menuju manajemen publik kelas dunia

advertisement
MENUJU MANAJEMEN PUBLIK
KELAS DUNIA
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia
MENUJU MANAJEMEN PUBLIK
KELAS DUNIA
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Penanggung Jawab:
Eddy Purwanto, Deputi Seswapres Bidang Tata Kelola Pemerintahan
Editor:
Togar Silaban, Asdep Seswapres Bidang Pelayanan Publik
Cetakan Pertama:
Februari 2012
ISBN 978-602-18070-0-2
COVER
Dari karya Fiona Pfennigwerth untuk bukunya "The Scrolls Illuminated"
(http://fionapfennigwerth.info/the-scrolls/), dengan izin pelukis.
• Kupu-Kupu berasal dari ulat yang hidup dari mengkonsumsi dedaunan, berevolusi
melalui metamorfosa menjadi Kupu-Kupucantik yang membantu penyerbukan
bunga-bunga, Terjadilah pertumbuhan dan pemeliharaan hutan hijau.
• Bunga dan hutan melambangkan rakyat banyak, dan Kupu-Kupumelambangkan
pemerintahan yang semula hidup ditengah-tengah rakyat, lalu kemudian berperan
sebagai pemimpin yang peduli pada pertumbuhan kesejahteraan dan kehidupan
rakyat, penuh ketulusan.
KARTUN
Wahyu Kokkang dari Jawa Pos Group menggambarkan kartun di Bab 3 yang diterbitkan
dalam laporan "Pemerintahan untuk seluruh masyarakat" pada tahun 2004, dan yang lain
khusus untuk buku ini.
WEB
Buku ini juga diterbitkan di website kami,
http://www.inspire-web.or.id/
UCAPAN TERIMA KASIH
Deputi Seswapres Bidang Tata Kelola Pemerintahan yang membantu Wakil Presiden
sebagai Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada AusAID, Kemitraan (Partnership for Governance Reform)
dan Tim Bantuan Tata Kelola Pemerintahan serta semua pihak yang telah memberikan
dukungan dalam penyusunan dan penerbitan buku ini.
Diterbitkan oleh:
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia
Jl. Kebon Sirih No. 14
Jakarta 10110
ii
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Daftar Isi
Pengantar.......................................................................v
Pendahuluan..................................................................1
1 Nilai-Nilai Luhur Pelayanan Publik.................................9
2 Rintangan Sulit (Hard Choices)........................................13
3 Manajemen Perubahan.....................................................19
4 Best Value................................................................................25
5 Menteri Sebagai Pelayan Publik.....................................27
6 Perencanaan Strategis Individu......................................31
7 Aparatur Profesional...........................................................37
8 Petunjuk Operasional Kegiatan......................................41
9 Pelaksanaan Reformasi Birokrasi....................................45
10 Analisa Peraturan Perundang-Undangan...................51
11 Kemitraan (Engaging Partners)........................................57
12 Kemitraan Politis..................................................................61
13Akuntabilitas..........................................................................63
iii
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
iv
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Salam sejahtera untuk kita semua
Sejalan sengan ikhtiar untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat melalui kegiatan pembangunan di segala bidang,
sudah sepantasnya kita senantiasa memanjatkan puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tidak terhingga
bagi bangsa dan negara tercinta ini.
Penerbitan buku “Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia:
Untuk Reformasi Birokras di Indonesia” patut kita sambut
gembira sebagai salah satu upaya memberikan informasi
yang positif kepada masyarakat mengenai langkahlangkah kita menuju Good Governance khususnya bidang
peningkatan kualitas pelayanan publik.
Kualitas pelayanan publik yang prima merupakan muara
dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Terdapat sinergi
positif dan hubungan kualitas yang sangat erat antara
Reformasi Birokrasi dengan penyelenggaraan pelayanan
publik. Hal itu didasarkan pada satu prinsip utama bahwa
setiap penyelenggara negara merupakan pelayanan Publik,
dari level tinggi sampai dengan jajaran paling bawah.
Jika birokrasi sudah tertata dengan baik, dan secara
konsisten menerapkan prinsip-prinsip good governance
sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang mengamanatkan
kepada setiap penyelenggara negara untuk mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif,
v
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
dan selektif, maka pelayanan publik secara otomatis akan
berjalan dengan baik.
Alhamdulillah kita sudah mempunyai landasan hukum
dan blue print mengenai pelaksanaan Reformasi Birokrasi
yang tertuang dalam Pepres Nomor 81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 serta
Permenpan-RB Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map
Reformasi Birokrasi 2010-2014. Dalam visi yang tercantum
dalam Grand Design telah diarahkan menuju pemerintahan
Kelas Dunia, dan hal ini sejalan dengan buku ini. Namun
untuk mempercepat Pelaksanaan Reformasi Birokrasi,
kita harus melakukan terobosan-terobosan positif dan
“berlari kencang” sehingga target yang hendak dicapai
dalam memperbaiki kualitas birokrasi di Indonesia dapat
segera terwujud. Jika gerakan Reformasi Birokrasi ini
tidak kita percepat, maka langkah kita akan semakin
berat di tengah-tengah persaingan global yang makin
terasa. Itulah sebabnya, saya beserta jajaran Kementerian
PAN dan RB serta didukung penuh oleh Tim Pengarah
Reformasi Birokrasi Nasional yang dipimpin oleh Wakil
Presiden, menyusun kebijakan berupa 9 (Sembilan)
Program Percepatan Reformasi Birokrasi sebagai ekstraksi
dari Grand Design Reformasi Birokrasi yang terdiri dari : 1)
Penataan Struktur Birokrasi, 2) Penataan Jumlah, Distribusi
dan Kualitas PNS, 3) Sistim Seleksi dan Promosi secara
Terbuka, 4) Profesionalitas PNS, 5) Pengembangan Sistim
Elektronik Pemerintah (E-Government), 6) Penyederhanaan
Perijinan Usaha, 7) Pelaporan Harta Kekayaan Pegawai
Negeri, 8) Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri,
serta 9) Efisiensi pengunaan Fasilitas, Sarana dan Prasarana
Pegawai Negeri.
Dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, juga harus
dilakukan terobosan strategis dalam menyelenggarakan
pelayanan publik yang cepat, tepat, transparan dan
akuntabel. Berbagai instansi pemerintah baik di pusat
maupun di daerah sudah melaksanakan kebijakan tersebut
dan terbukti berhasl meningkatkan taraf hidup masyarakat
vi
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
serta mendatangkan investasi yang menguntungkan
bagi pengembangan bangsa dan negara. “Success Story”
tentang pengembangan pelayanan publik, hendaknya
terus digemakan sering dengan bergulirnya percepatan
Reformasi Birokrasi.
Buku ini diharapkan akan menjadi referensi sekaligus wacana
yang berharga dalam rangka mewujudkan manajemen
pelayanan publik yang berkelas dunia sebagaimana visi
Reformasi Birokrasi. Harapan tersebut bukan sesuatu yang
muluk-muluk, asalkan kita bersungguh-sungguh dan
bekerja keras untuk memperbaiki kualitas kinerja birokrasi
Indonesia. Insya Allah, Tuhan yang Maha Bijaksana akan
senantiasa meridhoi dan memayungi setiap perjuangan kita.
Billahittaufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi,
Azwar Abubakar
vii
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
viii
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Pendahuluan
Pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 sebagai pedoman
dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Indonesia. Grand
Design Reformasi Birokrasi tersebut antara lain menetapkan
tujuan Reformasi Birokrasi yang meliputi:
■
Meningkatkan Pelayanan Publik yang Baik
dan Benar; Reformasi Birokrasi memperbaiki dan
meningkatkan pelayanan publik secara menyeluruh.
Sasaran utama peningkatan adalah unit pelayananan
publik di Pemerintah Daerah yang berhadapan
langsung dengan masyarakat, serta unit pelayanan
pemerintah Pusat seperti Polisi, Kejaksaan, Beacukai,
Pajak, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian
Agama, dll.
■
Meningkatkan Kualitas Pengambilan Kebijakan
dan Keputusan; Reformasi Birokrasi mensinergikan
kegiatan-kegiatan entitas yang saling terkait, setiap
entitas dapat mendukung entitas lainnya terutama
dalam kebutuhan informasi/dokumen, sehingga
kualitas pegambilan keputusan bisa menjadi lebih
baik.
■
Mencegah Penyalahgunaan Wewenang; dengan
Reformasi Birokrasi, para pejabat publik dilarang
menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi
dan atau untuk kepentingan golongan.
■
Meningkatkan Efisiensi Sumber Daya; Reformasi
Birokrasi harus meminimalkan biaya-biaya dalam
setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan.
Untuk mencapai tujuan Reformasi Birokrasi seperti diatas,
berbagai upaya harus akan dilakukan agar pencapaian
tujuan tersebut selalu berada pada koridor yang benar.
1
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Semua pihak diharapkan memberikan kontribusi untuk
mempercepat dan meningkatkan kualitas pelaksanaan
Reformasi Birokrasi. Seluruh komponen bangsa, sesuai
fungsi masing-masing, diharapkan untuk bersamasama mendukung, memberi masukan, dan mengawasi
pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Dengan dukungan
itu, semua pejabat publik akan bekerja lebih keras untuk
mencapai tujuan Reformasi Birokrasi. Hasil dari Reformasi
Birokrasi didambakan dan ditungu-tunggu seluruh lapisan
masyarakat.
Tujuan Reformasi Birokrasi dilandasi oleh 13 prinsipprinsip penting. Dengan 13 prinsip dalam tulisan ini, para
pejabat publik diharapkan dapat menjabarkan Reformasi
Birokrasi menjadi program yang lebih rinci. Ketigabelas
prinsip tersebut menjadi “ruh birokrasi” untuk senantiasa
meningkatkan kinerja. Tulisan ini dimaksudkan sebagai
inspirasi bagi para pejabat publik, di pusat dan daerah
dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi, sehingga
diharapkan jadi pemacu untuk melaksanakan Reformasi
Birokrasi dengan sungguh-sungguh.
Ketigabelas prinsip mengulas Reformasi Birokrasi yang
sesungguhnya merupakan warisan nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945
dan Pancasila. Reformasi Birokrasi adalah penjabaran dari
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sudah ada sejak
lama. Bangsa Indonesia menterjemahkan nilai-nilai luhur
tersebut dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia, nilai-nilai luhur yang
mengispirasi Reformasi Birokrasi menghadapi berbagai
tantangan dan rintangan yang tidak mudah.
Reformasi Birokrasi menghadapi berbagai tantangan
berupa rintangan-rintangan sulit, yang meski tampaknya
sederhana, tapi berakibat signifikan. Rintangan sulit
adalah kondisi yang dihadapi oleh para pejabat publik
dan harus diatasi dengan keinginan dan komitmen kuat
secara konsisten. Para pejabat publik mengatasi dan
2
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
menyelesaikan rintangan sulit secara sistematis agar
ada sinergi yang baik untuk mewujudkan birokrasi yang
profesional dan handal.
Menghadapi rintangan sulit, diperlukan manajemen
perubahan yang memberi ruang dan kesempatan bagi
pejabat publik agar senantiasa meningkatkan kemampuan
dan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Kondisi
masyarakat dan dunia selalu berkembang dan berubah.
Karena itu manajemen perubahan menjadi bagian integral
dari sistim birokrasi untuk mengantisipasi dinamika
masyarakat. Para pejabat publik juga harus menerapkan
pendekatan prinsip nilai-nilai terbaik (best value) untuk
memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Sasaran
yang ingin dicapai adalah pelayanan publik yang baik dan
benar, diukur dengan indikator kinerja yang dikenal luas
secara internasional, yaitu pelayanan publik kelas dunia.
Setiap pejabat publik berkewajiban untuk mewujudkan
pelayanan publik yang berkualitas kelas dunia pada unitunit pelayanan masing-masing.
Presiden selaku kepala pemerintahan mengemban
tugas untuk mewujudkan pelayanan masyarakat.
Presiden mendelegasikan tugas tersebut kepada
menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah. Menteri
dan pimpinan lembaga adalah pelayan masyarakat
yang bertanggungjawab terhadap tugas pelayanan di
entitasnya. Menteri menugaskan setiap pejabat setingkat
dibawah menteri untuk melaksanakan tugas pelayanan
masyarakat. Para pejabat tersebut menyiapkan indikator
kinerja keberhasilan dari pelaksanaan pelayanan publik.
Menteri harus memastikan bahwa kinerja pelayanan publik
meningkat dari waktu ke waktu. Menteri mengawasi
pejabat dibawahnya untuk memastikan bahwa mandat
pelayanan publik terlaksana dengan baik dan benar.
Menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah dalam
melaksanakan mandatnya tidak dapat bekerja sendirian;
mereka didukung oleh aparatur Negara yang bekerja
3
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
secara profesional. Aparatur Negara dapat bekerja secara
profesional dengan dukungan suatu sistim manajemen
aparatur yang mengatur dan mengendalikan pembinaan
aparatur yang berkualitas. Sistim manajemen aparatur
negara menjamin transparansi dan seluruh pelaksanaan
asas-asas pemerintahan yang baik.
Agar kinerja menteri, pimpinan lembaga, kepala daerah,
dan aparatur negara dapat diukur dengan lebih baik,
para pejabat publik tersebut perlu menyusun Petunjuk
Operasional Kegiatan (POK), untuk menjabarkan tugas
dan fungsi entitas masing-masing dalam kinerja anggaran.
