Bimafika, 2010, 2, 148-154 KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN Drosophila melanogaster PADA PERSILANGAN STRAIN b><b DAN cl><cl Marleny Leasa * FKIP PGSD – Unversitas Pattimura ABSTRACT Sex expression in fruit fly Drosophila melanogaster occurs by balance mechanism of X chromosomes and autosomes (X/A) that resulted ratio of 1:1 which is called “numerical sex index. But, considerable evidence suggest could have a profound impact on ratio deviation were spermatozoa characteristic, viability, transformer gene (tra), gene linkage and lethal recessive, temperature and males age. This research is aimed to find out ratio deviation of the offspring (F1) of mating between fruit fly D. melanogaster strain b >< b and strain cl >< cl that used males age 7,14, and 21days. This research carried out in genetic laboratory State University of Malang, from November 2008 until February 2009. The result of the study is not showed ratio deviation in matings D. melanogaster strain b >< b, for the males age 7, 14, and 21 days and strain cl >< cl, for the males age 7,14 days. While, ratio deviation occurs in mating strain cl >< cl, for males age 21 days. Key words: fruit fly Drosophila melanogaster, males age, and sex ratio PENDAHULUAN Hingga saat ini dikenal beberapa tipe Reproduksi pada makhluk hidup berlangsung secara seksual maupun aseksual (Campbell seksual dkk, pun Proses reproduksi terjadi pada Drosophila Hewan ini termasuk dalam melanogaster. kelas 2002). insekta dengan beberapa kelebihan, sehingga banyak dijadikan objek untuk kajiankajian genetik. (Borror et al, 1992). Dalam siklus hidupnya, D. melanogaster mengalami metamorfosis sempurna, yaitu dari telur - larva instar I - larva instar II - larva instar III - pupa – imago (Zarsen, 2008). Menurut Corebima (1997) kemampuan kawin dari D. melanogaster dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Dalam hal ini, gen merupakan faktor genetik yang berperan utama dalam penentuan jenis kelamin atau ekspresi kelamin. Secara umum, gen yang bertanggung jawab dalam penentuan jenis kelamin pada makhluk hidup tidak hanya satu melainkan beberapa pasang gen. Gen-gen ini terletak pada gonosom maupun autosom. penentuan jenis kelamin antara lain XY, ZO, XO, dan ZW (Suryo, 1992). Gardner et al (1991) menyatakan bahwa tipe penentuan jenis kelamin D. melanogaster adalah tipe XY. Di mana setiap individu jantan akan menghasilkan gamet X dan Y, sehingga disebut heterogamik dan individu betina akan menghasilkan satu macam gamet X, sehingga dikenal dengan sebutan homogamik. Sehubungan dengan konsekuensi dari hukum segregasi Mendel dan adanya fertilisasi acak pada pasangan determinasi kelamin XY, dengan maka metode ini diperkirakan akan menghasilkan nisbah kelamin dengan perbandingan 1:1 (Pai, 1992; Farida, 1996; Nurjanah, 1998). Hasil perimbangan ini disebut sebagai “numerical sex index” atau indeks kelamin numerik. Bridges (1921) dalam Anand (2004) menyatakan bahwa determinasi kelamin D. melanogaster ditentukan oleh rasio banyaknya kromosom X dan autosom. Senada dengan itu, Corebima (1997) mekanisme melanogaster Korespondensi : email: kromosom mengemukakan ekspresi terjadi kelamin melalui bahwa pada D. mekanisme M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154 perimbangan antara X dan A (X/A). Dengan individu jantan dan ada kecenderungan gamet Y demikian kromosom X mempunyai peranan akan banyak diturunkan dari individu jantan yang mutlak dalam penentuan kelamin, sedangkan berumur lebih muda, sedangkan gamet X akan peran kromosom Y sama sekali tidak nampak. banyak diturunkan dari individu jantan yang Anand (2004) lebih lanjut juga menganalisis berumur lebih tua. Maknanya bahwa pada berbagai pengaruh mengenai macam-macam individu jantan yang berumur lebih muda, perbandingan X/A pada perkembangan seksual turunan yang dihasilkan akan lebih dan seperti berjenis kelamin jantan, sedangkan