HEPATITIS VIRUS AKUT Wa Ode Azzahra M, dr.Hj. Musyawarah Sp A PENDAHULUAN Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan atau nekrosis jaringan hati yang dapat disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan metabolik. Infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, maupun parasit merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut. Virus hepatitis merupakan penyebab terbanyak dari infeksi tersebut. Hepatitis virus masih merupakan masalah kesehatan utama, baik dinegara yang sedang berkembang maupun Negara maju.1,2 Infeksi virus hepatitis merupakan infeksi sistemik dimana hati merupakan organ target utama dengan kerusakan yang berupa inflamasi dan /atau nekrosis hepatosit serta infiltrasi panlobular oleh sel mononuclear. Terdapat seedikitnya 6 jenis virus hepatotropik penyebab utama infeksi akut yaitu, virus hepatitis A, B, C,D,E, dan G. Semua memberikan gejala klinis yang hampir sama. Bervariasi mulai dari asimtomatis, bentuk klasik, sampai hepatitis fulminan yang dapat menyebabkan kematian1,2. Semua infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis dapat berlanjut dalam bentuk subklinis atau penyakit hati yang progresif dengan komplikasi sirosis atau timbulnya karsinoma hepatoselular. Virus hepatitis A, C, D, E, dan G adalah virus RNA sedang virus hepatitis B adalah virus DNA. Virus hepatitis A dan virus hepatitis E tidak 1 menyebabkan penyakit kronis sedangkan virus hepatitis B, D, dan C dapat menyebabkan infeksi kronis.1 DEFINISI Hepatitis akut adalah suatu keradangan hati atau kerusakan dan nekrosis sel hepatosit. Secara klinis hal ini ditandai dengan peningkatan kadar transaminase. Menurut lamanya waktu terinfeksi hepatitis dibagi menjadi dua yaitu hepatitis akut dan kronis. Dikatakan hepatitis akut apabila berlangsung kurang dari 6 bulan3. 1. HEPATITIS A Penyakit Hepatitis A adalah penyakit yang disebabkan oleh hepatitis A Virus (HAV) yang dapat ditularkan dengan makan makanan atau minum air yang telah terkontaminasi oleh kotoran individu yang terinfeksi, bukan melalui aktivitas seksual atau melalui darah.3 Hepatitis A merupakan penyakit self-limiting dan memberikan kekebalan seumur hidup. Insidensi tertinggi banyak didapatkan dinegara berkembang seperti Asia, Afrika, Mediterania, dan Amerika Selatan dimana anak yang berusia sampai 5 tahun mengalami infeksi virus hepatitis A(HAV) dalam bentuk subklinis sehingga lebih dari 75% memiliki anti HAV (+)1. Jika seseorang sudah pernah terinfeksi hepatitis A maka tubuh akan menjadi kebal dan tak akan mengalami penyakit yang sama seumur hidup. Karena tubuh akan mengembangkan kekebalan yang sifatnya seumur hidup, jadi tidak mungkin terjadi infeksi hepatitis A berulang4. Pada anak yang terinfeksi HAV, hanya 30% yang menunjukkan gejala klinis (simtomatis), sedangkan 70% adalah subklinis (asimtomatis). Bentuk klasik yang meliputi 80% penderita simtomatis biasanya akut dan sembuh 2 dalam waktu 8 minggu, tetapi dapat terjadi bentuk yang berbeda yakni protracted, relapsing, fulminant, cholestatic, autoimmune trigger, dan manifestasi ekstrahepatik seperti gagal ginjal akut, hemolisis yang sering tejadi pada penderita defisiensi glucose6-phosphate dehydrogenase (G6PD), efusi pleural dan pericardial, gangguan neurologis, vaskulitis, dan arthritis. Manifestasi ekstrahepatik timbul karena adanya kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.1 EPIDEMIOLOGI1 Di Negara berkembang dimana HAV masih endemis seperti Arika, Amerika Selatan, Asia Tengah, dan Asia Tenggara, paparan terhadap HAV hampir mencapai 100% pada anak berusia 10 tahun. Di Indonesia prevalensi di Jakarta, Bandung, Makassar berkisar antara 35-45% pada usia 5 tahun, dan mencapai lebih dari 90% pada usia 30 tahun. Di Papua pada umur 5 tahun prevalensi anti HAV mencapai hampir 100%. FAKTOR RISIKO5 Transmisi HAV ditemukan dalam tinja seseorang dengan HAV akut