Tanah longsor (landslide) Untuk bahan ajar MPKT-B Oleh Tommy Ilyas Juli 2011 Tanah Longsor (landslide) 1. Pendahuluan Indonesia sebagai Negara kepulauan yang berada di khatulistiwa memiliki dua musim yaitu musim panas dan musim hujan. Dimusim hujan sering terjadi longsoran tanah pada daerah perbukitan atau pegunungan. Kerugian dapat berupa finansial maupun jiwa. Sebagai ilustrasi pada tahun 2010 di Bali Kabupaten Buleleng terjadi kelongsoran yang mengakibatkan kerugian financial mencapai hampir 30 Milyar. Kemudian ditengarai didaerah Sumatera terdapat 120 titik jalan rawan longsor. Di 19 titik merupakan daerah longsor yang terjadi berulang. Ke 19 titik itu berlokasi antara lain di Lubuk Peraku, Lubuk Selasih, Batang Anai, Bukit Putus Bungus, Pasar Mingu Tarusan, Bukit Sebelah, dan di Bukit Apit. rupiah ( sumber Media Indonesia 13 Januari 2011 dan 23 Juli 2011). Di Jawa didaerah Gunung Kidul 2 Januari 2011 terjadi becana lonsor didaerah perbukitan akibat hujan deras. Bencana tanah longsor masih mengancam warga di dua dusun, yaitu Dusun Mundon, Tancep dan Dusun Groyokan, Cawas, Klaten, Jawa Tengah dengan luasan potensi longsoran hingga 5 hektar. Masih banyak contoh longsoran tanah yang terjadi didaerah lain selain Jawa dan Sumatera. Indonesia merupakan daerah gempa baik tektonik ( terjadi akibat bergeraknya lempeng bumi) maupun vulkanik ( terjadi akibat letusan gunung berapi). Indonesia dilalui oleh tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Gempa juga merupakan pemicu terjadinya lonsoran tanah. Longsoran yang terjadi di Pariaman (Gunung Tandikek) tahun 2009 dipicu oleh gempa Padang sehari sebelumnya, menelan korban ratusan jiwa serta menimbun beberapa desa. Indonesia dikenal dengan gunung berapinya baik yang masih aktif maupun yang tidak aktif. Letusan gunung Krakatau tahun1889 mengakibatkan bencana yang hebat saat itu dan akibat letusannya dapat dirasakan diseluruh dunia terutama debu letusannya. Gunung api di Indonesia berjumlah 129 yang setara dengan 13% jumlah gunung berapi aktif didunia. Pada saat terjadi letusan biasnya selalu 2 diikuti dengan lonsoran tanah daerah yang dilalui lahar panas. Dan hujan yang deras pun akan menyebabkan terjadi nya longsoran lahar dingin. Gambar 1 Longsor pada tebing sungai Gambar 2 Longsor saat terjadi 3 Pada kedua ilustrasi gambar photo terlihat kondisi setelah longsoran dan photo kedua kondisi ketika longsoran terjadi. Walaupun tanaman pelindung/hutan cukup lebat namun kelongsoran tanah tetap tidak dapat dihindari. Gambar 3 Longsoran di Karang Anyar (Jawa Tengah) terjadi setelah hujan lebat selama 12 jam (26 Desember 2007) 81 orang meninggal atau hilang tertimbun Longsoran yang terjadi di Indonesia selalu berkaitan dengan korban jiwa dan harta benda sehingga masalah ini menjadi sangat krusial untuk ditangani baik dari segi kebijakan (pemerintah) instansi terkait dan korban yang terjadi. Pemetaan daerah yang potensial terjadi kelongsoran bisa ditengarai melalui satelit atau google map untuk melihat kemungkinan awal terjadinya kelongsoran. Sering pula dijumpai daerah yang selalu berulang mengalami longsoran seperti Lembah Anai di Sumatera Barat. Jika terjadi hujan yang lebat dan cukup lama maka jalan dari Padang menuju Bukittinggi pada lokasi tersebut lonsoran tanah menutupi badan