pada indvidu genotipe 2X:2A (ratio=1) dan 3X:3A (ratio=1) jantan yang berumur lebih tua, keturunan yang berkembang menjadi betina, 1X:2A (ratio=0,5) dihasilkan akan lebih banyak berjenis kelamin adalah jantan dan 2X:3A (ratio=0,67) adalah betina. menemukan genotip-genotip, Masing-masing jenis kelamin dan strain D. interseks yang sebagian bersifat sebagai jantan dan sebagian betina. Nurjanah banyak melanogaster (1998) yang digunakan memiliki dua karakteristik tersendiri. Perbedaan mendasar akan antara D. melanogaster jantan dan betina antara mengekspresikan kelamin betina, sedangkan lain: 1) betina mempunyai ukuran tubuh lebih perimbangan dari satu kromosom X dengan dua besar dari jantan, 2) sayap betina lebih panjang autosom akan mengekspresikan kelamin jantan. dari sayap jantan, 3) pada individu betina tidak Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat sisir kelamin (sex comb), sedangkan kromosom X menentukan jenis kelamin betina, pada jantan ada, 4) betina memiliki ujung sedangkan autosom menentukan munculnya abdomen jenis kelamin jantan. memiliki ujung abdomen yang tumpul dan menjelaskan bahwa kromosom X perimbangan dengan dari autosom yang runcing, sedangkan jantan Pada D. melanogaster sering terjadi berwarna hitam. Perbedaan antara strain b dan penyimpangan nisbah (tidak 1 : 1). Hal ini dapat cl yakni strain b memiliki warna mata merah, disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya tubuh hitam, dan sayapnya panjang/menutupi adalah karakteristik spermatozoa, viabilitas, gen tubuh, sedangkan strain cl mata berwarna transformer (tra), pautan dan resesif letal, suhu, coklat, tubuh segregation distorsion, dan umur jantan. Adanya panjang/menutupi tubuh. Penelitian ini bertujuan alela resesif autosom yang disebut transformer untuk mengetahui nisbah kelamin keturunan (tra) dari persilangan antar betina carier resesif pertama (F1) pada persilangan D. melanogaster tra (tra tra XX) dengan jantan homozigot resesif strain tra (tra tra XY), pada keturunan akan diperoleh menggunakan jantan berumur 7, 14, dan 21 hari. b><b berwarna coklat, dan strain dan cl><cl sayap dengan nisbah jantan dengan betina yang tidak normal yaitu 3 : 1 (Nurjanah, 1998). METODE PENELITIAN Berkenaan dengan individu jantan, Fowler (1973) dalam Muliati (2000) mengemukakan bahwa pada individu jantan yang sama sekali Bahan yang digunakan dalam penelitian ini belum pernah kawin, jumlah sperma akan antara lain populasi D. melanogaster strain b bertambah banyak seiring bertambahnya umur dan cl, pisang rajamala, tape singkong, gula 149 M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154 merah, yeast, kertas label, pupasi. air, dan kertas dalam botol selai yang sudah disiapkan dan Selanjutnya, alat yang digunakan diamati perkembangan stock induk tersebut adalah mikroskop stereo, botol selai, busa, sampai selang, spidol selanjutnya pupa diisolasi ke dalam selang transparansi, plastik, karet gelang, pisau/cutter, ampul, hingga nantinya terbentuk imago yang panci, pengaduk, kompor gas, sendok, dan siap dikawinkan. Setelah pupa menetas, D. blender. melanogaster yang betina dipelihara hingga kain kasa, kuas, gunting, muncul pupa. Jika muncul pupa, Prosedur kerja dalam penelitian ini dimulai berumur 1-3 hari (pada kedua strain), dan yang dengan pembuatan medium, persiapan stock jantan juga dipelihara sampai berumur 7 hari, 14 induk D. melanogaster strain b dan cl, dan hari, dan 21 hari. Imago betina dapat tetap proses penyilangan sesama strain b dan cl. dipelihara dalam ampulan, sedangkan imago Medium jantan dipelihara di dalam botol medium. yang diperlukan disiapkan sebaik Langkah terakhir adalah menyilangkan D. mungkin, sehingga tidak terkontaminasi dan rusak. Pembuatan medium melanogaster strain b dan b, cl dan cl dengan menggunakan 7:2:1. umur jantan yang bervariasi yaitu 7, 14, dan 21 Bahan yang telah diblender kemudian dimasak hari masing-masing sebanyak 5 kali ulangan. 