pada fase presymptomatic dan awal penyakit. HAV biasanya ditularkan antara individu dengan kontak oral dengan sesuatu yang telah terkontaminasi oleh kotoran dari orang yang terinfeksi HAV-- HAV transmisi fecal-oral. Kebanyakan penularan adalah melalui kontak dengan anggota rumah tangga, perjalanan wisata ke daerah endemik, kontak dengan pasangan seks yang memiliki HAV, dari infeksi pada individu yang menyiapkan makanan, atau berhubungan langsung.5 Kelompok risiko / keadaan untuk HAV: 3 1. Anak-anak yang tinggal di daerah dengan sanitasi yang buruk dan dengan kebersihan rendah 2. Anak-anak yang tinggal di daerah dengan tingginya insiden HAV 3. Mereka yang berpartisipasi dalam seks anal 4. Pengguna narkoba suntikan (tunawisma) 5. Sanitasi yang buruk 6. Konsumen makanan berisiko tinggi 7. Keluarga anak-anak di tempat penitipan 8. Orang yang bepergian ke daerah endemis VIROLOGI1 HAV adalah virus RNA 27 nm nonenvelop, termasuk genus Hepatovirus, family Picornavirus.VHA bersifat termostabil, tahan asam, dan tahan terhadap empedu sehingga efisiensi dalam transmisi fekal oral. Host infeksi HAV sangat terbataas, hanya manusia dan beberapa primata yang dapat menjadi host alamiah. Karena tidak ada keadaan karier. Infeksi HAV terjadi melalui transmisi serial dari individu yang terinfeksi ke individu lain yang rentan. Transimisi HAV pada manusia melalui fekal-oral. Virus yang tertelan bereplikasi di intestinum dan bermigrasi melalui vena porta ke hepar dengan melekat pada reseptor viral yang ada di membrane hepatosit kemudian dieksresikan bersama empeedu dan keluar bersama feses. PATOGENESIS1 HAV masuk kehati dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju hepatosit, dan melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA-dependent polymerase. Proses replikasi ini tidak terjadi di orang lain. Pada beberapa penelititan didapatkan bahwa HAV diikat oleh immunoglobulin A (IgA) spesifik pada mukosa saluran pencernaan yang bertindak sebagai mediator antara HAV dengan hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein pada hepatosit. Selain IgA, fibronectin dan alfa-2- 4 makroglobulin juga dapat mengikat HAV. Dari hepar HAV dieliminasi melalui sinusoid, kanalikulli, masuk kedalam usus sebelum timbulnya gejala klinis maupun laboratories. Mekanisme kerusakan sel hati oleh HAV belum sepenuhnya dapat dijelaskan, namun bukti secara langsung maupun tidak langsung menyimpulkan adanya suatu mekanisme imunopatogenetik. Tubuh mengeliminasi HAV dengan melibatkan proses netralisasi oleh IgM dan IgG, hambatan replikasi oleh interferon dan apoptosis oleh sel sitotoksik (cytotoxic T lymphocyte/CTL). GEJALA KLINIS Gejala muncul secara mendadak : panas, mual muntah, tidak mau makan, dan nyeri perut. Pada bayi dan balita, gejala-gejala ini sangat ringan dan jarang dikenali, dan jarang terjadi ikterus (30%). Dibedakan menjadi 4 stadium1,4 : 1. Masa inkubasi, berlangsung selama 18-50 hari (rata-rata 28 hari) 2. Masa prodromal, terjadi selama 4 hari sampai 1 minggu atau lebih. Gejalanya adalah fatigue, malaise, nafsu makan berkurang, mual, muntah , rasa tidak nyaman didaerah perut kanan atas, demam biasanya <39◦c, merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu (flu like symptoms) 1,4,6 . Tanda yang ditemukan biasanya hepatomegali ringan dengan nyeri tekan. 3. Fase ikterik, dimulai dari urin yang berwarna kuning tua, seperti teh, diikuti oleh feses yang berwarna seperti dempul, kemudian warna sclera dan kulit perlahanlahan menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, mual dan muntah bertambah berat. 4. Fase penyembuhan, ikterik menghilang dan warna feses kembali normal dalam 4 minggu. 