EFEKTIVITAS SISTEM TRANSPORTASI KERING

advertisement
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
EFEKTIVITAS SISTEM TRANSPORTASI KERING TERTUTUP PADA
PENGANGKUTAN BENIH LELE DUMBO (Clarias gariepinus)
Kusyairi, Nurul Hayati & Sri Oetami Madyowati
Fakultas Pertanian-Jurusan Perikanan-Program Studi Budidaya Perairan
Universitas Dr. Soetomo Surabaya
[email protected]
ABSTRACT
One of the sufficient promising fish cultivation is cat fish cultivation. Cat fish
cultivation highly prolific due to easy to cultivation in land and finite springs with high
spread density, cultivation technology is relative easy to be learned by the people, such
their marketing are easy and required capital is low. The aim of this research are to gain
anesthetizes temperature, anesthetizes duration and both combination for the best to
producing highest longevity level of cat fish seed (Clarias gariepinus) in closed dry
transportation system. Research design that employed is RAL Factorial (Factorial
Complete Random Design). Treatment in this research are two factors, namely
temperature (A Factor) consist of three degrees (12,16 and 18 oC) with notation (a1,a2,
and a3) and anesthetizes duration (B Factor) consists of three degrees (20, 30 and 40
minutes) with notation (b1,b2, and b3). Combination of this treatment are (a1b1),
(a1b2),(a2b1), (a2b2), (a3b1), (a3b2) and (a3b3), respectively of this treatment
combination done three times, obtained 27 treatment combinations.
The result indicating that anesthetize temperature have real effect toward
longevity level of cat fish seed (Clarias gariepinus) size 7-9 cm in closed dry
transportation system for 10 hours produce highest longevity level in 16°C, around
95.91%. The anesthetizes duration did not have real effect on longevity level of cat fish
seed (Clarias gariepinus) for 10 hours but yielding highest longevity level 20 minutes,
that is 86.76%. Combination (interaction) of temperature and anesthetizes duration have
real effect on longevity level of cat fish seed (Clarias gariepinus) size 7-9 in closed dry
transportation system for 10 hours and yield highest longevity level of cat fish seed
(Clarias gariepinus) is temperature anesthetizes 16°C and anesthetizes duration 40
minutes, as many 98.89%.
Kata kunci : Clarias gariepinus, kelangsungan hidup, suhu, sistem transportasi
kering tertutup
PENDAHULUAN
Pemanfaatan stock ikan laut di
perairan, sebagaimana umumnya dengan
stok ikan laut dunia, sudah mendekati
titik
jenuh.
Kejenuhan
tingkat
pemanfaatan sumberdaya tampak dari
tingkat produksi perikanan tangkap
nasional yang sudah mendekati besaran
jumlah total stok ikan yang boleh
ditangkap (JTB) di perairan Indonesia
yang diperkirakan sekitar 5,12 juta
ton/tahun. Pada tahun 2004 Departemen
Kelautan
dan
Perikanan
(DKP)
memperkirakan
besarnya
produksi
perikanan laut akan mencapai 5 Juta ton
yang berarti hampir setara dengan
besaran JTB diatas ( Dirjen Perikanan
Tangkap, 2004).
Di sisi lain peningkatan produk
perikanan masih sangat dibutuhkan dalam
rangka ketahanan pangan, khususnya
untuk memasok kebutuhan akan protein
hewani bagi penduduk Indonesia dan
negara lain. Penduduk Indonesia pada
tahun 2015 diperkirakan akan mencapai
ISSN 2302-2612
39
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
sekitar
250
juta
orang.
Mereka
membutuhkan
sekitar
36,2
gr
protein/kapita/tahun.
Dari
jumlah
tersebut sekitar 60 % atau 21,72 gr
diharapkan dapat dipenuhi dari perikanan
dan sisanya dari peternakan. Besarnya
kebutuhan protein yang berasal dari
perikanan tersebut setara dengan 42 kg
ikan/kapita/tahun,
apabila
angka
kandungan protein ikan rata-rata 18,5 %
(Fuad Cholik, dkk. 2005)
Indonesia memiliki perairan tawar
yang sangat potensial untuk usaha
perikanan.