45-60 menit. Parameter yang diamati adalah fenotip F1 yang bahan-bahan dengan perbandingan muncul dan perhitungan jumlah jantan dan Dalam tahapan persiapan stock induk perlu disediakan 2 botol selai yang sudah berisi betina yang berhasil hidup selama 7 hari medium dan telah diberi ±7 butir yeast serta berturut-turut. Data yang diperoleh kemudian kertas pupasi, dan tutup spon, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis Chi- diberi label pada masing-masing botol berupa Square. tanggal pengambilan stock dan macam strain. Diikuti dengan mengambil beberapa D. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Jumlah Individu Jantan dan Betina Persilangan Fenotip Sex b><b b♂= 7 hr b><b b♂= 14 hr b><b b♂= 21 hr cl><cl cl♂= 7 hr cl><cl cl♂= 14 hr cl><cl cl♂= 21 hr b b b b b b cl cl cl cl cl cl ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ Ulangan 1 2 3 4 5 42 31 22 27 26 26 42 30 60 34 77 53 60 54 16 19 27 31 30 19 42 37 20 37 21 18 32 27 23 26 22 12 69 49 36 42 19 21 28 31 34 49 30 27 74 32 31 30 28 28 35 32 32 39 23 21 17 22 0 0 melanogaster jantan dan betina untuk masingmasing strain Laboratorium (b dan dengan cl) dari stock menggunakan 170 152 133 136 142 171 147 109 262 174 164 162 total 322 269 313 256 436 326 Hasil di Data jumlah individu jantan dan betina D. selang melanogaster strain b dan cl disajikan pada Tabel 1. Sedangkan hasil perhitungan dengan plastik. Kemudian stock tersebut dimasukkan ke 150 M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154 menggunakan analisis Chi-Square (χ2) dapat dilihat pada Tabel 2 sampi dengan tabel 7. 1. Persilangan D. melanogaster Strain b >< b a. Tabel 2. Analisis Chi-Square untuk b♂ umur 7 hari Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh) B ♂ ♀ 170 152 322 161 161 322 9 -9 0 81 81 - Total 2 (fo - fh) 2 fh 0,50311 0,50311 2 χ tabel 5% 3,841 1,00622 Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1,11842 : 1 2 2 χ hitung < χ tabel (1,00622) (3,841) 2 2 Maka χ hitung < χ tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan b >< b, untuk b♂ umur 7 hari. b. Tabel 3. Analisis Chi-Square untuk b♂ umur 14 hari Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh) B ♂ ♀ 133 136 269 134,5 134,5 269 -1,5 1,5 0 2,25 2,25 - Total 2 (fo - fh) 2 fh 0,01673 0,01673 2 χ tabel 5% 3,841 0,03346 Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1 : 1,02256 2 2 χ hitung < χ tabel (0,03346) (3,841) 2 2 χ hitung < χ tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan b >< b, untuk b♂ umur 14 hari. c. Tabel 4. Analisis Chi-Square untuk b♂ umur 21 hari Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh) 2 (fo - fh) 2 2 χ tabel 5% fh 142 156,5 -14,5 210,25 1,34345 b 3,841 171 156,5 14,5 210,25 1,34345 Total 313 229 2,6869 Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1 : 1,20423 2 2 χ hitung < χ tabel (2,6869) (3,841) 2 2 χ hitung < χ tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan b >< b, untuk b♂ umur 21 hari. ♂ ♀ 2. Persilangan D. melanogaster Strain cl >< cl a. Tabel 5. Analisis Chi-Square untuk cl♂ umur 7 hari Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh) 2 (fo - fh) 2 fh 147 128 19 361 2,82031 cl 109 128 -19 361 2,82031 Total 256 256 0 5,64062 Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1,34862 : 1 2 2 χ hitung > χ tabel (5,64062) (3,841) ♂ ♀ 151 2 χ tabel 5% 3,841 M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154 2 2 χ hitung > χ tabel, artinya terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan cl >< cl, untuk cl♂ umur 7 hari. b. Tabel 6. Analisis Chi-Square untuk cl♂ umur 14 hari Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh) 2 (fo - fh) 2 2 χ tabel 5% fh 262 218 44 1936 8,88073 cl 3,841 174 218 -44 1936 8,88073 Total 436 436 0 17,76146 Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1,50575 : 1 2 2 χ hitung > χ tabel (17,76146) (3,841) 2 2 χ hitung > χ tabel, artinya terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan cl >< cl, untuk cl ♂ umur 14 hari. ♂ ♀ c. Tabel 7. Analisis Chi-Square untuk cl♂ umur 21 hari Fenotip Sex fo fh (fo-fh) (fo-fh) 2 (fo - fh) 2 2 χ tabel 5% fh 164 163 1 1 0,006135 cl 3,841 162 163 -1 1 0,006135 Total 326 326 0 0,01227 Perbandingan jantan : betina = 1,012346 : 1 2 2 χ hitung < χ tabel (0,01227) (3,841) 2 2 χ hitung < χ tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1 pada persilangan cl >< cl, untuk cl ♂ umur 21 hari. demikian, dari persilangan antara betina karier resesif tra (tra tra XX) dengan jantan homozigot Pembahasan resesif tra (tra tra XY), pada keturunan akan diperoleh nisbah jantan : betina yang tidak Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chinormal yaitu 3 : 1. Untuk penelitian yang Square, diperoleh bahwa pada persilangan b >< dilakukan ini tidak ditemukan rasio seperti b dengan menggunakan b ♂ berumur 7, 14, dan demikian, namun yang temuannya adalah 21 hari menghasilkan keturunan pertama (F1) jumlah individu jantan lebih banyak daripada yang nisbah kelaminnya tidak menyimpang dari betinanya pada keturunan pertama (F1). Lebih nisbah kelamin normal yaitu 1:1, hal ini dapat 2 jelasnya nisbah kelamin (jantan:betina) adalah dilihat dengan adanya hasil χ hitung yang lebih 2 berada pada kisaran 1,01-1,5:1. kecil dibandingkan χ tabel. Sementara pada F1 Penyimpangan nisbah kelamin dengan hasil persilangan cl >< cl juga terjadi tidak perbandingan jantan lebih besar dari betina penyimpangan nisbah, khususnya pada cl ♂ dapat pula disebabkan adanya gen letal. yang berumur 21 hari, sedangkan Pendapat ini dipertegas oleh pernyataan penyimpangan nisbah kelamin terjadi pada F1 Strickberger (1985) dalam Nurjanah (1998) hasil persilangan dengan menggunakan cl ♂ bahwa hadirnya gen letal pada kromosom X juga berumur 7 dan 14 hari. Rothwell (1983) dalam akan mempengaruhi jenis kelamin. Hal ini Nurjanah (1998) mengungkapkan bahwa mengakibatkan jantan yang menerima gen letal penyimpangan nisbah kelamin dapat disebabkan akan mati sebelum dewasa, akan tetapi betina oleh yaitu gen resesif autosom yang disebut heterozigot selalu hidup karena kromosom X transformer (tra). Menurut Stansfield (1983) gen yang satunya membawa alel normal. Dari resesif tra ini terletak pada kromosom nomor 3 persilangan betina (heterozigot) yang membawa pada D. melanogaster. Jika gen resesif ini gen letal dengan jantan normal diperoleh berada dalam keadaan homozigot, maka akan keturunan jantan : betina sama dengan 1 : 2. membentuk individu jantan tanpa Namun jika dilihat dari hasil yang diperoleh memperhatikan nomor kromosom X, karena tra melalui dari perhitungan analisis data, maka tra bersifat epistasis dan gen kelamin dalam penyimpangan yang terjadi pada keturunan F1 kromosom X bersifat hipostasis. Dengan ♂ ♀ 152 M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154 dari persilangan cl >< cl, khususnya dengan menggunakan cl ♂ yang berumur 7 dan 14 hari. Dari hasil ini, diduga bahwa penyimpangan tersebut lebih cenderung pada penyimpangan yang disebabkan oleh adanya kehadiran gen letal yang pengaruhnya nampak pada viabilitas betina yang juga turut mempengaruhi nisbah kelamin. Hal ini diperkuat lagi oleh informasi yang dikemukakan oleh Strickberger (1985) dalam Nurjanah (1998) bahwa gambaran pautan gen letal pada D. melanogaster yang mempengaruhi viabilitas betina dapat dilihat pada gen resesif bobbed (bb, bristel pendek dan abdomen normal) yang dibawa oleh kromosom X. Selanjutnya dikatakan pula bahwa jika individu betina heterozigot yang membawa gen letal disilangkan dengan individu jantan yang membawa gen letal bb, maka akan diperoleh nisbah jantan : betina sama dengan 2:1. Pernyataan tersebut dapat diperkuat oleh adanya data hasil perbandingan jumlah individu jantan yang lebih banyak dibandingkan dengan individu betina, atau lebih