10 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Penelitian

advertisement
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Relevan
Penelitian mengenai bahasa khususnya kalimat aktif dan pasif dengan
menggunakan kajian sintaksis sebelumnya pernah diteliti oleh:
1.
Penelitian yang berjudul “Analisis Kalimat Aktif dan Pasif pada Rubrik
“Opini” dalam Surat Kabar Harian Suara Merdeka Berita Ekonomi-Bisnis
Bulan Agustus 2014” karya Dewi Apriliani (2016), mahasiswa dari
Universitas Negeri Yogyakarta.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan tentang kalimat aktif dan
pasif, berdasarkan jenisnya, strukturnya, dan cara mengubahnya yang terdapat pada
surat kabar Suara Merdeka kolom Ekonomi-Bisnis edisi Agustus 2014. Subjek
penelitian tersebut adalah surat kabar Suara Merdeka kolom Ekonomi-Bisnis bulan
Agustus 2014. Objeknya yaitu kalimat aktif dan pasif yang meliputi jenis, struktur dan
cara mengubah kalimat aktif menjadi pasif. Instrumen penelitian menggunakan human
instrumen, yaitu penelitian sendiri. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
metode baca dan catat. Analisis data dengan metode agih. Keabsahan data diperoleh
melalui intra-rater, yaitu membaca dan meneliti sasaran; dan interater, yaitu
mendiskusikan dengan teman sejawat.
2.
Penelitian yang berjudul “Analisis Bentuk Pasif pada Judul Berita Surat
Kabar Harian Solopos Edisi Mei 2013” karya Widya Heru Wahyana (2013),
mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah mendeskripsikan bentuk pasif pada
judul berita Surat Kabar Harian Solopos edisi Mei 2013, mendeskripsikan jenis bentuk
pasif pada judul berita Surat Kabar Harian Solopos edisi Mei 2013. Dalam
10
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
11
mengumpulkan data menggunakan teknik pustaka dan teknik simak dengan teknik
catat. Objek penelitian tersebut yaitu bentuk pasif pada judul berita Surat Kabar
Harian Solopos edisi Mei 2013. Data diperoleh dari beberapa judul berita yang
terdapat pada Surat Kabar Harian Solopos edisi Mei 2013. Teknik analisis data
dengan metode padan yang digunakan untuk menganalisa data yang terkumpul.
Adapun teknik yang digunakan dari metode padan adalah teknik referensial.
Peneilitian tersebut membahas tentang penganalisisan bentuk kalimat pasif. Hasil
yang diperoleh 118 buah bentuk kalimat pasif. Dari 118 kalimat pasif terbagi atas 67
data yang termasuk pasif bentuk di-, 24 data yang termasuk dalam pasif bentuk di-/kan, 5 data yang termasuk dalam pasif bentuk di-/-i, 2 data pada judul berita Surat
Kabar Harian Solopos edisi Mei 2013.
Perbedaannya dengan penelitian sekarang adalah penelitian sekarang
menggunakan sumber data surat kabar harian Kompas edisi Februari 2017, sedangkan
kedua peneliti tersebut menggunakan surat kabar harian Suara Merdeka berita
Ekonomi-Bisnis bulan Agustus 2014 dan surat kabar harian Solopos edisi Mei 2013.
Jadi, jelas bahwa penelitian yang peneliti lakukan benar-benar merupakan penelitian
yang berbeda dan belum pernah dilakukan oleh peneliti yang terdahulu. Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan tentang kalimat aktif dan pasif, berdasarkan jenis,
struktur, dan cara mengubahnya yang terdapat pada surat kabar harian Kompas rubrik
“Opini” edisi Februari 2017. Selain memiliki tujuan tersebut, penelitian ini juga
memiliki tujuan untuk memahami bagaimana realitas itu dibahasakan oleh media.
Kalimat yang digunakan oleh media bukan hanya penanda atau identitas tetapi
dihubungkan dengan ideologi tertentu, makna apa yang ingin dikomunikasikan kepada
khalayak.
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
12
B. Kalimat
1.
Pengertian Kalimat
Kalimat adalah bagian ujaran yang didahului dan diikuti kesenyapan, sedang
intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap. Kalimat diucapkan
dalam bentuk kata-kata tidak mendatar saja melainkan disertai tekanan-tekanan kata;
senyapan, tengah dan akhir; intonasi atau lagu (Depdiknas, 2008: 747).
Alwi dkk (2010: 317) berpendapat bahwa kalimat adalah satuan bahasa
terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.
Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut,
disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang
mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis
lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu,
di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda
pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru melambangkan
kesenyapan.
Kalimat merupakan satuan dasar wacana. Artinya, wacana hanya akan
terbentuk jika ada dua kalimat, atau lebih, yang letaknya berurutan dan berdasarkan
kaidah kewacanaan. Dengan demikian, setiap tuturan, berupa kata atau untaian kata,
yang memiliki ciri-ciri yang disebutkan di atas pada suatu wacana atau teks, berstatus
kalimat. Berikut ini adalah kutipan sebuah wacana (teks) yang terdiri atas satu
paragraf.
(5) Wilis sendiri masih tercekam rasa berdosa atas tewasnya Satiari. Apakah
sekarang ia harus mengulangi melamar Tantrini? Apa akal? Ia tidak dapat
menipu diri sendiri. Ia membutuhkan teman hidup. Teman bertimbang.
Teman di tempat tidur. Ternyata tidak banyak manusia yang mampu
tinggal dalam kesendirian. (Alwi, dkk., 2010: 317)
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
13
Teks (5) itu terdiri atas delapan kalimat, dua di antaranya diakhiri dengan tanda tanya
dan selebihnya diakhiri dengan tanda titik.
