identifikasi polimorfisme gen duffy blood group chemokine receptor

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
IDENTIFIKASI POLIMORFISME GEN DUFFY BLOOD
GROUP CHEMOKINE RECEPTOR (DARC) PADA SUBJEK
PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA, PAPUA
SKRIPSI
FAJAR MUHAMAD
0706263845
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
DEPOK
JUNI 2011
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
IDENTIFIKASI POLIMORFISME GEN DUFFY BLOOD
GROUP CHEMOKINE RECEPTOR (DARC) PADA SUBJEK
PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA, PAPUA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
FAJAR MUHAMAD
0706263845
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
DEPOK
JUNI 2011
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Fajar Muhamad
NPM
: 0706263845
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 9 Juni 2011
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya
yang telah diberikan kepada Penulis sampai dengan skripsi ini selesai dan
seterusnya. Penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Departemen Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (FMIPA UI).
Skripsi ini bisa terwujud berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, Penulis berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Farah N. Coutrier, Ph.D. dan Retno Lestari, M.Si. selaku Pembimbing I dan II
yang telah membimbing, berbagi ilmu dan pengalaman, semangat, dukungan,
waktu, serta saran yang sangat bermanfaat kepada Penulis selama penelitian dan
penulisan skripsi ini.
2. Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc. dan Dr. Anom Bowolaksono, M.Sc.
selaku Penguji I dan Penguji II yang telah memberikan banyak saran, perbaikan,
serta dukungan demi kemajuan Penulis dalam penelitian dan pembuatan skripsi
ini.
3. Kedua orang tua penulis, kakak, dan seluruh keluarga besar yang tak hentihentinya memberikan semangat kepada Penulis hingga selesainya skripsi ini.
4. Dr. rer.nat. Mufti Petala Patria, M.Sc. selaku Pembimbing Akademis dan Ketua
Departemen atas waktu dan dukungan yang diberikan kepada penulis,
Dr. Abinawanto yang telah membantu Penulis sejak masuk Laboratorium
Genetika hingga selesainya skripsi ini, Dra. Nining Betawati Prihantini, M.Sc.
selaku Sekretaris Departemen dan Dra. Titi Soedjiarti, S.U. selaku Koordinator
Pendidikan.
5. Para dosen dan karyawan Departemen Biologi FMIPA UI atas ilmu
pengetahuan, pengalaman, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada
Penulis selama kuliah di Biologi.
6. Prof. dr. Sangkot Marzuki, A.M. Ph.D. D.Sc. dan Prof. dr. Herawati Sudoyo,
Ph.D. yang telah mengizinkan Penulis untuk melakukan penelitian di Lembaga
Biologi Molekul Eijkman. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Dra. Rintis
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
Noviyanti, Ph.D., Mas Anto, Mba Leily, Kak Andreas, Tami, Kak Boni, Mas
Sapto, dan seluruh peneliti Lembaga Biologi Molekul Eijkman atas ilmu,
pengalaman, dan kebersamaan yang sangat berkesan selama Penulis penelitian
di Lembaga Biologi Molekul Eijkman.
7. Yayasan Goodwill International termasuk Australia New Zealand Association
(ANZA) selaku sponsor yang telah banyak membantu Penulis. Terima kasih
yang sebesar-besarnya atas untuk pengurus yayasan, para trainer, alumni, dan
teman-teman Goodwill 2009/2010 atas ilmu, dukungan, pengalaman yang
sangat berharga dan kebersamaan bersama Penulis selama di Yayasan
Goodwill. Teruntuk alm. Mr. dan Mrs. Mizue Hara, thank you for everything.
8. Keluarga besar Pandu Group terutama Pak Fajar Reza Budiman, Pak Bambang,
dan Kak Ina, terima kasih sebesar-besarnya atas dukungan, ilmu, dan
pengalaman yang telah diberikan kepada Penulis.
9. Nabilla terima kasih atas kebersamaan dan dukungan kepada Penulis. Sahabatsahabat terbaik Penulis Bayu, Karno, Kymbod, Lulu, Ratih, Adel, dan seluruh
BLOSSOM yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
persaudaraan yang sangat berkesan dengan Penulis.
10. Seluruh mahasiswa Departemen Biologi FMIPA UI mulai dari Balievau,
Bee05phere, Felix, Biosentris, Zygomorphic, dan B10genesis terima kasih atas
persahabatan selama Penulis kuliah di Biologi.
Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu Penulis memohon
maaf jika terdapat kesalahan di skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Depok, 9 Juni 2011
Penulis
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Fajar Muhamad
NPM
: 0706263845
Program Studi
: Biologi S1 Reguler
Departemen
: Biologi
Fakultas
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Identifikasi polimorfisme gen Duffy Blood Group Chemokine Receptor (DARC)
pada subjek penderita malaria di Kabupaten Mimika, Papua.
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Depok
Pada tanggal : 9 Juni 2011
Yang menyatakan
Fajar Muhamad
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
: Fajar Muhamad
Nama
Prgram studi : Biologi
Judul
: Identifikasi polimorfisme gen Duffy Blood Group Chemokine
Receptor (DARC) pada subjek penderita malaria di Kabupaten
Mimika, Papua
Telah dilakukan penelitian identifikasi polimorfisme gen DARC pada subjek
penderita malaria di Kabupaten Mimika, Papua. Metode yang digunakan antara
lain PCR-RFLP dan direct sequencing. Hasil PCR-RFLP G1877A pada 302
sampel berhasil menemukan 2 tipe alel FY*A dan FY*B dengan frekuensi alel
FY*A adalah 0,98 dan alel FY*B adalah 0,02. Hasil PCR-RFLP T(-46)C
promoter GATA-1 gen DARC pada 129 sampel tidak menemukan alel GATA-.
Dominansi alel FY*A dan GATA+ pada sampel Kabupaten Mimika mirip dengan
daerah Papua Nugini dan Asia Tenggara. Tingginya frekuensi alel GATA+ sesuai
dengan kondisi di Asia dan Papua Nugini. Hasil direct sequencing berhasil
menemukan 4 polimorfisme baru selain 2 polimorfisme di atas yang menunjukkan
kesamaan sampel populasi Kabupaten Mimika dengan kontrol Duffy negatif dari
Afrika serta membuktikan bahwa tidak ada polimorfisme yang ditemukan pada
sekuen penyandi epitop Fy6 dan Fy3.
Kata kunci:
Gen DARC, polimorfisme, malaria, Mimika, GATA-1, Fy6.
vii
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
: Fajar Muhamad
Name
Study program : Biology
Title
: Polymorphisms identification of Duffy Blood Group Chemokine
Receptor (DARC) gene from malaria subjects in Mimika district,
Papua.
Research had been done to identify DARC gene polymorphisms from malaria
subjects in Mimika district, Papua. The methods were PCR-RFLP and direct
sequencing. PCR-RFLP result determining G1877A polymorphism from 302
samples found 2 types of allele that was FY*A allele with 0,98 allele frequency
and FY*B allele with 0,02 allele frequency. PCR-RFLP result determining T(46)C polymorphism from 129 samples did not find any GATA- allele. The
dominance of FY*A and GATA+ allele in Mimika district was similar to Papua
New Guinea and Southeast Asia. Direct sequencing result found 4 new
polymorphisms other than 2 polymorphisms mentioned above which have
similarity to Duffy negative control in Africa, and also no polymorphism found in
Fy6 and Fy3 epitope coding sequence.
Keyword:
DARC gene, polymorphisms, malaria, Mimika, GATA-1, Fy6.
viii
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORIGINALITAS ...............................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN TUGAS AKHIR ......................................vi
ABSTRAK ..........................................................................................................vii
ABSTRACT ........................................................................................................viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xi
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xii
1. PENDAHULUAN ......................................................................................1
2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................5
2.1 Penyakit malaria .................................................................................5
2.2 Siklus hidup Plasmodium spp. ...........................................................6
2.3 Gen Duffy Blood Group Chemokine Receptor ...................................8
2.4 Protein Duffy antigen/receptor for chemokines (DARC) ...................10
2.5 Resistensi individu Duffy negatif terhadap invasi P. vivax ...............12
2.6 Teknik-teknik biologi molekuler ........................................................14
2.6.1 Isolasi DNA metode Chelex-100 ............................................14
2.6.2 Polymerase chain reaction ....................................................14
2.6.3 Restriction fragment length polymorphism (RFLP) ...............15
2.6.4 Elektroforesis gel ....................................................................16
2.6.5 Automated DNA sequencing ..................................................16
3. METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................18
3.1 Lokasi dan waktu penelitian ...............................................................18
3.2 Alat ....... .............................................................................................18
3.3 Bahan ... ..............................................................................................18
3.3.1 Sampel ....................................................................................18
3.3.2 Bahan isolasi DNA metode Chelex-100 .................................19
3.3.3 Bahan amplifikasi DNA metode PCR ....................................19
3.3.4 Bahan digesti amplikon ..........................................................20
3.3.5 Bahan elektroforesis gel agarosa ............................................20
3.3.6 Bahan purifikasi DNA dari gel agarosa ..................................20
3.3.7 Bahan cycle sequencing dan presipitasi DNA .......................20
3.3.8 Bahan lain-lain ........................................................................21
3.4 Cara kerja............................................................................................22
3.4.1 Isolasi DNA metode Chelex-100 ............................................23
3.4.2 Identifikasi polimorfisme promoter gen DARC .....................23
3.4.3 Identifikasi polimorfisme ORF gen DARC ............................24
ix
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
3.4.4
3.4.5
3.4.6
3.4.7
3.4.8
Purifikasi DNA dari gel agarosa .............................................25
Cycle sequencing ...................................................................26
Presipitasi produk cycle sequencing ......................................27
Automated DNA sequencing ..................................................27
Analisis data ...........................................................................28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................29
4.1 Polimorfisme G1877A ORF gen DARC ............................................29
4.2 Polimorfisme T(-46)C promoter GATA-1 gen DARC ......................35
4.3 Polimorfisme sekuen promoter GATA-1, N-terminal, dan epitop
Fy3 gen DARC ...................................................................................43
4.3.1 Desain primer identifikasi promoter GATA-1, N-terminal,
dan epitop fy3 gen DARC ......................................................43
4.3.2 Identifikasi polimorfisme sekuen promoter GATA-1,
N-terminal dan epitop Fy3 gen DARC dengan teknik
direct sequencing ...................................................................45
4.3.3 Analisis hasil direct sequencing ............................................46
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................53
5.1 Kesimpulan .........................................................................................53
5.2 Saran..... ..............................................................................................53
DAFTAR REFERENSI ....................................................................................54
x
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4.1
Gambar 2.4.2
Gambar 2.4.3
Gambar 2.5
Gambar 3.4
Gambar 4.1.1
Gambar 4.1.2
Gambar 4.1.3
Gambar 4.2.1
Gambar 4.2.2
Gambar 4.2.3
Gambar 4.3.1
Gambar 4.3.3.1
Gambar 4.3.3.2
Gambar 4.3.3.3
Gambar 4.3.3.4
Peta Papua ...............................................................................6
Siklus hidup Plasmodium spp. ...............................................7
Gen DARC skematis ...............................................................9
Rangkaian asam amino penyusun protein DARC ..................11
Gambar skematis protein DARC ...........................................11
Interaksi DARC dengan PvDBP ............................................12
Mekanisme invasi Plasmodium ke dalam eritrosit ................13
Skema kerja penelitian ............................................................22
Visualisasi hasil elektroforesis daerah ORF gen DARC ........30
Letak polimorfisme G1877A daerah ORF gen DARC yang
memengaruhi situs restriksi BanI ...........................................31
Visualisasi hasil RFLP BanI ...................................................32
Visualisasi hasil amplifikasi daerah promoter gen DARC .....36
Letak polimorfisme T(-46)C promoter GATA-1 gen DARC
yang memengaruhi situs restriksi StyI ....................................37
Visualisasi hasil RFLP StyI ....................................................38
Gen DARC skematis dan situs primer direct sequencing ......43
Analisis hasil sekuensing dengan DNA baser ........................46
Hasil direct sequencing sampel GATA+/- .............................48
Posisi polimorfisme Arg89Cys ...............................................50
Hasil multiple sequence alignment sekuen penyandi epitop
Fy6 dan Fy3 ...........................................................................51
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.1
Tabel 4.1.2
Tabel 4.2.1
Tabel 4.2.2
Tabel 4.3.3
Frekuensi genotipe FY*A/FY*B pada subjek penderita
malaria di Kabupaten Mimika Papua ..........................................33
Frekuensi alel FY*A/FY*B pada subjek penderita malaria
di Kabupaten Mimika Papua .......................................................34
Frekuensi genotipe GATA+/GATA- pada subjek penderita
malaria di Kabupaten Mimika, Papua ........................................39
Frekuensi alel GATA+/GATA- pada subjek pendertia malaria
di Kabupaten Mimika, Papua ......................................................40
Polimorfisme yang ditemukan dari hasil direct sequencing........47
xi
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Spesifikasi primer yang digunakan .............................................61
Spesifikasi enzim restriksi yang digunakan ...............................62
Komposisi reaksi PCR amplifikasi promoter gen DARC ...........62
Komposisi reaksi digesti amplikon promoter gen DARC ...........63
Komposisi reaksi PCR amplifikasi daerah ORF gen DARC ......63
Komposisi reaksi digesti amplikon daerah ORF gen DARC ......64
Komposisi reaksi cycle sequencing untuk direct sequencing .....64
Perhitungan frekuensi genotipe GATA dan FY gen DARC ........65
Perhitungan frekuensi alel GATA dan FY gen DARC ................66
Contoh hasil aligment menggunakan MUSCLE ........................67
Data genotipe FY*A/FY*B pada pasien RSMM .........................68
Data genotipe GATA+/- pada pasien RSMM .............................72
Hasil BLAST elektroferogram sampel direct sequencing ..........74
xii
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
BAB 1
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit infeksi sel darah merah yang disebabkan oleh
protozoa dari genus Plasmodium. Spesies Plasmodium yang dapat menginfeksi
manusia antara lain Plasmodium malariae (Laveran, 1888), P. vivax (Grosi &
Felati, 1890), P. falciparum (Welch, 1897), dan P. ovale (Stephens, 1922).
Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina dari genus Anopheles (Ross,
1897) (Gunawan 2000: 1). Gejala pertama malaria adalah demam menggigil
setelah 7 hari tergigit oleh nyamuk, sakit kepala, diare, dan muntah-muntah
(WHO 2010: 3).
Menurut data WHO (2010: 4), pada tahun 2008 terdapat 247 juta kasus
malaria yang menyebabkan hampir 1 juta jiwa meninggal di seluruh dunia,
dengan korban terbanyak adalah anak-anak di Afrika. Kasus malaria di Indonesia
pada tahun 2008 mencapai 1,8 juta laporan kasus yang tersebar di beberapa daerah
seperti Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Sumatra, serta sedikit kasus
di daerah Jawa dan Bali. Daerah Papua merupakan salah satu daerah yang
memiliki tingkat endemisitas malaria tertinggi di Indonesia (World Malaria
Report 2009: 1).
Salah satu kabupaten di Papua yang memiliki tingkat endemisitas malaria
sangat tinggi adalah Kabupaten Mimika. Berdasarkan penelitian Karyana dkk.
(2008:153) dari bulan Januari 2004 sampai Desember 2005 tercatat 99.158 kasus
malaria tercatat di Rumah Sakit Mitra Masyarakat Kabupaten Mimika Papua yang
terdiri atas 58% kasus malaria falsiparum dan 37% kasus malaria vivax. Selain
menyerang orang dewasa dan anak-anak, malaria vivax juga menyerang ibu
hamil. Data penelitian Poespoprodjo dkk. (2008: 1378) menunjukkan dari 452
pasien ibu hamil yang terinfeksi malaria, 250 (57,9%) terinfeksi P. falciparum dan
146 (33,8%) oleh P. vivax. Menurut Tjitra dkk. (2008: 897) penyebab tingginya
kasus malaria di daerah tersebut antara lain disebabkan oleh faktor lingkungan,
parasit, dan faktor genetika manusia sebagai inang malaria.
1 Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
2 Faktor genetika manusia sebagai inang diketahui turut berperan dalam
menentukan kerentanan atau resistensi terhadap malaria sehingga mendorong
banyak penelitian mengenai hal tersebut. Beberapa hasil penelitian tersebut antara
lain ditemukannya beberapa polimorfisme genetik yang merupakan bentuk
mekanisme resistensi terhadap malaria. Polimorfisme tersebut umumnya terjadi
pada gen yang menyandi struktur dan fungsi eritrosit seperti gen penyandi protein
membran yang berfungsi sebagai reseptor atau menjaga stabilitas bentuk eritrosit.
Salah satu polimorfisme tersebut terjadi pada gen Duffy Blood Group Chemokine
Receptor (DARC) (Williams 2006: 122—125).
Gen DARC berfungsi sebagai reseptor kemokin pada sel-sel eritroid dan
sel endotel pada saat proses inflamasi (Hadley & Peiper 1997: 3080—3081).
