BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Sumber Daya Manusia 2.1.1. Pendidikan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecardasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peran pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan sumberdaya manusia dan mendorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan sesorang. Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga menanamkan atau mengajarkan akan pentingnya martabat manusia. (Sudarwati,2014) Universitas Sumatera Utara 2.1.2. Kesehatan Komitmen global untuk meningkatkan status kesehatan secara jelas dicantumkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development GoalsMDGs). Tujuan pembangunan milenium tersebut antara lain: (1) menurunkan angka kematian anak sebesar dua pertiganya pada tahun 2015 dari keadaan tahun 1990; (2) menurunkan angka kematian ibu melahirkan sebesar tiga perempatnya pada tahun 2015 dari keadaan 1990; dan (3) menahan peningkatan prevalensi penyakit HIV/AIDS dan penyakit utama lainnya pada tahun 2015. Tujuan pembangunan milenium difokuskan terhadap pengurangan kemiskinan pada umumnya dan beberapa tujuan kesehatan pada khususnya, sehingga terdapat keterkaitan antara upaya keseluruhan penurunan kemiskinan dengan investasi di bidang kesehatan. Beberapa alasan meningkatnya beban penyakit pada penduduk miskin adalah: Pertama, penduduk miskin lebih rentan terhadap penyakit karena terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi serta kecukupan gizi. Kedua, penduduk miskin cenderung enggan mencari pengobatan walaupun sangat membutuhkan karena terdapatnya kesenjangan yang besar dengan petugas kesehatan, terbatasnya sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan terbatasnya pengetahuan untuk menghadapi serangan penyakit. Bencana ekonomi akan terjadi pada keluarga miskin jik anggota keluarga terserang penyakit dan biaya penyembuhannya mengharuskan menjual aset yang mereka miliki atau berhutang. Hal ini akan menyebabkan keluarga jatuh kedalam kemiskinan, dan jika tidak bisa keluar dari hal ini akan mengganggu tingkat kesejahteraan seluruh anggota keluarga bahkan generasi berikutnya. Serangan Universitas Sumatera Utara penyakit yang tidak fatal dalam kehidupan awal akan mempunyai pengaruh yang merugikan selama siklus hidup berikutnya. Pendidikan secara luas dikenal sebagai kunci dari pembangunan, tetapi masih belum dihargai betapa pentingnya kesehatan anak dalam pencapaian hasil pendidikan. Kesehatan yang buruk secara langsung menurunkan potensi kognitif dan secara tidak langsung mengurangi kemampuan sekolah. Penyakit dapat memelaratkan keluarga melalui menurunnya pendapatan, menurunnya angka harapan hidup, dan menurunya kesejahteraan psikologis. Sebagian besar negara-negara berpendapatan rendah lebih banyak mengalokasikan sumber daya untuk pelayanan kesehatan pengobatan(Atmawikarta.2003). Secara teoritis, WHO (2002) menyebutkan bahwa hubungan antara kesehatan dan pembangunan ekonomi adalah pada tingkat mikro yaitu individu dan keluarga, kesehatan adalah dasar bagi produktivitas kerja yang sehat dan kapasitas untuk belajar disekolah (Tri Kurniasih. 2009). 