5 Gejala klinis terjadi tidak lebih dari 1 bulan, sebagian besar penderita sembuh total, terjadi relaps dapat terjadi dalam beberapa bulan. Tidak dikenal adanya pertanda viremia persisten maupun penyakit kronis.1 DIAGNOSIS Diagnosis hepatitis A dibuat bedasarkan hasil pemeriksaan IgM anti-HAV. Antibodi ini ditemukan 1-2 minggu setelah terinfeksi HAV dan bertahan dalam waktu 36 bulan. Sedangkan IgG anti HAV dapat terdeteksi 5-6 minggu setelah terinfeksi, bertahan sampai beberapa decade, memberi proteksi terhadap HAV seumur hidup. RNA HAV dapat dideteksi dalam cairan tubuh dan serum menggunakan polymerase chain reaction (PCR), namun biayanya mahal dan biasanya dugunakan dalam penelitian. Pemeriksaan ALT dan AST tidak spesifik untuk hepatitis A. kadar ALT dapat mencapai 5000 U/I, tetapi kenaikan ini tidak berhubungan dengan derajat beratnya penyakit maupun prognosisnya. Pemanjangan waktu (masa) protrombin mencerminkan nekrosis sel yang luas seperti pada bentuk fulminan. Biopsi hati tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis hepatitis A1. Tabel 3. Pertanda serologis hepatitis A3 Antigen Interpretasi Anti-HVA IgM Antibody (subklas terhadap HVA IgM) Menunjukkan infeksi HVA saat ini. dideteksi selama 4-6 minggu Anti-HVA IgG Antibodi (Subklas terhadap HVA IgG) Menunjukkan infeksi dengan HVB (akut maupun kronik) 6 Bentuk klinis PENATALAKSANAAN1,4 Tidak ada pengobatan anti-virus spesifik untuk HAV. Infeksi akut dapat dicegah dengan pemberian immunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi atau menggunakan vaksin. Penderita hepatitis A akut dirawat secara rawat jalan, tetapi 13% penderita memerlukan rawat inap, dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi dengan masukan peroral, kadar SGOT-SGPT > 10 kali nilai normal, koagulopati, dan ensefalopati. Istirahat, tujuannya untuk memberikan energi yang cukup bagi sistem kekebalan tubuh dalam memerangi infeksi. Pengobatan suportif misalnya pemberian anti mual karena Salah satu dampak dari infeksi hepatitis A adalah rasa mual, yang mengurangi nafsu makan. Dampak ini harus diatasi karena asupan nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan. Istirahatkan hati. Fungsi hati adalah memetabolisme obatobat yang sudah dipakai di dalam tubuh. Karena hati sedang mengalami sakit radang, maka obat-obatan yang tidak perlu serta alkohol dan sejenisnya harus dihindari selama sakit. Makan tinggi kalori dan protein, rendah lemak untuk memulihkan kesehatan livernya (hati). PENCEGAHAN Karena tidak ada pengobatan yang spsifik terhadap hepatitis A maka pencegahan lebih diutamakan, terutama terhadap anak di daerah dengan endemisitas tinggi dan pada orang dewasa dengan risiko tinggi seperti umur 49 tahun yang menderita penyakit hati kronis. Pencegahan umum meliputi nasehat kepada pasien yaitu : perbaikan hygiene makanan-minuman, perbaikan sanitasi lingkungan dan pribadi dan isolasi pasien (sampai dengan 2 minggu sesudah timbul gejala). Pencegahan khusus dengan imunisasi. 7 Terdapat 2 bentuk imunisasi yaitu imunisasi pasif dengan immunoglobulin, dan imunisasi aktif dengan inactivated vaksin.1 Ada sejumlah vaksin yang inactivated terjual di pasaran. Vaksinasi untuk profilaksis preexposure (misalnya, dengan VAQTA atau Havrix) memberikan perlindungan jangka panjang hingga 20 tahun. Vaksinasi untuk profilaksis pasca pajanan harus diberikan sedini mungkin. Imunisasi hepatitis A dilakukan dua kali, yaitu vaksinasi dasar dan booster yang dilakukan 6-12 bulan4,5. 2. HEPATITIS B Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). HBV adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang oleh system kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hati5. HBV terdapat dalam darah, air mani, dan cairan vagina, dan menular melalui hubungan seks, penggunaan alat suntik narkoba (termasuk jarum, kompor, turniket) bergantian, dan mungkin melalui penggunaan sedotan kokain dan pipa ‘crack’. Perempuan hamil dengan hepatitis B juga dapat menularkan virusnya pada bayi, kemungkinan besar saat melahirkan. Jumlah virus (viral load) hepatitis B dalam darah jauh lebih