Polimorfisme gen DARC terdapat pada daerah promoter dan open reading frame
(ORF). Polimorfisme pada daerah promoter terjadi akibat variasi basa T atau C
pada nukleotida -46 (Chaudhuri 1995: 618). Basa nukleotida -46 yang normal
adalah basa T, jika terjadi transisi menjadi basa C maka mengakibatkan tidak
dikenalinya promoter oleh faktor transkripsi, sehingga RNA polimerase tidak bisa
menempel pada kompleks transkripsi yang menyebabkan transkripsi tidak terjadi
dan protein DARC tidak terekspresi. Individu yang mengalami mutasi tersebut
dinamakan individu Duffy negatif (Parasol dkk. 1998: 2241—2242).
Polimorfisme pada daerah ORF berasal dari variasi basa G atau A pada
nukleotida 1877 gen DARC. Polimorfisme tersebut mengekspresikan dua varian
residu asam amino 44 yang berbeda dan membentuk dua tipe fenotipe pada
protein DARC. Jika basa pada nukleotida 1877 adalah basa G yang disebut alel
FY*A, maka akan mengekspresikan asam amino glisin (Gly) pada residu asam
amino 44 yang membentuk fenotipe Fya, sedangkan jika basa pada nukleotida
1877 adalah basa A yang disebut alel FY*B, maka asam amino yang terbentuk
adalah asam aspartat (Asp) yang membentuk fenotipe Fyb (Iwamoto dkk. 1995:
625).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
3 Hasil ekspresi gen DARC membentuk 336 asam amino protein Duffy
antigen-receptor for chemokines (DARC) yang terdiri atas 60 asam amino Nterminal pada domain ekstraselular 1 (ECD1) yang di dalamnya terdapat epitop
Fy6, Fya atau Fyb; 7 domain transmembran; 3 loop domain esktraselular (ECD2—
4); dan 1 domain intraselular (ICD) (Hadley & Peiper 1997: 3084—3085; De
Brevern dkk. 2005: 291). Epitop Fy6 terbukti berperan sebagai reseptor spesifik
untuk ligan Plasmodium vivax Duffy Binding Protein (PvDBP) pada saat
menginvasi eritrosit (Nichols dkk. 1987: 783), sedangkan epitop Fy3 yang
terdapat pada loop keempat protein DARC diduga turut berperan pada proses
invasi P. vivax walaupun mekanismenya belum dapat dijelaskan secara pasti
(Wasniowska dkk. 2004: 118—119).
Polimorfisme gen DARC merupakan salah satu bentuk polimorfisme yang
menarik untuk diteliti dalam kaitannya dengan malaria vivax karena diketahui
bahwa pada individu Duffy negatif memiliki resistensi penuh terhadap P. vivax
(Nichols dkk. 1987: 783). Frekuensi individu Duffy negatif sangat tinggi pada
populasi Afrika dan Afro-Amerika (>95%) yang berasosiasi dengan alel FY*B
homozigot (FY*Bnull/FY*Bnull) (Tournamille dkk. 1995: 224).
Penelitian Zimmerman dkk. (1999: 13975) menemukan genotipe GATA+/dengan alel FY*A homozigot (FY*A/FY*Anull) pada populasi di daerah endemik
malaria vivax di Papua Nugini dengan frekuensi alel FY*Anull sebesar 2% dari
total 1.062 sampel. Studi in vitro menggunakan eritrosit FY*A/FY*Anull yang
teridentifikasi pada populasi tersebut terbukti mampu mereduksi prevalensi
infeksi P. vivax hingga 50% (Kasehagen dkk. 2007: 4—5).
Penelitian polimorfisme daerah promoter dan sekuen penyandi daerah Nterminal dan epitop gen DARC dapat digunakan sebagai informasi dasar yang
digunakan untuk penelitian selanjutnya seperti analisis korelasi polimorfisme
dengan data klinis malaria, analisis bioinformatika untuk melihat hubungan
polimorfisme protein DARC yang berinteraksi dengan PvDBP. Penelitian
lanjutan tersebut pada akhirnya ditujukan melihat protein DARC yang berfungsi
sebagai reseptor PvDBP untuk memberikan informasi tambahan yang menunjang
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
4 kandidat vaksin PvDBP untuk mengobati penyakit malaria vivax (Beeson &
Crabb 2007: 1862—1863).
Penelitian polimorfisme gen DARC terkait resistensi malaria vivax di
daerah-daerah di Indonesia masih sangat minim. Data polimorfisme gen DARC di
Indonesia yang sudah diketahui hanya di Sumba Barat dan Toraja (Shimizu dkk.
2000: 517; Merlina dkk. 2007: 51). Kabupaten Mimika Papua sebagai daerah
dengan tingkat endemisitas malaria yang sangat tinggi belum memiliki data
polimorfisme gen DARC. Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk
mengidentifikasi polimorfisme daerah promoter dan sekuen penyandi daerah Nterminal dan epitop Fy3 gen DARC di Kabupaten Mimika dan melihat asosiasinya
dengan status infeksi malaria. Data polimorfisme tersebut juga digunakan sebagai
informasi dasar untuk analisis bioinformatika daerah promoter, N-terminal dan
epitop Fy3 yang merupakan reseptor invasi P. vivax. Identifikasi polimorfisme
daerah promoter, N-terminal dan epitop Fy3 gen DARC dilakukan menggunakan
teknik PCR-RFLP dan DNA sequencing.
Penelitian bertujuan mengidentifikasi polimorfisme daerah promoter, alel
FY*A/FY*B, sekuen penyandi 60 asam amino N-terminal, dan sekuen penyandi
asam amino penyusun epitop Fy3 gen DARC pada subjek penderita malaria dan
tanpa malaria di Rumah Sakit Mitra Masyarakat, Kabupaten Mimika Papua.
Hipotesis penelitian adalah terdapat motif -46C (alel GATA-) yang berasosiasi
dengan motif 1877G (alel FY*A), serta terdapat polimorfisme pada sekuen
penyandi asam amino N-terminal dan epitop Fy3 gen DARC pada subjek
penelitian.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENYAKIT MALARIA
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.
Terdapat 4 spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia, yaitu Plasmodium
falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Plasmodium vivax memiliki
distribusi paling luas di seluruh dunia (Gunawan 2000: 2). Data kasus malaria di
Indonesia pada tahun 2008 mencapai 1,2 juta kasus yang tersebar di beberapa
daerah di Indonesia seperti Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi,
Kalimantan, dan Sumatra, sedangkan Jawa dan Bali memiliki frekuensi malaria
yang sangat rendah (WHO-SEARO 2010: 2). Salah satu daerah endemik malaria
di Indonesia adalah Kabupaten Mimika, Papua (Gambar 2.1). Kondisi lingkungan
Kabupaten Mimika berupa daerah hutan dan dataran rendah termasuk daerah
pantai serta memiliki curah hujan tinggi yaitu mencapai 5,5 m per tahun sangat
mendukung kelangsungan hidup vektor dan parasit malaria (Karyana dkk. 2008:
150). Penyakit malaria memiliki gejala klinis antara lain demam, anemia, pusing,
dan muntah-muntah (Gunawan 2000: 3).
Infeksi malaria berdasarkan gejala klinisnya dibagi menjadi 3 tingkat,
yaitu malaria tanpa gejala, malaria ringan (mild malaria), dan malaria berat
(severe malaria). Malaria ringan memiliki gejala demam dan anemia ringan,
sedangkan malaria berat memiliki gejala parasitemia tinggi, anemia berat, hingga
infeksi parasit ke otak (cerebral malaria) (OMIM 2010: 1).
5 Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
6 Peta Papua Indonesia
: Dataran tinggi : Dataran rendah Gambar 2.1 Peta Papua
[Sumber: East-West Center 2003: 1 telah diolah kembali.]
2.2
SIKLUS HIDUP Plasmodium spp.
Siklus hidup Plasmodium spp. terdiri atas siklus seksual (sporogoni) dan
siklus aseksual (skizogoni). Siklus seksual Plasmodium spp. berlangsung di
vektor nyamuk Anopheles, sedangkan siklus aseksual berlangsung pada inang
seperti manusia (Gambar 2.2). Siklus aseksual terbagi menjadi dua fase yaitu fase
eritrosit (erythrocytic schizogony) dan fase yang berlangsung di dalam sel hati
(exo-erythrocytic schizogony). Fase skizogoni dimulai saat nyamuk Anopheles
betina menggigit inang dan menginjeksi sporozoit Plasmodium spp. ke dalam
aliran darah inang (Nugroho & Wagey 2000: 38—39).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
7 Gambar 2.2 Siklus hidup Plasmodium spp.
[Sumber: Miller dkk. 2002: 674 telah diolah kembali.]
Sporozoit masuk melalui aliran darah menginfeksi sel hati dan mengalami
proses skizogoni menghasilkan merozoit. Merozoit kemudian keluar dari sel hati
untuk menginfeksi eritrosit. Sporozoit di dalam sel hati pada P. ovale dan P.
vivax dapat berkembang menjadi hipnozoit. Hipnozoit adalah sporozoit yang
mengalami dormansi dan tetap berada di dalam sel hati dan dapat bertahan 8—9
bulan sebelum akhirnya menjadi merozoit (Nugroho & Wagey 2000: 39).
Fase eritrositik dimulai ketika merozoit masuk ke dalam sistem sirkulasi
tubuh inang. Merozoit berkembang di dalam eritrosit menjadi sel tunggal yang
disebut tropozoit. Tropozoit berkembang dan membelah beberapa kali
menghasilkan beberapa merozoit untuk menginvasi eritrosit lainnya. Tahap
tersebut dinamakan fase skizon. Selain berkembang menjadi tropozoit, beberapa
merozoit mengalami diferensiasi menjadi gametosit yang dapat kembali ke dalam
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
8 tubuh nyamuk Anopheles melalui darah yang dihisap oleh nyamuk tersebut untuk
melanjutkan siklus seksual (Nugroho & Wagey 2000: 47—48).
2.3
GEN DUFFY BLOOD GROUP CHEMOKINE RECEPTOR (DARC)
Gen Duffy Blood Group Chemokine Receptor yang seterusnya disebut gen
DARC terletak pada kromosom 1q22—q23 yang berukuran 2.772 pb mulai dari
promoter hingga ORF (Gambar 2.3). Sekuen acuan gen DARC memiliki panjang
2.772 pb yang terdiri atas sekuen promoter GATA-1 beralel GATA+ yang
memiliki panjang 1.253 pb, 2 buah ekson yang berukuran 21 pb dan 990 pb, 2
buah intron yang berukuran 481 pb dan 9 pb, serta sekuen 5’ untranslated region
(5’ UTR) yang berukuran 21 pb (Genbank 2009: 1, accession number AF055992).
Daerah promoter gen DARC disebut promoter GATA-1 dan diketahui
memiliki sebuah polimorfisme nukleotida tunggal (single nucleotide
polymorphism = SNP), yaitu basa T dan C pada nukleotida -46. Promoter adalah
sekuen DNA yang berfungsi sebagai situs pengenalan faktor transkripsi untuk
mengaktifkan RNA polimerase sebagai katalisator proses transkripsi sehingga
ekspresi gen dapat terjadi. Mutasi pada promoter menyebabkan ketidakmampuan
faktor transkripsi untuk mengenali promoter sehingga gen tidak bisa terekspresi
(Strachan & Read 1999: 14). Polimorfisme nukleotida tunggal adalah
polimorfisme akibat perbedaan sebuah basa DNA pada posisi basa nukleotida
yang sama (Strachan & Read 1999: 274).
Jika nukleotida -46 daerah promoter GATA-1 gen DARC memiliki basa T,
maka faktor transkripsi dapat mengenali dan menempel pada promoter. Hal
tersebut menyebabkan aktivasi enzim RNA polimerase sehingga proses
transkripsi dapat berjalan dan gen DARC terekspresi sehingga disebut promoter
GATA+, sedangkan jika pada nukleotida -46 daerah promoter memiliki basa C,
maka faktor transkripsi dan enzim RNA polimerase tidak dapat mengenali
promoter yang menyebabkan tidak terjadi transkripsi gen DARC sehingga disebut
promoter GATA-. Individu Duffy negatif atau GATA-/- tidak dapat
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
9 mengekspresikan gen DARC pada membran eritrosit (Parasol dkk. 1998: 2241—
2242).
Gambar 2.3 Gen DARC skematis
[Sumber: Genbank 2009:1—2 telah diolah kembali.]
Hasil ekspresi gen DARC akan membentuk protein DARC yang membawa
antigen Duffy. Terdapat dua jenis antigen Duffy yaitu Fya dan Fyb yang disandi
oleh dua varian alel gen DARC, yaitu alel FY*A dan FY*B. Alel FY*A dan FY*B
memiliki perbedaan pada nukleotida 1877 daerah open reading frame (ORF),
yakni basa G menyandi alel FY*A dan basa A menyandi FY*B (Iwamoto dkk.
1995: 625). Open reading frame (ORF) adalah daerah pada DNA yang menjadi
untai cetakan untuk proses transkripsi (Strachan & Read 1999: 468). Variasi
nukleotida tersebut mengekspresikan dua varian residu asam amino 44 pada
glikoprotein DARC, yaitu glisin (Gly) pada Fya dan asam aspartat (Asp) pada Fyb
(Parasol dkk. 1998: 2242).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
10 2.4
PROTEIN DUFFY ANTIGEN/RECEPTOR FOR CHEMOKINES
(DARC)
Duffy antigen/receptor for chemokines (DARC) merupakan glikoprotein
hasil ekspresi gen DARC. Glikoprotein tersebut tersusun atas 336 asam amino
yang terdiri atas 4 domain ekstraselular, 7 domain transmembran, dan 4 domain
intraselular (Gambar 2.4.1 dan 2.4.2). Ketujuh domain transmembran tersebut
melingkar membentuk sebuah saluran dengan domain ekstraselular sebagai
epitopnya (Gambar 2.4.2a). Protein DARC terdapat pada membran sel endotel
dan epitel pada berbagai jaringan termasuk pada membran eritrosit. Ekspresi
protein DARC tidak terjadi pada eritrosit individu Duffy negatif, sedangkan pada
sel-sel noneritroid tetap tereskpresi (Peiper dkk. 1995: 1131). Efek samping tidak
terekspresinya protein DARC pada individu Duffy negatif belum diketahui secara
pasti (Chaudhuri dkk. 1997: 701).
Protein DARC diketahui berfungsi sebagai reseptor untuk kemokin yang
dihasilkan oleh leukosit pada saat inflamasi (De Brevern dkk. 2005: 288—289).
Kemokin adalah protein yang disekresikan oleh makrofag, sel natural killer (NK),
atau limfosit T yang berfungsi menstimulasi dan mengatur migrasi leukosit dari
darah ke jaringan tempat disekresikannya kemokin tersebut untuk proses inflamasi
(Abbas & Lichtman 2004: 17).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
11 Gambar 2.4.1 Rangkaian asam amino penyusun protein DARC
[Sumber: Hadley & Peiper 1997: 3084.]
(a)
(b)
Gambar 2.4.2 Gambar skematis protein DARC
[Sumber: Hadley & Peiper 1997: 3084; De Brevern dkk. 2005: 297.]
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
12 Domain ekstraselular 1 (extracellular domain 1= ECD1) adalah sekuen
asam amino N-terminal DARC membawa fenotipe Fya/b (Gambar 2.4.2b molekul
warna merah) dan Fy6 (Gambar 2.4.2b molekul warna hijau). Epitop Fy6
merupakan daerah yang dikenali secara spesifik (reseptor) oleh protein P. vivax
Duffy Binding Protein (PvDBP) (Gambar 2.4.3) (Chitnis dkk. 1996: 1533).
Domain ekstraselular 4 (ECD4) memiliki daerah epitop Fy3 (Gambar 2.4.2b
molekul warna kuning) yang diduga juga turut berperan dalam proses interaksi
dengan PvDBP pada invasi P. vivax karena memiliki ikatan disulfida (Gambar
2.4.2b molekul warna cokelat) dengan domain ekstraselular 1 (Tournamille dkk.
1997: 16279).
Membran parasit
PvDBP
Membran eritrosit
Gambar 2.4.3 Gambar skematis interaksi DARC dengan PvDBP
[Sumber: Beeson & Crabb 2007: 1863.]
2.5
RESISTENSI INDIVIDU DUFFY NEGATIF TERHADAP INVASI
Plasmodium vivax
Invasi merozoit Plasmodium ke dalam eritrosit pada dasarnya terdiri atas
empat tahap, yaitu (1) pelekatan awal (initial attachment), (2) reorientasi apikal
merozoit, (3) pembentukan tight junction, dan (4) internalisasi merozoit ke dalam
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
13 eritrosit (Gambar 2.5) (Beeson & Crabb 2007: 1863). Proses invasi pada P. vivax
membutuhkan PvDBP sebagai ligan untuk menempel dengan reseptor DARC
(Beeson & Rabb 2007: 1863).
2
Eritrosit
3
Merozoit
1
4
Keterangan:
1. Pelekatan awal (initial attachment)
2. Reorientasi apikal merozoit
3. Pembentukan tight junction
4. Internalisasi merozoit ke dalam eritrosit
Gambar 2.5 Mekanise invasi Plasmodium ke dalam eritrosit
[Sumber: Beeson & Crabb 2007: 1863.]
