partaganing remaja dalam tradisi organ tunggal batak toba

advertisement
PARTAGANING REMAJA DALAM TRADISI ORGAN
TUNGGAL BATAK TOBA: STUDI KASUS LAMSIA
SIHOMBING DARI DESA BAHAL BATU I, KECAMATAN
SIBORONG-BORONG, KABUPATEN TAPANULI UTARA
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA: HESTI
NIM :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2016
i
PARTAGANING REMAJA DALAM TRADISI ORGAN
TUNGGAL BATAK TOBA: STUDI KASUS LAMSIA
SIHOMBING DARI DESA BAHAL BATU I, KECAMATAN
SIBORONG-BORONG, KABUPATEN TAPANULI UTARA
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
NAMA: HESTI
NIM :
Disetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
NIP 196512211991031001
Drs. Torang Naiborhu, M.Hum.
NIP 196202201998031003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2016
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Musik merupakan aspek penting yang selalu berkaitan erat dengan
kehidupan manusia dalam berbagai kelompok masyarakat di dunia. Musik adalah
kejadian bunyi atau suara yang dapat dipandang sebagai musik dan dapat diteliti
jika mempunyai kombinasi nada, ritem, dan dinamika sebagai komunikasi emosi
estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan, bisa juga musik tidak
berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari, 1993:8). Musik
tidak terlepas dari kebudayaan yang dimiliki oleh pemilik musik tersebut. Setiap
kelompok memiliki konsep musik tersendiri sesuai dengan fungsi dan kegunaan
musik tersebut dalam kehidupan masyarakatnya.
Indonesia yang dikenal memiliki banyak etnik1 atau suku yang mendiami
wilayah
Sabang
sampai
Merauke
memiliki
konsep
kebudayaan
yang
beranekaragam, termasuk di antaranya adalah musik. Gamelan Jawa, gondang
Batak Toba, talempong Minangkabau, angklung Sunda, dan lain-lain merupakan
kekayaan musik Indonesia tentu dengan konsep fungsi dan kegunaan yang
berbeda sesuai latar belakang budaya etnisnya.
1
Etnik atau kelompok etnik dalam bahasa Indonesia selalu disebut suku atau suku bangsa,
menurut Naroll adalah sebagai suatu populasi yang: (1) secara biologis mampu berkembang biak
dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan
dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4)
menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan
dari kelompok populasi (Narrol, 1965:32). Di dalam skripsi ini, istilah etnik merujuk kepada etnik
Batak Toba, dn juga diperluas kepada etnik Batak (dengan sub-subnya yaitu: Karo, Pakpak-Dairi,
Simalungun, Batak Toba, dan Mandailing-Angkola, walaupun dalam konteks ini masih menjadi
diskursus yang tak berkesudahan di kalangan ilmuwan).
1
Sdelain itu, dengan adanya perbedaan konsep musik, Indonesia menjadi
negara yang memiliki keberagaman budaya musik yang begitu kaya, yang tidak
dimiliki oleh negara lain, seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam dan lainlain. Seperti di Sumatera Utara, salah satu provinsi di Indonesia, yang
penduduknya dari berbagai kelompok etnik, yang secara garis besar dapat
digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu: (a) etnik setempat, yang terdiri dari
delapan kelompok etnik: Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun,
Mandailing-Angkola, Pesisir Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu
dan Siladang; (b) etnik pendatang Nusantara, seperti: Aceh, Minangkabau, Jawa,
Sunda, Banjar, Makasar, Bugis, dan lainnya; (c) etnik pendatang Dunia, seperti:
Hokkian, Hakka, Kwong Fu, Kanton, Benggali, Tamil, Sikh, Arab, dan lainnya.
Dalam beberapa penelitian sebelumnya dicatat bahwa, masyarakat 2 Batak
Toba sebagai salah satu suku yang wilayah budayanya berada di Provinsi
Sumatera Utara yang di kelompokkan ke dalam etnik setempat di Sumatera Utara,
memiliki posisi yang sama dengan suku lainnya yaitu Melayu, Karo, PakpakDairi, Simalungun, Mandailing-Angkola, Pesisir Tapanuli Tengah, dan Nias,
ditambah etnik Lubu dan Siladang (Roy Hutagalung, 2013:1). Masyarakat Batak
Toba memiliki sistem pembagian wilayah berdasarkan penggolongan wilayah
2
Konsep masyarakat yang penulis (peneliti) gunakan dalam konteks penelitian ini adalah
mengacu kepada pendapat yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah: ... the largest
gruping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative."
Unsur gruping dalam definisi itu menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam definisi, unsur
common customs, traditions, adalah unsur "adat-istiadat", dan unsur "kontinuitas" dalam definisi
kita, serta unsur common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas
bersama.” Suatu tambahan dalam definisi Gillin adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang
memang tidak kita muat dalam definisi ini. Walaupun demikian konsep itu dapat diterapkan pada
konsep masyarakat sesuatu bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia,
masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika (Lihat lebih lanjut J.L. dan J.P.
Gilin, 1942).
2
subkultur Batak Toba, pada zaman dahulu disebut dengan istilah bius, masingmasing wilayahnya dipimpin oleh seorang raja bius, wilayah tersebut dibagi
kedalam lima bagian yaitu: Silindung, Humbang, Toba Hasundutan, Toba
Habinsaran, dan Samosir (Irwansyah Harahap, 2005).
Masyarakat Batak Toba dalam kesehariannya tidak luput dari penggunaan
dan fungsi musik. Musik menjadi bagian penting khususnya untuk memenuhi
kebutuhan adat3 mereka. Adat- istiadat yang turun temurun dari nenek moyang
senantiasa dilestarikan dengan berbagai cara, yang dilakukan dalam keseharian
mereka, salah satunya melalui pelaksanaan upacara adat. Upacara adat yang biasa
dilaksanakan adalah seperti: upacara perkawinan, kematian, mangalahat horbo,
mangongkal holi, dan lain-lain (Irwansyah Harahap, 2005:21-25).
Masyarakat Batak Toba pada awalnya sudah mengenal dua ensambel
musik dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam upacara-upacara adat.
Ensambel musik pada masyarakat ini dikenal dengan istilah gondang. Kedua
3
Pengerrtian adat di dalam tulisan ini adalah mengacu kepada pendapat antropolog
Malaysia Zainal Kling, seperti yang dikutip Takari (2015), yang menyatakan bahwa adat berasal
dari bahasa Arab, yang kemudian diserap oleh masyarakat Nusantara, baik yang beragama Islam,
Kristen, maupun animisme dan dinamisme. Arti etimologi adat adalah lingkungan (habit).
Selengkapnya penjelasan Takari adalah sebagai berikut: “According to Zainal Kling (2004), in
terms of etymology, adat derived from Arabic which means a habit. Malay society who has
received the influence of Islamic and Arab civilization, knowing the meaning and concept of adat.
Although this is the case, it turn communities have received the influence of Islamic civilization or
do not have, to combine it with the concept of similar meaning in their culture. They include
traditional societies that still practice traditional beliefs(animism and dynamism), or have
embraced Christianity, such as the: Iban, Bidayuh, Kenyah, Kayan, and Kalabit in Sarawak; so far
Murut and Kadazan in Sabah; Dayak Kalimantan Indonesia; Batak in North Sumatra; Toraja in
Sulawesi (Celebes), and also some ethnic ini Philippines, to give birth to a basic unity of the
region's culture is very interesting. In the tradition of Malay World society, indigenous concept
exudes a deep and meaningful relationship between man, and also humans with the natural
surroundings, including the earth and everything in it, sociocultural nature, and the supernatural.
Every relationship is called adat, which given the firm and distinctive shape, which is expressed
through attitudes, activities, and ceremonies. Indigenous intended meaning to the whole complex
relationship, both in terms of the essence of the existence of things, bad and good basic size,
regulation of the whole society, as well as procedures for action as well as any travel agency
groups.”
3
ensambel tersebut adalah ensambel gondang Sabangunan dan ensambel Gondang
Hasapi. Ensambel gondang sabangunan sering juga disebut gondang bolon. Kata
bolon berarti besar, sehingga gondang bolon berarti ensambel yang besar.
Pertunjukan gondang sabangunan sering dilakukan di halaman terbuka, walaupun
dapat juga dimainkan dalam ruangan. Sedangkan ensambel gondang hasapi
dianggap sebagai bentuk ensambel musik yang kecil, dimana biasanya
penggunaannya terbatas pada ruangan yang kecil dan tertutup (Irwansyah
Harahap, 2005:21-25).
Kedua ensambel ini memiliki alat musik tersendiri, kecuali alat musik
hesek. Ensambel gondang hasapi terdiri dari: sarune etek , hasapi ende, hasapi
doal, garantung, hesek. sementara ensambel gondang sabangunan terdiri dari:
sarune bolon, taganing, gordang bolon, ogung, hesek, odap. Namun selanjutnya
muncul istilah uning-uningan, yaitu ensambel musik yang dipakai untuk
mengiringi satu bentuk seni pertunjukan teater opera Batak. Alat-alat musik
tradisional yang umumnya dipakai adalah sulim, hasapi, sarune etek, taganing,
gordang, dan garantung (Irwansyah Harahap, 2005:21).
Namun dalam perkembangannya, musik Batak Toba mengalami
perubahan yang sangat pesat dengan masuknya budaya musik Barat ke Indonesia
terkhusus dalam masyarakat Batak Toba. Perubahan yang terjadi juga tidak dapat
dibendung karena begitu besarnya pengaruh perkembangan teknologi dunia. Ada
banyak hal yang berubah, seperti: masuknya instrumen Barat dalam ensambel
musik yang digunakan sehingga tercipta istilah baru seperti organ tunggal,
4
sulkibta (sulim keyboard taganing), kisul (keyboard sulim),4 dan musik tiup.
Repertoar atau lagu yang dibawakan sudah tidak sepenuhnya menggunakan
repertoar asli Batak Toba atau yang dikenal dengan istilah gondang, namun sudah
memasukkan lagu-lagu pop hasil budaya Barat yang menggunakan tangga nada
diatonis. Selain itu pemusik yang memainkan alat-alat musik juga tidak terbatas
bagi kalangan tertentu, namun diberikan kesempatan bagi siapa saja yang mampu
menjadi pemusik Batak Toba.
Perkembangan teknologi sangat mempengaruhi pola pikir dan kebiasaan
masyarakat dalam mengenal dan menggunakan musik dalam berbagai kegiatan
sehari-hari, hal ini bisa kita jumpai dalam berbagai kalangan. Biasanya bagi
kalangan orang tua dalam masyarakat Batak Toba musik menjadi kebutuhan
penting khususnya dalam kegiatan adat-istiadat, seperti upacara pernikahan,
kematian, memasuki rumah baru,dan lain-lain. Mereka akan memilih musik yang
sedang populer di masyarakat seperti musik tiup yang sudah menggunakan alat
musik terompet ,saxsofon. Bagi kalangan pemusik, musik menjadi sangat penting
untuk mencari keuntungan finansial dengan menawarkan jasa dan keahlian
mereka dalam bermusik serta menyewakan alat-alat musik mereka untuk
memenuhi permintaan masyarakat yang akan mengadakan acara. Dengan
menggunakan segala cara supaya grup musiknya diminati oleh masyarakat
4
Istilah sulkibta dan kisul merupakan dua akronim dalam konteks budaya musik Batak
Toba. Istilah ini tidak dapat dipisahkan dengan eksistensi berbagai jenis ensambel musik yang
terdapat di dalam kebudayaan batak Toba. Munculnya ensambel dengan akronim baru tersebut
sesuai dengan permintaan seni pertunjukan musik di dalam kebudayaan batak Toba, yang seiring
dengan zaman, menyesuaikan dengan kepentingan pasar di bidang seni, artinya disesuaikan
dengan kemampuan ekonomi orang yang mengundangnya.
5
termasuk diantaranya memasukkan alat musik Barat ataupun lagu-lagu yang
sedang populer di masyarakat.
Dalam kalangan anak-anak dan remaja Batak Toba secara umum, musik
biasanya lebih banyak didengar dan digunakan sebagai media hiburan. Dengan
menggunakan perangkat teknologi modern mereka mencari dan mengumpulkan
musik yang sedang populer. Di sisi lain, ada kelompok anak-anak dan remaja
yang mencoba nasib baik untuk terkenal seperti artis idolanya. Ada juga yang
mempelajari instrumen musik yang sedang digemari di kalangan mereka seperti:
piano, gitar, saxsofon, dan alat musik Barat lainnya bahkan dengan mengikuti
kursus musik. Namun dalam kesempatan lain ada juga anak-anak atau remaja
yang menekuni musik tradisional Batak Toba, mungkin lewat pergaulan dengan
pemusik Batak Toba di lingkungannya, atau dapat juga melihat berbagai video
yang saat ini banyak tersebar di media internet.5
Berbicara mengenai keberadaan pemusik Batak Toba yang berusia muda
atau tergolong anak-anak. Penulis mengenal dan pernah melihat seorang anak
yang saat itu berusia 12 tahun sedang tampil dalam sebuah pelaksanaan upacara
adat pernikahan di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara. Anak
tersebut bernama Lamsa Sihombing, Lamsa menjadi partaganing atau biasa
disebut pangodapi dalam sebuah grup musik yaitu Naga Musik. Naga Musik
berada di Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli
5
Di antara media pertunjukan musik di internet adalah pada youtube.com, facebook,
twitter, laman web, dan lain-lainnya. Pertunjukan musik ini mempergunakan berbagai format
seperti mpg, mov, mp4, wav, dan lain-lainnya. Media pertunjukan music ini sangat efektif sebagai
sarana belajar, baik secara pribadi maupun berkelompok, baik dengan belajar sendiri, maupun
dengan yang sudah berpengalaman.
6
Utara, yang bersebelahan dengan Kecamatan Sipahutar yang pernah menjadi
tempat Lamsa mengiringi sebuah upacara adat.
Lamsa Sihombing pada usianya yang masih muda mampu bergabung
bersama pemusik lainnya yang berusia dewasa memainkan irama repertoar Batak
dan lagu dalam sebuah upacara adat. Dia dituntut mampu mengikuti pola hidup
dalam bermusik serta kebiasaan pemusik lainnya di tengah memenuhi permintaan
masyarakat. Di tengah banyaknya anak-anak yang menekuni musik Barat dan
hampir melupakan musik tradisinya sendiri, Lamsa Sihombing justru hadir bukan
sekedar menekuni untuk memainkan, namun dia juga bisa bermanfaat bagi
masyarakat Batak Toba yang akan melaksanakan upacara adat-istadat. Sebenarnya
jika damati secara teliti ada juga anak-anak Batak Toba yang sedang menekuni
belajar taganing,6 seperti dibeberapa sekolah yang mengajarkan musik tradisi, di
sanggar-sanggar seni budaya Batak Toba, atau melalui media internet seperti yang
dijelaskan di atas. Namun sebagian besar di antara mereka belum mampu untuk
mengiringi musik dalam sebuah pelaksanaan upacara adat dan tentu saja ada
faktor-faktor penyebabnya. Ini berarti bahwa Lamsa Sihombing, berbeda dari
anak-anak pada umumya yang menekuni belajar taganing. Sehingga penulis
dalam kesempatan ini sangat tertarik untuk mengkaji apa saja hal-hal yang
menyebabkan Lamsa Sihombing berbeda dari anak-anak lainnya.
6
Taganing adalah perangkat musik tradisional Batak berupa gendang yang terdiri dari
lima buah gendang (Benhard Limbong dalam Kamus Bahasa Batak-Indonesia). Gendang yang
dimaksud adalah berbentuk konis, dan masing-masing memiliki satu membran yang diasosiasikan
dengan setiap gendang menghasilkan satu nada, dimainkan dengan strik, gendang ini sendiri
digantung pada rak. Taganing termasuk salah satu gendang di dunia yang memainkan melodi,
dalam disiplin etnomusikologi disebut dengan drum chime.
7
Oleh karena ketertarikan penulis tentang kehadiran Lamsa Sihombing
menjadi partaganing dalam grup Naga Musik, serta penulis berasumsi bahwa ini
merupakan fenomena sosiomusikal baru dalam tradisi musik masyarakat Batak
Toba, dimana kemungkinan besar akan bertambah lagi partaganing anak yang
lain dalam masa yang akan datang, maka penulis tertarik untuk mengkaji apa saja
yang menyebabkan kasus ini terjadi dengan mengangkat judul Partaganing Anak
dalam Tradisi Organ Tunggal Batak Toba: Studi Kasus Lamsa Sihombing dari
Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas maka pokok permasalahan yang akan dibahas
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah diantaranya :
1. Bagaimana proses belajar taganing dan proses yang dilalui oleh Lamsa
Sihombing sehingga dia mampu menjadi partaganing Naga Musik pada
upacara adat.