Pendapat selanjutnya mengenai kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun
dari konstituen dasar, biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila
diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Inti definisi itu menyatakan bahwa
kalimat terdiri atas konstituen dasar, intonasi final, dan konjungsi bila diperlukan.
Konstituen dasar biasanya berupa klausa, kata dan frasa pun bisa menjadi konstituen
dasar, yaitu pada kalimat jawaban singkat atau minor yang bukan kalimat bebas. Hal
ini berbeda jika konstituen dasarnya berupa klausa, maka dapat terbentuk sebuah
kalimat bebas (Ahmad dan Hendri P, 2015: 31).
Menurut Kridalaksana (2001: 92) kalimat adalah satuan bahasa yang secara
relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun
potensial terdiri dari klausa. Klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan;
satuan proposisi yang merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang
membentuk satuan bebas; jawaban minimal, seruan, salam, dsb. Konstruksi
gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu,
dan dapat berdiri sendiri satu satuan.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat
merupakan bagian ujaran dalam wujud lisan maupun tulisan yang mengungkapkan
suatu pikiran secara utuh dan merupakan satuan dasar wacana.
2. Jenis Kalimat
Menurut Tarigan (2009: 6) kalimat dapat diklasifikasikan dengan berbagai
cara yaitu (a) jumlah dan jenis klausa yang terdapat pada dasar, (b) struktur internal
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
14
klausa utama, (c) jenis responsi yang diharapkan, (d) sifat hubungan aktor-aksi, (e)
ada atau tidaknya unsur negatif pada frase verbal utama, (f) kesederhanaan dan
kelengkapan dasar, (g) posisnya dalam percakapan, (h) konteks dan jawaban yang
diberikan.
Selanjutnya pembagian jenis kalimat menurut Putrayasa (2009: 19-113) yaitu
(a) berdasarkan isinya, (b) berdasarkan jumlah klausanya, (c) berdasarkan predikat
yang membentuknya, (d) berdasarkan sifat hubungan aktor-aksi, (e) berdasarkan
struktur internal klausa utama, (f) berdasarkan ada tidaknya perubahan dalam
pengucapan.
Sedangkan menurut Suhardi (2013: 80-104) penggolongan kalimat dibagi
menjadi 10 bagian yaitu (a) berdasarkan kehadiran unsur pengisi predikat, (b) jumlah
klausa yang membentuknya, (c) tujuan sesuai dengan situasinya, (d) kategori unsur
pengisi fungtor P, (e) ada tidaknya unsur negasi, (f) struktur internalnya, (g) unsur
klausa pokoknya, (h) sifat hubungan pelaku-tindakan, (i) langsung tidaknya
penuturan, (j) pola inti/ dasar kalimat.
Penggolongan kalimat menurut Suhardi (2013) berdasarkan sifat hubungan
pelaku-tindakan, kalimat dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yakni (a)
kalimat aktif, (b) kalimat pasif, (c) kalimat medial, dan (d) kalimat resiprokal. Kalimat
aktif adalah kalimat yang fungtor S-nya diisi oleh peran pelaku yang disebut pula
peran aktor atau agen. Kalimat pasif adalah verbal yang unsur pengisi fungtor S-nya
berperan penderita atau pasien. Kalimat medial adalah kalimat verbal yang unsur
pengisi fungtor S-nya berperan pelaku/agen dan sekaligus berperan penderita/pasien.
Kalimat resiprokal adalah kalimat verbal yang unsur pengisi fungtor P-nya
menyatakan „tindakan saling‟.
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
15
3.
Kalimat Aktif Pasif
a.
Kalimat Aktif
1) Pengertian Kalimat Aktif
Dilihat dari segi peran pengisi fungtor S, kalimat aktif adalah kalimat yang
fungtor S-nya diisi oleh peran pelaku yang disebut pula peran aktor atau agen
(Suhardi, 2013: 100). Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan
pekerjaan di dalam predikat verbalnya (Depdiknas, 2008: 332). Pendapat lain juga
dikemukakan oleh Cook (dalam Tarigan, 2009: 25) kalimat aktif adalah kalimat yang
subjeknya berperan sebagai pelaku atau aktor.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan suatu tindakan atau
perbuatan.
2)
Ciri-Ciri Kalimat Aktif
Berdasarkan maknanya, kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya dalam
keadaan aktif melakukan pekerjaan yang tersebut pada predikat, dengan ketentuan
tambahan: (a) pada kalimat aktif transitif predikatnya memerlukan objek penderita,
dan (b) pada kalimat aktif intransitif predikatnya tidak memerlukan objek penderita
(Putrayasa, 2009: 93). Menurut pendapat Sugono (2009: 118) jika subjek suatu
kalimat merupakan pelaku perbuatan yang dinyatakan pada predikat, kalimat itu
disebut kalimat aktif. Kalimat aktif dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu
(a) kalimat aktif yang berobjek (dinamakan transitif) dan (b) kalimat aktif yang tidak
berobjek (disebut) intransitif.
