Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 EFEKTIVITAS SISTEM TRANSPORTASI KERING TERTUTUP PADA PENGANGKUTAN BENIH LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Kusyairi, Nurul Hayati & Sri Oetami Madyowati Fakultas Pertanian-Jurusan Perikanan-Program Studi Budidaya Perairan Universitas Dr. Soetomo Surabaya [email protected] ABSTRACT One of the sufficient promising fish cultivation is cat fish cultivation. Cat fish cultivation highly prolific due to easy to cultivation in land and finite springs with high spread density, cultivation technology is relative easy to be learned by the people, such their marketing are easy and required capital is low. The aim of this research are to gain anesthetizes temperature, anesthetizes duration and both combination for the best to producing highest longevity level of cat fish seed (Clarias gariepinus) in closed dry transportation system. Research design that employed is RAL Factorial (Factorial Complete Random Design). Treatment in this research are two factors, namely temperature (A Factor) consist of three degrees (12,16 and 18 oC) with notation (a1,a2, and a3) and anesthetizes duration (B Factor) consists of three degrees (20, 30 and 40 minutes) with notation (b1,b2, and b3). Combination of this treatment are (a1b1), (a1b2),(a2b1), (a2b2), (a3b1), (a3b2) and (a3b3), respectively of this treatment combination done three times, obtained 27 treatment combinations. The result indicating that anesthetize temperature have real effect toward longevity level of cat fish seed (Clarias gariepinus) size 7-9 cm in closed dry transportation system for 10 hours produce highest longevity level in 16°C, around 95.91%. The anesthetizes duration did not have real effect on longevity level of cat fish seed (Clarias gariepinus) for 10 hours but yielding highest longevity level 20 minutes, that is 86.76%. Combination (interaction) of temperature and anesthetizes duration have real effect on longevity level of cat fish seed (Clarias gariepinus) size 7-9 in closed dry transportation system for 10 hours and yield highest longevity level of cat fish seed (Clarias gariepinus) is temperature anesthetizes 16°C and anesthetizes duration 40 minutes, as many 98.89%. Kata kunci : Clarias gariepinus, kelangsungan hidup, suhu, sistem transportasi kering tertutup PENDAHULUAN Pemanfaatan stock ikan laut di perairan, sebagaimana umumnya dengan stok ikan laut dunia, sudah mendekati titik jenuh. Kejenuhan tingkat pemanfaatan sumberdaya tampak dari tingkat produksi perikanan tangkap nasional yang sudah mendekati besaran jumlah total stok ikan yang boleh ditangkap (JTB) di perairan Indonesia yang diperkirakan sekitar 5,12 juta ton/tahun. Pada tahun 2004 Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) memperkirakan besarnya produksi perikanan laut akan mencapai 5 Juta ton yang berarti hampir setara dengan besaran JTB diatas ( Dirjen Perikanan Tangkap, 2004). Di sisi lain peningkatan produk perikanan masih sangat dibutuhkan dalam rangka ketahanan pangan, khususnya untuk memasok kebutuhan akan protein hewani bagi penduduk Indonesia dan negara lain. Penduduk Indonesia pada tahun 2015 diperkirakan akan mencapai ISSN 2302-2612 39 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 sekitar 250 juta orang. Mereka membutuhkan sekitar 36,2 gr protein/kapita/tahun. Dari jumlah tersebut sekitar 60 % atau 21,72 gr diharapkan dapat dipenuhi dari perikanan dan sisanya dari peternakan. Besarnya kebutuhan protein yang berasal dari perikanan tersebut setara dengan 42 kg ikan/kapita/tahun, apabila angka kandungan protein ikan rata-rata 18,5 % (Fuad Cholik, dkk. 2005) Indonesia memiliki perairan tawar yang sangat potensial untuk usaha perikanan. Data