PROSIDING 20 12© Arsitektur Elektro Geologi Mesin HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil WUJUD FISIK RUANG STUDIO GAMBAR ARSITEKTUR: EKSISTENSI ELEMEN INTERIOR TERHADAP KREATIVITAS DAN KEMANDIRIAN MAHASISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN Rahmi Amin Ishak, Syarif Beddu, Arief & Inri Indah Rahayu Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea – Makassar, 90245 Telp./Fax: (0411) 586265/(0411) 587707 e-mail: [email protected] Abstrak Perancangan arsitektur merupakan matakuliah inti dalam Program Studi Arsitektur yang dilaksanakan melalui kegiatan latihan dan menyelesaikan tugas di studio gambar. Kegiatan studio ini menuntut mahasiswa untuk senantiasa aktif dan memiliki kreativitas serta kemandirian dalam belajar. Umumnya kegiatan perancangan membutuhkan waktu yang panjang untuk berada di dalam studio, sehingga memungkinkan mahasiswa merasa jenuh dan lelah pada saat beraktivitas. Sebagai bagian dari komponen pembelajaran, ruang dalam (interior) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan yang diwadahi. Penelitian ini bertujuan: 1) Mengevaluasi kesesuaian antara persyaratan standar ruang studio dengan penerapan elemen interior studio gambar arsitektur; 2) Menganalisis pengaruh elemen interior studio gambar arsitektur dengan kreativitas dan kemandirian mahasiswa dalam proses pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode perbandingan untuk menjawab permasalahan 1, dan pendekatan kuantitatif-deskriptif untuk mengetahui keterkaitan antar variabel. Populasi pada penelitian ini adalah ruang studio gambar Jurusan Arsitektur dan mahasiswa peserta matakuliah perancangan arsitektur, sebagai sampel ditentukan ruang HL.107A-B dan ruang Studio Tugas Akhir Arsitektur, tiap ruang masing-masing dipilih secara acak 15 mahasiswa pada matakuliah Studio Perancangan Arsitektur 2 dan Tugas Akhir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan elemen interior pada ruang studio Tugas Akhir 68% memenuhi persyaratan, pada ruang HL.107A 58,4%, dan ruang HL.107B 56,4%. Elemen interior HL.107A-B berpengaruh terhadap kreativitas & kemandirian mahasiswa, sedangkan pada ruang studio Tugas Akhir kurang mengindikasikan adanya pengaruh terhadap kreativitas, namun lebih dominan pada kemandirian mahasiswa. Kata Kunci: ruang studio gambar, elemen interior, kreativitas dan kemandirian PENDAHULUAN Proses belajar mengajar yang berbasis studio, merupakan bagian penting dalam struktur kurikulum pada Jurusan Arsitektur. Metode yang dikembangkan pada matakuliah perancangan arsitektur, sangat menekankan pada unsur kreativitas dan kemandirian mahasiswa dalam kegiatan pembelajarannya, meskipun demikian dalam pelaksanaannya seringkali tidak berjalan sesuai target. Kecenderungan mahasiswa tidak fokus & tidak percaya diri dalam melaksanakan kegiatan di studio, mahasiswa cenderung memiliki sikap belajar pasif (tidak mandiri), hanya menunggu instruksi/petunjuk tentang gambar, bertanya & meminta kepastian dari dosen, sehingga proses pembelajaran di studio cenderung masih berorientasi pada dosen dan waktu yang diberikan tidak cukup untuk merampungkan target latihan. Dalam paradigma pendidikan yang baru, salah satu dari bentuk pengembangannya adalah pembelajaran yang berbasis laboratorium (Lab Based Education/LBE) yang sangat membutuhkan ketersediaan infrastruktur yang memadai untuk melakukan eksplorasi baik riset maupun desain. Sebagai bagian dari komponen pembelajaran, ruang dalam (interior) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan yang diwadahi. Menurut De Chiara [1], lingkungan kelas hendaknya mendukung perkembangan yang kondusif terhadap program yang berisikan tujuan-tujuan pendidikan, misalnya: mahasiswa dapat mengalami kesulitan dalam belajar di ruang studio yang gaduh dan gerah atau karena posisi duduk yang tidak nyaman. Menurut Olds [2], penyelesaian interior (finishing) Volume 6: Desember 2012 Group Teknik Arsitektur TA9 - 1 ISBN : 978-979-127255-0-6 Wujud Fisik Ruang Studio… Arsitektur Elektro Geologi Rahmi Amin Ishak, Syarif Beddu, Arief & Inri Indah Rahayu Mesin Perkapalan Sipil berpengaruh sangat besar terhadap pengguna dibandingkan desain bangunan secara keseluruhan. Demikian pula elemen ruang dalam, layout dan jenis bahan yang digunakan dalam penyelesaian interior dapat menentukan respon pengguna terhadap interior. Hal ini didukung pula oleh Preiser dalam Laurens [3] menjelaskan bahwa kebiasaan mental dan sikap perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungan fisiknya. Adapun lingkungan fisik tersebut antara lain berupa kondisi fisik hunian (bangunan), ruang (interior) beserta segala perabotnya, dan sebagainya. Jika bangunan itu memiliki ruang-ruang yang sangat nyaman untuk dihuni dan untuk beraktivitas di dalamnya, maka dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku manusia. Berangkat dari hipotesa awal, bahwa elemen interior dapat mempengaruhi minat, motivasi dan kemampuan belajar mahasiswa, dan umumnya kegiatan matakuliah perancangan arsitektur dilakukan di dalam ruang studio gambar, yang membutuhkan waktu yang panjang untuk berada di dalam studio, sehingga memungkinkan mahasiswa