POK disahkan oleh menteri, pimpinan lembaga, atau
kepala daerah, merupakan instrumen untuk pengukuran
kinerja dan pelaksanaan pengendalian. Setiap unit kerja
menyusun POK sebagai dasar pencapaian kinerja dan DIPA/
DPA, sebagai dasar penggunaan keuangan berdasarkan
tugas dan fungsi unit kerja. Peningkatan kinerja diukur
berdasarkan kriteria pada program jangka menengah (PJM)
yang sudah ditetapkan. POK merupakan penjabaran PJM
di setiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.
PJM disusun dengan basis kinerja yang meningkat dari
tahun ketahun. Program Reformasi Birokrasi dilaksanakan
dengan mewujudkan peningkatan kinerja secara terus
menerus dari setiap unit kerja.
Dalam beberapa tahun belakangan, banyak dijumpai
tumpang tindih peraturan perundang-undangan. Selain
tumpang tindih, ternyata ada juga peraturan yang saling
bertentangan, dan bahkan dinilai dapat menghambat
kemajuan. Berangkat dari kondisi tersebut, dalam kaitan
pelaksanaan Reformasi Birokrasi, peraturan perundangundangan harus dikaji dan dianalisa dan bila perlu dirubah.
Peraturan perundang-undangan yang kontradiktif dengan
tujuan Reformasi Birokrasi layak dievaluasi dan direvisi.
4
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Keterlibatan dan kemitraan stakeholder untuk mendukung
pelaksanaan Reformasi Birokrasi mutlak diperlukan.
Pelibatan dalam kemitraan (engaging partners) antara
stakeholder, kalangan profesional, masyarakat, parlemen,
politisi, dan semua komponen bangsa memberikan
kontribusi dalam peningkatan kualitas pelaksanaan
Reformasi Birokrasi. Kemitraan dilaksanakan dalam
semua tahap pelaksanaan Reformasi Birokrasi, mulai dari
perumusan peraturan perundang-undangan, perencanaan
program, pelaksanaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan program reformasi.
Dengan prinsip kemitraan antara semua stakeholder, akan
terjadi akuntabilitas sesuai dengan yang diharapkan. Kinerja
pelayanan publik dilaksanakan dan diukur dengan kriteria
dan standar-standar yang diakui secara luas. Setiap biaya
yang dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan sesuai
dengan aturan dan standar akuntabilitas yang berlaku secara
internasional. Setiap pejabat publik yang menggunakan
sumber daya mempertanggungjawabkannya dengan baik
dan benar.
Ketigabelas prinsip tersebut diulas lebih lanjut dalam
seri tulisan berikut. Setiap pejabat publik berkewajiban
menjabarkan dan mengintegrasikan prinsip-prinsip
Reformasi Birokrasi dalam setiap kegiatan yang dilakukan.
Pada saatnya pelaksanaan prinsip Reformasi Birokrasi
tersebut menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif,
dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika
perubahan lingkungan strategis. Prinsip Reformasi
Birokrasi tersebut menjadikan Indonesia memiliki mostimproved bureaucracy, birokrasi dengan manajemen publik
kelas dunia.
5
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Prinsip-prinsip Reformasi Birokrasi tersebut meliputi:
Prinsip 1: Dasar perilaku pejabat publik yang baik adalah
pengabdian, niat untuk mengelola pelayanan
kepada masyarakat, serta mendukung
dan mendorong pihak lain yang memberi
pelayanan masyarakat.
Prinsip 2: Belajar dari rintangan sulit.
Prinsip 3: Reformasi Birokrasi dimulai dengan reformasi
individu, dan membutuhkan dukungan
pendongkrak perubahan yang mendorong
orang lain untuk reformasi diri.
Prinsip 4: Memberi nilai terbaik diwujudkan melalui
pelayanan terbaik.
Prinsip 5: Menteri dan kementerian sebagai pelayan
publik dan membantu pelayanan publik.
Prinsip 6:Pejabat senior wajib menyusun rencana
strategis individu sebagai pejabat untuk
melaksanakan rencana strategis lembaganya.
Prinsip 7:
Aparatur
profesional
menjadi
tulang
punggung pelaksanaan Reformasi Birokrasi.
Prinsip 8: Ukuran pencapaian kinerja adalah petunjuk
operasional
kegiatan,
seperti
dasar
penggunaan keuangan adalah DIPA/DPA.
Prinsip 9: Tujuan Reformasi Birokrasi adalah perbaikan
secara menyeluruh yang menghasilkan
peningkatan manfaat yang besar untuk
masyarakat.
6
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Prinsip 10:Dalam peraturan perundang-undangan tidak
boleh ada aturan ganda dan tidak membebani
masyarakat selain yang diperlukan untuk
menjamin hak perorangan dan mengatur
kepentingan masyarakat luas.
Prinsip 11:
Pemerintah
tidak
memikul
reformasi
sendiri; banyak mitra yang ikut serta untuk
meningkatkan kinerja pemerintah.
Prinsip 12:Reformasi Birokrasi perlu dukungan politis
untuk mendapatkan momentum dan
resonansi yang besar.
Prinsip 13: Setiap orang dan setiap kelompok orang yang
ditugaskan di sektor publik dan menggunakan
keuangan negara wajib membuktikan hasil
kinerjanya, dan wajib patuh pada peraturan
perundang-undangan.
7
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
8
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
1 Nilai-Nilai Luhur Pelayanan Publik
Prinsip 1: Dasar perilaku pejabat publik yang baik
adalah pengabdian, niat untuk mengelola pelayanan
kepada masyarakat, serta mendukung dan mendorong
pihak lain yang memberi pelayanan masyarakat.
Para pendiri Negara Indonesia meninggalkan warisan
yang luar biasa untuk bangsa Indonesia. Warisan luar biasa
itu berupa ide-ide, nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
dijadikan sebagai dasar kehidupan sebagai suatu bangsa
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Prinsip-prinsip tersebut memberi inspirasi kepada bangsa
Indonesia untuk melanjutkan reformasi sebagaimana
diamanatkan dalam UUD 1945, dan Pancasila.
9
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Negara dan Pemerintah Indonesia dibentuk dengan
tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan
umum,
mencerdaskan
kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan
pembentukan Negara itulah yang harus selalu dipegang
dan dijadikan landasan dalam melaksanakan kehidupan
berbangsa dan bertanah air.
Undang-Undang
Dasar
mengamanatkan
bahwa
Pemerintah dan Negara bertujuan untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Salah satu bentuk peningkatan kesejahteraan
umum dilakukan dengan mewujudkan pelayanan publik
yang baik. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik (UU
No 25/2009) menjadi landasan bagi peningkatan pelayanan
publik oleh para penyelenggara Negara di semua lini.
Undang-Undang pelayanan publik menetapkan duabelas
asas. Tetapi seperti halnya undang–undang lainnya, UU
nomor 25 tahun 2009 belum mengatur secara lengkap
bagaimana seharusnya penyelenggara pelayanan publik
bertindak sesuai dengan asas-asas dimaksud. Juga belum
diatur bagaimana para pejabat dan pegawai negeri akan
berperilaku dan memotivasi diri untuk melayani.
Undang-Undang Pelayanan Publik, dengan asas-asas
pemerintahan yang baik (good governance), harus
menjadi inspirasi untuk membangun dan meningkatkan
kualitas pelayanan kepada masyarakat, bebas dari KKN.
Banyak orang yang sudah tahu asas-asas dan prinsipprinsip pemerintahan yang baik. Tapi harus diakui, belum
semua orang melaksanakan asas dan prinsip yang sudah
diketahuinya. Banyak diantara penyelenggara pelayanan
publik yang sudah memahami asas-asas pemerintahan
yang baik, tapi mereka gagal memberikan pelayanan publik
yang baik. Karena itu, para penyelenggara negara, pejabat
publik, pegawai negeri, dan setiap orang yang terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan publik berkewajiban
10
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
untuk menjabarkan prinsip dan asas pelayanan yang
baik dalam bentuk rencana kerja yang rinci dan terukur.
Rencana kerja dengan asas-asas tersebut dilaksanakan
sehari-harinya oleh setiap unit pelayanan publik.
Dialog itu diharapkan untuk memberi inspirasi dan
mendorong pejabat-pejabat, baik di pusat maupun di
daerah, baik yang melayani masyarakat maupun yang
memberikan pelayanan internal, untuk selalu berperilaku
sesuai dengan prinsip pelayanan publik dan pemerintahan
yang baik. Pada saat yang sama mereka diwajibkan untuk
secara terus menerus memperbaiki kinerjanya. Dialog
yang dimaksudkan akan dilaksanakan secara berkala,
dan berkelanjutan sampai semua pihak ikut memberi
masukan dalam peningkatan kualitas birokrasi kita.
Tulisan ini mengajak semua orang, untuk ikut serta
dalam dialog tentang pelaksanaan nilai‑nilai luhur
dan prinsip‑prinsip pemerintahan yang baik dan
pengelolaan pelayanan publik yang baik. Dialog
dapat diperluas dalam berbagai bentuk, melalui
koran, TV, internet, Facebook, Twitter, di kantor, atau
di mana saja. Masyarakat mempunyai hak untuk
memberi masukan kepada entitas pemerintah
melalui dialog atau melalui media lainnya. Semua
entitas pemerintah semestinya menyiapkan situs
(website) untuk menerima komentar dan tanggapan
dari masyarakat. Masyarakat diharapkan mendorong
pemerintah kita untuk berlaku adil dan transparan, dan
bertindak rendah hati dihadapan masyarakat sesuai
dengan nilai-nilai luhur yang menjadi jiwa dari bangsa
Indonesia.
Tulisan ini mengajak
semua orang, untuk
ikut serta dalam dialog
tentang pelaksanaan
nilai‑nilai luhur
dan prinsip‑prinsip
pemerintahan yang
baik dan pengelolaan
pelayanan publik yang
baik.
Dengan secara terus menerus membuka dialog untuk
menterjemahkan nilai-nilai luhur bangsa, secara berangsurangsur pelayanan publik di Indonesia akan menjadi
kebanggaan dan memberi dampak pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Secara bertahap manajemen
publik kelas dunia di Indonesia bisa terwujud.
11
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
12
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
2 Rintangan Sulit (Hard Choices)
Prinsip 2: Belajar dari rintangan sulit.
Menyusun asas-asas dan menetapkan nilai-nilai tata kelola
pemerintahan yang baik seringkali tidak terlalu sulit. Upaya
untuk melakukan peningkatan hal tersebut sudah sering
dilakukan. Akan tetapi dalam kenyataan pelaksanaannya,
selalu ditemui rintangan-rintangan yang tidak mudah
untuk diatasi.
Salah satu rintangan yang sering ditemui adalah adanya
penolakan. Seringkali penolakan itu tidak terlihat,
karena pihak-pihak yang menolak tidak menyatakan
penolakannya secara langsung. Atau bahkan secara
terbuka mereka menyatakan menerima dan mendukung
pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik. Tetapi
dalam kenyataannya, mereka tetap melaksanakan praktekpraktek tata kelola pemerintahan yang buruk. Penyebabnya
13
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Para atasan harus
memberikan
kesempatan kepada
bawahannya untuk
belajar mengatasi
kesulitan, atasan
sekaligus memberi
motivasi dan
dorongan agar
bawahannya
melakukan yang
terbaik dalam
melakukan
perubahan.
adalah karena pihak-pihak tersebut “menikmati” tata
kelola pemerintahan yang buruk, mereka mendapatkan
“keuntungan” dari keadaan yang tidak baik. Perilaku seperti
itu adalah perilaku pelaku korupsi. Para pelaku korupsi
secara terbuka menyatakan akan melaksanakan tata kelola
pemerintahan yang baik, tapi dalam kenyataanya, mereka
terus melakukan korupsi. Mereka melakukan berbagai
upaya agar kebiasaan korupsi akan tetap berlangsung.
Di sisi lain, tidak jarang ditemui bahwa “rencana tata
kelola pemerintahan yang baik” tidak disusun secara
baik. Secara definisi disiapkan sebuah good governance
plan, tetapi penyusunannya tidak lengkap, tidak akurat,
akhirnya rencana itu bukan sebuah rencana yang baik.
Atas alasan ini para pelaku korupsi “merasa nyaman”
untuk terus melaksanakan praktek-praktek kotornya.
Hal tersebut adalah salah satu rintangan sulit (hard
choice). Karena itu para pejabat publik harus selalu
waspada dan menyiapkan diri untuk menghadapi
rintangan-rintangan sulit tersebut.
Ada pihak-pihak yang ingin mempertahankan status
quo, mereka tidak mau melakukan perubahan. Karena
status quo memberikan kesempatan pada mereka
untuk melakukan kecurangan-kecurangan, melakukan
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Perubahan
bisa mempunyai kelebihan dan kekurangan, tetapi
perubahan yang diinginkan adalah perubahan yang
menuju kebaikan, perubahan yang membawa manfaat
bagi masyarakat. Salah satu contoh nyata yang masih sering
dijumpai adanya pejabat publik yang menerapkan prinsip:
“Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah!”Sesungguhnya
tidak terlalu sulit untuk melakukan perubahan, tetapi
tidak mudah untuk mengubah orang yang mendapatkan
“keuntungan” dari kondisi status quo.
