Respon Berbagai Jenis Anggrek (orchidaceae) terhadap Infeksi

advertisement
RES
SPON BE
ERBAGA
AI JENIS ANGGRE
A
EK (Orch
hidaceae)
TERH
HADAP IN
NFEKSI Cymbidium
C
m Mosaicc Virus (C
CyMV) DA
AN
Odoontoglossu
um Ringsp
spot Virus (ORSV)
PUT
TRI SYAH
HIERAH
H
DEPA
ARTEME
EN PROT
TEKSI TA
ANAMAN
N
FAKU
ULTAS PE
ERTANIA
AN
IN
NSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
2010
0
ABSTRAK
PUTRI SYAHIERAH. Respon Berbagai Jenis Anggrek (Orchidaceae) terhadap
Infeksi Cymbidium mosaic virus (CyMV) dan Odontoglossum ringspot virus
(ORSV). Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari respon anggrek (Orchidaceae)
terhadap infeksi tunggal Cymbidium mosaic virus (CyMV) dan Odontoglossum
ringspot virus (ORSV). Inokulasi mekanik dilakukan untuk menularkan CyMV
dan ORSV ke tanaman anggrek. Deteksi virus pada jaringan tanaman anggrek
dilakukan melalui RT-PCR dan DAS-ELISA. Pada umumnya gejala ORSV
muncul lebih cepat dibandingkan dengan gejala CyMV setelah inokulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman anggrek Coelogyne
pandurata merupakan tanaman anggrek yang mendekati imun terhadap infeksi
CyMV akan tetapi rentan terhadap ORSV. Oncidium Golden Shower, dan
Cattleya Blc. Lucky Man x Blc. Lijinan Pearl toleran terhadap infeksi CyMV akan
tetapi rentan terhadap ORSV; Dendrobium Woxin dan Grammatophyllum
scriptum agak resisten terhadap infeksi CyMV dan ORSV; Phalaenopsis violacea
dan D. stratiotes merupakan tanaman anggrek yang rentan terhadap CyMV akan
tetapi toleran terhadap ORSV; D. Burana Jade x D. nindii dan D. Burana Mainil
Wrap x D. Strip merupakan tanaman anggrek yang agak resisten terhadap ORSV
akan tetapi rentan terhadap CyMV; dan D. nindii, D. liniae, D. lasiantera, D.
schulleri, D. discolor, D. Kyosimori P. amabilis merupakan jenis anggrek yang
rentan terhadap infeksi CyMV dan ORSV.
Sebagian besar tanaman anggrek yang diinokulasi virus campuran
menimbulkan interaksi yang bersifat sinergistik pada kedua virus, kecuali pada
anggrek G. scriptum yang menunjukkan interaksi yang bersifat interferensi.
Respon Berbagai Jenis Anggrek (Orchidaceae)
terhadap Infeksi Cymbidium Mosaic Virus (CyMV)
dan Odontoglossum Ringspot Virus (ORSV)
PUTRI SYAHIERAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul
: Respon Berbagai Jenis Anggrek (Orchidaceae) terhadap
Infeksi Cymbidium Mosaic Virus (CyMV) dan
Odontoglossum Ringspot Virus (ORSV).
Nama Mahasiswa
: Putri Syahierah
NIM
: A34052634
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc.
NIP: 19620607 1987031 003
Mengetahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
NIP: 19640204 1990021 002
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat. Lahir pada tanggal 24 Maret 1987.
Penulis merupakan anak dari keluarga Bapak Ervizal A.M Zuhud dan Ibu Nur luk
lu in.
Penulis menyelesaikan Pendidikan di SD Insan Kamil pada tahun 1999,
SLTP Al-Azhar Plus Bogor pada tahun 2002, dan SMU Negeri 5 Bogor pada
tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2006, penulis diterima di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan, diantaranya sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi
Tanaman (HIMASITA) Biro Komunikasi dan Informasi pada masa periode 20072008, Panitia Musyawarah Nasional Himpunan Proteksi Tanaman Indonesia pada
tahun 2008, Panitia Seminar Nasional Perlindungan Tanaman tahun 2009, panitia
Olimpiade Mahasiswa IPB 2008.
Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Perlindungan
Tanaman tahun 2008 dan Ilmu Hama Tumbuhan Dasar tahun 2009.
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Respon Berbagai
Jenis Anggrek (Orchidaceae) terhadap Infeksi Cymbidium Mosaic Virus (CyMV)
dan Odontoglossum Ringspot Virus (ORSV)”
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Virologi, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2009
sampai bulan Januari 2010
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing, memberikan ilmu dan perhatian kepada penulis selama
penelitian dan proses penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Sugeng Santoso M.Agr. selaku dosen penguji tamu yang telah
memberikan masukan dan saran.
3. Seluruh dosen dan staf pegawai di lingkungan Departemen Proteksi Tanaman
atas ilmu dan layanan terbaik yang telah diberikan kepada penulis.
4. Kedua orang tua saya bapak Ervizal AM Zuhud dan Ibu Nur luk lu in, serta
seluruh keluarga kakak, adik-adik yang senantiasa memberikan dukungan dan
doanya.
5. Bapak Edi, selaku teknisi Laboratorium Virologi Tumbuhan atas bantuan dan
layanan yang telah diberikan, Bapak Irwan Lakani, SP. atas segala bantuan,
motivasi dan dukungannya selama penelitian. Rakan di Laboratorium Virologi
Tumbuhan Faperta IPB; Mba Tuti, Ibu Ifa, Ibu Rita, Ibu Rika, Mba Cici, Mba
Devi, Mba Dona, Mba Pipit, Lulu, Sri yang telah memberi dukungan dan
motivasinya.
6. Nia, Mpit, Eri, Pipit, Ratih dan rekan-rekan Departemen Proteksi Tanaman
seperjuangan lainnya atas segala saran, kritik, kebersamaan, dan suka cita
selama penulis menempuh studi di IPB.
Semoga kebaikan yang telah diberikan memperoleh balasan yang lebih dari
Allah SWT. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Bogor, Maret 2010
Putri Syahierah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
ix
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
Latar Belakang ..................................................................................
1
Tujuan Penelitian ...............................................................................
3
Manfaat Penelitian ..............................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
4
Tanaman Anggrek .............................................................................
4
Karakteristik Tanaman Anggrek ...............................................
4
Syarat Tumbuh Anggrek ...........................................................
6
Virus Anggrek ...................................................................................
7
CyMV ........................................................................................
8
ORSV ........................................................................................
9
Penularan Virus Secara Mekanik ......................................................
9
Deteksi Virus .....................................................................................
10
Serologi .....................................................................................
10
Molekuler ..................................................................................
11
Respon Tanaman terhadap Patogen ...................................................
11
Interaksi Virus pada Tanaman yang Terinfeksi .................................
12
BAHAN DAN METODE ..........................................................................
14
Tempat dan Waktu ..........................................................................
14
Isolasi Virus ......................................................................................
14
Persiapan Tanaman Anggrek ...........................................................
15
Persiapan Inokulum...........................................................................
16
Inokulasi Virus pada Tanaman Anggrek .........................................
16
Pemeliharaan dan Pengamatan Tanaman .........................................
16
Deteksi Virus pada Jaringan Tanaman Anggrek ...............................
17
Deteksi melalui DAS-ELISA ....................................................
17
Deteksi melalui RT-PCR...........................................................
18
Penentuan Ketahanan Tanaman ........................................................
19
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
20
Isolat CyMV dan ORSV .....................................................................
20
Respon Tananan Anggrek Terhadap Infeksi Tunggal CyMV dan
ORSV..................................................................................................
21
Respon Tanaman Anggrek Terhadap Infeksi Ganda CyMV dan
ORSV .................................................................................................
30
Deteksi Virus pada Jaringan Tanaman Anggrek ................................
34
KESIMPULAN ...........................................................................................
36
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
37
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pengelompokan respon tanaman anggrek terhadap infeksi tunggal
CyMV atau ORSV ..................................................................................
19
2. Respon berbagai jenis tanaman anggrek terhadap inokulasi virus
tunggal CyMV atau ORSV......................................................................
22
3. Tingkat ketahanan berbagai jenis tanaman anggrek terhadap infeksi
CyMV ......................................................................................................
28
4. Tingkat ketahanan berbagai jenis tanaman anggrek terhadap infeksi
ORSV ...................................................................................................
29
5. Respon berbagai jenis tanaman anggrek terhadap inokulasi virus
campuran (CyMV dan ORSV) ...............................................................
32
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gejala penyakit CyMV dan ORSV pada tanaman Datura stratomonium
dan Nicotian benthamiana ......................................................................
20
2. Gejala infeksi CyMV pada Nicotiana benthamiana ..............................
21
3. Gejala infeksi CyMV pada berbagai jenis tanaman anggrek ..................
24
4. Gejala infeksi CyMV pada berbagai jenis tanaman anggrek ..................
25
5. Gejala infeksi ORSV pada berbagai jenis tanaman anggrek ...................
26
6. Gejala infeksi virus campuran (CyMV dan ORSV) pada berbagai
jenis tanaman anggrek .............................................................................
30
7. Gejala penyakit virus campuran (CyMV dan ORSV) pada berbagai
jenis tanaman anggrek .............................................................................
31
8. Hasil amplifikasi DNA isolat CyMV dan ORSV dengan RT-PCR ........
35
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anggrek (Orchidaceae) merupakan tanaman hias yang memiliki nilai
estetika tinggi. Bentuk dan warna bunga serta karakteristik lainnya yang unik
menjadi daya tarik tersendiri. Permintaan anggrek terus meningkat dimanapun di
dunia untuk berbagai keperluan seperti upacara keagamaan, hiasan dan dekorasi
ruangan, ucapan selamat serta untuk ungkapan suka cita. Selain sebagai tanaman
hias tanaman anggrek memiliki manfaat sebagai campuran ramuan obat-obatan,
bahan minyak wangi/minyak rambut. Hongkong, Singapura dan Amerika Serikat
merupakan negara dengan permintaan anggrek asal Indonesia yang cukup banyak,
karena bunga anggrek Indonesia memiliki keunikan warna dan bentuk yang
berbeda dengan anggrek manapun di dunia (BPTP 2005). Akan tetapi persyaratan
bebas dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang menjadi standar mutu
dalam perdagangan internasional menjadi tantangan tersendiri bagi penangkar
anggrek Indonesia.
Produktivitas anggrek di Indonesia, berdasarkan data Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian dan Badan Pusat Statistik tahun 2004-2008, rata-rata 5,4
tangkai per tanaman. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan yang
dicapai oleh Thailand yang sudah mencapai 10-12 tangkai per tanaman. Oleh
karenanya, sampai saat ini permintaan anggrek dalam negeri masih banyak
dipenuhi melalui impor terutama dari Thailand. Produktivitas anggrek Indonesia
masih sangat mungkin ditingkatkan bila faktor produksi dapat diperbaiki. Salah
satu faktor yang perlu mendapat perhatian adalah serangan virus yang saat ini
sudah sangat mengganggu budidaya anggrek (Khalimi 2008).