Data
dari
Departemen
Kelautan dan Perikanan tahun 2004,
potensi pemanfaatan lahan budidaya air
tawar (kolam) sebesar 375.000 Ha, dan
baru dimanfaatkan sebesar 68.690 Ha
atau 18,32 %.
Luasan tersebut
diharapkan terjadi kenaikan pemanfaatan
sebesar 20 % setiap tahun.
Target
pemanfaatan
potensi
lahan
juga
dimaksudkan
sebagai
program
pengembangan
budidaya
dipedesaan
(rural aquaculture), dimana program itu
bertujuan
untuk
mengoptimalkan
pemanfaatan lahan pekarangan untuk
memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan
peningkatan
pendapatan
melalui
pengembangan budidaya ikan konsumsi
dan ikan hias (Sukadi , 2004).
Salah satu budidaya ikan yang
cukup menjanjikan yaitu budidaya ikan
lele dumbo. Budidaya lele dumbo
berkembang pesat dikarenakan dapat
dibudidayakan di lahan dan sumber air
yang terbatas dengan padat tebar tinggi,
teknologi budidaya relatif mudah dikuasai
oleh masyarakat, pemasarannya relatif
mudah dan modal usaha yang dibutuhkan
relatif rendah (Najiyati, 1992).
Produksi lele ukuran konsumsi
secara nasional mengalami kenaikan
sebesar 18,3 % per tahun dari 24.991 ton
pada tahun 1999 menjadi 57.740 ton pada
tahun
2003. Revitalisasi lele sampai
dengan akhir tahun 2009 ditargetkan
mencapai produksi 175.000 ton atau
meningkat rata rata 21,64 % per tahun.
Kebutuhan benih lele meningkat pesat
dari 156 juta ekor pada tahun 1999
menjadi 360 juta ekor pada tahun 2003
atau meningkat rata rata sebesar 46 % per
tahun. Kebutuhan
benih lele sampai
dengan akhir tahun 2009 diperkirakan
mencapai1,95 milliar ekor (Mahyuddin,
2008).
Salah satu faktor penting dalam
penyediaan benih ikan lele untuk
memenuhi kebutuhan pembudidaya ikan
dan keberhasilan dalam budidaya ikan lele
dumbo adalah transportasi ikan hidup.
Transportasi ikan hidup tanpa media air
merupakan sistem pengangkutan ikan
hidup dengan media pengangkutan bukan
air. Karena tidak menggunakan air, ikan
dibuat dalam kondisi tenang atau aktifitas
respirasi dan metabolismenya rendah.
Kondisi tersebut dapat dicapai apabila
ikan dalam kondisi pingsan (imotil)
(Wibowo, 1993).
Transportasi ikan hidup pada
dasarnya memaksa dan menempatkan
ikan dalam suatu lingkungan yang
berlainan dengan lingkungan asalnya,
disertai
dengan
perubahan
sifat
lingkungan yang mendadak. Ikan hidup
yang akan dikirim dipersyaratkan dalam
keadaan sehat dan tidak cacat untuk
mengurangi
peluang
mati
selama
pengangkutan (Handisoeparjo, 1982).
Transportasi ikan hidup terbagi dua yaitu
sistem basah dan sistem kering. Pada
transportasi sistem basah, media harus
sama dengan tempat hidup ikan
sebelumnya yaitu air dan oksigen
(Wibowo, 1993). Sedangkan transportasi
sistem kering merupakan transportasi
yang tidak menggunakan air sebagai
media transportasi, namun demikian bisa
membuat lingkungan atau wadah dalam
keadaan lembab. Sistem basah terbagi
atas dua metode, yakni metode terbuka
dan metode tertutup.
Faktor yang sangat penting pada
pengangkutan
benih
ikan
adalah
tersedianya
oksigen
terlarut
yang
memadai, tetapi faktor ini sangat tidak
menjamin ikan berada dalam kondisi baik
setelah pengangkutan. Kemampuan ikan
untuk
mengkonsumsi
oksigen
juga
dipengaruhi oleh toleransi terhadap
stress, suhu air, pH, konsentrasi CO2, dan
sisa metabolisme lain seperti amoniak
(Junianto, 2003). Transportasi benih ikan,
biasanya dilakukan dengan kepadatan
yang sedikit lebih tinggi, hal ini bertujuan
agar biaya transportasi lebih efisien.