Hal lain yang menyebabkan perubahan menjadi sulit adalah
karena banyak orang tidak mampu melihat persoalan
14
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
yang sesungguhnya. Mereka tidak bisa mengidentifikasi
dan memetakan persoalan korupsi dengan sistematis.
Sehingga terkesan bahwa korupsi merupakan persoalan
yang multi-kompleks. Ketidakmampuan menjelaskan apa
sesungguhnya KKN berdampak buruk bagi masyarakat.
Banyak orang tidak bisa menguraikan dengan jelas
bagaimana KKN terjadi dan bagaimana mengatasinya.
Kemampuan yang terbatas untuk mengidentifikasi masalah
KKN dengan tuntas membuat banyak orang menjadi
frustasi dan putus asa untuk melakukan perubahan.
Adanya beberapa kasus yang tidak terselesaikan dengan
tuntas membuat orang pesimis terhadap perubahan.
Kasus mafia pajak, mafia hukum, mafia peradilan
mengakibatkan banyak orang kehilangan kepercayaan
pada sistem dan aparat. Sebagai contoh kasus Gayus
Tambunan baru mengungkap sebagian saja dari persoalan
yang sesungguhnya tentang mafia pajak dan mafia hukum.
Persoalan besar yang sesungguhnya belum bisa dibongkar
dan diselesaikan. Yang terungkap hanya “isu permukaan”
dari mafia pajak dan mafia hukum tersebut.
Di tingkat masyarakat sehari-hari, persoalan kemiskinan,
kualitas lingkungan yang semakin buruk, dan masalah
kemacetan lalu lintas yang tidak terselesaikan membuat
orang putus harapan akan adanya perbaikan. Orang tidak
percaya akan ada perubahan dan akan adanya Reformasi
Birokrasi. Ini menjadi rintangan sulit yang harus bisa
dijelaskan dan diatasi.
Beberapa teori menyatakan perlunya mendorong “contoh
unggulan” (best practices). Tapi dalam kenyataannya, best
practices tidak selalu mudah untuk direplikasi di tempat lain.
Pengalaman pelaksanaan best practices memang bukan
untuk serta merta direplikasi, contoh-contoh itu adalah
untuk dianalisa dan dikaji untuk dilaksanakan. “Kalau ada
pihak yang bisa melaksanakan, tentu orang lain juga bisa
lebih baik lagi”.
15
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Semua pihak harus belajar dari hal-hal sulit, dari rintanganrintangan besar. Untuk melawan KKN, diperlukan upaya luar
biasa. Tetapi rintangan sulit bisa diatasi. Pemerintah harus
mendapatkan kepercayaan publik untuk mendapatkan
dukungan masyarakat. Karena itu rintangan sulit harus diatasi.
Banyak aparat pemerintah yang baik, tapi mereka ter­
perangkap pada kondisi yang buruk. Para aparat yang baik
merindukan kondisi yang dapat menjadikan mereka terus
menjadi lebih baik. Tetapi selama ini mereka terkungkung
pada keadaan KKN yang menggurita. Kadang-kadang
pada tempat yang praktek KKN-nya sudah sangat buruk,
orang-orang baik bahkan dianggap sebagai ancaman bagi
pelaku KKN. Mereka yang baik, bahkan diperlakukan tidak
adil dan sekaligus ditakut-takuti. Kita harus memilah yang
baik dari yang tidak baik. Jangan sampai mereka yang baik
terbawa arus ke dalam situasi yang salah. Karena itu setiap
kementerian/lembaga/pemda semestinya menyiapkan
suatu sistem dan iklim serta kondisi yang mendorong
peningkatan bagi mereka yang baik, dan pada saat yang
sama juga menyiapkan sistem dan kondisi yang memberi
hukuman berat bagi pelaku KKN. Tidak ada ruang bagi
penyalahgunaan wewenang dan jabatan (zero tolerance).
Setiap aparat harus memilih apakah ia akan mengikuti
sistem yang baik, atau menjerumuskan diri pada kejahatan
KKN yang akan dibasmi dan dihukum.
Ada hal yang mudah bagi seseorang, tetapi merupakan
hal sangat sulit bagi orang lain. “Barzun’s Laws of Learning”
mengatakan:
“The simple but difficult arts of paying attention, copying
accurately, following an argument, detecting an ambiguity
or false inference, testing guesses by summoning up contrary
instances, organising one’s time and one’s though for study;
all of these arts... cannot be taught in the air but only through
the difficulties of a defined subject.”
16
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Hal-hal sederhana, yang biasa dilakukan orang, kadangkadang merupakan hal yang tersulit bagi orang lain. Bagi
sebagian orang, untuk melakukan hal baik yang sederhana
harus melalui suatu tahapan dan proses yang tidak mudah
dan melelahkan. Kendala-kendala seperti itu kadang tidak
mudah untuk dideteksi dan diselesaikan.
Tidak mudah untuk menjadi aparat pemerintah yang baik.
Pimpinan yang mengalami kesulitan dalam melakukan
perubahan harus mampu melihat bahwa kesulitan juga
dihadapi oleh para bawahannya. Para atasan harus
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
belajar mengatasi kesulitan, atasan sekaligus memberi
motivasi dan dorongan agar bawahannya melakukan yang
terbaik dalam melakukan perubahan.
Hal lain yang juga merupakan rintangan adalah pembiaran
atas kekeliruan kecil. Sering kali “kesalahan kecil” ditolerir
dan tidak mengingatkan mereka yang melakukan kesalahan
kecil tersebut. Kesalahan kecil sering dianggap akan menjadi
benar dengan sendirinya. Padahal pembiaran dan toleransi
terhadap “kesalahan kecil” adalah bibit dari kesalahan besar,
ia bahkan bisa menjadi cikal bakal kejahatan KKN. Ketika ada
orang merokok di ruangan yang dilarang untuk merokok,
banyak orang mendiamkannya dan tidak menegur orang
yang merokok. Atau ketika seseorang melanggar lalu lintas,
tidak ada yang menegur. Orang tidak menegur ketika ada
orang membuang sampah sembarangan. Hal-hal yang
terlihat sederhana seperti itu sesungguhnya adalah rintangan
sulit yang kita hadapi dalam melakukan perubahan.
Untuk mengatasi rintangan sulit ini, seluruh entitas
publik diharapkan menerapkan ‘Open Government
Partnership’, keterbukaan pemerintahan bagi publik.
Masyarakat ikut mengatasi rintangan sulit. Dengan
prinsip ‘Open Government Partnership’ (OGP), masyarakat
ikut melaksanakan gerakan anti KKN, prinsip OGP akan
menentukan kecepatan langkah dalam memerangi dan
memenangkan perang melawan KKN.
17
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
18
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
3 Manajemen Perubahan
Prinsip 3: Reformasi Birokrasi mulai dengan reformasi individu,
dan membutuhkan dukungan pendongkrak perubahan yang
mendorong orang lain untuk reformasi diri.
Manajemen Perubahan adalah suatu proses perencanaan
dan bertindak untuk memperbaiki sistem secara konsisten
dan berkelanjutan agar tercapai tujuan yang diharapkan
oleh sistem tersebut. Dalam kondisi globalisasi seperti
yang terjadi sekarang ini, perubahan yang diharapkan
bukan saja perubahan internal dalam kelompok orang
atau sistem, tetapi perubahan yang dapat bertahan dan
terus berlangsung dalam situasi yang dinamis.
Perubahan suatu sistem dapat berlangsung dengan baik
bila didukung oleh perubahan pola pikir orang yang
mendukung dan menjalankan sistem dimaksud. Perubahan
terhadap pola pikir orang, bukan sebatas pada mengubah
perilaku saja, yang bisa jadi hanya sementara dan dalam
bentuk kepura-puraan, tetapi perubahan cara pandang
(mind set) seseorang yang dapat bertahan lama.
19
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Mengubah pola pikir atau cara pandang seseorang
merupakan suatu proses yang panjang, hal itu memerlukan
upaya kuat dan terus menerus, dalam suatu proses yang
disebut reformasi diri. Untuk mengubah pola pikir, terutama
untuk mengubah pola pikir sekitar lima juta pegawai negeri
dan penjabat publik lain, dibutuhkan suatu “pendongkrak
perubahan” (levers of change). Psikolog Amerika, Howard
Gardner memperkenalkan tujuh pendongkrak perubahan
yaitu:
R-1 Reason. Manusia punya kemampuan berpikir, dan
bila diberi penjelasan atas alasan untuk berubah, ia akan
bertindak untuk berubah. Bila hanya diperintahkan
untuk berubah, seseorang tidak akan
melakukannya dengan sepenuh hati, ia
Setiap emosi, alasan dan
hanya sekedar ikut-ikutan saja, atau bahkan
ancaman yang menghambat
ia akan menolak perubahan. Untuk itu,
semua aparat dalam pemerintahan bertanya
perubahan, bila dikelola
kepada dirinya sendiri dan bertanya kepada
dengan baik, dapat
rekan sekerjanya tentang kenapa ia harus
menjadi umpan balik untuk
berubah.
menyempurnakan upaya
reformasi.
R-2 Research. Begitu banyak upaya
perubahan gagal karena kurang siap. Siapa
yang akan membangun rumah tanpa
membuat perencanaan dan perhitungan sebelumnya?
Semua perubahan harus diteliti lebih dahulu. Untuk ini,
lembaga yang paling tepat untuk melakukan perubahan
adalah Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang).
Kementerian, lembaga dan pemda memanfaatkan
penelitian dan hasil-hasil dari Balitbang untuk dijadikan
sebagai pendongkrak perubahan. Dan yang lebih penting
agar perubahan yang dilakukan berdasar dan didukung
oleh suatu penelitian yang benar. Perubahan yang
demikian akan dapat bertahan dan berkelanjutan.
R-3 Resonance. Pada alat musik gitar, resonansi adalah
efek memperkuat dan meningkatkan kualitas suara oleh
“badan” gitar yang menerima getaran dari tali senar ketika
20
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
dipetik. Analogi resonansi yang sama juga terjadi dalam
masyarakat. Dampak suatu gerakan moral untuk berubah
adalah resonansi, suara dari banyak orang yang sehatisepikir, suara itu akan membuat keinginan untuk berubah
makin kuat. Begitu banyak resonansi di negara ini, yang
menyebut diri sebagai pro-reformasi. Mereka bicara di
televisi dan koran, tetapi gerakannya bukan gerakan orang
yang melaksanakan perubahan, melainkan membuat
frustrasi masyarakat yang sudah lama menunggu
perubahan. Semua aparat pemerintahan semestinya lebih
proaktif bergerak, semua membuat resonansi yang lebih
kuat untuk berubah.
R-4 Representational Redescription. Setiap orang
mempunyai cara masing-masing dalam memahami dan
memaknai perubahan yang ia laksanakan. Perubahan bisa
menjadi sesuatu yang unik yang menggambarkan cara
seseorang. Agar semua orang tertarik ikut reformasi, dan
supaya orang tidak bosan mendengar pesan yang berulangulang, perubahan harus disebutkan melalui kata-kata baru,
terminologi baru, dan media baru untuk mengungkapkan
dan menjelaskan perubahan dan reformasi yang
diharapkan. Untuk ini, kementerian, lembaga dan pemda
hendaknya tidak lagi beranggapan bahwa suatu petunjuk
pelaksanaan (guidelines) tentang perubahan dapat dibuat
sama atau seragam. Semua kementerian, lembaga dan
pemda secara terus menerus memberi penjelasan dan
dorongan untuk melakukan perubahan.
R-5 Resources and rewards. Pendongkrak ini adalah
pemberian sumber daya untuk berubah dan memberi
penghargaan kepada mereka yang melakukan perubahan.
Permasalahan yang paling menghambat para manajer
publik yang akan melakukan reformasi bukan karena
penghargaan (rewards) yang kurang, melainkan karena para
manajer itu tidak mendapat sumber daya yang dibutuhkan.
Sering terjadi suatu posisi dalam jabatan diisi oleh orang
yang tidak mempunyai latar belakang dan kemampuan
yang dibutuhkan. Bahkan kadang terjadi hal yang lebih
21
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
buruk, dimana pengisian jabatan lebih didasarkan pada
kolusi dan koncoisme. Pihak yang bertanggungjawab
atas pengadaan pegawai harus benar-benar menjalankan
fungsinya, menyiapkan personil, sumber daya manusia,
sesuai dengan yang dibutuhkan. Pejabat yang bertanggung
jawab dibidang kepegawaian harus melayani setiap manajer
publik agar para manajer publik tersebut mendapat sumber
daya yang sesuai dengan kebutuhan. Semua manajer
pelayanan masyarakat perlu didukung oleh fasilitas yang
memadai dan terawat baik.
R-6 Real World Events. Banyak kejadian di dunia ini yang
dapat mendorong orang melakukan perubahan dalam
dirinya, bahkan dunia dibuat berubah. Krisis moneter sekitar
empat belas tahun yang lalu telah membawa perubahan
yang besar dalam cara pandang bangsa Indonesia, bahkan
krisis itu menjadi titik balik untuk melakukan reformasi. Ingat
betapa pola pikir dan cara pandang masyarakat berubah
setelah tsunami di Aceh. Akan tetapi setelah bencana
tsunami di Jepang, kita didorong untuk berubah lebih
baik lagi. Mari mendengar suara hati nurani untuk berubah
tanpa menunggu kejadian seperti itu lagi. Sekarang adalah
waktu yang tepat untuk melaksanakan reformasi.