Dua dari 25 spesies virus yang dapat menyerang tanaman anggrek, yaitu
Cymbidium mosaic virus (CyMV) dan Odontoglossum ringspot virus (ORSV),
dilaporkan paling banyak merugikan secara ekonomi pada pertanaman anggrek di
dunia (Lawson & Branningam 1986; Hadley et al. 1987; Zettler et al. 1990;
Matthews R 1992; Agrios 2005). Inouye (1996) melaporkan bahwa 8 kultivar
anggrek di Indonesia terinfeksi CyMV yaitu anggrek Aranthera, Calanthe,
Cattleya, Cymbidium, Grammatophyllum, Phalaenopsis, Oncidium, dan Vanda.
2
Selain itu ORSV juga terdeteksi pada 5 kultivar yaitu anggrek Bulbophylum,
Calanthe, Cattleya, Oncidium dan Phalaenopsis. Begitu juga Khalimi (2008)
melaporkan bahwa beberapa kultivar anggrek di Gunung Sindur (Parung) dan
Kebun Raya Bogor terinfeksi oleh CyMV dan ORSV. Hasil survei di lapang
dilakukan oleh Inouye (1996) membuktikan bahwa CyMV dan ORSV memiliki
daerah penyebaran yang cukup luas di Jawa, Ujung Pandang dan Bali. Kedua
virus tersebut ditemukan pada setiap pertanaman anggrek yang diamati walaupun
proporsi kejadian penyakit berbeda untuk setiap tempat. Adanya infeksi ganda
oleh CyMV dan ORSV juga ditemukan dalam pengamatan. Selanjutnya
dilaporkan bahwa infeksi CyMV atau ORSV secara tunggal maupun bersamasama pada tanaman anggrek dapat mengurangi vigor tanaman dan pertumbuhan,
serta mengurangi kualitas bunga (Hu et al. 1993).
Tanaman anggrek yang terinfeksi CyMV akan menunjukkan gejala klorotik
hingga nekrotik membentuk cekungan pada bagian daun dan menyebabkan gejala
nekrosis pada bunga. Sedangkan ORSV dapat menyebabkan gejala mosaik
dengan pola garis, berbentuk cincin, nekrotik berbentuk cincin/ringspot pada
daun, dan bunga yang terinfeksi mengalami breaking dan distorsi (penyimpangan)
(Khentry et al. 2005). CyMV dan ORSV di lapangan tidak menular melalui vektor
alami oleh serangga dan melalui biji, tetapi menyebar melalui kontaminasi
peralatan potong dan pot yang digunakan selama perawatan dan pada saat panen
bunga. Selain itu CyMV dan ORSV dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis
dan melalui perbanyakan vegetatif tanaman (Lowson 1995; Agrios 2005).
Suatu virus dapat menimbulkan gejala yang berlainan pada tanaman yang
berbeda, sementara virus yang berbeda dapat menyebabkan gejala yang hampir
sama pada tanaman inang yang sama (Badwen 1964; Withner 1959). Gejala yang
disebabkan oleh infeksi CyMV dan ORSV pada tanaman anggrek sangat
bervariasi tergantung pada strain virus, kultivar, dan kondisi lingkungan
(Navalinskiene et al. 2005).
Pengetahuan ekologi virus yang merupakan kajian interaksi antara tanaman
inang dengan virus dan pengaruh lingkungan dalam interaksi tersebut sangat
penting. Hasil interaksi tersebut adalah gejala penyakit virus pada populasi
tanaman. Gejala penyakit virus di lapangan pada tanaman anggrek merupakan
3
data pertama yang diperlukan untuk identifikasi virus. Informasi ekologi virus
berupa gejala penyakit merupakan aspek yang sangat penting untuk menentukan
tindakan pengelolaan dan pengendalian penyakit terutama untuk para petani dan
petugas yang berkerja di lapangan. Sejalan dengan pengetahuan tentang ekologi
virus, pengetahuan mengenai respon berbagai jenis tanaman anggrek juga dapat
menjadi dasar dalam pemilihan jenis anggrek yang akan dikembangkan di daerahdaerah endemis CyMV atau ORSV sehingga penyakit yang mungkin timbul dapat
dihindari.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa respon beberapa jenis tanaman
anggrek terhadap infeksi CyMV dan ORSV secara tunggal maupun ganda.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai respon berbagi
jenis tanaman anggrek terhadap infeksi virus CyMV dan ORSV dan interaksi
keduanya. Jenis anggrek yang resisten atau toleran dapat langsung dibudidayakan
pada daerah endemis CyMV atau ORSV atau digunakan sebagai sumber gen
ketahanan untuk merakit varietas anggrek yang diinginkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Anggrek
Karakteristik Tanaman Anggrek
Anggrek (Orchidaceae) merupakan satu grup terbesar diantara tumbuhan
berbunga. Diperkirakan di seluruh dunia terdapat 15.000-20.000 spesies anggrek
dengan 900 genus (marga yang dihuni rimba belantara dan tersebar di 750
negara). Kurang lebih 5.000 spesies diantaranya tersebar di Indonesia. Secara
garis besar 5 subfamili, 16 tribe (suku), dan 28 subtribe. Klasifikasi tanaman
anggrek didasarkan pada keiistimewaan bunga khususnya pada bagian alat
reproduksi (Sutarni 2002).
Berdasarkan pola pertumbuhanya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua,
yaitu tipe simpodial dan tipe monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek
yang tidak memiliki batang utama, bunga keluar dari ujung batang dan akan
berbunga kembali pada pertumbuhan anakan atau tunas baru. Contoh anggrek tipe
simpodial antara lain Dendrobium, Cattleya, Oncidium, dan Cymbidium.
Dendrobium mempunyai kekhasan tersendiri, yaitu dapat mengeluarkan tangkai
bunga baru di sisi batangnya. Adapun anggrek tipe monopodial adalah anggrek
yang dicirikan oleh adanya titik tumbuh di ujung batang, pertumbuhanya lurus ke
atas pada satu batang, bunga keluar dari sisi batang diantara dua ketiak daun.
Contoh anggrek tipe monopodial antara lain Vanda, Arachnis, Rananthera,
Phalaenopsis dan Aranthera.
Bentuk daun anggrek ada beberapa macam yaitu agak bulat, lonjong sampai
lanset. Tebal daun beragam dari tipis sampai berdaging, rata dan kaku. Daun
anggrek tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang. Tepi daun anggrek
tidak bergerigi (rata). Ujung daun berbelah, daun memanjang, tulang daun sejajar
dengan tepi daun hingga ke ujung daun.
Bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk
berdaging seluruhnya, atau menebal di bagian tertentu dengan atau tanpa umbi
semu (pseudobulb). Pseudobulb yang sudah agak tua akan tampak berkerut. Pada
umumnya anggrek tipe simpodial (Dendrobium, Cattleya, Oncidium, dan
5
Cymbidium)
mempunyai
batang
berumbi
semu
(pseudobulb)
dengan
pertumbuhan ujung batang terbatas. Pertumbuhan batang akan terhenti bila
pertumbuhan ke atas telah mencapai maksimal. Pertumbuhan baru dilanjutkan
oleh tunas anakan yang tumbuh di samping. Pada anggrek simpodial terdapat
suatu penghubung dari tunas satu ke tunas lainya yang disebut rhizome atau
batang di bawah media. Pertumbuhan tunas baru akan keluar dari rhizome
tersebut. Anggrek tipe moopodial (Vanda, Arachnis, Rananthera, Phalaenopsis
dan Aranthera) mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas.
Tangkai bunga akan keluar diantara dua ketiak daun. Bentuk batang ramping dan
tidak berumbi.
Pada umumnya akar anggrek berbentuk silindris dan berdaging, lunak serta
mudah patah dengan ujung meruncing licin dan sedikit lengket. Dalam keadaan
kering, akar tampak berwarna putih keperak-perakan pada bagian luarnya dan
hanya pada bagian ujung akar saja yang berwarna hijau atau tampak agak
keunguan. Akar-akar yang sudah tua akan menjadi coklat dan kering kemudian
digantikan oleh akar yang baru tumbuh. Akar anggrek mempunyai velamen yang
terdiri dari beberapa lapis sel berongga dan transparan serta merupakan lapisan
pelindung pada sistem saluran akar. Velamen berfungsi melindungi akar dari
kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air dan
melindungi bagian dalam akar, serta membantu melekatnya akar pada benda yang
ditumpanginya. Pada anggrek simpodial, akar diproduksi pada bagian dasar
pseudobulb atau sepanjang rhizome yang menghubungkan pseudobulb satu
dengan lainya. Berbeda dengan anggrek monopodial, akarnya banyak tumbuh
pada ruas-ruas batang.
Bunga anggrek memiliki lima bagian utama yaitu sepal (daun kelopak),
petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik) dan ovary (bakal buah).
Sepal anggrek berjumlah 3 buah, satu buah sepal bagian atas disebut sepal dorsal
sedangkan dua lainya disebut sepal lateral. Anggrek memiliki tiga buah petal,
petal ke satu dan kedua letaknya berseling dengan sepal. Petal ketiga mengalami
modifikasi menjadi labellum (bibir). Labellum anggrek biasanya berwarna lebih
cerah dari pada sepal dan petal. Pada bibir bunga terdapat gumpalan-gumpalan
seperti massa sel (callus) yang mengandung protein, minyak, dan zat pewangi.
6
Buah anggrek berbentuk kapsular dengan biji yang sangat banyak
didalamnya. Biji berukuran sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji-biji tersebut
tidak memiliki endosperm (cadangan makanan) sehingga dalam perkecambahanya
diperlukan tambahan nutrisi dari luar atau dari lingkungan sekitarnya.
Perkecambahan baru terjadi jika biji jatuh pada medium yang sesuai dan
melanjutkan perkembangannya hingga kemasakan (Darmono 2002).
Syarat Tumbuh Anggrek
Tanaman anggrek dapat dibedakan menurut habitatnya yaitu anggrek epifit,
teresterial, dan saprofit. Anggrek epifit adalah jenis anggrek yang menupang pada
batang/pohon lain tetapi tidak merusak/merugikan yang ditumpangi. Alat yang
dipakai untuk menempel adalah akarnya, sedangkan akar yang fungsinya untuk
mencari makanan adalah akar udara. Anggrek ini memiliki akar serabut, tidak
dalam. Jenis-jenis epifit yaitu mengembangkan akar sukulen dan melekat pada
batang pohon tempatnya tumbuh, namun tidak merugikan pohon inang. Anggrek
ini membutuhkan naungan dari cahaya matahari, misalnya Cattleya memerlukan
cahaya sekitar 30%, Dendrobium 55-65%, Phalaenopsis sekitar 25% dan
Oncidium sekitar 65%. Suhu malam yang diperlukan sekitar 21oC, sedangkan
suhu siang antara 27-30 oC. Selain itu anggrek epifit membutuhkan kelembaban
relatif (RH) 60-85% (Setiawan 2005).
