HARD COVER FIX

advertisement
0
KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING PADA IKAN LELE
DUMBO (Clarias gariepinus) ASAP YANG DIKEMAS VAKUM
SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG
RIDA MARTA SISWINA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
1
RINGKASAN
RIDA MARTA SISWINA C34060344. Kitosan Sebagai Edible Coating pada
Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Asap yang Dikemas Vakum Selama
Penyimpanan Suhu Ruang. Dibimbing oleh DJOKO POERNOMO dan
PIPIH SUPTIJAH.
Pengasapan merupakan cara pengawetan ikan dengan menggunakan asap
dari pembakaran kayu atau bahan organik lainnya. Salah satu jenis ikan asap yang
saat ini tengah menjajaki pasar ekspor yaitu ikan lele asap. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, pengembangan ikan lele dumbo asap
memberikan peluang yang cukup besar. Akan tetapi, ikan asap yang dihasilkan
dari proses pengasapan panas umumnya masih memiliki kadar air yang cukup
tinggi sehingga daya awetnya relatif singkat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
digunakan kitosan sebagai edible coating pada ikan lele dumbo asap yang
dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis dan melihat pengaruh perlakuan konsentrasi kitosan
dan lama penyimpanan maupun interaksinya terhadap mutu ikan lele dumbo asap
dari aspek sensori (organoleptik), mikrobiologi (total bakteri/TPC) dan kimiawi
(TBA dan aktivitas air).
Penelitian ini diawali dengan pembuatan alat pengasapan sederhana dari
drum dan trial error pembuatan ikan lele asap dengan menggunakan alat tersebut
serta karakterisasi kitosan yang akan digunakan sebagai edible coating. Pada
penelitian utama dilakukan pelapisan kitosan dengan tiga perlakuan konsentrasi
yaitu 0%, 1% dan 2%, dan lama penyimpanan (0, 7, dan 14 hari) dengan dua kali
ulangan. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap
(RAL) faktorial dengan dua faktor. Selanjutnya data dianalisis dengan ANOVA
(TPC, TBA, dan aw) dan analisis non parametrik Kruskal-Wallis (organoleptik).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan bahan penelitian memiliki
kadar air 9%, kadar abu 0,21%, kadar nitrogen 1,33%, dan derajat deasetilasi
88,66%. Hasil uji proksimat selama penyimpanan menunjukkan bahwa ikan lele
dumbo asap yang dikemas vakum dengan pelapisan kitosan 0%, 1% dan 2% pada
hari ke-0 memiliki kadar air 64,36%, 63,69% dan 59,70%, kadar abu 5,22%,
3,96% dan 3,82, kadar lemak 5,69%, 5,47% dan 7,21%, kadar protein 19,12%,
23,67% dan 24,07% serta kadar karbohidrat 3,88%, 3,22% dan 5,21%. Pada hari
ke-14 kadar air menjadi 67,00%, 64,10% dan 62,31%, kadar abu 5,07%, 3,93%
dan 3,48%, kadar lemak 5,69%, 4,17% dan 5,32%, kadar protein 14,94%, 21,49%
dan 21,07% serta kadar karbohidrat 7,31%, 6,32% dan 7,83%. Berdasarkan hasil
uji statistik menunjukkan bahwa variabel konsentrasi kitosan dan lama
penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap parameter organoleptik
(kecuali pada parameter tekstur), total bakteri (TPC), TBA dan aw ikan lele dumbo
asap. Sedangkan variabel kombinasi atau interaksi antara konsentrasi kitosan
dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap aw ikan lele
dumbo asap, namun berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap parameter organoleptik,
total mikroba dan TBA ikan lele dumbo asap. Secara keseluruhan dari hasil
penelitian, dapat disimpulkan bahwa antara pelapisan kitosan 1% dan 2% tidak
berbeda nyata, namun dengan mempertimbangkan keefektifan dan efisiensi dari
penggunaan kitosan maka konsentrasi kitosan 1% merupakan konsentrasi terpilih.
2
KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING PADA IKAN LELE
DUMBO (Clarias gariepinus) ASAP YANG DIKEMAS VAKUM
SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG
RIDA MARTA SISWINA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
3
Judul
: Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) Asap yang dikemas Vakum Selama
Penyimpanan Suhu Ruang
Nama
: Rida Marta Siswina
NRP
: C34060344
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Djoko Poernomo, B.Sc
NIP. 19580419 198303 1 001
Dra. Pipih Suptijah, MBA
NIP. 19531020 198503 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill
NIP. 19580511 198503 1 002
Tanggal Pengesahan :.............
0
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ‘kitosan
sebagai edible coating pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap yang
dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang’ adalah karya saya sendiri
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Rida Marta Siswina
C34060344
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat,
hidayah serta karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul
“Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Asap yang dikemas Vakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang”, sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam penulisan skripsi ini :
1
Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku
dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan arahan,
masukan, nasehat dan motivasi serta kritik selama penyusunan skripsi ini.
2
Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa selaku dosen penguji yang telah memberikan
arahan, masukan, dan nasehat.
3
Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill selaku Ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
4
Bapak (Tauchid) dan Ibu (Marliyah), mas Gan, dek Arin dan seluruh
keluarga besarku atas segala motivasi, do’a, kesabaran, bimbingan,
keikhlasan dan kasih sayang.
5
Special thanks to My Best Friend “Anggi, Cece, “Dian” My roommate in
Wisma Ayu, Arin, Yayan, Sukma, Acie, E’na, Ade Hilda, Era, Memey,
Tika, Patce, Movi, anak-anak yang sering nongkrong di OMBENK : Minal,
Wahyu, Icha, Ijal, Holland, Spy, Budi, Ely, Oji, Idris, Fau, Anjar, Aul, Gae,
mpok Lely, bang I’o, Umi, Nico, Joha, dan semua anak THP 43 yang telah
memberikan bantuan, dukungan, semangat, hiburan, masukan, dan
inspirasi kepada penulis. Terima kasih untuk persahabatan, keceriaan dan
kebersamaannya.
6
Bu Ema, Bu Rubiah, Pak Wahid, mbak Silvi atas bantuan dan bimbingan
selama proses penelitian.
iv
7
Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, staf dosen, TU,
serta teman-teman THP 41, 42, 43, 44, dan 45 terima kasih atas dukungan
dan bantuannya.
8
Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih telah
membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukan.
Bogor, Juni 2011
Rida Marta Siswina
0
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batang, pada tanggal 4 Juni 1988.
Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
Bapak Tauchid Sja’ban dan Ibu Marliyah. Penulis memulai
jenjang pendidikan formal di SDN 2 Lebo dan lulus pada
tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis menyelesaikan
pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Weleri.
Kemudian pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di
SMAN 1 Pekalongan.
Pada tahun 2006, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) sebagai mahasiswa Tingkat
Persiapan Bersama. Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa
program Mayor-Minor di Departemen Teknologi Hasil Perairan. Selama
menjalani pendidikan akademik penulis aktif mengikuti organisasi Himpunan
Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2007-2009 dan
aktif sebagai asisten praktikum m.k teknologi pengolahan tradisional hasil
perairan periode 2009-2010. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai
kepanitiaan dan seminar yang diselenggarakan di IPB.
Selama tahun 2008-2010 penulis memperoleh beasiswa PPA dari IPB dan
telah melaksanakan praktek lapang di PT. Aneka Tuna Indonesia, Pasuruan-Jawa
Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor penulis
melakukan penelitian dengan judul ’Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan
Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap yang dikemas Vakum Selama
Penyimpanan Suhu Ruang’ dibawah bimbingan Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan
Dra. Pipih Suptijah, MBA.
v0
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................. 0x
vii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................0
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................0
xii
1 PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................4
2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)............... 4
2.2 Pengasapan ................................................................................................... 5
2.2.1 Macam-macam pengasapan ...............................................................6
2.2.2 Komposisi dan sifat kimia asap..........................................................7
2.2.3 Proses pengasapan ..............................................................................9
2.3 Kitin dan Kitosan........................................................................................ 10
2.4 Kitosan sebagai Edible Coating ................................................................. 12
2.5 Pengemasan Vakum ................................................................................... 13
2.6 Kerusakan Pangan ...................................................................................... 14
3 METODOLOGI ...............................................................................................17
3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 17
3.2 Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 17
3.3 Metode Penelitian ....................................................................................... 17
3.4 Karakterisasi Kitosan (Derajat deasetilasi) ................................................ 19
3.5 Prosedur Pengujian Selama Penyimpanan ................................................. 20
3.5.1 Uji organoleptik................................................................................20
3.5.2 Uji TPC (Total Plate Count) (Fardiaz 1992) ...................................20
3.5.3 Uji proksimat ....................................................................................22
3.5.4 Analisis aw (water activity) ...............................................................24
3.5.5 Analisis bilangan TBA metode Tarladgis (Arpah 2007) ..................24
3.5.6 Analisis data .....................................................................................25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................27
4.1 Karakterisasi Kitosan ................................................................................. 27
4.2 Uji Organoleptik Selama Penyimpanan ..................................................... 28
4.2.1 Penampakan .....................................................................................30
4.2.2 Aroma ...............................................................................................32
4.2.3 Rasa ..................................................................................................34
4.2.4 Tekstur..............................................................................................36
4.2.5 Warna ...............................................................................................38
viii
1
4.3 Analisis Proksimat Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap
Selama Penyimpanan Suhu Ruang (27-30oC) ........................................... 40
4.4 Uji Mikrobiologi Total Plate Count (TPC) Selama Peyimpanan .............. 42
4.5 Analisis Bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) Selama Penyimpanan ....... 44
4.6 Analisis Aktivitas Air (aw) Selama Penyimpanan ...................................... 46
5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................49
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 49
5.2 Saran .......................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................51
ix
0
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Komposisi kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ................................ 5
2 Perbedaan antara pengasapan panas dan pengasapan dingin ......................... 7
3 Komposisi kimia asap kayu ............................................................................ 9
4 Komposisi kimia sabut kelapa ........................................................................ 9
5 Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan asap ...................................... 16
6 Karakteristik kitosan bahan penelitian dan standar internasional ................ 27
7 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan .................................................................................... 30
8 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik aroma ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan .................................................................................... 32
9 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik rasa ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan .................................................................................... 34
10 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan .................................................................................... 36
11 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik warna ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan .................................................................................... 38
12 Hasil analisis proksimat ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .......... 40
13 Total mikroba ikan lele dumbo asap edible coating kitosan
yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang .............................. 43
x
0
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).............................................................. 4
2 Skema proses pengasapan ikan (Wibowo 1995) ............................................. 6
3 Struktur kitin dan kitosan............................................................................... 10
4 Diagram alir proses pengasapan ikan lele dumbo (Wibowo 1995) ............... 18
5 Diagram alir proses pada penelitian utama .................................................... 19
6 Diagram batang organoleptik ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ... 28
7 Diagram batang organoleptik parameter penampakan ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan ...................................................................................... 31
8 Diagram batang organoleptik parameter aroma ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan ...................................................................................... 33
9 Diagram batang organoleptik parameter rasa ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan ...................................................................................... 35
10 Diagram batang organoleptik parameter tekstur ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan ...................................................................................... 37
11 Diagram batang organoleptik parameter warna ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan ...................................................................................... 39
12 Diagram batang uji TPC ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ........... 43
13 Diagram batang uji TBA ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .......... 45
14 Diagram batang uji aw ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .............. 47
xi
0
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1a Data uji proksimat kitosan bahan penelitian ................................................ 57
1b Produk ikan lele dumbo asap sebelum dan sesudah dikemas vakum
....................................................................................................................... 57
2 Data uji organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap selama
penyimpanan ................................................................................................ 58
3 Data uji organoleptik aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .... 59
4 Data uji organoleptik rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ....... 60
5 Data uji organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ... 61
6 Data uji organoleptik warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .... 62
7 Lembar penilaian sensori ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ........ 63
8a Data uji Thiobarbituric Acid (TBA) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
asap selama penyimpanan............................................................................ 64
8b Data uji Total Plate Count (TPC) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
asap selama penyimpanan............................................................................ 64
8c Data uji Aktivitas air (aw) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
asap selama penyimpanan............................................................................ 64
9a Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap
sebelum penyimpanan ................................................................................. 65
9b Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap
sesudah penyimpanan .................................................................................. 65
10 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama
penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap ........ 66
11a Data uji Kruskal-Wallis interaksi antara konsentrasi kitosan dengan lama
penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap ........ 68
11b Data uji Kruskal-Wallis tingkat konsentrasi kitosan terhadap parameter
organoleptik ikan lele dumbo asap .............................................................. 68
11c Data uji Kruskal-Wallis lama penyimpanan terhadap parameter
organoleptik ikan lele dumbo asap .............................................................. 68
12a Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan
dan lama penyimpanan terhadap penampakan ikan lele dumbo asap ......... 69
12b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan
dan lama penyimpanan terhadap aroma ikan lele dumbo asap.................... 69
13a Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan
dan lama penyimpanan terhadap rasa ikan lele dumbo asap ....................... 70
xii
1
13b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi
kitosan dan lama penyimpanan terhadap tekstur ikan lele dumbo asap ...... 70
14 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan
dan lama penyimpanan terhadap warna ikan lele dumbo asap .................... 71
15 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama
penyimpanan terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ............... 72
16a Data ANOVA total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ............................ 73
16b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama
penyimpanan yang berbeda terhadap total bakteri ikan lele dumbo asap ... 73
17a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda
terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ..................................... 74
17b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda
terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ..................................... 74
18a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama
penyimpanan terhadap TBA ikan lele dumbo asap ..................................... 75
19a Data ANOVA Thiobarbituric acid (TBA) ikan lele dumbo asap ............... 76
19b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama
penyimpanan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap ............... 76
20a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda
terhadap TBA ikan lele dumbo asap............................................................ 77
20b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda
terhadap TBA ikan lele dumbo asap............................................................ 77
21 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan
lama penyimpanan terhadap aw ikan lele dumbo asap ................................ 78
22a Data ANOVA aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap............................... 79
22b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda
terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap ......................................... 79
22c Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap
aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap ........................................................ 79
23 Peralatan yang digunakan dalam penelitian .................................................. 80
24 Spektograf infra merah kitosan ..................................................................... 81
xiii
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor industri perikanan Indonesia selama dekade terakhir ini mengalami
perkembangan yang cukup baik. Ekspor perikanan Januari - Maret 2010 naik
menjadi US$ 621,8 juta dari Januari-Maret 2009 senilai US$ 577,2 juta
(Amri 2010). Selain itu, pengembangan produk olahan tradisional juga mulai
mendapat perhatian dari kalangan pengusaha yang ditunjukkan dengan semakin
banyaknya variasi produk olahan yang ada di pasaran. Beberapa jenis produk
olahan tradisional seperti produk ikan asin, ikan pindang, dan produk awetan
tradisional (terasi, asapan) pada tahun 2006-2007 mengalami perkembangan yang
cukup baik. Kenaikan rata-rata produk ikan asin tahun 2006-2007 sebesar
29,54%, ikan pindang 58,56%, terasi 676,47%, dan produk asapan sebesar
43,18% (Departemen Kelautan dan Perikanan 2008). Salah satu produk
tradisional yang saat ini tengah dikembangkan sebagai komoditas ekspor yaitu
ikan asap. Volume ekspor ikan asap Indonesia tahun 2006-2007 mengalami
kenaikan sebesar 60,17% (Departemen Kelautan dan Perikanan 2009).
Menurut Adawyah (2007), pengasapan merupakan cara pengawetan ikan
dengan menggunakan asap yang berasal dari pembakaran kayu atau bahan organik
lainnya. Ikan lele asap merupakan salah satu jenis ikan asap yang saat ini tengah
menjajaki pasar ekspor. Selain telah diekspor ke Malaysia dan Singapura, ikan
lele asap juga akan diekspor ke sejumlah negara Timur Tengah. Salah satu jenis
ikan lele yang saat ini sangat diminati oleh masyarakat dan sudah banyak
dibudidayakan oleh para petani ikan adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).
Ikan lele jenis ini mempunyai sifat-sifat yang lebih unggul dibanding jenis ikan
lainnya, diantaranya pertumbuhannya yang cepat (2-4 bulan), memiliki
kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan
kandungan gizinya tinggi (Najiyati 1998). Oleh karena itu, pengembangan ikan
lele dumbo asap sebagai komoditas ekspor diharapkan dapat memajukan sektor
industri perikanan Indonesia.
Pengasapan ikan yang berkembang di Indonesia pada dasarnya ada dua
metode yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin
2
(cold smoking). Pengasapan panas biasanya menggunakan suhu sekitar 70-80oC
selama 4-5 jam. Sedangkan pengasapan dingin biasanya menggunakan suhu
sekitar 40-50oC selama beberapa hari bahkan dapat mencapai beberapa minggu.
Oleh karena itu, ikan asap dari proses pengasapan panas hasilnya tidak mampu
bertahan lama. Artinya ikan-ikan yang diasapi dengan pengasapan panas masih
mengandung kadar air yang tinggi sehingga tidak tahan disimpan dalam jangka
waktu lama (Irawan 1995). Meskipun demikian, produk hasil pengasapan panas
umumnya lebih diminati oleh konsumen.
Kitosan terutama yang terbuat dari cangkang krustasea merupakan polimer
alam
kedua
yang
paling
berlimpah
di
alam
setelah
selulosa
(Shahidi et al. 1999 diacu dalam Fan et. al 2009). Karena sifatnya yang tidak
beracun, antibakteri, antioksidan, pembentuk film, biokompatibilitas dan
biodegradabilitas, kitosan telah menarik perhatian sebagai bahan tambahan
makanan alami (Majeti dan Kumar 2000). Oleh karena itu, pengembangan kitosan
sebagai edible coating merupakan salah satu alternatif dalam pengemasan produk
untuk menjaga kualitas serta memperpanjang daya awetnya, terutama untuk
produk tradisional yang tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama seperti ikan
asap hasil pengasapan panas.
Edible coating dapat dibuat dari berbagai bahan termasuk polisakarida,
protein dan lipid (Gennadios et al. 1997 diacu dalam Estaca et al. 2007). Coating
dapat diterapkan secara langsung untuk bahan makanan (Sathivel et al. 1995
diacu dalam Estaca et al. 2007) atau dibuat menjadi edible film yang kemudian
digunakan untuk melapisi permukaan makanan (Oussalah et al. 2004).