tinggi daripada HIV atau virus hepatitis C, jadi HBV jauh lebih mudah menular dalam keadaan tertentu (misalnya dari ibu-ke-bayi saat melahirkan)7. VIROLOGI 8 Virus hepatitis B (HBV) manusia (human HBV) termasuk golongan hepadnavirus tipe 1 dan merupakan virus hepadna yang pertama kali ditemukan. HBV dapat ditemukan dalam 3 komponen yaitu partikiel lengkap berdiamter 42 nm, partikel bulat berdiamter 22 nm, dan partikel batang dengan lebar 22 nm dengan panjang bervariasi sampai 200 nm. Pada sirkulasi, komponen terbanyak adalah bentuk buloat dan batang yang terdiri atas protein,cairan, dan karbohidrat yang membentuk hepatitis B surface antigen (HBsAg) dan antigen pre-S. bagian dalam virion adalah core. Core dibentuk oleh selubung hepatitis B core antigen (HBcAg) yang membungkus DNA, DNA polymerase, transcriptase, dan protein kinase untuk replikasi virus. Komponen antigen yang terdapat dalam core adalah hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen ini menjadi petunjuk adanya replikasi virus yang terjadi pada limfosit, limpa , ginjal, pankeras, dan terutama hati. HBeAg merupakan pertanda tak langsung derajat beratnya infeksi1. EPIDEMIOLOGI WHO memperkirakan adanya 400 juta orang sebagai pengidap HBV pada tahun 2000. Pola prevalensi hepatitis B dibagi menjadi 3 golongan yaitu prevalensi rendah (HBsAg 0,2%-0,5% dan anti-HBs 4%-6%), prevalensi sedang ( HBsAg 2%-7% fan anti-HBs 20%-55%), dan prevalensi tinggi (HBsAg 7%-20% dan anti HBs 70%-95%). Di Negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Negara-negara Skandinavia prevalensi HBsAg bervariasi antara 0,1%-0,2%, sedangkan di Afrika dan Timur 10%15%. Pada daerah dengan endemitas tinggi infeksi sering terjadi pada usia dini, ditularkan secara vertical dari ibu ke anak maupun horizontal diantara anak kecil.sebagai contoh didaerrah pedesaan Senegal (Afrika Barat) angka infeksi mencapai 9 25% populasi pada umur 2 tahun, 50% pada umur 7 tahun, dan 80% pada umur 15 tahun.1 PATOGENESIS1 Di Indonesia, jalur penularan infeksi VHB (virus hepatitis B) yang terbanyak adalah secara parental yaitu secara vertical (transimi) maternal-neonatal atau horizontal (kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik, penggunaan jarum suntik bersama). HBV dapat dideteksi pada semua secret dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada serum. Infeksi terjadi apabila seseorang mendapat paparan terhadap cairan tubuh orang yang terinfeksi melalui kulit atau mukosa. Bayi dengan ibu HBsAg positif beresiko teinfeksi HBV paling sering terjadi pada bayi dengan ibu HBeAg positif atau menderita hepatitis B akut pada trimester ketiga kehamilan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan keadaan HBsAg positif pada bayi, antara lain : 1. Titer HbsAg ibu 2. Status HBeAg ibu (hampir 90% bayi yang lahir dari ibu dengan HBeAg positif menderita hepatitis B kronis; sedangkan bayi dari ibu dengan HBeAg negative karier memiliki risiko sebesar 20%) 3. DNA HBV positif pada serum ibu 4. HBsAg positif pada daerah plasenta 5. Saudara kandung dengan HBsAg positif 98% transmisi terjadi pada saat proses kelahiran, diduga melalui ingesti darah maternal oleh bayi pada saat proses kelahiran. Meskipun demikian, transmisi virus 10 dapat erjadi in utero melalui kebocoran transplasenta (2%). HBeAg dapat menembus plasenta dari ibu ke fetus. Bayi yang terinfeksi virus HBV dari ibu dengan HBsAg positif tidak akan menunjukkan manifestasi infeksi HBV secara serologis sampai berumur 1-3 bulan. Meskipun infeksi HBV perinatal memiliki manifestasi klinis yang minimal, akan tetapi 90% bayi dengan HBsAg positif akan menderita hepatitis kronis atau keadaan karier kronis. Ini diduga karena disitem imun bayi yang belum matur. 