BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 14 KETERLIBATAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL (BAGIAN 2) G. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)1 1. Sejarah WTO World Trade Organization (selanjutnya akan disebut WTO) adalah suatu organisasi perdagangan antar bangsa-bangsa dengan kekuasaan regulasi, judicial, review dan pengayoman yang didirikan berdasarkan Uruguay Round dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), dengan maksud untuk mencapai suatu perdagangan dunia yang lebih tertib, lancar, bebas, liberal, transparan dan prediktif dengan sengketa yang dapat diselesaikan secara adil.2 Sejarah WTO sebenarnya dimulai dari GATT, yang mana GATT sering mengadakan putaran-putaran perundingan yang membahas perdagangan dunia. Pada saat Putaran Kedelapan (the Uruguay Round) yang dilakukan di Punta del Este, Uruguay disepakati untuk membentuk organisasi perdagangan dunia yang disebut dengan WTO tersebut. Putaran Uruguay yang semula dimaksudkan untuk jangka waktu 4 tahun, ternyata menghabiskan waktu tidak kurang dari 7 tahun, yakni yang berakhir pada tanggal 15 Desember 1993 kemudian ditandatangani oleh 125 negara anggotanya pada tanggal 15 Desember 1994 di Marrakesh, Marocco.3 Paket agreement yang dihasilkan oleh Putaran Uruguay ini terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu sebagai berikut:4 1. The Final Act, yang terdiri dari dokumen dengan jumlah halaman lebih kurang 500 (lima ratus) halaman yang meresmikan berdirinya World Trade Organization (WTO) dan mengamendir aturan-aturan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang sudah ada, dan, 2. Annexed to the Final Act, yang terdiri tidak kurang dari 22.500 (dua puluh dua ribu lima ratus) halaman, yang merupakan individual national schedule terhadap akses pasar yang berkenaan dengan barang, jasa dan pertanian. WTO yang mulai efektif beroperasi tanggal 1 Januari 1995 bermarkas di Geneva, Swiss. Kesekretariatan WTO diketuai oleh seorang Direktur Jenderal. Kekuasaan tertinggi 1 2 3 4 Alamat situs resminya http://www.wto.org/ Munir Fuady, 2004, Hukum Dagang Internasional (Aspek Hukum Dari WTO), Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 29. Ibid., hlm. 23. Ibid., hlm. 24. dari WTO terdapat pada Ministerial Conference yang membawahi badan-badan sebagi berikut:5 1. General Council. 2. Dispute Settlement Body and Appellate Body, Dispute Settlement Panels. 3. Trade Policy Review Body. 4. Trade Negotiations Committee. Badan-badan di atas masih membawahi lagi banyak badan-badan yang menjadi organ subsidernya.6 Salah satu kelebihan WTO adalah memiliki badan penyelesai sengketa (Dispute Settlement Body) yang akan mengadili sengketa di antara para anggotanya dan memberikan sanksi bagi negara anggotanya yang tidak mengindahkan putusannya. Di samping itu, salah satu kekhasan WTO adalah pengambilan putusannya yang dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat (konsensus) dengan segala kelebihan dan kekurangannya.7 Indonesia sebagai salah satu negara yang ada di dunia telah meratifikasi pendirian WTO melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57). Ratifikasi tersebut menandakan bahwa Indonesia menyetujui pembentukan WTO dan menggabungkan diri, sehingga terikat dengan aturan-aturan perdagangan WTO. 2.Tujuan WTO Adapun tujuan dan manfaat WTO antara lain sebagai berikut:8 a. WTO menjaga Perdamaian Salah satu penyebab yang memicu Perang Dunia Ke-2 adalah masalah praktek perdagangan dari negara-negara yang saling memproteksi produknya dan hanya memperhatikan kepentingannya sendiri serta membangun rintangan-rintangan dagang (trade barriers) yang memperparah depresi ekonomi (great depresion). WTO secara konsekuen berusaha untuk menghilangkan trade barriers, menghilangkan proteksi dan meminimalisir besarnya tariff. Hal ini dapat menstimulasi timbulnya terus terciptanya perdamaian di antara negara-negara yang saling berinteraksi dalam bidang perdagangan. 5 6 7 8 Ibid., hlm 42-43. Lihat Ibid., hlm. 42-50 atau untuk informasi struktur organisasi WTO dapat dilihat pada situs http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org2_e.htm Ibid., hlm. 27. Disarikan dari Ibid., hlm. 32-40. b. WTO menyelesaikan sengketa secara baik Sebagaimana diketahui WTO mempunyai suatu badan penyelesai sengketa (Dispute Settlement Body) dengan dilengkapi aturan yang cukup kompetitif. c. WTO mendasari aksinya kepada aturan main yang jelas WTO tidak berdasarkan kekuasaan (power) tetapi berdasarkan peraturan. Agreement- agreement WTO berlaku untuk semua anggota, baik negara besar atau kecil. d. WTO memangkas biaya-biaya hidup Salah satu sasaran WTO adalah mendorong perdagangan bebas anatara lain dengan jalan menghapuskan proteksi perdagangan, karena proteksi perdagangan memerlukan biaya yang mahal, dengan dihapuskannya proteksi, biaya atau harga barang menjadi semakin murah. e. WTO