2.2 Teori Agen-Struktur Teori ini tidak terlepas dari fenomena sebelumnya yaitu mengenai sosiologi mikro dan sosiologi makro yang terkesan didikotomikan diantara keduanya, yang mana sekarang telah dikembangkan dan memperjelas hubungan antara mikro dan makro di kalangan teoritisi Amerika, dan ini sejajar dengan peningkatan di kalangan teoritisi Eropa atas masalah hubungan antara Agen dan Struktur. Teori yang paling terkenal dalam membahas integrasi antara agen dan struktur adalah teori strukturasi milik Anthony Giddens. Dia mengatakan bahwa “ setiap riset dalam ilmu sosial atau sejarah selalu menyangkut penghubungan tindakan dengan struktur, Namun, dalam Universitas Sumatera Utara hal ini tak berarti bahwa struktur menentukan tindakan atau sebaliknya.” Teori strukturasi Giddens yang memusatkan perhatian pada praktik sosial yang berulang itu pada dasarnya adalah sebuah teori yang menghubungkan antara agen dan struktur. Menurut Giddens agen dan struktur adalah dwi rangkap. Seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan struktur memerlukan tindakan sosial. Agen dan struktur salin jalin menjalin dalam praktik atau aktivitas manusia. Titik tolak analisis Giddens adalah praktik atau tindakan manusia, namun ia berpendapat bahwa tindakan itu dapat dilihat sebagai perulangan. Artinya, aktivitas bukanlah dihasilkan sekali jadi oleh aktor sosial, tetapi secara terus-menerus mereka ciptakan ulang melalui suatu cara, dan dengan cara itu juga mereka menyatakan diri sebagai actor. Didalam melalui aktivitas mereka, agen menciptakan kondisi yang memungkinkan aktivitas ini berlangsung. Dengan demikian, aktifitas tidak dihasilkan melalui kesadaran ataupun melalui konstruksional tentang sebuah realitas, dan tidak diciptakan pula oleh struktur sosial. Malahan dalam menyatakan diri mereka sendiri sebagai aktor, orang terlibat dalam praktik sosial dan melalui praktik sosial itulah baik kesadaran maupun struktur itu diciptakan. Giddens juga memusatkan perhatian pada kesadaran atau refleksitas. Namun dalam merenung (refleksif) manusia tak hanya merenungi diri sendiri, tetapi juga terlibat dalam memonitor semua aliran yang mana terus menerus muncul dari aktifitas dan kondisi struktural. Secara umum dapat dinyatakan bahwa Giddens memusatkan perhatian pada proses dialektika dimana praktik sosial, struktur, dan kesadaran diciptakan. Jadi Universitas Sumatera Utara Giddens menjelaskan masalah agen dan struktur secara historis, processual, dan dinamis. Didalam teori strukturasi ada elemen-elemen yang membangunnya yaitu dimulai dari pemikirannya tentang agen yang terus menerus memonitor pemikiran dan aktifitas mereka sendiri serta yang juga mencakup konteks sosial dan fisik mereka. Dalam upaya mereka mencari perasaan aman, aktor merasionalkan kehidupan mereka, yang dimaksud Giddens dengan rasionalisasi adalah mengembangkan kebiasaan sehari-hari yang tak hanya memberikan perasaan aman kepada aktor, tetapi juga memungkinkan mereka menghadapi kehidupan sosial mereka secara efisien. Aktor juga mempunyai motivasi untuk bertindak dan motivasi ini meliputi keinginan dan hasrat yang mendorong tindakan. Jadi, sementara rasionalisasi dan refleksifitas terus-menerus terlibat dalam tindakan, motivasi dapat dibayangkan sebagai potensi untuk bertindak. Motivasi menyediakan rencana menyeluruh untuk bertindak, tetapi menurut Giddens sebagian besar tindakan kita tidak dimotivasi secara langsung. Meski tindakan tertentu tidak di motivasi dan motivasi kita tak bisa dari manapun, namun motivasi memainkan peran penting dalam tindakan manusia. Di bidang kesadaran pun Giddens membedakan antara kesadaran Diskursif dan kesadaran praktis. Kesadaran diskursif memerlukan kemampuan untuk melukiskan tindakan kita dalam kata-kata. Kesadaran praktis melibatkan tindakan yang dianggap aktor benar, tanpa mampu mengungkapkan dengan kata-kata tentang apa yang mereka lakukan. Tipe kesadaran praktis inilah yang sangat penting bagi teori strukturasi; berarti teori ini lebih memusatkan Universitas Sumatera Utara perhatian pada apa yang dilakukan aktor ketimbang apa yang dikatakannya. Sesuai dengan penekananannya pada keagenan, Giddens memberikan kekuasaan besar terhadap agen. Dengan kata lain, menurutnya agen