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Lamsa Sihombing sebagai
anak-anak tertarik menjadi partaganing dalam upacara adat.
3. Bagaimana pandangan masyarakat Batak Toba terhadap keberadaan
Lamsa Sihombing sebagai partaganing anak-anak?
8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan proses belajar taganing dan proses yang dilalui
oleh Lamsa Sihombing sehingga dia mampu menjadi partaganing dalam
Naga Musik pada upacara adat.
2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Lamsa
Sihombing sehingga tertarik menjadi partaganing.
3. Untuk memperoleh pandangan masyarakat umum Batak Toba tentang
Lamsa Sihombing sebagai partaganing.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan pemusik anak-anak
dalam
upacara adat Batak Toba yang bisa dijadikan acuan bagi anak-anak lain
yang ingin mengikuti jejak Lamsa Sihombing sebagai partaganing dalam
upacara adat.
2. Sebagai bahan bacaan bagi mereka yang berminat memperluas wawasan
tentang musik Batak Toba, khususnya tentang partaganing di dalam
upacara adat.
3. Untuk memenuhi syarat ujian kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana
dari Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara.
9
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep adalah kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persolan yang
perlu dirumuskan. Konsep juga merupakan rancangan ide atau pengertian yang
diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, 1991:431). Maka pada kesempatan ini penulis akan memaparkan konsep
yang membantu mengarahkan kepada hal-hal yang menjadi bagian penting dari
penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis .
Partaganing merupakan istilah yang berasal dari gabungan dua suku
kata yaitu “par“ dan “taganing”. Par dalam bahasa Batak Toba adalah “ orang
yang”, sedangkan taganing merupakan salah satu alat musik Batak Toba,
sehingga disimpulkan bahwa partaganing adalah orang yang memainkan
taganing. Pada awalnya Pemahaman masyarakat Batak Toba tentang partaganing
sebenarnya tidak sesederhana itu. Menurut penuturan Marsius Sitohang, bahwa
istilah ini biasanya digunakan untuk menyebut seseorang yang mampu
memainkan taganing dengan membawakan melodi dari repertoar gondang Batak
Toba, repertoar tersebut dibawakan dalam sebuah ensambel gondang sabangunan.
Namun saat ini dikalangan masyarakat Batak Toba pada umumnya partaganing
sering juga disebutkan kepada seseorang yang belum mampu membawakan
melodi, tetapi sebaliknya hanya bisa memainkan tempo dan irama atau sering juga
disebut pangodapi/mangodapi.
10
Pemahaman seperti ini tidak bisa diubah lagi karena masyarakat Batak
Toba secara umum belum memahami secara keseluruhan tentang konsep
musiknya sendiri, dan sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat umum
untuk menyebut seseorang yang sedang bermain taganing adalah partaganing
walaupun sebagian pemusik tidak sependapat dengan hal itu. Oleh karena itu
penulis memilih istilah partaganing dalam penelitian ini adalah berdasarkan
pemahaman masyarakat Batak Toba yan sudah umum disebut dalam kehidupan
sehari-hari.
Musik organ
tunggal merupakan sebuah ensambel baru dalam
perkembangan musik Batak Toba. Musik ini disebut organ tunggal karena alat
musik utama yang digunakan adalah keyboard. Dengan keyboard tempo serta
irama diatur sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk mengiringi repertoar
dan lagu-lagu dalam upacara adat di masyarakat. Para pemusik Batak Toba yang
berada di daerah Kecamatan Siborong-borong sekitarnya sudah sangat mengerti
dengan istilah organ tunggal ini7. Ensambel organ tunggal biasanya dilengkapi
dengan alat musik lain seperti sulim, taganing, saksofon, namun hal ini tergantung
permintaan masyarakat. Ada yang menyewa sebuah grup musik dengan konsep
keyboard dengan sulim saja, ada juga yang menambahkan taganing, yang paling
penting adalah instrumen keyboard. Musik organ tunggal merupakan salah satu
ensambel yang umum ditemui dalam upacara adat masyarakat Batak Toba. Pada
awalnya mereka menggunakan gondang, kemudian musik brass, namun karena
7
Istilah organ tunggal yang dipakai penulis mengacu kepada informasi dari informan,
yaitu pemusik yang ada di daerah Siborong-borong.
11
beberapa faktor masyarakat lebih memilih organ tunggal daripada gondang dan
musik brass.
Penggunaan kata anak dalam penelitian ini adalah menunjukkan bahwa
Lamsa Sihombing dikaji sebagai seorang partaganing ketika dia dalam rentang
usia anak-anak yaitu antara usia 6-12 tahun dan saat ini dia berusia 16 tahun.
Dalam penelitian ini penulis menjadikan Lamsa Sihombing sebagai objek
penelitian seperti yang sudah dijelaskan di latar belakang bahwa Lamsa
Sihombing merupakan seorang partaganing anak dalam sebuah grup musik yang
berada di Desa Bahal Batu I yaitu Naga Musik. Lamsa Sihombing berperan
sebagai pengisi ritme dan irama sebuah repertoar atau lagu yang dibawakan.
Naga Musik merupakan sebuah grup yang memakai organ tunggal dalam
melayani permintaan masyarakat Batak Toba di daerahnya. Naga musik terkadang
juga menyediakan konsep musik tiup, dimana alat musik yang digunakan adalah
drumset, saksofon, trumpet, dan sulim. Namun penelitian ini penulis melihat
konsep organ tunggal yang mereka bawakan karena di dalamnya terdapat
taganing yang dimainkan oleh Lamsa Sihombing. Lamsa bersama grup musik
tersebut sudah sering tampil dalam upacara-upacara adat masyarakat Batak Toba.
Upacara adat menjadi sebuah kegiatan yang selalu dilaksanakan pada waktu dan
tujuan tertentu. Oleh karena itu penulis akan melihat bagaimana peranan Lamsa
Sihombing sebagai partaganing dalam musik yang dimainkan bersama grup
Naga Musik.
Studi kasus (case study) di dalam ilmu-ilmu budaya dan sosial dapat
diartikan sebagai tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada
12
satu kasus yang dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan
komprehensif. Studi kasus dapat dilakukan kepada individu, seperti yang
lazimnya dilakukan oleh para ahli psikologi analisis; juga bisa dilakukan terhadap
kelompok, seperti yang dilakukan oleh beberapa ahli antropologi, sosiologi, dan
psikologi sosial.
Pada tipe penelitian ini, sesorang atau suatu kelompok yang diteliti,
permasalahannya ditelaah secara komprehensif, mendetail, dan mendalam.
Berbagai variabel ditelaah dan ditelusuri, termasuk juga kemungkinan hubungan
antarvariabel yang ada. Karenanya, peneliti sesuatu kasus, bias jadi melahirkan
pernyataan-pernyataan yang bersifat eksplanasi. Akan tetapi eksplanasi yang
demikian itu, tidak dapat diangkat sebagai suatu generalisasi (Faisal, 1992:22).
Latar belakang kehidupan dan lingkungan seseorang pecandu narkotika,
kehidupan internal sebuah gang, pembentukan militansi sebagai sesuatu kelompok
radikal, factor-faktor yang melatarbelakangi tingginya swadaya pembangunan di
sesuatu desa, merupakan beberapa contoh dari topic telaahan sebuah studi kasus.
Demikian pula kajian penulis terhadap fenomena Lamsa Sihombing dalam
kebudayan musik organ tunggal Batak Toba ini merupakan studi kasus juga.
Dalam penelitian ini penulis mengatakan Lamsa Sihombing berbeda dari
anak-anak lainnya yang menekuni taganing karena Lamsa mampu memainkan
taganing dalam sebuah upacara adat. Menurut Schreiner dalam Ikin Risnawati
banhwa adat merupakan suatu sikap (tingkah laku), kebiasaan dan kelaziman yang
sesuai dengan norma yang diturun-alihkan. Menurut Bruner adat adalah suatu
13
syarat yang digunakan oleh masyarakat untuk menuntun prosedur-prosedur
upacara, hukum adat masyarakat, sistem kekeluargaan, dan nilai-nilainya dan
norma-norma tingkah laku yang saling berhubungan.
Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli
Utara sebagai lokasi penelitian memberikan gambaran tentang bagaimana
perkembangan musik Batak Toba di daerah ini. Dengan memahami wilayah ini
maka penulis dapat melihat faktor lingkungan yang mempengaruhi Lamsa
Sihombing dalam belajar taganing, sampai pada posisi dia diterima masyarakat
sebagai partaganing dalam sebuah upacara adat.
1.4.2 Teori
Teori merupakan alat yang terpenting dalam ilmu pengetahuan. Tanpa ada
teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada
ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Dalam penelitian ini penulis akan
menggunakan beberapa teori yang menjadi landasan berpikir secara ilmiah di
dalam menganalisis setiap pengetahuan yang terdapat di dalam objek penelitian
penulis.
Teori yang penulis gunakan untuk mengkaji fenomena Lamsa Sihombing
sebagai partaganing anak-anak di dalam kebudayaan Batak Toba adalah teori
pemusik di dalam kebudayaan. Berbicara mengenai musisi Merriam dalam
bukunya The Anthropology of Music mengatakan bahwa Sebagai musisi,
seseorang memainkan peran
dalam masyarakatnya
lalu
yang
spesifik dan
peran
memegang status tertentu
statusnya ditentukan
14
oleh konsensus
di masyarakat
itu
sendiri.
Seperti
apa
sebaiknya perilaku
yang
pantas untuk musisi. Musisi dapat membentuk sebuah kelas khusus atau kasta,
mereka bisa atau juga bukan dianggap sebagai tenaga profesional, peran mereka
dapat dianggap berasal dari lahir atau yang dicapai dengan usaha, status
mereka bisa tinggi atau rendah atau kombinasi keduanya. Di hampir setiap kasus
bagaimanapun
juga
musisi berperilaku sosial
dalam
konteks tertentu
dan
didefinisikan dengan cara yang baik, karena mereka adalah musisi, dan
perilaku mereka dibentuk baik oleh citra diri mereka dan dengan ekspektasi
dan klise atau labelisasi dari peran mereka seperti yang dilihat oleh masyarakat
luas.
Sesuai arahan Merriam, pemain musik dapat memberikan sasaran keempat
bagi etnomusikolog. Dari sekian hal yang penting adalah latihan untuk menjadi
pemusik. Apakan seseorang dipaksa oleh masyarakatnya untuk menjadi pemusik,
atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemusik? Bagaimana metode latihannya,
apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan
sendiri; apakah ia mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan alat
musiknya atau teknik menyanyi dari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan
yang ketat dalam waktu tertentu? Siapa saja pengajarnya, dan bagaimanakah
metode mengajarnya? Hal ini mengarahkan kepada masalah profesionalisme dan
penghasilan. Sebuah masyarakat mungkin saja membedakan beberapa tingkatan
kemampuan pemusik, membuat klasifikasi dengan istilah-istilah khusus, dan
memberikan penghargaan tertinggi kepada sesuatu yang dianggap benar-benar
profesional; atau pemusik dapat saja tidak dianggap sebagai spesialis. Bentuk
15
dan cara memberi penghargaan dapat sangat berbeda untuk setiap masyarakat, dan
dapat terjadi bahwa pemusik sama sekali tidak mendapat bayaran.
Sama penting dan menariknya adalah berbagai masalah tentang apakah
pemusik dianggap sebagai seseorang yang mempunyai bakat luar biasa, atau
apakah semua anggoata masyarakat tersebut dianggap mempunyai bakat yang
sama? Apakah pemusik mewariskan kemampuannya dan apabila demikian dari
siapa dan dengan cara apa?
Sebagai anggota masyarakat, pemusik dapat memandang kemampuannya
sebagai sesuatu yang membedakannya dengan orang-orang lain, dan dengan
demikian ia dapat melihat dirinya sendiri dan masyarakatnya dalam rangka
hubungan tertentu. Orang yang bukan pemusik pun dapat menganut konsepkonsep prilaku musikal yang dapat atau tidak dapat diterima, dan membentuk
sikap-sikap terhadap pemusik dan tindakannya
dengan dasar ini. Tentu saja
pemusik dapat juga dianggap mempunyai sebuah kelas sosial tertentu dan mereka
dapat membentuk berbagai asosiasi yang didasarkan atas keterampilan mereka di
dalam masyarakat. Mereka dapat memiliki musik yang dihasilkan, jadi
memunculkan lagi berbagai masalah ekonomi, dalam hal ini hubungan dengan
barang-barang yang tidak tersangkut langsung.
Di dalam hubungan inilah pengkajian lintas budaya dari kemampuan musik
dapat digunakan; meskipun tidak ada pengkajian bebas budaya sejauh ini yang
dikembangkan, rumusan mereka akan sangat memperhatikan penafsiran
kemampuan-kemampuan terpendam dan kemampuan nyata pemusik dan bukan
pemusik, seperti yang ditentukan masyarakat dan di dalam hubungan perorangan.
16
Untuk melihat proses belajar yang dilakukan Lamsa Sihombing, penulis
akan mengacu kepada pendapat Shin Nakagawa yang mengatakan bahwa, jika
musik ditularkan dengan lisan, musik tidak banyak berubah, ini merupakan
karakter penularan musik tanpa notasi, musik harus diajarkan sepersis mungkin.
(Shin Nakagawa, 2000:45).
Lebih lanjut Shin Nakagawa menjelaskan bahwa hubungan guru dengan
murid sangatlah penting, murid diajar guru secara langsung man to man, selain itu
hubungan guru dengan murid juga sangat dekat, murid yang tidak hormat dengan
guru akan mengalami kesulitan dalam belajar. Demikian juga Lamsa Sihombing,
dia memperoleh ilmu tentang taganing secara lisan dari paman beserta temanteman dalam satu grupnya di Naga Musik.
Seperti yang diungkapkan oleh Merriam bagaimana pentingnya untuk
mengakumulasi pengetahuan musik, adalah dengan mengerti keseluruhan
mekanisme pembelajaran di dalam masyarakatnya, khususnya bagaimana musik
ditransmisikan dari generasi ke generasi, ataupun antara individu dari generasi
yang sama (1964:145). Merriam menjelaskan bahwa proses belajar musik
sebagian merupakan bagian dari proses sosialisasi; itu mungkin dilakukan lewat
pendidikan, misalnya seorang ayah mengajarkan kepada anaknya bagaimana
memainkan alat musik; atau mungkin dengan sistem schooling misalnya
dilakukan dengan magang Merriam (1964:146).
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto
17
2003:2). R. Gagne menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses untuk
memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dam tingkah
laku; dan belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
diperoleh dari instruksi. Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang
dipelajari oleh manusia dapat dibagi kedalam 5 kategori yang disebut the domains
of learning, salah satu diantaranya merupakan strategi kognitif yaitu organisasi
keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk belajar
mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual,
karena ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat
satu kali serta memerlukan perbaikan secara terus-menerus.
1.5 Metode Penelitian
Menurut Triswanto dalam Chrismes Manik ( 2010:15), metode penelitian
pada dasarnya merupakan cara ilmiah untukmendapatkan informasi dengan tujuan
dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu
rasional, empiris, dan sistematis. Kata metode secara harafiah dapat diartikan
sebagai cara kerja yang tersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang ditentukan. Ada juga yang mengatakan metode dalam
penelitian sebagai alat dalam melakukan penelitian, yaitu dari pengumpulan data,
penganalisisan data sampai dengan menarik kesimpulan untuk menjawab
pertanyaan penelitian.
Metode Penelitian diharapkan mampu mengarahkan peneliti dalam
menyelesaikan setiap persoalan ilmiah dan mampu memberikan hasil ilmiah yang
18
menjadi bahan tulisan yang mengacu pada pokok permasalahan yang sudah
ditentukan sebelumnya. Pada penelitian in, penulis menggunakan metode
penelitian dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi dan Martini dalam
Bonggud Sidabutar (1995:209) penelitian kualitatif adalah rangkaian atau proses
menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah
dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Teknik
pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1.5.1
Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan menjadi hal yang sangat penting dalam penelitian ini .