melindungi konsumen Dengan dilaksanakannya prinsip perdagangan bebas, membuat negara-negara bersaing untuk meningkatkan kualitas produknya agar mampu bersaing. Hal ini membuat konsumen akan mempunyai banyak pilihan dan harga akan semakin kompetitif serta mutu barang menjadi semakin baik. f. WTO menaikkan pendapatan Banyak angka statistik menunjukkan bahwa income negara atau individu semakin tinggi setelah dibukanya perdagangan bebas. g. WTO merangsang pertumbuhan ekonomi Sering dikatakan bahwa perdagangan bebas dapat merangsang pertumbuhan ekonomi yang berarti juga memperluas lapangan pekerjaan. Akan tetapi, dalam hal ini jika negara yang bersangkutan tidak dapat menyesuaikan diri akan terjadi hal sebaliknya. Misalnya pekerjaan dalam negeri akan banyak hilang karena masuknya barang impor atau industri padat teknologi yang mematikan industri dalam negeri. h. WTO memangkas biaya perdagangan WTO memperlakukan beberapa prinsip perdaganngan seperti nondiskriminasi, transparansi, menigkatkan kepastian, penyederhanaan dan standarisasi prosedur pabean, menghilangkan red tape, data base informasi yang tersentralistik, fasilitas perdagangan dll. Pemberlakuan prinsip tersebut akan banyak memangkas biaya-biaya perdagangan yang tidak diperlukan, sehingga membuat sistem perdagangan menjadi semakin efisisen. i. WTO menghindari kepentingan sempit dari kelompok tertentu Bisa jadi ada kepentingan sempit dari kelompok tertentu yang menginginkan agar dilakukannya pembatasan impor atau hambatan dagang lainnya. Bila hal tersebut dilakukan akan dihukum bersalah oleh WTO, dengan begitu negara-negara anggota WTO terhindar dari kepentingan-kepentingan sempit seperti itu. j. WTO mendorong terciptanya pemerintahan yang baik Banyak ketentuan dalam WTO yang mendorong secara langsung atau tidak langsung bagi terciptanya suatu pemerintahan yang baik. Contohnya WTO menganjurkan adanya transparansi bagi pengaturan perdagangan di setiap negara anggota dan pemberlakuan hak yang sama antara masing-masing negara anggota atau mempersamakan kedudukan produsen dalam negeri dengan luar negeri. Prinsip-prinsip seperti itu akan memotong jalur korupsi sekiranya ada di kalangan pengambil kebijaksanaan dari suatu negara. Di samping manfaat WTO sebagaimana tersebut di atas, ada beberapa kebijaksanaan WTO yang mensuport daya guna dan manfaat dari WTO. Kebijaksanaankebijaksanaan tersebut adalah sebagai berikut: a) membantu melakukan promosi ekspor; b) mendukung perkembangan ekonomi yang sedang berkembang atau ekonomi dalam masa transisi; c) bekerjasama dalam pembuatan kebijaksanaan ekonomi global; d) memberikan akses informasi kepada publik e) notifikasi rutin jika ada anggota yang melakukan trade measure yang baru atau mengubah yang lama. 3. Prinsip-prinsip Dasar WTO Dalam menjalankan tugasnya untuk mendorong terciptanya free trade yang tertib dan adil, WTO memerlakukan beberapa prinsip, yang terpenting ada 4 prinsip utama, yaitu:9 a. Prinsip Most Favoured Nations Prinsip ini maksudnya adalah bahwa suatu perdagangan mestilah dijalankan berdasarkan asas nondiskriminasi, yakni tidak membeda-bedakan antara satu anggota GATT/WTO dan anggota lainnya. b. Prinsip Tariff Binding Setiap negara anggota WTO terikat dengan berapapun besarnya tariff yang telah disepakati. Yang dimaksud dengan tariff tidak lain dari suatu pajak yang ditarik oleh pemerintah atas barang-barang impor, yang menyebabkan menjadi semakin tingginya harga barang tersebut di pasar domestik. Tariff impor mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut: 1) Tariff sebagai pajak. 2) Tariff untuk melindungi produk domestik. 9 Disarikan dari Ibid., hlm. 69-81. 3) Tariff untuk membalas negara pengekspor yang yang memproteksi produk yang diekspor tersebut. 4) Tariff sebagai redistribusi yang terselubung. c. Prinsip National Treatment Prinsip perlakuan yang sama terhadap pelaku bisnis domestik dan non domestik. d. Prinsip Non-Tariff Barriers Prinsip non-tariff barriers atau non-tariff measures adalah tindakan dari negara-negara tertentu anggota WTO yang dengan maksud melindungi industri dalam negerinya, melakukan perlindungan-perlindungan tertentu yang dilakukan tidak dengan cara yang bersifat tariff measures. Hal ini tidaklah dapat dibenarkan, jika harus memberikan perlindungan haruslah dengan perlindungan tariff. 4. Indonesia di WTO10 Keterlibatan dan posisi Indonesia dalam proses perundingan Doha Development Agenda (DDA) didasarkan pada kepentingan nasional dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Dalam kaitan ini, untuk memperkuat posisi runding, Indonesia bergabung dengan koalisi Negara berkembang seperti G-33, G-20, NAMA-11, yang kurang lebih memiliki kepentingan yang sama. Indonesia terlibat aktif dalam kelompok-kelompok tersebut dalam merumuskan posisi bersama yang mengedepankan pencapaian development objectives dari DDA. Indonesia selaku coordinator G-33 juga terus melaksanakan komitmen dan peran kepemimpinannya dengan mengadakan serangkaian pertemuan tingkat pejabat teknis dan Duta Besar/Head of Delegations, Senior Official Meeting dan Pertemuan Tingkat Menteri, baik secara rutin di Jenewa maupun di luar Jenewa, demi tercapainya kesepakatan yang memberikan ruang bagi Negara berkembang untuk melindungi petani kecil dan miskin. Sebagai koalisi Negara berkembang, G-33 tumbuh menjadi kelompok yang memiliki pengaruh besar dalam perundingan pertanian dan anggotanya saat ini bertambah menjadi 46 negara. H. ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI)11 Organisasi Konperensi Islam (OKI) dibentuk setelah para pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konperensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22-25 September 1969, dan 10 Dicuplik dari http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=13&P=Multilateral&l=id, yang diunduh pada hari Kamis 15 Desember 2011 Jam 23.12 Wita. 11 Materi tentang OKI dicuplik dari situs http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=4&P=Multilateral&l=id yang diunduh pada hari Kamis 15 Desember 2011 Jam 21.12 Wita. Website resmi OKI adalah http://www.oicoci.org/ menyepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB dan hak azasi manusia. Pembentukan OKI semula didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai masalah yang diahadapi umat Islam, khususnya setelah unsur Zionis membakar bagian dari Masjid suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969. Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengkoordinasikan kerjasama antara negara anggota, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi tempattempat suci Islam dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. OKI saat ini beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk mayoritas Muslim di kawasan Asia dan Afrika. Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerjasama di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim di seluruh dunia. Untuk menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota OKI memandang revitalisasi OKI sebagai permasalahan yang mendesak. Semangat dan dukungan terhadap perlunya revitalisasi OKI dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa struktur dan kinerja organisasi OKI dinilai belum efisien dan efektif. Dalam kaitan ini, telah diadakan rangkaian pertemuan yang berhasil mengkaji dan melakukan finalisasi TOR restrukturisasi OKI yang disiapkan oleh Malaysia. Pada pertemuan tingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan (KTT) ke-10 di Putrajaya, Malaysia, 11-17 Oktober 2003, OKI sepakat untuk memulai upaya kongkrit dalam merestrukturisasi Sekretariat OKI terutama pada empat aspek: perampingan struktur, metodologi, peningkatan kemampuan keuangan dan sumber daya manusia. KTT Luar Biasa OKI ke-3 di Mekkah, Arab Saudi pada 7-8 Desember 2005 telah mengakomodir keinginan tersebut dan dituangkan dalam bentuk Macca Declaration dan OIC 10-years Program of Actions yang meliputi restrukturisasi dan reformasi OKI, termasuk perumusan Statuta OKI baru yang diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2015. OIC 10-years Program of Actions merupakan awal perubahan OKI yang tidak hanya menfokuskan pada masalah politik tetapi juga ekonomi perdagangan. Program Aksi 10 tahun OKI mencakup isu-isu politik dan intelektual, isu-isu pembangunan, sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat menjawab kesenjangan kesejahteraan umat. Di bidang politik dan intelektual, dalam 10 tahun OKI diharapkan mampu menangani berbagai isu seperti upaya membangun nilai-nilai moderasi dan toleransi; membasmi ekstrimisme, kekerasan dan terorisme; menentang Islamophobia; meningkatkan solidaritas dan kerjasama antar negara anggota, conflict prevention, penanganan masalah Filipina, hak-hak kelompok minoritas dan komunitas muslim, dan masalah-masalah yang dialami Afrika. KTT OKI ke-11 berlangsung antara tanggal 13-14 Maret dan bertemakan “The Islamic Ummah in the 21st Century” menghasilkan dokumen utama, yaitu: Piagam OKI, Final Communiqué dan sejumlah resolusi. Final Communiqué mengangkat isu antara lain mengenai politik, keamanan, Palestina, minoritas muslim seperti Kosovo, terorisme, ekonomi, sosial budaya, hukum, iptek dan sosial budaya. Sedangkan resolusi terkait yang berhubungan dengan keamanan global/regional antara lain: Resolutions on the Cause of Palestine, the City of Al-Quds Al Sharif, and the Arab-Israel Conflict, Resolutions on Political Affairs, Resolutions on Muslim Communities and Minorities in Non-OIC Member States. Piagam Baru tersebut pada intinya merupakan penegasan bagi OKI untuk mengeksplorasi bentuk kerjasama yang lain dan tidak hanya terbatas pada kerjasama politik saja. Dalam kesempatan menghadiri KTT OKI ke-14, 13-14 Maret 2008, Presiden RI dalam pidatonya menyampaikan antara lain (a) dukungan terhadap