mempunyai kemampuan untuk menciptakan pertentangan dalam kehidupan sosial, dan bahkan ia lebih yakin lagi bahwa agen tak berarti apa-apa tanpa kekuasaan. Artinya, aktor berhenti menjadi agen bila ia kehilangan kemampuan untuk menciptakan pertentangan. Giddens tentu saja mengakui adanya paksaan atau pembatas terhadap aktor, tetapi ini tak berarti aktor tidak mempunyai pilihan dan tidak mempunyai peluang untuk membuat pertentangan. Menurutnya, kekuasaan secara logis mendahului subyektivitas karena tindakan melibatkan kekuasaan atau kemampuan untuk mengubah situasi. Jadi, teori strukturasi Giddens memberikan kekuasaan kepada aktor dalam hal tindakan. Inti konseptual teori ini terletak pada pemikiran tentang struktur dan sistem. Struktur didefinisikan sebagai “property-properti yang berstruktur (aturan dan sumber daya), property yang memungkinkan praktik sosial serupa yang dapat dijelaskan untuk eksis di sepanjang ruang dan waktu yang membuatnya menjadi bentuk sistemik”. Struktur hanya akan terwujud karena adanya aturan dan sumber daya. Struktur itu sendiri tidak ada dalam ruang dan waktu. Fenomena sosial mempunyai kapasitas yang cukup untuk menjadi struktur. Giddens berpendapat “struktur hanya ada di dalam dan melalui aktivitas agen manusia.” Jadi Giddens mengemukakan definisi struktur yang tak lazim, Yang tak mengikuti pola durkhemian dalam memandang struktur sebagai sesuatu yang berada di luar dan memaksa aktor. Giddens berupaya menghindarkan kesan bahwa struktur berada di luar terhadap tindakan aktor. “menurutnya, struktur adalah apa yang membentuk dan menentukan terhadap kehidupan sosial, tetapi bukan Universitas Sumatera Utara struktur itu sendiri yang membentuk dan menentukan kehidupan sosial itu.” Giddens tak menyangkal fakta bahwa struktur dapat memaksa atau mengendalikan tindakan, tetapi struktur juga sering memberikan kemungkinan bagi agen untuk melakukan sesuatu yang sebaliknya tak akan mampu mereka kerjakan. Ia juga mendefinisikan sistem sosial sebagai praktik sosial yang dikembangbiakkan atau hubungan yang direproduksi antara actor dan kolektivitas yang diorganisir sebagai praktik sosial tetap.” Jadi gagasan tentang sistem sosial ini berasal dari pemusatan perhatiannya terhadap praktik sosial. Sistem sosial tidak mempunyai struktur, tetapi dapat memperlihatkan ciri-ciri strukturalnya. Struktur tak dapat memunculkan dirinya sendiri dalam ruang dan waktu, tetapi dapat menjelma dalam sistem sosial, dalam bentuk praktik sosial yang direproduksi. Jadi dapat diartikan struktur serta-merta muncul dalam tatanan sistem sosial. Struktur pun menjelma dalam “ingatan agen yang berpengetahuan banyak”, yang mana akibatnya, aturan dan sumber daya men jemalkan dirinya sendiri baik di tingkat makro sistem sosial maupun di tingkat mikro berdasarkan kesadaran manusia. Jadi konsep yang sebenarnya tentang strukturasi adalah “konstitusi agen dan struktur bukan merupakan dua kumpulan fenomena yang berdiri sendiri atau dualisme, tetapi lebih mencerminkan suatu dualitas, cirri-ciri struktural sistem sosial adalah sekaligus medium dan hasil praktik sosial yang diorganisir berulang-ulang.” Strukturasi meliputi hubungan dialektika antara agen dan struktur, struktur dan keagenan adalah dualitas, struktur takkan ada tanpa agen dan demikian sebaliknya. Seperti telah dikemukakan, waktu dan ruang merupakan variable penting dalam teori strukturasi Giddens. Waktu dan ruang tergantung pada apakah orang lain hadir untuk sementara waktu atau dalam hubungan yang renggang. Universitas Sumatera Utara Kondisi primordial adalah interaksi tatap muka, dimana orang lain hadir pada waktu dan tempat yang sama, tetapi sistem sosial berkembang atau meluas menurut