0 KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ASAP YANG DIKEMAS VAKUM SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG RIDA MARTA SISWINA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 1 RINGKASAN RIDA MARTA SISWINA C34060344. Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Asap yang Dikemas Vakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang. Dibimbing oleh DJOKO POERNOMO dan PIPIH SUPTIJAH. Pengasapan merupakan cara pengawetan ikan dengan menggunakan asap dari pembakaran kayu atau bahan organik lainnya. Salah satu jenis ikan asap yang saat ini tengah menjajaki pasar ekspor yaitu ikan lele asap. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, pengembangan ikan lele dumbo asap memberikan peluang yang cukup besar. Akan tetapi, ikan asap yang dihasilkan dari proses pengasapan panas umumnya masih memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga daya awetnya relatif singkat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan kitosan sebagai edible coating pada ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan melihat pengaruh perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan maupun interaksinya terhadap mutu ikan lele dumbo asap dari aspek sensori (organoleptik), mikrobiologi (total bakteri/TPC) dan kimiawi (TBA dan aktivitas air). Penelitian ini diawali dengan pembuatan alat pengasapan sederhana dari drum dan trial error pembuatan ikan lele asap dengan menggunakan alat tersebut serta karakterisasi kitosan yang akan digunakan sebagai edible coating. Pada penelitian utama dilakukan pelapisan kitosan dengan tiga perlakuan konsentrasi yaitu 0%, 1% dan 2%, dan lama penyimpanan (0, 7, dan 14 hari) dengan dua kali ulangan. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Selanjutnya data dianalisis dengan ANOVA (TPC, TBA, dan aw) dan analisis non parametrik Kruskal-Wallis (organoleptik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan bahan penelitian memiliki kadar air 9%, kadar abu 0,21%, kadar nitrogen 1,33%, dan derajat deasetilasi 88,66%. Hasil uji proksimat selama penyimpanan menunjukkan bahwa ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum dengan pelapisan kitosan 0%, 1% dan 2% pada hari ke-0 memiliki kadar air 64,36%, 63,69% dan 59,70%, kadar abu 5,22%, 3,96% dan 3,82, kadar lemak 5,69%, 5,47% dan 7,21%, kadar protein 19,12%, 23,67% dan 24,07% serta kadar karbohidrat 3,88%, 3,22% dan 5,21%. Pada hari ke-14 kadar air menjadi 67,00%, 64,10% dan 62,31%, kadar abu 5,07%, 3,93% dan 3,48%, kadar lemak 5,69%, 4,17% dan 5,32%, kadar protein 14,94%, 21,49% dan 21,07% serta kadar karbohidrat 7,31%, 6,32% dan 7,83%. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap parameter organoleptik (kecuali pada parameter tekstur), total bakteri (TPC), TBA dan aw ikan lele dumbo asap. Sedangkan variabel kombinasi atau interaksi antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap aw ikan lele dumbo asap, namun berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap parameter organoleptik, total mikroba dan TBA ikan lele dumbo asap. Secara keseluruhan dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa antara pelapisan kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata, namun dengan mempertimbangkan keefektifan dan efisiensi dari penggunaan kitosan maka konsentrasi kitosan 1% merupakan konsentrasi terpilih. 2 KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ASAP YANG DIKEMAS VAKUM SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG RIDA MARTA SISWINA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 3 Judul : Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap yang dikemas Vakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang Nama : Rida Marta Siswina NRP : C34060344 Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Djoko Poernomo, B.Sc NIP. 19580419 198303 1 001 Dra. Pipih Suptijah, MBA NIP. 19531020 198503 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill NIP. 19580511 198503 1 002 Tanggal Pengesahan :............. 0 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ‘kitosan sebagai edible coating pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang’ adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2011 Rida Marta Siswina C34060344 iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah serta karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap yang dikemas Vakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini : 1 Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan arahan, masukan, nasehat dan motivasi serta kritik selama penyusunan skripsi ini. 2 Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan, masukan, dan nasehat. 3 Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4 Bapak (Tauchid) dan Ibu (Marliyah), mas Gan, dek Arin dan seluruh keluarga besarku atas segala motivasi, do’a, kesabaran, bimbingan, keikhlasan dan kasih sayang. 5 Special thanks to My Best Friend “Anggi, Cece, “Dian” My roommate in Wisma Ayu, Arin, Yayan, Sukma, Acie, E’na, Ade Hilda, Era, Memey, Tika, Patce, Movi, anak-anak yang sering nongkrong di OMBENK : Minal, Wahyu, Icha, Ijal, Holland, Spy, Budi, Ely, Oji, Idris, Fau, Anjar, Aul, Gae, mpok Lely, bang I’o, Umi, Nico, Joha, dan semua anak THP 43 yang telah memberikan bantuan, dukungan, semangat, hiburan, masukan, dan inspirasi kepada penulis. Terima kasih untuk persahabatan, keceriaan dan kebersamaannya. 6 Bu Ema, Bu Rubiah, Pak Wahid, mbak Silvi atas bantuan dan bimbingan selama proses penelitian. iv 7 Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, staf dosen, TU, serta teman-teman THP 41, 42, 43, 44, dan 45 terima kasih atas dukungan dan bantuannya. 8 Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih telah membantu penulis selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Bogor, Juni 2011 Rida Marta Siswina 0 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batang, pada tanggal 4 Juni 1988. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Tauchid Sja’ban dan Ibu Marliyah. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN 2 Lebo dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Weleri. Kemudian pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Pekalongan. Pada tahun 2006, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama. Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa program Mayor-Minor di Departemen Teknologi Hasil Perairan. Selama menjalani pendidikan akademik penulis aktif mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2007-2009 dan aktif sebagai asisten praktikum m.k teknologi pengolahan tradisional hasil perairan periode 2009-2010. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan dan seminar yang diselenggarakan di IPB. Selama tahun 2008-2010 penulis memperoleh beasiswa PPA dari IPB dan telah melaksanakan praktek lapang di PT. Aneka Tuna Indonesia, Pasuruan-Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor penulis melakukan penelitian dengan judul ’Kitosan Sebagai Edible Coating pada Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap yang dikemas Vakum Selama Penyimpanan Suhu Ruang’ dibawah bimbingan Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dra. Pipih Suptijah, MBA. v0 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................. 0x vii DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................0 xi DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................0 xii 1 PENDAHULUAN...............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................... 3 2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................4 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)............... 4 2.2 Pengasapan ................................................................................................... 5 2.2.1 Macam-macam pengasapan ...............................................................6 2.2.2 Komposisi dan sifat kimia asap..........................................................7 2.2.3 Proses pengasapan ..............................................................................9 2.3 Kitin dan Kitosan........................................................................................ 10 2.4 Kitosan sebagai Edible Coating ................................................................. 12 2.5 Pengemasan Vakum ................................................................................... 13 2.6 Kerusakan Pangan ...................................................................................... 14 3 METODOLOGI ...............................................................................................17 3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 17 3.2 Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 17 3.3 Metode Penelitian ....................................................................................... 17 3.4 Karakterisasi Kitosan (Derajat deasetilasi) ................................................ 19 3.5 Prosedur Pengujian Selama Penyimpanan ................................................. 20 3.5.1 Uji organoleptik................................................................................20 3.5.2 Uji TPC (Total Plate Count) (Fardiaz 1992) ...................................20 3.5.3 Uji proksimat ....................................................................................22 3.5.4 Analisis aw (water activity) ...............................................................24 3.5.5 Analisis bilangan TBA metode Tarladgis (Arpah 2007) ..................24 3.5.6 Analisis data .....................................................................................25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................27 4.1 Karakterisasi Kitosan ................................................................................. 27 4.2 Uji Organoleptik Selama Penyimpanan ..................................................... 28 4.2.1 Penampakan .....................................................................................30 4.2.2 Aroma ...............................................................................................32 4.2.3 Rasa ..................................................................................................34 4.2.4 Tekstur..............................................................................................36 4.2.5 Warna ...............................................................................................38 viii 1 4.3 Analisis Proksimat Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap Selama Penyimpanan Suhu Ruang (27-30oC) ........................................... 40 4.4 Uji Mikrobiologi Total Plate Count (TPC) Selama Peyimpanan .............. 42 4.5 Analisis Bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) Selama Penyimpanan ....... 44 4.6 Analisis Aktivitas Air (aw) Selama Penyimpanan ...................................... 46 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................49 5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 49 5.2 Saran .......................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................51 ix 0 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Komposisi kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ................................ 5 2 Perbedaan antara pengasapan panas dan pengasapan dingin ......................... 7 3 Komposisi kimia asap kayu ............................................................................ 9 4 Komposisi kimia sabut kelapa ........................................................................ 9 5 Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan asap ...................................... 16 6 Karakteristik kitosan bahan penelitian dan standar internasional ................ 27 7 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .................................................................................... 30 8 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .................................................................................... 32 9 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .................................................................................... 34 10 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .................................................................................... 36 11 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .................................................................................... 38 12 Hasil analisis proksimat ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .......... 40 13 Total mikroba ikan lele dumbo asap edible coating kitosan yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang .............................. 43 x 0 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus).............................................................. 4 2 Skema proses pengasapan ikan (Wibowo 1995) ............................................. 6 3 Struktur kitin dan kitosan............................................................................... 10 4 Diagram alir proses pengasapan ikan lele dumbo (Wibowo 1995) ............... 18 5 Diagram alir proses pada penelitian utama .................................................... 19 6 Diagram batang organoleptik ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ... 28 7 Diagram batang organoleptik parameter penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ...................................................................................... 31 8 Diagram batang organoleptik parameter aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ...................................................................................... 33 9 Diagram batang organoleptik parameter rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ...................................................................................... 35 10 Diagram batang organoleptik parameter tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ...................................................................................... 37 11 Diagram batang organoleptik parameter warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ...................................................................................... 39 12 Diagram batang uji TPC ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ........... 43 13 Diagram batang uji TBA ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .......... 45 14 Diagram batang uji aw ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .............. 47 xi 0 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1a Data uji proksimat kitosan bahan penelitian ................................................ 57 1b Produk ikan lele dumbo asap sebelum dan sesudah dikemas vakum ....................................................................................................................... 57 2 Data uji organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ................................................................................................ 58 3 Data uji organoleptik aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .... 59 4 Data uji organoleptik rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ....... 60 5 Data uji organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ... 61 6 Data uji organoleptik warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan .... 62 7 Lembar penilaian sensori ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ........ 63 8a Data uji Thiobarbituric Acid (TBA) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan............................................................................ 64 8b Data uji Total Plate Count (TPC) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan............................................................................ 64 8c Data uji Aktivitas air (aw) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan............................................................................ 64 9a Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap sebelum penyimpanan ................................................................................. 65 9b Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap sesudah penyimpanan .................................................................................. 65 10 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap ........ 66 11a Data uji Kruskal-Wallis interaksi antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap ........ 68 11b Data uji Kruskal-Wallis tingkat konsentrasi kitosan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap .............................................................. 