Mekanisme utama penggunaan edible coating pada makanan yaitu meningkatkan
kualitas dan memperpanjang umur simpan yang bertindak sebagai penghalang
terhadap oksigen dan air, sehingga memperlambat oksidasi dan menjaga
kelembaban (Gennadios et al. 1997).
Aplikasi kitosan sebagai edible coating untuk memperpanjang daya awet
makanan telah diterapkan pada beberapa jenis produk pertanian seperti
buah-buahan dan produk perikanan. Beberapa penulis melaporkan bahwa kitosan
telah digunakan sebagai agen penjernih dalam jus apel (Boguslawski et al. 1990
diacu dalam Fan et al. 2009), sebagai antimikroba dan antioksidan dalam muscle
3
foods (Kim dan Thomas 2007). Selain itu, pelapisan kitosan pada otak-otak
bandeng yang disimpan pada suhu ruang mampu meningkatkan daya awetnya 2
hari lebih lama dibanding tanpa pelapisan kitosan yang hanya 2 hari
(Falahuddin 2009), serta penggunaan larutan kitosan mampu mempertahankan
kesegaran fillet ikan patin 2 jam lebih lama dibandingkan dengan fillet ikan patin
tanpa perlakuan larutan kitosan (Gushagia 2008).
Kitosan memiliki potensi sebagai kemasan makanan (edible film dan
edible coating), terutama karena dapat dimakan (Subramaniam et al. 2007;
Tual et al. 2000 diacu dalam Fan et al. 2009). Dengan mempertimbangkan potensi
kitosan sebagai bahan pengawet dan daya tahan ikan asap yang relatif singkat,
diharapkan penggunaan kitosan sebagai edible coating pada ikan asap merupakan
salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya awet dan
menjaga mutu produk ikan asap selama penyimpanan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perlakuan
konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan maupun interaksinya terhadap mutu
ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum pada penyimpanan suhu ruang serta
mengevaluasi karakteristiknya secara sensori, kimiawi dan mikrobiologi.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang
dan kulit licin. Di sekitar mulut terdapat empat pasang sungut. Pada sirip dada
terdapat patil atau duri keras yang berfungsi sebagai alat untuk memepertahankan
diri. Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan yang terletak di bagian depan
ronggga insang yang memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen dari udara.
Oleh karena itu, ikan lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang sedikit
mengandung kadar oksigen (Suyanto 1999).
Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di
sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang
air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam
hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat
gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan (Satya 2008).
Ikan lele dumbo merupakan ikan lele hibrida hasil perkawinan Clarias
mossambicus dari Kenya dan Clarias fuscus dari Taiwan yang dibawa ke
Indonesia oleh PT. Cipta Mina Sentosa (Suyanto 1999). Gambar ikan lele dumbo
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
Adapun klasifikasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menurut
Saanin (1986) diacu dalam Satya (2008) adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum
: Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
5
Kelas
: Pisces
Sub-kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub-ordo
: Siluroidea
Familia
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias gariepinus
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan lele lokal (Clarias batrachus). Pertama, ikan lele dumbo
dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan ikan lele lokal yaitu dalam waktu
24 minggu lele dumbo dapat mencapai berat 200 gram sedangkan lele lokal hanya
50-60 gram. Kedua, lele dumbo dapat tumbuh lebih besar, seekor ikan lele dumbo
mampu mencapai berat 2-3 kg. Ketiga, telur ikan lele dumbo lebih banyak
sehingga dapat menghasilkan benih yang lebih banyak. Keempat, ikan lele dumbo
dapat diberi berbagai macam pakan seperti pelet maupun berbagai jenis bangkai,
sehingga biaya pemeliharaannya lebih murah (Prihartono et al. 2000).
Komposisi kimia ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
Komponen
Jumlah (%)
Air
79,73
Abu
1,47
Lemak
0,95
Protein
17,71
Karbohidrat (by different)
0,14
Sumber : Nurilmala et. al (2009)
2.2 Pengasapan
Pengasapan ikan di Indonesia merupakan salah satu cara pengolahan
tradisional yang cukup berperan dalam memanfaatkan hasil-hasil perikanan.
Teknik pengawetan dengan cara pengasapan ditujukan disamping untuk
mengawetkan bahan pangan juga untuk memperoleh cita rasa spesifik yang
diinginkan. Pengasapan biasanya digabung dengan teknik pengawetan lain,
6
seperti penggaraman dan pemanasan. Asap memiliki sifat sebagai pengawet.
Fenol yang dikandungnya memiliki sifat bakteriostatik sehingga menyebabkan
bakteri tidak berkembang biak, fungisidal sehingga jamur tidak tumbuh, dan
antioksidan sehingga cukup berperan mencegah oksidasi lemak pada ikan asap
(Adawyah 2007). Adapun proses pengasapan ikan dapat dilihat pada Gambar 2.
Ikan segar
Penyiangan dan pencucian
Perendaman larutan garam (10-15% b/v)
Penggantungan dan penirisan
Pengasapan
ikan asap
Gambar 2 Skema proses pengasapan ikan (Wibowo 1995)
2.2.1 Macam-macam pengasapan
Proses pengasapan biasanya dilakukan untuk beberapa tahap agar
memperoleh hasil asapan yang berwarna indah dengan rasa prima. Saat ini telah
banyak dikembangkan teknik pengasapan dengan menggunakan asap cair atau
asap buatan, yang aplikasinya dengan cara dioleskan pada permukaan bahan
pangan, tanpa atau sedikit panas. Pada dasarnya, dalam pengasapan ikan ada dua
metode yang dapat digunakan, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan
pengasapan dingin (cold smoking).
Pengasapan panas bertujuan untuk mengawetkan dan memberi warna serta
rasa yang khas pada ikan. Dalam pengasapan panas, jarak antara ikan dengan
sumber asap dimana asap keluar dilakukan sedekat mungkin, dan sumber
pemanas yang berasal dari api itu juga cukup besar. Suhu di dalam ruangan
pengasapan panas biasanya sekitar 70-85oC. Cara ini dapat dikatakan merupakan
suatu proses pemanggangan ikan secara perlahan-lahan. Suhu panas yang ada
7
dalam alat pengasapan sepenuhnya diserap oleh ikan-ikan itu, sehingga dengan
cepat ikan menjadi kering, matang dan berdaging lunak dengan rasa yang enak.
Tetapi proses pengasapan panas ini hasilnya tidak mampu bertahan lama. Artinya
ikan-ikan yang diasapi dengan pengasapan panas masih mengandung kadar air
yang tinggi sehingga tidak tahan disimpan dalam jangka waktu lama
(Irawan 1995).
Salah satu perbedaan antara pengasapan panas dengan pengasapan dingin
adalah suhu yang digunakan untuk mengasapi. Suhu yang biasanya digunakan
dalam alat pengasapan dingin yaitu antara 40-50oC. Pada pengasapan dingin, asap
yang ditimbulkan dari api tidak banyak berpengaruh pada ikan-ikan yang diasapi.
Sebab, selain asapnya tipis (api tidak terlalu besar) juga jarak antara sumber asap
dengan ikan-ikan yang diasapi agak jauh. Oleh karena itu, lamanya pengasapan
dingin dapat sampai beberapa hari atau bahkan sampai beberapa minggu. Selama
proses pengasapan, ikan-ikan itu akan menyerap asap cukup banyak sehingga air
yang ada di dalam daging ikan akan terus menguap dan ikan akan menjadi kering.
Oleh sebab itu, hasil pengasapan dingin tahan untuk disimpan dalam jangka waktu
yang lama (Irawan 1995). Secara umum perbedaan antara pengasapan panas dan
pengasapan dingin seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbedaan antara pengasapan panas dan pengasapan dingin
Kriteria
Suhu pengasapan
Lama pengasapan
Sumber asap/panas
Tekstur produk
Kadar air produk
Tujuan
Pengasapan panas
(hot smoking)
70-90oC
4-5 jam
Langsung
Lembek, berair, masak
60-70%
Untuk mendapatkan aroma
dan rasa yang disukai
Pengasapan dingin
(cold smoking)
Sekitar 30oC
5 hari-2 minggu
Tidak langsung
Keras, kering, mentah
45-55%
Mengawetkan produk
Sumber : Nitibaskara (1988)
2.2.2 Komposisi dan sifat kimia asap
Proses pengasapan dilakukan dengan cara mengasapi bahan pangan dengan
asap dari pembakaran kayu. Unsur yang paling berperan dalam proses pengasapan
ikan adalah asap yang dihasilkan dari bahan bakar yang digunakan pada proses
pengasapan seperti kayu atau sabut kelapa. Asap yang dihasilkan terdiri dari uap
8
dan partikel padatan yang berukuran sangat kecil. Kedua unsur ini mempunyai
komposisi kimia yang sama tetapi dengan perbandingan yang berbeda. Asap
mengandung senyawa asam fenolat, karbonil dan organik. Asam dan senyawa
karbonil terbentuk dari selulosa dan hemiselulosa, sedangkan fenol dihasilkan dari
proses pirolisis lignin. Asam terutama senyawa alifatik berkontribusi terhadap
rasa produk. Senyawa fenol memiliki peran sebagai rasa, antioksidan dan
komponen bakteriostatik. Senyawa karbonil akan bereaksi dengan protein
membentuk warna daging asap atau ikan yang diasapi. Asap bertindak sebagai
pengawet makanan karena efek desinfeksi formaldehid, asam asetat, dan senyawa
fenol (Giyatmi et al. 2002).
Komponen asap yang dominan adalah quaiakol, siringol dan pirokatekol.
Ketiga komponen ini termasuk dalam golongan fenol. Karena komponen fenol
mudah larut dalam lemak maka semakin banyak kadar lemak bahan pangan makin
sedap pula aroma asap yang didapat (Shahidi 1994). Kualitas dan kuantitas
komponen asap tergantung kepada jenis kayu yang digunakan sebagai bahan
bakar. Kayu yang baik untuk pengasapan ikan adalah kayu yang banyak
menghasilkan asap dan lambat terbakar. Bahan bakar untuk menghasilkan
pengasapan yang paling baik adalah kayu yang jenisnya keras, sabut atau
tempurung kelapa. Asap dari kayu yang lunak sering mengandung
zat-zat yang
menyebabkan bau kurang baik pada hasil asapan. Bila dipakai kayu keras, maka
bagian selulosenya akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana.
Senyawa-senyawa itu adalah alkohol alifatik, aldehida-aldehida,
keton-keton,
asam-asam organik termasuk furfural, formaldehida, asam-asam, dan fenol yang
merupakan bahan pengawet yang sudah dikenal. Bagian ligninnya pecah menjadi
senyawa-senyawa fenol, quinol, guaiacol, dan pyrogalol yang merupakan bagian
dari 20 jenis senyawa antioksidan dan antiseptik. Ini diperlukan, terutama untuk
pengasapan ikan berlemak (Moeljanto 1992). Komposisi kimia asap kayu dan
sabut kelapa dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
9
Tabel 3 Komposisi kimia asap kayu
Kandungan
% berat serbuk kayu
mg/m3 asap
0,06
30-50
0,19
180-830
0,13
190-200
0,43
115-160
1,8
600
1,04
5,28
1295
23-40
103,8
-
Komposisi kimia
Formaldehid
Aldehid lain (termasuk furfural)
Keton (termasuk aseton)
Asam formiat
Asam asetat dan lainnya
Metil alkohol
Ter
Phenol
Air
Sumber : Zaitsev et al. (1969)
Tabel 4 Komposisi kimia sabut kelapa
Komponen kimia
Pektin
Hemiselulosa
Komponen lain yang larut dalam air
Lignin
Selulosa
Komponen lain yang tidak larut dalam air
Mineral
Berat kering (%)
14,06
7,69
5,80
30,02
18,24
19,19
5,0
Sumber : Grimwood (1975)
2.2.3 Proses pengasapan
Proses pengasapan merupakan kombinasi dari proses pengolahan lainnya,
yaitu
penggaraman,
pengeringan,
pengasapan
dan
pemanasan.
Proses
penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kering (dry salting) dan
penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan
daging ikan
menjadi
lebih
kompak,
karena garam
menarik
air dan
menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi tertentu, garam
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, garam juga menyebabkan
daging ikan menjadi enak (Adawyah 2007).
Proses pengeringan menyebabkan turunnya kadar air dan aktivitas air.
Salah satu faktor yang dapat mempercepat proses pengeringan adalah angin
(udara yang mengalir). Bila udara diam, maka kandungan uap air di sekitar
produk yang dikeringkan makin jenuh sehingga pengeringannya semakin lambat
(Moeljanto 1992).
10
Proses pemanasan dan pengasapan dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Selain itu, adanya proses
dehidrasi, koagulasi protein dan pelekatan zat-zat
formaldehid dan phenol akan berpengaruh baik secara fisik maupun kimiawi,
yaitu terbentuknya suatu lapisan yang dapat mencegah penetrasi dan pertumbuhan
mikroba pada makanan tersebut (Price and Schweigert 1978).
2.3 Kitin dan Kitosan
Kitin dan kitosan merupakan senyawa golongan karbohidrat yang dapat
dihasilkan dari limbah hasil laut, khususnya golongan udang, kepiting, ketam, dan
kerang. Kitosan adalah polisakarida yang diperoleh dari deasetilasi kitin, yang
merupakan komponen utama dari exoskeleton dari krustasea (No et al. 2002).
Kitosan ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859 selama perebusan kitin dalam
larutan kalium hidroksida, yang dihasilkan dari deasetilasi kitin (Muzzarelli 1977).
Menurut struktur kimia, kitosan terdiri dari 2-amino-2-deoksi-D-glukosa
(glukosamin) monomer, terkait β-1-4-glycosidically, sedangkan kitin terdiri dari
monomer-glukosamin N asetil-, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3
(Rabea et al. 2003).
Chitin
Chitosan
Gambar 3 Struktur kitin dan kitosan
Limbah udang yang dimanfaatkan umumnya adalah kulit dan kepalanya,
sedangkan kitin dari rajungan diperoleh dari karapasnya. Kandungan kitin kulit
udang mencapai 40-60% dari berat kering tubuhnya tergantung dari jenis dan
spesiesnya (Ashford 1977 diacu dalam Knorr 1982). Sedangkan pada kulit
rajungan kitinnya dapat mencapai 12,5-15%. Kitin dan kitosan juga terkandung
pada dinding sel jamur (Sudarshan et al. 1992).
Perbedaan utama antara kitin dan kitosan terletak pada kelarutannya.
Sifat kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan beberapa
11
pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Karena ketiga
sifat tersebut penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan
derivatnya. Sifat multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya. Sifat alami
tersebut dapat dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan biologi.
Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain, merupakan
polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino aktif, dan
mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam (Rismana 2001). Asam
yang paling banyak digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dan
asam format (Muzzarelli 1977).
Salah satu sifat paling khas dari polimer, termasuk kitosan adalah
kemampuan untuk membentuk larutan kental, sehingga kitosan dapat berfungsi
sebagai stabilizer, thickener, atau bahan pengental dan bersifat pseudoplastik serta
viskoelastik (Cho et al. 2000 ). Viskositas kitosan dipengaruhi oleh derajat
deasetilasi, berat molekul, konsentrasi, jenis pelarut, nilai pH larutan yang berlaku
dan kekuatan ion, dan temperatur (Kumar 2000).
Sifat biologi kitosan yang menguntungkan yaitu alami, (biodegradable)
mudah diuraikan oleh mikroba, biokompatibel artinya sebagai polimer alami
sifatnya tidak mempunyai akibat samping, dan tidak beracun (Muzzarelli 1996).
Di sisi lain, juga telah sifat biologis lainnya seperti analgesik, antitumoregenic,
hemostatik, hipokolesterolemik dan antioksidan (Tharanathan dan Kittur 2003).
Sifat-sifat biologis ini membuat kitosan di satu sisi sebagai pilihan yang sangat
baik untuk komponen aditif makanan alami dan bahan berharga untuk aplikasi
farmasi, dan industri biomedis (Rafaat dan Sahal 2009). Di sisi lain, kitosan
secara ekonomi lebih murah karena merupakan senyawa alami yang berasal dari
deasetilasi kitin yang dihasilkan dari limbah udang, kepiting, dan kerang
(Knorr 1994).
Kitosan memiliki struktur khusus dengan kelompok amino reaktif.
Oleh karena itu, kitosan menjadi senyawa bioaktif yang memperlihatkan fungsi
antimikrobial (Kumar et al. 2004). Karena aktivitas antimikrobanya, kitosan dapat
menghambat pertumbuhan berbagai mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan
ragi (Sagoo et al. 2002). Kitosan umumnya memiliki aktivitas antimikroba yang
kuat terhadap bakteri dibandingkan terhadap jamur (Tsai et al. 2002).
12
Namun, kitosan menunjukkan aktivitas antibakteri hanya dalam media asam
karena kelarutannya rendah di atas pH 6,5 (No et al. 2002).
2.4 Kitosan sebagai Edible Coating
Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai
barrier (penghalang) yang baik, karena pelapis polisakarida dapat membentuk
matriks yang kuat dan kompak (Krochta et al. 1994). Kitosan merupakan polimer
yang dapat dimakan dan biodegradable berasal dari kitin, kerangka utama bahan
organik pada exoskeleton arthropoda, termasuk serangga, krustasea, dan beberapa
jamur. Selain selulosa, kitosan adalah polimer alam yang paling banyak tersedia.
Beberapa sifat yang diinginkan dari kitosan adalah bahwa film yang terbentuk
tanpa penambahan aditif, penetrasi oksigen yang baik, permeabilitas karbon
dioksida dan sifat mekanik yang baik serta aktivitas antimikroba terhadap bakteri
ragi, dan jamur (Vartiainen et al. 2004 diacu dalam Ruban 2009). Namun, satu
kelemahan dengan kitosan adalah sensitivitas tinggi terhadap kelembaban
(Ruban 2009).
Saat ini, sebuah konsep baru sedang dikembangkan dimana pengawet
sebagai senyawa antimikroba dapat dibuat dalam bentuk lapisan atau film pada
permukaan makanan untuk menjaga keawetan makanan lebih lama selama
penyimpanan (Guilbert 2000). Edible coating atau film telah diselidiki mampu
untuk menghambat kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut
(Ouattara et al. 2000). Selain itu, edible coating atau film adalah salah satu
metode yang paling efektif untuk menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005),
sebagai
pengikat
warna,
flavor,
sumber
gizi,
dan
bahan
antioksidan
(Cassariego et al. 2007). Karena masalah lingkungan pula, pelapis dibuat dari
biopolimer yang dapat dimakan seperti protein, polisakarida, dan lipid yang
biasanya digunakan sebagai antimikroba (Ouattara et al. 2001).