Sebelum melakukan kerja lapangan penulis mencoba mencari informasi tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan objek penelitian. Melalui buku-buku
bacaan, skripsi, tesis ,dan bahkan melalui sumber media elektronik berupa
internet. Dengan melakukan studi kepustakaan penulis diarahkan kepada hal yang
lebih spesifik dari objek yang akan diteliti, adanya konsep-konsep, teori-teori serta
pendapat-pendapat sangat membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan ini
secara ilmiah yaitu dengan mengumpulkan referensi-referensi seperti disebutkan
sebelumnya.
1.5.2
Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan merupakan kegiatan pengumpulan data di lapangan
dengan mencari fakta-fakta yang relevan untuk menjawab setiap permasalahan
19
yang mengacu pada pokok permasalahan seperti yang sudah disebutkan di atas.
Penelitian lapangan membutuhkan peran peneliti untuk menggali lebih dalam
tentang informasi terkait dengan objek penelitian. Pada penulisan skripsi ini
penulis akan melakukan kegiatan wawancara , dan perekaman.
1.5.2.1 Wawancara
Pada penelitian ini penulis akan melakukan wawancara dengan
menentukan narasumber dan informan yang berhubungan dengan objek
penelitian. Salah satunya adalah Lamsa Sihombing, kemudian kakek beserta
teman-teman satu grup di Naga Musik. Wawancara ini dilakukan untuk
memperoleh informasi secara langsung dari orang-orang yang terkait dengan
objek penelitian .
1.5.2.1 Perekaman
Perekaman diperlukan untuk mengambil data tentang Lamsa Sihombing
dalam peranannya sebagai partaganing pada upacara adat. Hal ini penting untuk
membantu penulis dalam menganalisa bagaimana peranan Lamsa dalam sebuah
upacara adat, selain itu perekaman berfungsi untuk mengingatkan kembali penulis
tentang proses yang terjadi di lapangan karena penulis tentu tidak akan mampu
mengingat setiap proses yang terjadi di lapangan.
1.5.3 Kerja Laboratorium
20
Kerja laboratorium akan dilakukan setelah semua data-data terkait objek
penelitian sudah dikumpulkan melalui penelitian lapangan. Selanjutnya penulis
menganalisis dan menjadikan semua data menjadi sebuah tulisan ilmiah. Dalam
kerja laboratorium ini, penulis menggunakan data-data dari lapangan dan
kemudian dikaitkan dengan pokok masalah dalam penelitian ini. Penulis memilih
data-data yang relevan dengan pokok masalah, dan dengan demikian melakukan
reduksi data. Dalam konteks penelitian ini, data-data dari lapangan kemudian
ditafsirkan melalui disiplin etnomusikologi, terutama apa-apa saja faktor sosial
dan kebudayaan yang mendukung eksistensi fenomena pemusik anak dalam
kebudayaan musik Batak Toba, khususnya yang tercermin di dalam diri Lamsa
Sihombing.
BAB II
MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA BAHAL BATU I
Dalam Bab II ini dijelaskan mengenai gambaran umum masyarakat Batak
Toba di Desa Bahal Batu I, yang meliputi sistem kekerabatan, sistem kesenian,
sistem kepercayaan, mata pencaharian dan tingkat pendidikan. Selain itu, aspek
21
lain mengenai wilayah Desa Bahal Batu I juga akan dibahas dalam bab ini.
Berikut pembahasannya.
2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini bertempat di Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara. Desa ini ditempuh dalam waktu ± 60 menit
dari kota Tarutung, ibukota Kabupaten Tapanuli utara. Desa Bahal Batu I
merupakan satu diantara sembilan belas Desa yang berada di wilayah
kepemimpinan Kecamatan Siborong-borong . Adapun kesembilan belas Desa
tersebut yaitu, Bahal Batu I, Bahal Batu II, Bahal Batu III, Hutabulu, Lobu Siregar
I, Lobu Siregar II, Lumban Tonga-tonga, Paniaran, Parik Sabungan, Pohan Jae,
Pohan Tonga, Siaro, Siborong-borong I, Siborong-borong II, Sigumbang, Silaitlait, Sitabo-tabo, Sitabo-tabo Toruan, Sitampurung. Berdasarkan data yang
diperoleh dari kantor Kepala Desa Bahal Batu I, bahwa luas wilayah Desa Bahal
Batu I adalah 11,30 km2.
Desa Bahal Batu I sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara memiliki
topografi yang tidak jauh berbeda dari Desa lainnya di Tapanuli Utara.
Berdasarkan topografinya daerah Tapanuli Utara berada di jajaran Bukit Barisan
dengan keadaan tanah umumnya berbukit dan bergelombang, hanya sekitar 9,66
% dari keseluruhan luas wilayah yang berbentuk datar dan berada pada ketinggian
300-2.000 meter di atas permukaan laut.
2.2 Sistem Kekerabatan
22
Masyarakat Batak Toba di Desa Bahal Batu I memiliki prinsip seperti
Batak Toba lain, yang menganggap bahwa struktur kekerabatan harus tetap dijaga
sebagai budaya turun temurun dari nenek moyang. D.J. Rajamarpodang
mengatakan bahwa sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan
hubungan, baik antara individu dengan individu atau individu dengan masyarakat
lingkungan. Di dalam sistem kekerabatan ini terdapat pula: kelompok
kekerabatan, sistem keturunan, sistem istilah kekerabatan dan sopan santun
pergaulan kekerabatan.
Pada kelompok kekerabatan ada sistem norma yang mengatur kelakuan
warga kelompok .Pada kelompok yang bersangkutan ada harga dan rasa
kepribadian yang disadari oleh para anggotanya, ada hak dan kewajiban yang
turut mengatur interaksi mereka, di samping pimpinan yang mengorganisir
kegiatan kelompok. Sistem keturunan adalah yang menentukan siapa di antara
kerabat yang begitu luas termasuk ke dalam lingkungan kekerabatannya dan siapa
yang tidak termasuk de dalamnya:
1. Sistem keturunan melalui garis laki-laki saja disebut prinsip patrilineal.
2. Sistem keturunan melalui garis perempuan disebut prinsip matrilineal.
3. Sistem keturunan yang memperhitungkan hubungan kekerabatan
melalui laki-laki dan perempuan disebut prinsip bilateral.
Di dalam sistem keturunan ini ada pula yang memperhitungkan dimana
sejumlah hak dan kewajiban tertentu, termasuk ke dalam lingkungan kerabat lakilaki, sedangkan pada sejumlah hak dan kewajiban lainnya diperhitungkan masuk
lingkungan kerabat perempuan. Demikian pula pada sistem istilah kekerabatan,
23
adalah sistem bagaimana seseorang menyapa atau menyebut seseorang yang lain
dari anggota kerabatnya. Sopan santun pergaulan kekerabatan merupakan sistem
tentang bagaimana seharusnya seseorang bersikap terhadap kerabat tertentu dan
bagaimana sikap terhadap anggota kerabat lainnya. Terhadap seseorang kerabat
tertentu ada hubungan sungkan, tetapi dengan anggota lainnya ada hubungan
bebas. Seperti suku lainnya di Sumetera Utara konsep kekerabatan Batak Toba
bisa kita temukan dari marga serta konsep Dalihan Na Tolu sebagai pilar utama
dalam menjalin hubungan kekerabatan.
2.2.1 Marga
Batak Toba merupakan suku dengan identitas marga pada bagian akhir
dari nama yang diberikan. Marga adalah identitas klan turunan pada masyarakat
Batak Toba (Irwansyah 2005: 88). Sebagai suku dengan konsep patrilineal marga
diwariskan dari ayah yang akan diberikan identitas marga. Dari silsilah mithologi
si Raja Batak bahwa marga-marga Batak terbagi atas dua bagian besar yaitu pihak
I adalah turunan Nai Lontungon dan pihak II adalah turunan Nai Sumbaon (D.J.
Rajamarpodang 1992:126).
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari informan penulis bahwa
Masyarakat Di Desa Bahal Batu I didominasi oleh marga Sihombing , namun jika
dicatat secara rinci bahwa di desa ini juga terdapat marga lain seperti Sinaga,
Siregar dan lain-lain dalam jumlah yang lebih kecil. Dengan mengetahui marga
dan silsilah (tarombo) marga yang dimiliki dari nenek moyang terdahulu maka
24
masyarakat Batak Toba akan mengetahui partuturan apabila bertemu dengan
masyarakat Batak Toba lainnya di suatu tempat.
2.2.2 Dalihan Natolu
Menurut catatan D.J. Rajamarpodang dalam bukunya Dalihan Natolu
Prinsip Dan Prinsip Dasar Nilai Budaya Batak, mengatakan bahwa dalihan
artinya tiang tungku yang dibuat dari batu. Na, artinya yang, Tolu artinya tiga.
Jadi Dalihan Na Tolu artinya Tiga Tiang Tungku. Dalihan berasal dari bahan
baku batu yang dibentuk sedemikian rupa, ujung yang satu tumpul dan ujung yang
lain agak segiempat yang berfungsi sebagai kaki dalihan. Bentuk Dalihan harus
dibuat sama besar dan ditanam sedemikian rupa sehingga jaraknya simetris satu
sama lain dengan tinggi yang sama dan harmonis.
Tidak selamanya periuk atau belanga cocok diletakkan diatas dalihan, bisa
saja ukurannya terlalu kecil sehingga diperlukan batu yang lain dengan ukuran
lebih kecil untuk menopang belanga atau periuk, dalam bahasa Batak Toba batu
tersebut dinamai sihal-sihal. Sementara itu tungku yang berasal dari batu tidak
selamanya disebut dalihan. Misalnya ada dua batu yang kemudian diatasnya
diletakkan besi sejajar sebagai penyangga belanga atau periuk, dan tentu saja itu
bisa difungsikan untuk memasak, namun itu tidak akan disebut dalihan. Oleh
karena itu setiap tungku yang bukan berasal dari batu seperti tungku-tungku
keluaran pabrik tidak boleh dinamai dalihan. Karena Dalihan Na Tolu bukan
hanya sekedar tungku nan tiga saja sebagai sarana prasarana untuk memasak
makanan, akan tetapi menyangkut seluruh kehidupan yang bersumber dari dapur.
25
Nenek moyang suku Batak Toba melihat kehidupan manusia, baik sebagai
individu maupun sebagai keluarga tidak ada obahnya seperti Dalihan Na Tolu.
Bahwa segala sesuatu yang diperlukan menyangkut kepentingan manusia dan
keluarga, yang menjadi sumber sikap perilaku seseorang dalam kehidupan sosial
budaya haruslah bersumber dari tiga unsur kekerabatan, ibarat tiga tiang tungku
yang bediri sendiri tetapi saling berkaitan dalam bentuk kerjasama atau samasama memanfaatkan satu sama lain. Ketiga unsur yang berdiri sendiri tidak ada
artinya, tetapi harus ada kerjasama satu sama lain sehingga memperoleh manfaat.
Ketiga unsur itu adalah:
1. Unsur pertama adalah Suhut dengan saudara laki-laki yang disebut
dongan sabutuha.
2. Unsur kedua adalah saudara Suhut perempuan dengan suaminya
disebut boru.
3. Unsur ketiga adalah saudara laki-laki dari istri suhut yang disebut
hula-hula.
Bagi masyarakat Desa Bahal Batu I, Dalihan Na Tolu menjadi pedoman
dan landasan pokok yang selalu diterapkan dalam kehidupan adat istiadat.
2.3 Sistem Kepercayaan
Definisi agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem
atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa
atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang
bertalian dengan kepercayaan tersebut, sedang kata agama berasal dari bahasa
26
Sansekerta yang berarti tradisi. Sebelum terbentuk Negara Republik Indonesia
bahwa, suku-suku di daerah-daerah sudah menganut agama dan kepercayaan asli
seperti dalam kepercayaan masyarakat Batak Purba, diyakini adanya Tuhan Yang
Maha Tinggi yang disebut Mula Jadi Nabolon. “Tuhan” itu secara fungsional
terbagi atas tiga dalam prinsip yang tri tunggal, yaitu Tuan Bubi na Bolon, Ompu
Silaon Na Bolon, dan Tuan Pane Na Bolon yang berurut menguasai wilayah atas:
langit yang disebut banua ginjang, wilayah tengah: bumi yang disebut banua
tonga dan wilayah bawah: laut dan cahaya yang disebut banua toru. Konsep
“Tuhan” yang demikian itu menurut para ahli antropologi religi akibat dari
pengaruh Hindu yang menyusup ke dalam konsep kepercayaan asli orang Batak.
Bangsa Batak sudah menganut agama asli yaitu agama Mulajadi yang
sudah ada sejak jaman purba sampai kemudian pada masa Sisingamangaraja-X
(sepuluh) mulai berkembang agama baru yang dianut sebagian dari Bangsa Batak
yaitu Ugamo Malim dan penganutnya disebut parmalim. Pada masa Si
Singamangaraja X (sebelum masuknya Islam dan Kristen) kehidupan beragama
bagi masyarakat Batak Toba merupakan kesatuan yang erat dengan pemerintahan,
yang pada masa itu dipegang oleh beberapa pimpinan.
Agama Kristen merupakan agama mayoritas di Batak Toba dapat
dikatakan Kristen sebagai identitas budaya, dan merupakan sejarah baru dengan
perkembangan yang sangat dinamis bagi masyarakat Batak Toba dimulai pada
tahun 1863, ketika misionaris dari Jerman, I.L. Nommensen menetap di
Silindung. Huta Dame adalah perkampungan pertama yang dibangun Nommensen
untuk menampung orang Batak yang tertindas di wilayah Silindung sekaligus
27
menjadi pusat penyebaran agama Kristen pertama di Tanah Batak. Dilokasi ini
pula Nommensen membangun gereja Dame, yakni Gereja pertama di Silindung
yang didirikan pada tahun 1864. Sesudah itu gerakannya bertambah cepat,
sehingga agama Kristen mencapai perkembangan yang pesat di Batak Toba.
Kecamatan Siborong-borong termasuk salah satu kecamatan dengan
pertumbuhan ekonomi yang mulai berkembang seiring program pemerintah
daerah
dalam
meningkatkan
taraf
hidup
masyarakat,
sehingga
tidak
mengeherankan apabila ada beberapa macam suku yang mendiami Kecamatan ini
seperti Batak Toba, Simalungun, Nias, Minangkabau dan lain-lain untuk mencari
taraf hidup yang lebih baik. Dengan demikian sistem kepercayaan yang dianut
masyarakatnya juga berbeda, Namun menurut statistik kantor Kecamatan
Siborong-borong bahwa agama mayoritas adalah agama Kristen. Desa Bahal Batu
I sebagai bagian dari kecamatan ini merupakan desa yang seluruh penduduknya
beragama Kristen.
2.4 Sistem Kesenian
Sistem kesenian dari masyarakat Batak Toba merupakan aspek yang
sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat. Sistem kesenian Di
Masyarakat Batak Toba dapat ditemukan berbagai bentuk kesenian seperti seni
rupa, seni tekstil, seni sastra, seni tari, dan seni musik. Seni rupa dapat dijumpai
yaitu berupa patung yang terbuat dari batu dan kayu. Seni tekstil berupa ulos yaitu
28
jenis kain tenunan yang terbuat dari bahan benang berwarna-warni. Dasar
pembuatan ulos adalah bonang manalu,
perobahan pengertian dari bonang
manolu. Bonang manolu bersumber dari pengertian kepercayaan yang
bersimbolkan warna tiga bolit , sedangkan tiga bolit adalah bersumber mula dari
tiga warna hembang sebagai lambang dari pancaran kuasa Mulajadi Na Bolon,
ketiga warna tersebut adalah warna hitam sebagai perlambang Debata
Bataraguru, warna putih sebagai perlambang Debata Sorisohaliapan dan warna
merah sebagai perlambang Debata Balabulan. Namun dalam perkembangan
terakhir penulis melihat bahwa warna yang terdapat dalam motif ulos sudah
beraneka ragam, tentu saja ini merupakan hasil kreativitas dari penenun ulos
.Penggunaan ulos juga tidak hanya terbatas pada unsur sosial budaya spritual yang
mengatakan bahwa ulos merupakan simbol dari ugamo. Namun berbagai
kreativitas lain bermunculan seperti tas dan pakain yang terbuat dari bahan dasar
ulos. Seni sastra dalam masyarakat Batak Toba dapat kita lihat dari adanya
umpasa, tongo-tongo,turi-turian, dan huling-huling ansa. Seni sastra yang sering
dijumpai adalah umpasa, karena selalu digunakan dalam pelaksanaan adat istiadat
di masyarakat.