Anggrek teresterial, yaitu anggrek yang tumbuh dipermukaan tanah dan
membutuhkan
cahaya
matahari
langsung.
Contohnya
Vanda,
Arachnis,
Rananthera, dan Aranthera. Tanaman anggrek teresterial membutuhkan cahaya
matahari sekitar 70-100% dengan suhu siang berkisar antara 19-38 oC dan malam
hari sekitar 21 oC anggrek ini juga membutuhkan kelembahan relatif sebesar 6085% (Setiawan 2005). Anggrek saprofit, yaitu anggrek yang tumbuh pada media
yang mengandung humus atau daun-daun kering, serta membutuhkan sedikit
cahaya matahari, misalnya anggrek Goodyera sp. Anggrek litofit, yaitu anggrek
yang tumbuh pada batu-batuan serta tahan terhadap cahaya matahari penuh dan
hembusan angin kencang, misalnya Dendrobium phalaenopsis (Darmono 2002).
7
Virus Anggrek
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anggrek meliputi cahaya matahari, suhu udara, kelembaban udara, penyiraman,
pemupukan, sirkulasi udara, media tanam, repotting, hama dan penyakit.
Tanaman yang terserang penyakit akibat infeksi patogen dapat menyebabkan
penghambatan atau gangguan dari aktivitas fisiologis atau perubahan struktural
yang dapat menghambat pertumbuhan, menyebabkan bentuk tanaman yang
abnormal, menyebabkan susunan bagian tanaman yang berbeda, menyebabkan
kematian bagian tanaman atau seluruh tanaman sebelum waktunya. Virus yang
dapat menginfeksi tanaman anggrek diantaranya adalah Cymbidium mosaic virus
(CyMV), Odontoglosum ringspot virus (ORSV), Cymbidium ringspot virus
(CRSV), Cucumber mosaic virus (CMV), Orchid fleck virus (OFV) (Kondo et
al.2006), Bean yellow mosaic virus (BYMV), Vanilla mosaic virus (VMV),
Tomato ringspot virus (TRSV) (Lawson & Hsu 1995), Dendrobium mosaic virus,
Clover yellow vein virus, Dendrobium vein necrosis virus, Cypripedium
filamentous virus, Turnip mosaic virus, Tobacco rattle virus, Cymbidum mild
mosaic virus, Trichopilia isometric virus, Masdevallia isometric virus, Short
orchid
rhabdovirus,
Grammatophyllum
bacilliform
virus,
Long
orchid
rhabdovirus, Laelia red leafspot virus, Tomato spotted wilt virus, dan Impatiens
necrotic spot virus (Lawson & Hsu 1995) Capsicum chlorosis virus (CaCV)
(Zheng et al. 2008). CyMV dan ORSV adalah virus yang paling banyak
menimbulkan kerugian secara ekonomi (Lawson & Branningam 1986; Zettler et
al. 1990; Matthews R 1992).
Burnet (1974) mengemukakan bahwa virus dapat menyerang genera
anggrek dalam kisaran yang luas. Ditemukan penyakit yang disebabkan oleh virus
paling sedikit pada 55 genera anggrek, tetapi ini bukan berarti bahwa terdapat 55
jenis virus yang berbeda, karena virus yang sama sering dapat menginfeksi genera
yang berlainan. Gejala yang dihasilkan bermacam-macam tergantung pada virus,
spesies, atau hibrida anggrek yang diinfeksi, dan kondisi lingkungan.
8
CyMV
Penyakit yang disebabkan oleh CyMV adalah penyakit yang paling umum
pada anggrek di seluruh dunia yang memiliki dampak ekonomi. Adanya penyakit
ini di Indonesia untuk pertama kalinya dilaporkan Suseno (1976) pada Cattleya.
CyMV merupakan spesies dari genus Potexvirus dan famili Flexiviridae.
Bentuk partikel virus adalah memanjang, lentur dan panjangnya rata-rata 448 nm
hingga 488 nm, tidak memiliki enveloped dan memiliki RNA berukuran ±600bp
(Lee & Chang 2006). Genom CyMV merupakan ss-RNA linier dan berukuran 8.1
kb (Frowd & Tremaine 1977).
CyMV dapat ditularkan secara mekanik dengan cairan perasan, melalui
perkembangbiakan vegetatif, tetapi tidak dapat ditularkan dengan biji dan secara
alami oleh serangga vektor. CyMV di lapangan dapat ditularkan melalui kontak
langsung antara tanaman sakit dengan tanaman sehat, kontaminasi peralatan
potong dan pot selama perawatan dan pada saat panen bunga (Lawson 1995).
CyMV dapat bertahan dalam cairan perasan tanaman sakit pada temperatur
65oC selama 10 menit, tetapi tidak dapat diinaktifkan pada temperatur 70 oC.
Selain itu virus tersebut juga tidak aktif pada tanaman yang direndam dalam air
yang bertemperatur 45 oC selama 2 jam (Smith 1972).
Menurut Jensen (1951) CyMV banyak menyerang spesies dalam famili
Orchidaceae dan hanya beberapa spesies pada famili lainya. Pada famili
Orchidaceae virus ini dijumpai pada 8 genera, yaitu Aranthera sp., Calanthe sp.,
Cattleya sp., Cymbidium sp., Grammatophyllum sp., Phalaenopsis sp., Oncidium
sp., dan Vanda sp.
Gejala mosaik akan tampak lebih jelas pada daun-daun muda berupa garisgaris klorotik memanjang searah serat daun. Bunga pada tanaman Cattleya sp.
yang terinfeksi biasanya memperlihatkan gejala bercak-bercak coklat nekrosis
pada petal dan sepal. Bunga biasanya berukuran lebih kecil dan mudah rontok
dibandingkan dengan bunga tanaman sehat
(Jensen 1951). Pada tanaman
Grammatophyllum menunjukan gejala mosaik pada daun, pada tanaman
Phalaenopsis menunjukkan gejala mosaik, dan nekrosis pada bagian daun (Inouye
1996).
9
ORSV
ORSV merupakan spesies dari genus Tobamovirus. Partikel virus berbentuk
batang berukuran 18 x 300 nm, tidak memiliki enveloped, terdiri atas molekul
ssRNA berukuran 6 kb. Virus ini mudah ditularkan secara mekanik melalui
ekstrak bagian tanaman sakit, tetapi tidak menular melalui serangga vektor dan
biji. (Lawson dan Brannigan 1986).
ORSV menyerang anggrek jenis Aranda, Epidendrum, Calanthe, Cattleya,
Dendrobium, Aruundinia, Miltonia, Oncidium, Spathoglottis dan Vanda (Suseno
1976).
Pada jenis anggrek Cattleya sp. gejala infeksi ini bervariasi yaitu berupa
garis-garis klorotik dan mosaik pada daun muda, bercak klorotik sampai nekrotik
atau bercak berbentuk cincin. Pada Oncidium sp. bercak nekrotik berwarna hitam
tampak nyata pada permukaan bawah daun.
Penularan Virus Secara Mekanik
Macam virus yang menyerang suatu tanaman biasaya tidak selalu dapat
ditentukan berdasarkan gejala saja. Suatu macam virus dapat menimbulkan gejala
yang berlainan pada tanaman yang berbeda, semantara virus yang berbeda dapat
menyebabkan gejala yang hampir sama pada tanaman inang yang sama (Badwen
1964; Withren 1959)
Penularan secara mekanis merupakan metode penularan yang mudah
dilakukan dan banyak digunakan untuk percobaan penularan di laboratorium.
Inokulasi secara mekanik dilakukan dengan mengoleskan sap (ekstrak daun) pada
permukaan daun tanaman yang mengalami luka mikro secara mekanis (Wahyuni
2005).
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan inokulasi adalah
konsentrasi virus dalam sap, sumber inokulum, metode penyiapan inokulum,
ketahanan virus dalam sap, dan tanaman inang. Kondisi lingkungan sebelum dan
sesudah inokulasi, seperti cahaya dan suhu juga mempengaruhi keberhasilan
inokulasi. Konsentrasi virus yang tinggi biasanya didapatkan pada daun muda
yang telah menunjukkan gejala penyakit. Metode penyiapan inokulum juga
menjadi faktor penentu keberhasilan penularan virus secara mekanis. Selama
10
penggerusan daun, berbagai metabolit dan debris dari sel daun akan terlepas
secara bersamaan dengan virus. Beberapa senyawa itu dapat merusak virion atau
dapat menghambat keefektifan virus. Oleh sebab itu, ekstraksi daun yang akan
digunakan sebagai inokulum perlu dilakukan dalam larutan bufer fosfat pada pH
7-7,5 dengan konsentrasi yang sesuai untuk virus yang akan ditularkan.
Senyawa penstabil virus seperti senyawa pengelat dan antioksidan dapat
ditambahkan untuk menghilangkan atau menghambat aktivitas senyawa yang
dapat merusak virus. Penambahan senyawa pereduksi seperti merkaptoetanol
dapat menghambat senyawa yang dapat merusak virus (Akin 2006). Penambahan
zat abrasif, seperti karborundum. Zat abrasif menyebabkan luka yang kecil pada
sel tanaman dan memudahkan penetrasi virus ke dalam sel (Agrios 2005).
Tanaman yang tumbuh dalam keaadaan intensitas cahaya rendah akan lebih
rentan daripada yang tumbuh dalam cahaya terang. Kerentenan juga meningkat
dengan menyimpan tanaman yang tumbuh dalam gelap selama beberapa waktu
atau beberapa hari sebelum inokulasi (Bawden 1964; Noordam 1973).
Deteksi Virus
Serologi
Teknik serologi ELISA (Enzime-Linked Immunosorbent Assay), yang
dikembangkan pada akhir 1970-an telah digunakan secara luas oleh ahli penyakit
tumbuhan untuk mendeteksi virus tumbuhan. Teknik ini memiliki kelebihan, yaitu
dapat mengidentifikasi banyak sampel sekaligus dengan dengan biaya yang relatif
murah dan cepat dilakukan. Prinsip ELISA adalah mereaksikan antara antigen dan
antiserum yang membentuk kompleks antigen-antiserum (Ag-As) pada lubang
plat mikrotiter yang terbuat dari polystyrene. Zat-zat yang dapat mengindikasikan
terbentuknya antibodi di dalam serum disebut antigen. Antigen umumnya adalah
protein. Serum yang mengandung antibodi disebut antiserum. Interaksi antara
antigen dan antiserum bersifat spesifik, artinya antiserum hanya mengenali satu
jenis epitop dan antigen. Epitop merupakan bagian dari antigen yang dapat
dikenali oleh antibodi dari antigen yang dapat berinteraksi dengan antibodi
(Crowther 1996).