40
ISSN 2302-2612
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
Semakin padat ikan yang dibawa di dalam
suatu wadah, semakin besar kemungkinan
ikan tersebut terluka akibat gesekangesekan
antar
ikan.
Ikan
yang
ditransportasikan secara padat dalam
suatu wadah akan mudah mengalami
stres. Stres dan luka akibat gesekan dapat
menimbulkan penyakit dan akhirnya ikan
mati.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium
Breeding
Fakultas
Pertanian-Perikanan
Universitas
Dr.
Soetomo Surabaya
mulai tanggal 7
sampai dengan 13 Februari 2012.
Bahan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah benih ikan
lele dumbo (Clarias gariepinus) ukuran 79 cm sebanyak 270 ekor, kantong plastik,
karet gelang, lakban, air tawar bersih dan
es batu sebagai bahan pembius. Peralatan
penelitian
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah kolam terpal
sebanyak dua buah dengan kapasitas 6
m3, thermometer, penggaris, DO meter,
serok, kotak styrofoam, jam, spidol dan
alat transportasi darat (mobil). Variabel
dalam penelitian adalah variabel bebas
(independent variable) yaitu suhu dan
lama pembiusan dan variabel tergantung
(dependent variable) yaitu tingkat
kelulusan hidup benih lele.
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode eksperimental. Surachmad
(1990) mengemukakan bahwa metode
eksperimen adalah merupakan metode
yang menggunakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara
observasi langsung terhadap gejala objek
yang diteliti. Rancangan penelitian yang
dipergunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari
dua faktor, yaitu suhu (faktor A) yang
terdiri dari tiga taraf (12oC, 16oC dan 20o
C) dengan notasi (a1, a2 dan a3) dan
lama pembiusan (faktor B) yang terdiri
dari tiga taraf (20, 30 dan 40 menit)
dengan notasi (b1, b2 dan b3). Kombinasi
perlakuan ini adalah (a1b1), (a1b2),
(a1b3), (a2b1), (a2b2), (a2b3), (a3b1),
(a31b2) dan (a3b3), masing-masing
kombinasi perlakuan dilakukan ulangan
sebanyak tiga kali sehingga ada 27
kombinasi perlakuan.
Analisis data secara statistik
menggunakan Anova Faktorial (Two Way
Anova) untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh perlakuan yang diberikan,
dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan 5 % untuk mengetahui signifikasi
pengaruh
perlakuan
satu
dengan
perlakuan lainnya . Semua data uji dibuat
dengan menggunakan program SPSS
(statistic product and service solution)
release 3.1 for windows (Santoso, 2001).
Lay Out Penelitian
Letak kantong didalam styrofoam dapat
dilihat sebagai berikut :
Gambar 1. Lay Out Letak Kantong
didalam Styrofoam Selama Penelitian
(a1b1) 1
(a1b2) 1
(a1b3) 1
(a2b1) 1
(a2b2) 1
(a2b3) 1
(a3b1) 1
(a3b2) 1
(a3b3) 1
(a1b1) 2
(a1b2) 2
(a1b3) 2
(a2b1) 2
(a2b2) 2
(a2b3) 2
(a3b1) 2
(a3b2) 2
(a3b3) 2
(a2b1) 3
(a2b2) 3
(a2b3) 3
(a1b1) 3
(a1b2) 3
(a1b3) 3
(a3b1) 3
(a3b2) 3
(a3b3) 3
Keterangan :
- (a1b1), (a1b2), (a1b3), (a2b1),
(a2b2), (a2b3), (a3b1), (a3b2) dan
(a3b3) adalah perlakuan
- 1, 2, 3, adalah ulangan
Prosedur Penelitian
Benih ikan lele dumbo yang akan
digunakan dalam penelitian dipuasakan
atau diberok terlebih dahulu selama
sehari dengan tujuan untuk membuang,
atau membersihkan kotoran dari perut
ikan karena kotoran dapat mengganggu
kegiatan
transportasi.