Seni tari yaitu tor-tor,dan tumba, tor-tor merupakan tarian yang dilakukan
dalam konteks kegiatan adat atau ritual keagamaan tradisional. Sedangkan tumba
merupakan bentuk tarian yang dimainkan dalam bentuk hiburan.
Dalam
perkembangan terakhir tor-tor dan tumba sudah mengalami perubahan dalam
konteks penggunaan dimana keduanya sudah dijadikan sarana pertunjukan baik
dalam festival maupun sebagai kegiatan untuk mengisi sebuah acara tertentu yang
29
berhubungan dengan budaya, khususnya budaya Batak Toba. Seni musik sebagai
sebuah salah aspek dari sistem kesenian selalu hadir dalam keseharian masyarakat
Batak Toba, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial adat istiadat
maupun sebagai sarana hiburan.
2.4.1 Seni Musik
Menurut asumsi penulis bahwa seni musik merupakan seni yang paling
menonjol dalam budaya masyarakat Batak Toba. Karena kita bisa menemukan
musik dijadikan sebagai kebutuhan sehari-hari, artinya musik memiliki peranan
penting dalam kegiatan masyarakat, terutama sebagai sarana hiburan dan juga
pelengkap proses adat istiadat yang ada.
Menurut Alan.P. Merriam dalam bukunya Anthropology of Music ada 10
fungsi musik yaitu: fungsi pengungkapan emosional, fungsi penghayatan estetis,
fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi perlambangan, fungsi reaksi jasmani,
fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, fungsi pengesahan lembaga
sosial dan upacara agama, fungsi kesinambungan budaya, dan fungsi
pengintegrasian masyarakat. Di dalam seni musik Batak Toba, kita juga bisa
menemukan fungsi-fungsi tersebut. Seperti dalam masyarakat Desa Bahal Batu I,
musik digunakan sebagai pengiring upacara-upacara adat (sebagai fungsi yang
berkaitan dengan norma-norma sosial), musik digunakan sebagai pengiring acara
pesta ulang tahun ( fungsi musik sebagai hiburan) dan lain-lain.
Seni musik di Desa Bahal Batu I sangatlah berbeda dengan apa yang
sedang berkembang di daerah Samosir. Samosir sebagai salah satu daerah yang
30
paling banyak menyimpan sejarah kebudayaan Batak memiliki ciri khas tersendiri
dalam menggunakan musik dalam kehidupan sehari-hari. Di Samosir kita bisa
melihat pertunjukan musik tradisional Batak Toba beserta tarian dalam lokasilokasi wisata yang saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah setempat.
Musik juga bisa dijumpai di lapo tempat orang-orang berkumpul khususnya pada
malam hari, kita bisa melihat taganing ditempat ini dan dimainkan bergantian
untuk mengisi hiburan dalam kumpulan orang-orang di lapo tersebut.
Namun tidak demikian di Desa Bahal Batu, musik Batak Toba seperti
taganing, sulim jarang ditemukan dalam keseharian masyarakatnya. Alat musik
ini biasanya hanya ada di rumah pemilik sebuah grup musik Batak Toba, yang
biasanya hanya digunakan dalam upacara adat. Masyarakat Desa Bahal Batu I,
menjadikan musik sebagai sarana penting hanya dalam upacara adat saja. Sangat
jarang dijumpai masyarakat yang berminat untuk mempelajari musik terbukti
bahwa pemain musik yang dipakai dalam sebuah grup biasanya diundang dari
daerah atau desa yang lain. Masyarakat biasanya menghabiskan waktu di sekolah,
di ladang atau kebun tempat mereka mencari nafkah, di perkantoran atau
pekerjaan lain yang tidak berhubungan dengan musik
2.5 Sistem Mata Pencaharian
Secara tradisional masyarakat Batak Toba memenuhi keperluan hidup
sehari-hari dengan bercocok tanam. Hal ini tentu saja didukung oleh wilayah
tempat tinggal yang merupakan daerah agraris, termasuk dalam hal ini Desa Bahal
Batu I. Secara statistik menurut data yang dihimpun oleh sekretaris Desa Bahal
Batu I, bahwa di Desa ini terdapat 80 % warga dengan profesi sebagai petani 10%
31
wiraswasta dan 10 % Pegawai Negeri Sipil. Dengan data ini kita bisa melihat
bahwa sebagian besar masyarakat menggeluti dunia agraris dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Sebagai tanaman pokok yang selalu dijadikan sumber kebutuhan wajib
adalah tanaman padi. Masyarakat di Desa ini biasanya mengadakan panen 1 kali
dalam setahun yaitu sekitar bulan Mei dan Juni. Pelaksanaan panen selalu
diaksanakan di bulan yang sama sehingga proses pengerjaannya terkadang
dilaksanakan dalam bentuk gotongroyong (masiurupan ) .Hal ini terjadi melihat
proses panen yang memerlukan tenaga pekerja yang lebih banyak karena harus
mengambil hasil panen tepat waktu dan padi tidak bisa ditahan dalam waktu yang
lama di tengah persawahan .Padi yang tidak diambil tepat waktu atau melewati
batas ketika padi masak, biasanya bulirnya akan terlepas ( marurus ). Oleh karena
itu gotong royong sangat diperlukan untuk proses ini. Biasanya hasil panen yang
diperoleh oleh tiap keluarga akan disimpan di dalam lumbung padi masingmasing sebagai persediaan makanan untuk satu tahun.
Selain tanaman padi, ada juga tanaman kopi yang menjadi sumber
penghasilan utama masyarakat. Kopi ini biasanya di panen dalam waktu 1 kali
dalam 2 minggu, namun terkadang 1 kali dalam seminggu apabila biji kopi
melimpah. Biasanya hasil panen kopi akan dipasarkan di pajak Siborong-borong
yang dilaksanakan setiap 1 kali seminggu yaitu pada hari Selasa. Tanaman lain
seperti ubi, jagung, cabe, sayur, dan tanaman palawija lainnya juga dimanfaatkan
oleh masyarakat sebagai sumber penghasilan walaupun hanya sekedar tambahan.
32
2.6 Tingkat Pendidikan
Pendidikan sebagai salah satu tangga menuju sukses merupakan hal yang
selalu diinginkan manusia. Dengan peningkatan kualitas pendidikan maka Sumber
Daya Manusia suatu daerah akan meningkat sesuai proses yang dilakukan.
Dengan peningkatan Sumber Daya Manusia maka tentu saja sumber Daya Alam
yang ada di daerah tersebut dapat dimanfaakan terlebih kepada peningkatan taraf
hidup masyarakatnya. Desa Bahal Batu I selalu berupaya melakukan yang terbaik
kepada peningkatan pendidikan masyarakatnya terutama generasi muda. Terdapat
1 unit PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini), 1 unit SD Negeri, 1 unit SMP Swasta
telah berdiri di wilayah desa ini dimana sebagian besar penduduk memilih untuk
sekolah di tempat ini.
2.7 Latar Belakang Kehidupan Lamsa Sihombing
Berdasarkan uraian sebelumnya di Bab II ini, maka kesemua aspek itu
menjadi latar belakang budaya seorang anak Lamsa Sihombing. Dia hidup di Desa
Bahal Batu. Ia hidup dalam adat dalihan na tolu. Ia terikat dalam system
kekerabatan in. Beliau mewarisi marga ayahnya yaitu Sihombing. Beliau juga
memiliki hula-hula dan anak boru juga. Agama yang dianut Lamsa Sihombing
33
adalah agama Kristen Protestan. Ia termasuk anak yang rajin berivadah di gereja
HKBP (Huria Kristen batak Protestan) di desa ini. Dalam ibadah minggu ini,
Lamsa, masuk ke dalam sekolah minggu. Ayahnya adalah seorang petani di desa
Bahal Batu. Sehingga kultur yang dihasilkan Lamsia sekeluarga berdasarkan
kepada kebudayaan agraris. Selain itu, Lamsia Sihombing juga sudah
menamatkan SLTP dan sedang masuk ke tingkat SLTA dalam proses
pendidikannya.
Dengan
demikian
Lamsia
Sihombing
secara
umum
berlatarbelakang kebudayaan Batak Toba.
BAB III
MUSIK DALAM KEHIDUPAN TRADISIONAL MASYARAKAT
BATAK TOBA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai musik dalam budaya Batak Toba
secara tradisional. Secara tradisional yang dimaksud adalah bagaimana musik
digunakan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan sosial sehari-hari yang sudah
34
diwariskan oleh nenek moyang sejak zaman dahulu. Musik tidak dapat dilepaskan
dalam perjalanan hidup masyarakat Batak Toba. Berbagai kegiatan musik dapat
dilihat dari dua konteks kegunaan yakni:1) kegiatan musik yang dilakukan untuk
sesuatu yang sifatnya hiburan/nonseremonial, dan 2) kegiatan pertunjukan musik
yang dilakukan dalam konteks adat dan ritual keagamaan/ seremonial. Aktivitas
musik yang pertama umumnya ditampilkan dalam bentuk nyanyian atau
permainan alat-alat musik tunggal. Adapun aktivitas musik yang kedua yang
disebut gondang umumnya dimainkan dalam bentuk ensambel (Irwansyah
Harahap, 2005:15).
3.1 Musik Nonseremonial
Musik nonseremonial seperti yang dijelaskan diatas umumnya ditampilkan
dalam bentuk nyanyian ( ende) atau permainan alat-alat tunggal (instrumen solo).
Keberadaan nyanyian dan instrumen solo sangat penting sebagai hiburan dalam
masyarakat.
3.1.1 Nyanyian atau Ende
Nyanyian atau ende sering juga disebut sebagai musik vokal masyarakat
Batak Toba. Dalam musik vokal tradisional pengklasifikasiannya biasanya
ditentukan berdasarkan kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat
berdasarkan liriknya. Adapun klasifikasi nyanyian yang dikenal pada masyarakat
Batak Toba diantaranya adalah:
35
1. Ende mandideng yaitu musik vokal yang digunakan untuk menidurkan
anak (lullaby).
2. Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada
putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. Biasanya dinyanyikan
pada waktu senggang saat menjelang pernikahan.
3. Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo
chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dan daam waktu
senggang, biasanya malam hari.
4. Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai
pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan
melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar.
Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh para muda-mudi atau remaja di
alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.
5. Ende sibaran, adalah musik vokal yang menggambarkan cetusan
penderitaan seseorang yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang
yang menderita tersebut, dan biasanya dinyanyikan di tempat yang sepi.
6. Ende
pasu-pasuan,
adalah
musik
vokal
yang
berkaitan
dengan pemberkatan, dan berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi
dari Yang Maha Kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh para orang tua kepada
keturunannya.
7. Ende hata, adalah musik vokal berupa lirik yang diimbuhi ritem
yang disajikan secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa
rangkaian pantun dengan bentuk pola “aa bb” yang memiliki jumlah suku
36
kata yang sama. Biasanya dimainkan oleh kumpulan anak-anak yang
dipimipin oleh seseorang yang lebih dewasa atau orang tua.
8. Ende Andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup
seseorang yang telah meninggal dunia, yang disajikan pada saat atau
setelah disemayamkan. Dalam ende andung alunan melodi biasanya
muncul secara spontan, sehingga penyanyi haruslah cepat tanggap dan
terampil dalam sastra dan menguasai beberapa motif-motif lagu yang
penting untuk jenis nyanyian ini (Ben Pasaribu, 1988).
Demikian juga Hutasoit yang dikutip oleh Rithaony, membagi kelompok
musik vokal menjadi tiga jenis yaitu:
1. Ende namarhadohoan, yaitu musik vokal yang dinyanyikan untuk acaraacara namarhadodoan (resmi).
2. Ende siriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan masyarakat Batak
Toba dalam kegiatan sehari-hari.
3. Ende sibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dalam
berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita.
Lebih jauh, menurut Jan Harold Brunvand yang dikutip oleh Rithaony
(1989). Jenis musik vokal masyarakat Batak Toba diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Nyanyian kelonan ( lullaby), yakni musik vokal yang mempunyai irama
halus, tenang, berulang-ulang, ditambah dengan kata-kata kasih sayang
sehingga
dapat
membangkitkan
mendengarkan. Contoh: mandideng
37
rasa
kantuk
bagi
sianak
yang
2. Nyanyian kerja (work song), yakni musik vokal yang mempunyai irama
dan kata-kata yang bersifat menggugah semangat, sehingga dapat
menimbulkan rasa gairah untuk bekerja. Contoh: luga-luga solu.
3. Nyanyian permainan (play song), yakni musik vokal yang mempunyai
irama gembira serta kata-kata yang lucu dan selalu dikaitkan dengan
permainan. Contoh: sampele-sampele.
4. Nyanyian yang bersifat kerohanian atau keagamaan, yakni musik vokal
yang teksnya berhubungan dengan kitab injil, legenda-legenda keagamaan,
atau pelajaran-pelajaran keagamaan. Contoh: metmet au on.
5. Nyanyian nasehat, yakni musik vokal yang liriknya berisi nasehat tentang
bagaimana pola bertingkah laku yang baik. Contoh: siboruadi
6. Nyanyian mengenai hubungan berpacaran dan pernikahan, yaitu musik
vokal yang liriknya biasanya mengungkapkan kebiasaan muda-mudi yang
sedang bercinta dan akan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Contoh:
madekdek ma gambiri.
3.1.2 Instrumen Solo
Instrumen solo merupakan bagian dari musik instumental masyarakat
Batak Toba. Adapun musik instrumen solo pada Batak Toba adalah:
1. Saga-saga (jews harp) yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan
cara menggetarkan lidah instrumen tersebut dengan bantuan hentakan
tangan dan rongga mulut berperan sebagai resonator. Instrumen ini
tergolong kedalam kelompok idiophone.
38
2. Jenggong (jews harp) yang terbuat dari logam dan mempunyai konsep
yang sama dengan saga-saga. Dan instrumen ini juga termasuk ke
dalam kelompok idiophone.
3. Talatoit(transverse flute) sering juga disebut dengan salohat/tulila,
yaitu alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara
meniup dari samping. Mempunyai empat lobang nada yakni dua disisi
kiri dan dua di sisi kanan, sedangkan lobang tiupan berada di tengah.
Instrumen ini diklasifikasikan kedalam kelompok aerofon.
4. Sordam (up blown flute) yang terbuat dari bambu, dan dimainkan
dengan cara meniup dari ujungnya dengan meletakkan bibir pada
ujung istrumen yang diposisikan secara diagonal. Instrumen ini
memiliki lima lobang nada, yakni empat dibagia atas dan satu dibagian
bawah, sedangkan lobang tiupan berada pada ujung atasnya. Instrumen
ini juga termasuk kedalam kelompok aerofon.
5. Tanggetang (bambo idiochord). Yaitu alat musik yang terbuat dari
kayu besar dan memiliki senar yang dibentuk dari badan bambu itu
sendiri dan badan bambu tersebut berperan sebagai resonator. Prinsip
pembuatan, cara memainkan dan karakter bunyi instrumen ini hampir
sama dengan keteng-keteng yang ada pada masyarakat Karo, dimana
instrumen ini bersifat ritmis dan gaya permainannya seakan
mengimitasikan karakter bunyi ogung (gong Batak Toba). Instrumen
ini termasuk kelompok yang dipadukan antara idiophone dengan
chordophone sehingga disebut idiochordophone.
39
6. Mengmung juga merupakan instrumen sejenis idiochordophone yang
mirip dengan tanggetang, hanya saja senarnya terbuat dari rotan dan
peti kayu dijadikan sebagai resonatornya.
3.2 Musik Seremonial
Aktivitas musikal yang digunakan di dalam konteks seremonial adat dan
ritual keagamaan, di masyarakat Batak Toba dikenal dengan sebutan gondang.
Hal ini terungkap dalam falsafah tradisional masyarakat yang mengatakan bahwa
gondang merupakan alat utama untuk mencapai hubungan antara manusia dan
Sang pencipta yang disebut Debata Mulajadi Nabolon (Irwansyah Harahap, 2005:
15). Aktivitas musikal seremonial biasanya diiringi dengan musik dalam bentuk
ensambel. Ensambel yang dikenal dalam budaya masyarakat Batak Toba disebut
dengan gondang ,yaitu ensambel gondang sabangunan dan ensambel gondang
hasapi.