jalan. Jika kita perhatikan hampir semua belahan belahan bumi mengalami kelongsoran baik kecil maupun besar. Negara maju seperti Amerika Serikat bahkan tidak luput dari bencana longsor. Mereka memiliki USGS (United State Geology Survey) yang mengkoordinasikan bencana baik kelongsoran, gempa bumi, tsunami dan bencana lainnya. Indonesia saat ini memilki BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) yang berkaitan dengan masalah cuaca, hujan dan gempa bumi serta tsunami. Informasi yang khusus menangani kelongsoran belum terdapat di Indonesia. 4 The United Nations tahun 1990 mendirikan “ International Decade of Natural Disaster reduction” untuk mengurangi pengaruh dari bencana diabad 21. Bencana menjadi kepedulian masyarakat dunia dimanapun terjadinya. 2. Longsoran (landslide) Didefinsikan sebagai proses yang menghasilkan pergerakan kebawah maupun kesamping dari lereng alam maupun buatan yang memiliki kandungan material tanah, batu, tanah timbunan buatan atau gabungan dari tanah dan batu. Secara teknis dapat dikatakan longsoran terjadi jika kondisi lereng yang stabil berubah menjadi tidak stabil. Ketidak stabilan terjadi karena gaya pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban yang membebani tanah diatasnya serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan penyebab gaya penahan adalah kekuatan batuan dan kepadatan tanah. 3. Bentuk longsoran Bentuk longsoran yang terjadi dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Slide (gelincir) a. Rotational (rotasi/berputar) b. Translational (translasi) 2. Falls (gugur) 3. Topples 4. Flows a. Debris flow b. Debris avalanche c. Earth flow d. Mudflow e. Creep 5. Lateral spreads a. Slide (gelincir) 5 Longsoran terjadi memiliki bentuk rotasi seperti terlihat pada gambar.. Gambar 4 Longsoran rotasi dan translasi dan translasi seperti terlihat pada gambar.. b. Falls (gugur) Longsoran terjadi berupa guguran dan biasanya terjadi pada lereng yang memliki kandungan batuan keras. Di Indonesia banyak terjadi di perbukitan yang mengandung kapur. Bentuk lonsorannya terlihat pada gambar.. Gambar 5 Rockfall c. Topples Bentuk longsoran ini mirip dengan „falls‟ hanya reruntuhannya terjadi dari satu blok. Bentuk longsorannya terlihat pada gambar.. Gambar 6 Topple 6 d. Flows (longsoran yang mengalir) Longsoran jenis ini terdiri atas beberapa bentuk : a) Debris flow (aliran reruntuhan) „Debris flow‟ adalah bentuk gerakan massa yang cepat dimana massa tersebut merupakan kombinasi dari tanah lepas, batuan, memobilisasi sebagai slurry (lumpur) yang mengalir kelereng bawah (downslope) Gambar 7 Debris flow at Tahoma Creek, July 26, 1988. USGS Photograph by G.G. Parker b) Debris avalance Debris flow dengan kecepatan sangat tinggi : contoh North Folk Toutle river valey akibat meletusnya gunung 18 Mei 1980 7 Gambar 8 Goodell_creek_debris avalance in in Yosemite National Park c) Earth flow Memiliki bentuk karakteristik "hourglass". Material pada kemiringan mencair dan bergerak keluar, membentuk mangkuk (bowl) atau depresi di kepala. Gambar 9a adalah eartfflow yang terjadi di … dan 9b adalah sketsa terjadinya eartflow b ) ) Gambar 9 Earth flow a ) ) d) Mudflow Earthflow yang terdiri dari bahan yang cukup basah mengalir cepat dan memilki kandungan paling sedikit 50 persen pasir, partikel lumpur, dan tanah liat. 8 Gambar 10 Lumpur Sidordjo, tahun 2010 e) Creep Creep terjadi pada gerakan yang lambat, mantap, menuju ke bawah lereng pembentuk tanah atau batuan. Gambar 11 Sketsa Creep e. Lateral spread Gambar 12 Jalan yang bergelombang dalam arah lateral setelah terjadinya gempa bumi 9 Kerusakan biasanya terjadi setelah gempa dan mengakibatkan terjadi gelombang pada tanah permukaan. 