
tergantung jaringan otot dan lemak. Sel-sel yang aktif secara metabolik seperti sel-sel visera
yaitu jantung, paru-paru dan jerohan mempunyai konsentrasi air paling tinggi, jaringan tulang
dan gigi paling sedikit. Cairan tubuh merupakan media semua reaksi kimia di dalam sel.
j. Gizi Seimbang
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat badan
dan tinggi badan atau tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang
119
keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam proses
tumbuh.
Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka disebut gizi seimbang
atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang. Bila
jumlah asupan zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih.
Dalam keadaan baik dan sehat atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak
akan normal. Sebaliknya bila dalam keadaan gizi tidak seimbang, pertumbuhan seorang anak
akan terganggu, misalnya anak tersebut akan kurus, pendek atau gemuk.
Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam waktu singkat dan dapat terjadi pula
dalam waktu yang cukup lama. Gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering terjadi
pada perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare dan
infeksi saluran pernafasan atau karena kurang cukupnya makanan yag dikonsumsi. Sedangkan
gangguan pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat terlihat pada
hambatan pertambahan tinggi badan.
Keadaan gizi yang seimbang tidak hanya penting bagi pertumbuhan yang normal, tetapi
juga bagi prosers-proses lainnya termasuk di dalamnya adalah proses perkembangan anak,
kecerdasan, pemeliharaan kesehatan dan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
1) Pengertian Gizi Seimbang
Pengetahuan tentang memilih makanan yang baik untuk mencapai hidup yang sehat
dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya tingkat ekonomi, sosial dan budaya, kondisi
kesehatan dan lainnya. Di setiap keluarga mempunyai masalah gizi yang berbeda satu sama
lainnya tergantung pada faktor-faktor berpengaruh tersebut.
Pola menu seimbang dikenal dan dikembangkan sejak tahun 1950 dan telah mengakar
dikalangan masyarakat dengan 4 sehat 5 sempurna. Pada tahun 1985, pola menu 4 sehat 5
sempurna dikembangkan menjadi gizi seimbang.
Gizi seimbang adalah asupan zat gizi yang sesuai dengan yang dibutuhkan . Gizi seimbag
disebut juga sebagai gizi baik. Asupan gizi yang kurag dari yag dibutuhkan disebut gizi kurang.
Sebalikya jika asupan zat gizi lebih dari yang dibutiuhkan disebut gizi lebih. Gizi seimbang
120
diperoleh dari dipeoleh berraneka ragam makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai
sehingga memenuhi kebutuhan gizi guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses
kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan. Gizi sembang diberikan kepada anak usia
dini karena tidak semua bahan makanan mengandug zat gizi yang lengkap. Menu seimbang
mulai diberikan kepada anak setelah usia bayi 6 bulan.
2) Konsep Dasar Gizi Seimbang
Setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
ineral) dalam jumlah yang cukup, tidak kelebihan dan tidak kekurangan. Selain itu
membutuhkan air dan serta untuk memperlancar berbagai proses faali dalam tubuh.
Komposisi zat gizi dari setiap jenis makanan memimiliki keunggulan dan kelemahan
tertentu, ada yang mengandug kalori tinggi tetapi kurang mengandung protein atau vitamin
dan mineral demikian sebaliknya. Untukmendapatkan masukan zat gizi yang cukup diperlukan
mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beraneka ragam.
Makanan yang beraneka ragam tersebut aka memenuhi kebutuhan tubuh.
Berdasarka fu gsi uta a zat gizi ya g dala
Maka a , yaitu perta a
il u gisi dipopulerka de ga istilah Tri Gu a
aka a sebagai sumber zat tenaga, kedua sebagai sumber zat
pengatur dan ketiga sebagai sumber zat pembangun. Gizi Seimbang adalah asupan zat gizi
sesuai dengan kebutuhan baik kualitas maupun kuantitasnya secara umum dan memiliki Tri
Guna Makanan seperti digambarkan pada Logo Gizi Seimbang.
Pada logo Gizi Seimbang, ada 4 kelompok makanan yaitu : makanan pokok, lauk pauk,
sayur dan buah, dan satu kelompok lagi di luar kelompok tersebut yaitu miyak dan gula yang
digunakan seperlunya.
121
Seperlunya
2-3 porsi
3-5 porsi
2-3 porsi
3-8 porsi
Sumber : Depkes.RI. Pedoman Umum Gizi Seimbang, p.6, 2005
Gambar 3 : Logo Gizi Seimbang
3) Pesan Dasar Gizi Seimbang
Anak perlu mendapatkan asupan gizi yang seimbang. Berikut ini ada 13 pesan dasar izi
seimbang untuk orang tua :
(a) Makanlah aneka ragam makanan
(b) Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
(c) Makanan sumber KH=1/2 dari Kebutuhan Energi
(d) Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai ¼ dari kecukupan energi
(e) Gunakan garam beryodium
(f) Makanlah makanan sumber zat besi
(g) Berikan hanya ASI saja sampai minimal 6 bulan, setelah itu tambahlah MP-ASI
(h) Biasakan makan pagi
(i) Minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya
(j) Lakukan aktifitas fisik secara teratur
122
(k) Hindari minuman beralkohol
(l) Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
(m) Bacalah label pada makanan yang dikemas
4) Enam Prinsip Pedoman Gizi Seimbang (PGS) yang Universal
(a) Membiasakan Konsumsi Beraneka Ragam Makanan.
(b) Kebiasaan ini ditanamkan sesudah bayi usia 6 bulan. (MP-ASI)
(c) Memperhatikan dan mempertahankan berat badan ideal.
(d) Memantau berat badan dengan menggunakan KMS.
(e) Mengatur porsi makanan
(f) Secara teori dihitung jumlah kalori, protein dan zat-zat gizi lainnya yang dibutuhkan.
(g) Menjaga keamanan makanan
(h) Makanan diijaga dari kontaminasi, makanan siap saji ditutup, disimpan dan diolah
dengan baik. Memperhatikan label makanan.
(i) Menggunakan Garam Beryodium
(j) Mengatur makanan untuk kelompok usia tertentu.
Anak usia dini diberikan gizi seimbang yang terdiri dari dari kelompok zat gizi yang
fungsi sebagai zat tenaga, yang digambarkan pada bidang paling paling bawah pada kerucut
PGS, sayuran dan buah-buahan sebagai zat gizi yag berfungsi sebagai zat pengatur (vitamin
dan mineral) yang digambarkan pada bidang kedua dari bawah dan diatasnya zat gizi yang
berfungsi sebagai zat pembangun. Anak usia dini sudah sejak dini diperkenalkan dan diberikan
makan makanan yang beraneka ragam yang terdiri dari makanan pokok sebagai sumber
karbohidrat sebagai zat tenaga, sayur dan buah-buahan sumber vitamin dan mineral sebagai
zat pengatur dan protein hewani maupun nabati sebagai zat pembangun. Menggunakan
garam beryodium dan melakukan aktivitas fisik /olah raga.
k. ASI
1) Pengertian ASI
ASI adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. ASI diberikan sesegera mugkin
setelah bayi lahir, paling lambat setengah jam pertama sestelah bayinya lahir. Jangan
123
membuang ASI pertama (kolostrum) yang berwarna kekuning-kuningan karena mengandung
zat gizi yang bermutu tinggi dan zat kekebalan tubuh yang sangat diperlukan bayi.
2) Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui
(a) Aspek Gizi
(1) ASI pertama yang keluar disebut kolostrum.
Kolostrum mengandung: Protein, Vitamin A yang tinggi, Karbohidrat dan lemak
yang rendah, Zat kekebalan untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi
khususnya diare.
Kolostrum juga membantu pengeluaran mekonium yaitu kotoran bayi yang
pertama yang berwarna hitam kehijau-hijauan. Jumlah kolustrum yang diproduksi
bervariasi tergantung dari isapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran
(2) ASI mudah dicerna.
ASI mengandung enzym-enzym untuk mencernakkan zat-zat gizi yang terdapat
dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi berguna untuk
pertumbuhan dan perkemangan kecerdasan bayi/anak.
(3) ASI memiliki perbandingan antara Whey dan casein yang sesuai untuk bayi.
Ratio Whey terhadap casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan
dengan susu sapi. ASI mengandung Whey lebih banyak yaitu 65 : 35, komposisi ini
menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu sapi. Susu sapi
perbandingannya adalah 20 : 80, mengandung lebih banyak casein yang tidak
mudah diserap.
(4) ASI memiliki Taurin (sejenis asam amino kedua terbanyak terdapat dalam ASI dan
tidak terdapat dalam susu sapi). Taurin mempunyai fungsi sebagai neuro
transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.
(5) ASI memiliki Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) Adalah asam
lemak tak jenuh rantai panjang/poly unsaturated fatty acids, diperlukan untuk
pembetukan sel-sel otak yang optimal). Dalam ASI, DHA dan AA jumlahnya sangat
mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak dikemudian hari .
124
DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk / disintesa dari substansi pembentuknya
yaitu masing-masing dari omega 3 (asam linoleat) dan omega 6 (asan linoleat). DHA
dan omega 3, terdapat juga pada ikan, sehingga ikan sangat baik dan dianjurkan
untuk dikonsumsi ibu menyusui.
(b) Aspek Imunologik
Sebagian zat kekebalan diperoleh bayi baru lahir dari ibunya melalui plancenta yang
membantu melindungi bayi dari serangan penyakit antara lain penyakit campak yang terjadi
selama 6 bulan hari pertama sejak bayi baru lahir.
Bayi yang diberi ASI lebih terlindungi terhadap penyakit infeksi terutama diare, dan
mempunyai kesemapatan hidup lebih besar dinbandungkan dengan bayi-bayi diberi susu
botol.
ASI memiliki keunggulan :
(1) Bersih / bebas kontaminasi meskipun kemungkinan terkontaminasi melalui puting susu
(2) Memiliki zat anti infeksi.
Immunoglobulin, terutama immunoglobulin (Ig A), kadarnya lebih tinggi dalam
kolostrum dibandingkan dengan ASI Secretory IgA tidak diserap tetapi melumpuhkan
bakteri patogen, E. Coli dan berbagai virus dalam saluran pencernaan.
(3) Memiliki lysosim, suatu enzym yang juga melindungi bayi terhadap bakteri dan virus
yag merugikan.
Lysosim terdapat dalam jumlah 300x lebih banyak pada ASI dari pada susu sapi, enzym
ini aktif mengatasi bakteri E. Coli dan Salmonella.
(4) Memiliki sel darah putih, selama 2 minggu pertama ASI mengandung lebih dari 4000
sel per mil, terdiri dari tiga macam yaitu :


Bronchus Asosiated Lymphosite Tissue (BALT), yang menghasilkan antibodi
terhadap infeksi saluran pernafasan.
Gut Asosiated Lymphoste Tissue (GALT), yang menghasilkan antibodi terhadap
saluran pencernaan.
125

Mammary Asosuated Lymphosite Tissue (MALT), yang menyalurkan antibodi
melalui jaringan payudara ibu. Sel-sel memproduksi IgA, laktoferin, lysosim dan
interferon. Interferon menghambat aktivitas virus tertentu.
(5) Memiliki faktor bifidus sejenis karbohidrat yang mengandung Nitrogen., menunjang
pertumbuhan bakteri laktobacterus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus
bayi yang berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan. Kotoran
bayi bersifat menjadi asam yang bebeda dengan kotoran bayi yang mendapat susu
botol.
(c) Aspek Psikologik Menyusui
(1) Meningkatkan rasa percaya diri ibu untuk menyusui


Rasa percaya diri bahwa ibu mampu menyusui.
Rasa percaya diri mampu memproduksi ASI yang mencukupi untuk bayi, besar
pengaruhnya bagi keberhasilan menyusui. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu.
Kemauan yang besar dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi
hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI..
(2) Hubungan/interaksi ibu-bayi.
Pertumbuhan dan perkembangan psikologi bayi tergantung pada kesatuan ikatan Ibubayi tersebut. Hubungan interaksi ibu dan bayi paling mudah terjadi selama 30 menit
pertama dan mulai terjalin beberapa menit sesudah dilahirkan, karena itu penting
sekali bayi mulai disusui sedini mugkin yaitu dalam waktu 30 menit setelah bayi
dilahirkan.
(3) Pengaruh kontak langsung ibu-bayi.
Memberi kepuasan pada ibu dan bayi. Bayi merasa aman dan dapat mendengar denyut
jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi dalam rahim (skin to skin contact) dan
mencium aroma yang khas antara ibu-bayi.
(d) Aspek Kecerdasan.
126
Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4,3 point lebih tinggi
pada usia 18 bulan, 4-6 ponit lebih lebih tinggi pada usia 3 tahun, 8,3 point lebih tinggi pada
usia 8,5 tahun dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI
(e) Aspek Neorologis
Koordiasi saraf menelan, mengisap, bernafas dapat terjadi pada bayi yang baru lahir belum
baik dan sempurna. Dengan mengisap payu dara, ketidak sempurnaan koordinasi saraf
tersebut dapat berkembang lebih baik dan sempurna.
(f) Aspek Ekonomis
Menyusui secara ASI Ekslusif ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi
paling sedikitnya 6 bulan.
(g) Aspek Penundaan Kehamilan.
Menyusui secara ASI Ekslusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat
digunakan sebagai alat kotrasepsi alamiah yang dikenal dengan metode Amenorea Laktasi
(MAL). MAL harus memenuhi tiga kriteria yaitu : tidak haid, menyusi secara ekslusif dan
umur bayi kurang dari 6 bulan.
Tabel 3 : Komponen Unggul yang Terkandung dalam ASI yang dapat Melindungi Bayi dari
Berbagai Penyakit
No
1.
Komponen
Faktor Bifidus
2
Laktoferin
3
4
Laktoperoksidase
Faktor anti stapillococcus
5
6
7
Sel fagosit
Komplemen
Sel limposit dan makrofag
Peranan
Mendukung Proses Perkembangan bakteri yang
menguntungkan dalam usus bayi untuk
mencegah pertumbuhan bakteri yang
merugikan (patogen)
Mengikat zat besi dalam ASI sehingga zat besi
tidak digunakan oleh bakteri patogen untuk
pertumbuhannya
Membunuh bakteri pathogen
Menghambat pertumbuhan stapilococcus
pathogen
Memakan bakteri pathogen
Memperkuat kegiatan fagosit
Mengeluarkan anti bodi untuk meningkatkan
imunitas terhadap penyakit
127
8
9
10
Lisosim
Interferon
Faktor Pertumbuhan
epidermis
Membantu pencegahan terjadinya infeksi
Menghambat pembentukan virus
Membantu pertumbuhan selaput usus bayi
sebagai perisai untuk menghindari zat zat
merugikan yang masuk ke peredaran darah
3) ASI Eksklusif
A“I Eksklusif ialah pe beria A“I saja pada bayi sejak lahir sa pai usia bula ta pa
e beri
aka a da
i u a lai . A“i diberika segera setelah bayi lahir, paling lambat
30 menit pertama setelah bayinya lahir. ASI Eksklusif diberikan karena ASI ibu sampai bayi usia
6 bulan mengandung zat gizi yang dapat dikatakan sempurna dan kuantitasnya cukup.
4) MP-ASI
Untuk tumbuh kembang optimal anak membutuhkan asupan gizi yang cukup. Bagi bayi
usia 0-6 bulan pemberian ASI saja sudah cukup, namun bagi bayi diatas 6 bulan diperlukan
makanan selain ASI yaitu berupa Makanan Pendamping ASI disingkat MP-ASI MP-ASI harus
mengandung zat gizi sesuai dengan kebutuhan. MP-ASI diberikan setelah bayi berusia 6 bulan
karena pada bayi usia enam bulan, ASI ibu kuantitasnya sudah mulai menurun (lihat tabel 4).
Tabel 4 : Volume ASI
Umur Bayi
1-2 hari
2 minggu ke 2
Volume ASI / hari
100 mL
500 mL
3 minggu s/d 6 bulan
700-800 mL
6 bulan berikutnya
12 bulan keatas
Sumber : Suhardjo, 1989
400-600 mL
300-500 mL
Tabel 5 : Pola Makanan Balita
UMUR
ANAK
JENIS MAKANAN
ASI
MAKANAN
LUMAT
0-6 bulan
6-9 bulan
9-12 bulan
ASI diteruskan
ASI diteruskan
1-2 tahun
> 2 tahun
ASI diteruskan
128
MAKANAN
LEMBIK
MAKANAN
KELUARGA
Tujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menanggulangi dan mencegah terjadinya gizi
buruk, dan gizi kurang sekaligus mempertahankan status gizi baik pada bayi dan anak 12-24
bulan.
Beberapa persyaratan pembuatan MP-ASI yang perlu diperhatikan antara lain : (1) Bahan
makanan mudah diperoleh; (2) Mudah diolah; (3) Harga terjangkau; (4) Dapat diterima sasaran
dengan baik; (5) Kandungan zat gizi memenuhi kecukupan gizi sasaran; (6) Jenis MP-ASI
disesuaikan dengan umur sasaran; (7) Bebas dari kuman penyakit, pengawet, pewarna dan
racun (8) Memenuhi nilai sosial, ekonomi, budaya dan agama.
Penyakit Akibat Makanan
(1) Penyakit Kurang Energi dan Protein (KEP)
Penyakit Kekurangan Energi dan Protein ini adalah karena defisit asupan karbohidrat dan
protein. Di dalam klinik dibedakan kwashiorkor, marasmus, dan marasmickwashiorkor.
Tanda-tanda umum KEP :




Badan kurus, berat badan pada KMS berada di bawah garis merah (BGM) atau
daerah pita kuning bagian bawah.
Lemah, lesu,
Cengeng,
Selera makan kurang.
(2) Kwasiorkor sebagai KEP dengan zat protein sebagai penyebab dominan-nya.
Tanda-tandanya :



Anak terlihat apatis,
Rambut kepala halus dan jarang, berwarna kemerahan dan kusam, tidak hitam
mengkilat,
Oedema,
(3) Marasmus adalah kekurangan energi sebagai penyebab dominannya
Tanda-tandanya :

Anak sangat kurus, berat badan mencapai 60% dari berat ideal menurut umur.
129


Muka berkerut seperti orang tua, kulit daerah pantat berlipat-lipat
Apatis
Marasmickwashiorkor merupakan kombinasi energi dan protein sebagai penyebabnya.
(4) Penyakit Kurang Vitamin A (KVA)
Kekurangan (defisiensi) Vitamin A terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi
Protein atau gizi buruk. Gangguan karena kekurangan Vitamin A disebut Xeroftalmia. Kata
xeroptalmia artinya mata kering, karena terjadinya kekeringan pada selaput lendir
(konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata. Xeroftalmia akibat konsumsi makanan tidak
cukup mengandung vitamin A. Salah satu tanda awal kekurangan vitamin A adalah buta senja
(niktalopia), yaitu ketidak mampuan menyesuaikan penglihatan dari cahaya terang ke cahaya
samar-samar / senja
Konjungtiva
Lensa Mata
Retina
Kelopak Mata
Kornea
Pupil
Gambar 4 : Penampang Mata
Perubahan pada mata, kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan vitamin A.
Kelenjar mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan selaput yang
menutupi kornea.
Tanda-tanda mata sehat : (1) Kornea (selaput bening) benar-benar jernih dan letaknya
ditengah (simetris) antar kedua mata; (2) Bagian yang putih benar-benar putih; (3) Pupil
(orang-orangan mata) benar-benar terlihat hitam; (4) Kelopak mata dapat membuka dan
menutup dengan baik; (5) Bulu mata teratur dan mengarah keluar; (6) Tidak ada sekret atau
kotoran pada mata; (7) Tidak ada benjolan pada kelopak mata.
(5) Penyakit Defisiensi Zat Besi (Fe)
130
Kekurangan zat besii (Fe) atau defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling
umum. Diagnose berdasarkan data klinik dan laboratorium. Tanda-tanda umum: (1) muka
pucat; (2) badannya lemah; (3) apatis.
(6) Penyakit Defisiensi Yodium
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium adalah sekumpulan gejala yang timbul karena
tubuh kekurangan unsur yodium secara terus-menerus, dalam jangka waktu yang lama. GAKY
dapat berupa : bayi lahir kretin dimana terdapat dua atau lebih kelainan sebagai berikut : a)
gangguan perkembangan mental; b) gangguan pendengaran/tuli; (c) gangguan pertumbuhan
fisik (terlambat); (d) gangguan bicara.
(7) Gizi Lebih
Kondisi ini disebabkan karena ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dengan
kebutuhan energi. Gizi lebih apabila berat badan menurut umur >+ 2 SD, atau dikatakan gemuk
apabila berat badan menurut tinggi badan >+ 2 SD.
l. KADARZI (Keluarga Sadar Gizi)
Masalah gizi terjadi pada setiap siklus kehidupan yaitu sejak di dalam kandungan (janin),
lahir menjadi bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Masalah gizi ini dipengaruhi oleh banyak
faktor yang saling terkait dan secara tidak langsung dipengaruhi kualitas dan jangkauan
pelayanan kesehatan, pola asuh yang tidak memadai serta ketahanan pangan tingkat rumah
tangga. Sampai saat ini masalah gizi utama yang masih banyak ditemukan di masyarakat adalah
antara lain : Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY),
Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Vitamin A (KVA).
Di tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan zat gizi dan penyakit infeksi
yang saling terkait. Jika anak atau seseorang kurang asupan zat gizi yang cukup akan
mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit, begitu juga sebaliknya. Di tingkat keluarga dan
masyarakat masalah gizi dipengaruhi oleh (1) tingkat kemampuan keluarga menyediakan
bahan pangan bagi anggota keluarganya baik jumlah maupun jenisnya sesuai dengan
kebutuhan. (2) Kemampuan dan pengetahuan keluarga dalam hal kebersihan perseorangan
dan lingkungan. (3) Pengetahuan, sikap dan ketrampilan keluarga dalam
(a) memilih,
mengolah dan membagi makanan antar anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan, (b)
131
memberikan perhatian dan kasih sayang dalam mengasuh anak. (c) memanfaatkan fasilitas
pelayaan kesehatan dan gizi yang tersedia. (4) Tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan dan
gizi yang terjangkau dan yang memadai.
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) diharapkan mampu mengatasi masalah gizi di atas.
Keluarga dikatakan sadar gizi apabila sudah mempraktekkan perilaku gizi yang baik dan benar,
perilaku gizi tersebut antara lain: Bisa mengkonsumsi aneka ragam makanan, selalu memantau
status gizi / pertumbuhan anggota keluarganya, hanya menggunakan garam berryodium, dan
memberikan dukungan kepada ibu melahirkan untuk menerapkan ASI Eksklusif. Tahap awal
untuk mencapai indikator tersebut setiap keluarga minimal ada seorang anggota keluarga yang
sadar dan bersedia melakukan perubahan kearah keluarga yang berperilaku gizi yang baik dan
benar (kader keluarga sadar gizi). Kader tersebut bisa seorang ayah, ibu, anak / siapapun yang
terhimpun dalam keluarga tsb.
1) Pengertian dan Ruang Lingkup KADARZI.
Keluarga Sadar Gizi adalah keluarga yang mampu mengenali masalah gizi setiap anggota
keluarganya dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi anggota
keluarganya.
2) Indikator Perilaku Gizi
Mencermati perkembangan masalah gizi dan pengalaman di dalam pelaksanaan program
perbaikan gizi, diperlukan pergeseran orientasi program perbaikan gizi, mengacu pada
paradigma sehat. Pendekatan perbaikan gizi akan lebih difokuskan pada peningkatan status
gizi melalui pendidikan gizi dan pemberdayaan keluarga menuju Keluarga Sadar Gizi.
Keluarga yang dikatakan keluarga sadar gizi apabila dapat melaksanakan seluruh perilaku
gizi yang baik dan benar, yaitu :
(a) Mampu memantau tumbuh kembang anak setiap bulan secara teratur, dengan
menimbang berat badan.
(b) Memberikan hanya ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan.
(c) Makan beraneka ragam untuk mencapai gizi seimbang.
(d) Menggunakan garam beryodium dalam masakan sehari-hari.
(e) Meminum kapsul vitamin A kepada bayi dan anak balita.
132
Bayi 6-11 bulan mendapat kapsul vitamin A biru, dan anak balita 12-59 bulan mendapat
kapsul vitamin A merah. Keluarga sadar gizi yang memiliki anak usia dini, maka
mempraktekkan perilakunya gizi kepada anak usia dini yaitu memberikan hanya ASI sejak lahir
sampai usia 6 bulan (ASI-Eksklusif), memantau tumbuh kembang anak setiap bulan secara
teratur, dengan menimbang berat badan, memberi MP-ASI sampai umur 12 bulan, memberi
akan beraneka ragam untuk mencapai gizi seimbang, menggunakan garam beryodium dalam
masakan sehari-hari dan meminumkan kapsul vitamin A kepada bayi dan anak balita.
Bayi 6-11 bulan mendapat kapsul vitamin A biru, dan anak balita 12-59 bulan mendapat
kapsul vitamin A merah serta mengimunisasi lengkap pada bayinya sebelum usia 1 tahun.
Pemahaman kesehatan dan gizi merupakan hal penting bagi para peserta latihan untuk
dipahami secara holistik dan komprehensif
serta kaitannya dengan upaya yang akan
digunakan untuk pengelolaan dan khususnya pendidikan anak usia dini di lapangan dan untuk
dapat melakukan / menjalin kerja sama baik dengan ibu/orang tua, masyarakat maupun
dengan instansi-instansi terkait.