R-7 Resistances. Setiap emosi, alasan dan ancaman yang
menghambat perubahan, bila dikelola dengan baik, dapat
menjadi umpan balik untuk menyempurnakan upaya
reformasi. Semua pejabat semestinya lebih mendengar
orang yang mengadu, lebih menghargai pikiran orang lain
daripada pikirannya sendiri, dan memanfaatkannya untuk
meningkatkan perubahan yang diinginkan. Pengaduan
harus ditindaklanjuti secepat mungkin, tidak boleh
ditunda-tunda.
Ketujuh pendongkrak perubahan tersebut diatas harus
digunakan sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan. Pendongkrak perubahan menjadi alat yang
sangat efektif untuk pelaksanaan perubahan.
22
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Orang sering mengatakan “perubahan mulai dari
atas”. Presiden telah menetapkan Reformasi Birokrasi
sebagai prioritas utama, dan telah menyusun rencana
pelaksanaannya. Presiden menugaskan Wakil Presiden
untuk memimpin pelaksanaan Reformasi Birokrasi.
Perubahan mulai dari atas dan mengalir ke bawah.
Dibawah Presiden dan Wakil Presiden, ada menteri dan
kemudian ada pejabat eselon satu. Para menteri mewakili
Presiden untuk mengelola perubahan dalam bidangnya
masing-masing, dan menugaskan bawahannya untuk
menyempurnakan kinerja dan melaksanakan inisiatif baru.
Di bawah pejabat eselon satu ada direktur, dan dibawahnya
lagi terdapat para manajer program, yaitu orang yang
bertanggungjawab atas pelaksanaan program pemerintah,
yang harus mengimplementasikan perubahan sesuai
dengan arahan atasannya.
Prinsip yang sama berlaku di daerah. Eksistensi kepala
daerah dan para kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) adalah untuk mengelola perubahan supaya
pemerintahan berjalan lebih baik.
Perubahan mulai di atas tetapi tidak berakhir di bawah.
Perubahan harus menyeluruh. Perubahan di atas adalah
perubahan kebijakan. Perubahan di bawah adalah yang
memberi manfaat bagi masyarakat. Perubahan yang
membawa dampak kepada masyarakat adalah ketika
kebijakan tersebut dilaksanakan dengan baik dan benar.
Pertanyaan kepada setiap pejabat dan setiap aparat
pemerintah adalah: “Apa yang telah anda buat hari ini,
supaya tata kelola pemerintahan di negara ini menjadi
lebih baik?”
23
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
24
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
4 Best Value
Prinsip 4: Memberi nilai terbaik diwujudkan melalui
pelayanan terbaik.
Nilai terbaik (best value) adalah suatu kerangka kerja untuk
memastikan bahwa unit-unit pemerintah yang memberi
jasa pelayanan kepada masyarakat telah memenuhi
kebutuhan masyarakat, dan berfokus pada efisiensi dan
good governance. Kerangka kerja tersebut menghargai
tingkat otonomi yang diberi kepada unit-unit kerja
tersebut. Walaupun best value mengharuskan fungsinya
diselenggarakan sebaik mungkin, best value tidak campur
tangan dalam proses kerja.
Setiap unit kerja memastikan pelaksanaan asas-asas berikut.
■ Seluruh jasa harus memenuhi standar kualitas dan
harga/biaya. Setiap unit kerja yang memberikan
pelayanan menetapkan kualitas pelayanan yang
diberikan, dan menetapkan besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk jasa pelayanan tersebut.
■Seluruh
jasa responsif
masyarakatnya.
terhadap
kebutuhan
■ Setiap jasa harus dapat diakses oleh mereka yang
membutuhkan.
■ Penyelenggara layanan harus secara berkelanjutan
meningkatkan kualitas layanan publiknya.
■ Penyelenggara layanan harus berkonsultasi terus
menerus dan terencana dengan masyarakatnya
mengenai layanan publik yang diberikan.
■ Penyelenggara layanan membuat laporan berkala,
minimum setahun 1 kali, mengenai hasil dan manfaat
yang dicapai sesuai dengan prinsip-prinsip best value.
25
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Beberapa kelebihan best value dengan pendekatan
kerangka sebagai berikut. Pertama, harapan dihubungkan
langsung dengan efisiensi dan sekaligus ”good governance”.
Kedua, pendekatan best value diimplementasikan pada
berbagai unit kerja kementerian dan lembaga serta
pemerintah daerah, meski kondisi masing-masing unit kerja
tersebut berbeda-beda. Seluruh organisasi Pemerintah
dapat mengakomodasikan pendekatan best value.
Ketiga, melalui penerapan best value, ada suatu jalinan
konsultasi kinerja yang interaktif diantara pihak yang
melayani dan pihak yang dilayani sesuai dengan prinsip
Open Government Partnership. Keempat, masyarakat atau
komunitas yang dilayani oleh setiap unit penyelenggara
layanan mendapatkan layanan publik dengan nilai terbaik
(best value outcomes), karena pendekatan ini menekankan
pada manfaat, bukan biaya. Kelima, akuntabilitas unit
pelayanan akan meningkat. Best value membantu laporan
akuntabilitas yang diinginkan masyarakat.
Keenam, pendekatan best value merangsang tumbuhnya
ide-ide atau inovasi-inovasi yang berguna bagi pemberi
layanan publik dan penerima layanan publiknya.
Di beberapa negara prinsip best value diintegrasikan
dalam peraturan perundang-undangan. Ada juga negara
yang menerapkan prinsip best value sebagai bagian dari
standar manajemen ISO 9000. Kedua pola tersebut dapat
diterapkan di Indonesia.
Untuk Indonesia, fokus utama adalah menerapkan
keenam prinsip best value secara konsisten dalam setiap
aspek manajemen publik. Karena itu semua pejabat
publik agar benar-benar memahami prinsip best value
dan mengembangkannya dalam pelaksanaan kegiatan
pelayanan publik, meningkatkan pelayanan publik dengan
prinsip nilai terbaik. Kemudian secara bertahap, prinsip
best value diintegrasikan dalam ketentuan perundangundangan.
26
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
5 Menteri Sebagai Pelayan Publik
Prinsip 5: Menteri dan kementerian sebagai pelayan
publik dan membantu pelayanan publik.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan
bahwa tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia
adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dengan kata
lain, bahwa pembentukan pemerintah itu adalah untuk
membantu masyarakat mencapai kebahagiaan, membantu
rakyat untuk merasa bahagia. Semua tujuan tersebut dapat
disebut sebagai pelayanan kepada masyarakat, pelayanan
perlindungan, pelayanan kesejahteraan, pelayanan
untuk mencerdaskan kehidupan, pelayanan dalam ikut
pelaksanaan ketertiban dunia. Pemerintah yang dipimpin
oleh Presiden mendelegasikan tugas-tugas tersebut kepada
menteri untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Jadi pembentukan kementerian dan penunjukan menteri
adalah untuk melayani masyarakat.
27
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Itu hal yang sulit dibayangkan jika birokrasi kita seperti
yang sekarang. Proses perubahan yang diharapkan hanya
dapat dimulai bila setiap kementerian/lembaga melihat
fungsinya sebagai pelayanan. Kebanyakan kementerian
dan lembaga tidak melayani masyarakat secara langsung.
Lalu bagaimana seorang menteri bisa bertanggungjawab
atas pelayanan kepada masyarakat di bidangnya?
Sesungguhnya setiap Kementerian berfungsi melayani
lembaga lain, sehingga lembaga yang dilayani itu dapat
menjalankan fungsinya dengan baik untuk melayani
masyarakat. Dapatkah dibayangkan suatu birokrasi yang
dapat melindungi, mencerdaskan dengan hikmat, atau
memberi kebahagiaan kepada masyarakat?
Sistim disiapkan sedemikian rupa sehingga setiap
kementerian/lembaga bertugas dan berfungsi untuk
membantu kementerian/lembaga/pemda. Sehingga
kementerian/lembaga lain dan pemda dapat melayani
masyarakat untuk mencapai kebahagiaan (happiness).
Masyarakat harus membiasakan diri untuk melihat bahwa
menteri atau pemimpin lembaga adalah pelayan untuk
membantu suatu sistem yang dibentuk supaya masyarakat
mendapatkan kebahagiaan dalam arti luas, yaitu
kebahagiaan lahir dan batin. Setiap menteri atau pemimpin
lembaga dan jajaran dibawahnya harus bisa menyusun dan
melaksanakan rencana kerja yang terukur untuk membantu
rakyat mencapai kebahagiaan. Setiap menteri menetapkan
dengan jelas dan terukur, siapa sasaran penerima manfaat
(beneficiaries) dari jasa pelayanan yang diberikan.
Kebanyakan fungsi pelayanan kepada masyarakat
dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Walaupun demikian,
menteri/pimpinan lembaga bertanggungjawab atas
semua kegiatan pemerintahan di bidangnya termasuk
pelayanan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah
Daerah. Pertanggungjawaban ini tidak dilaksanakan secara
langsung, karena setiap daerah mempunyai otonomi
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kementerian merancang peraturan pelaksanaan
28
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
undang-undang yang mengatur otonomi daerah, dan
sekaligus melakukan pengawasan teknis agar menteri
dapat mempertanggungjawabkan kegiatan dibidangnya.
Kementerian juga melayani pemerintah daerah melalui
jasa pembinaan. Pembinaan adalah pelayanan jasa yang
diberikan menteri kepada daerah supaya daerah dapat
melayani masyarakat dengan lebih baik.
Pejabat di bawah menteri melayani
menteri dengan mengawasi daerah,
Dapatkah dibayangkan
termasuk merancang tindak lanjut
dari pengawasan. Pejabat dibawah
suatu birokrasi yang dapat
menteri yang melayani pemerintah
melindungi, mencerdaskan
daerah dengan jasa pembinaan, tidak
dengan hikmat, atau
lebih tinggi atau lebih rendah. Ia
adalah pemberi jasa, dengan tugas
memberi kebahagiaan kepada
dari menteri untuk melayani. Sebagai
masyarakat?
contoh, Menteri Keuangan melayani
Presiden dengan mengelola keuangan,
dan melayani menteri lain dengan
fasilitasi penganggaran, pendanaan dan perbendaharaan.
Contoh lain, Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi melayani semua menteri dalam
bidang sistem organisasi dan kepegawaian.
Setiap kementerian menentukan core-business nya sebagai
fungsi pelayanan dengan perspektif baru, meningkatkan
pelayanannya berdasarkan prinsip nilai-nilai terbaik
(best value). Kementerian menetapkan pihak-pihak yang
menerima layanannya. Menteri memastikan bahwa
penerima jasa (beneficiaries) mendapatkan layanan
sesuai kriteria dan prinsip pelayanan yang dikenal luas/
internasional.
29
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
30
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
6 Perencanaan Strategis Individu
Prinsip 6: Pejabat senior wajib menyusun rencana
strategis individu sebagai pejabat untuk melaksanakan
rencana strategis lembaganya.
Para menteri/pimpinan lembaga memimpin dan
bertanggungjawab atas pengelolaan perubahan pada
tata kelola pemerintahan di kementerian/lembaga
masing-masing, supaya pemerintahan di masing-masing
kementerian semakin efektif dan semakin efisien. Efektifitas
dan efisiensi diukur dengan indikator yang
ditentukan dalam rencana strategis dan
Hanya orang yang
rencana tahunan. Para menteri/pimpinan
lembaga mengukur efektifitas dan efisiensi
mempunyai rencana strategis
pejabat bawahannya. Menteri/pimpinan
individu seperti di atas,
lembaga menyiapkan metoda pengukuran
dan bekerja keras
efektifitas kerja para pejabat bawahannya.
melaksanakannya, layak
Road Map Reformasi Birokrasi Nasional
menjadi atau tetap menjadi
mewajibkan setiap Kementerian/Lembaga
pejabat.
untuk menyiapkan suatu rencana strategis
perubahan. Inti dari rencana ini adalah
rencana strategis individu setiap pejabat
senior (pejabat eselon satu), tentang bagaimana ia akan
mengelola perubahan, dengan indikator keberhasilan
yang terukur. Rencana strategis individu disiapkan dan
atau disesuaikan setiap kali ada perubahan yang terjadi.
Setiap ada mutasi, pejabat baru wajib menyiapkan
rencana strategis individu yang baru, agar pejabat baru
dapat lebih berhasil dari pejabat sebelumnya. Rencana
strategis Reformasi Birokrasi Kementerian di-update sejalan
dengan pelaksanaan mutasi. Mutasi yang dilakukan tidak
hanya sekedar pergantian personil, tetapi adalah untuk
meningkatkan kinerja Kementerian/Lembaga tersebut.
31
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Indikator sukses para pejabat senior dapat disusun
setidaknya dalam empat bidang: (1) pengembangan
loyalitas, (2) peningkatan efektivitas dan efisiensi, (3) cara
kerja dengan pihak luar (eksternal), dan (4) cara kerja
dengan pihak dalam (internal). Perubahan pada masingmasing bidang berdasarkan tiga prinsip pokok berikut.