Kemudian
ISSN 2302-2612
41
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
dilakukan pengamatan terhadap kondisi
kesehatan benih ikan, meliputi keutuhan
anggota tubuh, tidak mengalami luka,
tidak berpenyakit dan respon terhadap
rangsangan baik. Wadah uji yang
digunakan untuk pembiusan adalah
sebuah kotak styrofoam berukuran 75 x
40 x 30 Cm3, sedangkan media uji yang
digunakan untuk pembiusan adalah air
tawar bersih, dan pengemasan benih ikan
menggunakan kantong plastik dengan
volume 2 kg dengan ketebalan 0,8 mm.
Hewan uji dimasukkan ke dalam kotak
styrofoam
Gambar 1. Kegiatan Pembiusan
Setelah tercapai lama waktu
pembiusan (20, 30 dan 40 menit), ikan
diambil untuk dikemas didalam kantong
yang sudah diberi label dan telah diisi air
sama dengan volme ikan (macak) dan
tambahan oksigen murni sama dengan
volume ikan; mengikat kantong dengan
karet lalu menata kantong dalam kotak
styrofoam; menambahkan es batu 300
gram untuk penstabil suhu didasar kotak
styrofoam; menutup kotak styrofoam dan
memplester dengan plakban; Kemudian
benih siap untuk dilakukan kegiatan
transportasi selama 10 jam.
Pengamatan dilakukan setelah
transportasi benih menempuh waktu 10
jam. Proses penyadaran (aklimatisasi)
benih lele sebagai berikut : memasukkan
kantong pembungkus benih ke dalam
media air suhu normal untuk proses
aklimatisasi suhu kurang lebih selama
lima menit, membuka kantong dan
mengisi air sedikit demi sedikit. Setelah
itu dilakukan penghitungan jumlah ikan
yang hidup, dan menghitung tingkat
kelulusan hidup benih lele dumbo dengan
cara membagi jumlah benih diawal
perlakuan kemudian dikalikan 100%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2. Memasukkan dalam kantong
plastik
Pembiusan
dilakukan
dengan
tahapan berikut: tiga kotak styrofoam
masing-masing diisi air tawar sebanyak 10
liter; thermometer dimasukkan kedalam
kotak styrofoam sebagai petunjuk suhu
pembiusan; es batu yang terbungkus
plastik dimasukkan kedalam kotak
styrofoam, setelah memperoleh suhu
yang telah ditentukan (12oC, 16oC dan 20o
C ) es batu dikeluarkan dari kotak
Styrofoam,
kemudian
benih
ikan
dimasukkan kedalam masing-masing kotak
Styrofoam sebanyak 270 ekor / kotak dan
menutup kotak styrofoam dengan rapat;
Berdasarkan
hasil pengamatan
tentang pengaruh suhu dan lama
pembiusan terhadap tingkat kelulusan
hidup benih lele dumbo (Clarias
gariepinus) dalam transportasi sistem
kering tertutup selama 10 jam diperoleh
data seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Tingkat Kelulusan
Hidup (%) Benih Lele Dumbo
Berdasarkan Perlakuan Suhu
Pembiusan (oC)
Perlakuan Suhu
Kelulusan
Notasi
o
Pembiusan ( C)
Hidup (%)
16 (a2)
97.7778
a
12 (a1)
80.3704
b
20 (a3)
78.5185
b
Hasil uji Anova menunjukkan
bahwa
perlakuan
suhu
pembiusan
berpengaruh nyata terhadap tingkat
42
ISSN 2302-2612
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
kelulusan hidup benih lele dumbo dengan
sig (p-value) = 0,000 < α = 0,05, setelah
diuji dengan jarak berganda Duncan
menunjukkan bahwa suhu pembiusan 16
o
C
menghasilkan rata-rata tingkat
kelulusan hidup benih lele dumbo
tertinggi yaitu 97,78%, dan terendah
pada suhu 20 oC yaitu 78,52%.