merasa jenuh dan lelah pada saat beraktivitas. Elemen interior juga dapat mempengaruhi aktivitas mahasiswa dan berpengaruh terhadap perilakunya selama berada di dalam ruangan. Perilaku juga merupakan perwujudan dari aspek kreativitas dan kemandirian dalam bekerja. Berdasarkan hal tersebut, maka dikembangkan eksplorasi tentang kesesuaian antara persyaratan standar ruang studio dengan penerapan elemen interior ruang studio gambar arsitektur, dan pengaruh elemen interior ruang studio gambar arsitektur terhadap kreativitas dan kemandirian mahasiswa dalam proses pembelajaran. Kondisi Fisik dan Suasana Studio Terkait Manajemen Pengajaran Desain Menurut Liliany [4] fisik ruang studio sebagai wadah pelatihan harus memperhatikan area untuk aktivitas mencetuskan gagasan secara verbal dan area untuk aktivitas mencetuskan gagasan ke wujud nyata (maket 3D). “Konsep berpindah-pindah” sebagai cara pelatihan dan pembinaan intensif dari pembimbing yang selalu berada di antara mahasiswanya, yakni: fleksibilitas. Kebutuhan mahasiswa akan informasi menuntut dibutuhkannya area untuk: “saling nguping”, “saling curi gagasan” yang juga berkarakter open plan. Setiap aktivitas yang diprogram secara ketat perlu diartikan sebagai program-program aktivitas yang disesuaikan dengan pentahapan metodologi desain yang diterapkan untuk pelatihan dan pengajaran desain di studio. Program aktivitas yang dioperasionalkan memerlukan area (baca: space) khusus seperti misalnya: Area untuk aktivitas eksplorasi berupa perpustakaan mini di studio yang memungkinkan mahasiswa melakukan aktivitas konstruktif (hunting information), pada program ini mahasiswa dikondisikan proaktif mencari informasi sebanyak mungkin kemudian menyusun laporan kompilasi data, disebut dengan tahap persiapan dan usaha, melalui pelatihan ini diharapkan mahasiswa mampu berpikir konvergen Area untuk diskusi kelompok yang menerapkan teknik-teknik kreatif, termasuk misalnya : problem based learning, program mendatangkan dosen tamu, pakar praktisi (lunch bag lecture), calon pengguna, program sharing model kakak kelas yang berprestasi, lebih dituntut suasana yang agak santai tetapi tetap dapat berkonsentrasi tinggi, dapat duduk bersila lesehan di lantai. Aktivitas-aktivitas tersebut baik menurut Quayle dalam Liliany [4] memang benar dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif atau disebut dengan Lingkungan Belajar yang Mengundang (LBM). Area untuk inkubasi yang diperlukan untuk “melepaskan diri“ dari masalah untuk sementara (“mengeram”), lebih bersifat mandiri, disediakan individual space atau “keluar dari ruang studio, entah ke mana? Area untuk bersibuk diri secara kreatif, dikondisikan suasana di mana sikap pembimbing agak fleksibel, artinya diperlukan tenggang rasa dalam menuntut ketenangan, bahwa setiap mahasiswa tidak harus “duduk diam menjadi anak manis”, terdengar suarasuara produktif yang terkait dengan pencetusan gagasan dalam wujud visual atau 3D. Area untuk evaluasi hasil karya desain, diperlukan display box, aktivitas gelar karya atau pameran karya ini diupayakan dapat dijadikan wadah untuk saling kritik, berkomunikasi secara verbal sekaligus visual. Feldhusen dan Treffinger dalam Utami Munandar [5], menekankan perlunya menciptakan lingkungan kreatif di dalam studio yang dapat merangsang belajar kreatif. Situasi dan kondisi seperti yang digambarkan di atas berlangsung di semua studio, oleh karenanya dengan sekaligus menerapkan konsep Daur Desain Open Plan, maka jelas diperlukan koordinasi berupa jaringan komunikasi antar mahasiswa baik di masing-masing semester maupun antarsemester. Koordinasi yang dimaksud dapat terjalin dengan baik apabila didukung juga oleh fisik ruang studio yang “terbuka”. Hubungan antar ruang studio mudah dicapai oleh mahasiswa-mahasiswa berbeda semester, tata atur perabot berupa meja gambar dan kursinya tidak berorientasi kesatu arah, tetapi saling berhadapan untuk satu kelompok mahasiswa. ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur TA9 - 2 Volume 6 : Desember 2012 PROSIDING 20 12© Arsitektur Elektro Geologi Mesin HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil Terkait manajemen pengajaran desain di studio Liliany [4], mengemukakan adanya pengertian yang kurang tepat tentang sistem studio yang ditandai dengan: Studio bukan sekedar fasilitas untuk aktivitas menggambar dan asistensi, melainkan terdiri dari pelatihan dan pengajaran desain yang berorientasi pada program-program aktivitas yang di desain sesuai dengan metodologi desain yang diterapkan sekaligus merupakan pelatihan terhadap berpikir konvergen dan divergen. Studio bukan hanya ruangan yang berisi meja gambar beserta kursi gambar. Studio tidak sama dengan ruang kelas, tata atur perabot tidak mempunyai orientasi. Studio tidak mewadahi kegiatan kuliah (baca: tatap muka), fokus belajar pada student centered learning yang menggunakan aliran konstruktivisme. Studio tidak mewadahi pelatihan dan pengajaran desain yang bersifat massal. Studio tidak hanya mengandalkan peran dosen sebagai pembina mata kuliah, tetapi lebih mengandalkan peran Kepala Studio sebagai manajernya dan pembimbing sebagai dosen di