68 11c Data uji Kruskal-Wallis lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap .............................................................. 68 12a Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap penampakan ikan lele dumbo asap ......... 69 12b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap aroma ikan lele dumbo asap.................... 69 13a Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap rasa ikan lele dumbo asap ....................... 70 xii 1 13b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap tekstur ikan lele dumbo asap ...... 70 14 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap warna ikan lele dumbo asap .................... 71 15 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ............... 72 16a Data ANOVA total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ............................ 73 16b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap total bakteri ikan lele dumbo asap ... 73 17a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ..................................... 74 17b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap ..................................... 74 18a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap TBA ikan lele dumbo asap ..................................... 75 19a Data ANOVA Thiobarbituric acid (TBA) ikan lele dumbo asap ............... 76 19b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap ............... 76 20a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap............................................................ 77 20b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap............................................................ 77 21 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap aw ikan lele dumbo asap ................................ 78 22a Data ANOVA aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap............................... 79 22b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap ......................................... 79 22c Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap ........................................................ 79 23 Peralatan yang digunakan dalam penelitian .................................................. 80 24 Spektograf infra merah kitosan ..................................................................... 81 xiii 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri perikanan Indonesia selama dekade terakhir ini mengalami perkembangan yang cukup baik. Ekspor perikanan Januari - Maret 2010 naik menjadi US$ 621,8 juta dari Januari-Maret 2009 senilai US$ 577,2 juta (Amri 2010). Selain itu, pengembangan produk olahan tradisional juga mulai mendapat perhatian dari kalangan pengusaha yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya variasi produk olahan yang ada di pasaran. Beberapa jenis produk olahan tradisional seperti produk ikan asin, ikan pindang, dan produk awetan tradisional (terasi, asapan) pada tahun 2006-2007 mengalami perkembangan yang cukup baik. Kenaikan rata-rata produk ikan asin tahun 2006-2007 sebesar 29,54%, ikan pindang 58,56%, terasi 676,47%, dan produk asapan sebesar 43,18% (Departemen Kelautan dan Perikanan 2008). Salah satu produk tradisional yang saat ini tengah dikembangkan sebagai komoditas ekspor yaitu ikan asap. Volume ekspor ikan asap Indonesia tahun 2006-2007 mengalami kenaikan sebesar 60,17% (Departemen Kelautan dan Perikanan 2009). Menurut Adawyah (2007), pengasapan merupakan cara pengawetan ikan dengan menggunakan asap yang berasal dari pembakaran kayu atau bahan organik lainnya. Ikan lele asap merupakan salah satu jenis ikan asap yang saat ini tengah menjajaki pasar ekspor. Selain telah diekspor ke Malaysia dan Singapura, ikan lele asap juga akan diekspor ke sejumlah negara Timur Tengah. Salah satu jenis ikan lele yang saat ini sangat diminati oleh masyarakat dan sudah banyak dibudidayakan oleh para petani ikan adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele jenis ini mempunyai sifat-sifat yang lebih unggul dibanding jenis ikan lainnya, diantaranya pertumbuhannya yang cepat (2-4 bulan), memiliki kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan kandungan gizinya tinggi (Najiyati 1998). Oleh karena itu, pengembangan ikan lele dumbo asap sebagai komoditas ekspor diharapkan dapat memajukan sektor industri perikanan Indonesia. Pengasapan ikan yang berkembang di Indonesia pada dasarnya ada dua metode yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin 2 (cold smoking). Pengasapan panas biasanya menggunakan suhu sekitar 70-80oC selama 4-5 jam. Sedangkan pengasapan dingin biasanya menggunakan suhu sekitar 40-50oC selama beberapa hari bahkan dapat mencapai beberapa minggu. Oleh karena itu, ikan asap dari proses pengasapan panas hasilnya tidak mampu bertahan lama. Artinya ikan-ikan yang diasapi dengan pengasapan panas masih mengandung kadar air yang tinggi sehingga tidak tahan disimpan dalam jangka waktu lama (Irawan 1995). Meskipun demikian, produk hasil pengasapan panas umumnya lebih diminati oleh konsumen. Kitosan terutama yang terbuat dari cangkang krustasea merupakan polimer alam kedua yang paling berlimpah di alam setelah selulosa (Shahidi et al. 1999 diacu dalam Fan et. al 2009). Karena sifatnya yang tidak beracun, antibakteri, antioksidan, pembentuk film, biokompatibilitas dan biodegradabilitas, kitosan telah menarik perhatian sebagai bahan tambahan makanan alami (Majeti dan Kumar 2000). Oleh karena itu, pengembangan kitosan sebagai edible coating merupakan salah satu alternatif dalam pengemasan produk untuk menjaga kualitas serta memperpanjang daya awetnya, terutama untuk produk tradisional yang tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama seperti ikan asap hasil pengasapan panas. Edible coating dapat dibuat dari berbagai bahan termasuk polisakarida, protein dan lipid (Gennadios et al. 1997 diacu dalam Estaca et al. 2007). Coating dapat diterapkan secara langsung untuk bahan makanan (Sathivel et al. 1995 diacu dalam Estaca et al. 2007) atau dibuat menjadi edible film yang kemudian digunakan untuk melapisi permukaan makanan (Oussalah et al. 2004). Mekanisme utama penggunaan edible coating pada makanan yaitu meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan yang bertindak sebagai penghalang terhadap oksigen dan air, sehingga memperlambat oksidasi dan menjaga kelembaban (Gennadios et al. 1997). Aplikasi kitosan sebagai edible coating untuk memperpanjang daya awet makanan telah diterapkan pada beberapa jenis produk pertanian seperti buah-buahan dan produk perikanan. Beberapa penulis melaporkan bahwa kitosan telah digunakan sebagai agen penjernih dalam jus apel (Boguslawski et al. 1990 diacu dalam Fan et al. 2009), sebagai antimikroba dan antioksidan dalam muscle 3 foods (Kim dan Thomas 2007). Selain itu, pelapisan kitosan pada otak-otak bandeng yang disimpan pada suhu ruang mampu meningkatkan daya awetnya 2 hari lebih lama dibanding tanpa pelapisan kitosan yang hanya 2 hari (Falahuddin 2009), serta penggunaan larutan kitosan mampu mempertahankan kesegaran fillet ikan patin 2 jam lebih lama dibandingkan dengan fillet ikan patin tanpa perlakuan larutan kitosan (Gushagia 2008). Kitosan memiliki potensi sebagai kemasan makanan (edible film dan edible coating), terutama karena dapat dimakan (Subramaniam et al. 2007; Tual et al. 2000 diacu dalam Fan et al. 2009). Dengan mempertimbangkan potensi kitosan sebagai bahan pengawet dan daya tahan ikan asap yang relatif singkat, diharapkan penggunaan kitosan sebagai edible coating pada ikan asap merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya awet dan menjaga mutu produk ikan asap selama penyimpanan. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan maupun interaksinya terhadap mutu ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum pada penyimpanan suhu ruang serta mengevaluasi karakteristiknya secara sensori, kimiawi dan mikrobiologi. 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan kulit licin. Di sekitar mulut terdapat empat pasang sungut. Pada sirip dada terdapat patil atau duri keras yang berfungsi sebagai alat untuk memepertahankan diri. Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan yang terletak di bagian depan ronggga insang yang memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen dari udara. Oleh karena itu, ikan lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang sedikit mengandung kadar oksigen (Suyanto 1999). Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan (Satya 2008). Ikan lele dumbo merupakan ikan lele hibrida hasil perkawinan Clarias mossambicus dari Kenya dan Clarias fuscus dari Taiwan yang dibawa ke Indonesia oleh PT. Cipta Mina Sentosa (Suyanto 1999). Gambar ikan lele dumbo dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) Adapun klasifikasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menurut Saanin (1986) diacu dalam Satya (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub-kingdom : Metazoa Phyllum : Chordata Sub-phyllum : Vertebrata 5 Kelas : Pisces Sub-kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub-ordo : Siluroidea Familia : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias gariepinus Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan lele lokal (Clarias batrachus). Pertama, ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan ikan lele lokal yaitu dalam waktu 24 minggu lele dumbo dapat mencapai berat 200 gram sedangkan lele lokal hanya 50-60 gram. Kedua, lele dumbo dapat tumbuh lebih besar, seekor ikan lele dumbo mampu mencapai berat 2-3 kg. Ketiga, telur ikan lele dumbo lebih banyak sehingga dapat menghasilkan benih yang lebih banyak. Keempat, ikan lele dumbo dapat diberi berbagai macam pakan seperti pelet maupun berbagai jenis bangkai, sehingga biaya pemeliharaannya lebih murah (Prihartono et al. 2000). Komposisi kimia ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) Komponen Jumlah (%) Air 79,73 Abu 1,47 Lemak 0,95 Protein 17,71 Karbohidrat (by different) 0,14 Sumber : Nurilmala et. al (2009) 2.2 Pengasapan Pengasapan ikan di Indonesia merupakan salah satu cara pengolahan tradisional yang cukup berperan dalam memanfaatkan hasil-hasil perikanan. Teknik pengawetan dengan cara pengasapan ditujukan disamping untuk mengawetkan bahan pangan juga untuk memperoleh cita rasa spesifik yang diinginkan. Pengasapan biasanya digabung dengan teknik pengawetan lain, 6 seperti penggaraman dan pemanasan. Asap memiliki sifat sebagai pengawet. Fenol yang dikandungnya memiliki sifat bakteriostatik sehingga menyebabkan bakteri tidak berkembang biak, fungisidal sehingga jamur tidak tumbuh, dan antioksidan sehingga cukup berperan mencegah oksidasi lemak pada ikan asap (Adawyah 2007). Adapun proses pengasapan ikan dapat dilihat pada Gambar 2. Ikan segar Penyiangan dan pencucian Perendaman larutan garam (10-15% b/v) Penggantungan dan penirisan Pengasapan ikan asap Gambar 2 Skema proses pengasapan ikan (Wibowo 1995) 2.2.1 Macam-macam pengasapan Proses pengasapan biasanya dilakukan untuk beberapa tahap agar memperoleh hasil asapan yang berwarna indah dengan rasa prima. Saat ini telah banyak dikembangkan teknik pengasapan dengan menggunakan asap cair atau asap buatan, yang aplikasinya dengan cara dioleskan pada permukaan bahan pangan, tanpa atau sedikit panas. Pada dasarnya, dalam pengasapan ikan ada dua metode yang dapat digunakan, yaitu pengasapan panas (hot smoking) dan pengasapan dingin (cold smoking). Pengasapan panas bertujuan untuk mengawetkan dan memberi warna serta rasa yang khas pada ikan. Dalam pengasapan panas, jarak antara ikan dengan sumber asap dimana asap keluar dilakukan sedekat mungkin, dan sumber pemanas yang berasal dari api itu juga cukup besar. Suhu di dalam ruangan pengasapan panas biasanya sekitar 70-85oC. Cara ini dapat dikatakan merupakan suatu proses pemanggangan ikan secara perlahan-lahan. Suhu panas yang ada 7 dalam alat pengasapan sepenuhnya diserap oleh ikan-ikan itu, sehingga dengan cepat ikan menjadi kering, matang dan berdaging lunak dengan rasa yang enak. Tetapi proses pengasapan panas ini hasilnya tidak mampu bertahan lama. Artinya ikan-ikan yang diasapi dengan pengasapan panas masih mengandung kadar air yang tinggi sehingga tidak tahan disimpan dalam jangka waktu lama (Irawan 1995). Salah satu perbedaan antara pengasapan panas dengan pengasapan dingin adalah suhu yang digunakan untuk mengasapi. Suhu yang biasanya digunakan dalam alat pengasapan dingin yaitu antara 40-50oC. Pada pengasapan dingin, asap yang ditimbulkan dari api tidak banyak berpengaruh pada ikan-ikan yang diasapi. Sebab, selain asapnya tipis (api tidak terlalu besar) juga jarak antara sumber asap dengan ikan-ikan yang diasapi agak jauh. Oleh karena itu, lamanya pengasapan dingin dapat sampai beberapa hari atau bahkan sampai beberapa minggu. Selama proses pengasapan, ikan-ikan itu akan menyerap asap cukup banyak sehingga air yang ada di dalam daging ikan akan terus menguap dan ikan akan menjadi kering. Oleh sebab itu, hasil pengasapan dingin tahan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama (Irawan 1995). Secara umum perbedaan antara pengasapan panas dan pengasapan dingin seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbedaan antara pengasapan panas dan pengasapan dingin Kriteria Suhu pengasapan Lama pengasapan Sumber asap/panas Tekstur produk Kadar air produk Tujuan Pengasapan panas (hot smoking) 70-90oC 4-5 jam Langsung Lembek, berair, masak 60-70% Untuk mendapatkan aroma dan rasa yang disukai Pengasapan dingin (cold smoking) Sekitar 30oC 5 hari-2 minggu Tidak langsung Keras, kering, mentah 45-55% Mengawetkan produk Sumber : Nitibaskara (1988) 2.2.2 Komposisi dan sifat kimia asap Proses pengasapan dilakukan dengan cara mengasapi bahan pangan dengan asap dari pembakaran kayu. Unsur yang paling berperan dalam proses pengasapan ikan adalah asap yang dihasilkan dari bahan bakar yang digunakan pada proses pengasapan seperti kayu atau sabut kelapa. Asap yang dihasilkan terdiri dari uap 8 dan partikel padatan yang berukuran sangat kecil. Kedua unsur ini mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dengan perbandingan yang berbeda. Asap mengandung senyawa asam fenolat, karbonil dan organik. Asam dan senyawa karbonil terbentuk dari selulosa dan hemiselulosa, sedangkan fenol dihasilkan dari proses pirolisis lignin. Asam terutama senyawa alifatik berkontribusi terhadap rasa produk. Senyawa fenol memiliki peran sebagai rasa, antioksidan dan komponen bakteriostatik. Senyawa karbonil akan bereaksi dengan protein membentuk warna daging asap atau ikan yang diasapi. Asap bertindak sebagai pengawet makanan karena efek desinfeksi formaldehid, asam asetat, dan senyawa fenol (Giyatmi et al. 2002). Komponen asap yang dominan adalah quaiakol, siringol dan pirokatekol. Ketiga komponen ini termasuk dalam golongan fenol. Karena komponen fenol mudah larut dalam lemak maka semakin banyak kadar lemak bahan pangan makin sedap pula aroma asap yang didapat (Shahidi 1994). Kualitas dan kuantitas komponen asap tergantung kepada jenis kayu yang digunakan sebagai bahan bakar. Kayu yang baik untuk pengasapan ikan adalah kayu yang banyak menghasilkan asap dan lambat terbakar. Bahan bakar untuk menghasilkan pengasapan yang paling baik adalah kayu yang jenisnya keras, sabut atau tempurung kelapa. Asap dari kayu yang lunak sering mengandung zat-zat yang menyebabkan bau kurang baik pada hasil asapan. Bila dipakai kayu keras, maka bagian selulosenya akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Senyawa-senyawa itu adalah alkohol alifatik, aldehida-aldehida, keton-keton, asam-asam organik termasuk furfural, formaldehida, asam-asam, dan fenol yang merupakan bahan pengawet yang sudah dikenal. Bagian ligninnya pecah menjadi senyawa-senyawa fenol, quinol, guaiacol, dan pyrogalol yang merupakan bagian dari 20 jenis senyawa antioksidan dan antiseptik. Ini diperlukan, terutama untuk pengasapan ikan berlemak (Moeljanto 1992). Komposisi kimia asap kayu dan sabut kelapa dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. 9 Tabel 3 Komposisi kimia asap kayu Kandungan % berat serbuk kayu mg/m3 asap 0,06 30-50 0,19 180-830 0,13 190-200 0,43 115-160 1,8 600 1,04 5,28 1295 23-40 103,8 - Komposisi kimia Formaldehid Aldehid lain (termasuk furfural) Keton (termasuk aseton) Asam formiat Asam asetat dan lainnya Metil alkohol Ter Phenol Air Sumber : Zaitsev et al. (1969) Tabel 4 Komposisi kimia sabut kelapa Komponen kimia Pektin Hemiselulosa Komponen lain yang larut dalam air Lignin Selulosa Komponen lain yang tidak larut dalam air Mineral Berat kering (%) 14,06 7,69 5,80 30,02 18,24 19,19 5,0 Sumber : Grimwood (1975) 2.2.3 Proses pengasapan Proses pengasapan merupakan kombinasi dari proses pengolahan lainnya, yaitu penggaraman, pengeringan, pengasapan dan pemanasan. Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasapi, penggaraman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara penggaraman kering (dry salting) dan penggaraman basah atau larutan (brine salting). Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Pada konsentrasi tertentu, garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, garam juga menyebabkan daging ikan menjadi enak (Adawyah 2007). Proses pengeringan menyebabkan turunnya kadar air dan aktivitas air. Salah satu faktor yang dapat mempercepat proses pengeringan adalah angin (udara yang mengalir). Bila udara diam, maka kandungan uap air di sekitar produk yang dikeringkan makin jenuh sehingga pengeringannya semakin lambat (Moeljanto 1992). 10 Proses pemanasan dan pengasapan dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, adanya proses dehidrasi, koagulasi protein dan pelekatan zat-zat formaldehid dan phenol akan berpengaruh baik secara fisik maupun kimiawi, yaitu terbentuknya suatu lapisan yang dapat mencegah penetrasi dan pertumbuhan mikroba pada makanan tersebut (Price and Schweigert 1978). 2.3 Kitin dan Kitosan Kitin dan kitosan merupakan senyawa golongan karbohidrat yang dapat dihasilkan dari limbah hasil laut, khususnya golongan udang, kepiting, ketam, dan kerang. Kitosan adalah polisakarida yang diperoleh dari deasetilasi kitin, yang merupakan komponen utama dari exoskeleton dari krustasea (No et al. 2002). Kitosan ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859 selama perebusan kitin dalam larutan kalium hidroksida, yang dihasilkan dari deasetilasi kitin (Muzzarelli 1977). Menurut struktur kimia, kitosan terdiri dari 2-amino-2-deoksi-D-glukosa (glukosamin) monomer, terkait β-1-4-glycosidically, sedangkan kitin terdiri dari monomer-glukosamin N asetil-, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 (Rabea et al. 2003). Chitin Chitosan Gambar 3 Struktur kitin dan kitosan Limbah udang yang dimanfaatkan umumnya adalah kulit dan kepalanya, sedangkan kitin dari rajungan diperoleh dari karapasnya. Kandungan kitin kulit udang mencapai 40-60% dari berat kering tubuhnya tergantung dari jenis dan spesiesnya (Ashford 1977 diacu dalam Knorr 1982). Sedangkan pada kulit rajungan kitinnya dapat mencapai 12,5-15%. Kitin dan kitosan juga terkandung pada dinding sel jamur (Sudarshan et al. 1992). Perbedaan utama antara kitin dan kitosan terletak pada kelarutannya. Sifat kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan beberapa 11 pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Karena ketiga sifat tersebut penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan derivatnya. Sifat multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya. Sifat alami tersebut dapat dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain, merupakan polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino aktif, dan mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam (Rismana 2001). Asam yang paling banyak digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dan asam format (Muzzarelli 1977). Salah satu sifat paling khas dari polimer, termasuk kitosan adalah kemampuan untuk membentuk larutan kental, sehingga kitosan dapat berfungsi sebagai stabilizer, thickener, atau bahan pengental dan bersifat pseudoplastik serta viskoelastik (Cho et al. 2000 ). Viskositas kitosan dipengaruhi oleh derajat deasetilasi, berat molekul, konsentrasi, jenis pelarut, nilai pH larutan yang berlaku dan kekuatan ion, dan temperatur (Kumar 2000). Sifat biologi kitosan yang menguntungkan yaitu alami, (biodegradable) mudah diuraikan oleh mikroba, biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, dan tidak beracun (Muzzarelli 1996). Di sisi lain, juga telah sifat biologis lainnya seperti analgesik, antitumoregenic, hemostatik, hipokolesterolemik dan antioksidan (Tharanathan dan Kittur 2003). Sifat-sifat biologis ini membuat kitosan di satu sisi sebagai pilihan yang sangat baik untuk komponen aditif makanan alami dan bahan berharga untuk aplikasi farmasi, dan industri biomedis (Rafaat dan Sahal 2009). Di sisi lain, kitosan secara ekonomi lebih murah karena merupakan senyawa alami yang berasal dari deasetilasi kitin yang dihasilkan dari limbah udang, kepiting, dan kerang (Knorr 1994). Kitosan memiliki struktur khusus dengan kelompok amino reaktif. Oleh karena itu, kitosan menjadi senyawa bioaktif yang memperlihatkan fungsi antimikrobial (Kumar et al. 2004). Karena aktivitas antimikrobanya, kitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan ragi (Sagoo et al. 2002). Kitosan umumnya memiliki aktivitas antimikroba yang kuat terhadap bakteri dibandingkan terhadap jamur (Tsai et al. 2002). 12 Namun, kitosan menunjukkan aktivitas antibakteri hanya dalam media asam karena kelarutannya rendah di atas pH 6,5 (No et al. 2002). 2.4 Kitosan sebagai Edible Coating Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai barrier (penghalang) yang baik, karena pelapis polisakarida dapat membentuk matriks yang kuat dan kompak (Krochta et al. 1994). Kitosan merupakan polimer yang dapat dimakan dan biodegradable berasal dari kitin, kerangka utama bahan organik pada exoskeleton arthropoda, termasuk serangga, krustasea, dan beberapa jamur. Selain selulosa, kitosan adalah polimer alam yang paling banyak tersedia. Beberapa sifat yang diinginkan dari kitosan adalah bahwa film yang terbentuk tanpa penambahan aditif, penetrasi oksigen yang baik, permeabilitas karbon dioksida dan sifat mekanik yang baik serta aktivitas antimikroba terhadap bakteri ragi, dan jamur (Vartiainen et al. 2004 diacu dalam Ruban 2009). Namun, satu kelemahan dengan kitosan adalah sensitivitas tinggi terhadap kelembaban (Ruban 2009). Saat ini, sebuah konsep baru sedang dikembangkan dimana pengawet sebagai senyawa antimikroba dapat dibuat dalam bentuk lapisan atau film pada permukaan makanan untuk menjaga keawetan makanan lebih lama selama penyimpanan (Guilbert 2000). Edible coating atau film telah diselidiki mampu untuk menghambat kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut (Ouattara et al. 2000). Selain itu, edible coating atau film adalah salah satu metode yang paling efektif untuk menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005), sebagai pengikat warna, flavor, sumber gizi, dan bahan antioksidan (Cassariego et al. 2007). Karena masalah lingkungan pula, pelapis dibuat dari biopolimer yang dapat dimakan seperti protein, polisakarida, dan lipid yang biasanya digunakan sebagai antimikroba (Ouattara et al. 2001). Kitosan sebagai polimer alam telah menunjukkan mampu memenuhi syarat sebagai bahan utama untuk edible coating atau film karena tidak beracun, bersifat biodegradable, biokompatibilitas, biofunctionality, dan bersifat antimikroba (Wang 1992). Ada beberapa teknik aplikasi edible coating pada produk pangan menurut Krochta et al. (1994), yaitu : 13 1 Pencelupan (dipping) Biasanya teknik ini digunakan pada produk yang memiliki permukaan kurang rata. Setelah pencelupan kelebihan bahan coating dibiarkan terbuang. Produk kemudian dibiarkan dingin hingga edible coating menempel. Teknik ini telah diaplikasikan pada daging, ikan, produk ternak, buah dan sayuran. 2 Penyemprotan (spraying) Teknik ini menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis atau lebih seragam daripada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan untuk produk yang mempunyai dua sisi permukaan, seperti pizza. 3 Pembungkusan (casing) Teknik ini digunakan untuk membuat film yang berdiri sendiri, terpisah dari produk. Teknik ini diadopsi dari teknik yang dikembangkan untuk non-edible coating. 4 Pengolesan (brushing) Teknik ini dilakukan dengan cara mengoles edible coating pada produk. 2.5 Pengemasan Vakum Pengemasan vakum merupakan sistem pengemasan hampa udara dimana tekanannya kurang dari satu atmosfir (<1 atm) dengan cara mengeluarkan oksigen (O2) dari kemasan sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Teknik pengemasan vakum dilakukan dengan cara memasukkan produk ke dalam plastik yang diikuti dengan pengosongan atau pengontrolan udara menggunakan mesin pengemas vakum, kemudian ditutup dan disealler (Jay 1996). Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi menjadi dua golongan utama yaitu : 1 Kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologi). 2 Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak diinginkan). 14 Menurut Syarief dan Halid (1993), kandungan air suatu bahan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan ketahanan simpan. Selama penyimpanan, parameter-parameter mutu seperti kadar air, cita rasa, tekstur, warna dan sebagainya akan berubah karena pengaruh lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara atau karena faktor komposisi makanan itu sendiri. 2.6 Kerusakan Pangan Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pangan yaitu suhu lingkungan bahan pangan, kadar air, O2, pH, relatif humidity (RH) dan aw (water activity). Suhu lingkungan sangat mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dan biokimia serta proses fisiologi hasil panen dan post mortem. Suhu juga mempengaruhi pertumbuhan optimal mikroba pembusuk (Winarno 2007). Aktivitas air (water activity) merupakan tekanan uap air yang terdapat dalam makanan dibagi dengan tekanan uap air dari air murni, pada suhu yang sama. Aw sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba, contohnya persyaratan minimal bagi mikroba dapat hidup untuk bakteri 0,90; untuk khamir 0,88; untuk kapang 0,80; dan untuk bakteri halophilik 0,75 (Winarno 2007). Bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan mikrobiologis, mekanis, fisik, biologis, dan kimia. Kerusakan mikrobiologis merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Cara perusakannya yaitu dengan mendegradasi makromolekul-makromolekul yang menyusun bahan pangan menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil (Muchtadi 2008). Kerusakan mekanis disebabkan karena adanya benturan-benturan mekanis, misalnya benturan antara bahan itu sendiri atau karena benturan alat dengan bahan tersebut. Kerusakan fisik dan kimia disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik, seperti dalam pengeringan terjadi case hardening, dalam pendinginan terjadi chilling injuries atau freezing injuries dan freezer burn pada bahan yang dibekukan. Pada penggorengan atau pembakaran yang terlalu lama menyebabkan kegosongan. Selain itu, kerusakan-kerusakan yang terjadi karena lembabnya penyimpanan dapat menyebabkan (water activity) dari bahan meninggi, sehingga memberi peluang kepada bentuk-bentuk kerusakan mikrobiologis untuk ikut aktif. 15 Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat di dalamnya secara alami sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan (Muchtadi 2008). Kerusakan ikan asap terutama disebabkan oleh pertumbuhan mikroba karena kondisi penyimpanan yang tidak tepat. Kerusakan ini tidak selalu menyebabkan keracunan pangan. Jika yang tumbuh adalah mikroba pembusuk, maka akibat yang ditimbulkan adalah kerusakan produk yang membuat produk tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Beberapa kerusakan ikan asap adalah sebagai berikut (Syamsir 2009) : 1 Pembentukan bau asam Bau asam timbul karena terjadinya pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) pada ikan asap, selama proses pengasapan atau selama penyimpanan. Pertumbuhan BAL relatif lambat dan menghasilkan asam organik yang merusak bau dan flavor produk ikan asap. 2 Pembentukan spot-spot berwarna putih atau warna lain di permukaan ikan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan kapang permukaan yang bersifat halofilik (tahan konsentrasi garam tinggi). 3 Pembentukan lendir Pembentukan lendir ini diproduksi oleh beberapa Micrococcus spp. dan bakteri lainnya yang memproduksi lendir dipermukaan ikan asap. 4 Pembentukan gas, yang disebabkan oleh pertumbuhan beberapa mikroorganisme yang memproduksi gas. 5 Pembentukan flavor tengik Terutama pada ikan asap berkadar lemak tinggi. Garam meningkatkan reaksi oksidasi lemak selama penyimpanan dengan waktu yang lama sehingga terbentuk flavor tengik. ICMSF (1986) diacu dalam Mexis et al. (2009) menyatakan bahwa batas atas mikrobiologi produk makanan nilai TVC tidak boleh lebih dari 7 log cfu/gram. Adapun persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan asap menurut standar SNI 2725-1-2009 dapat dilihat pada Tabel 5. 16 Tabel 5 Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan asap Jenis Uji a. Organoleptik b. Cemaran mikroba* - ALT - Escherichia coli - Salmonella - Staphylococcus aureus* - Vibrio cholerae* c. Kimia* - Kadar air - Kadar histamin - Kadar garam CATATAN *) Bila diperlukan Satuan Angka(1-9) Persyaratan Minimal 7 Koloni/g APM/g per 25 g Koloni/g per 25 g Maksimal 1x105 Maksimal<3 Negatif Maksimal 1x103 Negatif % fraksi massa mg/kg % fraksi massa Maksimal 60 Maksimal 100 Maksimal 4 Sumber : Badan Standardisasi Nasional (SNI 2725.1: 2009) 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan November 2010 yang bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, serta Laboratorium Biokimia Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan size 7 (7 ekor/kg), tempurung kelapa, dan garam yang dibeli di pasar dramaga Bogor. Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Laboratorium Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan diantaranya akuades, pelarut heksana, K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH, H3BO3, HNO3, HC, asam 2-thiobarbituriat, TCA, Formaldehid, asam asetat, tablet kjeldahl, indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru 0,2% dalam alkohol, 2:1), dan media agar NA. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pisau, timbangan, baskom, talenan, drum pengasapan, alat pengemas vakum, kawat, kipas, pengatur waktu, termometer, bahan kemasan plastik HDPE, FTIR (Fourier Transform Infrared), serta alat-alat lain di laboratorium yang digunakan untuk analisis kimia dan mikrobiologi seperti oven, timbangan analitik, vortex, desikator, cawan porselin, pemanas kjeldahl, labu kjeldahl, erlenmeyer, cawan petri, alat ekstraksi soxhlet, pemanas listrik, gelas piala, aw-meter, colorimeter, gelas ukur, sudip, cawan conway, pipet volumetrik, dan tabung reaksi. Sedangkan untuk pengujian mutu secara organoleptik digunakan score sheet menurut SNI 2725.1: 2009. 