Pengaruh
lama
pembiusan
terhadap tingkat kelulusan hidup benih
lele dumbo tidak menunjukkan hubungan
yang nyata dengan sig (p-value) = 0,498 >
α = 0,05. Hasil analisis seperti pada tabel
2 berikut :
Tabel 3. Nilai Rata-rata Tingkat Kelulusan
Hidup (%) Benih Ikan Lele Dumbo
Berdasarkan Perlakuan Suhu
Pembiusan (oC) dan Lama
Pembiusan (menit).
Dependent Variable:
Tingkat_Kelulusan_Hidup (%)
Suhu_P
embius
an (oC)
Lama_Pem
biusan
(menit)
12
20
30
40
Tabel 2. Tingkat Kelulusan Hidup (%)
Benih
Ikan
Lele
Dumbo
Berdasarkan
Rata-rata
Perlakuan Lama Pembiusan
(menit)
Perlakuan Lama
Kelulusan
Notasi
Pembiusan (menit)
Hidup (%)
30 (b2)
84.8148
a
40(b3)
85.1852
a
20 (b1)
86.6667
a
16
20
30
40
20
20
30
40
Mean
87.77
8
78.88
9
74.44
4
96.66
7
97.77
8
98.88
9
75.55
6
77.77
8
82.22
2
Std.
Error
95% Confidence
Interval
Lower
Upper
Bound
Bound
1.995
83.587
91.968
1.995
74.699
83.079
1.995
70.254
78.635
1.995
92.476
100.857
1.995
93.587
101.968
1.995
94.699
103.079
1.995
71.365
79.746
1.995
73.587
81.968
1.995
78.032
86.413
Berdasarkan
hasil penelitian
diperoleh
bahwa pengangkutan benih
Pengaruh
interaksi
suhu
lele
dumbo
dengan
sistem kering tertutup
pembiusan
dan
lama
pembiusan
selama
10
jam
menghasilkan
rata-rata
menunjukkan pengaruh nyata terhadap
tingkat
kelulusan
hidup
benih
lele
dumbo
tingkat kelulusan hidup benih ikan lele
tertinggi
terdapat
pada
kombinasi
suhu
dumbo dengan sig (p-value) = 0,001 < α =
o
pembiusan 16 C dan lama pembiusan 40
0,05. Dan dari hasil uji jarak berganda
menit yaitu sebesar 98.89 %, sedangkan
Duncan
diperoleh
interaksi
suhu
tingkat
kelulusan
terendah
pada
pembiusan dan lama pembiusan terhadap
o
kombinasi
suhu
pembiusan
12
C
dan
lama
tingkat kelulusan hidup benih lele dumbo
pembiusan 40 menit sebesar 74.44 %.
tertinggi terjadi pada interaksi suhu
o
Kombinasi suhu pembiusan 16 oC
pembiusan 16 C dan lama pembiusan 40
dan lama pembiusan 40 menit benih lele
menit sebesar 98.89%, sedangkan yang
o
dumbo berada pada tingkat pingsan yang
terendah pada interaksi 12 C / 40 menit
diinginkan untuk transportasi sistem
sebesar 74.44%. Hasil analisis bisa dilihat
kering tertutup dimana kondisi benih lele
pada tabel 3.
dumbo
memperlihatkan
tanda-tanda
tidak reaktif ketika dirangsang dari luar,
gerakan operculum sangat lambat dan
diangkat dari air tidak meronta atau
bergerak. Kondisi ini sesuai dengan
pendapat Ravael (1996) bahwa fase
pingsan respon tingkah laku ikan adalah
reaktifitas terhadap rangsangan luar tidak
ada kecuali dengan tekanan kuat dan
gerakan operculum lambat. Kondisi benih
ikan lele dumbo setelah pembongkaran
dan
penyadaran
(aklimatisasi)
43
ISSN 2302-2612
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
memperlihatkan tanda-tanda sebagai
berikut : tidak ada pergerakan (tenang),
respon tidak ada, kondisi tubuh tidak
kaku, waktu diangkat tidak meronta dan
setelah
penyadaran
tidak
terjadi
kematian.
Keadaan
inilah
sebagai
indikator (tanda-tanda) bahwa benih lele
dumbo telah mengalami fase pingsan.