1 Virus hepatitis B merupakan virus nonsitopatik dan menyebabkan kerusakan jaringan melalui reaksi imunologis. Beratnya kerusakan hati menggambarkan derajat respon imunilogis. Pada hepatosit yang terinfeksi HBV melalui mekanisme imunitas selular terjadi eksposisi antigen virus, yaitu HBcAg dan HBeAg, pada permukaan sel yang bergabung dengan class I major histocompatibility complex (MHC I) dan menjadi target dari sel sitotoksik (CTL) untuk terjadinya proses lisis. Partikel virus yang tidak utuh dan berasal dari sel yang lisis tidak menimbulkan infeksi, seddangkan virus utuh yang keluar akan dinetralisir oleh antibody penetral (neutralizing antibody). Mekanisme imunologis juga berperan pada manifestasi ekstrahepatik. Kompleks imun yang mengandung HBaAg dapat menimbulkan poliarteritis nodosa, glomerulonefrtis membranosa, polimialgia,vaskulitis, dan sindroma Guillain-Barre.1 Tabel 1. Penanda serologis infeksi HBV 1,5 Antigen HBsAg HBeAg Interpretasi Sedang infeksi Bentuk klinis Hepatitis akut, hepatitis kronis, penanda kronis Proses replikasi dan sangat Hepatitis akut, hepatitis 11 Antibody Anti-HBs Anti-HBc total IgM Anti-HBc Anti-Hbe Pemeriksaan molecular PCR DNA HBV menular kronis Resolusi infeksi Infeksi akut atau infeksi kronik yang kambuh Infeksi akut atau infeksi kronis yang kambuh Penurunan aktivitas replikasi Kekebalan Hepatitis akut, hepatitis kronis Hepatitis akut, hepatitis kronis Penanda kronis, kekebalan Infeksi HBV Hepatitis akut, hepatitis kronis, penanda kronis Hibridisasi DNA Replikasi aktif dan sangat Hepatitis akut, hepatitis HBV menular kronis FAKTOR RISIKO5 HBV ditularkan melalui cairan tubuh seperti darah, air liur, dan air mani (sangat kontroversial apakah ada penularan melalui ASI). perjalanan iniyang mungkin dapat menyebabkan hepatitis B: 1) Perinatal (dari ibu ke bayi saat lahir; vertikal) 2) Dari anak ke anak (horisontal) 3) Dari suntikan tidak aman dan transfusi (parenteral) - instrumen non-steril, jarum tato, peralatan gigi, benda tajam lain yang digunakan, misalnya, dalam skarifikasi atau sunat perempuan 4) Kontak seksual - Hubungan seks tanpa kondom (baik heteroseksual maupun homoseksual) HBV ditularkan baik melalui tusukan kulit atau kontak mukosa dengan darah atau cairan tubuh menular lainnya. Virus ini ditemukan dalam konsentrasi tertinggi dalam darah dan eksudat serosa. 12 GEJALA KLINIS1 Manifestasi klinis infeksi HBV cenderung ringan. Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat. Gejala yang muncul terdiri atas flu dengan malaise, lelah, anoreksia, mual, dan muntah, timbul kuning atau ikterus dan pembesaran hati dan berakhir setelah 6-8 minggu. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar ALT dan AST sebelum timbulnya gejala kilnis, yaitu 6-7 minggu setelah terinfeksi. Pada beberapa kasus dapat didahului gejala seperti serum sickness, yaitu nyeri sendi dan lesi kulit (urtikaria, purpura, macula dan makulopapuler). Ikterus terdapat pada 25% penderita, biasanya timbul saat 8 minggu setelah infeksi dan berlangsung selama 4 minggu. Gejala klinis ini jarang terjadi pada infeksi neonates, 10% dibawah anak umur 4 tahun, dan 30% pada dewasa. Sebagian besar penderita hepatitis B simtomatis akan sembuh tetapi dapat menjadi kronis pada 10% dewasa, 25% anak, dan 80% bayi. DIAGNOSIS Dasar diagnosis hepatitis B adalah diagnosis klinis dan serologis. Pada saat awal infeksi HBV menjadi toleransi imunologis, dimana virus masuk kedalam sel hati melalui aliran darah dan dapat melakukan replikasi tanpa adanya kerusakan jaringan hati dan tanpa gejala klinis. Keadaan ini berlangsung selama bertahun –tahun terutama pada neonatus dan anak yang dinamakan sebagai pengidap sehat. Pada tahap 13 selanjutnya terjadi reaksi imunologis dengan akibat kerusakan sel hati yang terinfeksi. Pada akhirnya penderita dapat sembuh atau berkembang menjadi hepatitis kronis1. Gejala yang paling umum dari infeksi hepatitis adalah kelemahan atau kelelahan. Demam, nyeri otot, nyeri sendi, dan serum sickness syndrome dapat hadir dalam tahap prodromal HBV