11
Metode ELISA dibagi dalam Direct ELISA atau Double Antibody Sandwich
(DAS) ELISA dan Indirect-ELISA. Perbedaan kedua metode tersebut adalah pada
Direct-ELISA, enzim konjugat terdapat pada molekul immunoglobulin pertama
yang langsung bereaksi dengan antigen. Pada Indirect-ELISA, enzim konjugat
terdapat pada molekul immunoglobulin kedua yang bereaksi dengan antiserum
(Crowther 1996; Dijkstra & De Jegger 1998). Deteksi CyMV dan ORSV telah
berhasil dilakukan Hu et al. (1994); Navalinskiene (2005); dan Khalimi (2008)
dengan menggunakan metode serologi DAS-ELISA.
Molekuler
Deteksi dan identifikasi virus tanaman dapat juga dilakukan melalui teknik
molekuler misalnya reverse transcriptase-polimerase chain reaction (RT-PCR)
(Khalimi 2009). Metode ini merupakan metode pengembangan metode PCR yaitu
dengan menambahkan enzim transcriptase balik (reverse transcriptase). Oleh
karena PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA sebagai cetakan
maka terlebih dahulu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription)
terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul cDNA (complementary
DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai cetakan dalam
proses PCR. Enzim transcriptase balik adalah enzim DNA polimerase yang
menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk mensintesis molekul DNA
(cDNA) yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Metode RT-PCR
telah terbukti dapat digunakan sebagai teknik deteksi virus yang memiliki
sensitifitas yang tinggi (Yuwono 2006).
Deteksi CyMV dan ORSV telah dilakukan pada tanaman anggrek dengan
teknik RT-PCR terbukti dapat digunakan untuk mendeteksi dan identifikasi
CyMV dan ORSV (Khalimi 2008; Ajjikuttira et al. 2005).
Respon Tanaman terhadap Patogen
Respon tanaman terhadap infeksi patogen dapat digolongkan menjadi empat
yaitu imun, resisten, toleran, dan rentan (Matthews 1992). Tanaman yang
memiliki respon imun terhadap patogen merupakan tanaman yang sel-selnya tidak
12
dapat dipenetrasi oleh patogen, sehingga patogen tidak dapat masuk (Wheeler
1975) dan tidak terjadi infeksi (Hull 2002). Seandainya virus diinokulasikan pada
tanaman yang imun, virus ditemukan masih terbungkus selubung protein dan
tidak mampu untuk bereplikasi di dalam sel tanaman. Selain itu, bila virus
tersebut mampu melepaskan selubung proteinnya (hanya asam nukleatnya saja
yang ada di dalam sel), virus tidak mampu untuk memperbanyak genomnya (Hull
2002). Tanaman resisten merupakan tanaman yang dapat diinfeksi oleh patogen,
tetapi sel-sel tanaman tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan patogen,
sehingga tidak terjadi penyakit (Wheeler 1975). Pada tanaman yang toleran,
patogen dapat menginfeksi, sel-sel tanaman mendukung pertumbuhan dan
perkembanganya, tetapi tanaman terlihat normal karena gejala tidak muncul (Hull
2002) atau mengalami kehilangan hasil yang tidak berarti secara ekonomi
(Wheeler 1975). Tanaman yang rentan adalah tanaman yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan patogen, serta patogen mampu menimbulkan
kerusakan pada tanaman dan menyebabkan kehilangan hasil (Wheeler 1975).
Interaksi Virus pada Tanaman yang Terinfeksi
Gejala pada tanaman yang sakit dapat disebabkan oleh lebih dari satu virus
dan hal tersebut sering terjadi di lapangan (Falk & Duffus 1981). Virus-virus yang
terdapat pada tanaman yang terinfeksi akan berinteraksi, sehingga dapat
mempengaruhi gejala penyakit yang timbul. Interaksi tersebut dapat bersifat
sinergis, aditif (Oku 1994) atau antagonis (interferensi) (Matthews 1991).
Interaksi akan mempengaruhi jumlah lesio lokal yang timbul, replikasi virus,
pergerakan virus dan gejala yang timbul. Sel-sel tanaman inang akan mengalami
nekrosis dan virus-virus yang berinteraksi akan bereplikasi dan membentuk badan
inkusi pada sel-sel yang tidak mati (Matthews 1991).
Interaksi yang bersifat sinergis akan menyebabkan gejala penyakit yang
lebih parah pada tanaman yang terinfeksi dibandingkan bila virus menginfeksi
tanaman sendiri-sendiri (Kosaka & Fukunishi 1997; Murphy & Kyle 1995; Zhang
et al. 2001). Fenomena yang timbul dari interaksi yang bersifat aditif sebenarnya
hampir sama dengan sinergistik, yaitu infeksi campuran yang menyebabkan
kerusakan yang timbul lebih parah dibandingkan infeksi tunggal, tetapi kerusakan
13
yang timbul tidak separah gabungan kerusakan yang ditimbulkan dari infeksi
tunggal. Interaksi yang bersifat antagonis menyebabkan gejala penyakit yang
timbul tidak separah bila hanya ada satu virus pada tanaman (Hull 2002). Hal
tersebut dimanfaatkan dalam proteksi silang, yaitu dalam menginfeksi tanaman
dengan menggunaklan strain virus yang lemah untuk menghambat infeksi strain
yang lebih virulen (Gibbs & Harrison 1980).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari akhir
Juli 2009 sampai awal Januari 2010.
Isolasi Virus
Sumber virus yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tanaman
anggrek Dendrobium sp. yang terinfeksi tunggal oleh CyMV dan ORSV setelah
dilakukan uji serologi. Isolasi CyMV dan ORSV dilakukan dengan metode serial
transfer passage pada tanaman uji sebanyak tiga kali dari tanaman anggrek yang
terinfeksi virus ke tanaman inang uji. Tanaman inang yang digunakan untuk
mengisolasi CyMV adalah Datura stramonium. Sedangkan tanaman inang yang
digunakan untuk mengisolasi ORSV adalah Nicotiana benthamiana. Tanaman
anggrek digerus dalam mortar dan pistil steril. Larutan bufer 0,05 M pH 7,0
ditambahkan dengan perbandingan 0.1 g per 1 ml larutan bufer fosfat dan
merkaptoetanol 1% (1:10 b/v). Cairan perasan inokulum ini segera diinokulasikan
ke tanaman D. stramonium untuk isolasi CyMV dan ke tanaman N. benthamiana
untuk isolasi ORSV. Inokulasi dilakukan pada dua helai daun termuda yang telah
membuka penuh. Sebelum diinokulasi, jaringan permukaan daun dilukai dengan
karborondum 600 mesh pada bagian atas daun, kemudian cairan inokulum
dioleskan dengan menggunakan kapas steril pada permukaan daun. Pengolesan
dilakukan searah tulang daun, setelah itu dilakukan pembilasan sisa karborondum
yang masih melekat pada permukaan daun tanaman dengan aquades.
Bagian tanaman anggrek yang terinfeksi CyMV pada tanaman D.
stramonium menunjukkan gejala lesio lokal pada hari ke 15-20 setelah inokulasi
sedangkan tanaman N. benthamiana yang terinfeksi ORSV menunjukkan gejala
ringspot pada hari ke 9 setelah inokulasi. Selanjutnya satu lesio yang dihasilkan
digunakan sebagai sumber inokulum berikutnya pada jenis tanaman yang sama.
Setelah tiga kali serial transfer passage, inokulum dianggap murni terbebas dari
15
jenis strain virus lain dan siap digunakan sebagai inokulum virus yang akan
diperbanyak (propagasi).
Persiapan Tanaman Anggrek
Tanaman anggrek yang digunakan pada penelitian ini ialah bibit anggrek
spesies dan anggrek silangan yang berasal dari perbanyakan kultur jaringan
berjumlah 16 spesies tanaman anggrek, diantaranya; Phalaenopsis amabilis, P.
violacea, Grammathopyllum scriptum, Coelogyne pandurata, Dendrobium
lasiantera, D. nindii, D. stratiotes, D. discolor, D. schulleri, D. liniae , D. Burana
Jade x D. nindii dan Cattlaya Black Lucky Man x Black Lijinan Pearl. Sedangkan
bibit anggrek yang berasal dari kompot diantaranya D. Woxin, D. Burana Mainil
Wrap x D. Stip, D. Kyosimori, dan Oncidium Golden Shower.
Pemindahan bibit dari botol kultur jaringan ke pot dilakukan dengan
mengeluarkan bibit dengan memasukkan air bersih ke dalam botol, selanjutnya
bibit dikeluarkan satu per satu (akar terlebih dahulu). Bibit anggrek yang sudah
dikeluarkan dari dalam botol dicuci di bawah air mengalir, kemudian direndam
dengan larutan fungisida 1% selama 7 menit setelah itu ditiriskan. Sedangkan
bibit anggrek yang berasal dari kompot, dilakukan pemisahan bibit dengan
perlahan dari media tanam, kemudian bibit anggrek direndam dengan larutan
fungisida 1% selama 7 menit setelah itu ditiriskan. Selanjutnya bibit dipindahkan
ke pot individu yang berdiameter 5 cm. Pot diisi dengan media pakis dan areng
dengan perbandingan 1:1 yang telah disteril dan direndam dengan larutan
fungisida 1% selama sepuluh menit. Sedangkan untuk jenis anggrek G. scriptum
media yang digunakan adalah mos spagnum.
Bibit yang telah ditanam dipelihara sampai satu bulan hingga bibit tumbuh
dengan baik dan siap diinokulasi CyMV dan ORSV. Pemeliharaan tanaman
dilakukan dengan melakukan pemupukan dan penyiraman. Pupuk yang digunakan
adalah pupuk daun yang disemprotkan pada daun (0,2 g/ l air).
16
Persiapan Inokulum
Inokulum awal diperoleh dari tanaman hasil isolasi virus yang terinfeksi
tunggal CyMV atau ORSV. Tanaman yang digunakan untuk perbanyakan virus
ialah
N. benthamiana.
Tanaman N. benthamiana sehat berumur satu bulan
setelah semai diinokulasi secara mekanis dengan isolat murni yang berasal dari
hasil isolasi virus, dan masing-masing isolat dicampurkan dengan bufer fosfat
dengan perbandingan 1:10 b/v dan merkaptoetanol 1%. Hasil perbanyakan virus
pada tanaman N. benthamiana digunakan sebagai sumber inokulum pada
penelitian ini.
Inokulasi Virus pada Tanaman Anggrek
Inokulasi CyMV atau ORSV pada tanaman anggrek dilakukan secara
mekanis dengan perbandingan 0,5 g daun per 5 ml larutan bufer fosfat (1:10 b/v)
dan merkaptoetanol 1%.
Perlakuan inokulasi virus pada anggrek terdiri atas
CyMV, ORSV, serta CyMV dan ORSV dengan 5 ulangan untuk masing-masing
spesies tanaman anggrek. Inokulasi untuk CyMV dan ORSV (inokulasi
campuran) yaitu dengan mencampurkan cairan perasan tanaman yang
mengandung CyMV dan ORSV dengan perbandingan 1:1. Cairan perasan yang
mengandung virus dioleskan pada daun tanaman anggrek sehat. Inokulasi
dilakukan pada dua helai daun paling muda yang sudah membuka penuh pada
bibit anggrek yang sehat. Semua perlakuan inokulasi dilakukan sebanyak tiga kali
dengan interval waktu satu minggu.