Setiap pejabat mendasarkan tindakannya atas prinsip
loyalitas, prinsip etis, serta prinsip legitimasi dan
akuntabilitas. Kemudian pejabat dimaksud membangun
tiga prinsip tersebut dalam entitasnya. Berdasarkan prinsip
loyalitas, setiap pejabat berjuang untuk mencapai hasil
yang diinginkan atasannya. Tujuan yang diutamakan,
bukan untuk sekedar mengikuti perintah atasan, bukan
asal bapak senang. Tentu saja loyalitas yang dimaksudkan
bukanlah loyalitas kepada pribadi atasan, tetapi loyalitas
terhadap visi dan misi lembaga dalam pelaksanaan
perubahan dan Reformasi Birokrasi.
Setiap pejabat bekerja dengan prinsip etis agar memastikan
bahwa setiap keputusan dan tindakan berdasarkan nilainilai dan prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan yang
baik (good governance dan good public management).
Setiap pejabat bertindak berdasarkan prinsip legitimasi
dan akuntabilitas, berdasarkan peraturan. Penyalahgunaan
wewenang dianggap sebagai pelanggaran hukum dan
berakibat pada penegakan hukum mulai dari tingkat
awal sampai pada pengadilan. Setiap pejabat publik
harus mempertanggungjawabkan semua penyimpangan
dan penyalahgunaan wewenang pada entitas yang
dipimpinnya.
Sangat penting bahwa setiap pejabat melakukan suatu
kebijakan atau tindakan yang semestinya harus dilakukan.
Kebijakan yang diambil haruslah baik dan benar. Pejabat
harus membuktikan bahwa dia berhasil mencapai kinerja
yang baik dan patut.
32
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Setiap pejabat melaksanakan prinsip di bidang loyalitas
melalui dua jenis keputusan. Yang pertama adalah pilihan
diantara dua kutub yang berbeda: antara yang benar dan
yang salah, antara yang baik dan yang buruk, dan antara
maju atau mundur. Yang kedua adalah mempertimbangkan
dengan seksama bila terjadi pertentangan antara nilai-nilai
(values) dan prinsip-prinsip (principles), misalnya bilamana
seorang menteri meminta sesuatu yang kurang etis, atau
ketika suatu kegiatan atau proses tidak mungkin mencapai
hasil dengan dalam situasi yang tersedia. Dalam hal kondisi
yang kedua ini, seorang pejabat mengambil keputusan dan
memberikan argumentasi atas keputusan tersebut. Itulah
bagian dari akuntabilitas.
Pejabat dinilai efektif dan efisien bila dia mendasarkan
tindakannya atas prinsip manajemen keuangan, prinsip
nilai yang terbaik, dan nilai kompetisi regional. Setiap
pejabat mengambil keputusan tentang kinerja dengan
mempertimbangkan keuangan, dan mengambil keputusan
tentang keuangan dengan mempertimbangkan kinerja.
Artinya, kinerja yang tinggi dicapai dengan harga yang
pantas (tidak dengan harga yang tinggi), dan pengeluaran
biaya yang tinggi harus dibarengi dengan kinerja yang
maksimal.
Setiap pejabat mencari tata cara kerja untuk menghasilkan
pelayanan terbaik (dengan prinsip “nilai terbaik”= best
value) kepada masyarakat dengan sumber daya yang
tersedia. Setiap pejabat akan bertindak agar entitasnya
memberi kontribusi kepada ekonomi nasional dan daerah
yang membuat ekonomi lebih kompetitif dalam era global.
Setiap pejabat bekerja dengan pihak luar dan mendasarkan
tindakannya atas prinsip kemitraan, prinsip kebijakan,
dan prinsip manajemen informasi dan e-government.
Berdasarkan prinsip kemitraan, setiap pejabat mencari
kemitraan dengan pihak lain untuk meningkatkan
kinerja dan efisiensi, baik dalam pembentukan kebijakan,
33
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
menyusun program, perincian perencanaan, pengadaan,
pelaksanaan dan pengawasan.
Berdasarkan prinsip kebijakan, setiap pejabat menjamin
penyusunan kebijakan dibawah pimpinannya akan
jelas, supaya bawahan dapat mengambil keputusan
berdasarkan diskresi sendiri, bukan hanya sekedar ikut
peraturan saja. Berdasarkan prinsip manajemen informasi
dan e-government, setiap pejabat membangun sistem
tata kelola informasi yang akurat, up-to-date, dan dapat
dipakai oleh semua pihak yang berkaitan. Dengan prinsip
ini, setiap pejabat membuat terobosan dalam tata kelola
pemerintahan yang dapat dilaksanakan dengan bantuan
teknologi informatika.
Setiap pejabat dengan mendasarkan tindakannya atas
prinsip kerjasama kelompok, kerjasama dengan motivasi
diri, dan kompetensi dalam penempatan pegawai.
Berdasarkan prinsip kerjasama kelompok, setiap pejabat
tidak mengumpamakan timnya sekedar sebagai sebuah
“tim kumpul-kumpul”, tetapi seperti sebuah tim sepak
bola yang profesional. Setiap anggota tim mempunyai
keterampilan yang sesuai dengan posisinya, setiap anggota
selalu mengantisipasi ia harus dimana dan berbuat apa.
Bentuk tim disesuaikan dengan fungsi, bukan dengan
kondisi anggota tim apa adanya. Staf dianggap sebagai
anggota tim, bukan bawahan. Pemimpin adalah pelatih
yang selalu ikut permainan, berfungsi sebagai “playing
captain”.
Berdasarkan prinsip kerjasama atas motivasi diri, setiap
pejabat berperan sebagai coach, yang memberi instruksi
untuk mendorong pemain, bukan untuk menyuruh. Ia
mengatur timnya supaya mereka tidak hanya menunggu
instruksi, tetapi bermotivasi dan proaktif untuk
menampilkan kinerja maksimal. Setiap pejabat menjadi
seorang coach yang memuji dan mendorong semua
anggota tim, bukan hanya mendorong striker dan kiper saja.
34
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Berdasarkan prinsip kompetensi dalam penempatan
pegawai, setiap pejabat bekerja keras agar setiap
kedudukan ditempati oleh orang yang kompeten. Kalau
ada orang yang tidak mampu, atasannya memberdayakan,
dan bila perlu mengganti dengan orang lain yang mampu.
Atasan tidak berdiam diri saja bila ada personil yang
kompeten diambil dari unit kerjanya, atau bila ia diberi
orang yang tidak kompeten.
Aplikasi duabelas prinsip-prinsip di atas dilakukan
setiap pejabat dalam upaya mengelola perubahan di
entitasnya menjadi perencanaan strategis individu. Dalam
perencanaannya, dan pelaksanaannya setiap pejabat
memilih yang benar, bukan yang salah, yang baik dan
bukan yang buruk, yang maju dan bukan yang mundur. Ia
juga harus siap untuk mempertimbangkan situasi dimana
ditemui nilai-nilai dan prinsip-prinsip bertentangan, dan
memberi kesempatan kepada bawahannya untuk juga
menggunakan diskresi. Hanya orang yang mempunyai
rencana strategis individu seperti di atas, dan bekerja
keras melaksanakannya, layak menjadi atau tetap menjadi
pejabat.
35
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
36
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
7 Aparatur Profesional
Prinsip 7: Aparatur profesional menjadi tulang
punggung pelaksanaan Reformasi Birokrasi.
Reformasi Birokrasi hanya akan berjalan dengan baik bila
didukung oleh birokrat atau aparatur yang profesional.
Aparatur profesional menjadi tulang punggung
pelaksanaan Reformasi Birokrasi.
Menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah tidak dapat
melaksanakan mandatnya tanpa dukungan aparatur yang
tertata dengan baik. Untuk melaksanakan tugas melayani
masyarakat, menteri, pimpinan lembaga, dan kepala
daerah sebagai pejabat publik membutuhan dukungan
sistim manajemen aparatur negara yang handal. Dalam
sistim aparatur tersebut, selain unsur manajemennya, yang
sangat penting adalah sistim pembinaan aparatur dan
sistim pelaksanaan tugas aparatur.
Untuk mendapatkan sistim manajemen aparatur
profesional, setidaknya ada beberapa faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan, yaitu:
■ Penempatan
aparatur berdasarkan kompetensi,
termasuk pada saat pelaksanaan rekrutmen aparatur;
Untuk menjamin kompetensi, diperlukan sistim
rekrutmen dan sistim promosi yang transparan,
akuntabel dan terukur. Aturan dan petunjuk
pelaksanaan harus dibuat oleh masing-masing entitas
dengan keterlibatan stakeholder.
■ Adanya suatu lembaga independen untuk memilih
“aparatur senior” yaitu aparatur yang sekaliber “chief
executive officer”; Aparatur senior adalah aparatur
yang diseleksi berdasarkan kapasitas, pengalaman
37
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
kerja dan kompetensi untuk menduduki posisiposisi penting dalam birokrasi. Aparatur senior dapat
ditugaskan lintas organisasi (entitas) sesuai dengan
kebutuhan dan kompetensi aparatur tersebut.
■ Aparatur harus bebas dari kepentingan politik dan
netral dalam menjalankan tugasnya; Tidak boleh
ada upaya politisasi birokrasi yang mengakibatkan
aparatur terkotak-kotak mengikuti kepentingan
politik praktis.
■ Aparatur wajib mentaati dan melaksanakan etika
pelayanan publik; Etika pelayanan publik aparatur
pada masing-masing entitas harus dikembangkan
dengan mengacu pada norma-norma internasional.
■ Adanya pemisahan yang jelas tentang fungsi dan
tugas antara pejabat publik yang dipilih langsung
oleh rakyat dengan pegawai aparatur negara yang
diangkat.
38
■
Pejabat publik yang dipilih langsung oleh rakyat dan
menteri tidak terlibat dalam setiap proses pengelolaan
dan pembinaan aparatur negara.
■
Aparatur diangkat untuk melaksanakan tugas secara
efisien dan efektif. Karena itu pengadaan aparatur
dilakukan dengan pendekatan bahwa aparatur
direkrut untuk menyelesaiakan tugas entitas yang
tersedia dalam anggaran (program).
■
Rancangan POK, dengan sasaran kinerja yang terukur,
dijadikan dasar penyusunan DIPA/DPA. Sehingga
DIPA/DPA mencerminkan kinerja organisasi yang
disepakati dengan DPR/DPRD. POK ditetapkan oleh
menteri, pimpinan lembaga atau kepala daerah dan
menjadi "anggaran" kinerja yang harus dicapai.
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
■
Aparatur sipil adalah para profesional yang diangkat
(direkrut), dipromosikan dan melaksanakan tugas
dengan prinsip-prinsip profesionalisme yang diterima
luas (memenuhi kaidah-kaidah standar internasional).
■ Penilaian kinerja pegawai Aparatur Sipil Negara
(ASN) berdasarkan standar kompetensi, integritas
dan moralitas harus berdasarkan ukuran yang jelas
dan tidak ada celah untuk multi interpretasi dan
subyektifitas.
■ Sebagai pegawai profesional, aparatur dibina dan
diberi fasilitas untuk melaksanakan tugasnya secara
profesional antara lain dengan:
-
Gaji yang dapat menjamin kesejahteraan
aparatur.
-
Perlu penataan sistem penggajian, sehingga
jumlah tunjangan tidak lebih besar dari
jumlah gaji.
-
Gaji dibebankan pada entitas anggaran.
-
Keleluasaan untuk ditempatkan di berbagai
entitas, termasuk keleluasaan aparatur
Kabupaten/Kota untuk menjadi aparatur di
Propinsi atau Pusat.
Dengan faktor-faktor diatas, pembinaan aparatur negara
dapat dilakukan secara lebih profesional.
Selain itu, dalam melaksanakan tugasnya, aparatur negara
harus berpedoman dan beradasarkan pada suatu sistim
pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan
benar. Dalam sistim tata kelola pemerintahan tersebut
39
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
diatur bagaimana aparatur melaksanakan tugasnya
dengan mengikuti norma-norma kepemerintahan yang
berlaku secara universal. Sistim tata kelola dan administrasi
pemerintahan memberikan ruang bagi aparatur untuk
menjalankan kewenangannya, sekaligus mengatur batasbatas pelaksanaan diskresi kewenangan yang dimiliki.
Setiap kebijakan dan keputusan yang diambil oleh
aparatur harus dipertanggung jawabkan sesuai ketentuan
yang berlaku dan etika pelayanan publik yang baik.
Pertanggungjawaban aparatur merupakan bagian
integral dari pelaksanaan tugas profesional yang harus
dilaksanakan oleh aparatur itu sendiri. Sebagai aparatur
profesional, setiap aparatur sipil Negara berkewajiban
mempertanggungjawabkan setiap tindakan dan tugas
yang dilaksanakan.
40
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
8 Petunjuk Operasional Kegiatan
Prinsip 8: Ukuran pencapaian kinerja adalah petunjuk
operasional kegiatan, seperti dasar penggunaan
keuangan adalah DIPA/DPA.
