Untitled - Jurnal Online UM

advertisement
1
2
Pulau Sulawesi ditemukan di Danau Sindereng, Sulawesi Selatan (Sharifuddin,
2010) dan di Danau Poso, Sulawesi Tengah (Subagdja et al., 2013).
Ikan Melem Biru termasuk salah satu Genus Osteochilus anggota Famili
Cyprinidae. Famili Cyprinidae diketahui sebanyak 2100 spesies. Perbedaan Famili
Cyprinidae dengan famili lain adalah adanya pharyngeal teeth (Kottelat & Förg,
2007) dan 4 buah sungut pada bagian mulut (Weber & de Beaufort, 1916). Ikan
dari Genus Osteochilus memiliki ukuran kecil sampai sedang, terdiri dari 25
spesies dan penyebarannya di Asia Selatan (Karnasuta, 1993; Kottelat, 1995) yang
meliputi: perairan air tawar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Malaysia,
Thailand, Singapura, Vietnam, dan Kamboja (Djajadireja et al., 1997; Weber &
de Beaufort, 1916).
Ikan Melem Biru memiliki banyak nama lokal yaitu Nilem, Lehat, Magut,
Regis, Milem, Muntu, Palung, Pawas, Puyau, Asang, Penopa, dan Karper (Saanin,
1984; Setijaningsih et al., 2011; Weber & de Beaufort, 1916).
Ikan ini
berdasarkan morfometri dan meristik di Sumatra Barat dilaporkan sebagai
Osteochilus hasseltii (Roesma & Santoso, 2011) dan Osteochilus vittatus (Hafrijal
et al., 2014). Ikan Melem Biru Jawa Timur, setelah dilakukan identifikasi
berdasarkan karakter morfologi diduga sebagai Osteochilus vittatus (Taqwin et
al., 2014). Nama lokal pada kedua jenis ikan Osteochilus ini menyebabkan status
taksonominya menjadi belum jelas.
Berdasarkan uraian diatas,
identifikasi secara genetik dan morfologi
sangat diperlukan untuk menentukan spesies dan mengetahui hubungan
kekerabatan Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang. Sekuen gen
Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang diharapkan dapat
menambah data base di Genebank agar dapat dijadikan rujukan oleh peneliti
lainnya.
Metode
Pengambilan Sampel
Sampel ikan Melem Biru diambil dari aliran sungai Ketro, Kabupaten Ponorogo
dan Gondanglegi, Kabupaten Malang.
3
Pengamatan Karakter Morfologi
Pengamatan morfologi berupa perhitungan morfometri dan meristik
mengacu Weber & de Beaufort (1916) dan Haryono (2001) pada Gambar 1 dan
2. Morfometri dilakukan meliputi 25 karakter dan meristik sebanyak 7 karakter.
Identifikasi mengacu pada kunci identifikasiyang dibuat oleh Weber & de
Beaufort (1916). Pengukuran morfometri dan meristik dilakukan tanpa
membedakan kelamin karena tidak ada dimorfisme seksual. Ukuran sampel yang
digunakan untuk pengukuran morfometri dan meristik minimal 50 mm (Haryono,
2006).
Gambar 1
Skema Pengukuran Morfometrik Ikan melem biru. 1. panjang total (Total
length / TL); 2. panjang standar (Standards Long / SL); 3. panjang sebelum
sirip dorsal (Pre Pelvic Length / PDL); 4. panjang dasar sirip dorsal (Dorsal
Basic Length / DBL); 5. diameter mata (Eye Diameter / ED); 6. tinggi sirip
dorsal (High Fins Dorsal / DFH); 7. panjang sirip ekor bagian atas (Upper
Caudal Length / LUCL); 8. tinggi badan (Body Depth / BD); 9. tinggi kepala
(Head Depth / HD); 10. tinggi pangkal ekor (Caudal Peduncle Depth / CPD);
11. panjang sirip ekor bagian tengah (Middle Caudal Length / LMCL); 12.
panjang pangkal ekor (Caudal Peduncle Length / CPL); 13. panjang dasar
sirp anal (Anal Basic Length / ABL); 14. panjang sirip ekor bagian bawah
(Lower Caudal Length / LCLL); 15. panjang kepala (Head Long / HL); 16.