Kitosan sebagai polimer alam telah menunjukkan mampu memenuhi syarat
sebagai bahan utama untuk edible coating atau film karena tidak beracun, bersifat
biodegradable, biokompatibilitas,
biofunctionality, dan bersifat antimikroba
(Wang 1992). Ada beberapa teknik aplikasi edible coating pada produk pangan
menurut Krochta et al. (1994), yaitu :
13
1
Pencelupan (dipping)
Biasanya teknik ini digunakan pada produk yang memiliki permukaan kurang
rata. Setelah pencelupan kelebihan bahan coating dibiarkan terbuang. Produk
kemudian dibiarkan dingin hingga edible coating menempel. Teknik ini telah
diaplikasikan pada daging, ikan, produk ternak, buah dan sayuran.
2
Penyemprotan (spraying)
Teknik ini menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis atau lebih
seragam daripada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan untuk produk
yang mempunyai dua sisi permukaan, seperti pizza.
3
Pembungkusan (casing)
Teknik ini digunakan untuk membuat film yang berdiri sendiri, terpisah dari
produk. Teknik ini diadopsi dari teknik yang dikembangkan untuk non-edible
coating.
4
Pengolesan (brushing)
Teknik ini dilakukan dengan cara mengoles edible coating pada produk.
2.5 Pengemasan Vakum
Pengemasan vakum merupakan sistem pengemasan hampa udara dimana
tekanannya kurang dari satu atmosfir (<1 atm) dengan cara mengeluarkan oksigen
(O2) dari kemasan sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Teknik
pengemasan vakum dilakukan dengan cara memasukkan produk ke dalam plastik
yang diikuti dengan pengosongan atau pengontrolan udara menggunakan mesin
pengemas vakum, kemudian ditutup dan disealler (Jay 1996).
Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan
bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi menjadi
dua golongan utama yaitu :
1
Kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk sehingga
tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik,
biokimia dan kimia serta mikrobiologi).
2
Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat
dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan
kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan
dan penambahan cita rasa yang tidak diinginkan).
14
Menurut Syarief dan Halid (1993), kandungan air suatu bahan tidak dapat
digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan ketahanan simpan. Selama
penyimpanan, parameter-parameter mutu seperti kadar air, cita rasa, tekstur,
warna dan sebagainya akan berubah karena pengaruh lingkungan seperti suhu,
kelembaban dan tekanan udara atau karena faktor komposisi makanan itu sendiri.
2.6 Kerusakan Pangan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pangan yaitu suhu
lingkungan bahan pangan, kadar air, O2, pH, relatif humidity (RH) dan aw
(water activity). Suhu lingkungan sangat mempengaruhi kecepatan reaksi kimia
dan biokimia serta proses fisiologi hasil panen dan post mortem. Suhu juga
mempengaruhi pertumbuhan optimal mikroba pembusuk (Winarno 2007).
Aktivitas air (water activity) merupakan tekanan uap air yang terdapat
dalam makanan dibagi dengan tekanan uap air dari air murni, pada suhu yang
sama. Aw sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba, contohnya
persyaratan minimal bagi mikroba dapat hidup untuk bakteri 0,90; untuk khamir
0,88; untuk kapang 0,80; dan untuk bakteri halophilik 0,75 (Winarno 2007).
Bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, biologis,
dan kimia. Kerusakan mikrobiologis merupakan bentuk kerusakan yang banyak
merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena
racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Cara
perusakannya yaitu dengan mendegradasi makromolekul-makromolekul yang
menyusun bahan pangan menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil (Muchtadi 2008).
Kerusakan mekanis disebabkan karena adanya benturan-benturan mekanis,
misalnya benturan antara bahan itu sendiri atau karena benturan alat dengan bahan
tersebut. Kerusakan fisik dan kimia disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik,
seperti dalam pengeringan terjadi case hardening, dalam pendinginan terjadi
chilling injuries atau freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang
dibekukan. Pada penggorengan atau pembakaran yang terlalu lama menyebabkan
kegosongan. Selain itu, kerusakan-kerusakan yang terjadi karena lembabnya
penyimpanan dapat menyebabkan (water activity) dari bahan meninggi, sehingga
memberi peluang kepada bentuk-bentuk kerusakan mikrobiologis untuk ikut aktif.
15
Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi
metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat di dalamnya
secara alami sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan
pembusukan (Muchtadi 2008).
Kerusakan ikan asap terutama disebabkan oleh pertumbuhan mikroba
karena kondisi penyimpanan yang tidak tepat. Kerusakan ini tidak selalu
menyebabkan keracunan pangan. Jika yang tumbuh adalah mikroba pembusuk,
maka akibat yang ditimbulkan adalah kerusakan produk yang membuat produk
tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Beberapa kerusakan ikan asap adalah sebagai
berikut (Syamsir 2009) :
1
Pembentukan bau asam
Bau asam timbul karena terjadinya pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL)
pada ikan asap, selama proses pengasapan atau selama penyimpanan.
Pertumbuhan BAL relatif lambat dan menghasilkan asam organik yang
merusak bau dan flavor produk ikan asap.
2
Pembentukan spot-spot berwarna putih atau warna lain di permukaan
ikan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan kapang permukaan
yang bersifat halofilik (tahan konsentrasi garam tinggi).
3
Pembentukan lendir
Pembentukan lendir ini diproduksi oleh beberapa Micrococcus spp. dan
bakteri lainnya yang memproduksi lendir dipermukaan ikan asap.
4
Pembentukan
gas,
yang
disebabkan
oleh
pertumbuhan
beberapa
mikroorganisme yang memproduksi gas.
5
Pembentukan flavor tengik
Terutama pada ikan asap berkadar lemak tinggi. Garam meningkatkan reaksi
oksidasi lemak selama penyimpanan dengan waktu yang lama sehingga
terbentuk flavor tengik.
ICMSF (1986) diacu dalam Mexis et al. (2009) menyatakan bahwa batas
atas mikrobiologi produk makanan nilai TVC tidak boleh lebih dari 7 log
cfu/gram. Adapun persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan asap menurut
standar SNI 2725-1-2009 dapat dilihat pada Tabel 5.
16
Tabel 5 Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan asap
Jenis Uji
a. Organoleptik
b. Cemaran mikroba*
- ALT
- Escherichia coli
- Salmonella
- Staphylococcus aureus*
- Vibrio cholerae*
c. Kimia*
- Kadar air
- Kadar histamin
- Kadar garam
CATATAN *) Bila diperlukan
Satuan
Angka(1-9)
Persyaratan
Minimal 7
Koloni/g
APM/g
per 25 g
Koloni/g
per 25 g
Maksimal 1x105
Maksimal<3
Negatif
Maksimal 1x103
Negatif
% fraksi massa
mg/kg
% fraksi massa
Maksimal 60
Maksimal 100
Maksimal 4
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (SNI 2725.1: 2009)
17
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan November 2010
yang bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan,
Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan,
Laboratorium Organoleptik Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, serta Laboratorium Biokimia Pangan dan
Gizi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) dengan size 7 (7 ekor/kg), tempurung kelapa, dan garam
yang dibeli di pasar dramaga Bogor. Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini
berasal dari Laboratorium Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan
diantaranya akuades, pelarut heksana, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH, H3BO3,
HNO3, HC, asam 2-thiobarbituriat, TCA, Formaldehid, asam asetat, tablet
kjeldahl, indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru
0,2% dalam alkohol, 2:1), dan media agar NA.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pisau, timbangan, baskom,
talenan, drum pengasapan, alat pengemas vakum, kawat, kipas, pengatur waktu,
termometer, bahan kemasan plastik HDPE, FTIR (Fourier Transform Infrared),
serta alat-alat lain di laboratorium yang digunakan untuk analisis kimia dan
mikrobiologi seperti oven, timbangan analitik, vortex, desikator, cawan porselin,
pemanas kjeldahl, labu kjeldahl, erlenmeyer, cawan petri, alat ekstraksi soxhlet,
pemanas listrik, gelas piala, aw-meter, colorimeter, gelas ukur, sudip, cawan
conway, pipet volumetrik, dan tabung reaksi. Sedangkan untuk pengujian
mutu secara organoleptik digunakan score sheet menurut SNI 2725.1: 2009.
3.3 Metode Penelitian
Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pembuatan alat
pengasapan sederhana dengan menggunakan drum dan trial eror pembuatan ikan
18
lele dumbo asap menggunakan alat pengasapan yang sudah dibuat. Prosedur
pembuatan ikan lele dumbo asap yaitu diawali dengan penyiangan ikan lele
dumbo dengan cara membuang lendir, insang dan isi perutnya kemudian dicuci
menggunakan air bersih untuk menghilangkan darah dan kotoran yang menempel
pada tubuh ikan. Selanjutnya, ikan lele tersebut direndam dalam larutan
garam 15% selama ± 1 jam, kemudian ikan dikaitkan dengan kawat yang telah
dibentuk huruf “S” lalu diangin-anginkan atau ditiriskan selama ± 45 menit.
Setelah itu, ikan dimasukkan ke dalam drum pengasapan untuk diasapi
menggunakan metode pengasapan panas. Suhu dan lama pengasapan yang
digunakan yaitu 70-90oC selama 4-5 jam. Diagram alir pembuatan ikan lele
dumbo asap dapat dilihat
pada Gambar 4.
Ikan lele segar
Penyiangan dan pencucian
Penggaraman (15% b/v)
selama ± 1 jam
Pengkaitan ikan pada kawat
yang telah dibentuk huruf “S”
Ikan diangin-anginkan atau
ditiriskan selama ± 45 menit
Pengasapan panas dalam drum pengasapan
(Suhu 70-90oC; 4-5 jam)
ikan lele
dumbo asap
Gambar 4 Diagram alir proses pengasapan ikan lele dumbo (Wibowo 1995)
19
Setelah proses pengasapan selesai, kemudian ikan lele dumbo asap tersebut
dilapisi (coating) dengan kitosan yang sudah dikarakterisasi. Konsentrasi kitosan
yang digunakan masing-masing adalah 0%, 1% dan 2%. Lama waktu pencelupan
yaitu sekitar 10 detik. Ikan lele dumbo asap yang telah dicoating kemudian
dikemas vakum dengan menggunakan plastik HDPE dan disimpan pada suhu
ruang selama ± 2 minggu. Selama penyimpanan berlangsung, dilakukan
pengamatan setiap 1 minggu sekali dan pengujian meliputi uji organoleptik, TPC,
TBA, dan aw. Untuk uji proksimat dilakukan pada awal dan akhir penyimpanan.
Diagram alir pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 5.
ikan lele
dumbo asap
Pelapisan dengan larutan kitosan : 0%, 1% dan 2%
Pengemasan vakum dengan plastik HDPE
Penyimpanan produk dalam suhu
ruang ± (27-30oC) selama 14 hari
Pengamatan secara organoleptik dan pengujian TPC,
TBA, dan aw setiap 7 hari sekali
Gambar 5 Diagram alir proses pada penelitian utama
3.4 Penentuan Nilai Derajat Deasetilasi
Penentuan derajat deasetilasi (DD) kitosan diukur dengan menggunakan
FTIR (Fourier Transform Infrared). Puncak tertinggi dicatat dan diukur dari garis
dasar yang dipilih. Nilai absorbans dapat diukur dengan menggunakan rumus :
A = log Po
dengan
Po = transmitans pada garis dasar
P = transmitans pada puncak minimum
A = absorbans
P
20
DD dapat dihitung dengan membandingkan nilai absorbans pada bilangan
gelombang 1655 cm-1 (serapan pita amida) dengan bilangan gelombang 3450 cm-1
(serapan pita hidroksi), kitin yang tidak terdeasetilasi menghasilkan nilai
perbandingan A1655/A3450 = 1,33. DD dihitung dengan persamaan :
DD = [1− (A1655/A3450 x 1/1,33)] x 100%
3.5 Prosedur Pengujian Selama Penyimpanan
Pengujian yang dilakukan selama penyimpanan pada produk ikan lele
dumbo asap ini meliputi uji organoleptik, uji proksimat (kadar air, abu, lemak,
protein dan karbohidrat secara by difference), uji TPC, uji aw, dan uji TBA.
3.5.1 Uji organoleptik
Uji organoleptik sering juga disebut dengan pengujian secara subyektif
dengan bantuan panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan,
dapat juga untuk menilai karakteristik mutu, dan dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui sifat-sifat citarasa suatu bahan. Uji organoleptik skala hedonik
dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk
melalui penilaian terhadap beberapa atribut produk seperti penampakan, warna,
aroma, rasa, dan tekstur. Menurut Winarno (1997), penentuan bahan makanan
pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya citarasa,
warna, tekstur dan nilai gizinya.
Menurut Badan Standardisasi Nasional (SNI 2725.1: 2009), skala penilaian
organoleptik untuk produk ikan asap yaitu 1-9 (keterangan lembar penilaian
sensori dapat dilihat pada Lampiran 7) dengan persyaratan mutu dan keamanan
pangan minimal 7. Kemudian sampel yang diujikan diberi kode secara acak dan
panelis
dengan
jumlah
20-30
orang
diminta
memberikan
penilaian.
Uji organoleptik ini berupa uji penilaian sensori ikan asap selama penyimpanan.
Parameter yang diuji meliputi penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur.
3.5.2 Uji TPC (Total Plate Count) (Fardiaz 1992)
Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri
yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan
21
secara duplo. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah
kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat
meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung adalah cawan
petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni.
Cawan petri, tabung reaksi dan pipet sebelum digunakan disterilkan terlebih
dahulu dalam oven pada suhu 180oC selama 2 jam. Media disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 1 atm. Setelah
disterilisasi, untuk menjaga agar media tidak membeku suhu media dipertahankan
pada 45-55oC dalam penangas air. Pembuatan larutan pengencer dilakukan
dengan cara melarutkan 8,5 gram NaCl dalam 1 liter aquades yang kemudian
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
Sampel sebanyak 10 gram dihaluskan terlebih dahulu, kemudian dilarutkan
ke dalam larutan pengencer steril yang telah berisi dengan volume mencapai
100 ml sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Dari larutan tersebut dipipet 1 ml,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan
pengencer steril untuk memperoleh pengenceran 10-2. Demikian seterusnya
sampai didapat pengenceran 10-5, disesuaikan dengan pendugaan tingkat
kebusukan ikan lele dumbo asap pada saat pengamatan. Dari setiap tabung reaksi
pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml
selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap
pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan
secara melingkar di atas meja supaya media NA merata. Setelah NA membeku,
cawan petri diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 30oC,
cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik dalam inkubator.
Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung
dengan jumlah koloni yang dapat diterima 30-300 koloni per cawan. Nilai TPC
dapat dihitung dengan memakai rumus berikut:
22
3.5.3 Uji proksimat
a. Kadar air (AOAC 2007)
Cawan kosong yang akan digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam
oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam
desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2gr
ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven
selama 3-4 jam pada suhu 105-110oC. Cawan kemudian didinginkan dalam
desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Presentase kadar air
(berat basah) dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan :
B = Berat sampel (gram)
B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan
B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan
b. Kadar abu (AOAC 2007)
Sampel basah sebanyak 4 gram ditempatkan dalam wadah porselin lalu
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60-105oC selama 8 jam. Kemudian
sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak berasap
selama ± 20 menit. Setelah itu diabukan dalam tanur bersuhu 600oC selama
3 jam lalu ditimbang. Kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus :
c. Kadar protein (AOAC 2007)
Sampel ditimbang (0,1 gram) lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
30 ml. Setelah itu, ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2,5 ml H2SO4
serta beberapa tablet kjeldahl. Kemudian sampel dididihkan sampai cairan
jernih (sekitar 1-1,5 jam). Lalu larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat
destilasi. Labu kjeldahl dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali dengan akuades
(20 ml) kemudian air bilasan tersebut dimasukkan di bawah kondensor dengan
23
ujung kondensor terendam di dalamnya. Lalu ke dalam tabung reaksi
ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.
Setelah
itu
cairan
dalam
ujung
kondensor
ditampung
dengan
erlenmeyer 125 ml yang berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran
metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru 0,2% dalam alkohol dengan
perbandingan 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai
diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan
indikator dalam erlenmeyer. Kemudian destilat dititrasi dengan menggunakan
HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Penetapan blanko
dilakukan dengan prosedur yang sama, akan tetapi sampel diganti dengan
akuades. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Faktor konversi = 6,25
d. Kadar lemak (AOAC 2007)
Sampel sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring
lalu diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor
serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam
labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan
dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke
dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung.
Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105oC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam
desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung
dengan rumus :
Berat lemak = (berat labu + lemak) – berat labu
24
e. Kadar karbohidrat (AOAC 2007)
Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan
kadar
lemak,
sehingga
kadar
karbohidrat
tergantung
pada
faktor
pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat
gizi lainnya. Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
3.5.4 Analisis aw (water activity)
Sampel sebanyak 2-5 g ditumbuk sampai halus kemudian dimasukkan ke
dalam plastik. Setelah itu, dimasukkan ke dalam aw meter untuk pengukuran nilai
aw tersebut. Sebelum dilakukan pengukuran, aw meter distandarisasi dengan NaCl,
Mg(NO3)2 dan BaCl2 masing-masing selama 30 menit. Kemudian dilakukan
pengukuran aw masing-masing sampel selama 15 menit.
3.5.5 Analisis bilangan TBA (Thiobarbituric Acid) metode Tarladgis
(Arpah 2007)
Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam waring blender, kemudian
ditambahkan 50 ml akuades dan dilumatkan selama 2 menit. Secara kuantitatif
dipindahkan ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml akuades.
Setelah itu ditambahkan 2,5 ml HCl 4M sampai pH 1,5 lalu ditambahkan batu
didih dan pencegah buih secukupnya, dan labu destilasi dipasang pada alat
destilasi. Pemanasan dilakukan sedemikian sehingga diperoleh 50 ml destilat
selama 10 menit. Destilat yang diperoleh diaduk lalu dipipet sebanyak 5 ml
ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi TBA, dipanaskan
selama 25 menit dalam air mendidih. Selanjutnya didinginkan selama 10 menit
kemudian dibaca absorbansinya pada λ 528 nm dengan larutan blanko sebagai
titik nol. Blanko terdiri dari 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi yang disiapkan
seperti
persiapan
per kg sampel.
sampel.