akut. Beberapa orang akan melihat bahwa air seni mereka menjadi lebih gelap, dan kulit mereka akan menunjukkan warna kekuningan (jaundice)5. Tabel 2. Gejala klinis pada Hepatitis B5 Gejala Utama: 1. Kelelahan kelelahan 2. Malaise 3. Jaundice 4. Demam 5. Otot dan sendi dan nyeri Gejala yang kurang umum: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Berat badan Depresi Kecemasan, lekas marah Sakit kepala Gangguan tidur Ketidaknyamanan di perut di sisi kanan 7. Gatal - Mual dan diare 8. kehilangan nafsu makan PENATALAKSANAAN Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian kecil menjadi kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan penyakit. Pasien dirawat jalan bila ada dehidrasi berat dengan kesuiltan masukan per oral, kadar SGOT-SGPT >10 kali nilai normal, atau bila ada kecurigaan hepatitis fulminan. Namun tidak demikian pada neonates, bayi, dan anak dibawah 3 tahun dimana infeksi HBV tidak menimbulkan gejala klinis hepatitis akut dan sebagian besar (80%) akan menjadi kronis.1,5 14 PENCEGAHAN1 Indonesia termasuk Negara dengan endemisitas sedang-tinggi maka semua orang di Indonesia mempunyai kemungkinan untuk tertular. Prioritas utama vaksinasi adalah bayi,anak, kelompok berisiko tinggi (misalnya kontak erat dengan pengidap), petugas laboratorium, petugas rumah sakit (terutama unit hemodialisasi) dan penderita penyakit darah. Untuk pencegahan penularan secara vertical pada masa perinatal, terhadap seorang ibu yang melahirkan dengan HBsAg positif dengan atau tanpa adanya HbeAg, maka kepada bayinya diberikan vaksinasi pasif HBIG dan vaksinasi aktif. Pemberian HBIG saja tanpa vaksinasi aktif hanya member perlindungan selama 6 bulan sehingga masih memungkinkan terjadinya infeksi HBV. 3. HEPATITIS C Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitisC (HCV). Virus ini dapat mengakibatkan infeksi seumur hidup, sirosis hati, kanker hati, kegagalan hati, dan kematian. Belum ada vaksin yang dapat melindungi terhadap HCV, dan diperkirakan 3 persen masyarakat umum di Indonesia terinfeksi virus ini7. Hanya sebagian kecil dari virus hepatitis C Individu (HCV) yang terinfeksi adalah anak-anak, dan, jika ada hanya ada sedikit, manifestasi dari infeksi ini pada saat masa kanak-kanak. Karena itu, kurang dikenal tentang infeksi HCV pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. Sebagian besar anak yang terinfeksi HCV berkembang hepatitis kronis, dan, sirosis meskipun jarang dan stadium akhir dapat 15 terjadi selama masa kanak-kanak. Ada perbedaan dalam riwayat perjalanan,mode ekuasi, komplikasi, dan penanganan8 EPIDEMIOLOGI1 Di Amerika serikat seroprevalnsi infeksi HCV adalah 1,8 dari seluruh populasi. Untuk anak dibawah usia 12 tahun, seroprevalensinya adalah 0,2%, dan untuk usia 1218 tahun seroprevalensinya sebesar 0,4%. Di Jepang seroprevalensi HCV adalah 1,3% untuk seluruh populasi, sampai usia 20 tahun jumlah carrier rendah dan meningkat sesuai pertumbuhan umur. Sebelum skrining dengan cara pemeriksaan serologis terhadap anti HCV, insidensi hepatitis paska transfuse adalah 5%-16% dengan pemeriksaan C100-3 assay, insidensinya turun menjadi 2%-3%. Di Indonesia prevalensi HCV sangat bervariasi, sekitar 0.5% sampai 3,37%. Dari pemeriksaan darah donor di kota-kota, yaitu Jakarta sebesar 2,5%, Surabaya 2,3% Medan 1,5%, Bandung 2,7%, Yogyakarta 1%, Bali 1,3%, Mataram 0,5%, Manado 3,0% Makassar 1,0%, dan Banjarmasin 1,0%. VIROLOGI1 HCV merupakan virus RNA dengan genom positif, termasuk family Flaviviridae dan Pestivirus karena organisasi genetikanya yang saling menyerupai. HCV berdiameter 30-60 nm, dengan panjang 9,4 kb atau 9413 nukleotida, mempunyai suatu open reading frame (ORF) dapat melakukan mengokde suatu protein yang tersusun atas 3010 asam amino. PATOGENESIS 16 HCV adalah virus non-sitopatik yang memasuki sel hati dan mengalami replikasi secara bersamaan menyebabkan nekrosis sel