5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keju Keju adalah bahan pangan yang banyak mengandung protein (12,70 23,06 %) dan lemak (20,4-33,53 %) dari berat basah. Selain itu keju yang terbuat dari susu sapi penuh (whole milk) mengandung berbagai mineral dan bermacammacam vitamin terutama vitamin A, sedangkan vitamin C akan rusak selama pengolahan (Soeparno, 1992). Kandungan gizi dalam 100 gram keju dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi dalam 100 gram keju Kandungan Energi 392 Kkal Protein 23.7 gram Kalsium 0.87 gram Phospor 0.61 gram Vitamin A 1740 IU Vitamin D 12 IU Vitamin B 0.0015 mg Riboflavin 0.50 mg Jumlah Sumber : Soeparno, 1992 Menurut Kosikowski (1994), Jenis keju dapat digolongkan berdasarkan jumlah air yang terkandung, yaitu lunak (45–80 %), keras (34-45 %) dan sangat keras (13–34 %). 6 2.2 Keju Mozzarella Keju mozzarella merupakan jenis keju Italia yang lentur, meleleh dan mulur jika dipanggang. Menurut Rusdan (2011), keju ini biasanya dipakai untuk topping roti pizza atau sup. Keju mozzarella merupakan salah satu jenis keju lunak yang cara pembuatannya dengan pemuluran curd segar dalam penangas air panas sehingga memiliki ciri-ciri elastis, mulur, berserabut, dan lunak (Komar et al., 2009). Karakteristik penting pada keju mozzarella adalah kemulurannya. Kuo dan Gunasekaran (2003), menyatakan bahwa kemuluran adalah salah satu bagian penting dalam menentukan kualitas keju mozzarella yang dihasilkan untuk pembuatan pizza dan yang terkait dengan beberapa makanan siap saji. Kemuluran keju mozzarella ini adalah ciri – ciri yang membedakannya dengan jenis keju lunak lainnya. Menurut Everett (2003) bahwa pembuatan keju mozzarella dapat dilakukan dengan pengasaman langsung sehingga tidak perlu menunggu kerja kultur starter bakteri untuk memproduksi asam laktat. Stefanini (1991), menyatakan bahwa kadar protein keju mozzarella di Italia berkisar antara 18 21%. Standar keju mozzarella menurut USDA (2013) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar keju mozzarella menurut USDA Komposisi Kandungan Kadar Air 52,0 – 60,00 % Kadar Lemak Tidak kurang dari 10,8 Sumber : USDA, 2013 2.3 Belimbing Wuluh 7 Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) adalah buah yang banyak tersebar di Indonesia sebagai tanaman pekarangan rumah yang belum dibudidayakan dan dikembangkan pemanfaatannya. Buah belimbing wuluh memiliki kandungan asam yang tinggi dan kadar air buah yang tinggi menyebabkan buah jarang dikonsumsi layaknya buah segar dan daya simpan relative singkat. Pemanfaatan dan pengembangan buah belimbing wuluh di Indonesia belum dilakukan secara optimal, karena nilai jual buah yang masih rendah dan tidak diimbangi dengan potensi yang dimiliki buah belimbing wuluh (Windyastari, 2012) 2.3.1 Taksonomi Tanaman belimbing (Averrhoa) umumnya dibedakan menjadi dua, yakni belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan belimbing manis (Averrhoa carambola). Belimbing wuluh memiliki bentuk pohon yang kecil dan berbunga sepanjang tahun. Buah dan bunganya menempel pada batang dan rasanya sangat masam. Belimbing wuluh berbuah setelah umur 3-4 tahun. Menurut Soetanto (1998) klasifikasi ilmiah belimbing wuluh adalah sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Oxalidales Familia : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Species : Averrhoa bilimbi L. Menurut Hutajulu (2009) belimbing wuluh disebut juga belimbing sayur Tabel 3. Komposisi kandungan gizi belimbing wuluh Sumber : Soetanto, 1998 8 atau belimbing asam (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tanaman dengan tinggi mencapai 10 m dan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Belimbing wuluh dapat tumbuh dengan baik di tempat yang cukup lembab dan tidak ternaungi oleh tanaman lain. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) mengandung senyawa kimia antara lain asam format, asam sitrat, asam askorbat (Vitamin C), saponin, tanin, glukosid, flavonoid, dan beberapa mineral terutama kalsium dan kalium dalam bentuk kalium sitrat dan kalsium oksalat. Oleh karena itu, perlu diteliti jumlah penambahan ekstrak belimbing wuluh yang tepat sehingga dihasilkan keju mozzarella dengan karakteristik fisikokimia terbaik. Komposisi kandungan gizi belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 3. Komposisi Jumlah per 100 gram bahan Kalori 36.00 kal Air 90.00 g Protein 0,40 g Lemak 0,40 g Karbohidrat 8,80 g Kalsium 4,00 mg Fosfor 12,00 mg Besi 1,10 mg Vitamin A 170,00 S.I Vitamin B1 0,03 mg Vitamin C 35,00 mg Asam Format 0,4-0,9 meq asam Asam Sitrat 92,6-133,8 meq asam Bagian yang dapat dimakan 86,00 g 2.4 Enzim Renin 9 Menurut Hutagalung (2008), Enzim merupakan katalis organik yang mengaktifkan reaksi kimia tanpa ikut bereaksi, dimana sebagian besar fungsinya sebagai penghidrolisis. Enzim renin menghidrolisis protein menjadi pepton, polipeptida dan asam amino. Enzim renin sering juga disebut rennet yang digunakan untuk menggumpalkan susu. Ada 3 jenis rennet yang umum digunakan dalam pembuatan keju yaitu : 1. Rennet hewan, biasanya enzim ini diperoleh dari lambung ternak ruminansia yang masih menyusui. Enzim ini sulit diproduksi karena para peternak lebih mengembangkan ternaknya untuk produksi daging. 2. Rennet tanaman, adalah enzim yang berasal dari tanaman Cynara (genus dari spesies tanaman semak duri berasal dari Mediterania). 3. Rennet mikrobial, adalah enzim yang dihasilkan dari hasil aktivitas mikroorganisme cendawan Rhizomucor miehei. Namun beberapa produk yang tersedia secara komersial diduga merupakan hasil rekayasa genetik untuk meningkatkan produksi dan efisiensi. Rennet mikrobial yang secara komersial dapat ditemui dalam bentuk tablet. Menurut Carrol (2002) proses penggumpalan susu oleh renin adalah sebagai berikut: 1. Perubahan enzimatis dari kasein menjadi parakasein 2. Pengendapan secara kimiawi dari parakasein oleh kalsium yang terdapat dalam susu. Penambahan enzim renin ini bertujuan untuk menggumpalkan kasein dan menyebabkan struktur kasein lebih kompak. Renin merupakan substansi yang 10 digunakan untuk mengkoagulasikan susu, mampu bekerja pada protein kasein susu, memisahkan antara curd (padatan) dan whey (larutan) (Carrol, 2002). Penggumpalan disebabkan adanya ion kalsium, sehingga terjadi endapan kalsium kaseinat. Menurut Muchtadi (1992) mekanisme penggumpalan protein susu adalah sebagai berikut: alfa-kasein dan beta-kasein berikatan dengan ion kalsium membentuk misel kasein yang stabil sedangkan kappa-kasein tidak membentuk kompleks dengan ion kalsium. Kappa-kasein adalah protein yang berperan dalam pembentukan keju, peranan kappa-kasein terletak pada kemampuannya menstabilkan alfa-1-kasein terhadap koagulasi. Kappa-kasein dapat dipotongpotong oleh enzim renin menghasilkan para kappa kasein yang tidak larut dan glikopeptida yang larut. Bagian kappa-kasein yang terpotong ini tidak mampu lagi untuk menstabilkan alfa-kasein dan dengan adanya ion kalsium serta dengan pemanasan, para kappa-kasein akan terdenaturasi membentuk curd. Kerja renin sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH. Suhu optimum kerja renin adalah 32° C – 42° C pada pH 5,0 – 6,0 (Awwaly, 2007). 2.5 Pengasaman Langsung Metode pembuatan keju mozzarella dengan metode pengasaman langsung yaitu susu segar dipasteurisasi terlebih dahulu dan kemudian dikoagulasi menjadi bentuk curd. Curd yang telah mencapai pH ±5,6 – 6,0 kemudian dipotong menjadi ukuran-ukuran kecil, dilakukan proses penekanan pada suhu 40° C, ditiriskan dan selanjutnya dilakukan proses stretching (Fox et al., 2000). Proses penarikan curd (stretching) ini merupakan ciri khas dari Keju mozzarella. Curd yang telah mencapai kelembutan dan elastisitas, dibentuk dan direndam dalam air 11 es untuk mempertahankan bentuk tersebut. Tahap terakhir adalah penggaraman dan pengemasan. Keuntungan dari pengasaman langsung yaitu cepatnya waktu koagulasi, meningkatnya daya ikat air, tepatnya pengontrolan pH, tidak membutuhkan pemeraman, meningkatkan nilai ekonomis serta pengurangan biaya pemakaian starter. Kemampuan mengikat air dari curd mozzarella dengan pengasaman langsung lebih tinggi daripada curd mozzarella yang dihasilkan secara tradisional selama 3 minggu pertama pemeraman (Fox et al., 2000). 