TBA
dinyatakan
dalam
mg
malonaldehide
25
Perhitungan bilangan TBA dalam sampel menggunakan rumus :
Keterangan :
TBA
= Thiobarbituric Acid (mg malonaldehid per kg sampel)
Absorbansi
= Nilai absorbansi pada panjang gelombang 528 nm
3.5.6 Analisis data
Analisis data uji organoleptik dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis
dan uji lanjut Multiple Comparison. Langkah-langkah metode Kruskal-Wallis
sebagai berikut :
a.
Merangking data dari yang terkecil hingga terbesar untuk seluruh perlakuan
dalam satu parameter.
b.
Menghitung total rangking untuk setiap perlakuan dan rata-ratanya dengan
menggunakan rumus :
H=
12
Ri
- 3 ( n+1)
∑
n ( n+1)
ni
H' =
H
Pembagi
Pembagi = 1-
ΣT
( n-1) n ( n+1)
ΣT = Σ ( i −1) i ( i +1)
Keterangan :
ni
: banyaknya pengamatan dalam perlakuan
Ri
: jumlah rangking dalam perlakuan ke-i
T
: banyaknya pengamatan seri dalam kelompok
H’
: H terkoreksi
26
Jika hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka
dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Multiple Comparison dengan
rumus :
Ri − Rj >< Za 2 p
( N + 1) k
6
Keterangan :
Ri
: rata-rata rangking perlakuan ke-i
Rj
: rata-rata rangking perlakuan ke-j
k
: banyak ulangan
N
: jumlah total data
Analisis data untuk uji TPC, TBA, dan aktivitas air yaitu dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial (2 faktor) dengan dua kali
ulangan dan α (0,05). Faktor pertama adalah konsentrasi kitosan sebagai
edible coating yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0%, 1%, dan 2%. Faktor kedua
adalah lama penyimpanan yang terdiri dari hari ke-0, 7, dan 14. Adapun model
rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan menggunakan dua faktor sebagai
berikut :
Yijk = µ + α i + β j + (αβ ) ij + ε ijk
Keterangan :
Yijk
: nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan
ulangan ke-k
(µ, αi, βj) : komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh
utama faktor B.
(αi, βj)
: komponen interaksi dari faktor A dan faktor B
εijk
: pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2)
27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Kitosan
Kitosan mempunyai potensi yang dapat digunakan baik dalam berbagai
bidang industri maupun bidang kesehatan. Kitosan sebagai edible coating
merupakan salah satu aplikasi kitosan dalam bidang industri pangan. Kemampuan
kitosan sebagai edible coating pada suatu produk sangat dipengaruhi oleh kualitas
kitosan itu sendiri. Dunia perdagangan sudah memiliki standar kualitas kitosan
yang diproduksi secara massal dan sudah umum diaplikasikan (komersil).
Adapun karakteristik kitosan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Karakteristik kitosan bahan penelitian dan standar internasional
Parameter
-
Ukuran partikel
Kadar air
Kadar abu
Kadar nitrogen
Derajat deasetilasi
Karakteristik Kitosan
Bahan Penelitian
Standar Mutu Kitosan*
Butiran/bubuk < 2 mm
Butiran/bubuk < 2 mm
9%
< 10%
0.21%
Maksimal 2%
1.33%
Maksimal 5%
88,66%
Minimal 70%
Sumber : *Protan Biopolimer dalam Suptijah et al. (1992)
Kitosan telah menarik perhatian sebagai bahan tambahan makanan alami
karena sifatnya yang tidak beracun, antibakteri, antioksidan, pembentuk film,
biokompatibilitas dan biodegradabilitas (Majete dan Kumar 2000). Berdasarkan
data karakteristik kitosan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kitosan yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air, kadar abu dan kadar nitrogen
secara berturut-turut sebesar 9%, 0,21% dan 1,33%. Nilai ini sesuai dengan
standar mutu kadar air kitosan yaitu <10%, kadar abu maksimal 2% dan
kadar nitrogen maksimal 5% (Protan Biopolimer dalam Suptijah et al. 1992).
Derajat deasetilasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini sebesar
88,66% atau lebih tinggi dari standar mutu kitosan yang telah ditetapkan yaitu
minimal 70%. Semakin tinggi mutu kitosan atau kitin berarti semakin tinggi pula
kemurniannya. Kemurnian kitosan dapat dilihat dari kadar air dan kadar abu
28
yang rendah dengan derajat deasetilasi yang tinggi. Semakin tinggi derajat
deasetilasinya, berarti semakin banyak gugus amino (NH2) pada rantai molekul
kitosan sehingga kitosan semakin reaktif (Agustini dan Sedjati 2007).
Derajat deasetilasi dipengaruhi oleh proses pembuatan kitosan meliputi proses
deproteinasi,
demineralisasi
dan
deasetilasi.
Proses-proses
ini
bertujuan
menghilangkan pengotor seperti kandungan protein dan mineral, serta
memurnikan gugus asetilnya yang akan berpengaruh terhadap fungsi dari gugus
kitosan. Apabila masih terdapat pengotor dari kitosan maka derajat deasetilasi
kitosan akan rendah dan kitosan tidak akan berfungsi secara maksimal
(Suptijah 2006).
4.2 Uji Organoleptik Selama Penyimpanan
Analisis organoleptik merupakan analisis secara subyektif dengan bantuan
panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan, dapat juga untuk
menilai karakteristik mutu, yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
sifat-sifat fisik suatu bahan. Uji organoleptik pada produk ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) asap dilakukan pada selang hari ke-0, 7 dan 14. Parameter
yang diujikan dalam pengujian organoleptik meliputi penampakan, aroma, rasa,
tekstur, dan warna selama penyimpanan. Score sheet uji kemunduran mutu produk
ikan lele dumbo asap dapat dilihat pada Lampiran 7. Adapun diagram batang nilai
organoleptik ikan lele dumbo asap selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 6.
9
Nilai organoleptik
8
7
6
5
4
3
2
1
0
H0
H7
0%
H14
H0
H7
H14
H0
1%
H7
H14
2%
Konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan (hari ke-)
Gambar 6 Diagram batang organoleptik ikan lele dumbo asap selama
penyimpanan ( Penampakan Aroma Rasa
Tekstur Warna)
29
Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan
perbedaan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter
organoleptik penampakan, aroma, rasa, dan warna, namun tidak berpengaruh
nyata terhadap tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan. Sedangkan
perlakuan lama penyimpanan dan interaksi antara perbedaan konsentrasi kitosan
dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap semua
parameter organoleptik (penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan warna) ikan lele
dumbo asap.
Berdasarkan diagram batang uji organoleptik ikan lele dumbo asap selama
penyimpanan pada Gambar 6 menunjukkan bahwa ikan lele dumbo asap tanpa
pelapisan kitosan (kitosan 0%) lebih cepat mengalami penurunan mutu secara
sensori dibanding dengan pelapisan kitosan 1% dan 2%. Dan jika dilihat dari hasil
uji lanjut dunn (Lampiran 12, 13, dan 14) menunjukkan bahwa penyimpanan
hari ke-0 dari semua parameter organoleptik untuk ketiga konsentrasi yaitu 0%,
1%, dan 2% tidak berbeda nyata. Pada penyimpanan hari ke-7, untuk parameter
penampakan dan tekstur dari ketiga konsentrasi (0%, 1%, 2%) tidak berbeda
nyata, tetapi untuk parameter rasa ketiganya menunjukkan perbedaan yang nyata.
Sedangkan untuk parameter aroma dan warna, konsentrasi kitosan 0% berbeda
nyata dengan kitosan 1%, namun tidak berbeda nyata dengan kitosan 2%.
Dan antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% dari semua parameter organoleptik
pada hari ke-7 menunjukkan tidak ada perbedaan nyata. Pada penyimpanan
hari ke-14 menunjukkan bahwa untuk semua parameter organoleptik, konsentrasi
kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%, namun antara kitosan 1%
dan 2% tidak menunjukkan perbedaan nyata.
Secara keseluruhan dari hasil
penilaian organoleptik, dapat dikatakan bahwa antara konsentrasi kitosan 1% dan
2% tidak berbeda nyata.
Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai
barrier (penghalang) yang baik, karena pelapis polisakarida dapat membentuk
matriks yang kuat dan kompak (Krochta et al. 1994). Kitosan memiliki struktur
khusus dengan kelompok amino reaktif, oleh karena itu kitosan menjadi senyawa
bioaktif yang memperlihatkan fungsi antimikrobial (Kumar et al. 2004). Karena
aktivitas antimikrobanya, kitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai
30
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan ragi (Sagoo et al. 2002). Selain itu,
edible coating atau film adalah salah satu metode yang paling efektif untuk
menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005), sebagai pengikat warna, flavor,
sumber gizi, dan bahan antioksidan (Cassariego et al. 2007).
4.2.1 Penampakan
Penampakan merupakan kondisi keseluruhan produk yang dilihat secara
visual melalui indra penglihatan. Penilaian organoleptik penampakan ikan lele
dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada
Tabel 7 dan Gambar 7.
Tabel 7 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik penampakan ikan lele
dumbo asap selama penyimpanan
Kitosan
Lama Penyimpanan
(hari ke-)
0
Rataan
Penampakan
7,60
7
14
6,27
4,73
1%
0
7,93
2%
7
14
0
7,13
6,53
7,60
7
14
7,13
7,07
Utuh, bersih, warna cokelat,
mengkilat spesifik jenis
Utuh, bersih, warna cokelat, kusam
Tidak utuh, warna cokelat tua,
kusam sekali
Utuh, bersih, warna cokelat,
mengkilat spesifik jenis
Utuh, bersih, warna cokelat, kusam
Utuh, bersih, warna cokelat, kusam
Utuh, bersih, warna cokelat,
mengkilat spesifik jenis
Utuh, bersih, warna cokelat, kusam
Utuh, bersih, warna cokelat, kusam
0%
Ikan asap yang kualitasnya masih bagus atau baru mengalami proses
pengasapan memiliki penampakan yang cemerlang, mengkilap, permukaannya
cerah, tidak tampak adanya kotoran berupa darah yang mengering, sisa isi perut,
abu, atau kotoran lainnya. Apabila kusam menunjukkan bahwa ikan yang diasap
sudah kurang bagus mutunya atau karena perlakuan dan proses pengasapan tidak
dilakukan dengan baik dan benar (Adawyah 2007). Kitosan sebagai polimer alam
telah menunjukkan mampu memenuhi syarat sebagai bahan utama untuk edible
coating atau film karena tidak beracun, bersifat biodegradable, biokompatibilitas,
biofunctionality, dan bersifat antimikroba (Wang 1992). Kebanyakan jenis ini
31
mempunyai sifat mekanis yang diinginkan sehingga berguna untuk meningkatkan
integritas bahan pangan yang mudah rusak (Krochta et al. 1994) sehingga mampu
menjaga mutu penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan.
Nilai rata-rata organoleptik
penampakan
8.00
c
7.60c 7.93 7.60c
7.00
7.13bc 7.13bc
7.07b
6.53b
6.27b
6.00
4.73a
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0
7
14
Penyimpanan hari ke-
Gambar 7 Diagram batang organoleptik parameter penampakan ikan lele dumbo
asap selama penyimpanan ( Kitosan 0%
Kitosan 1%
Kitosan 2%)
Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang
ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn.
Berdasarkan diagram batang pada Gambar 7, terlihat bahwa semakin lama
masa penyimpanan, maka penampakan ikan lele dumbo asap pada ketiga
konsentrasi mengalami penurunan mutu. Akan tetapi, pada ikan lele dumbo asap
tanpa pelapisan kitosan lebih cepat mengalami penurunan mutu dibanding ikan
lele dumbo asap dengan pelapisan kitosan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
penampakan ikan lele dumbo asap dari ketiga konsentrasi pada hari ke-0 dan hari
ke-7 tidak berbeda nyata. Sedangkan pada penyimpanan hari ke-14, penampakan
ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan atau kitosan 0% berbeda nyata dengan
pelapisan kitosan 1% dan 2%. Namun, penampakan antara ikan lele dumbo asap
kitosan 1% dengan 2% pada penyimpanan hari ke-14 tidak berbeda nyata.
Jika dibandingkan dengan konsentrasi 0%, konsentrasi 1% dan 2% memiliki
penampakan yang masih dapat diterima oleh panelis hingga hari ke-14.
Jika dilihat dari hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11), dapat dikatakan bahwa
perlakuan pelapisan kitosan, lama penyimpanan serta interaksinya memberikan
pengaruh nyata terhadap organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap.
32
4.2.2 Aroma
Komponen asap golongan fenol seperti quaiakol, siringol dan pirokatekol
mudah larut dalam lemak, sehingga semakin banyak kadar lemak bahan pangan
makin sedap pula aroma asap yang didapat (Shahidi 1994). Ikan yang baru
mengalami proses pengasapan memiliki aroma asap yang lembut sampai cukup
tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau apek
dan asam (Adawyah 2007). Adapun penilaian organoleptik aroma ikan lele
dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada
Tabel 8 dan Gambar 8.
Tabel 8 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik aroma ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan
Kitosan
0%
1%
2%
Lama Penyimpanan
(hari ke-)
0
Rataan
Aroma
8,33
7
6,53
14
0
4,27
8,13
7
7,93
14
6,27
0
8,33
7
14
7,40
6,73
Kurang harum, asap cukup, tanpa bau
tambahan mengganggu
Bau tambahan kuat, tercium bau
amoniak dan tengik
Busuk, bau amoniak kuat dan tengik
Kurang harum, asap cukup, tanpa bau
tambahan mengganggu
Kurang harum, asap cukup, tanpa bau
tambahan mengganggu
Bau tambahan kuat, tercium bau
amoniak dan tengik
Kurang harum, asap cukup, tanpa bau
tambahan mengganggu
Netral, sedikit bau tambahan
Netral, sedikit bau tambahan
Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11), dapat dikatakan bahwa pelapisan
kitosan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian
organoleptik aroma ikan lele dumbo asap. Demikian pula kombinasi atau interaksi
antara perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap organoleptik aroma ikan lele dumbo asap.
33
Nilai rata-rata organoleptik aroma
9.00
8.33e
e
8.13de 8.33
7.93cd
8.00
7.40bcd
6.53b
7.00
6.27b
6.73bc
6.00
5.00
4.27a
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0
7
14
Penyimpanan hari ke-
Gambar 8 Diagram batang organoleptik parameter aroma ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan (
Kitosan 0%
Kitosan 1%
Kitosan 2%)
Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang
ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn.
Berdasarkan diagram batang pada Gambar 8, menunjukkan bahwa pada
penyimpanan hari ke-0 ketiga konsentrasi yaitu 0%, 1% dan 2% tidak berbeda
nyata. Sedangkan pada hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan
(kitosan 0%) berbeda nyata dengan ikan lele dumbo asap yang dilapisi kitosan 1%
dan kitosan 2%. Begitu pula pada penyimpanan hari ke-14, penampakan
konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%. Tanpa adanya
pelapisan kitosan, aroma ikan asap lebih cepat mengalami penurunan mutu yang
ditandai dengan aroma busuk, bau amoniak kuat dan tengik. Aroma tambahan ini
diduga disebabkan karena terjadinya oksidasi lemak selama penyimpanan. Lemak
dan protein yang dipecah oleh bakteri perusak yang mencemari ikan lele dumbo
asap akan menghasilkan aroma yang tidak diinginkan. Aroma ini berasal dari
metabolit-metabolit sederhana yang dihasilkan oleh bakteri. Akan tetapi dengan
adanya pelapisan kitosan dan pengemasan vakum dapat menghambat terjadinya
proses oksidasi lemak dengan cara mereduksi oksigen yang masuk kedalam
daging ikan. Edible coating atau film telah diselidiki mampu untuk menghambat
kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut (Ouattara et al. 2000).
Edible coating merupakan salah satu metode yang paling efektif untuk
menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005), sebagai pengikat warna, flavor,
sumber gizi, dan bahan antioksidan (Cassariego et al. 2007). Timbulnya aroma
yang tidak diinginkan pada ikan asap selain disebabkan oleh proses oksidasi
34
lemak selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh bahan organik (bahan bakar)
yang digunakan dalam proses pengasapan. Kayu yang mengandung damar, rusak,
lapuk atau berjamur tidak baik untuk pengasapan ikan karena menimbulkan bau
dan rasa yang kurang enak (Adawyah 2007).
4.2.3 Rasa
Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan
akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Meskipun
parameter penilaian baik, tetapi jika rasanya tidak disukai atau tidak enak maka
produk akan ditolak oleh konsumen (Winarno 1992). Penilaian organoleptik rasa
ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat
pada Tabel 9 dan Gambar 9.
Tabel 9 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik rasa ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan
Kitosan
0%
1%
2%
Lama Penyimpanan
(hari ke-)
0
7
Rataan
Rasa
8,40
6,27
14
0
7
14
0
7
14
3,93
8,33
7,60
6,47
8,13
7,53
6,60
Enak, kurang gurih
Tidak enak dengan rasa tambahan
mengganggu
Basi
Enak, kurang gurih
Kurang enak, tidak gurih
Kurang enak, tidak gurih
Enak, kurang gurih
Kurang enak, tidak gurih
Kurang enak, tidak gurih
Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11), dapat dikatakan bahwa pelapisan
kitosan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian
organoleptik rasa ikan lele dumbo asap. Demikian pula kombinasi antara
perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap
organoleptik rasa ikan lele dumbo asap. Secara umum, produk atau bahan
makanan yang mengalami penyimpanan akan mengalami penurunan mutu baik
dari segi fisik maupun kimiawinya. Penurunan nilai organoleptik rasa ikan lele
dumbo asap diduga karena aktivitas mikroba yang menghasilkan metabolit
sekunder dan peranan enzim yang menghasilkan bau yang tidak enak sehingga
35
dapat mempengaruhi penilaian panelis terhadap rasa suatu produk, oleh karena itu
dengan pelapisan kitosan dapat menghambat pertumbuhan mikroba, kapang, dan
jamur. Karena kitosan memiliki sifat yang tidak beracun, antibakteri, antioksidan,
pembentuk film, biokompatibilitas dan biodegradabilitas (Majeti dan Kumar
Nilai rata-rata organoleptik rasa
2000).