melalui beberapa mekanisme termasuk mediasi imun sitolisis di samping berbagai fenomena lain seperti steatosis hati, stres oksidatif dan resistensi insulin. Protein / peptida dikodekan oleh daerah sub-genom yang berbeda dari genom HCV dan spesies kuasi mereka mempengaruhi mekanisme di atas, dan dengan demikian, memiliki peran penting dalam patogenesis HCV dan penyebab penyakit. Sebuah deskripsi singkat dari patogenesis HCV dalam terang faktor-faktor tersebut 9. HCV mempunyai kemampuan menimbulkan infeksi kronis yang tergantung pada infeksi non-sitopatik terhadap sel hati dan respon imunologis dari host. Seperti pada infeksi virus lainnya, eradikasi HCV melibatkan antibody penetral (neutralizing antibodies) terhadap virus yang beredar dalam sirkulasi dan aktivasi sel T sitotoksik untuk merusak sel yang terinfeksi dan mneghambat replikasi intraseluler melalui pelepasan sitokin. HCV dapat menghindar dari aktivitas penetral dengan cara mutasi komposisi antigeniknya. Mekanisme ini dapat menyebabkan timbulnya kuasi spesie (quasi-spesies) yakni dalam sirkulasi seseorang penderita terdapat virus yang homogeny tetapi mempunyai variasi imunologis yang menyebabkan efikasi dari antibody penetral turun. HCV mungkin juga menurunkan respon imun antivirus dengan cara infeksi langsung pada sel limfoid dan mengganggu produksi interferon1. FAKTOR RISIKO7 Pengguna narkoba suntikan (IDU) yang memakai jarum suntik dan alat suntik lain secara bergantian berisiko paling tinggi terkena infeksi HCV. Antara 50 dan 90 persen 17 IDU dengan HIV juga terinfeksi HCV. Hal ini karena kedua virus menular dengan mudah melalui hubungan darah-ke-darah. HCV dapat menyebar dari darah orang yang terinfeksi yang masuk ke darah orang lain melalui cara yang berikut: 1. 2. 3. 4. Memakai alat suntik (jarum suntik, semprit, dapur, kapas, air) secara bergantian; Kecelakaan seperti tertusuk jarum penderita HCV; Luka terbuka atau selaput mukosa (misalnya di dalam mulut, vagina, atau dubur); Produk darah atau transfusi darah yang tidak diskrining. GEJALA KLINIS1 infeksi HCV merupakan 20 % bagian dari hepatitis akut di Amerika Serikat. Perkiraan masa inkubasi sekitar 7 minggu yakni antara 2-30 minggu. Anak maupun dewasa yang terkena infeksi biasanya tidak menunjukkan gejala dan apabila ada, gejalanya tidak spesifik yaitu rasa lelah, lemah, anoreksia, dan penurunan berat badan. Sehingga dapat dikatakan bahwa diagnosis hepatitis C pada fase akut sangat jarang. Pada penderita Dewasa dengan gejala klinis, 30% menunjukkan adnya ikterus. Pada pemeriksaan LFT, nilai ALT dapat meningkat sampai 10 kali nila normal. Antibodi terhadap HCV (anti-HCV) mungkin belum terdeteksi, dan didapatkan setelah beberapa minggu atau bulan setelah terjadinya infeksi akut. Kadar transaminase serum meningkat selama fase akut, dan pada 40% penderita akan menjadi normal walaupun tidak berhubungan status virologist. Hanya 15% penderita sembuh secara spontan dengan pembuktian menggunakan metode PCR, dan 85% akan mnejadi kronis. Tidak seperti HAV maupun HBV, infeksi HCV jarang menyebabkan kegagalan hati fulminan. DIAGNOSIS 18 Selama infeksi HCV, segala upaya dilakukan untuk mendiagnosa dan membedakan akut dari infeksi hepatitis C kronis. Infeksi HCV akut biasanya ringan. Hal ini sering tidak didiagnosis, dan infeksi mungkin dikenal hanya ketika menjadi kronis. Tes diagnostik yang digunakan, termasuk adanya antibodi anti-HCV dalam serum, tidak dapat membedakan antara infeksi HCV akut dan kronis karena anti-HCV IgM, digunakan sebagai penanda akut infeksi, adalah variabel dalam penyakit infeksi akut dan juga terdeteksi pada tingkat tinggi pada pasien dengan infeksi HCV kronis8 Secara garis besar diagnosis terhadap infeksi HCV dibagi dalam beberapa golongan besar yaitu1 : 1. Uji saring. Merupakan uji terhadap antibody. Uji ini memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah tersedia, mudah dilakukan dan murah. Negative palsu didapatkan pada penderita dengan gangguan imunologi yang tidak mampu membentuk antibody, misalnya pada penderita transplantasi organ, hemodialisis, penderita HIV, dan juga pada awal perjalanan penyakit dengan adanya window period yaitu belum terbentuknya antibody. 