PENDAHULUAN Latar Belakang Anggrek (Orchidaceae) merupakan tanaman hias yang memiliki nilai estetika tinggi. Bentuk dan warna bunga serta karakteristik lainnya yang unik menjadi daya tarik tersendiri. Permintaan anggrek terus meningkat dimanapun di dunia untuk berbagai keperluan seperti upacara keagamaan, hiasan dan dekorasi ruangan, ucapan selamat serta untuk ungkapan suka cita. Selain sebagai tanaman hias tanaman anggrek memiliki manfaat sebagai campuran ramuan obat-obatan, bahan minyak wangi/minyak rambut. Hongkong, Singapura dan Amerika Serikat merupakan negara dengan permintaan anggrek asal Indonesia yang cukup banyak, karena bunga anggrek Indonesia memiliki keunikan warna dan bentuk yang berbeda dengan anggrek manapun di dunia (BPTP 2005). Akan tetapi persyaratan bebas dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang menjadi standar mutu dalam perdagangan internasional menjadi tantangan tersendiri bagi penangkar anggrek Indonesia. Produktivitas anggrek di Indonesia, berdasarkan data Balai Pengkajian Teknologi Pertanian dan Badan Pusat Statistik tahun 2004-2008, rata-rata 5,4 tangkai per tanaman. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan yang dicapai oleh Thailand yang sudah mencapai 10-12 tangkai per tanaman. Oleh karenanya, sampai saat ini permintaan anggrek dalam negeri masih banyak dipenuhi melalui impor terutama dari Thailand. Produktivitas anggrek Indonesia masih sangat mungkin ditingkatkan bila faktor produksi dapat diperbaiki. Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian adalah serangan virus yang saat ini sudah sangat mengganggu budidaya anggrek (Khalimi 2008). Dua dari 25 spesies virus yang dapat menyerang tanaman anggrek, yaitu Cymbidium mosaic virus (CyMV) dan Odontoglossum ringspot virus (ORSV), dilaporkan paling banyak merugikan secara ekonomi pada pertanaman anggrek di dunia (Lawson & Branningam 1986; Hadley et al. 1987; Zettler et al. 1990; Matthews R 1992; Agrios 2005). Inouye (1996) melaporkan bahwa 8 kultivar anggrek di Indonesia terinfeksi CyMV yaitu anggrek Aranthera, Calanthe, Cattleya, Cymbidium, Grammatophyllum, Phalaenopsis, Oncidium, dan Vanda. 2 Selain itu ORSV juga terdeteksi pada 5 kultivar yaitu anggrek Bulbophylum, Calanthe, Cattleya, Oncidium dan Phalaenopsis. Begitu juga Khalimi (2008) melaporkan bahwa beberapa kultivar anggrek di Gunung Sindur (Parung) dan Kebun Raya Bogor terinfeksi oleh CyMV dan ORSV. Hasil survei di lapang dilakukan oleh Inouye (1996) membuktikan bahwa CyMV dan ORSV memiliki daerah penyebaran yang cukup luas di Jawa, Ujung Pandang dan Bali. Kedua virus tersebut ditemukan pada setiap pertanaman anggrek yang diamati walaupun proporsi kejadian penyakit berbeda untuk setiap tempat. Adanya infeksi ganda oleh CyMV dan ORSV juga ditemukan dalam pengamatan. Selanjutnya dilaporkan bahwa infeksi CyMV atau ORSV secara tunggal maupun bersamasama pada tanaman anggrek dapat mengurangi vigor tanaman dan pertumbuhan, serta mengurangi kualitas bunga (Hu et al. 1993). Tanaman anggrek yang terinfeksi CyMV akan menunjukkan gejala klorotik hingga nekrotik membentuk cekungan pada bagian daun dan menyebabkan gejala nekrosis pada bunga. Sedangkan ORSV dapat menyebabkan gejala mosaik dengan pola garis, berbentuk cincin, nekrotik berbentuk cincin/ringspot pada daun, dan bunga yang terinfeksi mengalami breaking dan distorsi (penyimpangan) (Khentry et al. 2005). CyMV dan ORSV di lapangan tidak menular melalui vektor alami oleh serangga dan melalui biji, tetapi menyebar melalui kontaminasi peralatan potong dan pot yang digunakan selama perawatan dan pada saat panen bunga. Selain itu CyMV dan ORSV dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis dan melalui perbanyakan vegetatif tanaman (Lowson 1995; Agrios 2005). Suatu virus dapat menimbulkan gejala yang berlainan pada tanaman yang berbeda, sementara virus yang berbeda dapat menyebabkan gejala yang hampir sama pada tanaman inang yang sama (Badwen 1964; Withner 1959). Gejala yang disebabkan oleh infeksi CyMV dan ORSV pada tanaman anggrek sangat bervariasi tergantung pada strain virus, kultivar, dan kondisi lingkungan (Navalinskiene et al. 2005). Pengetahuan ekologi virus yang merupakan kajian interaksi antara tanaman inang dengan virus dan pengaruh lingkungan dalam interaksi tersebut sangat penting. Hasil interaksi tersebut adalah gejala penyakit virus pada populasi tanaman. Gejala penyakit virus di lapangan pada tanaman anggrek merupakan 3 data pertama yang diperlukan untuk identifikasi virus. Informasi ekologi virus berupa gejala penyakit merupakan aspek yang sangat penting untuk menentukan tindakan pengelolaan dan pengendalian penyakit terutama untuk para petani dan petugas yang berkerja di lapangan. Sejalan dengan pengetahuan tentang ekologi virus, pengetahuan mengenai respon berbagai jenis tanaman anggrek juga dapat menjadi dasar dalam pemilihan jenis anggrek yang akan dikembangkan di daerahdaerah endemis CyMV atau ORSV sehingga penyakit yang mungkin timbul dapat dihindari. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa respon beberapa jenis tanaman anggrek terhadap infeksi CyMV dan ORSV secara tunggal maupun ganda. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai respon berbagi jenis tanaman anggrek terhadap infeksi virus CyMV dan ORSV dan interaksi keduanya. Jenis anggrek yang resisten atau toleran dapat langsung dibudidayakan pada daerah endemis CyMV atau ORSV atau digunakan sebagai sumber gen ketahanan untuk merakit varietas anggrek yang diinginkan.