panjang sirip dada (Pre Caudal Length / PCL);17. panjang sirip perut (Pre
Ventral Length / PVL); 18. panjang sebelum sirip perut (Pre Pelvic Length /
PPL);19. panjang sebelum sirip anal (Pre Anal Length / PAL); 20. jarak antar
mata (Eyes Interval / IE); 21. Lebar kepala (Head Width / HW); 22. lebar
badan (Body Width / BW); 23. panjang sungut rahang atas (Maxilary Barble
Length / MXBL); 24. panjang sungut moncong (Snout Barble Length /
SNBL);25. panjang moncong (Snout Length / SNL);dr. dorsal rays
4
Gambar 2
Skema Pengukuran Meristik Ikan melem biru. Ps. sisik sebelum sirip dorsal
(Predorsal Scale); dr. jari-jari sirip punggung (Dorsal Rays); ll. Sisik pada
garis lateral atau gurat sisi (Linea Lateralis); ts. Sisik melintang tubuh
(Transverse Scale); cps. Sisik pada batang ekor (Caudal Peduncle Scale); pr.
jari-jari sirip dada (Pectoral Rays); ar. jari-jari sirip dubur (Anal Rays).
Pengamatan Karakter Genetik
Karakter genetik yang digunakan dalam penelitian ini adalah gen Cyt-b
dengan protokol isolasi mengikuti prosedur Hiigh Pure PCR Template
Preparation Kit merk Roche disertai beberapa modifikasi. DNA yang didapatkan
diukur kuantitas dan kemurniannya menggunakan UV spektrofotometer
NANODROP 2000. Amplifikasi gen Cyt-b dilakukan menggunakan teknik PCR
dengan primer yang digunakan yaitu LA-cyp (5’ ATG GCA AGC CTA CGA
AAA AC-’) dan HA-cyp (5’-TCG GAT TAC AA GAC CGA TGC TT-’) (Tang et
al., 2010). Prosedur amplifikasi gen Cyt-b dilakukan sebanyak 40 siklus meliputi
denaturasi awal pada suhu 94ºC selama 1 menit, denaturasi pada suhu 94ºC
selama 1 menit , annealing dengan suhu 48°C selama 60 detik, ekstensi dengan
suhu 72ºC selama 2 menit 30 detik dan ekstensi akhir dengan suhu 72ºC selama 5
menit.
Analisis Data
Analisis sekuen barcode gen Cyt-b dilakukan dengan beberapa program
komputer yaitu DNA Baser untuk membuat consensus sequence; BLAST untuk
mengetahui kecocokan gen target dengan Query yang diperoleh dari Gene Bank;
Clustal-X untuk membuat multiple alignment antara gen Cyt-b sampel dengan
data base dari kerabat dekat Genus Osteochilus. Rekonstruksi topologi filogenetik
dilakukan dengan menggunakan program komputer MEGA 6 dengan metode
Maximum Parsimony, Minimum Evolution, dan Neighbor Joining dan Maximum
5
Likelihood. Distance Tree dari BLAST digunakan untuk memperkuat hasil
rekonstruksi topologi pohon filogenetik.
Hasil Penelitian
A. Karakter Genetik Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang
Sekuen gen Cyt-b sepanjang 1090 bp untuk ikan Melem Biru dari Kab.
Ponorogo dan sepanjang 1086 bp ikan Melem Biru dari Kab. Malang. Hasil
BLAST menunjukkan sekuen dari gen Cyt-b Ikan melem Biru dari Kab. Ponorogo
dan Kab. Malang benar merupakan gen Cyt-b. Sekuen gen Cyt-b dari Kab.
Ponorogo memiliki query cover sebanyak 97% dan tingkat homologinya sebesar
85% dengan Osteochilus hasseltii. Hasil analisis sekuen konsensus Cyt-b dari
Kab. Malang memiliki query cover sebanyak 94% dengan tingkat homologi
sebesar 92% dengan. O. vittatus dan query cover 96% dengan tingkat homologi
sebesar 93% dengan O. hasseltii.
Rekonstruksi topologi pohon filogenetik dilakukan menggunakan software
MEGA6 dengan metode Maximum Likelihood, Neighbor Joining, dan Minimum
evolution. Hasil rekonstruksi pohon filogenetik menunjukkan metode ML, NJ, dan
ML memiliki topologi sama dengan nilai bootstrap yang sama. Ketiga metode
tersebut juga menunjukkan bahwa sampel keluar dari genus Osteochilus (menjadi
outgroup) serta memiliki nilai bootstrap 100 (Gambar 3; Gambar 4; dan Gambar
5).
