optimalisasi penggunaan pakan berbasis limbah

advertisement
OPTIMALISASI PENGGUNAAN PAKAN BERBASIS LIMBAH
SAWIT MELALUI MANAJEMEN PENGENDALIAN
NEMATODIASIS DI KALIMANTAN TIMUR
WAFIATININGSIH
dan
NR . BARIROH
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur
Jl. Pangeran M Noor Po Box 1237 Sempaja - Samarinda
ABSTRAK
Cacing Nematoda gastrointestinal pada sapi adalah sekelompok cacing yang penting karena dapat
menimbulkan kerugian berupa terhambatnya pertumbuhan, mengurangi produktivitas dan kadang-kadang
kematian terutama pada ternak-ternak muda . Kalimantan Timur yang mempunyai areal kelapa sawit yang
cukup luas dengan kelembaban yang tinggi harus peduli dengan Nematodiasis ini . Penggunaan limbah kelapa
sawit yang bemutrisi tinggi akan optimal jika diiringi dengan penanggulangan Nematodiasis . Beberapa faktor
dalam manajemen pemeliharaan yang harus diperhatikan dalam rangka penanggulangan Nematodiasis di
Kalimantan Timur adalah sistem perkandangan termasuk sanitasi lingkungan, pakan dan sistem
pemberiannya, tata cara penggembalaan dan sistem pemberian obat cacing . Faktor-faktor dalam manajemen
tersebut harus dilaksanakan secara terpadu karena tiap faktor akan saling mendukung untuk kesuksesan
program penanggulangan Nematodiasis .
Kata kunci : Nematodiasis, manajemen pemeliharaan
PENDAHULUAN
Peranan ternak dalam sistem usahatani
semakin diperhatikan dalam dekade terakhir
ini . Ternak sapi telah lama digunakan dalam
kegiatan usahatani di perdesaan, sebagai
penyedia pangan (sumber protein), penyedia
pupuk untuk tanaman dan berfungsi juga
sebagai tabungan hidup . Oleh karena hal
tersebut, ternak memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap kesejahteraan petani .
Kalimantan Timur yang mempunyai lahan
perkebunan kelapa sawit yang cukup luas
merupakan penyedia pakan yang bernilai
tinggi . Limbah kelapa sawit yang berupa
bungkil inti sawit, solid sawit dan daun kelapa
sawit telah digunakan oleh sebagian peternak .
Tetapi yang perlu diingat adalah keberhasilan
usaha sapi potong balk sebagai penghasil bibit
maupun penggemukan sangat tergantung dari
kesehatan ternak . Sehingga penanganan,
pengendalian dan pencegahan penyakit harus
menjadi prioritas utama (PUTRO, 2004) .
Berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan
Timur, salah satu penyakit infeksi parasit yang
sering terjadi pada peternakan sapi di provinsi
60
ini adalah infeksi cacing Nematoda . Infeksi
oleh jenis cacing ini sangat dimungkinkan
terjadi karena perubahan musim di wilayah
Kalimantan Timur yang tidak tegas dan
kelembaban yang tinggi (81,42-86,25%)
dengan curah hujan merata sepanjang tahun
(BPS, 2006) . Kondisi tersebut sangat
mendukung perkembangan hidup cacing.
Cacing gastrointestinal Nematoda merupakan
sekelompok cacing yang dapat menimbulkan
kerugian berupa terhambatnya pertumbuhan,
mengurangi produktivitas dan kadang-kadang
kematian terutama pada ternak-ternak muda .
Oleh karena itu program pencegahan penyakit
cacing perlu dilakukan dan tidak perlu
menunggu terjadinya gejala klinis, hingga
perubahan
pada ternak yang
sifatnya
irreversible maupun kerugian ekonomi yang
besar dapat dihindari .
Makalah ini mengulas tentang optimalisasi
penggunaan pakan berbasis limbah kelapa
pengendalian
sawit melalui manajemen
Nematodiasis . Manfaat yang diharapkan dari
penulisan ini adalah dapat menambah wawasan
tentang terjadinya penyakit, pencegahan dan
pemberantasan penyakit Nematodiasis pada
ternak sapi .