Nichols dkk. (1987: 783) membuktikan bahwa eritrosit yang tidak
memiliki protein DARC tidak dapat diinvasi oleh merozoit P. vivax, sehingga
disimpulkan protein DARC berperan penting pada proses invasi tersebut. Hal
tersebut karena pada saat pembentukan tight junction antara P. vivax dan eritrosit,
dibutuhkan interaksi antara PvDBP dan DARC, namun karena tidak adanya
protein DARC pada indidvidu Duffy negatif, maka pembentukan tight junction
tidak dapat berlangsung sehingga proses invasi mengalami kegagalan (Hadley &
Peiper 1997: 3078).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
14 2.6 TEKNIK-TEKNIK BIOLOGI MOLEKULER
2.6.1
Isolasi DNA dari sel darah putih dengan metode Chelex-100
Prinsip isolasi DNA adalah pemisahan molekul DNA dari komponen-
komponen penyusun sel lainnya sehingga diperoleh DNA murni. Isolasi DNA
dari sampel darah pada prinsipnya mengisolasi DNA dari sel darah putih, karena
sel darah merah manusia tidak memiliki inti. Salah satu metode isolasi DNA dari
sel darah putih adalah metode resin Chelex-100. Chelex-100 merupakan resin
yang memiliki afinitas tinggi terhadap ion-ion besi dalam darah.
Prinsip kerja isolasi DNA dari darah kering pada kertas saring
menggunakan metode Chelex-100 adalah pengikatan kation pada darah dan faktor
penghambat reaksi PCR lain seperti protein oleh resin Chelex-100 sehingga DNA
yang diisolasi bebas kation dan faktor penghambat PCR (NFSTC 2010: 1).
Pengikatan ion pada DNA tersebut bertujuan mengurangi faktor pengambat enzim
Taq polymerase pada saat proses polymerase chain reaction (PCR). Metode
tersebut sangat praktis karena hanya membutuhkan sekitar 7 mm tetesan darah
yang sudah kering pada kertas saring dan teknik pengerjaannya juga sangat mudah
(Polski dkk. 1998: 216).
2.6.2
Polymerase chain reaction
Polymerase chain reaction (PCR) adalah teknik amplifikasi sekuen DNA
spesifik secara in vitro menggunakan reaksi enzimatis. Prinsip PCR adalah
replikasi DNA, yaitu sintesis untai komplemen DNA dari arah 5’ ke 3’
menggunakan DNA cetakan dengan bantuan enzim DNA polimerase (Taylor
1993: 1). Reaksi PCR membutuhkan enam komponen esensial. Komponen
pertama adalah enzim DNA polimerase. Enzim yang digunakan umumnya
berasal dari bakteri Thermus aquaticus karena bersifat termostabil pada suhu
tinggi untuk mengkatalisis polimerisasi DNA. Komponen kedua adalah
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
15 oligonukleotida sebagai primer yang berfungsi sebagai penanda awal polimerisasi
DNA. Primer tersebut akan berkomplemen dengan sekuen DNA cetakan yang
menjadi awal sintesis DNA tersebut.
Komponen ketiga adalah deoksinukleosida trifosfat (dNTP) yang
berfungsi sebagai nukleotida dan sumber energi pada saat proses sintesis DNA.
Komponen keempat yaitu kation divalen yang berfungsi sebagai kofaktor enzim
DNA polimerase. Komponen kelima adalah larutan dapar yang berfungsi
menjaga kestabilan pH antara 8,3—8,8 selama reaksi PCR. Komponen terakhir
adalah DNA cetakan yang berfungsi sebagai cetakan awal sintesis DNA pada
reaksi PCR (Sambrook & Russell 2001b: 8.5—8.6).
Proses reaksi PCR terdiri atas 3 reaksi utama yaitu denaturasi untai DNA
cetakan oleh suhu tinggi menjadi untai tunggal, annealing atau penempelan
oligonukleotida primer pada untai DNA cetakan, dan polimerisasi DNA dengan
katalisator enzim DNA polimerase yang termostabil (Sambrook & Russell 2001b:
8.8). Hasil amplifikasi PCR tersebut menghasilkan fragmen yang bertambah
secara eksponensial selama siklus PCR berlangsung dan menghasilkan lebih dari
1 miliar kopi DNA (Taylor 1993: 2).
2.6.3
Restriction fragment length polymorphism (RFLP)
Teknik restriction fragment length polymorphism (RFLP) merupakan
salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi mutasi titik pada DNA.
Prinsip kerja teknik RFLP adalah memotong sekuen DNA pada situs restriksi
yang dikenali oleh enzim restriksi tertentu (Bradley dkk.1995: 68). Sekuen DNA
memiliki daerah-daerah yang dikenali oleh enzim restriksi yang disebut sebagai
situs restriksi. Jika sekuen DNA direaksikan dengan enzim restriksi maka enzim
tersebut memotong sekuen DNA pada situs restriksi dan menghasilkan fragmenfragmen dengan ukuran tertentu. Situs restriksi dapat berubah menjadi hilang atau
munculnya situs restriksi baru yang awalnya tidak ada akibat terjadi mutasi titik
berupa perubahan satu basa (Strachan & Read 1999: 110—111).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
16 Mutasi titik yang memunculkan atau menghilangkan situs restriksi dapat
terjadi pada salah satu pasangan kromosom homolog yang mengakibatkan
perbedaan pola ukuran fragmen pemotongan enzim restriksi pada sepasang
kromosom homolog. Metode identifikasi berdasarkan perbedaan ukuran fragmen
tersebut dinamakan sebagai restriction fragment length polymorphism (RFLP)
(Bradley dkk. 1995: 68; Strachan & Read 1999: 110—111). Teknik RFLP umum
digunakan untuk identifikasi polimorfisme untuk studi genetika populasi karena
biayanya yang lebih murah dibandingkan dengan teknik lainnya seperti DNA
sequencing (Kirby 1992: 136—137).
2.6.4
Elektroforesis gel
Elektroforesis gel adalah teknik pemisahan DNA berdasarkan ukuran di
dalam medium gel yang diberi tegangan listrik (Boffey 1984: 43). Gel yang
digunakan pada elektroforesis umumnya adalah gel agarosa atau poliakrilamida.
Besar-kecilnya pori-pori gel untuk memisahkan fragmen DNA ditentukan oleh
konsentrasi gel tersebut. Ketika molekul DNA bergerak melalui pori-pori gel
akibat tegangan listrik, kecepatan pergerakannya ditentukan pada ukuran DNA
tersebut. Visualisasi DNA hasil elektroforesis menggunakan EtBr yang
berinterkalasi dengan DNA dan berpendar di bawah sinar UV (Boffey 1994: 43—
44).
2.6.5
Automated DNA sequencing
Automated DNA sequencing adalah teknik yang digunakan untuk melihat
urutan basa-basa pada DNA (Strachan & Read 1999: 131). Teknik DNA
sequencing merupakan perkembangan dari metode Sanger dan diawali oleh tahap
cycle sequencing. Cycle sequencing adalah metode amplifikasi DNA
menggunakan satu jenis primer dan dua jenis nukleotida yaitu deoksinukleosida
trifosfat (dNTP) dan dideoksinukleosida trifosfat (ddNTP). Pelekatan ddNTP
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
17 pada sekuen DNA hasil amplifikasi menyebabkan proses amplifikasi terhenti
akibat hilangnya gugus oksida pada untai 3’ sehingga enzim DNA polimerase
tidak dapat menempelkan dNTP pada basa setelahnya.
Proses amplifikasi DNA pada akhirnya menghasilkan fragmen yang
berbeda-beda ukurannya yang basa terakhirnya merupakan ddNTP. Automated
DNA sequencing menggunakan ddNTP yang diberi pewarna berfluoresens. Pada
saat produk hasil cycle sequencing dijalankan pada mesin sequencing, maka sinar
laser yang mengenai ddNTP akan berfluoresensi dan dibaca oleh detektor yang
terhubung dengan komputer dan menghasilkan grafik elektroferogram (Griffiths
dkk. 1996: 446).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Malaria II, Lembaga Biologi Molekul
Eijkman, Jl. Diponegoro 69, Jakarta Pusat selama 6 bulan (Desember 2010—Mei
2011).
3.2 ALAT
Peralatan yang digunakan dalam penelitian meliputi tabung mikrosentrifus
1,5 ml; 500 μl; dan 200 μl [Eppendorf]; mikropipet [Finnpippette], [BioHiT], dan
[Biorad]; gelas ukur [Pyrex], labu Erlenmeyer 50 ml; 100 ml; 500 ml [Pyrex],
mesin sentrifus [Eppendorf Centrifuge 5403]; mesin vorteks [Thermolyne 37600];
freezer [Sanyo]; penangas air [Thermolyne Cimarec 2]; thermal cycler [Applied
Biosystem GeneAmp PCR 9700]; oven microwave [National]; apparatus
elektroforesis [Biorad]; timbangan digital [Sartorius]; skalpel; Gel-Doc 1000
[Biorad]; inkubator [Eppendorf]; mesin Integrated Speed Vac System ISS 100
[Savant]; mesin sequencing ABI Prism 3130xl Genetic Analyzer [PE Applied
Biosystem]; dan alat-alat lain yang umum digunakan di Laboratorium Genetika.
3.3 BAHAN
3.3.1
Sampel
Sampel darah berasal dari pasien Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM),
Kabupaten Mimika Papua. Sampel yang diteliti berjumlah 302 sampel yang
terdiri atas 174 sampel terinfeksi P. falciparum, 94 sampel terinfeksi P. vivax, dan
18 Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
19 34 sampel tidak terinfeksi malaria. Pengelompokan tersebut dilakukan
berdasarkan hasil analisis mikroskopis dan gejala klinis oleh peneliti lapangan,
serta konfirmasi parasit secara molekular dengan teknik PCR oleh peneliti lainnya
di Laboratorium Malaria II Lembaga Biologi Molekul Eijkman.
3.3.2
Bahan untuk isolasi DNA dengan metode Chelex-100
Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi DNA dengan metode Chelex-
100 antara lain 0,5% (b/v) saponin [Sigma] dalam 1x phosphate buffer saline
(PBS) [Sigma]; 1x PBS dingin; 20% (b/v) resin Chelex-100 [Sigma] dalam
akuabides [Barnstead] (pH 10,5); 10x tris EDTA [Merck] (pH 8,0); dan
akuabides.
3.3.3
Bahan untuk amplifikasi fragmen DNA dengan metode PCR
Bahan-bahan yang digunakan dalam reaksi mastermix PCR meliputi 10x
dapar PCR dan 50 mM MgCl2 [New England Biolabs]; 10 μM dNTP [New
England Biolabs]; 5 unit/μl enzim DNA polimerase [New England Biolabs]; 20
pmol/μl primer FyPZimF (forward) dan FyPZimR (reverse); 20 pmol/μl primer
FyCRF (forward), FyCRR (reverse), 40 pmol/μl primer DARCF1 (forward) dan
DARCinR (reverse); 40 pmol/μl primer DARCinF (forward) dan DARCR1
(reverse); 40 pmol/μl primer Fy3F1 (forward) dan Fy3R1 (reverse); serta
akuabides. Spesifikasi primer dapat dilihat di Lampiran 1.
3.3.4
Bahan untuk digesti amplikon
Bahan-bahan yang digunakan untuk campuran reaksi digesti antara lain
10x dapar NE3 [New England Biolabs]; 100x bovine serum albumin (BSA) [New
England Biolabs]; 10 unit/μl enzim restriksi StyI [New England Biolabs]; 10x
dapar NE4 [New England Biolabs]; 20 unit/μl enzim restriksi BanI [New England
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
20 Biolabs]; dan akuabides. Spesifikasi enzim restriksi BanI dan StyI dapat dilihat
pada Lampiran 2.
3.3.5
Bahan untuk elektroforesis gel agarosa
Bahan-bahan yang digunakan untuk elektroforesis gel agarosa antara lain
bubuk agarosa [Seakem]; 1x dapar tris borat EDTA (TBE) [Merck]; dapar loading
I (bromofenol biru) dan IV (xylene sianol-bromofenol biru) [Merck], 10 mg/ml
etidium bromida (EtBr) [Sigma]; marka DNA yang mencakup daerah target
amplifikasi dan restriksi; serta akuabides.
3.3.6
Bahan untuk ekstraksi dan purifikasi DNA dari gel agarosa
Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi dan purifikasi DNA antara
lain isopropanol; 1x Tris EDTA (pH 8,0); dan bahan-bahan yang tersedia di dalam
QIAquick Gel Extraction Kit [Qiagen] yang terdiri atas QIAquick spin column;
dapar QG; dapar PE; dan tabung pengumpul 2 ml.
3.3.7
Bahan untuk cycle sequencing dan presipitasi DNA
Bahan-bahan yang digunakan untuk cycle sequencing antara lain BigDye
Terminator Cycle Sequencing Ready Reaction [PE Applied Biosystem] yang
dilengkapi dengan enzim DNA polimerase [AmpliTaq]; 2 pmol/μl primer
DARCF1 atau DARCinR; 2 pmol/μl primer DARCinF atau DARCR1; 2 pmol/μl
primer Fy3F1 atau Fy3R1; dan akuabides. Bahan-bahan untuk presipitasi DNA
antara lain 125 mM EDTA; 3 M sodium asetat (pH 5,2); etanol absolut; dan
etanol 70%.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
21 3.3.8
Bahan lain-lain
Tips [LP Italiana]; sarung tangan karet [Sensi]; etanol 70%; sodium
hipoklorit; tisu gulung; plastik cling wrap; alumunium foil; dan bahan-bahan lain
yang umum digunakan di Laboratorium Genetika Molekuler.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
22 3.4 CARA KERJA
Isolasi DNA
metode
Chelex
Isolat DNA
Amplifikasi:
a. promoter
b. ORF
c. Daerah N-terminal
d. Daerah epitop Fy3
Visualisasi elektroforesis
Ekstraksi dan
purifikasi DNA dari
gel agarosa
RFLP:
a. promoter dengan StyI
b. ORF dengan BanI
PCR cycle sequencing
dengan salah satu
primer forward atau
reverse
Visualisasi RFLP StyI pada
gel agarosa 3%, 60 V,
± 3 jam
Visualisasi RFLP BanI pada
gel 1,5%, 70 V, ± 1,5 jam
Analisis hasil sequencing
dengan BLASTN dan
MUSCLE alignment
Analisis frekuensi
genotipe dan alel
Gambar 3.4 Skema kerja penelitian
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
23 3.4.1
Isolasi DNA dengan metode Chelex-100
Isolasi DNA menggunakan metode Chelex-100 mengacu pada Wooden
dkk. (1993: 303—305). Kertas saring yang mengandung sampel darah kering
dipotong menggunakan gunting dan dimasukkan ke dalam tabung mikrosentrifus
1,5 ml. Satu mililiter 0,5% (b/v) saponin dalam 1x PBS dingin ditambahkan ke
dalam tabung tersebut, kemudian tabung diinkubasi selama satu malam di lemari
es bersuhu 4° C.
Tabung dikeluarkan keesokan harinya, lalu dibolak-balik secara perlahan.
Tabung disentrifus selama 10 menit pada kecepatan 12.000 rpm. Supernatan yang
mengandung sel darah merah yang telah lisis dibuang hingga menyisakan
potongan kertas saring.
Satu mililiter 1x PBS bersuhu 4° C ditambahkan ke dalam tabung. Tabung
diketuk-ketuk perlahan, kemudian diinkubasi pada suhu 25° C selama 2 menit.
Tabung disentrifus pada kecepatan 4.000 rpm selama 1 menit, lalu supernatan
dibuang. Perlakuan pencucian seperti di atas diulang beberapa kali jika
supernatan masih berwarna kemerahan.
Akuabides steril standar PCR sebanyak 150 μl dan 50 μl suspensi resin
Chelex-100 (pH 10.0) ditambahkan ke dalam tabung. Tabung diinkubasi dalam
air bersuhu 100° C selama 8 menit dan dikeluarkan dari air untuk divorteks setiap
3 menit. Tabung kemudian disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5
menit pada suhu 25° C. Supernatan yang mengandung DNA dipindahkan secara
hati-hati ke tabung mikrosentrifus baru, kemudian disimpan di freezer bersuhu 20° C.
3.4.2
Identifikasi polimorfisme pada daerah promoter gen DARC
Identifikasi polimorfisme daerah promoter gen DARC dilakukan dengan
teknik PCR-RFLP berdasarkan metode Zimmerman dkk. (1999: 13974). Pertamatama dilakukan amplifikasi fragmen DNA berukuran 329 pb yang terletak pada
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
24 daerah promoter gen DARC menggunakan set primer FyPZimF dan FyPZimR.
Komposisi bahan-bahan PCR yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kondisi PCR diawali dengan tahap pradenaturasi pada suhu 94° C selama
3 menit; dilanjutkan dengan 40 siklus PCR yang terdiri atas tahap denaturasi pada
suhu 94° C selama 30 detik; annealing pada suhu 65° C selama 30 detik; dan
polimerisasi pada suhu 72° C selama 45 detik. Tahap selanjutnya adalah
polimerisasi akhir pada suhu 72° C selama 3 menit dan diakhiri dengan tahap rest
pada suhu 25° C untuk waktu yang tak terbatas. Keberadaan dan spesifisitas
produk PCR diperiksa melalui elektroforesis gel agarosa 1,5%. Tegangan listrik
yang digunakan sebesar 70 V selama ± 1 jam.
