Erosi, Kesuburan Tanah, dan Keberlanjutan

advertisement
Kategori : Column
Judu : Erosi, Kesuburan Tanah, dan Keberlanjutan
Tanggal Posting : 12 September 2012
opini
Senin, 25 Juni 2012
Erosi, Kesuburan Tanah, dan Keberlanjutan
Agus Pakpahan
Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian (2000-2003)
Untuk pertanian, tidak ada yang lebih penting daripada kesuburan tanah. Kesuburan
tanah menentukan tingkat produktivitas yang dicapai. Dengan demikian, asumsi hal lain
tetap, perbedaan kesuburan tanah menentukan perbedaan tingkat keuntungan yang
page 1 / 13
akan dicapai. Selain itu, kesuburan tanah menggambarkan kualitas lingkungan. Artinya,
lingkungan yang baik akan memberi kesuburan tanah yang baik pula. Lingkungan yang
sangat penting dampaknya adalah lingkungan sosial-ekonomi.
Perlu diingat bahwa kesuburan tanah ini sifatnya tidak statis. Kesuburan tanah bisa
menurun atau meningkat bergantung pada perlakuan manusia terhadapnya. Pada saat
lahan-lahan belum dipergunakan manusia sebagai faktor produksi, maka kesuburan
page 2 / 13
lahan relatif stabil secara alami. Tapi, pada saat tangan manusia sudah ikut campur
seperti dalam pertanian, maka lahan-lahan yang sebelumnya subur bisa berkurang atau
bahkan bisa menjadi lahan yang tanahnya sudah mati. Salah satu faktor penting yang
berbahaya bagi penurunan kesuburan tanah adalah erosi. Tulisan ini secara ringkas
memusatkan perhatian hanya pada aspek erosi dan dampaknya terhadap produktivitas
lahan pertanian dan kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai (DAS) tengah dan
hilir.
page 3 / 13
Secara kasatmata, kita bisa melihat bahwa tingkat erosi tanah di Indonesia sudah terjadi
secara berlebihan sebagaimana diperlihatkan oleh warna air sungai yang cokelat tua,
yang penuh dengan partikel tanah dan benda lainnya yang hanyut di sungai-sungai.
Magrath dan Arens (1989) mengestimasi kerugian akibat erosi tanah dan air dalam
bentuk penurunan produktivitas lahan-lahan pertanian di Jawa mencapai US$ 341-406
juta, sebagai akibat penurunan produktivitas berkisar 3,7- 4,4 persen per tahun. Adapun
jumlah tanah yang hilang (artinya terangkut ke hilir) per hektare di Jawa Barat rata-rata
page 4 / 13
144,4 ton per tahun, Jawa Tengah 133,3 ton per tahun, Yogyakarta 118,2 ton per tahun,
dan Jawa Timur 76 ton per tahun. Tingkat erosi tersebut sangat tinggi. Bandingkan
dengan data yang disampaikan Pimentel et. al. (1995) yang menyebutkan bahwa laju
erosi tanah di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, yang digolongkan tinggi, berkisar 30-40
ton/ha/tahun. Sedangkan laju erosi tanah di Amerika Serikat dan Eropa rata-rata 17
ton/ha/tahun.
page 5 / 13
Tingkat erosi yang menurunkan kesuburan serta menambah biaya tersebut juga
menimbulkan berbagai kerusakan di daerah aliran sungai bagian tengah dan hilir,
seperti pendangkalan dam atau waduk-waduk, saluran irigasi yang rusak, serta
meningkatnya polusi pada sistem DAS secara keseluruhan dan menimbulkan
kekeringan pada musim kemarau atau banjir pada musim hujan. Magrath dan Arens
(1989) menaksir dampak kerugian secara materiil yang terjadi di DAS tengah dan hilir ini
sebesar US$ 26-91 juta. Dengan nilai sekarang, akan jauh lebih tinggi lagi.