OIC’s Ten-Year Plan of Action yang merupakan cerminan pragmatisme OKI dalam menghadapi tantangan dan permasalahan umat (b) konflik Palestina-Israel merupakan penyebab utama krisis di Timur Tengah dan juga merupakan tantangan serius perdamaian dan keamanan internasional. Terkait dengan hal ini, Presiden Indonesia menyambut baik hasil Konferensi Annapolis pada bulan Desember 2007, terutama mengingat adanya joint understanding untuk mendirikan negara Palestina pada akhir tahun 2008 (c) potensi kapasitas negara-negara anggota OKI dapat diberdayakan dalam memainkan perannya dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan global, pemberantasan kemiskinan dan percepatan pembangunan (d) Islam, demokrasi, dan modernitas maupun HAM adalah compatible (e) Islam adalah agama perdamaian dan toleran. Upaya interfaith dan inter-civilization dialogue perlu didukung dalam mengurangi persepsi yang salah dan ketakutan terhadap Islam (Islamophobia) di kalangan Barat (f) pembangunan umat Islam harus memperhatikan aspek lingkungan. Dapat disampaikan bahwa wakil Asia, Afrika, dan Arab juga memiliki pandangan yang kurang lebih sama. Selanjutnya, dalam KTM ke-35 OKI dengan tema Prosperity and Development di Kampala, Uganda, tanggal 18-20 Juni 2008, telah dilakukan penandatanganan Piagam Baru OKI oleh para Menteri Luar Negeri, termasuk Menteri Luar Negeri RI. Indonesia sangat mendukung proses revitalisasi OKI dan menginginkan agar OKI dapat semakin efektif dalam menanggapi berbagai perubahan dan tantangan global sesuai dengan tujuan pembentukannya. Sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam OKI dengan tujuan akhir untuk mendorong proses good governance di dunia Islam untuk menjadikan OKI sebagai organisasi yang kredibel, kompeten, dan diakui perannya di dunia internasional. Pertemuan ke-36 Dewan Menteri Luar Negeri OKI (PTM ke-36 OKI) yang dilaksanakan di Damaskus, tanggal 23-25 Mei 2009 membahas isu-isu kerjasama yang menjadi perhatian bersama seperti politik; komunitas muslim di negara bukan anggota OKI; kemanusiaan (humanitarian affairs); hukum; masalah-masalah umum dan keorganisasian; informasi; ekonomi; ilmu pengetahuan dan teknologi; da’wah; sosial budaya; dan administrasi serta keuangan. Dalam kesempatan tersebut Menlu RI menyampaikan pokokpokok pidato antara lain mengenai perlunya diintensifkan pelaksanaan reformasi OKI, khususnya di bidang demokrasi, good governance, dan HAM termasuk hak-hak wanita, sesuai dengan mandat Program Aksi 10 Tahun OKI (TYPOA) dan Piagam Baru OKI, disamping isu Palestina, kerjasama perdagangan dan pelibatan sektor swasta di antara negara anggota, serta,sebagai Ketua PCSP-OIC, melaporkan perkembangan proses perdamaian di Filipina Selatan terkait dengan pelaksanaan pertemuan Tripartite antara Pemerintah Filipina-MNLF-OKI yang merundingkan implementasi sepenuhnya Perjanjian Damai 1996; Peran Pemerintah RI yang menonjol lainnya dalam OKI adalah dalam rangka memfasilitasi upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan Moro National Liberation Front (MNLF) dengan mengacu kepada Final Peace Agreement/Perjanjian Damai 1996. Peran Indonesia saat ini adalah sebagai Ketua Organization Islamic Conference Peace Committee for the Southern Philippines (PCSP-OIC). Adapun hasil penting terakhir adalah diadakannya Pertemuan JWGs ke-2 antara GRP dan MNLF difasilitasi PCSP-OIC pada tgl. 19-28 Agustus 2008, bertempat di KBRI-Manila. Sebagai tindaklanjutnya, Pertemuan Tripartite ke-3 antara GRP, MNLF dan PCSP-OIC direncanakan diselenggarakan pada bulan Januari ataupun Februari 2009. Dengan pelaksanaan proses-proses sebagaimana dimaksud, diharapkan akan membantu tercapainya proses pencapaian penyelesaian konflik secara damai di kawasan Filipina Selatan dan memberikan situasi aman dan bebas dari konflik di kawasan dimaksud. Indonesia selaku Ketua Peace Committee for the Southern Philippines (OIC-PCSP) 2009-2011 berkunjung ke Manila pada tanggal 3-6 November 2009 guna mengadakan serangkaian konsultasi informal dengan para pihak yang terkait dalam proses Tripartite Meeting untuk Filipina Selatan. Kunjungan tersebut diperlukan untuk mendorong agar proses yang diamanatkan di dalam Communiqué 3rd Session of the Tripartite Meeting between the GRP, MNLF and OIC-PCSP di Manila pada 11-13 Maret 2009, termasuk proses Legal Panel antara Government of the Republic of the Philippines (GRP) dengan Moro National Liberation Front (MNLF) yang sedang macet, dapat berjalan kembali. Selaku Ketua PCSP, Indonesia mengadakan tukar pandangan dengan wakil-wakil negara anggota OIC-PCPS yang memiliki perwakilan di Manila dalam upaya kolektif untuk mendorong kembali kelanjutan proses perdamaian GRP-MNLF. Juga dilakukan pertemuan secara terpisah dengan MNLF –baik faksi Nur Misuari maupun faksi Muslimin Sema, serta dengan GRP, yaitu dengan Under-Secretary Office of the Presidential Adviser on the Peace