KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN

advertisement
Bimafika, 2010, 2, 148-154
KAJIAN TENTANG UMUR JANTAN TERHADAP NISBAH KELAMIN
Drosophila melanogaster PADA PERSILANGAN STRAIN b><b DAN cl><cl
Marleny Leasa *
FKIP PGSD – Unversitas Pattimura
ABSTRACT
Sex expression in fruit fly Drosophila melanogaster occurs by balance mechanism of X chromosomes and
autosomes (X/A) that resulted ratio of 1:1 which is called “numerical sex index. But, considerable evidence
suggest could have a profound impact on ratio deviation were spermatozoa characteristic, viability, transformer
gene (tra), gene linkage and lethal recessive, temperature and males age. This research is aimed to find out ratio
deviation of the offspring (F1) of mating between fruit fly D. melanogaster strain b >< b and strain cl >< cl that
used males age 7,14, and 21days. This research carried out in genetic laboratory State University of Malang,
from November 2008 until February 2009. The result of the study is not showed ratio deviation in matings D.
melanogaster strain b >< b, for the males age 7, 14, and 21 days and strain cl >< cl, for the males age 7,14 days.
While, ratio deviation occurs in mating strain cl >< cl, for males age 21 days.
Key words: fruit fly Drosophila melanogaster, males age, and sex ratio
PENDAHULUAN
Hingga saat ini dikenal beberapa tipe
Reproduksi
pada
makhluk
hidup
berlangsung secara seksual maupun aseksual
(Campbell
seksual
dkk,
pun
Proses
reproduksi
terjadi
pada
Drosophila
Hewan ini termasuk dalam
melanogaster.
kelas
2002).
insekta
dengan
beberapa
kelebihan,
sehingga banyak dijadikan objek untuk kajiankajian genetik. (Borror et al, 1992). Dalam siklus
hidupnya,
D.
melanogaster
mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu dari telur - larva
instar I - larva instar II - larva instar III - pupa –
imago (Zarsen, 2008). Menurut Corebima (1997)
kemampuan
kawin
dari
D.
melanogaster
dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Dalam hal ini, gen merupakan faktor
genetik yang berperan utama dalam penentuan
jenis kelamin atau ekspresi kelamin. Secara
umum, gen yang bertanggung jawab dalam
penentuan jenis kelamin pada makhluk hidup
tidak hanya satu melainkan beberapa pasang
gen. Gen-gen ini terletak pada gonosom maupun
autosom.
penentuan jenis kelamin antara lain XY, ZO, XO,
dan ZW (Suryo, 1992). Gardner et al (1991)
menyatakan bahwa tipe penentuan jenis kelamin
D. melanogaster adalah tipe XY. Di mana setiap
individu jantan akan menghasilkan gamet X dan
Y, sehingga disebut heterogamik dan individu
betina akan menghasilkan satu macam gamet X,
sehingga dikenal dengan sebutan homogamik.
Sehubungan dengan konsekuensi dari hukum
segregasi Mendel dan adanya fertilisasi acak
pada
pasangan
determinasi
kelamin
XY,
dengan
maka
metode
ini
diperkirakan akan menghasilkan nisbah kelamin
dengan perbandingan 1:1 (Pai, 1992; Farida,
1996; Nurjanah, 1998). Hasil perimbangan ini
disebut sebagai “numerical
sex index” atau
indeks kelamin numerik.
Bridges
(1921)
dalam
Anand
(2004)
menyatakan bahwa determinasi kelamin
D.
melanogaster ditentukan oleh rasio banyaknya
kromosom X dan autosom. Senada dengan itu,
Corebima
(1997)
mekanisme
melanogaster
Korespondensi : email:
kromosom
mengemukakan
ekspresi
terjadi
kelamin
melalui
bahwa
pada
D.
mekanisme
M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154
perimbangan antara X dan A (X/A). Dengan
individu jantan dan ada kecenderungan gamet Y
demikian kromosom X mempunyai peranan
akan banyak diturunkan dari individu jantan yang
mutlak dalam penentuan kelamin, sedangkan
berumur lebih muda, sedangkan gamet X akan
peran kromosom Y sama sekali tidak nampak.