Dalam sistim peraturan perundang-undangan keuangan
negara, tugas dan fungsi dari unit kerja sering tidak
berkaitan langsung dengan pertanggungjawaban dan
kinerja. Padahal sesungguhnya kinerja harus diintegrasikan
dalam tugas dan fungsi, kemudian dikorelasikan dengan
anggaran. Kinerja adalah indikator dari pelaksanaan
tugas dan fungsi dari unit kerja. Bila ada tugas dan fungsi,
maka pengukuran kinerja terhadap pelaksanaan tugas
dan fungsi tersebut harus dilakukan. Tugas dan fungsi
dilaksanakan melalui kegiatan dalam DIPA/DPA. Dalam
proses penganggaran APBN/D, kinerja tidak boleh berbeda
dari Rencana Kerja Tahunan sebagaimana ditetapkan
dalam APBD/N.
Kinerja kegiatan dalam APBN/D digunakan sebagai
dasar pengendalian internal baik pemeriksaan maupun
pengawasan. DIPA/DPA yang disiapkan oleh unit kerja,
tidak hanya untuk mengatur pembukuan dan membatasi
41
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
penggunaan inputs/anggaran, tetapi juga untuk
melaksanakan tugas dan fungsi unit kerja tersebut. Kinerja
diukur dari kemampuan untuk memenuhi tugas dan fungsi
melalui kegiatan dan anggaran. Untuk itu substansi DIPA/
DPA dijabarkan dalam Petunjuk Operasional Kegiatan
(POK) yang menentukan pelaksanaan kegiatan.
Rancangan POK, dengan sasaran kinerja yang terukur,
dijadikan dasar penyusunan DIPA/DPA. Sehingga DIPA/
DPA mencerminkan kinerja organisasi yang disepakati
dengan DPR/DPRD. POK ditetapkan oleh menteri, pimpinan
lembaga atau kepala daerah dan menjadi "anggaran"
kinerja yang harus dicapai.
Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) setidaknya meliputi:
42
■
Pendelegasian tugas, yang dalam Reformasi Birokrasi
menjadi penjabaran visi dan misi serta tupoksi
menjadi program dan rencana kerja kegiatan pada
setiap pemimpin program dan stafnya;
■
Pengadaan dan penempatan pegawai, sesuai dengan
asas beban kerja dan asas kemampuan;
■
Pengadaan barang dan jasa yang menentukan setiap
pekerjaan yang akan dikerjakan oleh pihak ketiga;
■
Daftar pembagian kerja (work breakdown schedule)
dan jadwal kemajuan kerja, dengan titik-berat kepada
operasi dan pemeliharaan;
■
Indikator kinerja masing-masing unit kerja;
■
Upaya peningkatan kinerja secara berkelanjutan;
■
Dasar penilaian kinerja pejabat;
■
Program komunikasi
stakeholders.
dengan
masyarakat
dan
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
POK ditetapkan bersama DIPA/DPA, dan saling
melengkapinya. POK menjadi dasar pengendalian dan
pengawasan. POK dapat berubah supaya kinerja selalu
sesuai dengan target. Perubahan POK menjadi dasar untuk
revisi anggaran pada pertengahan tahun anggaran.
Paling lambat pada permulaan bulan September kepala
unit kerja melaksanakan review terhadap kinerja dan
pelaksanaan DIPA/DPA dan POK masing-masing program.
POK direvisi untuk:
■
mempercepat pelaksanaan program jika dipandang
perlu dan tanpa tambahan risiko,
■
menjamin pelayanan kepada masyarakat tidak
terganggu pada transisi dari tahun anggaran yang
berjalan ke tahun anggaran yang berikut,
■
penghematan pengeluaran pada bulan-bulan terakhir,
serta
■
menentukan kegiatan dalam POK yang akan menjadi
masukan untuk penyusunan POK untuk tahun yang
berikut.
Dengan perincian rencana kerja dalam POK, pelaksanaan
program dan kegiatan di berbagai entitas dapat lebih
mudah dikendalikan dan diukur kinerjanya. POK seperti
diatas sekaligus menjadi instrumen pengendalian untuk
melihat, apakah kegiatan DIPA/DPA sudah mencerminkan
peningkatan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi
organisasi/entitas.
43
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
44
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
9 Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Prinsip 9: Tujuan Reformasi Birokrasi adalah perbaikan
secara menyeluruh yang menghasilkan peningkatan
manfaat yang besar untuk masyarakat.
Setiap menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah
berkewajiban untuk meningkatkan kinerja entitas yang
dipimpinnya. Inilah inti dari pelaksanaan Reformasi Birokrasi.
Pada tahun 1998, reformasi dilaksanakan untuk meningkatkan
efektifitas kinerja dengan demokrasi dan otonomi daerah,
menghindari konflik, serta menghindari tumpang tindih
program. Dalam tahap berikutnya di tahun 2003, reformasi
mencakup aspek finansial untuk meningkatkan efisiensi dan
meningkatkan akuntabilitas. Kemudian mulai pada tahun 2005,
Reformasi Birokrasi difokuskan untuk peningkatan kualitas
aparatur di semua lembaga pemerintahan.
45
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Saat ini ketiga aspek Reformasi Birokrasi diatas ditingkatkan
dan sekaligus disempurnakan. Program Reformasi
Birokrasi diintegrasikan dengan reformasi keuangan dan
pelaksanaan otonomi sehingga menjadi satu kesatuan
program. Fokus utama tetap pada peningkatan kinerja,
peningkatan efisiensi, dan peningkatan pelayanan publik
secara terus menerus pada semua aspek tersebut diatas.
Pelaksanaan reformasi yang mengintegrasikan bidang
finansial, birokrasi, dan pelaksanaan otonomi dimaksudkan
untuk memenuhi kewajiban dan tanggungjawab setiap
menteri, pimpinan lembaga dan kepala daerah untuk
meningkatkan kinerja sebagaimana diamanatkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Para pejabat
tersebut harus memaksimalkan segala upaya untuk
memastikan agar tujuan peningkatan pelayanan publik
tercapai dengan baik dan benar. Masyarakat ingin melihat
bagaimana rintangan sulit (hard choices) diatasi dan
diselesaikan. Dengan demikian kita akan secara konsisten
menerapkan manajemen perubahan untuk meningkatkan
kinerja secara berkelanjutan.
Reformasi Birokrasi merupakan suatu kebijakan strategis
yang dilaksanakan secara konsisten. Pelaksanaan kebijakan
ini merupakan upaya untuk menghindarkan birokrasi dari
keterpurukan yang parah dimasa yang akan datang. Karena
itu telah ditetapkan Grand Design Reformasi Birokrasi
(2010‑2025) sebagai pedoman bagi semua pihak untuk
pelaksanakannya. Dalam Grand Design tersebut, ditetapkan
beberapa prinsip-prinsip dan asas Reformasi Birokrasi bagi
kementerian, lembaga negara dan pemerintah daerah.
Secara umum Reformasi Birokrasi bertujuan untuk:
46
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
■
meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat;
■ meningkatkan mutu pengambilan keputusan dan
pelaksanaan kebijakan/program;
■
menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan
oleh pejabat publik di entitas masing-masing;
■ meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan semua
segi tugas organisasi;
■ menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif,
dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan
dinamika perubahan lingkungan;
■ menjadikan negara yang memiliki most-improved
bureaucracy, birokrasi dengan kualitas pelayanan
kelas dunia.
Karakteristik pemerintah sebelum direformasi dan setelah
direformasi dapat dibaca pada bagan yang berikut
ini. Karakteristik yang diinginkan pada kolom kanan
bagan dijabarkan oleh masing-masing kementerian dan
lembaga menjadi sasaran-sasaran yang terukur. Setiap
unit kerja pada kementerian, lembaga dan pemerintah
daerah menetapkan sasaran yang terukur secara jelas
dalam rencana kerja strategis yang menuju karakteristik
pemerintah yang paling reformis.
47
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
KARAKTERISTIK ENTITAS YANG
PALING SEDIKIT DIREFORMASI
•KARAKTERISTIK ENTITAS YANG PALING BANYAK
DIREFORMASI
Tata kelola pemerintahan yang
tidak jelas, dan definisi peran
pejabat yang tidak jelas...
•Tata kelola pemerintahan jelas, dengan definisi
peran pejabat yang logis dan disepakati.
Fokus pada input...
•Menitikberatkan juga pada output dan outcomes.
Pendekatan layanan publik yang
fokus pada proses...
•Pendekatan manajerial seperti swasta , dengan
menekankan pada nilai-nilai/prinsip aparatur sipil
negara.
Manajer mengadministrasikan
proses...
Terbatasnya konsultasi
dan kolaborasi dalam
pembuatan kebijakan dan
pemberian layanan publik...
•Manajer mengelola program-program berdasarkan
kewenangan, tanggung jawab dan akuntanbilitas.
•Konsultasi dan kolaborasi yang rutin dalam
pembuatan kebijakan dan pemberian layanan
publik.
Manajemen didominasi golongan •Bervariatif, bergantung pada kemampuan.
tertentu, misalnya laki-laki...
Jaminan pekerjaan seumur hidup...
•Jaminan pekerjaan fleksibel, selalu ada upaya untuk
‘right sizing’ dan ‘out sourcing’.
Sistem rekrutmen tertutup,
•Sistem rekrutmen terbuka, jenjang karir didasarkan
jenjang karir ditentukan oleh
persaingan berdasarkan kemampuan atau merit.
senioritas dan lamanya bekerja...
Struktur kepegawaian model
militer, didasarkan pada ranking
dan kemajuan personalia...
•Struktur organisasi didasarkan pada syarat
tercapainya posisi dan kinerja unit yang diinginkan.
Manajemen sumber daya
manusia yang terpusat...
•Manajemen sumber daya manusia yang diserahkan
kepada entitas.
Penuh informasi serba rahasia...
•Informasi dan hasil evaluasi terbuka untuk umum.
Upaya monitoring dan evaluasi
sedikit, audit lebih fokus pada
prosesnya...
•Monitoring dan evaluasi program dilakukan secara
sistematis, hasilnya digunakan untuk meningkatkan
kualitas layanan secara berkelanjutan.
... agar budaya sektor publik
berubah dari dilayani....
48
•...menjadi budaya melayani warga dan
masyarakat atas nama Pemerintah.
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Program Reformasi Birokrasi tidak menjadi program dan
rencana strategis tersendiri. Rencana strategis Reformasi
Birokrasi merupakan bagian integral dari Program Jangka
Menengah (PJM) dari masing-masing unit kerja. Setiap
program dan kegiatan PJM masing-masing unit kerja
mencerminkan pelaksanaan Reformasi Birokrasi, sehingga
setiap kegiatan dalam program jangka menengah tersebut
menerapkan indikator kinerja Reformasi Birokrasi. Kriteria
dan indikator kinerja yang ditetapkan dalam Reformasi
Birokrasi dijadikan kriteria dan indikator dari setiap program
dan kegiatan di masing-masing unit kerja. Program
jangka menengah dari masing-masing unit kerja disusun
sedemikian rupa sehingga selain memuat substansi
kegiatan dari masing-masing unit kerja, tapi juga memuat
upaya perbaikan dan peningkatan kualitas birokrasi unit
kerja dimaksud. Setiap kegiatan berkontribusi langsung
terhadap peningkatan kinerja dari unit kerja tersebut.
Dengan kata lain, setiap program dan kegiatan unit kerja di
kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah diukur
dan dievaluasi dengan indikator kinerja Reformasi Birokrasi.
Rencana strategis tersebut kemudian diuraikan lagi menjadi
rencana kerja yang dilengkapi dengan tolok ukur yang rinci
sehingga mudah untuk dievaluasi.
49
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
50
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
10 Analisa Peraturan PerundangUndangan
Prinsip 10: Dalam peraturan perundang-undangan
tidak boleh ada aturan ganda dan tidak membebani
masyarakat selain yang diperlukan untuk menjamin hak
perorangan dan mengatur kepentingan masyarakat luas.
Road Map Reformasi Birokrasi mengatur adanya program
pengaturan perundang-undangan pada tingkat kementerian/
lembaga. Ini dimaksudkan untuk mengurangi tumpang
tindih dan disharmoni antar peraturan perundang-undangan
yang disusun oleh kementerian dan lembaga. Kita berharap
semua peraturan perundang-undangan dinilai dan dievaluasi
konsistensinya dengan kebijakan desentralisasi, dan
dampaknya terhadap ekonomi nasional dan lokal. Dengan
demikian kegiatan masing-masing unit kerja menjadi lebih
jelas dan ekonomi semakin kompetitif. Peraturan yang
menyulitkan produksi dan perdagangan, yang menghambat
51
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
perkembangan ekonomi, serta yang dapat menjadi sumber
konflik antar daerah, layak dibatalkan atau direvisi.
Kebutuhan me-review peraturan perundang-undangan
yang ada, dan yang sedang dirancangkan, bukan hanya
pada tingkat kementerian/lembaga saja, tetapi juga
di tingkat nasional, yaitu undang-undang, peraturan
pemerintah dan peraturan presiden. Semua peraturan
perundang-undangan layak dinilai dan dievaluasi
konsistensinya dengan kebijakan desentralisasi, dan
dampaknya terhadap ekonomi nasional dan lokal, agar
ekonomi semakin kompetitif.
Hasil pertama review adalah daftar peraturan yang
menghambat pembangunan dan/atau tidak konsisten,
kemudian usulan program pembatalan dan revisi. Program
yang dimaksud bukan saja program legislasi nasional atau
program legislasi daerah, yang pembahasannya di DPR/
DPRD, tetapi juga adalah rencana penyusunan rancangan
peraturan pelaksanaan, baik untuk hasil review maupun
sebagai pelaksanaan undang-undang yang baru.