Dengan pemahaman yang holistik dan komprehensif akan mempermudah
megembangkan substansi/materi untuk implementasi pemeliharaan kesehatan dan
pemberian gizi seimbang pada anak usia dini, yang pada gilirannya akan diperoleh generasi
penerus yang sehat, cedas dan ceria.
133
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
GURU KELAS TK
BAB II
STRUKTUR KURIKULUM PAUD
HERMAN
RUSMAYADI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB II
STRUKTUR KURIKULUM PAUD
A. KOMPETENSI INTI
Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang
pengembangan yang diampu.
B. KOMPETENSI DASAR
21.1 Memahami kemampuan anak TK/PAUD dalam setiap bidang pengembangan.
21.2 Memahami kemajuan anak dalam setiap bidang pengembangan di TK/PAUD
21.3 Memahami tujuan setiap kegiatan pengembangan
C. MATERI AJAR
1. Kompetensi Inti
Kompetensi Inti Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini merupakan gambaran
pencapaian Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak pada akhir layanan PAUD usia 6
(enam) tahun. Kompetensi Inti mencakup:
1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual.
2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial.
3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan.
4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
Uraian tentang kompetensi PAUD dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
KOMPETENSI INTI
KI 1
KI 2
Menerima ajaran agama yang dianutnya
Memiliki perilaku hidup sehat, rasa ingin tahu, kreatif dan estetis, percaya diri,
disiplin, mandiri, peduli, mampu menghargai dan toleran kepada orang lain,
mampu menyesuaikan diri, tanggungjawab, jujur, rendah hati dan santun
dalam berinteraksi dengan keluarga, pendidik, dan teman
1
KI 3
KI 4
Mengenali diri, keluarga, teman, pendidik, lingkungan sekitar, agama, teknologi,
seni, dan budaya di rumah, tempat bermain dan satuan PAUD dengan cara:
mengamati dengan indera (melihat, mendengar, menghidu, merasa, meraba);
menanya; mengumpulkan informasi; menalar, dan mengomunikasikan melalui
kegiatan bermain
Menunjukkan yang diketahui, dirasakan, dibutuhkan, dan dipikirkan melalui
bahasa, musik, gerakan, dan karya secara produktif dan kreatif, serta
mencerminkan perilaku anak berakhlak mulia
2. Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar merupakan tingkat kemampuan dalam konteks muatan
pembelajaran, tema pembelajaran, dan pengalaman belajar yang mengacu pada Kompetensi
Inti. Rumusan Kompetensi Dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik dan
kemampuan awal anak serta tujuan setiap program pengembangan. Kompetensi Dasar dibagi
menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti yaitu:
a. Kelompok 1: kelompok Kompetensi Dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI1;
b. Kelompok 2: kelompok Kompetensi Dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;
c. Kelompok 3: kelompok Kompetensi Dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI3; dan
d. Kelompok 4: kelompok Kompetensi Dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI4.
Uraian dari setiap Kompetensi Dasar untuk setiap kompetensi inti sebagai berikut:
Kompetensi Inti
Kompetensi Dasar
KI-1.
Menerima 1.1. Mempercayai adanya Tuhan melalui ciptaan-Nya
ajaran agama yang 1.2. Menghargai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar
dianutnya
sebagai rasa syukur kepada Tuhan
KI-2.
Memiliki
perilaku
hidup
sehat, rasa ingin
tahu, kreatif dan
estetis,
percaya
diri,
disiplin,
mandiri,
peduli,
2.1 Memiliki perilaku yang mencerminkan hidup sehat
2.2 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap ingin tahu
2.3 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap kreatif
2.4 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap estetis
2.5 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap percaya diri
2.6 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap taat terhadap
aturan sehari-hari untuk melatih kedisiplinan
2
mampu
menghargai
dan
toleran
kepada
orang lain, mampu
menyesuaikan diri,
jujur, rendah hati
dan santun dalam
berinteraksi
dengan keluarga,
pendidik,
dan
teman
KI-3.
Mengenali
diri,
keluarga,
teman, pendidik,
lingkungan
sekitar,agama,tekn
ologi, seni, dan
budaya di rumah,
tempat
bermain
dan satuan PAUD
dengan
cara:
mengamati dengan
indera
(melihat,
mendengar,
menghidu, merasa,
meraba); menanya;
mengumpulkan
informasi; menalar;
dan
mengomunikasikan
melalui kegiatan
bermain
KI-4. Menunjukkan
yang
diketahui,
dirasakan,
dibutuhkan,
dan
dipikirkan melalui
bahasa,
musik,
gerakan, dan karya
2.7 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap sabar (mau
menunggu giliran, mau mendengar ketika orang lain berbicara)
untuk melatih kedisiplinan
2.8 Memiliki perilaku yang mencerminkan kemandirian
2.9 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap peduli dan mau
membantu jika diminta bantuannya
2.10 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap menghargai dan
toleran kepada orang lain
2.11 Memiliki perilaku yang dapat menye-suaikan diri
2.12 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap tanggungjawab
2.13 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap jujur
2.14 Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap rendah hati dan
santun kepada orang tua, pendidik, dan teman
3.1 Mengenal kegiatan beribadah sehari-hari
3.2 Mengenal perilaku baik sebagai cerminan akhlak mulia
3.3 Mengenal anggota tubuh, fungsi, dan gerakannya untuk
pengembangan motorik kasar dan motorik halus
3.4 Mengetahui cara hidup sehat
3.5 Mengetahui cara memecahkan masalah sehari-hari dan
berperilaku kreatif
3.6 Mengenal benda-benda disekitarnya (nama, warna, bentuk,
ukuran, pola, sifat, suara, tekstur, fungsi, dan ciri-ciri lainnya)
3.7 Mengenal lingkungan sosial (keluarga, teman, tempat tinggal,
tempat ibadah, budaya, transportasi)
3.8 Mengenal lingkungan alam (hewan, tanaman, cuaca, tanah, air,
batu-batuan, dll)
3.9 Mengenal teknologi sederhana (peralatan rumah tangga,
peralatan bermain, peralatan pertukangan, dll)
3.10 Memahami bahasa reseptif (menyimak dan membaca)
3.11 Memahami bahasa ekspresif (mengungkapkan bahasa )
3.12 Mengenal keaksaraan awal melalui bermain
3.13 Mengenal emosi diri dan orang lain
3.14 Mengenali kebutuhan, keinginan, dan minat diri
3.15 Mengenal berbagai karya dan aktivitas seni
4.1 Melakukan kegiatan beribadah sehari-hari dengan tuntunan
orang dewasa
4.2 Menunjukkan perilaku santun sebagai cerminan akhlak mulia
4.3 Menggunakan anggota tubuh untuk pengembangan motorik
kasar dan halus
4.4 Mampu menolong diri sendiri untuk hidup sehat
4.5 Menyelesaikan masalah sehari-hari secara kreatif
3
secara
produktif 4.6 Menyampaikan tentang apa dan bagaimana benda-benda di
dan kreatif, serta
sekitar yang dikenalnya (nama, warna, bentuk, ukuran, pola,
mencerminkan
sifat, suara, tekstur, fungsi, dan ciri-ciri lainnya) melalui berbagai
perilaku
anak
hasil karya
berakhlak mulia
4.7 Menyajikan berbagai karya yang berhubungan dengan
lingkungan sosial (keluarga, teman, tempat tinggal, tempat
ibadah, budaya, transportasi) dalam bentuk gambar, bercerita,
bernyanyi, dan gerak tubuh
4.8 Menyajikan berbagai karya yang berhubungan dengan
lingkungan alam (hewan, tanaman, cuaca, tanah, air, batubatuan, dll) dalam bentuk gambar, bercerita, bernyanyi, dan
gerak tubuh
4.9 Menggunakan teknologi sederhana untuk menyelesaikan tugas
dan kegiatannya (peralatan rumah tangga, peralatan bermain,
peralatan pertukangan, dll)
4.10 Menunjukkan kemampuan berbahasa reseptif (menyimak
dan membaca)
4.11 Menunjukkan kemampuan berbahasa ekspresif
(mengungkapkan bahasa secara verbal dan non verbal)
4.12 Menunjukkan kemampuan keaksaraan awal dalam berbagai
bentuk karya
4.13 Menunjukkan reaksi emosi diri secara wajar
4.14 Mengungkapkan kebutuhan, keinginan dan minat diri
dengan cara yang tepat
4.15 Menunjukkan karya dan aktivitas seni dengan menggunakan
berbagai media
3. INDIKATOR PENCAPAIAN PEKEMBANGAN
KOMPETENSI DASAR
1.1. Mempercayai adanya
Tuhan melalui
ciptaan-Nya
1.2. Menghargai diri
sendiri, orang lain,
dan lingkungan
sekitar sebagai rasa
syukur kepada Tuhan
2.1 Memiliki perilaku yang
mencerminkan hidup
sehat
INDIKATOR PENCAPAIAN PERKEMBANGAN
Usia 4-5 tahun
Usia 5-6 tahun
Indikator pencapaian perkembangan anak untuk KD pada
KI Sikap Spiritual dan KD pada KI Sikap Sosial tidak
dirumuskan secara tersendiri. Pembelajaran untuk
mencapai KD-KD ini dilakukan secara tidak langsung, tetapi
melalui pembelajaran untuk mencapai KD-KD pada KI
Pengetahuan dan KI Keterampilan, serta melalui
pembiasaan dan keteladanan. Dengan kata lain, sikap
positif anak akan terbentuk ketika dia memiliki
pengetahuan dan mewujudkan pengetahuan itu dalam
bentuk hasil karya dan/atau unjuk kerja. Contoh sikap
positif itu adalah perilaku hidup sehat, jujur, tanggung
4
2.2 Memiliki perilaku yang jawab, peduli, kreatif, kritis, percaya diri, disiplin, mandiri,
mencerminkan hidup
mampu bekerja sama, mampu menyesuaikan diri, dan
sehat
santun
2.3 Memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap
ingin tahu
2.4 Memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap
kreatif
2.5 Memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap
estetis
2.6 Memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap
percaya diri
2.7 Memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap
taat terhadap aturan
sehari-hari untuk
melatih kedisiplinan
2.8 Memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap
sabar (mau menunggu
giliran, mau
mendengar ketika
orang lain berbicara)
untuk melatih
kedisiplinan
2.9 Memiliki perilaku yang
mencerminkan
kemandirian
2.10 Memiliki perilaku
yang mencerminkan
sikap peduli dan mau
membantu jika diminta
bantuannya
2.11 Memiliki perilaku
yang
mencerminkan
sikap menghargai
dan toleran
kepada orang lain
perilaku yang
5
dapat menyesuaikan diri
2.12 Memiliki perilaku
yang
mencerminkan
sikap
tanggungjawab
2.13 Memiliki perilaku
yang
mencerminkan
sikap jujur
2.14 Memiliki perilaku
yang
mencerminkan
sikap rendah hati
dan santun kepada
orang tua,
pendidik, dan
teman
3.1 Mengenal kegiatan
beribadah sehari-hari
4.1 Melakukan kegiatan
beribadah sehari-hari
dengan tuntunan orang
dewasa
3.2 Mengenal perilaku
baik sebagai cerminan
akhlak mulia
4.2 Menunjukkan perilaku
santun sebagai cerminan
akhlak mulia
Mulai mengucap- kan doadoa pendek dan melakukan
ibadah sesuai dengan
agama yang dianutnya
Mengucapkan doa-doa
pendek, melakukan ibadah
sesuai dengan agama nya
(misal: doa sebelum
memulai dan selesai
kegiatan)
Berperilaku sesuai dengan
ajaran agama yang
dianutnya (misal: tidak
bohong, tidak berkelahi)
Menyebutkan hari-hari
besar agama
Menyebutkan tempat
ibadah agama lain
Menceritakan kembali
tokoh-tokoh keagamaan
(misal: nabi-nabi)
Bersikap sopan dan peduli
melalui perkataan dan
perbuatan- nya dengan
bimbingan (misal:
mengucap- kan maaf,
permisi, terima kasih)
Berperilaku sopan dan
peduli melalui perkataan
dan perbuat- annya secara
spontan (misal:
mengucapkan maaf,
permisi, terima kasih)
6
3.3 Mengenal anggota
tubuh, fungsi, dan
gerakannya untuk
pengembangan motorik
kasar dan motorik halus
4.3 Menggunakan
anggota tubuh untuk
pengembangan motorik
kasar dan halus
Mulai menunjuk-kan sikap
mau menolong orang tua,
pendidik, dan teman
Mau menolong orang tua,
pendidik, dan teman
Melakukan berbagai
kegiatan motorik kasar dan
halus yang seimbang
terkontrol dan lincah
Melakukan berbagai
gerakan terkoordinasi
secara terkontrol,
seimbang, dan lincah
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu melakukan gerakan
bergelayutan (berkibar)
Melakukan kegiatan yang
menunjukkan anak mampu
melakukan gerakan mata,
tangan, kaki, kepala secara
terkoordinasi dalam
menirukan berbagai
gerakan yang teratur
(misal: senam dan tarian)
Melakukan kegiatan yang
menunjukkan anak mampu
melakukan permainan
fisik dengan aturan
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu
melakukan gerakan
melompat meloncat, dan
berlari secara terkoordinasi
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu melempar sesuatu
secara terarah
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu menangkap bola
dengan tepat
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu melakukan gerakan
antisipasi (misal:
permainan lempar bola)
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu menendang bola
secara terarah
7
Melakukan kegiatan yang
menunjukkan anak mampu
terampil menggunakan
tangan kanan dan kiri
dalam berbagai aktivitas
(misal: mengancing kan
baju, menali sepatu, menggambar, menempel
menggunting, makan)
3.4 Mengetahui cara
hidup sehat
4.4 Mampu menolong diri
sendiri untuk hidup sehat
3.5 Mengetahui cara
memecahkan masalah
sehari-hari dan
berperilaku kreatif
4.5 Menyelesaikan
masalah sehari-hari secara
kreatif
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu
memanfaat- kan alat
permainan di dalam dan
luar ruang
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu mengguna-kan
anggota badan untuk
melakukan gerakan halus
yang terkontrol (misal:
meronce)
Mulai terbiasa melakukan
hidup bersih dan sehat
Melakukan kebiasaan hidup
bersih dan sehat (misal:
mandi 2x sehari; memakai
baju bersih; membuang
sampah pada
empatnya)
Melakukan kegiatan yang
Mampu melindungi diri dari
menunjuk-kan anak
percobaan kekerasan,
mampu mengenali bagian
termasuk kekerasan seksual
tubuh yang harus dilindungi dan bullying (misal dengan
dan cara melindungi dari
berteriak dan/atau berlari)
kekerasan, termasuk
Mampu menjaga keamanan
kekerasan seksual
diri dari benda-benda
berbahaya (misal: listrik,
pisau, pembasmi serangga)
Mulai terbiasa mengkonTerbiasa mengkonsum-si
sumsi makanan dan
makanan dan minuman
minuman yang bersih,
yang bersih, sehat, dan
sehat dan bergizi
bergizi
Mengguna-kan toilet tanpa Menggunakan toilet
bantuan
dengan benar tanpa
bantuan
Mampu memecah-kan
Mampu memecahkan
masalah sederhana yang
sendiri masalah sederhana
dihadapi dibantu oleh
yang dihadapi
orang dewasa
Melanjutkan kegiatan
Menyelesai-kan tugas
sampai selesai
meskipun menghadapi
kesulitan
8
3.6 Mengenal bendabenda disekitarnya
(nama, warna, bentuk,
ukuran, pola, sifat,
suara, tekstur, fungsi,
dan ciri-ciri lainnya)
4.6 Menyampaikan
tentang apa dan
bagaimana benda-benda
di sekitar yang dikenalnya
(nama, warna, bentuk,
ukuran, pola, sifat, suara,
tekstur, fungsi, dan ciri-ciri
lainnya) melalui berbagai
hasil karya
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu mengenal benda
dengan mengelom- pokkan
berbagai benda
berdasarkan ukuran (misal:
besar-kecil, panjangpendek, tebal-tipis beratringan)
Melakukan kegiatan yang
menunjukkananak mampu
mengenal benda dengan
mengelom-pokkan berbagai
benda di lingkungan-nya
berdasar-kan ukuran, pola,
fungsi, sifat, suara, tekstur,
fungsi, dan ciri-ciri
lainnya
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu mengenal benda
dengan memasang- kan
benda dengan
pasangannya
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu mengenal benda
dengan mengurut- kan
benda
berdasarkan ukuran dari
yang terpendek sampai
yang terpanjang, terkecilterbesar
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak mampu
mengenal benda dengan
menghubung-kan satu
benda dengan benda yang
lain
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak mampu
mengenal benda dengan
menghubung-kan nama
benda dengan tulisan
sederhana melalui berbagai
aktivitas (misal:
menjodohkan, menjiplak,
meniru)
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak
mampu mengenal benda
berdasarkan bentuk,
ukuran, dan warna melalui
kegiatan mengelompokkan
Melakukan kegiatan yang
menunjuk-kan anak mampu
mengenal benda
berdasarkan lima seriasi
atau lebih, bentuk, ukuran,
warna, atau jumlah melalui
kegiatan mengurutkan
benda
Melakukan kegiatan yang
menunjukkan anak mampu
mengenal konsep besarkecil, banyak-sedikit,
panjang-pendek, beratringan, tinggi-rendah
dengan mengukur
menggunakan alat ukur
tidak baku
Melakukan kegiatan yang
menun-jukkan anak
mampu mengenal konsep
besar-kecil, banyak-sedikit,
panjang-pendek, beratringan tinggi-rendah
melalui kegiatan
membandingkan
9
3.7 Mengenal lingkungan
sosial (keluarga,
teman, tempat tinggal,
tempat ibadah,
budaya, transportasi)
4.7 Menyajikan berbagai
karya yang berhubungan
dengan lingkungan sosial
(keluarga, teman, tempat
tinggal, tempat ibadah,
budaya, transportasi)
dalam bentuk gambar,
bercerita, bernyanyi, dan
gerak tubuh
Menyebut nama anggota
keluarga lain, teman, dan
jenis kelamin mereka
Menyebut tempat di
lingkungan sekitarnya
Menyebut-kan arah ke
tempat yang sering
dikunjungi pada radius
yang lebih jauh (pasar,
taman bermain)
Menyebut kan dan
mengetahui perlengkapan/atribut yang berhubungan dengan pekerjaan
orang-orang yang ada di
sekitarnya
Mengikuti aturan
3.8 Mengenal lingkungan
Menunjuk nama dan
alam (hewan,
kegunaan benda-benda
tanaman, cuaca, tanah, alam
air, batu-batuan, dll)
4.8 Menyajikan berbagai
karya yang berhubungan
dengan lingkungan alam
(hewan, tanaman, cuaca,
tanah, air, batu-batuan,
dll) dalam bentuk gambar,
bercerita, bernyanyi, dan
gerak tubuh
Mengung-kapkan hasil
karya yang dibuatnya
secara sederhana yang
berhubung an dengan
benda-benda yang ada di
lingkungan alam
Menunjuk-kan proses
perkem-bangbiakan
10
Menyebutkan nama
anggota keluarga dan
teman serta ciri-ciri khusus
mereka secara lebih rinci
(warna kulit, warna rambut,
jenis rambut, dll)
Menjelaskan lingkungan
sekitarnya secara
sederhana
Menyebutkan arah ke
tempat yang sering
dikunjungi dan alat
transportasi yang
digunakan
Menyebutkan peran-peran
dan pekerjaan termasuk
didalamnya
perlengkapan/atribut dan
tugas-tugas yang dilaku-kan
dalam pekerjaan tersebut
Membuat dan mengikuti
aturan
Menceritakan peristiwaperistiwa alam dengan
melakukan percobaan
sederhana
Mengungkap-kan hasil
karya yang dibuatnya
secara lengkap/ utuh yang
berhubungan dengan
benda-benda yang ada di
lingkungan alam
Menceritakan perkembangbiakan makhluk hidup
3.9 Mengenal teknologi
sederhana (peralatan
rumah tangga,
peralatan bermain,
peralatan
pertukangan, dll)
4.9 Menggunakan
teknologi sederhana untuk
menyelesaikan tugas dan
kegiatannya (peralatan
rumah tangga, peralatan
bermain, peralatan
pertukangan, dll)
makhluk hidup (misal:
kupu-kupu, ayam, katak)
Mengguna- kan cara
penggunaan benda-benda
teknologi sederhana (misal:
gunting, sekop, palu,
cangkul, pisau, gunting
kuku, sikat gigi, sendok
pembuka tutup botol,
spons, roda pada
kendaraan)
Mengenali bahan
bahan pembuatan
tehnologi sederhana
3.10 Memahami bahasa
reseptif (menyimak
dan membaca)
4.10 Menunjukkan
kemampuan berbahasa
reseptif (menyimak dan
membaca)
Mencerita-kan kembali apa
yang didengar dengan
kosakata yang terbatas
3.11 Memahami bahasa
ekspresif
(mengungkapkan
bahasa )
4.11 Menunjukkan
kemampuan berbahasa
ekspresif (mengungkapkan
Mengguna-kan kalimat
pendek untuk
berinteraksi dengan anak
atau orang dewasa untuk
menyatakan apa yang
dilihat dan dirasa
Melaksana-kan perintah
sederhana sesuai dengan
aturan yang disampaikan
(misal: aturan makan
bersama)
11
Melakukan kegiatan
dengan menggunakan alat
teknologi sederhana sesuai
fungsinya secara aman dan
bertanggung jawab.
Membuat alat-alat
teknologi sederhana (misal:
baling-baling, pesawatpesawatan, keretakeretaapian, mobilmobilan, telepon-teleponan
dengan benang)
Melakukan proses kerja
sesuai dengan prosedurnya
(misal: membuat teh
dimulai dari menyediakan
air panas, teh, gula, dan
gelas)
Menceritakan kembali apa
yang didengar dengan
kosakata yang lebih
Melaksana-kan perintah
yang lebih kompleks sesuai
dengan aturan yang
disampaikan (misal: aturan
untuk melakukan kegiatan
memasak ikan)
Mengungkap-kan
keinginan, perasaan, dan
pendapat dengan kalimat
sederhana dalam
berkomuni-kasi dengan
anak atau orang dewasa
bahasa secara verbal dan
non verbal)
Mencerita-kan gambar
yang ada dalam buku
Berbicara sesuai dengan
kebutuhan (kapan harus
bertanya, berpendapat)
3.12 Mengenal
keaksaraan awal
melalui bermain
4.12 Menunjukkan
kemampuan keaksaraan
awal dalam berbagai
bentuk karya
Bertanya dengan
mengguna-kan lebih dari 2
kata kata tanya seperti:
apa, mengapa, bagaimana,
dimana
Menulis huruf-huruf yang
dicontohkan dengan cara
meniru
Mencerita- kan isi buku
walaupun tidak sama
tulisan dengan bahasa yang
diungkapkan
Menghu-bungkan bendabenda konkret dengan
lambang bilangan 1-10
3.13 Mengenal emosi
diri dan orang lain
4.13 Menunjukkan reaksi
emosi diri secara wajar
Menjalin pertemanan
dengan anak lain
Memperta-hankan haknya
untuk melindungi diri
dengan bantuan orang lain,
misal: meminta bantuan
pada orang dewasa
3.14 Mengenali
kebutuhan, keinginan,
dan minat diri
Memilih satu macam dari
2-3 pilihan yang tersedia
(misal: mainan, makanan,
pakaian)
12
Menunjuk- kan perilaku
senang membaca buku
terhadap buku-buku yang
dikenali
Mengungkap-kan perasaan,
ide dengan pilihan kata
yang sesuai ketika
berkomuni kasi
Mencerita- kan kembali isi
cerita secara sederhana
Menunjuk- kan bentukbentuk simbol (pra menulis
Membuat gambar dengan
beberapa coretan/ tulisan
yang sudah berbentuk
huruf/kata
Menulis huruf-huruf dari
namanya sendiri
Menyebutkan angka bila
diperlihatkan lambang
bilangannya
Menyebut- kan jumlah
benda dengan cara
menghitung
Beradaptasi secara wajar
dalam situasi baru
Mempertahankan hakhaknya
untuk melindungi diri
Memilih satu macam dari 3
atau lebih pilihan yang
tersedia
4.14 Mengungkapkan
kebutuhan, keinginan dan
minat diri dengan cara
yang tepat
Memilih satu dari berbagai
kegiatan/ benda yang
disediakan
Memilih kegiatan/ benda
yang paling sesuai dengan
yang dibutuhkan dari
beberapa pilihan yang ada
3.15 Mengenal berbagai
karya dan aktivitas seni
4.15 Menunjukkan karya
dan aktivitas seni dengan
menggunakan berbagai
media
Menghargai penampilan
karya seni anak lain dengan
bimbingan (misal dengan
bertepuk tangan dan
memuji)
Menampil kan karya seni
sederhana di depan anak
atau orang lain
Menghargai penampilan
karya seni anak lain (misal
dengan bertepuk tangan
dan memuji)
Membuat karya seni sesuai
kreativitasnya misal seni
musik, visual, gerak dan tari
yang dihasilkannya
dan dihasilkan orang lain
4. STANDAR ISI TENTANG TINGKAT PENCAPAIAN PERKEMBANGAN ANAK
Lingkup
Perkembangan
Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak
4-5 tahun
5-6 tahun
I. Nilai Agama dan 1. Mengetahui agama yang
Moral
dianutnya
2. Meniru gerakan beribadah
dengan urutan yang benar
3. Mengucapkan doa sebelum
dan/atau
sesudah
melakukan sesuatu
4. Mengenal
perilaku
baik/sopan dan buruk
5. Membiasakan
diri
berperilaku baik
13
1. Mengenal agama yang
dianut
2. Mengerjakan ibadah
3. Berperilaku
jujur,
penolong, sopan, hormat,
sportif, dsb
4. Menjaga kebersihan diri
dan lingkungan
5. Mengetahui hari besar
agama
6. Menghormati (toleransi)
agama orang lain
II. Fisik-motorik
A. Motorik Kasar
B. Motorik Halus
6. Mengucapkan salam dan
membalas salam
1. Menirukan
gerakan
binatang, pohon tertiup
angin, pesawat terbang,
dsb
2. Melakukan
gerakan
menggantung (bergelayut)
3. Melakukan
gerakan
melompat, meloncat, dan
berlari secara terkoordinasi
4. Melempar sesuatu secara
terarah
5. Menangkap sesuatu secara
tepat
6. Melakukan
gerakan
antisipasi
7. Menendang sesuatu secara
terarah
8. Memanfaatkan
alat
permainan di luar kelas
1. Membuat garis vertikal,
horizontal,
lengkung
kiri/kanan,
miring
kiri/kanan, dan lingkaran
2. Menjiplak bentuk
3. Mengkoordinasikan mata
dan
tangan
untuk
melakukan gerakan yang
rumit
4. Melakukan
gerakan
manipulatif
untuk
menghasilkan suatu bentuk
dengan
menggunakan
berbagai media
5. Mengekspresikan
diri
dengan
berkarya
seni
menggunakan
berbagai
media
6. Mengontrol gerakan tangan
yang meggunakan otot
halus
(menjumput,
14
1. Melakukan gerakan tubuh
secara terkoordinasi untuk
melatih
kelenturan,
keseimbangan,
dan
kelincahan
2. Melakukan
koordinasi
gerakan mata-kaki-tangankepala dalam menirukan
tarian atau senam
3. Melakukan permainan fisik
dengan aturan
4. Terampil
menggunakan
tangan kanan dan kiri
5. Melakukan
kegiatan
kebersihan diri
1. Menggambar
sesuai
gagasannya
2. Meniru bentuk
3. Melakukan
eksplorasi
dengan berbagai media dan
kegiatan
4. Menggunakan alat tulis dan
alat makan dengan benar
5. Menggunting
sesuai
dengan pola
6. Menempel gambar dengan
tepat
7. Mengekspresikan
diri
melalui
gerakan
menggambar secara rinci
mengelus,
mencolek,
mengepal,
memelintir,
memilin, memeras)
C. Kesehatan dan
Perilaku
Keselamatan
III.