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
16
a) Prefiks meFungsi yang utama dari prefiks me- adalah membentuk kata kerja, baik
transitif maupun intransitif. Bidang arti yang dapat didukung oleh prefiks me- dapat
ditinjau dari dua segi berdasarkan fungsi me- itu: pertama sebagai unsur pembentuk
kata kerja intransitif dan kedua sebagai unsur pembentuk kata kerja transitif. Unsur
pembentuk kedua kata kerja tersebut sebagai berikut: (1) mengerjakan sesuatu
perbuatan atau gerakan: menari, menyanyi, mengembara, mendidih, merangkak,
melompat dan sebagainya; (2) menghasilkan atau membuat sesuatu hal: menguak,
mencicit, meringkik, menyalak, dan sebagainya; (3) bila kata dasarnya menyatakan
tempat, maka kata yang mengandung me- itu berarti menuju ke arah: menemi,
menyisi, meminggir, merantau, mengiri, melaut, mendarat, dan sebagainya; (4)
prefiks me- dapat juga diartikan dengan berbuat seperti, berlaku seperti atau menjadi
seperti: merajalela, membabibuta, membatu, menyemak, menghutan, dan sebagainya.
(5) bila kata dasarnya kata sifat atau kata bilangan maka me- mengandung arti
menjadi: meninggi, merendah, memutih, mendua, dan sebagainya; (6) satu variasi lain
dari me- + kata bilangan adalah membuat untuk kesekian kalinya, terutama dalam
beberapa ungkapan seperti: menujuh hari, meniga hari, dan sebagainya; (7)
melakukan suatu perbuatan: menulis, menikam, mencium, menyiksa, membuang,
menangkap dan lain-lain; (8) mempergunakan atau bekerja dengan apa yang
terkandung dalam kata dasar: menyabit, memarang, menyapu, mengapak, dan lainlain; (9) membuat atau menghasilkan apa yang disebut dalam kata dasar: menyambal,
menggulai dan lain-lain (Keraf, 1984: 97-99).
Prefiks me- (n) sangat bergantung pada kelas kata bentuk dasarnya. Dan,
dalam suatu kelas kata, masih ada lagi keberagaman makna bagi berbagai konstruksi
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
17
me- (n). Apabila bentuk dasarnya berkelas kata kerja, imbuhan me- (n) mempunyai
arti „melakukan tindakan seperti yang tersebut pada bentuk dasarnya‟. Arti itu,
misalnya, terdapat pada kata membaca, menulis, menarik memukul, menjerat, dan
masih banyak lagi. Dibagian lain, bergabung dengan datang sehingga menjadi
mendatang, misalnya, arti imbuhan me- (n) menjadi lain; begitu juga bila me- (n)
melekat pada benuk hilang sehingga menjadi menghilang, arti morfem me- (n) sudah
lain lagi. Begitulah, meski yang dilekati sama-sama kata kerja, arti morfem me- (n)
berbeda-beda untuk setiap konstruksinya (Muslich, 2009: 66).
b) Prefiks berPada umumnya fungsi morfem ber- itu adalah membentuk kata kerja, misalnya
bersiul, bergerak, berjalan, dan sebagainya. Bila semua Tata Bahasa lama
mengatakan bahwa ber- berfungsi untuk membentuk kata kerja, maka dengan meneliti
ciri-ciri kata kerja itu sendiri, kita harus berhati-hati dengan pendapat lama. Arti yang
dapat didukung oleh morfem ber- bermacam-macam. Dalam menentukan suatu kata,
kita harus melihat suatu konteks (hubungan kalimat) dahulu, karena arti dalam kalimat
itu sudah dibatasi, bila dibandingkan dengan arti satu kata yang lepas konteks,
misalnya bersawah dapat berarti mempunyai sawah atau mengerjakan sawah.
Kemungkinan-kemungkinan arti yang dapat didukung oleh morfem beradalah sebagai berikut: (1) Pertama-tama prefiks ber- mendukung atau mengandung
arti mempunyai, atau memiliki: bernama, beristri, beribu, berkaki, berlayar, dan
sebagainya; (2) Mempergunakan atau memakai sesuatu yang disebut dalam kata
dasar: berkereta, berbaju, bersepeda, berauto, berkacamata, dan sebagainya; (3)
Mengerjakan sesuatu atau mengadakan sesuatu: bersawah, berkedai, berkuli,
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
18
bertukang, bernafas, dan sebagainya; (4) Memperoleh atau menghasilkan sesuatu:
berhujan, berpanas, beruntung, bertelur, bersiul, beranak, dan sebagainya; (5)
Berada dalam keadaan sebagai yang disebut dalam kata dasar: bermalas, beramairamai, bergegas-gegas, dan sebagainya; (6) Bila kata dasarnya adalah kata bilangan
atau kata benda yang menyatakan ukuran, maka ber- mengandung arti himpunan:
bersatu, berdua, bermeter-meter, bertahun-tahun, dan sebagainya; (7) Menyatakan
perbuatan yang taktransitif: berjalan, berkata, berdiri, berubah dan sebagainya; (8)
Menyatakan perbuatan
mengenai diri sendiri atau refleksif: berhias, bercukur,
berlindung, dan sebagainya; (9) Menyatakan perbuatan berbalasan atau timbal-balik
resiprok: berkelahi, bergulat, bertinju, dan sebagainya; (10) Bila dirangkaikan di
depan sebuah kata yang berobyek maka ber- mengandung arti: mempunyai pekerjaan
itu: berkedai nasi, bermain mata, bermain bola, bertolak pinggang, dan sebagainya.
Dalam hal terakhir ini kedai nasi, main mata, main bola adalah kata majemuk. Prefiks
di sini mengikat seluruh rangkaian itu. Jadi analisa katanya adalah: mula-mula main
bergabung dengan mata, kemudian ber- bergabung dengan main, mata dan
sebagainya.
Catatan: Kata berniaga sebenarnya bukan kata yang mengandung prefiks ber-. Kata
berniaga pada mulanya adalah kata dasar, diambil dari kata San-sakerta vanijjya lalu
menjadi banijjya dan akhirnya menjadi banyaga. Dengan adanya proses adaptasi
silaba (suku kata) ba- dirubah menjadi ber-. Karena kita sering mendengar bentuk
berniaga akhirnya tidak dipikirkan lagi akan bentuk dasarnya, dan dikira bahwa
bentuk dasarnya adalah niaga (Keraf, 1984: 95-97).
