BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hakekat Belajar Belajar merupakan perubahan perilaku manusia atau perubahan kapabilitas yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman. Belajar melalui proses yang relatif terus menerus dijalani dari berbagai pengalaman. Pengalaman inilah yang membuahkan hasil yang disebut belajar (Robert M. Gagne,1984, The Condition of Learning and Theory of Instruction). Belajar juga merupakan kegiatan yang kompleks. Artinya didalam proses belajar terdapat berbagai kondisi yang dapat menentukan keberhasilan belajar. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar adalah berbagai kondisi berkaitan dengan proses. Kondisi tersebut yaitu kondisi eksternal kondisi internal. Menurut aliran gestal dalam Darsono (2000 : 15), mengatakan bahwa belajar adalah bagaimana seorang memandang suatu obyek dan kemampuan mengatur atau mengorganisir obyek yang dipersepsi sehingga menjadi suatu bentuk yang bermakna. Sedangkan W.S Winkel (1987 : 36), mengatakan bahwa belajar adalah aktiftas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan,pemahaman,ketrampilan dan nilai sikap. Adapun belajar menurut C.A Kimbel dalam Simanjuntak (1993 : 38) yaitu perubahan yang relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguasaan. Perubahan ini tidak termasuk karena kematangan,mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar 2. Belajar Matematika Pembelajaran Matematika SD merupakan pembelajaran yang paling utama, terutama di kelas rendah (I dan II). Hal ini jelas tidak dapat dipungkiri karena 8 9 matematika khususnya dalam pokok bahasan berhitung bilangan merupakan dasar sebelum mempelajari pokok bahasan yang lain. Menurut Brownell bahwa anak pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari, jika belajar secara permanen dalam waktu yang relatif lama. Menurutnya penggunaan benda benda kongkrit dapat dimanipulasikan sehingga anak memahami makna dari konsep ketrampilan belajar yang baru. Jean Peaget meyakini bahwa perkembangan mental setiap pribadi melewati empat tahap yaitu : sensori motor, pra operasional, operasi kongkrit, dan operasi formal. Selama tahap operasi kongkrit anak mengembangkan konsep dengan benda kongkrit untuk menyelidiki hubungan dan model model ide abstrak. Pada saat ini anak sudah mulai berfikir logis. Pola berfikir anak terjadi akibat adanya kegiatan anak dalam manipulasi benda kongkrit. Peaget menekankan bahwa proses belajar merupakan suatu proses asimilasi dan akomodasi kedalam struktur mental. Menurut M. Asikin Hidayat (2003 : 17), perlu diupayakan untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Upaya itu diwujudkan dengan cara (i) mengoptimalkan keikutsertaan unsur unsur proses belajar mengajar, ;(ii) mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense siswa. Pengoptimalan seluruh sense siswa sangat terkait dengan bagaimana siswa merespon setiap persoalan yang dimunculkan oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Respon bisa secara lisan, tertulis atau bentuk bentuk representasi lain seperti demonstrasi. Selain itu komunitas matematika yang kondusif juga diperlukan. Komunitas kondusif adalah lingkungan belajar yang mempercakapkan tentang matemtika tersebut. Pembicaraan yang terjadi harus membangkitkan setiap siswa untuk berpartisipasi aktif. Kesimpulan dari beberapa pendapat para ahli diatas yaitu bahwa belajar matematika diawali dari benda benda yang dimanipulasi, benda benda kongkrit dan akhirnya siswa mempelajari matematika tanpa bantuan model atau belajar matematika dengan objek yang abstrak. 10 3. Strategi Belajar Matematika Banyak strategi yang dikemukakan oleh para ahli. Namun dari beberapa strategi itu dapat diambil dua strategi yang dominan. Strategi itu adalah strategi ekspositorik dan heuristik. Strategi ekspositorik adalah suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati agar semua aspek dari komponen system pembelajaran mengarah pada terkesampaikannya materi pembelajaran atau pesan pada siswa secara langsung. Dalam strategi ini siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip dan konsep yang dipelajari. Sedangkan strategi heuristik yaitu strategi belajar mengajar yang menyiasati agar aspek aspek dari komponen pembentuk system pembelajaran mengarah pada pengaktifan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip dan konsep yang mereka butuhkan. 4. Tujuan Pembelajaran Matematika SD Secara umum tujuan pembelajaran matematika di SD adalah (i) mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan, keadaan dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat dan efektif, (ii) mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di SD adalah untuk (i) menumbuh kembangkan ketrampilan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari hari (ii) menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (iii) mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di SMP, dan (iv) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. 11 5. Karakteristik Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika dilakukan secara berjenjang. Pembelajaran dimulai dari konsep sederhana bergerak ke konsep yang lebih sukar. Bermula dari hal yang kongkrit bergerak ke semi kongkrit dan beralih ke semi abstrak sehingga berpikir pada abstrak. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Konsep yang baru diperkenalkan dengan mengaitkan pada konsep yang sudah dipahami siswa. Hal ini merupakan konsep belajar bermakna atau belajar dengan pemahaman. Pembelajaran matematika menekankan penggunaan pola deduktif yaitu belajar memahami suatu konsep melalui pemahaman definitif umum baru kemudian menuju ke contoh contoh. Di SD digunakan pola induktif. Dengan pendekatan ini berarti mengenal konsep melalui sebuah contoh. B. Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Menurut asalnya, Media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang artinya tengah atau pengantar. Menurut bahasa arab, media ialah perantara atau pengantar pesan. Pesan dikirim dari pengirim kepada penerima yang menjadi tujuan pengirim. Media diartikan juga sebagai alat alat atau sarana sarana yang dapat dipergunakan untuk menunjang kelancaran proses belajar mengajar. Dalam hal ini bertujuan agar siswa dapat menyerap dan memahami materi yang disampaikan guru. Sehingga akhirnya tujuan khusus pembelajaran yang diharapakan akan tercapai. Medium sebagai perantara juga dikemukakan oleh Heinich,dkk (Arsyad, 2000 : 4). Medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber informasi dan penerima. Media dapat berupa film, televisi, radio, cetakan, dan sejenisnya yang termasuk dalam kelompok media komunikasi namun disini mengandung maksud jika media tersebut membawa pesan pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau maksud pengajaran maka media itu disebut media pengajaran. 12 Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Pendapat ini dikemukakan oleh Djamarah dan Zain (1996 : 138). Menurut Suparman (1995 : 177) media adalah alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Maksudnya adalah media merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan sehingga dapat merangsang pikiran, pikiran, perasaan dan kemauan siswa. Hal senada juga diutarakan oleh Utomo (1995 : 12). Dalam penelitian ini, media yang digunakan Penggunaan alat peraga dua dimensi. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa media tersebut mudah didapat oleh siswa kelas VI SD Negeri Posong untuk dibawa kedalam kelas dan lebih mudah dipahami oleh siswa. 2. Fungsi Media Pembelajaran Manfaat media secara umum dalam proses pembelajaran yaitu untuk memperlancar interaksi antara guru dengan siswa. Dengan digunakannya media, kegiatan pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Namun secara khusus media dapat dirinci manfaatnya sebagaimana diungkapkan oleh Kemp dan Daytona (1985). Manfaat media tersebut dalam pembelajaran antara lain adalah : a. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan. b. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. c. Proses pembelajaran menimbulkan interaksi aktif antara guru dan siswa. d. Menjadikan penggunaan waktu dan tenaga lebih efisien. e. Kualitas hasil belajar siswa menjadi meningkat. f. Dengan media memungkinkan proses belajar mengajar dilakukan dimana dan kapan saja. g. Media juga dapat menumbuhkan sikap positif bagi siswa terhadap materi dan proses belajar. h. Mengubah peran guru kearah yang lebih positif dan produktif. 13 Kita masih dapat menemukan beberapa manfaat media. Diantara manfaat praktis media pembelajaran tersebut adalah : a. Media dapat membuat materi pembelajaran yang abstrak menjadi lebih kongkrit. b. Media juga dapat mengatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu. c. Media dapat membantu mengatasi keterbatasan indera manusia, juga dapat menyajikan obyek pelajaran berupa benda atau peristiwa langka dan bahaya kedalam kelas. d. Informasi pelajaran yang disajikan dengan media yang tepat dan memberikan kesan mendalam dan lebih lama tersimpan dalam diri siswa. 3. Jenis - Jenis Media Jenis dan media sangat beraneka ragam. Menurut Teguh Prakoso (2005 : 245). Apapun media yang digunakan pemilihannya harus didasarkan pada tuntutan pembelajaran yang ingin dicapai. Beberapa media pembelajaran yang kita kenal antara lain replica, gambar, duplikat, planel, kertas karton, radio video dan masih banyak lagi. Pemilihan teknik tertentu sebenarnya juga mengisyaratkan media yang akan digunakan. Misalnya membaca memindai petunjuk penggunaan alat atau pemakaian obat menuntut untuk disediakan atau obat yang dibaca petunjuk pemakaiannya. Beberapa media pembelajaran yang biasa digunakan dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu media elektronik dan non elektronik. Media elektronik antara lain televise, radio, film, video dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk non elektronik adalah media cetak dan media lain yang dibuat maupun didapatkan langsung dari alam sekitar. C. Metode Pembelajaran 1. Pengertian Metode Pembelajaran Banyak metode pembelajaran yang dapat dipilih dan digunakan guru dalam pembelajarannya. Pemilihan dan penerapan metode yang digunakan hendaknya 14 diarahkan kepada siswa untuk belajar aktif, sehingga kesan atau pengalaman belajar yang siswa peroleh benar-benar siswa miliki. Penerapan metode yang dipilih dalam pembelajaran haruslah bertemu pada dua hal yaitu optimalisasi interaksi antar semua unsur (guru, siswa, sarana dan lingkungan) serta keterlibatan seluruh indera siswa. Ruseffendy (1980) memberikan klarifikasi tentang strategi pendekatan, metode dan teknik pembelajaran sebagai berikut: a. Strategi pembelajaran adalah seperangkat kebijakan yang dipilih, yang telah dikaitkan dengan faktor yang menentukan warna atau strategi tersebut: - Pemilihan materi pelajaran (guru, dan murid) - Penyaji materi pelajaran (perorangan, kelompok, mandiri) - Cara materi pelajaran disajikan (induktif dan deduktif, analistis, atau sintetis, formal atau non formal). b. Pendekatan pembelajaran adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi pembelajaran tersebut disajikan. Misalnya, memahami suatu prinsip dengan pendekatan induktif atau deduktif. c. Metode pembelajaran adalah cara mengajar secara umum yang dapat diterapkan pada semua pelajaran. Misalnya, dengan cara tanya jawab, ceramah, eksposisi, penemuan. d. Teknik pembelajaran adalah penerapan secara khusus suatu metode pembelajaran yang telah disesuaikan dengan kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan media pembelajaran, serta kesiapan siswa. 