4. Penyebab longsor utama Penyebab utama longsor dikategorikan sebagai 3 hal utama : 1. Curah hujan 2. Gempa bumi 3. Letusan gunung berapi a. Curah hujan Hujan dalam periode yang panjang akan menjenuhkan tanah, melunakkan tanah (decreasing in shear strength) dan akhirnya mengakibatkan terjadinya longsoran.. b. Gempa bumi Gempa bumi menyebabkan terjadinya gaya dinamis akibat getaran dan rambatan dari pusat gempa (epicentrum) yang mengakibatkan ketidak stabilan pada lereng (slope) c. Letusan gunung berapi Pada saat gunung berapi meletus aliran lahar yang melimpah dari kawah dapat menyebabkan terjadinya ketidak stabilan lereng. Letusan gunung berapi dapat mengakibatkan terjadinya gempa vulkanik sehingga dapat mengakibatkan ketidak stabilan lereng 5. Penyebab longsor sekunder a. Akibat Morphologi a. Naiknya permukaan tanah (uplift) karena gaya tectonic (pergerakan lempeng tanah) dan gunung berapi 10 b. Glacial rebound. Menggelembungnya tanah karena pergerakan es biasanya terjadi didaerah kutub utara ataupun selatan c. Fluvial (biasanya pada sungai), gelombang, atau erosi glasial kaki lereng atau margin lateral d. Erosi yang terjadi dibawah tanah contohnya akibat pemipaan e. Pemotongan atau penggundulan hutan bias oleh manusia, kebakaran hutan atau musim kering yang panjang b. Akibat ulah manusia a. Penggalian yang dilakukan pada lereng atau pada kaik lereng b. Pemberian beban yang berlebihan pada lereng atau puncak lereng c. Turunnya muka air tanah lereng (drawdown) akibat penyedotan air yang berlebihan d. Penggundulan hutan e. Pembuatan irigasi di lereng yang tidak mengikuti kaidah pembangunan irigasi 11 6. Penilaian terhadap instabilitas Penilaian terhadap ketidak stabilan lereng dapat dilakukan dengan korelasi empiris atau analisa perhitungan numerik. Yang umum dan banyak dilakukan adalah hubungan empiris antara curah hujan dan kelongsoran yang terjadi. Contoh yang dilakukan di Hongkong (ATC 1997) terlihat pada gambar grafik. Absis (sumbu mendatar) menjukkan jam pemantauan dan ordinat(sumbu vertical) menunjukkan curah hujan pemantauan curah hujan bulanan, harian (24 jam) dan 1 jam puncak. Gambar 13 Curah hujan di Hongkong tahun 1992, 1994 dan 1995 Gambar 13(a) menunjukkan kejadian pada tanggal 8-11 Mei 1992, gambar13 (b) menunjukkan kejadian tanggal 22-26 Juli 1994 dan gambar 13 (c) menunjukkan kejadian pada tanggal 12-15 Agustus 1995. Pada garfik tersebut diperlihatkan pemantauan selama 3 tahun periode. Gambar (b) tahun menunjukkan curah hujan yang terbesar dibandingkan dengan tahun 1992 maupun tahun 1995. Pada tabel 1 diberikan data mengenai longsoran yang terjadi di Hongkong sejak tahun 1972 sampai dengan 1995. Dapat dilihat pada tabel 1tersebut hari terjadinya longsoran, hujan maksimum selama 24 jam dan 1 jam puncak, jumlah terjadinya longsoran dan korban yang meninggal dan terluka 12 Table 1. Hari kejadian longsoran, curah