3.2.1 Ensambel Gondang Sabangunan
Ensambel
gondang
sabangunan
merupakan
bagian
dari
musik
instrumental masyarakat Batak Toba. Ensambel ini sering juga disebut sebagai
ensambel besar atau dalam bahasa Batak Toba disebut bolon. Pertunjukan
ensambel ini sering dilakukan di halaman terbuka, walaupun dapat juga dilakukan
di dalam ruangan. Dalam perkembangan terakhir penggunaan ensambel ini sudah
jarang ditemukan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba secara umum.
40
Seperti diungkapkan Marsius Sitohang, bahwa masyarakat Batak Toba ada yang
menganggap irama dari gondang sabangunan susah diikuti ketika sedang
manortor, selain itu masyarakat menganggap iringan ensambel ini seperti mamele
begu (menyembah roh). Saat ini penggunaan gondang sabangunan bisa dijumpai
hanya pada upacara adat tertentu seperti mangongkal holi/mangongkal saringsaring, itupun hanya dimainkan pada bagian pembukaan dari acara, biasanya
acara selanjutnya akan diisi dengan iringan musik tiup atau organ tunggal. Namun
dalam kelompok masyarakat tertentu ensambel ini masih tetap digunakan seperti
kelompok masyarakat parmalim . Adapu alat musik dalam ensambel gondang
sabangunan yaitu :
1. Taganing (single headed drum), masuk dalam klasifikasi membranofon.
taganing adalah salah satu alat musik yang dapat mengeluarkan nada.
Taganing adalah gondang yang bernada yang tersusun atas lima buah
gendang, yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga pembawa
rythem pada lagu atau repertoar tertentu. Kelima gendang tersebut
memiliki nama yang berbeda-beda yakni: odap, paidua odap, painonga,
paidua ting-ting, dan ting-ting.
2. Gordang (single headed drum) yakni sebuah gendang-bas bermuka satu
yang ukurannya lebih besar dari taganing, yang berperan sebagai
pembawa ritem konstan dan ritem variabel. Klasifikasi instrumen ini
termasuk kepada kelompok membranophone.
3. Sarune bolon (shawn, oboe) alat musik ini masuk dalam klasifikasi
aerofon yaitu penggetar utamanya dari udara, sarune bolon adalah alat
41
musik yang berlidah ganda (double reed), yang fungsinya dalam ensambel
gondang sabangunan adalah pembawa melodi dari sebuah repertoar dan
penggunaanya dengan cara marsiulak hosa (circular breathing).
4. Ogung (gong) yang masuk dalam klasifikasi idiopone yang penggetar
utamanya dari alat musik tersebut, ogung mempunyai 4 bagian dan
memiliki nama yang berbeda yaitu: oloan, doal, ihutan, panggora. Dan
keempat ogung itu sudah memiliki masing-masing rythem dimainkan
secara konstan dan tidak berubah.
5. Hesek, alat musik yang termasuk pada klasifikasi idiophone, fungsi alat ini
adalah sebagai pembawa tempo sebuah repertoar. Biasanya terbuat dari
potongan besi atau dengan menggunakan botol bekas. Hesek dimainkan
dengan cara dipukul menggunakan stik dari besi, sehingga bunyi yang
dihasilkan kuat dan didengar oleh pemain musik yang lain.
6. Odap (double headed drum) yakni sejenis gendang kecil bermuka dua (dua
sisi selaput gendang) yang berperan sebagai pembawa ritem variabel.
Instrumen ini biasanya hanya dimainkan pada lagu atau repertoar tertentu.
Instrumen ini tergolong kepada kelompok membranophone.
Ensambel gondang sabangunan umumnya dimainkan oleh tujuh orang
pargonsi, yaitu:
1. Sebagai leader (pemimpin musikal) adalah sarune bolon, peranannya
memainkan melodi, jumlah pemainnya satu orang
2. Partaganing dan odap berjumlah satu orang.
3. Satu orang memainkan gordang bolon.
42
4. Satu orang memainkan oloan dan ihutan,
5. Satu orang memainkan doal,
6. Satu orang memainkan panggora
7. Satu orang pemain hesek
Di dalam masyarakat Batak Toba, alat musik gondang sabangunan
memiliki filosofi tersendiri. Setiap alat musik dalam ensambel gondang
sabangunan memiliki falsafi yang berbunyi sebagai berikut: mangkuling sarune
marhata-hata mangkuling taganing marunung-unung, manghuling ogung
marhuolon. Secara harifiah, kalimat tersebut berarti: berbunyi sarune berkatakata, berbunyi taganing dengan suara sayup-sayup, berbunyi ogung dengan suara
bergema. Hubungan antara falsafi diatas dan pembagian peranan musikal setiap
alat tercermin dalam konteks permainan musik, yaitu :
1. Peranan alat musik yang mutlak sebagai pembawa melodi pada dasarnya
adalah sarune bolon. Bunyi sarune bolon dianalogikan dengan suara orang
yang sedang berkata-kata.
2. Taganing kadang-kadang bisa bermain mengikuti melodi sarune bolon
secara heterofonis atau hanya memberikan aksentuasi ritmis, pada garis
melodi yang dimainkan sarune bolon .Bunyi taganing dianalogikan
dengan suara orang yang sedang bersungut-sungut, dimana kata-katanya
umunya terdengar kurang jelas.
3. Bunyi ogung berfungsi sebagai pemberi aksentuasi dan penentu siklus
yang dianalogikan seperti suara yang bergema.
43
3.2.2 Ensambel Gondang Hasapi
Ensambel gondang hasapi merupakan ensambel yang dianggap sebagai
bentuk ensambel musik yang kecil, dimana penggunaannya terbatas pada ruang
kecil dan tertutup. Adapun alat-alat musik dalam ensambel gondang hasapi yaitu:
1. Sarune etek merupakan alat musik yang termasuk dalam klafikasi
aerophone. Alat musik ini tergolong alat musik berlidah tunggal (single
reed),sarune etek dalam gondang hasapi dijadikan sebagai instrumen
pembawa melodi repertoar. Sarune etek bentuknya menyerupai sarune
bolon namun sarune ini berukuran lebih kecil atau etek. Lubang nadanya
ada lima buah, empat lubang berada diatas dan satu lubang di bawah.
Adapun teknik atau cara memainkannya adalah meniup dengan cara
marsiulak hosa (circular breathing).
2. Hasapi ende, sejenis lute ini adalah pembawa melodi. Hasapi ende
memiliki dua senar .Proses penalaan biasanya dengan menjadikan senar
paling atas sebagai nada do ataupun sol dan senar bawah dengan nada mi
ataupun re dalam tangga nada Barat. Namun biasanya untuk mendapatkan
nada yang lebih harmoni maka nada yang sering dipakai pada senar atas
dan senar bawah adalah do dengan mi.
3. Hasapi doal dan hasapi ende, kedua nama ini merupakan sebutan untuk
instrumen hasapi namun bedanya adalah pada peranan musikal yang
dibawakan. Hasapi doal merupakan sebuah hasapi yang dimainkan
dengan membawakan ritem yang konstan, dan nada yang sering
44
dikeluarkan adalah gabungan nada ogung ihutan, doal, panggora, dan
oloan.
4. Garantung (xylophone) merupakan alat musik yang terbuat dari kayu,
garantung memiliki nada pentatonik (lima nada) yaitu antara nada do
sampai sol dalam tangga nada Barat, namun saat ini kita sudah bisa
menemukan garantung yang bilahan kayunya terdiri dari delapan nada.
Garantung biasanya dijadikan sebagai pembawa melodi sebuah repertoar ,
dan bisa juga dijadikan sebagai alat musik pembawa tempo dan irama
pada lagu-lagu tertentu.
5. Hesek, alat musik yang termasuk pada klasifikasi idiophone, fungsi alat ini
adalah sebagai pembawa tempo sebuah repertoar. Biasanya terbuat dari
potongan besi atau dengan menggunakan botol bekas. Hesek dimainkan
dengan cara dipukul menggunakan stik dari besi, sehingga bunyi yang
dihasilkan kuat dan didengar oleh pemain musik yang lain.
3.3 Uning-uningan
Uning-uningan merupakan ensambel musik yang di dalamnya terdapat
gabungan instrumen dari gondang sabangunan dan gondang hasapi. Uninguningan awalnya digunakan untuk mengiringi pertunjukan opera Batak. Opera
Batak muncul sekitar tahun 1920-an sebagai bentuk fenomena kesenian urban dan
sebagai respon terhadap bentuk pertunjukan opera bangsawan dari etnis Melayu
yang sangat populer pada masa itu. Opera Batak pertama bernama Serindo (Seni
45
Ragam Indonesia), yang diciptakan oleh Tilhang Gultom, namun karena berbagai
faktor dan permintaan masyarakat muncul beberapa grup opera Batak lainnya
salah satu diantaranya adalah Sintanauli, dimana salah satu personil atau pemain
musiknya adalah Marsius Sitohang. Pertunjukan opera dilaksanakan pada waktu
tertentu dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, khususnya di daerah yang
banyak dihuni oleh masyarakat Batak Toba.
Puncak kejayaan opera Batak pada tahin 1960-an, ketika penampilannya
sudah bertaraf nasional atas undangan presiden Republik Indonesia Soekarno di
Istana Merdeka. Awalnya opera Batak berasal dari tanah kurang subur, tepatnya
di Sitamiang, Onan Runggu (Samosir) sebagai tempat pengembala kerbau. Salah
satunya adalah Tilhang Gultom (1896-1970), anak kelima dari Raja Sarumbosi
Gultom. Pada awalnya pertunjukan dilaksanakan di rumah-rumah sebelum di
undang ke luar daerah. Pada tahun 1927 Tilhang Gultom kemudian pindah ke
Tigadolok (Simalungun) dan mempunyai pemain sebanyak 50 (limapuluh) orang.
Kurun waktu antara tahun 1914-1938, muncul gerakan identitas dan nasionalisme
Batak yang dikenal dengan nama Dos Ni Roha, dan ini menjadi sponsor utama
grup Tilhang. Sehingga pada tahun 1934 pertunjukan keliling dimulai sampai ke
Penang dan Semenanjung Melayu (Daniel Perret, 2010:338-350).
Secara dramaturgi, opera Batak merupakan suatu pertunjukan variatif
yang menampilkan cerita yang berisikan pesan moral, cerita rakyat dan
merupakan suatu seni pertunjukan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
kearifan lokal masyarakat. Sebagai contoh: “Si Jonaha Penipu Ulung”. Cerita ini
mengisahkan seorang lelaki yang bernama si Jonaha yang suka menipu. Cerita ini
46
berisi pesan moral supaya tidak menipu sesama manusia, terutama melakukan hal
yang merugikan orang lain. Para pemain opera Batak juga terdiri dari berbagai
agama dan suku dan daerah asal. Sehingga dengan keberagaman itu masingmasing bisa bebas mengekspresikan dirinya sesuai dengan latar belakang etnisnya
masing-masing.
Dalam setiap pertunjukannya, musik menjadi bagian penting dalam
mengiringi setiap adegan yang sudah diatur sedemikian rupa. Musik berfungsi
untuk menambah dan membangun suasana yang ada dalam setiap adegan cerita.
Penggunaan instrumen tradisional Batak tentu menjadi ciri khas opera ini.
Walaupun dalam beberapa adegan mereka juga memasukkan instrumen lainnya
seperti: biola, gitar. Namun yang menjadi instrumen utama adalah alat musik
tradisional Batak Toba. Musik juga berfungsi untuk mengiringi tarian dan lagulagu yang terdapat dalam pertunjukan opera Batak. Penggunaan instrumen solo
seperti: saga-saga, tulila, dan sordam biasanya dimainkan untuk menggambarkan
suasana cerita yang hening ataupun sedih.
Tilhang Gultom menggunakan istilah uning-uningan untuk menyebutkan
ensambel musik yang terdapat dalam pertunjukan opera Batak, Uning-uningan
dalam konteks tradisi mempunyai pengertian bunyi-bunyian. mereka tidak
menggunakan istilah gondang meskipun sebagian alat musiknya diambil dari
ensambel gondang. Alat musik yang terdapat dalam ensambel uning-uningan
adalah taganing, sulim, garantung, hasapi, sarune etek, gordang dan garantung.
Proses belajar alat-alat musik dalam sebuah grup opera biasanya diperoleh secara
lisan. Para pemain akan menghabiskan waktu latian bersama grup di tempat yang
47
berbeda-beda. Sebelum mengadakan pertunjukan setiap personil akan melakukan
latian di tempat tersebut, pemain baru biasanya muncul ketika pemain lama ada
yang berhalangan atau bisa saja dia meninggalkan grup. Maka pemain muda ini
difungsikan mungkin saja dengan instrumen yang lebih mudah dimainkan.
3.4 Musik Tiup
Musik tiup merupakan sebuah ensambel musik yang dikenal setelah
masuknya pengaruh Barat dalam budaya Batak Toba. Istilah musik tiup muncul
karena alat-alat musik dalam ensambel tersebut sebagian dimainkan dengan cara
ditiup, seperti: trumpet, saxsofon, slide. Instrumen musik Barat ini diperkenalkan
oleh missionaris Kristen Jerman dalam pelayanannya di tanah Batak. Seperti yang
pernah dicatat bahwa tanggal 27 Agustus 1865 Nommensen telah membabtis
sekelompok masyarakat sebagai jemaat Kristen pertama di Tanah Batak. Bagi
mereka dibuatlah sebuah kampung bernama Huta Dame (Kampung Damai) yang
terletak di sebelah Timur Tarutung, dengan mendirikan satu Gereja yang diberi
nama Gareja Dame (Gereja Damai) sebagai tempat ibadah pertama orang Kristen
di tanah Tapanuli Utara. Biasa dalam setia kebaktian Nommensen selalu
memainkan akordion untuk mengiringi nyanyian. Kemahiran Nommensen dalam
memainkan akordion dan biola memberikan suasana yang lebih hidup dalam
kebaktian.
Nommensen tidak memperkenankan masyarakat Batak Toba untuk
menggunakan gondang dalam setiap upacara yang mereka laksanakan, baik
upacara adat maupun upacara di Gereja. Alasan musikologis sebenarnya adalah
48
karena gondang mempunyai tangga nada pentatonis sehingga tidak bisa
mengiringi nyanyian Gereja yang menggunakan tangga nada diatonis, dan saat itu
penggunaan gondang juga dianggap mengandung unsur magis dalam kepercayaan
masyarakat Batak. Untuk beberapa saat lamanya gondang jarang dimainkan
sampai akhirnya mendapat penyesuaian dengan perkembangan zaman.
Setelah Nommensen kemudian ada misionaris yang melanjutkan
pelayanan Nommensen dalam menyebarkan agama Kristen di Tanah Batak,
termasuk anaknya sendiri Berausgeben Van D. Johansen Rhlo Nommensen.
Dalam pelayanannya dia mengajarkan alat musik organ di Sekolah Tinggi Guru
Huria (Guru Jemaat). Berausgeben juga memiliki kemampuan memainkan
terompet yang digunakan dalam suatu acara kebaktian Gereja di PearajaTarutung. Inilah untuk pertama kalinya musik tiup trumpet masuk ke Tanah Batak
yaitu sekitar abad ke-19 (akhir tahun1800-an). Sampai saat ini masih ada beberapa
gereja seperti HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) yang menggunakan
instrumen-instrumen ini dalam mengiringi kebaktian di gereja, yang dilengkapi
dengan organ atau keyboard, salah di antaranya adalah gereja HKBP Resort
Sipahutar, di Kabupaten Tapanuli Utara.
Pada tahun 1960-an penyebaran penggunaan trumpet di Gereja pun
dimulai, dan pemakaian alat-alat musik tiup juga tidak terbatas pada trumpet saja,
tetapi ditambah dengan penggunaan trombon dan klarinet. Selain untuk
mengiringi lagu-lagu Gereja, grup musik tiup yang berubah menjadi kelompok
ensambel musik brass milik gerejapun mulai melayani masyarakat gereja secara
cuma-cuma, apabila diminta untuk mengiringi acara kebaktian dalam upacara
49
perkawinan masyarakat Batak Toba, yang berhubungan dengan tata ibadah
Gereja. Namun kira-kira sejak tahun 1970-an, ensambel musik tiup sudah mulai
digunakan dalam pelaksanaan upacara adat pada masyarakat Batak Toba.