Hasil kedua dari review adalah pembatalan dan revisi
peraturan perundang-undangan secara terencana. Setiap
bentuk peraturan perundang-undangan adalah alat
kedaulatan masyarakat, dan pihak yang merancangnya
memikul beban moral yang berat untuk memastikan
bahwa substansi peraturan perundang-undangan
tersebut mencerminkan amanat masyarakat. Tidak
ada ruang untuk kepentingan pribadi atau kelompok,
termasuk kepentingan pemerintah, karena pemerintah
dibentuk untuk kepentingan masyarakat. Para perancang
peraturan perundangan-undangan menerapkan Open
Government Partnership dalam proses penyusunan
Undang-Undang. Tidak ada ruang untuk bertindak
biasa-biasa saja. Tanggungjawab merancang peraturan
perundang-undangan adalah suatu hal yang luar biasa.
Peraturan perundang-undangan memberi perlindungan
dan kepastian kepada masyarakat. Peraturan perundang-
52
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
undangan mengatur kebahagiaan masyarakat dalam
aneka-ragamnya.
Peraturan
perundang-undangan
mengatur perilaku perorangan untuk kepentingan semua.
Maksud peraturan perundang-undangan ditentukan oleh
pembaca dan pengguna, bukan oleh perancang. Dalam
perancangan peraturan perundang-undangan, perancang
menerjemahkan substansinya untuk mengetahui perilaku
apa yang harus dilarang, perilaku mana yang harus
diamanatkan, perilaku mana yang
diperlukan, dan perilaku mana yang
Setiap bentuk peraturan
diperbolehkan. Setiap kali ada lebih dari
satu penafsiran atas persyaratan perilaku
perundang-undangan
baik masyarakat dan pemerintah bisa
adalah alat kedaulatan
bingung atau berselisih, sampai maksud
masyarakat, dan pihak yang
peraturan
perundang-undangan
tersebut ditentukan oleh Mahkamah
merancangnya memikul
Konstitusi atau Mahkamah Agung atau
beban moral yang berat
substansinya direvisi.
untuk memastikan bahwa
Perancangan peraturan perundangsubstansi peraturan
undangan dimulai dengan penyusunan
perundang-undangan
prinsip-prinsip serta konsep-konsep
tersebut mencerminkan
bagaimana kepentingan perorangan
diatur untuk kepentingan umum.
amanat masyarakat
Prinsip dan konsep disepakati sebelum
perancangan mulai. Dengan peraturan
perundang-undangan berbasis prinsip, masyarakat dan
para pejabat dapat mengerti dasar pengaturan, dan akan
patuh pada aturan tersebut karena mengerti, bukan karena
ikut saja.
Agar tidak ada kesenjangan atau perbedaan persepsi
tentang pembagian urusan antara pusat dan daerah,
pemerintah harus menyiapkan usulan revisi undangundang sektoral supaya dasar pembagian urusan sesuai
dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, dan
diatur dalam undang-undang sesuai dengan amanat UUD
1945. Fungsi kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi
53
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
harus jelas dalam UU sektoral, agar tidak ada anggaran
di pusat atau provinsi untuk urusan yang murni urusan
kabupaten/kota, dan tersedia anggaran untuk pengawasan
dan pembinaan yang diperlukan. Undang-undang sektoral
harus mengatur secara jelas kewenangan dan amanah
para menteri/pimpinan lembaga dan pemerintah daerah,
berdasarkan prinsip yang seharusnya diatur dalam UndangUndang tentang Pemerintahan Daerah.
Menteri adalah pengambil kebijakan, pejabat senior
adalah pengelola implementasinya berdasarkan prinsip
dan nilai, dan bawahannya adalah pelaksana. Biasanya
tugas perancangan undang-undang dan peraturan
kebijakan dilaksanakan oleh tim ad-hoc, yang sumber
dayanya sangat terbatas. Perancangan undang-undang
dan peraturan serta perumusan kebijakan seharusnya
menjadi tugas pokok menteri, pimpinan lembaga
dan kepala daerah, dibantu oleh unit penelitian dan
pengembangan (Litbang) pada kementerian/lembaga,
dan Litbang pada Bappeda di daerah, yang bertugas untuk
meneliti keberhasilan kebijakan dan mengembangkan
penyempurnaan. Para menteri, pimpinan lembaga dan
kepala daerah menugaskan dan memberdayakan Litbang
sebagaimana mestinya sebagai sumber penyempurnaan
kebijakan secara berkelanjutan.
Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bertujuan
untuk memberi masukan kepada DPR-RI tentang kebijakan
yang berkaitan dengan daerah. Empat anggota dari
masing-masing provinsi mempunyai kapasitas tinggi
untuk memberi masukan secara langsung tentang
masalah-masalah yang dihadapi di daerah. Akan tetapi
karena tidak ada sistem fraksi di DPD, sangat sulit untuk
mencapai kesepakatan atas perancangan undang-undang
yang disiapkan DPD. Di sisi lain, masukan DPD kepada
DPR menjadi kurang efektif karena tidak ada ketentuan
yang mengharuskan DPR untuk mengakomodasikan
pertimbangan DPD. Sebaiknya DPD memberi masukan
untuk penyempurnaan kebijakan. Di negara lain, undang-
54
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
undang tentang pemerintahan daerah disempurnakan
terus, dengan beberapa kali direvisi setiap tahun.
Hasil ketiga dari review peraturan perundang-undangan
adalah dorongan untuk pertumbuhan ekonomi. Review
peraturan perundang-undangan harus membawa dampak
pada investor, wiraswastawan dari yang kecil sampai besar.
Review tersebut membawa peningkatan kesempatan kerja,
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pada dasarnya undang-undang dibentuk bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi. Karena itu setiap revisi yang dilakukan harus
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Meski secara
langsung undang-undang belum tentu memuat materi dan
substansi pertumbuhan ekonomi, tetapi para perancang
undang-undang mengintegrasikan amanat pembangunan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dalam
setiap undang-undang yang dibuat.
55
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
56
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
11 Kemitraan (Engaging Partners)
Prinsip 11: Pemerintah tidak memikul reformasi sendiri;
banyak mitra yang iktuserta untuk meningkatkan kinerja
pemerintah.
Reformasi Birokrasi adalah “everybody’s business”, keperluan
semua orang. Masyarakat mempunyai pengharapan akan
layanan publik yang berkualitas dan layanan profesional.
Semua stakeholder berkepentingan akan peningkatan
pelayanan publik yang dicapai melalui pelaksanaan
Reformasi Birokrasi.
Upaya perubahan terhadap birokrasi merupakan sesuatu
hal yang tidak dapat, dan tidak seharusnya, dilakukan
sendiri oleh pemerintah. Sangat penting untuk melibatkan
institusi akademis dan kaum profesional dalam proses
Reformasi Birokrasi, demi menuju tata kelola pemerintahan
yang baik yang menjadi idaman bangsa. Birokrat merangkul
pihak akademis dan profesional untuk
turut serta dalam pencarian, pemilihan
Reformasi Birokrasi adalah
serta pengembangan anak-anak bangsa
“everybody’s business”,
yang terbaik sebagai pelayan publik.
keperluan semua orang.
Dimasa lalu pejabat publik masih sarat
dengan konotasi negatif, seperti misalnya,
KKN, tidak efisien dan tidak profesional. Sekaranglah
saatnya untuk serius mengubah konotasi negatif menjadi
tindakan positif tentang pejabat publik/birokrat, yaitu
yang efisien dan efektif, transparan, jujur, dan akuntabel.
Waktunya telah tiba bagi kementrian, lembaga dan
pemerintahan dearah mengajak semua pihak yaitu, kaum
akademis, profesional, termasuk badan-badan donor
untuk turut serta dalam mengevaluasi serta memperbaiki
sistim rekrutmen, mengevaluasi jabatan, dan melakukan
pengembangan profesional pejabat publik/birokrat.
57
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Pintu terbuka bagi universitas-universitas, dalam dan luar
negeri, serta asosiasi profesional yang berkenan untuk
bekerjasama dengan pemerintah dalam pengembangan
kualitas pejabat publik dengan mengembangkan profesi.
Kalangan akademis memiliki sarana dan kapasitas yang
dapat menunjang terjadinya Reformasi Birokrasi, tidak hanya
reformasi sistim birokrasi tetapi juga reformasi diri setiap
individu yang terlibat di dalam birokrasi. Seperti halnya kita
semua tahu bahwa pengadaan/pembaharuan perangkat
keras (hardware) tidak akan berguna jika tidak ditunjang oleh
perangkat lunak yang memadai. Pendidikan tingkat tinggi
bagi pejabat publik bukan hanya diperlukan untuk memenuhi
syarat naik pangkat, akan tetapi, yang lebih penting dari itu,
adalah untuk memastikan kualitas pejabat publik Indonesia
tidak tertinggal dari pejabat publik dari negara-negara lain
yang berkembang pesat, misalnya Cina dan India.
Badan-badan donor, lembaga internasional yang
mendedikasikan diri dalam proses Reformasi Birokrasi
terbuka untuk ambil peran lebih besar. Keterlibatan
badan donor dan lembaga tersebut tidak hanya dalam
memberikan santunan bagi pejabat publik yang mengikuti
seminar di luar negeri yang seringkali manfaatnya tidak
seberapa dan hanya menguntungkan individu-individu
tertentu. Seharusnya menteri, kepala lembaga dan kepala
daerah harus mengundang badan donor dan lembaga
internasional untuk terlibat dalam kerjasama strategis
melalui transfer pengetahuan dan pembelajaran praktekpraktek unggul dalam tata kelola pemerintahan standar
internasional yang hasilnya memberi manfaat yang
lebih luas bagi masyarakat. Lembaga internasional dan
badan-badan donor dapat membantu Indonesia untuk
memanfaatkan bantuan internasional bagi peningkatan
pembangunan yang lebih efisien dan efektif sesuai dengan
“Paris Declaration” dan “Accra Agenda for Action”. Kerjasama
dan kemitraan dengan lembaga-lembaga internasional
tersebut dapat mempercepat upaya kita untuk mencapai
tujuan Reformasi Birokrasi.
58
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Jika reformasi lahir atas dorongan masyarakat, maka
Pemerintah menyusun tata kelola pemerintahan yang
baik sesuai dengan tuntutan masyarakat. Bagi Pemerintah
sangat penting untuk membuka diri terhadap keterlibatan
masyarakat dalam proses Reformasi Birokrasi. Selama ini
berbagai komunitas dan lembaga masyarakat sudah ikut
dan terlibat dalam kegiatan penyusunan berbagai kebijakan
umum. Sekarang kita mempunyai ruang dan kesempatan bagi
semua pihak untuk berbuat lebih banyak dan lebih baik lagi.
Perjalanan Reformasi Birokrasi yang masih panjang perlu
dukungan dan keterlibatan masyarakat dari awal hingga
akhir. Jika suara masyarakat didengar selama perancangan
kebijakan umum, maka suara masyarakat juga harus
didengar dalam usaha pemantauan dan pengawasan
proses Reformasi Birokrasi. Semua komponen bangsa
ikut untuk mengawasi, mengevaluasi dan meningkatkan
kualitas Reformasi Birokrasi.
Penyebaran informasi serta sosialisasi rencana pemerintah
yang terkait dengan Reformasi Birokrasi dilakukan secara
terbuka dan menyeluruh. Masyarakat akan memiliki akses
untuk mempelajari dan memberikan pendapat, saran dan
masukan tentang proses Reformasi Birokrasi yang sedang
berlangsung. Kita mengajak semua lapisan masyarakat
untuk peduli terhadap proses ini dan tidak berkecil hati
terhadap berita yang mengungkapkan kekurangan/
kelemahan sistim pemerintahan kita, melainkan melihat
berita-berita itu sebagai masukan penting atas bagianbagian tata kelola pemerintahan yang membutuhkan
perubahan atau perbaikan.
Kita meyakini media massa mempunyai kekuatan yang baik
untuk membantu melakukan perubahan, termasuk dalam
pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Karena itu kemitraan
strategis dengan media menjadi salah satu faktor penting
untuk mencapai tujuan Reformasi Birokrasi. Media
menjadi partner yang ikut membangun aliansi strategis
melaksanakan Reformasi Birokrasi.
59
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Keterlibatan media tidak sebatas untuk menyebarluaskan
informasi, tetapi juga sudah membantu membentuk
masyarakat madani yang memberi respon positif terhadap
perkembangan dan pembangunan bangsa. Media ikut
bertanggung jawab dalam pembentukan karakter bangsa
yang positif, proaktif dan berahlak mulia. Dengan kekuatan
dan fungsinya yang strategis, media menjadi salah satu
komponen yang sangat penting dalam pelaksanaan
Reformasi Birokrasi. Media tidak hanya mengedepankan
kepentingan sekelompok orang. Sekaranglah saatnya, kita
semua dengan bantuan media sebagai mitra pemerintah,
untuk mewujudkan masyarakat madani melalui
pelaksanaan program Reformasi Birokrasi yang baik dan
benar.