9.00
8.40e 8.33e 8.13d
7.60cd 7.53cd
8.00
7.00
bcd
6.47bc 6.60
6.27b
6.00
5.00
3.93a
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0
7
14
Penyimpanan hari ke-
Gambar 9 Diagram batang organoleptik parameter rasa ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan ( Kitosan 0%
Kitosan 1%
Kitosan 2%)
Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang
ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn.
Berdasarkan diagram batang pada Gambar 9, menunjukkan bahwa pada
penyimpanan hari ke-0 ketiga konsentrasi yaitu 0%, 1% dan 2% tidak berbeda
nyata. Sedangkan pada hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan
(kitosan 0%) berbeda nyata dengan ikan lele dumbo asap yang dilapisi kitosan 1%
dan 2%. Begitu pula pada penyimpanan hari ke-14, konsentrasi 0% berbeda nyata
dengan konsentrasi kitosan 1% dan 2%. Akan tetapi, antara konsentrasi kitosan
1% dan 2% pada penyimpanan hari ke-14 tidak berbeda nyata. Komponen citarasa
pada ikan asap dipengaruhi oleh komponen yang dihasilkan melalui pengasapan.
Hal itu berarti pula bahwa rasa pada ikan asap tergantung pada jenis kayu yang
digunakan. Ikan asap yang bermutu bagus memiliki rasa yang lezat, enak, rasa
asap terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, dan tidak berasa
tengik (Adawyah 2007).
36
4.2.4 Tekstur
Tekstur suatu bahan pangan erat kaitannya dengan kandungan air yang ada
dalam bahan pangan tersebut. Semakin tinggi kandungan airnya maka semakin
lunak atau lembek. Ikan asap yang masih dalam kondisi bagus memiliki tekstur
kompak, cukup elastis, tidak terlalu keras (kecuali produk tertentu seperti ikan
kayu), tidak lembek, tidak rapuh, dan tidak lengket (Adawyah 2007). Penilaian
organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil
penelitian dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 10.
Tabel 10 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik tekstur ikan lele dumbo
asap selama penyimpanan
Rataan
Tekstur
0%
Lama Penyimpanan
(hari ke-)
0
7,93
1%
7
14
0
5,73
4,60
7,60
2%
7
14
0
6,86
5,46
7,20
7
14
6,73
5,87
Padat, kompak, cukup kering, antar
jaringan erat
Kurang kering, antar jaringan longgar
Lunak, antar jaringan mudah lepas
Padat, kompak, cukup kering, antar
jaringan erat
Kurang kering, antar jaringan longgar
Kurang kering, antar jaringan longgar
Padat, kompak, cukup kering, antar
jaringan erat
Kurang kering, antar jaringan longgar
Kurang kering, antar jaringan longgar
Kitosan
Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) dapat dikatakan bahwa pelapisan
kitosan tidak pengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik tekstur ikan lele
dumbo asap. Akan tetapi, lama penyimpanan dan kombinasi (interaksi) antara
perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap
organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap. Selama penyimpanan, dari hari ke-0
sampai hari ke-14 nilai organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap cenderung
mengalami penurunan.
Nilai rata-rata organoleptik tekstur
37
8.00
7.93e 7.60de
7.20de
6.86cd 6.73bcd
7.00
5.73bc
6.00
5.46b
5.87bcd
4.60a
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0
7
14
Penyimpanan hari ke-
Gambar 10 Diagram batang organoleptik parameter tekstur ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan (
Kitosan 0%
Kitosan 1%
Kitosan 2%)
Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang
ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn.
Berdasarkan diagram batang pada Gambar 10, menunjukkan bahwa kitosan
0% hari ke-0 dibandingkan dengan kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata.
Ketiga konsentrasi tersebut memiliki tekstur yang padat, kompak, cukup kering,
dan antar jaringan erat (Tabel 10). Begitu pula pada hari ke-7, ikan lele dumbo
asap tanpa pelapisan kitosan tidak berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2% yang
dicirikan dengan tekstur yang kurang kering dengan jaringan yang mulai longgar
(Tabel 10). Sedangkan pada hari ke-14 dari ketiga konsentrasi menunjukkan
bahwa konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata dengan konsentrasi kitosan 1% dan
2%, namun antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata.
Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai
barrier (penghalang) yang baik, karena pelapis polisakarida dapat membentuk
matriks yang kuat dan kompak (Krochta et al. 1994). Oleh karena itu, dengan
pelapisan kitosan dapat berfungsi sebagai media pembatas antara bahan dengan
lingkungan sehingga mampu mereduksi pengaruh dari lingkungan terhadap bahan
pangan. Selain itu, adanya tindakan pengemasan vakum pada ikan lele dumbo
asap merupakan suatu usaha perlindungan terhadap pengaruh suhu, kelembaban
dan tekanan udara di ruang penyimpanan.
38
4.2.5 Warna
Salah satu efek yang diperoleh dari hasil pengasapan adalah terjadinya
pewarnaan (pencoklatan). Perubahan warna tersebut terjadi akibat berlangsungnya
reaksi antara komponen fenol dalam asap dengan komponen protein dan gula
dalam daging ikan. Selain itu, juga terjadi reaksi maillard antara gugus amino
dengan gula dalam daging ikan akibat proses pemanasan selama pengasapan
(Winarno 1992). Penilaian organoleptik warna ikan lele dumbo asap dengan
edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 11.
Tabel 11 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik warna ikan lele dumbo
asap selama penyimpanan
Lama Penyimpanan
(hari ke-)
0
Rataan
Warna
7,60
7
5,93
14
4,80
1%
0
7,93
2%
7
14
0
7,07
6,33
7,60
7
14
6,40
6,40
Menarik, warna cokelat, mengkilat
spesifik jenis
Tidak menarik, warna cokelat tua,
kusam
Tidak menarik, warna cokelat tua,
kusam
Menarik, warna cokelat, mengkilat
spesifik jenis
Kurang menarik, warna cokelat kusam
Kurang menarik, warna cokelat kusam
Menarik, warna cokelat, mengkilat
spesifik jenis
Kurang menarik, warna cokelat kusam
Kurang menarik, warna cokelat kusam
Kitosan
0%
Ikan asap yang bermutu tinggi dicirikan dengan warnanya yang cokelat
keemasan, cokelat kekuningan atau cokelat agak gelap dengan warna yang
tersebar merata dan spesifik jenis (Adawyah 2007). Hasil uji statistik
Kruskal-Wallis (Lampiran 11), menunjukkan bahwa pelapisan kitosan dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik warna
ikan lele dumbo asap. Demikian pula kombinasi antara perlakuan konsentrasi
kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap organoleptik warna
ikan lele dumbo asap.
39
Nilai rata-rata organoleptik warna
8.00
e
7.60de 7.93 7.60de
7.00
5.93b
6.00
7.07cd
6.40bcd
6.33bc 6.40bcd
4.80a
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0
7
14
Penyimpanan hari ke-
Gambar 11 Diagram batang organoleptik parameter warna ikan lele dumbo asap
selama penyimpanan (
Kitosan 0%
Kitosan 1%
Kitosan 2%)
Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang
ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn.
Berdasarkan diagram batang pada Gambar 11, terlihat bahwa pada hari ke-0
ketiga konsentrasi (kitosan 0%, 1%, 2%) menunjukkan tidak berbeda nyata,
namun pada hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan berbeda
nyata dengan konsentrasi kitosan 1% dan 2%. Sedangkan pada penyimpanan hari
ke-14, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan (kitosan 0%) menunjukkan
adanya perbedaan nyata dengan ikan lele dumbo asap yang dilapisi kitosan 1%
dan 2%, namun antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata.
Ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan lebih cepat mengalami penurunan
mutu organoleptik warna dibanding pelapisan kitosan 1% dan 2%. Pada
penyimpanan hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan warnanya
sudah tidak menarik, cokelat tua dan kusam (Tabel 11). Oleh karena itu, pada
penyimpanan hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan sudah ditolak oleh
panelis. Menurut Syarief dan Halid (1993), perubahan parameter-parameter mutu
seperti kadar air, cita rasa, tekstur, warna, dan sebagainya selama penyimpanan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara
atau karena faktor komposisi makanan itu sendiri. Kitosan sebagai edible coating
pada makanan akan saling berikatan dan membentuk suatu matriks kompak yang
berfungsi sebagai penghalang terhadap bahan-bahan tertentu yang dapat merusak
bahan (Krochta et al. 1994).
40
4.3 Analisis Proksimat Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap Selama
Penyimpanan Suhu Ruang (27-30oC)
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi suatu
produk. Perubahan nilai gizi dalam bahan pangan dapat terjadi pada beberapa
tahap selama proses pemanenan, persiapan, pengolahan, distribusi, dan
penyimpanan. Analisis proksimat yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat
(by difference) yang diukur pada awal dan akhir penyimpanan produk. Hasil
analisis proksimat pada ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum selama
penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Hasil analisis proksimat ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
Parameter
Kadar air
Kadar abu
Kadar lemak
Kadar protein
Kadar
karbohidrat (by
difference)
Lama
penyimpanan
(hari)
Nilai rata-rata (%)
Kitosan 0%
Kitosan 1%
Kitosan 2%
0
14
0
14
0
14
0
14
0
64,36
67,00
5,22
5,07
7,43
5,69
19,12
14,94
3,88
63,69
64,10
3,96
3,93
5,47
4,17
23,67
21,49
3,22
59,70
62,31
3,82
3,48
7,21
5,32
24,07
21,07
5,21
14
7,31
6,32
7,83
Kadar air merupakan faktor penting yang sangat besar pengaruhnya
terhadap sifat fisik dan daya awet suatu produk hasil olahan. Hal ini terkait
dengan sifat air yang dapat mempengaruhi perubahan kimia, mikrobiologi,
enzimatis, dan perubahan sifat fisik makanan. Perubahan-perubahan tersebut akan
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa makanan (Winarno 1992).
Berdasarkan hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa nilai kadar air
pada hari ke-0 untuk semua perlakuan cukup tinggi. Menurut standar
SNI 2725-1 (2009), nilai maksimal kadar air ikan asap sebesar 60%. Tingginya
nilai kadar air ini dipengaruhi oleh faktor-faktor selama proses pengasapan,
41
seperti suhu pengasapan, kelembaban udara, jenis dan kondisi bahan bakar,
jumlah asap, ketebalan asap serta kecepatan aliran asap di dalam alat pengasapan.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi banyaknya asap yang kontak dengan ikan
sehingga berpengaruh pula terhadap panas yang diberikan dan banyaknya air yang
hilang dari produk.
Selama
penyimpanan
kadar
air
produk
mengalami
peningkatan.
Peningkatan ini dipengaruhi oleh sifat alamiah produk, kelembaban lingkungan,
sifat penyerapan air dan jumlah mikroorganisme yang ada dalam bahan sehingga
menyebabkan produk menjadi lembek dan sedikit berlendir serta reaksi-reaksi
kimia yang terjadi dalam bahan. Menurut Syarief dan Halid (1993), kandungan air
suatu bahan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan
ketahanan simpan. Selama penyimpanan, parameter-parameter mutu seperti kadar
air, cita rasa, tekstur, warna dan sebagainya akan berubah karena pengaruh
lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara atau karena faktor
komposisi
makanan
itu
sendiri.
Menurut
Syarief
et
al.
(1989),
perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologi pada suatu
produk sehubungan dengan kemasan yang digunakan sangat ditentukan oleh sifat
alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan saja.
Selain itu, salah satu kelemahan dengan kitosan adalah sensitivitas yang tinggi
terhadap kelembaban (Ruban 2009).
Kadar abu ikan lele dumbo asap pada perlakuan edible coating kitosan lebih
rendah dibanding tanpa perlakuan. Hal ini diduga disebabkan oleh sifat kitosan
sebagai adsorben yang mampu menyerap ion-ion logam mineral. Gugus amino
(-NH2) kitosan dalam kondisi asam berair akan menangkap H+ dari lingkungannya
sehingga gugus aminonya terprotonasi menjadi NH3+. Gugus inilah yang dapat
dimanfaatkan untuk proses penyerapan ion (Purwantiningsih et al. 2009). Selama
penyimpanan, perubahan kadar abu ikan lele dumbo asap relatif kecil. Hal ini
diduga karena mineral pada bahan pangan umumnya tidak terpengaruh oleh
adanya proses pengolahan dan penyimpanan.
Kadar lemak ikan lele dumbo asap hasil analisis lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar lemak ikan lele segar. Menurut Shahidi (1994), komponen asap
yang dominan adalah quaiakol, siringol dan pirokatekol. Karena komponen fenol
42
mudah larut dalam lemak maka semakin banyak kadar lemak bahan pangan makin
sedap pula aroma asap yang didapat. Selama penyimpanan, menunjukkan bahwa
kadar lemak mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh terjadinya
oksidasi lemak selama penyimpanan.
Hasil analisis kadar protein pada ikan lele dumbo asap menunjukkan bahwa
selama penyimpanan, kadar protein baik pada perlakuan pelapisan kitosan
ataupun tanpa pelapisan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim proteolitik yang
dapat memecah molekul protein dalam bahan pangan. Selain itu, kitosan bersifat
polielektrolitik dan mudah mengalami biodegradasi serta berinteraksi dengan
zat-zat organik lainnya seperti protein. Selain itu, asap dari proses pengasapan
mengandung gugus karbonil yang dapat bereaksi dengan lisin sehingga
mengurangi kualitas protein (Moeljanto 1992).
Kadar karbohidrat (by difference) ditentukan dari hasil pengurangan 100%
dengan kadar air, abu, lemak, dan protein. Sehingga kadar karbohidrat tergantung
pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat dipengaruhi oleh
faktor kandungan zat gizi lainnya (Winarno 1992). Perubahan nilai rata-rata kadar
karbohidrat terjadi karena perubahan komponen gizi lainnya selama penyimpanan.
4.4 Uji Mikrobiologi Total Plate Count (TPC) Selama Peyimpanan
Secara mikrobiologis keberadaan mikroba dalam produk ikan lele dumbo
asap digunakan sebagai parameter kebusukan untuk melihat tingkat kemundurun
mutu produk dan tingkat kelayakannya untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan
kerusakan mikrobiologis ini merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan
serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang
diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat (Muchtadi 2008).
Proses penggaraman dan pengeringan yang merupakan bagian dari proses
pengasapan tidak dapat mematikan semua bakteri yang ada pada ikan. Bakteri
pembusuk pada umumnya tidak tahan garam, namun bakteri halofilik masih dapat
bertahan hidup dengan baik (Agustini dan Sedjati 2007).
Hasil analisis total mikroba dan nilai log TPC ikan lele dumbo asap edible
coating kitosan yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang (27-30oC)
dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 12.
43
Tabel 13 Total mikroba ikan lele dumbo asap edible coating kitosan yang
dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang
Konsentrasi
Kitosan (%)
0
Lama
Penyimpanan
(hari)
0
Jumlah mikroba
(koloni/gram)
Log
3,50x103
3,48
7
4,25x106
6,63
14
3,00x108
8,48
0
2,19x103
3,06
7
1,94x105
5,29
14
2,90x107
7,46
0
1,20x102
2,08
7
2,03x105
5,31
14
2,40x106
6,38
1
2
8.48
9.00
8.00
7.46
6.63
Log TPC (koloni/g)
7.00
6.00
6.38
5.29 5.31
5.00
4.00
3.48
3.06
3.00
2.08
2.00
1.00
0.00
0
7
14
Penyimpanan hari ke-
Gambar 12 Diagram batang uji TPC ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
( Kitosan 0%
Kitosan 1%
Kitosan 2%)
Berdasarkan hasil uji Anova (Lampiran 16a) menunjukkan bahwa perlakuan
kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap total mikroba ikan lele
dumbo asap. Demikian pula interaksi antara konsentrasi kitosan dan lama
penyimpanan juga memberikan pengaruh nyata terhadap total mikroba. Perubahan
jumlah log mikroba akibat perlakuan kitosan dan lama penyimpanan dapat dilihat
pada Gambar 12. Dari hasil uji lanjut duncan (Lampiran 16b), menunjukkan
bahwa pada penyimpanan hari ke-0 dan ke-7, dari ketiga konsentrasi (0%, 1%,
2%) tidak berbeda nyata, namun pada penyimpanan hari ke-14, konsentrasi
44
kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%. Begitu pula antara
konsentrasi kitosan 1% dan 2% menunjukkan perbedaan yang nyata.
Hasil uji mikrobiologi pada Tabel 13 menunjukkan bahwa pada hari ke-0,
konsentrasi kitosan 0% memiliki total mikroba sebesar 3,50x103 (koloni/g)
dengan nilai log 3,48. Sedangkan untuk kitosan 1% dan kitosan 2% sebesar
2,19x103 dan 1,20x102 (koloni/g) dengan nilai log 3,06 dan 2,08. Selama
penyimpanan, jumlah koloni mikroba mengalami peningkatan baik untuk produk
yang tidak dilapisi kitosan maupun yang dilapisi kitosan. Akan tetapi, produk ikan
lele dumbo asap yang tidak dilapisi kitosan kenaikkannya lebih tinggi dibanding
produk yang dilapisi kitosan. Kitosan memiliki struktur khusus dengan kelompok
amino reaktif. Oleh karena itu, kitosan menjadi senyawa bioaktif yang
memperlihatkan fungsi antimikrobial (Kumar et al. 2004). Pada penyimpanan
hari ke-14, nilai total mikroba konsentrasi kitosan 0% meningkat menjadi
3,00x108 (koloni/g) dengan nilai log 8,48. Sedangkan untuk kitosan 1% dan
kitosan 2% sebesar 2,90x107 dan 2,40x106 (koloni/g) dengan nilai log 7,46 dan
6,38. ICMSF (1986) diacu dalam Mexis et al,. (2009) menyatakan bahwa batas
atas mikrobiologi produk makanan nilai TPC tidak boleh lebih dari 7 log cfu/gram.