Bentuk
dasar
yang
dapat
bergabung
dengan
imbuhan
ber-
dapat
dikelompokkan atas empat kelas, yaitu bentuk dasar yang berkelas kata kerja, benda,
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
19
sifat (adjektiva), dan bilangan (numeralia). Berikut ini disajikan secara berkelompok
arti imbuhan ber- pada setiap kelas kata tersebut.
Apabila bentuk dasarnya berkelas kata kerja, maka imbuhan ber- mempunyai
arti seperti berikut, (1) dalam keadaan bentuk dasar misalnya, berada dalam keadaan
ada; berkembang dalam keadaan (meng)kembang; dan sebagainya. (2) menjadi seperti
bentuk dasar misalnya, berubah menjadi ubah. (3) melakukan seperti bentuk dasar
misalnya, bekerja melakukan kegiatan kerja, berlari melakukan kegiatan lari.
Apabila bentuk dasarnya berkelas kata benda, imbuhan ber- mempunyai
beberapa kemungkinan arti sebagai berikut; (1) memakai atau mengenakan, misalnya:
bersepatu memakai atau mengenakan sepatu; berdasi memakai atau mengenakan dasi.
(2) mempunyai apa yang tersebut pada bentuk dasarnya, misalnya: bersuami
mempunyai suami; berkumis mempunyai kumis. (3) mengeluarkan, misalnya:
berdarah mengerluarkan darah; bersuara mengeluarkan suara. (4) mengerjakan atau
menggarap, misalnya: bersawah mengerjakan atau menggarap sawah; berladang
mengerjakan atau menggarap ladang. (5) mengendarai atau mempergunakan,
misalnya: berkuda mengendarai atau mempergunakan kuda; bersepeda mengendarai
atau mempergunakan sepeda. (6) bermain seperti bentuk dasar, misalnya: bertinju
bermain tinju; bercatur bermain catur; bersepak bola bermain sepak bola.
Apabila bentuk dasarnya berkelas kata sifat, imbuhan ber- mempunyai arti
dalam keadaan, misalnya berduka, bersedih, bergembira, dan masih banyak lagi.
Apabila bentuk dasarnya berkelas kata bilangan, imbuhan ber- mempunyai arti
„menjadi‟ atau „kumpulan yang terdiri atas jumlah yang tersebut pada bentuk dasar‟,
misalnya bersatu „kumpulan yang terdiri atas satu, berdua, berlima, berempat, dan
sebagainya‟. Bila ada proses pengulangan pada kelas numeralia ini, maka morfem
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
20
ber- menunjuk arti „dalam jumlah kelipatan seperti tersebut bentuk dasar‟. Misalnya
berpuluh-puluh „dalam jumlah kelipatan sepuluh‟, berjuta-juta, dan sebagainya.
(Muslich, 2009: 69-70)
3) Jenis Kalimat Aktif
Sugono (2009: 118) berpendapat bahwa kalimat aktif dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu kalimat aktif yang berobjek (dinamakan transitif) dan
kalimat aktif yang tidak berobjek (disebut intransitif). Menurut Putrayasa (2009: 92)
kalimat aktif dapat diidentifikasi menjadi kata kerja transitif dan kata kerja intransitif.
a) Kalimat Aktif Transitif
Kalimat aktif transitif yaitu kalimat verbal yang fungtor P-nya diikuti fungtor
O, baik fungtor O tersebut dinyatakan secara eksplisit maupun dielipskan (Suhardi,
2013: 101). Apabila kata kerja pengisi fungtor P tersebut secara langsung hanya
diikuti unsur yang mengisi fungtor O, kalimat verbal yang bersangkutan disebut
kalimat aktif ekatransitif, sedangkan apabila kata kerja pengisi fungtor tersebut diikuti
oleh unsur yang mengisi fungtor O dan Pel, kalimat verba yang bersangkutan disebut
kalimat aktif dwitransitif. Menurut Sugono (2009: 121) selain menandai kalimat aktif
yang berobjek, awalan me- (n) juga menandai kalimat aktif yang tidak memerlukan
kehadiran objek, misalnya, menangis, melangkah, menyerah, melapor, dan menari.
Contoh :
No.
6.
7.
Subjek
Dia
Ayah
Predikat
menanam
membaca
Objek
kentang
koran
Pel.
-
Ket.
di ladang
-
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
21
Berdasarkan contoh tersebut terlihat bahwa predikat kalimat itu adalah verba.
Verba yang mengisi predikat kalimat aktif dinamanakan verba aktif. Jadi kalimat aktif
juga ditandai oleh jenis verba yang mengisi predikat yaitu verba aktif. Verba aktif
umumnya ditandai oleh prefiks me- (n) seperti menulis, membaca, mencatat, dan lain
sebagainya.
b) Kalimat Aktif Intransitif
Kalimat aktif intransitif yaitu kalimat verbal yang fungtor P-nya tidak
diikuti unsur lain yang mengisi fungtor O, baik secara langsung maupun tidak
langsung, bahkan juga tidak diikuti fungtor Pel (Suhardi, 2013: 101). Selain itu untuk
menandai kalimat aktif yang berobjek prefiks me- (n) juga menandai kalimat aktif
yang tidak memerlukan kehadiran objek misalnya dalam kata menangis, menari,
menyerah, melangkah, dan lain sebagainya.
Contoh kalimat aktif intransitif berprefiks ber- (n):
No.