kelompok mahasiswa. Kedua, studio tidak hanya diartikan sebagai wadah, tetapi juga harus mempunyai sistem yang berorientasi pada pelatihan dan pengajaran desain, meliputi: Penerapan sebuah metodologi desain yang mengoperasionalkan berpikir divergen atau kreatif (otak kanan) dan berpikir konvergen (otak kiri) Operasionalisasi kedua belahan otak diwujudkandengan program-program aktivitas yang didesain secara bergantian melalui pelatihan dan pengajaran desain dan terwadahi dalam sebuah model of design in studio teaching Peran pembimbing lebih terlihat dominan dibandingkan dengan dosen sebagai pembina mata kuliah, karena lingkup pelatihan dan pengajaran desain lebih menuju ke arah pembentukan pola berpikir desain (design thinking), berbeda dengan pemberian materi pengetahuan (knowledge content) lebih mengarah pada substansialnya. Unsur Kreativitas & Kemandirian dalam Proses Pembelajaran Salah satu dimensi penting dalam pendidikan arsitektur adalah dimensi kreatif. Dasar pengembangan kreativitas adalah sikap otonom. Prasyarat terwujudnya sikap otonom adalah tersedianya kebebasan. Manusia kreatif adalah manusia yang otonom dan mempunyai kebebasan sekaligus seara instrinsik mengandung tanggungjawab. Pembelajaran yang mendorong kreativitas adalah pembelajaran yang minim aturan, anti-indoktrinasi, anti otoriter, anti keseragaman-menekankan penyelesaian beralternatif [6]. Lebih lanjut Arinto [6], mengemukakan bahwa semangat yang perlu ditanamkan dalam pengembangan kreativitas adalah: eksplorasi, kemitraan, kemandirian, pengabdian, kerja keras dan kepresisian. Suhartono Susilo [7] mengemukakan bahwa, di dalam studio arsitektur latihan gerak tangan (menggambar), bukanlah satu-satunya tujuan. Gerak tangan dipadukan dengan keterampilan berpikir kognitif maupun afektif adalah tujuan pendidikan dan latihan di studio. Di Indonesia orientasi pendidikan hanya pada aspek kognitif semata, akibatnya adalah peserta didik memeiliki pengetahuan, namun mereka tidak memiliki sikap, minat dan motivasi untuk mengembangkan diri atas dasar pengetahuan yang dimiliki. Hanya berorientasi pada produk, sehingga bentuk pendidikan merupakan latihan mengerjakan soal semata. Ini menghambat perkembangan kreativitas dan sistem nilai mahasiswa. Pengabaian aspek afektif berakibat bahwa mahasiswa tahu banyak tentang sesuatu, namun mereka kurang memiliki sikap, minat, sistem nilai, maupun apresiasi secara positif terhadap yang mereka ketahui [8]. Menurut Krathwohl dalam Saraswati [8], unsur-unsur afektif terdiri dari minat (interest), sikap (attitude), nilai (value), dan apresiasi (appreciation), ditambah adjustment. Berbeda dengan aspek kognitif yang unsur-unsurnya hirarkis, maka aspek afektif saling tumpang-tindih antar unsur-unsurnya. Persyaratan Standar Ruang Studio Gambar [4] Sistem Fisik Bentuk geometri denah berbentuk persegi (kotak, persegipanjang) dan cenderung simetris. Pola kolom grid dan menghindari adanya kolom dalam ruang (bebas kolom) Kapasitas ruangan yang ideal untuk studio gambar adalah 15-25 orang. Tata perabot dengan pola cluster, agar proses kegiatan diskusi bisa lebih mudah. Luas bukaan yang diperlukan 25-33% luas lantai studio gambar, dengan tipe jendela: jendela yang dapat dibuka, kaca mati dan bouvenlicht. Pola bukaan pada studio diusahakan mengarah antara utara dan barat. Volume 6: Desember 2012 Group Teknik Arsitektur TA9 - 3 ISBN : 978-979-127255-0-6 Wujud Fisik Ruang Studio… Arsitektur Elektro Geologi Rahmi Amin Ishak, Syarif Beddu, Arief & Inri Indah Rahayu Mesin Perkapalan Sipil Sistem Spasial Arah sirkulasi dan penempatan meja kursi sejajar dan simetris mengikuti bentuk denah. Meja gambar minimal berukuran 120x80 cm, dengan jarak perletakan antar perabot minimal 90 cm Standar total ruang gerak yang dibutuhkan per orang minimal adalah 2,16 m2. Tatanan meja gambar harus menyamping terhadap bukaan, sehingga sinar datang dari samping kiri atau kanan meja gambar. Akan tetapi lebih baik jika sinar dari arah kiri meja gambar. Pola penataan meja: (i) Pola linier, untuk studio dengan pemberian materi kuliah, (ii) Pola cluster, untuk studio dengan kegiatan diskusi. View: (i) tetap dibutuhkan view keluar ruangan, (ii) view dalam ruang studio mengarah ke papan tulis, layar proyektor atau media lain untuk penyampaian materi. Pencapaian ruang studio diusahakan mengarah antara utara dan barat, juga untuk orientasi ruang. Pemisahan ruang studio dengan dengan ruang publik (diantarai lobby atau koridor) Ruang studio gambar berada pada zone semi publik (vertikal atau horisontal). Memaksimalkan pencahayaan alami dan meminimalkan kebisingan, arah bukaan dihindari ke arah zona publik. Sistem Stilistik Pola plafon dipengaruhi oleh: (i) dimensi ruang, (ii) bahan yang digunakan, (iii) titik lampu, (iv) bentuk ruang, (v) pola susunan kolom. Pola lantai dipengaruhi oleh sifat ruang (semi-publik) antara dalam dan luar ruang studio. Bentuk kolom dipengaruhi oleh: (i) besaran ruang, (ii) pola kolom Jenis Bukaan: (i) jendela, (ii) bouvenlicht, (iii) pintu dua daun pintu METODE PENELITIAN Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada ruang studio gambar Jurusan Arsitektur Unhas (HL.107A-B dan ruang studio Tugas Akhir), sebagai populasi penelitian adalah ruang studio gambar arsitektur dan mahasiswa peserta matakuliah Studio Perancangan Arsitektur II dan mahasiswa peserta Studio Tugas Akhir. Pengambilan sampel ruang studio gambar di Jurusan Arsitektur Unhas menggunakan purposive sampling, yaitu berdasarkan kriteria kelengkapan fasilitas ruangan, yaitu: ruang studio gambar Tugas Akhir (lengkap) dan ruang studio HL.107A-B (kurang lengkap). Sampel mahasiswa sebanyak 15 orang tiap ruang, diambil dari mahasiswa tingkat akhir (studio Tugas Akhir) dan mahasiswa tahun kedua/semester III (studio HL.107A & HL.107B), dengan pemberian kuesioner. Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui mengenai wujud fisik ruang studio gambar arsitektur antara lain dengan pendekatan elemen interior dan persyaratan standar ruang studio gambar. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode perbandingan. Metode perbandingan dilakukan dengan membuat perbandingan standar ruang studio. Maksud dari membandingkan adalah untuk menunjukkan kesesuaian dan ketidaksesuaian antara kondisi yang ada dengan persyaratan standar ruang studio gambar, sehingga kondisi yang ada dapat dievaluasi. Mengingat tiap metode dan instrumen pengumpulan data memiliki keunggulan dan kelemahan, maka penelitian ini menggunakan lebih dari satu metode atau instrumen, agar kelemahan yang satu dapat ditutup dengan kehandalan yang lain. Metode deskriptif digunakan untuk menguraikan keterkaitan antara elemen interior dengan karakter belajar mahasiswa. Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu variabel pengaruh dan variabel terpengaruh. Variabel pengaruh: pembatas ruang (dinding, lantai, plafon) dengan tinjauan pada, warna, pola & bentuk bukaan; serta perabot (meja gambar, kursi, rak, dll) dengan tinjauan pada fungsi, tata letak, ergonomi dan antropometri; aspek spasial, dengan tinjauan pada sifat ruang, bentuk denah, sirkulasi, view (arah pandang); kenyamanan ruang, ditinjau terhadap pencahayaan, penghawaan & akustik; kebutuhan ruang (area kerja gambar, diskusi, display, dan locker). Sedangkan variabel terpengaruh: Kreativitas; meliputi kemampuan mencari kemungkinan baru (alternatif), kemampuan mengungkapkan ide, kemampuan merestrukturisasi ide (klarifikasi ide, membangun ide dan mengevaluasi ide) dan kemampuan review ide. Kemandirian; meliputi kemampuan mengembangkan minat dan motivasi belajar, kemampuan mengembangkan sikap dan jati diri, kemampuan menerapkan sistem nilai, dan kemampuan mengapresiasi terhadap yang mereka ketahui. Analisis statistik deskriptif dengan membuat tabulasi data-data dari kuesioner (verbal), yaitu menggunakan analisa frekuensi dan cross tabulasi. Analisa frekuensi mencakup gambaran frekuensi data secara umum, sedangkan cross tabulasi menampilkan tabulasi silang dari berbagai pengukuran asosiasi dari dua variabel atau ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur TA9 - 4 Volume 6 : Desember 2012 PROSIDING 20 12© Arsitektur Elektro Geologi Mesin HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil lebih. Analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini juga menggunakan cara manual sederhana, yaitu dengan menghitung frekuensi (persentase) perilaku-perilaku yang muncul selama observasi (maping), data-data mengenai peta aktivitas dan kelengkapan perabot dideskripsikan tanpa menggunakan tabulasi (kuesioner grafis). Analisis kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk memaparkan kondisi variabel elemen-elemen interior ruang studio gambar arsitektur yang kemudian digunakan untuk mengevaluasi kesesuaian antara teori dengan penerapan elemen-elemen interior tersebut. Dalam mengevaluasi kesesuaian teori dengan penerapan elemenelemen interior digunakan 3 (tiga) tingkatan penilaian, yaitu: tidak sesuai, kurang sesuai, dan sesuai. Analisis kualitatif juga digunakan untuk menginterpretasikan data-data hasil analisis statistik deskriptif (kuesioner dan observasi) yang kemudian digunakan juga dalam menganalisis pengaruh elemen-elemen interior ruang studio gambar arsitektur terhadap kreativitas dan kemandirian mahasiswa. Dalam menganalisis pengaruh elemenelemen interior ruang studio gambar terhadap kreativitas dan kemandirian mahasiswa digunakan skala tingkat penilaian dengan 5 (lima) kategori, dari sangat tidak penting hingga sangat penting. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara hasil evaluasi kesesuaian antara teori dengan penerapan elemen-elemen interior di ruang studio gambar arsitektur. Demikian pula dengan hasil analisis pengaruh elemen-elemen interior terhadap kreativitas dan kemandirian, juga dibandingkan antara ruang studio gambar HL.107A-B dan ruang studio Tugas Akhir. HASIL & PEMBAHASAN Evaluasi Elemen Ruang Studio Gambar Arsitektur Evaluasi elemen interior pada ruang Studio Gambar HL.107A-B dan Studio Tugas Akhir, meliputi: 1) Pembatas ruang, tinjauan akan dilakukan pada; sifat ruang, bentuk denah, sirkulasi, view (arah pandang), warna, pola & bentuk bukaan. 