dari Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2004, potensi pemanfaatan lahan budidaya air tawar (kolam) sebesar 375.000 Ha, dan baru dimanfaatkan sebesar 68.690 Ha atau 18,32 %. Luasan tersebut diharapkan terjadi kenaikan pemanfaatan sebesar 20 % setiap tahun. Target pemanfaatan potensi lahan juga dimaksudkan sebagai program pengembangan budidaya dipedesaan (rural aquaculture), dimana program itu bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan peningkatan pendapatan melalui pengembangan budidaya ikan konsumsi dan ikan hias (Sukadi , 2004). Salah satu budidaya ikan yang cukup menjanjikan yaitu budidaya ikan lele dumbo. Budidaya lele dumbo berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasarannya relatif mudah dan modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah (Najiyati, 1992). Produksi lele ukuran konsumsi secara nasional mengalami kenaikan sebesar 18,3 % per tahun dari 24.991 ton pada tahun 1999 menjadi 57.740 ton pada tahun 2003. Revitalisasi lele sampai dengan akhir tahun 2009 ditargetkan mencapai produksi 175.000 ton atau meningkat rata rata 21,64 % per tahun. Kebutuhan benih lele meningkat pesat dari 156 juta ekor pada tahun 1999 menjadi 360 juta ekor pada tahun 2003 atau meningkat rata rata sebesar 46 % per tahun. Kebutuhan benih lele sampai dengan akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai1,95 milliar ekor (Mahyuddin, 2008). Salah satu faktor penting dalam penyediaan benih ikan lele untuk memenuhi kebutuhan pembudidaya ikan dan keberhasilan dalam budidaya ikan lele dumbo adalah transportasi ikan hidup. Transportasi ikan hidup tanpa media air merupakan sistem pengangkutan ikan hidup dengan media pengangkutan bukan air. Karena tidak menggunakan air, ikan dibuat dalam kondisi tenang atau aktifitas respirasi dan metabolismenya rendah. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila ikan dalam kondisi pingsan (imotil) (Wibowo, 1993). Transportasi ikan hidup pada dasarnya memaksa dan menempatkan ikan dalam suatu lingkungan yang berlainan dengan lingkungan asalnya, disertai dengan perubahan sifat lingkungan yang mendadak. Ikan hidup yang akan dikirim dipersyaratkan dalam keadaan sehat dan tidak cacat untuk mengurangi peluang mati selama pengangkutan (Handisoeparjo, 1982). Transportasi ikan hidup terbagi dua yaitu sistem basah dan sistem kering. Pada transportasi sistem basah, media harus sama dengan tempat hidup ikan sebelumnya yaitu air dan oksigen (Wibowo, 1993). Sedangkan transportasi sistem kering merupakan transportasi yang tidak menggunakan air sebagai media transportasi, namun demikian bisa membuat lingkungan atau wadah dalam keadaan lembab. Sistem basah terbagi atas dua metode, yakni metode terbuka dan metode tertutup. Faktor yang sangat penting pada pengangkutan benih ikan adalah tersedianya oksigen terlarut yang memadai, tetapi faktor ini sangat tidak menjamin ikan berada dalam kondisi baik setelah pengangkutan. Kemampuan ikan untuk mengkonsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh toleransi terhadap stress, suhu air, pH, konsentrasi CO2, dan sisa metabolisme lain seperti amoniak (Junianto, 2003). Transportasi benih ikan, biasanya dilakukan dengan kepadatan yang sedikit lebih tinggi, hal ini bertujuan agar biaya transportasi lebih efisien. 40 ISSN 2302-2612 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 Semakin padat ikan yang dibawa di dalam suatu wadah, semakin besar kemungkinan ikan tersebut terluka akibat gesekangesekan antar ikan. Ikan yang ditransportasikan secara padat dalam suatu wadah akan mudah mengalami stres. Stres dan luka akibat gesekan dapat menimbulkan penyakit dan akhirnya ikan mati. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Breeding Fakultas Pertanian-Perikanan Universitas Dr. Soetomo Surabaya mulai tanggal 7 sampai dengan 13 Februari 2012. Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ukuran 79 cm sebanyak 270 ekor, kantong plastik, karet gelang, lakban, air tawar bersih dan es batu sebagai bahan pembius. Peralatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolam terpal sebanyak dua buah dengan kapasitas 6 m3, thermometer, penggaris, DO meter, serok, kotak styrofoam, jam, spidol dan alat transportasi darat (mobil). Variabel dalam penelitian adalah variabel bebas (independent variable) yaitu suhu dan lama pembiusan dan variabel tergantung (dependent variable) yaitu tingkat kelulusan hidup benih lele. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Surachmad (1990) mengemukakan bahwa metode eksperimen adalah merupakan metode yang menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi langsung terhadap gejala objek yang diteliti. Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari dua faktor, yaitu suhu (faktor A) yang terdiri dari tiga taraf (12oC, 16oC dan 20o C) dengan notasi (a1, a2 dan a3) dan lama pembiusan (faktor B) yang terdiri dari tiga taraf (20, 30 dan 40 menit) dengan notasi (b1, b2 dan b3). Kombinasi perlakuan ini adalah (a1b1), (a1b2), (a1b3), (a2b1), (a2b2), (a2b3), (a3b1), (a31b2) dan (a3b3), masing-masing kombinasi perlakuan dilakukan ulangan sebanyak tiga kali sehingga ada 27 kombinasi perlakuan. Analisis data secara statistik menggunakan Anova Faktorial (Two Way Anova) untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan yang diberikan, dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan 5 % untuk mengetahui signifikasi pengaruh perlakuan satu dengan perlakuan lainnya . Semua data uji dibuat dengan menggunakan program SPSS (statistic product and service solution) release 3.1 for windows (Santoso, 2001). Lay Out Penelitian Letak kantong didalam styrofoam dapat dilihat sebagai berikut : Gambar 1. Lay Out Letak Kantong didalam Styrofoam Selama Penelitian (a1b1) 1 (a1b2) 1 (a1b3) 1 (a2b1) 1 (a2b2) 1 (a2b3) 1 (a3b1) 1 (a3b2) 1 (a3b3) 1 (a1b1) 2 (a1b2) 2 (a1b3) 2 (a2b1) 2 (a2b2) 2 (a2b3) 2 (a3b1) 2 (a3b2) 2 (a3b3) 2 (a2b1) 3 (a2b2) 3 (a2b3) 3 (a1b1) 3 (a1b2) 3 (a1b3) 3 (a3b1) 3 (a3b2) 3 (a3b3) 3 Keterangan : - (a1b1), (a1b2), (a1b3), (a2b1), (a2b2), (a2b3), (a3b1), (a3b2) dan (a3b3) adalah perlakuan - 1, 2, 3, adalah ulangan Prosedur Penelitian Benih ikan lele dumbo yang akan digunakan dalam penelitian dipuasakan atau diberok terlebih dahulu selama sehari dengan tujuan untuk membuang, atau membersihkan kotoran dari perut ikan karena kotoran dapat mengganggu kegiatan transportasi. Kemudian ISSN 2302-2612 41 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 dilakukan pengamatan terhadap kondisi kesehatan benih ikan, meliputi keutuhan anggota tubuh, tidak mengalami luka, tidak berpenyakit dan respon terhadap rangsangan baik. Wadah uji yang digunakan untuk pembiusan adalah sebuah kotak styrofoam berukuran 75 x 40 x 30 Cm3, sedangkan media uji yang digunakan untuk pembiusan adalah air tawar bersih, dan pengemasan benih ikan menggunakan kantong plastik dengan volume 2 kg dengan ketebalan 0,8 mm. Hewan uji dimasukkan ke dalam kotak styrofoam Gambar 1. Kegiatan Pembiusan Setelah tercapai lama waktu pembiusan (20, 30 dan 40 menit), ikan diambil untuk dikemas didalam kantong yang sudah diberi label dan telah diisi air sama dengan volme ikan (macak) dan tambahan oksigen murni sama dengan volume ikan; mengikat kantong dengan karet lalu menata kantong dalam kotak styrofoam; menambahkan es batu 300 gram untuk penstabil suhu didasar kotak styrofoam; menutup kotak styrofoam dan memplester dengan plakban; Kemudian benih siap untuk dilakukan kegiatan transportasi selama 10 jam. Pengamatan dilakukan setelah transportasi benih menempuh waktu 10 jam. Proses penyadaran (aklimatisasi) benih lele sebagai berikut : memasukkan kantong pembungkus benih ke dalam media air suhu normal untuk proses aklimatisasi suhu kurang lebih selama lima menit, membuka kantong dan mengisi air sedikit demi sedikit. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah ikan yang hidup, dan menghitung tingkat kelulusan hidup benih lele dumbo dengan cara membagi jumlah benih diawal perlakuan kemudian dikalikan 100%. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 2. Memasukkan dalam kantong plastik Pembiusan dilakukan dengan tahapan berikut: tiga kotak styrofoam masing-masing diisi air tawar sebanyak 10 liter; thermometer dimasukkan kedalam kotak styrofoam sebagai petunjuk suhu pembiusan; es batu yang terbungkus plastik dimasukkan kedalam kotak styrofoam, setelah memperoleh suhu yang telah ditentukan (12oC, 16oC dan 20o C ) es batu dikeluarkan dari kotak Styrofoam, kemudian benih ikan dimasukkan kedalam masing-masing kotak Styrofoam sebanyak 270 ekor / kotak dan menutup kotak styrofoam dengan rapat; Berdasarkan hasil pengamatan tentang pengaruh suhu dan lama pembiusan terhadap tingkat kelulusan hidup benih lele dumbo (Clarias gariepinus) dalam transportasi sistem kering tertutup selama 10 jam diperoleh data seperti pada tabel 1. Tabel 1. Rata-rata Tingkat Kelulusan Hidup (%) Benih Lele Dumbo Berdasarkan Perlakuan Suhu Pembiusan (oC) Perlakuan Suhu Kelulusan Notasi o Pembiusan ( C) Hidup (%) 16 (a2) 97.7778 a 12 (a1) 80.3704 b 20 (a3) 78.5185 b Hasil uji Anova menunjukkan bahwa perlakuan suhu pembiusan berpengaruh nyata terhadap tingkat 42 ISSN 2302-2612 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 kelulusan hidup benih lele dumbo dengan sig (p-value) = 0,000 < α = 0,05, setelah diuji dengan jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa suhu pembiusan 16 o C menghasilkan rata-rata tingkat kelulusan hidup benih lele dumbo tertinggi yaitu 97,78%, dan terendah pada suhu 20 oC yaitu 78,52%. Pengaruh lama pembiusan terhadap tingkat kelulusan hidup benih lele dumbo tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan sig (p-value) = 0,498 > α = 0,05. Hasil analisis seperti pada tabel 2 berikut : Tabel 3. Nilai Rata-rata Tingkat Kelulusan Hidup (%) Benih Ikan Lele Dumbo Berdasarkan Perlakuan Suhu Pembiusan (oC) dan Lama Pembiusan (menit). Dependent Variable: Tingkat_Kelulusan_Hidup (%) Suhu_P embius an (oC) Lama_Pem biusan (menit) 12 20 30 40 Tabel 2. Tingkat Kelulusan Hidup (%) Benih Ikan Lele Dumbo Berdasarkan Rata-rata Perlakuan Lama Pembiusan (menit) Perlakuan Lama Kelulusan Notasi Pembiusan (menit) Hidup (%) 30 (b2) 84.8148 a 40(b3) 85.1852 a 20 (b1) 86.6667 a 16 20 30 40 20 20 30 40 Mean 87.77 8 78.88 9 74.44 4 96.66 7 97.77 8 98.88 9 75.55 6 77.77 8 82.22 2 Std. Error 95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 1.995 83.587 91.968 1.995 74.699 83.079 1.995 70.254 78.635 1.995 92.476 100.857 1.995 93.587 101.968 1.995 94.699 103.079 1.995 71.365 79.746 1.995 73.587 81.968 1.995 78.032 86.413 Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengangkutan benih Pengaruh interaksi suhu lele dumbo dengan sistem kering tertutup pembiusan dan lama pembiusan selama 10 jam menghasilkan rata-rata menunjukkan pengaruh nyata terhadap tingkat kelulusan hidup benih lele dumbo tingkat kelulusan hidup benih ikan lele tertinggi terdapat pada kombinasi suhu dumbo dengan sig (p-value) = 0,001 < α = o pembiusan 16 C dan lama pembiusan 40 0,05. Dan dari hasil uji jarak berganda menit yaitu sebesar 98.89 %, sedangkan Duncan diperoleh interaksi suhu tingkat kelulusan terendah pada pembiusan dan