Kognitif
A. Belajar dan
Pemecahan
Masalah
1. Berat badan sesuai tingkat
usia
2. Tinggi badan sesuai tingkat
usia
3. Berat badan sesuai dengan
standar tinggi badan
4. Lingkar kepala sesuai
tingkat usia
5. Menggunakan toilet
(penggunaan air,
membersihkan diri) dengan
bantuan minimal
6. Memahami berbagai alarm
bahaya (kebakaran, banjir,
gempa)
7. Mengenal rambu lalu lintas
yang ada di jalan
1. Berat badan sesuai tingkat
usia
2. Tinggi badan sesuai
standar usia
3. Berat badan sesuai dengan
standar tinggi badan
4. Lingkar kepala sesuai
tingkat usia
5. Menutup hidung dan
mulut (misal, ketika batuk
dan bersin)
6. Membersihkan, dan
membereskan tempat
bermain
7. Mengetahui situasi yang
membahayakan diri
8. Memahami tata cara
menyebrang
9. Mengenal kebiasaan buruk
bagi kesehatan (rokok,
minuman keras)
1. Mengenal
benda
berdasarkan fungsi (pisau
untuk memotong, pensil
untuk menulis)
2. Menggunakan
bendabenda sebagai permainan
simbolik (kursi sebagai
mobil)
3. Mengenal
konsep
sederhana
dalam
kehidupan
sehari-hari
(gerimis, hujan, gelap,
terang, temaram, dsb)
4. Mengetahui konsep banyak
dan sedikit
1. Menunjukkan
aktivitas
yang bersifat eksploratif
dan menyelidik (seperti:
apa yang terjadi ketika air
ditumpahkan)
2. Memecahkan
masalah
sederhana
dalam
kehidupan
sehari-hari
dengan cara yang fleksibel
dan diterima sosial
3. Menerapkan pengetahuan
atau pengalaman dalam
konteks yang baru
4. Menunjukkan sikap kreatif
dalam
menyelesaikan
15
B. Berfikir Logis
5. Mengkreasikan
sesuatu
sesuai
dengan
idenya
sendiri yang terkait dengan
berbagai
pemecahan
masalah
6. Mengamati benda dan
gejala dengan rasa ingin
tahu
7. Mengenal pola kegiatan
dan menyadari pentingnya
waktu
8. Memahami
posisi/kedudukan
dalam
keluarga, ruang, lingkungan
sosial
(misal:
sebagai
peserta didik/anak/teman)
masalah (ide, gagasan di
luar kebiasaan)
1. Mengklasifikasikan benda
berdasarkan fungsi, bentuk
atau warna atau ukuran
2. Mengenal gejala sebabakibat yang terkait dengan
dirinya
3. Mengklasifikasikan benda
ke dalam kelompok yang
sama atau kelompok yang
sejenis atau kelompok yang
berpasangan dengan 2
variasi
4. Mengenal pola (misal, ABAB dan ABC-ABC) dan
mengulanginya
5. Mengurutkan benda
berdasarkan 5 seriasi
ukuran atau warna
1. Mengenal perbedaan
berdasarka ukura : lebih
dari ; kura g dari ; da
pali g/ter
2. Menunjukkan inisiatif
dalam memilih tema
per ai a (seperti: ayo
kita bermain pura-pura
seperti buru g
3. Menyusun perencanaan
kegiatan yang akan
dilakukan
4. Mengenal sebab-akibat
tentang lingkungannya
(angin
bertiupmenyebabkan daun
bergerak, air dapat
menyebabkan sesuatu
menjadi basah)
5. Mengklasifikasikan benda
berdasarkan warna,
bentuk, dan ukuran (3
variasi)
6. Mengklasifikasikan benda
yang lebih banyak ke
dalam kelompok yang
16
sama atau kelompok yang
sejenis, atau kelompok
berpasangan yang lebih
dari 2 variasi
7. Mengenal pola ABCD-ABCD
8. Mengurutkan benda
berdasarkan ukuran dari
paling kecil ke paling besar
atau sebaliknya
C. Berfikir Simbolik
IV. Bahasa
A. Memahami
bahasa
1. Membilang banyak benda
satu sampai sepuluh
2. Mengenal konsep bilangan
3. Mengenal lambang
bilangan
4. Mengenal lambang huruf
1. Menyebutkan lambang
bilangan 1-10
2. Menggunakan lambang
bilangan untuk menghitung
3. Mencocokkan bilangan
dengan lambang bilangan
4. Mengenal berbagai macam
lambang huruf vokal dan
konsonan
5. Merepresentasikan
berbagai macam benda
dalam bentuk gambar atau
tulisan (ada benda pensil
yang diikuti tulisan dan
gambar pensil)
1. Menyimak perkataan orang
lain (bahasa ibu atau
bahasa lainnya)
2. Mengerti dua perintah yang
diberikan bersamaan
3. Memahami cerita yang
dibacakan
4. Mengenal perbendaharaan
kata mengenai kata sifat
(nakal, pelit, baik hati,
berani, baik, jelek, dsb)
5. Mendengar
dan
membedakan
bunyibunyian dalam Bahasa
Indonesia (contoh, bunyi
dan ucapan harus sama)
1. Mengerti beberapa
perintah secara bersamaan
2. Mengulang kalimat yang
lebih kompleks
3. Memahami aturan dalam
suatu permainan
4. Senang dan menghargai
bacaan
17
B. Mengungkapkan 1. Mengulang
kalimat
Bahasa
sederhana
2. Bertanya dengan kalimat
yang benar
3. Menjawab
pertanyaan
sesuai pertanyaan
4. Mengungkapkan perasaan
dengan kata sifat (baik,
senang, nakal, pelit, baik
hati, berani, baik, jelek, dsb)
5. Menyebutkan
kata-kata
yang dikenal
6. Mengutarakan pendapat
kepada orang lain
7. Menyatakan
alasan
terhadap sesuatu yang
diinginkan
atau
ketidaksetujuan
8. Menceritakan
kembali
cerita/dongeng
yang
pernah didengar
9. Memperkaya
perbendaharaan kata
10. Berpartisipasi
dalam
percakapan
C. Keaksaraan
1. Menjawab
pertanyaan
yang lebih kompleks
2. Menyebutkan
kelompok
gambar yang memiliki
bunyi yang sama
3. Berkomunikasi secara lisan,
memiliki perbendaharaan
kata,
serta
mengenal
simbol-simbol
untuk
persiapan
membaca,
menulis dan berhitung
4. Menyusun
kalimat
sederhana dalam struktur
lengkap (pokok kalimatpredikat-keterangan)
5. Memiliki lebih banyak katakata untuk mengekpresikan
ide pada orang lain
6. Melanjutkan
sebagian
cerita/dongeng yang telah
diperdengarkan
7. Menunjukkkan
pemahaman
konsepkonsep dalam buku cerita
1. Mengenal simbol-simbol
1. Menyebutkan
simbolsimbol huruf yang dikenal
2. Mengenal
suara–suara
hewan/benda yang ada di 2. Mengenal suara huruf awal
dari nama benda-benda
sekitarnya
yang ada di sekitarnya
3. Membuat coretan yang
bermakna
3. Menyebutkan
kelompok
4. Meniru (menuliskan dan
gambar yang memiliki
mengucapkan) huruf A-Z
bunyi/huruf awal yang
sama.
4. Memahami
hubungan
antara bunyi dan bentuk
huruf
5. Membaca nama sendiri
6. Menuliskan nama sendiri
7. Memahami arti kata dalam
cerita
18
V. Sosialemosional
A. Kesadaran Diri
B. Rasa tanggung
jawab untuk diri
sendiri dan
orang lain
C. Perilaku
Prososial
1. Menunjukkan sikap mandiri 1. Memperlihatkan
kemampuan diri untuk
dalam memilih kegiatan
menyesuaikan
dengan
2. Mengendalikan perasaan
situasi
3. Menunjukkan rasa percaya
2. Memperlihatkan
kehatidiri
hatian kepada orang yang
4. Memahami peraturan dan
belum
dikenal
disiplin
(menumbuhkan
5. Memiliki sikap gigih (tidak
kepercayaan pada orang
mudah menyerah)
dewasa yang tepat)
6. Bangga terhadap hasil karya
3. Mengenal perasaan sendiri
sendiri
dan mengelolanya secara
wajar (mengendalikan diri
secara wajar)
1. Menjaga diri sendiri dari
1. Tahu akan hak nya
lingkungannya
2. Mentaati aturan kelas
(kegiatan, aturan)
2. Menghargai keunggulan
3. Mengatur diri sendiri
orang lain
4. Bertanggung jawab atas
3. Mau berbagi, menolong,
perilakunya untuk kebaikan
dan membantu teman
diri sendiri
1. Menunjukan antusiasme
1. Bermain dengan teman
dalam melakukan
sebaya
permainan kompetitif
2. Mengetahui
perasaan
secara positif
temannya dan merespon
2. Menaati aturan yang
secara wajar
berlaku dalam suatu
3. Berbagi dengan orang lain
permainan
4. Menghargai
3. Menghargai orang lain
hak/pendapat/karya orang
4. Menunjukkan rasa empati
lain
5. Menggunakan cara yang
diterima secara sosial
dalam
menyelesaikan
masalah
(menggunakan
fikiran
untuk
menyelesaikan masalah)
6. Bersikap kooperatif dengan
teman
7. Menunjukkan sikap toleran
8. Mengekspresikan
emosi
yang sesuai dengan kondisi
19
yang ada (senang-sedihantusias dsb)
9. Mengenal tata krama dan
sopan
santun
sesuai
dengan nilai sosial budaya
setempat
VI. Seni
A. Anak mampu
menikmati
berbagai alunan
lagu atau suara
1. Senang
mendengarkan 1. Anak bersenandung atau
berbagai macam musik atau
bernyanyi
sambil
lagu kesukaannya
mengerjakan sesuatu
2. Memainkan
alat 2. Memainkan
alat
musik/instrumen/benda
musik/instrumen/benda
yang dapat membentuk
bersama teman
irama yang teratur
B. Tertarik dengan 1. Memilih jenis lagu yang
kegiatan seni
disukai
2. Bernyanyi sendiri
3. Menggunakan
imajinasi
untuk
mencerminkan
perasaan dalam sebuah
peran
4. Membedakan peran fantasi
dan kenyataan
5. Menggunakan
dialog,
perilaku, dan berbagai
materi dalam menceritakan
suatu cerita
6. Mengekspresikan gerakan
dengan
irama
yang
bervariasi
7. Menggambar objek di
sekitarnya
8. Membentuk berdasarkan
objek yang dilihatnya (mis.
dengan plastisin, tanah liat)
9. Mendeskripsikan sesuatu
(seperti binatang) dengan
ekspresif yang berirama
(contoh,
anak
menceritakan gajah dengan
gerak dan mimik tertentu)
20
1. Menyanyikan lagu dengan
sikap yang benar
2. Menggunakan
berbagai
macam
alat
musik
tradisional maupun alat
musik lain untuk menirukan
suatu irama atau lagu
tertentu
3. Bermain drama sederhana
4. Menggambar
berbagai
macam
bentuk
yang
beragam
5. Melukis dengan berbagai
cara dan objek
6. Membuat karya seperti
bentuk
sesungguhnya
dengan berbagai bahan
(kertas, plastisin, balok, dll)
10. Mengkombinasikan
berbagai warna ketika
menggambar
atau
mewarnai
5. PENGELOLAAN PEMBELAJARAN
a. Perencanaan pengelolaan kelas
Rencana
pengelolaan
kelas
mencakup
penataan
lingkungan
belajar
serta
pengorganisasian anak dan kelas (dapat di dalam maupun di luar ruangan). Pengelolaan kelas
disesuaikan dengan model pembelajaran yang akan digunakan. Model-model pembelajaran
tersebut di antaranya adalah:
1) model pembelajaran kelompok berdasarkan sudut-sudut kegiatan;
2) model pembelajaran kelompok berdasarkan kegiatan pengaman;
3) model pembelajaran berdasarkan area (minat); dan
4) model pembelajaran berdasarkan sentra.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam Kurikulum 2013 adalah
pendekatan tematik terpadu. Dalam model pembelajaran tematik terpadu di PAUD, kegiatankegiatan yang dilakukan untuk satu tema, sub tema, atau sub-sub tema dirancang untuk
mencapai secara bersama-sama kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan dengan
mencakup sebagian atau seluruh aspek pengembangan.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui pembelajaran langsung dan tidak
langsung yang terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah. Pembelajaran langsung adalah
proses pembelajaran melalui interaksi langsung antara anak dengan sumber belajar yang
dirancang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Mingguan (RPPM) dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH). Pembelajaran langsung berkenaan dengan
21
pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang terkandung dalam Kompetensi Inti-3
(pengetahuan) dan Kompetensi Inti-4 (keterampilan).
Pembelajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang tidak dirancang secara khusus
namun terjadi dalam proses pembelajaran langsung. Melalui proses pembelajaran langsung
untuk mencapai kompetensi pengetahuan dan keterampilan akan terjadi dampak ikutan pada
pengembangan nilai dan sikap yang terkandung dalam Kompetensi Inti-1 (sikap spiritual) dan
Kompetensi Inti-2 (sikap sosial).
Pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dalam tahapan kegiatan pembukaan, inti
dan penutup.
a) Kegiatan Pembukaan
Kegiatan pembukaan dilakukan untuk menyiapkan anak secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran. Kegiatan ini berhubungan dengan pembahasan sub
tema atau sub-sub tema yang akan dilaksanakan. Beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan antara lain: berbaris, mengucap salam, berdoa, dan bercerita atau berbagi
pengalaman.
b) Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan upaya kegiatan bermain yang memberikan pengalaman
belajar secara langsung kepada anak sebagai dasar pembentukan sikap, perolehan
pengetahuan dan keterampilan.
Kegiatan inti memberikan ruang yang cukup bagi anak untuk berinisiatif, kreatif, dan
mandiri sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhan anak. Kegiatan inti dilaksanakan
dengan pendekatan saintifik meliputi kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
1) Mengamati
Mengamati dilakukan untuk mengetahui objek di antaranya dengan menggunakan
indera seperti melihat, mendengar, menghidu, merasa, dan meraba.
22
2) Menanya
Anak didorong untuk bertanya, baik tentang objek yang telah diamati maupun halhal lain yang ingin diketahui.
3) Mengumpulkan Informasi
Mengumpulkan informasi dilakukan melalui beragam cara, misalnya: dengan
melakukan, mencoba, mendiskusikan dan menyimpulkan hasil dari berbagai
sumber.
4) Menalar
Menalar merupakan kemampuan menghubungkan informasi yang sudah dimiliki
dengan informasi yang baru diperoleh sehingga mendapatkan pemahaman yang
lebih baik tentang suatu hal.
5) Mengomunikasikan
Mengomunikasikan merupakan kegiatan untuk menyampaikan hal-hal yang telah
dipelajari dalam berbagai bentuk, misalnya melalui cerita, gerakan, dan dengan
menunjukkan hasil karya berupa gambar, berbagai bentuk dari adonan, boneka dari
bubur kertas, kriya dari bahan daur ulang, dan hasil anyaman.
c) Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup merupakan kegiatan yang bersifat penenangan. Beberapa hal yang
dapat dilakukan dalam kegiatan penutup di antaranya adalah:
1) membuat kesimpulan sederhana dari kegiatan yang telah dilakukan, termasuk di
dalamnya adalah pesan moral yang ingin disampaikan;
2) nasihat-nasihat yang mendukung pembiasaan yang baik;
3) refleksi dan umpan balik terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan;
4) membuat kegiatan penenangan seperti bernyanyi, bersyair, dan bercerita yang
sifatnya menggembirakan; dan,
5) menginformasikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.
c. Metode Pembelajaran
23
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan pendidik dalam melakukan kegiatan
pembelajaran kepada anak untuk mencapai kompetensi tertentu. Metode pembelajaran
dirancang dalam kegiatan bermain yang bermakna dan menyenangkan bagi anak. Beberapa
metode pembelajaran yang dianggap sesuai untuk PAUD, di antaranya adalah sebagai berikut.
2) Bercerita
Bercerita adalah cara bertutur dan menyampaikan cerita secara lisan. Cerita harus
diberikan secara menarik. Anak diberi kesempatan untuk bertanya dan
memberikan tanggapan. Pendidik dapat menggunakan buku sebagai alat bantu
bercerita.
3) Demonstrasi
Demonstrasi digunakan untuk menunjukkan atau memeragakan cara untuk
membuat atau melakukan sesuatu.
4) Bercakap-cakap
Bercakap-cakap dapat dilakukan dalam bentuk tanya jawab antara anak dengan
pendidik atau antara anak dengan anak yang lain.
5) Pemberian tugas
Pemberian tugas dilakukan oleh pendidik untuk memberi pengalaman yang nyata
kepada anak baik secara individu maupun secara berkelompok.
6) Sosio-drama/bermain peran
Sosio-drama atau bermain peran dilakukan untuk mengembangkan daya
khayal/imajinasi, kemampuan berekspresi, dan kreativitas anak yang diinspirasi
dari tokoh-tokoh atau benda-benda yang ada dalam cerita.
7) Karyawisata
Karyawisata adalah kunjungan secara langsung ke objek-objek di lingkungan
kehidupan anak yang sesuai dengan tema yang sedang dibahas.
8) Projek
24
Proyek merupakan suatu tugas yang terdiri atas rangkaian kegiatan yang diberikan
oleh pendidik kepada anak, baik secara individu maupun secara berkelompok
dengan menggunakan objek alam sekitar maupun kegiatan sehari-hari.
9) Eksperimen
Eksperimen merupakan pemberian pengalaman nyata kepada anak dengan
melakukan percobaan secara langsung dan mengamati hasilnya
6. PENILAIAN
a. Pengertian Penilaian
1) Penilaian proses dan hasil kegiatan belajar PAUD adalah suatu proses mengumpulkan
dan mengkaji berbagai informasi secara sistematis, terukur, berkelanjutan, serta
menyeluruh tentang pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak
selama kurun waktu tertentu.
2) Penilaian autentik adalah penilaian proses dan hasil belajar untuk mengukur tingkat
pencapaian kompetensi sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan dan keterampilan
yang dilakukan secara berkesinambungan. Penilaian tidak hanya mengukur apa yang
diketahui oleh anak, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh
anak.
b. Fungsi
Penilaian kegiatan belajar anak memiliki fungsi untuk memantau kemajuan belajar,
hasil belajar, dan perbaikan hasil kegiatan belajar anak secara berkesinambungan.
c. Tujuan
Penilaian proses dan hasil belajar di PAUD bertujuan untuk:
1) mendapatkan informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai
oleh anak selama mengikuti pendidikan di PAUD;
2) menggunakan informasi yang didapat sebagai umpan balik bagi pendidik untuk
memperbaiki kegiatan pembelajaran dan meningkatkan layanan pada anak agar sikap,
pengetahuan, dan keterampilan berkembang secara optimal;
25
3) memberikan informasi bagi orang tua untuk melaksanakan pengasuhan di lingkungan
keluarga yang sesuai dan terpadu dengan proses pembelajaran di PAUD; dan
4) memberikan bahan masukan kepada berbagai pihak yang relevan untuk turut serta
membantu pencapaian perkembangan anak secara optimal.
d. Prinsip
Penilaian proses dan hasil belajar anak di PAUD berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai
berikut.
1) Mendidik
Proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi, mengembangkan,
dan membina anak agar tumbuh dan berkembang secara optimal.
2) Berkesinambungan
Penilaian dilakukan secara terencana, bertahap, dan terus menerus untuk
mendapatkan gambaran tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
3) Objektif
Penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi
subjektivitas penilai.
4) Akuntabel
Penilaian dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan kriteria yang jelas serta dapat
dipertanggungjawabkan.
5) Transparan
Penilaian dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan hasil penilaian dapat diakses oleh
orang tua dan semua pemangku kepentingan yang relevan.
6) Sistematis
Penilaian dilakukan secara teratur dan terprogram sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan menggunakan berbagai instrumen.
7) Menyeluruh
26
Penilaian mencakup semua aspek pertumbuhan dan perkembangan anak baik sikap,
pengetahuan maupun keterampilan.
8) Bermakna
Hasil penilaian memberikan informasi yang bermanfaat bagi anak, orangtua, pendidik,
dan pihak lain yang relevan.
e. Lingkup
Penilaian proses dan hasil kegiatan belajar anak mencakup semua aspek
perkembangan yang dirumuskan dalam kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
f. Mekanisme
1) Penilaian proses dan hasil kegiatan belajar PAUD dilaksanakan oleh pendidik pada
satuan PAUD.
2) Teknik dan Instrumen Penilaian
Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan adalah sebagai berikut.
a) Pengamatan atau observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan selama
kegiatan pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan lembar observasi, catatan menyeluruh atau jurnal, dan rubrik.
b) Percakapan merupakan teknik penilaian yang dapat digunakan baik pada saat
kegiatan terpimpin maupun bebas.
c) Penugasan merupakan teknik penilaian berupa pemberian tugas yang akan
dikerjakan anak dalam waktu tertentu baik secara individu maupun kelompok serta
secara mandiri maupun didampingi.
d) Unjuk kerja merupakan teknik penilaian yang melibatkan anak dalam entuk
pelaksanaan suatu aktivitas yang dapat diamati.
e) Penilaian hasil karya merupakan teknik penilaian dengan melihat produk yang
dihasilkan oleh anak setelah melakukan suatu kegiatan.
f) Pencatatan anekdot merupakan teknik penilaian yang dilakukan dengan mencatat
sikap dan perilaku khusus pada anak ketika suatu peristiwa terjadi secara tibatiba/insidental baik positif maupun negatif.
27
g) Portofolio merupakan kumpulan atau rekam jejak berbagai hasil kegiatan anak
secara berkesinambungan atau catatan pendidik tentang berbagai aspek
pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai salah satu bahan untuk menilai
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
3) Waktu Penilaian
Penilaian dilakukan mulai dari anak datang di satuan PAUD, selama proses
pembelajaran, saat istirahat, sampai anak pulang. Hasil penilaian dapat dirangkum
dalam kurun waktu harian, mingguan atau bulanan.
4) Pengolahan Penilaian
a) Penilaian proses dan hasil belajar anak dimasukkan ke dalam format yang disusun
oleh pendidik setiap selesai melakukan kegiatan.
b) Catatan penilaian proses dan hasil belajar perkembangan anak dimasukkan ke
dalam format rangkuman penilaian mingguan atau bulanan untuk dibuat
kesimpulan sebagai dasar laporan perkembangan anak kepada orang tua.