2.6 Tahapan Pembuatan Keju Mozzarella Secara umum tahapan pembuatan keju meliputi pasteurisasi, pengasaman, penambahan enzim, pemotongan curd, penekanan dan pemuluran, pembekuan, dan penggaraman. Tahapan proses pembuatan keju mozzarella berbeda dari pembuatan keju yang lainnya. Proses pembuatan keju mozzarella ada tahapan yang paling penting untuk menghasilkan keju mozzarella yang baik, yaitu pada tahapan stretching. Pada tahapan stretching dilakukan penarikan dan pelemasan sampai tekstur menjadi kalis (ditandai dengan permukaan yang licin dan homogen) lalu keju mozzarella dapat dibentuk (Setianingsih et al., 2012). Berikut adalah tahap - tahap proses pembuatan keju mozzarella : 2.6.1 Pasteurisasi Susu Pasteurisasi merupakan perlakuan pendahuluan dalam pembuatan keju untuk menciptakan kondisi optimum untuk produksi. Pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri yang dapat mempengaruhi kualitas keju. Pasteurisasi reguler pada 71º C selama 15 detik paling sering dilakukan yang biasa disebut 12 dengan metode pasteurisasi HTST (High Temperature Short Time (Setyaningsih et al., 2012). 2.6.2 Penambahan asam pada susu Penambahan asam pada pembuatan keju mozzarella dilakukan langsung sambil dilakukan pengadukan pelan-pelan sampai tercapai pH isoelektrik point (4,7) susu tersebut. Pada tahapan pengasaman susu terjadi penggumpalan kasein susu (Komar et al., 2009). 2.6.3 Penambahan Rennet Menurut Setyaningsih et al., (2012), Penggumpalan kasein biasanya disempurnakan dengan penambahan rennet, setelah itu susu didiamkan selama 5 menit hingga menjadi curd yang kompak prinsip aktif pada rennet adalah enzim protease dan penggumpalan terjadi dengan singkat setelah rennet ditambahkan ke dalam susu. Berikut adalah proses tahapan kerja rennet: a) Transformasi kasein ke parakasein di bawah pengaruh rennet b) Pengendapan parakasein didalam ion-ion kalsium yang ada Rennet berfungsi untuk mengumpalkan susu membentuk padatan yang mengendap yang disebut curd. Penambahan rennet merupakan tahap kedua pengendapan kasein dalam pembuatan keju (Setyaningsih et al., 2012). 2.6.4 Pemotongan Curd 13 Curd yang sudah terbentuk kemudian dipotong-potong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm dan dibiarkan 5 menit untuk mengeluarkan whey (cairan) sampai tidak keluar lagi. Ukuran potongan ini tergantung pada tipe keju (Setyaningsih et al., 2012). 2.6.5 Penekanan dan Pemuluran (streching) Penekanan adalah proses yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu pengeluaran whey akhir, memberikan tekstur dan membentuk keju. Awal tahap pengepresan harus dilakukan secara perlahan - lahan, karena tekanan tinggi yang awal dapat menekan lapisan permukaan dan mengunci kelembaban dalam kantong-kantong di badan keju. Penekanan dilakukan pada suhu 40° C, kemudian whey dibuang dan curd ditiriskan (Setyaningsih et al., 2012). Pemuluran (streching) adalah tahapan setelah proses penekanan. Curd yang telah ditiriskan dimasukkan ke dalam air panas dengan suhu 75° C beberapa menit sambil dilakukan penarikan dan pelemasan sampai tekstur menjadi kalis (stretching) (Lampert, 1965). 2.6.6 Pembekuan dan Penggaraman Keju mozzarella yang telah dilakukan proses penekanan dan pemuluran dimasukkan ke dalam air es selama 1 jam selanjutnya direndam dalam larutan garam 5% selama 20 menit pada masing - masing perlakuan. Garam biasanya berfungsi sebagai bumbu, tetapi garam juga memiliki efek-efek penting yang lain, seperti memperlambat aktifitas biang dan proses-proses bakteri yang berkaitan dengan pematangan keju. Selain memberi rasa pada keju mozzarella yang 14 dihasilkan, pemberian garam ke dalam keju mozzarella juga dapat mengurangi kadar air, sehingga dapat meningkatkan daya simpan keju mozzarella. (Setyaningsih et al., 2012).