3.3 Metode Penelitian Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pembuatan alat pengasapan sederhana dengan menggunakan drum dan trial eror pembuatan ikan 18 lele dumbo asap menggunakan alat pengasapan yang sudah dibuat. Prosedur pembuatan ikan lele dumbo asap yaitu diawali dengan penyiangan ikan lele dumbo dengan cara membuang lendir, insang dan isi perutnya kemudian dicuci menggunakan air bersih untuk menghilangkan darah dan kotoran yang menempel pada tubuh ikan. Selanjutnya, ikan lele tersebut direndam dalam larutan garam 15% selama ± 1 jam, kemudian ikan dikaitkan dengan kawat yang telah dibentuk huruf “S” lalu diangin-anginkan atau ditiriskan selama ± 45 menit. Setelah itu, ikan dimasukkan ke dalam drum pengasapan untuk diasapi menggunakan metode pengasapan panas. Suhu dan lama pengasapan yang digunakan yaitu 70-90oC selama 4-5 jam. Diagram alir pembuatan ikan lele dumbo asap dapat dilihat pada Gambar 4. Ikan lele segar Penyiangan dan pencucian Penggaraman (15% b/v) selama ± 1 jam Pengkaitan ikan pada kawat yang telah dibentuk huruf “S” Ikan diangin-anginkan atau ditiriskan selama ± 45 menit Pengasapan panas dalam drum pengasapan (Suhu 70-90oC; 4-5 jam) ikan lele dumbo asap Gambar 4 Diagram alir proses pengasapan ikan lele dumbo (Wibowo 1995) 19 Setelah proses pengasapan selesai, kemudian ikan lele dumbo asap tersebut dilapisi (coating) dengan kitosan yang sudah dikarakterisasi. Konsentrasi kitosan yang digunakan masing-masing adalah 0%, 1% dan 2%. Lama waktu pencelupan yaitu sekitar 10 detik. Ikan lele dumbo asap yang telah dicoating kemudian dikemas vakum dengan menggunakan plastik HDPE dan disimpan pada suhu ruang selama ± 2 minggu. Selama penyimpanan berlangsung, dilakukan pengamatan setiap 1 minggu sekali dan pengujian meliputi uji organoleptik, TPC, TBA, dan aw. Untuk uji proksimat dilakukan pada awal dan akhir penyimpanan. Diagram alir pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 5. ikan lele dumbo asap Pelapisan dengan larutan kitosan : 0%, 1% dan 2% Pengemasan vakum dengan plastik HDPE Penyimpanan produk dalam suhu ruang ± (27-30oC) selama 14 hari Pengamatan secara organoleptik dan pengujian TPC, TBA, dan aw setiap 7 hari sekali Gambar 5 Diagram alir proses pada penelitian utama 3.4 Penentuan Nilai Derajat Deasetilasi Penentuan derajat deasetilasi (DD) kitosan diukur dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared). Puncak tertinggi dicatat dan diukur dari garis dasar yang dipilih. Nilai absorbans dapat diukur dengan menggunakan rumus : A = log Po dengan Po = transmitans pada garis dasar P = transmitans pada puncak minimum A = absorbans P 20 DD dapat dihitung dengan membandingkan nilai absorbans pada bilangan gelombang 1655 cm-1 (serapan pita amida) dengan bilangan gelombang 3450 cm-1 (serapan pita hidroksi), kitin yang tidak terdeasetilasi menghasilkan nilai perbandingan A1655/A3450 = 1,33. DD dihitung dengan persamaan : DD = [1− (A1655/A3450 x 1/1,33)] x 100% 3.5 Prosedur Pengujian Selama Penyimpanan Pengujian yang dilakukan selama penyimpanan pada produk ikan lele dumbo asap ini meliputi uji organoleptik, uji proksimat (kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat secara by difference), uji TPC, uji aw, dan uji TBA. 3.5.1 Uji organoleptik Uji organoleptik sering juga disebut dengan pengujian secara subyektif dengan bantuan panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan, dapat juga untuk menilai karakteristik mutu, dan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat-sifat citarasa suatu bahan. Uji organoleptik skala hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk melalui penilaian terhadap beberapa atribut produk seperti penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur. Menurut Winarno (1997), penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Menurut Badan Standardisasi Nasional (SNI 2725.1: 2009), skala penilaian organoleptik untuk produk ikan asap yaitu 1-9 (keterangan lembar penilaian sensori dapat dilihat pada Lampiran 7) dengan persyaratan mutu dan keamanan pangan minimal 7. Kemudian sampel yang diujikan diberi kode secara acak dan panelis dengan jumlah 20-30 orang diminta memberikan penilaian. Uji organoleptik ini berupa uji penilaian sensori ikan asap selama penyimpanan. Parameter yang diuji meliputi penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur. 3.5.2 Uji TPC (Total Plate Count) (Fardiaz 1992) Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan 21 secara duplo. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni. Cawan petri, tabung reaksi dan pipet sebelum digunakan disterilkan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 180oC selama 2 jam. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 1 atm. Setelah disterilisasi, untuk menjaga agar media tidak membeku suhu media dipertahankan pada 45-55oC dalam penangas air. Pembuatan larutan pengencer dilakukan dengan cara melarutkan 8,5 gram NaCl dalam 1 liter aquades yang kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Sampel sebanyak 10 gram dihaluskan terlebih dahulu, kemudian dilarutkan ke dalam larutan pengencer steril yang telah berisi dengan volume mencapai 100 ml sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Dari larutan tersebut dipipet 1 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan pengencer steril untuk memperoleh pengenceran 10-2. Demikian seterusnya sampai didapat pengenceran 10-5, disesuaikan dengan pendugaan tingkat kebusukan ikan lele dumbo asap pada saat pengamatan. Dari setiap tabung reaksi pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan secara melingkar di atas meja supaya media NA merata. Setelah NA membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 30oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik dalam inkubator. Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan jumlah koloni yang dapat diterima 30-300 koloni per cawan. Nilai TPC dapat dihitung dengan memakai rumus berikut: 22 3.5.3 Uji proksimat a. Kadar air (AOAC 2007) Cawan kosong yang akan digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2gr ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Presentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus : Keterangan : B = Berat sampel (gram) B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan b. Kadar abu (AOAC 2007) Sampel basah sebanyak 4 gram ditempatkan dalam wadah porselin lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60-105oC selama 8 jam. Kemudian sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak berasap selama ± 20 menit. Setelah itu diabukan dalam tanur bersuhu 600oC selama 3 jam lalu ditimbang. Kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus : c. Kadar protein (AOAC 2007) Sampel ditimbang (0,1 gram) lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Setelah itu, ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2,5 ml H2SO4 serta beberapa tablet kjeldahl. Kemudian sampel dididihkan sampai cairan jernih (sekitar 1-1,5 jam). Lalu larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu kjeldahl dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali dengan akuades (20 ml) kemudian air bilasan tersebut dimasukkan di bawah kondensor dengan 23 ujung kondensor terendam di dalamnya. Lalu ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Setelah itu cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml yang berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru 0,2% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Kemudian destilat dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Penetapan blanko dilakukan dengan prosedur yang sama, akan tetapi sampel diganti dengan akuades. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Faktor konversi = 6,25 d. Kadar lemak (AOAC 2007) Sampel sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring lalu diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus : Berat lemak = (berat labu + lemak) – berat labu 24 e. Kadar karbohidrat (AOAC 2007) Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 3.5.4 Analisis aw (water activity) Sampel sebanyak 2-5 g ditumbuk sampai halus kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Setelah itu, dimasukkan ke dalam aw meter untuk pengukuran nilai aw tersebut. Sebelum dilakukan pengukuran, aw meter distandarisasi dengan NaCl, Mg(NO3)2 dan BaCl2 masing-masing selama 30 menit. Kemudian dilakukan pengukuran aw masing-masing sampel selama 15 menit. 3.5.5 Analisis bilangan TBA (Thiobarbituric Acid) metode Tarladgis (Arpah 2007) Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam waring blender, kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan dilumatkan selama 2 menit. Secara kuantitatif dipindahkan ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47,5 ml akuades. Setelah itu ditambahkan 2,5 ml HCl 4M sampai pH 1,5 lalu ditambahkan batu didih dan pencegah buih secukupnya, dan labu destilasi dipasang pada alat destilasi. Pemanasan dilakukan sedemikian sehingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit. Destilat yang diperoleh diaduk lalu dipipet sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi TBA, dipanaskan selama 25 menit dalam air mendidih. Selanjutnya didinginkan selama 10 menit kemudian dibaca absorbansinya pada λ 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Blanko terdiri dari 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi yang disiapkan seperti persiapan per kg sampel. sampel. TBA dinyatakan dalam mg malonaldehide 25 Perhitungan bilangan TBA dalam sampel menggunakan rumus : Keterangan : TBA = Thiobarbituric Acid (mg malonaldehid per kg sampel) Absorbansi = Nilai absorbansi pada panjang gelombang 528 nm 3.5.6 Analisis data Analisis data uji organoleptik dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple Comparison. Langkah-langkah metode Kruskal-Wallis sebagai berikut : a. Merangking data dari yang terkecil hingga terbesar untuk seluruh perlakuan dalam satu parameter. b. Menghitung total rangking untuk setiap perlakuan dan rata-ratanya dengan menggunakan rumus : H= 12 Ri - 3 ( n+1) ∑ n ( n+1) ni H' = H Pembagi Pembagi = 1- ΣT ( n-1) n ( n+1) ΣT = Σ ( i −1) i ( i +1) Keterangan : ni : banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri : jumlah rangking dalam perlakuan ke-i T : banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H’ : H terkoreksi 26 Jika hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Multiple Comparison dengan rumus : Ri − Rj >< Za 2 p ( N + 1) k 6 Keterangan : Ri : rata-rata rangking perlakuan ke-i Rj : rata-rata rangking perlakuan ke-j k : banyak ulangan N : jumlah total data Analisis data untuk uji TPC, TBA, dan aktivitas air yaitu dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial (2 faktor) dengan dua kali ulangan dan α (0,05). Faktor pertama adalah konsentrasi kitosan sebagai edible coating yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0%, 1%, dan 2%. Faktor kedua adalah lama penyimpanan yang terdiri dari hari ke-0, 7, dan 14. Adapun model rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan menggunakan dua faktor sebagai berikut : Yijk = µ + α i + β j + (αβ ) ij + ε ijk Keterangan : Yijk : nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k (µ, αi, βj) : komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B. (αi, βj) : komponen interaksi dari faktor A dan faktor B εijk : pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2) 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Kitosan Kitosan mempunyai potensi yang dapat digunakan baik dalam berbagai bidang industri maupun bidang kesehatan. Kitosan sebagai edible coating merupakan salah satu aplikasi kitosan dalam bidang industri pangan. Kemampuan kitosan sebagai edible coating pada suatu produk sangat dipengaruhi oleh kualitas kitosan itu sendiri. Dunia perdagangan sudah memiliki standar kualitas kitosan yang diproduksi secara massal dan sudah umum diaplikasikan (komersil). Adapun karakteristik kitosan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Karakteristik kitosan bahan penelitian dan standar internasional Parameter - Ukuran partikel Kadar air Kadar abu Kadar nitrogen Derajat deasetilasi Karakteristik Kitosan Bahan Penelitian Standar Mutu Kitosan* Butiran/bubuk < 2 mm Butiran/bubuk < 2 mm 9% < 10% 0.21% Maksimal 2% 1.33% Maksimal 5% 88,66% Minimal 70% Sumber : *Protan Biopolimer dalam Suptijah et al. (1992) Kitosan telah menarik perhatian sebagai bahan tambahan makanan alami karena sifatnya yang tidak beracun, antibakteri, antioksidan, pembentuk film, biokompatibilitas dan biodegradabilitas (Majete dan Kumar 2000). Berdasarkan data karakteristik kitosan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kitosan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air, kadar abu dan kadar nitrogen secara berturut-turut sebesar 9%, 0,21% dan 1,33%. Nilai ini sesuai dengan standar mutu kadar air kitosan yaitu <10%, kadar abu maksimal 2% dan kadar nitrogen maksimal 5% (Protan Biopolimer dalam Suptijah et al. 1992). Derajat deasetilasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 88,66% atau lebih tinggi dari standar mutu kitosan yang telah ditetapkan yaitu minimal 70%. Semakin tinggi mutu kitosan atau kitin berarti semakin tinggi pula kemurniannya. Kemurnian kitosan dapat dilihat dari kadar air dan kadar abu 28 yang rendah dengan derajat deasetilasi yang tinggi. Semakin tinggi derajat deasetilasinya, berarti semakin banyak gugus amino (NH2) pada rantai molekul kitosan sehingga kitosan semakin reaktif (Agustini dan Sedjati 2007). Derajat deasetilasi dipengaruhi oleh proses pembuatan kitosan meliputi proses deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi. Proses-proses ini bertujuan menghilangkan pengotor seperti kandungan protein dan mineral, serta memurnikan gugus asetilnya yang akan berpengaruh terhadap fungsi dari gugus kitosan. Apabila masih terdapat pengotor dari kitosan maka derajat deasetilasi kitosan akan rendah dan kitosan tidak akan berfungsi secara maksimal (Suptijah 2006). 4.2 Uji Organoleptik Selama Penyimpanan Analisis organoleptik merupakan analisis secara subyektif dengan bantuan panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan, dapat juga untuk menilai karakteristik mutu, yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik suatu bahan. Uji organoleptik pada produk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap dilakukan pada selang hari ke-0, 7 dan 14. Parameter yang diujikan dalam pengujian organoleptik meliputi penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan warna selama penyimpanan. Score sheet uji kemunduran mutu produk ikan lele dumbo asap dapat dilihat pada Lampiran 7. Adapun diagram batang nilai organoleptik ikan lele dumbo asap selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6. 9 Nilai organoleptik 8 7 6 5 4 3 2 1 0 H0 H7 0% H14 H0 H7 H14 H0 1% H7 H14 2% Konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan (hari ke-) Gambar 6 Diagram batang organoleptik ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Penampakan Aroma Rasa Tekstur Warna) 29 Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter organoleptik penampakan, aroma, rasa, dan warna, namun tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan. Sedangkan perlakuan lama penyimpanan dan interaksi antara perbedaan konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter organoleptik (penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan warna) ikan lele dumbo asap. Berdasarkan diagram batang uji organoleptik ikan lele dumbo asap selama penyimpanan pada Gambar 6 menunjukkan bahwa ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan (kitosan 0%) lebih cepat mengalami penurunan mutu secara sensori dibanding dengan pelapisan kitosan 1% dan 2%. Dan jika dilihat dari hasil uji lanjut dunn (Lampiran 12, 13, dan 14) menunjukkan bahwa penyimpanan hari ke-0 dari semua parameter organoleptik untuk ketiga konsentrasi yaitu 0%, 1%, dan 2% tidak berbeda nyata. Pada penyimpanan hari ke-7, untuk parameter penampakan dan tekstur dari ketiga konsentrasi (0%, 1%, 2%) tidak berbeda nyata, tetapi untuk parameter rasa ketiganya menunjukkan perbedaan yang nyata. Sedangkan untuk parameter aroma dan warna, konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1%, namun tidak berbeda nyata dengan kitosan 2%. Dan antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% dari semua parameter organoleptik pada hari ke-7 menunjukkan tidak ada perbedaan nyata. Pada penyimpanan hari ke-14 menunjukkan bahwa untuk semua parameter organoleptik, konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%, namun antara kitosan 1% dan 2% tidak menunjukkan perbedaan nyata. Secara keseluruhan dari hasil penilaian organoleptik, dapat dikatakan bahwa antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai barrier (penghalang) yang baik, karena pelapis polisakarida dapat membentuk matriks yang kuat dan kompak (Krochta et al. 1994). Kitosan memiliki struktur khusus dengan kelompok amino reaktif, oleh karena itu kitosan menjadi senyawa bioaktif yang memperlihatkan fungsi antimikrobial (Kumar et al. 2004). Karena aktivitas antimikrobanya, kitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai 30 mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan ragi (Sagoo et al. 2002). Selain itu, edible coating atau film adalah salah satu metode yang paling efektif untuk menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005), sebagai pengikat warna, flavor, sumber gizi, dan bahan antioksidan (Cassariego et al. 2007). 