Mekanisme senyawa kitosan sebagai bahan antimikrobial ada beberapa
kemungkinan. Sifat kitosan sebagai bahan pengkelat dapat mengkelat ion-ion
logam yang dibutuhkan enzim bakteri (Muzzarelli 1977). Teori yang lain
menyebutkan bahwa kation –NH3+ dapat mengacaukan metabolisme bakteri
dengan cara bereaksi dengan ion-ion negatif yang ada di membran sel bakteri
(Chen et al. 1998 dalam Agustini dan Sedjati 2007). Kondisi penyimpanan
produk bahan pangan akan mempengaruhi jenis bakteri yang mungkin
berkembang dan menyebabkan kerusakan. Penyimpanan suhu ruang dapat
mempercepat proses pembusukan. Hal ini disebabkan bakteri yang terdapat pada
ikan dapat melakukan metabolisme secara sempurna. Karena aktivitas
antimikrobanya,
kitosan
dapat
menghambat
pertumbuhan
berbagai
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan ragi (Sagoo et al. 2002).
4.5 Analisis Bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) Selama Penyimpanan
Bilangan TBA merupakan cara pengujian untuk menentukan tingkat
ketengikan lemak pada suatu bahan pangan yang ditunjukkan oleh jumlah
45
malonaldehid per kg bahan sebagai hasil reaksi oksidasi lemak (Ketaren 1986).
Ketengikan yang terjadi pada produk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap
disebabkan oleh reaksi oksidasi lemak baik secara enzimatik maupun non
enzimatik. Menurut Winarno (2007), proses ketengikan dapat terjadi karena lemak
atau minyak yang terdapat dalam bahan pangan atau dalam bentuk bebas
mengalami pemecahan melalui reaksi oksidasi, hidrolisa oleh enzim lipase
(pemecah lemak) sehingga menghasilkan gliserol dan asam lemak. Nilai TBA
ikan lele dumbo asap selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13.
0.29
Nilai TBA (mg malonaldehid/
kg bahan)
0.30
0.25
0.19
0.20
0.18
0.16 0.15
0.15
0.12
0.10
0.05
0.04
0.02
0.01
0.00
0
7
14
Penyimpanan hari ke-
Gambar 13 Diagram batang uji TBA ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
( Kitosan 0%
Kitosan 1%
Kitosan 2%)
Hasil uji Anova (Lampiran 19a) menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan
lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai TBA ikan lele dumbo asap.
Demikian pula interaksi antara konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan juga
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai TBA. Hasil uji lanjut duncan
(Lampiran 19b) menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-0, ke-7, dan hari
ke-14, kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%, namun antara
kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Nilai untuk konsentrasi kitosan 0%,
kitosan 1%, dan kitosan 2% di awal pengamatan secara berturut-turut sebesar
0,0432; 0,0243 dan 0,0144 (mg malonaldehid/ kg bahan). Sedangkan di akhir
pengamatan pada hari ke-14 nilai TBA mengalami peningkatan secara
berturut-turut menjadi sebesar 0,2911; 0,1932 dan 0,1827 (mg malonaldehid/
kg bahan). Ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan memiliki nilai
TBA yang relatif lebih rendah dibanding ikan lele dumbo asap tanpa
46
edible coating kitosan (kontrol). Perlakuan kitosan memberikan nilai TBA yang
lebih baik daripada perlakuan kontrol. Hal ini dapat terjadi karena kitosan yang
digunakan sebagai edible coating mampu menghalangi penetrasi oksigen ke
dalam daging ikan, dimana oksigen merupakan salah satu penyebab oksidasi yang
terjadi pada lemak ikan. Edible coating juga telah diselidiki mampu untuk
menghambat kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut
(Ouattara et al. 2000).
Suhu yang digunakan selama penyimpanan yaitu suhu ruang ± (27-30oC).
Park et al,. (2007) menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor penting
yang mempengaruhi proses oksidasi. Bilangan TBA akan meningkat dengan
meningkatnya lama dan suhu penyimpanan. Menurut John et al. (2004), produk
yang masih berkualitas baik memiliki nilai TBA kurang dari 2 mg
malonaldehid/kg bahan. Chen et al,. (1996) menyatakan batas maksimum kadar
TBA untuk hasil peternakan dan perikanan yaitu 1-2 malonaldehid/kg bahan. Hal
ini menunjukkan bahwa produk ikan lele dumbo asap dengan edible coating
kitosan yang disimpan selama 14 hari pada suhu ruang masih memiliki kualitas
yang baik.
4.6 Analisis Aktivitas Air (aw) Selama Penyimpanan
Aktivitas air (aw) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kerusakan pangan karena aktivitas air dapat menggambarkan kebutuhan bakteri
akan air. Aktivitas air (water activity) adalah tekanan uap air yang terdapat dalam
makanan dibagi dengan tekanan uap air dari air murni, pada suhu yang sama
(Winarno 2007). Nilai aw pada tiap jenis makanan berbeda, makanan dengan
kandungan air yang tinggi jika jumlah air lebih besar daripada jumlah padatan
maka nilai aw mendekati atau sama dengan satu. Jika kandungan air lebih rendah
daripada padatan, aw lebih rendah dari 1,0 dan pada kandungan air lebih rendah
dari sekitar 50% maka nilai aw menurun dengan cepat dan hubungan antara
kandungan air dengan kelembaban nisbi dinyatakan dengan isoterm sorpsi
(Canovas et al. 2007). Diagram batang nilai rata-rata aw ikan lele dumbo asap
dengan edible coating kitosan yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu
ruang dapat dilihat pada Gambar 14.
47
0.9650
0.9650
0.9595
Nilai rata-rata aw
0.9600
0.9550
0.9500
0.9545
0.9500
0.9495
0.9495
0.9475
0.9535
0.9515
0.9450
0.9400
0.9350
0
7
14
Penyimpanan hari ke-
Gambar 14 Diagram batang uji aw ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
( Kitosan 0%
Kitosan 1%
Kitosan 2%)
Penggaraman dan pengeringan bahan pangan ditujukan untuk melawan
kebusukan oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme tidak pernah
terjadi tanpa adanya air. Aktivitas air atau aw sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroba, persyaratan minimal bagi mikroba dapat hidup untuk
bakteri adalah 0,9; khamir (0,80-0,90); kapang (0,60-0,70) (Winarno 2007).
Nilai aw yang dihasilkan untuk semua perlakuan relatif tinggi yaitu lebih dari 0,9.
Kenaikan kadar air tidak selalu diikuti oleh kenaikan aktivitas air. Kadar air dalam
bahan pangan atau makanan dapat berupa air terikat secara fisik maupun terikat
secara kimia, serta dalam bentuk air bebas. Air bebas itulah yang akan banyak
mempengaruhi aw dari pangan oleh moisture sorption isotherm dan kemampuan
hidup mikroba (Winarno 2007). Berdasarkan hasil uji Anova (Lampiran 22a)
menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap aktivitas air ikan lele dumbo asap. Akan tetapi, interaksi antara
konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap
aktivitas air ikan lele dumbo asap.
Hasil uji lanjut duncan (Lampiran 22b) aw pada perlakuan perbedaan
konsentrasi kitosan menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata
nyata dengan konsentrasi kitosan 1% dan 2%. Pada penyimpanan hari ke-0 dan
ke-7 berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-14. Hari ke-0 nilai aw kitosan 0%,
1% dan 2% secara berturut-turut sebesar 0,9545; 0,9500; 0,9495. Dan pada hari
ke-14, nilai aw tiap konsentrasi mengalami kenaikan menjadi 0,9650; 0,9535;
48
0,9515. Semakin lama penyimpanan, produk ikan lele dumbo asap ini mengalami
perubahan mutu. Peningkatan nilai aw pada ikan lele dumbo yang dikemas vakum
diduga terkait dengan proses degradasi protein. Adanya degradasi protein
menyebabkan terlepasnya ikatan antara protein dengan air yang akan menaikkan
aw dari bahan pangan. Lama penyimpanan akan mempengaruhi fluktuasi nilai aw
produk, karena bertambahnya lama peyimpanan berarti memberikan kesempatan
kepada bakteri-bakteri yang ada untuk tumbuh dengan memanfaatkan asam-asam
amino, asam lemak maupun komponen lain penyusun produk tersebut.
Mekanisme kerja senyawa kitosan tidak menurunkan nilai aw suatu produk, tetapi
melalui keberadaan kation –NH3+ dapat mengacaukan metabolisme sel bakteri
(Agustini dan Sedjati 2007).
49
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kemunduran mutu ikan lele dumbo asap ditandai dengan kerusakan produk
baik secara sensori, mikrobiologi (TPC) dan kimiawi (proksimat, TBA dan aw).
Hasil analisis statistik terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap
menunjukkan bahwa penggunaan kitosan sebagai edible coating dengan
konsentrasi 0%, 1%, 2% memberikan pengaruh nyata (p<0,05) pada penampakan,
aroma, rasa, dan warna, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada tekstur.
Sedangkan perlakuan lama penyimpanan 0, 7, 14 (hari) dan interaksi antara
konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan mempengaruhi tingkat kesukaan
panelis terhadap semua parameter organoleptik.
Hasil uji proksimat selama penyimpanan menunjukkan bahwa ikan lele
dumbo asap yang dikemas vakum dengan pelapisan kitosan 0%, 1%, 2% pada hari
ke-0 memiliki kadar air 64,36%, 63,69%, 59,70%, kadar abu 5,22%, 3,96%,
3,82%, kadar lemak 5,69%, 5,47%, 7,21%, kadar protein 19,12%, 23,67%,
24,07%, kadar karbohidrat 3,88%, 3,22%, 5,21%. Pada hari ke-14 kadar air
menjadi 67,00%, 64,10%, 62,31%, kadar abu 5,07%, 3,93%, 3,48%, kadar lemak
5,69%, 4,17%, 5,32%, kadar protein 14,94%, 21,49%, 21,07%, kadar karbohidrat
7,31%, 6,32%, 7,83%. Selama penyimpanan, penggunaan kitosan sebagai edible
coating pada ikan lele dumbo asap terhadap nilai proksimat mampu menjaga
kualitas makanan karena kitosan sendiri dapat berfungsi sebagai pengikat warna,
flavor, sumber gizi.
Perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata
(p<0,05) terhadap TPC, TBA dan aw ikan lele dumbo asap. Sedangkan interaksi
antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata
(p>0,05) terhadap aw ikan lele dumbo asap, namun berpengaruh nyata (p<0,05)
terhadap TPC dan TBA ikan lele dumbo asap. Pada hari ke-0 konsentrasi kitosan
0%, 1%, 2% memiliki TPC sebesar 3,50x103; 2,19x103; 1,20x102 (koloni/g) dan
pada hari ke-14, meningkat menjadi 3,00x108; 2,90x107; 2,40x106 (koloni/g).
Nilai TBA dari ketiga konsentrasi pada hari ke-0 secara berturut-turut
sebesar ,0432; 0,0243; 0,0144 (mg malonaldehid/ kg bahan) dengan aw sebesar
50
0,9545; 0,9500; 0,9495. Pada hari ke-14, nilai TBA dan aw meningkat menjadi
sebesar 0,2911; 0,1932; 0,1827 (mg malonaldehid/ kg bahan) dengan aw 0,9650;
0,9535; 0,9515.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penggunaan kitosan sebagai
edible coating menunjukkan bahwa kitosan lebih efektif dalam menjaga kualitas
serta menghambat kemunduran mutu ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
dibandingkan tanpa pelapisan kitosan. Pelapisan kitosan dengan konsentrasi 1%
merupakan konsentrasi terpilih. Hal ini dilihat dari hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa antara kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata serta dengan
mempertimbangkan keefektifan dan efisiensi dari penggunaan kitosan.
5.2 Saran
Saran pada penelitian ini adalah perlu adanya penelitian tentang pengaruh
perbedaan cara pelapisan kitosan terhadap mutu ikan lele dumbo asap. Selain itu,
disarankan pula untuk membandingkan antara penggunaan kemasan vakum dan
non vakum serta diversifikasi produk pengasapan dengan jenis ikan yang berbeda.
51
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Agustini TW dan S Sedjati. 2007. The effect of chitosan concentration and storage
time on the quality of salted-dried anchovy (Stolephorus heterolobus).
Journal of Coastal Development, 10(2): 63-71.
[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2007. Official
Methods of Analysis. 18thed. Marylan : Association of Official Analytical
Chemists Inc.
Amri A B. 2010. Timur tengah dongkrak kinerja ekspor ikan Indonesia.
http://www.kontan.co.id/index.php/bisnis/news/38613/. [23 Juni 2010].
Arpah M. 2007. Penetapan Kadaluwarsa Pangan. Bogor : Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
Brine JC, Sandford PA, Zikakis JP. 1992. Adences in chitin and chitosan. London
and New York : Elsevier Applied Science.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Spesifikasi Ikan Asap. SNI 2725.
1: 2009. Jakarta : BSN.
Canovas BGV, AJ Fontana Jr., SJ Schmidt, TP Labuza. 2007. Water activity in
foods. USA : Blackwell Publishing Ltd.
Cassariego A, BWS Souza, AA Vicente, JA Teixiera, L Cruz, R Diaz. 2007.
Chitosan coating surface and permeation properties as affected by
plasticizer, surfactant, and polymer concentration-application to vegetables.
Makalah dalam 2007 CIGR Section VI International Symposium on Food
and Agricultural Products : Processing ang Innovations, Naples.
Chen ZY, Chan PT, Ma PT, Fung RP, Wang J. 1996. Antioxsidative effect of
ethanol tea extract on oxidation of canola oil. Journal of the American Oil
Chemists’society 73 (3) : 375-380.
Cho YW, Jang J, Park CR, Ko SW. 2000. Preparation and solubility in acid and
water of partially deacetylated chitins. Journal of Biomacromoleculs,
1: 609‐614.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Produksi Ikan Olahan
Menurut Jenis Pengolahan di Indonesia Tahun 2002-2007.
Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil Perikanan.
. 2009. Volume Ekspor Ikan
Asap Indonesia Tahun 2005-2008. Jakarta : Departemen Kelautan dan
Perikanan.
El Ghaouth A, Grenier JA, Benhamou N, Asselin A, Belenger. 1994. Effect of
chitosan on cucumber plant suppression of phylum aphandenidermatum and
induction of defence reaction. Journal of Phylopathology 84:3.
Estaca J G, P. Montero, B. Gimenez, M. C. Gomez G. 2007. Effect of functional
edible films and high pressure processing on microbial and oxidative
52
spoilage in cold-smoked sardine (Sardina pilchardus). Journal of Food
Chemistry 105: 511-520.
Falahuddin A. 2009. Kitosan sebagai edible coating pada otak-otak bandeng
(Chanos
chanos
Forskal)
yang
dikemas
vakum
[skripsi].
Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Fan W, Junxiu S, Yunchuan C, Jian Q, Yan Z, Yuanlong C. 2009. Effects of
chitosan coating on quality and shelf life of silver carp during frozen
storage. Journal of Food Chemistry 115 (1) : 66-70.
Fardiaz S. 1992. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Gennadios R., Hanna, M. A., & Kurth, L. B. 1997. Application of edible coatings
on meats, poultry and seafoods: a review. Lebensmittel-Wissenschaft und
Technology 30 (4) : 337–350.
Giyatmi, N. Priatno, dan H. E. Irianto. 2002. Effects of smoke source and
smoking period on the quality of smoked dried fish stick. Journal of
Fisheries Science 68: 1367-1370.
Grimwood BE. 1975. Coconut Palm Product Tropical. London : Product Institut.
Guilbert S. 2000. Edible films and coatings and biodegradable packaging.
Journal of Dairy Fed 346:10–16.
Gushagia Y, Pipih S, Dadi R.S. 2008. Kajian efek daya hambat kitosan terhadap
kemunduran mutu fillet ikan patin (Pangasius hypopthalmus) pada
penyimpanan suhu ruang 11 (2) : 1-13.
Irawan A. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Solo : Aneka.
Jay JM. 1996. Modern Food Microbiology 4th edition. New York : D Von
Nostrand Company.
John LD, Cornforth, Carpenter CE, Sorhem O, Peetee BC, Whittier DR. 2004.
Comparison of color and thiobarbituric acid values of cooked hamburger
patties after storages of fresh beef chub in modified atmosphere. Journal
Food and Science 69: 608-614.
Julianti E dan M Nurminah. 2006. Teknologi Pengemasan. Medan : Departemen
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Kim K. W. and Thomas, R. L. (2007). Antioxidative activity of chitosans with
varying molecular weights. Journal of Food Chemistry 101(1) : 308–313.
Knorr D. 1982. Functional properties
Journal of Food Science 48:36-41.
of
chitin
and
chitosan.
Knorr D. 1994. Recovery and utilization of chitin and chitosan in food processing
waste management. Journal of Food Technology 44: 114-122.
53
Krochta JM. 1992. Control of mass transfet in food with edible coating and film.
Di dalam: Advence Food Engeneering. New York Sci. Pulb. Co., Inc.
Krochta JM, EA Baldwin, MO Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings And
Film To Improve Food Quality. USA : Economic Publ. Co., Inc.
Kumar MNV. 2000. A review of
Reactive Function Polymer 46: 1-27.
chitin
and
chitosan
application.
Kumar R, Muzzarelli RAA, Muzzarelli C, Sashiwa H, Domb AJ. 2004.
Chitosan chemistry and pharmaceutical perspectives. Journal of Chemistry
Review 104 (12): 6017-6084.
Majeti N V dan Ravi K. 2000. A review of chitin and chitosan applications.
Journal of Reactive and Functional Polymers 46: 1–27.
Mexis SF, Chouliara E, KOntominas MG. 2009. Combined effect of an O2
absorber and oregano essential oil on shelf-life extension of Greek cod roe
paste (tarama salad) stored at 4 °C. Journal of Food Science.
Moeljanto P. 1992. Penggaraman dan Pengeringan Ikan. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor : IPB Press.
Muzzarelli RAA. 1977. Chitin. Pergamon of Canada Ltd, Toronto, pp 139-150.
Muzzarelli RAA. 1996. Chitosan-based dietary foods. Journal of Carbohydrate
Polymer 29 (1996) : 309-316.
Najiyati S. 1998. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Nitibaskara R. 1988. Pengasapan Ikan. Bogor : Teknologi Hasil Perairan. Institut
Pertanian Bogor.
No HK, Na YP, Lee SH, Meyers SP. 2002. Antibacterial activity of chitosans and
chitosan oligomers with different molecular weights. Journal of Food
Microbiology 74 (1-2) : 65-72.