5) Pelaporan Pencapaian Hasil Perkembangan dan Pertumbuhan Anak.
a) Pelaporan adalah kegiatan mengomunikasikan hasil penilaian tentang tingkat
pencapaian perkembangan anak baik secara psikis maupun fisik yang dilakukan
secara berkala oleh pendidik. Apabila terdapat pertumbuhan dan perkembangan
yang tidak biasa pendidik dapat berkonsultasi ke ahli yang relevan.
b) Bentuk pelaporan berupa deskripsi pertumbuhan fisik dan perkembangan
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan anak yang dilaporkan kepada
orang tua dilengkapi dengan lampiran hasil portofolio.
c) Teknik pelaporan dilakukan dengan cara bertatap muka dengan orang tua untuk
menjelaskan hasil penilaian anak.
d) Pelaporan secara tertulis diberikan kepada orang tua minimal sekali untuk setiap 6
bulan, sedangkan pelaporan secara lisan dapat diberikan sesuai kebutuhan.
6) Penilaian proses dan hasil belajar pada anak usia lahir-4 tahun dapat dilakukan secara
lebih fleksibel dalam hal lingkup yang dinilai, teknik dan instrumen, waktu, pengolahan,
dan pelaporan penilaian.
28
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
GURU KELAS TK
BAB III
BERMAIN DAN PERMAINAN
HERMAN
RUSMAYADI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB III
BERMAIN DAN PERMAINAN ANAK USIA DINI
A. KOMPETENSI INTI
Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
B. KOMPETENSI DASAR
Menguasai penggunaan berbagai alat permainan untuk mengembangkan aspek fisik,
kognitif, sosial-emosional, nilai moral, sosial budaya, dan bahasa anak TK/PAUD;
Menguasai berbagai permainan anak
C. MATERI AJAR
Kita semua gemar bermain, terutama saat kita masih kanak-kanak. Bermain adalah
aktivitas khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan kenikmatan. Bermain
berbeda de ga aktivitas lai ya g bersifat ’serius’ seperti bekerja atau belajar. Bermain selalu
e bahagiaka da tidak per ah e jadi ’beba ’. Bila suatu aktivitas bermain sudah menjadi
beban artinya aktivitas tersebut bukanlah lagi bermain.
Bagi anak usia dini, bermain bukanlah merupakan kegiatan main-main. Bermain adalah
kegiatan pokok dan penting untuk anak, karena bermain bagi anak mempunyai nilai yang sama
dengan bekerja dan belajar bagi orang dewasa. Artinya bermain merupakan sarana untuk
mengubah kekuatan potensial yang ada dalam diri anak menjadi pelbagai kemampuan dan
kecakapan dalam kehidupan anak kelak.
Sebagaimana makan dan minum, bernapas dan tidur, kegiatan bermain sangat penting
bagi kesehatan dan kesejahteraan anak. Melalui bermain, anak mendapatkan berbagai
pengalaman untuk mengenal dunia sekitarnya. Dengan stimulasi bermain pula anak dapat
melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, sehingga memberikan dasar yang kokoh dan
kuat bagi pemecahan kesulitan hidupnya di kemudian hari. Anak-anak perlu menjelajahi
lingkungannya melalui kegiatan bermain yang menyenangkan. Kegiatan bermain berlangsung
dalam jenis tertentu dengan tingkat yang berbeda-beda. Anak adalah pemimpin alami bagi
permainan mereka sendiri.
1
Millestone perkembangan anak dapat didukung melalui penataan lingkungan bermain
yang baik. Menjadi tugas orang tua dan pendidik untuk menyajikan lingkungan bermain yang
kondusif yang mampu membantu proses stimulasi bagi optimalisasi perkembangan anak usia
dini.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kegiatan bermain memiliki arti yang sangat penting bagi anak usia dini dalam kehidupannya.
Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan berbagai usaha untuk menyajikan kegiatan bermain
yang kondusif bagi perkembangan anak. Orangtua dan guru perlu memahami hakikat bermain
dan permainan yang meliputi makna bermain, berbagai jenis permainan, syarat bermain yang
baik, perkembangan bermain anak usia dini serta bagaimana merancang kegiatan bermain dan
alat permainan yang edukatif (APE). Disamping itu, hendaknya orangtua dan pendidik dapat
berperan sebagai pe da pi g atau ’te a ’ ber ai ya g baik bagi a ak, yaitu sebagai
fasilitator dan motivator sehingga dapat mengarahkan kegiatan bermain yang edukatif.
1. Definisi/pengertian Bermain dan Permainan
James Sully dalam bukunya Essay on Laughter menyatakan bahwa tertawa adalah
tanda dari kegiatan bermain dan tertawa ada di dalam aktivitas sosial yang dilakukan bersama
sekelompok teman. Artinya kegiatan bermain mempunyai manfaat tertentu. Hal yang penting
dan perlu ada di dalam kegiatan bermain adalah rasa senang dan rasa senang ini ditandai oleh
tertawa. Karena itu, suasana hati dari orang yang sedang melakukan kegiatan bermain,
memegang peran untuk menentukan apakah orang tersebut sedang bermain atau bukan.Plato
adalah orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain.
Aristoteles berpendapat bahwa anak -anak perlu didorong untuk bermain dengan apa yang
akan mereka tekuni di masa dewasa nanti. Sedangkan menurut Frobel bahwa bermain dapat
meningkatkan minat, kapasitas serta pengetahuan anak.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat diuraikan beberapa pengertian
bermain :
2
a. Bermain adalah aktivitas yang khas yang menggembirakan, menyenangkan dan
menimbulkan kenikmatan.
b. Kesibukan yang dipilih sendiri oleh anak sebagai bagian dari usaha mencoba-coba dan
melatih diri.
c. Dunia Anak = Dunia Bermain, jadi bermain merupakan kegiatan pokok dan penting
untuk anak.
d. Bermain bagi anak mempunyai nilai yang sama dengan bekerja dan belajar bagi orang
dewasa.
2. Sejarah perkembangan teori bermain
Pada awalnya aktivitas bermain pada anak belum mendapatkan perhatian yang khusus
dari para ahli ilmu jiwa. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan tentang
perkembangan anak. Secara umum perkembangan teori bermain terbagi menjadi dua yaitu
teori-teori klasik dan teori-teori modern. Berikut ini akan dijabarkan bagai tentang intisari
teori-teori perkembangan bermain tersebut.
a) TEORI-TEORI KLASIK (Abad ke 18 - 19)
TEORI
Surplus energi
Rekreasi
Rekapitulasi
Praktis
PENGGAGAS
TUJUAN
Schiller/Spencer
Lazarus
G. Stanley Hall
Groos
Mengeluarkan energi berlebih
Memulihkan energi/tenaga
Memunculkan instink nenek moyang
Menyempurnakan instink
b) TEORI-TEORI MODERN
TEORI
Peran bermain dalam perkembangan anak
Psikoanalitik- Sigmund Mengatasi pengalaman traumatik,coping terhadap frustasi
Freud
Kognitif-Piaget
Mempraktekan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep
serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya
Kognitif-Vygotsky
Memajukan berpikir abstrak, belajar dalam kaitan ZPD,
pengaturan diri
Kognitif-Bruner/
o Memunculkan fleksibilitas perilaku dan berpikir, imajinasi
dan narasi
Sutton-Smith Singer
o Mengatur kecepatan stimulasi dari dalam dan dari luar
3
Arousal Modulation
Bateson
Tetap membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan
menambah stimulasitingkat optimal dengan menambah
stimulasi
Memajukan kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan
makna
3. Fungsi dan manfaat bermain bagi perkembangan anak usia dini
Fungsi dan manfaat bermain meliputi seluruh aspek perkembangan anak seperti
diuraikan berikut :
a. Perkembangan Bahasa
Aktivitas bermain adalah ibarat laboratorium bahasa anak, yaitu memperkaya
perbendaharaan kata anak dan melatih kemampuan berkomunikasi anak.
b. Perkembangan Moral
Bermain membantu anak untuk belajar bersikap jujur, menerima kekalahan, menjadi
pemimpin yang baik, bertenggang rasa dan sebagainya.
c. Perkembangan Sosial
Bermain bersama teman melatih anak untuk belajar membina hubungan dengan
sesamanya. Anak belajar mengalah, memberi, menerima, tolong menolong dan berlatih
sikap sosial lainnya.
d. Perkembangan Emosi
Bermain merupakan ajang yang baik bagi anak untuk menyalurkan perasaan/emosinya dan
ia belajar untuk mengendalikan diri dan keinginannya sekaligus sarana untuk relaksasi.
Pada beberapa jenis kegiatan bermain yang dapat menyalurkan ekspresi diri anak, dapat
digunakan sebagai cara terapi bagi anak yang mengalami gangguan emosi.
e. Perkembangan kognitif
Melalui kegiatan bermain anak belajar berbagai konsep bentuk, warna, ukuran dan jumlah
yang memungkinkan stimulasi bagi perkembangan intelektualnya. Anak juga dapat belajar
u tuk
e iliki ke a pua
proble
solvi g’ sehi gga dapat mengenal dunia sekitarnya
dan menguasai lingkungannya.
f. Perkembangan Fisik
4
Bermain memungkinkan anak untuk menggerakkan dan melatih seluruh otot tubuhnya,
sehingga anak memiliki kecakapan motorik dan kepekaan penginderaan.
g. Perkembangan Kreativitas
Bermain dapat merangsang imajinasi anak dan memberikan kesempatan kepada anak
untuk mencoba berbagai ideanya tanpa merasa takut karena dalam bermain anak
mendapatkan kebebasan.
4. Tahapan perkembangan bermain anak usia dini
Masa kanak-ka ak seri g disebut sebagai Masa Ber ai . Pada
asa i i a ak sangat
menyukai permainan yang menggunakan alat permainan. Sejalan dengan pertambahan
usianya, anak secara perlahan-lahan akan meninggalkan permainan yang menggunakan alat
permainan. Anak akan beranjak menuju permainan yang tidak menggunakan mainan, namun
ia tetap berada pada masa bermain dan menyukai kegiatan yang bersifat bermain. Dengan
demikian kegiatan bermain anak akan melalui tahap-tahap perkembangan yang berbeda
sejalan dengan usianya.
Tahap-tahap perkembangan bermain anak usia dini, menurut Mildred Parten melalui 6
tahap yaitu ;
a. Unoccupied Behavior / Gerakan Kosong
Anak sepertinya belum melakukan kegiatan bermain, hanya mengamati sesuatu sejenak
saja. Misalnya bayi mengamati jari tanganatau kakinya sendiri dan menggerakannya tanpa
tujuan.
b. Onlocker Behaviour/Tingkah laku pengamat
Anak memperhatikan anak yang lain yang sedang melakukan suatu kegiatan atau sedang
bermain. Misalnya seorang anak yang memperhatikan temannya sedang bermain petak
umpat, tanap ia ikut bermain tetapi ia turut merasa senang seolah ia ikut bermain.
c. Solitary Play / Bermain Soliter
Anak bermain sendiri mencari kesibukan sendiri, tanpa perduli dengan orang lain/ teman
lain yang ada disekitarnya.
5
d. Parraley Play /Bermain Paralel
Anak melakukan kegiatan bermain di antara anak yang lain tanpa ada unsur saling
mempengaruhi. Misalnya anak bermain puzzle dan anak lain juga bermain puzzle, mereka
ada bersama tetapi tidak saling mempengaruhi.
e. Associative Play / Bermain Asosiatif
Anak melakukan kegiatan bermain bersama anak lain tetapi belum ada pemusatan tujuan
bermain. Misalnya beberapa anak bermain menepuk-nepuk air di kolam bersama-sama.
f. Cooperative Play / Bermain Koperatif
Anak melakukan kegiatan bermain bersama-sama dengan teman secara terorganisasi dan
saling bekerja sama, ada tujuan yang ingin dicapai bersama dan ada pembagian tugas yang
disepakati bersama. Misalnya bermain rumah-rumahan ada yang jadi bapak, ibu dan anak,
masing-masing memiliki tugas. Anak membuat rumah-rumahan tersebut dengan kain atau
balok-balok dan bermain peran dengan boneka.
Tahap perkembangan bermain yang dikemukakan oleh Mildred Parten ini lebih
menekankan pada aspek sosialisasi anak dalam bermain. Artinya, bahwa kegiatan bermain
merupakan gambaran proses sosialisasi yang dilalui anak sejak lahir, masa bayi, masa kanakkanak dan masa anak pra sekolah hingga masa anak sekolah kelas awal. Selanjutnya Jean
Piaget mengemukanan tahap perkembangan bermain anak yang lebih menekankan pada
aspek perkembangan intelektual anak sebagaimana terlihat pada bagan berikut ini :
Gambar 1. Bagan Perkembangan bermain anak.
5. Faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan bermain anak usia dini.
Semua anak senang bermain, tetapi melakukan kegiatan bermain tidak dengan cara
yang sama. Ada anak yang suka bermain aktif adapula yang lebih menyukai bermain pasif.
6
Demikian pula dengan jenis alat permainan yang dipilih anak akan berbeda antara satu anak
dengan anak lainnya. Menurut Elizabeth Hurlock, jika diamati secara cermat, ada berbagai
variasi kegiatan bermain yang dilakukan anak, dan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagai berikut :
a. Kesehatan
Anak yang sehat cenderung akan memilih berbagai jenis kegiatan bermain aktif daripada
pasif, karena banyaknya energi yang dimiliki anak, membuatnya lebih aktif dan ingin
menyalurkan energinya tersebut. Sementara anak yang kurang sehat akan mudah lelah
ketika bermain sehingga lebih menyukai bermain pasif karena tidak membutuhkan banyak
energi.
b. Perkembangan Motorik
Kegiatan bermain aktif lebih banyak menggunakan keterampilan motorik terutama
motorik kasar. Sedangkan bermain pasif kurang melibatkan keterampilan dan koordinasi
motorik. Dengan demikian anak yang memiliki keterampilan motorik yang baik akan lebih
banyak memilih kegiatan bermain aktif dan begitu pula sebaliknya anak yang kurang
terampil motoriknya cenderung memilih kegiatan bermain yang pasif.
c. Inteligensi
Anak yang memiliki inteligensi yang baik (pandai/cerdas) cenderung akan menyukai baik
kegiatan bermain aktif maupun pasif. Karena biasanya anak yang pandai akan lebih aktif
daripada anak yang tidak pandai. Anak yang pandai juga akan lebih kreatif dan penuh rasa
ingintahu, sehingga mereka suka dengan permainan yang membutuhkan kemampuan
problem solving (misal puzzle) melibatkan daya fantasi dan imajinasi (drama), permainan
konstruktif (lego, balok) juga permainan membaca buku, dan music
d. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan perbedaan antara anak
laki-laki dan anak perempuan dalam memilih kegiatan bermain. Perbedaan ini terjadi
karena secara alamiah dan ditentukan secara genetik. Tetapi juga dapat muncul juga
karena adanya perbedaan perlakuan yang diterima oleh anak laki-laki dan anak permpuan
sejak mereka bayi. Anak laki-laki cenderung menyukai kegiatan bermain aktif tetapi anak
7
perempuan menyukai permainan konstruktif dan permainan lainnya yang bersifat
te a g’. Berbagai kecenderungan ini bersifat umum dan belum tentu terjadi pada setiap
anak, karena pasti akan terjadi perbedaan-perbedaan pada setiap individu mengingat
manusia adalah mahluk yang unik.
e. Lingkungan dan taraf sosial ekonomi
Lingkungan dan taraf sosial ekonomi akan mempengaruhi jenis kegiatan bermain dan alat
permainan yang digunakan oleh anak. Anak kota dengan anak desa menggunakan alat
permainan yang berbeda, misal anak kota biasa bermain dengan mobil-mobilan bertenaga
baterai, komputer dan video games, sedangkan anak desa bermain dengan mobil-mobilan
yang terbuat dari kulit jeruk bali, serta bermain dengan daun, ranting kayu, kerikil dan
bahan alam lainnya.
f. Alat permainan
Ketersediaan berbagai alat permainan yang dimiliki anak mempengaruhi jenis kegiatan
bermain. Perlu kiranya disediakan berbagai variasi alat permainan anak sehingga
memungkinkan anak untuk bermain dengan berbagai cara dan jenis permainan. Hal ini
akan berdampak positif bagi semua aspek perkembangannya.
6. Tipe dan Jenis Kegiatan Bermain
Aneka kegiatan bermain bisa membuat anak asyik sekaligus merangsang
perkembangannya. Alat permainan yang digunakan oleh anak hendaknya sesuai dengan
kebutuhan anak, begitu pula jenis kegiatan bermain sesuai dengan usia perkembangan anak.
Berbagai jenis kegiatan bermain anak adalah sebagai berikut:
a. Bermain Aktif
Dalam kegiatan bermain aktif, anak melakukan aktivitas gerakan yang melibatkan seluruh
indera dan anggota tubuhnya. Diantara jenis kegiatan bermain aktif adalah :
1) Tactile Play
Merupakan kegiatan bermain yang meningkatkan keterampilan jari jemari anak serta
membantu anak memahami dunia sekitarnya melalui alat perabaan dan penglihatnnya.
8
2) Functional Play
Bermain Fungsional/Functional Play adalah kegiatan bermain yang melibatkan panca
indera dan kemampuan gerakan motorik dalam rangka mengembangkan aspek motorik
anak. (Charlotte Buhler)
3) Constructive Play
Permainan yang mengutamakan anak untukmembangun atau membentuk bangunan
dengan media balok, lego dansebagainya.
4) Creative Play
Permainan yang memungkinkan anak menciptakan berbagai kreasi dari imajinasinya
sendiri.
5) Symbolic /Dramatic Play
Permainan dimana anak memegang suatu peran tertentu.
6) Play Games
Permainan yang dilakukan menurut aturan tertentu dan bersifat kompetisi/persaingan.
b. Bermain Pasif
Kegiatan bermain pasif tidakmelibatkan banyak gerakan tubuh anak, tetapi hanya
melibatkan sebagian indera saja terutama pendengaran dan penglihatan. Kegiatan
bermain pasif diantaranya adalah Receptive Play: Permainan dimana anak menerima
kesan-kesan yang membuat jiwanya sendiri menjadi aktif (bukan fisik yang aktif) melalui
mendengarkan dan memahami apa yang dia dengar dan ia lihat.
7. Syarat-syarat bermain dan permainan edukatif anak usia dini
Bermain dapat memberikan manfaat yang maksimal pada anak jika terpenuhi syaratsyaratnya. Ada 5 syarat bermain dan permainan edukatif untuk anak usia dini yaitu:
a. Play Time
Anak harus memiliki waktu yang cukup dalam bermain. Masa usia dini merupakan masa
bermain, bukan masa anak untuk dipaksa belajar atau bekerja. Saat yang tepat untuk anak
bermain dapat disesuaikan dengan jenis permainan. Jika permainan di luar ruangan (gross
motor/fungsional play) sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari, agar anak
merasa nyaman dengan udara yang sejuk dan tidak panas.
9
b. Play Things
Jenis alat permainan harus disesuaikan dengan usia anak dan taraf perkembangannya. Alat
permainan hendaknya memenuhi kriteria;
1) Aman bagi anak
2) Ukuran, bentuk dan warna sesuai usia anak dan taraf perkembangannya,
3) Berfungsi mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak,
4) Dapat dimainkan secara bervariasi/cara
5) Merangsang partisipasi aktif anak, menurut DR. Fitzhugh Dodson - 90 % aktivitas anak
dan 10 % aktivitas alat permainan,
6) Sesuai kemampuan anak (tidak terlalu sulit atau terlalu mudah)
7) Menarik dari segi warna dan bentuk atau suara (jika bersuara)
8) Tahan lama/tidak mudah rusak
9) Mudah didapat dan dekat dengan lingkungan anak
10) Diterima oleh semua budaya
Jumlah alat permainan yang digunakan hendaknya cukup, dengan kebutuhan anak, tidak
terlalu sedikit atau tidak terlalu banyak.
c. Play Fellows
Anak harus merasa yakin bahwa ia mempunyai teman bermain jika ia memerlukan. Teman
bermain dapat ditentukan anak sendiri, apakah itu orangtua, saudara atau temannya. Jika
anak bermain sendiri, maka ia akan kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya.
Sebaliknya kalau terlalu banyak bermain dengan anak lain, maka dapat mengakibatkan
anak tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan
menemukan kebutuhannya sendiri.
d. Play Space
10
Untuk bermain perlu disediakan tempat bermain yang cukup untuk anak sehingga anak
dapat bergerak dengan bebas. Luas tempat bermain dapat disesuaikan dengan jenis
permainan dan jumlah anak yang bermain.
e. Play Rules
Anak belajar bermain, melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya atau
diberitahu caranya oleh orang lain (guru atau orangtua). Cara yang terakhir adalah yang
terbaik, karena anak tidak terbatas pengetahuannya dalam menggunakan alat
permainannya dan anak akan mendapat keuntungan lebih banyak lagi. Jadi permainan
yang baik adalah permainan yang ada cara/aturan bermainnya.
11
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
GURU KELAS TK
BAB IV
TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
UNTUK AUD
HERMAN
RUSMAYADI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB IV
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PADA ANAK USIA DINI
A. KOMPETENSI INTI
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri.
B. KOMPETENSI DASAR
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi dan
pengembangan diri
C. MATERI AJAR
TIK atau Teknologi Informasi dan Komunikasi lebih dikenal dengan istiah ICT.
ICT
adalah kependekan dari Information and Communication Technologies. Jika merujuk pada
sejarah kemunculannya, istilah ICT mulai dikenal setelah adanya perpaduan antara
teknologi computer, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak
(software)
dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20.
Perpaduan
kedua teknologi ini berkembang sangat pesat melampaui bidang teknologi lainnya. Dalam
pengertiannya,
TIK adalah perpaduan antara teknologi informasi dan teknologi komunikasi, akan diuraikan
sebagai berikut.
1. Teknologi Informasi
Teknologi informasi merupakan studi atau penggunaan peralatan elektronika,
terutama computer untuk menyimpan, menganalisis dan mendistribusikan informasi apa
saja,
termasuk kata-kata,
bilangan
dan
gambar.
Lucas
(dalam
munir,
2008)
menyatakan bahwa teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang diterapkan
untuk
micro
barcode,
memproses
dan
komputer,
perangkat
mengirim
informasi
komputer
lunak
dalam
bentuk
elektronik,
mainframe,
pembaca
memproses
transaksi,
perangkat lembar kerja dan peralatan komunikasi dan jaringan merupakan contoh
teknologi informasi. Informasi yang disampaikan berupa pesan-pesan elektronik.
1
2. Teknologi Komunikasi
Teknologi komunikasi merupakan perangkat-perangkat teknologi yang terdiri dari
hardware, software, proses dan sistem, yang digunakan untuk membantu proses
komunikasi, yang bertujuan agar komunikasi berhasil. Keterkaitan Teknologi Informasi
dan
Teknologi
Komunikasi
Teknologi
Informasi
menekankan
pada pelaksanaan dan pemrosesan data seperti menangkap, mentransmisikan, menyimpan,
mengmbil, memanipulasi atau menampilkan
perangkat
data
dengan
menggunakan perangkat-
teknologi
elektronik
terutama komputer. Sedangkan teknologi komunikasi menekankan pada penggunaan pe
rangkat
teknologi
elektronika
dan
lebih
menekankan pada aspek ketercapaian tujuan dalam proses komunikasi, sehingga data da
n informasi yang diolah dengan teknologi informasi harus memenuhi criteria komunikasi
yang
efektif.
masing
Meskipun
kata
secara
pembentuknya
memiliki
terpisah
masing-
makna
sendiri-sendiri,
namun secara konsep pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi tidak terpisahkan,
sebagaimana
...TIK
adalah
teknis
ditulis
payung
untuk
besar
dalam
terminology
memproses
yang
dan
Wikipedia
mencakup
berikut:
seluruh
menyampaikan
peralatan
informasi.
TIK
mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. teknologi info
rmasi
meliputi
segala
hal
yang
berkaitan
dengan
proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan
teknologi
komunikasi
adalah
segala
sesuatu
yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer
data
dari
teknologi
yang
tidak
perangkat
informasi
dan
terpisahka .
yang
teknologi
satu
ke
lainnya.
komunikasi
(id.wikipedia.org,
2
diakses
adalah
tanggal
Oleh
dua
19
karena
itu,
buah konsep
peb
2012).
Jadi, TIK mengandung pengertian segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan,
perekayasaan, pengelolaan, dan pemindahan informasi antarmedia.
3. Fungsi TIK dalam Pembelajaran PAUD
TIK memiliki tiga fungsi utama dalam pembelajaran, yaitu: 1) Teknologi
berfungsi
sebagai
alat (tools), mengandung pengertian dalam hal ini perangkat teknologi digunakan sebag
ai alat bantu dalam proses pembelajaran, misalnya sebagai alat untuk mengolah kata,
mengolah angka, membuat grafik, dll. 2) Teknologi berfungsi sebagai ilmu pengetahuan
(science), mengandung pengertian bahwa teknologi adalah bagian dari disiplin ilmu yang
harus dikuasai peserta didik, misalnya teknologi komputer menjadi jurusan di sekolah
atau adanya mata pelajaran TIK di sekolah sehingga menuntut peserta didik untuk me
nguasai komptensi tertentu dalam TIK. 3) Teknologi sebagai bahan dan alat bantu untuk
proses pembelajaran (literacy), mengandung makna bahwa teknologi berfungsi sebagai
bahan pembelajaran sekaligus sebagai alat bantu untuk menguasai kompetensi tertentu
melalui bantuan komputer.