Pemeliharaan dan Pengamatan Tanaman
Tanaman yang sudah diinokulasi dipelihara di dalam rumah kasa.
Pemupukan dilakukan seminggu se-kali, dengan menggunakan pupuk daun.
Selain itu tanaman juga disiram setiap hari pada waktu pagi hari pukul 07.00 WIB
atau sore pukul 15.00 WIB. Pengamatan dilakukan setiap hari setelah inokulasi.
Pengamatan dilakukan terhadap gejala dan variasi gejala yang timbul, masa
inkubasi, dan jumlah tanaman yang bergejala atau persentase kejadian penyakit.
Persentase kejadian penyakit yang terjadi pada tanaman menggunakan rumus:
17
KP =
௡
ே
x 100%
(KP = kejadian penyakit; n = jumlah tanaman yang menunjukkan gejala virus,
N = jumlah tanaman yang diamati)
Deteksi Virus pada Jaringan Tanaman Anggrek
Deteksi melalui DAS-ELISA. Sampel tanaman anggrek yang telah diinokulasi
CyMV dan ORSV dideteksi dengan metode DAS-ELISA mengikuti metode Clark
& Adams (1977). Antiserum dilarutkan ke dalam coating buffer ( 1,59 g sodium
carbonate, 2,93 g sodium bicarbonate, 0,2 g sodium azide dilarutkan dalam 1000
ml H2O, pH 9,6) 1:1000 dan dimasukkan ke dalam plat mikrotiter sebanyak 100
µl tiap sumuran plat mikrotiter kemudian diinkubasikan 37oC selama 2 sampai 4
jam. Setelah proses inkubasi selesai plat mikrotiter dicuci dengan PBST ( 8 g
sodium chloride, 0,2 g monobasic potassium phosphate, 1,15 g dibasic sodium
phosphate, 0,2 potassium chloride, 0,2 g sodium azide dan 0,5 g Tween-20 yang
dilarutkan dalam 1000 ml H2O, pH 7,4) sebanyak 3-5 kali. Sampel tanaman
anggrek digerus dalam sampel extraction buffer (8 g sodium chloride, 0,2 g
monobasic potassium phosphate, 1,15 g dibasic sodium phosphate, 0,2 g
potassium chloride, 0,2 g sodium azide, dan 0,5 g Tween -20, 2 g polyvinyl
pyrrolidone yang dilarutkan dalam 1000 ml H2O, pH 7,4) dengan perbandingan
1:5 (b/v). Cairan perasan tanaman yang dihasilkan diambil sebanyak 100 µl
kemudian dimasukkan ke dalam plat mikrotiter dan diinkubasi selama semalam
pada suhu 4 oC. Selanjutnya plat mikrotiter dicuci lagi dengan PBST sebanyak 5-7
kali. Sumur yang telah dicuci diisi 100 µl enzim konjugat yang sudah diencerkan
dengan bufer konjugat (2 g polyvinyl pyrrolidone, 0,2 g egg albumin yang
dilarutkan dalam 100 ml PBST, pH 7,4) dan diinkubasi pada 37 oC selama 4 jam.
Selanjutnya dilakukan pencucian dengan PBST sebanyak 5-7 kali, sumuran plat
mikrotiter kemudian diisi dengan 100 µl substrat p-nitrophenyl phosphate (PNP)
yang dilarutkan dalam bufer PNP (97 ml diethanolamine, 600 ml H2O, 0,2 g
sodium azide dilarutkan dalam 1000 ml H2O, pH 9,8) dan diinkubasi pada suhu
ruang selama 30 menit. Jika terjadi perubahan warna, menunjukan bahwa sampel
tersebut positif terinfeksi CyMV atau ORSV. Analisis hasil DAS-ELISA secara
kuantitatif dilakukan dengan membaca nilai absorban pada panjang gelombang
18
405 nm dengan ELISA reader. Selanjutnya nilai absorban tersebut digunakan
untuk menentukan reaksi positif hasil DAS-ELISA, yaitu dengan mencari nilai
standar deviasinya. Kisaran nilai absorban tanaman yang positif terinfeksi virus
adalah dua kali nilai kontrol negatif ± nilai standar deviasi.
Deteksi Melalui RT-PCR. RNA total diekstrak dari 100 mg jaringan daun
tanaman anggrek menggunakan Rneasy Plant Mini Kits (Qiagen inc., Chatsworth,
CA., USA). RNA hasil ekstraksi selanjutnya ditraskripsi balik menjadi DNA
komplementer (cDNA) dengan menggunakan teknik RT-PCR. Reaksi reverse
transcriptase (RT) RNA sebanyak 10 µl terdiri atas 2 µl template RNA, 1µl
buffer RT 10x, 0,35 µl M-MuLV RT (200U/µl), 2 µl 10mM dNTP, 0,75 µl 10 µM
oligo-dT, 0,35 µl Rnase H (40U/µl), 0,35 µl 10mM DTT, dan 3,2 µl H2O (NEB).
Reaksi RT dilakukan dalam sebuah Automated Thermal Cycler (Gene Amp PCR
System 9700 thermocycler; Perkin-Elmer Crop., Norwalk, CT) diprogram untuk
satu siklus pada 25 oC selama 5 menit, 42 oC selama 60 menit dan 70 oC salama
15 menit. cDNA hasil reaksi RT dipakai sebagai template pada reaksi PCR.
Sepasang
primer
digunakan
untuk
CGGGATCCATGGGAGAGTCCACTCCA
amplifikasi
-3’
yaitu
dan
Forward
5’-
reverse
5’-
GGAATTCTCAGTAGGGGGTCCAGGC -3’. Primer-primer ini conserved
dengan sekuen CyMV Coat Protein. Untuk ORSV digunakan primer-F
5’GCTCTAGAATGTCTTACACTATTACAGACC
3’
dan
primer-R
5’
GCTCTAGAATGGGTCGTTTGCGTTTTGTAG 3’. Reaksi PCR (total volume
25 µl) menggunakan Go Taq green master mix (Promega) dengan komposisi 12,5
µl, primer reverse dan forward masing-masing terdiri atas 1 µl (10 µM), cDNA 2
µl, dan 8,5 µl RNAse free water. Amplifikasi dilakukan dalam sebuah Automated
Thermal Cycler (Gene Amp PCR System 9700 thermocycler; Perkin-Elmer Crop.,
Norwalk, CT) diprogram untuk 35 siklus amplifikasi sebagai berikut: pemisahan
utas DNA (denaturasi) pada suhu 95 oC selama 30 detik, penempelan primer pada
DNA (annealing) 50 oC selama 45 detik dan sintetis DNA pada suhu 72 oC
selama 1 menit (extention) (Ajjikuttira et al. 2005). Elektroforesis dilakukan pada
gel agarose 1 % (w/v) (dalam TBE 1X) yang ditambahkan ethidium bromide.
Pengukuran DNA digunakan marker 1000 bp (Fermentas, USA), selanjutnya
masing-masing sampel diisikan dalam sumuran gel dengan pipet mikro sebanyak
19
8 µl DNA. Elektroforesis dijalankan pada tegangan 80 V selama 45 menit. Hasil
visualisasi elektroforesis tersebut dilihat dibawah transilluminator ultraviolet dan
dipotret.
Penentuan Ketahanan Tanaman
Penentuan kriteria respon berbagai jenis anggrek terhadap infeksi CyMV
atau ORSV berdasarkan beberapa faktor, diantaranya persentase kejadian penyakit
dan infeksi virus. Respon tanaman anggrek dikelompokkan menjadi mendekati
imun, toleran, agak resisten dan rentan (Tabel 1).
Tabel 1 Pengelompokan respon tanaman anggrek terhadap infeksi tunggal CyMV
atau ORSV (Matthews 1992).
Tingkat ketahanan
Reaksi tanaman inang
Kejadian penyakit (%)1)
Infeksi virus2)
Mendekati imun
-
-
Toleran
-
+
Agak resisten
+
+
Rentan
++
+
1)
2)
Kejadian penyakit - : Tidak ada kejadian penyakit.
+ : Kejadian penyakit 0 < x ≤ 40.
++ : Kejadian penyakit 40 ≤ x < 100.
Infeksi virus
- : Berdasarkan DAS ELISA tidak ada infeksi virus.
+ : Berdasarkan DAS ELISA ada infeksi virus.
HASIL DAN PEM
MBAHAS
SAN
Isolaat CyMV dan ORSV
Isolaasi CyMV berhasil diilakukan melalui penuularan secarra mekanis pada
tanaman D. stramonium dari tanaman sumber
s
virrus Dendroobium sp. yang
diketahui terinfeksi tuunggal CyM
MV pada uji serologi. CyMV
C
mennimbulkan gejala
g
lesio nekrrotik pada daun D. stramonium yang diinookulasi (Gaambar 1). Lesio
nekrotik teerbentuk 155 hari setelaah inokulasi. Isolasi OR
RSV juga beerhasil dilak
kukan
melalui penularan
p
s
secara
mekkanis pada tanaman N.
N bentham
miana dari daun
anggrek Dendrobium
D
m sp. yangg diketahuii terinfeksii tunggal O
ORSV pad
da uji
serologi. ORSV meenimbulkann gejala beercak ringsspot pada daun mud
da N.
benthamiaana yang diinokulasi
d
(Gambar 1).
1 Mula-m
mula tepi daaun meleng
gkung
kebawah kemudian
k
m
muncul
berccak klorosis hingga nekkrotik berbeentuk cincin
n pada
daun muda, gejala rinngspot terbeentuk 9 harii setelah inookulasi.
Penuularan viruus dari satuu lesio ditu
ujukan untuuk mendappatkan inok
kulum
homogen, sehingga dapat
d
diangggap sebagai isolat murrni. Penularran isolat CyMV
C
dan ORSV
V juga berhhasil dilakuukan ke tan
naman N. benthamianaa dan digun
nakan
sebagai sumber
s
isollat CyMV dan ORSV pada peenelitian inni. Tanamaan N.
benthamiaana yang terinfeksi
t
C
CyMV
men
nunjukkan gejala mossaik. Mula--mula
gejala terllihat berupaa bercak-beercak putih
h yang lamaa kelamaann menjadi coklat
c
pada area tulang dauun, kemudian bercak-b
bercak mennyebar mem
menuhi luass area
daun.
A B D
stram
monium (A)), gejala ringspot
Gambar 1 Gejala lesio lokal CyyMV pada Datura
a Nicotianna benthamiana (B).
ORSV pada
21 Pengujian infeksi CyMV dan ORSV pada tanaman indikator menunjukkan
bahwa strain CyMV dan ORSV yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
sumber inokulumnya cukup infektif.