2) Perabot (meja gambar, kursi, rak, dll), tinjauan akan dilakukan pada; fungsi, tata letak, ergonomi dan antropometri (kenyamanan dan ukuran), berdasarkan persyaratan standar ruang studio gambar [3]. Ruang HL. 107A-B Ruang ini umumnya digunakan untuk matakuliah yang berbasis perancangan, dengan waktu studio dari pukul 07.30-12.00. Kegiatan studio pada matakuliah Teori & Studio Perancangan Arsitektur 2 (TSPA 2), meliputi: pemberian materi, eksplorasi ide dengan beragam media, membuat alternatif disain, menuangkan ide, konsultasi, dan presentasi disain. Pada ruang HL 107A-B kegiatan studio dibagi menjadi dua kelas, yaitu kelas A (pada bagian utara ruangan) dan kelas B (pada bagian selatan ruangan) tanpa pembatas ruang, hanya dibedakan dari orientasi perabot dan sirkulasi (Gambar 1). Tidak adanya artikulasi ruang secara fisik serta penataan ruang secara open-plan pada ruang studio ini memungkinkan adanya interaksi antara kelas A dan B. Gambar 1. Aktivitas studio perancangan pada ruang HL 107A-B Pembatas Ruang Bidang dinding. Di sepanjang dinding sisi Barat terdapat kaca mati, tanpa bukaan jendela yang berhadapan langsung dengan koridor utama, kondisi ini memungkinkan adanya view ke luar ruangan. Orientasi view dalam ruangan mengarah ke papan tulis di sisi Utara ruang studio (kelas A) dan sisi Barat ruang studio (kelas B). Pada sisi Selatan ruangan juga terdapat kaca mati berbatasan dengan ruang studio HL 108A. Sisi dinding Timur dibatasi bidang dinding teakwood, di lantai atas berbatasan dengan ruang kuliah teori dengan bukaan jendela di sepanjang sisinya. Kurangnya bukaan jendela & ventilasi menyebabkan ruangan terasa gerah & panas. Berdasarkan persyaratan luas bukaan yang diperlukan adalah 25-33% dari luas lantai studio gambar, dengan tipe jendela yang dapat dibuka atau kaca mati & ventilasi, dengan memaksimalkan pencahayaan alami dan meminimalkan kebisingan, serta arah bukaan dihindari ke arah zona publik. View dalam ruang studio diutamakan mengarah ke papan tulis, layar proyektor atau media lain untuk penyampaian materi. Volume 6: Desember 2012 Group Teknik Arsitektur TA9 - 5 ISBN : 978-979-127255-0-6 Wujud Fisik Ruang Studio… Arsitektur Elektro Geologi Rahmi Amin Ishak, Syarif Beddu, Arief & Inri Indah Rahayu Mesin Perkapalan Sipil Bidang lantai. Material lantai pada ruang studio ini berupa keramik krem berukuran 40x40 cm, permukaan licin tanpa tekstur. Pola lantai tidak membedakan sifat ruang (semi-publik) antara dalam dan luar ruang studio. Tidak terdapat perbedaan pola lantai antara ruang kelas A dan B, maupun dengan ruangan di luar ruang studio, namun ruang ditegaskan dengan perbedaan tinggi lantai (80 cm di bawah peil lantai koridor utama). Pola lantai terbentuk dari perbedaan warna keramik berupa border dan pola segitiga, dengan pola susunan yang tidak disesuaikan dengan modul fungsi kegiatan yang diwadahi. Bidang Plafond. Bidang langit-langit tinggi ±15 m dengan sumber pencahayaan alami yang kurang dapat diandalkan (intensitas cahaya berkurang hingga di permukaan meja gambar), sehingga pada siang hari masih dibutuhkan pencahayaan buatan (terdapat 6 titik lampu, berjarak 4 m). Aspek Spasial. Bentuk geometri denah berbentuk persegipanjang dan simetris, dimensi 9,2 x 14,4 m (132 m2). Sirkulasi dalam ruang cukup efektif, sirkulasi utama (100-150 cm) langsung dari pintu ke area depan kelas dan membagi kedua kelas, tidak terdapat sirkulasi antar meja (jarak antar meja 30 cm). Berdasarkan letaknya ruang studio gambar ini berada pada zone semi publik yang diantarai oleh koridor. Kapasitas ruangan yang ideal untuk studio gambar adalah 15-25 orang, masing-masing mahasiswa menempati 1 meja gambar. Sedangkan bentuk geometri ruang persegi & simetri, pola kolom grid dan menghindari adanya kolom dalam ruang (bebas kolom). Arah sirkulasi dan penempatan meja kursi sejajar dan simetris mengikuti bentuk denah. Pemisahan ruang studio dengan dengan ruang publik. Ruang studio gambar berada pada zone semi publik (vertikal atau horisontal). Gambar 2. Layout ruang HL.107A, potongan ruang & kondisi ruang HL.107A Perabot Jenis & Fungsi. Jenis perabot yang terdapat dalam ruang studio HL 107A-B, terdiri dari meja gambar kayu 30 unit (kelas A), 25 unit (kelas B) dan bangku kayu 100 buah, tidak terdapat lemari penyimpanan dan meja alat. Jumlah mahasiswa tiap kelas (A & B) 35 orang, sehingga beberapa meja gambar digunakan oleh 2 mahasiswa. Keterbatasan perabot menyebabkan mahasiswa tidak memanfaatkan seluruh bagian meja untuk menggambar, tetapi juga harus menyisakan tempat untuk meletakkan tas, buku dan peralatan gambar lainnya. Di samping itu keterbatasan kapasitas ruang juga mengharuskan mereka untuk berbagi meja dengan rekannya. Tata Letak. Tata letak meja gambar cenderung tetap, dengan pola linier. Pertimbangan tata letak tersebut lebih mengacu pada proses pembelajaran yang lebih menekankan pengerjaan tugas dengan pola individu, dan fokus pada pemberian materi kuliah. Sedangkan untuk studio dengan kegiatan diskusi sebaiknya menggunakan pola ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur TA9 - 6 Volume 6 : Desember 2012 PROSIDING 20 12© Arsitektur Elektro Geologi Mesin HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil klaster. Tatanan meja gambar sebaiknya menyamping terhadap