Gambar 3
Hasil rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan metode Maximum
Likelihood (ML) dengan nilai bootstrap 1.000 kali
6
Gambar 4
Hasil rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan metode Neighbor Joining
(NJ) dengan nilai bootstrap 1.000 kali
Gambar 5
Hasil rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan metode metode Minimum
Evolution (ME) dengan nilai bootstrap 1.000 kali
Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang terpisah dari
Genus Osteochilus (menjadi outgroup) dengan nilai bootstrap 100. Ikan Melem
Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang menjadi outgroup karena banyak
perbedaan basa, pergantian basa, dan gap. Hasil alignment menunjukkan Ikan
Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang memiliki perbedaan dengan
Genus Osteochilus sebanyak 879 basa, transisi sebanyak 95 basa, transversi
sebanyak 131 basa, dan gap sebanyak 54 basa. Gap ini diduga terjadi karena
adanya insersi dan delesi (Warnow, 2012; Zein dan Prawiradilaga, 2013).
Analisis jarak genetik (pairwise distance) menunjukkan Ikan Melem
Biru dari Kab. Malang dan Kab. Ponorogo memiliki jarak genetik 0,166 sehingga
termasuk interspesies. Jarak genetik O.vittatus dengan Ikan Melem biru Kab.
Ponorogo 1,584
dan dengan Ikan Melem Biru dari Kab. Malang 1,532.
Osteochilus vittatus dengan Ikan Melem Biru Kab. Ponorogo dan Kab. Malang
termasuk interspesies serta tidak masuk dalam satu genus. Suatu spesies dianggap
7
sebagai intraspesies bila memiliki jarak genetik 0,03 dan masih dalam satu genus
jika memiliki variasi sekuen antara 0,03-0,06 (Freitas et al., 2011).
Berdasarkan
analisis
Fast
Minimum
Evolution
melalui
BLAST
menunjukkan ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo masih dalam satu cluster
dengan Barbodes banksi, Puntius binotatus, Barbodes rhombeus, Barbodes
aurotaeniatus, dan Cyprinidae sp. namun berbeda clade (Gambar 6) sedangkan
ikan Melem Biru dari Kab. Malang masih dalam satu cluster dengan Osteochilus
sp. namun berbeda clade (Gambar 7).
Berdasarkan analisis Neighbor Joining melalui BLAST menunjukkan ikan
Melem Biru dari Kab. Ponorogo berbeda clade dengan Barbodes banksi, Puntius
binotatus, Barbodes rhombeus namun masih dalam satu cluster (Gambar 8)
sedangkan ikan Melem Biru Kab. Malang berbeda clade dengan Osteochilus sp.
namun masih dalam satu cluster (Gambar 9).
Gambar 6
Fast Minimum Evolution ikan Melem Biru Kab. Ponorogo dari BLAST
NCBI
Gambar 7
Fast Minimum Evolution ikan Melem Biru Kab. Malang dari BLAST NCBI
8
Gambar 8
Gambar 9
Neighbor Joining ikan Melem Biru Kab. Ponorogo dari BLAST NCBI
Neighbor Joining ikan Melem Biru Kab. Malang dari BLAST NCBI
Fast Minimum Evolution dan Neighbor Joining menghasilkan topologi
pohon filogenetik dengan data dalam jumlah banyak, cepat dan lebih akurat
(Desper dan Gascuel, 2002). Hasil Fast Minimum Evolution dan Neighbor Joining
menunjukkan ikan Melem biru dari Kab. Ponorogo tidak masuk ke dalam Genus
Osteochilus namun masih dalam Famili Cyprinidae sedangkan ikan Melem biru
dari Kab. Malang masih dalam Genus Osteochilus.
B. Perbandingan morfologi Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab.
Malang
Analisis morfometri dengan 25 karakter (Tabel 1)
memberikan hasil
bahwa rata-rata panjang total ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo adalah 149,7
mm sedangkan ikan Melem Biru dari Kab. Malang sebesar 164,79 mm. Dengan
demikian selisih panjang total Ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dengan Kab.
Malang adalah 15,09 mm.
9
Tabel 1 Hasil morfometri ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab.