banyak diturunkan dari individu jantan yang
Anand
(2004) lebih lanjut juga menganalisis
berumur lebih tua. Maknanya bahwa pada
berbagai pengaruh mengenai macam-macam
individu jantan yang berumur lebih muda,
perbandingan X/A pada perkembangan seksual
turunan yang dihasilkan akan lebih
dan
seperti
berjenis kelamin jantan, sedangkan pada indvidu
genotipe 2X:2A (ratio=1) dan 3X:3A (ratio=1)
jantan yang berumur lebih tua, keturunan yang
berkembang menjadi betina, 1X:2A (ratio=0,5)
dihasilkan akan lebih banyak berjenis kelamin
adalah jantan dan 2X:3A (ratio=0,67) adalah
betina.
menemukan
genotip-genotip,
Masing-masing jenis kelamin dan strain D.
interseks yang sebagian bersifat sebagai jantan
dan
sebagian
betina.
Nurjanah
banyak
melanogaster
(1998)
yang
digunakan
memiliki
dua
karakteristik tersendiri. Perbedaan mendasar
akan
antara D. melanogaster jantan dan betina antara
mengekspresikan kelamin betina, sedangkan
lain: 1) betina mempunyai ukuran tubuh lebih
perimbangan dari satu kromosom X dengan dua
besar dari jantan, 2) sayap betina lebih panjang
autosom akan mengekspresikan kelamin jantan.
dari sayap jantan, 3) pada individu betina tidak
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
terdapat sisir kelamin (sex comb), sedangkan
kromosom X menentukan jenis kelamin betina,
pada jantan ada, 4) betina memiliki ujung
sedangkan autosom menentukan munculnya
abdomen
jenis kelamin jantan.
memiliki ujung abdomen yang tumpul dan
menjelaskan
bahwa
kromosom
X
perimbangan
dengan
dari
autosom
yang
runcing,
sedangkan
jantan
Pada D. melanogaster sering terjadi
berwarna hitam. Perbedaan antara strain b dan
penyimpangan nisbah (tidak 1 : 1). Hal ini dapat
cl yakni strain b memiliki warna mata merah,
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
tubuh hitam, dan sayapnya panjang/menutupi
adalah karakteristik spermatozoa, viabilitas, gen
tubuh, sedangkan strain cl mata berwarna
transformer (tra), pautan dan resesif letal, suhu,
coklat, tubuh
segregation distorsion, dan umur jantan. Adanya
panjang/menutupi tubuh. Penelitian ini bertujuan
alela resesif autosom yang disebut transformer
untuk mengetahui nisbah kelamin keturunan
(tra) dari persilangan antar betina carier resesif
pertama (F1) pada persilangan D. melanogaster
tra (tra tra XX) dengan jantan homozigot resesif
strain
tra (tra tra XY), pada keturunan akan diperoleh
menggunakan jantan berumur 7, 14, dan 21 hari.
b><b
berwarna coklat,
dan
strain
dan
cl><cl
sayap
dengan
nisbah jantan dengan betina yang tidak normal
yaitu 3 : 1 (Nurjanah, 1998).
METODE PENELITIAN
Berkenaan dengan individu jantan, Fowler
(1973) dalam Muliati (2000) mengemukakan
bahwa pada individu jantan yang sama sekali
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
belum pernah kawin, jumlah sperma akan
antara lain populasi D. melanogaster strain b
bertambah banyak seiring bertambahnya umur
dan cl, pisang rajamala, tape singkong, gula
149
M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154
merah, yeast, kertas label,
pupasi.
air, dan kertas
dalam botol selai yang sudah disiapkan dan
Selanjutnya, alat yang digunakan
diamati perkembangan stock induk tersebut
adalah mikroskop stereo, botol selai, busa,
sampai
selang,
spidol
selanjutnya pupa diisolasi ke dalam selang
transparansi, plastik, karet gelang, pisau/cutter,
ampul, hingga nantinya terbentuk imago yang
panci, pengaduk, kompor gas, sendok, dan
siap dikawinkan. Setelah pupa menetas, D.
blender.
melanogaster yang betina dipelihara hingga
kain
kasa,
kuas,
gunting,
muncul
pupa.