Nurilmala M, Nurjanah, dan Utama RH. 2009. Kemunduran mutu ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan
perlakuan cara mati. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12 (1).
Ouattara B, Simard RE, Piette G, Begin A, Holley RA. 2000. Diffusion of acetic
and propionic acids from chitosan-based antimicrobial packaging films.
Journal of Food Chemistry and Toxicology 65 (5) : 768–773.
Ouattara B, Sabato SF, Lacroix M. 2001. Combined effect of antimicrobial
coating and gamma irradiation on shelf life extension of pre-cooked shrimp
(Penaeus spp.). Journal of Food Microbiology 68 (1-2) : 1-9.
Oussalah M., Caillet, S., Salmie´ri, S., Saucier, L., & Lacroix, M. 2004.
Antimicrobial and antioxidant effects of milk protein-based film containing
essential oils for the preservation of whole beef muscle.
Journal of Agricultural and Food Chemistry 52 : 5598–5605.
54
Park SY, Yoo SS, Uh JH, Eun JB, Lee HC, Chin , kim an YJ, Chin KB. 2007.
Evaluation of lifid oxidation and oxidative product as affectide by pork meat
cut, packaging method and storage time during frozen storage(-10oC).
Journal Food Science 72(2): 114-119.
Pranoto Y, Rakshit SK, Salokhe VM. 2005. Enhancing antimicrobial activity of
chitosan films by incorporating garlic oil, potassium sorbate, and nisin.
Journal of Food Science Technology 38 (8) : 859-865.
Price JF, Schweigert BS. 1978. The Science of Meat and Meat Products.
Connecticut : Food and Nutrition Press, Inc., Westport.
Prihartono RE, Rasidik J, Arie U. 2000. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele
Dumbo. Jakarta : Penebar Swadaya.
Purwantiningsih S, Tuti W, Ahmad S, Dwi W. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial
Masa Depan. Bogor ; IPB Press.
Rabea EI, Badawy MET, Stevens CV, Smagghe G, Steuerbaut W. 2003. Chitosan
as antimicrobial agent: applications and mode of action. Journal of
Biomacromolecules 4 (6) : 1457-1465.
Rafaat D, Sahl HG. 2009. Chitosan and its antimicrobial potential – a critical
literature survey. Journal of Microbiol Technology 2 (2) : 186-201.
Rismana E. 2001. Langsing dan Sehat Lewat Limbah Perikanan. [Majalah Sinar
Harapan]. http:// www.sinarharapan.co.id/berita. [21 Juni 2010].
Ruban SW. 2009. Biobased packaging - application in meat industry. Journal of
Food Technology 2(2) : 79-82.
Sagoo S, Board R, Roller S. 2002. Chitosan inhibits growth of spoilage
microorganisms in chilled pork products. Journal of Food Microbiology,
19 (2-3): 175-182.
Satya Y. 2008. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya.
Shahidi F. 1994. Flavor of Meat and Meat Products. New York : Autumn Press.
Sudarshan NR, Hoover DG, Knorr D. 1992. Antimicrobial action of chitosan.
Journal of Food Biotechnology 6: 257-272.
Suptijah P, E. Salamah, H. Sumaryanto, J. Santoso. 1992. Pengaruh berbagai
isolasi ktin kulit udang terhadap mutunya. Laporan penelitian. Departemen
Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Suptijah P. 2006. Deskriptif karaktaristik dan aplikasi kitin-kitosan. Didalam
Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Bogor: Departemen Hasil
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Suyanto SR. 1999. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya.
Syamsir E. 2009. Kerusakan ikan asap. http://ilmupangan.blogspot.com/2009/12/
kerusakan-ikan-asap.html. [22 Juni 2010].
Syarief R., S. Santausa dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.
Bogor : Laboratorium Rekayasa Bioproses Pangan, PAU-IPB.
55
Syarief R. dan Y. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta : Arcan.
Tharanathan RN, Kittur FS. 2003. Chitin-the undisputed biomolecule of great
potential. Journal of Food Science Nutrition 43: 61-87.
Tsai GJ, Su WH, Chen HC, Pan CL. 2002. Antimicrobial activity of shrimp chitin
and chitosan from different treatments and applications of fish preservation.
Journal of Fisheries Science 68: 170-177.
Wang GH. 1992. Inhibition and activation of five species of foodborne pathogens
by chitosan. Journal of Food Protection 55: 916-919.
Wibowo S. 1995. Industri Pengasapan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Winarno F G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
_______
. 2007. Teknobiologi Pangan. Bogor : Mbrio Press.
Zaitsev VP, Kizevetter I, Lagunov L, Makarova T, Minder L, Podsevalov V.
1969. Fish Curing and Processing. Moscow : Mir Publisher. Translate from
The Russian By Merindol DE.
56
57
Lampiran 1a Data uji proksimat kitosan bahan penelitian
Bahan
ulangan
Kadar abu
(%)
Kitosan
1
2
0,21
0,21
0,21
0
Rata-rata
stdev
Kadar
protein
(%)
8,29
8,29
8,29
0
Kadar
lemak
(%)
2,43
2,53
2,48
0,07
Kadar
air (%)
Kadar
karbohidrat (%)
13,57
13,77
13,67
0,14
75,50
75,20
75,35
0,21
Lampiran 1b Produk ikan lele dumbo asap sebelum dan sesudah dikemas vakum
58
Lampiran 2 Data uji organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Rata-rata
H0
7
5
7
9
7
9
7
9
7
7
9
7
9
7
7
7
9
7
5
9
5
9
5
9
9
7
9
9
9
7
7,6
Kitosan 0%
H7
H14
9
5
7
5
9
5
9
5
7
7
7
3
7
5
7
5
5
5
5
1
7
7
5
1
7
7
9
5
7
5
1
5
5
5
5
5
5
7
7
3
5
5
5
7
5
3
7
5
5
3
5
3
5
5
7
5
9
5
5
5
6,27
4,73
Parameter penampakan
Kitosan 1%
H0
H7
H14
7
7
7
5
7
5
7
7
7
9
7
9
9
9
9
9
9
5
7
7
9
9
7
7
7
7
9
9
7
5
9
7
7
7
7
5
9
7
7
7
7
9
7
7
5
9
5
5
9
7
5
7
7
5
5
7
5
9
7
7
7
7
5
9
7
9
7
5
5
9
7
5
9
9
7
7
7
5
9
5
9
9
7
5
9
9
9
7
9
5
7,93
7,13
6,53
H0
7
7
7
9
7
9
7
9
5
7
7
7
9
5
5
9
9
9
5
7
7
9
7
9
9
7
9
9
9
7
7,6
Kitosan 2%
H7
H14
9
9
7
7
9
7
9
9
5
9
9
5
7
9
7
7
7
9
5
5
5
7
9
5
7
7
9
9
9
7
3
5
5
7
7
3
9
5
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
7
5
7
5
9
7
7
9
9
7
7
7,13
7,07
58
59
Lampiran 3 Data uji organoleptik aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Rata-rata
H0
9
9
9
9
5
9
9
9
9
7
7
7
9
9
7
9
9
9
9
9
7
9
7
7
9
9
9
9
7
9
8,33
Kitosan 0%
H7
3
7
7
7
7
5
7
7
7
7
5
7
7
7
7
3
9
7
7
7
9
7
5
5
5
7
7
7
7
7
6,53
H14
5
5
5
5
7
3
5
5
5
1
5
1
5
5
5
5
5
1
7
1
7
5
5
3
3
5
5
1
3
5
4,27
Parameter aroma
Kitosan 1%
H0
H7
H14
9
9
7
5
9
5
7
9
7
9
9
9
7
9
9
9
7
5
9
9
9
9
7
7
9
7
9
9
9
7
9
9
5
5
9
7
9
7
7
9
9
9
7
7
5
9
7
7
9
7
5
7
9
3
7
7
5
9
9
7
9
7
5
9
7
7
5
7
7
7
7
3
9
7
3
9
9
9
9
7
5
9
7
3
9
9
5
7
7
7
8,13
7,93
6,27
H0
9
5
7
9
7
9
7
9
7
9
9
5
9
9
7
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
7
8,33
Kitosan 2%
H7
H14
9
9
7
7
9
7
7
9
5
9
7
7
9
9
9
7
9
9
7
5
9
3
7
5
7
7
9
9
5
7
5
7
9
7
9
3
7
7
7
9
9
7
7
5
7
5
5
7
5
3
9
9
7
7
7
3
7
7
7
7
7,4
6,73
59
60
Lampiran 4 Data uji organoleptik rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Rata-rata
H0
9
9
9
9
7
9
9
9
7
9
9
9
9
7
7
9
9
7
7
9
7
9
7
7
9
9
9
9
9
9
8,4
Kitosan 0%
H7
7
7
7
5
7
5
5
7
5
7
9
7
7
7
3
5
5
5
7
7
7
3
7
5
5
7
9
9
9
3
6,27
H14
5
5
5
7
7
3
5
3
5
1
5
1
5
5
3
5
3
5
1
1
5
3
5
5
5
3
3
5
1
3
3,93
Parameter rasa
Kitosan 1%
H0
H7
H14
9
7
7
5
7
7
9
7
5
9
7
7
9
9
7
9
7
7
9
7
9
9
5
5
9
7
7
9
9
7
9
9
7
7
7
7
9
9
7
7
7
9
7
7
3
9
7
5
9
7
5
7
9
7
9
7
7
9
5
7
9
9
7
7
7
3
7
7
7
7
9
9
9
7
9
9
9
5
9
7
5
9
9
7
9
9
7
7
9
3
8,33
7,6
6,47
H0
9
7
7
9
7
9
9
9
5
9
7
7
9
7
7
9
9
9
7
9
9
7
7
9
9
9
9
9
9
7
8,13
Kitosan 2%
H7
H14
9
9
9
7
5
7
7
9
9
9
9
9
9
9
9
5
7
7
7
3
9
5
7
3
9
7
9
9
7
5
5
5
5
5
9
7
7
9
9
7
5
7
9
5
7
7
7
9
5
9
7
5
5
5
9
7
7
3
9
5
7,53
6,6
60
61
Lampiran 5 Data uji organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Rata-rata
H0
7
9
9
9
7
9
9
9
3
9
7
7
9
5
7
9
9
9
9
9
7
7
5
7
9
9
9
9
9
7
7,93
Kitosan 0%
H7
3
7
9
9
5
5
3
7
3
7
7
7
5
5
3
3
5
7
7
7
7
3
7
5
5
7
5
5
7
7
5,73
H14
3
5
5
7
3
5
5
3
5
1
5
1
5
7
5
5
7
3
7
1
7
7
7
5
5
5
1
3
7
3
4,6
H0
7
5
5
9
7
9
9
9
5
9
9
5
7
5
5
9
9
7
9
9
9
7
7
7
9
9
9
9
9
5
7,6
Parameter tekstur
Kitosan 1%
H7
H14
7
5
7
3
9
5
7
5
7
3
7
7
7
7
7
5
7
7
7
5
7
5
7
5
5
5
9
9
7
5
5
5
7
5
9
3
7
5
7
5
7
9
7
7
3
7
5
5
5
7
9
5
7
5
7
5
7
7
7
3
6,86
5,46
H0
7
7
5
9
7
9
7
9
3
7
7
5
9
3
3
9
9
9
9
7
7
7
7
7
9
9
9
9
7
5
7,2
Kitosan 2%
H7
9
7
9
9
5
5
7
7
7
5
7
7
7
7
7
5
7
9
7
7
3
5
3
7
7
9
7
7
7
7
6,73
H14
5
5
5
9
5
7
7
5
7
3
5
3
7
9
7
5
7
3
5
7
9
7
7
5
7
5
3
5
7
5
5,87
61
62
Lampiran 6 Data uji organoleptik warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
H0
7
5
7
9
7
9
7
9
7
7
9
7
9
7
7
7
9
7
5
9
5
9
5
9
9
7
9
9
9
7
Rata-rata
7,6
Kitosan 0%
H7
5
7
7
7
5
5
3
7
3
5
7
7
5
5
5
3
7
7
7
5
5
5
7
7
7
7
7
7
7
7
5,93
H14
5
3
5
7
7
5
5
7
5
1
5
1
5
5
5
5
5
3
7
1
5
5
5
5
5
7
5
5
5
5
Parameter warna
Kitosan 1%
H0
H7
H14
7
9
7
5
7
5
7
7
7
9
7
9
9
7
9
9
7
5
7
9
9
9
7
7
7
7
7
9
7
5
9
7
7
7
7
5
9
7
7
7
7
7
7
5
5
9
5
5
9
7
5
7
7
3
5
7
7
9
7
5
7
5
5
9
9
7
7
7
5
9
7
7
9
7
7
7
9
9
9
7
5
9
7
7
9
7
5
7
7
7
H0
7
7
7
9
7
9
7
9
5
7
7
7
9
5
5
9
9
9
5
7
7
9
7
9
9
7
9
9
9
7
4,8
7,93
7,6
7,07
6,33
Kitosan 2%
H7
7
5
7
7
5
5
7
7
7
5
7
7
7
5
5
5
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9
5
5
5
7
6,4
H14
9
5
7
9
9
7
9
7
7
5
5
5
7
7
7
5
5
1
5
7
9
5
5
7
5
9
7
5
5
7
6,4
62
63
Lampiran 7 Lembar penilaian sensori ikan lele dumbo asap selama penyimpanan
Nama panelis :.............................................. Tanggal :....................................
• Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode contoh yang diuji.
Kode contoh
Spesifikasi
Nilai
1.
Penampakan
•
•
•
•
•
Utuh, bersih, warna coklat sangat mengkilat spesifik jenis.
Utuh, bersih, warna coklat, mengkilat spesifik jenis.
Utuh, bersih, warna coklat, kusam.
Tidak utuh, warna coklat tua, kusam.
Tidak utuh, warna coklat tua, kusam sekali.
2.
Bau (Aroma)
•
•
•
•
•
Harum asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu.
Kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan
mengganggu.
Netral, sedikit bau tambahan.
Bau tambahan kuat, tercium bau amoniak dan tengik.
Busuk, bau amoniak kuat dan tengik.
3.
Rasa
•
•
•
•
•
Enak, gurih.
Enak, kurang gurih.
Tidak enak, tidak gurih.
Tidak enak dengan rasa tambahan mengganggu.
Basi.
4.
Tekstur
•
•
•
•
•
Padat, kompak, kering, antar jaringan erat.
Padat, kompak, cukup kering, antar jaringan erat.
Kurang kering, antar jaringan longgar.
Lunak, antar jaringan mudah lepas.
Sangat lunak, jaringan mudah lepas.
5.
Warna
•
Sangat menarik, warna coklat sangat mengkilat spesifik
jenis.
Menarik, warna coklat, mengkilat spesifik jenis.
Kurang menarik, warna coklat, kusam.
Tidak menarik, warna coklat tua, kusam.
Sangat tidak menarik, warna coklat tua, kusam sekali.