Tahap selanjutnya adalah digesti amplikon menggunakan enzim restriksi
StyI. Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk digesti dapat dilihat pada
Lampiran 4. Inkubasi campuran digesti dilakukan pada suhu 37° C selama 8 jam.
Hasil digesti kemudian divisualisasi pada gel agarosa 3%. Tegangan listrik yang
digunakan sebesar 60 V selama 3 jam. Visualisasi hasil elektroforesis berupa
pola-pola RFLP hasil digesti StyI dilihat dan didokumentasikan di dalam mesin
GelDoc.
3.4.3
Identifikasi polimorfisme pada daerah ORF gen DARC
Identifikasi polimorfisme daerah ORF gen DARC dilakukan dengan teknik
PCR-RFLP berdasarkan metode Zimmerman dkk. (1999:13794). Pertama-tama
dilakukan amplifikasi fragmen DNA berukuran 378 pb yang terletak di daerah
ORF gen DARC menggunakan set primer FyCRF dan FyCRR. Komposisi bahanbahan PCR yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Kondisi PCR diawali dengan tahap pradenaturasi pada suhu 94° C selama
3 menit; dilanjutkan dengan 40 siklus PCR yang terdiri atas tahap denaturasi pada
suhu 94° C selama 30 detik; annealing pada suhu 62° C selama 30 detik; dan
polimerisasi pada suhu 72° C selama 30 detik. Tahap selanjutnya adalah
polimerisasi akhir pada suhu 72° C selama 3 menit dan diakhiri dengan tahap rest
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
25 pada suhu 25° C sampai waktu yang tidak terbatas. Keberadaan dan spesifisitas
produk PCR diperiksa dengan elektroforesis pada gel agarosa 1,5%. Tegangan
listrik yang digunakan sebesar 70 V dan diberikan selama ± 1 jam.
Tahap selanjutnya adalah digesti amplikon menggunakan enzim restriksi
BanI. Komposisi bahan-bahan yang digunakan untuk digesti dapat dilihat di
Lampiran 6. Inkubasi campuran digesti dilakukan pada suhu 37° C selama 4 jam.
Hasil digesti kemudian divisualisasikan pada gel agarosa 1,5%. Tegangan listrik
yang digunakan sebesar 70 V selama 1,5 jam. Visualisasi hasil elektroforesis
berupa pola-pola RFLP hasil digesti BanI dilihat dan didokumentasikan di dalam
mesin GelDoc.
3.4.4
Ekstraksi dan purifikasi DNA dari gel agarosa
Ekstraksi dan purifikasi DNA dari gel agarosa dilakukan berdasarkan
protokol QIAquick gel extraction kit (QIAGEN 2002: 23). Bagian gel yang
mengandung DNA dipotong menggunakan pisau, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung mikrosentrifus 1,5 ml. Berat potongan gel ditentukan berdasarkan selisih
antara berat tabung kosong dan berat tabung berisi gel. Dapar QG sebanyak 3x
volume gel ditambahkan ke dalam tabung tersebut, kemudian diinkubasi pada
suhu 42° C selama 10 menit. Tabung disentrifus dengan kecepatan 300 rpm
setiap 3 menit selama proses inkubasi hingga sisa-sisa gel larut sempurna.
Isopropanol sebanyak 1x volume gel ditambahkan ke dalam tabung,
kemudian sebanyak 700 μl isi tabung dipindahkan ke dalam QIAquick spin
column lalu disentrifus pada kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit pada suhu
25° C. Supernatan yang terdapat pada tabung pengumpul dibuang. Tahap
pemindahan ke spin column dan sentrifus diulangi hingga campuran dalam tabung
mikrosentrifus habis.
Sebanyak 500 μl dapar QG ditambahkan ke dalam spin column, lalu
disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit pada suhu 25° C, lalu
supernatan yang terkumpul dibuang. Sebanyak 750 μl dapar PE ditambahkan ke
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
26 spin column, didiamkan selama 2—5 menit, kemudian disentrifus pada kecepatan
12.000 rpm selama 1 menit pada suhu 25° C. Supernatan yang terkumpul
dibuang. Pengulangan sentrifus dapat dilakukan bila perlu.
Spin column dipindahkan ke tabung 1,5 ml yang baru. Sebanyak 30 μl 1x
Tris EDTA hangat bersuhu ± 37° C (pH 8,0) ditambahkan ke dalam spin column
untuk melarutkan DNA, dilanjutkan dengan proses sentrifus dengan kecepatan
12.000 rpm selama 1 menit pada suhu 25° C. Spin column dipindahkan ke tabung
baru untuk pelarutan kedua. Sebanyak 15 μl Tris EDTA hangat ditambahkan,
kemudian tabung disentrifus pada kondisi yang sama. Larutan DNA yang
terkumpul dalam tabung mikrosentrifus disimpan pada suhu -20° C. Produk hasil
purifikasi DNA diperiksa dengan teknik elektroforesis pada gel agarosa 0,8%.
Konsentrasi DNA murni diukur menggunakan mesin Nanodrop.
3.4.5
Cycle sequencing
Metode yang dipakai untuk reaksi cycle sequencing adalah metode dye
terminator cycle sesuai protokol automated DNA sequencing (Applied Biosystem
1998: 3.1—3.53). Cycle sequencing dilakukan untuk DNA hasil PCR yang akan
dipakai untuk proses direct sequencing. Direct sequencing menggunakan DNA
cetakan berupa hasil amplifikasi PCR menggunakan primer DARCF1/DARCinR,
DARCinF/DARCR1, dan FY3F1/FY3R1 dengan total volume 50 μl dan telah
diekstraksi dari gel agarosa menggunakan QIAquick gel extraction kit. Komposisi
bahan-bahan yang digunakan untuk reaksi cycle sequencing dapat dilihat di
Lampiran 7.
Kondisi PCR cycle sequencing diawali dengan pradenaturasi pada suhu
96° C selama 2 menit; dilanjutkan dengan 25 siklus PCR yang terdiri atas 96° C
selama 10 detik untuk denaturasi; 50° C selama 5 detik untuk annealing; dan 60°
C selama 4 menit untuk polimerisasi; kemudian diakhiri dengan tahap rest pada
suhu 4° C sampai waktu yang tidak terbatas.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
27 3.4.6
Presipitasi produk cycle sequencing
Produk hasil cycle sequencing dipresipitasi menggunakan metode
presipitasi DNA dengan etanol berdasarkan Sambrook & Russell (2001c: A.8—
A8.15). Produk hasil cycle sequencing dimasukkan ke dalam tabung 1,5 ml yang
berisi campuran 37,5 μl etanol absolut, 1,5 μl 125 mM EDTA, dan 1,5 μl 3 M
sodium asetat. Tabung divorteks sesaat dan diinkubasi dalam es selama 10 menit,
kemudian disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4° C selama 20
menit. Supernatan dibuang, sedangkan pelet DNA dicuci dengan 250 μl etanol
70%. Tabung divorteks dan disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu
4° C selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet DNA dikeringanginkan dengan
cara meletakkan tabung dalam posisi terbalik di atas kertas tisu selama 5 menit,
lalu dikeringkan sempurna dalam mesin speed-vac selama 10 menit dengan
kecepatan 6.000 rpm.
3.4.7
Automated DNA sequencing
Proses automated DNA sequencing dilakukan oleh staf laboratorium
pelayanan sequencing Lembaga Biologi Molekul Eijkman dengan mengacu pada
protokol automated DNA sequencing (Applied Biosystem 1998: 3.1—3.53).
Hasil presipitasi DNA dicampur dengan 12 μl high deionized formamida, lalu
divorteks selama ± 30 detik. Tabung selanjutnya dimasukkan ke dalam plate dan
dipanaskan dalam mesin thermal cycler pada suhu 95° C selama 3 menit,
kemudian segera didinginkan di dalam es (snap cooling). Plate yang berisi
sampel dipasangkan pada tray dan diletakkan di dalam mesin sequencing ABI
Prism 3130xl Genetic Analyzer [Applied Biosystem]. Proses sequencing
membutuhkan waktu ± 45 menit. Hasil pembacaan urutan nukleotida direkam
oleh komputer dan diubah ke dalam bentuk elektroferogram yang memperlihatkan
grafik urutan basa-basa DNA.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
28 3.4.8
Analisis data
Data genotipe daerah promoter dan ORF gen DARC yang diperoleh
melalui analisis PCR-RFLP dibandingkan dengan data status infeksi hasil
pemeriksaan parasitemia pada preparat oles yang diperiksa secara mikroskopis
oleh peneliti lapangan. Tujuan perbandingan data tersebut adalah untuk melihat
korelasi antara jenis polimorfisme gen DARC dan status infeksi malaria.
Frekuensi masing-masing genotipe daerah promoter (GATA+/+, GATA+/-,
GATA-/-) dan ORF (FY*A/FY*A, FY*A/FY*B, FY*B/FY*B) yang ditemukan
dihitung dengan rumus:
Frekuensi genotipe X =
Ʃ sampel yang memiliki genotipe X
Ʃ total sampel
x 100%
Frekuensi alel GATA+, GATA-, FY*A, dan FY*B dihitung dengan rumus:
Frekuensi alel Y=
Ʃ alel Y
Ʃ total alel dalam populasi
(Russell 1994: 493; Cavasini dkk. 2007: 169).
Contoh perhitungan frekuensi genotipe dapat dilihat pada Lampiran 8 dan contoh
perhitungan frekuensi alel dapat dilihat pada Lampiran 9.
Data sekuen yang diperoleh diperiksa melalui pencarian homologi
BLASTN (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast.cgi) untuk memastikan apakah
sekuen tersebut adalah sekuen gen DARC dari Homo sapiens. Data sekuen yang
didapat selanjutnya dilakukan proses alignment dengan sekuen gen DARC yang
telah dipublikasikan menggunakan program MUSCLE (Edgar 2004: 1796—
1797). Contoh hasil alignment menggunakan MUSCLE dapat dilihat di Lampiran
10.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
POLIMORFISME G1877A DAERAH ORF GEN DARC
Polimorfisme G1877A daerah open reading frame (ORF) gen DARC
menghasilkan 2 tipe fenotipe yang berbeda pada protein DARC. Basa G pada
nukleotida 1877 (alel FY*A) mengekspresikan residu asam amino 44 glisin (Gly)
yang membentuk fenotipe Fya, sedangkan basa A pada nukleotida 1877 (alel
FY*B) mengekspresikan residu asam amino 44 asam aspartat (Asp) yang
membentuk fenotipe Fyb (Parasol dkk. 1998: 2242).
Polimorfisme tersebut diidentifikasi menggunakan metode PCR-RFLP
berdasarkan penelitian Zimmerman dkk. (1999: 13794). Fragmen DNA yang
mencakup daerah polimorfisme G1877A ORF gen DARC diamplifikasi
menggunakan primer FyCRF dan FyCRR dan menghasilkan amplikon berukuran
378 pb yang mencakup daerah ORF tempat polimorfisme G1877A. Hasil
visualisasi elektroforesis hasil PCR ORF dapat dilihat di Gambar 4.1.1.
29 Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
30 M
1 2 3 4 5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
378 pb
603 pb
378 pb
310 pb
Keterangan:
M
lajur 1—17
lajur 18
lajur 19
1,5% agarosa; 70 V; ± 1 jam
: Marka ϕX/HaeIII;
: sampel;
: kontrol positif
: kontrol negatif
Gambar 4.1.1 Visualisasi hasil amplifikasi daerah ORF gen DARC
Amplifikasi fragmen ORF gen DARC menggunakan kontrol positif dari
individu yang tidak terinfeksi malaria dan ddH2O sebagai kontrol negatif. Lajur
1—6;8—10;11—17 adalah sampel-sampel yang berhasil diamplifikasi, sedangkan
lajur 7 adalah sampel yang tidak berhasil diamplifikasi. Sampel yang tidak
berhasil diamplifikasi selanjutnya diukur konsentrasi DNA-nya dengan Nanodrop
dan dilakukan amplifikasi ulang dengan menggunakan konsentrasi DNA sekitar
30—35 ng/μl per total volume 25 μl reaksi PCR. Menurut Taylor (1993: 12)
sampel yang gagal diamplifikasi bisa terjadi karena konsentrasi DNA yang
dibutuhkan untuk proses PCR terlalu kecil atau terlalu besar.
Sampel yang berhasil diamplifikasi selanjutnya dilakukan proses RFLP
dengan enzim BanI. Enzim BanI digunakan karena memiliki pola potongan
G↓GTGCC. Pola potongan tersebut dapat mengenali mutasi G1877A daerah
ORF gen DARC yang menghilangkan situs restriksi BanI (Gambar 4.1.2). Variasi
alel FY*A dan FY*B pada nukleotida G1877A ORF gen DARC menghasilkan pola
potongan yang berbeda.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
31 Gen DARC
Gambar 4.1.2 Letak polimorfisme G1877A ORF gen DARC yang memengaruhi
situs restriksi BanI [Sumber: Zimmerman dkk. 1999: 13975 telah diolah kembali.]
Hasil visualisasi elektroforesis hasil RFLP BanI dapat dilihat pada Gambar
4.1.3.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
32 M
603 pb
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
323 pb
32
212 pb
234 pb
194 pb
151 pb
118 pb
Ket:
M
Lajur 1&3—10
Lajur 2
Lajur 11
Lajur 12
Lajur 13
1,5% agarosa; 70 V; ± 90 menit
: Marka ϕX/HaeIII;
: sampel alel FY*A/FY*A
: sampel alel FY*A/FY*B;
: kontrol positif FY*A/FY*A;
: kontrol negatif;
: kontrol tidak direstriksi
Gambar 4.1.3 Visualisasi hasil RFLP BanI
Jika basa 1.877 ORF gen DARC adalah basa G (alel FY*A), maka dikenali
sebagai situs restriksi enzim BanI, sehingga menghasilkan potongan yang
berukuran 151 pb, 212 pb, dan 15 pb (Gambar 4.1.3 lajur 1), sedangkan jika basa
1.877 ORF adalah basa A (alel FY*B), maka situs restriksi enzim BanI akan
hilang yang menyebabkan pola potongan yang berbeda yaitu 363 pb dan 15 pb.
Individu yang memiliki genotipe FY*A/FY*B memiliki pola potongan gabungan
alel FY*A dan FY*B yaitu 323 pb, 212 pb, dan 151 pb (Gambar 4.1.3 lajur 2).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
33 Hasil PCR-RFLP polimorfisme G1877A daerah ORF gen DARC berhasil
dilakukan pada 302 sampel subjek penderita malaria di Kabupaten Mimika
(Lampiran 11). Frekuensi genotipe dan alel pada sampel tersebut dapat dilihat
pada Tabel 4.1.1 dan Tabel 4.1.2. Hasil analisis frekuensi alel FY*A adalah 0,98
dari skala 0—1 dan alel FY*B 0,02. Frekuensi alel FY*A yang sangat tinggi di
Kabupaten Mimika mirip dengan frekuensi di Wosera Papua Nugini yang
mencapai nilai 1 (Zimmerman dkk. 1999: 13974), dan beberapa daerah di
Indonesia seperti Sumatra, Jawa, Bugis, dan Toraja dengan nilai berkisar
0,7— 0,8 (Cavalli-Sforza dkk. 1994: 153; Shimizu dkk. 2000: 511).
Tabel 4.1.1
Frekuensi genotipe (%) FY*A/FY*B pada subjek penderita malaria
di Kabupaten Mimika Papua
Status infeksi
Pf
Pv
U
Total
n
FY*A/FY*A
FY*A/FY*B
FY*B/FY*B
(%)
(%)
(%)
(%)
173
166
7
0
(100)
(95,95)
(4,05)
(0)
95
91
4
0
(100)
(96,80)
(3,2)
(0)
34
33
1
0
(100)
(97,05)
(2,95)
(0)
302
290
12
0
(100)
(96,02)
(3,98)
(0)
Keterangan:
Pf
: Sampel yang terinfeksi P. falciparum
Pv
: Sampel yang terinfeksi P. vivax
U
: Kontrol tidak terinfeksi malaria (uninfected)
n
: Jumlah sampel
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
34 Tabel 4.1.2
Frekuensi alel FY*A/FY*B pada subjek penderita malaria
di Kabupaten Mimika Papua
Status infeksi
FY*A
FY*B
Total
Pf
0,98
0,02
1
Pv
0,98
0,02
1
U
0,98
0,02
1
Total
0,98
0,02
1
Keterangan:
Pf
: Sampel yang terinfeksi P. falciparum
Pv
: Sampel yang terinfeksi P. vivax
U
: Kontrol tidak terinfeksi malaria (uninfected)
Berdasarkan data Cavalli-Sforza dkk. (1994: 153 & 156) alel FY*A
mendominasi daerah Asia Tenggara, Asia Timur, dan Asia Tengah. Alel FY*B
mendominasi daerah Afrika, Eropa, dan Amerika. Hasil frekuensi alel FY*A di
Kabupaten Mimika mirip dengan di Asia Timur dan Tengah yang mencapai 0,7
sampai lebih dari 0,8. Cavalli-Sforza dkk. (1994: 276) melaporkan bahwa
penduduk Indonesia pada umumnya merupakan hasil migrasi dari penduduk Asia
Timur dan Tengah. Data frekuensi alel FY*A di Kabupaten Mimika yang mirip
dengan Asia Timur dan Tengah mendukung teori tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.1.1) dapat dilihat bahwa frekuensi
genotipe dan alel FY*A dan FY*B tidak memiliki perbedaan antara sampel yang
terinfeksi P. falciparum, P. vivax, maupun yang tidak terinfeksi. Berdasarkan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara kualitatif kedua alel tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap infeksi parasit malaria. Kedua alel FY*A dan
FY*B tidak berpengaruh terhadap proses invasi P. vivax karena bukan berfungsi
reseptor spesifik invasi parasit tersebut karena yang menjadi reseptor spesifik
adalah epitop Fy6. Hasil penelitian Menard dkk. (2010: 5970) membuktikan
bahwa kedua alel memiliki tingkat prevalensi yang sama besar terhadap invasi P.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
35 vivax. Kedua tipe fenotipe Fya dan Fyb hanya berpengaruh pada sistem transfusi
darah, karena jika terjadi transfusi darah antar donor-resipien yang memiliki alel
yang berbeda maka terjadi reaksi antigen-antibodi yang menyebabkan aglutinasi
(Meny 2010: 52).
4.2
POLIMORFISME T(-46)C PROMOTER GATA-1 GEN DARC
Polimorfisme T(-46)C promoter GATA-1 gen DARC menentukan ekspresi
gen tersebut. Jika basa -46 promoter GATA-1 adalah basa T, maka faktor
transkripsi mampu mengenali promoter dan mengaktivasi enzim RNA polimerase
untuk melakukan transkripsi, namun jika basa -46 promoter GATA-1 adalah basa
C, maka faktor transkripsi tidak mampu mengenali promoter sehingga tidak dapat
mengaktivasi enzim RNA polimerase untuk melakukan transkripsi sehingga
protein DARC tidak terekspresi (Parasol dkk. 1998: 2241—2242).
Polimorfisme T(-46)C promoter GATA-1 gen DARC diidentifikasi
menggunakan teknik PCR-RFLP yang mengacu pada metode Zimmerman dkk.
(1999: 13974). Fragmen DNA yang mencakup daerah polimorfime diamplifikasi
menggunakan primer FyPZimF dan FyPZimR menghasilkan amplikon berukuran
329 pb yang mencakup daerah promoter GATA-1 gen DARC tempat
polimorfisme T(-46)C. Hasil visualisasi elektroforesis dapat dilihat di Gambar
4.2.1.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
36 1
2
3
4
5
6
7 8
9 10 M 11 12 13 14 15 16 17 18 19
323 pb
400 pb
300 pb
Keterangan:
Lajur 1—10
M
Lajur 11—17
Lajur 18
Lajur 19
1,5% agarosa; 70V; ± 1 jam
: Sampel;
: Marka 100 pb;
: Sampel
: kontrol positif;
: kontrol negatif
Gambar 4.2.1 Visualisasi hasil amplifikasi daerah promoter gen DARC
Sampel yang berhasil diamplifikasi selanjutnya diinkubasi dengan enzim
StyI untuk mengidentifikasi polimorfisme T(-46)C daerah promoter GATA-1 gen
DARC. Enzim StyI digunakan karena enzim tersebut memotong sekuen DNA
dengan pola C↓CTTGG sehingga dapat dipakai untuk membedakan basa C atau T
pada nukleotida -46 daerah promoter GATA-1 gen DARC. Perubahan basa T (alel
GATA+) ke C (alel GATA-) menyebabkan munculnya situs restriksi baru yang
berakibat perbedaan pola potongan hasil restriksi antara individu beralel GATA+
dan alel GATA- (Gambar 4.2.2).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
37 Gen DARC
Gambar 4.2.2 Letak polimorfisme T(-46)C promoter GATA-1 gen DARC yang
memengaruhi situs restriksi StyI
[Sumber: Zimmerman dkk. 1999: 13975 telah diolah kembali.]
Hasil visualisasi elektroforesis hasil RFLP StyI dapat dilihat pada Gambar
4.2.3.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
38 1
2
3
4
5
6
M
7
8
9
10
11
150 pb
139 pb
108 pb
100 pb
72 pb
50 pb
Keterangan:
Lajur 1—2
Lajur 3
Lajur 4—10
M
Lajur 11
65 pb
3% Agarosa 60V ± 3 jam
: sampel genotipe GATA+/+
: sampel genotipe GATA+/: sampel genotipe GATA+/+
: marka 50 pb
: kontrol GATA-/Gambar 4.2.3 Visualisasi hasil RFLP StyI
Hasil digesti amplikon promoter GATA-1 gen DARC menggunakan enzim
StyI menghasilkan 3 pola potongan yang berbeda. Alel GATA+ akan
menghasilkan pola potongan berukuran 139 pb, 108 pb, dan 72 pb (Gambar 4.2.3
lajur 1), sedangkan alel GATA- akibat transisi basa T ke C yang mengakibatkan
muncul situs restriksi baru maka menghasilkan pola potongan yang berbeda yaitu
berukuran 139 pb, 108 pb, dan 65 pb (Gambar 4.2.3 lajur 11). Individu dengan
alel heterozigot GATA+/- menghasilkan pola potongan gabungan yaitu 139 pb,
108 pb, 72 pb, dan 65 pb (Gambar 4.2.3 lajur 3). Hasil RFLP menggunakan StyI
sering mendapatkan pita-pita tipis hasil potongan yang tidak spesifik. Hal
tersebut terjadi karena konsentrasi amplikon hasil amplifikasi yang terlalu besar
atau jumlah enzim yang terlalu sedikit sehingga terjadi digesti parsial (Sambrook
& Russell 2001a: 5.1)
Identifikasi polimorfisme T(-46)C promoter GATA-1 gen DARC berhasil
dilakukan pada 129 sampel subjek penderita malaria di Kabupaten Mimika Papua
(Lampiran 12). Frekuensi genotipe dan alel pada sampel tersebut dapat dilihat
pada Tabel 4.2.1 dan Tabel 4.2.2. Terdapat dua sampel dari total 129 sampel yang
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
39 memiliki genotipe GATA+/- (Duffy negatif heterozigot) yang berasosiasi dengan
alel FY*A. Satu sampel Duffy negatif heterozigot tersebut terinfeksi oleh P.
vivax, sedangkan sampel lainnya terinfeksi P. falciparum.
Tabel 4.2.1
Frekuensi genotipe (%) GATA+/GATA- pada subjek penderita malaria
di Kabupaten Mimika, Papua
Status infeksi
Pf
Pv
U
Total
n
GATA+/+
GATA+/-
GATA-/-
(%)
(%)
(%)
(%)
34
33
1
0
(100)
(97,05)
(2,95)
(0)
71
70
1
0
(100)
(98,59)
(1,40)
(0)
24
24
0
0
(100)
(100)
(0)
(0)
129
127
2
0
(100)
(98,45)
(1,55)
(0)
Keterangan:
Pf
: Sampel yang terinfeksi P. falciparum
Pv
: Sampel yang terinfeksi P. vivax
U
: Kontrol yang tidak terinfeksi malaria (Uninfected)
n
: Jumlah sampel
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
40 Tabel 4.2.2
Frekuensi alel GATA+/GATA- pada subjek penderita malaria
di Kabupaten Mimika, Papua
Kode Sampel
GATA+
GATA-
Total
Pf
0,99
0,1
1
Pv
0,99
0,1
1
U
1
0
1
Total
0,99
0,1
1
Keterangan:
Pf
: Sampel yang terinfeksi P. falciparum
Pv
: Sampel yang terinfeksi P. vivax
U
: Kontrol yang tidak terinfeksi malaria (Uninfected)
Frekuensi alel GATA+ yang sangat tinggi pada sampel Kabupaten Mimika
mirip dengan di daerah Sumba, Papua Nugini, dan Asia pada umumnya.
Frekuensi alel GATA+ di dua kecamatan Sumba Barat mencapai nilai 0,94 dan
0,98, serta data frekuensi alel GATA+ di daerah Wosera, Papua Nugini mencapai
nilai 0,98 (Zimmerman dkk. 1999: 13975; Merlina dkk. 2007: 50). Data CavalliSforza dkk. (1994: 154) menyebutkan frekuensi alel GATA+ di Asia kecuali
daerah Timur dan Asia Tengah memiliki nilai lebih dari 0,8. Frekuensi alel di
Kabupaten Mimika memiliki kesamaan di daerah Asia dan Papua Nugini
mendukung teori asal-muasal penduduk Indonesia termasuk Kabupaten Mimika
yang diduga berasal dari migrasi Asia Timur dan Asia Tengah (Cavalli-Sforza
dkk. 1994: 161 & 276).
Alel GATA+ memiliki basa T pada nukleotida -46 promoter gen DARC
menyebabkan RNA polimerase mampu mengekspresikan gen DARC. Faktor
transkripsi mampu mengenali sekuen promoter dan mengaktifkan enzim RNA
polimerase untuk mentranskripsi gen DARC untuk menghasilkan protein DARC.
Hasil ekspresi gen DARC yaitu protein DARC berfungsi sebagai reseptor kemokin
dan reseptor invasi ligan P.vivax Duffy Binding Protein (PvDBP) sehingga
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
41 individu beralel GATA+ mampu diinfeksi oleh P. vivax (Nichols dkk. 1987: 783;
Parasol dkk. 1998: 2241—2242). Tingginya alel GATA+ di Kabupaten Mimika
membuktikan bahwa salah satu faktor tingginya kasus malaria vivax di Kabupaten
Mimika adalah banyaknya individu Duffy positif di Kabupaten Mimika sebagai
inang yang mampu diinvasi oleh P. vivax.
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 1,55% sampel yang memiliki
genotipe GATA+/-. Penelitian Zimmerman dkk. (1999: 13975) juga menemukan
alel GATA- dengan frekuensi 0,2 pada populasi Wosera, Papua Nugini.
Munculnya alel GATA- pada daerah tersebut adalah bentuk mekanisme resistensi
manusia sebagai inang P. vivax. Alel GATA- menyebabkan tidak terekspresinya
protein DARC sehingga tidak adanya reseptor bagi P. vivax untuk melakukan
invasi yang menyebabkan individu tersebut menjadi resistan terhadap P. vivax
(Zimmerman dkk. 1999: 13975).
Penelitian lanjutan secara in vitro membuktikan bahwa eritrosit yang
memiliki genotipe GATA+/- mengalami reduksi infeksi P. vivax sampai 50%
dibandingkan dengan eritrosit bergenotipe GATA+/+ (Kasehagen dkk. 2007: 5).
Dampak kaitan tidak terekspresinya protein DARC pada sel-sel eritroid terhadap
sistem imun tubuh sampai sekarang masih belum diketahui karena masih terdapat
reseptor kemokin lain di sel-sel eritroid selain DARC seperti reseptor cellular
differentiation 4 (CD4) (Peiper dkk. 1995: 1313—1314).
Berdasarkan teori seleksi alam, individu yang memiliki sifat yang
menguntungkan terhadap tekanan seleksi alam pada suatu populasi memiliki nilai
fitness lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki sifat
tersebut. Jika terjadi tekanan seleksi secara terus-menerus dalam waktu lama
maka sifat yang menguntungkan tersebut mengalami fiksasi pada populasi.
Fiksasi adalah kondisi di mana suatu populasi hanya memiliki 1 jenis alel yang
menguntungkan terhadap tekanan seleksi akibat proses seleksi alam dalam (Ridley
1993: 263).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
42 Munculnya alel GATA- pada sampel di Kabupaten Mimika diduga karena
adanya seleksi alam akibat tekanan dari P. vivax. Tingginya kasus malaria vivax
di Kabupaten Mimika (Karyana dkk.1998: 153) mendorong bentuk mekanisme
resistensi penderita sebagai inang P. vivax. Tekanan seleksi invasi P. vivax di
Kabupaten Mimika membuat individu beralel GATA- memiliki nilai fitness yang
lebih tinggi dibandingkan alel GATA+. Jika tekanan terjadi dalam waktu yang
cukup lama, hal tersebut menyebabkan frekuensi alel GATA- meningkat. Jika
tekanan seleksi terus terjadi dan tidak mengalami perubahan maka frekuensi alel
GATA- bertambah besar seiring berjalannya waktu pada populasi tersebut hingga
mencapai fiksasi (Cavalli-Sforza dkk. 1994: 145—146).
Peristiwa seleksi alam tersebut sudah terjadi di Afrika. Alel GATA- di
daerah Sub-Sahara Afrika sudah mengalami fiksasi yang menyebabkan tidak
adanya infeksi P.vivax di daerah tersebut (Tournamille dkk. 1995: 224). Menurut
Cavalli-Sforza dkk. (1994: 145—146) kemungkinan terfiksasinya alel GATAtersebut adalah karena hubungan alel GATA- dengan invasi P. vivax yang
menyebabkan resistan terhadap invasi P.vivax, sehingga P. vivax tidak memiliki
inang untuk melanjutkan siklus hidupnya.
Akibat hubungan inang-parasit di atas dalam waktu yang sangat lama,
frekuensi alel GATA- terus meningkat dan terfiksasi serta lama-kelamaan P.vivax
menghilang dari Afrika, lalu individu yang membawa alel GATA- tersebut
menyebar melalui migrasi ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Cavalli-Sforza
dkk. 1994: 145—146). Teori tersebut bisa menjadi salah satu alasan lain
munculnya alel GATA- di Kabupaten Mimika. Munculnya alel GATA- di
Kabupaten Mimika selain bisa terjadi akibat tekanan seleksi dari P.vivax, namun
juga bisa dari hasil migrasi penduduk beralel GATA- dari Afrika ke Kabupaten
Mimika.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
43 4.3
POLIMORFISME SEKUEN PROMOTER GATA-1,
N-TERMINAL, DAN EPITOP Fy3 GEN DARC
4.3.1
Desain primer identifikasi sekuen promoter GATA-1, N-terminal, dan
epitop Fy3 gen DARC
Polimorfisme sekuen promoter GATA-1, daerah N-terminal, dan epitop
Fy3 gen DARC diidentifikasi menggunakan teknik direct sequencing. Daerah Nterminal yang diidentifikasi polimorfismenya mencakup daerah epitop Fy6 dan
Fya/b. Sekuen acuan gen DARC dijadikan sekuen cetakan untuk membuat primer
direct sequencing dan acuan pada proses multiple sequence alignment. Sekuen
acuan gen DARC memiliki panjang 2.772 pb yang terdiri atas sekuen promoter
GATA-1 beralel GATA+ yang memiliki panjang 1.253 pb (posisi 1—1.252), 2
buah ekson yang berukuran 21 pb dan 990 pb (posisi 1.274—1.294 dan
1.774—2.763), 2 buah intron yang berukuran 481 pb, dan 9 pb (posisi
1.275—1.293 dan 2.763—2.772), serta sekuen 5’ untranslated region (5’ UTR)
yang berukuran 21 pb (posisi 1.253—1.273) (Gambar 4.3.1.1). Kedua ekson
tersebut menyandi asam amino penyusun protein DARC (Genbank 2009: 1, kode
akses AF055992). Sekuen gen DARC tersebut juga memiliki 56 SNP yang sudah
pernah ditemukan oleh peneliti lain dan tercatat pada database SNP (dbSNP
2011: 1—7).
Sekuen penyandi daerah N-terminal dan epitop Fy3 diidentifikasi dengan
cara toggle translation menggunakan program Bioedit. Sekuen asam amino
daerah N-terminal dan epitop Fy3 dikembalikan menjadi kodon-kodon nukleotida
penyusunnya dan di-alignment dengan sekuen acuan untuk menentukan sekuen
penyandi daerah tersebut (Hall 2001: 28). Hasil analisis toggle translation
ditemukan bahwa sekuen penyandi asam amino daerah N-terminal dan epitop Fy3
terdapat di dua ekson gen DARC. Sekuen penyandi epitop Fy6 terdapat pada
posisi ekson 2 basa 1.907—1.930, variasi alel FY*A/FY*B berada pada posisi basa
2.017, sedangkan sekuen penyandi epitop Fy3 berada pada ekson 2 basa 2.573—
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
44 2.605. Variasi alel GATA+/- juga dimasukkan sebagai daerah cakupan direct
sequencing yang berada pada posisi basa 1.207 (Gambar 4.3.1).
T(-46)C
G1877A
Ekson 1
:Ekson
DARCF1
Ekson 2
DARCinR
606 pb
DARCinF
494 pb
DARCR1 FY3F1476 pbFY3R1
2.772 pb
Gambar 4.3.1 Gen DARC skematis dan situs primer direct sequencing
[Sumber: Hadley & Peiper 1997: 3084; Genbank 2009: 1 telah diolah kembali.]
Primer sequencing dibuat untuk mengamplifikasi daerah yang mencakup
variasi alel GATA+/-, sekuen penyandi epitop Fy6 dan Fy3. Fragmen amplikon
sequencing dibagi menjadi 3 bagian (Gambar 4.3.1 garis biru) dengan panjang
berkisar 400 pb—600 pb karena hasil automated DNA sequencing yang optimal
berkisar pada panjang tersebut (Applied Biosystem 1998: 150). Ketiga pasang
primer dibuat dengan menggunakan program Primer 3 dan dianalisis
kemampuannya membentuk struktur hairpin, dimer, dan cross-dimer
menggunakan program NetPrimer (Rozen & Skaletsky 2000: 371; PREMIER
Biosoft International 2009: 9—10). Struktur hairpin, dimer, dan cross-dimer
menyebabkan primer saling berkomplemen satu sama lain sehingga tidak dapat
menempel pada sekuen cetakan yang menyebabkan proses amplifikasi tidak
terjadi (Taylor 1993: 9).