Gambar 2. Gejala infeksi CyMV pada Nicotiana benthamiana.
Respon Tanaman Anggrek Terhadap Infeksi Tunggal CyMV dan ORSV
Gejala yang muncul pada tanaman anggrek bervariasi antar spesies tanaman
anggrek dan jenis inokulum virus. Gejala pada tanaman anggrek yang terinfeksi
CyMV tunggal berupa klorosis membentuk cekungan, dan mosaik yang memiliki
pola bervariasi antar spesies tanaman anggrek. Infeksi tunggal ORSV pada
tanaman anggrek menyebabkan gejala klorosis, bercak nekrotik, klorosis hingga
nekrotik berbentuk cincin/ringspot pada bagian daun. Berdasarkan gejala yang
terlihat pada pengamatan, maka CyMV dan ORSV cukup infektif terhadap
tanaman anggrek yang diuji. Pada umumnya gejala ORSV muncul lebih cepat
dibandingkan dengan gejala CyMV setelah inokulasi, kecuali pada anggrek P.
amabilis dan G. scriptum yang menunjukkan gejala CyMV muncul lebih cepat.
Pada anggrek jenis Dendrobium rata-rata gejala ORSV muncul pada hari ke
11 setelah inokulasi, sedangkan gejala CyMV muncul rata-rata pada hari ke 20
setelah inokulasi. Pada anggrek P. amabilis masa inkubasi CyMV adalah hari ke
31 setelah inokulasi, sedangkan masa inkubasi ORSV adalah hari ke 37-39 setelah
inokulasi. Pada anggrek G. scriptum masa inkubasi CyMV adalah hari ke 19
setelah inokulasi, sedangkan masa inkubasi ORSV adalah hari ke 65 setelah
inokulasi (Tabel 2). Perbedaan masa inkubasi berkaitan dengan sistem ketahanan
yang dimiliki oleh tanaman dan tingkat virulensi virus yang menginfeksi.
22
Tabel 2 Respon berbagai jenis tanaman anggrek terhadap inokulasi virus tunggal CyMV atau ORSV
Jenis Anggrek
1)
Gejala
CyMV
Masa
Inkubasi
(hari)
Infeksi
virus2)
(%)
Gejala
1)
ORSV
Masa
Inkubasi
(hari)
Infeksi
virus2)
(%)
Denrobium
Klo, Mo
16
40
Klo, RS
14-22
40
D. Kyosimori
Klo
44
80
Klo
18-31
80
D. nindii
Mo
16
100
RS
10
100
D. liniae
Klo, Mo, Cek
16-37
100
RS
13-18
100
D. lasiantera
Klo, Mo, Cek
14
100
RS
8
100
D. schulleri
Klo, Nek, Mo,
16
100
RS
4-7
100
D. discolor
Klo, Mo
16
100
Klo, RS
6-8
100
D. stratiotes
Klo, Mo
25
80
Tg
-
100
D. Burana Jade X D.nindii
Klo
27
100
Klo
10
40
D. Burana Mainil Wrap x D. Strip
Klo
16
100
Klo
15-22
40
D. Woxin
23
Tabel 2 lanjutan
Jenis Anggrek
1)
Gejala
CyMV
Masa
Inkubasi
(hari)
Infeksi
virus2)
(%)
Gejala
1)
ORSV
Masa
Inkubasi
(hari)
Infeksi
virus2)
(%)
Phalaenopsis
P. amabilis
Mo
31
100
Klo, Cek
37-39
60
P. violacea
Mo
33
100
Tg
-
100
Tg
-
0
Klo, RS, Nek
13-15
100
Klo, Mo
19
20
Klo
65
100
Oncidium Golden Shower
Tg
-
20
Nek
21
100
Cattleya Blc. Lucky Man x Blc. Lijinan Pearl
Tg
-
20
RS
54
100
Klo, Mo
25
100
RS
9
100
Coelogyne pandurata
Grammatophyllum scriptum
Tanaman Indikator
N. benthamiana
1)
2)
Gejala: Klo (Klorosis), Nek (Nekrotik), RS (Ringspot), Mo (Mosaik), Cek (Cekungan), Tg (Tidak bergejala).
Persentase tanaman yang terinfeksi virus setelah diverifikasi dengan ELISA.
24 Tipe gejala mosaik yang terlihat pada tanaman anggrek yang terinfeksi
CyMV bervariasi, tergantung pada spesies tanaman anggrek. Pada anggrek
Dendrobium tipe gejala mosaik yang terlihat adalah belang (mottling) berwarna
hijau terang dan kuning pada bagian daun anggrek diantaranya; D. nindii, D.
lasiantera, D. Burana Jade x D. nindii, dan D. Burana Mainil Wrap x D. Stip,
bercak klorosis bentuk cincin pada anggrek D. Woxin dan D. stratiotes dan bercak
konsentris pada anggrek D. schulleri. Gejala mosaik berbentuk garis terlihat pada
anggrek G. scriptum yang terinfeksi CyMV, sedangkan anggrek P. amabilis dan
P. violacea. menunjukkan gejala mosaik berbentuk belang. Gejala klorosis terlihat
pada tanaman anggrek D. discolor dan D. liniae (yang disertai cekungan)
(Gambar 3 dan 4). Gejala mosaik yang terjadi pada tanaman anggrek yang
terinfeksi CyMV dimulai dengan gejala klorosis sepanjang tulang daun ke seluruh
bagian daun. Gejala klorosis terjadi pada daun akibat terjadinya pengurangan
klorofil, tidak normalnya bentuk kloroplas, dan kerusakan histologi sel daun
seperti kerusakan sel palisade dan vakuola sel (Akin 2006). Adanya perbedaan
jenis gejala pada tanaman anggrek yang terinfeksi virus disebabkan oleh respon
yang berbeda dari setiap spesies dan hibrida tanaman anggrek. Matthews (1991)
menyebutkan bahwa jenis gejala yang tampak pada tanaman yang terinfeksi virus
dipengaruhi oleh genetik inang.
A B
C
D Gambar 3. Gejala infeksi CyMV pada berbagai jenis tanaman anggrek.
Dendrobium Woxin (A), D. nindii (B), D. liniae (C), D. schulleri
(D).
25 A B F C
G
D
E H
Gambar 4 Gejala infeksi CyMV pada berbagai jenis tanaman anggrek.
Dendrobium lasiantera (A), D. Burana Jade x D. nindii (B), D.
stratiotes (C), D. Burana Mainil Wrap x D. Stip (D), D. discolor (E),
Grammatophyllum scriptum (F), Phalaenopsis violacea (G), P.
amabilis (H).
Gejala ringspot yang dicirikan dengan munculnya klorosis atau nekrosis
berbentuk cincin pada daun terlihat pada tanaman anggrek yang terinfeksi ORSV,
gejala ringspot terlihat hampir pada semua anggrek Dendrobium, Coelogyne, dan
Cattleya. Gejala ringspot pada bagian daun yang terinfeksi dilingkari garis
berbentuk cincin yang merupakan sel yang terinfeksi. Selain berupa klorosis dan
nekrosis, pada anggrek D. nindii, dan D. lasiantera gejala ringspot berupa
lingkaran terpusat. Anggrek Phalaenopsis dan Grammathophyllum yang terinfeksi
ORSV menunjukkan gejala klorosis disertai cekungan bulat pada anggrek
Phalaenopsis, sedangkan pada anggrek Oncidium Golden Shower gejala yang
terlihat adalah bercak nekrotik yang disebabkan karena kematian sel tanaman
(Gambar 5).
L 26 A
B
D
C
E
G
F
H
I
J K L
M
Gambar 5
Gejala infeksi ORSV pada berbagai jenis tanaman anggrek.
Dendrobium nindii (A), D. Woxin (B), D. Kyosimori (C), D. liniae
(D), D. lasiantera (E), D. schulleri (F), D. discolor (G), D. Burana
Mainil Wrap x D.Strip (H), Cattleya Blc. Lucky Man x Blc. Lijinan
Pearl (I), Grammatophyllum scriptum (J), Oncidium Golden
Shower (K), Coelogyne pandurata (L), Phalaenopsis amabilis (M).
27 Gejala penyakit virus pada tanaman inang dapat terjadi akibat penggunaan
hasil metabolisme tanaman untuk sintesis virus, penumpukan virion atau bagian
dari virus dan dampak dari polipeptida khas yang disandi oleh gen virus. Dampak
infeksi virus pada senyawa yang mengandung nitrogen, seperti pada zat pengatur
tumbuh dan senyawa fenol, sering dianggap sebagai penyebab langsung dari
berbagai tipe gejala. Hal ini karena zat pengatur tumbuh tersebut berperan dalam
pertumbuhan dan diferensisasi tumbuhan (Akin 2006).
Beberapa tanaman tidak menunjukkan gejala setelah diinokulasi hingga
akhir pengamatan, diantaranya tanaman anggrek D. stratiotes dan P. violacea
yang diinokulasi ORSV, dan anggrek Oncidium Golden Shower, Cattleya Blc.
Lucky Man x Blc. Lijinan Pearl, dan C. pandurata yang diinokulasi CyMV.
Setelah dilakukan deteksi melalui ELISA, anggrek yang tidak menunjukkan gejala
terinfeksi virus, kecuali anggrek C. pandurata yang tidak bergejala juga tidak
terinfeksi virus (Tabel 2).
Menurut Matthews (1992) respon tanaman terhadap patogen dapat
dikelompokan menjadi imun, resisten, toleran, dan rentan. Berdasarkan hasil
pengamatan respon tanaman anggrek terhadap infeksi tunggal CyMV atau ORSV
dengan mengamati kejadian penyakit dan infeksi virus, maka respon tanaman
anggrek dikelompokkan menjadi mendekati imun, toleran, agak resisten, dan
rentan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman anggrek C. pandurata
merupakan tanaman anggrek yang mendekati imun terhadap infeksi CyMV.
Oncidium Golden Shower, dan Cattleya Blc. Lucky Man x Blc. Lijinan Pearl
toleran terhadap infeksi CyMV. D. Woxin dan G. scriptum agak resisten terhadap
infeksi CyMV dan D. nindii, D. liniae, D. lasiantera, D. schulleri, D. discolor, D.
stratiotes, D. Burana Jade X D. nindii, D. Burana Mainil Wrap x D. Strip, D.
Kyosimori P. amabilis, dan P. violacea merupakan jenis anggrek yang rentan
terhadap infeksi CyMV (Tabel 3).
28 Tabel 3
Tingkat ketahanan berbagai jenis tanaman anggrek terhadap infeksi
CyMV.
Jenis anggrek
Denrobium
D. Woxin
D. Kyosimori
D. nindii
D. liniae
D. lasiantera
D. schulleri
D. discolor
D. stratiotes
D. Burana Jade X D. nindii
D. Burana Mainil Wrap x D. Strip
Phalaenopsis
P. amabilis
P. violacea
Coelogyne pandurata
Grammatophyllum scriptum
Oncidium Golden Shower
Cattleya Blc. Lucky Man x Blc.