Keberadaan TIK tentu tidak pernah terlepas dan segala kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan TIK bisa diartikan sebagai manfaat, antara lain adalah sebagai berikut:
a. Sebagai
peralatan
untuk
mendukung
konstruksi
pengetahuan
: untuk mewakili gagasan pelajar pemahaman dan kepercayaan, dan untuk organ
isir produksi, multi media sebagai dasar pengetahuan peserta didik.
b. Sebagai sarana informasi untuk menyelidiki pengetahuan yang mendukung peserta
didik: untuk mengakses informasi yang diperlukan dan untuk perbandingan pers
pektif, kepercayaan dan pandangan dunia.
c. Sebagai media sosial untuk mendukung pembelajaran: untuk berkolaborasi dengan
orang lain dan untuk mendiskusikan, berpendapat serta membangun consensus
antara anggota sosial.
d. Sebagai mitra intelektual untuk mendukung pelajar: untuk membantu peserta didik
mengartikulasikan dan mempresentasikan apa yang mereka ketahui.
3
e. Sebagai sarana meningkatkan mutu pendidikan.
f. Sebagai sarana meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran.
g. Sebagai sarana mempermudah mencapai tujuan pendidikan.
Jika mengacu pada tiga fungsi TIK dalam pembelajaran, maka khusus untuk pembe
lajaran anak usia dini, pendidik dapat menentukan salah satu atau setidaknya dua fungsi,
yaitu teknologi sebagai alat (tools) dan/atau sekaligus sebagai bahan untuk stimuasi dal
am pencapaian perkembangan tertentu. Namun untuk pemanfaatan TIK dalam PAUD
yang layak bagi anak tentu harus mempertimbangkan prinsip dalam penyediaan sarana
dan
prasarana
pembelajaran
bagi
anak
usia
dini,
sekalipun dalam praktiknya dapat dikendalikan oleh atau di bawah pengawasan pendidik.
Selain
itu,
perangkat
TIK
memperhatikan
yang
digunakan
perkembangan
pun
disesuaikan
dengan
anak.
Efektif tidaknya pemanfaatan TIK bagi proses tumbuh kembang anak usia dini mutlak
menjadi pertimbangan para guru sebelum menentukan untuk memilih jenis perangkat ya
ng
tepat.
Oleh sebab itu,
direncanakan,
pemanfaatan
dilaksanakan,
dan
TIK dalam pembelajaran perlu dirancang,
selalu
dievaluasi dari waktu ke waktu.
Agar pamanfaatan TIK dalam pembelajaran PAUD dapat benar-benar optimal dari segi
dukungannya pada pelaksanaan fungsi dan tercapainya tujuan dalam rangka menyiapkan
generasi bangsa yang cerdas dan ceria, perlu mengoptimalkan kemanfaatannya dan
meminimalkan dampak negatifnya. Oleh sebab itu, pemanfaatan TIK perlu dilandasi oleh
prinsip.
Suwarsih
(2011)
mengusulkan
kerangka pikir dan lima prinsip dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran sebagai berikut.
a. Pemanfaatan TIK dalam pendidikan hendaknya mempertimbangkan karaktersi
tik
peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam keseluruhan pembuatan
keputusan TIK.
4
b. Pemanfaatan TIK hendaknya dirancang untuk memperkuat minat dan motivas
i pengguna untuk menggunakannya semata guna meningkatkan dirinya, baik
dari segi intelektual, spiritual (rohani), sosial, maupun ragawi.
c. Pemanfaatan TIK hendaknya menumbuhkan kesadaran dan keyakinan akan p
entingnya kegiatan berinteraksi langsung dengan manusia (tatap muka), deng
an
lingkungan
sosial-budaya
(pertemuan,
museum,
tempat-
tempat bersejarah), dan lingkungan alam (penjelajahan) agar tetap mampu m
emelihara
nilai-nilai
sosial
dan
humaniora (seni dan budaya), dan kecintaan terhadap alam sebagai anugerah
dari Tuhan Yang Maha Esa.
d. Pemanfaatan TIK hendaknya menjaga bahwa kelompok sasaran tetap dapat
mengapresiasi teknologi komunikasi yang sederhana dan kegiatan-kegiatan
pembelajaran tanpa TIK karena tuntutan penguasaan kompetensi terkait dala
m rangka mengembangkan seluruh potensi siswa secara seimbang.
e. Pemanfaatan TIK hendaknya mendorong pengguna untuk menjadi lebih kreat
if
dan
inovatif sehingga tidak hanya puas menjadi konsumen informasi berbasis TIK .
4. Jenis-jenis TIK yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran pada PAUD
Sebelum
jenis
Pemanfaatan
menguraikan
TIK
tentang
untuk
pembelajaran
jenisPAUD,
dapat dibedakan menurut cara penggunaannya, yaitu interaktif dan non interaktif.
Berikut ini akan dibahas berbagai perangkat TIK.
a. Audio dan Video Player
Audio dan Video Player adalah perangkat TIK yang paling mudah digunakan. Selain
karena kemudahan dalam penggunaannya ketersediaan perangkatnya pun relati lebih
mudah ditemukan. Perangkat
audio
dan video
player
banyak
dijumpai di
masyarakat saat ini. Audio dan Video player, merupakan media pembelajaran yang
menggabungkan antara media audio dan media visual, secara terpisah dapat dijelaskan
sebagai berikut.
5
1) Media Audio dan Karakteristiknya
Pembahasan tentang proses pembelajaran dengan menggunakan media audio
tidak
lepas
dari
pembahasan
aspek
pendengaran.
Kita
lebih
banyak
menghabiskan waktu untuk mendengarkan dari pada untuk melakukan komunikasi lainnya.
Para ahli
yaitu
berpendapat bahwa70% dari waktu sadar kita dipakai untuk berkomunikasi,
membaca,
menulis,
berbicara,
dan
mendengarkan.
Bila
masing-
masing beraktivitas tersebut
di bagi-bagi, hasilnya menunjukkkan bahwa 42% dipakai
untuk
untuk
mendengarkan,
32%
bercakap-cakap, 15% untuk membaca, dan 11%
untuk menulis. (http: // abdiplizz. wordpress. com)
Mendengarkan sesungguhnya suatu proses rumit yang melibatkan empat unsur:
(1) mendengar, (2) memperhatikan, (3) memahami, dan kemudian (4) mengingat. Jadi definisi
mendengarkan adalah proses selektif untuk memperhatikan, mendengar, memahami,
dan
e gi gat .
2) Media Video/Visual dan Karaktersitiknya
Media visual adalah media yang melibatkan indra penglihatan. Terdapat dua
jenis pesan yang dimuat dalam media visual, yakni pesan verbal dan nonverbal.
Pesan verbal-visual terdiri atas kata-kata dalam bentuk tulisan dan pesan non verbalvisual
adalah
pesan
yang
dituangkan
ke dalam
simbol-simbol nonverbal-
visual. Secara garis besar unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri atas garis,
bentuk, warna, dan tekstur.
b. Komputer
Komputer adalah salah satu perangkat TIK yang sudah banyak dimanfaatkan
keberadaaannya dalam proses pembelajaran. Berbagai jenis komputer pabrikan dapat
menjadi pilihan sesuai kemampuan masing-masing. Kendala
dalam
pengadaan
utama
biasanya
adalah
perangkat ini. Sebelum lebih jauh bagaimana Guru PAUD dapat
memanfaatkan perangkat ini, terlebih dahulu akan dibahas secara singkat mengenai
peran komputer dalam perkembangan kecerdasan manusia.
6
Komputer adalah produk kecerdasan manusia, tetapi komputer dapat pula mem
pengaruhi
kecerdasan
manusia. Penelitian
tentang pengaruh komputer terhadap
perkembangan intelegensi telah banyak dilakukan oleh para pakar. Hasilnya antara
lain menunjukkan bahwa penggunaan komputer secara benar secara timbal balikakan me
mpengaruhi
kecerdasan.
Jika
dilengkapi
dengan aplikasi-aplikasi, computer
mampu memenuhi rasa ingin tahu manusia. Di samping itu, kecepatan, kecermatan,
keterkinian informasi dapat diperoleh melalui sistem jaringan komputer, sehingga
memberikan pengayaan fungsi otak penggunanya.
Riset
yang
dilakukan
terhadap
pengaruh
komputer
terhadap
perkembangan intelegensi diperoleh pengaruh yang positif dari keduanya. Hal tersebut
kerjasa a
karena
antara
komputer-otak
dan
intelegensi
yang
satu dengan lainnya mendorong manusia untuk makin memenuhi rasa ingin tahunya, ya
ng
merupakan
sifat
khas
manusia.
Komputer dengan jaringannya dalam kehidupan kini tidak terpisahkan dari berbagai
kepentingan untuk memperoleh informasi yang cepat, cermat,
lengkap,
dan aktual.
Dengan demikian tidak salah jika penggunaan computer dengan program yang sesuai
umur anak-anak dapat dilakukan oleh para Guru.
Dalam materi ini tidak akan dijelaskan secara detil cara mengoprasikan komputer,
tetapi penyusun menyarankan sebaiknya Guru berinisiatif untuk menggunakan sumber
lain
dalam
belajar
tata
cara
mengoperasikan
komputer.
Bahan
ajar
ini
akan memberikan panduan bagaimana guru dapat menetapkan tema dan materi bermain
anak untuk selanjutnya memilih aplikasi yang tepat dan sesuai untuk disampaikan dengan
menggunakan komputer.
Penting
juga dicatat oleh para Guru PAUD bahwa berbagai aplikasi khusus dalam bentuk perm
ainan
untuk
anak
sudah
dirancang,
diproduksi
lain, yang dapat dimanfaatkan oleh para Guru.
c. Internet
7
dan
dipasarkan
oleh
pihak
Manfaat internet dalam dunia pendidikan tidak diragukan lagi dengan tersediany
a informasi dalam berbagai bidang dalam jumlah yang melimpah. Kekayaan akan informasi
yang sekarang tersedia di internet harus benar-benar dimanfaatkan oleh para penentu
kebijakan dalam pendidikan, baik oleh kepala sekolah, guru maupun staf administrasi
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam
kaitannya
dengan kelebihan
internet
bagi
guru,
mengemukakan
Rekdale
bahwa
internet sangat potensial untuk mendukung pengembangan profesional guru karena
internet menawarkan beberapa kesempatan untuk diraih, yakni (a) meningkatkan
pengetahuan; (b) berbagi sumber di antara rekan sejawat; (c)bekerjasama dengan guru-guru
dari luar negeri;
(d)
yang
kesempatan
untuk
menerbitkan/mengumumkan gagasan
dimiliki
secara
online;
(e) mengatur komunikasi secara teratur; dan (f) berpartisipasi dalam forum dengan reka
n sejawat baik lokal maupun internasional (Rekdale dalam Nurdin Noni, makalah, 2011).
Dalam kaitannya dengan sumber bahan mengajar, guru dapat: (a) mengakses
rencana
belajar mengajar dan metodologi baru, (b) memperoleh bahan baku & bahan jadi yang
cocok untuk segala bidang pelajaran, dan (c) mengumumkan dan berbagi sumber.
Untuk peserta didik, internet menawarkan kesempatan untuk belajar sendiri secara
cepat
untuk
(a)
meningkatkan pengetahuan
(b)
belajar
berinteraktif,
dan (c) mengembangkan kemampuan di bidang penelitian. Selain itu, internet juga
menawarkan
kesempatan
untuk
komunikasi dengan peserta didik
memperkaya
lain
dan
diri
dengan
meningkatkan
meningkatkan
kepekaan
akan
permasalahan yang ada di seluruh dunia
Manfaat internet dalam dunia pendidikan tidak diragukan lagi dengan tersedianya
informasi dalam berbagai bidang dalam jumlah yang melimpah. Kekayaan akan informasi
yang sekarang tersedia di internet harus benar-benar dimanfaatkan oleh para penentu
kebijakan dalam pendidikan, baik oleh kepala sekolah, guru maupun staf administrasi
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
8
Dalam kaitannya dengan kelebihan internet bagi guru, internet sangat potensial
untuk mendukung pengembangan professional guru karena internet menawarkan beberapa
kesempatan untuk
diraih,
yakni
(a) meningkatkan pengetahuan; (b) berbagi sumber
di antara rekan sejawat; (c) bekerjasama dengan guru-guru dari luar negeri; (d) kesempatan
untuk
menerbitkan/mengumumkan
gagasan
yang
dimiliki secara online; (e) mengatur komunikasi secara teratur; dan (f) berpartisipasi dalam
forum dengan
rekan
sejawat baik lokal
maupun
internasional (Rekdale
dalam Nurdin Noni, makalah, 2011).
Dalam
dengan
sumber
kaitannya
bahan
mengajar,
guru
dapat
(a)
mengakses
rencana
belajar mengajar & metodologi baru, (b) memperoleh bahan baku & bahan jadi yang
cocok untuk segala bidang pelajaran, dan (c) mengumumkan dan berbagi sumber.
Untuk peserta didik, internet menawarkan kesempatan untuk belajar sendiri secara
cepat untuk (a) meningkatkan pengetahuan (b) belajar berinteraktif, dan (c) mengemba
ngkan
kemampuan
di
bidang
penelitian.
Selain
itu,
internet
juga
menawarkan kesempatan untuk memperkaya diri dengan meningkatkan komunikasi
dengan
peserta
didik
dan meningkatkan kepekaan akan permasalahan yang ada di seluruh dunia.
9
lain
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATA PELAJARAN
GURU KELAS TK
BAB V
PEMANFAATAN DAN PEMILIHAN MEDIA
HERMAN
RUSMAYADI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB V
PEMANFAATAN DAN PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN
A. KOMPETENSI INTI
Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif.
B. KOMPETENSI DASAR
Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber
C. MATERI AJAR
Media pembelajaran dalam teknologi pendidikan merupakan bagian dari sumber
belajar yang digolongkan kedalam bahan dan alat. Media pembelajaran merupakan saluran
komunikasi untuk menyampaikan pesan dari sumber peran kepada penerima peran. Dalam hal
ini dapat dicontohkan guru sebagai sumber pesan menyampaikan materi pembelajaran
(peran) dengan media power point kepada penerima pesan (siswa). Kedudukan media dari
contoh tersebut diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 1. Kedudukan media
1
Berdasarkan ilustrasi tersebut, media merupakan saluran komunikasi pembelajaran.
Media pembelajaran menurut Yusufhadi Miarso (2004, h. 458-460) didefinisikan segala
sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan, serta dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang
di sengaja, bertujuan dan terkendali. Sedangkan kegunaan dari media pembelajaran
(Yusufhadi Miarso, 2004, h. 458-460) adalah:
a. Memberikan rangsangan kepada otak siswa sehingga otak siswa dapat berfungsi
optimal.
b. Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa.
c. Melampaui batas ruang kelas.
d. Memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya.
e. Menghasilkan keseragaman pengamatan
f. Membangkitkan keinginan dan minat baru.
g. Membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar
h. Memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari sesuatu yang konkrit maupun
abstrak.
i.
Media memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, pada tempat dan
waktu serta kecepatan yang ditentukan sendiri.
j.
Meningkatkan kemampuan keterbatasan baru.
k. Meningkatkan efek sosialisasi (kesadaran) akan dunia sekitar)
l.
Meningkatkan kemampuan ekspresi dan siswa.
Berdasarkan definisi dan kegunaan media pembelajaran di atas, maka guru di dalam
perangkat pembelajarannya selain silabus, RPP, bahan ajar juga dilengkapi dengan
media pembelajaran. Media pembelajaran dapat dirancang sendiri oleh guru atau
memanfaatkan dari media yang telah tersedia.
Perangkat pembelajaran media pembelajaran merupakan sub sistem dari
sistempembelajaran di kelas yang Anda bina. Jika sub sistem media tidak disediakan maka akan
terdapat kesenjangan dalam mencapai tujuan pembelajaran seperti perbedaan persepsi
terhadap materi pembelajaran. Dampaknya hasil belajar siswa tidak optimal.
2
Media pembelajaran dapat dipilih oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran dan
dapat dimanfaatkan di dalam kelas atau di luar kelas sesuai kegiatan belajar yang akan
dilakukan siswa.
1. Pemilihan Media Pembelajaran
Media pembelajaran pada perkembangan sekarang ini sangat beragam. Ada media
penyaji, media objek dan media interaktif. Media penyaji yaitu media yang mampu
menyajikan informasi. Misal gambar, poster, foto (yang digunakan sebagai alat peraga),
transparansi, radio, telepon, film, video, televisi, multimedia (kit). Media objek yaitu media
yang mengandung informasi seperti realia, replika, modul, benda tiruan. Media interaktif yaitu
media yang memungkinkan untuk berinteraksi selama mengikutipembelajaran. Misal scrabble,
puzzle, simulator, laboratorium, atau komputer.
Jika guru dihadapkan pada pilihan media yang banyak sekali, maka guru perlu mempelajari
klasifikasi media yang memberikan ciri kemampuan media seperti table berikut.
Tabel 1. Pemilihan media menurut tujuan belajar, menurut Allen
Klasifikasi media ini penting dipertimbangkan karena tidak ada satu jenis media yang
terbaik untuk mencapai satu tujuan pembelajaran. Oleh karena itu masing-masing
3
media memiliki kelebihan dan kekurangan. Antara satu media dengan media lainnya saling
melengkapi.
Selain taksonomi media pembelajaran yang harus diperhatikan oleh guru, kriteria
dalam memilih media juga harus diperhatikan. Kriteria tersebut adalah:
a. Sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
b. Tepat untuk mendukung materi pembelajaran
c. Praktis, luwes dan tahan lama
d. Guru terampil menggunakannya
e. Jumlah peserta didik
f. Mutu teknis media pembelajaran seperti ketersediaan energi listrik, cahaya di dalam
ruangan.
Guru diharapkan tidak memilih media karena suka dengan media tersebut. D I samping
itu, diharapkan juga tidak langsung terbujuk oleh ketersediaan beragam media canggih yang
sudah semakin pesat berkembang saat ini seperti komputer. Yang perlu diingat, media yang
dipilih adalah untuk digunakan oleh peserta didik kita dalam proses belajar. Jadi, pilihlah media
yang dibutuhkan untuk menyampaikan topik mata pelajaran, yang memudahkan peserta didik
belajar, serta yang menarik dan disukai peserta didik.
Menurut Bates (1995), pemilihan media berbasis teknologi komputer antara lain
akses, biaya, pertimbangan pedagogis, interaktivitas dan kemudahan penggunaan,
pertimbangan organisasi, kebaruan (novelty), dan kecepatan. Pertimbangan mengenai akses
pada dasarnya mempertanyakan sejauh mana peserta didik memiliki akses terhadap media
yang akan digunakan dalam mempelajari paket bahan ajarnya? Pertimbangan biaya berlaku
bagi sekolah maupun peserta didik, yaitu seberapa mahal/murah media yang dipilih untuk
digunakan oleh sekolah dan peserta didik sebagai paket bahan ajar (biaya produksi atau
pengadaan oleh sekolah, biaya akses dan daya beli untuk peserta didik). Pertimbangan
pedagogis merupakan pertimbangan yang berkenaan dengan tujuan pembelajaran serta
karakteristik materi keilmuan yang akan disampaikan dan dipelajari peserta didik.
Pertimbangan interaktivitas dan kemudahan penggunaan pada dasarnya mempertanyakan
sejauh mana media yang dipilih dapat memfasilitasi interaksi yang diperlukan dalam
4
pembelajaran, dan sejauh mana media tersebut mempermudah peserta didik dalam belajar?
Pertimbangan
mengenai
pengelolaanmedia
dalam
organisasi
proses
merupakan
pembelajaran,
pertimbangan
dan
pasca
manajerial
proses
meliputi
pembelajaran
(penyimpanan, dll). Pertimbangan novelty berkenaan dengan tingkat kebaruan suatu media
sehingga seringkali menimbulkan antusiasme berlebihan dan atau kesukaran beradaptasi serta
siklus hidup suatu media. Pertimbangan tentang kecepatan suatu media berkenaan dengan
kemampuan suatu media menyampaikan informasi secara cepat dan tepat (timeliness) kepada
didik.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan
saling berinteraksi satu sama lain untuk mendapatkan media yang terbaik, sehingga dapat
membantu proses belajar peserta didik secara optimal. Oleh karena itu, ragam media yang
digunakan harus dipilih berdasarkan pertimbangan yang bijaksana.
Ragam media (Cecep Kustandi, 2010) dapat dipilih meliputi:
1) Media cetak
a. Buku-buku atau buku pelajaran yang sudah beredar di toko buku, atau buku pelajaran
yang khusus ditulis dan kembangkan sendiri.
b. Panduan belajar bagi peserta didik khusus di kembangkan untuk mendampingi buku
pelajaran.
c. Kliping koran/majalah/artikel/tulisan lepas tentang mata pelajaran yang di susun
sendiri.
d. Poster, peta, label, gambar-gambar cetak, foto, grafik, formulir, brosur, pamphlet, yang
diperlukan untuk memperjelas konsep/teori/prinsip/prosedur yang disajikan dalam
bahan ajar.
e. Lembar kegiatan peseta didik khusus dikembangkan untuk memandu peserta didik
melakukan latihan, tugas, praktek, praktikum, dan digunakan untuk melengkapi buku
pelajaran.
2) Media audio/visual
a. Kaset audio/CD audio
b. Siaran radio (radio broadcasts)
5
c. Slide (film bingkai)
d. Film
f. Kaset video/CD video
g. Tayangan TV (TV broadcasts)
h. Video interaktif
i.
Pembelajaran berbantuan komputer (simulasi, Computer Assisted Instruction)
3) Media Praktek/Demonstrasi
a. Flora atau fauna asli yang ada di sekitar sekolah Model atau realita
b. Laboratorium dan peralatannya
c. Alat atau model yang dibuat instruktur bersama peserta didik dari material atau barang
bekas yang tersedia di sekitar sekolah
d. Alat atau model yang tersedia di toko (alat-alat musik, dll)
e. Laboratorium alam (hutan atau kebun buatan, kebun raya, sawah, kolam, kandang
ternak, dll).
f. Laboratorium yang ada di sentra industri pabrik, atau perusahaan Herbarium buatan
peserta didik.
g. Pasar
h. Museum
4) Media lainnya
a. game atau perangkat permainan yang dijual di toko, seperti scrabbles untuk
mengajarkan vocabulary bahasa Inggris, kartu tambah-kurang kali-bagi, flashcard,
permainan memori, monopoli, atau game dalam bentuk program komputer, dan lainlain.
b. game atau perangkat permainan yang dibuat sendiri oleh instruktur dan atau peserta
didik.
c. Kit sains, kit seni, dan lain-lain.
Sedangkan menurut Heinich, dkk (1982) pemilihan media dilakukan setelah langkah
perumusan tujuan pembelajaran, sesuai dengan model perencanaan penggunaan media
6
pembelajaran (ASSURE) artinya media dapat dirancang sendiri oleh guru, dapat memanfaatkan
yang tersendiri atau modifikasi keduanya.
Guru dalam memanfaatkan pembelajaran dapat memilih media jadi (yang tersedia)
dan atau media yang dirancang. Jika memanfaatkan media yang dirancang maka komponen
dari media tersebut harus mengandung tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, dan
evaluasi. Misal merancang lembar balik Presiden Republik Indonesia dengan urutan:
Gambar 2.
Guru dalam merancang media pembelajaran flipchart, harus memperhatikan jumlah
peserta didik, biaya, ukuran tulisan, ukuran gambar, warna dan lain-lain. Untuk menghemat
biaya dapat digunakan bagian belakang kalender yang sudah tidak dimanfaatkan (ukuran 60 x
40 cm).
b. Pemanfaatan Media Pembelajaran
Pemanfaatan media pembelajaran identik dengan penggunaan media pembelajaran.
Menurut Heinich (1983), pemanfaatan merupakan satu komponen dari model sistem
pembelajarannya yang disebut utilisasi. Utilisasi (pemanfaatan) merupakan satu tugas
pembelajaran (guru) dalam membantu mempermudah siswa belajar. Seels dan Richey (2002,
7
h. 50) dalam buku Teknologi Pembelajaran mendefinisikan pemanfaatan adalah aktivitas
menggunakan proses dan sumber untuk belajar.
Berdasarkan definisi tersebut, maka pemanfaatan merupakan aktivitas menggunakan
serangkaian operasi atau kegiatan yang diarahkan pada suatu hasil belajar dan segala sesuatu
yang mendukung terjadinya belajar (seperti: system pelayanan, bahan pembelajaran dan
lingkungan).
AECT
(Association
for
Educational
Communication
and
Technology)
mengungkapkan pendapat serupa dimana fungsi pemanfaatan adalah mengusahakan agar
pembelajar dapat berinteraksi dengan sumber belajar atau komponen pembelajaran. Fungsi
ini penting karena memperjelas hubungan pemelajar dengan bahan dan system pembelajaran
(Yusufhadi Miarso, 1986, h. 194).
Fungsi pemanfaatan merupakan fungsi yang cukup penting karena memperjelas
hubungan pemelajar dan sistem pembelajaran. Pemelajar akan menggunakan suatu sumber
belajar jika ia mengetahui bahwa dengan menggunakan sumber belajar tersebut ia akan
memperoleh keuntungan dalam proses pembelajarannya. Menurut Sadiman dkk (1993, h.