Terutama pada tahun 1980-an penggunaan ensambel ini semakin meningkat
dimana masyarakat lebih tertarik untuk menggunakan ensambel ini dibanding
ensambel gondang. Pada awalnya grup-grup musik tiup yang ada adalah milik
Gereja dan mereka siap melayani permintaan masyarakat apabila diundang untuk
mengiringi upacara-upacara adat yang akan dilaksanakan tanpa mendapat
bayaran.
Karena banyaknya permintaan masyarakat terhadap grup musik tiup maka
muncul grup-grup musik tiup komersil yang dikelola secara pribadi oleh
pemiliknya seperti: Bahana, Haleluya Musik, Gesima Musik, Musik Daun Mas
yang ada di Tapanuli Utara. Awalnya masyarakat Batak yang ada di luar Tapanuli
Utara seperti Medan, Pematang Siantar akan mengundang grup musik tiup dari
Tapanuli Utara untuk mengiringi upacara adat mereka. Namun seiring
perkembangan musik ini sekitar tahun 1987 berdirilah grup musik tiup di daerah
Pematang Siantar, Medan dan lainnya dalam memenuhi permintaan masyarakat.
Demikianlah musik tiup mengalami perkembangan yang pesat didalam
masyarakat Bata Toba. Alat musik yang terdapat dalam ensambel ini sekarang
sudah ditambah dengan saxofon, sulim, dan drumset.
3.5 Musik Organ Tunggal
50
Musik organ tunggal merupakan sebuah ensambel musik yang dikenal
masyarakat Batak Toba setelah masuknya pengaruh budaya Barat. Istilah organ
tunggal sudah sangat familiar di kalangan masyarakat Batak Toba khususnya bagi
para pemusik yang bergabung dalam grup-grup musik komersial saat ini.
Ensambel ini disebut organ tunggal karena instrumen utama yang digunakan
adalah keyboard. Adapun instrumen yang dipakai biasanya gabungan keyboard,
sulim, taganing,dan saksofon, atau dalam kesempatan lain ada yang hanya
menggunakan (kisul) keyboard dan sulim, (sulkibta) sulim, keyboard, dan
taganing. Konsep ini dikemas tergantung permintaan masyarakat, namun yang
menjadi perhatian dalam ensambel ini adalah keyboard yang menjadi alat musik
utama.
Keyboard sebagai alat musik utama sudah diatur sedemikian rupa oleh
pemain musiknya sehingga bisa mengambil alih musik yang dimintakan dalam
sebuah upacara adat. Dengan menggunakan keyboard pemusik mampu
memainkan repertoar gondang dan juga lagu-lagu pop yang sedang populer di
masyarakat khususnya lagu-lagu pop Batak Toba.
3.6 Fungsi Musik dalam Upacara Adat
Musik dalam upacara adat Batak Toba tentu tidak terlepas dari proses adat
yang sudah diatur sesuai kebiasaan dalam setiap upacara. Upacara adat adalah
salah satu ritual yang dimiliki oleh tiap-tiap kelompok etnis. Ritual dapat
dikatakan sebagai suatu kejadian yang dilakukan secara beruang ulang sesuai
urutan dan cara tertentu. Menurut Oxford Advance Learner’s Dictionary (1998)
51
ritual adalah suatu rangkaian kegiatan yang selalu dilakukan dengan cara yang
sama, terutama sebagai bagian dari upacara keagamaan. Ketika ritual melibatkan
suatu komunitas dengan latar belakang tertentu, ritual menjadi salah satu
pewujudan dari komunitas tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab
sebelumnya bahwa umumnya musik yang mengiringi kegiatan seremonial
termasuk upacara adat adalah sebuah ensambel musik.
Ada beberapa upacara adat yang dikenal dalam masyarakat Batak Toba
yaitu: mangongkal holi yaitu upacara penggalian tulang belulang orang tua yang
telah meninggal dunia dan menempatkan/menyemayamkannya kembali di suatu
tempat tertentu. Pasiarhon junjungan merupakan upacara pemanggilan roh nenek
moyang untuk mendapat jawaban atas berbagai persoalan yang sedang dihadapi
oleh sebuah keluarga. Upacara gondang saem merupakan upacara untuk
penyembuhan. Upacara mangalahat horbo lae-lae merupakan upacara kurban
persembahan kepada sang pencipta yakni penyembelihan seekor kerbau. Upacara
pesta tugu merupakan upacara pendirian tugu sebagai tempat bersemayamnya
orang-orang yang berasal dari satu marga yang telah meninggal dunia. Upacara
perkawinan dan upacara kematian juga merupakan upacara yang selalu
dilaksanakan dalam masyarakat Batak Toba.
Dalam setiap upacara tentu ada aturan-aturan yang harus dijalankan oleh
seluruh peserta upacara. Aturan tersebut diturunkan dari generasi ke generasi
berikutnya. Seseorang akan mengerti dan memahami setiap aturan tersebut ketika
dia sudah mengikuti dan menjadi peserta upacara. Demikian juga dengan musik
yang selalu disiapkan dalam sebuah upacara. Setiap upacara membutuhkan
52
konsep musik yang berbeda walaupun musik/ensambel yang digunakan sama,
tentu saja hal itu tergantung kepada susunan acara yang akan digelar. Namun
secara umum fungsi dari musik dalam upacara adat adalah untuk mengiringi tortor, karena di setiap upacara adat tor-tor menjadi bagian penting untuk diiringi.
3.7 Pemusik dalam Upacara Adat
Musik dalam masyarakat Batak Toba mengalami banyak perubahan
setelah masuknya agama Kristen ke Tanah Batak yang dibawa oleh misionarismisionaris dari luar negeri. Masyarakat Batak Toba sebenarnya memiliki konsep
musik yang kompleks sebelum masa itu ada. Bukan hanya tentang bunyi ataupun
repertoar yang ada, namun orang yang mengerti dan memainkan musik juga
memiliki akidah khusus yang sudah ditetapkan dan dilaksanakan secara turun
temurun. Seperti yang sudah dijelaskan dalam subbab sebelumnya bahwa ada
beberapa ensambel yang digunakan dalam mengiringi upacara adat masyarakat
Batak Toba, setiap ensambel memiliki ciri masing-masing dan ada yang
bertambah akibat adanya akulturasi budaya Barat dengan budaya Batak Toba.
Perubahan yang terjadi tidak hanya pada ensambel yang ada namun
pemahaman masyarakat tentang pemusik serta akidah atau ketetapannya juga turut
mengalami perubahan. Dalam tradisi gondang sabangunan pemusik disebut
dengan istilah pargonsi. Untuk memperoleh kesempatan menjadi seorang
pargonsi serta menjadi pargonsi dalam upacara adat tidaklah mudah, ada
beberapa hal atau syarat yang harus diperhatikan antara lain:
53
1. Harus mendapat sahala dari Mulajadi Na Bolon (Sang Pencipta). Sahala ini
merupakan berkat kepintaran khusus dalam memainkan alat musik yang
diberikan kepada seseorang sejak dalam kandungan. Dengan kata lain orang
tersebut sudah dipersiapkan untuk menjadi seorang pargonsi sebagai
permintaan Mula Jadi Na Bolon.
2. Melalui proses belajar
Seseorang dapat menjadi pargonsi, dengan adanya berkat khusus yang
diberikan Mulajadi Na Bolon sekaligus dipadukan dengan proses belajar.
Sehingga itu seseorang memiliki ketrampilan khusus untuk dapat menjadi
pargonsi. Walaupun melalui proses belajar, tetapi jika tidak diberikan sahala
kepada orang tersebut, maka ia tidak berarti apa-apa atau tidak menjadi
pargonsi yang pandai.
3. Mempunyai pengetahuan mengenai ruhut-ruhut ni adat (aturan-aturan dalam
adat), maksudnya mengetahui struktur masyarakat Batak Toba yaitu Dalihan
Na Tolu dan penerapannya dalam masyarakat.
4. Umumnya yang diberkati Mulajadi Na Bolon untuk menjadi seorang pargonsi
adalah laki-laki, dengan alasan:
a. Laki-laki merupakan hasil ciptaan dan pilihan pertama Mulajadi Na Bolon.
b. Laki-laki lebih banyak memiliki kebebasan daripada perempuan, karena
para pargonsi sering diundang memainkan ke berbagai daerah untuk
memainkan gondang sabangunan dalam suatu upacara adat.
5. Seseorang yang menjadi pargonsi harus sudah dewasa tetapi bukan berarti
telah menikah.
54
Dengan adanya akulturasi dengan budaya Barat maka, pemahaman
masyarakat tentang pemusik juga berubah sesuai dengan ensambel yang ada.
Istilah pargonsi saat ini tidak hanya disebut kepada pemain gondang sabangunan
namun pada upacara adat dalam ensambel yang berbeda banyak juga masyarakat
menggunakan istilah tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa pemusik
Batak Toba yaitu Marsius Sitohang, Erwin Simbolon dan lain-lain, ini adalah
pemahaman yang salah dan sudah tidak bisa diperbaiki kembali. Dalam ensambel
musik tiup atau organ tunggal masyarakat Batak Toba memiliki kesempatan yang
lebih besar untuk menjadi pemusik, biasanya mereka disebut dengan istilah
parmusik. Dalam ensambel ini yang lebih diutamakan adalah kemampuan atau
keahlian seseorang sehingga dia akan diterima menjadi pemusik dalam sebuah
grup musik. Pemusik dalam upacara adat selalu dihormati dan dilayani dengan
baik oleh masyarakat Batak Toba lainnya.
3.8 Pemusik dan Stratifikasinya
Kebutuhan masyarakat Batak Toba akan jasa dan kehadiran pemusik
dalam kehidupan sehari-hari tentunya tidak mungkin dilepaskan begitu saja.
Pemusik dan musik yang mereka bawakan sangat dibutuhkan dalam memenuhi
kebutuhan sosial tradisional masyarakat, khususnya dalam upacara adat. Namun
walaupun demikian tidak mudah bagi masyarakat untuk menjadi seorang
pemusik. Ada stratifikasi dan perubahan yang terjadi dalam pemusik Batak Toba
dari tradisi gondang sabangunan sampai tradisi yang saat ini sedang populer yaitu
musik tiup dan organ tunggal.
55
3.8.1 Jenis Kelamin Umumnya Laki-laki
Dalam penjelasan sebelumnya disampaikan bahwa dalam tradisi gondang
sabangunan ada beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk menjadi seorang
pargonsi atau pemusik. Dan salah satu diantaranya adalah “ umumnya yang
diberkati Mulajadi Na Bolon untuk menjadi seorang pargonsi adalah laki-laki”
dengan alasan:
a. Laki-laki merupakan hasil ciptaan dan pilihan pertama Mulajadi Na Bolon.
b. Laki-laki lebih banyak memiliki kebebasan daripada perempuan, karena para
pargonsi sering diundang memainkan ke berbagai daerah untuk memainkan
gondang sabangunan dalam suatu upacara adat.
Pemahaman tersebut tentu tidak terlepas dari pengamatan para pendahulu
tentang bagaimana sesungguhnya peran laki-laki dan wanita harus dibedakan,
sehingga sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sebagai contoh
dalam sebuah upacara adat, biasanya ensambel gondang sabangunan dalam hal
ini alat-alat musiknya serta pargonsi selalu diberikan tempat khusus yang lebih
tinggi dari tempat para peserta upacara lainnya. Sementara pada masa itu
perempuan masih menggunakan sarung tidak seperti saat ini sudah bebas
memakai celana. Oleh karena itu sangat lah tidak sopan dan tidak etis apabila ada
seorang perempuan yang menjadi pargonsi dan duduk di tempat tersebut
sementara dia menggunakan sarung. Dan tentu saja masih ada pertimbangan lain
yang membuat ketetapan ini harus dilaksanakan yaitu alangkah baiknya apabila
pemusik itu adalah laki-laki.
56
Namun seiring perubahan dalam konsep musik dalam Batak Toba saat ini
akibat adanya akulturasi dengan budaya Barat, serta adanya emansipasi wanita
yang memberikan ruang kepada para perempuan untuk belajar dan mencari
kehidupan yang lebih baik seperti yang dilakukan oleh laki-laki. Maka saat ini
masyarakat Batak Toba sudah memiliki pemusik wanita, walaupun memang
sampai saat ini belum ada yang mampu bermain dalam sebuah ensambel gondang
sabangunan, tetapi dalam ensambel lain sudah ada yang mampu melakukanya.
3.8.2
Usia Umumnya Naposo
Usia pemusik Batak Toba pada umumnya adalah naposo, dalam syarat
pargonsi seperti yang dikemukakan diatas bahwa “Seseorang yang menjadi
pargonsi
harus sudah dewasa tetapi bukan berarti telah menikah”. Hal ini
dimaksudkan bahwa pemusik tidak hanya dituntut mampu menggunakan skill
atau keahlian dalam bermain musik saja, namun kondisi tubuh atau jasmani juga
sangat penting diperhatikan, melihat bagaimana proses upacara-upacara adat
dalam masyarakat Batak Toba sebagian besar membutuhkan waktu yang tidak
singkat seperti dalam upacara saur matua,horja yang membutuhkan waktu lebih
dari sehari. Sehingga masuk akal apabila pemusik Batak Toba umumnya naposo.
Namun dalam beberapa grup musik tiup, organ tunggal ataupun ensambel
gondang sabangunan kita masih bisa menemukan pemusik yang sudah berusia
tua, tentu saja ada berbagai alasan mengapa mereka masih bertahan sebagai
pemusik. Faktor ekonomi, dan bahwa keahlian mereka sangat diperlukan adalah
alasan yang memungkinkan mereka masih melanjutkan pekerjaan itu. Selain
57
pemusik yang berusia tua, saat ini juga kehadiran anak-anak lebih muda juga
sudah memasuki dunia musik Batak Toba bahkan dalam upacara adat.
3.8.3 Fenomena Pemusik Wanita
Dalam skripsi Ruth Debora Marbun, seorang mahasiswa Etnomuskologi
Universitas Sumatera Utara disampaikan bahwa ada seorang partaganing
perempuan dalam upacara adat Batak Toba. Perempuan tersebut bernama Hari
Anita Nainggolan yang berdomisili di Desa Lumban Barat Kecamatan
Paranginan. Hari Anita seperti dijelaskan dalam skripsi tersebut mampu
mendedikasikan diri sebagai pemusik dalam upacara adat Batak Toba, dan dia
memberikan pengayaan budaya dalam musik Batak Toba. Tentu ada berbagai
tanggapan positif maupun negatif yang muncul di masyarakat karena seperti yang
disampaikan sebelumnya bahwa pemusik dalam tradisi musik Batak Toba adalah
laki-laki.
Namun yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa fenomena pemusik
wanita sudah muncul dalam tradisi Musik Batak Toba, selain Hari Anita ada
beberapa pemusik lain yang tampil di upacara adat maupun dalam acara lainnya
seperti Zulkaidah Harahap yang terkenal dengan permainan sulim dan penyanyi
dalam kejayaan opera Batak, Sinta Simamora dengan permainan taganing yang
saat ini bahkan sudah populer di media elektronik youtube, dan lain-lain.
3.8.4 Fenomena Pemusik Anak-anak
58
Selain kehadiran pemusik wanita yang menjadi tradisi baru dalam musik
Batak Toba, ada lagi hal yang lebih menarik untuk diperhatikan yaitu kehadiran
anak-anak. Anak-anak dengan usia yang jauh lebih muda dari naposo sudah
mampu mendedikasikan diri sebagai pemusik bahkan dalam upacara adat. Adanya
kebebasan dalam menggunakan keahliannya serta peraturan yang tidak terlalu
mengekang anak untuk bermain musik membuka ruang dan kesempatan bagi
anak-anak Batak Toba untuk bermain musik bahkan dalam upacara adat. Cara
belajar serta tanggapan masyarakat yang menerima kehadiran mereka juga
menambah peluang anak-anak untuk melakukannya.