Pembiusan ikan adalah tindakan
yang membuat kondisi dimana tubuh ikan
kehilangan kemampuan untuk merasa
(insensibility). Ikan akan mengalami
perubahan fisiologis dari keadaan hidup
aktif menjadi dorman atau pingsan.
Donaldson et al. (2008) menyatakan
bahwa respon terhadap kondisi stress
pada ikan dibagi menjadi 3 grup yaitu
primer (contohnya respon neuroendrokin
dan
pelepasan
corticosteroid
dan
catecolamin);
sekunder
(contohnya
perubahan
metabolisme,
seluler,
haemotologikal,
osmoregulatori
dan
imunologikal);
dan
tersier
(respon
fisiologis dan periaku stres secara
keseluruhan. Seiring dengan penurunan
suhu, respon perilaku stres antara lain
hiper responsif pada stimulasi sentuhan,
kemudian penurunan lebih lanjut akan
menyebabkan ikan menabrak dinding
tangki dan spontan berputar-putar,
selanjutnya kehilangan keseimbangan dan
pada
akhirnya
kehilangan
seluruh
keseimbangan dan pingsan.
Ikan dalam keadaan pingsan,
metabolismenya berada pada tingkat
yang paling rendah dari metabolisme
basal, sehingga kelulusan hidup di luar
media air tinggi (Setiabudi et al., 1995).
Boyd (1982) mengatakan bahwa reaksi
kimia dan biologi organisme meningkat
dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu
sebesar 10 oC, hal ini dapat dikatakan
bahwa menggunaan oksigen terlarut dua
kali lebih banyak pada suhu 30 oC
dibanding pada suhu 20 oC. Blaxter (1988)
dalam Setiadi dan Tridjoko (2001)
menyatakan
bahwa
suhu
sangat
berpengaruh
terhadap
metabolisme,
aktivitas enzim dan perilaku dan aktivitas
bergerak ikan. Menurut Fujaya (2004),
salah
satu
faktor
abiotik
yang
mempengaruhi laju metabolisme adalah
suhu,
peningkatan
suhu
10oC
menyebabbkan peningkatan metabolisme
3-5 kali.
Pembiusan ikan dapat dilakukan
dengan menggunakan senyawa – senyawa
kimia, suhu dingin, arus listrik, dan
penyakit (Sufianto, 2008). Pembiusan ikan
untuk pengangkutan dapat menurunkan
laju konsumsi O2, tingkat laju eksresi
karbondioksida,
amoniak,
dan sisa
buangan lainnya (Jhingran dan Pulin,
1985).
Junianto (2003) menyatakan, fase
pingsan merupakan fase yang dianjurkan
untuk pengangkutan ikan karena pada
kondisi ini aktivitas ikan relatif terhenti.
Terhentinya aktivitas ikan ditunjukkan
dengan tidak terpengaruhnya ikan oleh
gangguan dari luar tetapi keseimbangan
posisi tubuh tetap terjaga dan gerakan
operculum sangat lambat. Pada fase ini
aktivitas ikan relatif terhenti dan ikan
akan mengkonsumsi oksigen dalam
keadaan dasar (basal rate) atau oksigen
yang dikonsumsi hanya untuk kebutuhan
hidup.
KESIMPULAN
Suhu
pembiusan
berpengaruh
nyata terhadap kelulusan hidup benih lele
dumbo (Clarias gariepinus) ukuran 7–9 cm
dalam transportasi sistem kering tertutup
selama 10 jam dengan tingkat kelulusan
hidup tertinggi pada suhu 16 oC, sebesar
95.9 % . Lama pembiusan (20, 30 dan 40
menit) tidak berpengaruh nyata terhadap
kelulusan hidup benih ilele dumbo
(Clarias gariepinus) dengan tingkat
kelulusan hidup rata-rata 85.6%. Interaksi
suhu dan lama pembiusan terhadap
kelulusan hidup benih
lele dumbo
(Clarias gariepinus) tertinggi terdapat
pada kombinasi suhu pembiusan 16 oC dan
lama pembiusan 40 menit sebesar 98.9%
dan terendah pada kombinasi suhu
pembiusan 12 oC dan lama pembiusan 40
menit sebesar 74,44%
ISSN 2302-2612
44
Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013
DAFTAR PUSTAKA
Boyd
C.E (1982) Water Quality
Managemen For Pond Fish
Cultur.