189-190) ada dua pola dalam memanfaatkan media yaitu:
1. Pemanfaatan media dalam situasi kelas, yaitu dimana pemanfaatannya dipadukan
dengan proses pembelajaran di situasi kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu.
2. Pemanfaatan media di luar kelas situasi kelas, pemanfaatan ini dibagi menjadi dua
kelompok utama.
a) Pemanfaatan secara bebas, ialah media digunakan sesuai kebutuhan masingmasing, biasanya digunakan secara perorangan. Dalam pemanfaatan secara bebas,
kontrol atau kendali berada pada individual, dimana penggunaannya disesuaikan
dengan kebutuhannya.
b) Pemanfaatan secara terkontrol, ialah bahwa media itu digunakan dalam suatu
rangkaian kegiatan yang diatur untuk mencapai tujuan pembelajaran.
8
Supaya media dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, ada tiga langkah dalam
menggunakannya, yaitu:
1. Persiapan sebelum menggunakan media
Sebelum menggunakan media, persiapan yang dilakukan dapat berupa mempelajari
petunjuk penggunaan, mempersiapkan peralatan, serta menetapkan tujuan yang akan
dicapai.
2. Kegiatan selama menggunakan media
Kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis media yang digunakan.
3. Kegiatan tindak lanjut
Tindak lanjut dilakukan untuk menjajagi apakah tujuan telah tercapai dan untuk
memantapkan pemahaman terhadap materi instruksional yang disampaikan melalui
media bersangkutan.
Prosedur pemanfaatan tersebut dapat diterapkan oleh guru sesuai dengan pola
pemanfaatan. Sebagai contoh, perhatikan ilustrasi berikut ini.
1. Tahap persiapan
a. Kepala sekolah menentukan tujuan penggunaan media pembelajaran, misal untuk
menjelaskan konsep pembelajaran kuantum, dengan sasaran guru di sekolah.
b. Kepala sekolah menyiapkan penggandaan media power point yang telah disusun (misal
power point terlampir).
c. Kepala sekolah memeriksa, ruangan, alat, listrik sebelum pelaksanaan pelatihan.
2. Tahap pelaksanaan
a. Kepala sekolah menyajikan sesuai dengan metode dan waktu tersedia
b. Kepala sekolah meminta peran serta peserta pelatihan sesuai dengan prosedur
pembelajaran.
3. Tindak lanjut
a. Guru sebagai peserta pelatihan diminta mempraktekkan.
b. Kepala sekolah memberikan umpan balik.
9
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016
MATA PELAJARAN
GURU KELAS TK
BAB VI
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
HERMAN
RUSMAYADI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB VI
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A. KOMPETENSI INTI
Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif
B. KOMPETENSI DASAR
Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan
C. MATERI AJAR
1. Konsep Dasar PTK
a. Pengertian PTK
Penelitian tindakan (action research) merupakan suatu proses yang dirancang
untuk memberdayakan semua partisipan dalam proses (siswa, guru, dan peserta lainnya)
dengan maksud untuk meningkatkan praktik yang diselenggarakan didalam pengalaman
pendidikan (Hopkin, 1993). Sementara Kemmis dalam Hopkin 1985, mengemukakan
bahwa penelitian tindakan adalah bentuk penelitian refleksi diri (self-reflection) yang
dilakukan oleh para partisipan dalam situasi social (termasuk pendidikan) dalam rangka
meningkatkan: keadilan dan rasionalitas praktek social dan pendidikan mereka sendiri;
pemahaman mereka tentang praktek tersebut; dan situasi tempat praktek tersebut
dilakukan.
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk
meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan
untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut
’pe elitia ti daka kelas’ atau PTK. Apakah kegiatan penelitian tindakan tidak akan
mengganggu proses pembelajaran? Sama sekali tidak, karena justru ia dilakukan dalam
proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Kalau begitu, apakah
penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi,
dan secara langsung relevan dengan situasi nyata dalam dunia kerja? Benar. Apakah berarti
bahwa subyek dalam PTK termasuk murid-murid Anda? Benar. Lalu bagaimana cara untuk
menjaga kualitas PTK? Apakah boleh bekerjasama dengan guru lain? Benar. Anda bisa
1
melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi
sebagai kolaborator Anda.
Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis
pula, apakah peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada? Benar. Anda
memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan situasi
yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan.
Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang
terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi
perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Kalau begitu, apakah diperlukan kerangka
kerja agar masalah praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata? Benar. Tindakan
dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk
dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi
Karena penelitian pada umumnya merupakan upaya mencari suatu kebenaran
berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah, maka demikian pula halnya dengan penelitian tindakan
dan penelitian tindakan kelas. Hanya saja masing-masing penelitian memiliki ruang lingkup
yang berbeda. Penelitian tindakan memiliki objek penelitian yang tidak hanya terbatas di
kelas, tetapi bisa di luar kelas, sekolah, organisasi, komunitas atau masyarakat. Sedangkan
penelitian tindakan kelas memiliki obyek khusus berkaitan dengan proses pembelajaran di
kelas.
b. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Di Indonesia PTK tergolong masih baru dibandingkan dengan penelitian-penelitian
formal yang sudah banyak dilakukan. Metode penelitian deskriptif, eksperimen, dan ex post
facto adalah tiga penelitian formal yang sudah banyakm kita kenal. PTK mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan penelitian-penelitian itu.
Beberapa karakteristik PTK antara lain:
1) Masalahnya nyata, tidak dicari-cari, bersifat kontekstual.
2) Berorientasi pada pemecahan masalah, bukan hanya mendeskripsikan masalah.
3) Data diambil dari berbagai sumber.
4) Bersifat siklik: penelitian-tindakan-penelitian-tindakan-... dst.
5) Partisipatif, dilakukan sendiri.
6) Kolaboratif, dibantu rekan sejawat.
2
Perbedaan antara PTK dengan penelitian formal adalah sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
PTK
Dilakukan sendiri oleh guru
Memperbaiki pembelajaran secara
langsung
Hipotesisnya disebut hipotesis
tindakan
Tidak menggunakan analisis statistik
yang rumit
Tidak terlalu memperhatikan validitas
dan reliabilitas instrumen
Sampel tidak perlu representative
a.
b.
c.
d.
e.
f.
PENELITIAN FORMAL
Dilakukan oleh orang lain
Mengembangkan teori, melalui
generalisasi
Biasanya mempersyaratkan hipotesis
Menuntut penggunaan analisis
statistik
Instrumen harus valid dan reliabel
Sampel harus representatif
c. Tujuan PTK di TK/PAUD
Sesuai dengan karakteristik PTK seperti yang sudah dibahas sebelumnya, maka
tujuan PTK di TK/ PAUD adalah untuk mengatasi permasalahan dan meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas/kelompok belajar tertentu di TK/PAUD. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Arifin (2012: 100) bahwa tujuan PTK adalah sebagai berikut. (a)
memperbaiki dan meningkatkan mutu isi, masukan, proses dan hasil pendidikan dan
pembelajaran sekolah dan LPTK; (b) membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya
dalam mengatasi masalah pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas; (c) meningkatkan
kemampuan dan layanan profesional guru dan tenaga kependidikan; (d) mengembangkan
budaya akademik di lingkungan sekolah dan LPTK; (e) meningkatkan dan mengembangkan
keterampilan guru dan tenaga kependidikan khususnya di sekolah dalam melakukan PTK
dan (f) meningkatkan kerja sama profesional di antara guru dan tenaga kependidikan di
sekolah dan LPTK.
Sementara itu Akbar (2010: 37) mengemukakan bahwa secara umum tujuan PTK
adalah untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran, cara kerja guru dalam
pembelajaran, bahan ajar, penggunaan sumber dan media pembelajaran. Di samping itu
juga untuk meningkatkan suasana pembelajaran, hasil belajar yang berupa prestasi, nilai,
sikap, keaktifan, keberanian dan rasa sayang siswa.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan PTK di TK dan lembaga PAUD lainnya, maka
tujuan PTK adalah untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi guru dan pengembangkan
proses belajar dan pembelajaran serta kemampuan potensi yang dimiliki oleh anak sebagai
3
dampak dari proses pembelajaran dan bermain pada anak usia dini. Hal ini diperlukan
mengingat anak usia dini merupakan masa keemasan (the golden age) dalam pertumbuhan
dan perkembangannya. Oleh karena itu sebagai tenaga pendidik di TK/PAUD, guru
hendaknya memiliki kepekaan terhadap permasalahan yang terjadi di kelas, dan
mengembangkannya berdasarkan acuan dan kaidah ilmiah melalui penelitian tindakan
kelas.
d. Prinsip-prinsip PTK
Merujuk dari prinsip-prinsip PTK yang dikemukakan oleh Arifin (2010; 104), dalam
melaksanakan PTK di TK/PAUD hendaknya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) Sumber masalah diperoleh dari praktik pembelajaran sehari-hari di TK/PAUD. Hal
ini dapat diperoleh melalui observasi atau bersumber dari personal yang terlibat
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pembelajaran di
TK/PAUD, seperti teman sejawat, kepala sekolah, anak/peserta didik, orang tua dan
lain sebagainya.
2) Kaitkan masalah PTK dengan upaya peningkatan mutu guru, anak dan tenaga
kependidikan lainnya di TK/PAUD. Hal ini karena peningkatan mutu pembelajaran
harus dilakukan secara terintegrasi dan terpadu.
3) Pelaksanaan PTK harus memanfaatkan semua potensi guru di TK/PAUD seperti
penguasaan terhadap substansi bidang-bidang pengembangan di TK/PAUD,
keterampilan dalam membelajarkan anak melalui bermain, minat dan keterlibatan
baik peneliti sebagai guru maupun guru sebagai teman sejawat
4) Hasil PTK dapat juga memberikan masukan untuk pengembangan teori
pembelajaran untuk anak usia dini.
5) Metode dalam PTK harus mempertimbangkan masalah-masalah pembelajaran di
TK (baik untuk kelompok A maupun kelompok B) atau pada lembaga PAUD sejenis
4
yang sedang diteliti, sumber daya yang ada dan peserta didik (anak) sebagai sasaran
penelitian.
6) Pelaksanaan PTK memerlukan dukungan secara kolaboratif dari para pemangku
kepentingan, kepala TK/PAUD, teman sejawat termasuk peserta didik, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan desimenasi dan tindak lanjut.
7) PTK harus didukung oleh wawasan dan pengalaman dari para pakar (expert) dari
berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan pendidikan anak usia dini.
8) Diseminasi PTK harus melibatkan jaringan kerja (network) dan mekanisme yang
tersedia di TK/PAUD.
e. Syarat PTK
Untuk dapat meraih perubahan yang diinginkan melalui PTK, maka ada beberapa
syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh guru/peneliti PTK (McNiff, Lomax dan
Whitehead dalam Suwarsih 2003)
1) Guru/peneliti dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam
keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Andil itu
mungkin terwujud jika ada maksud yang jelas dalam melakukan intervensi tersebut.
2) Guru/peneliti dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut
untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai.
3) Tindakan yang Guru/peneliti lakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik
pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan
teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan
pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan
nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik
jika didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya
kejujuran mengakui kelemahan/kekurangan diri.
4) Tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi
dapat diubah ke arah perbaikan.
5) Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan
perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh
kerumitannya.
5
6) Guru/peneliti mesti mamantau secara sistematik agar Anda mengetahui dengan
mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman
yang lebih baik terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini
telah terjadi.
7) Guru/peneliti perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang
tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio,
riwayat subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi,
dan riwayat fiksional.
8) Guru/peneliti perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi
autentik tersebut di atas, yang mencakup (1) identifikasi makna-makna yang
mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan
penelitian lain (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan
ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam
konteks praktik terkait) bersama penjelasannya; (2) mempermasalahkan deskripsi
terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap
hasilnya; dan (3) teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang
apa yang dilakukan dengan cara tertentu.
9) Guru/Peneliti perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk:
(1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu
percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan
gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4)
bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik. Kesepuluh, Anda perlu
memvalidasi pernyataan Anda tentang keberhasilan tindakan Anda lewat
pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah),
baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman
sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya
(validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar
(validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain
karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah.
Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
6
2. Langkah-Langkah PTK
Cara Memulai PTK
Uraian tentang cara memulai PTK berikut ini akan menambah pemahaman Anda
tentang prinsip-prinsip PTK. Kalau Anda sudah biasa mengajar, melakukan PTK bukan hal
yang asing. PTK hanyalah alat untuk membantu Anda memperbaiki pembelajaran secara
sistematis. Jadi Anda fokus saja pada perbaikan pembelajaran, dan tanpa disadari Anda
akan melakukan langkah-langkah seperti yang dilakukan oleh peneliti PTK. Setelah
menyelesaikan bagian ini Anda akan dapat menulis proposal sederha a berbe tuk
e jadi proposal le gkap . De ga proposal
matriks, yang nantinya akan dikembangkan
sederhana sebenarnya Anda sudah dapat memulai PTK.
Analogi Guru-Dokter
Cara yang paling mudah untuk memulai PTK adalah dengan menganalogikan
kegiata A da sebagai guru pe eliti PTK de ga kegiata seora g dokter . Perhatikan
Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Analogi Guru dengan Dokter
NO
1
2
3
4
DOKTER
Menanyakan gejala penyakit
Mendiagnosis penyakit
Menulis resep
Menentukan tema pengobatan,
isal ya Me gobati sakit perut
Guru peneliti PTK
Mendeskripsikan masalah
Menemukan akar masalah
Menyusun hipotesis tindakan
Menuliskan judul penelitian
a. Mendeskripsikan, mengindentifikasi dan analisis masalah
Apakah Anda ingat pertanyaan dokter ketika Anda sudah berada di hadapannya? Ia
aka berta ya: Ke apa Pak? atau Ke apa Bu? Maksud ya adalah u tuk meminta Anda
mendeskripsikan keluhan-keluhan yang Anda rasakan. Ia berusaha menggali sebanyak
u gki de ga berbagai perta yaa : Bagia
a a ya g sakit? Waktu-waktu apa saja
terasanya? Sudah berapa lama? Sudah minum obat apa? Bagai a a hasil ya? Belu
cukup dengan keterangan lisan, ia masih meminta Anda berbaring di dipan. Kemudian ia
menempelkan stetoskop di dada dan perut Anda, menekan-nekan dan mengetuk-ngetuk
7
perut Anda, melihat telakup mata Anda, melihat tenggorokan Anda dengan senter, dan
sambil lalu ia sudah dapat mengetahui suhu badan Anda. Setelah itu ia masih menggunakan
tensimeter untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi Anda. Singkatnya ia ingin
mengungkap serinci mungkin gejala penyakit Anda; tujuannya adalah untuk
e diag osis pe yakit A da se ara tepat. Maki ri i deskripsi gejala pe yakit
Anda akan makin mudah dokter mendiagnosis penyakit Anda itu.
Dengan cara serupa, masalah yang akan Anda pecahkan melalui PTK harus
dideskripsika se ara ri i; tujua
ya adalah agar A da dapat
e e uka
akar
asalah
penelitian Anda secara tepat. Makin rinci deskripsi masalah Anda, makin mudah Anda
menemukan akar masalah. Penemuan akar masalah merupakan hal yang sangat penting
dalam melakukan PTK. Sebelum akar masalah ditemukan, Anda sebaiknya tidak terburuburu memberikan tindakan. Analoginya dengan dunia kedokteran adalah dokter
yang mengobati rasa pusing berkepanjangan yang dialami pasien. Mula-mula ia
mendiagnosis secara terburu-buru sebagai penyakit maag; obat yang diberikan adalah
promaag. Tentu saja setelah minum obat selama tiga hari rasa pusing pasien tidak kunjung
hilang. Setelah didiagnosis ulang ternyata penyebabnya adalah lubang kecil yang ada di gigi.
Setelah gigi dirawat, lubang diberi obat kemudian ditambal dan diberi obat yang sesuai,
rasa pusing itupun hilang.
Langkah-langkah berikut ini akan membantu Anda mendeskripsikan masalah
penelitian Anda secara rinci:
1. Mulailah dengan satu kalimat masalah.
2. Elaborasi kalimat itu serinci mungkin dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut ini:
a) Dari mana tahunya?
b) Bagaimana datanya?
c) Upaya apa yang telah dilakukan?
d) Bagaimana hasilnya?
3. Usahakan kalimat masalah dan elaborasinya itu mencapai ½ -- 1 halaman;
setelah itu biasanya Anda akan menemukan akar masalahnya.
Contoh Identifikasi dan Analisis Masalah
8
Pada tahap ini, guru atau tenaga pendidik di TK atau PAUD mengadakan refleksi
terhadap proses pembelajaran di kelas. Gejala-gejala apakah yang terjadi di kelas? Apakah
anda puas terhadap proses pembelajaran di kelas? Jika tidak pasti ada permasalahan yang
terjadi. Dasna (2008: 30) menjelaskan bahwa ada beberapa pertanyaan yang dapat
dijadikan bahan untuk mengadakan refleksi terhadap proses pembelajaran yang Anda
laksanakan di kelas.
a. Apakah perangkat pembelajaran yang telah disiapkan dapat terlaksana dengan
baik?
b. Apakah pembelajaran yang diterapkan telah dapat membelajarkan anak
sehingga mereka terlibat aktif dalam pembelajaran?
c. Apakah metode yang digunakan sudah efektif dari segi waktu dan hasil belajar?
d. Apakah hasil belajar sudah cukup baik sehingga sebagian besar anak
memperoleh nilai di atas ketuntasan belajar minimum?
Jika ja aba A da terhadap kee pat perta yaa tersebut adalah belu
,
aka
dalam pembelajaran yang anda laksanakan terjadi suatu permasalahan. Permasalahan
terjadi manakala terjadi kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi.
Berdasarkan pertanyaan tersebut, sebenarnya terdapat dua permasalahan pokok dalam
pembelajaran, yaitu (1) masalah yang berkaitan dengan rendahnya kualitas pembelajaran
dan (2) masalah yang berkaitan dengan rendahnya tingkat penguasaan kompetensi oleh
anak (hasil belajar).
Permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya kualitas pembelajaran dapat
diidentifikasi antara lain sebagai berikut.
(1) Masalah keaktifan belajar anak.
Misalnya dalam belajar anak kurang berpartisipasi, malah asyik bermain sendiri di
luar skenario belajar yang ditetapkan. Atau dalam belajar anak menjadi pendiam,
tertutup dan melamun.
(2) Masalah interaksi dalam kelas.
Misalnya anak hanya mampu berinteraksi dengan teman-teman tertentu? Anak
cenderung memisahkan diri dari lingkungan dan mendekat pada guru. Atau anak
sering berkelahi dengan temannya hanya gara-gara berebut alat permainan.
(3) Masalah evaluasi.
9
Misalnya guru kurang memiliki kompetensi dan kesempatan untuk mengadakan
asesmen otentik terhadap perkembangan anak. Atau guru kurang mampu
menganalisis dan mengadakan interpretasi terhadap hasil asesmen, sehingga tidak
berdampak pada peningkatan kualitas belajar anak.
(4) Masalah dalam pemilihan metode dan atau strategi pembelajar.
Misalnya metode yang dipilih guru kurang memberikan kesempatan kepada anak
untuk melakukan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi yang berbasis pada kegiatan
belajar melalui bermain. Seharussnya anak adalah aktif, tetapi dari metode yang
terpilih menjadikan anak sebagai pendengan yang baik. Bahkan di TK/PAUD
cenderung mengarah pada pembelajaran yang bersifat akademik formal, dari pada
kegiatan bermain yang membelajarkan.
(5) Masalah yang berkaitan dengan pemilihan dan pemanfaatan media, sumber dan
peralatan belajar.
Di TK/PAUD anak membutuhkan kegiatan eksplorasi yang luas terhadap lingkungan
dan objek-objek belajarnya. Semakin luas kesempatan yang dimiliki oleh anak dalam
mengeksplorasi lingkungannya, maka semua aspek perkembangannya akan terstimulasi
dan berkembang secara optimal.
Sedangkan permasalahan yang berkaitan dengan rendahnya penguasaan
kompetensi atau hasil belajar anak meliputi:
(1) Capaian indikator perkembangan anak kurang optimal.
Misalnya kemampuan berbahasa ekspresif yang rendah, keterampilan motorik
halus yang rendah, dan lain sebagainya.
(2) Rendahnya keterampilan anak dalam melakukan sesuatu khususnya yang berkaitan
dengan softskill anak.
Misalnya anak kurang mandiri, anak kurang kreatif dalam mengembangkan ideidenya, anak kurang mampu dalam memecahkan masalah dan lain sebagainya.
(3) Terjadinya miskonsepsi terhadap sesuatu.
Misalnya anak belum mampu membedakan antara benda padat, benda cair dalam
bidang sains. Cantohnya plastisin termasuk benda padat apa benda cair. Anak-anak
menyebutnya sebagai benda lunak.
10
Sementara itu Kunandar (2011: 89) mengemukakan bahwa sumber masalah PTK
antara lain sebagai berikut.
(1) Masalah yang berkaitan dengan input dapat bersumber dari siswa/anak, guru,
sumber belajar, materi pembelajaran, prosedur evaluasi dan lingkungan belajar.
(2) Masalah yang berkaitan dengan proses pembelajaran, yang bersumber dari
interaksi dalam pembelajaran, keterampilan bertanya guru/siswa/anak, gaya
mengajar, cara belajar dan implementasi metode pembelajaran.
(3) Masalah yang berkaitan dengan output, yang dapat bersumber dari hasil belajar
siswa/anak, daya ingat siswa/anak,sikap negatif siswa/anak dan motivasi yang
rendah.
Dari sumber masalah tersebut dapat diidentifikasi permasalahan yang relevan untuk
PTK, antara lain sebagai berikut.
(1) Rendahnya keterlibatan anak TK dalam proses pembelajaran
(2) Metode yang digunakan oleh guru kurang relevan dengan karakteristik anak usia
dini
(3) Perhatian atau daya konsentrasi anak terhadap suatu tugas rendah.
(4) Media dan sumber atau peralatan belajar/bermain yang digunakan kurang
memadai dan kurang relevan dengan tingkat perkembangan anak usia dini.
(5) Rendahnya motivasi belajar anak usia dini
(6) Rendahnya tingkat kemandirian anak dalam belajar dan bermain
(7) Perkembangan sosio-emosional yang kurang sesuai dengan tugas-tugas
perkembangan anak usia dini.
(8) Perkembangan kognitif anak yang kurang sesuai dengan tugas perkembangan
anak usia dini
(9) Perkembangan/kemampuan berbahasa yang belum sesuai dengan tugas
perkembangan anak usia dini.
(10)
Rendahnya keterampilan motorik anak usia dini, dan lain sebagainya.
Dari beberapa aspek ruang lingkup masalah tersebut, guru TK/PAUD dapat memilih
salah satu masalah yang paling urgen untuk segera dipecahkan. Dikatakan urgen jika
masalah tersebut sangat mendesak untuk dipecahkan, dan jika tidak segera dipecahkan
11
akan menghambat program pembelajaran dan proses belajar anak secara simultan dan
menyeluruh.
Bagi guru TK/PAUD, permasalahan yang urgen biasanya terkait dengan situasi
pembelajaran di kelas. Permasalahan yang berkaitan dengan anak TK/PAUD sangat
kompleks dan rumit. Hal ini disebabkan karena anak mengalami masa transisi dari
kehidupan dalam keluarga menuju ke lingkup hubungan sosial yang lebih luas. Sementara
ragam karakter dan latar belakang anak sangatlah berbeda-beda. Padahal masa awal anak
sangat mempengaruhi perkembangan selanjutnya. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi
guru TK/PAUD.
Untuk memperdalam wawasan Anda marilah kita belajar mengidentifikasi dan
menganalisis sebuah kasus pembelajaran berikut ini.
Bu Yati ialah guru di kelompok B TK Dian Cendekia. Jumlah anak di kelompok B
ada 30 anak. Pada suatu pagi, Bu Yati hendak mengajak anak-anak mengenal
peristiwa siang dan malam. Indikator yang hendak dicapai pada hari itu adalah
(1) anak dapat menghargai ciptaan Tuhan (2) anak dapat menceritakan
terjadinya peristiwa siang dan malam dengan kalimat sederhana (3) anak
mampu menyebutkan benda-benda yang dilihatnya pada malam dan siang hari
(4) anak mampu membuat gambar sederhana tentang peristiwa di malam hari.
Untuk keperluan itu, Bu Yati masuk kelas dengan membawa sebuah globe dan
sebuah lampu senter. Tentu saja benda-benda yang dibawa oleh Bu Yati
menarik perhatian anak-anak. s
Seketika anak-anak berebutan ingin memegang globe tersebut. Selanjutnya Bu
Yati berkata, A ak-anak kembali ke tempat duduk dan kalian harus duduk
manis. Nanti Ibu akan menunjukkan kepada kalian bagaimana peristiwa siang
da
ala itu terjadi .
Anak-anak tampak kecewa. Perhatian anak tetap tertuju pada Globe dan lampu
senter yangi ditaruh di atas meja oleh Bu Yati. Pada saat doa bersama, anakanak tampak tidak berkonsentrasi dalam berdoa. Anak-anak saling
berbisik=bisik tentang media yang dibawa oleh guru. Setelah berdoa bersama,
Bu Yati melanjutkan pelajaran hari itu dengan menjelaskan bagaimana
peristiwa siang dan malam itu terjadi. Bu Yati mengadakan tanya jawab tentang
kapan anak itu tidur? Benda-benda apa saja yang dilihat dimalam hari? Apa
perbedaan antara keadaan di waktu malam dan di siang hari, serta benda apa
saja yang dilihat anak pada waktu siang hari. Jawaban anak bermacam-macam.