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan industri Olahannya sebagai Pakan Ternak
PENGARUH PENYAKIT CACING
TERHADAP PRODUKTIVITAS TERNAK
Cacing Nematoda adalah sekelompok
cacing yang berbentuk gilig dan termasuk
kelompok cacing yang sangat penting karena di
dalam saluran pencernaan akan mengisap sari
makanan, darah, cairan tubuh atau memakan
jaringan tubuh . Dalam jumlah banyak kadangkadang menyebabkan sumbatan usus atau
menyebabkan terjadinya berbagai macam
reaksi tubuh yang antara lain akibat dari toksin
yang dihasilkan oleh cacing (ANONIMUS,
2001) .
Cacing Nematoda mempunyai siklus hidup
langsung tanpa inang perantara. Cacing dewasa
hidup di dalam abomasum dan usus sedangkan
telur dan larva cacing hidup di luar tubuh
hewan yaitu di rumput dan hijauan . Larva tiga
merupakan larva infektif yang tertelan hewan
sewaktu hewan memakan rumput . Larva ini
kemudian berkembang menjadi larva 4 dan
larva 5, selanjutnya menjadi cacing muda.
Masa inkubasi sejak tertelannya larva infektif
sampai akhimya menjadi cacing dewasa yang
akan mengeluarkan telur cacing dibutuhkan
waktu 3 minggu . (SOULSBY, 1982) .
Gejala klinis yang timbul akibat infeksi ini
adalah kehilangan berat badan, kurang nafsu
makan, menurunnya daya penyerapan makanan
di usus, pucat (anemia) karena kehilangan
darah yang menyebabkan kehilangan protein
darah sehingga oedema di rahang bawah, leher
dan perut bagian bawah (BERIAJAYA, et al.,
1995) .
Pada pedet yang mengalami infestasi
cacing ini akan tumbuh lambat dan pakan tidak
digunakan secara efisien hingga pada waktu
mencapai umur untuk dipotong berat badannya
jauh ketinggalan dibandingkan dengan ternak
yang sehat (SUBRONTO dan TJAHAJATI, 2001) .
Infeksi cacing ini juga akan menurunkan daya
tahan tubuh hewan terhadap penyakit lain .
Ternak yang terinfeksi berat dapat diikuti
dengan infeksi koksidia, radang mata, orf atau
scabies pada kambing . Apabila ternak
terinfeksi penyakit lain, maka produktivitas
ternak akan turun . Pada pengobatan yang
terlambat hewan akan makin kurus dan
kemudian mati (BERIAJAYA dan SUHARDONO,
1998) .
MANAJEMEN PEMELIHARAAN YANG
BERHUBUNGAN DENGAN
PENGENDALIAN NEMATODIASIS
Penanggulangan
Nematodiasis
harus
dilakukan secara terpadu . Bila hanya salah satu
metode yang dilakukan maka hasilnya tidak
sempurna atau tidak efektif. Berikut ini akan
diuraikan mengenai beberapa faktor dalam
manajemen pemeliharaan
yang
harus
diperhatikan dalam usaha penanggulangan
penyakit cacing, khususnya cacing Nematoda .
Perkandangan
Penanggulangan
Nematodiasis
tidak
terlepas dari masalah perkandangan . Bangunan
kandang harus menunjang tata laksana usaha
ternak dan kesehatan atau higiene lingkungan .
Bangunan,kandang yang benar akan sangat
membantu peternak salah satunya dalam hal
pengontrolan kesehatan ternak .
Kebersihan kandang sangat berpengaruh
terhadap tingkat kejadian infeksi cacing .
Sanitasi harus ditujukan untuk menyingkirkan
dan mematikan stadium-stadium parasit
dengan tindakan kebersihan baik disertai atau
tanpa obat-obatan antiseptik . Yang perlu
diingat adalah obat-obat sanitasi terhadap
parasit berbeda dengan yang digunakan untuk
kuman dan virus. Pembersihan dengan sikat
yang keras dan dibantu dengan air panas atau
deterjen yang kuat sangat dianjurkan untuk
dekontaminasi kandang dan peralatannya .
Kebanyakan kandang sapi di Kalimantan
Timur memiliki lantai tanah dengan bahan
kandang berasal dari kayu atau bambu dengan
kondisi lingkungan yang banyak ditumbuhi
pohon-pohon tinggi (BARIROH, et al., 2001) .
Oleh karena itu pembersihan lantai kandang
harus dilakukan secara intensif karena lantai
yang berasal dari tanah relatif sulit kering
sehingga lantai cenderung dalam kondisi
lembab . Posisi lantai kandang diusahakan
harus terkena sinar matahari karena lantai
kandang yang berlumpur dan selalu basah
sangat ideal untuk pertumbuhan parasit dalam
menjalani daur hidupnya. Timbunan faeces dan
sisa-sisa pakan harus segera diangkat karena
hal tersebut juga akan membantu mengurangi
penyebaran telur cacing dalam tinja yang
kemungkinan akan menetas menjadi larva
cacing yang dapat mengkontaminasi pakan
61
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak
yang akhirnya termakan oleh ternak . Ventilasi
kandang harus cukup lancar sehingga di sekitar
kandang tidak boleh terlalu banyak pohonpohon yang tinggi .