Malang
Karakter (Dalam mm)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
panjang total (TL);
panjang standar (SL)
panjang kepala (HL)
lebar kepala (HW)
tinggi kepala (HD)
diameter mata (ED)
panjang moncong (SNL)
jarak antar mata (IW)
panjang sebelum sirip anal (PAL)
tinggi badan (BD)
lebar badan (BW)
panjang sirip perut (PVL)
tinggi pangkal ekor (CPD)
panjang pangkal ekor (CPL)
panjang dasar sirip dorsal (DBL)
tinggi sirp dorsal (DFH)
panjang sirip dada (PCL)
panjng sebelum sirip perut (PPL)
panjang dasar sirip anal (ABL)
panjang sebelum sirip dorsal (PDL)
panjang sungut moncong (SNBL)
panjang sungut rahang atas (MXBL)
panjang sirip ekor bagian atas
(LUCL)
panjang sirip ekor bagian tengah
(LMCL)
panjang sirip ekor bagian bawah
(LCLL)
Melem Biru dari
Kab. Ponorogo
(Taqwin, 2014)
149,7 ±22,05
120,8 ±18,33
26,0±3,46
16,6±2,52
22,6±2,94
6,0±0,90
9,0±1,89
15,0±2,72
91,1±15,09
38,5±7,53
18,8±4,31
16,1±3,57
16,3±4,25
21,4±3,40
40,6±6,06
48,0±14,06
22,7±4,70
59,3±10,1
13,0±8,08
50,3±7,69
2,4±0,51
5,47±0,51
27,87±4,17
Melem Biru
dari Kab.
Malang
164,79±22,35
128,14±19,58
28,16±2,70
18,37±2,85
24,72±4,09
6,19±0,78
6,36±0,99
15,54±2,40
99,17±14,54
43,06±7,41
18,00±4,11
17,16±2,94
18,79±2,85
24,38±3,75
42,20±6,40
22,01±3,82
24,31±2,58
61,18±9,89
11,20±2,78
55,79±7,50
6,74±0,88
2,66±0,66
36,89±3,89
13,4±186
12,49±1,75
24,7±3,20
33,99±3,87
Hasil meristik ikan Melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab. Malang
perbedaan. Jumlah jari jari sirip dorsal Ikan Melem Biru Kab. Ponorogo DIII.1316 dan Ikan Melem Biru Kab. Malang DII-III.15-16. Jumlah jari jari sirip anal
Malang Ikan Melem Biru Kab. Ponorogo AIII 2-5 dan Ikan Melem Biru Kab.
Malang AII 5-7.
10
Tabel 2
Hasil Meristik ikan melem Biru dari Kab. Ponorogo dan Kab.
Malang dibandingkan dengan O. vittatus dan O. hasseltii.
No.
Karakter
1.
Dorsal rays
2.
3.
4.
5.
6.
Anal rays
Pectoral rays
Predorsal scale
Linea lateralis
Caudal
peduncle scales
Transverse scale
7.
Melem Biru
dari Kab.
Ponorogo
(Taqwin,
2014)
DIII 13-16
Melem Biru
dari Kab.
Malang
O.
vittatus*)
O.
hasseltii*)
DIII 10-15 DIII 12-18
AIII 2-5
P 9-13
10-14
34-38
DII-III 1516
AII 5-7
PI-III 7-13
10-12
35-38
AIII 3-5
PI 13-16
10-12
33-34
AIII 5
PI 13-15
10-11
33-36
20-39
30-50
16
16
6.6½
6.6½
5½-6.6½
4½-6.5½6½
Keterangan: *) Sumber: Weber & De Beaufort,1916
Berdasarkan karakter morfologi yang diamati dan dicocokkan dengan
kunci identifikasi tingkat genus dari Cyprininae yang dibuat oleh Weber & De
Beaufort (1916) sebagai berikut.
I. Posisi linea lateral mencapai bagian bawah ekor................................Leptobarbus
II. Posisi linea lateral mencapai tengah ekor.........................................Rocteichthys
1. Sirip anal memiliki tulang keras dibagian belakang
a. 4 sungut, 3 seri gigi faring berbentuk seperti geraham.......................Cyprinus
b. Tidak memiliki sungut, satu seri gigi faring yang pipih.....................Carrasius
2. Sirip anal tidak memiliki tulang keras dibagian belakang
a. Kelopak mata yang meluas
a) Mulut ikan terletak dibawah kepala (inferior)............Amblyrhynchichthys
b) Mulut ikan terletak diujung depan kepala (terminal)..............Albulichthys
b. Kelopak mata tidak meluas
a) Ada duri kecil didepan sirip dorsal yang biasanya tidak terlihat karena
tertutup sisik, jari jari sirip anal sebanyak 8 – 9 buah.............Mystacoleucus
b) Tidak ada duri kecil didepan sirip dorsal, jari jari sirip anal sebanyak 8
buah....................................................................................Ctenopharyngodon
11
c) Tidak ada duri kecil didepan sirip dorsal, jari jari sirip anal sebanyak 5
buah dan jarang sebanyak 7 buah
1) Jari jari sirip dorsal sebanyak 21-30 buah...................................Dangila
2) Jari jari sirip dorsal sebanyak 8 – 18 buah
A. linea lateralis 56-75 sisik
α. Jari jari sirip dorsal sebanyak 14-18 buah, 4 atau 2
sungut.................................................................................Barynotus
β. Jari jari sirip dorsal sebanyak 8-10 buah, tidak ada
sungut...........................................................................Thynnichthys
