BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pemahaman Konsep Pemahaman menurut kamus bahasa Indonesia berasal dari kata paham yang artinya pengertian, pendapat atau pikiran, aliran atau pandangan dan mengerti benar akan sesuatu. Suharso (2005) menyatakan bahwa pemahaman Pemahaman tidak hanya mengemukakan suatu ilmu abstrak saja, akan tetapi fakta-faktanya dapat kita amati dalam kehidupan di lingkungan sekitar kita, baik fakta yang pernah dialami ataupun yang pernah dillihat. Konsep adalah cara mengelompokan dan mengkategorikan secara mental berbagai objek dan peristiwa yang mirip dalam hal tertentu dan merupakan inti dari sebuah pemikiran, oleh karena itu pemahaman konsep tidak hanya memahami secara sederhana namun dapat dijabarkan sebagai kemampuan mengerti, memahami, mengaplikasi, mengklasifikasi, generalisasi, sintesis, dan menyimpulkan objek yang dipelajari. Siswa dikatakan memahami konsep apabila mampu mengerti tentang apa yang mereka pelajari dan mengutarakan kembali dengan bahasanya sendiri (Hermawanto, 2013). Pemahaman konsep dapat diartikan sebagai proses berpikir seseorang untuk mengolah bahan belajar yang diterima sehingga menjadi bermakna. Faktor yang mempengaruhi proses belajar untuk mencapai pemahaman konsep adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakter siswa, sikapterhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar,menggali hasil belajar, rasa percaya diri, dan kebiasaan belajar. Faktor eksternalyang mempengaruhi pemahaman konsep, yaitu sekolah, guru, teman, dan model pembelajaran yang digunakan guru (Aunurrahman, 2012). Salah satu cara pengukuran pada pengukuran pemahaman konsep selain dengan analisis hasil belajar bisa menggunakan soal berbasis modifikasi CRI (Certainty of Respone Index) pada Tabel 2.1 (Hasan, 1999). Hakim (2012) membagi pemahaman konsep menjadi 3 yaitu paham konsep, miskonsepsi, tidak tahu konsep. Untuk mengidentifikasi terjadinya paham konsep ,miskonsepsi, 5 6 sekaligus dapat membedakannya dengan tidak tahu konsep, CRI (Certain Response Index) biasanya didasarkan pada suatu skala dan diberikan bersamaan dengan setiap jawaban suatu soal. Tingkat kepastian jawaban tercermin dalam skala CRI yang diberikan, CRI yang rendah menandakan ketidakyakinan konsep pada diri responden dalam menjawab suatu pertanyaan, dalam hal ini jawaban biasanya ditentukan atas dasar tebakan semata. Sebaliknya CRI yang tinggi mencerminkan keyakinan dan kepastian konsep yang tinggi pada diri responden dalam menjawab pertanyaan, dalam hal ini unsur tebakan sangat kecil. Seorang responden mengalami miskonsepsi atau tidak tahu konsep dapat dibedakan secara sederhana dengan cara membandingkan benar tidaknya jawaban suatu soal. dengan tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban (CRI) yang diberikannya untuk soal tersebut. CRI sering kali digunakan dalam survei-survei, terutama yang meminta responden untuk memberikan derajat kepastian yang dia miliki dari kemampuannya untuk memilih dan mengutilisasi pengetahuan, konsep-konsep, atau hukum-hukum yang terbentuk dengan baik dalam dirinya untuk menentukan jawaban dari suatu pertanyaan (soal). CRI biasanya didasarkan pada suatu skala, sebagai contoh, skala enam (0 - 5) seperti pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Modifikasi CRI Jawaban Benar Benar Benar Benar Salah Salah Salah Alasan Benar Benar Salah Salah Benar Benar Salah Nilai CRI >2,5 <2,5 >2,5 <2,5 >2,5 <2,5 >2,5 Skor 3 2 1 0 1 0 1 Salah Salah <2,5 0 Kriterianya CRI 0 1 2 3 4 5 Kriteria (Totally guessed answer) (Almost guess) (Not Sure) (Sure) (Almost certain) (Certain) 7 Tabel 2.2 Kriteria CRI Selain menggunakan soal pilihan ganda berbasis CRI, menurut Anderson., Krathwohl et al (2010) pemahaman konsep dapat di identifikasi menggunakan pengukuran aspek kognitif memahami, yaitu mendeskripsikan, mencontohkan, membedakan, mengklasifikasikan dan menjelaskan. 2. Model Pembelajaran Discovery ( Discovery Learning) Pembelajaran penemuan, menurut Bruner (Dahar, 2006) merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen dengan memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep yang diajarkan. Model Discovery adalah model belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila siswa tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Dalam mengaplikasikan model Discovery Learning guru berperan sebagai fasilitator dengan memberikan kesempatan penuh kepada siswa untuk belajar secara aktif . Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, mengintegrasikan, membandingkan, mereorganisasikan bahan mengkategorikan, serta membuat menganalisis, kesimpulan- kesimpulan (Permendikbud, 2013). Sintaks model pembelajaran discovery terdiri dari enam fase: a) Stimulation, b) Problem statement, c) Data Collection, d) Data Processing, e) Verification, f) Generalization. Kelebihan dari model pembelajaran Discovery antara lain mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri, memberikan keputusan yang bersifat intrinsik, situasi proses belajar menjadi lebih terangsang, proses belajar yang membentuk siswa menjadi manusia yang seutuhnya, meningkatkan 8 tingkat penghargaan pada siswa, memungkinan siswa dapat belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar, serta dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu (Ilahi, 2012). Kelemahan model pembelajara discovery menurut Permendikbud (2013) diantaranya dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar, model ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar, harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, serta mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai hal yang terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan. 3. Peta Konsep Peta konsep digunakan untuk mengetahui perubahan pengetahuan siswa pada sains. Peta konsep menurut Novak (2006) adalah bagan yang digunakan untuk menuangkan pengetahuan yang dimiliki siswa. Menurut Dahar dalam Sujana (2005), peta konsep digunakan untuk memperlihatkan hubungan antar konsep materi yang akan dipelajari. Peta konsep merupakan bentuk dua dimensi yang disusun secara skematik dan menggambarkan hubungan antarkonsep utama dari materi yang akan dipelajari. Peta konsep digunakan sebagai bantuan untuk melihat hubungan antarkonsep dan untuk menilai pemahaman, pengembangan konseptual dan mengetahui adanya miskonsepsi pada materi. Belajar dengan menggunakan Peta konsep akan mendorong siswa untuk mempelajari dan memahami materi yang akan dipelajari. Oloyede (2010) menjelaskan bahwa peta konsep membantu siswa mengingat konsep lebih baik. Karakteristik utama yang digunakan dalam peta konsep adalah membangun peta konsep yang mengacu pada beberapa pertanyaan utama dari materi. Peta konsep berhubungan dengan kondisi atau peristiwa yang harus dipahami oleh siswa. Karakteristik yang kedua adalah penggunaan crosslink yang menghubungkan antara satu konsep dengan konsep lain sehingga membentuk suatu pengetahuan (Novak, 2006). Ausubel sebagaimana dikutip oleh Novak (2006) menyatakan bahwa pembelajaran bermakna membutuhkan 3 aspek, 9 yaitu 1) materi yang dipelajari bersifat kontekstual dan mudah dipahami oleh siswa. Peta konsep membantu untuk mengidentifikasi konsep umum menjadi konsep khusus, 2) sebelum pembelajaran, siswa harus memiliki pengetahuan yang relevan dengan materi pembelajaran, 3) siswa harus memiliki motivasi untuk mengikuti pembelajaran bermakna. Siswa membentuk konsep baru dari pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya. Penggunaan peta konsep dalam pembelajaran membantu siswa untuk memahami hubungan antarkonsep utama dari materi yang akan dipelajari. Hubungan antar konsep yang disajikan dalam bentuk narasi dapat diubah menjadi bentuk Peta konsep yang lebih sederhana dan bermakna. Manfaat penggunaan peta konsep bagi guru, yaitu sebagai acuan dalam membuat suatu program pengajaran yang lebih terarah dan berjenjang. Peta konsep mampu menjadi media untuk membangun konsep baru berdasarkan konsep lama (Birbili, 2007). Penguasaan konsep terhadap materi akan lebih baik jika dibantu dengan peta ponsep. Kelebihan peta konsep yang lain telah diteliti dalam berbagai penelitian pembelajaran. Salah satunya penelitian Johnstone & Otis (2006) yang menunjukkan bahwa siswa yang dapat membuat peta konsep secara kompleks, dengan banyaknya poin dan percabangan, rata-rata memiliki kemampuan analisis, problem-solving, dan pemahaman konsep yang lebih baik, daripada yang tidak dapat mengembangkan peta konsep. Demikian pula penelitian Lisnawati (2006), menunjukkan bahwa peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA pada konsep sistem reproduksi manusia. Namun, dalam riset Zwaal & Otting (2012), peta konsep yang diintegrasikan dalam Problem-based Learning tidak berpengaruh signifikan pada kemampuan siswa dalam mengembangkan tujuan pembelajaran 4. Hubungan antara model pembelajaran Discovery dan Pemahaman konsep Pembelajaran konstruktif dipandang sebagai tujuan pendidikan yang penting, pembelajaran konstruktif mensyaratkan pembelajaran yang tidak sekedar meretensi tetapi siswa dituntut untuk mentransfer apa yang telah mereka pelajari. Proses transfer siswa akan lebih memahami tentang apa yang telah mereka 10 pelajari dan mampu mengutarakannya kembali dengan bahasanya sendiri. Untuk dapat memahami konsep dibutuhkan cara belajar yang bermakna. Penyelesaian masalah terjadi ketika siswa menggagas cara untuk mencapai tujuan yang belum pernah dia capai yakni mengerti bagaimana jadi keadaan yang diinginkan. Dalam penyelesaian masalah ini terdapat dua komponen pokok, yakni gambaran masalah dalam mental dan solusi untuk menyelesaikan masalah itu (Anderson & Krathwohl, 2010). Belajar bermakna pada hakekatnya adalah mengajak siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran, yang artinya adalah siswa harus terlibat secara penuh dalam proses pembelajaran tersebut. Jika tujuan dari belajar bermakna adalah ketercapainya retensi dan transfer pengetahuan yang hasilnya adalah pemahaman konsep, maka dibutuhkan metode belajar dengan dasar pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring (Permendikbud, 2013). Model pembelajaran Discovery adalah model yang mengacu pada pendekatan ilmiah pada proses pembelajaranya. Sintaks pada model pembelajaran Discovery membantu memfasilitasi siswa mengembangkan kerangka berpikir untuk menyelesaikan suatu permasalahan dalam proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran model pembelajaran Discovery siswa diajak berperan aktif dan terlibat penuh dalam proses pembelajaran. Sintaks model pembelajaran Discovery menuntun siswa agar mampu meningkatkan pemahaman konsep atas apa yang telah mereka pelajari karena mengereka mengalami sendiri proses belajarnya. Menurut hasil penelitian Mukaromah (2012) memberi kesempatan siswa untuk berpikir sendiri secara aktif dalam proses pembelajaran menyebabkan pengetahuan yang diperoleh siswa akan bertahan lama, lebih mudah diingat dan dapat mempengaruhi pemahaman konsep siswa tentang materi yang disampaikan sehingga dihasilkan hasil belajar yang maksimal. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery melalui sintaksnya dapat menjadi sarana siswa untuk mengakomodasi 11 tentang pembelajaran bermakna dan meningkatkan pemahaman konsep siswa, sehingga diharapkan siswa memiliki output hasil pendidikan yang berkualitas. 5. Hubungan Peta Konsep, Model Pembelajaran Discovery dan Pemahaman Konsep Sumber belajar (learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu. Model pembelajaran akan lebih tercapai tujuannya dalam membelajarkan suatu materi apabila disertai dengan sumber belajar yang relevan. Sumber belajar menurut Roestiyah (2001) antara lain manusia, media massa, lingkungan, alat pembelajaran, museum. Salah satu alat pembelajaran adalah peta konsep. Novak, 2006) menyatakan bahwa peta konsep adalah alat atau cara yang dapat digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh siswa. Gagasan Novak ini didasarkan pada teori belajar Ausabel. Ausabel sangat menekankan agar guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki oleh siswa supaya belajar bermakna dapat berlangsung. Dalam belajar bermakna pengetahuan baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif (otak) siswa. Bila dalam struktur kognitif tidak terdapat konsep-konsep relevan , pengetahuan baru yang telah dipelajari hanyalah hafalan semata. Peta konsep selain digunakan dalam proses belajar mengajar, dapat diterapkan untuk berbagai tujuan yaitu : a). menyelidiki apa yang telah diketahui siswa, b). mempelajari cara belajar, c) mengungkap miskonsepsi, dan d). sebagai alat evaluasi. Dalam model pembelajaran discovery peta konsep digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi yang diajarkan sebelum dan sesudah pembelajaran. Dengan menggunakan peta konsep guru lebih dapat mengetahui sejauh mana pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan. 12 6. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian Saito et al. (2011) menyatakan bahwa model pembelajaran Discovery Learning disertai peta konsep di awal dan di akhir pembelajaran lebih efektif untuk meningkatkan pengetahuan konsep siswa. Pada tahap orientation, guru memberikan suatu permasalahan kepada siswa untuk diselesaikan. Guru meminta siswa membuat concept map untuk mengetahui konsep awal siswa. Setelah melakukan hypothesis testing, guru meminta siswa untuk membuat ulang concept map pada tahap conclusion berdasarkan pengetahuan yang sudah mereka dapatkan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan pengetahuan yang diperoleh siswa melalui model Guided Discovery Learning disertai Concept Map. Penelitian Johnstone & Otis (2006) menunjukkan bahwa siswa yang dapat membuat peta konsep secara kompleks, dengan banyaknya poin dan percabangan, rata-rata memiliki kemampuan analisis, problem-solving, dan pemahaman konsep yang lebih baik, daripada yang tidak dapat mengembangkan peta konsep. B. Kerangka Berpikir Kualitas pembelajaran tercermin pada pemahaman konsep yang diperoleh siswa. Biologi adalah bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan merupakan ilmu yang berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Belajar biologi tidak cukup hanya dengan menghafalkan fakta dan konsep yang sudah jadi, tetapi dituntut pula menemukan fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut melalui observasi dan eksperimen. Pembelajaran biologi dengan menerapkan model Discovery memungkinkan siswa untuk menemukan sendiri konsep yang dipelajari dan berinteraksi satu sama lain. Pembelajaran dengan model Discovery dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan kreatif. Proses pembelajaran ini juga dapat membangkitkan kerja sama dengan orang lain, berpikir kritis, serta berwawasan luas. Penerapan model discovery dapat membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran secara ilmiah. Penerapan model pembelajaran discovery berbantu peta konsep pada pembelajaran biologi dapat meningkatkan pemahaman siswa dan melatih siswa dalam memecahkan permasalahan-permasalahan dengan berfikir secara ilmiah 13 melalui analisa dan interpretasi masalah berdasar informasi dan konsep yang telah diterima untuk menentukan jawaban permasalahan. Peta konsep sangat membantu guru untuk menyelidiki pengetahuan siswa sehingga diharapkan dengan model pembelajaran discovery berbantu peta konsep pemahaman siswa akan meningkat. Kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.1. 14 FAKTA IDEAL Model pembelajaran Discovery dengan sintaksnya mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa Siswa belajar dengan memahami materi biologi yang kebanyakan bersifat abstrak dan memiliki cakupan luas Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga mampu lebih memahami konsep materi yang diajarkan Meningkatkan pemahaman konsep dengan model pembelajaran Discovery masih membutuhkan banyak pengkajian terutama dilihat dari beberapa kelemahan model Discovery yang salah satunya adalah kurangnya kesiapan belajar siswa sehingga siswa kurang mampu mengorganisasi diri dalam proses pembelajaran Siswa belajar dengan menghafal materi pelajaran. Siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. MASALAH Pemahaman konsep siswa rendah terutama terhadap materimateri biologi yang bersifat abstrak dan memiliki cakupan luas misal Protista Siswa hanya meghafal materi yang diperoleh Siswa tidak mampu mengorganisasi pembelajaran dengan baik sehingga kurang aktif dalam proses pembelajaran Kesiapan Belajar siswa kurang MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY BERBANTU PETA KONSEP PETA KONSEP Mengidentifikasi kemampuan awal siswa Mengetahui tingkat pemahaman siswa Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Diharapakan membantu keterlaksanaan sintaks Discovery sehingga tujuan model Discovery untuk mengakomodasi pemahaman konsep siswa dapat tercapai 15 C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan maka dalam penelitian ini dapat ditarik satu hipotesis penelitian yaitu ada perbedaan model pembelajaran Discovery berbantu peta konsep dan model pembelajaran Discovery terhadap pemahaman konsep siswa kelas X SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2014/2015.