Bu saya tidur sepula g sekolah . Bu, aktu ala tidak kelihata apa-apa,
gelap, he
. Bu aku takut kalau ala . Akhir ya Bu Yati e jelaska
kalau tidur sebaiknya di malam hari. Kalau malam ada bulan, bintang, kelelawar
dan lain sebagainya. Kalau malam anak-anak tidak boleh takut, dan seterusnya.
12
Pada kegiatan inti, Bu Yati membagi anak menjadi 3 kelompok. Kelompok I
ditugasi untuk mewarnai gambar matahari. Kelompok II mencocok dan
merobek gambar matahari. Kelompok III membuat kolase pada gambar
bintang. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian, sehingga semua anak
mengalami ketiga kegiatan tadi. Beberapa anak yang sudah selesai duluan
segera ke meja guru untuk memainkan globe, tetapi Bu Yati segera memberikan
tugas berikutnya sehingga kelas terhindar dari suara gaduh akibat rebutan
globe dan lampu senter.
Pada akhir kegiatan, Bu Yati menanyakan kepada anak-anak tentang
bagaimana terjadinya peristiwa siang dan malam. Demikian pula anak ditanyai
tentang gambar yang sudah dibuat oleh anak. Ternyata hanya satu anak yang
dapat menceritakan peristiwa siang dan malam dengan lancar. Demikain pula
manakala anak-anak diminta menceritakan gambarnya, anak-anak tidak ada
yang berani maju ke depan.
Berdasarkan kasus tersebut dapat identifikasi permasalahan yang terjadi.
Fakta yang terjadi:
1. Anak-anak belajar secara pasif, dan tidak
memiliki kesempatan untuk
mengeksplorasi media yang dibawa guru
2. Anak kurang mampu berkonsentrasi pada
saat berdoa
3. Metode yang digunakan oleh guru adalah
ceramah dengan peragaan media globe
dan senter
4. Anak tidak mampu menceritakan peristiwa
siang dan malam dengan kalimat
sederhana
5. Anak tidak berani menceritakan gambar
yang sudah dibuatnya
Faktor penyebab:
Metode yang digunakan kurang relevan dan
berpusat pada guru, anak kurang
memperoleh kesempatan dalam melakukan
percobaan, media yang digunakan guru
terbatas (hanya 1 globe dan 1 senter).
Identifikasi masalah:
1. Kualitas belajar rendah
2. Kemampuan anak dalam
menceritakan sesuatu dengan
kalimat sederhana rendah
3. Anak tidak berani
menceritakan gambar yang
telah dibuatnya
4. Metode yang digunakan guru
kurang menarik dan tidak
melibatkan anak dalam
melakukan percobaan
Temuan/akar masalah:
Kualitas pembelajaran dan
kemampuan berbahasa anak
masih rendah
Berdasarkan alur identifikasi masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi bahwa
akar permasalahan yang terjadi adalah bahwa kualitas proses pembelajaran dan hasil
belajar anak (kemampuan berbahasa) pada tema peristiwa siang dan malam tersebut
masih rendah. Rendahnya kualitas proses pembelajaran tampak bahwa anak kurang aktif
13
dalam mengeksplorasi objek-objek belajarnya sehingga anak cenderung pasif. Sementara
dilihat dari hasil belajar menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa anak masih rendah,
hal ini tampak dari kekurangmampuan anak dalam menceritakan sesuatu dengan kalimat
sederhana, anak belum mampu mengekspresikan diri dalam menyampaikan gagasannya
serta kurangnya kemandirian anak dalam menceritakan sesuatu.
Setelah diselidiki dengan cermat, guru mengidentifikasi faktor penyebab
permasalahan tersebut. Berdasarkan kasus tersebut dapat diidentifikasi ternyata penyebab
terjadinya permasalahan tersebut adalah karena:
(1)
Metode yang digunakan kurang relevan,
(2)
anak kurang memperoleh kesempatan dalam melakukan percobaan atau
memanipulasi objek belajarnya (dalam hal ini globe dan lampu senter)
(3)
media yang digunakan guru terbatas (hanya 1 globe dan 1 lampu senter).
(4)
Rasa ingin tahu anak tidak terpenuhi
Sekarang cobalah Anda sejenak merenungkan/mengadakan refleksi terhadap
permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran sehari-hari.
Berikut beberapa pertanyaan yang dapat membantu Anda dalam mengidentifikasi
permasalahan yang terjadi.
1. Di antara kelima bidang pengembangan yang ada di TK/PAUD, bidang apakah yang
paling sulit dicapai oleh sebagian besar anak di kelas?
2. Setelah anda menemukan bidang pengembangan yang paling tidak dikuasai oleh
anak, pada indikator manakah anak paling banyak mengalami kesulitan belajar?
3. Bagaimana situasi belajar anak pada saat mereka mengeksplorasi indikator
tersebut?
4. Berdasarkan jawaban dari poin 1, 2 dan 3, cobalah dicermati secara mendalam,
sebenarnya permasalahan pokok apa yang terjadi pada pembelajaran yang Anda
laksanakan?
5. Selanjutnya Anda mengidentifikasi faktor-faktor apa yang menyebabkan
permasalahan itu sampai terjadi. Anda dapat menanyakan kepada anak, teman
sejawat, orang tua anak dan lain sebagainya sehingga faktor penyebabnya dapat
teridentifikasi selengkap mungkin.
Gejala yang muncul dalam pembelajaran:
Identifikasi masalah:
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
………………………………………………………..
14
Temuan/Akar masalah:
……………………………………………………
……………………….………………………….
Faktor penyebab:
…………………………………………………………………
…………………………………………………………………
………………………………………………………………..
Setelah akar masalah teridentifikasi, dan menganalisis faktor penyebab
permasalahan tersebut, langkah berikutnya adalah mencari alternatif pemecahan masalah.
Suatu masalah mungkin dapat diselesaikan beberapa alternatif pemecahan. Misalnya pada
kasus tersebut di atas, cara untuk mengidentifikasi alternatif pemecahan masalahnya
adalah sebagai berikut.
Metode pembelajaran yang berorientasi pada
pembelajaran konstruktivistik dan kontekstual
dengan prinsip belajar sambil belajar
Metode yang digunakan
masih berpusat pada guru
Berbasis pada kegiatan bermain
Pembelajaran sentra
Berpusat pada anak
eksperimen
Bermain peran
Bersifat penemuan
Wisata bermain
Dari beberapa alternatif tersebut, peneliti/guru dapat memilih salah satu yang
paling relevan. Misalnya untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas dipilih metode
eksperimen (metode percobaan). Dalam memilih alternatif pemecahan masalah, peneliti
hendaknya memberikan alasan yang bersifat rasional dan logis, yang memiliki dasar teoritis
dan didukung hasil-hasil penelitian sebelumnya. Misalnya kelebihan yang dimiliki oleh
metode eksperimen, hasil-hasil penelitian di PAUD yang berkaitan dengan penerapan
metode eksperimen, atau teori-teori yang mendukung penerapan metodde eksperimen
dalam pembelajaran di TK/PAUD.
15
Dengan terpilihnya salah satu atau gabungan dari beberapa alternatif pemecahan
masalah, maka Anda dapat segera merumuskan judul penelitian. Berangkat dari contoh
kasus di atas, maka judul PTK yang sesuai adalah sebagai berikut.
Penerapan metode eksperimen untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pada
kelo pok B TK Dia Ce dekia .
Atau
Pe i gkata ke a pua berbahasa a ak elalui pe erapa
etode eksperi e
pada kelo pok B TK Dia Ce dekia .
Untuk menguji apakah judul penelitian tersebut sudah memenuhi syarat yang
relevan untuk suatu penelitian tindakan kelas, alangkah baiknya Anda memperhatikan
persyaratan berikut.
Judul PTK hendaknya menggambarkan:
(1) Masalah yang diteliti
(2) Tindakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi
(3) Hasil yang diharapkan
(4) Tempat/latar penelitian
(5) Bersifat spesifik dan singkat (antara 15-20 kata).
Tugas Anda:
Setelah Anda mengidentifikasi masalah dan menganalisis faktor penyebab
permasalahan yang terjadi di kelas Anda, cobalah rumuskan judul penelitian
Anda.
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________
_________________________________________________________________
b. Merumuskan permasalahan PTK
Setelah judul ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah
penelitian. Akbar (2010: 74) mengemukakan bahwa persyaratan yang diperlukan dalam
perumusan masalah PTK adalah sebagai berikut.
16
(1) Masalah penelitian hendaknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya
(2) Yang dipermasalahkan dalam perumusan masalah tidak hanyahasilnya tetapi juga
prosesnya
(3) Pastikan bahwa setiap rumusan masalah terkait dengan latar belakang masalah.
Sementara itu Suparno, dkk. (2010: 56) menjelaskan beberapa ketentuan dalam
merumuskan masalah PTK.
(1) Dari aspek substansi
Rumusan masalah hendaknya memperhatikan bobot dan nilai permasalahan serta
kegunaan atau manfaat pemecahan masalah melalui tindakan yang dipilih.di
samping itu juga perlu dipertimbangkan nilai aplikatifnya untuk memecahkan
masalah serupa yang dihadapi oleh guru, kegunaan metodologi dan kegunaan teori
dalam memperkaya atau mengoreksi teori pembelajaran yang selama ini dianut.
(2) Dari aspek orisinalitas tindakan,
Bahwa tindakan yang diambil untuk memecahkan masalah tersebut hendaknya
merupakan sesuatu yang baru yang belum pernah dilakukan guru sebelumnya. Jika
tindakan yang diambil tidak sepenuhnya baru, maka pemilihan tindakan merupakan
penerapan model-model pembelajaran yang pernah digunakan sebelumnya
dengan konteks pembelajaran yang berbeda.
(3) Dari aspek formulas,
Masalah PTK hendaknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya (pertanyaan). Di
samping itu rumusan masalah sebaiknya tidak menimbulkan makna ganda, tetapi
lugas menyatakan secara eksplisit dan spesifik tentang apa yang dipermasalahkan
dan tindakan yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut.
(4) Dari aspek teknis
Hal yang perlu diperhatikan adalah kelayakan masalah dan kemampuan peneliti
untuk melakukan penelitian dan menjawab atau memecahkan masalah yang dipilih.
Peneliti hendaknya memilih permasalahan yang bermakna, memiliki nilai praktis
bagi guru dan kolaborator dapat memperoleh pengalaman belajar untuk
mengembangkan profesionalitasnya.
17
Perhatikanlah contoh rumusan masalah berikut ini. Jika rumusan judul penelitian
yang dipilih adalah sebagai berikut,
pe erapa
etode eksperi e u tuk
a ak kelo pok B TK Dia Ce dekia .
e i gkatka ke a pua berbahasa pada
maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah penerapan metode eksperimen untuk meningkatkan kemampuan
berbahasa anak kelompok B TK Dian Cendekia ?
2) Apakah penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan
berbahasa anak kelompok B TK Dian Cendekia ?
Rumusan masalah nomor satu berkaitan dengan penelitian tentang proses
pembelajaran. Hal ini mengarah pada bagaimana atau seperti apa proses pembelajaran
yang menggunakan metode eksperimen. Situasi belajar seperti apa yang terbentuk jika
pembelajaran di TK/PAUD menggunakan metode eksperimen.Rumusan masalah nomor
dua menyangkut tentang penguasaan kompetensi yang diharapkan untuk dikuasai oleh
anak. Sasarannya adalah untuk mendeskripsikan perubahan penguasaan kompetensi dari
sebelum tindakan (pratindakan) dan setelah pemberian tindakan melalui metode
eksperimen.
Selanjutnya cobalah Anda rumuskan permasalahan berdasarkan judul penelitian
berikut ini.
Pe ggu aa Media Bo eka Jari u tuk Me i gkatka Ke a pua Ber erita A ak
Kelo pok A TK “aras ati
Rumusan masalah anda adalah?
1) ___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
2) ___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
18
c. Membuat Rumusan Tujuan Penelitian
Tujuan PTK pada dasarnya adalah untuk mengungkap permasalahan
pembelajaran, mengidentifikasi faktor penyebab dan sekaligus memberikan pemecahan
terhadap masalah yang terjadi. Tujuan penelitian perlu dinyatakan dengan jelas
sebagaimana yang diuraikan dalam bagian rumusan masalah (Suparno: 2010:57).
Sementara itu Akbar (2010: 76) mengemukakan bahwa tujuan penelitian
hendaknya dirumuskan secara jelas, berdasarkan pada atau konsisten dengan rumusan
masalah. Di samping itu tujuan penelitian tindakan kelas menggambarkan hasil penelitian
yang akan dicapai. Perbedaan antara rumusan masalah dan tujuan penelitian adalah jika
rumusan masalah dirumuskan dalam kalimat tanya, maka rumusan tujuan dirumuskan
dalam kalimat pernyataan. Itulah sebabnya maka peneliti dapat memilih salah satu antara
rumusan masalah atau rumusan tujuan penelitian, atau dapat memilih kedua-duanya.
Jika rumusan masalah penelitiannya adalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah
penerapan
metode
eksperimen
untuk
meningkatkan
kemampuan berbahasa anak kelompok B TK Dian Cendekia ?
2) Apakah penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan
berbahasa anak kelompok B TK Dian Cendekia ?
Maka tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut.
1) Mendeskripsikan
penerapan
metode
eksperimen
untuk
meningkatkan
kemampuan berbahasa anak kelompok B TK Dian Cendekia .
2) Mendeskripsikan peningkatan kemampuan berbahasa anak kelompok B TK Dian
Cendekia .
Selanjutnya berdasarkan rumusan masalah yang sudah Anda buat pada bagian
sebelumnya, cobalah rumuskan tujuan penelitian pada bagian berikut ini.
Tujuan penelitian ini adalah:
1) …………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………
2) …………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………
19
d. Merumuskan Manfaat Penelitian
Pembuatan rumusan manfaat penelitian didasarkan pada topik atau masalah
penelitian.bagian ini menguraikan tentang manfaat atau pentingnya penelitian bagi guru,
anak dan sekolah atau pihak-pihak yang terkait. Atau dengan kata lain, manfaat penelitian
menguraikan tentang dampak dari tercapainya tujuan penelitian. Rumusan manfaat
hendaknya jelas terutama bagi siapa, dan deskripsikan manfaatnya apa.
Contoh:
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1) Anak : proses belajar akan menjadi menarik dan menyenangkan, karena anak
dapat melakukan percobaan dengan memanipulasi peralatan atau objek belajar.
2) Guru: guru menemukan metode pembelajaran yang dapat melibatkan anak secara
optimal sehingga anak dapat menguasai kompetensi sebagaimana yang
diharapkan.
3) Sekolah: meningkatkan mutu lembaga melalui peningkatan proses dan hasil
belajar anak TK/PAUD.
Sekarang cobalah Anda membuat rumusan manfaat penelitian berdasarkan
permasalahan yang sudah Anda rumuskan sebelumnya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini hendaknya bermanfaat bagi:
1) ………………:
…………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………
...
2) ………………:
…………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………
3) ………………:
…………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………...
e. Mengkaji Teori Yang Relevan
Dalam penelitian tindakan kelas, peneliti perlu mengadakan kajian teori yang
relevan, sehingga pemecahan masalah menjadi efektif dan dapat dipertanggungjawabkan
20
secara ilmiah. Kajian teori menyangkut tentang kajian yang mendalam terhadap variabel
atau konsep-konsep kunci yang terlibat dalam penelitian tindakan kelas. Kajian terhadap
suatu teori meliputi proses analisis dan sintesis, dan keterkaitan antar variabel sehingga
terbentuk menjadi kerangka pemecahan masalah. Maksud utama kajian teori adalah untuk
membangun/merumuskan hipotesis tindakan.
Kunandar (2011: 120) mengemukakan bahwa kajian teori berguna untuk hal-hal
penting, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Menjawab permasalahan PTK secara teoritis.
2. Menemukan variabel penyebab masalah PTK
3. Mengoperasionalkan variabel penelitian.
4. Menyusun jawaban sementara dari masalah (hipotesis).
5. Menemukan metode yang paling tepat untuk menjawab permasalahan.
Untuk memudahkan Anda mengadakan kajian teori, maka harus dilihat konteks
penelitiannya. Variabel atau konsep-konsep apa saja yang terlibat dalam penelitian
tersebut. Misalnya pada penelitian yang berjudul pe erapa
etode eksperi e u tuk
e i gkatka ke a pua berbahasa pada a ak kelo pok B TK Dia Ce dekia , ko sepkonsep yang terlibat meliputi: (1) metode eksperimen, (2) kemampuan berbahasa, dan (3)
anak kelompok B TK (usia 5-6 tahun).
Oleh karena itu secara garis besar peta konsep dalam kajian teori adalah sebagai
berikut.
Karakteristik anak usia 5-6
tahun
Kerangka pemecahan masalah:
Atau anak kelompok B TK
Berisi ulasan yang mendalam tentang
penerapan metode eksperimen dalam
meningkatkan kemampuan berbahasa
anak kelompok B TK (usia 5-6 tahun)
Kemampuan
berbahasa
anak usia 5-6 tahun
Penerapan metode eksperimen
dalam pembelajaran di TK
Hipotesis
Tindakan
21
Secara garis besar kajian teori dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut.
1. Karakteristik perkembangan anak usia 5-6 tahun
a) Pengertian anak usia dini
b) Karakteristik perkembangan anak usia 5-6 tahun
1) Perkembangan nilai moral dan agama
2) Perkembangan kognitif
3) Perkembangan bahasa
4) Perkembangan fisik motorik
5) Perkembangan seni
c) Karakteristik perkembangan belajar anak usia 5-6 tahun
1) Konsep belajar anak usia 5-6 tahun
2) Gaya belajar anak usia 5-6 tahun
3) Ragam aktivitas belajar anak usia 5-6 tahun
2. Kemampuan berbahasa anak usia 5-6 tahun
a) Pengertian kemampuan berbahasa
b) Unsur-unsur kemampuan berbahasa
c) Strategi pengembangan kemampuan berbahasa untuk anak usia 5-6 tahun
3. Penerapan metode eksperimen dalam pembelajaran di TK
a) Pengertian metode eksperimen
b) Tujuan metode eksperimen
c) Langkah-langkah metode eksperimen
d) Kelebihan dan kekurangan metode eksperimen
4. Kerangka Pemecahan Masalah
Pada kerangka pemecahan masalah, Anda hendaknya mencari keterkaitan antara
variabel/atau konsep-konsep kunci yang terdapat dalam penelitian yang dilakukan.
Dalam kasus ini, peneliti dituntut untuk menemukan alasan tentang mengapa
penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan berbahasa pada
ank kelompok B atau anak usia 5-6 tahun. Dalam memberikan alasan hendaknya
bersifat rasional dan berbasis pada teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
relevan dengan judul penelitian yang dilakukan. Dari sinilah peneliti menemukan
jawaban teoritis (hipotesis) terhadap permasalahan penelitian bahwa jika dalam
22
pembelajaran di TK menerapkan metode eksperimen maka kemampuan berbahasa
anak meningkat.
Setelah mempelajari cara melakukan kajian teori, cobalah Anda membuat peta
konsep mengenai kajian teori yang relevan dengan judul penelitian yang telah dirumuskan
pada bagian sebelumnya. Karena keterbatasan waktu, Anda cukup membuat garis
besarnya saja, tetapi dalam proposal dan laporan penelitian, Anda harus mengkajinya
secara lengkap.
Judul Penelitian Anda:
………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………
Kajian Teori yang mendukung penelitian anda meliputi:
1. ………………………………
a. …………………………………………………………
b. …………………………………………………………
c. …………………………………………………………
d. Dan seterusnya
2. ……………………………….
a. …………………………………………………………..
b. …………………………………………………………..
c. …………………………………………………………..
d. Dan seterusnya
3. …………………………………
a. ………….………………………………….
b. ……………………………………………..
c. ……………………………………………..
d. Dan seterusnya
4. Kerangka pemecahan masalah (mohon ditulis selengkap mungkin sehingga dapat
memberikan alasan teoritis sampai terbentuknya hipotesis tindakan.
Catatan: dalam membuat kajian teori, sebaiknya Anda memperhatikan prinsip berikut.
a.
Relevansi
Teori dan/atau hasil penelitian yang dirujuk hendaknya benar-benar relevan
dengan substansi/variabel yang diteliti. Hal ini akan sangat bermanfaat dalam
memahami kedalaman dari variabel yang diteliti, sekaligus akan memudahkan anda
dalam membuat instrumen penelitian berikut cara pengukurannya.
23
b. Kekinian
Teori dan atau hasil penelitian yang dirujuk hendaknya bersifat up to date atau
terkini. Hal ini untuk memperoleh teori atau hasil-hasil penelitian yang sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.
c.
Originalitas
Sumber rujukan yang dijadikan sumber informasi/teori sebaiknya dari tangan
pertama, kecuali teori lama yang bukunya sudah tidak terbit lagi atau karena
edisinya terbatas. Hal ini untuk menghindari adanya teori yang sering dikutif,
sehingga substansi isinya yang asli menjadi kurang jelas.
f. Kerangka berpikir
Kerangka pemikiran adalah narasi (uraian) atau pernyataan (proposisi) tentang
kerangka konsep pemecahan masalah yang telah diidentifikasi atau dirumuskan. Kerangka
berpikir atau kerangka pemikiran dalam sebuah penelitian kuantitatif, sangat menentukan
kejelasan dan validitas proses penelitian secara keseluruhan. Melalui uraian dalam
kerangka berpikir, peneliti dapat menjelaskan secara komprehensif variabel-variabel apa
saja yang diteliti dan dari teori apa variabel-variabel itu diturunkan, serta mengapa
variabel-variabel itu saja yang diteliti. Uraian dalam kerangka berpikir harus mampu
menjelaskan dan menegaskan secara komprehensif asal-usul variabel yang diteliti,
sehingga variabel-variabel yang tercatum di dalam rumusan masalah dan identifikasi
masalah semakin jelas asal-usulnya.
Pada dasarnya esensi kerangka pemikiran berisi: (1) Alur jalan pikiran secara logis
dalam menjawab masalah yang didasarkan pada landasan teoretik dan atau hasil penelitian
yang relevan. (2) Kerangka logika (logical construct) yang mampu menunjukan dan
menjelaskan masalah yang telah dirumuskan dalam kerangka teori. (3) Model penelitian
yang dapat disajikan secara skematis dalam bentuk gambar atau model matematis yang
menyatakan hubungan-hubungan variabel penelitian atau merupakan rangkuman dari
kerangka pemikiran yang digambarkan dalam suatu model. Sehingga pada akhir kerangka
pemikiran ini terbentuklah hipotesis.
Dengan demikian, uraian atau paparan yang harus dilakukan dalam kerangka
berpikir adalah perpaduan antara asumsi-asumsi teoretis dan asumsi-asumsi logika dalam
menjelaskan atau memunculkan variabel-variabel yang diteliti serta bagaimana kaitan di
24
antara variabel-variabel tersebut, ketika dihadapkan pada kepentingan untuk
mengungkapkan fenomena atau masalah yang diteliti.
Di dalam menulis kerangka berpikir, ada tiga kerangka yang perlu dijelaskan, yakni:
kerangka teoritis, kerangka konseptual, dan kerangka operasional. Kerangka teoritis atau
paradigma adalah uraian yang menegaskan tentang teori apa yang dijadikan landasan
(grand theory) yang akan digunakan untuk menjelaskan fenomena yang diteliti. Kerangka
konseptual merupakan uraian yang menjelaskan konsep-konsep apa saja yang terkandung
di dalam asumsi teoretis yang akan digunakan untuk mengabstraksikan (mengistilahkan)
unsur-unsur yang terkandung di dalam fenomena yang akan diteliti dan bagaimana
hubungan di antara konsep-konsep tersebut. Kerangka operasional adalah penjelasan
tentang variabel-variabel apa saja yang diturunkan dari konsep-konsep terpilih tadi dan
bagaimana hubungan di antara variabel-variabel tersebut, serta hal-hal apa saja yang
dijadikan indikator untuk mengukur variabel-variabel yang bersangkutan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka dalam menyusun
kerangka berpikir kita harus memulainya dengan menegaskan teori apa yang dijadikan
landasan dan akan diuji atau digambarkan dalam penelitian kita. Lalu dilanjutkan dengan
penegasan tentang asumsi teoretis apa yang akan diambil dari teori tersebut sehingga
konsep-konsep dan variabel-variabel yang diteliti menjadi jelas. Selanjutnya, kita
menjelaskan bagaimana cara mengoperasionalisasikan konsep atau variabel-variabel
tersebut sehingga siap untuk diukur.
Walaupun dalam kerangka berpikir itu harus terkandung kerangka teoretis,
kerangka konseptual, dan kerangka operasional, tetapi cara penguraian atau cara
pemaparannya tidak perlu kaku dibuat per sub bab masing-masing. Hal yang penting adalah
bahwa isi pemaparan kerangka berpikir merupakan alur logika berpikir kita mulai dari
penegasan teori serta asumsinya hingga munculnya konsep dan variabel-variabel yang
diteliti.