60
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
12 Kemitraan Politis
Prinsip 12: Reformasi Birokrasi perlu dukungan politis
untuk mendapatkan momentum dan resonansi yang
besar
Reformasi Birokrasi perlu dukungan politis untuk
mendapatkan momentum dan resonansi yang besar. Ada
beberapa alasan pokok perlunya dukungan politis. Dalam
masyarakat demokratis seperti Indonesia, kebijakan
strategis Reformasi Birokrasi memerlukan dukungan luas
agar mencapai resonansi yang dibutuhkan. Dukungan
politis menjadi penting agar Reformasi Birokrasi dapat
merasuk ke seluruh komponen bangsa, membawa ruh
segar untuk meningkatkan pelayanan publik. Dasar ruh
segar tersebut adalah prinsip, nilai dan etika tinggi, sama
seperti yang dibutuhkan birokrasi yang reformis. Tatanan
politik merupakan instrumen yang efektif untuk tujuan
itu. Partai politik, organisasi masyarakat beserta seluruh
elemen pendukungnya adalah sistem pendukung
Reformasi Birokrasi yang sangat penting. Setiap komponen
sistem politik adalah “mesin pendorong” bagi tercapainya
tujuan Reformasi Birokrasi. Seluruh sistem politik diajak
untuk memberikan kontribusi nyata dalam pencapaian
tujuan Reformasi Birokrasi.
61
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
Alasan utama lain perlunya dukungan politis lainnya
adalah dalam perumusan kebijakan, penyusunan
perundang-undangan dan penyusunan anggaran. Agar
mencapai hasil yang diinginkan, program Reformasi
Birokrasi diintegrasikan menjadi “ruh” dari setiap
kebijakan pelayanan publik melalui pembangunan
dan pemerintahan. Reformasi Birokrasi mewarnai dan
menjadi “jiwa” dari setiap program pelayanan publik
dan pelayanan pendukung dengan peningkatan kinerja
secara terus menerus. Perumusan kebijakan yang dilandasi
ruh Reformasi Birokrasi memerlukan rasa kerjasama
dan dukungan oleh sistem politik di parlemen. Dalam
penyusunan perundang-undangan, diperlukan kerjasama
untuk memastikan bahwa para penyusun undang-undang
menjadikan Reformasi Birokrasi sebagai mainstreaming
dari setiap undang-undang. Para legislator hendaknya
memberikan perhatian luar biasa agar Reformasi Birokrasi
tercermin dalam setiap undang-undang yang disusun.
Dalam penyusunan anggaran pembangunan, prinsipprinsip Reformasi Birokrasi sebagai dijadikan acuan
dalam setiap kegiatan. Setiap program dan kegiatan
dalam APBN/D menjabarkan Reformasi Birokrasi dalam
kegiatan terukur dengan penerapan good governance
yang secara terus menerus meningkat dari tahun ke tahun.
Para legislator hendaknya memastikan penerapan good
governance dalam menyusun anggaran bersama para
manajer program di jajaran eksekutif. Dukungan politis
para legislator dalam penyusunan anggaran menjadi salah
satu pendorong keberhasilan pelaksanaan Reformasi
Birokrasi.
62
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
13Akuntabilitas
Prinsip 13: Setiap orang dan setiap kelompok orang
yang ditugaskan di sektor publik dan menggunakan
keuangan negara wajib membuktikan hasil kinerjanya,
dan wajib patuh pada peraturan perundang-undangan.
Akuntabilitas adalah bagian integral yang sangat
penting dari Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi
tidak berarti apa-apa jika tidak ada akuntabilitas yang
nyata. Akuntabilitas bukanlah suatu tambahan pekerjaan
administratif yang hanya sekedar menghabiskan waktu
untuk mengisi dan menyusun laporan akuntabilitas.
Akuntabilitas mendorong demokrasi dan reformasi, baik
secara individu maupun lembaga, menegakkan standar
moral masyarakat dimana seseorang tidak bisa bertindak
sesuka hati untuk mencapai tujuan. Dengan akuntabilitas,
maka kekayaan negara dikelola melalui sistem administrasi
yang netral dan profesional. Dalam sistem yang
63
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
demikian masyarakat dapat menuntut pejabat publik
apabila terbukti terjadi pelanggaran atau salah dalam
pengambilan keputusan. Hal ini secara positif dan terus
menerus mengarahkan masyarakat kepada perbaikan
yang berkelanjutan.
Good governance mensyaratkan adanya akuntabiltas dari
pegawai publik, baik itu politisi (public accountability)
maupun pejabat publik (managerial accountability).
Pemerintah menggunakan uang rakyat untuk melayani
rakyat. Pejabat publik sebagai pelayan yang baik,
disyaratkan untuk mendapatkan persetujuan rakyat dan
mempertanggungjawabkan uang rakyat. Agar akuntabel,
kinerja para pejabat publik harus selalu diukur, dan
selalu ada check and balance atas kebijakan, perencanaan
dan implementasinya, sehingga antara kebijakan dan
implementasi menunjukkan keseimbangan, hasil yang
nyata yang dinikmati masyarakat. Penerapan akuntabilitas
dilakukan mulai dari jenjang makro sampai mikro, mulai
dari tataran lembaga tinggi Negara, sampai kepada
pengelola/manajer pembuat kontrak kerja.
Sektor publik bekerja dengan landasan peraturan yang
mengatur wewenang secara hukum dan akuntabilitas
dalam melakukan tindakan. Pemerintah tidak bertindak
sesukanya, tetapi berdasarkan aturan untuk melakukan
kegiatannya, sesuai dengan perundang-undangan. Karena
itu, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, seorang
pejabat publik dapat menolak menjalankan instruksi yang
diberikan atasannya apabila ia mengetahui bahwa hal itu
tidak sejalan dengan hukum yang berlaku.
Di sisi lain, masyarakat umum tidak dapat bertindak
sesukanya. Masyarakat harus tunduk pada peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah
hanya
dapat
mensyaratkan
masyarakat
untuk
mematuhi peraturan yang memiliki dasar hukum.
Peraturan dibuat bukan untuk kepentingan pemerintah
melainkan untuk kepentingan masyarakat sendiri.
64
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
Hingga saat ini masih banyak hukum administratif yang
ada di Indonesia berasal dari masa penjajahan Belanda, dan
belum disesuaikan dengan kondisi saat ini. Sudah saatnya
peraturan yang demikian untuk dikaji dan dipilah, mana
yang masih relevan dan mana yang sudah kadaluwarsa.
Dengan pendekatan ‘principle based rules/regulations’,
maka hukum dan perundangan-undangan yang berlaku
akan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance dan
prinsip atau nilai-nilai luhur warisan bangsa Indonesia.
Akuntabilitas publik memiliki hubungan dengan tanggung
jawab profesi. Profesional yang bekerja di pemerintahan,
polisi, jaksa, hakim, dokter, pengacara, pekerja sosial,
akuntan publik, hakim, guru dan profesional lainnya,
mengetahui standar profesi dan kode etik profesinya
masing-masing. Jika para profesional gagal memenuhi
standar profesinya, atau jika mereka
melanggar kode etik profesinya,
Peraturan dibuat bukan untuk
mereka dikenakan sanksi pencabutan
kepentingan pemerintah
registrasi profesinya. Dimasa lalu
sering terjadi pelanggaran kode etik
melainkan untuk kepentingan
oleh para profesional. Kita sering kali
masyarakat sendiri.
kebobolan. Orang yang seharusnya
dicekal, malah sudah lari ke luar
negeri dengan alasan “sakit”. Hal ini
menunjukkan indikasi adanya kolusi antara jabatan yang
terkait kode etik profesi. Karena itu organisasi profesi
agar dengan tegas menegakkan sanksi profesi apabila
anggotanya terbukti melakukan pelanggaran. Demikian
pula seluruh entitas/lembaga Pemerintah yang terkait
pada penegakan hukum. Stranas PK dan Inpres tentang
percepatan pemberantasan korupsi hendaknya dijadikan
landasan untuk percepatan pemberantasan KKN secara
nyata.
Dalam pemahaman manajemen resiko, ada dua aspek
konsep resiko, yaitu pertama, sesuatu yang mungkin terjadi,
apakah akan ada tsunami lain atau kecelakaan pesawat
lagi? Kedua konsekuensi bila hal itu terjadi: apa yang akan
65
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
kita lakukan bila tsunami atau kecelakaan pesawat tersebut
terjadi?
Risk management adalah komponen dalam manajemen
dimana manajer di kementerian, lembaga, dan pemerintah
daerah dituntut memiliki kapasitas untuk mengatur
kegiatan yang tidak biasa atau yang tidak diinginkan, dan
bagaimana menghindari hal itu. Ini juga bagian dari good
governance. Intinya menyangkut identifikasi, menyiapkan,
menganalisa, menilai, memperlakukan dan memonitor
resiko. Harus diakui bahwa Indonesia masih lemah
dalam hal mengelola resiko. Manajemen
penanganan bencana alam masih sering
Jika ada diantara pejabat
mendapat kritik tajam. Harus ada komitmen
publik yang secara sengaja
untuk terus memperbaiki hal ini melalui
berbagai program perbaikan kualitas
atau tidak sengaja, terlibat
manajerial pejabat publik, baik dari sistem
dalam penyalahgunaan
maupun kapasitas SDM terkait.
wewenang atau bahkan terlibat
dalam korupsi, atau yang
melaksanakan tugas kurang
profesional, inilah saatnya
untuk menyadari kekeliruan,
dan saatnya berubah.
Bila sumber daya dan resiko sudah
dikelola dengan efektif, pejabat publik
seharusnya gembira saat kinerja mereka
di evaluasi. Karena mereka akan melihat
hasil kerja mereka yang membahagiakan
rakyat. Evaluasi memastikan bahwa entitas
layanan publik dapat melayani publik
sesuai tugasnya, bagaimana hasilnya dan
bagaimana mereka mencapainya.
Hal ini akan menjadi bukti akan pencapaian kinerja yang
baik dari setiap individu yang terlibat di pemerintahan
pusat maupun daerah. Evaluasi memberikan dasar bagi
perbaikan layanan yang diberikan secara terus menerus.
Dengan evaluasi ini, masyarakat dapat menilai dan
mengapresiasi pencapaian kinerja Pemerintah, baik di
pusat maupun di daerah, sehingga masyarakat dapat
66
Untuk Reformasi Birokrasi di Indonesia
menilai apakah entitas pemerintah sudah bertindak penuh
amanah (responsibility), akuntabel, transparan, adil dan
selalu mendukung kepentingan masyarakatnya?
Sistim penilaian kinerja yang saat ini diterapkan kantor
Kementerian PAN & RB menggunakan sistim akuntabilitas
kinerja entitas pemerintah (SAKIP), yang pada dasarnya
sudah menerapkan konsep-konsep akuntabilitas yang
baik. Hanya pelaksanaannya menjadi rumit karena
laporan akuntabilitas entitas pemerintah (LAKIP) yang
menjadi laporan akuntabilitas dari setiap entitas/lembaga
pemerintahan pusat dan daerah masih dibuat dalam
bentuk yang sulit untuk dianalisa. LAKIP yang sangat tebal
tersebut sering tidak dapat dievaluasi dengan baik karena
terbatas dan tebalnya laporan yang harus dievaluasi. Untuk
itu, LAKIP semestinya lebih ‘workable’, dengan parameterparameter yang cukup mampu mencerminkan kinerja
nyata yang manfaatnya dapat dirasakan masyarakat. LAKIP
seharusnya tidak terpisah dari laporan keuangan atau
laporan tahunan yang diberikan kepada Kementerian
Keuangan maupun Kementerian Dalam Negeri serta
BAPPENAS. Cukup satu laporan yang dibuat untuk
memenuhi kebutuhan pelaporan di Pemerintah Pusat.
Waktu, tenaga dan anggaran yang ada jangan dihabiskan
hanya untuk mengisi formulir yang dalam kenyataanya
tidak memperbaiki kualitas layanan publik.
Dengan pemahaman akuntabilitas yang lengkap, para
pejabat publik dan aparatur sipil negara, melaksanakan
pelayanan dengan baik dan benar sebagai bukti
pelaksanaan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Siapa
saja yang bertugas untuk melayani masyarakat, agar
melakukannya dengan penuh tanggung jawab, sesuai
prinsip akuntabilitas. Demikian juga halnya para
67
Menuju Manajemen Publik Kelas Dunia
para pejabat Negara, agar mewujudkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Ketika hal tersebut dilakukan
dengan baik dan benar, masyarakat akan mendukung.
Jika ada diantara pejabat publik yang secara sengaja
atau tidak sengaja, terlibat dalam penyalahgunaan
wewenang atau bahkan terlibat dalam korupsi, atau yang
melaksanakan tugas kurang profesional, inilah saatnya
untuk menyadari kekeliruan, dan saatnya berubah. Bagi
mereka yang terlibat penyalahgunaan wewenang dan
tidak mau berubah, hukum akan diterapkan dengan tegas.
Akhirnya kepada seluruh masyarakat agar memahami
haknya untuk dilayani oleh para pejabat publik,
memposisikan diri untuk dilayani oleh para pejabat publik,
serta ambil peran kerjasama atau ikut serta agar pelayanan
yang diberi makin sesuai dengan kebutuhannya.
68
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia
Jl. Kebon Sirih No. 14
Jakarta 10110
ISBN 978-602-18070-0-2
Download