bukaan, sehingga sinar datang dari samping kiri atau kanan meja gambar, akan tetapi lebih baik jika sinar dari arah kiri meja gambar. Ukuran. Meja gambar berukuran 100x72 cm, tinggi 73 cm, kemiringan meja 15⁰, 30⁰, 45⁰ dan 60⁰. Bangku kayu diameter 30 cm, tinggi 60 cm & 80 cm, dari ketinggian kursi ini beberapa mahasiswa mengeluhkan ketidaknyamanan posisi duduk pada bangku, terlebih untuk waktu yang cukup lama. Ruang gerak yang tersedia 1,5 m2/orang. Ukuran meja gambar dan ruang gerak yang ada kurang sesuai dengan ketentuan standar, untuk meja gambar minimal berukuran 120x80 cm, dengan jarak perletakan antar perabot minimal 90 cm, dan total ruang gerak yang dibutuhkan per orang minimal adalah 2,16 m2. Gambar 3. Jenis perabot pada ruang HL.107A-B Ruang Studio Tugas Akhir Ruang studio ini berada di lantai dua Jurusan Arsitektur, letaknya di ujung koridor dan diantarai oleh ruang Kepala Studio Tugas Akhir, sehingga memiliki privasi yang lebih baik. Berbeda dengan ruang HL 107, ruang studio ini memiliki fasilitas lebih lengkap, dengan waktu kegiatan yang lebih panjang (pukul 08.00-16.00). Dalam satu periode studio ditetapkan waktu ±10 minggu untuk menyelesaikan proyek Tugas Akhir bagi mahasiswa semester ≥8, sehingga proses perancangan menjadi lebih komprehensif, bukan hanya tahap menuangkan ide di atas kertas tetapi juga tahap eksplorasi ide dengan beragam media peraga, serta tahap evaluasi dan review. Pada kegiatan studio ini mahasiswa dituntut untuk lebih kreatif dan mandiri dalam menyelesaikan proyek Tugas Akhirnya. Gambar 4. Kondisi ruang Studio Tugas Akhir Pembatas Ruang Bidang Dinding. Sebagian besar sisi ruang studio berbatasan dengan ruang luar, kecuali pada sisi Barat yang berbatasan dengan ruang Kepala Studio. Pada sisi ini terdapat 2 jendela kaca mati (120x120 cm) dan 2 akses pintu di sebelah kanan dan kiri ruang studio. Di sisi Utara terdapat ruang arsip/gudang dan jendela jungkit (80x100 cm) & kaca mati (60x100 cm) dengan ventilasi atas, demikian pula sisi Selatan terdapat deretan jendela jungkit (80x100 cm) & kaca mati (60x100 cm) dengan ventilasi atas, sedangkan sisi Timur dinding masiv. Pada bagian timur ruangan terdapat area yang dibatasi meja untuk kebutuhan Shalat dan beristirahat, serta tumpukan meja yang sudah tidak digunakan lagi. Di sepanjang sisi bagian atas jendela (menutupi ventilasi) merupakan area display maket, beberapa maket juga diletakkan bersandar di dinding. Pada ruang studio ini adaptasi pencahayaan alami cukup baik, tidak hanya dari bidang dinding, tapi juga dari bidang atap, namun dimensi ruang yang melebar (≥8 m) menyebabkan area tengah ruangan minim cahaya, sehingga walaupun pada siang hari masih dibutuhkan lampu. Selain masalah pencahayaan, penghawaan alami pada ruang juga tidak optimal sehingga ruangan terasa gerah & panas, dan dibutuhkan kipas angin. Bidang Lantai. Material yang digunakan pada lantai adalah keramik putih 40x40 cm, permukaan licin tanpa tekstur. Penataan meja gambar tidak berdasarkan pola lantai; tidak terdapat pola lantai yang membedakan antara zona ruang dan area sirkulasi. Volume 6: Desember 2012 Group Teknik Arsitektur TA9 - 7 ISBN : 978-979-127255-0-6 Wujud Fisik Ruang Studio… Arsitektur Elektro Geologi Rahmi Amin Ishak, Syarif Beddu, Arief & Inri Indah Rahayu Mesin Perkapalan Sipil Bidang Plafond. Tinggi langit-langit ±10 m, terdapat pencahayaan pada atap dan sepanjang sisi atas terdapat ventilasi, meskipun demikian masih dibutuhkan lampu (12 titik lampu) sebagai penerangan dalam ruang. Aspek Spasial. Bentuk geometri denah berbentuk persegipanjang dan simetris, dimensi 9,5 x 14,4 m (135 m2). Pola kolom grid, terdapat kolom dalam ruangan pada sisi selatan Sirkulasi dalam ruang cukup efektif, sirkulasi utama (150-187 cm) langsung dari pintu mengelilingi area meja gambar, jarak antar meja 50 cm. Arah sirkulasi dan penempatan meja kursi sejajar dan simetris mengikuti bentuk denah. Berdasarkan letaknya ruang studio gambar ini berada pada zone privat yang diantarai oleh ruang Kepala Studio. Pada sisi timur terdapat area shalat & istirahat, area display karya pada sisi dinding barat & utara, area diskusi dan penyimpanan gambar pada bagian tengah ruang. Dengan demikian bentuk geometri ruang, pola kolom, dan sifat ruang telah memenuhi standar. Adanya kolom dalam ruang pada bagian tepi, tidak mengganggu sirkulasi & ruang gerak aktivitas. Ruang studio dengan ruang publik terpisah dari ruang publik, dan berada pada zone privat (vertikal dan horisontal). Di samping area kerja gambar, ruang studio Tugas Akhir juga membutuhkan: area perpustakaan mini (berupa rak penyimpanan buku), area diskusi (berupa meja diskusi), area eksplorasi ide (studi bentuk dengan beragam media peraga; maket model/mok-up), area display [4]. Gambar 4a). Layout Studio Tugas Akhir, potongan ruang & kondisi ruang studio Tugas Akhir Perabot Jenis & Fungsi. Jenis perabot yang terdapat dalam ruang studio Tugas Akhir, cukup beragam terdiri dari: meja gambar standar (20 unit), kursi kerja (22 buah), bangku kayu (18 buah), lemari penyimpanan (1 buah), meja alat (2 buah), meja kerja/diskusi (5 buah), dispenser (1 unit). Jumlah peserta Tugas