Agar peneliti benar-benar dapat menyusun kerangka berpikir secara
ilmiah
(memadukan antara asumsi teoretis dan asumsi logika dalam memunculkan variabel)
dengan benar, maka peneliti harus intens dan eksten menelurusi literatur-literarur yang
relevan serta melakukan kajian terhadap hasil penelitian-penelitian terdahulu yang
relevan, sehingga uraian yang dibuatnya tidak semata-mata berdasarkan pada
25
pertimbangan logika. Untuk itu, dalam menjelaskan kerangka teoretisnya, peneliti mesti
merujuk pada literatur atau referensi serta laporan-laporan penelitian terdahulu.
Selanjutnya secara sederhana penyusunan kerangka berpikir dapat dilakukan
dengan mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Menentukan paradigma atau kerangka teoretis yang akan digunakan, kerangka
konseptual dan kerangka operasional variabel yang akan diteliti.
2. Memberikan penjelasan secara deduktif mengenai hubungan antarvariabel
penelitian. Tahapan berpikir deduktif meliputi tiga hal yaitu: (a) Tahap penelaahan
konsep (conceptioning), yaitu tahapan menyusun konsepsi-konsepsi (mencari
konsep-konsep atau variabel dari proposisi yang telah ada, yang telah dinyatakan
benar). (b) Tahap pertimbangan atau putusan (judgement), yaitu tahapan
penyusunan ketentuan-ketentuan (mendukung atau menentukan masalah akibat
pada konsep atau variabel dependen). (c) Tahapan penyimpulan (reasoning), yaitu
pemikiran yang menyatakan hal-hal yang berlaku pada teori, berlaku pula bagi halhal yang khusus.
3. Memberikan argumen teoritis mengenai hubungan antar variabel yang diteliti.
Argumen teoritis dalam kerangka pemikiran merupakan sebuah upaya untuk
memperoleh jawaban atas rumusan masalah. Dalam prakteknya, membuat
argumen teoritis memerlukan kajian teoretis atau hasil-hasil penelitian yang
relavan. Hal ini dilakukan sebagai petunjuk atau arah bagi pelaksanaan penelitian.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, oleh karena argumen teoritis sebagai upaya
untuk memperoleh jawaban atas rumusan masalah, maka hasil dari argumen
teoritis ini adalah sebuah jawaban sementara atas rumusan masalah penelitian.
Sehingga pada akhirnya produk dari kerangka pemikiran adalah sebuah jawaban
sementara atas rumusan masalah (hipotesis).
4. Merumuskan model penelitian. Model adalah konstruksi kerangka pemikiran atau
konstruksi kerangka teoretis yang diragakan dalam bentuk diagram dan atau
persamaan-persamaan matematik tertentu. Esensinya menyatakan hipotesis
penelitian. Sebagai suatu kontruksi kerangka pemikiran, suatu model akan
menampilkan: (a) jumlah variabel yang diteliti, (b) prediksi tentang pola hubungan
26
antar variabel, (c) dekomposisi hubungan antar variabel, dan (d) jumlah parameter
yang diestimasi.
(Sambas Ali Muhidin, 2011)
g. Merumuskan Hipotesis Penelitian
Hipotesis tindakan merupakan jawaban sementara (bersifat teoritis) terhadap
permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian tindakan kelas, hipotesis tindakan dirumuskan
dengan menyebutkan dugaan mengenai perubahan yang akan terjadi jika suatu tindakan
dilakukan. Hipotesis tindakan pada umumnya dirumuskan dalam bentuk keyakinan
tindakan yang diambil akan dapat memperbaiki sistem, proses atau hasil (Suparno, dkk.,
2010: 57). Hipotesis tindakan diperoleh dari hasil kajian teori dan kerangka pemecahan
masalah.
1. Rumusan hipotesis tindakan umumnya dirumuskan dalam bentuk pernyataan
hipotesis, di a tara ya dapat
e ggu aka ba tua kata, jika ….
aka …. .
Contoh,
a) Jika dalam pembelajaran menggunakan metode eksperimen maka kualitas
pembelajaran di kelompok B TK Dian Cendekia akan meningkat.
b) Jika dalam pembelajaran menggunakan
metode
eksperimen, maka
kemampuan berbahasa anak kelompok B TK Dian Cendekia akan meningkat.
Atau
a) Penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di
kelompok B TK Dian Cendekia
b) Penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan berbahasa
anak kelompok B TK Dian Cendekia .
Selanjutnya cobalah Anda merumuskan hipotesis tindakan berdasarkan rumusan
masalah yang sudah Anda buat sebelumnya.
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) ___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
2) ___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
___________________________________________________________________
27
h. Membuat Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti membuat perencanaan tindakan untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Perencanaan tindakan disusun untuk membuktikan secara
empiris hipotesis tindakan yang telah dirumuskan. Dalam rencana tindakan memuat
tentang langkah-langkah tindakan secara sistematis, logis dan rinci.
Hal-hal yang perlu Anda siapkan dalam membuat perencanaan tindakan adalah
sebagai berikut.
1. Menyiapkan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Harian (RPPH) lengkap dengan skenario pembelajaran yang jelas dan runtut. Langkahlangkah pembelajaran dalam RPPH sebaiknya mencerminkan langkah-langkah
pembelajaran yang sesuai dengan strategi dan metode yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan penelitian.
2. Membuat instrumen penelitian yang diperlukan untuk merekam data misalnya lembar
observasi, catatan lapangan, alat penilaian portofolio anak, alat penilaian kinerja anak,
dan lain sebagainya. Penyusunan instrumen penelitian hendaknya mengacu pada jenis
data yang hendak dikumpulkan untuk mendukung pencapaian tujuan penelitian.
Misalnya jika peneliti ingin merekam data tentang proses pembelajaran dengan metode
eksperimen, peneliti perlu membuat instrumen berupa catatan lapangan, lembar
observasi tentang kinerja anak dalam pembelajaran. Dokumen berupa video atau foto
sangat membantu peneliti dalam menganalisis situasi pembelajaran setelah
pelaksanaan tindakan. Hal ini diperlukan untuk mengatasi keterbatasan kecermatan
observer dalam merekam situasi/proses pembelajaran yang berlangsung. Untuk
mengukur kemampuan berbahasa anak, peneliti perlu membuat lembar penilaian
kemampuan berbahasa yang menyangkut aspek-aspek yang hendak diukur lengkap
dengan rubrik penilaiannya.
3. Menyiapkan sumber, media atau peralatan belajar yang diperlukan. Untuk menunjang
efektivitas tindakan yang dilakukan, sebaiknya peneliti mengidentifikasi sumber-sumber
belajar, media atau bahkan peralatan belajar yang memadai. Hal yang perlu
dipertimbangkan adalah bahwa anak usia dini masih bersifat egois, sehingga masingmasing anak memperoleh kesempatan yang sama dalam memanipulasi sumber/ media
28
atau peralatan belajar. Seandainya terpaksa, upayakan pemanfaatan sumber, media
dan peralatan belajar dilakukan dalam kelompok kecil.
Sesuai dengan kasus di atas, sumber belajar yang diperlukan berupa lingkungan
(suasana gelap dan terang), globe dan lampu senter yang cukup, gambar/foto
tentang peristiwa siang dan malam dan lain sebagainya.
4. Melakukan simulasi (jika diperlukan) untuk memantapkan proses tindakan yang
dilakukan. Jika yang melakukan tindakan tersebut adalah teman sejawat Anda, maka
teman sejawat tersebut perlu diberi kesempatan untuk berlatih. Demikian pula observer
harus tahu benar bagaimana menggunakan instrumen pengumpulan data dan hal-hal
apa saja yang menjadi fokus dalam melakukan observasi.
i. Melaksanakan Tindakan
Kegiatan ini merupakan implementasi dari perencanaan tindakan yang sudah
dirancang sebelumnya. Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan pembelajaran
berdasarkan RKH yang telah dibuat. Perlu disampaikan bahwa untuk mencapai tujuan
penelitian, pelaksanaan pembelajaran tidak cukup dilakukan hanya satu kali. Apalagi waktu
yang dialokasikan untuk pembelajaran di TK/PAUD sangat terbatas, yaitu dua jam 30 menit.
Oleh karena itu untuk satu siklus kegiatan penelitian terdiri dari beberapa pertemuan. Hal
ini disebabkan karena orientasi PTK adalah perbaikan kualitas pembelajaran dan bukan
semata-mata hasil pembelajaran.
Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti sekaligus juga melakukan observasi dan
refleksi atas tindakan perbaikan pembelajaran yang sedang berlangsung. Artinya peneliti
berperan ganda yaitu sebagai praktisi dan sekaligus sebagai peneliti. Agar fungsi
guru/peneliti tersebut berjalan efektif dan tidak bias, disarankan agar PTK dilakukan secara
kolaboratif.
j. Mengadakan Observasi
Pada saat pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan pengamatan terhadap proses
tindakan pembelajaran. Peneliti mengumpulkan informasi/data yang diperlukan dengan
menggunakan instrumen yang sudah disiapkan sebelumnya. Peneliti melakukan
pengamatan dan mencatat serta mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi pada saat
pembelajaran. Dalam mengamati dan mencatat gejala yang tampak/terjadi, peneliti
29
hendaknya dilakukan secara holistik baik dari aspek suasana pembelajaran maupun dari
aspek anak. kekomprehensifan dalam mencatat gejala yang tampak akan memudahkan
peneliti untuk melakukan analisis data. Artinya kelengkapan data merupakan sesuatu yang
harus diutamakan.
Mengingat proses tindakan berlangsung secara alamiah dan sulit diulang-ulang,
maka disarankan agar peneliti merekam proses tersebut baik dengan menggunakan
perangkat audio visual maupun foto atau rekaman audio. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu peneliti agar tidak kehilangan momen penting yang kerena keterbatasan
peneliti—momen tersebut tidak terdeteksi.
k. Menganalisis Data dan Refleksi
Dasna (2008: 35) mengemukakan bahwa pada tahap ini peneliti melakukan
kegiatan menganalisis, menjelaskan dan menyimpulkan data yang diperoleh dari buktibukti empiris, serta mengaitkannya dengan teori (kerangka konseptual/kerangka
pemecahan masalah) yang telah disusun sebelumnya.
Data yang diperoleh melalui pengamatan dianalisis sesuai dengan teknik analisis
data yang relevan. Untuk data yang bersifat kualiatif (berupa uraian, dokumen, catatan
lapangan dan sejenisnya)
dianalisis secara kualitatif. Sementara data yang bersifat
kuantitatif diolah dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif. Pada penelitian tindakan
kelas, analisis data kuantitatif tidak memerlukan pengolahan data dengan statistik yang
rumit. Data mengenai hasil belajar misalnya cukup diolah dengan ukuran tendensi sentral
(contohnya skor rata-rata), dan/atau teknik prosentasi untuk mengukur tingkat ketuntasan
belajar dan jumlah anak yang memenuhi ketuntasan belajar sesuai dengan kriteria
ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh lembaga yang bersangkutan. Untuk memperoleh
kesimpulan yang kredibel, peneliti perlu mengadakan aktivitas validasi dengan
mengadakan triangulasi, yakni pengecekan keabsahan data dengan mengadakan
crosscheck data dari sumber data yang berbeda.
Data yang sudah diolah kemudian ditafsirkan dan diberi makna. Penafsiran dan
pemberian makna terhadap hasil analisis data bertujuan agar peneliti dapat menyimpulkan
hasil penelitian secara tepat dan sesuai dengan fokus penelitian yang dilakukan. Dari
kesimpulan tersebut, kemudian peneliti melakukan refleksi terhadap tindakan perbaikan
30
pembelajaran yang dilakukan. Kegiatan refleksi mencakup analisi yang mendalam terhadap
keterlaksanaan tindakan yang dilakukan meliputi bagaimana hasilnya, dan mengapa hal itu
terjadi. Kelemahan-kelemahan dan kelebihan apa yang terjadi pada kegiatan tindakan yang
telah dilakukan. Jika dalam satu siklus perbaikan ternyata belum ditemukan hasil yang
memuaskan atau optimal, peneliti perlu melakukan refleksi dan menggali faktor penyebab
kegagalan tersebut. Hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki atau
mengembangkan tindakan perbaikan berikutnya, sehingga kualitas proses dan hasil
pembelajaran semakin meningkat.
Beberapa pertanyaan berikut dapat dijadikan dasar dalam melakukan refleksi,
sebagaimana yang ditulis oleh Dasna (2008: 35) sebagai berikut.
Pertanyaan:
1. Bagaimana persepsi Anda (guru, anak, pengamat lain) terhadap
tindakan yang dilakukan?
2. apakah efek dari tindakan tersebut?
3. Isu kependidikan apa saja yang muncul sehubungan dengan tindakan
yang dilakukan?
4. Apa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tindakan?
5. Mengapa kendala tersebut muncul?
6. Apakah terjadi peningkatan kualitas proses pembelajaran?
7. Perlukan perencanaan ulang?
8. Jika ya, alternatif tindakan manakah yang paling tepat?
9. Jika ya apakah perlu dilakukan siklus berikutnya?
l. Membuat Kesimpulan
Paparan data dan hasil analisis data dapat dijadikan dasar untuk membuat
kesimpulan. Kesimpulan dirumuskan berdasarkan jumlah rumusan masalah, paparan data
dan temuan penelitian.
Misalnya: rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut.
Apakah penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan berbahasa
anak kelompok B TK Dian Cendekia ?
Maka kesimpulan akan berbunyi sebagai berikut.
Penerapan metode eksperimen dapat atau tidak dapat meningkatkan kemampuan
berbahasa anak kelompok B TK Dian Cendekia (tergantung pada hasil analisis
datanya). Hal ini terbukti dari ……. (sebutka perke ba ga ke a pua berbahasa
anak mulai dari pratindakan sampai tindakan berakhir).
31
m. Membuat Rencana Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil/kesimpulan yang diperoleh pada satu siklus kegiatan tindakan
dan hasil refleksi terhadap tindakan yang telah dilakukan, maka peneliti perlu
menindaklanjuti penelitian tersebut. Misalnya pada siklus 1 hasil yang diharapkan belum
tercapai secara maksimal, maka peneliti perlu melanjutkan penelitian ini ke siklus yang 2.
Pada siklus ke 2, peneliti membuat perencanaan perbaikan, melakukan perbaikan,
observasi da refleksi. Te tu aka
u ul perta yaa , kapa PTK berakhir? ja aba
ya
adalah jika upaya perbaikan sudah mencapai hasil yang maksimal.
n. Membuat Laporan PTK
Hasil penelitian tidak akan berarti bagi pengembangan pendidikan jika tidak
dikomunikasikan dengan baik. Langkah akhir dari sebuah penelitian adalah melaporkan
hasil penelitian tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Laporan penelitian tindakan
kelas yang sudah Anda lakukan dilaporkan secara sistematis, sehingga dapat dibaca dan
dijadikan referensi bagi peneliti atau pemangku kepentingan lainnya. Di samping itu hasil
penelitian Anda dapat juga dipublikasikan melalui jurnal ilmiah. Sehubungan dengan hal
tersebut laporan PTK Anda disusun menjari artikel hasil penelitian. Sistematika laporan dan
artikel hasil penelitian tindakan kelas akan disajikan pada kegiatan belajar berikutnya.
3. Metode penelitian
a. Rancangan Penelitian
Pada bagian ini peneliti menjelaskan rancangan penelitian yang digunakan, yaitu
penelitian tindakan kelas. Jelaskan model PTK yang Anda gunakan. Misalnya rancangan
peneltian kelas model Kemmis dan Taggart. Jika model ini yang Anda terapkan, maka
paparkan tahapannya, yaitu mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan
refleksi. Model PTK yang digunakan dapat divisualisasikan dalam bentuk gambar atau
diagram. Selanjutnya masing-masing tahap Anda jelaskan rincian kegiatannya sehingga
menjadi jelas.
32
Gambar 1. Model PTK Kemmis & MC. Taggart
b. Setting dan Subyek Penelitian
Setting penelitian merupakan tempat penelitian itu dilaksanakan. Sedangkan subyek
penelitian menggambarkan tentang siapa yang menjadi subyek penelitian, kelompok
mana (istilah khusus untuk TK dan PAUD), dan berapa jumlah serta karakteristik subyek
penelitian.
Contoh:
1) Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TK Dian Cendekia. TK Dian Cendekia terletak di Jalan
………………….. TK Dian Cendekia memiliki tempat yang sangat strategis, dan sering
menjadi rujukan dalam pembinaan TK/PAUD yang ada di sekitarnya.
2) Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah anak kelompok B TK Dian Cendekia. Jumlah anggota
kelas sebanyak 20 anak, terdiri dari 9 anak laki dan 11 anak perempuan. Anak
kelompok B memiliki karakteristik yang beragam, karena berasal dari latar belakang
keluarga yang berbeda-beda baik dari segi agama, maupun tempat tinggalnya.
c. Teknik Pengumpulan data
Pada bagian ini peneliti menjelaskan cara-cara akan digunakan dalam mengumpulkan
data, dan jelaskan pula peruntukannya.
Misalnya:
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: teknik
wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Wawancara digunakan untuk menggali
informasi tentang faktor-faktor penyebab permasalahan, tanggapan/persepsi anak
tentang proses pembelajaran dan lain sebagainya. Teknik observasi digunakan untuk
mengumpulkan data tentang kinerja/unjuk kerja anak dalam melaksanakan kegiatan
belajar. Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil kerja
anak, proses belajar dan lain sebagainya.
d. Instrumen Penelitian
33
Pada bagian ini, peneliti memaparkan jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian.
Jelaskan secara singkat cakupan masing-masing instrumen dan pada bagian akhir
sebaiknya semua instrumen yang digunakan dilampirkan. Dalam PTK, instrumen yang
sering digunakan berupa lembar observasi, catatan lapangan, pedoman wawancara dan
format penilaian unjuk dan hasil kerja anak.
Contoh.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri dari:
1) Lembar observasi
2) Catatan lapangan
3) Lembar penilaian portofolio anak
4) Pedoman wawancara, dan lain sebagainya.
e. Teknik Analisis Data
Pada bagian peneliti memaparkan bahwa teknik analisis data yang digunakan meliputi
teknik analisis deskriptif kualitatif dan dapat pula dilengkapi dengan teknik analisis
deskriptif kuantitatif. Jika Anda menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif,
jelaskan
proses
pengolahan
datanya,
misalnya
mulai
dari
paparan
data,
penyederhanaan data, pengelompokan data sesuai fokus masalah, triangulasi dan
pemaknaan data.Sedangkan analisis data kuantitatif dilengkapi dengan rumus apa yang
anda gunakan untuk menganalisis data, dan lengkapi dengan tabel kriteria
keberhasilannya. Sebagai contoh untuk menganalisis tentang kemampuan berbahasa
pada anak kelompok B TK Dian cendekia, maka Anda dapat menggunakan rumus untuk
mencari skor rata-rata atau skor tingkat ketuntasan pencapaian kompetensi anak.
f. Daftar Pustaka
Pada bagian ini, Anda menuliskan daftar rujukan/pustaka yang digunakan mengacu
pada APA. Urutan komponen dalam menuliskan daftar pustaka secara berturut-turut
adalah sebagai berikut.
Nama penulis. Tahun. Judul Buku. Kota Tempat Penerbitan: Penerbit.
Contoh:
Misal ya Prof. Dr. Sa’du Akbar, M.Pd e ulis buku Pe elitia Ti daka Kelas, Filosofi,
Metodologi & Implementasi, diterbitkan di Yogyakarta oleh penerbit Cipta Media
Aksara, tahun 2010,
maka penulisannya menjadi:
34
Akbar, S. 2010. Penelitian Tindakan Kelas, Filosofi, Metodologi & Implementasi.
Yogyakarta: Cipta Media Aksara
Nama penulis ditulis nama belakang terlebih dahulu dan tanpa gelar akademik. Daftar
pustaka ditulis 1 spasi (spasi tunggal) dengan batas spasi sebelum dan sesudahnya 6
pt. Jika sumber yang Anda rujuk, maka dalam daftar pustaka diurut secara alfabetis.
g.
Lampiran:
1) Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tuliskan jadwal penelitian Anda pada bagian ini. Cara penulisan jadwal
penelitian dapat berupa matrik atau naratif.
Contoh:
No
1
2
3
4
5
Kegiatan
Menyusun
proposal
Menyusun
desain
operasional
Pelaksanaan
tindakan
Analisis Data
Menyusun
laporan
1
Agustus
2
3
V
V
4
Bulan dalam tahun 2016
September
1
2
3
4
1
Oktober
2
3
4
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
g. Anggaran Penelitian
Dalam proposal perlu dicantumkan anggaran yang diperlukan untuk biaya penelitian.
Jika proposal penelitian diajukan ke sponsor, maka anggaran biaya penelitian wajib
dicantumkan. Sedangkan kalau penelitian dilakukan secara swadana, pencantuman
anggaran biaya bersifat tentatif. Tetapi menurut penulis walaupun penelitian dilakukan
secara swadana, sebaiknya tetaap mencantumkan anggaran biaya sehingga terjadi
kejelasan antara sumber daya yang dimiliki dan program penelitiannya
4. Penyusunan Penelitian Tindakan Kelas
35
Setelah mempunyai proposal sederhana, hasil kegiatan sebelumnya, Anda akan
sangat mudah mengembangkannya menjadi proposal dan laporan lengkap. Hal-hal yang
esensial telah tertulis dalam proposal sederhana itu, terutama deskripsi masalah, rumusan
masalah, dan hipotesis tindakan.
a. Sistematika Proposal PTK
Sistematika proposal penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut:
Judul
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Bab 2 Kajian Pustaka
A. Deskripsi Teori
B. Hasil Penelitian yang Relevan
C. Kerangka Berfikir
D. Hipotesis Tindakan
Bab 3 Metode Penelitian
A. Setting Penelitian
B. Metodologi Penelitian
C. Siklus Penelitian
D. Kriteria Keberhasilan
E. Instrumen Penelitian
F. Analisis Data
G. Kolaborasi
H. Jadual Penelitian
Daftar Pustaka
b. Sistematika laporan PTK:
SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (KALAU ADA)
DAFTAR GAMBAR (KALAU ADA)
DAFTAR LAMPIRAN
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Bab 2 Kajian Pustaka
36
A. Deskripsi Teori
B. Hasil Penelitian yang Relevan
C. Kerangka Berfikir
D. Hipotesis Tindakan
Bab 3 Metode Penelitian
A. Setting Penelitian
B. Metodologi Penelitian
C. Siklus Penelitian
D. Kriteria Keberhasilan
E. Instrumen Penelitian
F. Analisis Data
G. Kolaborasi
H. Jadual Penelitian
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan
Bab 5 Simpulan dan Saran
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Contoh perangkat pembelajaran
2. Instrumen
3. Personalia
4. Data
5. Bukti lain pelaksanaan (foto, CD, hasil pekerjaan siswa, berita acara seminar hasil
penelitian)
c. Deskripsi dari tiap-tiap komponen di atas adalah sebagai berikut:
1) SAMPUL LAPORAN
Format sampul laporan sesuaikan dengan format yang berlaku di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
2) HALAMAN PENGESAHAN
Format halaman pengesahan sesuaikan dengan format yang berlaku di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sesuaikan dengan format yang berlaku di Kementerian
Pendidikan Kebudayaan
3) ABSTRAK
Abstrak berisi ringkasan permasalahan dan cara pemecahan masalahnya, tujuan,
prosedur, dan hasil penelitian. Abstrak diketik satu spasi dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris (lebih baik bila ada). Jumlah kata dalam abstrak tidak melebihi 200 kata
(ada juga yang menetapkan 250 kata) dan dilengkapi dengan kata kunci 3 – 5 kata
4) KATA PENGANTAR
37
Kata pengantar berisi hal-hal yang akan disampaikan oleh peneliti sehubungan dengan
pelaksanaan dan hasil yang dicapai. Di bagian ini dapat pula disampaikan ucapan terima
kasih kepada pihak-pihak yang berjasa dalam pelaksanaan penelitian.
5) DAFTAR ISI
Daftar isi memuat bagian awal laporan, bab dan sub-bab, bagian akhir, disertai
pencantuman nomor halamannya.
6) DAFTAR TABEL
Daftar tabel memuat nomor dan judul semua tabel yang ada dalam laporan disertai
pencantuman nomor halamannya. Judul tabel berada di bagian atas tabel.
7) DAFTAR GAMBAR
Daftar gambar memuat nomor dan judul semua gambar yang ada dalam laporan
disertai pencantuman nomor halamannya. Judul gambar berada di bagian bawah
gambar. Gambar yang dimaksud adalah gambar yang diambil selama proses penelitian
berlangsung dan berguna antara lain untuk menggambarkan situasi
kelas/laboratorium,respon/mimik siswa selama dilaksanakan tindakan, hasil karya
siswa, grafik/diagram batang yang menggambarkan data hasil penelitian.
Bab 1 sampai dengan Bab 3 isinya sama dengan proposal.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada awalnya dideskripsikan setting penelitian secara lengkap kemudian uraian
masing-masing siklus dengan desertai data lengkap beserta aspek-aspek yang
direkam/diamati tiap siklus. Rekaman itu menunjukkan terjadinya perubahan akibat
tindakan yang diberikan. Ditunjukkan adanya perbedaan dengan pelajaran yang biasa
dilakukan. Pada refleksi diakhir setiap siklus berisi penjelasan tentang aspek
k
Download