Subjek
8. Ani
9. Mahasiswa itu
Predikat
berangkat
suka bertanya
Ket
ke sekolah
Kalimat di atas, selain masih terdapat sejumlah verba yang tidak berprefiks yang
termasuk verba aktif. Verba tersebut diantara lain kembali, masuk, pergi, dan lain
sebagainya. Contoh kalimat aktif intransitif tidak berprefiks:
No.
Subjek
10. Luna
11. Mereka
Predikat
pergi
masuk
Ket
setelah pulang sekolah
komunitas film tahun lalu
Kalimat di atas termasuk kalimat aktif walaupun verbanya tidak ditandai oleh
prefiks me- (n) ataupun prefiks ber-. Ciri-ciri struktur kalimat aktif intransitif sebagai
berikut: semua kata jadian yang mendapat afiks (imbuhan) me-, ber-, dan ber-an
adalah kalimat aktif intransitif.
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
22
b. Kalimat Pasif
1) Pengertian Kalimat Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat yang objeknya dikenai pekerjaan (Depdiknas,
2008: 332). Sedangkan menurut Suhardi (2013: 102) kalimat pasif adalah kalimat
verbal yang unsur pengisi fungtor S-nya berperan penderita atau pasien. Bentuk kata
kerja dalam kalimat pasif biasanya berafiks di- atau ter-, baik berkombinasi dengan
surfiks maupun tidak. Disamping itu, dalam bahasa Indonesia juga terdapat bentuk
kalimat pasif yang ditandai oleh penggunaan persona (kata ganti orang) yang berposisi
sebelum verba. Kata ganti orang tersebut berperan menggantikan afiks penanda pasif.
Menurut pendapat Suparman (dalam Putrayasa, 2009: 94) kalimat pasif adalah kalimat
yang subjeknya dikenai pekerjaan. Kalimat pasif ini sering juga disebut kalimat
tanggap, yaitu kalimat yang gatra pangkalnya (subjeknya) merupakan hasil suatu
perbuatan.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan kalimat pasif adalah
kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita.
2) Ciri-Ciri Kalimat Pasif
Menurut pendapat Putrayasa (dalam Suparman, 2009: 96) berdasarkan
maknanya, kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dalam keadaan tidak
mengerjakan apa-apa, atau dalam keadaan pasif bahkan menjadi penderita dari apaapa yang dikerjakan oleh objek pelaku. Oleh karena itu, subjek kalimat pasif juga
disebut subjek penderita. Sedangkan ciri-ciri struktur kalimat pasif sebagai berikut: (a)
kata kerja pasif bentuk persona merupakan kebalikan bentuk me- (n), (b) kata kerja
pasif bentuk ter- dan ke-an bukan kebalikan bentuk me- (n).
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
23
a) Prefiks terDengan melihat penafsiran arti dari kata-kata yang mengandng prefiks terdapat dikatakan bahwa prefiks ter- mempunyai dua macam yaitu menyatakan aspek
dan membentuk atau menyatakan perbandingan. Semua akan lebih jelas bila kita ikuti
penafsiran artinya. Arti yang dapat didukung oleh prefiks ter- dapat disusun sebagai
berikut: (1) Menyatakan aspek perfektif: suatu perbuatan telah selesai dikerjakan:
terikat, terhunus, dan lain-lain; (2) Menyatakan aspek kontinuatif: suatu perbuatan
berlangsung terus: lampu itu terpasang sampai pagi; (3) Menyatakan aspek
spontanitas: suatu perbuatan berlangsung dengan serta-merta atau disengaja: terlena,
terlengah, terperosok, teringat, terkejut, tertegun dan lain-lain; (4) Menyatakan
kesanggupan; dan dalam hal ini dapat diartikan denga dapat di-: peti itu tidak
terangkat oleh kami; (5) Bila kata dasarnya mengalami reduplikasi, maka ter- dapat
mengandung arti intensitas: kesangatan, atau perulangan suatu peristiwa (= aspek
repetitif): nama baiknya terbawa-bawa; (6) Menyatakan tingkat yang paling tinggi
atau tertinggi dalam suatu tingkat perbandingan (= superlatif): terbesar, tertinggi,
terhina, termurah, dan sebagainya (Keraf, 1984: 105-106).
Bentuk dasar yang dapat bergandeng dengan imbuhan ter- adalah bentuk dasar
yang berkelas kata kerja, kata sifat, dan kata benda. Bila awalan ter- melekat pada
kelas kata benda, makna yang timbul sebagai berikut: (1) „tak sengaja di (seperti
bentuk dasar)‟ misalkan tak sengaja dicangkul; (2) „dapat di (seperti bentuk dasar)
kan/i‟ misalkan dapat digambarkan, dapat dibuktikan, dapat dipengaruhi dan
sebagainya.
Apabila bentuk dasarnya berkelas kata kerja, maka imbuhan ter- mempunyai
beberapa kemungkinan arti sebagai berikut: (1) „menyatakan bahwa pekerjaan yang
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
24
dilakukan tidak disengaja‟, misalnya tersentuh, tertiup, tergeret,
terganggu, dan
sebagainya; (2) „dapat atau sanggup‟, misalnya terangkat dalam kalimat Meskipun
berat, batu itu terangkat juga; (3) „menyatakan bahwa pekerjaan sudah selesai
(perspektif)‟, misalnya: tertulis dalam kalimat Pendapat dia tertulis di rumusan hasil
seminar; (4) „ketiba-tibaan‟, misalnya: teringat dalam kalimat Setelah melihat
kejadian itu, ia teringat peristiwanya sendiri dua tahun yang lalu.