4.2.1 Penampakan Penampakan merupakan kondisi keseluruhan produk yang dilihat secara visual melalui indra penglihatan. Penilaian organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 7. Tabel 7 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Kitosan Lama Penyimpanan (hari ke-) 0 Rataan Penampakan 7,60 7 14 6,27 4,73 1% 0 7,93 2% 7 14 0 7,13 6,53 7,60 7 14 7,13 7,07 Utuh, bersih, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis Utuh, bersih, warna cokelat, kusam Tidak utuh, warna cokelat tua, kusam sekali Utuh, bersih, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis Utuh, bersih, warna cokelat, kusam Utuh, bersih, warna cokelat, kusam Utuh, bersih, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis Utuh, bersih, warna cokelat, kusam Utuh, bersih, warna cokelat, kusam 0% Ikan asap yang kualitasnya masih bagus atau baru mengalami proses pengasapan memiliki penampakan yang cemerlang, mengkilap, permukaannya cerah, tidak tampak adanya kotoran berupa darah yang mengering, sisa isi perut, abu, atau kotoran lainnya. Apabila kusam menunjukkan bahwa ikan yang diasap sudah kurang bagus mutunya atau karena perlakuan dan proses pengasapan tidak dilakukan dengan baik dan benar (Adawyah 2007). Kitosan sebagai polimer alam telah menunjukkan mampu memenuhi syarat sebagai bahan utama untuk edible coating atau film karena tidak beracun, bersifat biodegradable, biokompatibilitas, biofunctionality, dan bersifat antimikroba (Wang 1992). Kebanyakan jenis ini 31 mempunyai sifat mekanis yang diinginkan sehingga berguna untuk meningkatkan integritas bahan pangan yang mudah rusak (Krochta et al. 1994) sehingga mampu menjaga mutu penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan. Nilai rata-rata organoleptik penampakan 8.00 c 7.60c 7.93 7.60c 7.00 7.13bc 7.13bc 7.07b 6.53b 6.27b 6.00 4.73a 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0 7 14 Penyimpanan hari ke- Gambar 7 Diagram batang organoleptik parameter penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%) Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn. Berdasarkan diagram batang pada Gambar 7, terlihat bahwa semakin lama masa penyimpanan, maka penampakan ikan lele dumbo asap pada ketiga konsentrasi mengalami penurunan mutu. Akan tetapi, pada ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan lebih cepat mengalami penurunan mutu dibanding ikan lele dumbo asap dengan pelapisan kitosan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penampakan ikan lele dumbo asap dari ketiga konsentrasi pada hari ke-0 dan hari ke-7 tidak berbeda nyata. Sedangkan pada penyimpanan hari ke-14, penampakan ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan atau kitosan 0% berbeda nyata dengan pelapisan kitosan 1% dan 2%. Namun, penampakan antara ikan lele dumbo asap kitosan 1% dengan 2% pada penyimpanan hari ke-14 tidak berbeda nyata. Jika dibandingkan dengan konsentrasi 0%, konsentrasi 1% dan 2% memiliki penampakan yang masih dapat diterima oleh panelis hingga hari ke-14. Jika dilihat dari hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11), dapat dikatakan bahwa perlakuan pelapisan kitosan, lama penyimpanan serta interaksinya memberikan pengaruh nyata terhadap organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap. 32 4.2.2 Aroma Komponen asap golongan fenol seperti quaiakol, siringol dan pirokatekol mudah larut dalam lemak, sehingga semakin banyak kadar lemak bahan pangan makin sedap pula aroma asap yang didapat (Shahidi 1994). Ikan yang baru mengalami proses pengasapan memiliki aroma asap yang lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau apek dan asam (Adawyah 2007). Adapun penilaian organoleptik aroma ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 8. Tabel 8 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Kitosan 0% 1% 2% Lama Penyimpanan (hari ke-) 0 Rataan Aroma 8,33 7 6,53 14 0 4,27 8,13 7 7,93 14 6,27 0 8,33 7 14 7,40 6,73 Kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu Bau tambahan kuat, tercium bau amoniak dan tengik Busuk, bau amoniak kuat dan tengik Kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu Kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu Bau tambahan kuat, tercium bau amoniak dan tengik Kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu Netral, sedikit bau tambahan Netral, sedikit bau tambahan Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11), dapat dikatakan bahwa pelapisan kitosan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik aroma ikan lele dumbo asap. Demikian pula kombinasi atau interaksi antara perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap organoleptik aroma ikan lele dumbo asap. 33 Nilai rata-rata organoleptik aroma 9.00 8.33e e 8.13de 8.33 7.93cd 8.00 7.40bcd 6.53b 7.00 6.27b 6.73bc 6.00 5.00 4.27a 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0 7 14 Penyimpanan hari ke- Gambar 8 Diagram batang organoleptik parameter aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%) Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn. Berdasarkan diagram batang pada Gambar 8, menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-0 ketiga konsentrasi yaitu 0%, 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Sedangkan pada hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan (kitosan 0%) berbeda nyata dengan ikan lele dumbo asap yang dilapisi kitosan 1% dan kitosan 2%. Begitu pula pada penyimpanan hari ke-14, penampakan konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%. Tanpa adanya pelapisan kitosan, aroma ikan asap lebih cepat mengalami penurunan mutu yang ditandai dengan aroma busuk, bau amoniak kuat dan tengik. Aroma tambahan ini diduga disebabkan karena terjadinya oksidasi lemak selama penyimpanan. Lemak dan protein yang dipecah oleh bakteri perusak yang mencemari ikan lele dumbo asap akan menghasilkan aroma yang tidak diinginkan. Aroma ini berasal dari metabolit-metabolit sederhana yang dihasilkan oleh bakteri. Akan tetapi dengan adanya pelapisan kitosan dan pengemasan vakum dapat menghambat terjadinya proses oksidasi lemak dengan cara mereduksi oksigen yang masuk kedalam daging ikan. Edible coating atau film telah diselidiki mampu untuk menghambat kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut (Ouattara et al. 2000). Edible coating merupakan salah satu metode yang paling efektif untuk menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005), sebagai pengikat warna, flavor, sumber gizi, dan bahan antioksidan (Cassariego et al. 2007). Timbulnya aroma yang tidak diinginkan pada ikan asap selain disebabkan oleh proses oksidasi 34 lemak selama penyimpanan juga dipengaruhi oleh bahan organik (bahan bakar) yang digunakan dalam proses pengasapan. Kayu yang mengandung damar, rusak, lapuk atau berjamur tidak baik untuk pengasapan ikan karena menimbulkan bau dan rasa yang kurang enak (Adawyah 2007). 4.2.3 Rasa Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Meskipun parameter penilaian baik, tetapi jika rasanya tidak disukai atau tidak enak maka produk akan ditolak oleh konsumen (Winarno 1992). Penilaian organoleptik rasa ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 9. Tabel 9 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Kitosan 0% 1% 2% Lama Penyimpanan (hari ke-) 0 7 Rataan Rasa 8,40 6,27 14 0 7 14 0 7 14 3,93 8,33 7,60 6,47 8,13 7,53 6,60 Enak, kurang gurih Tidak enak dengan rasa tambahan mengganggu Basi Enak, kurang gurih Kurang enak, tidak gurih Kurang enak, tidak gurih Enak, kurang gurih Kurang enak, tidak gurih Kurang enak, tidak gurih Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11), dapat dikatakan bahwa pelapisan kitosan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik rasa ikan lele dumbo asap. Demikian pula kombinasi antara perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap organoleptik rasa ikan lele dumbo asap. Secara umum, produk atau bahan makanan yang mengalami penyimpanan akan mengalami penurunan mutu baik dari segi fisik maupun kimiawinya. Penurunan nilai organoleptik rasa ikan lele dumbo asap diduga karena aktivitas mikroba yang menghasilkan metabolit sekunder dan peranan enzim yang menghasilkan bau yang tidak enak sehingga 35 dapat mempengaruhi penilaian panelis terhadap rasa suatu produk, oleh karena itu dengan pelapisan kitosan dapat menghambat pertumbuhan mikroba, kapang, dan jamur. Karena kitosan memiliki sifat yang tidak beracun, antibakteri, antioksidan, pembentuk film, biokompatibilitas dan biodegradabilitas (Majeti dan Kumar Nilai rata-rata organoleptik rasa 2000). 9.00 8.40e 8.33e 8.13d 7.60cd 7.53cd 8.00 7.00 bcd 6.47bc 6.60 6.27b 6.00 5.00 3.93a 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0 7 14 Penyimpanan hari ke- Gambar 9 Diagram batang organoleptik parameter rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%) Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn. Berdasarkan diagram batang pada Gambar 9, menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-0 ketiga konsentrasi yaitu 0%, 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Sedangkan pada hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan (kitosan 0%) berbeda nyata dengan ikan lele dumbo asap yang dilapisi kitosan 1% dan 2%. Begitu pula pada penyimpanan hari ke-14, konsentrasi 0% berbeda nyata dengan konsentrasi kitosan 1% dan 2%. Akan tetapi, antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% pada penyimpanan hari ke-14 tidak berbeda nyata. Komponen citarasa pada ikan asap dipengaruhi oleh komponen yang dihasilkan melalui pengasapan. Hal itu berarti pula bahwa rasa pada ikan asap tergantung pada jenis kayu yang digunakan. Ikan asap yang bermutu bagus memiliki rasa yang lezat, enak, rasa asap terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, dan tidak berasa tengik (Adawyah 2007). 36 4.2.4 Tekstur Tekstur suatu bahan pangan erat kaitannya dengan kandungan air yang ada dalam bahan pangan tersebut. Semakin tinggi kandungan airnya maka semakin lunak atau lembek. Ikan asap yang masih dalam kondisi bagus memiliki tekstur kompak, cukup elastis, tidak terlalu keras (kecuali produk tertentu seperti ikan kayu), tidak lembek, tidak rapuh, dan tidak lengket (Adawyah 2007). Penilaian organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 10. Tabel 10 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Rataan Tekstur 0% Lama Penyimpanan (hari ke-) 0 7,93 1% 7 14 0 5,73 4,60 7,60 2% 7 14 0 6,86 5,46 7,20 7 14 6,73 5,87 Padat, kompak, cukup kering, antar jaringan erat Kurang kering, antar jaringan longgar Lunak, antar jaringan mudah lepas Padat, kompak, cukup kering, antar jaringan erat Kurang kering, antar jaringan longgar Kurang kering, antar jaringan longgar Padat, kompak, cukup kering, antar jaringan erat Kurang kering, antar jaringan longgar Kurang kering, antar jaringan longgar Kitosan Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) dapat dikatakan bahwa pelapisan kitosan tidak pengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap. Akan tetapi, lama penyimpanan dan kombinasi (interaksi) antara perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap. Selama penyimpanan, dari hari ke-0 sampai hari ke-14 nilai organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap cenderung mengalami penurunan. Nilai rata-rata organoleptik tekstur 37 8.00 7.93e 7.60de 7.20de 6.86cd 6.73bcd 7.00 5.73bc 6.00 5.46b 5.87bcd 4.60a 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0 7 14 Penyimpanan hari ke- Gambar 10 Diagram batang organoleptik parameter tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%) Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn. Berdasarkan diagram batang pada Gambar 10, menunjukkan bahwa kitosan 0% hari ke-0 dibandingkan dengan kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Ketiga konsentrasi tersebut memiliki tekstur yang padat, kompak, cukup kering, dan antar jaringan erat (Tabel 10). Begitu pula pada hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan tidak berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2% yang dicirikan dengan tekstur yang kurang kering dengan jaringan yang mulai longgar (Tabel 10). Sedangkan pada hari ke-14 dari ketiga konsentrasi menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata dengan konsentrasi kitosan 1% dan 2%, namun antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat bersifat sebagai barrier (penghalang) yang baik, karena pelapis polisakarida dapat membentuk matriks yang kuat dan kompak (Krochta et al. 1994). Oleh karena itu, dengan pelapisan kitosan dapat berfungsi sebagai media pembatas antara bahan dengan lingkungan sehingga mampu mereduksi pengaruh dari lingkungan terhadap bahan pangan. Selain itu, adanya tindakan pengemasan vakum pada ikan lele dumbo asap merupakan suatu usaha perlindungan terhadap pengaruh suhu, kelembaban dan tekanan udara di ruang penyimpanan. 38 4.2.5 Warna Salah satu efek yang diperoleh dari hasil pengasapan adalah terjadinya pewarnaan (pencoklatan). Perubahan warna tersebut terjadi akibat berlangsungnya reaksi antara komponen fenol dalam asap dengan komponen protein dan gula dalam daging ikan. Selain itu, juga terjadi reaksi maillard antara gugus amino dengan gula dalam daging ikan akibat proses pemanasan selama pengasapan (Winarno 1992). Penilaian organoleptik warna ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 11. Tabel 11 Hasil analisis rata-rata nilai organoleptik warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Lama Penyimpanan (hari ke-) 0 Rataan Warna 7,60 7 5,93 14 4,80 1% 0 7,93 2% 7 14 0 7,07 6,33 7,60 7 14 6,40 6,40 Menarik, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis Tidak menarik, warna cokelat tua, kusam Tidak menarik, warna cokelat tua, kusam Menarik, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis Kurang menarik, warna cokelat kusam Kurang menarik, warna cokelat kusam Menarik, warna cokelat, mengkilat spesifik jenis Kurang menarik, warna cokelat kusam Kurang menarik, warna cokelat kusam Kitosan 0% Ikan asap yang bermutu tinggi dicirikan dengan warnanya yang cokelat keemasan, cokelat kekuningan atau cokelat agak gelap dengan warna yang tersebar merata dan spesifik jenis (Adawyah 2007). Hasil uji statistik Kruskal-Wallis (Lampiran 11), menunjukkan bahwa pelapisan kitosan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian organoleptik warna ikan lele dumbo asap. Demikian pula kombinasi antara perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap organoleptik warna ikan lele dumbo asap. 39 Nilai rata-rata organoleptik warna 8.00 e 7.60de 7.93 7.60de 7.00 5.93b 6.00 7.07cd 6.40bcd 6.33bc 6.40bcd 4.80a 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0 7 14 Penyimpanan hari ke- Gambar 11 Diagram batang organoleptik parameter warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%) Keterangan : supercript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α 5%) yang ditentukan berdasarkan uji lanjut dunn. Berdasarkan diagram batang pada Gambar 11, terlihat bahwa pada hari ke-0 ketiga konsentrasi (kitosan 0%, 1%, 2%) menunjukkan tidak berbeda nyata, namun pada hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan berbeda nyata dengan konsentrasi kitosan 1% dan 2%. Sedangkan pada penyimpanan hari ke-14, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan (kitosan 0%) menunjukkan adanya perbedaan nyata dengan ikan lele dumbo asap yang dilapisi kitosan 1% dan 2%, namun antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan lebih cepat mengalami penurunan mutu organoleptik warna dibanding pelapisan kitosan 1% dan 2%. Pada penyimpanan hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan kitosan warnanya sudah tidak menarik, cokelat tua dan kusam (Tabel 11). Oleh karena itu, pada penyimpanan hari ke-7, ikan lele dumbo asap tanpa pelapisan sudah ditolak oleh panelis. Menurut Syarief dan Halid (1993), perubahan parameter-parameter mutu seperti kadar air, cita rasa, tekstur, warna, dan sebagainya selama penyimpanan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara atau karena faktor komposisi makanan itu sendiri. Kitosan sebagai edible coating pada makanan akan saling berikatan dan membentuk suatu matriks kompak yang berfungsi sebagai penghalang terhadap bahan-bahan tertentu yang dapat merusak bahan (Krochta et al. 1994). 