Jika
muncul
pupa,
Prosedur kerja dalam penelitian ini dimulai
berumur 1-3 hari (pada kedua strain), dan yang
dengan pembuatan medium, persiapan stock
jantan juga dipelihara sampai berumur 7 hari, 14
induk D. melanogaster strain b dan cl, dan
hari, dan 21 hari. Imago betina dapat tetap
proses penyilangan sesama strain b dan cl.
dipelihara dalam ampulan, sedangkan imago
Medium
jantan dipelihara di dalam botol medium.
yang
diperlukan
disiapkan
sebaik
Langkah terakhir adalah menyilangkan D.
mungkin, sehingga tidak terkontaminasi dan
rusak.
Pembuatan
medium
melanogaster strain b dan b, cl dan cl dengan
menggunakan
7:2:1.
umur jantan yang bervariasi yaitu 7, 14, dan 21
Bahan yang telah diblender kemudian dimasak
hari masing-masing sebanyak 5 kali ulangan.
45-60 menit.
Parameter yang diamati adalah fenotip F1 yang
bahan-bahan
dengan
perbandingan
muncul dan perhitungan jumlah jantan dan
Dalam tahapan persiapan stock induk perlu
disediakan 2 botol selai yang sudah berisi
betina yang berhasil
hidup selama 7 hari
medium dan telah diberi ±7 butir yeast serta
berturut-turut. Data yang diperoleh kemudian
kertas pupasi, dan tutup spon, yang kemudian
dianalisis dengan menggunakan analisis Chi-
diberi label pada masing-masing botol berupa
Square.
tanggal pengambilan stock dan macam strain.
Diikuti
dengan
mengambil
beberapa
D.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Jumlah Individu Jantan dan Betina
Persilangan
Fenotip
Sex
b><b
b♂= 7 hr
b><b
b♂= 14 hr
b><b
b♂= 21 hr
cl><cl
cl♂= 7 hr
cl><cl
cl♂= 14 hr
cl><cl
cl♂= 21 hr
b
b
b
b
b
b
cl
cl
cl
cl
cl
cl
♂
♀
♂
♀
♂
♀
♂
♀
♂
♀
♂
♀
Ulangan
1
2
3
4
5
42
31
22
27
26
26
42
30
60
34
77
53
60
54
16
19
27
31
30
19
42
37
20
37
21
18
32
27
23
26
22
12
69
49
36
42
19
21
28
31
34
49
30
27
74
32
31
30
28
28
35
32
32
39
23
21
17
22
0
0
melanogaster jantan dan betina untuk masingmasing
strain
Laboratorium
(b
dan
dengan
cl)
dari
stock
menggunakan
 
170
152
133
136
142
171
147
109
262
174
164
162
total
322
269
313
256
436
326
Hasil
di
Data jumlah individu jantan dan betina D.
selang
melanogaster strain b dan cl disajikan pada
Tabel 1. Sedangkan hasil perhitungan dengan
plastik. Kemudian stock tersebut dimasukkan ke
150
M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154
menggunakan analisis Chi-Square (χ2) dapat
dilihat pada Tabel 2 sampi dengan tabel 7.
1. Persilangan D. melanogaster Strain b >< b
a. Tabel 2. Analisis Chi-Square untuk b♂ umur 7 hari
Fenotip
Sex
fo
fh
(fo-fh)
(fo-fh)
B
♂
♀
170
152
322
161
161
322
9
-9
0
81
81
-
Total
2
(fo - fh)
2
fh
0,50311
0,50311
2
χ tabel
5%
3,841
1,00622
Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1,11842 : 1
2
2
χ hitung < χ tabel
(1,00622)
(3,841)
2
2
Maka χ hitung < χ tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin
normal 1 : 1 pada persilangan b >< b, untuk b♂ umur 7 hari.