Process (OPAPP) Nabil Tan; Under-Secretary Kemlu Rafael Seguis; dan Ketua OPAPP yang baru Secretary Annabelle Tescon Abaya. Pada Akhir pertemuan konsultasi informal tersebut dicapai kesediaan kedua pihak untuk bertemu kembali di dalam Legal Panel merupakan suatu peluang yang perlu dimanfaatkan (to be seized) bagi kelanjutan proses Tripartite. Pada tanggal 17 Desember 2009, Indonesia telah menfasilitasi Pertemuan Pendahuluan Legal Panel GRP-MNLF di KBRI Manila, yang dihadiri pula oleh para wakil negara-negara OIC-PCSP. Pertemuan diadakan untuk membahas agenda, tanggal dan tempat Pertemuan Legal Panel mendatang. Pertemuan telah menghasilkan joint statement yang intinya menyatakan bahwa Pertemuan Legal Panel berikutnya akan dilangsungkan tanggal 11-15 Januari 2010. Sedangkan mengenai tempat Pertemuan yang diusulkan di Tripoli, Libya, masih menunggu konfirmasi dari Libya. Lebih lanjut, dalam berbagai forum internasional, termasuk OKI, Indonesia telah memberikan dukungan bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Realisasi dari dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan diplomatik, yaitu pengakuan terhadap keputusan Dewan Nasional Palestina (Palestinian National Council) untuk memproklamirkan Negara Palestina pada tanggal 15 Nopember 1988. Dukungan kemudian dilanjutkan dengan pembukaan hubungan diplomatik antara Pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19 Oktober 1989. Di samping itu, Indonesia adalah anggota “Committee on Al Quds (Yerusalem)” yang dibentuk pada tahun 1975. Selain itu, Isu terorisme juga telah menjadi perhatian utama OKI. Komitmen OKI untuk mengatasi masalah terorisme terlihat antara lain pada The Extraordinary Session of the Islamic Conference of Foreign Ministers on Terrorism di Kuala Lumpur, Malaysia, 1-3 April 2002 yang menghasilkan Kuala Lumpur Declaration on International Terrorism. Deklarasi tersebut pada intinya menekankan posisi negara-negara anggota OKI dalam upaya untuk memerangi terorisme dan upaya-upaya untuk mengkaitkan Islam dengan terorisme. Terorisme merupakan salah satu isu di mana OKI memiliki sikap bersama pada pembahasan di forum SMU PBB. Hal ini terkait dengan implementasi UN Global Counter-Terrorism Strategy dan penyelesaian draft konvensi komprehensif anti terorisme internasional di mana menyisakan outstanding issue pada definisi terorisme. Inti posisi OKI menekankan perlunya dibedakan antara kejahatan terorisme dengan hak sah perlawanan rakyat Palestina untuk merdeka. Dalam kaitan ini maka penyelesaian politik konflik Palestina secara adil akan memberikan sumbangan bagi pemberantasan the root causes of terrorism. Pertemuan ke-37 Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Konferensi Islam (KTM ke37 OKI) telah dilaksanakan di Dushanbe, Tajikistan, tgl 18-20 Mei 2010. Pertemuan merupakan KTM OKI pertama yang diadakan di Asia Tengah, dengan tema “Shared Vision of a More Secure and Prosperous Islamic World”. Pertemuan KTM yang pertama kali diadakan di Asia Tengah ini merupakan momentum khusus bagi kawasan tersebut, dalam rangka meningkatkan kerjasamanya dengan negara-negara anggota OKI lain, dan diharapkan dapat menjadi bagian dari upaya OKI dalam menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Dalam pertemuan tersebut, Menlu RI menekankan kembali mengenai proses reformasi OKI yang tengah berjalan saat ini dan keperluan untuk negara-negara anggota OKI mendukung proses tersebut antara lain melalui implementasi Charter OKI dan Program Aksi 10 Tahun (TYPOA). Disampaikan pula bahwa Pemerintah RI mendukung upaya OKI bagi realisasi pembentukan Komisi HAM OKI dan terhadap statuta Organisasi Pembangunan Perempuan OKI yang telah disahkan. Ke depan, pembentukan kedua badan dimaksud akan semakin memperjelas posisi OKI dalam mempromosikan dan mengembangkan HAM dan isu perempuan di dunia internasional. Pemerintah RI juga menyatakan sikapnya atas upaya terciptanya dunia yang bebas dari senjata nuklir berdasarkan 3 pilar utama yaitu: nuclear disarmament, non proliferasi nuklir dan penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Untuk itu, Pemerintah RI menyambut baik tercapainya kesepakatan antara Iran, Turki dan Brazil dalam hal pengaturan penggunaan enerji nuklir. Hal ini diharapkan akan membantu penyelesaian isu nuklir Iran. Di samping itu, pada kesempatan yang sama Pemerintah RI juga menyatakan dukungannya atas berdirinya negara Palestina yang merdeka dan ajakan kepada komunitas internasional untuk secara bersama memberikan bantuan yang diperlukan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat Palestina. Indonesia telah memberikan prioritas pada pengembangan capacity building bagi rakyat palestina pembangunan sosial, pemerintahan, ekonomi, infrastruktur dan keuangan untuk periode 2008-2013. Berkenaan dengan isu Islamophobia, Pemerintah RI menekankan mengenai perlunya untuk mengajak pihak Barat dalam