40 4.3 Analisis Proksimat Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Asap Selama Penyimpanan Suhu Ruang (27-30oC) Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi suatu produk. Perubahan nilai gizi dalam bahan pangan dapat terjadi pada beberapa tahap selama proses pemanenan, persiapan, pengolahan, distribusi, dan penyimpanan. Analisis proksimat yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat (by difference) yang diukur pada awal dan akhir penyimpanan produk. Hasil analisis proksimat pada ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil analisis proksimat ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Parameter Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar protein Kadar karbohidrat (by difference) Lama penyimpanan (hari) Nilai rata-rata (%) Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% 0 14 0 14 0 14 0 14 0 64,36 67,00 5,22 5,07 7,43 5,69 19,12 14,94 3,88 63,69 64,10 3,96 3,93 5,47 4,17 23,67 21,49 3,22 59,70 62,31 3,82 3,48 7,21 5,32 24,07 21,07 5,21 14 7,31 6,32 7,83 Kadar air merupakan faktor penting yang sangat besar pengaruhnya terhadap sifat fisik dan daya awet suatu produk hasil olahan. Hal ini terkait dengan sifat air yang dapat mempengaruhi perubahan kimia, mikrobiologi, enzimatis, dan perubahan sifat fisik makanan. Perubahan-perubahan tersebut akan mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa makanan (Winarno 1992). Berdasarkan hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa nilai kadar air pada hari ke-0 untuk semua perlakuan cukup tinggi. Menurut standar SNI 2725-1 (2009), nilai maksimal kadar air ikan asap sebesar 60%. Tingginya nilai kadar air ini dipengaruhi oleh faktor-faktor selama proses pengasapan, 41 seperti suhu pengasapan, kelembaban udara, jenis dan kondisi bahan bakar, jumlah asap, ketebalan asap serta kecepatan aliran asap di dalam alat pengasapan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi banyaknya asap yang kontak dengan ikan sehingga berpengaruh pula terhadap panas yang diberikan dan banyaknya air yang hilang dari produk. Selama penyimpanan kadar air produk mengalami peningkatan. Peningkatan ini dipengaruhi oleh sifat alamiah produk, kelembaban lingkungan, sifat penyerapan air dan jumlah mikroorganisme yang ada dalam bahan sehingga menyebabkan produk menjadi lembek dan sedikit berlendir serta reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam bahan. Menurut Syarief dan Halid (1993), kandungan air suatu bahan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan ketahanan simpan. Selama penyimpanan, parameter-parameter mutu seperti kadar air, cita rasa, tekstur, warna dan sebagainya akan berubah karena pengaruh lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara atau karena faktor komposisi makanan itu sendiri. Menurut Syarief et al. (1989), perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologi pada suatu produk sehubungan dengan kemasan yang digunakan sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan saja. Selain itu, salah satu kelemahan dengan kitosan adalah sensitivitas yang tinggi terhadap kelembaban (Ruban 2009). Kadar abu ikan lele dumbo asap pada perlakuan edible coating kitosan lebih rendah dibanding tanpa perlakuan. Hal ini diduga disebabkan oleh sifat kitosan sebagai adsorben yang mampu menyerap ion-ion logam mineral. Gugus amino (-NH2) kitosan dalam kondisi asam berair akan menangkap H+ dari lingkungannya sehingga gugus aminonya terprotonasi menjadi NH3+. Gugus inilah yang dapat dimanfaatkan untuk proses penyerapan ion (Purwantiningsih et al. 2009). Selama penyimpanan, perubahan kadar abu ikan lele dumbo asap relatif kecil. Hal ini diduga karena mineral pada bahan pangan umumnya tidak terpengaruh oleh adanya proses pengolahan dan penyimpanan. Kadar lemak ikan lele dumbo asap hasil analisis lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak ikan lele segar. Menurut Shahidi (1994), komponen asap yang dominan adalah quaiakol, siringol dan pirokatekol. Karena komponen fenol 42 mudah larut dalam lemak maka semakin banyak kadar lemak bahan pangan makin sedap pula aroma asap yang didapat. Selama penyimpanan, menunjukkan bahwa kadar lemak mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh terjadinya oksidasi lemak selama penyimpanan. Hasil analisis kadar protein pada ikan lele dumbo asap menunjukkan bahwa selama penyimpanan, kadar protein baik pada perlakuan pelapisan kitosan ataupun tanpa pelapisan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh kemampuan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim proteolitik yang dapat memecah molekul protein dalam bahan pangan. Selain itu, kitosan bersifat polielektrolitik dan mudah mengalami biodegradasi serta berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Selain itu, asap dari proses pengasapan mengandung gugus karbonil yang dapat bereaksi dengan lisin sehingga mengurangi kualitas protein (Moeljanto 1992). Kadar karbohidrat (by difference) ditentukan dari hasil pengurangan 100% dengan kadar air, abu, lemak, dan protein. Sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat dipengaruhi oleh faktor kandungan zat gizi lainnya (Winarno 1992). Perubahan nilai rata-rata kadar karbohidrat terjadi karena perubahan komponen gizi lainnya selama penyimpanan. 4.4 Uji Mikrobiologi Total Plate Count (TPC) Selama Peyimpanan Secara mikrobiologis keberadaan mikroba dalam produk ikan lele dumbo asap digunakan sebagai parameter kebusukan untuk melihat tingkat kemundurun mutu produk dan tingkat kelayakannya untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan kerusakan mikrobiologis ini merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat (Muchtadi 2008). Proses penggaraman dan pengeringan yang merupakan bagian dari proses pengasapan tidak dapat mematikan semua bakteri yang ada pada ikan. Bakteri pembusuk pada umumnya tidak tahan garam, namun bakteri halofilik masih dapat bertahan hidup dengan baik (Agustini dan Sedjati 2007). Hasil analisis total mikroba dan nilai log TPC ikan lele dumbo asap edible coating kitosan yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang (27-30oC) dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 12. 43 Tabel 13 Total mikroba ikan lele dumbo asap edible coating kitosan yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang Konsentrasi Kitosan (%) 0 Lama Penyimpanan (hari) 0 Jumlah mikroba (koloni/gram) Log 3,50x103 3,48 7 4,25x106 6,63 14 3,00x108 8,48 0 2,19x103 3,06 7 1,94x105 5,29 14 2,90x107 7,46 0 1,20x102 2,08 7 2,03x105 5,31 14 2,40x106 6,38 1 2 8.48 9.00 8.00 7.46 6.63 Log TPC (koloni/g) 7.00 6.00 6.38 5.29 5.31 5.00 4.00 3.48 3.06 3.00 2.08 2.00 1.00 0.00 0 7 14 Penyimpanan hari ke- Gambar 12 Diagram batang uji TPC ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%) Berdasarkan hasil uji Anova (Lampiran 16a) menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap total mikroba ikan lele dumbo asap. Demikian pula interaksi antara konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan juga memberikan pengaruh nyata terhadap total mikroba. Perubahan jumlah log mikroba akibat perlakuan kitosan dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 12. Dari hasil uji lanjut duncan (Lampiran 16b), menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-0 dan ke-7, dari ketiga konsentrasi (0%, 1%, 2%) tidak berbeda nyata, namun pada penyimpanan hari ke-14, konsentrasi 44 kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%. Begitu pula antara konsentrasi kitosan 1% dan 2% menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil uji mikrobiologi pada Tabel 13 menunjukkan bahwa pada hari ke-0, konsentrasi kitosan 0% memiliki total mikroba sebesar 3,50x103 (koloni/g) dengan nilai log 3,48. Sedangkan untuk kitosan 1% dan kitosan 2% sebesar 2,19x103 dan 1,20x102 (koloni/g) dengan nilai log 3,06 dan 2,08. Selama penyimpanan, jumlah koloni mikroba mengalami peningkatan baik untuk produk yang tidak dilapisi kitosan maupun yang dilapisi kitosan. Akan tetapi, produk ikan lele dumbo asap yang tidak dilapisi kitosan kenaikkannya lebih tinggi dibanding produk yang dilapisi kitosan. Kitosan memiliki struktur khusus dengan kelompok amino reaktif. Oleh karena itu, kitosan menjadi senyawa bioaktif yang memperlihatkan fungsi antimikrobial (Kumar et al. 2004). Pada penyimpanan hari ke-14, nilai total mikroba konsentrasi kitosan 0% meningkat menjadi 3,00x108 (koloni/g) dengan nilai log 8,48. Sedangkan untuk kitosan 1% dan kitosan 2% sebesar 2,90x107 dan 2,40x106 (koloni/g) dengan nilai log 7,46 dan 6,38. ICMSF (1986) diacu dalam Mexis et al,. (2009) menyatakan bahwa batas atas mikrobiologi produk makanan nilai TPC tidak boleh lebih dari 7 log cfu/gram. Mekanisme senyawa kitosan sebagai bahan antimikrobial ada beberapa kemungkinan. Sifat kitosan sebagai bahan pengkelat dapat mengkelat ion-ion logam yang dibutuhkan enzim bakteri (Muzzarelli 1977). Teori yang lain menyebutkan bahwa kation –NH3+ dapat mengacaukan metabolisme bakteri dengan cara bereaksi dengan ion-ion negatif yang ada di membran sel bakteri (Chen et al. 1998 dalam Agustini dan Sedjati 2007). Kondisi penyimpanan produk bahan pangan akan mempengaruhi jenis bakteri yang mungkin berkembang dan menyebabkan kerusakan. Penyimpanan suhu ruang dapat mempercepat proses pembusukan. Hal ini disebabkan bakteri yang terdapat pada ikan dapat melakukan metabolisme secara sempurna. Karena aktivitas antimikrobanya, kitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan ragi (Sagoo et al. 2002). 4.5 Analisis Bilangan Thiobarbituric Acid (TBA) Selama Penyimpanan Bilangan TBA merupakan cara pengujian untuk menentukan tingkat ketengikan lemak pada suatu bahan pangan yang ditunjukkan oleh jumlah 45 malonaldehid per kg bahan sebagai hasil reaksi oksidasi lemak (Ketaren 1986). Ketengikan yang terjadi pada produk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap disebabkan oleh reaksi oksidasi lemak baik secara enzimatik maupun non enzimatik. Menurut Winarno (2007), proses ketengikan dapat terjadi karena lemak atau minyak yang terdapat dalam bahan pangan atau dalam bentuk bebas mengalami pemecahan melalui reaksi oksidasi, hidrolisa oleh enzim lipase (pemecah lemak) sehingga menghasilkan gliserol dan asam lemak. Nilai TBA ikan lele dumbo asap selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13. 0.29 Nilai TBA (mg malonaldehid/ kg bahan) 0.30 0.25 0.19 0.20 0.18 0.16 0.15 0.15 0.12 0.10 0.05 0.04 0.02 0.01 0.00 0 7 14 Penyimpanan hari ke- Gambar 13 Diagram batang uji TBA ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%) Hasil uji Anova (Lampiran 19a) menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai TBA ikan lele dumbo asap. Demikian pula interaksi antara konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan juga memberikan pengaruh nyata terhadap nilai TBA. Hasil uji lanjut duncan (Lampiran 19b) menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-0, ke-7, dan hari ke-14, kitosan 0% berbeda nyata dengan kitosan 1% dan 2%, namun antara kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata. Nilai untuk konsentrasi kitosan 0%, kitosan 1%, dan kitosan 2% di awal pengamatan secara berturut-turut sebesar 0,0432; 0,0243 dan 0,0144 (mg malonaldehid/ kg bahan). Sedangkan di akhir pengamatan pada hari ke-14 nilai TBA mengalami peningkatan secara berturut-turut menjadi sebesar 0,2911; 0,1932 dan 0,1827 (mg malonaldehid/ kg bahan). Ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan memiliki nilai TBA yang relatif lebih rendah dibanding ikan lele dumbo asap tanpa 46 edible coating kitosan (kontrol). Perlakuan kitosan memberikan nilai TBA yang lebih baik daripada perlakuan kontrol. Hal ini dapat terjadi karena kitosan yang digunakan sebagai edible coating mampu menghalangi penetrasi oksigen ke dalam daging ikan, dimana oksigen merupakan salah satu penyebab oksidasi yang terjadi pada lemak ikan. Edible coating juga telah diselidiki mampu untuk menghambat kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut (Ouattara et al. 2000). Suhu yang digunakan selama penyimpanan yaitu suhu ruang ± (27-30oC). Park et al,. (2007) menyatakan bahwa suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses oksidasi. Bilangan TBA akan meningkat dengan meningkatnya lama dan suhu penyimpanan. Menurut John et al. (2004), produk yang masih berkualitas baik memiliki nilai TBA kurang dari 2 mg malonaldehid/kg bahan. Chen et al,. (1996) menyatakan batas maksimum kadar TBA untuk hasil peternakan dan perikanan yaitu 1-2 malonaldehid/kg bahan. Hal ini menunjukkan bahwa produk ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan yang disimpan selama 14 hari pada suhu ruang masih memiliki kualitas yang baik. 4.6 Analisis Aktivitas Air (aw) Selama Penyimpanan Aktivitas air (aw) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pangan karena aktivitas air dapat menggambarkan kebutuhan bakteri akan air. Aktivitas air (water activity) adalah tekanan uap air yang terdapat dalam makanan dibagi dengan tekanan uap air dari air murni, pada suhu yang sama (Winarno 2007). Nilai aw pada tiap jenis makanan berbeda, makanan dengan kandungan air yang tinggi jika jumlah air lebih besar daripada jumlah padatan maka nilai aw mendekati atau sama dengan satu. Jika kandungan air lebih rendah daripada padatan, aw lebih rendah dari 1,0 dan pada kandungan air lebih rendah dari sekitar 50% maka nilai aw menurun dengan cepat dan hubungan antara kandungan air dengan kelembaban nisbi dinyatakan dengan isoterm sorpsi (Canovas et al. 2007). Diagram batang nilai rata-rata aw ikan lele dumbo asap dengan edible coating kitosan yang dikemas vakum selama penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 14. 47 0.9650 0.9650 0.9595 Nilai rata-rata aw 0.9600 0.9550 0.9500 0.9545 0.9500 0.9495 0.9495 0.9475 0.9535 0.9515 0.9450 0.9400 0.9350 0 7 14 Penyimpanan hari ke- Gambar 14 Diagram batang uji aw ikan lele dumbo asap selama penyimpanan ( Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2%) Penggaraman dan pengeringan bahan pangan ditujukan untuk melawan kebusukan oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Aktivitas air atau aw sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba, persyaratan minimal bagi mikroba dapat hidup untuk bakteri adalah 0,9; khamir (0,80-0,90); kapang (0,60-0,70) (Winarno 2007). Nilai aw yang dihasilkan untuk semua perlakuan relatif tinggi yaitu lebih dari 0,9. Kenaikan kadar air tidak selalu diikuti oleh kenaikan aktivitas air. Kadar air dalam bahan pangan atau makanan dapat berupa air terikat secara fisik maupun terikat secara kimia, serta dalam bentuk air bebas. Air bebas itulah yang akan banyak mempengaruhi aw dari pangan oleh moisture sorption isotherm dan kemampuan hidup mikroba (Winarno 2007). Berdasarkan hasil uji Anova (Lampiran 22a) menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap aktivitas air ikan lele dumbo asap. Akan tetapi, interaksi antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas air ikan lele dumbo asap. Hasil uji lanjut duncan (Lampiran 22b) aw pada perlakuan perbedaan konsentrasi kitosan menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan 0% berbeda nyata nyata dengan konsentrasi kitosan 1% dan 2%. Pada penyimpanan hari ke-0 dan ke-7 berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-14. Hari ke-0 nilai aw kitosan 0%, 1% dan 2% secara berturut-turut sebesar 0,9545; 0,9500; 0,9495. Dan pada hari ke-14, nilai aw tiap konsentrasi mengalami kenaikan menjadi 0,9650; 0,9535; 48 0,9515. Semakin lama penyimpanan, produk ikan lele dumbo asap ini mengalami perubahan mutu. Peningkatan nilai aw pada ikan lele dumbo yang dikemas vakum diduga terkait dengan proses degradasi protein. Adanya degradasi protein menyebabkan terlepasnya ikatan antara protein dengan air yang akan menaikkan aw dari bahan pangan. Lama penyimpanan akan mempengaruhi fluktuasi nilai aw produk, karena bertambahnya lama peyimpanan berarti memberikan kesempatan kepada bakteri-bakteri yang ada untuk tumbuh dengan memanfaatkan asam-asam amino, asam lemak maupun komponen lain penyusun produk tersebut. Mekanisme kerja senyawa kitosan tidak menurunkan nilai aw suatu produk, tetapi melalui keberadaan kation –NH3+ dapat mengacaukan metabolisme sel bakteri (Agustini dan Sedjati 2007). 49 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kemunduran mutu ikan lele dumbo asap ditandai dengan kerusakan produk baik secara sensori, mikrobiologi (TPC) dan kimiawi (proksimat, TBA dan aw). Hasil analisis statistik terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap menunjukkan bahwa penggunaan kitosan sebagai edible coating dengan konsentrasi 0%, 1%, 2% memberikan pengaruh nyata (p<0,05) pada penampakan, aroma, rasa, dan warna, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada tekstur. Sedangkan perlakuan lama penyimpanan 0, 7, 14 (hari) dan interaksi antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap semua parameter organoleptik. Hasil uji proksimat selama penyimpanan menunjukkan bahwa ikan lele dumbo asap yang dikemas vakum dengan pelapisan kitosan 0%, 1%, 2% pada hari ke-0 memiliki kadar air 64,36%, 63,69%, 59,70%, kadar abu 5,22%, 3,96%, 3,82%, kadar lemak 5,69%, 5,47%, 7,21%, kadar protein 19,12%, 23,67%, 24,07%, kadar karbohidrat 3,88%, 3,22%, 5,21%. Pada hari ke-14 kadar air menjadi 67,00%, 64,10%, 62,31%, kadar abu 5,07%, 3,93%, 3,48%, kadar lemak 5,69%, 4,17%, 5,32%, kadar protein 14,94%, 21,49%, 21,07%, kadar karbohidrat 7,31%, 6,32%, 7,83%. Selama penyimpanan, penggunaan kitosan sebagai edible coating pada ikan lele dumbo asap terhadap nilai proksimat mampu menjaga kualitas makanan karena kitosan sendiri dapat berfungsi sebagai pengikat warna, flavor, sumber gizi. Perlakuan konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap TPC, TBA dan aw ikan lele dumbo asap. Sedangkan interaksi antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap aw ikan lele dumbo asap, namun berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap TPC dan TBA ikan lele dumbo asap. Pada hari ke-0 konsentrasi kitosan 0%, 1%, 2% memiliki TPC sebesar 3,50x103; 2,19x103; 1,20x102 (koloni/g) dan pada hari ke-14, meningkat menjadi 3,00x108; 2,90x107; 2,40x106 (koloni/g). Nilai TBA dari ketiga konsentrasi pada hari ke-0 secara berturut-turut sebesar ,0432; 0,0243; 0,0144 (mg malonaldehid/ kg bahan) dengan aw sebesar 50 0,9545; 0,9500; 0,9495. Pada hari ke-14, nilai TBA dan aw meningkat menjadi sebesar 0,2911; 0,1932; 0,1827 (mg malonaldehid/ kg bahan) dengan aw 0,9650; 0,9535; 0,9515. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penggunaan kitosan sebagai edible coating menunjukkan bahwa kitosan lebih efektif dalam menjaga kualitas serta menghambat kemunduran mutu ikan lele dumbo asap selama penyimpanan dibandingkan tanpa pelapisan kitosan. Pelapisan kitosan dengan konsentrasi 1% merupakan konsentrasi terpilih. Hal ini dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa antara kitosan 1% dan 2% tidak berbeda nyata serta dengan mempertimbangkan keefektifan dan efisiensi dari penggunaan kitosan. 5.2 Saran Saran pada penelitian ini adalah perlu adanya penelitian tentang pengaruh perbedaan cara pelapisan kitosan terhadap mutu ikan lele dumbo asap. Selain itu, disarankan pula untuk membandingkan antara penggunaan kemasan vakum dan non vakum serta diversifikasi produk pengasapan dengan jenis ikan yang berbeda. 51 DAFTAR PUSTAKA Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : Bumi Aksara. Agustini TW dan S Sedjati. 2007. The effect of chitosan concentration and storage time on the quality of salted-dried anchovy (Stolephorus heterolobus). Journal of Coastal Development, 10(2): 63-71. [AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2007. Official Methods of Analysis. 18thed. Marylan : Association of Official Analytical Chemists Inc. Amri A B. 2010. Timur tengah dongkrak kinerja ekspor ikan Indonesia. http://www.kontan.co.id/index.php/bisnis/news/38613/. [23 Juni 2010]. Arpah M. 2007. Penetapan Kadaluwarsa Pangan. Bogor : Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Brine JC, Sandford PA, Zikakis JP. 1992. Adences in chitin and chitosan. London and New York : Elsevier Applied Science. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Spesifikasi Ikan Asap. SNI 2725. 1: 2009. Jakarta : BSN. Canovas BGV, AJ Fontana Jr., SJ Schmidt, TP Labuza. 2007. Water activity in foods. USA : Blackwell Publishing Ltd. Cassariego A, BWS Souza, AA Vicente, JA Teixiera, L Cruz, R Diaz. 2007. Chitosan coating surface and permeation properties as affected by plasticizer, surfactant, and polymer concentration-application to vegetables. Makalah dalam 2007 CIGR Section VI International Symposium on Food and Agricultural Products : Processing ang Innovations, Naples. Chen ZY, Chan PT, Ma PT, Fung RP, Wang J. 1996. Antioxsidative effect of ethanol tea extract on oxidation of canola oil. Journal of the American Oil Chemists’society 73 (3) : 375-380. Cho YW, Jang J, Park CR, Ko SW. 2000. Preparation and solubility in acid and water of partially deacetylated chitins. Journal of Biomacromoleculs, 1: 609‐614. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Produksi Ikan Olahan Menurut Jenis Pengolahan di Indonesia Tahun 2002-2007. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil Perikanan. . 2009. Volume Ekspor Ikan Asap Indonesia Tahun 2005-2008. Jakarta : Departemen Kelautan dan Perikanan. El Ghaouth A, Grenier JA, Benhamou N, Asselin A, Belenger. 1994. Effect of chitosan on cucumber plant suppression of phylum aphandenidermatum and induction of defence reaction. Journal of Phylopathology 84:3. Estaca J G, P. Montero, B. Gimenez, M. C. Gomez G. 2007. Effect of functional edible films and high pressure processing on microbial and oxidative 52 spoilage in cold-smoked sardine (Sardina pilchardus). Journal of Food Chemistry 105: 511-520. Falahuddin A. 2009. Kitosan sebagai edible coating pada otak-otak bandeng (Chanos chanos Forskal) yang dikemas vakum [skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Fan W, Junxiu S, Yunchuan C, Jian Q, Yan Z, Yuanlong C. 2009. Effects of chitosan coating on quality and shelf life of silver carp during frozen storage. Journal of Food Chemistry 115 (1) : 66-70. Fardiaz S. 1992. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Gennadios R., Hanna, M. A., & Kurth, L. B. 1997. Application of edible coatings on meats, poultry and seafoods: a review. Lebensmittel-Wissenschaft und Technology 30 (4) : 337–350. Giyatmi, N. Priatno, dan H. E. Irianto. 2002. Effects of smoke source and smoking period on the quality of smoked dried fish stick. Journal of Fisheries Science 68: 1367-1370. Grimwood BE. 1975. Coconut Palm Product Tropical. London : Product Institut. Guilbert S. 2000. Edible films and coatings and biodegradable packaging. Journal of Dairy Fed 346:10–16. Gushagia Y, Pipih S, Dadi R.S. 2008. Kajian efek daya hambat kitosan terhadap kemunduran mutu fillet ikan patin (Pangasius hypopthalmus) pada penyimpanan suhu ruang 11 (2) : 1-13. Irawan A. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Solo : Aneka. Jay JM. 1996. Modern Food Microbiology 4th edition. New York : D Von Nostrand Company. John LD, Cornforth, Carpenter CE, Sorhem O, Peetee BC, Whittier DR. 2004. Comparison of color and thiobarbituric acid values of cooked hamburger patties after storages of fresh beef chub in modified atmosphere. Journal Food and Science 69: 608-614. Julianti E dan M Nurminah. 2006. Teknologi Pengemasan. Medan : Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Kim K. W. and Thomas, R. L. (2007). Antioxidative activity of chitosans with varying molecular weights. Journal of Food Chemistry 101(1) : 308–313. Knorr D. 1982. Functional properties Journal of Food Science 48:36-41. of chitin and chitosan. Knorr D. 1994. Recovery and utilization of chitin and chitosan in food processing waste management. Journal of Food Technology 44: 114-122. 53 Krochta JM. 1992. Control of mass transfet in food with edible coating and film. Di dalam: Advence Food Engeneering. New York Sci. Pulb. Co., Inc. Krochta JM, EA Baldwin, MO Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings And Film To Improve Food Quality. USA : Economic Publ. Co., Inc. Kumar MNV. 2000. A review of Reactive Function Polymer 46: 1-27. chitin and chitosan application. Kumar R, Muzzarelli RAA, Muzzarelli C, Sashiwa H, Domb AJ. 2004. Chitosan chemistry and pharmaceutical perspectives. Journal of Chemistry Review 104 (12): 6017-6084. Majeti N V dan Ravi K. 2000. A review of chitin and chitosan applications. Journal of Reactive and Functional Polymers 46: 1–27. Mexis SF, Chouliara E, KOntominas MG. 2009. Combined effect of an O2 absorber and oregano essential oil on shelf-life extension of Greek cod roe paste (tarama salad) stored at 4 °C. Journal of Food Science. Moeljanto P. 1992. Penggaraman dan Pengeringan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya. Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor : IPB Press. Muzzarelli RAA. 1977. Chitin. Pergamon of Canada Ltd, Toronto, pp 139-150. Muzzarelli RAA. 1996. Chitosan-based dietary foods. Journal of Carbohydrate Polymer 29 (1996) : 309-316. Najiyati S. 1998. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Jakarta : Penebar Swadaya. Nitibaskara R. 1988. Pengasapan Ikan. Bogor : Teknologi Hasil Perairan. Institut Pertanian Bogor. No HK, Na YP, Lee SH, Meyers SP. 2002. Antibacterial activity of chitosans and chitosan oligomers with different molecular weights. Journal of Food Microbiology 74 (1-2) : 65-72. Nurilmala M, Nurjanah, dan Utama RH. 2009. Kemunduran mutu ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan cara mati. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12 (1). Ouattara B, Simard RE, Piette G, Begin A, Holley RA. 2000. Diffusion of acetic and propionic acids from chitosan-based antimicrobial packaging films. Journal of Food Chemistry and Toxicology 65 (5) : 768–773. Ouattara B, Sabato SF, Lacroix M. 2001. Combined effect of antimicrobial coating and gamma irradiation on shelf life extension of pre-cooked shrimp (Penaeus spp.). Journal of Food Microbiology 68 (1-2) : 1-9. Oussalah M., Caillet, S., Salmie´ri, S., Saucier, L., & Lacroix, M. 2004. Antimicrobial and antioxidant effects of milk protein-based film containing essential oils for the preservation of whole beef muscle. Journal of Agricultural and Food Chemistry 52 : 5598–5605. 54 Park SY, Yoo SS, Uh JH, Eun JB, Lee HC, Chin , kim an YJ, Chin KB. 2007. Evaluation of lifid oxidation and oxidative product as affectide by pork meat cut, packaging method and storage time during frozen storage(-10oC). Journal Food Science 72(2): 114-119. Pranoto Y, Rakshit SK, Salokhe VM. 2005. Enhancing antimicrobial activity of chitosan films by incorporating garlic oil, potassium sorbate, and nisin. Journal of Food Science Technology 38 (8) : 859-865. Price JF, Schweigert BS. 1978. The Science of Meat and Meat Products. Connecticut : Food and Nutrition Press, Inc., Westport. Prihartono RE, Rasidik J, Arie U. 2000. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Jakarta : Penebar Swadaya. Purwantiningsih S, Tuti W, Ahmad S, Dwi W. 2009. Kitosan Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor ; IPB Press. Rabea EI, Badawy MET, Stevens CV, Smagghe G, Steuerbaut W. 2003. Chitosan as antimicrobial agent: applications and mode of action. Journal of Biomacromolecules 4 (6) : 1457-1465. Rafaat D, Sahl HG. 2009. Chitosan and its antimicrobial potential – a critical literature survey. Journal of Microbiol Technology 2 (2) : 186-201. Rismana E. 2001. Langsing dan Sehat Lewat Limbah Perikanan. [Majalah Sinar Harapan]. http:// www.sinarharapan.co.id/berita. [21 Juni 2010]. Ruban SW. 2009. Biobased packaging - application in meat industry. Journal of Food Technology 2(2) : 79-82. Sagoo S, Board R, Roller S. 2002. Chitosan inhibits growth of spoilage microorganisms in chilled pork products. Journal of Food Microbiology, 19 (2-3): 175-182. Satya Y. 2008. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya. Shahidi F. 1994. Flavor of Meat and Meat Products. New York : Autumn Press. Sudarshan NR, Hoover DG, Knorr D. 1992. Antimicrobial action of chitosan. Journal of Food Biotechnology 6: 257-272. Suptijah P, E. Salamah, H. Sumaryanto, J. Santoso. 1992. Pengaruh berbagai isolasi ktin kulit udang terhadap mutunya. Laporan penelitian. Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Suptijah P. 2006. Deskriptif karaktaristik dan aplikasi kitin-kitosan. Didalam Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Bogor: Departemen Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Suyanto SR. 1999. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya. Syamsir E. 2009. Kerusakan ikan asap. http://ilmupangan.blogspot.com/2009/12/ kerusakan-ikan-asap.html. [22 Juni 2010]. Syarief R., S. Santausa dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor : Laboratorium Rekayasa Bioproses Pangan, PAU-IPB. 55 Syarief R. dan Y. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta : Arcan. Tharanathan RN, Kittur FS. 2003. Chitin-the undisputed biomolecule of great potential. Journal of Food Science Nutrition 43: 61-87. Tsai GJ, Su WH, Chen HC, Pan CL. 2002. Antimicrobial activity of shrimp chitin and chitosan from different treatments and applications of fish preservation. Journal of Fisheries Science 68: 170-177. Wang GH. 1992. Inhibition and activation of five species of foodborne pathogens by chitosan. Journal of Food Protection 55: 916-919. Wibowo S. 1995. Industri Pengasapan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya. Winarno F G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. _______ . 2007. Teknobiologi Pangan. Bogor : Mbrio Press. Zaitsev VP, Kizevetter I, Lagunov L, Makarova T, Minder L, Podsevalov V. 1969. Fish Curing and Processing. Moscow : Mir Publisher. Translate from The Russian By Merindol DE. 56 57 Lampiran 1a Data uji proksimat kitosan bahan penelitian Bahan ulangan Kadar abu (%) Kitosan 1 2 0,21 0,21 0,21 0 Rata-rata stdev Kadar protein (%) 8,29 8,29 8,29 0 Kadar lemak (%) 2,43 2,53 2,48 0,07 Kadar air (%) Kadar karbohidrat (%) 13,57 13,77 13,67 0,14 75,50 75,20 75,35 0,21 Lampiran 1b Produk ikan lele dumbo asap sebelum dan sesudah dikemas vakum 58 Lampiran 2 Data uji organoleptik penampakan ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata H0 7 5 7 9 7 9 7 9 7 7 9 7 9 7 7 7 9 7 5 9 5 9 5 9 9 7 9 9 9 7 7,6 Kitosan 0% H7 H14 9 5 7 5 9 5 9 5 7 7 7 3 7 5 7 5 5 5 5 1 7 7 5 1 7 7 9 5 7 5 1 5 5 5 5 5 5 7 7 3 5 5 5 7 5 3 7 5 5 3 5 3 5 5 7 5 9 5 5 5 6,27 4,73 Parameter penampakan Kitosan 1% H0 H7 H14 7 7 7 5 7 5 7 7 7 9 7 9 9 9 9 9 9 5 7 7 9 9 7 7 7 7 9 9 7 5 9 7 7 7 7 5 9 7 7 7 7 9 7 7 5 9 5 5 9 7 5 7 7 5 5 7 5 9 7 7 7 7 5 9 7 9 7 5 5 9 7 5 9 9 7 7 7 5 9 5 9 9 7 5 9 9 9 7 9 5 7,93 7,13 6,53 H0 7 7 7 9 7 9 7 9 5 7 7 7 9 5 5 9 9 9 5 7 7 9 7 9 9 7 9 9 9 7 7,6 Kitosan 2% H7 H14 9 9 7 7 9 7 9 9 5 9 9 5 7 9 7 7 7 9 5 5 5 7 9 5 7 7 9 9 9 7 3 5 5 7 7 3 9 5 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 9 7 5 7 5 9 7 7 9 9 7 7 7,13 7,07 58 59 Lampiran 3 Data uji organoleptik aroma ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata H0 9 9 9 9 5 9 9 9 9 7 7 7 9 9 7 9 9 9 9 9 7 9 7 7 9 9 9 9 7 9 8,33 Kitosan 0% H7 3 7 7 7 7 5 7 7 7 7 5 7 7 7 7 3 9 7 7 7 9 7 5 5 5 7 7 7 7 7 6,53 H14 5 5 5 5 7 3 5 5 5 1 5 1 5 5 5 5 5 1 7 1 7 5 5 3 3 5 5 1 3 5 4,27 Parameter aroma Kitosan 1% H0 H7 H14 9 9 7 5 9 5 7 9 7 9 9 9 7 9 9 9 7 5 9 9 9 9 7 7 9 7 9 9 9 7 9 9 5 5 9 7 9 7 7 9 9 9 7 7 5 9 7 7 9 7 5 7 9 3 7 7 5 9 9 7 9 7 5 9 7 7 5 7 7 7 7 3 9 7 3 9 9 9 9 7 5 9 7 3 9 9 5 7 7 7 8,13 7,93 6,27 H0 9 5 7 9 7 9 7 9 7 9 9 5 9 9 7 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 7 8,33 Kitosan 2% H7 H14 9 9 7 7 9 7 7 9 5 9 7 7 9 9 9 7 9 9 7 5 9 3 7 5 7 7 9 9 5 7 5 7 9 7 9 3 7 7 7 9 9 7 7 5 7 5 5 7 5 3 9 9 7 7 7 3 7 7 7 7 7,4 6,73 59 60 Lampiran 4 Data uji organoleptik rasa ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata H0 9 9 9 9 7 9 9 9 7 9 9 9 9 7 7 9 9 7 7 9 7 9 7 7 9 9 9 9 9 9 8,4 Kitosan 0% H7 7 7 7 5 7 5 5 7 5 7 9 7 7 7 3 5 5 5 7 7 7 3 7 5 5 7 9 9 9 3 6,27 H14 5 5 5 7 7 3 5 3 5 1 5 1 5 5 3 5 3 5 1 1 5 3 5 5 5 3 3 5 1 3 3,93 Parameter rasa Kitosan 1% H0 H7 H14 9 7 7 5 7 7 9 7 5 9 7 7 9 9 7 9 7 7 9 7 9 9 5 5 9 7 7 9 9 7 9 9 7 7 7 7 9 9 7 7 7 9 7 7 3 9 7 5 9 7 5 7 9 7 9 7 7 9 5 7 9 9 7 7 7 3 7 7 7 7 9 9 9 7 9 9 9 5 9 7 5 9 9 7 9 9 7 7 9 3 8,33 7,6 6,47 H0 9 7 7 9 7 9 9 9 5 9 7 7 9 7 7 9 9 9 7 9 9 7 7 9 9 9 9 9 9 7 8,13 Kitosan 2% H7 H14 9 9 9 7 5 7 7 9 9 9 9 9 9 9 9 5 7 7 7 3 9 5 7 3 9 7 9 9 7 5 5 5 5 5 9 7 7 9 9 7 5 7 9 5 7 7 7 9 5 9 7 5 5 5 9 7 7 3 9 5 7,53 6,6 60 61 Lampiran 5 Data uji organoleptik tekstur ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata H0 7 9 9 9 7 9 9 9 3 9 7 7 9 5 7 9 9 9 9 9 7 7 5 7 9 9 9 9 9 7 7,93 Kitosan 0% H7 3 7 9 9 5 5 3 7 3 7 7 7 5 5 3 3 5 7 7 7 7 3 7 5 5 7 5 5 7 7 5,73 H14 3 5 5 7 3 5 5 3 5 1 5 1 5 7 5 5 7 3 7 1 7 7 7 5 5 5 1 3 7 3 4,6 H0 7 5 5 9 7 9 9 9 5 9 9 5 7 5 5 9 9 7 9 9 9 7 7 7 9 9 9 9 9 5 7,6 Parameter tekstur Kitosan 1% H7 H14 7 5 7 3 9 5 7 5 7 3 7 7 7 7 7 5 7 7 7 5 7 5 7 5 5 5 9 9 7 5 5 5 7 5 9 3 7 5 7 5 7 9 7 7 3 7 5 5 5 7 9 5 7 5 7 5 7 7 7 3 6,86 5,46 H0 7 7 5 9 7 9 7 9 3 7 7 5 9 3 3 9 9 9 9 7 7 7 7 7 9 9 9 9 7 5 7,2 Kitosan 2% H7 9 7 9 9 5 5 7 7 7 5 7 7 7 7 7 5 7 9 7 7 3 5 3 7 7 9 7 7 7 7 6,73 H14 5 5 5 9 5 7 7 5 7 3 5 3 7 9 7 5 7 3 5 7 9 7 7 5 7 5 3 5 7 5 5,87 61 62 Lampiran 6 Data uji organoleptik warna ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 H0 7 5 7 9 7 9 7 9 7 7 9 7 9 7 7 7 9 7 5 9 5 9 5 9 9 7 9 9 9 7 Rata-rata 7,6 Kitosan 0% H7 5 7 7 7 5 5 3 7 3 5 7 7 5 5 5 3 7 7 7 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 7 5,93 H14 5 3 5 7 7 5 5 7 5 1 5 1 5 5 5 5 5 3 7 1 5 5 5 5 5 7 5 5 5 5 Parameter warna Kitosan 1% H0 H7 H14 7 9 7 5 7 5 7 7 7 9 7 9 9 7 9 9 7 5 7 9 9 9 7 7 7 7 7 9 7 5 9 7 7 7 7 5 9 7 7 7 7 7 7 5 5 9 5 5 9 7 5 7 7 3 5 7 7 9 7 5 7 5 5 9 9 7 7 7 5 9 7 7 9 7 7 7 9 9 9 7 5 9 7 7 9 7 5 7 7 7 H0 7 7 7 9 7 9 7 9 5 7 7 7 9 5 5 9 9 9 5 7 7 9 7 9 9 7 9 9 9 7 4,8 7,93 7,6 7,07 6,33 Kitosan 2% H7 7 5 7 7 5 5 7 7 7 5 7 7 7 5 5 5 7 7 7 7 7 7 7 7 7 9 5 5 5 7 6,4 H14 9 5 7 9 9 7 9 7 7 5 5 5 7 7 7 5 5 1 5 7 9 5 5 7 5 9 7 5 5 7 6,4 62 63 Lampiran 7 Lembar penilaian sensori ikan lele dumbo asap selama penyimpanan Nama panelis :.............................................. Tanggal :.................................... • Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai dengan kode contoh yang diuji. Kode contoh Spesifikasi Nilai 1. Penampakan • • • • • Utuh, bersih, warna coklat sangat mengkilat spesifik jenis. Utuh, bersih, warna coklat, mengkilat spesifik jenis. Utuh, bersih, warna coklat, kusam. Tidak utuh, warna coklat tua, kusam. Tidak utuh, warna coklat tua, kusam sekali. 2. Bau (Aroma) • • • • • Harum asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu. Kurang harum, asap cukup, tanpa bau tambahan mengganggu. Netral, sedikit bau tambahan. Bau tambahan kuat, tercium bau amoniak dan tengik. Busuk, bau amoniak kuat dan tengik. 