Pakan dan sistem pemberian pakan
Ternak yang sehat memerlukan jumlah
pakan yang cukup dan berkualitas, balk dari
kondisi pakan maupun imbangan nutrisi yang
dikandungnya . Keadaan nutrisi yang jelek
merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya
suatu
penyakit,
baik
yang
disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit
seperti cacing. (AKOSA, 1997) . Oleh karena itu
perbaikan kualitas dan kuantitas pakan mutlak
diperlukan agar ternak mempunyai daya tahan
tubuh cukup tinggi hingga mengurangi
pengaruh akibat infeksi parasit .
Penggunaan limbah kelapa sawit sudah
teruji dapat meningkatkan bobot badan ternak
secara signifikan, karena terbukti mampu
mencukupi kebutuhan ternak balk ytntuk
produksi dan reproduksinya . Adapun formula
pakan yang dianjurkan untuk pola pemeliharaan intensif tercantum pada Tabel 1 .
Tabel 1 . Formula pakan berbasis limbah kelapa sawit pada pemeliharaan intensif
No .
1.
2.
3.
4.
Formula Ia
55% pelepah sawit
30% rumput
15% solid sawit
Formula Il b
Formula III'
33% pelepah sawit
33% bungkil inti sawit
33% produk fermentasi
I % garam
30% daun dan pelepah sawit
70% bungkil inti sawit
Keterangan : "AZMI dan GtJNAWAN (2005)
MATHIUS, el at., (2005)
`DEVENDRA (2004)
Pada penelitian yang dilaksanakan oleh
BERIAJAYA dan STEVENSON (1986) diperoleh
kesimpulan bahwa sistem intenfif (ternakternak
dikandangkan)
akan
mencegah
menyebarnya
telur
cacing,
dan akan
mengurangi kontaminasi padang rumput .
Tata care penggembalaan
Pada pemeliharaan semi intensif, yaitu
ternak digembalakan pada slang hari dan
dikandangkan pada malam hari, salah satu hal
yang dapat ditempuh dalam usaha menanggulangi Nematodiasis adalah dengan cara
menerapkan rotasi penggembalaan . Perputaran
penggembalaan sangat besar manfaatnya bagi
pengendalian penyebaran infestasi parasit dan
menghindari pencemaran telur cacing yang
berasal dari hewan terinfeksi dari padang
penggembalaan . Pada padang penggembalaan
yang tidak digunakan selama 3 bulan berturutturut jumlah parasit yang ada akan berkurang
secara drastis (SUBRONTO dan TJAHAJATI,
2001) . Manfaat lain dari rotasi penggembalaan
ini adalah untuk menghindari terjadinya
penurunan kualitas padang penggembalaan .
Lahan rumput yang tidak dalam giliran untuk
62
penggembalaan dibiarkan tumbuh subur sambil
menunggu saat yang tepat sebagai lokasi
penggembalaan kembali (AKOSO,
1996) .
Menurut WILSON, et al., (1991) yang disitasi
oleh BERIAJAYA dan SUHARDONO, (1998)
menyatakan bahwa ternak yang terlalu lama
digembalakan
di
satu
lokasi
akan
menyebabkan infeksi cacing yang terus
menerus, misalnya digembalakan selama 3
bulan, walau telah diberi obat cacing pada
waktu permulaan karena obat cacing tidak akan
membunuh semua (100 %) cacing yang ada .