b. Tabel 3. Analisis Chi-Square untuk b♂ umur 14 hari
Fenotip
Sex
fo
fh
(fo-fh)
(fo-fh)
B
♂
♀
133
136
269
134,5
134,5
269
-1,5
1,5
0
2,25
2,25
-
Total
2
(fo - fh)
2
fh
0,01673
0,01673
2
χ tabel
5%
3,841
0,03346
Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1 : 1,02256
2
2
χ hitung < χ tabel
(0,03346)
(3,841)
2
2
χ hitung < χ tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin
normal 1 : 1 pada persilangan b >< b, untuk b♂ umur 14 hari.
c. Tabel 4. Analisis Chi-Square untuk b♂ umur 21 hari
Fenotip
Sex
fo
fh
(fo-fh)
(fo-fh)
2
(fo - fh)
2
2
χ tabel
5%
fh
142
156,5
-14,5
210,25
1,34345
b
3,841
171
156,5
14,5
210,25
1,34345
Total
313
229
2,6869
Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1 : 1,20423
2
2
χ hitung < χ tabel
(2,6869)
(3,841)
2
2
χ hitung < χ tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin
normal 1 : 1 pada persilangan b >< b, untuk b♂ umur 21 hari.
♂
♀
2. Persilangan D. melanogaster Strain cl >< cl
a. Tabel 5. Analisis Chi-Square untuk cl♂ umur 7 hari
Fenotip
Sex
fo
fh
(fo-fh)
(fo-fh)
2
(fo - fh)
2
fh
147
128
19
361
2,82031
cl
109
128
-19
361
2,82031
Total
256
256
0
5,64062
Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1,34862 : 1
2
2
χ hitung > χ tabel
(5,64062)
(3,841)
♂
♀
151
2
χ tabel
5%
3,841
M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154
2
2
χ hitung > χ tabel, artinya terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1
pada persilangan cl >< cl, untuk cl♂ umur 7 hari.
b. Tabel 6. Analisis Chi-Square untuk cl♂ umur 14 hari
Fenotip
Sex
fo
fh
(fo-fh)
(fo-fh)
2
(fo - fh)
2
2
χ tabel
5%
fh
262
218
44
1936
8,88073
cl
3,841
174
218
-44
1936
8,88073
Total
436
436
0
17,76146
Dari hasil analisis diketahui bahwa perbandingan jantan : betina = 1,50575 : 1
2
2
χ hitung > χ tabel
(17,76146)
(3,841)
2
2
χ hitung > χ tabel, artinya terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin normal 1 : 1
pada persilangan cl >< cl, untuk cl ♂ umur 14 hari.
♂
♀
c. Tabel 7. Analisis Chi-Square untuk cl♂ umur 21 hari
Fenotip
Sex
fo
fh
(fo-fh)
(fo-fh)
2
(fo - fh)
2
2
χ tabel
5%
fh
164
163
1
1
0,006135
cl
3,841
162
163
-1
1
0,006135
Total
326
326
0
0,01227
Perbandingan jantan : betina = 1,012346 : 1
2
2
χ hitung < χ tabel
(0,01227)
(3,841)
2
2
χ hitung < χ tabel, artinya tidak terjadi penyimpangan nisbah kelamin dari nisbah kelamin
normal 1 : 1 pada persilangan cl >< cl, untuk cl ♂ umur 21 hari.
demikian, dari persilangan antara betina karier
resesif tra (tra tra XX) dengan jantan homozigot
Pembahasan
resesif tra (tra tra XY), pada keturunan akan
diperoleh nisbah jantan : betina yang tidak
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chinormal yaitu 3 : 1. Untuk penelitian yang
Square, diperoleh bahwa pada persilangan b ><
dilakukan ini tidak ditemukan rasio seperti
b dengan menggunakan b ♂ berumur 7, 14, dan
demikian, namun yang
temuannya adalah
21 hari menghasilkan keturunan pertama (F1)
jumlah individu jantan lebih banyak daripada
yang nisbah kelaminnya tidak menyimpang dari
betinanya pada keturunan pertama (F1). Lebih
nisbah kelamin normal yaitu 1:1, hal ini dapat
2
jelasnya nisbah kelamin (jantan:betina) adalah
dilihat dengan adanya hasil χ hitung yang lebih
2
berada pada kisaran 1,01-1,5:1.