tepatnya perbandingan antara jantan : betina yaitu 1,31,5 : 1. Informasi demikian menunjukkan bahwa perbandingan jantan dengan betina sudah diatas perbandingan rata-rata atau jauh melebihi dari yang semestinya. Olehnya, diduga kuat bahwa penyimpangan nisbah kelamin yang ditemukan pada penelitian ini, khususnya pada F1 hasil persilangan strain cl >< cl disebabkan oleh pautan gen letal. Faktor lain yang dapat menyebabkan penyimpangan tersebut diantaranya adalah karakteristik fisik spermatozoa yang mengandung kromosom X dan Y berbeda. Nurjanah (1998) mengemukakan bahwa spermatozoa Y dapat bergerak lebih cepat, sehingga kemungkinan membuahi sel telur lebih besar. Maka kemungkinan jumlah individu jantan akan lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah individu betinanya. Pada persilangan strain b >< b, dengan menggunakan b ♂ berumur 7, 14, dan 21 hari dan persilangan strain clx >< cl, khusus dengan menggunakan cl ♂ umur 21 hari menghasilkan F1 yang nisbahnya tidak menyimpang dari nisbah kelamin normal 1 : 1. Temuan ini sesuai dengan pernyataan Stansfield (1983), Farida (1996) dan Nurjanah (1998) bahwa persilangan D. melanogaster dengan strain yang sama menghasilkan keturunan dengan nisbah kelamin normal 1 : 1. 14, dan 21 pada keturunan pertama (F1) tidak mengalami penyimpangan dari nisbah normal 1 : 1. Nisbah kelamin pada persilangan D. melanogaster strain cl >< cl, untuk umur cl ♂ 7 dan 14 hari pada keturunan pertama (F1) mengalami penyimpangan dari nisbah kelamin normal 1:1, sedangkan untuk umur cl ♂ 21 hari pada keturunan pertama (F1) tidak mengalami penyimpangan dari nisbah kelamin normal 1:1. UCAPAN TERIMA KASIH Rasa hormat dan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. A. D. Corebima, M.Pd sebagai pengajar mata kuliah genetika sekaligus sebagai pembimbing tesis dan Yayuk Muliati, S.Si, M.Si sebagai asisten genetika atas bantuan, bimbingan, dan saran yang sangat berarti selama pelaksanaan proyek penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1]. Anand Anuranjan. 2004. Sex Determining Signal in Drosophila melanogaster. Journal of Genetics, (Online), Vol. 83, No. 2, (http://www.ias.ac.in/jgenet/ Vol83No2/ jgaug2004-647.pdf, diakses 11 Maret 2009). [2]. Borror, D. J., Charles, A. T., & Norman, F, J. 1982. Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan oleh Soetiyono Partosoejono. 1992. Yogyakarta: UGM-Press. [3]. Campbell, N. A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 1999. Biologi Jilid 1. Terjemahan oleh Lestari Rahayu. 2002. Jakarta: Erlangga. [4]. Corebima, A. D. 1997. Genetika Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press. [5]. Farida. 1996. Pengaruh Suhu Terhadap Nisbah Kelamin Drosophila melanogaster. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas MIPA-Universitas Negeri Malang. [6]. Gardner, E. J., Simmons, M. J., Snustad, D. P. 1991. Principles of Genetic Eight Edition. New York: Jhon Wiley & Sons, Inc. [7]. Muliati, L. 2000. Pengaruh Strain dan Umur Jantan Terhadap Jumlah Turunan Jantan dan Betina Drosophila melanogaster. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas MIPA-Universitas Negeri Malang. [8]. Nurjanah. 1998. Pengaruh Umur Drosophila melanogaster Jantan dan Strain Terhadap Nisbah Kelamin. Skripsi tidak diterbitkan. KESIMPULAN Nisbah kelamin pada persilangan D. melanogaster strain b >< b, untuk umur b ♂ 7, 153 M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154 Malang: Fakultas MIPA-Universitas Negeri Malang. [11]. Suryo. 1992. Genetika Yogyakarta: UGM Press. [9]. Pai, A. C. 1985. Dasar-dasar Genetika Edisi kedua. Terjemahan oleh Muchidin Apandi. 1992. Yogyakarta: UGM-Press. Manusia. [12]. Zarsen. 2008. Siklus Hidup Drosophila melanogaster. (Online), (http://zarzen.wordpress. com/2008/09 /27/siklus–hidup-drosophila, diakses 11 Maret 2009). [10]. Stansfield, W. D. 1983. Genetics. United State of America: Brown Publishers. 154