Lijinan Pearl
1)
Kejadian penyakit
2)
Infeksi virus
Reaksi tanaman inang
Kejadian
Infeksi
Kriteria respon
penyakit 1)
virus2)
tanaman
+
++
++
++
++
++
++
++
++
++
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Agak resisten
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
++
++
-
+
+
-
+
-
+
+
+
Rentan
Rentan
Mendekati
Imun
Agak resisten
Toleran
Toleran
- : Tidak ada kejadian penyakit.
+ : Kejadian penyakit 0 < x ≤ 40.
++ : Kejadian penyakit 40 ≤ x < 100.
- : Berdasarkan DAS ELISA tidak ada infeksi virus.
+ : Berdasarkan DAS ELISA ada infeksi virus.
Pada pengujian infeksi ORSV menunjukkan bahwa tanaman anggrek jenis
D. stratiotes dan P. violacea merupakan tanaman anggrek yang toleran terhadap
infeksi ORSV. G. scriptum, D. Woxin, D. Burana Jade x D. nindii, dan D.
Burana Mainil Wrap x D. Strip merupakan jenis anggrek yang agak resisten
terhadap infeksi ORSV, dan anggrek jenis D. Kyosimori, D, nindii, D. liniae, D.
lasiantera, D. schulleri, D. discolor, P. amabilis, C. pandurata, Oncidium Golden
29 Shower dan Cattleya Blc. Lucky man x Blc. Lijinan Pearl merupakan jenis
anggrek yang rentan terhadap infeksi ORSV (Tabel 4).
Tabel 4 Tingkat ketahanan berbagai jenis tanaman anggrek terhadap infeksi
ORSV.
Jenis anggrek
Denrobium
D. Woxin
D. Kyosimori
D. nindii
D. liniae
D. lasiantera
D. schulleri
D. discolor
D. stratiotes
D. Burana Jade X D. nindii
D. Burana Mainil Wrap x D. Strip
Phalaenopsis
P. amabilis
P. violacea
Coelogyne pandurata
Grammatophyllum scriptum
Oncidium Golden Shower
Cattleya Blc. Lucky man x Blc.
Lijinan Pearl
1)
Kejadian penyakit
2)
Infeksi virus
Reaksi tanaman inang
Infeksi Kriteria respon
Kejadian
1)
virus2)
penyakit
tanaman
+
++
++
++
++
++
++
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Agak resisten
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Rentan
Toleran
Agak resisten
Agak resisten
++
++
+
++
++
+
+
+
+
+
+
Rentan
Toleran
Rentan
Agak resisten
Rentan
Rentan
- : Tidak ada kejadian penyakit.
+ : Kejadian penyakit 0 < x ≤ 40.
++ : Kejadian penyakit 40 ≤ x < 100.
- : Berdasarkan DAS ELISA tidak ada infeksi virus.
+ : Berdasarkan DAS ELISA ada infeksi virus.
Respon tanaman anggrek C. pandurata terhadap CyMV adalah mendekati
imun, diduga karena CyMV tidak dapat bereplikasi di dalam sel tanaman.
Anggrek yang memiliki respon resisten terhadap CyMV atau ORSV adalah
tanaman anggrek yang dapat diinfeksi virus, tetapi sel-sel tanaman tidak
mendukung pertumbuhan dan perkembangan virus, sehingga tidak terjadi
penyakit. Pada tanaman anggrek yang memiliki respon toleran, CyMV atau
30 ORSV mampu menginfeksi, sel-sel tanaman mendukung pertumbuhan dan
perkembanganya, tetapi tanaman anggrek terlihat normal sehingga gejala tidak
muncul. Sedangkan anggrek yang memiliki respon rentan terhadap CyMV atau
ORSV
adalah
tanaman
anggrek
yang
mendukung
pertumbuhan
dan
perkembangan virus, serta virus mampu menimbulkan kerusakan (Wheeler 1975;
Hull 2002).
Respon Tanaman Anggrek Terhadap Infeksi Ganda CyMV dan ORSV
Secara umum tanaman anggrek yang terinfeksi ganda CyMV dan ORSV
menimbulkan gejala yang lebih parah dibandingkan infeksi tunggal masingmasing virus (Gambar 6). Demikian pula masa inkubasi infeksi ganda terlihat
lebih awal dan kejadian penyakit infeksi ganda pada tanaman lebih besar
dibandingkan infeksi tunggal masing-masing virus (Tabel 5).
B A F G C
H
D
I
J
E K Gambar 6. Gejala infeksi virus campuran (CyMV dan ORSV) pada berbagai jenis
anggrek. Dendrobium Woxin (A), D. Kyosimori (B), D. Burana jade x
D. nindii (C), D. stratiotes (D), D. nindii (E), D. Burana Mainil Wrap
x D. Strip (F), D. schulleri (G), D. liniae (H), D. lasiantera (I),
Oncidium Golden Shower (J), Cattleya Blc. Lucky Man x Blc. Lijinan
Pearl (K).
31 A
B C
D
Gambar 7 Gejala infeksi virus campuran (CyMV dan ORSV) pada tanaman
anggrek. Phalaenopsis violacea (A), Grammatophyllum scriptum (B),
Coelogyne pandurata (C), Phalaenopsis amabilis (D).
Gejala awal yang terlihat pada infeksi ganda pada tanaman anggrek
Dendrobium adalah gejala ringspot yang disebabkan oleh ORSV, kecuali pada
anggrek D. stratiotes yang menunjukkan gejala mosaik. Akan tetapi lama kelaman
gejala yang terlihat pada infeksi campuran merupakan gabungan gejala kedua
virus (ORSV dan CyMV) walaupun gejala ORSV lebih dominan terlihat pada
hampir semua anggrek Dendrobium. Pada anggrek Dendrobium, Phalaenopsis,
Coelogyne, Oncidium, dan Cattleya yang terinfeksi ganda menimbulkan gejala
yang lebih parah dibandingkan infeksi tunggal masing-masing virus, demikian
pula masa inkubasi infeksi ganda terlihat lebih awal, kecuali pada anggrek
Cattleya. Gejala penyakit yang lebih parah pada tanaman anggrek yang
diinokulasi campuran, disebabkan oleh interaksi kedua virus pada tanaman yang
terinfeksi, sehingga dapat mempengaruhi gejala penyakit yang timbul.
32 Tabel 5 Respon berbagai jenis tanaman anggrek terhadap inokulasi virus
campuran (CyMV dan ORSV)
Gejala1)
Masa
inkubasi
(hari)
Infeksi oleh
kedua virus
(%)2)
D. Woxin
RS, Mo
9
80
D. Kyosimori
RS,Mo
9
100
D. nindii
RS, Mo
4
100
D. liniae
RS, Klo, Cek
14
100
D. lasiantera
Klo, RS, Cek
5
100
D. schulleri
RS, Mo, Cek
4
100
D. discolor
RS, Mo
8
100
D. stratiotes
Mo
10
100
D. Burana Jade X D. nindii
RS, Mo
9
100
D. Burana Mainil Wrap x D. Strip
RS, Mo
11-14
100
P. amabilis
Mo
14
100
P. violacea
Mo
7
80
Nek
18
100
Klo R
60
(0 CyMV; 80
ORSV)
Oncidium Golden Shower
Klo, Nek
21
100
Cattleya Blc. Lucky Man x Blc.
Lijinan Pearl
Mo, RS
36
20
Jenis anggrek
Denrobium
Phalaenopsis
Coelogyne pandurata
Grammatophyllum scriptum
1)
2)
Gejala : Klo (Klorosis), Klo R (Klorosis ringan), Nek (Nekrotik), RS (Ringspot), Mo (Mosaik),
Cek (Cekungan), Tg (Tidak bergejala).
Persentase tanaman anggrek yang terinfeksi virus setelah diverifikasi dengan ELISA.
Berdasarkan keparahan gejala yang terlihat dan masa inkubasi pada tanaman
anggrek, interaksi yang terjadi pada sebagian besar inokulasi campuran adalah
interaksi sinergistik. Infeksi sinergistik umumnya terjadi bila kedua virus ini tidak
memiliki hubungan kekerabatan, dan secara umum infeksi tersebut menyebabkan
gejala yang lebih berat dibandingkan gejala akibat infeksi tunggal masing-masing
virus (Hull 2002). Perbedaan tingkat keparahan gejala penyakit berkaitan dengan
proses perkembangan dan penyebaran virus di dalam sel tanaman. Tingkat
33 keparahannya
akan
semakin
tinggi
dengan
semakin
cepatnya
proses
perkembangan virus dan penyebaran pada sel tanaman yang terinfeksi.
Pada tanaman yang terinfeksi virus ganda terjadi interaksi antara kedua
virus yang bersifat meningkatkan kemampuan salah satu atau kedua virus dalam
proses perkembangan dan penyebaranya di dalam sel tanaman yang terinfeksi.
Virus bergerak ke jaringan tanaman melalui pembuluh floem dan akan tersebar ke
seluruh bagian tanaman bersamaan dengan peredaran hasil fotosintat (Hull 2002;
Martin et al. 2004). CyMV dan ORSV mengganggu fungsi fiologis tanaman
dengan memanfaatkan asam amino yang ada untuk proses replikasinya. Gangguan
fisiologis ini menyebabkan timbulnya gejala sistemik yang muncul pada daun
muda. Jadi, semakin cepat proses perkembangan dan penyebaran kedua virus di
dalam sel-sel tanaman, maka gejala sistemik muncul semakin cepat dan tingkat
keparahannya semakin tinggi seperti yang terjadi pada tanaman anggrek yang
terinfeksi virus ganda pada penelitian ini.
Berbeda dengan jenis anggrek lainya pada inokulasi virus campuran,
anggrek G. scriptum menunjukkan gejala penyakit yang tidak separah bila hanya
ada satu virus pada tanaman. Dari lima tanaman uji yang diinokulasi virus
campuran, tiga tanaman menunjukan gejala klorosis ringan dan dua tanaman
lainya tidak menunjukkan gejala. Setelah dideteksi melalui ELISA tidak ada
satupun tanaman yang terinfeksi virus CyMV dan ORSV secara bersamaan, akan
tetapi ORSV mampu menginfeksi tanaman dengan persentase 80%, dan infeksi
CyMV tidak terjadi pada tanaman anggrek G. scriptum.
Pada anggrek G.
scriptum yang diinokulasi virus campuran diduga terjadi interaksi yang bersifat
interferensi. Selain itu diduga tanaman anggrek G. scriptum memiliki ketahanan
terhadap infeksi virus. Sehingga virus tidak dapat menimbulkan kerusakan yang
cukup berarti.