Akhir 15 orang (Periode IV, 2011/2012), Kapasitas ruangan yang ideal untuk studio gambar adalah 15-25 orang, masing-masing mahasiswa menempati 1 meja gambar, sehingga untuk kapasitas ruangan telah memenuhi, namun masih dibutuhkan penambahan meja alat dan meja kerja. Keterbatasan tersebut menyebabkan mereka harus berbagi meja, bahkan beberapa mahasiswa membawa sendiri kebutuhan perlengkapan studio mereka. Tata Letak. Tata letak meja gambar cenderung berubah-ubah, dengan pola klaster dan memusat pada bagian tengah ruang sebagai area diskusi dan penyimpanan gambar. Pertimbangan tata letak tersebut lebih mengacu pada proses studio dengan kegiatan diskusi. Kekurangan dari pola ini adalah tidak termanfaatkannya pencahayaan alami dari jendela, karena posisi meja membelakangi arah datang cahaya. Ukuran. Meja gambar berukuran 120x90 cm, tinggi max 90 cm, kemiringan meja variatif. Kursi kerja 42x45 cm, tinggi 40-50 cm, tinggi sandaran 35 cm. Bangku diameter 30 cm, tinggi 60 cm. Ruang gerak yang tersedia 2,28 m2/orang. Ukuran meja gambar dan ruang gerak yang ada sesuai dengan ketentuan standar, untuk meja gambar ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur TA9 - 8 Volume 6 : Desember 2012 PROSIDING 20 12© Arsitektur Elektro Geologi Mesin HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil minimal berukuran 120x80 cm, dengan jarak perletakan antar perabot minimal 90 cm, dan total ruang gerak yang dibutuhkan per orang minimal adalah 2,16 m2. Gambar 5. Jenis perabot pada Ruang Studio Tugas Akhir Dari hasil evaluasi kesesuaian terhadap persyaratan fisik ruang studio gambar di tiga ruang studio, maka diketahui bahwa tingkat rata-rata kesesuaian ruang HL 107A yaitu 58,4%, ruang HL 107B yaitu 56,4%, dan ruang studio Tugas Akhir yaitu 68,6%. Hasil penilaian bervariasi di tiap aspek, umumnya ketiga ruang studio telah memenuhi aspek spasial ruang yang meliputi bentuk geometri, sirkulasi dan zona ruang. Wujud ruang studio gambar umumnya tersusun atas unsur-unsur pola perulangan (kaca mati, jendela & ventilasi), pola grid (kolom), linier & klaster (tata perabot) dan bentuk simetris (geometri denah). Elemen-elemen yang umumnya mempengaruhi desain ruang dalam adalah: view dan pencapaian, sifat ruang dan ketenangan, sirkulasi dan tata perabot, pola bukaan dan bentuk bukaan. Sedangkan unsur yang tidak berpengaruh langsung adalah: pola plafond dan lantai. Gambar 6. Hasil evaluasi elemen interior ruang studio gambar HL107A-B & studio Tugas Akhir Pengaruh Elemen-elemen Interior Studio Gambar Berdasarkan sifat penelitian ini, maka pengaruh elemen-elemen interior ruang studio gambar terhadap aspek perilaku belajar mahasiswa pada masing-masing ruang (HL 107A-B & ruang studio Tugas Akhir) akan dibandingkan berdasarkan aspek pembatas ruang, aspek spasial, perabot, kenyamanan ruang & kebutuhan ruang/area. Berikut grafik yang menggambarkan tingkat kepentingan elemen interior dalam proses pembelajaran di ruang studio gambar. Volume 6: Desember 2012 Group Teknik Arsitektur TA9 - 9 ISBN : 978-979-127255-0-6 Wujud Fisik Ruang Studio… Arsitektur Elektro Geologi Rahmi Amin Ishak, Syarif Beddu, Arief & Inri Indah Rahayu Mesin Perkapalan Sipil Gambar 8. Tingkat kepentingan elemen-elemen interior dalam proses pembelajaran studio perancangan (dalam skala 1-5: sangat tidak penting – sangat penting, nilai 3 batas netral) Grafik di atas menunjukkan tingkat kepentingan elemen interior terhadap aspek perilaku dalam proses pembelajaran di studio gambar. Berdasarkan survey terhadap mahasiswa peserta matakuliah perancangan dan Tugas Akhir, kecenderungan mahasiswa pada studio Tugas Akhir tidak terlalu mementingkan kondisi fisik ruang studio gambar dibandingkan mahasiswa pada matakuliah perancangan dasar. Sebanyak 71,4% mahasiswa di ruang HL.107B menganggap elemen interior mempengaruhi aktivitas studio, sedangkan di ruang HL.107A terdapat 43,71%, dan hanya 29,4% dari mahasiswa Tugas Akhir. Umumnya aspek yang mempengaruhi mahasiswa adalah kondisi perabot (meja gambar & kursi), serta kenyamanan ruang (penghawaan, pencahayaan dan kebisingan). Berikut grafik yang menggambarkan aspek perilaku belajar mahasiswa, mencakup kreativitas & kemandirian dalam belajar. ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur TA9 - 10 Volume 6 : Desember 2012 PROSIDING 20 12© Arsitektur Elektro Geologi Mesin HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil Gambar 9. Aspek kreativitas & kemandirian mahasiswa dalam proses pembelajaran pada studio perancangan Grafik di atas menunjukkan kecenderungan bahwa mahasiswa studio Tugas Akhir memiliki tingkat kreativitas & kemandirian yang lebih baik dibandingkan mahasiswa pada ruang HL.107A & B. Dari analisis variabel perilaku belajar mahasiswa di studio Tugas Akhir, rata-rata 60% memenuhi karakter kreatif dan 67% mandiri, sedangkan di ruang HL.107B rata-rata 53% kreatif & mandiri, dan di ruang HL.107A rata-rata 53% kreatif & 47% mandiri. Berikut grafik yang menggambarkan tingkat pengaruh elemen interior terhadap kreativitas & kemandirian mahasiswa. Gambar 10. Tingkat pengaruh elemen interior pada ruang HL.107A-B & studio Tugas Akhir terhadap kreativitas & kemandirian mahasiswa Hasil perbandingan analisis pengaruh elemen interior di ruang HL.107A-B dan studio Tugas Akhir terhadap kreativitas & kemandirian, menunjukkan bahwa umumnya aspek spasial, kenyamanan ruang, perabot, dan kebutuhan ruang mengindikasikan adanya pengaruh pada ruang HL.107B (61%) dan HL.107A (56%). Sebaliknya pada ruang studio Tugas Akhir (30%) tidak signifikan berpengaruh terhadap kreativitas & kemandirian, meskipun kondisi ruang cukup memenuhi persyaratan, dan kecenderungan tingkat kreativitas & kemandirian mahasiswa cukup baik. Dari hasil yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa aspek perilaku yang paling banyak dipengaruhi oleh elemen interior ruang HL.107A-B adalah kreativitas, sedangkan di studio Tugas Akhir adalah kemandirian. Selanjutnya tingkat eksistensi elemen interior terhadap kreativitas & kemandirian mahasiswa dapat dilihat pada grafik berikut (Gambar 11). Gambar 11. Eksistensi elemen interior pada ruang HL.107A-B & studio TA Volume 6: Desember 2012 Group Teknik Arsitektur TA9 - 11 ISBN : 978-979-127255-0-6 Wujud Fisik Ruang Studio… Arsitektur Elektro Geologi Rahmi Amin Ishak, Syarif Beddu, Arief & Inri Indah Rahayu Mesin Perkapalan Sipil Berdasarkan perbandingan hasil evaluasi dan tingkat pengaruh elemen interior terhadap proses pembelajaran pada ruang studio gambar HL.107A-B & TA, maka diketahui bahwa wujud fisik elemen interior memiliki eksistensi yang berbeda. Pada ruang HL.107A aspek pembatas bidang lantai (pola lantai sebagai pembeda sifat ruang), perabot (jenis, antropometri & ergonomi perabot) & kebutuhan ruang (kebutuhan area diskusi, display, perpustakaan mini) lebih dominan berpengaruh dalam mencapai kreativitas & kemandirian. Sedangkan pada ruang HL.107B eksistensi wujud fisik ruang cenderung merata pada aspek pembatas ruang, aspek spasial ruang, dan kenyamanan ruang, namun dominan pada aspek perabot & kebutuhan ruang, sedangkan pada ruang studio Tugas Akhir aspek spasial dan kenyamanan ruang lebih dominan dibandingkan aspek lain. KESIMPULAN Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian tiap ruang (HL.107A-B & studio TA) terhadap persyaratan standar untuk studio gambar, maka disimpulkan bahwa tingkat kesesuaian studio TA adalah 68%, HL.107A adalah 58,4%, dan HL.107B adalah 56,4%. Pengaruh elemen interior terhadap proses pembelajaran, disimpulkan bahwa elemen interior mempengaruhi aktivitas studio pada 71,4% mahasiswa di ruang HL.107B, sebanyak 43,71% mahasiswa di ruang HL.107A, dan hanya 29,4% dari mahasiswa Tugas Akhir. Umumnya aspek yang mempengaruhi mahasiswa adalah kondisi perabot (meja gambar & kursi), serta kenyamanan ruang (penghawaan, pencahayaan dan kebisingan). Berdasarkan perilaku belajar mahasiswa, disimpulkan bahwa tingkat kreativitas & kemandirian mahasiswa di studio Tugas Akhir rata-rata 60% kreatif dan 67% mandiri, di ruang HL.107B rata-rata 53% kreatif & mandiri, dan di ruang HL.107A rata-rata 53% kreatif & 47% mandiri. Pengaruh elemen interior terhadap kreativitas & kemandirian mahasiswa, disimpulkan bahwa pada ruang HL.107B signifikan berpengaruh (61%), pada HL.107A berpengaruh 56%, sedangkan pada studio Tugas Akhir tidak signifikan berpengaruh (30%). Aspek perilaku yang dominan dipengaruhi adalah kreativitas pada ruang HL.107A-B, dan kemandirian pada studio Tugas Akhir. Eksistensi elemen interior pada ruang HL.107A dominan pada pembatas bidang lantai (pola lantai sebagai pembeda sifat ruang), perabot (jenis, antropometri & ergonomi perabot) & kebutuhan ruang (kebutuhan area diskusi, display, perpustakaan mini). Pada ruang HL.107B dominan pada semua aspek terutama aspek perabot & kebutuhan ruang, sedangkan pada ruang studio Tugas Akhir dominan pada aspek spasial dan kenyamanan ruang. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. De Chiara, Joseph., dan John Callender. 1980. Time-Saver Standards For Building Types. Edisi II. New York: McGraw-Hill, Inc. Olds, Anita Rui. 2001. Child Care Design Guide. New York: The Mc Graw-Hill Companies, Inc. Laurens, Joyce Marcella. 2004. Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: PT. Grasindo. Sigit Arifin, Liliany. 2002. Manajemen Pengajaran Di Studio Disain Arsitektur, dalam Jurnal Ilmiah Dimensi Tenik Arsitektur, Vol.30, No.1, Juli 2002, hal.1-9, Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain – Universitas Kristen Petra, Surabaya. Munandar, Utami. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Arinto, FX.E. 2000. Mengembangkan Dimensi Kreatif dalam Pendidikan Arsitektur, dalam Prosiding Seminar Nasional: Pendidikan Arsitektur Meniti Masa Depan, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UI Jakarta. Susilo, S. 1998. Pendidikan dan Profesi Arsitek Dalam Era Reformasi, (sebuah makalah), disampaikan pada Seminar Sehari Pendidikan, Studio Arsitektur dan Seputar Standardisasi Badan Akreditasi Nasional. Saraswati, Titien. 2000. Kesiapan Dosen dalam Proses Belajar Mandiri, dalam Prosiding Seminar Nasional: Pendidikan Arsitektur Meniti Masa Depan, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Jakarta. ISBN : 978-979-127255-0-6 Group Teknik Arsitektur TA9 - 12 Volume 6 : Desember 2012