Seperti yang disampaikan oleh Martahan Sitohang, bahwa saat ini di
Jakarta sudah banyak anak-anak Batak Toba yang belajar musik tradisional Batak
Toba salah satunya adalah taganing. Martahan Sitohang menjadi salah satu
pelatih yang saat ini sudah memiliki ratusan murid yang tersebar di wilayah
Jakarta. Umumnya anak-anak yang sudah mampu diberikan kesempatan untuk
tampil seperti di acara kebaktian Gereja, pentas seni dan pertunjukan musik
lainnya. Pada awalnya anak-anak di Jakarta menganggap bahwa memainkan
musik Batak Toba terkesan tidak bagus atau istilah anak-anak di kota besar adalah
kampungan, mereka menganggap bahwa musik yang layak dimainkan adalah
musik bernuansa Barat. Namun saat ini boleh dikatakan bahwa anak-anak yang
bermain taganing sudah menjadikan kegiatan ini sebagai lifestyle atau gaya hidup.
Melihat tradisi belajar musik (marguru) yang dipahami masyarakat Batak
Toba pada zaman dulu, sangat sulit bagi seseorang untuk mahir dalam memainkan
alat musik. Dimana dia harus melewati proses yang rumit dari gurunya/ pemusik
59
profesional sehingga akhirnya mampu bermain musik. Biasanya seorang murid
dituntut memiliki kesabaran dalam menuntut dan memperoleh ilmu dari sang
guru, ilmu tersebut diberikan secara lisan. Sangat berbeda dengan zaman sekarang
ketika setiap orang bebas mempelajari musik melalui berbagai cara, sehingga
tidak heran apabila anak-anak mampu mengenal bahkan memainkan musiknya
dalam kelompok masyarakat luas, salah satu diantaranya adalah Lamsa
Sihombing, seorang partaganing anak dari Desa Bahal Batu I yang akan dibahas
dalam bab berikutnya.
BAB IV
LAMSA SEBAGAI PARTAGANING DALAM GRUP NAGA MUSIK
60
Bab ini akan membahas tentang biografi Lamsa Sihombing, serta
bagaimana peranan dia sebagai partaganing dalam grup Naga Musik. Penulis juga
akan mendeskripsikan Naga Musik sebagai sebuah grup yang menjadi tempat
Lamsa Sihombing mengembangkan kemampuannya bermain taganing. Serta
4.1 Biografi Singkat Lamsa Sihombing
Lamsa sihombing lahir pada tanggal 19 Januari 2000 di Desa Bahal Batu I
dari ibu yang bernama Nurmianna Sinaga dan ayah Lamser Sihombing. Namun
karena beberapa alasan tertentu dalam keluarga Nurmianna, Lamsa akhirnya
dirawat dan diasuh oleh (ompung) kakeknya bernama Efendi Sinaga. Lamsa
diasuh sejak balita dimana dia seharusnya masih membutuhkan asi dari ibu
Nurmianna. Namun hal itu tidak menyulutkan semangat sang kakek yang dibantu
oleh (ompung boru) nenek Lamsa yaitu boru Sihombing beserta paman (tulang)
bernama Samsul Sinaga untuk menjaga dan membesarkan Lamsa.
Seperti anak-anak lainnya di Desa Bahal Batu I, Lamsa juga bertumbuh
dengan sehat. Lamsa memasuki masa Pendidikan pertama di SD Negeri Nomor
173302, berkat dukungan kakek dan nenek Lamsa mampu mengikuti proses
belajar mengajar pendidikan formalnya ini dengan baik. Walaupun dalam
penuturan pamannya bahwa Lamsa pernah melakukan hal-hal yang membuat
keluarga emosi karena sikapnya yang terkadang mengganggu teman-teman
sekolah, namun hal itu tidak membuat Lamsa Sihombing menjadi beban pikiran
dalam keluarga. Mereka selalu berusaha mengajarkan Lamsa dengan cara yang
lebih baik dan tidak melakukan sentuhan dengan cara memukul dan lain-lain
61
Seperti yang mereka tuturkan bahwa Lamsa sudah dianggap seperti anak paling
bungsu (siampudan) di rumah tersebut. Selain itu ada prinsip yang mereka di
ingat dan ini juga berlaku bagi masyarakat Batak Toba lainnya, yaitu bahwa anak
yang lahir dari boru (anak perempuan) dan ito (saudara laki-laki/perempuan)
sangat dihargai karena dia sudah mewarisi marga lain, sehingga mereka tidak bisa
memukul atau memarahi anak tersebut secara berlebihan. Selama duduk di
bangku SD, Lamsa juga tidak lupa untuk mengikuti kegiatan anak-anak sekolah
minggu, yang selalu dilaksanakan pada hari minggu pagi di Gereja HKBP Bahal
Batu.
Pada tahun 2013 Lamsa kemudian melanjutkan pendidikan ke tingkat
SMP, yaitu SMP N 5 Siborong-borong. Pada bulan Mei 2016 silam dia
dinyatakan lulus dan telah menyelesaikan masa pendidikannya di SMP Negeri 5
Sborong-borong. Sekarang beliau masuk SMA …..
62
Gambar 1. Dari Kiri ke Kanan: Kakek Lamsa, Lamsa, dan Nenek Lamsa.
4.2 Proses Lamsa Sihombing Belajar Taganing
Proses belajar sebuah alat musik biasanya diawali dengan mengenal dan
melihat bagaimana alat musik tersebut dimainkan. Umumnya akan muncul rasa
ingin tahu dari seseorang tentang bagaimana alat musik tersebut bisa berbunyi dan
menghasilkan nada. Kemudian dia akan mencari sumber informasi yang berkaitan
dengan alat musik tersebut sehingga dapat digunakan sebagai referensi dalam
memulai proses belajar. Lamsa Sihombing tentu tidak terlepas dari hal-hal
tersebut, ketika dia belum mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan
taganing, namun dengan usaha dan berbagai cara dia berniat untuk mengenal
taganing lebih dalam lagi, serta bisa memainkan seperti pemusik lainnya.
4.2.1 Awal Perkenalan Lamsa Sihombing dengan Taganing
Lamsa Sihombing mengenal taganing berkat kakek dan pamannya yang
mengelola sebuah grup musik Batak Toba, yaitu Naga Musik. Sejak kecil Lamsa
selalu dibawa oleh kakeknya dalam memenuhi permintaan masyarakat yang
menyewa grup Naga Musik sebagai musik pengiring dalam sebuah acara. Seperti
pada upacara adat perkawinan, pesta ulang tahun dan lain-lain. Awalnya Lamsa
hanya berperan membantu para tim dalam grup tersebut mengangkat alat-alat
63
ringan dan pekerjaan-pekerjaan lain yang tidak terlalu berat seperti mengambilkan
makanan dan minuman atau membeli rokok pemusik dan lain-lain.
Namun ketika duduk dibangku kelas 3 SD, Lamsa Sihombing mulai
memperhatikan alat-alat musik yang dibawakan oleh tim Naga Musik. Salah satu
diantaranya adalah taganing, Lamsa berpikir bahwa taganing sangat unik dan
menarik untuk dimainkan. Pada waktu itu pemain taganing dari grup ini adalah
Andar Silitonga dari Desa Lobu Siregar. Andar mengisi irama-irama musik
dengan permainan khasnya yang membuat Lamsa Sihombing akhirnya tertarik
untuk belajar memainkan taganing.
4.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Lamsa Sihombing Menjadi Partaganing
Menjadi seorang partaganing bukanlah pekerjaan yang mudah
dilakukan, berawal dari proses mengenal taganing sampai memainkan taganing
dalam sebuah upacara adat seseorang harus memberikan perhatian serius dan
tentu saja ada faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga berhasil melakukannya.
Setiap partaganing pasti memiliki alasan yang berbeda-beda dalam memilih peran
sebagai partaganing. Dalam kesempatan ini penulis akan memaparkan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi Lamsa Sihombing sebagai partaganing.
4.2.2.1 Faktor Lingkungan Keluarga
Lamsa Sihombing berbeda dari anak-anak lain di desanya. Sejak bayi dia
diasuh oleh kakek dan neneknya, seperti yang sudah dipaparkan dalam biografi
singkat diatas. Lamsa menghabiskan masa kecil bersama kakek dan neneknya.
64
Tepat tahun 2009, kakeknya membuka sebuah grup musik yang saat ini dikelola
bersama anaknya (tulang Lamsa). Dengan adanya musik di rumah tersebut, maka
Lamsa bisa menikmati bagaimana musik Batak Toba sangat bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat lainnya. Lamsa selalu dibawa oleh sang kakek jika ada
pesanan musik dari masyarakat, seperti upacara kematian, upacara perkawinan,
pesta pembangunan Gereja dan lain-lain. Kesempatan-kesempatan seperti itu tentu
membawa dampak yang baik bagi Lamsa untuk menarik minatnya belajar tentang
musik Batak Toba.
Seperti yang disampaikan oleh Samsul Sinaga (paman Lamsa), bahwa
dalam keluarga mereka tidak ada yang sungguh-sungguh paham dan mengerti
tentang musik. Hanya dia dan Lamsa Sihombing yang mampu bermain musik dan
sekaligus menjalankan grup musik mereka yaitu Naga Musik. Maka dari itu
penulis berasumsi bahwa seandainya Lamsa Sihombing diasuh oleh ibunya
Nurmianna yang sehari-hari tidak tersangkut paut dengan musik, maka
kemampuan Lamsa Sihombing dalam memainkan taganing bisa saja tidak
sebagus saat ini. Karena dia akan menghabiskan waktu sehari-hari dengan
kegiatan yang berbeda tidak seperti yang dia alami bersama kakeknya. Seperti
yang diungkapakan Slameto bahwa Belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (Slameto 2003:2).
4.2.2.2 Faktor Ekonomi
65
Faktor ekonomi juga mempengaruhi Lamsa Sihombing sehingga menjadi
partaganing. Ketika memilih untuk membuka sebuah grup musik, tentu saja
keluarga Efendi Sinaga (kakek Lamsa) memiliki tujuan positif, selain membantu
melayani kebutuhan sosial masyarakat di daerahnya, tujuan untuk mendapatkan
penghasilan secara finansial juga menjadi alasannya.Efendi melihat bahwa Lamsa
Sihombing memiliki kemampuan untuk mendapatkan hal itu, tentu saja dengan
bergabung dalam grup musik itu yaitu Naga Musik. Ketika mereka memakai jasa
partaganing yang lain, tentu saja honor ataupun pembagian dana hasil sewa sekali
tampil akan berkurang. Namun dengan memakai Lamsa sebagai partaganing
maka penghasilan akan tetap dalam keluarga mereka.
Keluarga sangat berharap suatu saat Lamsa akan menjadi orang yang
sukses, sehingga dia didik untuk menghargai setiap pengorbanan keluarga dan
juga pengorbanannya dalam bermain musik. Menurut penuturan pamannya
Apabila mereka sudah selesai bermain musik dalam sebuah upacara atau orderan ,
biasanya Lamsa tidak akan diberikan honor berupa uang tunai seperti kepada
pemain lainnya. Namun setiap honornya akan ditabung sebagian untuk dipakai
suatu hari nanti untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik untuk Lamsa.
Pamannya berkata terkadang dalam sebuah kesempatan bermain musik, dia
merasa kasihan dengan Lamsa karena di usianya yang masih kecil dia sudah
dibawa ke berbagai tempat, melewati cuaca dan suhu yang sebenarnya tidak baik
untuk kesehatan seorang anak kecil. Namun paman selalu berpikir positif bahwa
apa yang mereka lakukan adalah yang terbaik untuk kebutuhan Lamsa ke
depannya.
66
4.2.2.3 Faktor Talenta
Menurut wawancara penulis dengan paman serta teman satu grup Lamsa
yaitu Alexpon, Lamsa termasuk seorang anak yang memiliki bakat atau talenta
dalam bermain musik. Hal ini terbukti ketika dalam proses belajar beberapa alat
musik seperti keyboard, sulim dan taganing Lamsa bisa dengan mudah menerima
arahan dari teman lain yang mencoba mengajari. Dalam waktu senggang biasanya
para pemain dalam grup musik Naga Musik akan berkumpul di rumah Efendi
Sinaga, dan melakukan berbagai kegiatan, termasuk diantaranya mengajari Lamsa
Dalam bermain musik, khususnya taganing. Lamsa mendapat beberapa tehnik
yang berbeda karena teman yang mengajari juga berbeda-beda, dan semua sudah
berusia jauh lebih tua dari dia, serta mendapat pengalaman bermusik yang lebih
banyak dari Lamsa. Namun hal itu tidak menjadikan Lamsa kesulitan memahami
taganing, justru dia semakin mengerti dan saat ini sudah jauh lebih pandai dari
teman-temannya.
4.2.3
Konsistensi Lamsa Sihombing dalam Belajar Taganing
Setelah Lamsa mengenal taganing dan tertarik memainkannya, dia
kemudian membeli sebuah kaset VCD uning-uningan Batak Toba. Dalam kaset
tersebut dia melihat dan mendengar beberapa repertoar Batak Toba. Kemudian dia
meminta pamannya
mengajari dan memberikan taganing mereka untuk
digunakan sebagai alat untuk belajar. Di Desa Bahal Batu I, tidak ada tempat
untuk belajar musik tradisional Batak Toba, sehingga Lamsa menjadi sangat
67
beruntung memiliki alat musik sendiri di rumah, walaupun itu digunakan untuk
melayani permintaan masyarakat dalam sebuah pesta adat dan kegiatan lainnya.
Namun semangat dan keinginannya tidak menyulutkan niat pamannya untuk
memberikan alat tersebut digunakan. Namun sebelum melihat bagaimana
permainan taganing Lamsa, kita perlu mengulas sedikit mengenai taganing dalam
budaya Batak Toba.
4.2.3.1 Taganing
Dalam Kamus Bahasa Batak Toba disebut bahwa taganing adalah
perangkat musik tradisional Batak berupa gendang yang terdiri dari lima buah
gendang. Taganing dalam istilah etnomusikologi merupakan seperangkat alat
musik yang tergolong drumchimes/gendang yang bisa membawakan melodi.
Taganing kadang-kadang berbentuk tabung melengkung (barrel) atau tabung
lurus (cylindrical). Kelima buah gendang dalam seperangkat alat musik taganing
memiliki nama yang berbeda-beda. Gendang paling besar disebut odap-odap,
gendang kedua disebut paidua odap, gendang ketiga (di tengah) disebut painonga,
gendang keempat disebut paidua ting-ting,dan gendang kelima (terkecil) disebut
ting-ting.
Membran taganing terbuat dari kulit sapi yang sudah diolah dan
dikeringkan melalui beberapa tahap tertentu. Dan
badan (botohon) taganing
terbuat dari batang pohon nangka (pinasa). Sementara tali pengikat terbuat dari
rotan yang dirangkai dengan tehnik tertentu sehingga tidak hanya meberikan
keindahan pada bentuk luarnya saja, namun juga berpengaruh pada bunyi yang
68
dihasilkan tergantung bagaimana pembuat taganing mengikatkan rotan tersebut.
Oleh karena itu keahlian dalam membuat taganing sangat diperlukan sehingga
bunyi yang dihasilkanpun akan sangat bagus.
Taganing dimainkan/dipukul dengan menggunakan dua buah pemukul
(stik) yang terbuat dari kayu, kemudian dibentuk sedemikian rupa dengan ukuran
yang berbeda-beda sesuai pembuat stik dan dibuat tumpul sehingga tidak merusak
kulit taganing apabila dipukul menggunakan stik tersebut. Salah satu bahan baku
yang bagus adalah kayu harimonting, sejenis tanaman berukuran kecil dan banyak
berkembang di daerah Tobasa dan Tapanuli.
Taganing seperti yang disebutkan diatas adalah alat musik yang bisa
menghasilkan nada dan membawakan melodi. Sehingga taganing biasanya akan
dilaras terlebih dahulu dengan teknik tertentu oleh orang yang sudah profesional.
Menurut konsep yang ada di masyarakat Batak Toba, laras keseluruhan gendang
taganing “idealnya” mengacu pada nada yang terdapat pada sarune bolon.Nada
gendang terkecil/ting-ting mengacu pada nada tertinggi dari sarune bolon (nada
kelima). Gendang terbesar/odap-odap mengacu pada nada terendah (nada
pertama). Namun cara ini tidaklah mudah dilakukan karena membran taganing
seringkali tidak mampu mencapai nada tertinggi dari sarune bolon, oleh karena itu
keahlian dalam melaras sangat penting untuk mendapatkan hasil yang lebih baik .