proses penciptaan proses dialogis lintas agama dan kebudayaan yang konstruktif guna memperkecil timbulnya pemahaman yang keliru atas Islam, di samping memperkenalkan Islam sebagai agama yang mengedepankan toleransi dalam menjawab tantangan global saat ini. Di dalam pembahasan resolusi tentang OIC Strategy Paper on Combating Defamation of Religion, Pemerintah RI menekankan kembali perlunya untuk menjaga kesatuan sikap dan posisi Kelompok OKI terhadap isu-isu yang bersifat prinsipil dan juga menghimbau kiranya Kelompok OKI dapat lebih menunjukkan fleksibilitas melalui engagement yang lebih bersifat konstruktif kepada pihak dan kelompok lain. KTM OKI ke-37 telah mengesahkan apa yang disebut Deklarasi Dushanbe. Deklarasi tersebut menggaris-bawahi mengenai beberapa isu seperti Perdamaian di Timur Tengah; Afghanistan; pengutukan agresi Armenia terhadap Azerbaijan; menyambut baik kesepakatan pertukaran bahan bakar nuklir oleh Iran, Turki dan Brazil; terorisme; perlucutan senjata nuklir dan senjata pemusnah massal; pengembangan SDM dan pendidikan; mendorong kelancaran barang, jasa diantara Negara OKI; dialog antar peradaban dan Islamophibia. Di sela-sela pelaksanaan KTM, selaku Ketua Komite Perdamaian OKI untuk Filipina Selatan (OIC-PCSP – Peace Committee for the Southern Philippines), Indonesia mengadakan pertemuan Komite pada tanggal 20 Mei 2010. Pertemuan dipimpin oleh Dirjen Multilateral Kemlu selaku Ketua PCSP dan dihadiri oleh anggota Komite, yaitu Arab Saudi, Brunei Darussalam, Libya, Malaysia, Mesir, Tajikistan, Turki, Senegal, serta Utusan Khusus Sekretaris Jenderal OKI untuk Filipina Selatan, Dubes Sayyed El-Masry. Bangladesh tidak hadir dalam pertemuan tersebut. Dalam kesempatan tersebut, selaku Ketua Komite, Indonesia menyampaikan laporan perkembangan implementasi dari Perjanjian Damai 1996, khususnya pasca Pertemuan Tripartite (GRP - OKI - MNLF) Maret 2009 hingga pertemuan di Tripoli, Libya, 20 Mei 2010. H. WORLD TOURISM ORGANIZATION (WTO (TOURISM))12 1. Latar Belakang Asal mula WTO adalah International Union of Official Tourist Publicity Organization, yang berdiri pada tahun 1925 dengan markas besar di Den Haag, Belanda. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, nama organisasi diubah menjadi Internation Union for Official Tourism Organization (IUOTO), sementara markas besarnya dipindahkan ke Jenewa, Swiss. IUOTO sendiri adalah sebuah organisasi non pemerintah, yang menghimpun badan-badan kepariwisataan negara-negara. Baru pada tahun 1967, IUOTO mengeluarkan rekomendasi 12 Keseluruhan materi pada bagian ini dicuplik dari http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=2&P=Multilateral&l=id, yang diunduh pada hari Kamis 15 Desember 2011 Jam 20.25 Wita. untuk mengubah dirinya menjadi suatu organisasi antar pemerintah. Menindaklanjuti rekomendasi ini, WTO didirikan pada tahun 1974, dengan markas besar terletak di Madrid, Spanyol. Dalam sidang Executive Council WTO di Jordania, bulan Juni 2002 lalu, dicapai kesepakatan untuk menjadikan WTO sebagai specialized agencies (badan khusus) PBB. menjadi anggota WTO sejak tahun 1970. 2. Tujuan Tujuan pokok WTO adalah untuk meningkatkan dan membangun pariwisata sebagai kontributor bagi pembangunan ekonomi, saling pengertian internasional, perdamaian, kemakmuran universal, HAM dan kebebasan dasar untuk semua tanpa memandang perbedaan ras, kelamin, bahasa dan agama. Dalam mendukung tujuan pokok ini, organisasi memberikan perhatian atas pembangunan negara-negara dalam bidang pariwisata. WTO telah membantu para anggotanya dalam industri pariwisata dunia, di mana diyakini pentingnya sektor tersebut untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, menyediakan insentif untuk melindungi lingkungan dan warisan sejarah serta mempromosikan perdamaian dan saling pengertian di antara negara-negara. 3. Peranan dan Kepentingan Indonesia Saat ini WTO sedang mempromosikan ekoturisme, sebagai salah satu obyek penarik turis sekaligus sebagai program pelestarian alam. Rangkaian kegiatan yang dilakukan termasuk seminar, lokakarya, publikasi dll. Mengingat memiliki banyak lokasi wisata alam, ekoturisme dapat menjadi salah satu bidang kerjasama antara dengan WTO. WTO pun memfokuskan diri pada pemanfaatan situs-situs budaya untuk mendukung pariwisata. Untuk itu WTO melakukan serangkaian kegiatan seperti penelitian di situs-situs budaya, seminar dan publikasi untuk mempromosikan situs budaya serta penelitian lapangan untuk membantu pemerintah setempat memanfaatkan situs budayanya. Mengingat pariwisata merupakan salah satu andalan untuk mendatangkan devisa, kerjasama di forum internasional dan regional seperti WTO dan PATA sangat penting, terutama untuk menjalin kerjasama pelatihan, penanaman modal dan tukar menukar pengalaman. beranggotakan Khusus untuk WTO, badan-badan organisasi pariwisata ini memiliki Business non-pemerintah. Departemen Council