2. Uji konfirmasi. Oleh karena uji saring kurang sensitive dan spesifik. Diperlukan uji konfirmasi walaupun perbaikan pemeriksaan serologis EIA generasi ketiga dapat menyamai atau tidak memerlukan uji konfirmasi. Tes konfirmasi juga dilakukan pada mereka dengan hasil pemeriksaan yang rendah tetapi dicurigai tertular HCV seperti pada donor darah. Uji konfirmasi meliputi: a. Recombinant immunoblot assay (RIBA-1, RIBA-2, RIBA-3) b. Deteksi Virologis 19 c. Biopsy hati 3. Pemeriksaan serologis. Pemeriksaan serologis dilakukan untuk menemukan antibody dari berbagai bagian dari antigen HCV. Juga disebut sebagai diagnosis serologis untuk menemukan adanya IgG anti HCV. IgM anti HCV tidak digunakan secara rutin. Pemeriksaan paling popular adalah dengan cara Enzyme Immuno Assays (EIA). Namun pemeriksaan IgM anti HCV kurang bermanfaat karena IgM anti HCV dari daerah core tidak timbul pada semua penderita hepatitis C akut. 4. Pemeriksaan molecular. Pemeriksaan secara molecular bertujuan untuk menemukan nukleotida virus, dan juga dapat untuk melakukan perhitungan densitas virus. Pemeriksaan ini juga disebut diagnosis molecular. Ada 4 cara diagnosis molecular terhadap HCV: a. Polymerase chain reaction (PCR) b. Nucleic acid sequences based amplification (NASBA) c. Ligase chain reaction (LCR) d. Branched DNA assay (b DNA assay) PENATALAKSANAAN Saat ini, di Amerika Serikat, tidak ada terapi untuk hepatitis C yang memiliki ijin dan disetujui untuk individu kurang dari 18 tahun. Identifikasi yang terinfeksi anakanak dan pemilihan kandidat untuk pengobatan merupakan tantangan penting. Terapi yang tepat untuk populasi khusus ini memerlukan pertimbangan perbedaan epidemiologi, riwayat penyakit, dan manfaat pengobatan, serta pemahaman tentang keamanan dari pengobatan yang diajukan9. 20 Indikasi untuk pengobatan: serokonversi serum HCV RNA-positif atau HCVcoreAg-positif. Identifikasi awal HCV adalah penting, karena ada bukti bahwa intervensi dini dengan standar interferon alpha nyata dapat mengurangi risiko infeksi kronis dari 80% menjadi 10%. Tidak ada profilaksis preexposure untuk HCV5. Imunoglobulin tidak efektif dalam mencegah HCV. Tidak ada imunisasi pasif atau aktif yang benar-benar efektif. Perubahan perilaku dan membatasi paparan keadaan yang berisiko tinggi memberikan kesempatan terbaik untuk pencegahan primer1,5. DAFTAR PUSTAKA 1. Juffrie , Mohammad, Dkk. 2012. Buku Ajar Gastroenterohepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia.Jilid 1 Cetakan Ketiga 2. V.P, Maheshkumar.2013. Therapeutic Management Of Viral Hepatitis In Pediatrics– Observational Study. Department Of Pharmacy, Annamalai University, Chidambaram- 608002, Tamil Nadu, India. (7) 3. Pudjaji H, Antonius. 2009. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia (2) 4. http://reliance-insurance.com/phocadownload/healthcare/InfoSehat/jan2012%20%20hepatitis%20a.pdf (3) 5. Chair, J. Heathcote. Dkk.2003. Management of acute viral hepatitis: World Gastroenterology Organisation Practice Guidelines:. (6) 6. Warner, Ammy E. 2006. The ABCSof Pediatric Viral Hepatitis. Health and Environment. http://www.hepatitiscolorado.infofax: Viral Hepatitis Program ph: 303-692-2780\ (4) 7. Green, Chris W. 2006. Hepatitis Virus dan HIV.Yayasan Spritia (5) 8. Jonas, Maureen M.2003. children with hepatitis C. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12407591 (8) 9. Irshad, Mohammad Irshad, dkk. 2013. An insight into the diagnosis and pathogenesis of hepatitis C virus infection. World Journal Of Gastroenterohepatology. http://www.wjgnet.com/esps/ (9) 21 22