Dalam tradisi gondang sabangunan, taganing merupakan alat musik
paling penting. Dalam ensambel ini taganing selalu berperan membawakan
melodi dari sebuah repertoar yang juga dibawakan oleh sarune bolon. Namun
dalam perkembangan selanjutnya dalam ensambel berbeda, taganing dijadikan
69
sebagai alat musik pembawa tempo serta pengisi irama sebuah lagu atau repertoar.
Demikianlah taganing
sangat penting dalam musik Batak Toba saat ini.
Demikianlah sekilas tentang taganing yang saat ini menjadi alat musik Batak
Toba yang sangat populer tidak hanya di bonapasogit namun juga di tanah
perantauan masyarakat Batak Toba.
4.2.3.2 Lamsa Sihombing dengan Permainan Taganingnya
Secara umum permainan setiap partaganing tidak jauh berbeda antara satu
dengan yang lain. Dengan menggunakan tangan kanan dan kiri mereka
memberikan kombinasi pukulan yang bervariasi sehingga memberikan bunyi yang
mampu mengajak setiap orang yang mendengar akan menggerakkan tubuh untuk
menari. Biasanya orang yang sudah mampu memainkan taganing dengan
membawakan melodi akan memberikan variasi pukulan yang lebih bagus ketika
memainkan taganing sebagai sebuah alat musik pembawa tempo/irama atau yang
disebut pangodapi. Sebaliknya seorang yang belum mampu memainkan melodi
akan terkesan monoton dalam memberikan variasi pukulan, atau hanya
menggunakan beberapa pola dengan berulang-ulang dalam sebuah lagu atau
repertoar. Namun dengan melakukan latihan yang lebih rutin serta mengikuti
setiap penampilan dalam sebuah ensambel, maka tidak tertutup kemungkinan
mereka mampu melakukan pukulan yang leih bervariasi lagi.
Lamsa sebagai seorang partaganing/ pangodapi juga menemukan
persoalan yang sama dalam bermain taganing. Diawal belajar taganing Lamsa
hanya mampu memukul taganing sebagai tempo. Dengan menggunakan tangan
70
kiri, stik dipukulkan pada pinggiran gendang kemudian ke kulit gendang secara
berulang. Dimulai dengan tempo lambat kemudian tempo sedang dan cepat pada
gendang ting-ting atau bisa juga paidua ting-ting stik dipukulkan sampai tangan
kiri terasa ringan dan elastis, dan diusahakan supaya pukulan dan tempo tetap
konstan. Kemudian tangan kanan digerakkan sesekali dengan memukul odapodap, paidua odap, painonga, dan paidua ting-ting untuk menghasilkan irama
yang disesuaikan dengan tempo.
Seiring perjalanan yang dilalui oleh Lamsa melalui latihan dirumah kakek
dan melalui beberapa penampilan terutama dalam upacara adat, akhirnya dia bisa
mengiringi berbagai macam lagu dan repertoar. Sama seperti yang disampaikan
Gagne bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi kedalam 5
kategori yang disebut the domains of learning, salah satu diantaranya merupakan
strategi kognitif yaitu organisasi keterampilan yang internal (internal organized
skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda
dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat
dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan secara
terus-menerus. Demikianlah Lamsa mempelajari taganing
dengan banyak
perbaikan-perbaikan dalam setiap penampilannya.
4.3 Grup Naga Musik
Naga Musik merupakan sebuah grup musik Batak Toba yang
berdomisili di Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten
Tapanuli Utara. Naga Musik berdiri atau ada pada tahun 2009 yang dikelola oleh
71
keluarga Efendi Sinaga dan keluarga. Grup musik ini memiliki dua ensambel yang
biasa digunakan untuk memenuhi permintaan masyarakat Batak Toba khususnya
dalam upacara adat, yaitu musik tiup dan organ tunggal.
4.3.1 Alat Musik
Sebagai sebuah grup musik komersial, Naga Musik selalu berusaha
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Grup musik ini menggunakan
alat-alat musik yang juga digunakan oleh grup musik pada umumnya di Tapanuli
Utara. Dalam organ tunggal alat musik yang dipakai adalah keyboard, sulim,
taganing,saxsofon. Sedangkan dalam ensambel musik tiup alat musik yang
dipakai adalah drumset, trumpet, saxsofon, sulim.
4.3.2 Pemain Musik
Untuk menjalankan grup musik ini tentu dibutuhkan beberapa pemain
musik yang akan mengambil bagian dalam setiap penampilan mereka. Seperti
dijelaskan sebelumnya bahwa menjadi seorang pemusik bukanlah pilihan yang
mudah, karena ada berbagai alasan seperti : (1) seseorang dituntut memiliki
keahlian dalam memainkan minimal 1 alat musik serta berniat untuk menjadi
pemusik, (2) menjadi pemusik tidak memperoleh penghasilan tetap, karena
upacara adat tidak berlangsung setiap saat namun hanya dalam waktu tertentu
apabila ada yang membutuhkan, (3) menjadi seorang pemusik harus siap siaga
dalam setiap kesempatan apabila dibutuhkan, karena upacara adat akan ada dalam
waktu yang tidak diketahui sebelumnya, artinya apabila mau menjadi pemusik
maka dia harus mampu menerima kondisi-kondisi seperti ini. Dengan alasan-
72
alasan seperti tersebut diatas maka hanya sedikit masyarakat mampu
melakukannya.
Oleh karena itu sebagai pengelola grup, Efendi Sinaga bersama anaknya
Samsul Sinaga harus mampu mengkordinir pemain musik ketika dibutuhkan
dalam sebuah upacara adat. Itu berarti grup Naga Musik tidak memiliki pemain
yang tetap, namun dalam beberapa kesempatan selalu ada pemain baru. Hal ini
terjadi karena pemain musik memiliki kesibukan masing-masing. Dan seorang
pengelola grup tidak bisa memaksakan kehendak karena setiap pemusik
mempunyai hak untuk memenuhi atau tidak memenuhi permintaan tersebut.
Tetapi dalam mengatasi persoalan demikian setiap pemusik dan pengelola akan
mencari jalan keluar melalui diskusi sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Biasanya pemusik akan menawarkan jasa temannya sesama pemusik dari grup
yang berbeda. Sehingga bisa dikatakan bahwa beberapa pemusik Batak Toba di
Daerah Tapanuli Utara akan bermain di lebih dari satu grup musik yang berbeda
dalam waktu yang berbeda.Sampai saat ini pemusik tetap di grup Naga Musik
adalah Lamsa Sihombing dan pamannya Samsul Sinaga. Lamsa sebagai
partaganing sampai saat ini selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada
grup tersebut.
4.3.3 Pengalaman Martaganing Lamsa Sihombing Bersama Grup Naga
Musik
Lamsa Sihombing bersama grup Naga Musik sudah banyak memberikan
pelayanan kepada masyarakat di Desa Bahal Batu I, serta Desa lain di Kecamatan
73
Siborong-boro ng, bahkan beberapa Kecamatan di Tapanuli Utara, seperti:
Kecamatan Sipahutar, Pangaribuan, Muara, Pahae. Lamsa sebagai partaganing
utama dalam grup ini tentu memiliki tanggungjawab untuk tetap hadir dalam
setiap penampilan. Beberapa acara yang pernah diikuti Lamsa seperti: upacara
pernikahan, kematian (saur matua), acara pesta Pembangunan Gereja HKI ( Huria
Kristen Indonesia) di Kecamatan Sipahutar.
Dalam setiap penampilan martaganing Lamsa harus menyesuaikan jadwal
acara pesta adat dengan jadwal sekolah di SD, dan SMP dimana dia sekolah.
Ketika Lamsa masih duduk di bangku SD, dia selalu dijemput oleh kakeknya
setelah menyelesaikan pelajaran di sekolah. Setelah duduk dibangku SMP, Lamsa
sudah diberikan sepeda motor sehingga tidak perlu dijemput oleh kakeknya.
Tetapi dalam beberapa kesempatan Lamsa terkadang tidak mengikuti pelajaran di
sekolah, dengan alasan bahwa tempat dia martaganing cukup jauh dari sekolah,
seperti di luar Kecamatan Siborong-borong, dimana waktu tempuh sekitar dua
samapi tiga jam perjalanan.
Acara paling rutin untuk dilayani Naga Musik bersama Lamsa Sihombing
adalah upacara adat pernikahan dan saur matua dibandingkan acara lain dalam
masyarakat Batak Toba di daerah mereka. Menurut paman Lamsa biasanya pada
upacara pernikahan Lamsa akan hadir setelah acara pemberkatan nikah di Gereja
telah selesai. Secara umum di Kabupaten Tapanuli Utara, acara pemberkatan
biasanya selesai hampir bersamaan dengan jadwal pelajaran SD berakhir, yaitu
sekitar pukul 12.00 sampai 13.00 WIB, sehingga Lamsa Sihombing bisa bermain
taganing setelah pulang sekolah pada upacara adat pernikahan. Namun apabila
74
acara pemberkatan lebih cepat selesai dan Lamsa belum tiba di tempat adat
dilaksanakan, maka musik tetap berjalan namun taganing tidak difungsikan
sementara sebelum Lamsa tiba. Biasanya paman Lamsa kurang bersemangat
karena suasana terasa kosong tidak seperti biasa ketika Lamsa martaganing.
Sementara dalam upacara adat saur matua, Lamsa harus berhadapan
dengan peran yang lebih berat. Biasanya dalam upacara saur matua, ada dua sesi
acara yang wajib dilaksanakan yaitu: (1) Malam hari sebelum keesokan harinya
orang yang meninggal akan dikuburkan, (2) Hari dimana orang yang meninggal
akan dikuburkan, dan ini biasanya berlangsung dari pagi sampai sore hari.
Menurut penuturan paman Lamsa, pada awalnya mereka ragu untuk membawa
Lamsa pada acara malam hari karena takut menggangu kesehatan akibat cuaca.
Selain itu untuk mengatasi rasa ngantuk, mereka mengusapkan kain basah di
muka Lamsa sehingga rasa ngantuk bisa berkurang sampai acara adat selesai
malam itu. Namun sampai hari ini Lamsa mampu melewati masa-masa sulit
seperti itu, dan dia masih melanjutkan peranan tersebut.
1.3.4
Tanggapan Masyarakat Umum Terhadap Partaganing Anak.
Partaganing anak dalam tradisi musik Batak Toba merupakan sebuah hal
baru sebagai akibat dari perubahan budaya yang terjadi dalam kehidupan sosial
tradisional masyarakat Batak Toba. Seperti yang dijelaskan dalam bab
sebelumnya, bahwa partaganing dalam tradisi musik Batak Toba khususnya
dalam gondang sabangunan selalu diperankan oleh orang dewasa. Namun saat ini
partaganing anak juga sudah mulai muncul. Oleh karena itu kasus seperti ini tentu
akan ditanggapi berbeda oleh masyarakat Batak Toba saat ini. Penulis
75
menghimpun
beberapa
pendapat
tentang
kehadiran
anak-anak
menjadi
partaganing, sebagai salah satu studi kasusnya adalah Lamsa Sihombing.
4.3.4.1 Tanggapan Pemusik Batak Toba
Menurut Marsius Sitohang, yaitu seorang pemusik Batak Toba yang saat
ini berdomisili di Medan Sumatera Utara, mengatakan bahwa perubahan musik
dalam masyarakat Batak Toba, sangat berkembang pesat dan ini tidak hanya pada
ensambelnya saja, namun mempengaruhi pemahaman masyarakat tentang musik
itu sendiri. Sebagai contoh, dalam sebuah upacara adat pernikahan banyak
masyarakat meminta lagu-lagu yang sedang populer dan enak didengar semata.
Misalnya untuk mangulosi, mereka meminta diiringi lagu Gemufamire yang
notabene adalah lagu masyarakat Ambon. Kemudian dalam kasus lain, ada
masyarakat menyebut pemusik dalam ensambel musik tiup dan organ tunggal
amang pargonsi, padahal sebutan ini sebenarnya hanya untuk pemain musik
dalam gondang sabangunan. Pernah suatu kejadian di sebuah upacara adat, saat
itu Marsius Sitohang dengan grup ensambel gondang sabangunannya sedang
mengiringi sebuah acara. Kemudian seorang peminta gondang meminta sebuah
lagu pop untuk dimainkan, tentu saja Marsius dan kawan-kawan tidak bisa
memenuhi permintaan tersebut karena konsep gondang sabangunan adalah untuk
memainkan repertoar gondang Batak Toba saja. Beruntung saat itu pihak
hasuhuton juga menyiapkan alat musik lain seperti keyboard, sehingga mereka
mengambil alih iringan musik sementara untuk lagu pop tersebut.
76
Terkait mengenai partaganing anak, Marsius sangat mengapresiasi hal
tersebut. Beliau menganggap itu adalah salah satu cara untuk tetap
mempertahankan tradisi martaganing dalam masyarakat Batak Toba, walaupun
diakui bahwa peranan anak tersebut hanya sebagai pangodapi (pembawa tempo
dan irama) namun anak-anak sperti inilah yang ke depan lebih mudah diajari
untuk memainkan melodi (marhata-hata) dalam ensambel gondang sabangunan.
Beliau mengatakan bangga dan ini sudah menjadi hal yang biasa terjadi saat ini,
dan umumnya masyarakat sangat tertarik melihat permainan taganing anak-anak
dalam sebuah upacara adat.
Menurut Martahan Sitohang, seorang pemain musik Batak Toba yang saat
ini berdomisili di Jakarta, mengatakan bahwa partaganing anak saat ini sudah
mulai muncul dan sama seperti yang diungkapkan Marsius bahwa anak-anak
tersebut hanya berperan sebagai pangodapi. Menurut Martahan keberadaan
partaganing anak dalam upacara adat saat ini lebih mengarah kepada tujuan
memperoleh keuntungan secara finansial, misalnya dengan adanya anak-anak
tersebut, umumnya masyarakat Batak Toba akan tertarik dengan grup tersebut,
sehingga grup musik dengan partaganing anak tersebut akan diminati masyarakat
ketika akan melakukan upacara adat. Martahan hanya berharap kepada setiap
orang
yang membawakan anak tersebut dalam
upacara
adat,
supaya
membekalinya dengan pengetahuan tentang taganing sebagai alat musik yang
menjadi bagian dari budaya Batak Toba. Sehingga anak tidak hanya sebagai
pemain musik semata, namun dia juga mengerti tentang budaya musiknya sendiri
suatu saat nanti bisa menjadi pecinta dan pelestari budayanya khususnya taganing.
77
Selain itu anak harus tetap dijaga dan diarahkan supaya tidak tergoda dengan
penghasilannya melalui martaganing berupa honor atau uang, yang mungkin
dimanfaatkan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Sebisa mungkin anak
tersebut harus mendapatkan pendidikan secara umum seperti pendidikan formal
yang dilalui anak-anak lain pada umumnya.
4.3.4.2 Tanggapan Keluarga dan Masyarakat Sekitar terhadap Lamsa
Sihombing
Keluarga Lamsa Sihombing tentu saja sangat mendukung Lamsa
Sihombing menjadi partaganing. Efendi Sinaga, yaitu kakek Lamsa mengatakan
bahwa keberhasilan Lamsa martaganing adalah talenta yang dimiliki dari Tuhan.
Mereka tidak pernah berpikir untuk memaksa Lamsa melakukan peranan sebagai
partaganing dalam grup musik mereka. Namun kemampuan dan percaya diri
Lamsa Sihombinglah yang menjadikan dia menjadi partaganing. Selama hal itu
positif untuk dikembangkan keluarga akan terus mendukung. Selain itu Lamsa
akan sangat membantu penghasilan keluarga mereka dari bermain musik
walaupun sebenarnya mata pencahariam mereka adalah bertani. Tentu saja itu
tidak menjadi masalah karena peranan sebagai partaganing bukanlah perbuatan
yang tidak merusak perilaku seorang anak, namun harus tetap diawasi dan
diarahkan.
Demikian juga ibu Lamsa Sihombing dan pamannya, mereka selalu
mendukung yang terbaik buat Lamsa, seperti diketahui bahwa sejak kecil dia
sudah terpisah dari ibunya sehingga harus diasuh oleh kakeknya. Tentu mereka
78
berharap suatu saat Lamsa akan menjadi pembawa berkat bagi keluarga. Lamsa
diberi kebebasan memilih apakah dia tetap melanjutkan cita-cita sebagai
partaganing dan pemusik Batak Toba, atau akan memilih tujuan atau profesi yang
lain.
79
Download