Luar yang Negeri menyambut baik dukungan Executive Council WTO agar Masyarakat Pariwisata menjadi anggota WTO Business Council, mengingat pariwisata adalah bisnis yang sangat kompleks sehingga peran serta swasta dan masyarakat sangat vital untuk keberhasilannya. Selain itu, dalam Sidang Dewan Eksekutif ke-70 di Madrid bulan Juni 2003, wakil Indonesia yaitu Prof. Dr. Emil Salim dikukuhkan sebagai anggota World Committee on Tourism Ethics tahun 20032005. Focal point untuk kegiatan WTO adalah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Yang layak untuk dikaji dan ditindaklanjuti oleh adalah program ekoturisme yang dikembangkan WTO. Program ini sejalan dengan ide sustainable development di mana obyek wisata alam harus dijaga sedapat mungkin kelestariannya, terutama mengingat keberadaannya untuk memelihara keseimbangan alam. Selain itu, pun dapat menjalin kerjasama program wisata budaya, melengkapi kerjasama yang sudah terjalin dengan UNESCO, untuk menjaga kelestarian situs-situs budaya kita. I. COLOMBO PLAN13 Colombo Plan didirikan tahun 1951, pada awalnya bernama “Colombo Plan for Cooperative Economic Development in South and Southeast Asia”. Kini Colombo Plan, yang semula beranggotakan 7 negara anggota Persemakmuran, telah berkembang menjadi suatu organisasi internasional dengan 25 negara anggota terdiri dari negara berkembang dan negara maju yaitu, Afghanistan, Australia, Bangladesh, Bhutan, Fiji, India, Indonesia, Iran, Jepang, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Maladewa, Mongolia, Myanmar, Nepal, Selandia Baru, Pakistan, Papua New Guinea, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Amerika Serikat dan Vietnam. Seiring dengan perkembangan tersebut, nama Colombo Plan juga berubah menjadi “The Colombo Plan for Cooperative Economic and Social Development in Asia and Pacific” untuk mencerminkan komposisi geografis keanggotaan dan ruang lingkup aktifitasnya yang semakin luas. Pada saat ini fokus kegiatan Colombo Plan adalah pembangunan sumber daya manusia di kawasan Asia dan Pasifik. Indonesia menjadi anggota Colombo Plan tahun 1953. Tujuan utama Colombo Plan adalah mendukung pembangunan ekonomi dan sosial negara anggota, memajukan kerjasama teknik serta membantu alih teknologi antar negara anggota, memfasilitasi transfer dan berbagi pengalaman pembangunan antar negara anggota sekawasan dengan penekanan pada konsep kerjasama Selatan-Selatan. Struktur Organisasi Colombo Plan terdiri dari Consultative Committee yang merupakan badan utama dan bertemu sekali dalam dua tahun, Colombo Plan Council merupakan bandan pelaksana keputusan Consultative Committee, dan Colombo Plan Secretariat. Biaya administrasi Sekretariat Colombo Plan dan Dewan Colombo Plan ditanggung secara rata oleh semua negara anggota melalui kontribusi tahunan. Sementara biaya pelatihan dan pendidikan didanai secara sukarela oleh negara donor baik anggota maupun non-anggota Colombo Plan. 13 Keseluruhan materi pada bagian ini dicuplik dari http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=10&P=Multilateral&l=id, yang diunduh pada hari Kamis 15 Desember 2011 Jam 21.25 Wita. Sekretariat CP memiliki lima program yaitu: 1. Programme for Public Administration (PPA) Program ini bertujuan untuk pembangunan human capital sektor publik di negara anggota melalui program pelatihan dan Lokakarya. 2. Programme for Private Sector Development (PPSD) Program ini difokuskan pada pembangunan sosial dan ekonomi negara anggota melalui capacity building of small and medium enterprises yang meliputi pelatihan transfer of technology, business management, WTO Trade Policies, dan isu-isu perdagangan internasional. 3. Drug Advisory Programme (DAP) Dimulai sejak tahun 1973, program ini merupakan program pertama yang menangani drug abuse di kawasan Asia Pasifik. Program ini memberikan kontribusi signifikan kepada para negara anggota dengan peningkatan capacity building staf pemerintah dan organisasi masyarakat yang berhubungan dengan penanganan drug abuse. 4. Long-term Fellowship Programme (LFP) Program pendidikan jangka panjang baik untuk master degree atau non-degree untuk sektor pemerintah negara anggota. 