Penggembalaan di satu lokasi akan lebih
balk jika dilakukan hanya I minggu sehingga
tidak memberi kesempatan untuk terjadi
autoinfeksi (BERIAJAYA dan SUHARDONO,
1998) . Hal tersebut didukung oleh hasil
penelitian dari GINTING, el al., (1996) yang
menyatakan bahwa sistem penggembalaan
dengan masa penggembalaan I minggu yang
diikuti masa istirahat 6 minggu lebih baik jika
dibandingkan dengan penggembalaan dengan
siklus 6 atau 12 minggu
Pemberian obat cacing (Anthelmintik)
Nematodiasis yang terjadi pada ternak
dapat
ditanggulangi
dengan
pemberian
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak
anthelmintik. Dilihat dari jangkauannya dalam
membunuh cacing, biasanya obat cacing
digolongkan menjadi
dua yakni broad
spectrum dan narrow spectrum . Menurut
BERIAJAYA dan STEVENSON (1985) obat cacing
broad spectrum lebih banyak digunakan karena
dapat membunuh semua cacing. Pada
penelitian yang dilaksanakan oleh SUTAMA dan
BERIAJAYA (1991), disimpulkan bahwa obat
cacing narrow spectrum kurang mampu
mengimbangi kenaikan berat badan karena
ternak terinfeksi kembali dengan cacing
Nematoda . Beberapa obat cacing broad
spectrum adalah dari kelompok benzimidazole
seperti albendazole, sedangkan obat cacing
narrow spectrum
diantaranya kelompok
salicylanalide seperti nitroxynil.
Pengendalian
cacing
seperti
halnya
pengendalian terhadap penyakit yang lain,
tertuju pada kesehatan kelompok ternak . Oleh
karena itu pemberian pengobatan harus
dilaksanakan pada seluruh ternak sesuai
dengan petunjuk dokter hewan tentang waktu
pengobatan, jenis obat dan status ternak,
sehingga akan dapat menghindarkan pemakaian obat cacing yang tidak perlu dan mengoptimalkan pengendalian terhadap seluruh
kelompok ternak (AKOSA, 1996) .
Ternak dewasa biasanya lebih tahan
terhadap cacing dibanding ternak yang masih
muda. Batas umur
yang diperkirakan
mempunyai perbedaan infeksi cacing adalah 8
bulan . Ternak di bawah umur 8 bulan lebih
rentan terhadap infeksi cacing (BERIAJAYA dan
SUHARDONO, 1998) . Selanjutnya dinyatakan
bahwa pemberian obat cacing pada pedet yang
terinfeksi cacing Nematoda, nyata berpengaruh
terhadap kenaikan bobot badan pedet.
Kenaikan bobot badan sebesar 25,4 kg pada
kelompok yang diberi obat cacing nyata lebih
tinggi (P<0,05) dibanding kelompok kontrol
dengan kenaikan berat badan 15,7 kg selama 6
bulan pengamatan (HANDIANI, 1988) .
Pemberian obat cacing juga dapat
dilakukan dengan mengikuti pola musim .
Menurut BERIAJAYA dan SUHARDONO (1998),
bila pemberian obat cacing mengikuti pola
musim, maka pada daerah dengan musim
kemarau yang panjang pemberian obat cacing
dilakukan hanya satu kali yaitu pada permulaan
musim hujan sedangkan untuk daerah dengan
musim kemarau yang pendek maka pemberian
obat cacing dapat dilakukan dua kali yaitu pada
permulaan dan pertengahan musim hujan . Hal
ini bukan harga mati, tetapi tergantung pada
epidemiologi penyakit di suatu daerah yang
dihubungkan dengan musim dan tingkat infeksi
cacing .
Kondisi Kalimantan Timur yang mempunyai musim tidak tegas dengan kelembaban
tinggi dengan curah hujan merata sepanjang
tahun sangat dianjurkan untuk pemberian obat
cacing . Akan lebih baik jika pelaksanaannya
didasarkan pada derajat infeksi cacing yang
didukung dengan pemeriksaan laboratorium
dan gejala klinis . SUBRONTO dan TJAHAJATI
(2001) menyatakan bahwa berat ringannya
infeksi tergantung dari jumlah parasit yang
masuk ke tubuh ternak dan sering tidaknya
ternak terserang penyakit tersebut . Oleh karena
itu selain dilakukan pemeriksaan secara klinis,
akan lebih baik jika diagnosa dibantu dengan
pemeriksa#n laboratorium, yaitu dengan
melihat peningkatan jumlah telur cacing dalam
tinja atau menurunnya persentase PCV dari
darah . Selanjutnya evaluasi secara laboratorik
perlu dilaksanakan untuk melihat keberhasilan
pengobatan .
Banyaknya daerah-daerah terpencil di
Kalimantan Timur dengan sarana transportasi
yang terbatas mengakibatkan pemeriksaan
laboratorium
sulit
dilaksanakan
maka
pemberian obat cacing secara massal dapat
dilakukan berdasarkan musim yakni pada awal
musim hujan sekitar bulan Oktober dan diulang
kembali saat pertengahan musim hujan yakni
bulan Pebruari . Saat mulai musim kemarau
(Juni) obat cacing dapat diberikan sekali lagi
mengingat hujan masih akan terjadi di wilayah
Kalimantan Timur walaupun dengan frekuensi
yang rendah . Pemberian secara individual
harus tetap dilaksanakan berdasarkan status
fisiologis temak dan bila ternak menunjukkan
gejala klinis ke arah infeksi cacing .