B. linea lateralis kurang dari 56 sisik.
α. Jari jari sirip dorsal sebanyak 10-18 buah ..................Osteochilus
Ikan Melem Biru dari Kab. Malang diduga sebagai anggota genus
Osteochilus. Identifikasi hanya dilakukan pada tingkat genus karena terdapat
karakter yang jelas berbeda dengan kunci identifikasi pada tingkat spesies.
Perbedaan tersebut antara lain jumlah sisik Linea lateralis 34-38 sisik pada Ikan
Melem Biru Kab. Ponorogo dan 35-38 sisik pada Ikan Melem Biru Kab. Malang
berbeda dengan O. vittatus maupun O. hasseltii. Caudal peduncle scale antara
ikan Melem Biru dari Kab.Ponorogo dan Kab. Malang juga sangat berbeda jauh
dengan O. vittatus maupun O. hasseltii.
Secara morfologi Sampel Kab. Ponorogo dan Kab. Malang sama dengan
namun secara genetik berbeda. Perbedaan genetik mungkin dipengaruhi oleh
geografi dan kondisi lingkungan (Seehausen & Wagner, 2014). Ikan Melem Biru
dari Kab. Malang hidup di aliran DAS Brantas (BBWS Brantas tahun 2011)
sedangkan Ikan Melem Biru Kab. Ponorogo hidup di aliran DAS Begawan Solo
(Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 266/KPTS/M/2010). Adanya
inbreeding dan paparan bahan kimia yang ada di dalam sungai juga dapat
menyebabkan perubahan genetik suatu spesies sehingga memiliki kenampakan
yang sama namun secara genetik sudah berbeda (Brown et al., 2009).
12
Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis genetik menunjukkan Ikan Melem Biru dari Kab.
Ponorogo bukan anggota dari Genus Osteochilus namun masih berada dalam
Famili Cyprinidae, sedangkan Ikan Melem Biru dari Kab. Malang masih satu
Genus dengan Osteochilus. Berdasarkan identifikasi karakter morfologi, Ikan
Melem Biru dari Kab. Ponorogo diduga sebagai Osteochilus vittatus dan Kab.
Malang diduga sebagai anggota Genus Osteochilus. Jadi terdapat inkonsistensi
posisi taksonomi ikan Melem Biru.
Penelitian lanjutan sangat diperlukan untuk memastikan nama spesies dari
Ikan Melem Biru. Selain itu perlu adanya analisis menggunakan gen lain seperti
COI, 16S, dan D-loop untuk menguatkan filogenetik Ikan Melem Biru ini serta
untuk memantapkan posisi taksonominya. Penelitian lanjutan juga memerlukan
penambahan lokasi pengambilan sampel akan memperkuat hasil penelitian
selanjutnya.
Daftar Rujukan
BBWS Brantas tahun 2011.Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
(Online), (http://www.pu.go.id/uploads/services/2011-11-30-11-37-29.pdf)
Di akses 14 Juli 2016
Brown, A.R., Hosken, D.J., Balloux, F., Bickey, L.k., LePage, G., Owen, S.F.,
Hetheridge, M.J., & Tyler, C.R. 2009. Genetic variation, inbreeding, and
chemical exposure-combined effect in wildlife and critical considerations
for ecotoxicology. Phil. Trans. R. Soc. B, 364 : 3377 - 3390
Desper, R. & Gascuel, O. 2002. Fast and Accurate Phylogeny Reconstruction
Algorithms Based on the Minimum-Evolution Principle. 9 (5) :687 - 705
Djajadireja, R.R.S., Hatimah, & Arifin Z. 1997. Buku Pedoman Perikanan Darat.
bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Departemen Pertanian.