lama pembiusan terhadap o kombinasi suhu pembiusan 12 C dan lama tingkat kelulusan hidup benih lele dumbo pembiusan 40 menit sebesar 74.44 %. tertinggi terjadi pada interaksi suhu o Kombinasi suhu pembiusan 16 oC pembiusan 16 C dan lama pembiusan 40 dan lama pembiusan 40 menit benih lele menit sebesar 98.89%, sedangkan yang o dumbo berada pada tingkat pingsan yang terendah pada interaksi 12 C / 40 menit diinginkan untuk transportasi sistem sebesar 74.44%. Hasil analisis bisa dilihat kering tertutup dimana kondisi benih lele pada tabel 3. dumbo memperlihatkan tanda-tanda tidak reaktif ketika dirangsang dari luar, gerakan operculum sangat lambat dan diangkat dari air tidak meronta atau bergerak. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Ravael (1996) bahwa fase pingsan respon tingkah laku ikan adalah reaktifitas terhadap rangsangan luar tidak ada kecuali dengan tekanan kuat dan gerakan operculum lambat. Kondisi benih ikan lele dumbo setelah pembongkaran dan penyadaran (aklimatisasi) 43 ISSN 2302-2612 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut : tidak ada pergerakan (tenang), respon tidak ada, kondisi tubuh tidak kaku, waktu diangkat tidak meronta dan setelah penyadaran tidak terjadi kematian. Keadaan inilah sebagai indikator (tanda-tanda) bahwa benih lele dumbo telah mengalami fase pingsan. Pembiusan ikan adalah tindakan yang membuat kondisi dimana tubuh ikan kehilangan kemampuan untuk merasa (insensibility). Ikan akan mengalami perubahan fisiologis dari keadaan hidup aktif menjadi dorman atau pingsan. Donaldson et al. (2008) menyatakan bahwa respon terhadap kondisi stress pada ikan dibagi menjadi 3 grup yaitu primer (contohnya respon neuroendrokin dan pelepasan corticosteroid dan catecolamin); sekunder (contohnya perubahan metabolisme, seluler, haemotologikal, osmoregulatori dan imunologikal); dan tersier (respon fisiologis dan periaku stres secara keseluruhan. Seiring dengan penurunan suhu, respon perilaku stres antara lain hiper responsif pada stimulasi sentuhan, kemudian penurunan lebih lanjut akan menyebabkan ikan menabrak dinding tangki dan spontan berputar-putar, selanjutnya kehilangan keseimbangan dan pada akhirnya kehilangan seluruh keseimbangan dan pingsan. Ikan dalam keadaan pingsan, metabolismenya berada pada tingkat yang paling rendah dari metabolisme basal, sehingga kelulusan hidup di luar media air tinggi (Setiabudi et al., 1995). Boyd (1982) mengatakan bahwa reaksi kimia dan biologi organisme meningkat dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10 oC, hal ini dapat dikatakan bahwa menggunaan oksigen terlarut dua kali lebih banyak pada suhu 30 oC dibanding pada suhu 20 oC. Blaxter (1988) dalam Setiadi dan Tridjoko (2001) menyatakan bahwa suhu sangat berpengaruh terhadap metabolisme, aktivitas enzim dan perilaku dan aktivitas bergerak ikan. Menurut Fujaya (2004), salah satu faktor abiotik yang mempengaruhi laju metabolisme adalah suhu, peningkatan suhu 10oC menyebabbkan peningkatan metabolisme 3-5 kali. Pembiusan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa – senyawa kimia, suhu dingin, arus listrik, dan penyakit (Sufianto, 2008). Pembiusan ikan untuk pengangkutan dapat menurunkan laju konsumsi O2, tingkat laju eksresi karbondioksida, amoniak, dan sisa buangan lainnya (Jhingran dan Pulin, 1985). Junianto (2003) menyatakan, fase pingsan merupakan fase yang dianjurkan untuk pengangkutan ikan karena pada kondisi ini aktivitas ikan relatif terhenti. Terhentinya aktivitas ikan ditunjukkan dengan tidak terpengaruhnya ikan oleh gangguan dari luar tetapi keseimbangan posisi tubuh tetap terjaga dan gerakan operculum sangat lambat. Pada fase ini aktivitas ikan relatif terhenti dan ikan akan mengkonsumsi oksigen