3. Rasa • • • • • Enak, gurih. Enak, kurang gurih. Tidak enak, tidak gurih. Tidak enak dengan rasa tambahan mengganggu. Basi. 4. Tekstur • • • • • Padat, kompak, kering, antar jaringan erat. Padat, kompak, cukup kering, antar jaringan erat. Kurang kering, antar jaringan longgar. Lunak, antar jaringan mudah lepas. Sangat lunak, jaringan mudah lepas. 5. Warna • Sangat menarik, warna coklat sangat mengkilat spesifik jenis. Menarik, warna coklat, mengkilat spesifik jenis. Kurang menarik, warna coklat, kusam. Tidak menarik, warna coklat tua, kusam. Sangat tidak menarik, warna coklat tua, kusam sekali. • • • • Sumber : Badan Standardisasi Nasional (SNI 2725.1: 2009) 9 7 5 3 1 9 7 5 3 1 9 7 5 3 1 9 7 5 3 1 9 7 5 3 1 64 Lampiran 8a Data uji Thiobarbituric Acid (TBA) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan Pengamatan (hari) Ulangan 1 2 ke-0 Rata-rata ke-7 1 2 Rata-rata ke-14 1 2 Rata-rata Bilangan TBA (mg malonaldehid/kg bahan) Kitosan 0% 0,0443 0,042 0,0432 0,1213 0,1213 0,1213 0,3005 0,2817 0,2911 Kitosan 1% 0,0255 0,0232 0,0243 0,1574 0,1574 0,1574 0,1943 0,192 0,1932 Kitosan 2% 0,0155 0,0133 0,0144 0,1391 0,16 0,1495 0,1839 0,1816 0,1827 Lampiran 8b Data uji mikrobiologi Total Plate Count (TPC) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan Pengamatan ke-0 Ulangan 1 2 Rata-rata ke-7 1 2 Rata-rata ke-14 1 2 Rata-rata Kitosan 0% 8,00 x 102 5,30 x 103 3,50 x 103 5,40 x 106 3,10 x 106 4,25 x 106 3,00 x 108 3,00 x 108 3,00 x 108 Kitosan 1% 2,32 x 103 2,05 x 103 2,19 x 103 1,95 x 105 1,94 x 105 1,94 x 105 1,90 x 107 3,90 x 107 2,90 x 107 Kitosan 2% 4,00 x 101 2,00 x 102 1,20 x 102 2,66 x 105 1,40 x 105 2,03 x 105 3,00 x 106 1,80 x 106 2,40 x 106 Lampiran 8c Data uji aktivitas air (aw) ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap selama penyimpanan Perlakuan Ulangan 0% 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1% 2% Lama Penyimpanan (hari) ke-0 ke-7 ke-14 0,9570 0,9610 0,9660 0,9520 0,9580 0,9640 0,9545 0,9595 0,9650 0,9500 0,9500 0,9560 0,9500 0,9490 0,9510 0,9500 0,9495 0,9535 0,9460 0,9460 0,9550 0,9530 0,9490 0,9480 0,9495 0,9475 0,9515 65 Lampiran 9a Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap sebelum penyimpanan Data proksimat sebelum penyimpanan Perlakuan Kadar air 64,82 Kadar abu 5,25 Kadar lemak 7,45 Kadar protein 19,14 Kadar karbohidrat 3,34 63,90 5,19 7,40 19,10 4,41 Rata-rata 64,36 5,22 7,43 19,12 3,88 Stdev 0,65 0,04 0,04 0,03 0,76 1% 64,08 3,89 5,46 23,70 2,87 63,29 4,02 5,48 23,64 3,57 Rata-rata 63,69 3,96 5,47 23,67 3,22 Stdev 0,56 0,09 0,01 0,04 0,49 2% 60,03 3,77 7,23 24,19 4,78 59,36 3,87 7,19 23,95 5,63 Rata-rata 59,70 3,82 7,21 24,07 5,21 Stdev 0,47 0,07 0,03 0,17 0,60 0% Lampiran 9b Data uji proksimat ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) asap sesudah penyimpanan Data proksimat setelah penyimpanan Perlakuan Kadar air 66,33 Kadar abu 5,34 Kadar lemak 5,70 Kadar protein 15,10 Kadar karbohidrat 7,53 67,66 4,80 5,68 14,78 7,08 Rata-rata 67,00 5,07 5,69 14,94 7,31 Stdev 0,94 0,38 0,01 0,23 0,32 1% 64,52 3,87 4,17 21,50 5,94 63,68 3,99 4,16 21,47 6,70 Rata-rata 64,10 3,93 4,17 21,49 6,32 Stdev 0,59 0,08 0,01 0,02 0,54 2% 62,65 3,76 5,30 21,09 7,20 61,96 3,19 5,34 21,05 8,46 Rata-rata 62,31 3,48 5,32 21,07 7,83 Stdev 0,49 0,40 0,03 0,03 0,89 0% 66 Lampiran 10 Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap Ranks Interaksi N Mean Rank Penampakan Kitosan 0% Hari ke 0 30 165.53 Kitosan 0% Hari ke 7 30 108.42 Kitosan 0% Hari ke 14 30 51.35 Kitosan 1% Hari ke 0 30 181.10 Kitosan 1% Hari ke 7 30 143.23 Kitosan 1% Hari ke 14 30 116.33 Kitosan 2% Hari ke 0 30 165.53 Kitosan 2% Hari ke 7 30 145.65 Kitosan 2% Hari ke 14 30 142.35 Total Aroma Kitosan 0% Hari ke 0 30 185.45 Kitosan 0% Hari ke 7 30 104.12 Kitosan 0% Hari ke 14 30 39.62 Kitosan 1% Hari ke 0 30 177.15 Kitosan 1% Hari ke 7 30 164.10 Kitosan 1% Hari ke 14 30 100.98 Kitosan 2% Hari ke 0 30 186.40 Kitosan 2% Hari ke 7 30 141.65 Kitosan 2% Hari ke 14 30 120.03 Total Rasa 270 270 Kitosan 0% Hari ke 0 30 189.65 Kitosan 0% Hari ke 7 30 100.77 Kitosan 0% Hari ke 14 30 35.73 Kitosan 1% Hari ke 0 30 187.22 Kitosan 1% Hari ke 7 30 151.62 Kitosan 1% Hari ke 14 30 108.07 Kitosan 2% Hari ke 0 30 177.27 Kitosan 2% Hari ke 7 30 151.83 Kitosan 2% Hari ke 14 30 117.35 67 Total Tekstur Kitosan 0% Hari ke 0 30 195.42 Kitosan 0% Hari ke 7 30 107.05 Kitosan 0% Hari ke 14 30 72.20 Kitosan 1% Hari ke 0 30 179.65 Kitosan 1% Hari ke 7 30 150.32 Kitosan 1% Hari ke 14 30 92.62 Kitosan 2% Hari ke 0 30 166.50 Kitosan 2% Hari ke 7 30 145.58 Kitosan 2% Hari ke 14 30 110.17 Total Warna 270 270 Kitosan 0% Hari ke 0 30 176.62 Kitosan 0% Hari ke 7 30 102.37 Kitosan 0% Hari ke 14 30 58.50 Kitosan 1% Hari ke 0 30 192.53 Kitosan 1% Hari ke 7 30 152.55 Kitosan 1% Hari ke 14 30 117.33 Kitosan 2% Hari ke 0 30 176.62 Kitosan 2% Hari ke 7 30 119.72 Kitosan 2% Hari ke 14 30 123.27 Total 270 68 Lampiran 11a Data uji Kruskal-Wallis interaksi antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap Test Statisticsa,b Penampakan Chi-Square Rasa Tekstur Warna 68.082 107.017 110.789 76.484 83.426 8 8 8 8 8 .000 .000 .000 .000 .000 df Asymp. Sig. Aroma a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Interaksi Lampiran 11b Data uji Kruskal-Wallis tingkat konsentrasi kitosan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap Test Statisticsa,b Penampakan Chi-Square Rasa Tekstur Warna 18.438 16.618 17.776 2.745 15.271 2 2 2 2 2 .000 .000 .000 .253 .000 df Asymp. Sig. Aroma a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kitosan Lampiran 11c Data uji Kruskal-Wallis lama penyimpanan terhadap parameter organoleptik ikan lele dumbo asap Test Statisticsa,b Penampakan Chi-Square Aroma Rasa Tekstur Warna 38.003 76.938 78.794 64.199 60.514 2 2 2 2 2 .000 .000 .000 .000 .000 df Asymp. Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Hari 69 Lampiran 12 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap penampakan ikan lele dumbo asap Perlakuan Mean Rank Kitosan 0% Hari ke 14 Kitosan 0% Hari ke 7 Kitosan 1% Hari ke 14 Kitosan 2% Hari ke 14 Kitosan 1% Hari ke 7 Kitosan 2% Hari ke 7 Kitosan 0% Hari ke 0 Kitosan 2% Hari ke 0 Kitosan 1% Hari ke 0 51.35 108.42 116.33 142.35 143.23 145.65 165.53 165.53 181.10 Kitosan 0% Hari ke 14 Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% Kitosan 1% Kitosan 2% Kitosan 0% Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 14 Hari ke 7 Hari ke 7 Hari ke 0 Kitosan 2% Hari ke 0 beda beda beda beda beda beda beda beda sama sama sama sama beda beda beda sama sama sama sama beda beda beda sama sama sama sama sama sama sama sama sama sama sama sama sama sama Lampiran 12b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap aroma ikan lele dumbo asap Perlakuan Kitosan 0% Hari ke 14 Kitosan 1% Hari ke 14 Kitosan 0% Hari ke 7 Kitosan 2% Hari ke 14 Kitosan 2% Hari ke 7 Kitosan 1% Hari ke 7 Kitosan 1% Hari ke 0 Kitosan 0% Hari ke 0 Kitosan 2% Hari ke 0 Mean Rank 39.62 100.98 104.12 120.03 141.65 164.10 177.15 185.45 186.40 Kitosan 0% Hari ke 14 Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap Kitosan 1% Kitosan 0% Kitosan 2% Kitosan 2% Kitosan 1% Kitosan 1% Hari ke 14 Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 7 Hari ke 7 Hari ke 0 Kitosan 0% Hari ke 0 beda beda beda beda beda beda beda beda sama sama sama beda beda beda beda sama sama sama beda beda beda beda sama sama sama beda beda sama sama beda beda sama beda beda sama sama 69 70 Lampiran 13 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap rasa ikan lele dumbo asap Perlakuan Mean Rank Kitosan 0% Hari ke 14 Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% Kitosan 1% Kitosan 2% Kitosan 2% Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 14 Hari ke 7 Hari ke 7 Hari ke 0 Kitosan 1% Hari ke 0 Kitosan 0% Hari ke 14 Kitosan 0% Hari ke 7 Kitosan 1% Hari ke 14 Kitosan 2% Hari ke 14 Kitosan 1% Hari ke 7 Kitosan 2% Hari ke 7 Kitosan 2% Hari ke 0 Kitosan 1% Hari ke 0 Kitosan 0% Hari ke 0 35.73 100.77 108.07 117.35 151.62 151.83 177.27 187.22 189.65 beda beda beda beda beda beda beda beda sama sama beda beda beda beda beda sama sama sama sama beda beda beda sama sama sama beda beda sama sama beda beda sama beda beda sama sama Lampiran 13b Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap tekstur ikan lele dumbo asap Perlakuan Kitosan 0% Hari ke 14 Kitosan 1% Hari ke 14 Kitosan 0% Hari ke 7 Kitosan 2% Hari ke 14 Kitosan 2% Hari ke 7 Kitosan 1% Hari ke 7 Kitosan 2% Hari ke 0 Kitosan 1% Hari ke 0 Kitosan 0% Hari ke 0 Mean Rank 72.20 92.62 107.05 110.17 145.58 150.32 166.50 179.65 195.42 Kitosan 0% Hari ke 14 Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap Kitosan 1% Kitosan 0% Kitosan 2% Kitosan 2% Kitosan 1% Kitosan 2% Hari ke 14 Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 7 Hari ke 7 Hari ke 0 Kitosan 1% Hari ke 0 beda beda beda beda beda beda beda beda sama sama sama beda beda beda beda sama sama sama sama beda beda beda sama sama sama sama beda sama sama sama beda sama sama beda sama sama 70 71 Lampiran 14 Data uji lanjut dunn (Multiple Comparison) pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan terhadap warna ikan lele dumbo asap Perlakuan Mean Rank Kitosan 0% Hari ke 14 Kitosan 0% Hari ke 7 Kitosan 1% Hari ke 14 Kitosan 2% Hari ke 7 Kitosan 2% Hari ke 14 Kitosan 1% Hari ke 7 Kitosan 0% Hari ke 0 Kitosan 2% Hari ke 0 Kitosan 1% Hari ke 0 58.50 102.37 117.33 119.72 123.27 152.55 176.62 176.62 192.53 Kitosan 0% Hari ke 14 Tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan ikan lele dumbo asap Kitosan 0% Kitosan 1% Kitosan 2% Kitosan 2% Kitosan 1% Kitosan 0% Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 7 Hari ke 0 Kitosan 2% Hari ke 0 beda beda beda beda beda beda beda beda sama sama sama beda beda beda beda sama sama sama sama beda beda beda sama sama sama sama beda sama sama sama beda sama sama beda sama sama 71 72 Lampiran 15a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap Descriptive Statistics Dependent Variable:TPC Kitosan Hari Mean 0% .00 3050.0000 3181.98052 2 7.00 4.2500E6 1.62635E6 2 14.00 3.0000E8 .00000 2 Total 1.0142E8 1.53835E8 6 .00 1141.0000 1285.52013 2 7.00 194500.0000 707.10678 2 14.00 2.9000E7 1.41421E7 2 Total 9.7319E6 1.62100E7 6 .00 120.0000 113.13708 2 7.00 203000.0000 89095.45443 2 14.00 2.4000E6 8.48528E5 2 Total 867706.6667 1.25003E6 6 .00 1437.0000 2031.65499 6 7.00 1.5492E6 2.21524E6 6 14.00 1.1047E8 1.47429E8 6 Total 3.7339E7 9.60507E7 18 1% 2% Total Std. Deviation N Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:TPC Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 1.566E17 8 1.958E16 866.454 .000 Intercept 2.510E16 1 2.510E16 1110.579 .000 Kitosan 3.719E16 2 1.860E16 822.904 .000 Hari 4.814E16 2 2.407E16 1065.097 .000 Kitosan * Hari 7.131E16 4 1.783E16 788.908 .000 Error 2.034E14 9 2.260E13 Total 1.819E17 18 Corrected Total 1.568E17 17 a. R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998) 73 Lampiran 16a Data ANOVA total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap SK Kitosan Hari Kitosan*Hari Error Total db 2 2 4 9 17 JK 3.719E16 4.814E16 7.131E16 2.034E14 1.568E17 KT Fhit 1.860E16 822.904 2.407E16 1065.097 1.783E16 788.908 2.260E13 Ftabel 4.26 4.26 3.63 Simpulan Tolak Ho Tolak Ho Tolak Ho Lampiran 16b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap TPC a,,b Duncan Subset Interaksi N 1 2 Kitosan 2% Hari ke 0 2 120.0000 Kitosan 1% Hari ke 0 2 1141.0000 Kitosan 0% Hari ke 0 2 3050.0000 Kitosan 1% Hari ke 7 2 194500.0000 Kitosan 2% Hari ke 7 2 203000.0000 Kitosan 2% Hari ke 14 2 2.4000E6 Kitosan 0% Hari ke 7 2 4.2500E6 Kitosan 1% Hari ke 14 2 Kitosan 0% Hari ke 14 2 Sig. 3 2.9000E7 3.0000E8 .427 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 22596994476706.890. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05. 1.000 1.000 74 Lampiran 17a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap TPC a,,b Duncan Subset Kitosan N 1 2% 6 1% 6 0% 6 2 3 867706.6667 9.7319E6 1.0142E8 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 22596994476706.890. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05. Lampiran 17b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap total bakteri (TPC) ikan lele dumbo asap TPC a,,b Duncan Subset Hari N 1 2 .00 6 1437.0000 7.00 6 1.5492E6 14.00 6 Sig. 1.1047E8 .587 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 22596994476706.890. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05. 75 Lampiran 18a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap TBA ikan lele dumbo asap Descriptive Statistics Dependent Variable:TBA Kitosan Hari 0% .00 .0432 .00163 2 7.00 .1213 .00000 2 14.00 .2911 .01329 2 Total .1518 .11354 6 .00 .0243 .00163 2 7.00 .1574 .00000 2 14.00 .1932 .00163 2 Total .1250 .07957 6 .00 .0144 .00156 2 7.00 .1496 .01478 2 14.00 .1828 .00163 2 Total .1156 .08004 6 .00 .0273 .01312 6 7.00 .1428 .01822 6 14.00 .2223 .05381 6 Total .1308 .08825 18 1% 2% Total Mean Std. Deviation N Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:TBA Type III Sum of Source Squares df Mean Square F Sig. a 8 .016 363.831 .000 Intercept .308 1 .308 6790.479 .000 Kitosan .004 2 .002 46.917 .000 Hari .115 2 .058 1272.409 .000 Kitosan * Hari .012 4 .003 67.999 .000 Error .000 9 4.535E-5 Total .440 18 Corrected Total .132 17 Corrected Model .132 76 Lampiran 19a Data ANOVA Thiobarbituric acid (TBA) ikan lele dumbo asap SK Kitosan Hari Kitosan*Hari Error Total db JK 0.004 0.115 0.012 0.000 0.132 2 2 4 9 17 KT Fhit 0.002 46.917 0.058 1272.409 0.003 67.999 4.535E-5 Ftabel 4.26 4.26 3.63 Simpulan Tolak Ho Tolak Ho Tolak Ho Lampiran 19b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap TBA a,,b Duncan Subset Interaksi N 1 2 3 4 5 6 Kitosan 2% Hari ke 0 2 .0144 Kitosan 1% Hari ke 0 2 .0243 Kitosan 0% Hari ke 0 2 Kitosan 0% Hari ke 7 2 Kitosan 2% Hari ke 7 2 .1496 Kitosan 1% Hari ke 7 2 .1574 Kitosan 2% Hari ke 14 2 .1828 Kitosan 1% Hari ke 14 2 .1932 Kitosan 0% Hari ke 14 2 Sig. .0432 .1213 .2911 .174 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.53E-005. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05. 1.000 1.000 .274 .157 1.000 77 Lampiran 20a Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap TBA a,,b Duncan Subset Kitosan N 1 2% 6 1% 6 0% 6 2 3 .1156 .1250 .1518 Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.53E-005. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05. Lampiran 20b Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap TBA ikan lele dumbo asap TBA a,,b Duncan Subset Hari N 1 .00 6 7.00 6 14.00 6 Sig. 2 3 .0273 .1428 .2223 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 4.53E-005. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05. 78 Lampiran 21a Data uji statistik hubungan antara konsentrasi kitosan dengan lama penyimpanan terhadap aw ikan lele dumbo asap Descriptive Statistics Dependent Variable: Kitosan Hari 0% .00 .9545 .00354 2 7.00 .9595 .00212 2 14.00 .9650 .00141 2 Total .9597 .00509 6 .00 .9500 .00000 2 7.00 .9495 .00071 2 14.00 .9535 .00354 2 Total .9510 .00253 6 .00 .9495 .00495 2 7.00 .9475 .00212 2 14.00 .9515 .00495 2 Total .9495 .00373 6 .00 .9513 .00367 6 7.00 .9522 .00591 6 14.00 .9567 .00709 6 Total .9534 .00590 18 1% 2% Total Mean aw Std. Deviation N Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Source Corrected Model Intercept Kitosan Hari Kitosan * Hari Error Total Corrected Total aw Type III Sum of Squares df Mean Square a .001 16.361 .000 9.878E-5 4.656E-5 8.550E-5 8 1 2 2 4 9 16.362 18 .001 17 a. R Squared = .856 (Adjusted R Squared = .727) 6.335E-5 16.361 .000 4.939E-5 1.164E-5 9.500E-6 F 6.668 1722221.760 19.023 5.199 1.225 Sig. .005 .000 .001 .032 .366 79 Lampiran 22a Data ANOVA aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap SK Kitosan Hari Kitosan*Hari Error Total db 2 2 4 9 17 JK 0.000 9.878E-5 4.656E-5 8.550E-5 0. .001 KT 0.000 4.939E-5 1.164E-5 9.500E-6 Fhit 19.023 5.199 1.225 Ftabel 4.26 4.26 3.63 Simpulan Tolak Ho Tolak Ho Terima Ho Lampiran 22b Data uji lanjut duncan pada tingkat konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap Aw a,,b Duncan Subset Kitosan N 1 2 2% 6 .9495 1% 6 .9510 0% 6 .9597 Sig. .421 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 9.50E006. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05. Lampiran 22c Data uji lanjut duncan pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap aktivitas air (aw) ikan lele dumbo asap aw a,,b Duncan Subset Hari N 1 2 .00 6 .9513 7.00 6 .9522 14.00 6 Sig. .9567 .651 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 9.50E-006. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b. Alpha = .05. 80 Lampiran 23 Peralatan yang digunakan dalam penelitian Drum pengasapan Drum pengasapan tampak atas Alat pengemasan vakum Drum pengasapan tampak bawah 81 Lampiran 24 Spektograf infra merah kitosan