Elsevier
Scientific
Publishing Company AmsterdamOxford-New York. P-6-50.
Dirjen Perikanan Tangkap, 2004. Statistik
Perikanan
Tangkap
2002.
Departemen
Perikanan
dan
Kelautan.
Donaldson MR, Cooke SJ, Patterson DA,
Macdonald JS. 2008. Review
Paper: Cold Shock and Fish. J
Fish Biol 73:1491-1530
Fuad
Cholik,
Ateng
G.Jagatraya,
Poernomo,RP.,
Ahmad
Fausi,
2005.
Akuakultur
Tumpuan
Harapan Masa Depan Bangsa.
Kerjasama Masyarakat Perikanan
Nusantara-Taman Akuarium Air
Tawar.Victoria
Kreasi Mandiri
Jakarta, 415 Hal.
Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar
Pengembangan
Teknik
Perikanan. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta.
Irania, Y. 2003. Mempelajari Suhu
Optimal dan Pola Penurunan
Kadar O2 Ruang Kemasan pada
Transportasi Udang dan Ikan
Sistem Kering. Jurusan Teknik
Pertanian.
Institut
Pertanian
Bogor. Bogor.
Jangkaru, Z. 2003. Memelihara Ikan di
Kolam Tadah Hujan. Penerbit
Penebar Swadaya. Jakarta.
Jhingran, V. G. and R. S. V. Pulin. 1985. A
Hatchery
Manual
for
The
Common Carp, Chinese, and
Indian Major. ICLARM Studies and
Reviews II. Asian Development
Bank.
Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan
Hidup.
Penenebar
Swadaya.
Jakarta. 93-115 hal.
Kusriningrum.
1990.
Perancangan
Percobaan Acak Kelompok, Bujur
Sangkar Latin dan Faktorial.
Fakultas
Kedokteran
Hewan.
Universitas Airlangga. Surabaya.
187 hal.
Mahyuddin.
2008. Panduan Lengkap
Agribisnis Lele. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Najiyati, S. 1992. Memelihara Lele
Dumbo di Kolam Taman. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Pramono, Y. D. 2002. Pengaruh
Konsetrasi MS-222 dan Lama
Pembiusan
yang
Berbeda
terhadap
Tingkat
Kelulusan
Hidup Udang Windu (Penaeus
monodon)
Tambak
dalam
Transportasi
Hidup
Sistem
Kering.
Budidaya
Perairan.
Fakultas Perikanan. Universitas
Brawijaya. Malang. 52 hal.
Ravael, F, J. 1996. Obat Bius Ikan
Pengaruh dan Pemakaiannya.
Techner 25 Th V : 39-41
Santoso, S. 2001. Mengolah Data
Statistik Profesional dengan
SPSS. Alex Komputindo. Jakarta.
430 hal.
Sufianto, B. 2008. Uji Transportasi Ikan
Maskoki
(Carassius
auratus
Linnaeus) Hidup Sistem Kering
dengan Perlakuan Suhu dan
Penurunan Konsentrasi Oksigen.
Tesis Program Studi Teknologi
Pascapanen. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sukadi, F. , 2003. Peluang dan
Tantangan Bisnis Aquakultur di
Indonesia Pada Era Globalisasi.
“Kebijakan Usaha Akuakultur di
Indonesia”. Seminar Masyarakat
Akuakultur Indonesia Surabaya.
Surachmad, W , 1990. Pengantar Ilmu
Penelitian
Ilmiah.
Penerbit
Tarsito. Bandung.
Wibowo, S. 1993. Penerapan Teknologi
Penanganan dan Transportasi
Ikan Hidup di Indonesia. Sub
Balai Penelitian Perikanan Laut
Slipi. Jakarta.
Wibowo,
S.,
E.
Setiabudi,
D.
Suryaningrum, dan Y. Sudradjat.
1994. Pengaruh Penurunan Suhu
terhadap Aktifitas Lobster Hijau
(Panulirus
hamarus).
Balai
Penelitian Perikanan Laut. Balai
penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta.
ISSN 2302-2612
45
Download