Boleh jadi, ter- berganda arti; tercetak, misalnya, bisa berarti „tak sengaja
dicetak‟, bisa pula „sudah dicetak‟; termakan bisa berarti „sudah dimakan‟, bisa pula
„dapat dimakan‟. Apabila bentuk dasarnya berupa kelas kata sifat, imbuhan termempunyai arti paling, misalnya terpandai dapat memiliki arti “paling pandai‟,
terpendek, tertinggi, dan masih banyak lagi (Muslich, 2009: 71-72).
b) Prefiks diHampir semua Tata Bahasa Indonesia menjajarkan prefiks di- dengan bentuk
pasif dalam bahasa-bahasa Barat. Dengan demikian timbul lagi persoalan apakah
bentuk-bentuk pasif dan aktif itu ada dalam bentuk-bentuk kata kerja dalam bahasa
Indonesia. Agar persoalan ini menjadi jelas pertama-tama kita harus memahami
dulu pengertian-pengertian pasif dan aktif dalam bahasa-bahasa Barat (Keraf, 1984:
102).
Arti imbuhan di- hanya satu, yaitu „menyatakan suatu tindakan yang pasif‟,
misalnya diambil, diangkat, disiram, dibayar, dan sebagainya. Pengertian pasif di sini
tidak berarti tidak disengaja atau tidak melakukan apa pun sama sekali. Tetapi,
pengertian pasif di sini semata-mata dihubungkan dengan fungsi subjeknya (Muslich,
2009: 70).
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
25
c)
Konfiks ke – an
Pada umumnya konfiks ke-an berfungsi untuk membentuk kata benda. Arti
yang mungkin didukung oleh konfiks ke-an adalah: (1) menyatakan tempat atau
daerah: kedutaan, kerajaan, kesultanan, keinderaan, kehilangan, kementrian, dan
lain-lain; (2) menyatakan sesuatu hal atau peristiwa yang telah terjadi: kesatuan,
kenyataan, kebersihan, ketuhanan, kewajiban, keindahan, dan lain-lain; (3) kena atau
menderita sesuatu hal: kehujanan, kepanasan, kedinginan, kesiangan, kekurangan,
dan lain-lain; (4) suatu perbuatan dilakukan tidak sengaja: kelupaan, ketiduran,
keguguran; (5) menyatakan terlalu: kebesaran, ketinggian, kepahitan, dan lain-lain;
(6) mengandung sedikit sifat seperti yang disebut dalam kata dasar, atau dapat
diartikan menyerupai: kekanak-kanakan, kemerah-merahan, keputih-putihan, dan
lain-lain (Keraf, 1984: 105-106).
Bentuk dasar yang dapat dilekati morfem imbuhan ke-an pada umumnya
berkelas kata kerja, benda, sifat, dan bilangan. Berturut-turut kemungkinan arti
morfem imbuhan ke-an ialah sebagai berikut: (1) menyatakan „suatu abstraksi atau hal
dari bentuk dasar‟, misalnya keberangkatan, kepergian, kemanusian, keduniaan, dan
sebagainya; (2) menyatakan „menderita atau dikenai apa yang tersebut pada bentuk
dasar‟, misalnya kedinginan, kehujanan, ketakutan, kehilangan, dan sebagainya; (3)
menyatakan „tempat atau daerah‟, misalnya kelurahan, kecamatan, kepresidenan,
kerajaan dan sebagainya. Sebagaimana sebuah kebiasaan di dunia ini, pasti ada fakta
yang menyimpang. Dan, itu adalah kemaluan yang kurang tepat bila diartikan „hal
malu‟, „menderita malu‟, apalagi „tempat malu‟. Dengan demikian kasus ini, harus
sportif dikatakan bahwa ini kekecualian. (4) „sifat seperti bentuk dasar‟, misalnya
keindonesiaan „sifat indonesia‟, kejawaan „sifat jawa‟, dan sebagainya. Dua contoh
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
26
untuk kontruksi “ke-an + kata bilangan” „hal (ber)satu‟ dan makna kesebelasan
„kelompok yang berjumlah sebelas‟ (Muslich, 2009: 81-82).
3) Jenis Kalimat Pasif
Menurut Alwi, dkk (2010: 353) bahwa pemasifan dalam bahasa Indonesia
dilakukan dengan tiga cara yaitu (1) menggunakan verba berprefiks di- (tipe I), (2)
menggunakan verba tanpa prefiks di-plus pelaku (tipe II), dan (3) verba pasif
berprefiks ter- (tipe III).
Kridalaksana (2001: 156) menyatakan ada dua jenis kalimat pasif, yaitu pasif
dengan subjek adalah kalimat ini memiliki objek atau subjek yang melakukan
kegiatan; pasif tanpa subjek adalah kalimat ini tidak memiliki subjek, jadi subjek
bukan fokus utama. Berdasarkan pendapat Sugono (2009: 122-127) kalimat pasif
dalam bahasa Indonesia ada tiga macam bentuk verba pasif, yaitu (a) verba pasif
berawalan di- (tipe I), (b) verba pasif tanpa awalan di- plus pelaku (tipe II), dan (3)
verba pasif yang berawalan ter-.
(a) Kalimat Pasif Tipe I
Kalimat-kalimat aktif transitif dapat dijadikan kalimat pasif dengan mengubah
unsur objek dijadikan subjek, dan hal itu akan mengakibatkan perubahan bentuk verba
predikat berawalan me- (n) menjadi berawalan di- penelitian ini dikemukakan oleh
Sugono (2009: 123). Contoh kalimat pasif tipe I.
No.