dalam keadaan dasar (basal rate) atau oksigen yang dikonsumsi hanya untuk kebutuhan hidup. KESIMPULAN Suhu pembiusan berpengaruh nyata terhadap kelulusan hidup benih lele dumbo (Clarias gariepinus) ukuran 7–9 cm dalam transportasi sistem kering tertutup selama 10 jam dengan tingkat kelulusan hidup tertinggi pada suhu 16 oC, sebesar 95.9 % . Lama pembiusan (20, 30 dan 40 menit) tidak berpengaruh nyata terhadap kelulusan hidup benih ilele dumbo (Clarias gariepinus) dengan tingkat kelulusan hidup rata-rata 85.6%. Interaksi suhu dan lama pembiusan terhadap kelulusan hidup benih lele dumbo (Clarias gariepinus) tertinggi terdapat pada kombinasi suhu pembiusan 16 oC dan lama pembiusan 40 menit sebesar 98.9% dan terendah pada kombinasi suhu pembiusan 12 oC dan lama pembiusan 40 menit sebesar 74,44% ISSN 2302-2612 44 Jurnal Agroknow Vol 1 No 1 Tahun 2013 DAFTAR PUSTAKA Boyd C.E (1982) Water Quality Managemen For Pond Fish Cultur. Elsevier Scientific Publishing Company AmsterdamOxford-New York. P-6-50. Dirjen Perikanan Tangkap, 2004. Statistik Perikanan Tangkap 2002. Departemen Perikanan dan Kelautan. Donaldson MR, Cooke SJ, Patterson DA, Macdonald JS. 2008. Review Paper: Cold Shock and Fish. J Fish Biol 73:1491-1530 Fuad Cholik, Ateng G.Jagatraya, Poernomo,RP., Ahmad Fausi, 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Kerjasama Masyarakat Perikanan Nusantara-Taman Akuarium Air Tawar.Victoria Kreasi Mandiri Jakarta, 415 Hal. Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Irania, Y. 2003. Mempelajari Suhu Optimal dan Pola Penurunan Kadar O2 Ruang Kemasan pada Transportasi Udang dan Ikan Sistem Kering. Jurusan Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jangkaru, Z. 2003. Memelihara Ikan di Kolam Tadah Hujan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Jhingran, V. G. and R. S. V. Pulin. 1985. A Hatchery Manual for The Common Carp, Chinese, and Indian Major. ICLARM Studies and Reviews II. Asian Development Bank. Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan Hidup. Penenebar Swadaya. Jakarta. 93-115 hal. Kusriningrum. 1990. Perancangan Percobaan Acak Kelompok, Bujur Sangkar Latin dan Faktorial. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 187 hal. Mahyuddin. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Najiyati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya. Jakarta. Pramono, Y. D. 2002. Pengaruh Konsetrasi MS-222 dan Lama Pembiusan yang Berbeda terhadap Tingkat Kelulusan Hidup Udang Windu (Penaeus monodon) Tambak dalam Transportasi Hidup Sistem Kering. Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang. 52 hal. Ravael, F, J. 1996. Obat Bius Ikan Pengaruh dan Pemakaiannya. Techner 25 Th V : 39-41 Santoso, S. 2001. Mengolah Data Statistik Profesional dengan SPSS. Alex Komputindo. Jakarta. 430 hal. Sufianto, B. 2008. Uji Transportasi Ikan Maskoki (Carassius auratus Linnaeus) Hidup Sistem Kering dengan Perlakuan Suhu dan Penurunan Konsentrasi Oksigen. Tesis Program Studi Teknologi Pascapanen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sukadi, F. , 2003. Peluang dan Tantangan Bisnis Aquakultur di Indonesia Pada Era Globalisasi. “Kebijakan Usaha Akuakultur di Indonesia”. Seminar Masyarakat Akuakultur Indonesia Surabaya. Surachmad, W , 1990. Pengantar Ilmu Penelitian Ilmiah. Penerbit Tarsito. Bandung. Wibowo, S. 1993. Penerapan Teknologi Penanganan dan Transportasi Ikan Hidup di Indonesia. Sub Balai Penelitian Perikanan Laut Slipi. Jakarta. Wibowo, S., E. Setiabudi, D. Suryaningrum, dan Y. Sudradjat. 1994. Pengaruh Penurunan Suhu terhadap Aktifitas Lobster Hijau (Panulirus hamarus). Balai Penelitian Perikanan Laut. Balai penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. ISSN 2302-2612 45