hujan maksimum serta korban meninggal ataupun terluka Data ATC, 1997 Longsoran sudah merupakan masalah dunia. Tabel 2 menunjukkan kejadian longsoran dibelahan bumi sejak tahun 1920 sampai tahun 2005. Longsoran yang terjadi di Padang Pariaman-Indonesia bulan September 2010 belum terdapat dalam tabel 1 tersebut. Terdapat korban jiwa cukup besar pada setiap kejadian tanah longsor. Korban jiwa terbesar terjadi pada tahun 1920 di Gansu Province – China dengan jumlah korban 180.000 orang meninggal. Indonesia yang merupakan daerah rawan gempa dan memilki curah hujan tinggi serta masih memilki banyak gunung berapi aktif seyognya dapat melakukan antisipasi untuk sedapat mungkin mencegah terjadinya korban jiwa jika terjadi longsoran. 13 Tabel 2 lokasi longsoran dibeberapa Negara belahan dunia. Penilaian ketidak stabilan lereng lain seperti : (i) rainfall intensity versus piezometric levels; (ii) piezometric levels versus slope movements; (iii) slope movements versus occurrence of landslides 7. Menstabilkan lereng Ada 2 cara yang umum dilakukan untuk menstabilkan lereng : a. Stabilisasi secara mekanis b. Stabilisasi secara natural (dengan penanaman pohon-pohonan dan tumbuh-tumbuhan) 7.1.Stabilisasi secara mekanis Stabilisasi dilakukan dengan mempergunakan „man made material‟ geotextile, geogride atau kombinasi, tiang pancang, anchor dan retaining wall. Untuk pencegahan biasanya dilakukan dengan membuat retaining wall. Tetapi untuk mitigasi setelah terjadi longsoran dapat menggunakan kombinasi 14 dari metoda tersebut seperti yang dilakukan pada longsoran Tamanaki di Jepang akibat hujan lebat.. Gambar 14 Photo ‘Tamanaki landslide’ sesaat setelah kejadian Figure 15 Daerah longsor Tamanki setelah pekerjaan mitigasi selesai 15 7.2.Stabilisasi secara natural Sebagai usaha preventif pada lereng yang cukup curam dilakukan penanaman pohon atau dengan menggunakan hamparan rumput untuk lereng yang tidak Gambar 16. Stabilisasi lereng dengan hamparan rumput yang ditanam sesegera mungkin. Lokasi Srilangka 2005 Penanaman pohon pada lereng di pegunungan merupakan salah satu cara yang banyak digunakan untuk penstabilan lereng. Gambar 17 penanaman pohon di Kicking Horse Cyon Mountain resort , British Columbia. Gambar 17. Penanaman lereng di British Columbia 16 Referensi 1. Fabio Vittorio De Blasio, 2011, “Introduction to the Physics of Landslides”, Springer Dordrecht Heidelberg London New York 2. Noris.J.E., Stokes A., Mickosvky S.B., Cammerat E., Rens Van beck, Nicoll B.C., and Achim A., 2008, “Slope Stability and Erosion Control: Ecotechnological Solutions”, Springer 3. Conforth D.H., 2005, “Landslides in Practice”, Jhon Wiley & Sons, New Jersey 4. “Geotechnical Engineering for Disaster Mitigation and Rehabilitation”, Proceedings of the 2nd International Conference GEDMAR08, Nanjing, China 30 May - 2 June, 2008 5. Landslides And Engineered Slopes: From the Past to the Future, Proceedings Of The Tenth International Symposium On Landslides And Engineered Slopes, 30 June–4 July, 2008, Xi‟an, China 6. USGS (United State Geological Survey), Landslide Hazards, http://landslide .usgs.gov 7. BMKG (Badan Meterologi dan Klimatologi), http://www.bmkg.go.id 8. Landslide in Japan, http://www.tuat.ac.jp 9. Large landslide in Hongkong, http://www.hku.hk/earthscience 17