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
45 Primer yang tidak membentuk struktur hairpin, dimer dan cross-dimer lalu
di BLAST menggunakan Primer-BLAST untuk melihat spesifisitas primer. Hasil
analisis tersebut berhasil mendapat 6 primer spesifik yaitu DARCF1, DARCinR,
DARCinF, DARCR1, FY3F1, dan FY3R1 (Lampiran 1).
4.3.2
Identifikasi polimorfisme sekuen promoter GATA-1, N-terminal, dan
epitop Fy3 gen DARC dengan teknik direct sequencing
Terdapat 4 sampel yang dipilih dari perwakilan 302 sampel dan 2 kontrol
untuk identifikasi polimorfisme promoter GATA-1, sekuen penyandi N-terminal,
dan epitop Fy3 gen DARC. Keempat sampel tersebut adalah sampel yang
terinfeksi oleh P. vivax (PAV15, PAV 22, NPV 25), dan sampel yang terinfeksi
P. falciparum 13 (PAF13). Kontrol Duffy positif yang dipakai adalah DNA
individu yang tidak terinfeksi penyakit malaria yang memiliki alel GATA+,
sedangkan kontrol Duffy negatif yang dipakai adalah DNA individu dari populasi
Afrika.
Sampel PAV 15 dan PAV 22 dipilih sebagai perwakilan sampel untuk
direct sequencing karena berdasarkan penelitian Utami (2011: 39) terbukti bahwa
PAV15 merupakan sampel yang memiliki banyak polimorfisme pada PvDBPII
sebagai ligan invasi P. vivax, sedangkan PAV 22 adalah sampel yang paling
sedikit mengalami polimorfisme PvDBPII. Sampel PAF13 dan NPV25 dipilih
karena berdasarkan analisis PCR-RFLP polimorfisme T(-46)C menunjukkan
bahwa kedua sampel tersebut memiliki alel GATA+/- yang berasosiasi dengan alel
FY*A. Sekuen acuan yang dipakai antara lain sekuen yang terdapat di Genbank
yang digunakan sebagai cetakan saat desain primer dan sekuen hasil penelitian
Zimmerman dkk. (1999: 13975) yang menemukan alel GATA- pada populasi
Papua Nugini (Genbank 1999:1, kode akses AF100634). Kontrol Duffy positif
dan Duffy negatif dijadikan sebagai acuan selain sekuen acuan yang didapat dari
Genbank pada saat multiple sequence analysis.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
46 4.3.3
Analisis hasil direct sequencing
Hasil sequencing keempat sampel dan dua kontrol kemudian dianalisis
untuk melihat polimorfisme promoter GATA-1, sekuen penyandi daerah Nterminal dan epitop Fy3 gen DARC. Elektroferogram hasil direct sequencing
digabungkan menjadi 1 contig menggunakan program DNA baser (Gambar
4.3.3.1). Hasil contig tersebut kemudian di-BLAST untuk melihat similarity
dengan database DNA di NCBI. Hasil BLAST sequencing keenam sampel
tersebut menunjukkan bahwa semua sampel merupakan fragmen gen DARC pada
manusia dengan nilai similarity mencapai 99% (Lampiran 13).
Gambar 4.3.3.1 Analisis hasil sequencing dengan DNA Baser
[Sumber: Heracle Biosoft 2011: 1.]
Keenam contig sampel dianalisis dengan multiple sequence alignment
dengan sekuen acuan gen DARC dari Genbank menggunakan program MUSCLE
Bioinformatics Tools untuk melihat polimorfisme pada sampel. MUSCLE
Bioinformatics Tools digunakan karena program multiple sequence alignment
tersebut memiliki tingkat keakuratan yang sangat tinggi dan waktu analisisnya
yang sangat singkat (Edgar 2004: 1796—1797). Hasil multiple sequence
alignment tersebut dapat dilihat melalui program Bioedit.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
47 Hasil multiple sequence alignment keenam contig sampel dengan sekuen
acuan gen DARC berhasil mendapatkan 6 macam polimorfisme basa tunggal
(SNP) yang berbeda dengan sekuen acuan (Tabel 4.3.3). Keenam SNP tersebut
sudah pernah ditemukan sebelumnya oleh peneliti lain dan tercatat dalam
database SNP (dbSNP) yang terdapat di Genbank.
Tabel 4.3.3 Polimorfisme yang ditemukan dari hasil direct sequencing
Kode SNP
Alel
rs2814778
Posisi
Tipe mutasi
Sekuen
acuan
Kontrol
Kontrol
Duffy
Duffy
negatif
positif
Sampel
(n=4)
T/C
Promoter
-
T
C
T
T
rs7550207
C/T
Intron
-
C
T
T
T
rs17838198
del/T
Intron
-
Del
T
T
T
G/A
Ekson 2
A
A
G
G
rs34599082
C/T
Ekson 2
T
C
C
C
rs13962
del/A/G
Ekson 2
A
G
G
G
(GATA+/-)
rs12075
(FY*A/FY*B)
Nonsynonymus
Gly42/Asp42
Nonsynonymus
Arg89/Cys89
Frameshift
Ala100/Thr100/-
Polimorfisme rs2814778 adalah polimorfisme T(-46)C promoter GATA-1
gen DARC yang membawa alel GATA+/-. Hasil sequencing menunjukkan bahwa
SNP pada kontrol Duffy negatif yang berasal dari Afrika adalah basa C. Hal
tersebut sesuai dengan hasil PCR-RFLP yang menyatakan bahwa kontrol tersebut
merupakan individu beralel GATA-/-. Hasil sequencing pada 2 sampel beralel
GATA+/- menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki basa T homozigot
(Gambar 4.3.3.2). Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil PCR-RFLP yang
menyatakan bahwa kedua sampel memiliki genotipe GATA+/-.
Perbedaan hasil tersebut dapat terjadi akibat kesalahan PCR-RFLP.
Menurut Bradley dkk. (1995: 68) Teknik PCR-RFLP bisa mengalami kesalahan
potongan akibat PCR-induced mutation. Kesalahan pemasangan basa pada tahap
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
48 polimerisasi dapat menyebabkan munculnya situs restriksi yang seharusnya tidak
ada. Kesalahan tersebut dapat dicegah dengan menggunakan enzim DNA
polimerase yang memiliki fidelity lebih tinggi sehingga memiliki kemampuan
proofreading atau mengecek kembali keakuratan basa-basa yang dipolimerisasi
dan memperbaiki kesalahan pemasangan basa. Menurut Griffiths dkk. (1996:
413) tingkat kesalahan sequencing mencapai 1 basa per 1000 pb, sehingga hasil
yang memiliki tingkat akurasi lebih tinggi adalah hasil direct sequencing.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua sampel memiliki
genotipe GATA+/+. Berdasarkan hasil direct sequencing tersebut maka nilai
frekuensi alel GATA+ pada subjek penderita malaria di Kabupaten Mimika adalah
1.
NPV 25
PAF13
Tanda panah: Basa T homozigot
Gambar 4.3.3.2 Hasil direct sequencing sampel GATA+/Polimorfisme rs7550207 dan rs17838198 berada di daerah intron sehingga
tidak memengaruhi ekspresi dari gen DARC. Berdasarkan data dbSNP (2011: 4)
polimorfisme tersebut tidak memiliki dampak klinis pada manusia dan biasa
digunakan sebagai penanda genetik pada suatu populasi. Polimorfisme rs12075
adalah polimorfisme G1877A daerah ORF gen DARC yang membawa alel
FY*A/FY*B. Polimorfisme tersebut merupakan mutasi nonsynonymus yang
mengubah kodon sehingga menyebabkan perubahan translasi asam amino. Basa
G yang membawa alel FY*A mentranslasikan asam amino residu 44 berupa glisin
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
49 (Gly) yang membentuk fenotipe Fya, sedangkan basa A yang membawa alel FY*B
mentranslasikan asam amino residu 44 berupa asam aspartat (Asp) yang akan
membentuk fenotipe Fyb (Parasol dkk. 1998: 2242).
Hasil sequencing pada kontrol Duffy negatif menunjukkan basa A pada
polimorfisme G1877A. Hal tersebut sesuai dengan hasil PCR-RFLP yang
menyatakan bahwa kontrol tersebut membawa genotipe FY*B/FY*B, serta sesuai
dengan asal kontrol tersebut dari Afrika karena mayoritas alel di Afrika adalah
alel FY*B (Meny 2010: 51—52). Hasil sequencing pada kontrol Duffy positif dan
keempat sampel menunjukkan basa G pada polimorfisme G1877A. Hasil tersebut
sesuai dengan PCR-RFLP yang menunjukkan bahwa kontrol Duffy positif dan
keempat sampel memiliki genotipe FY*A/FY*A. Kontrol Duffy positif dan
keempat sampel merupakan individu Indonesia yang mayoritas memiliki alel
FY*A (Cavalli-Sforza dkk. 1994: 153).
Polimorfisme rs34599082 merupakan polimorfisme C286T daerah ORF gen
DARC yang membawa alel FY*X. Polimorfisme tersebut menyebabkan substitusi
asam amino arginin 89 menjadi sistein (Arg89Cys). Substitusi asam amino
tersebut menyebabkan berkurangnya ekspresi dari protein DARC pada individu
tersebut. Menurut Tournamille dkk. (1998: 2154) asam amino arginin residu 89
berada di loop intraselular protein DARC (Gambar 4.3.3.3).
Sifat asam amino arginin yang bermuatan positif saling berinteraksi dengan
membran fosfolipid yang bermuatan negatif. Interaksi tersebut yang mengontrol
topologi daerah transmembran protein DARC. Perubahan asam amino arginin
menjadi sistein menyebabkan berkurangnya efektifitas interaksi daerah
transmembran protein DARC dengan fosfolipid membran eritrosit yang
menyebabkan berkurangnya transportasi protein tersebut ke membran eritrosit
(Tournamille dkk. 1998: 2154).
Tournamille dkk. (1998: 2149) membuktikan bahwa membran eritrosit
yang memiliki alel FY*X mengalami penurunan tingkat ekspresi protein DARC
hingga 80% serta hanya berasosiasi dengan alel FY*B. Alel FY*X tidak
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
50 ditemukan pada semua sampel sequencing, karena keempat sampel membawa alel
FY*A yang tidak berasosiasi dengan alel FY*X.
Gambar 4.3.3.3 Posisi polimorfisme Arg89Cys
[Sumber: Meny 2010: 53.]
Polimorfisme rs13962 berdasarkan dbSNP menunjukkan polimorfisme
campuran antara nonsynonymus dan frameshift. Hasil sequencing menunjukkan
terdapat polimorfisme transisi A298G di daerah ORF gen DARC yang
menyebabkan substitusi asam amino Thr100Ala. Polimorfisme tersebut hanya
berasosiasi dengan alel FY*B namun tidak memengaruhi ekspresi protein DARC,
sehingga hanya digunakan sebagai penanda genetik pada populasi terutama
populasi Afro-Brazilian sehingga tidak terdeteksi baik pada kontrol Duffy negatif,
Duffy positif, maupun sampel (Estalote dkk. 2005: 170).
Berdasarkan hasil multiple sequence alignment antara sekuen acuan dengan
sampel terbukti bahwa tidak terdapat polimorfisme pada sekuen penyandi epitop
Fy6 dan Fy3 (Gambar 4.3.3.3)
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
51 Fy6
Fy3
Gambar 4.3.3.4 Hasil multiple sequence alignment sekuen penyandi epitop Fy6
dan Fy3
Epitop Fy6 merupakan reseptor spesifik bagi ligan PvDBP pada proses
invasi P. vivax ke dalam eritrosit (Nichols dkk. 1987: 783). Polimorfisme gen
penyandi PvDBP pada isolat Indonesia yang sangat tinggi (Noviyanti dkk. 2011:
44) mendorong penelitian mengenai polimorfisme epitop Fy6 dan melihat
asosiasinya dengan PvDBP. Tidak adanya polimorfisme pada sekuen penyandi
epitop Fy6 gen DARC menunjukkan tidak ada asosiasi langsung antara
polimorfisme PvDBP dan epitop Fy6.
Polimorfisme gen penyandi PvDBP berfungsi sebagai mekanisme parasit
dalam mengindari sistem imun tubuh melalui rekombinasi dan mutasi (Xainli dkk.
2000: 258). Sistem imun yang bekerja sebagai mekanisme pertahanan terhadap
invasi P. vivax antara lain adalah sel B untuk membuat antibodi spesifik terhadap
antigen PvDBP (Xainli dkk. 2003: 2513), sedangkan gen DARC tidak
berhubungan langsung dalam mekanisme pertahanan tersebut sehingga
kemungkinan untuk mengalami polimorfisme sangat kecil.
Tidak ada informasi yang cukup mengenai epitop Fy3 dan kaitannya dengan
malaria vivax mendorong penelitian mengenai gambaran polimorfisme di daerah
tersebut. Berdasarkan hasil penelitian terbukti tidak ada polimorfisme pada
sekuen penyandi epitop Fy3. Epitop Fy3 tidak berkaitan tengan interaksi PvDBP
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
52 dan DARC karena reseptor spesifik pada protein DARC adalah epitop Fy6,
sedangkan epitop Fy3 berfungsi sebagai reseptor kemokin pada proses inflamasi.
Kemokin merupakan molekul yang memiliki bentuk yang relatif tetap dan tidak
berubah maka polimorfisme pada epitop Fy3 pun jarang terjadi (Murdoch & Finn
2000: 3036).
Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa tidak terdapat
polimorfisme T(-46)C pada subjek penderita malaria di Kabupaten Mimika.
Populasi Kabupaten Mimika didominasi oleh alel FY*A dan GATA+. Kondisi
tersebut mirip dengan di Sumba, Papua Nugini, dan Asia pada umumnya.
Berdasarkan hasil sequencing ditemukan 4 polimorfisme baru selain polimorfisme
promoter dan ORF serta tidak ditemukan polimorfisme pada sekuen penyandi
epitop Fy6 dan epitop Fy3.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Hasil identifikasi polimorfisme promoter GATA-1, N-terminal, dan epitop
Fy3 gen DARC pada pasien Rumah Sakit Mitra Masyarakat Kabupaten
Mimika, Papua berhasil menemukan 6 jenis polimorfisme basa tunggal.
2. Tidak terdapat polimorfisme T(-46)C promoter GATA-1 gen DARC pada
subjek penderita malaria di Kabupaten Mimika, Papua.
3. Terdapat polimorfisme G(1877)A daerah ORF gen DARC pada subjek
penderita malaria di Kabupaten Mimika, Papua.
4. Frekuensi alel FY*A pada sampel pasien Rumah Sakit Mitra Masyakarat
Kabupaten Mimika mencapai nilai 0,98 dari skala 0—1.
5. Frekuensi alel GATA+ pada sampel pasien Rumah Sakit Mitra Masyarakat
Kabupaten Mimika mencapai nilai 1 dari skala 0—1.
6. Tidak terdapat polimorfisme pada sekuen penyandi epitop Fy6 dan Fy3 pada
sampel pasien Rumah Sakit Mitra Masyarakat Kabupaten Mimika Papua.
5.2
Saran
Data hasil penelitian merupakan merupakan data awal polimorfisme gen
DARC di daerah Papua. Analisis genetik lebih banyak sampel Papua dan daerah
lain di Indonesia dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai
polimorfisme gen DARC di Indonesia.
53 Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
DAFTAR REFERENSI
Abbas, A.K. & A.H. Lichtman. 2004. Basic immunology: Function and isorders
of immune system 2nd ed. Elsiever, Philadelphia: ix + 322 hlm.
Applied Biosystem. 1998. Automated DNA sequencing: Chemistry guide. Applied
Biosystem, Foster City: 245 hlm.
Beeson, J & B.S. Crabb. 2007. Towards a vaccine against Plasmodium vivax
malaria. Plos Medicine 4(12): 1862—1864.
Boffey, S.A. 1984. Agarose gel electrophoresis of DNA. Dalam: Walker, J.M.
1984. Methods in Molecular Biology. Vol 2. The Humana Press, Clifton:
43—50.
Bradley, J., D. Johnson, D. Rubenstein. 1995. Lecture notes on molecular
medicine. Blackwell Science, Oxford: viii + 151 hlm.
Cavalli-Sforza L.L., P. Menozzi & A. Piazza. 1994. The history and geography of
human genes. Princeton University Press: xi + 541 hlm + 518 hlm peta.
Chaudhuri, A., J. Polyakova, V. Zbzrzezna & A.O. Pogo. 1995. The coding
sequence of Duffy blood group gene in humans and simians: Restriction
fragment length polymorphism, antibody and malarial parasite
specificities, and expression in nonerythroid tissues in Duffy-negative
individuals. Blood 85(3): 615—621.
Chaudhuri, A., S. Nielsen, M.L. Elkjaer, V. Zbzezna, F. Fang & A.O. Pogo. 1997.
Detection of Duffy antigen in the plasma membranes and caveolae of
vascular endothelial cells of nonerythroid organs. Blood 89(2): 701—702.