Menurut
Walkey
(1991)
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
perkembangan dan keparahan gejala penyakit adalah komposisi genetik tanaman
inang dan virus, umur tanaman, dan kondisi lingkungan sebelum infeksi dan
setelah infeksi. Ketika virus masuk ke dalam sel tanaman, elisitor pada virus akan
berhubungan dengan reseptor pada sel tanaman untuk menentukan hubungan
infeksi selanjutnya. Bila terjadi inkompatibel maka seluruh bagian tumbuhan akan
34 memberikan reaksi ketahanan yang bersifat sistemik bila diinfeksi virus, sehingga
virus tidak dapat melakukan multiplikasi dan menimbulkan gejala. Apabila
interaksinya kompatibel, maka virus dapat menginfeksi tumbuhan inang.
Deteksi Virus pada Jaringan Tanaman Anggrek
Deteksi virus berhasil dilakukan melalui uji serologi DAS-ELISA dan
deteksi molekuler dengan metode RT-PCR. Reaksi positif antara antigen dan
antibodi ditandai dengan perubahan warna cairan kompleks antigen dan antibodi
yang terkonjugasi menjadi kuning, yang menandakan sampel yang di uji
mengandung virus. Sedangkan deteksi molekuler melalui RT-PCR dari hasil
visualisasi elektroforesis terlihat pita DNA CyMV berukuran 700 bp, dan pita
DNA ORSV berukuran 500 bp tampak pada gel agarose setelah proses amplifikasi
dengan PCR menggunakan pasangan primer reverse dan forward (Gambar 5).
Hasil amplifikasi PCR ORSV ini berukuran mirip dengan hasil PCR yang
dilaporkan oleh Ajjikuttira et al. (2005) yaitu berukuran 521bp. Dengan
menggunakan primer yang sama, deteksi CyMV dengan PCR juga berhasil
dilakukan oleh Khalimi (2008) yang menghasilkan amplikon berukuran lebih
kecil daripada hasil amplifikasi PCR pada penelitian ini yaitu berukuran 672 bp.
Hasil deteksi molekuler melalui RT-PCR dan deteksi serologi melalui DASELISA pada penelitian ini, memperkuat bukti bahwa metode tersebut dapat
digunakan untuk mendeteksi CyMV dan ORSV yang menyebabkan tanaman
anggrek bergejala mosaik, klorosis, nekrotik pada tanaman yang terinfeksi CyMV
dan gejala ringspot, klorosis dan nekrotik pada tanaman yang terinfeksi ORSV.
35 M
1
2
700bp
500bp
Gambar 8
Hasil amplifikasi DNA isolat CyMV dan ORSV dengan RT-PCR.
M= 1 Kb DNA marker, 1= isolat ORSV, 2= isolat CyMV.
KESIMPULAN
Tanaman
anggrek
terinfeksi
CyMV
menunjukkan
gejala
klorotik
membentuk cekungan dan mosaik pada bagian daun dengan pola bervariasi antar
spesies tanaman anggrek. Sedangkan anggrek terinfeksi ORSV menunjukkan
gejala ringspot, klorosis dan nekrotik yang timbul pada bagian daun tanaman
anggrek. Kemampuan ORSV dalam menginfeksi tanaman anggrek lebih cepat
dibandingkan CyMV.
Anggrek C. pandurata merupakan tanaman anggrek yang mendekati imun
terhadap infeksi CyMV akan tetapi rentan terhadap ORSV. Oncidium Golden
Shower, dan Cattleya Blc. Lucky Man x Blc. Lijinan Pearl toleran terhadap infeksi
CyMV akan tetapi rentan terhadap ORSV; D. Woxin dan G. scriptum agak
resisten terhadap infeksi CyMV dan ORSV; P. violacea dan D. stratiotes
merupakan tanaman anggrek yang rentan terhadap CyMV akan tetapi toleran
terhadap ORSV; D. Burana Jade x D. nindii dan D. Burana Mainil Wrap x D.
Strip merupakan tanaman anggrek yang agak resisten terhadap ORSV akan tetapi
rentan terhadap CyMV; dan D. nindii, D. liniae, D. lasiantera, D. schulleri, D.
discolor, D. Kyosimori P. amabilis
merupakan jenis anggrek yang rentan
terhadap infeksi CyMV dan ORSV.
Sebagian besar tanaman anggrek yang diinokulasi virus campuran
menimbulkan interaksi yang bersifat sinergistik pada kedua virus, kecuali pada
anggrek G. scriptum yang menunjukkan interaksi yang bersifat interferensi.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. New York: Academic Press.
Ajjikuttira P, Loh CS, Wong SM. 2005. Reciprocal function of movement
proteins and complementation of long-distance movement of Cymbidium
mosaic virus RNA by Odontoglossum ringspot virus coat protein. J of
General Virology 86:1543–155.
Akin HM. 2006. Virologi Tumbuhan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2005. Prospek dan arah
pengembangan agribisnis anggrek. Jakarta: Departemen Pertanian.
Bawden, F. C. 1964. Plant Viruses and Virus Diseases. New York: Ronald Press.
Burnett H C.1974. Orchid Diseasea. Florida Departement of Agriculture and
Consumer Service. Bulletin.
Crowther JR 1996. Method in Molecular Biology: ELISA Theory and Practice.
Vol 42. Otowa: Humana Press
Darmono W. 2002. Menghasilkan Anggrek Silangan. Penebar Swadaya: Jakarta
Dijkstra J, De Jagger. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise.
Boston: Springer.
Falk BW, Duffus JE. 1981. Epidemiology of helper-dependent persistent aphid
transmitted virus complexes. Di dalam: Marasmorosch K, Harris KF, editor.
Plant Diseases and Vectors: Ecology and Epidemiology. New York: APS.
Frowd JA, Tremaine JH. 1977. Cymbidium mosaic virus genomic RNA.
Phytopatholog 67:43
Gibbs, AJ & B Harrison. 1976. Plant virology. London: Edward Arnold Pulb.
Hadley G. Arditti M. & Arditti J. 1987. Orchid diseases a compendium. Di
dalam: J. Arditti, editor. Orchid Biology, Reviews and Perspedlie. Ithaca:
Cornell University Press. hlm 263-322.
Hu JS, Ferreira S, Wang M, Xu MQ. 1993. Detection of Cymbidium mosaic virus,
Odontoglosum ringspot virus, Tomato spotted wilt virus, and Potyviruses
infecting orchid in Hawaii. Plant disease 77: 464-468.
Hu JS, Ferreira S, Wang M, Xu MQ, Lu M, Iha M, Pflum E. 1994. Transmission,
movement, and inactivation of Cymbidium mosaic and Odontoglosum
ringspot virus . Plant disease 78: 633-636.
Hull R. 2002. Matthews Plant Virology. Ed ke-4. San Diego: Academic Press.
38 Inouye N, Gara IW. 1996. Detection and identificationof virus of orchid in
Indonesia. Bull, Res, Inst. Bioresour: Okayama Univ 4: 109-118.
Jensen D D & A H Gold. 1951. A Virus Ringspot of Odontoglosum Orchid,
Symptoms, Transmission and Electron Microscopy. In Lawson & Shfqaat
Ali. The Handbook on Orchid Pest and Disease. American Orchid Soc. 4:
62-100.
Khalimi K. 2008. Deteksi dan karakteristik Cymbidium Mosaic Virus (CymMV)
isolat Anggrek. [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Khentry Y, Paradormuwat A, Tantiwitat S, Phansiri S, Thaveechai N. 2006.
Incidence of Cymbidium mosaic virus and Odontoglossum ringspot virus in
Dendrobium spp. In Thailand. Crop Protection 25: 925-932.
Kondo H, Maeda T, Shirako Y, Tamada T. 2006. Orchid pleck virus is a
rhabdovirus with an anual bipartite genom. Journal of General Virology .
87: 2413-2421.
Kosaka Y, Fukunishi T.1997. Multiple inoculation with three attenuated viruses
for the control of cucumber virus disease. Plant Dis. 81:733-738
Lawson RH, Branningam M. 1986. Handbook of Orchid Pest and Diseases.
American Orchid Society: West Palm Beach.
Lawson RH, Hsu HT,1995. Orchid. Di dalam: Loebenstein G, Lawson RH, Brunt
AA,editor. Virus and Virus-like Diseases of Bulb and Flower Crops.
Chichester, UK: John Wiley & Sons. 409-420.
Lee CS, Chang CY. 2006. Multiplex RT-PCR detection of orchid viruses with an
internal control of plant nad5 mRNA. Plant Pathology Bulletin 15:187-196
Martin EM et al. 2004. Novel cytopathological structures induced by mixed
infection of unrelated plant viruses. Phytopathology 94:111-119.
Matthews REF. 1991. Plant Virology. Ed ke-3. London: Academic Press.
Matthews REF. 1992. Plant Fundamental of Plant Virology. California:
Academic Press Inc.
Murphy JF, Kyle MM.1995. Alleviation of restricted systemic spread pf pepper
mottle potyvirus in Capsicum annum cv. avelar by coinfection with a
cucumovirus. Phytopathol. 85: 561-566.
Navalinskiene M, Raugalas J, Samuitiene M. 2005. Viral diseases of flower plants
16. Identification of virus affecting orchids Cymbidium Sw. Biologija 2: 2934.
Noordam D. 1973. Identification of plant viruses. Methods & experiments.
Wageningen: Center for Agric. Publish. And Documentation..
39 Oku H.1994. Plant Pathogenesis and Disease Control. Boca Raton: Lewis
Publishers.
Sakai F, Dawson JRO. 1983. Interference in infection of tobacco protoplasts with
two bromoviruses. J Gen Virol 64: 1347-1354.
Setiawan H. 2005. Usaha Pembesaran Anggrek. Penebar Swadaya: Jakarta
Smith, K M. 1972. A Textbook pf Plant Virus Diseases. London: Longman.
Suseno H R. 1976. Virus Mosaik Cymbidium pada Cattleya spp. Di dalam
Indonesia. Kongres Nasional PFI ke IV, Gambung; Bandung, 20-21
Desember.
Sutarni M. 2002. Merawat Anggrek. Kanisius: Yogyakarta.
Wahyuni WS. 2005. Dasar-dasar Virologi Tumbuhan. Gajah Mada University
Press: Yogyakarta.
Walkey DSA.1991. Applied Plant Virology. Ed ke-2. London: Chapman and
Hall.s
Wheeler H. 1975. Plant Pathogenesis. Berlin: Springer-Verlag
Withner, C. L.1959. The Orchid. A Scientific Studies. New York: Brooklyn.
Yuwono T.2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta:
Andi Offset.
Zettler FW, Ko NJ, Wisler GC, Elliott MS, and Wong SM. 1990. Viruses of
orchid and their control. Plant Dis. 74:621-626.
Zhang XX, Holt J, Colvin J. 2001. Sinergism between plant viruses. A
mathehatical analysis of the epidemiological implications. Plant Pathol. 50:
735-746.
Zheng YX, Chen CC, Jan FJ.2008. Identification and characterization of three
new Phalaenopsis orchid infecting virus. Di dalam: Program: The 1212
International Symposium on Virus Diseases of ornamental Plant ; Haarlem,
20-21 April 2008. Netherlands: 28-29.
Download