page 6 / 13
Contoh klasik yang juga perlu menjadi pemicu konservasi DAS hulu adalah catatan yang
disampaikan Lowdermilk (1949) dalam ”Conquest of the Land Through Seven Thousand
Years”, yaitu kejadian erosi di Siria telah meninggalkan sejarah “hundred dead cities”,
kota-kota mati yang tertimbun tanah sebagai dampak jangka panjang erosi tanah. Untuk
kota-kota di Indonesia, dengan tingkat erosi di atas, kemungkinan menimbun kota-kota
sangat mungkin terjadi dengan laju yang mungkin lebih cepat.
page 7 / 13
Kesadaran akan perlunya penanganan erosi atau kerusakan sumber daya lahan di atas
sudah lahir di Indonesia sejak lama. Pada 1960-an dipacu program reboisasi dan
penghijauan. Pohon-pohon pinus yang masih tertinggal di kawasan Puncak, Jawa Barat,
merupakan monumen dari langkah tersebut. Namun data menunjukkan bahwa
persoalan penurunan kesuburan tanah di DAS hulu dan kerusakan lingkungan di DAS
bagian tengah dan hilir masih berlanjut hingga sekarang dengan laju yang mungkin
makin meningkat. Satu di antara upaya penting dalam penanganan masalah di atas
page 8 / 13
dalam skala dunia adalah telah berlangsungnya “International Workshop on
Conservation Policies for Sustainable Hillslope Farming”, di Solo, pada 1991. Untuk
referensi, hasil workshop tersebut dapat dibaca dalam buku Conservation Policies for
Sustainable Hillslope Farming (S. Arsyad et. al., 1992), yang diterbitkan oleh Soil and
Water Conservation Society, Iowa, Amerika Serikat. Banyak hal yang dapat dipetik dari
hasil workshop tersebut.
page 9 / 13
Penulis berpendapat bahwa rendahnya tingkat erosi tanah dan air di Amerika dan Eropa
sebagaimana diungkapkan di atas merupakan dampak positif dari keberhasilan
industrialisasi yang mengurangi secara nyata tekanan penduduk terhadap lahan. Setiap
penurunan 1 persen nilai produk domestik bruto (PDB) pertanian Indonesia hanya diikuti
oleh penurunan tenaga kerja pertanian kurang dari 0,5 persen. Berbeda dengan di
negara-negara yang industrialisasinya berhasil, yaitu penurunan tenaga kerja pertanian
per tahun bisa lebih dari 2 persen dalam periode abad ke-20. Dengan demikian, lahan
petani bertambah luas, sehingga kapasitas menerapkan praktek-praktek konservasi
page 10 / 13
tanah dan air menjadi makin memungkinkan untuk diterapkan. Dengan kontribusi 70
persen penduduk yang digolongkan miskin oleh BPS di Indonesia ini berada di sektor
pertanian, maka sangatlah menjadi alasan kuat bagaimana mengentaskan warga dari
kemiskinan di DAS hulu yang sekaligus juga sebagai instrumen untuk menekan erosi di
kawasan ini dan memulihkan kerusakan lingkungan DAS tengah dan hilirnya.
Indonesia, dengan sistem geografis kepulauan sehingga membentuk sebuah benua
page 11 / 13
maritim, memerlukan tingkat konservasi tanah dan air yang dipraktekkan di DAS hulu
dan tengah yang sangat tinggi. Selain akibat curah hujan yang tinggi, secara intrinsik
gradien ekologi sebagai habitat manusia sangat sempit. Karena itu, apabila kehidupan di
kepulauan Nusantara ini ingin berkelanjutan dan abadi sepanjang masa, selain
industrialisasi harus berhasil untuk menciptakan kehidupan baru bagi generasi yang
akan datang agar tidak terkondisikan menjadi “perusak” kesuburan lahan di DAS hulu
dan tengah, diperlukan pendayagunaan sumber daya kelautan sebagai prioritas
kehidupan Indonesia mendatang. Industrialisasi dan konservasi bagi Indonesia harus
page 12 / 13
menjadi rancang bangun pembangunan nasional yang merupakan dua sisi dari satu
mata uang yang sama.
Sumber : KORAN TEMPO, 25 Juni 2012
page 13 / 13
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Download