Chitnis, C.E., A. Chaudhuri, R. Horuk, A.O. Pogo & L.H. Miller. 1996. The
domain on the Duffy blood group antigen for binding Plasmodium vivax
and P. knowlesi malarial parasites to erythrocytes. The Journal of
Experimental Medicine 184: 1531—1536.
DbSNP (=database single nucleotide polymorphism). 2011. Single nucleotide
polymorphisms along in DARC region: 7 hlm. http://www.ncbi.nlm.nih.
54 Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
55 gov/projects/SNP/snp_ref.cgi?chooseRs=all&go=Go&locusId=2532,
15Mei 2011 pk. 21.45.
De Brevern, A.G., H. Wong, C. Tournamille, Y. Colin, C. Le Van Kim & C.
Etchebest. 2005. A structural model of a seven-transmembrane helix
receptor: The Duffy antigen/receptor for chemokine (DARC). Biochimica
et Biophysica Acta 1724: 288—306.
East-West Center. 2003. Map of Papua Province Indonesia: 1 hlm. http://
www2.eastwestcenter.org/environment/spatial/ewc_sdi/maps/papua2.pdf,
2 November 2010, pk.14.09.
Edgar, R.C. 2004. MUSCLE: Multiple sequence alignment with high accuracy
and high throughput. Nucleic Acid Research 32(5): 1792—1797.
Estalote, A.C., R. Proto-Siqueira, W.A. Da Silva Jr, M.A. Zago & M. Palatnik.
2005. The mutation G298AAla100Thr in the coding sequence of the
Duffy antigen/chemokine receptor gene in non-caucasian Brazilians.
Genetics and Molecular Research 4(2): 166—173.
Genebank. 2009. Homo sapiens Duffy antigen.chemokine receptor (FY) gene,
FY*X allele, complete cds: 2 hlm. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/
3659623, 21 Oktober 2010, pk. 08.52.
Griffiths, A.J.F., J.H. Miller, D.T. Suzuki, R.C. Lewontin & W.M. Gelbart. 1996.
An introduction to genetic analysis 6th ed. W.H. Freeman and Company,
New Yok: ix + 915 hlm.
Gunawan, S. 2000. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto, P.N. 2000. Malaria
epidemiologi, manifestasi klinis, & penanganan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta:1—13.
Hadley, T.J. & S.C. Peiper. 1997. From malaria to chemokine receptor: The
emerging physiologic role of the Duffy blood group antigen. Blood 89(9):
3077—3091.
Heracle Biosoft. 2011. DNA baser sequence assembler: 1hlm. http://www.
dnabaser.com/index.html, 16 Mei 2011, pk. 00.19.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
56 Hall, T. 2001. Bioedit version 5.0.6. North Carolina State University Press, North
Carolina: 192 hlm.
Horuk, R., C.E. Chitnis, W.C. Darbonne, T.J. Colby, A. Rybicki, T.J. Hadley &
L.H. Miller. 1993. A receptor for the malarial parasite Plasmodium vivax:
The erythrocyte chemokine receptor. Science 261: 1182—1184.
Iwamoto, S., T. Omi, E. Kajii & S. Ikemoto. 1995. Genomic organization of
Glycoprotein D gene: Duffy blood group Fya/Fyb alloantigen system is
associated with a polymorphism at the 44-amino acid residue. Blood
85(3): 622—626.
Karyana, M., L. Burdarm, S. Yeung, E. Kenangalem, N. Wariker, R. Maristela,
K.G. Umana, R. Vemuri, M.J. Okoseray, P.M. Penttinen, P. Ebsworth, P.
Sugiarto, N.M. Anstey, E. Tjitra & R.N. Price. 2008. Malaria morbidity in
Papua Indonesia, an area with multidrug resistant Plasmodium vivax and
Plasmodium falciparum. Malaria Journal 7(1): 148—158.
Kasehagen, L.J., I. Mueller, B. Kiniboro, M.J. Bockarie, J.C. Reeder, J.W.
Kazura, W. Kastens, D.T. McNamara, C.H. King, C.C. Whalen & P.A.
Zimmerman. 2007. Reduced Plasmodium vivax erythrocyte infection in
PNG Duffy-negative heterozygotes. Plos One 3: 1—6.
Kirby, L.T. 1992. DNA fingerprinting an introduction. Oxford University Press,
Oxford: xii + 365 hlm.
Menard, D., C. Barnadas, C. Bouchier, C. Henry-Halldin, L.R. Gray, A.
Ratsimbasoa, V. Thonier, J.F. Carod, O. Domarle, Y. Colin, O. Bertrand,
J. Picot, C.L. King, B.T. Grimberg, O. Mercereau-Puijalon & P.A.
Zimmerman. 2010. Plasmodium vivax clinical malaria is commonly
observed in Duffy-negative Malagasy people. Proceeding National
Academic of Science 107(13): 5967—5971.
Meny, G.M. 2010. The Duffy blood group system: a review. Immunohematology
26: 51—56.
Merlina, M. 2007. Identifikasi polimorfisme daerah promoter dan open reading
frame (ORF) gen Duffy (FY) pada subjek penderita malaria dan tanpa
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
57 malaria di Sumba Barat. Skripsi Universitas Indonesia, Depok: xi + 100
hlm.
Miller, K., D.I. Baruch, K. Marsh & O.K. Doumbo. 2002. The pathogenic basis of
malaria. Nature 415(6872): 673—679.
Murdoch, C. & A. Finn. 2000. Chemokine receptors and their role in
inflammation and infectious diseases. Blood 95(10): 3032—3043.
New England Biolabs. 2010. Enzyme specification. California: 2 hlm.
NCBI (=National Center for Biotechnology Information). 2011. BLAST result:
3hlm. http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi, 14 Mei 2011, pk.13.41.
NFSTC (=National Forensic Science Technology Center). 2010. Chelex-100
extraction process: 4 hlm. http://www.nfstc.org/pdi/Subject03/pdis03
m03wc.htm, 28 Oktober 2010, pk. 13.42.
Nichols, M.E., P. Rubinstein, J. Barnwell, S.R. De Cordoba & R.E. Rosenfield.
1987. New human Duffy blood group specificity defined by a murine
monoclonal antibody. Journal Experimental Medicine 166: 776—785.
Utami, R.A.S. 2011. Studi polimorfisme gen pengkode Plasmodium vivax Duffy
Binding Protein II (PvDBPII) dari subjek penderita malaria vivax di
Kabupaten Mimika, Papua. Skripsi Universitas Indonesia, Depok: xii + 67
hlm.
Nugroho, A & M.T. Wagey. 2000. Siklus hidup Plasmodium malaria. Dalam:
Harijanto. 2000. Malaria epidemiologi, pathogenesis, manifestasi klinis &
penanganan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 38—48.
OMIM (Online Mendelian Inheritance in Man). 2010. Malaria susceptibility to:
12 hlm. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/omim/611162, 13 Agustus 2010,
pukul 13.08.
Parasol, N., M. Reid, M. Rios, L. Castilho, I. Harari & N.S. Kosower. 1998. A
novel mutation in the coding sequence of the FY*B allele of the Duffy
chemokine receptor gene is associated with an altered erythrocyte
phenotype. Blood 92(7): 2237—2243.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
58 Peiper, S.C., Z. Wang, K. Neote, A.W. Martin, H.J. Showell, M.J. Conklyn, K.
Ogborne, T.J. Hadley, Z. Lu, J. Hesselgesser & R. Horuk. 1995. The Duffy
antigen/receptor for chemokines (DARC) is expressed in endothelial cells
of Duffy negative individuals who lack the erythrocyte receptor. The
Journal of Experimental Medicine 181: 1311—1317.
Poespoprodjo, J.R, W. Fobia, E. Kenangalem, D.A. Lampah, N. Warikar, A. Seal,
R. McGready, P. Sugiarto, E. Tjitra, N.M. Anstey &R.N. Price. 2008.
Adverse pregnancy outcomes in area where multidrug-resistant
Plasmodium vivax and Plasmodium falciparum infections are endemic.
Journal Clinical Infectious Disease 46: 1374—1381.
Polski, J.M, S. Kimzey, R.W. Percival, L.E. Grosso. 1998. Rapid and effective
processing of blood specimens for diagnostic PCR using filter paper and
Chelex-100. Journal Clinical Pathology: Molecular pathology 51: 215—
217.
PREMIER Biosoft International. 2009. NetPrimer manual. PREMIER Company,
California: 12 hlm.
QIAGEN. 2002. QIAquick spin handbook. QIAGEN Companies, Singapura: 36
hlm.
Ridley, M. 1993. Evolution. Blackwell Scientific Publications, Cambridge: viii +
670 hlm.
Rozen, S. & H. Skaletsky. 2000. Primer3 on the WWW for general users and for
biologist programmers. Methods in Molecular Biology 132: 365—386.
Russell, P.J. 1994. Fundamentals of genetics. Harper Collins College Publishers,
New York: xvi + 528 hlm.
Sambrook, J. & D.W. Russell. 2001a. Molecular cloning a laboratory manual. vol
2. 3rd ed. Coldspring Harbor Laboratory Press, New York: xxvii+1.1—
7.94 + I.1—I.44.
Sambrook, J. & D.W. Russell. 2001b. Molecular cloning a laboratory manual.
vol 2. 3rd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York:
xxvi+15.1—18.136+A.1.1—A.14.1+R.1—R.22+I.1—I.44.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
59 Sambrook, J. & D.W. Russell. 2001c. Molecular cloning a laboratory manual. vol
2. 3rd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York: xxvi+15.1—
18.136+A.1.1—A.14.1+R.1—R.22+I.1—I.44.
Shimizu, Y., H. Ao, A. Soemantri, D. Tiwawech, W. Settheetham-Ishida, O.W.
Kayame, M. Kimura, T. Nishioka & T. Ishida. 2000. Sero and molecular
typing of Duffy blood group in Southeast Asians and Oceanians. Human
Biology 72(3): 511—518.
Strachan, A. & A.P. Read. 1999. Human molecular genetics 2nd ed. John Wiley
& Sons, New York: xiv + 576 hlm.
Taylor, G.R. 1993. Polymerase chain reaction: Basic principles and automation.
Dalam: McPherson, M.J., P. Quirke & G.R. Taylor (eds.). 1993. PCR: A
practical approach. Oxford University Press, New York: 1—14.
Tjitra, E., N.M, Anstey, P. Sugiarto, N. Warikar, E. Kenangalem, M. Karyana,
D.A. Lampah & R.N. Price. 2008. Multidrug-resistant Plasmodium vivax
associated with severe and fatal malaria: a prospective study in Papua,
Indonesia. Plos Medicine 5(6):890—899.
Tournamille, C., Y. Colin, J.P Cartron & C. Le Van Kim. 1995. Disruption of a
GATA motif in the Duffy gene promoter abolishes erythroid gene
expression In Duffy-negative individuals. Nature Genetics 10(2): 224—
228.
Tournamille, C., C. Le Van Kim, P. Gane, D. Blanchard, A.E. Proudfoot, J.P.
Cartron & Y. Colin. 1997. Close association of the first and fourth
extracellular domains of the Duffy antigen/receptor for chemokines by a
disulfide bond is required for ligand binding. The Journal of Biological
Chemistry 272(26): 16274—16280
Tournamiile, C., C. Le Van Kim, P. Gane, P. Yves Le Pennec, F. Roubinet, J.
Babinet, J.P. Cartron & Y. Colin. 1998. Arg89Cys substitution results in
very low membrane expression of the Duffy antigen/receptor for
chemokines in Fyx individuals. Blood 92(6): 2147—2156.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
60 Wasniowska, K., E. Lisowska, G.R. Halverson, A. Chaudhuri & M.E. Reid. 2004.
The Fya, Fy6 and Fy3 epitopes of the Duffy blood group system
recognized by new monoclonal antibodies: identification of a linear Fy3
epitope. British Journal of Haematology 124: 118—122.
Watson, J.D., M. Gilman, J. Witkowski & M. Zoller. 1992. Recombinant DNA.
2nd ed. W.H. Freeman and Company, New York: xiv + 626 hlm.
WHO (=World Health Organization). 2010. Malaria: 3 hlm. http://www.who.int/
mediacentre/factsheets/fs094/en/index.html, 19 Juli 2010 pk. 11.12.
WHO-SEARO (=World Health Organization - South East Asian Regional Office).
2010. Indonesia-Malaria situation in SEAR countries: 3 hlm.
http://www.searo.who.int/EN/ Section10/ Section 21/ Section 340 4022 .
htm, 27 Juli 2010, pukul 13.47.
World Malaria Report. 2009. Malaria situation in south-east asia region: country
reports: 3 hlm. www.searo.who.int/ LinkFiles/ Malaria_wmd10_indonesia
.pdf, 28 Juli 2010 pk.11.12.
Williams, T.N. 2006. Red blood cell defects and malaria. Molecular &
Biochemical Parasitology 149: 121—127.
Xainli, J., J.H. Adams & C.L. King. 2000. The erythrocyte binding motif of
Plasmodium vivax Duffy Binding Protein is highly polymorphic and
functionally conserved in isolates from Papua New Guinea. Molecular and
Biochemical Parasitology 111: 253—260.
Xainli, J., J.L. Cole-Tobian, M. Baisor, W. Kastens, M. Bockarie, S.S. Yazdani,
C. Chitnis, J.H. Adams & C.L. King. 2003. Epitope specific humoral
immunity to Plasmodium vivax Duffy Binding Protein. Infection and
Immunity 71(5): 2508—2515.
Zimmerman, P.A., I. Woolley, G.L. Masinde, S.M. Miller, D.T. McNamara, F.
Hazlett, C.S. Mgone, M.P. Alpers, B. Genton, B.A. Boatin & J.W. Kazura.
1999. Emergence of FY*Anull in a Plasmodium vivax-endemic region of
Papua New Guinea. Proceeding National Academic of Science 94(24):
13973—13977.
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
61 Lampiran 1
Spesifikasi primer yang digunakan
Primer
Sekuen
Ukuran
Tm
FYPZimF
5’- GTAAAATCTCTACTTGCTGGAAG -3’
23 pb
60° C
FYPZimR
5’- CCATGGCACCGTTTGGTTCAGG -3’
22 pb
65° C
FYCRF
5’- GACTCTTCCGGTGTAACTCTGATG -3’
23 pb
60° C
FYCRR
5’- GGCCAAGACGGGCACCACAATG-3’
22 pb
60° C
DARCF1
5’-CAAAACAAGAAGACCCAAGG-3’
20 bp
60° C
DARCR1
5’-GCTGAGCCATACCAGACACA-3’
20 pb
62° C
DARCinF
5’-TCCGCACTGCATCTGACTC-3’
19 pb
62° C
DARCinR
5’-CGGGTGGGAGAACAAGGT-3’
18 pb
62° C
FY3F1
5’-GTGGCTGCCCTACTGACACT-3’
20 pb
64° C
FY3R1
5’-CTTCCAAGGGTGTCCAGATG-3’
20 pb
62° C
[Sumber: Zimmerman dkk. 1999: 13975; Genbank 2009: 1.]
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
62 Lampiran 2
Spesifikasi enzim restriksi yang digunakan dalam penelitian
Spesifikasi
StyI
BanI
Konsentrasi
10.000 U/ml
20.000 U/ml
Sumber
Salmonella typhii
Bacillus aneurinolyticus
Situs restriksi
5’...C↓CWWGG...3’
5’...G↓GYRCC...3’
3’...GGWWC↑C...5’
3’...CCRYG↑G...5’
1X dapar NE3
1X dapar NE4
100 μl/ml BSA
inkubasi pada suhu 37° C
Kondisi reaksi
inkubasi pada suhu 37° C
Keterangan: W=A/T; Y=C/T; R= A/G
[Sumber: New England Biolabs 2009: 1.]
Lampiran 3
Komposisi reaksi PCR untuk mengamplifikasi daerah promoter gen DARC
Bahan
Volume (μl)
ddH2O
17,4
10x Dapar PCR
2,5
50 mM MgCl2
2
10 μM dNTP
0,5
20 μM primer FYPZimF
0,5
20 μM primer FYPZimR
0,5
2 U/μl Taq polimerase
0,1
DNA sampel (konsentrasi 35—50ng)
1,5
Total
25
[Sumber: Zimmerman dkk. 1999: 13075 telah diolah kembali.]
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
63 Lampiran 4
Komposisi reaksi digesti amplikon daerah promoter gen DARC
Bahan
Volume (μl)
10x dapar NE3
2,0
100x BSA
0,2
10 U/μl StyI
0,4
Amplikon
17,4
Total
20
[Sumber: Zimmerman dkk. 1999: 13075 telah diolah kembali.]
Lampiran 5
Komposisi reaksi PCR untuk mengamplifikasi daerah ORF gen DARC
Bahan
Volume (μl)
ddH2O
19,42
10x Dapar NEB
2,5
10 μM dNTP
0,5
20 μM primer FyCRF
0,5
20 μM primer FyCRR
0,5
5 U/μl Taq polimerase
0,08
Sampel DNA (konsentrasi 35—50ng)
1,5
Total
25
[Sumber: Zimmerman dkk. 1999: 13075 telah diolah kembali.]