KESIMPULAN
Pengendalian infeksi cacing khususnya
Nematoda memerlukan penanganan yang
terencana secara baik dan terpadu . Beberapa
faktor dalam manajemen pemeliharaan untuk
optimalisasi penggunaan limbah kelapa sawit
bagi ternak sapi adalah perkandangan termasuk
sanitasinya, pakan dan sistem pemberian
pakan, tata cara penggembalaan dan pemberian
63
Seminar Oprimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan lndustri Olahannya sebagai Pakan Ternak
obat
cacing .
Kombinasi antara faktor-faktor
akan
sating
mendukung
untuk
kesuksesan penanggulangan penyakit cacing .
tersebut
DAFTAR PUSTAKA
ANONIMOUS .
2001 . Manual
penyakit
hewan
mamalia . Direktorat
Kesehatan
Hewan .
Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan .
Departemen Pertanian .
AzMI dan GUNAWAN . 2005 . Pemanfaatan pelepah
kelapa sawit dan solid untuk pakan sapi
potong .
Dalam
Prosiding
Teknologi
Petemakan dan Veteriner . Bogor.
BPS
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR .
Kalimantan Timur dalam angka .
AKoso, B .T . 1996. Kesehatan
Kanisius . Yogyakarta .
sapi .
2006 .
Penerbit
BARIROH, N . R ., B . SETIADI, Y . FIANA, S . WIBOWO,
dan T . MUNAWAROH. 2001 . Usahatani lahan
kering terpadu dengan ternak sapi penghasil
bakalan . Laporan Akhir Kegiatan . Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan
Timur.
BERIAJAYA and P . STEVENSON . 1985 . The effect of
anthelmintic treatment on the weight gain of
village sheep . Proc. 3 .
BERIAJAYA dan SUHARDONO . 1998 . Penanggulangan
Nematodiasis pada ruminansia kecil secara
terpadu antara manajemen, nutrisi dan obat
cacing . Prosiding Inovasi Teknologi Pertanian .
Badan Penelitian dan Teknologi Pertanian.
BERIAJAYA, S .E . ESTUNINGSIH, DARMONO, M .R .
KNOX, D .R . STOLTZ and A .J . WILSON . 1995 .
The
use
of wormolas
in controlling
gastrointestinal Namatode infections in sheep
64
under traditional grazing
Indonesia . JITV I (1) .
management in
DEVENDRA, C . 2004 . Crop-livestock integrated
system in Asian farming communities : Role
and contribution of the water buffalo in
Proceeding of 7 t' World Buffalo Congress .
Manila .
DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR .
2005 . Statistik Petemakan 2004 . Penerbit
Dinas Petemakan Propinsi Kalimantan Timur.
Samarinda .
GINTING, S . P . 1998 . Effects of supplement and
anthelmintic
treatments
on
parasite
estabilishment and the performances of lambs
artificially
infected
with
Haemonchus
contortus . JITV 3 (2) . Puslitbangnak .
MATHIUS, 1 . W ., A . P . SINURAT, B . P . MANURUNG,
D .M . SITOMPUL dan AzMI . 2005 . Pemanfaatan
produk fermentasi Lumpur bungkil sebagai
bahanr pakan sapi potong dalam Prosiding
Teknologi Petemakan dan Veteriner . Bogor.
PUTRO, P .P . 2004 . Pencegahan, pengendalian dan
pemberantasan
penyakit hewan
menular
strategis dalam pengembangan usaha sapi
potong. Prosiding Lokakarya Nasional Sapi
Potong . Yogyakarta, 8 - 9 Oktober 2004 .
SOULSBY, E .J .L . 1982. Helminths, arthropods and
protozoa of domestic animal . 7`h .
Tindall . London .
Bailliere
SUBRONTO dan 1 . TJAHAJATI. 2001 . Ilmu Penyakit
Ternak 11 . Gadjah Mada University Press .
SUTAMA, K and BERIAJAYA . 1991 . The effect of
anthelmintc treatment on growth and sexual
development of Javanese thin-tail ram lambs
reared under village condition . llmu dan
Petemakan 4(4).
Download