Subjek
Predikat
12. Ayah
dipinjami
13. Masalah
harga sedang
minyak
dibicarakan
Pelengkap
Ket.
uang
oleh pengusaha itu
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
27
Dalam kalimat (12) tidak terdapat unsur pelaku, siapa yang membicarakan
harga minyak. Informasi/jawaban itu tidak ditemukan dalam kalimat pasif tersebut.
Tampaknya, di dalam kalimat pasif unsur pelaku tidak wajib hadir karena unsur
pelaku menjadi keterangan. Sebaliknya, unsur pelaku menjadi wajib hadir di dalam
kalimat aktif karena di dalam kalimat aktif unsur pelaku menempati fungsi subjek.
Jika demikian halnya, unsur peran semantik (terutama pelaku) dalam kalimat pasif
bukan merupakan unsur yang wajib hadir. Berbeda halnya dengan unsur gramatikal,
subjek dan predikat wajib hadir baik dalam kalimat aktif maupun dalam kalimat pasif.
Hal itulah tampaknya yang menyebabkan orang memilih bentuk kalimat pasif di
dalam kebanyakan ragam ilmu. Karena ada kecenderungan orang tidak mau
menonjolkan dirinya sebagai pelaku, orang memilih kalimat-kalimat bentuk
pasif. Dengan menggunakan kalimat pasif, orang dapat meniadakan unsur
pelaku.
(b) Kalimat Pasif Tipe II
Penelitian kalimat pasif tipe II ini dikemukakan oleh Sugono (2009: 124-125)
kalimat pasif yang berasal dari kalimat aktif dengan unsur pelaku pronomina persona
(kata ganti orang) pertama, kedua, dan ketiga (saya, kita, kami, engkau, kamu, dia,
dan mereka) mempunyai bentuk yang berbeda dari tipe I. Pada tipe I predikat kalimat
berupa verba pasif yang ditandai oleh awalan di-, sedangkan pada tipe II ini predikat
kalimat pasif tidak berawalan di-, dan tidak pula berawalan meng-, verba pengisi
predikat kalimat pasif tipe II ini adalah verba yang diperoleh dari verba aktif dengan
menanggalkan awalan meng-. Sebagai pengganti awalan di-, penanda verba pasif,
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
28
digunakan pronomina persona atau nomina pelaku pada kalimat asal (kalimat
aktifnya), seperti contoh:
(14) Surat lamaran saya kirimkan ke kantor.
(15) Produksi dalam negeri kami gunakan.
Kalimat-kalimat pasif itu berasal dari kalimat aktif berikut.
(16) Saya mengirimkan surat lamaran ke kantor.
(17) Kami menggunakan produksi dalam negeri.
(Kata ganti kedua kau dan ku diperlukan sebagai awalan dengan tulisan serangkai
dengan verba).
(c) Kalimat Pasif Tipe III
Kalimat pasif tipe III ini juga dikemukakan oleh Sugono (2009: 127) ada
sejumlah kalimat pasif yang ditandai oleh predikat verba pasif yang berawalan ter-.
Kalimat-kalimat yang berpredikat verba berawalan ter- berikut memperlihatkan
bahwa subjek dikenai (sasaran) perbuatan yang dinyatakan predikat dan mempunyai
makna tidak disengaja. Contoh kalimat pasif tipe III.
(18) Kaki saya terinjak orang.
(19) Telunjuknya teriris pisau.
Disamping itu, kalimat pasif dalam pengertian tidak disengaja ditandai oleh kata kena
seperti contoh berikut ini.
(20) Mereka kena tipu orang.
(21) Dia kena bujuk wanita.
Selain berciri verba berawalan ter- dan kata kena, kalimat pasif tipe III ini juga
ditandai oleh verba berimbuhan ke- an. Predikat yang berisi berupa verba jenis ini
juga menunjukkan makna subjek menjadi sasaran. Namun, verba jenis ini amat
terbatas jumlahnya; biasanya berhubungan dengan peristiwa alam.
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
29
c.
Struktur Kalimat
Suhardi (2013: 99-100) mengelompokkan struktur kalimat berdasarkan
struktur unsur klausa pokoknya, kalimat dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,
yakni (1) kalimat yang berstruktur runtut (tidak inversi) dan (2) kalimat yang
berstruktur terbalik (inversi). Sebuah kalimat dikatakan berstruktur runtut apabila
unsur pengisi fungtor S berposisi sebelum P, sedangkan jika unsur pengisi fungtor S
berposisi setelah P, kalimat yang bersangkutan merupakan kalimat inversi. Untuk
memperjelas hal tersebut perhatikan contoh berikut.
(22) Akhirnya, semua mahasiswa akan berangkat. (Kalimat Runtut)
K
S
P
(23) Berangkatlah mereka dengan segera. (Kalimat Inversi)
P
S
K
Ragam bahasa tulis harus memiliki unsur yang lengkap (S, P, O, Pel, K) sesuai
dengan tipe verba predikat sehingga setiap kalimat yang dituliskan dapat dibaca
dengan jelas dan mudah dipahami, tidak timbul ketaksaan (kerancuan). Oleh sebab itu,
apabila secara sistematis setiap kalimat memiliki struktur kalimat tersendiri dan fungsi
setiap unsur yang ada. Struktur kalimat dapat digolongkan menjadi dua yaitu
penggolongan kalimat berdasarkan struktur internalnya berupa S-P, S-P-O, dan S-PPel. Selanjutnya berdasarkan struktur unsur klausa pokoknya berupa K-S-P, K-S-PPel, S-P-O, S-P-O-K, S-P-O-Pel, S-P-K, S-P-Pel, S-P-O-Pel-K, dan S-P-Pel-K
(Suhardi, 2013: 99-100).
d. Pemasifan Kalimat Aktif
1) Cara Pertama (Tipe I)
Menukarkan S dengan O; menggantikan prefiks me- (n) dengan prefiks dipada P; dan menambahkan kata oleh di depan unsur yang tadinya S.