Jakarta
Dewi, K. & Soeminto. 2005. Pertumbuhan Ikan Nilem (Osteochilus Hasselti C.V)
Ginogenesis sampai Umur 30 Hari Serta Tingkat Perkembangan Gonad
yang Telah Dicapai. Jurnal lktiologi Indonesia, 5 (2) : 55 - 59
Freitas, P.D., Machado, C.B., Ishizuka, T.K., & Galleti, J.P.M. 2011.Molecular
identification of species from Genus Salminus (Characidae) through DNA
13
Barcoding. Poster disajikan di Fourt International Barcode of Life
Conference
Hafrijal, S., Azrita, & Junaidi. 2014. Morphological characterization of Asang
Fish (Osteochilus vittatus, Cyprinidae) in Singkarak Lkae,Antokan River,
and Koto Panjang Reservoir West Sumatra Province, Indonesia. Journal of
Fisheries and Aquaculture, 5 (1) : 158 - 162
Haryono. 2001. Variasi Morfologi dan Morfometri Ikan Dokun (Puntius
Lateristriga) di Sumatera. Jurnal Biota, 6 (3) : 109 - 116
Haryono. 2006. Studi Morfometri Ikan Wader Goa (Puntius microps
Gunther,1868 ) yang Unik Dan Dilindungi Undang-Undang. Berk. Penel.
Hayati 12: 51 - 55.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 266/KPTS/M/2010. Dewan Sumber
Data
Air
Nasional.(Online),
(http://dsdan.go.id/index.php/component/phocadownload/category/123lintas-propinsi?download=190:bengawan-solo) Di akses 14 Juli 2016
Kottelat, M. & Jörg, F. 2007. Handbook of European Freshwater Fishes. Swiss:
Publication Kottelat
Mulyasari, D.T., Soelistyowati, Kristanto, A.H. & Kusmini, I.I. 2010.
Karakteristik Genetik Enam Populasi Ikan Nilem (Osteochilus hasseltii) di
Jawa Barat. Jurnal Riset Akuakultur, 5 (2) : 175 - 182.
Roesma, D.I. & Santoso, P. 2011. Morphological divergences among three
sympatric populations of Silver Sharkminnow (Cyprinidae: Osteochilus
hasseltii C.V.) in West Sumatra. Biodiversitas, 12 (3) : 141 - 145
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 2. Bogor: Bina Cipta.
Seehausen, O. & Wagner, C.E. 2014. Speciation in Freshwater Fishes. Annu. Rev.
Ecol. Evol. Syst., 45: 621 - 651
Setijaningsih, L., Nafiqoh, N. & Nugroho, E. 2011. Pengaruh Pemberian
Probiotik pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila. Dalam Prosiding Forum
Inovasi Teknologi Akuakultur
Sharifuddin. 2010. Aspek reproduksi ikan Nilem, Osteochilus vittatus
(Valenciennes, 1842) di Danau Sidenreng, Sulawesi Selatan. Jurnal
Iktiologi Indonesia, 10 (2) : 111 - 122
Subagdja, Sevi, S., Dwi, A. & Safran, M. 2013. Aspek Biologis dan Penangkapan
Ikan Nilem (Osteochilus vittatus, Valenciennes 1842) di Perairan Danau
14
Poso Sulawesi Tengah. Makalah dimuat dalam prosiding Pertemuan
ilmiah Tahunan MLI I, 20 - 32
Subagja, J., Rudhy G. & Winarlin L. 2006. Pelestarian Ikan Nilem (Osteochilus
hasselti C.V) melalui Teknologi Pembenihan. Makalah disajikan dalam
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik
di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
279
Taqwin, N.A.A., Qoni’atul, M., Dwi, M.S., Elsa, M.S., Rahayu, D.A. & Listyorini
D. 2014. Studi Morfometrik dan Meristik Ikan Melem Biru (Osteochilus
sp.) di Aliran Sungai Ketro,Ponorogo, Jawa Timur. Proceeding Seminar
Nasional Biodiversitas V.492 - 500
Warnow, T. 2012. Standart maximum likelihood analyses of alignment with gaps
can be statiscally inconsistent. PLOS Currents Tree of Life, 1 : 1 - 8
Weber, M. & de Beaufort L.F. 1916. The Fishes of Indo Australian Archipelago
III (Ostariophysi II: Cyprinidae, Apodes. Synbranchi). E.J. Brill Leiden
Ltd.
Zein, M.S.A. & Prawiradilaga, D.M. 2013. DNA Barcode Fauna di Indonesia.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Download