2. Metode Pembelajaran Penemuan ( Discovery Learning ) Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau 15 seluruhnya ditemukan diri sendiri. Dalam pembelajaran Discovery ( penemuan ) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Metode discovery di artikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, memanipulasi objek sebelum pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif di dalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip. Discovery diartikan proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain : mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan tehnik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri. Guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitik beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya. 16 Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu : (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasikan pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Blake et al. membahas tentang filsafat penemuan yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan model penemuan dengan tiga tahap, yaitu : (1) Mengklarifikasi; (2) menarik kesimpulan secara induksi; (3) pembuktian kebenaran (verifikasi). Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi kebutuhan siswa. 2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan. 3. Seleksi bahan, problema atau tugas-tugas. 4. Membantu dan memperjelas tugas atau problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing. 5. Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan. 6. Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan. 7. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan. 8. Membantu siswa dengan informasi atau data jika diperlukan oleh siswa. 9. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah. 10. Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa. 11. Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya. Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju adalah metode Discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini : 17 1. Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif. 2. Dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah di lupakan oleh siswa. 3. Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain. 4. Dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dikembangkan sendiri. 5. Siswa belajar berfikir analisi dan mencoba memecahkan problema yang di hadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata. Beberapa keuntungan belajar discovery yaitu : 1. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat. 2. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya. 3. Secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih ketrampilan-ketrampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Beberapa keunggulan metode penemuan ini juga diungkapkan oleh Suherman, dkk (2001:179) sebagai berikut : 1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. 2. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat. 3. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat. 4. Siswa yang memperoleh pengatahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai kenteks. 18 5. Metode ini melatih siswa lebih banyak belajar sendiri. Selain memiliki beberapa keuntungan, metode discovery (penemuan) juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan dengan memberikan informasi singkat. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai. D. Penelitian yang relevan Keberhasilan mutu pendidikan sering terukur melalui keberhasilan siswa memperoleh nilai melalui tes semesteran dan tes kenaikan kelas atau tanda kelulusan siswa di lakukan pada UASBN. Hal ini akan berdampak pada kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan kemampuan siswa dalam menerima pelajaran. Kemampuan guru hanya berusaha menyampaikan materi pelajaran tanpa melihat apa siswa mampu mencerna materi yang disampaikan dalam ingatanya, kemudian sebagai ukuran kemampuan siswa dites dengan tes tertulis saja. Dalam hal ini kreatifitas siswa, proses kegiatan belajar mengajar tidak diperhatikan. Sehingga saat siswa lulus sekolah siswa tidak mempunyai ketrampilan apapun. Berkenaan dengan latar belakang pemikiran tersebut di atas, penelitian ini berangkat dari keresahan tantangan dan masalah bagaimana meningkatkan mutu pembelajaran matematika? Dengan demikian kajian ini lebih memusatkan perhatian pada dimensi cara pembelajaran peserta didik yang di pandang strategi dalam peningkatan mutu tersebut. 19 E. Kerangka Berpikir Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir Guru : Belum Menggunakan Media & Metode Pembelajaran Guru : Menggunakan Media dua dimensi &Metode Penemuan (Discovery) Hasil Belajar meningkat Siswa : Hasil Belajar Matematika rendah Siklus 1 : Menggunakan media dua dimensi dan metode penemuan (Discovery) Hasil evaluasi meningkat Siklus 2 : Menggunakan media dua dimensi dan metode pembelajaran penemuan (Discovery) Siswa mengalami ketuntasan belajar F. Hipotesis Tindakan Suharsini Arikunto (1992 : 62) mengartikan bahwa hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dengan demikian kerangka berpikir sebagaimana telah diuraikan diatas mengandung praduga bahwa penggunaan media dapat meningkatkan hasil belajar siswa 20 pada mata pelajaran matematika sub bahasan bilangan koordinat pada siswa kelas VI SD Negeri Posong kecamatan Tulis Kabupaten Batang. Dari praduga tersebut penulis mengajukan hipotesis yaitu “Melalui penggunaan metode Penemuan (Discovery) dengan bantuan media dua dimensi dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VI SD Negeri Posong Kecamatan Tulis Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012”.