waktu dan ruang sehingga orang lain tidak perlu lagi hadir pada waktu yang sama dan ruang yang sama. Sistem sosial yang berjarak dilihat dari sudut pandang waktu dan ruang seperti itu dalam kehidupan modern makin meningkat peluangnya dengan munculnya penggunaan peralatan komunikasi dan transportasi baru. Giddens juga lebih cenderung menganalisis secara rinci berbabagai unsur dalam sistem sosial dan yang lebih penting lagi, ia memusatkan perhatiannya pada sifat hubungan timbal balik unsur-unsur agen dan struktur itu, dan yang menarik lagi pendekatan giddens adalah fakta bahwa strukturasi ini di definisikan dalam hubungan integratif. Agen dan struktur tidak berada dalam keadaan bebas satu sama lain melainkan sistem sosial dilihat baik sebagai media maupun sebagai hasil tindakan actor dan sistem sosial yang secara berulang-ulang mengorganisir kegiatan aktor (Ritzer George . 2008). Universitas Sumatera Utara 2.3. Kajian-kajian Terdahulu Menurut Suharto (2012). Dampak Program Keluarga Harapan (PKH) yang antara lain: 1. Jumlah kunjungan ibu hamil/nifas ke fasilitas kesehatan meningkat 2. Jumlah balita ditimbang meningkat 3. Persalinan dengan fasilitas kesehatan meningkat 4. Persalinan dibantu petugas kesehatan terlatih meningkat 5. Dampak PKH lebih kuat di daerah dengan fasilitas kesehatan yang lebih baik: 6. Dampak di daerah perkotaan lebih baik daripada di perdesaan. 7. Meningkatnya jumlah fasilitas kesehatan (Puskesmas, Pustu, Pusling, Posyandu) dan kualitas pelayanan mereka; 8. Meningkatnya Angka Partisipasi Sekolah (APS); 9. Mendorong anak usia 6-15 tahun untuk tetap di sekolah; 10. Meningkatnya jumlah fasilitas pendidikan; 11. Terdapat tendensi makin kecilnya anak yang menjadi buruh; 12. Terjadi peningkatan kesadaran di RTSM untuk menggunakan fasilitas pendidikan dan kesehatan untuk mendukung kehidupan mereka. Pada saat kunjungan peneliti ke Desa Boro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka , ditanyakan apa yang berubah di desa kaitan dengan putus sekolah SD dan SMP? Bahwa masyarakat penerima menjawab: “Sekarang sudah tidak ada yang putus sekolah”. Menurut kepala desa di depan ibu-ibu menyatakan bahwa: “kalau dua tahun Universitas Sumatera Utara lalu, ada sekitar 50 anak SD dan SMP yang putus sekolah, sekarang sudah tidak ada lagi”. Pernyataan ini dicek ke kepala sekolah dan juga beberapa masyarakat biasa. Berdasarkan hasil penelitian Hari(2015), ternyata pendamping kurang berperan dalam pelaksanaan PKH yakni melakukan kunjungan ke unit pendidikan, mengunjungi keluarga untuk membantu mereka dalam proses mendaftarkan anak kesekolah, dan pendamping juga hanya meminta rapor dan kartu pelajar sebagai sayarat pencairan dana. Dan dalam penelitian ini tidak semua penerima PKH layak menerima bantuan PKH. Disisi lain, karena pendamping kurang berperan dana tidak digunakan untuk keperluan pendidikan. Hal ini menjadikan pelaksanaan PKH di desa Sungai Kakap belum mampu meningkatkan taraf pendidikan bagi penerima bantuan PKH. Ekardo (2014) dalam penelitian ini pendidikan RSTM sudah mengalami kenaikan karena anak-anak rajin pergi kesekolah karena sudah mempunyai seragam sekolah yang bagus dengan memanfaatkan Program Keluarga Harapan dan tingkat kehadiran disekolah pun naik dibanding keadaan sebelumnya. Dan juga dilihat dari kesehehatan ibu rumah tangga dan anaknya meningkat karena sering datang untuk periksa kesehatan ke puskesmas. Namun dalam penelitian ini dikatakan bahwa sasaran dalam penentuan sasaran penerima Program Keluarga Harapan belum tepat sasaran karena masih banyak diantara masyarakat penerima yang tergolong kedalam ekonomi kelas atas, Ini terbukti ketika peneliti berada dilapangan. Universitas Sumatera Utara