•
•
•
•
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (SNI 2725.1: 2009)
9
7
5
3
1
9
7
5
3
1
9
7
5
3
1
9
7
5
3
1
9
7
5
3
1
64
Lampiran 8a
Data uji Thiobarbituric Acid (TBA) ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) asap selama penyimpanan
Pengamatan
(hari)
Ulangan
1
2
ke-0
Rata-rata
ke-7
1
2
Rata-rata
ke-14
1
2
Rata-rata
Bilangan TBA (mg malonaldehid/kg bahan)
Kitosan 0%
0,0443
0,042
0,0432
0,1213
0,1213
0,1213
0,3005
0,2817
0,2911
Kitosan 1%
0,0255
0,0232
0,0243
0,1574
0,1574
0,1574
0,1943
0,192
0,1932
Kitosan 2%
0,0155
0,0133
0,0144
0,1391
0,16
0,1495
0,1839
0,1816
0,1827
Lampiran 8b Data uji mikrobiologi Total Plate Count (TPC) ikan lele
dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan
Pengamatan
ke-0
Ulangan
1
2
Rata-rata
ke-7
1
2
Rata-rata
ke-14
1
2
Rata-rata
Kitosan 0%
8,00 x 102
5,30 x 103
3,50 x 103
5,40 x 106
3,10 x 106
4,25 x 106
3,00 x 108
3,00 x 108
3,00 x 108
Kitosan 1%
2,32 x 103
2,05 x 103
2,19 x 103
1,95 x 105
1,94 x 105
1,94 x 105
1,90 x 107
3,90 x 107
2,90 x 107
Kitosan 2%
4,00 x 101
2,00 x 102
1,20 x 102
2,66 x 105
1,40 x 105
2,03 x 105
3,00 x 106
1,80 x 106
2,40 x 106
Lampiran 8c Data uji aktivitas air (aw) ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) asap selama penyimpanan
Perlakuan
Ulangan
0%
1
2
Rata-rata
1
2
Rata-rata
1
2
Rata-rata
1%
2%
Lama Penyimpanan (hari)
ke-0
ke-7
ke-14
0,9570
0,9610
0,9660
0,9520
0,9580
0,9640
0,9545
0,9595
0,9650
0,9500
0,9500
0,9560
0,9500
0,9490
0,9510
0,9500
0,9495
0,9535
0,9460
0,9460
0,9550
0,9530
0,9490
0,9480
0,9495
0,9475
0,9515
65
Lampiran 9a
Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap
sebelum penyimpanan
Data proksimat sebelum penyimpanan
Perlakuan
Kadar air
64,82
Kadar abu
5,25
Kadar lemak
7,45
Kadar protein
19,14
Kadar karbohidrat
3,34
63,90
5,19
7,40
19,10
4,41
Rata-rata
64,36
5,22
7,43
19,12
3,88
Stdev
0,65
0,04
0,04
0,03
0,76
1%
64,08
3,89
5,46
23,70
2,87
63,29
4,02
5,48
23,64
3,57
Rata-rata
63,69
3,96
5,47
23,67
3,22
Stdev
0,56
0,09
0,01
0,04
0,49
2%
60,03
3,77
7,23
24,19
4,78
59,36
3,87
7,19
23,95
5,63
Rata-rata
59,70
3,82
7,21
24,07
5,21
Stdev
0,47
0,07
0,03
0,17
0,60
0%
Lampiran 9b Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap
sesudah penyimpanan
Data proksimat setelah penyimpanan
Perlakuan
Kadar air
66,33
Kadar abu
5,34
Kadar lemak
5,70
Kadar protein
15,10
Kadar karbohidrat
7,53
67,66
4,80
5,68
14,78
7,08
Rata-rata
67,00
5,07
5,69
14,94
7,31
Stdev
0,94
0,38
0,01
0,23
0,32
1%
64,52
3,87
4,17
21,50
5,94
63,68
3,99
4,16
21,47
6,70
Rata-rata
64,10
3,93
4,17
21,49
6,32
Stdev
0,59
0,08
0,01
0,02
0,54
2%
62,65
3,76
5,30
21,09
7,20
61,96
3,19
5,34
21,05
8,46
Rata-rata
62,31
3,48
5,32
21,07
7,83
Stdev
0,49
0,40
0,03
0,03
0,89
0%
66
Lampiran 10 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama
penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap
Ranks
Interaksi
N
Mean Rank
Penampakan Kitosan 0% Hari ke 0
30
165.53
Kitosan 0% Hari ke 7
30
108.42
Kitosan 0% Hari ke 14
30
51.35
Kitosan 1% Hari ke 0
30
181.10
Kitosan 1% Hari ke 7
30
143.23
Kitosan 1% Hari ke 14
30
116.33
Kitosan 2% Hari ke 0
30
165.53
Kitosan 2% Hari ke 7
30
145.65
Kitosan 2% Hari ke 14
30
142.35
Total
Aroma
Kitosan 0% Hari ke 0
30
185.45
Kitosan 0% Hari ke 7
30
104.12
Kitosan 0% Hari ke 14
30
39.62
Kitosan 1% Hari ke 0
30
177.15
Kitosan 1% Hari ke 7
30
164.10
Kitosan 1% Hari ke 14
30
100.98
Kitosan 2% Hari ke 0
30
186.40
Kitosan 2% Hari ke 7
30
141.65
Kitosan 2% Hari ke 14
30
120.03
Total
Rasa
270
270
Kitosan 0% Hari ke 0
30
189.65
Kitosan 0% Hari ke 7
30
100.77
Kitosan 0% Hari ke 14
30
35.73
Kitosan 1% Hari ke 0
30
187.22
Kitosan 1% Hari ke 7
30
151.62
Kitosan 1% Hari ke 14
30
108.07
Kitosan 2% Hari ke 0
30
177.27
Kitosan 2% Hari ke 7
30
151.83
Kitosan 2% Hari ke 14
30
117.35
67
Total
Tekstur
Kitosan 0% Hari ke 0
30
195.42
Kitosan 0% Hari ke 7
30
107.05
Kitosan 0% Hari ke 14
30
72.20
Kitosan 1% Hari ke 0
30
179.65
Kitosan 1% Hari ke 7
30
150.32
Kitosan 1% Hari ke 14
30
92.62
Kitosan 2% Hari ke 0
30
166.50
Kitosan 2% Hari ke 7
30
145.58
Kitosan 2% Hari ke 14
30
110.17
Total
Warna
270
270
Kitosan 0% Hari ke 0
30
176.62
Kitosan 0% Hari ke 7
30
102.37
Kitosan 0% Hari ke 14
30
58.50
Kitosan 1% Hari ke 0
30
192.53
Kitosan 1% Hari ke 7
30
152.55
Kitosan 1% Hari ke 14
30
117.33
Kitosan 2% Hari ke 0
30
176.62
Kitosan 2% Hari ke 7
30
119.72
Kitosan 2% Hari ke 14
30
123.27
Total
270
68
Lampiran 11a
Data uji Kruskal-Wallis interaksi antara konsentrasi kitosan
dengan lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan
lele dumbo asap
Test Statisticsa,b
Penampakan
Chi-Square
Rasa
Tekstur
Warna
68.082
107.017
110.789
76.484
83.426
8
8
8
8
8
.000
.000
.000
.000
.000
df
Asymp. Sig.
Aroma
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Interaksi
Lampiran 11b Data uji Kruskal-Wallis tingkat konsentrasi kitosan terhadap
parameter organoleptik ikan lele dumbo asap
Test Statisticsa,b
Penampakan
Chi-Square
Rasa
Tekstur
Warna
18.438
16.618
17.776
2.745
15.271
2
2
2
2
2
.000
.000
.000
.253
.000
df
Asymp. Sig.
Aroma
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Kitosan
Lampiran 11c Data uji Kruskal-Wallis lama penyimpanan terhadap
parameter organoleptik ikan lele dumbo asap
Test Statisticsa,b
Penampakan
Chi-Square
Aroma
Rasa
Tekstur
Warna
38.003
76.938
78.794
64.199
60.514
2
2
2
2
2
.000
.000
.000
.000
.000
df
Asymp. Sig.
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Hari
69
Lampiran 12 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap penampakan ikan lele dumbo asap
Perlakuan
Mean
Rank
Kitosan 0% Hari ke 14
Kitosan 0% Hari ke 7
Kitosan 1% Hari ke 14
Kitosan 2% Hari ke 14
Kitosan 1% Hari ke 7
Kitosan 2% Hari ke 7
Kitosan 0% Hari ke 0
Kitosan 2% Hari ke 0
Kitosan 1% Hari ke 0
51.35
108.42
116.33
142.35
143.23
145.65
165.53
165.53
181.10
Kitosan 0%
Hari ke 14
Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap
Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% Kitosan 1% Kitosan 2% Kitosan 0%
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 14
Hari ke 7
Hari ke 7
Hari ke 0
Kitosan 2%
Hari ke 0
beda
beda
beda
beda
beda
beda
beda
beda
sama
sama
sama
sama
beda
beda
beda
sama
sama
sama
sama
beda
beda
beda
sama
sama
sama
sama
sama
sama
sama
sama
sama
sama
sama
sama
sama
sama
Lampiran 12b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap aroma ikan lele dumbo asap
Perlakuan
Kitosan 0% Hari ke 14
Kitosan 1% Hari ke 14
Kitosan 0% Hari ke 7
Kitosan 2% Hari ke 14
Kitosan 2% Hari ke 7
Kitosan 1% Hari ke 7
Kitosan 1% Hari ke 0
Kitosan 0% Hari ke 0
Kitosan 2% Hari ke 0
Mean
Rank
39.62
100.98
104.12
120.03
141.65
164.10
177.15
185.45
186.40
Kitosan 0%
Hari ke 14
Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap
Kitosan 1% Kitosan 0% Kitosan 2% Kitosan 2% Kitosan 1% Kitosan 1%
Hari ke 14
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 7
Hari ke 7
Hari ke 0
Kitosan 0%
Hari ke 0
beda
beda
beda
beda
beda
beda
beda
beda
sama
sama
sama
beda
beda
beda
beda
sama
sama
sama
beda
beda
beda
beda
sama
sama
sama
beda
beda
sama
sama
beda
beda
sama
beda
beda
sama
sama
69
70
Lampiran 13 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap rasa ikan lele dumbo asap
Perlakuan
Mean
Rank
Kitosan 0%
Hari ke 14
Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap
Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% Kitosan 1% Kitosan 2% Kitosan 2%
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 14
Hari ke 7
Hari ke 7
Hari ke 0
Kitosan 1%
Hari ke 0
Kitosan 0% Hari ke 14
Kitosan 0% Hari ke 7
Kitosan 1% Hari ke 14
Kitosan 2% Hari ke 14
Kitosan 1% Hari ke 7
Kitosan 2% Hari ke 7
Kitosan 2% Hari ke 0
Kitosan 1% Hari ke 0
Kitosan 0% Hari ke 0
35.73
100.77
108.07
117.35
151.62
151.83
177.27
187.22
189.65
beda
beda
beda
beda
beda
beda
beda
beda
sama
sama
beda
beda
beda
beda
beda
sama
sama
sama
sama
beda
beda
beda
sama
sama
sama
beda
beda
sama
sama
beda
beda
sama
beda
beda
sama
sama
Lampiran 13b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap tekstur ikan lele dumbo asap
Perlakuan
Kitosan 0% Hari ke 14
Kitosan 1% Hari ke 14
Kitosan 0% Hari ke 7
Kitosan 2% Hari ke 14
Kitosan 2% Hari ke 7
Kitosan 1% Hari ke 7
Kitosan 2% Hari ke 0
Kitosan 1% Hari ke 0
Kitosan 0% Hari ke 0
Mean
Rank
72.20
92.62
107.05
110.17
145.58
150.32
166.50
179.65
195.42
Kitosan 0%
Hari ke 14
Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap
Kitosan 1% Kitosan 0% Kitosan 2% Kitosan 2% Kitosan 1% Kitosan 2%
Hari ke 14
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 7
Hari ke 7
Hari ke 0
Kitosan 1%
Hari ke 0
beda
beda
beda
beda
beda
beda
beda
beda
sama
sama
sama
beda
beda
beda
beda
sama
sama
sama
sama
beda
beda
beda
sama
sama
sama
sama
beda
sama
sama
sama
beda
sama
sama
beda
sama
sama
70
71
Lampiran 14 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap warna ikan lele dumbo asap
Perlakuan
Mean
Rank
Kitosan 0% Hari ke 14
Kitosan 0% Hari ke 7
Kitosan 1% Hari ke 14
Kitosan 2% Hari ke 7
Kitosan 2% Hari ke 14
Kitosan 1% Hari ke 7
Kitosan 0% Hari ke 0
Kitosan 2% Hari ke 0
Kitosan 1% Hari ke 0
58.50
102.37
117.33
119.72
123.27
152.55
176.62
176.62
192.53
Kitosan 0%
Hari ke 14
Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap
Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% Kitosan 2% Kitosan 1% Kitosan 0%
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 7
Hari ke 14
Hari ke 7
Hari ke 0
Kitosan 2%
Hari ke 0
beda
beda
beda
beda
beda
beda
beda
beda
sama
sama
sama
beda
beda
beda
beda
sama
sama
sama
sama
beda
beda
beda
sama
sama
sama
sama
beda
sama
sama
sama
beda
sama
sama
beda
sama
sama
71
72
Lampiran 15a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama
penyimpanan terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap
Descriptive Statistics
Dependent Variable:TPC
Kitosan
Hari
Mean
0%
.00
3050.0000
3181.98052
2
7.00
4.2500E6
1.62635E6
2
14.00
3.0000E8
.00000
2
Total
1.0142E8
1.53835E8
6
.00
1141.0000
1285.52013
2
7.00
194500.0000
707.10678
2
14.00
2.9000E7
1.41421E7
2
Total
9.7319E6
1.62100E7
6
.00
120.0000
113.13708
2
7.00
203000.0000
89095.45443
2
14.00
2.4000E6
8.48528E5
2
Total
867706.6667
1.25003E6
6
.00
1437.0000
2031.65499
6
7.00
1.5492E6
2.21524E6
6
14.00
1.1047E8
1.47429E8
6
Total
3.7339E7
9.60507E7
18
1%
2%
Total
Std. Deviation
N
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:TPC
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
1.566E17
8
1.958E16
866.454
.000
Intercept
2.510E16
1
2.510E16
1110.579
.000
Kitosan
3.719E16
2
1.860E16
822.904
.000
Hari
4.814E16
2
2.407E16
1065.097
.000
Kitosan * Hari
7.131E16
4
1.783E16
788.908
.000
Error
2.034E14
9
2.260E13
Total
1.819E17
18
Corrected Total
1.568E17
17
a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)
73
Lampiran 16a Data ANOVA total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap
SK
Kitosan
Hari
Kitosan*Hari
Error
Total
db
2
2
4
9
17
JK
3.719E16
4.814E16
7.131E16
2.034E14
1.568E17
KT
Fhit
1.860E16 822.904
2.407E16 1065.097
1.783E16 788.908
2.260E13
Ftabel
4.26
4.26
3.63
Simpulan
Tolak Ho
Tolak Ho
Tolak Ho
Lampiran 16b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama
penyimpanan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele
dumbo asap
TPC
a,,b
Duncan
Subset
Interaksi
N
1
2
Kitosan 2% Hari ke 0
2
120.0000
Kitosan 1% Hari ke 0
2
1141.0000
Kitosan 0% Hari ke 0
2
3050.0000
Kitosan 1% Hari ke 7
2
194500.0000
Kitosan 2% Hari ke 7
2
203000.0000
Kitosan 2% Hari ke 14
2
2.4000E6
Kitosan 0% Hari ke 7
2
4.2500E6
Kitosan 1% Hari ke 14
2
Kitosan 0% Hari ke 14
2
Sig.
3
2.9000E7
3.0000E8
.427
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 22596994476706.890.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
1.000
1.000
74
Lampiran 17a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang
berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap
TPC
a,,b
Duncan
Subset
Kitosan
N
1
2%
6
1%
6
0%
6
2
3
867706.6667
9.7319E6
1.0142E8
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 22596994476706.890.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b. Alpha = .05.
Lampiran 17b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda
terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap
TPC
a,,b
Duncan
Subset
Hari
N
1
2
.00
6
1437.0000
7.00
6
1.5492E6
14.00
6
Sig.
1.1047E8
.587
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) =
22596994476706.890.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b. Alpha = .05.
75
Lampiran 18a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama
penyimpanan terhadap TBA ikan lele dumbo asap
Descriptive Statistics
Dependent Variable:TBA
Kitosan
Hari
0%
.00
.0432
.00163
2
7.00
.1213
.00000
2
14.00
.2911
.01329
2
Total
.1518
.11354
6
.00
.0243
.00163
2
7.00
.1574
.00000
2
14.00
.1932
.00163
2
Total
.1250
.07957
6
.00
.0144
.00156
2
7.00
.1496
.01478
2
14.00
.1828
.00163
2
Total
.1156
.08004
6
.00
.0273
.01312
6
7.00
.1428
.01822
6
14.00
.2223
.05381
6
Total
.1308
.08825
18
1%
2%
Total
Mean
Std. Deviation
N
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:TBA
Type III Sum of
Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
8
.016
363.831
.000
Intercept
.308
1
.308
6790.479
.000
Kitosan
.004
2
.002
46.917
.000
Hari
.115
2
.058
1272.409
.000
Kitosan * Hari
.012
4
.003
67.999
.000
Error
.000
9
4.535E-5
Total
.440
18
Corrected Total
.132
17
Corrected Model
.132
76
Lampiran 19a Data ANOVA Thiobarbituric acid (TBA) ikan lele dumbo asap
SK
Kitosan
Hari
Kitosan*Hari
Error
Total
db
JK
0.004
0.115
0.012
0.000
0.132
2
2
4
9
17
KT
Fhit
0.002
46.917
0.058 1272.409
0.003
67.999
4.535E-5
Ftabel
4.26
4.26
3.63
Simpulan
Tolak Ho
Tolak Ho
Tolak Ho
Lampiran 19b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama
penyimpanan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap
TBA
a,,b
Duncan
Subset
Interaksi
N
1
2
3
4
5
6
Kitosan 2% Hari ke 0
2
.0144
Kitosan 1% Hari ke 0
2
.0243
Kitosan 0% Hari ke 0
2
Kitosan 0% Hari ke 7
2
Kitosan 2% Hari ke 7
2
.1496
Kitosan 1% Hari ke 7
2
.1574
Kitosan 2% Hari ke 14
2
.1828
Kitosan 1% Hari ke 14
2
.1932
Kitosan 0% Hari ke 14
2
Sig.
.0432
.1213
.2911
.174
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 4.53E-005.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
b. Alpha = .05.
1.000
1.000
.274
.157
1.000
77
Lampiran 20a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang
berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap
TBA
a,,b
Duncan
Subset
Kitosan
N
1
2%
6
1%
6
0%
6
2
3
.1156
.1250
.1518
Sig.
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 4.53E-005.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b. Alpha = .05.
Lampiran 20b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda
terhadap TBA ikan lele dumbo asap
TBA
a,,b
Duncan
Subset
Hari
N
1
.00
6
7.00
6
14.00
6
Sig.
2
3
.0273
.1428
.2223
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 4.53E-005.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b. Alpha = .05.
78
Lampiran 21a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama
penyimpanan terhadap aw ikan lele dumbo asap
Descriptive Statistics
Dependent Variable:
Kitosan
Hari
0%
.00
.9545
.00354
2
7.00
.9595
.00212
2
14.00
.9650
.00141
2
Total
.9597
.00509
6
.00
.9500
.00000
2
7.00
.9495
.00071
2
14.00
.9535
.00354
2
Total
.9510
.00253
6
.00
.9495
.00495
2
7.00
.9475
.00212
2
14.00
.9515
.00495
2
Total
.9495
.00373
6
.00
.9513
.00367
6
7.00
.9522
.00591
6
14.00
.9567
.00709
6
Total
.9534
.00590
18
1%
2%
Total
Mean
aw
Std. Deviation
N
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:
Source
Corrected Model
Intercept
Kitosan
Hari
Kitosan * Hari
Error
Total
Corrected Total
aw
Type III Sum of
Squares
df
Mean Square
a
.001
16.361
.000
9.878E-5
4.656E-5
8.550E-5
8
1
2
2
4
9
16.362
18
.001
17
a. R Squared = .856 (Adjusted R Squared = .727)
6.335E-5
16.361
.000
4.939E-5
1.164E-5
9.500E-6
F
6.668
1722221.760
19.023
5.199
1.225
Sig.
.005
.000
.001
.032
.366
79
Lampiran 22a Data ANOVA aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap
SK
Kitosan
Hari
Kitosan*Hari
Error
Total
db
2
2
4
9
17
JK
0.000
9.878E-5
4.656E-5
8.550E-5
0. .001
KT
0.000
4.939E-5
1.164E-5
9.500E-6
Fhit
19.023
5.199
1.225
Ftabel
4.26
4.26
3.63
Simpulan
Tolak Ho
Tolak Ho
Terima Ho
Lampiran 22b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang
berbeda terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap
Aw
a,,b
Duncan
Subset
Kitosan
N
1
2
2%
6
.9495
1%
6
.9510
0%
6
.9597
Sig.
.421
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 9.50E006.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b. Alpha = .05.
Lampiran 22c Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda
terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap
aw
a,,b
Duncan
Subset
Hari
N
1
2
.00
6
.9513
7.00
6
.9522
14.00
6
Sig.
.9567
.651
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 9.50E-006.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
b. Alpha = .05.
80
Lampiran 23 Peralatan yang digunakan dalam penelitian
Drum pengasapan
Drum pengasapan tampak atas
Alat pengemasan vakum
Drum pengasapan tampak bawah
81
Lampiran 24 Spektograf infra merah kitosan
Download