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
64 Lampiran 6
Komposisi reaksi digesti amplikon daerah ORF gen DARC
Bahan
Volume (μl)
10x dapar NE4
1,2
20 U/μl BanI
0,15
Amplikon
10
ddh2O
3,65
Total
15
[Sumber: Zimmerman dkk. 1999: 13075 telah diolah kembali.]
Lampiran 7
Komposisi reaksi cycle sequencing untuk direct sequencing
Bahan
Volume (μl)
BigDye terminator ready reaction mix
6,00
2 μM primer DARCF1/DARCinR
1,6
atau DARCinF/DARCR1
atau FY3F1/FY3R1
DNA cetakan
volume diatur untuk mendapatkan
konsentrasi 90 ng
ddH2O hingga mencapai volume
15,00
[Sumber: Applied Biosystem 1998: 142 telah diolah kembali.]
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
65 Lampiran 8
Perhitungan frekuensi genotipe FY*A/FY*B dan GATA+/- gen DARC
Tujuan:
Untuk mengetahui frekuensi genotipe daerah promoter (GATA+/+,
GATA+/-, GATA-/-) dan ORF (FY*A/FY*A, FY*A/FY*B, FY*B/FY*B) gen DARC
pada 303 sampel yang diteliti.
Rumus:
Frekuensi genotipe X =
Ʃ sampel yang memiliki genotipe X
Ʃ total sampel
x 100%
Contoh perhitungan:
Frekuensi genotipe GATA+/+
Jika diketahui: jumlah individu yang memiliki genotipe GATA+/+ = 100
jumlah total individu = 303
maka frekuensi genotipe GATA+/+ = 100/303 x 100% = 33%
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
66 Lampiran 9
Perhitungan frekuensi alel FY*A/FY*B dan GATA+/- gen DARC
Tujuan:
Untuk mengetahui frekuensi alel GATA+ dan GATA- pada daerah
promoter dan alel FY*A dan FY*B ORF gen DARC di Kabupaten Mimika Papua.
Rumus:
Ʃ alel Y
Frekuensi alel Y=
Ʃ total alel dalam populasi
Contoh Perhitungan:
Frekuensi alel FY*A dan FY*B di Kabupaten Mimika
Jika diketahui: jumlah genotipe FY*A/FY*A = 285
jumlah genotipe FY*A/FY*B = 15
jumlah genotipe FY*B/FY*B = 3
Maka Ʃ alel FY*A = (285x2) + 15 = 585
Ʃ alel FY*B = 15 + (3x2) = 21
Ʃ total alel pada populasi = (285+15+3) x 2 = 606
sehingga frekuensi alel FY*A = 585/606 = 0,96
frekuensi alel FY*B = 21/606 = 0,04
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
67 Lampiran 10
Contoh hasil alignment menggunakan MUSCLE Multiple Alignment
Keterangan :
AF055992
: Gen Homo sapiens Duffy antigen/chemokine receptor (FY) FY*X
allele, complete cds
AF100634
: Gen Homo sapiens Duffy antigen/receptor for chemokines
(DARC), DARC-FY*A allele, partial cds
FY-/-
: Kontrol Duffy Negatif
FM
: Kontrol Duffy positif
NPV25; PAF13; PAV15; PAV22 : Sampel
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
68 Lampiran 11
Data genotipe FY*A/FY*B pasien Rumah Sakit Mitra Masyarakat
Kabupaten Mimika Papua
Kelompok 1 : Pasien hamil penderita malaria falsiparum (PAF)
No.
Kode
FY*
No.
Kode
FY*
No.
Kode
FY*
No.
Kode
FY*
1
PAF 1
A/A
28
PAF 29
A/A
55
PAF 57
A/A
82
PAF 85
A/A
2
PAF 2
A/A
29
PAF 30
A/A
56
PAF 58
A/A
83
PAF 86
A/A
3
PAF 3
A/A
30
PAF 31
A/A
57
PAF 59
A/A
4
PAF 4
A/A
31
PAF 32
A/A
58
PAF 61
A/A
5
PAF 5
A/A
32
PAF 33
A/A
59
PAF 62
A/A
6
PAF 6
A/A
33
PAF 34
A/A
60
PAF 63
A/A
7
PAF 7
A/A
34
PAF 35
A/A
61
PAF 64
A/A
PAF 65
A/A
8
PAF 8
A/A
35
PAF 36
A/A
62
9
PAF 9
A/A
36
PAF 37
A/A
63
PAF 66
A/A
10
PAF 10
A/A
37
PAF 38
A/A
64
PAF 67
A/A
11
PAF 11
A/A
38
PAF 39
A/A
65
PAF 68
A/A
12
PAF 12
A/A
39
PAF 40
A/A
66
PAF 69
A/A
13
PAF 13
A/A
40
PAF 41
A/A
67
PAF 70
A/A
14
PAF 14
A/A
41
PAF 42
A/A
68
PAF 71
A/A
15
PAF 15
A/B
42
PAF 44
A/A
69
PAF 72
A/B
16
PAF 16
A/A
43
PAF 45
A/A
70
PAF 73
A/A
17
PAF 17
A/A
44
PAF 46
A/A
71
PAF 74
A/A
18
PAF 18
A/A
45
PAF 47
A/A
72
PAF 75
A/A
19
PAF 19
A/A
46
PAF 48
A/A
73
PAF 76
A/A
20
PAF 20
A/A
47
PAF 49
A/A
74
PAF 77
A/A
21
PAF 21
A/A
48
PAF 50
A/A
75
PAF 78
A/A
22
PAF 22
A/A
49
PAF 51
A/A
76
PAF 79
A/A
23
PAF 23
A/A
50
PAF 52
A/A
77
PAF 80
A/A
24
PAF 24
A/A
51
PAF 53
A/A
78
PAF 81
A/A
25
PAF 25
A/A
52
PAF 54
A/A
79
PAF 82
A/A
26
PAF 26
A/A
53
PAF 55
A/A
80
PAF 83
A/A
27
PAF 28
A/A
54
PAF 56
A/A
81
PAF 84
A/A
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
69 Lampiran 11 (lanjutan)
Kelompok 2: Pasien tidak hamil penderita malaria falsiparum (NPF)
No.
Kode
FY*
No.
Kode
FY*
No.
Kode
FY*
No.
Kode
FY*
1
NPF 1
A/A
28
NPF 30
A/A
55
NPF 58
A/A
82
NPF 86
A/A
2
NPF 2
A/A
29
NPF 31
A/A
56
NPF 59
A/A
83
NPF 87
A/A
3
NPF 3
A/A
30
NPF 32
A/A
57
NPF 61
A/A
84
NPF 88
A/B
4
NPF 4
A/A
31
NPF 33
A/A
58
NPF 62
A/A
85
NPF 89
A/A
5
NPF 6
A/A
32
NPF 34
A/A
59
NPF 63
A/A
86
NPF 90
A/A
6
NPF 8
A/A
33
NPF 35
A/A
60
NPF 64
A/A
87
NPF 91
A/A
7
NPF 9
A/A
34
NPF 36
A/A
61
NPF 65
A/A
88
NPF 92
A/A
8
NPF 10
A/A
35
NPF 37
A/B
62
NPF 66
A/A
89
NPF 93
A/A
9
NPF 11
A/A
36
NPF 38
A/A
63
NPF 67
A/A
90
NPF 94
A/A
10
NPF 12
A/A
37
NPF 39
A/A
64
NPF 68
A/A
11
NPF 13
A/A
38
NPF 40
A/A
65
NPF 69
A/A
12
NPF 14
A/A
39
NPF 41
A/A
66
NPF 70
A/A
13
NPF 15
A/A
40
NPF 42
A/A
67
NPF 71
A/A
14
NPF 16
A/A
41
NPF 43
A/A
68
NPF 72
A/A
15
NPF 17
A/B
42
NPF 44
A/B
69
NPF 73
A/B
16
NPF 18
A/A
43
NPF 45
A/A
70
NPF 74
A/A
17
NPF 19
A/A
44
NPF 46
A/A
71
NPF 75
A/A
18
NPF 20
A/A
45
NPF 47
A/A
72
NPF 76
A/A
19
NPF 21
A/A
46
NPF 48
A/A
73
NPF 77
A/A
20
NPF 22
A/A
47
NPF 49
A/A
74
NPF 78
A/A
21
NPF 23
A/A
48
NPF 50
A/A
75
NPF 79
A/A
22
NPF 24
A/A
49
NPF 51
A/A
76
NPF 80
A/A
23
NPF 25
A/A
50
NPF 52
A/A
77
NPF 81
A/A
24
NPF 26
A/A
51
NPF 53
A/A
78
NPF 82
A/A
25
NPF 27
A/A
52
NPF 54
A/A
79
NPF 83
A/A
26
NPF 28
A/A
53
NPF 55
A/A
80
NPF 84
A/A
27
NPF 29
A/A
54
NPF 57
A/A
81
NPF 85
A/A
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
70 Lampiran 11 (lanjutan)
Kelompok 3: Pasien tidak hamil penderita malaria vivax (NPV)
No.
Kode
FY*
No.
Kode
FY*
No.
Kode
FY*
1
NPV 1
A/B
28
NPV 31
A/A
28
NPV 58
A/A
2
NPV 2
A/A
29
NPV 32
A/A
29
NPV 59
A/A
3
NPV 3
A/A
30
NPV 33
A/A
30
NPV 60
A/A
4
NPV 4
A/A
31
NPV 34
A/A
31
NPV61
A/A
5
NPV 5
A/A
32
NPV 35
A/A
32
NPV 62
A/A
6
NPV 7
A/A
33
NPV 36
A/A
33
NPV 63
A/A
7
NPV 8
A/B
34
NPV 37
A/A
34
NPV 64
A/A
8
NPV 10
A/A
35
NPV 38A
A/A
9
62
NPV 65
A/A
NPV 11
A/A
36
NPV 38B
A/A
63
NPV 66
A/A
10
NPV 12
A/A
37
NPV 39
A/A
64
NPV 67
A/A
11
NPV 13
A/A
38
NPV 40
A/A
65
NPV 68
A/A
12
NPV 14
A/A
39
NPV 41
A/A
66
NPV 69
A/A
13
NPV 15
A/A
40
NPV 42
A/A
67
NPV 70
A/A
14
NPV 16
A/A
41
NPV 43
A/A
68
NPV 71
A/A
15
NPV 17
A/A
42
NPV 44
A/A
69
NPV 72
A/A
16
NPV 18
A/A
43
NPV 45
A/A
70
NPV 73
A/A
17
NPV 19
A/A
44
NPV 46
A/A
71
NPV 74
A/A
18
NPV 20
A/A
45
NPV 47
A/A
72
NPV 75
A/A
19
NPV 21
A/A
46
NPV 48
A/A
20
NPV 22
A/A
47
NPV 50
A/A
21
NPV 23
A/A
48
NPV 51
A/A
22
NPV 24
A/A
49
NPV 52
A/A
23
NPV 25
A/A
50
NPV 53
A/A
24
NPV 26
A/A
51
NPV 54
A/A
25
NPV 27
A/A
52
NPV 55
A/A
26
NPV 28
A/A
53
NPV 56
A/A
27
NPV 30
A/A
54
NPV 57
A/A
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
71 Lampiran 11 (lanjutan)
Kelompok 4 dan 5: Pasien hamil penderita malaria vivax (PAV) dan sehat (PHT)
No.
Kode
FY*
No.
Kode
FY*
No.
Kode
FY*
1
PAV 1
A/A
1
PHT 1
A/A
28
PHT 30
A/A
2
PAV 2
A/A
2
PHT 2
A/A
29
PHT 31
A/A
3
PAV 3
A/A
3
PHT 3
A/B
30
PHT 32
A/A
4
PAV 4
A/A
4
PHT 4
A/A
31
PHT 33
A/A
5
PAV 5
A/A
5
PHT 6
A/A
32
PHT 34
A/A
6
PAV 6
A/A
6
PHT 8
A/A
33
PHT 36
A/A
7
PAV 7
A/A
7
PHT 9
A/A
34
PHT 37
A/A
8
PAV 8
A/A
8
PHT 10
A/A
9
PAV 9
A/A
9
PHT 11
A/A
10
PAV 10
A/A
10
PHT 12
A/A
11
PAV 11
A/A
11
PHT 13
A/A
12
PAV 12
A/A
12
PHT 14
A/A
13
PAV 13
A/A
13
PHT 15
A/A
14
PAV 14
A/A
14
PHT 16
A/A
15
PAV 15
A/A
15
PHT 17
A/A
16
PAV 16
A/A
16
PHT 18
A/A
17
PAV 17
A/A
17
PHT 19
A/A
18
PAV 18
A/A
18
PHT 20
A/A
19
PAV 19
A/A
19
PHT 21
A/A
20
PAV 20
A/A
20
PHT 22
A/A
21
PAV 21
A/A
21
PHT 23
A/A
22
PAV 22
A/A
22
PHT 24
A/A
23
PHT 25
A/A
24
PHT 26
A/A
25
PHT 27
A/A
26
PHT 28
A/A
27
PHT 29
A/A
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
72 Lampiran 12
Data genotipe GATA+/- pasien Rumah Sakit Mitra Masyarakat
Kabupaten Mimika Papua
No.
Kode
GATA
1
PAV 1
+/+
2
PAV 2
+/+
3
PAV 3
+/+
4
PAV 4
+/+
5
PAV 5
+/+
6
PAV 6
+/+
7
PAV 7
+/+
8
PAV 8
+/+
9
PAV 9
+/+
10
PAV 10
+/+
11
PAV 11
+/+
12
PAV 12
+/+
13
PAV 13
+/+
14
PAV 14
+/+
15
PAV 15
+/+
No.
Kode
GATA
No.
Kode
GATA
30
NPV 10
+/+
59
NPV 39
+/+
31
NPV 11
+/+
60
NPV 40
+/+
32
NPV 12
+/+
61
NPV 41
+/+
33
NPV 13
+/+
62
NPV 42
+/+
34
NPV 14
+/+
63
NPV 43
+/+
35
NPV 15
+/+
64
NPV 44
+/+
36
NPV 16
+/+
65
NPV 45
+/+
37
NPV 17
+/+
66
NPV 46
+/+
38
NPV 18
+/+
67
NPV 47
+/+
39
NPV 19
+/+
68
NPV 48
+/+
40
NPV 20
+/+
69
NPV 50
+/+
41
NPV 21
+/+
70
NPV 51
+/+
42
NPV 22
+/+
71
NPV 52
+/+
43
NPV 23
+/+
72
PAF 1
+/+
44
NPV 24
+/+
73
PAF 3
+/+
45
NPV 25
+/-
74
PAF 4
+/+
46
NPV 26
+/+
75
PAF 5
+/+
47
NPV 27
+/+
76
PAF 6
+/+
48
NPV 28
+/+
77
PAF 7
+/+
49
NPV 30
+/+
78
PAF 9
+/+
50
NPV 31
+/+
79
PAF 10
+/+
51
NPV 32
+/+
80
PAF 11
+/+
52
NPV 33
+/+
81
PAF 12
+/+
53
NPV 34
+/+
82
PAF 13
+/-
16
PAV 16
+/+
17
PAV 17
+/+
18
PAV 18
+/+
19
PAV 19
+/+
20
PAV 20
+/+
21
PAV 21
+/+
22
PAV 22
+/+
23
NPV 1
+/+
24
NPV 2
+/+
25
NPV 3
+/+
26
NPV 4
+/+
27
NPV 5
+/+
28
NPV 7
+/+
29
NPV 8
+/+
54
NPV 35
+/+
83
NPF 1
+/+
55
NPV 36
+/+
84
NPF 3
+/+
56
NPV 37
+/+
85
NPF 6
+/+
57
NPV 38A
+/+
86
NPF 8
+/+
58
NPV 38B
+/+
87
NPF 9
+/+
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
73 Lampiran 12 (lanjutan)
No.
Kode
GATA
No.
Kode
GATA
88
NPF 11
+/+
117
PHT 14
+/+
89
NPF 12
+/+
118
PHT 15
+/+
90
NPF 13
+/+
119
PHT 16
+/+
91
NPF 15
+/+
120
PHT 17
+/+
92
NPF 17
+/+
121
PHT 20
+/+
93
NPF 20
+/+
122
PHT 22
+/+
94
NPF 21
+/+
123
PHT 23
+/+
95
NPF 25
+/+
124
PHT 25
+/+
96
NPF 26
+/+
125
PHT 27
+/+
97
NPF 27
+/+
126
PHT 28
+/+
98
NPF 28
+/+
127
PHT 29
+/+
99
NPF 30
+/+
128
PHT 32
+/+
100
NPF 31
+/+
129
PHT 33
+/+
101
NPF 32
+/+
102
NPF 33
+/+
103
NPF 34
+/+
104
NPF 35
+/+
105
NPF 37
+/+
106
PHT 1
+/+
107
PHT 2
+/+
108
PHT 3
+/+
109
PHT 4
+/+
110
PHT 6
+/+
111
PHT 8
+/+
112
PHT 9
+/+
113
PHT 10
+/+
114
PHT 11
+/+
115
PHT 12
+/+
116
PHT 13
+/+
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
74 Lampiran 13
Hasil BLAST elektroferogram sampel direct sequencing
[Sumber: NCBI 2011: 1.]
Universitas Indonesia
Identifikasi polimorfisme..., Fajar Muhamad, FMIPA UI, 2011
Download