kecil dibandingkan χ tabel. Sementara pada F1
Penyimpangan nisbah kelamin dengan
hasil persilangan cl >< cl juga terjadi tidak
perbandingan jantan lebih besar dari betina
penyimpangan nisbah, khususnya pada cl ♂
dapat pula disebabkan adanya gen letal.
yang
berumur
21
hari,
sedangkan
Pendapat ini dipertegas oleh pernyataan
penyimpangan nisbah kelamin terjadi pada F1
Strickberger (1985) dalam Nurjanah (1998)
hasil persilangan dengan menggunakan cl ♂
bahwa hadirnya gen letal pada kromosom X juga
berumur 7 dan 14 hari. Rothwell (1983) dalam
akan mempengaruhi jenis kelamin. Hal ini
Nurjanah (1998)
mengungkapkan bahwa
mengakibatkan jantan yang menerima gen letal
penyimpangan nisbah kelamin dapat disebabkan
akan mati sebelum dewasa, akan tetapi betina
oleh yaitu gen resesif autosom yang disebut
heterozigot selalu hidup karena kromosom X
transformer (tra). Menurut Stansfield (1983) gen
yang satunya membawa alel normal. Dari
resesif tra ini terletak pada kromosom nomor 3
persilangan betina (heterozigot) yang membawa
pada D. melanogaster. Jika gen resesif ini
gen letal dengan jantan normal diperoleh
berada dalam keadaan homozigot, maka akan
keturunan jantan : betina sama dengan 1 : 2.
membentuk
individu
jantan
tanpa
Namun jika dilihat dari hasil yang diperoleh
memperhatikan nomor kromosom X, karena tra
melalui dari perhitungan analisis data, maka
tra bersifat epistasis dan gen kelamin dalam
penyimpangan yang terjadi pada keturunan F1
kromosom X bersifat hipostasis.
Dengan
♂
♀
152
M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154
dari persilangan cl >< cl, khususnya dengan
menggunakan cl ♂ yang berumur 7 dan 14 hari.
Dari hasil ini, diduga bahwa penyimpangan
tersebut lebih cenderung pada penyimpangan
yang disebabkan oleh adanya kehadiran gen
letal yang pengaruhnya nampak pada viabilitas
betina yang juga turut mempengaruhi nisbah
kelamin. Hal ini diperkuat lagi oleh informasi
yang dikemukakan oleh Strickberger (1985)
dalam Nurjanah (1998) bahwa gambaran pautan
gen letal pada D. melanogaster yang
mempengaruhi viabilitas betina dapat dilihat
pada gen resesif bobbed (bb, bristel pendek dan
abdomen normal) yang dibawa oleh kromosom
X. Selanjutnya dikatakan pula bahwa jika
individu betina heterozigot yang membawa gen
letal disilangkan dengan individu jantan yang
membawa gen letal bb, maka akan diperoleh
nisbah jantan : betina sama dengan 2:1.
Pernyataan tersebut dapat diperkuat oleh
adanya data hasil perbandingan jumlah individu
jantan yang lebih banyak dibandingkan dengan
individu
betina,
atau
lebih
tepatnya
perbandingan antara jantan : betina yaitu 1,31,5 : 1. Informasi demikian menunjukkan bahwa
perbandingan jantan dengan betina sudah diatas
perbandingan rata-rata atau jauh melebihi dari
yang semestinya. Olehnya, diduga kuat bahwa
penyimpangan nisbah kelamin yang ditemukan
pada penelitian ini, khususnya pada F1 hasil
persilangan strain cl >< cl disebabkan oleh
pautan gen letal.
Faktor lain yang dapat menyebabkan
penyimpangan tersebut diantaranya adalah
karakteristik
fisik
spermatozoa
yang
mengandung kromosom X dan Y berbeda.
Nurjanah
(1998)
mengemukakan
bahwa
spermatozoa Y dapat bergerak lebih cepat,
sehingga kemungkinan membuahi sel telur lebih
besar. Maka kemungkinan jumlah individu jantan
akan lebih besar bila dibandingkan dengan
jumlah individu betinanya.