5. Programme on Environment (ENV) Program ini disetujui pembentukannya pada tahun 2005 dan pemerintah Thailand telah memberikan komitmen untuk memberikan dana awal kegiatan selama 3 tahun pertama (2005-2008). Program ini akan memberikan pelatihan jangka panjang dan pendek di bidang lingkungan. Indonesia telah menerima banyak bantuan pendidikan dan pelatihan yang ditawarkan oleh CP. Berdasarkan data Sekretariat Colombo Plan, selama kurun waktu 19952007, jumlah peserta Indonesia dalam berbagai program Colombo Plan tercatat sekitar 1131 orang, yang menjadikan Indonesia sebagai negara kedua terbesar (setelah Afghanistan), yang menerima bantuan Colombo Plan. Dalam beberapa tahun terakhir kegiatan yang menonjol antara Indonesia dan CP adalah program pelatihan penanganan Drug Abuse yang dikordinasikan oleh Badan Narkotika Nasional bekerjasama dengan beberapa pesantren di Indonesia dibawah organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU). Pada Colombo Plan Consultative Committee Meeting ke-41 yang diselenggarakan bulan Agustus 2008 di Kuala Lumpur, telah disepakati Colombo Plan’s Strategic Vision 2025 yang dituangkan dalam suatu rencana kerja tahunan Colombo Plan. Indonesia telah menyampaikan kesediaan bekerjasama dengan Colombo Plan dalam pelatihan di bidang Economic and Social Studies, yang mencakup Local Economic Development, Poverty Reduction, Micro Finance serta Family Planning yang akan dilaksanakan pada tahun 2010. J. KELOMPOK 77 DAN CHINA14 Kelompok 77 dibentuk pada tanggal 15 Juni 1964 melalui pengesahan Joint Declaration dari 77 anggota negara berkembang pada saat berlangsungnya sidang Sesi Pertama United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) di Jenewa. Sampai saat ini, Kelompok 77 dan China telah beranggotakan 133 negara. Kelompok 77 dan China merupakan forum yang memiliki tujuan utama untuk mendorong kerjasama internasional di bidang pembangunan. Pada perkembangannya Kegiatan Kelompok 77 dan China ditujukan tidak saja untuk memberikan dorongan dan arah baru bagi pelaksanaan kerjasama Utara-Selatan di berbagai bidang pembangunan internasional, akan tetapi juga dimaksudkan untuk memperluas kerjasama dalam memantapkan hubungan yang saling menguntungkan dan saling mengisi antara sesama negara berkembang melalui Kerjasama Selatan-Selatan. Kegiatan-kegiatan penting Kelompok 77 dan China dalam kerangka PBB terutama untuk merundingkan berbagai isu dan keputusan/resolusi yang akan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan PBB, antara lain tindak-lanjut pelaksanaan Program Aksi KTT Pembangunan Sosial di Kopenhagen, KTT Wanita di Beijing, Sidang Khusus SMU PBB mengenai obat-obat terlarang, modalitas penyelenggaraan Konperensi Internasional mengenai Pendanaan untuk Pembangunan, Pengkajian Tiga Tahunan Kegiatan Operasional PBB untuk Pembangunan, Pelaksanaan Dialog di SMU PBB mengenai Globalisasi, Pertemuan Interim Development Committee IMF/Bank Dunia, ECOSOC, dan usulan reformasi PBB di bidang ekonomi dan sosial. Untuk menyatukan komitmen diantara pemimpin dari negara anggota Kelompok 77 dan China, Kelompok 77 dan China memiliki Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Selatan merupakan pertemuan tertinggi di antara negara anggota Kelompok 77 dan China. KTT Selatan telah dua kali diselenggarakan yakni di Havana pada tahun 2000 dan di Doha pada tahun 2005. Hasil KTT Selatan ke-2 di Doha, Qatar pada bulan Juni 2005 adalah Doha Declaration dan Doha Plan of Action. Deklarasi Doha secara umum memuat komitmen politik anggota Kelompok 77 dan China untuk meningkatkan kerjasama Selatan-Selatan antara lain isu dimensi pembangunan dalam agenda internasional, ruang kebijakan nasional, penguatan multilateralisme, dialog antar peradaban, ketatalaksanaan yang baik, masyarakat madani, 14 Keseluruhan materi pada bagian ini dicuplik dari http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=5&P=Multilateral&l=id, yang diunduh pada hari Kamis 15 Desember 2011 Jam 21.25 Wita. geografi baru hubungan ekonomi internasional, transfer teknologi, reformasi PBB dan globalisasi. Atas usul Indonesia Deklarasi Doha juga mencantumkan New Asian African Strategic Partnership (NAASP) sebagai pengakuan pentingnya kerjasama regional dan interregional dalam mendorong Kerjasama Selatan-Selatan. Sementara, Doha Plan of Action memuat rencana aksi sebagai tindak lanjut pelaksanaan komitmen yang tercantum dalam Havana Plan of Action (HPA) tahun 2000. Doha Plan of Action memuat empat bagian utama yakni: globalisasi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kerjasama Selatan-Selatan, dan Kerjasama Utara-Selatan. Untuk menindaklanjuti kesepakatan-kesepakatan yang dicapai pada South Summit ke-2, Kelompok 77 dan China memiliki sebuah instrumen yaitu Intergovernmental Follow-up and Coordination Committee on Economic Cooperation among Developing Countries (IFCC) yang merupakan komite utama dari Kelompok 77 dan China yang menangani isu kerjasama Selatan-Selatan. Sebagai upaya untuk melakukan review terhadap perkembangan kerjasama Selatan-Selatan sejak KTT Selatan di Doha, Kelompok 77 dan China telah menyelenggarakan IFCC ke-12 pada bulan Juni tahun 2008 di Pantai Gading. Bagi Indonesia, kerjasama dalam wadah Kelompok 77 dan China merupakan sarana untuk penguatan kerjasama Selatan-Selatan secara efektif. Keberadaan Kelompok 77 dan China juga telah memberikan dukungan dalam bentuk lobbying support dari seluruh 133 negara berkembang anggotanya untuk kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia di PBB, seperti ketika Indonesia menjabat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. MP7™