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
30
Contoh:
(24) Pak Ahmad mengangkat seorang asisten baru
(25) Seorang asisten baru diangkat oleh Pak Ahmad
Kalimat (25) merupakan pemasifan kalimat aktif dengan cara pertama yang berasal
dari contoh kalimat (24). Kalimat (25) menunjukkan bahwa kehadiran bentuk oleh
pada kalimat pasif bersifat manasuka. Akan tetapi, jika verba predikat tidak diikuti
langsung oleh pelengkap pelaku (yang sebelumnya subjek kalimat aktif), maka bentuk
oleh wajib hadir.
2) Cara Kedua (Tipe II)
Memindahkan O ke awal kalimat; menanggalkan prefiks me- (n) pada P; dan
memindahkan S ke tempat yang tepat sebelum verba.
Contoh:
(26) Saya sudah mencuci mobil itu
(27) Mobil itu sudah saya cuci
Jika subjek kalimat aktif transitif berupa pronomina persona ketiga atau nama diri
yang relatif pendek, maka padanan pasifnya dapat dibentuk dengan cara pertama atau
kedua. Perlu dicatat bahwa pembentukan kalimat pasif dengan cara kedua dari kalimat
aktif transitif yang subjeknya berupa pronomina persona ketiga atau nama diri pada
umumnya terbatas pada pemakaian sehari-hari. Pronomina aku, engkau, dan dia (yang
mengikuti predikat) pada kalimat pasif cenderung dipendekkan menjadi ku-, kau-, dan
–nya.
3) Cara Ketiga (Tipe III)
Memindahkan O ke awal kalimat; menggantikan prefiks ter- pada P; dan
menambahkan kata oleh di depan unsur yang tadinya S.
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
31
Contoh:
(28) Dia dipukul kakaknya
(29) Kakaknya terpukul oleh dia
Kalimat (28) menunjukkan bahwa seseorang melakukan perbuatan itu dengan niat dan
kesengajaan.
Sebaliknya,
kalimat
(29)
mengacu
ke
suatu
keadaan
atau
ketidaksengajaan pelaku dalam melakukan perbuatan.
4. Surat Kabar Harian Kompas
Surat kabar adalah lembaran-lembaran kertas bertuliskan berita (Depdiknas,
2007: 1109). Sedangkan berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau
peristiwa yang hangat (Depdiknas, 2007: 140). Menurut pendapat Komaruddin (2007:
258) surat kabar adalah kertas atau kertas yang dicetak dan didistribusikan, biasanya
harian atau minggunan dan berisi berita, opini, karangan, dan iklan. Surat kabar
merupakan suatu alat komunikasi tertulis yang berisi berita, tajuk rencana, artikel,
reportase, kadang-kadang disertai dengan tulisan hasil kesenian, gambar, karikatur,
surat pembaca, dan iklan.
Surat kabar digunakan peneliti sebagai tujuan untuk menghasilkan hasil yang
relevan. Surat kabar yang digunakan peneliti merupakan surat kabar harian Kompas.
Surat kabar harian Kompas merupakan surat kabar yang berkantor pusat di Jakarta dan
diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara yang merupakan bagian dari Kompas
Gramedia. Surat kabar harian Kompas merupakan surat kabar yang terbit setiap hari
tak terkecuali hari minggu.
C. Peta Konsep
Berdasarkan permasalahannya, penelitian ini merupakan penelitian sintaksis.
Dalam penelitian ini, tujuan kajian yang diteliti berupa kalimat aktif dan pasif dalam
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
32
rubrik “Opini” pada surat kabar Kompas edisi Februari 2017. Analisis yang dilakukan
yakni menganalisis kalimat aktif pasif dalam rubrik “Opini” pada surat kabar Kompas
dikaji berdasarkan jenis, struktur, dan cara mengubah kalimat aktif menjadi pasif.
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
Kalimat
Hubungan
pelaku dan
tindakan
Cara
mengubah
Struktur
Jenis
Cara II
Cara II
Cara I
Inversi
Runtut
Kalimat Resiprokal
Kalimat Medial
Kalimat Pasif
Kalimat Aktif
K-S-P-O-Pel
S-P-O-Pel-K
S-P
S-P-K
Memindahkan O ke awal kalimat; gantikan
prefiks me- (n) dengan prefiks ter- pada P; dan
menambahkan kata oleh di depan unsur yang
tadinya S.
Memindahkan O ke awal kalimat; menanggalkan
prefiks me- (n) pada P; dan pindahkan S ke tempat
yang tepat sebelum verba.
Pertukarkan S dengan O; gantikan prefiks
me- (n) dengan prefiks di- pada P; dan
menambahkan kata oleh di depan unsur
yang tadinya S.
S-P-Pel
S-P-O
S-P-O-Pel
S-P-O-K
Pasif tipe III
Pasif tipe II
Pasif tipe I
Aktif Intransitif
Aktif Transitif
Analisis Kalimat Aktif dan Pasif dalam Rubrik “Opini” pada
Surat Kabar Harian Kompas Edisi Februari 2017
K-S-P-Pel
K-S-P-O
K-S-P
33
Analisis Kalimat Aktif..., Venti Dian Lestari, FKIP UMP 2017
Kalimat Aktif dan Pasif dalam Rubrik “Opini” pada Surat Kabar Harian Kompas Edisi Februari 2017
Download