Pada persilangan strain b >< b, dengan
menggunakan b ♂ berumur 7, 14, dan 21 hari
dan persilangan strain clx >< cl, khusus dengan
menggunakan cl ♂ umur 21 hari menghasilkan
F1 yang nisbahnya tidak menyimpang dari
nisbah kelamin normal 1 : 1. Temuan ini sesuai
dengan pernyataan Stansfield (1983), Farida
(1996) dan Nurjanah (1998) bahwa persilangan
D. melanogaster dengan strain yang sama
menghasilkan keturunan dengan nisbah kelamin
normal 1 : 1.
14, dan 21 pada keturunan pertama (F1) tidak
mengalami penyimpangan dari nisbah normal 1 :
1. Nisbah kelamin pada persilangan D.
melanogaster strain cl >< cl, untuk umur cl ♂ 7
dan 14 hari pada keturunan pertama (F1)
mengalami penyimpangan dari nisbah kelamin
normal 1:1, sedangkan untuk umur cl ♂ 21 hari
pada keturunan pertama (F1) tidak mengalami
penyimpangan dari nisbah kelamin normal 1:1.
UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa hormat dan terima kasih disampaikan
kepada Prof. Dr. A. D. Corebima, M.Pd sebagai
pengajar mata kuliah genetika sekaligus sebagai
pembimbing tesis dan Yayuk Muliati, S.Si, M.Si
sebagai asisten genetika atas bantuan,
bimbingan, dan saran yang sangat berarti
selama pelaksanaan proyek penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Anand Anuranjan. 2004. Sex Determining
Signal in Drosophila melanogaster. Journal
of Genetics, (Online), Vol. 83, No. 2,
(http://www.ias.ac.in/jgenet/
Vol83No2/
jgaug2004-647.pdf, diakses 11 Maret 2009).
[2]. Borror, D. J., Charles, A. T., & Norman, F, J.
1982. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Terjemahan oleh Soetiyono Partosoejono.
1992. Yogyakarta: UGM-Press.
[3]. Campbell, N. A., Reece, J.B., Mitchell, L.G.
1999. Biologi Jilid 1. Terjemahan oleh
Lestari Rahayu. 2002. Jakarta: Erlangga.
[4]. Corebima, A. D. 1997. Genetika Kelamin.
Surabaya: Airlangga University Press.
[5]. Farida. 1996. Pengaruh Suhu Terhadap
Nisbah Kelamin Drosophila melanogaster.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas
MIPA-Universitas Negeri Malang.
[6]. Gardner, E. J., Simmons, M. J., Snustad, D.
P. 1991. Principles of Genetic Eight Edition.
New York: Jhon Wiley & Sons, Inc.
[7]. Muliati, L. 2000. Pengaruh Strain dan Umur
Jantan Terhadap Jumlah Turunan Jantan
dan Betina Drosophila melanogaster.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas
MIPA-Universitas Negeri Malang.
[8]. Nurjanah. 1998. Pengaruh Umur Drosophila
melanogaster Jantan dan Strain Terhadap
Nisbah Kelamin. Skripsi tidak diterbitkan.
KESIMPULAN
Nisbah kelamin pada persilangan D.
melanogaster strain b >< b, untuk umur b ♂ 7,
153
M. Leasa / Bimafika, 2009, 2, 148 -154
Malang: Fakultas MIPA-Universitas Negeri
Malang.
[11]. Suryo.
1992.
Genetika
Yogyakarta: UGM Press.
[9]. Pai, A. C. 1985. Dasar-dasar Genetika Edisi
kedua. Terjemahan oleh Muchidin Apandi.
1992. Yogyakarta: UGM-Press.
Manusia.
[12]. Zarsen.
2008.
Siklus
Hidup
Drosophila melanogaster.
(Online),
(http://zarzen.wordpress.
com/2008/09
/27/siklus–hidup-drosophila,
diakses 11
Maret 2009).
[10]. Stansfield, W. D. 1983. Genetics. United
State of America: Brown Publishers.
154
Download